Teori hukum dikenal dengan istilah lain yaitu; teori hukum (theory of
law) dalam bahasa Inggris, atau rechts (teori hukum) dalam bahasa Belanda.
Bruggink mengartikan teori hukum adalah, “suatu keseluruhan pernyataan
yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum
dan putusan putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian penting untuk
dipositifkan”. Dalam pengertian ini teori hukum bermakna ganda, yaitu
dalam pengertian sebagai produk, sebab keseluruhan pernyatan yang saling
berkaitan merupakan hasil kegiatan teoritis bidang hukum. Sementara
dikatakan sebagai proses, sebab perhatiannya diarahkan pada kegiatan
teoritis tentang hukum atau pada kegiatan penelitian teoritis bidang hukum
sendiri, tidak pada hasil kegiatan kegiatan itu. Teori hukum mengkaji tidak
hanya tentang norma akan tetapi juga mengkaji hukum dalam kenyataan.3
1 Alumni Program S2 Magister Ilmu Hukum, pada Pascasarjana Universitas Islam As-
Syafi’iyyah (UIA) Jakarta (NIM : 2220150017), dan Dosen Prodi Manajemen STIE BII
(NIDN : 0410126601).
2 Satjipto Rahardjo, 2006, Ilmu Hukum, Cet 6, Citra Aditya Abadi, Bandung, hlm. 259.
3 Salim, HS, 2009, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 256.
1
Teori Hukum tidak sama dengan apa yang kita pahami dengan
hukum positif, hal ini perlu diperjelas untuk menghindarkan kesalah
pahaman. Teori Hukum dapat disebut sebagai kelanjutan dari usaha
mempelajari hukum positip, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian
itu kita dapat merekonstruksikan kehadiran teori hukum itu secara jelas.6
Pada saat orang mempelajari hukum posistip, maka ia sepanjang waktu
dihadapkan pada peraturan-peraturan hukum dengan segala cabang
kegiatan dan permasalahannya, seperti kesalahannya, penafsiran dan
sebagainya.7 Tetapi sudah merupakan sifat manusia yang tidak pernah puas
dan selalu ingin bertanya atau mempertanyakan segala sesuatu.
Kemampuan manusia untuk melakukan penalaran tidak ada batasnya, hal
itu semakin mendorong rasa penasaran untuk mencari sesuatu yang baru
yang berbeda dengan apa yang telah ada.
4 H. Riduan Syahrani, 2009, Kata Kata Kunci Mempelajari Ilmu Hukum, Alumni, Bandung.
5 Dansur, Peranan Hakim Dalam Penemuan Hukum, Makalah, 1 Nopember 2006.
6 H.R. Otje Salman S., & Anton F. Susanto, Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan
Membuka Kembali, Refika Aditama, hlm. 45.
7 Satjipto Rahardjo, 2006, Ilmu Hukum, Cet 6, Citra Aditya Abadi, Bandung, hlm. 259.
2
III. Tujuan
IV. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Secara teoritis melalui makalah ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi pengembangan Ilmu Hukum, khususnya matakuliah Filsafat
Hukum.
3
2. Manfaat Praktis
a. Menambah wawasan mahasiswa dalam bidang Filsafat Hukum,
khususnya tentang Analisis tentang Critical Theory of Law.
b. Sebagai informasi dan sekaligus menjadi salah satu bahan
pengetahuan untuk melakukan analisis tentang Teoro-teori
Hukum.
c. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat umum, dalam
upaya mengkritisi teori-teori hukum.
V. Metodologi Penelitian
3. Analisis Data.
VI. Pembahasan
8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 251-252.
9 Azizy, A. Qadri, 2002, Eklektisisme Hukum Nasional, Kompetisi antara Hukum Islam dan
Hukum Umum, Gama Media Offset, Yogyakarta, Cet I, hlm. 205.
10 Ibid., Hlm. 206.
5
11 Friedmann, W., 1990, alih bahasa Muhammad Arifin, Teori dan Filsafat Hukum, Telaah
Kritis atas Teori-Teori Hukum, CV. Rajawali, Jakarta, Cet ke 1 hlm. 187.
12 Ibid., hlm. 189
13 Muhamad Erwin, 2011, “Filsafat Hukum Refleksi Kritis terhadap Hukum,” PT. Gajagrafindo
Persada, Jakarta, hlm. 198.
14 Ibid., hal. 201
6
Jadi, hal yang pokok dalam teori hukum realis adalah ―gerakan dalam
pemikiran dan kerja tentang hukum‖. Ciri-ciri dari gerakan ini, Llewellyn
menyebut beberapa hal, yang terpeting diantaranya :
1. Tidak ada mazhab realis, realisme adalah gerakan dalam pemikiran dan
kerja tentang hukum.
2. Realisme adalah konsepsi hukum yang terus berubah dan alat untuk
tujuan-tujuan sosial, sehingga tiap bagian harus diuji tujuan dan
akibatnya. Realisme mengandung konsepsi tentang masyarakat yang
berubah lebih cepat daripada hukum.
3. Realisme menganggap adanya pemisahan sementara, antara hukum
yang ada dan yang seharusnya ada, untuk tujuan-tujuan studi.
Pendapat-pendapat tentang nilai harus selalu diminta agar tiap
penyelidikan ada sasarannya, tetapi selama penyelidikan, gambaran
harus tetap sebersih mungkin, karena keinginan-keinginan pengamatan
atau tujuan-tujuan etis.
4. Realisme tidak percaya pada ketentuan-ketentuan dan konsepsi-
konsepsi hukum, sepanjang ketentuan dan konsepsi itu menggambarkan
apa yang sebenarnya dilakukan oleh pengadilan-pengadilan dan orang-
orang. Realisme menerima peraturan-peraturan sebagai “ramalan-
ramalan umum tentang apa yang akan dilakukan oleh pengadilan-pengadilan.”
5. Realisme menekankan pada evolusi tiap bagian dari hukum dengan
mengingat akibatnya.17
15 Ibid., hal.203
16 Ibid., hal. 204
17 Op., Cit., Friedmann, W. hlm.191-192.
7
Jadi yang namanya hukum itu bukan hanya yang tertulis dalam
Undang-Undang atau ketentuan dan peraturan tertulis, namun lebih besar
ditentukan oleh hakim di pengadilan yang pada umumnya didasarkan pada
kenyataan di lapangan. Hakim punya otoritas untuk menentukan hukum
ketika menjatuhkan putusan di pengadilan, meskipun putusannya itu dalam
beberapa hal tidak selalu sama dengan apa yang tertulis dalam Undang-
Undang atau aturan lainnya. Sehubungan dengan itu moralitas hakim sangat
menentukan kualitas hukum yang merupakan hasil putusan pengadilan itu.
Dengan demikian, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa suatu kasus tidak
dapat diadili karena belum ada hukum tertulis yang mengaturnya.19
18 Soerjono Soekanto, 2005, Perspektif Teoritis Studi Hukum dalam Masyarakat, CV. Rajawali,
Jakarta, Cet V, hlm. 33.
19 Op., Cit., Azizy, A. Qadri, hlm. 207-208
8
20
Leod, Ian Mc, 1999, Legal Theory, Macmillan Press Ltd, hlm. 123
21
Munir Fuady, 2003, Aliran Hukum Kritis (Paradigma Ketidakberdayaan Hukum), Citra Aditya
Bakti, Bandung, hlm. 1.
22 Ibid.,
9
1. Hukum mencari legitimasi yang salah; Dalam hal ini, hukum mencari
legitimasi dengan cara yang salah yaitu dengan jalan mistifikasi, dengan
menggunakan prosedur hukum yang berbelit, dan bahasa yang susah
dimengerti, yang merupakan alat pemikat sehingga pihak yang ditekan
oleh yang punya kuasa cepat percaya bahwa hukum adalah netral.
2. Hukum dibelenggu oleh kontradiksi-kontradiksi; Dalam hal ini, pihak
penganut critical legal studies percaya bahwa setiap kesimpulan hukum
yang telah dibuat selalu terdapat sisi sebaliknya, sehingga kesimpulan
hukum tersebut hanya merupakan pengakuan terhadap pihak
kekuasaan. Dengan hukum yang demikian, mereka akan berseru ”pilih
sisi/pihakmu, tetapi jangan berpura-pura menjadi objektif”. Dalam hal ini,
hakim akan memihak pada salah satu pihak (yang kuat) yang dengan
sendirinya akan menekan pihak lain.
3. Tidak ada yang namanya prinsip-prinsip dasar dalam hukum; Ahli
hukum yang tradisional percaya bahwa prinsip yang mendasari setiap
28
Cento Veljanovski, 2006, The Economics of Law, Ed. 2, The Institute of Economic Affairs,
London, hlm. 27.
29
Jhonny Ibrahim, 2009, Pendekatan Ekonomi Terhadap Hukum: Teori dan Implikasi
Penerapannya dalam Penegakan Hukum, Putra Media Nusantara & ITS Press, Surabaya,
hlm. 43.
30
Ibid.,
31 Model adalah pernyataan formal teori. Biasanya berbentuk pernyataan matematik
tentang hubungan yang diandaikan sebelumnya atau dua atau lebih variabel. Karl E.
12
Pada intinya studi Economic Analysis of Law atau Law and Economics
maupun Economics of Law adalah sebuah bidang studi yang mempelajari
penerapan metode-metode ilmu ekonomi untuk mengatasi problematika
hukum yang muncul dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.33 Teori
ekonomi yang dapat digunakan misalnya teori harga (price theory) dan
metode statistika yang diaplikasikan untuk menguji pembentukan, struktur,
proses dan pengaruh dari suatu institusi hukum.34
Case dan Ray C. Fair, 2002, Prinsip-Prinsip Ekonomi Mikro [Principles of Economics], Ed. 5,
diterjemahkan oleh Benyamin MolanPrenhallindo, Jakarta, hlm. 12.
32 Ibid., hlm. 41.
33 Ibid., hlm. 9.
34 Op., Cit., Veljanovski, hlm. 24.
35 Steven Shavell, Foundation of Economic Analysis of Law, (Cambridge: Harvard University
Press, 2004), hlm. 1-3
13
36 Ibid.,
37 Prinsip ini sederhana karena secara alamiah orang akan cenderung menyetujui sesuai
dengan pengalamannya. Namun prinsip itu dapat diteruskan dengan mengatakan
bahwa kalau kita memaksimalkan kemampuan kita untuk menerima penderitaan maka
kenikmatan yang akan kita dapatkan pun akan semakin maksimal.
38 Peri Umar Faruk, Analisis Ekonomi Atas Perkembangan Hukum Bisnis Indonesia,
http://mhugm.wikidot.com/artikel:004. Diakses pada tanggal, 14 September 2016.
39 Bhingyuan Hsiung, Erasmus Law and Economics Review 2, no. 1 (March 2006) :1-33
14
40
www.nper.org. Rafael La Porta, Florencio Lopez-de-Silanes, Andrei Shleifer dan Robert
W. Vishny, LAW AND FINANCE, National Bureau of Economic Researc, Cambridge,
July 1996.
41
Forthcoming in Aristides N. Hatzis ed. Economic Analysis of Law: A European
Perspective (Cheltenham, U.K:Elgar 2003)
42 Lewis A. Kornhauser, di download dari www.law.nyu.edu. Tanggal, 14 September 2016.
15
43 Steven Shavell, 2001, (Harvard Law School, Cambridge) in Internasional Encyclopedia of the
Social and Behavioral Sciences, Forthcoming.
44 Sulistyowati Irianto, 2006, Perempuan dan Hukum, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hlm.
42.
16
Para feminis yakin bahwa sejarah ditulis melalui sudut pandang laki-
laki dan sama sekali tidak merefleksikan peranan perempuan di dalam
pembuatan dan penyusunan sejarah. Sejarah buatan laki-laki tersebut telah
dengan bias menciptakan konsep-konsep tentang keberadaan manusia,
potensi gender dan rekayasa sosial yang menghasilkan bahasa, logika dan
struktur hukum yang mencerminkan karakter dan nilai-nilai dari sudut
48
Niken Savitri, HAM Perempuan Kritik Teori Hukum Feminis Terhadap KUHP, Jakarta :
Refika Aditama, 2008, hlm. 27
49
Ibid., hlm. 28
50
Gandhi Lapian, 2012, Disiplin Hukum yang Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender,
Pustaka Obor, Jakarta.
18
VII. Kesimpulan
Dari sekian banyak aliran yang ada dalam teori hukum, dua
kelompok besar, yaitu :
51 Niken Savitri, 2008, HAM Perempuan Kritik Teori Hukum Feminis Terhadap KUHP, Refika
Aditama, Jakarta, hlm. 27
52 Ibid.
53 Gandhi Lapian, 2012, Disiplin Hukum Yang Mewujudkan Kesetaraan dan Keadilan Gender,
Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, hlm 230
19
DAFTAR PUSTAKA
Cento Veljanovski, 2006, The Economics of Law, Ed. 2, The Institute of
Economic Affairs, London.
Dansur, Peranan Hakim Dalam Penemuan Hukum, Makalah, 1 Nopember
2006.
Erwin. Muhamad, 2011, Filsafat Hukum Refleksi Kritis terhadap Hukum,
PT. Gajagrafindo Persada, Jakarta.
Friedmann, W., 1990, alih bahasa Muhammad Arifin, Teori dan Filsafat
Hukum, Telaah Kritis atas Teori-Teori Hukum, CV. Rajawali,
Jakarta, Cet ke 1.
Forthcoming in Aristides N. Hatzis ed. Economic Analysis of Law: A
European Perspective (Cheltenham, U.K : Elgar 2003)
Fuady. Munir, 2003, Aliran Hukum Kritis (Paradigma Ketidakberdayaan
Hukum), Citra Aditya Bakti, Bandung.
George Ritzer – Douglas J Goodman, 2005, Teori Sosiologi Modern, Prenada
Media, Jakarta.
H. R. Otje Salman S., & Anton F. Susanto, Teori Hukum, Mengingat,
Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Refika Aditama.
HS. Salim, 2009, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers,
Jakarta.
Ibrahim. Jhonny, 2009, Pendekatan Ekonomi Terhadap Hukum: Teori dan
Implikasi Penerapannya dalam Penegakan Hukum, Putra Media
Nusantara & ITS Press, Surabaya.
20