Anda di halaman 1dari 10

Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.

3, Juli 2020, Halaman 314-323 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI OLEH KEPOLISIAN


NEGARA REPUBLIK INDONESIA (POLRI)
Armunanto Hutahaean*1 dan Erlyn Indarti2
1
Kepolisian Daerah (Polda) Metropolitan Jakarta Raya
Jl. Jenderal Sudirman Kav. 55 Jakarta Selatan
2
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto, Tembalang, Semarang
antoht@yahoo.com

Abstract

The main tasks of the Indonesia National Police was mandated by the law & regulation namely
maintain of public orderliness and security, enforce the law and provide protection, safeguard,
and public service. For implementation of the law enforcement, The Indonesia National Police
was authorised by the law & regulation for conducting preliminary investigation and
investigation of all forms of criminal acts including the criminal act of corupption. This paper
will discuss the problem of the role of the National Police in combating corruption in Indonesia,
as well as how the strategy to eradicate corruption in Indonesia. The criminal acts of corruption
that have occurred in Indonesia have permeated to all life sectors and cause a disaster for
national economy. Therefore, in the context of eradicating the criminal act of corruption needs
the extraordinary law enforcement, implement optimally, efficiently, professionally and
modernly.

Keywords: Indonesian National Police; Investigation; Criminal Act of Corruption

Abstrak

Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana amanat Undang-Undang yaitu
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan
perlindungani, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat,. Untuk melaksanaan tugas
dibidang penegakan hukum, Polri diberi wewenang untuk melakukan Penyelidikan dan
Penyidikan terhadap semua tindak pidana, termasuk perkara tindak pidana korupsi. Tulisan ini
akan membahas permasalahan peran Polri dalam memberantas korupsi di Indonesia, serta
bagaimana strategi pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Pembahasan
menunjukkan bahwa orupsi di Indonesia telah merasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat,
membawa bencana terhadap perekonomian nasional. Untuk itu dalam rangka pemberantasan
tindak pidana korupsi perlu dilakukan penegakan hukum yang luar biasa, dilaksanakan secara
optimal dan profesional serta modern.

Kata Kunci: Polri; Penyidikan; Tindak Pidana Korupsi

A. Pendahuluan yang dapat merusak konsep negara hukum


itu adalah permasalahan korupsi. Tindak
Indonesia sebagai negara hukum tidak
pidana korupsi yang terjadi di Indonesia
terlepas dari permasalahan-permasalahan
telah menjamur pada berbagai sektor dan
yang dapat merusak konsep negara hukum
juga kekuasaan eksekutif, legislatif dan
tersebut, termasuk merusak cita-cita negara
yudikatif bahkan sektor swasta. Akibat
hukum itu sendiri. Salah satu permasalahan
buruk dari korupsi adalah lahirnya

314
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.3, Juli 2020, Halaman 314-323 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

kesenjangan ekonomi dan lahirnya Tabel 1.


ketidakadilan serta ketidakmerataan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun
pendapatan serta buruknya fasilitas dan 2012 s.d. 2019
infrastruktur kepentingan umum (Indarti,
2010, p. 40). Menurut Natanga Surbakti Indeks
(2004), merebaknya praktik korupsi di Persepsi
No. Tahun Keterangan
Korupsi
Indonesia serta lemahnya kualitas kerja
(IPK)
penegak hukum secara nasional juga telah 1 2012 32 Peringkat 118
berimbas pada kurang terpenuhinya hak-hak dari 176
kolektif masyarakat, khususnya hak atas negara
kesejahteraan, pembangunan dan kemajuan
2 2013 32 Peringkat 114
ekonomi.
dari 177
Menjamurnya korupsi yang terjadi negara
tentunya harus diimbangi dengan
dilakukannya penegakan hukum yang 3 2014 34 Peringkat 88
komprehensif baik melalui hukum pidana dari 168
negara
maupun melalui saluran hukum pidana.
Pencegahan dan penanggulangan kejahatan 4 2015 36 Peringkat 90
dilakukan dengan pendekatan integral antara dari 180
kebijakan penal dengan kebijakan non penal. negara
Kebijakan penal memiliki beberapa
5 2016 37 Peringkat 90
keterbatasan dan kelemahan yakni bersifat
dari 180
pragmatis, individualistik, lebih bersifat negara
represif dan harus didukung dengan
infrastruktur yang memerlukan biaya tinggi. 6 2017 37 Peringkat 96
Suteki mengatakan, bahwa dalam hukum dari 180
negara
modern, penggunaan hukum sebagai sarana
rekayasa masyarakat (law as a tool of social 7 2018 38 Peringkat 89
engineering) dilakukan dengan melibatkan dari 180
para pembuat hukum dengan merumuskan negara
sanksi sebagai sarana penegakan hukum.
8 2019 40 Peringkat 85
Penegakan hukum tersebut dilakukan untuk
dari 180
mewujudkan perubahan yang efektif di negara
dalam masyarakat (Bunga, 2019, p. 11).
Di bawah ini disajikan data Indeks Kepolisian Negara Republik Indonesia
Persepsi Korupsi Indonesia dari tahun 2012 (yang selanjutnya disebut Polri) sebagai
hingga tahun 2019 menurut Transparancy salah satu aparat penegak hukum dalam
International: sistem peradilan pidana terpadu memiliki
peran yang sangat penting dalam penegakan
hukum pidana, salah satunya dalam
melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi. Dalam Undang-Undang No. 2
Tahun 2002 tentang Polri Pasal 2 disebutkan
bahwa fungsi kepolisian adalah menjalankan
salah satu fungsi pemerintahan negara dalam
tugas penegakan hukum selain perlindungan,
pengayoman dan pelayanan masyarakat.
Sementara dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g
mengatakan bahwa polisi berwenang
melakukan penyidikan tindak pidana yang

315
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.3, Juli 2020, Halaman 314-323 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

sebelumnya didahului oleh tindakan misalnya, suapan) agar ia melakukan


penyelidikan oleh penyelidik (Rahardi, pelanggaran kewajibannya (Scott &
2007, p. 27). Lubis, 1988, p. 86). Berdasarkan
Demikian halnya terhadap tindak pidana dokumen yang dikeluarkan oleh
korupsi. Dalam upaya pemberantasan tindak Transparency International,
pidana korupsi sebagai proses penegakan merumuskan pengertian korupsi sebagai
hukum, langkah pertama yang dilakukan berikut :
oleh Polri sebagai subsistem peradilan Corruption involves behavior on
pidana adalah melakukan penyelidikan yang the part of officials in the public
dilakukan oleh penyelidik. Jika dalam sector, whether politicians or civil
penyelidikan ditemukan adanya dugaan servants, in wich they improperly
tindak pidana korupsi, maka langkah and unlawfully enrich themselves,
selanjutnya adalah melakukan penyidikan or those close to them, by the
oleh penyidik (Muhammad, 1999, p. 47) public power entrusted them.
Masyarakat berharap besar kepada Polri (Korupsi mencakup perilaku dari
sebagai salah satu aparat penegak hukum pejabat-pejabat disektor publik,
yang diberi wewenang oleh undang-undang apakah politikus atau pegawai
sebagai Penyidik dalam melakukan negeri, dimana mereka secara tidak
pemberantasan tindak pidana korupsi yang benar dan melanggar hukum
terjadi. Namun harus diakui bahwa memperkaya diri sendiri atau pihak
penegakan hukum yang dilakukan oleh Polri lain yang dekat dengan mereka,
dalam rangka pemberantasan korupsi belum dengan cara menyalahgunakan
mampu untuk mewujudkan Indonesia bebas kewenangan publik yang
dari korupsi. Melihat kenyataan tersebut, dipercayakan kepada mereka).
penulis sangat tertarik untuk membahas
tentang upaya pemberantasan korupsi yang Sedangkan menurut Undang-
dilakukan oleh Polri. Meskipun cukup Undang No. 31 Tahun 1999 tentang
banyak kajian mengenai hal ini, tulisan ini Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
menyajikan orisinalitas penulisan dalam sebagaimana diubah menjadi Undang-
ruang lingkup Polri sebagai salah satu Undang No. 20 Tahun 2001, memuat
institusi penegak hukum dalam kaitannya beberapa pengertian korupsi yaitu
dengan pemberantasan tindak pidana sebagai berikut (Hutahaean, 2019, p.
korupsi di Indonesia. Oleh karena itu, 32): 1) Pasal 2 ayat (1) : Setiap orang
penulis mengajukan dua pertanyaan yang yang secara melawan hukum melakukan
akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu: perbuatan memperkaya diri sendiri atau
pertama bagaimana peran Polri dalam orang lain atau suatu korporasi yang
memberantas korupsi di Indonesia? Dan dapat merugikan keuangan Negara atau
kedua, bagaimana strategi pemberantasan perekonomian Negara; 2) Pasal 3 :
tindak pidana korupsi di Indonesia? Setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang
B. Pembahasan lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan,
1. Peran Polri dalam Memberantas
kesempatan, atau sarana yang ada
Korupsi di Indonesia
padanya karena jabatan atau kedudukan
a. Pengertian Tindak Pidana yang dapat merugikan Keuangan
Korupsi Negara atau perekonomian Negara.
David H. Bayley, mendefinisikan Selama ini istilah korupsi mengacu
Korupsi sebagai Perangsang (seorang pada berbagai aktivitas/tindakan secara
pejabat pemerintah atau swasta) tersembunyi dan illegal untuk
berdasarkan itikad buruk (seperti mendapatkan keuntungan demi

316
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.3, Juli 2020, Halaman 314-323 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

kepentingan pribadi atau golongan. tindak pidana yang sekaligus juga


Dalam perkembangannya terdapat sebagai lembaga penegak hukum yang
penekanan bahwa korupsi adalah langsung berhadapan dengan
tindakan penyalahgunaan kekuasaan penanggulangan kejahatan dalam
(abuse of power) atau kedudukan publik masyarakat (Raharjo, 2011). Salah satu
untuk kepentingan pribadi. Sementara kiprah polisi dalam kedudukannya
Huntington menyebutkan bahwa sebagai Penyidik tindak pidana adalah
korupsi adalah perilaku menyimpang perannya di dalam sistem peradilan
dari public official atau para pegawai yang disalurkan melalui keterlibatannya
dari norma-norma yang diterima dan sebagai salah satu komponen penegak
dianut oleh masyarakat dengan tujuan hukum diantara penegak hukum lainnya
untuk memperoleh keuntungan- (Indarti, 2018, p. 8). Apabila Sistem
keuntungan pribadi. Alatas Peradilan Pidana digambarkan sebagai
mengemukakan pengertian korupsi lingkaran yang berlapis-lapis, maka
dengan menyebutkan benang merah sebagai salah satu komponen penegak
yang menjelujuri dalam aktivitas hukum, Polisi menempati posisi lapisan
korupsi, yaitu subordinasi kepentingan terluar (Indarti, 2018, p. 8).
umum di bawah kepentingan tujuan- Dalam Undang-Undang Nomor 8
tujuan pribadi yang mencakup Tahun 1981 Pasal 4 ayat (1) disebutkan
pelanggaran norma-norma, tugas dan bahwa Penyelidik adalah setiap pejabat
kesejahteraan umum, dibarengi dengan Polisi Negara Republik Indonesia.
kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan Adapun kewenangan Penyelidik dalam
dan kemasa-bodohan yang luar biasa Pasal 5 yaitu: 1) Karena kewajibannya
akan akibat-akibat yang diderita oleh mempunyai wewenang: (a) Menerima
masyarakat (Chaerudin, Dinar, & laporan atau pengaduan dari seseorang
Fadillah, 2008, p. 2). tentang adanya tindak pidana, (b)
Perbuatan pidana dapat Mencari keterangan dan barang bukti,
diklasifikasikan sebagai perbuatan (c) Menyuruh berhenti seorang yang
korupsi apabila perbuatan pidana dicurigai dan menyatakan serta
tersebut memenuhi empat (4) unsur, memeriksa tanda pengenal diri, (d)
yaitu (Kurniawan, 2015, p. 21): 1) Mengadakan tindakan lain menurut
Terdapat pelaku tindak pidana korupsi, hukum yang bertanggung jawab; 2)
dapat berupa perseorangan, sekelompok Atas perintah Penyidik dapat melakukan
orang atau korporasi; 2) Perbuatan tindakan berupa: (a) Penangkapan,
tersebut menguntungkan atau larangan meninggalkan tempat,
memperkaya dirinya sendiri, orang lain penggeledahan dan penyitaan, (b)
atau korporasi; 3) Perbuatan tersebut Pemeriksaan dan penyitaan surat, (c)
melanggar hukum atau Mengambil sidik jari dan memotret
menyalahgunakan kewenangannya; 4) seorang, (d) Membawa dan
Perbuatan tersebut telah merugikan menghadapkan seorang pada penyidik.
negara maupun dapat merugikan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang
keuangan negara atau perekonomian Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
negara. Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) disebutkan bahwa Penyidik
b. Pengertian Penyelidik dan adalah: a) Pejabat Polisi Negara
Penyidik serta Kewenangannya Republik Indonesia; b) Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu yang diberi
Berdasarkan Undang-Undang
wewenang khusus oleh undang-undang.
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Kewenangan Penyidik
Acara Pidana, Polisi ditempatkan
sebagaimana tertulis dalam Pasal 7 ayat
sebagai Penyidik dalam menangani

317
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.3, Juli 2020, Halaman 314-323 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

(1) KUHAP adalah sebagai berikut: 1) peran polisi dalam bekerja, yaitu
Menerima laporan atau pengaduan dari meliputi: (1) Penegak Hukum
seseorang tentang adanya tindak pidana; (Pemberantas kejahatan); (2)
2) Melakukan tindakan pertama pada Pemelihara ketertiban (Penjaga
saat di tempat kejadian; 3) Menyuruh ketenangan); (3) Pelayanan masyarakat
berhenti seorang tersangka dan (bantuan masyarakat) (Indarti, 2018, p.
memeriksa tanda pengenal diri 8).
tersangka; 4) Melakukan penangkapan, Menurut Muladi, luasnya cakupan
penahanan, penggeledahan, dan peran polisi sebenarnya merupakan
penyitaan; 5) Melakukan pemeriksaan perpaduan antara konsep authoritative
dan penyitaan surat; 6) Mengambil sidik intervention yang merupakan usaha
jari dan memotret seseorang; 7) yang setiap saat dan secara rutin
Memanggil orang untuk didengar dan dilakukan oleh polisi dalam rangka
diperiksa sebagai tersangka atau saksi; memelihara ketertiban dan keamanan
8) Mendatangkan orang ahli yang dalam masyarakat dan konsep symbolic
diperlukan dalam hubungannya dengan justice yang menekankan pada peran
pemeriksaan perkara; 9) Mengadakan polisi dalam menunjukkan adanya tata
penghentian penyidikan; 10) hukum yang harus dihormati. Secara
Mengadakan tindakan lain menurut demonstratif, peran ini akan terlihat bila
hukum yang bertanggung jawab. diterapkan kepada pelaku tindak pidana.
Tugas dan tanggung jawab Sebagai aparat penegak hukum dalam
penyidik adalah membuat berita acara, menjalankan fungsinya polisi wajib
menyerahkan berkas perkara kepada memahami azas-azas hukum, yaitu
penuntut umum, dimana Penyerahan sebagai berikut (Muladi, 2002, p. 27):
berkas perkara ini dilakukan yaitu pada 1) Asas legalitas, dalam melaksanakan
tahap pertama penyidik hanya tugasnya sebagai penegak hukum wajib
menyerahkan berkas perkara. Pada tunduk pada hukum; 2) Asas
tahap kedua, dalam hal penyidikan kewajiban, merupakan kewajiban polisi
sudah dianggap selesai, penyidik dalam menangani permasalahan dalam
menyerahkan tanggung jawab atas masyarakat yang bersifat diskresi,
tersangka dan barang bukti kepada karena belum diatur dalam hukum; 3)
penuntut umum. Asas partisipasi, dalam rangka
Dalam melaksanakan perannya mengamankan lingkungan masyarakat
sebagaimana tertuang dalam Pasal 14 polisi mengkoordinasikan pengamanan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Swakarsa untuk mewujudkan ketaatan
tentang Kepolisian Negara Republik hukum di kalangan masyarakat; 4) Asas
Indonesia, pada dasarnya Polisi tidak preventif, selalu mengedepankan
hanya berperan sebagai penegak hukum tindakan pencegahan daripada
yang merupakan salah satu komponen penindakan (represif) kepada
dalam sistem peradilan pidana, tetapi masyarakat; 5) Asas subsidiaritas,
juga berperan dalam memelihara melakukan tugas instansi lain agar tidak
keamanan dan ketertiban masyarakat menimbulkan permasalahan yang lebih
serta berperan sebagai Pelindung, besar sebelum ditangani oleh instansi
Pengayom dan Pelayan masyarakat yang membidangi.
(Indarti, 2018, p. 8). Sebagai penyelidik dan penyidik
Cakupan peran yang dimainkan utama terhadap semua bentuk
polisi dalam melaksanakan kontrol kejahatan, termasuk kejahatan yang
sosial demikian bukan saja bersifat merugikan keuangan negara (korupsi),
represif tetapi juga preemtif dan dalam pelaksanaan tugasnya Polri
preventif. Ada tiga kategori fungsional dituntut untuk mampu mengetahui

318
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.3, Juli 2020, Halaman 314-323 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

teknik dan modus operandi kejahatan untuk (Ali, 2016, p. 193): 1)


korupsi serta mampu untuk Mengefektif dan efisienkan upaya-
mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan upaya penyidikan terhadap tindak
kepastian hukum. sehingga dapat pidana korupsi untuk menghukum
meningkatkan kepercayaan masyarakat pelaku dan menyelamatkan uang
kepada hukum dan terutama kepada negara; 2) Mencegah dan memberikan
polri. Dengan meningkatnya sanksi tegas terhadap penyalahgunaan
kepercayaan masyarakat terhadap wewenang yang dilakukan oleh anggota
hukum dan aparatnya (Polri), maka Kepolisian Negara Republik Indonesia
dapat menghilangkan sikap sinis dalam rangka penegakan hukum; 3)
masyarakat terhadap keberadaan Polri Meningkatkan kerjasama dengan
sebagai Penyelidik dan Penyidik Kejaksaan Republik Indonesia, Badan
perkara tindak pidana korupsi terutama Pengawas Keuangan dan Pembangunan,
sebagai penjaga gawang bekerjanya Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi
hukum (Rahardi, 2007, p. 32). Keuangan, dan Institusi negara yang
Dalam pemberantasan tindak terkait dengan upaya penegakan hukum
pidana korupsi, peran Polri dipertegas dan pengembalian kerugian Negara
dalam Instruksi Presiden Nomor 5 akibat tindak pidana korupsi.
Tahun 2004 tanggal 9 Desember 2004 Di bawah ini disajikan data
tentang Percepatan Pemberantasan pengungkapan kasus tindak pidana
Korupsi, huruf 11 butir 10 korupsi yang dilakukan oleh Polri pada
menginstruksikan khusus Kepala tahun 2015, 2016, 2017:
Kepolisian Negara Republik Indonesia

Tabel 2.
Kasus Tindak Pidana Korupsi yang Diungkap Polri Tahun 2015 s.d. 2017

Crime Crime Keuangan Negara


Dalam Kerugian Negara
Tahun Total Clearence diselamatkan
Proses (Rp)
(CT) (CC) (Rp)
2015 1816 1021 795 1.450.809.518.362,00,- 437.066.578.685,00,-
2016 1357 952 405 1.277.523.201.380,00,- 176.915.001.057.00,-

2017 1490 1108 382 2.987.673.849.402,00,- 1.887.603.913.226,-

Sumber: Badan Reserse Kriminal Polri

Dari tabel data tersebut di atas, tersebut bisa menimbulkan


terlihat bahwa dari tahun 2015 hingga ketidakpercayaan masyarakat dan
2017, masih banyak kasus korupsi yang menimbulkan penilaian bahwa Polri
belum diselesaikan oleh penyidik. belum berfungsi secara efektif dan
Tahun 2015 ada sebanyak 795 kasus efisien dalam memberantas korupsi.
yang belum selesai, 2016 ada 405 kasus
dan 2017 sebanyak 382 kasus yang 2. Strategi Pemberantasan Tindak
belum terselesaikan. Dari tabel juga Pidana Korupsi di Indonesia
terlihat bahwa penyelamatan keuangan
Dalam pemberantasan tindak pidana
negara yang dilakukan oleh Polri masih
korupsi yang terjadi, selama ini di Indonesia
sangat kecil, belum sesuai dengan nilai
lebih cenderung dilakukan melalui
kerugian negara yang terjadi. Kondisi

319
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.3, Juli 2020, Halaman 314-323 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

penggunaan kekuasaan dengan penjatuhan ditingkatkan ke penyidikan guna dilakukan


sanksi pidana. Sanksi pidana berarti suatu pemberkasan atas perkara tindak pidana
nestapa atau penderitaan yang ditimpakan korupsi tersebut. Penghentian penyelidikan
kepada orang yang bersalah telah melakukan dan peningkatan status dari penyelidikan ke
perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana, tingkat penyidikan dilakukan melalui
dimana dengan adanya sanksi tersebut mekanisme gelar perkara.
diharapkan orang tidak akan melakukan Pemberantasan tindak pidana korupsi,
tindak pidana (Setiawan, 1999, p. 98). selain menjadi tanggung jawab Polri selaku
Jika dilihat dari perspektif teori absolut bagian dari sistem peradilan pidana terpadu,
atau teori pembalasan, dapat dibenarkan atas juga menjadi bagian tanggung jawab
penjatuhan penderitaan berupa pemidanaan Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan
terhadap penjahat/koruptor. Negara berhak Korupsi. Kejaksaan diberi wewenang untuk
menjatuhkan pidana karena melakukan penyidikan terhadap kasus
penjahat/koruptor tersebut telah melakukan korupsi. Adapun yang menjadi dasar hukum
penyerangan dan perkosaan pada hak dan kewenangan kejaksaan dalam melakukan
kepentingan hukum (pribadi, masyarakat penyidikan tindak pidana korupsi ialah: 1)
atau negara) yang telah dilindungi, oleh Keputusan Presiden nomor 228 tahun 1967;
karena itu kepadanya harus diberikan pidana 2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
yang setimpal dengan perbuatan yang tentang Kitab Undang-Undang Hukum
dilakukan. Salah satu penganut teori ini Acara Pidana (KUHAP) Pasal 284 Ayat (2);
adalah Immanuel Kant. Menurut Kant 3) Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983; 4)
bahwa menurut rasio, tiap kejahatan itu Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983,
haruslah diikuti oleh suatu pidana (Chazawi, Pasal 44; 5) Putusan Mahkamah Agung
2014, p. 157). Republik Indonesia nomor 1604/K/Pid/1990
Merujuk pada teori tersebut, perkara- tanggal 10 November 1994; 6) Pasal 30
perkara tindak pidana korupsi yang Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004
ditangani oleh polri selalu diselesaikan tentang Kejaksaan; 7) Keputusan Presiden
melalui mekanisme pemidanaan. Baik Nomor 11 Tahun 2005; 8) Fatwa KMA
terhadap tindak pidana korupsi yang nomor KMA/102/III/2005 tanggal 9 maret
bersumber dari aduan masyarakat dan juga 2005; 9) Putusan Mahkamah Konstitusi
dugaan tindak pidana korupsi yang Nomor 16/P/UU-X/2012; 10) Inpres No. 5
bersumber dari temuan penyidik polri itu Tahun 2004 tanggal 9 Desember 2004
sendiri. Untuk aduan masyarakat terkait tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
adanya dugaan tindak pidana korupsi, huruf 11 butir 9 poin 1 berbunyi khusus
penyelidik melakukan pengumpulan bahan Jaksa Agung Republik Indonesia
keterangan dengan tujuan untuk mengetahui diinstruksikan untuk mengoptimalkan
apakah laporan tersebut sudah ditangani oleh upaya-upaya penyidikan terhadap tindak
penegak hukum lain (Kejaksaan dan KPK) pidana korupsi untuk menghukum pelaku
atau belum, dan untuk mencari dokumen- dan menyelamatkan uang Negara.
dokumen pendukung serta pejabat-pejabat Harus diakui bahwa pemberantasan
terkait yang akan dimintai keterangan. tindak pidana korupsi yang terjadi sampai
Setelah pengumpulan bahan keterangan sekarang belum dapat dilaksanakan secara
dilakukan, dilanjutkan dengan kegiatan optimal. Kepolisian ternyata belum bekerja
penyelidikan. Apabila dalam penyelidikan secara optimal dalam memberantas korupsi.
tidak ditemukan adanya peristiwa tindak Hal itu dapat terlihat dari masih banyaknya
pidana korupsi, maka atas aduan tersebut perbuatan korupsi yang dilakukan baik oleh
akan dihentikan penyelidikannya. Namun Legislatif, eksekutif dan yudikatif yang
apabila ditemukan adanya peristiwa tindak berdampak pada terjadinya kerugian
pidana korupsi dalam penyelidikannya, keuangan negara, perekonomian negara serta
maka terhadap aduan tersebut akan

320
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.3, Juli 2020, Halaman 314-323 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

terhambatnya program pembangunan Selain kendala internal yang dihadapai


nasional. oleh penyidik Polri seperti yang
Dalam melaksanakan perannya dikemukakan di atas, ada juga kendala
memberantas tindak pidana korupsi, ada eksternal yang dihadapi oleh penyidik.
beberapa kendala yang dihadapi oleh Polri Kendala eksternal tersebut berupa lamanya
sehingga pemberantasan korupsi yang waktu penyidikan yang sangat tergantung
dilakukan belum bisa dilaksanakan secara dari kecepatan Auditor (BPK dan BPKP)
efektif dan efisien. Kendala tersebut di dalam melakukan audit investigasi atau
antaranya berasal dari internal institusi Polri penghitungan kerugian kekayaan negara
sendiri dan dari eksternal institusi Polri. Jika yang memakan waktu relatif lama yaitu
dilihat dari kendala internal, meliputi antara 3 hingga 4 bulan. Selain itu prosedur-
Sumber Daya Manusia (SDM) Polri. prosedur yang ada di sistem peradilan
Ditinjau dari kualitas penyidik, ada penyidik pidana yang belum sejalan dengan upaya
yang belum memiliki pendidikan percepatan penyidikan tindak pidana
pengembangan spesialis (Dikbangspes) korupsi. Seperti Jaksa Penuntut Umum
tindak pidana korupsi serta kurangnya (JPU) yang harus mengirimkan rencana
pengetahuan tentang keuangan negara serta penuntutan terlebih dahulu ke Kejaksaan
pengadaan barang dan jasa. Sedangkan dari Agung untuk dinilai atau diverifikasi
segi jumlah dapat dilihat bahwa jumlah sebelum diterbitkan P-21 (berkas dinyatakan
personil di Direktorat tindak pidana korupsi lengkap) sehingga menyebabkan lamanya
Bareskrim maupun di subdirektorat tindak suatu berkas perkara dinyatakan lengkap
pidana korupsi polda-polda jajaran yang ada (P21). Hal itu disebabkan adanya perbedaan
masih belum ideal dengan kebutuhan persepsi antara Penyidik Polri dengan Jaksa
organisasi. Saat ini, jumlah penyelidik dan penuntut umum dalam penanganan perkara
penyidik tindak pidana korupsi Polri adalah korupsi, sehingga seringkali terjadi bolak-
sebanyak 2.978 orang. Sebanyak 103 orang balik berkas perkara korupsi yang
merupakan penyidik di Direktorat Tindak dikirimkan ke jaksa penuntut umum. Di
Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal dalam ketentuan Hukum Acara Pidana
(Bareskrim) Polri yang berkedudukan di sendiri tidak jelas disebutkan berapa kali
Mabes Polri, sisanya tersebar di 33 (tiga bolak-balik berkas perkara dikembalikan
puluh tiga) Polda seluruh Indonesia. oleh Jaksa ke Penyidik hingga dinyatakan
Demikian juga dari segi anggaran yang berkas tersebut sudah lengkap (P21).
diterima, Saat ini untuk menangani satu Lazimnya, setiap perkara tindak pidana
kasus korupsi, Polri hanya diberi alokasi korupsi yang telah mendapatkan putusan
anggaran penyelidikan dan penyidikan dari pengadilan, maka terhadap pelakunya
sebesar Rp. 208.000.000,- per kasus. Dalam akan dipidana juga dengan Tindak Pidana
proses penyelidikan/penyidikan terhadap Pencucian Uang (TPPU). Hal ini dikandung
perkara tindak pidana korupsi yang maksud untuk mengetahui aliran atau
dilakukan oleh penyidik Polri, juga belum penempatan harta kekayaan yang diperoleh
didukung oleh sarana dan prasarana yang dari hasil korupsi, sehingga memudahkan
memadai. Seperti ketersediaan alat penegak hukum untuk melakukan penyitaan
penyadapan, dimana alat penyadapan ini harta kekayaan tersebut dalam rangka
sangat bermanfaat dalam mengungkap mengembalikan seluruh kerugian keuangan
kasus-kasus korupsi, terutama dalam kasus negara yang disebabkan tindak pidana
penyuapan. Ketiadaan alat penyadapan korupsi yang dilakukan tersebut.
tersebut juga karena sampai saat ini penyidik Di akhir pembahasan ini, penulis perlu
kepolisian tidak memiliki kewenangan untuk menyampaikan rekomendasi upaya
melakukan penyadapan sebagaimana halnya pemberantasan korupsi oleh Polri sehingga
dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. pemberantasan korupsi yang dilakukan
dapat lebih berjalan dengan efisien dan

321
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.3, Juli 2020, Halaman 314-323 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

efektif, antara lain: 1) Dalam melakukan Dalam pemberantasan tindak pidana


pemberantasan tindak pidana korupsi yang korupsi yang terjadi, selama ini lebih
terjadi di Indonesia, agar lebih cenderung dilakukan melalui upaya
mengutamakan upaya pencegahan daripada penegakan hukum dengan mempidanakan
pemidanaan. Hal ini didasari pada pemikiran para pelaku korupsi. Proses pemidanaan
penulis bahwa dengan gencarnya dilakukan yang dilakukan ternyata kurang efektif
pemidanaan terhadap para koruptor, ternyata dalam pemberantasan korupsi, hal itu dapat
tidak mampu memberi efek jera dan tidak dilihat masih tingginya tingkat korupsi yang
mampu untuk memberi pesan atau terjadi. Selain itu, pengembalian kerugian
peringatan keras kepada orang lain yang keuangan negara yang terjadi akibat
memiliki potensi yang sangat tinggi untuk perbuatan korupsi masih sangat rendah. Dan
melakukan korupsi agar tidak melakukan bahkan anggaran yang dikeluarkan untuk
korupsi. Untuk itu agar dapat terlaksana melakukan penegakan hukum terhadap suatu
upaya pencegahan tersebut secara efektif perkara korupsi lebih besar daripada hasil
dan efisien, maka perlu dibentuk suatu yang diperoleh. Proses pemidanaan dari
Direktorat Pencegahan Tindak Pidana mulai penyelidikan hingga penuntutan dan
Korupsi pada Badan Reserse Kriminal Polri peradilan memakan waktu yang cukup lama,
hingga ke tingkat Polda; 2) Agar dalam hal itu juga membuat proses pengembalian
menangani perkara tindak pidana korupsi kerugian keuangan negara membutuhkan
yang terjadi, penyidik hendaknya lebih waktu yang relatif lama.
mengutamakan pengembalian kerugian
keuangan negara, mengingat selama ini DAFTAR PUSTAKA
proses pengembalian kerugian keuangan
negara sangat kecil dibandingkan dengan Ali, M. (2016). Hukum Pidana Korupsi.
kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan Yogyakarta: UII Press.
korupsi yang dilakukan, selain itu lamanya
proses hukum yang harus ditempuh Bunga, D. (2019). Politik Hukum Pidana
berdampak pada lamanya pengembalian Terhadap Penanggulangan Cybercrime.
kerugian keuangan tersebut dapat terlaksana. Jurnal Legislasi Indonesia, 16(1), 1–15.
Chaerudin, C., Dinar, S. A., & Fadillah, S.
C. Simpulan (2008). Strategi pencegahan &
Berdasarkan fakta-fakta yuridis, peran penegakan hukum tindak pidana
Polri dalam pemberantasan korupsi di korupsi. Refika Aditama.
Indonesia sangat nyata dan jelas. Hal itu Chazawi, A. (2014). Pelajaran Hukum
dapat dilihat berdasarkan bunyi Pasal 6 Pidana Bagian I. Depok: Rajagrafindo
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Persada.
tentang Hukum Acara Pidana, yang
menyatakan bahwa Penyidik adalah Pejabat Hutahaean, A. (2019). Lembaga Penyidik
Polri dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil Dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu
tertentu yang diberi wewenang tertentu oleh Di Indonesia. Jurnal Legislasi
undang-undang. Sebagai penyidik, Polri Indonesia, 16(1), 27–41.
diberi wewenang untuk melakukan
Indarti, E. (2010). Diskresi dan Paradigma:
penegakan hukum terhadap semua perkara
Sebuah telaah filsafat hukum.
pidana yang ada, tidak terkecuali terhadap
Semarang: Fakultas Hukum Universitas
perkara korupsi. Pengungkapan kasus dan
Diponegoro.
penyelesaian perkara korupsi yang
diimbangi dengan penyelamatan asset yang Indarti, E. (2018). Profesionalisme Dan
dilakukan Polri merupakan salah satu wujud Performansi Pengemban Fungsi Utama
nyata dari terlaksananya peran sebagai Kepolisian Dalam Penegakan Hukum.
penyidik dalam memberantas korupsi. Semarang: Tiga Media Pratama.

322
Masalah-Masalah Hukum, Jilid 49 No.3, Juli 2020, Halaman 314-323 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

Kurniawan, A. (2015). Korupsi di profesionalisme dan reformasi Polri.


Indonesia: keuangan negara, birokrasi Surabaya: Laksbang Mediatama.
dan pengendalian intern: mewujudkan
Indonesia bebas dari korupsi. Raharjo, T. (2011). Mediasi pidana dalam
Yogyakarta: Fakultas Ekonomi & sistem peradilan pidana: suatu kajian
Bisnis UGM. perbandingan dan penerapannya di
Indonesia. Yogyakarta: Buku Litera.
Muhammad, R. (1999). Agenda Reformasi
Sistem Peradilan Pidana. Jurnal Hukum Scott, J. C., & Lubis, M. (1988). Bunga
IUS QUIA IUSTUM, 6(11), 44–56. Rampai Korupsi. LP3ES.

Muladi, M. (2002). Demokratisasi, hak asasi Setiawan, M. A. (1999). Kajian Kritis Teori-
manusia, dan reformasi hukum di Teori Pembenaran Pemidanaan. Jurnal
Indonesia. Jakarta: Habibie Center. Hukum IUS QUIA IUSTUM, 6(11), 97–
107.
Rahardi, P. (2007). Hukum kepolisian:

323

Anda mungkin juga menyukai