Anda di halaman 1dari 24

SUMBER HUKUM TATA NEGARA

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum Tata Negara

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. H. Suwarma Al-Muchtar, S.H., M. Pd
Dr. Rahmat, M. Si
Dr. Leni Anggraeni, M. Pd
Sri Wahyuni Tanshzil, M. Pd

Disusun Oleh:
Agis Rizki Sittatianti 1800054
Citra Rizky Putri 1804275
Dinda Meita Rakhman 1801373
Dwi Gita Cahyanurani 1800048
Fakhrul Kurniawan 1803796
Muhamad Royyan Mumtaz 1803843
Rizwan Firmansyah 1806668
Saniyyah Zakiyah 1807242

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izin-
Nyalah yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya memberikan kecerdasan
ilmu dan wawasan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Sumber
Hukum Tata Negara” yang merupakan salah satu tugas kelompok mata kuliah
Hukum Tata Negara. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada
Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam, kepada keluarganya, para
sahabatnya, serta mudah-mudahan sampai kepada kita selaku umatnya.
Penyusun menyampaikan terima kasih atas saran, bantuan, dan bimbingan
yang telah diberikan selama proses penyusunan makalah ini serta kerja samanya
kepada semua pihak yang turut membantu penyusun dalam pembuatan makalah ini
baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Karena keterbatasan
pengetahuan maupun pengalaman kami, masih banyak kekurangan dalam makalah
ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi dan bermanfaat baik bagi kami
maupun bagi para pembaca.

Bandung, Oktober 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 3
BAB II
PEMBAHASAN .................................................................................................... 4
A. Makna Sumber Hukum dan Jenis-jenis Sumber Hukum ............................. 4
B. Jenis Sumber Hukum Tata Negara ............................................................... 5
C. Sumber Hukum Tata Negara dalam Arti Materiil........................................ 7
D. Sumber Hukum Tata Negara dalam Arti Formil.......................................... 8
1. Jenis-jenis Hukum Tata Negara dalam arti Formil .................................. 8
2. Sumber Hukum menurut Ilmu Hukum ................................................... 11
BAB III
SIMPULAN ......................................................................................................... 18
A. Simpulan .................................................................................................... 18
B. Saran ........................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 telah mengamanatkan bahwa “Indonesia adalah negara hukum”.
Hal ini dengan tegas menyatakan bahwa kehidupan masyarakat Indonesia diatur
oleh aturan-aturan hukum yang berlaku dan semua masyarakat berkewajiban
untuk mentaati aturan hukum tersebut.
Menurut Hans Kelsen (dalam Asshiddiqie, 2006, hlm. 13) menyatakan
bahwa hukum adalah tata aturan sebagai suatu sistem aturan-aturan tentang
perilaku manusia, hukum tidak menumpuk pada satu aturan tunggal tetapi
seperangkat aturan yang memiliki satu kesatuan sehingga dapat dimaknai
sebagai suatu sistem.
Berkaitan dengan hukum, Indonesia memiliki berbagai jenis hukum
yang dikelompokkan menjadi hukum publik dan hukum privat. Hukum publik
adalah hukum yang objek kajiannya berkaitan dengan warga negara dan
negaranya. Salah satu contoh hukum publik adalah Hukum Tata Negara.
Menurut Jimly Asshiddiqie (dalam Sitabuana, 2019, hlm. 1) dinyatakan
bahwa Hukum Tata Negara adalah hukum dan kenyataan praktik yang
mengatur tentang (1) nilai luhur dan cita-cita kolektif rakyat atau negara; (2)
format kelembagaan suatu organisasi negara; (3) mekanisme hubungan
antarlembaga negara; dan (4) mekanisme hubungan antara lembaga negara dan
warga negara.
Perumusan hukum-hukum yang ada tentu memerlukan sumber-sumber
yang relevan karena sumber hukum adalah sesuatu yang paling mendasar
melandasi pembentukan hukum itu sendiri. Istilah sumber hukum memiliki
banyak pengertian, karena istilah sumber hukum sendiri dapat dilihat dari segi
historis, sosiologis, filosofis, dan yuridis. Masing-masing sudut pandang
mengartikan sumber hukum berdasarkan pandangannya terhadap hukum itu
sendiri. Bagi sejarawan dan sosiolog, sumber hukum sendiri tidak lebi dari
gejala sosial. Sedangkan bagi para filsuf dan ahli hukum memandang sumber

1
hukum adalah sumber dari keseluruhan aturan tingkah laku dan sistem nilai
(Jurdi, 2019). Pandangan para ahli mempunyai kecenderungan dipengaruhi oleh
situasi politik, sosial, ekonomi, budaya, perkembangan teknologi, serta suasana
lingkungan pergaulan masyarakat (baik daerah, nasional maupun internasional)
pada saat itu (Widyani, 2015, hlm. 2).
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka pembentukan suatu peraturan
hukum perlu juga disesuaikan dengan kondisi zaman saat ini. Menurut Bagir
Manan, salah satu aspek penting dalam pengajaran ilmu hukum adalah
mengenai sumber-sumber hukum. Lebih lanjut Bagir Manan mengatakan
bahwa pemahaman yang mendalam mengenai sumber-sumber hukum menjadi
salah satu petunjuk yang membedakan antara seorang ilmuwan hukum dengan
seorang yang sekedar mengetahui tentang hukum (Widyani, 2015, hlm. 20).
Beberapa ahli telah mengemukakan pengertian sumber hukum itu
sendiri berdasarkan pada sudut pandangnya masing-masing. Seperti van
Apeldoorn dan Marzuki yang memberikan pengertian sumber hukum dari sudut
sejarawan dan sosiologis. Meski demikian dalam kaidah ilmu hukum sendiri
sumber hukum dapat dibedakan dalam dua pengertian, yaitu pengertian sumber
hukum dalam arti materil dan pengertian sumber hukum dalam arti formal.
Berdasarkan uraian di atas, mempelajari sumber hukum untuk dapat
membedakan keduanya penting untuk dibahas. Makalah ini membahas
mengenai sumber Hukum Tata Negara berdasarkan pandangan beberapa ahli
dan berbagai sudut pandang keilmuan untuk mendapatkan pemahaman yang
lebih komprehensif.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka pembahasan dalam makalah ini dibatasi
agar pembahasan lebih terfokus pada inti permasalahan. Adapun rumusan
masalah adalah sebagai berikut ini:
1. Bagaimana yang dimaksud dengan sumber hukum dan jenis-jenis sumber
hukum?
2. Bagaimana yang dimaksud dengan jenis sumber Hukum Tata Negara?

2
3. Bagaimana yang dimaksud dengan sumber Hukum Tata Negara dalam arti
materiil?
4. Bagaimana yang dimaksud dengan sumber Hukum Tata Negara dalam arti
formil?

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui makna sumber hukum dan jenis-jenis sumber hukum
2. Untuk mengetahui jenis sumber Hukum Tata Negara
3. Untuk mengetahui sumber Hukum Tata Negara dalam arti materiil
4. Untuk mengetahui sumber Hukum Tata Negara dalam arti formil

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Sumber Hukum dan Jenis-jenis Sumber Hukum


Dalam bahasa Inggris, sumber hukum disebut source of law. Kata
“sumber hukum” lebih merujuk pada pengertian tempat dari mana asal muasal
suatu nilai atau norma tertentu berasal (Asshiddiqie, 2017).
Dalam Pasal 1 Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 ditentukan bahwa:
(1) sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan
peraturan perundang-undangan; (2) sumber hukum terdiri atas sumber hukum
tertulis dan sumber hukum tidak tertulis; (3) sumber hukum dasar nasional
adalah: (i) Pancasila sebagai yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia, dan (ii) batang tubuh Undang-Undang Dasar
1945.
Akan tetapi, menurut pandangan Hans Kelsen istilah sumber hukum
dapat mengandung banyak pengertian karena sumber hukum bersifat figurative
and highly ambiguous. Nilai dan norma agama juga dapat dikatakan sebagai
sumber yang dinilai penting untuk terbentuknya suatu nilai dan etika dalam
kehidupan bermasyarakat, sementara untuk nilai-nilai dan norma etika menjadi
sumber bagi terbentuknya norma hukum yang telah diperkuat oleh kekuasaan
negara. Terdapat banyak sekali perbandingan sumber hukum oleh para ahli,
namun Paton George Whitecross (dalam Asshiddiqie, 2017) mengemukakan:
“The term sources of law has many meanings and its frequent cause of error
unless we scrutines carefully the particular meaning given to it in any particular
text”. Menjurut Paton George Whitecross, istilah sumber hukum memiliki
banyak arti dan sering menjadi penyebab kesalahan, kecuali jika kita meneliti
dengan cermat arti khusus yang diberikan padanya dalam teks tertentu.
Oleh sebab itu, seperti yang telah dikemukakan oleh Utrecht (dalam
Asshiddiqie, 2017) kita dapat membedakan dua macam pengertian sumber

4
hukum (source of law), yaitu sumber hukum dalam arti formal atau formale zin
(source of law in its formal sense) dan sumber hukum dalam arti substansial,
materiil, atau in material zin (source of law in its material sense).
Ada dua sumber hukum yaitu materil dan formil, yaitu:
1. Materil
Sumber hukum materil adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum
itu sendiri. Contoh hukum materil ialah nilai agama, kesusilaan, kehendak
Tuhan, akal budi, bangsa, hubungan sosisal, kekuatan politik dan keadaan
geografi.
2. Sumber hukum formil
Sumber hukum formil merupakan ketentuan-ketentuan hukum yang telah
memiliki bentuk formal. Contoh sumber hukum formal yaitu: (a) Undang-
Undang; (b) Yurisprudensi; (c) Kebiasaan; (d) Traktat; dan (d) Doktrin.

B. Jenis Sumber Hukum Tata Negara


Menurut Bagir Manan (Eka Sihombing & Irwansyah, 2019, hlm. 7)
sumber hukum materil tata negara adalah sumber yang menentukan isi kaidah
hukum tata negara. Termasuk ke dalam sumber hukum dalam arti materil ini
misalnya: 1) dasar dan pandangan hidup bernegara; dan 2) kekuatan-kekuatan
politik yang berpengaruh pada saat merumuskan kaidah-kaidah hukum tata
negara.
Menurut (Fajlurrahman Jurd, 2019, hlm. 84) secara umum sumber
hukum dalam arti materil, yaitu suatu keyakinan/perasaan hukum individu dan
pendapat umum yang menentukan isi hukum. Dengan demikian,
keyakinan/perasaan hukum individu (anggota masyarakat) dan pendapat hukum
(legal opinion) dapat menjadi sumber hukum materil. Dalam hukum tata
negara, substansi atau isi hukum ada dalam Pancasila. Pancasila adalah
merupakan volkgeist atau jiwa bangsa.
Menurut Sri Soemantri Martosoewignyo (A. Sakti Ramdhon Syah R,
2019, hlm. 34) yang dimaksud dengan sumber hukum dalam arti materil adalah
sumber dasar hukum nasional (Indonesia) berdasarkan TAP MPR No.
III/MPR/2000 ialah Pancasila.

5
Menurut Riana Susmayanti (M. Bakri dkk, 2015, hlm. 54) sumber
Hukum Tata Negara Indonesia juga terdiri atas dua, yaitu sumber hukum
materil dan sumber hukum formil. Sumber hukum materil yaitu Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dan falsafah negara.
Menurut Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim (Johan Jasin, 2014, hlm.
68) sumber hukum dalam arti material adalah sumber hukum yang menentukan
substansi atau isi hukum. Di Indonesia, Pancasila menjadi sumber hukum
material sebagaimana dikemukakan oleh Notonegoro yang dikatakannya
merupakan staats fundamentalform atau kaidah-kaidah kenegaraan yang
mendasar atau fundamental.
Sumber hukum materiil tata negara adalah sumber yang menentukan isi
kaidah hukum tata negara, dan contoh sumber hukum yang termasuk dalam arti
materiil yaitu Pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup bernegara (Henri,
2018).
Berdasarkan pengertian para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
sumber hukum materil di Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila sendiri
merupakan pedoman hidup bangsa Indonesia, sehingga setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila.
Utrecht mengatakan bahwa secara filosofis terdapat dua pertanyaan
mengenai sumber hukum. Pertama, ukuran apakah yang dipakai oleh orang
sebagai dasar suatu hukum dikatakan benar-benar adil? Kedua, apa yang
menyebabkan kita harus menaati hukum formal (Jurdi, 2019, hlm. 82).
Berdasarkan pernyataan dari Utrecht ini dapat diketahui bahwa terdapat dua
jenis sumber hukum, pertama sumber hukum yang menjadi ukuran atau
landasan dalam pembentukan hukum itu sendiri agar menjadi suatu produk
hukum yang adil. Sumber hukum dalam arti ini disebut juga dengan sumber
hukum materiil sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Kedua, sumber
hukum yang menyebabkan masyarakat menaati hukum tersebut atau dikenal
dengan sumber hukum formal (kenborn).
Sumber hukum dalam arti formal (kenbron) berkaitan dengan
pertanyaan "bagaimana bentuk hukum itu?" (Almuchtar, 2014, hlm. 26).

6
Berdasarkan pertanyaan tersebut akan muncul berbagai jenis Hukum Tata
Negara yang dikaitkan dengan urutan peraturan perundang-undangan dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tetang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. Sumber hukum formal dapat dikenali dari bentuknya,
karena bentuknya itu menyebabkan hukum itu berlaku umum dan diketahui
(Tamrin & Ihya, 2010, hlm. 69). Sedangkan Usep Ranawijaya dalam Widyani
(2015, hlm. 23), sumber hukum formal adalah sumber hukum dalam arti bentuk
perumusan dari kaidah-kaidah Hukum Tata Negara yang terdapat dalam
masyarakat. Berhubungan dengan hal itu, sumber hukum tata negara di
Indonesia meliputi:
1. Hukum tertulis, yaitu hukum hasil pekerjaan perundang-undangan dari
berbagai badan yang berwenang.
2. Hukum adat, yaitu hukum yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan
sehari-hari (kebiasaan/convention).
3. Yurisprudensi, yaitu kumpulan putusan pengadilan mengenai persoalan
ketatanegaraan.
4. Ajaran-ajaran tentang Hukum Tata Negara yang dikemukakan dan
dikembangkan dalam dunia ilmu, sebagai hasil penyelidikan dan pemikiran
seksama.

C. Sumber Hukum Tata Negara dalam Arti Materiil


Menurut Bagir Manan (dalam Sitabuana, 2019, hlm. 7) sumber hukum
materiil Hukum Tata Negara Indonesia adalah sumber yang menentukan isi
kaidah Hukum Tata Negara itu sendiri. Sumber hukum materiil Hukum Tata
Negara Indonesia meliputi: (1) dasar dan pandangan hidup bernegara; (2)
kekuatan-kekuatan politik yang berpengaruh pada saat merumuskan kaidah
Hukum Tata Negara; dan (3) dokrin-doktrin kenegaraan.
Menurut Sudardi (tt, hlm. 17) sumber hukum materiil Hukum Tata
Negara Indonesia adalah Pancasila karena itu semua peraturan perundang-
undangan Indonesia harus berdasar, bersumber, dan tidak boleh bertentangan
dengan Pancasila. Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum.

7
D. Sumber Hukum Tata Negara dalam Arti Formil
Sumber hukum formal harus mempunyai hal-hal berikut: (1) bentuk
produk legislasi atau produk regulasi tertentu (regels); (2) bentuk perjanjian
atau perikatan tertentu yang mengikat antar pihak (contract, treaty); (3) bentuk
putusan hakim tertentu (vonnis); (4) Bentuk-bentuk keputusan administratif
(beschikking) tertentu dari pemegang kewenangan administrasi negara.
1. Jenis-jenis Hukum Tata Negara dalam arti Formil
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem konstitusionaal
dalam arti bahwa penyelenggaraan negara diatur sedemikian mungkin oleh
konstitusi yang berlaku. Selain itu, sebagai hukum dasar dan kekuasaan
yang bersifat absolut. Pengendailan pemerintah dibatasi oleh ketentuan
konstitisi dan ketentuan hukum lain yang merupakan produk konstitusional.
Sumber Hukum Tata Negara dalam arti formal yaitu:
a. Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dapat dikatakan sebagai
sumber hukum, karena hukum dasar tertulis yang mengatur permasalan
kenegaraan dan ketentuan lainnya. Dalam Undang-Undang Dasar 1945
sebagai konstitusi negara yang di dalamnya terdapat materi hukum dasar
dalam penyelenggaran Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
b. Ketetapan MPR
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa
“Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar.” Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) menjadi sumber hukum kedua
dalam Hukum Tata Negara, karena otoritas MPR adalah mengubah dan
menetapkan UUD. Ketetapan MPR dapat dilihat dari sifat dan
karakteristik suatu norma hukum bahkan tidak dapat dikategorikan ke
dalam jenis peraturan perundang-undangan karena ketetapan MPR
merupakan suatu aturan dasar negara atau aturan pokok negara
(Staatsgrundgesetz) dan sumber dasar pembentukan peraturan
perundang-undangan. Di dalam ketetapan MPR sudah seharusnya suatu
keputusan yang hanya mengikat dan ditujukan kepada Presiden.

8
Ketetapan MPR merupakan suatu amanat yang harus dilaksanakan oleh
Presiden seperti rangka menjelankan pemerintahannya dan tidak
mengatur hukum.
c. Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 5 ayat (1)
menyatakan “Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-
Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).” Mengenai Pasal
tersebut berarti Undang-Undang yang dimaksudkan ialah Undang-
Undang yang dibuat oleh Presiden atau pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 20
Ayat (1) menyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat memegang
kekuasaan membentuk Undang-Undang.” Dalam Pasal tersebut
memberikan arti tentang adanya Undang-Undang dalam arti formal
yang dibentuk oleh DPR. Selain itu, dalam Pasal 5 ayat (2) menyatakan
bahwa “Setiap rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”. DPR dan Presiden
mempunyai wewenang dalam menyetujui Undang-Undang, apabila
tidak dijalankan berdasarkan persetujuan bersama maka rancangan
Undang-Undang tidak boleh diajukan lagi kedalam persidangan DPR.
Perundang-undangan adalah segala peraturan yang merupakan hasil
pembentukan peraturan, baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah
(Ismatullah, 2018, hlm.193). Perundang-undangan merupakan suatu
proses pembentukan atau membentuk peraturan negara. Perundang-
Undangan menurut Bagir Manan (dalam Ismatullah, 2018., hlm.194)
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1) Setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat atau lingkungan
jabatan yang berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang
bersifat atau mengikat umum.
2) Merupakan aturan-aturan tingkah laku yang berisi ketentuan-
ketentuan mengenai hak, kewajiban, fungsi, status atau suatu
tatanan.

9
3) Merupakan peraturan yang mempunyai ciri-ciri umum-abstrak atau
abstrak-umum, dalam arti tidak mengatur pada objek dan gejala
konkret tertentu.
Berdasarkan Undang-Undang No.10 Tahun 2004 tentang
Pembentuk Peraturan Perundang-Undangan Pasal 1 menyatakan bahwa
“Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses
pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang pada dasarnya
dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan,
pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan.”
Sedangkan dalam Pasal 2 menyatan bahwa “Peraturan Perundang-
undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara
atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.” Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) merupakan suatu
peraturan yang mempunyai kedudukan setingkat dengan Undang-
Undang tetapi dibentuk oleh Presiden tanpa ada nya persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat dan disebabkan ada nya “hal iwal kegentingan yang
memaksa.” Seperti sebelumnya Presiden pernah menerbitkan Dekrit
Presiden dan Surat Perintah 11 Maret.
d. Peraturan Pemerintah
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dalam Pasal 4
ayat (1) menyatakan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Dalam arti,
Pasal 4 ayat (1) menjelaskan bahwa kekuasaan Presiden sepenuhnya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah sebagai
pemegang kekuasaan melaksanakan penyelenggaraan negara, Presiden
melaksanakan tugasnya tidak bergantung kepada Undang-Undang
Dasar 1945 saja tetapi membutuhkan peratuan pemerintah tujuan nya
untuk menjelankan Undang-Undang sepenuhnya. Adanya Peraturan
Pemerintah Undang-Undang tidak bisa berlaku dengan efektif.
e. Keputusan Presiden
Keputusan Presiden ditentukan oleh Undang-Undang Dasar
1945 sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan.

10
Keputusan presiden terdapat keputusan yang bersifat khusus
(einmaling) yaitu untuk melaksanakan UUD 1945. Dalam surat presiden
no. 2262/HK/1959 yang ditujukan kepada DPR yaitu sebagai peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh presiden untuk melaksanakan
penetapan presiden. Melalui Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966
keputusan presiden resmi ditetapkan sebagai bentuk peraturan
perundang-undangan menurut Undang-Undang Dasar 1945.
f. Peraturan Pelaksana Lainnya
Peraturan pelaksana lainnya merupakan Peraturan Menteri dan
intruksi menteri dengan tegas berdasarkan pada peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.
2. Sumber Hukum menurut Ilmu Hukum
Sebagaimana telah di kemukakan pada bagian terdahulu bahwa
Hukum Tata Negara merupakan bagian dari ilmu hukum. Sebagai hukum
positif dan dikategorikan sebagai hukum publik. Sebagai kaidah hukum
memiliki sumber hukum, seperti halnya hukum yang lainnya. Berikut ini
akan di kemukakan sumber hukum yang merupakan sumber hukum bagai
Hukum Tata Negara ini. Bahasan sumber hukum berikut ini di luar
klasifikasi pada pengertian formal dan materiil. Akan tetapi, di luar
klasifikasi tersebut, sebenarnya Hukum Tata Negara dapat diselidiki atau
dipelajari dari aspek sumber hukum menurut teori ilmu hukum.
a. Praktik ketatanegaraan yang merupakan kebiasaan (convention)
Seperti telah di kemukakan bahwa Hukum Tata Negara di
antaranya mencakup bahasan tentang hukum dasar. Bahkan merupakan
ciri utama sehingga sering disebut Hukum Konstitusi sebagai
terjemahan dari Constitutional Law. Oleh karena memang pusat kajian
utamanya adalah hukum yang merupakan hukum dasar atau konstitusi.
Hukum dalam arti luas tidak hanya hukum yang tertulis, tetapi
mencakup hukum yang tumbuh dalam pergaulan masyarakat yang telah
berakar tumbuh sebagai kebiasaan. Begitu pula hukum yang ditulis
dalam konstitusi tidak mencakup seluruh yang hidup dan berkembang

11
dalam suatu masyarakat negara. Akan tetapi, hanya sebagian dari hukum
tersebut yang dipertimbangkan perlu ditulis dalam bentuk konstitusi.
Menurut Ismail Sunny (1977) dalam bukunya Pergeseran
Kekuasaan Eksekutif, mengemukakan bahwa "konvensi ialah
kelaziman-kelaziman yang timbul dalam praktik hidup".
Berkaitan dengan hal tersebut perlu diingat bahwa UUD 1945
sebagai bagian dari hukum dasar dalam bentuk tertulis, hal ini
memberikan isyarat bahwa selain dalam bentuk yang tertulis masih
dikenal hukum dasar yang tidak tertulis dalam bentuk Undang-Undang
Dasar tersebut.
Perlu diperhatikan kata-kata "tidak tertulis" tidak selamanya
berarti tidak secara tertulis. Akan tetapi, secara konkret eksplisit tertulis
dalam naskah tersebut.
Dalam hukum Tata Negara maka dikenal adanya Hukum Tata
Negara yang tumbuh dan berkembang dalam praktik ketatanegaraan,
sudah menjadi kebiasaan, yang memiliki kekuatan sebagai hukum dasar.
Hukum yang sejenis itu dalam ilmu hukum dikenal dengan sebutan
Convention. Dalam latar masyarakat tertentu seperti di Inggris memiliki
kedudukan yang lebih kuat sebagai sumber Hukum Tata Negara.
Kedudukan konvensi ini dalam kerangka Hukum Tata Negara di
negara kita, menunjukkan bahwa kebiasaan. praktik ketatanegaraan ini,
baru dapat dijadikan sumber Hukum Tata Negara jika ternyata tidak
bertentangan. Begitu pula aklamasi dalam pemilihan Presiden atau
wakil Presiden manakala hanya ada satu calon, sudah menjadi kebiasaan
bahkan diperkuat dalam Tap MPR, khususnya dalam Tata Tertib MPR.
Sekarang muncul praktik dalam pemilihan Calon Wakil
Presiden di Indonesia, di mana salah satu persyaratannya harus
mendapat persetujuan dari Presiden terpilih. Praktik ini tampaknya akan
berkembang menjadi konvensi, dan akan muncul praktik lain yang dapat
membentuk konvensi, berdasar pada asas tidak "bertentangan dengan
UUD 1945", seperti telah di kemukakan terdahulu, kecuali praktik
tersebut dinilai inkonstitusional.

12
Perlu disadari bahwa konvensi bukan hukum karena memang
bentuknya tidak dibentuk dalam kemasan hukum formal. Namun,
praktik itu terjadi berulang kali dalam ketatanegaraan maka
kedudukannya dapat menjadi sumber hukum. Perbedaannya bahwa
kebiasaan atau konvensi tersebut tetap sebagai kebiasaan bukan hukum,
tetapi memiliki kekuatan hukum.
Dilihat dari latar pemunculannya tetap konvensi praktik
kebiasaan yang terjadi pada negara tertentu, seiring dengan hukum tata
negara positif. Walupun demikian, terkadang praktik ketatanegaraan di
satu negara tertentu, sering mempengaruhi praktik hukum tata negara di
lain negara.
Konvensi di Inggris memiliki kekuatan hukum sebagai hukum
dasar, akan tetapi dibedakan dengan Hukum Konstitusi (Constitutional
Law) karena konvensi tidak dapat dipaksakan atau diakui oleh badan-
badan peradilan (Kusnardi, hlm. 1989, hlm.52). Jika terjadi pelanggaran
terhadap konvensi tersebut tidak diselesaikan di pengadilan. Kondisi ini
menunjukkan bahwa konvensi bukan hukum formal, tetapi kebiasaan
yang memiliki kekuatan hukum tertentu.
Sebagai contoh konvensi di Amerika, Calon Presiden Amerika
dan Wakilnya dipilih oleh konvensi oleh partai politik yang
bersangkutan untuk kemudian dipilih oleh rakyat Amerika.
Proses implementasi ketatanegaraan berdasarkan UUD 1945,
akan berkembang praktik ketatanegaraan yang menjadi kebiasaan. Hal
ini mengingat dinamika praktik ketatanegaraan akan berkembang sesuai
dengan tuntutan kemajuan zaman, di samping itu kondisi muatan UUD
1945 memuat hal-hal yang pokok-pokok sehingga secara supel
memberikan peluang munculnya konvensi tersebut untuk melengkapi
memperkuat kualitas implementasi tersebut.
Konvensi tidak hanya tumbuh berkembang dan diakui
keberadaannya secara yuridis pada negara yang tidak memiliki
konstitusi. Akan tetapi, pada negara yang secara formal memiliki
konstitusi itu diakui keberadaannya. Bahkan seperti telah di kemukakan

13
memiliki fungsi sebagai pelengkap dari konstitusi pada negara tersebut.
Jadi kiranya tepat jika kita simpulkan bahwa konvensi memberikan
dukungan kelengkapan dan fleksibilitas terhadap konstitusi. Contoh
lain, tentang konvensi antara lain dalam sistem pemerintahan
parlementer sudah menjadi kebiasaan apabila ada mosi tidak percaya
terhadap menteri dari DPR maka menteri yang bersangkutan
meletakkan jabatannya.
Kebiasaan muncul dalam praktik kenegaraan yang mendapat
dukungan masyarakat muncul menjadi norma hukum yang ditaati. Oleh
karena itu, kebiasaan sebagai salah satu unsur dalam membentuk
konvensi yang merupakan salah sumber dari Hukum Tata Negara.
Konvensi dapat tumbuh untuk memenuhi tuntutan kebutuhan
dalam praktik ketatanegaraan dan sumbernya rasa dan cita hukum yang
bersumber dalam masyarakat.
Kesimpulannya dalam kerangka studi Hukum Tata Negara maka
konvensi adalah kebiasaan yang tumbuh dan berkembang dalam praktik
ketatanegaraan Indonesia, yang memiliki kekuatan hukum sebagai
sumber hukum tata negara, manakala tidak bertentangan dengan UUD
1945.
Konsekuensinya jika akan mempelajari Hukum Tata Negara
Indonesia, perlu mengkajinya dalam kaitannya dengan fungsi dan peran
dari konvensi yang tumbuh bersamaan dengan implementasi UUD
19945. Dan menempatkannya sebagai salah satu sumber Hukum Tata
Negara di Indonesia.
b. Perjanjian (traktat)
Perjanjian atau traktat lebih dikenal dalam Hukum Internasional,
namun juga merupakan salah satu sumber hukum bagi Hukum Tata
Negara. Hukum Tata Negara dapat muncul dan terbentuk karena
bersumber dari perjanjian yang dilakukan oleh negara kita dengan
negara lain.
Traktat suatu perjanjian yang terikat pada bentuk hukum
tertentu, beda dengan perjanjian yang tidak terikat kepada bentuk

14
tertentu. Namun hakikatnya sama adanya saling terikat di antara subjek
tersebut. Dalam Hukum Internasional negara sebagai subjek hukum
Internasional maka sebagai subjek dapat melakukan perjanjian atau
traktat secara bilateral (antara dua negara) maupun multilateral
(menyangkut beberapa negara).
Jika ternyata hasil perjanjian atau traktat tersebut, dijadikan
sumber hukum dalam membentuk Hukum Negara maka traktat atau
perjanjian tersebut sudah merupakan sumber hukum dari Hukum Tata
Negara. Kedudukan Traktat ini, dalam UUD 1945 jaminan yuridis
konstitusionalnya diatur dalam Pasal 11 dengan istilah perjanjian.
"Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan
perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain".
Kekuasaan Presiden, seperti diatur di atas merupakan kekuasaan
Hubungan diplomatik, diplomatic power. Sebagai suatu contoh
berdasarkan perjanjian dengan negara lain yang menentukan tentang
masalah kewarganegaraan.
Kewargaan negara merupakan salah satu yang harus diatur
dalam Hukum tata Negara. Contoh yang pernah dilakukan Presiden
mengirim surat kepada DPR-Gotong Royong pada tanggal 22 Agustus
1960 No. 2826/HK/1960 untuk membedakan dua macam perjanjian
Internasional, dalam bentuk Treaty (yang memuat materi yang penting)
dan agreement (yang memuat materi kurang penting). Pembedaan
tersebut adalah merupakan bagian dari Hukum Tata Negara yang
bersumber dari traktat atau perjanjian. Oleh karena produk hukum
kaitannya hubungan dengan negara lain.
Berdasarkan uraian di atas dikaitkan untuk kepentingan studi
Hukum Tata Negara maka dapat disimpulkan bahwa Traktat atau
perjanjian baik bilateral maupun multilateral, kemudian dijadikan
sumber hukum bagi pembentukan Hukum Tata Negara maka traktat atau
perjanjian tersebut merupakan sumber hukum dari Hukum Tata Negara.
Batas-batas Hindia Belanda dahulu ditentukan oleh Traktat
London 1814, tarktat ini merupakan sumber hukum bagi penentuan

15
batas-batas wilayah Hindia Belanda yang menjadi salah satu sumber
pula bagi penentuan batas-batas negara kita.
Kita dapat menemukan beberapa traktat berdasarkan aturan-
aturan Peralihan dalam UUD Negara RI, seperti dikemukakan oleh
Ulrech (1961, hlm. 196) berikut ini.:
1) Traktat Nederland’s dengan Inggris 17 Maret 1824, yang
menentukan bahwa Nederland’s melepaskan segala daerahnya di
daratan Asia dan Singapura, sedangkan Inggris melepaskan Sumatra
dan Kepulauan sebelah selatan Singapura.
2) Traktat antara Nederland’s dengan Inggris 2 November 1871, yang
menemukan batas Inggris mengakui hak Nederland’s untuk
memperluas daerah kekuasaannya di seluruh Sumatra.
3) Traktat Nederland’s dengan Inggris 20 Juni 1891 yang menentukan
batas-batas Hindia Belanda dengan negara-negara Asli di
Kalimantan yang berkedudukan sebagai daerah protektorat Inggris.
4) Taktat antara Nederland dengan Inggris 16 Mei 1895, yang
menentukan batas-batas daerah Nederland dan daerah Inggris di
Niuw Guinea (Irian) dalam tahun 1902 pemerintahan atas daerah
Inggris Irian Timur oleh Inggris diserahkan kedada Australia.
5) Traktat antara Nederland dengan Portugis, 20 April 1859, dan 1
Oktober 1904 yang menentukan batas-batas daerah masing-masing
di Pulau Timor.
c. Doktrin
Suatu pendapat atau formulasi dari ide seseorang atau
institusional yang disepakati diterima kebenarannya secara umum
misalnya para filosof atau sarjana dalam bidang hukum atau para pakar
mengajukan mendapatkan tentang sesuatu konsep atau teori kenegaraan,
kemudian karena pengaruhnya akan kebenaran dari pendapat tersebut
dijadikan salah satu sumber dalam kerangka membentuk Hukum Tata
Negara maka pendapat itu sebagai doktrin yang dijadikan sumber
hukum.

16
Contoh dalam lapangan Hukum Internasional ajaran Grotius
tentang adanya tanggung jawab pidana dari suatu negara agresor yang
harus dihukumnya secara kolektif oleh negara-negara lain semuanya.
Dalam lapangan Hukum Tata Negara Dokumen Declaration of
Human Right, banyak dijadikan sumber bagi jaminan hak asasi manusia
dalam pembentukan Hukum Tata Negara.
Achmad Sanusi (1977) dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum
dan Pengantar Tata Hukum Indonesia, menyebutkan bahwa proklamasi
kemerdekaan, merupakan sumber hukum dalam bentuk doktrin.
Lingkupnya sangat luas tidak terbatas pada apa yang tumbuh
secara intern dalam suatu negara tertentu. Misalnya, para pemikir dalam
bidang ilmu negara dan politik dan hukum, banyak dijadikan rujukan
pemikiran dalam memformulasikan atau membentuk Hukum Tata
negara.
Suatu contoh Doktrin tentang Trias Politika "(Pemisahan
Kekuasaan di banyak negara Barat diterima dan diaplikasikan dalam
Hukum Tata Negaranya. Di Indonesia doktrin Pancasila sebagai doktrin
yang merupakan sumber utama dari pembentukan Hukum Tata Negara.
Konsep Negara Integralistik di Indonesia dari Supomo. Konsep Negara
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan konsep Pembagian
kekuasaan yang dikembangkan oleh pembentuk UUD 1945. Konsep-
konsep tersebut merupakan doktrin baik yang dikemukakan oleh
perorangan, kelompok atau lembaga.
d. Yurisprudensi
Dalam ilmu Hukum sudah dikenal bahwa pembentukan hukum
dapat bersumber pada keputusan hakim terdahulu. Dalam praktik
ketatanegaraan melalui proses peradilan Hukum Tata Usaha Negara,
bisa dijadikan sumber pembentukan Hukum Tata Negara, jika
seandainya materi putusan tersebut berkenaan dengan materi Hukum
Tata Negara.

17
BAB III
SIMPULAN

A. Simpulan
Sumber hukum atau yang dalam Bahasa Inggris disebut source of law.
Kata “sumber hukum” lebih merujuk pada pengertian tempat dari mana asal
muasal suatu nilai atau norma tertentu berasal (Asshiddiqie, 2017). Ada dua
sumber hukum yaitu materil dan formil. Sumber hukum materil adalah sumber
hukum yang menentukan isi hukum itu sendiri. Sedangkan sumber hukum
formil merupakan ketentuan-ketentuan hukum yang telah memiliki bentuk
formal.
Begitupun dengan sumber Hukum Tata Negara memilik sumber hukum
materiil dan formil. Menurut Bagir Manan (Eka Sihombing & Irwansyah, 2019,
hlm. 7) sumber hukum materil tata negara adalah sumber yang menentukan isi
kaidah hukum tata negara. Sedangkan sumber hukum formal adalah sumber
hukum dalam arti bentuk perumusan dari kaidah-kaidah Hukum Tata Negara
yang terdapat dalam masyarakat.
Sumber hukum materiil Hukum Tata Negara Indonesia meliputi: (1)
dasar dan pandangan hidup bernegara; (2) kekuatan-kekuatan politik yang
berpengaruh pada saat merumuskan kaidah Hukum Tata Negara; dan (3)
dokrin-doktrin kenegaraan. Sumber hukum materiil Hukum Tata Negara
Indonesia adalah Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia dan sumber dari
segala sumber hukum.
Sumber hukum formil Hukum Tata Negara Indonesia meliputi: (1) UUD
NRI Tahun 1945; (2) Ketetapan MPR; (3) Undang-undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang; (4) Peraturan Pemerintah; (5)
Keputusan Presiden; dan (6) Peraturan Pelaksana Lainnya. Adapun sumber
Hukum Tata Negara berdasarkan ilmu hukum yang terdiri dari: (1) Praktik
ketatanegaraan yang berupa kebiasaan; (2) Traktat; (3) Doktrin; dan (4)
Yurisprudensi.

18
B. Saran
Penulisan makalah ini dibuat agar menjadi wawasan dan tambahan
pembelajaran tentang sumber Hukum Tata Negara. Penyusun berharap makalah
ini dapat menjadi pengetahuan bagi para pembaca dalam memahami sumber-
sumber Hukum Tata Negara Indonesia.
Penulisan makalah ini bisa dijadikan tolok ukur dalam mengkaji dan
menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan Hukum Tata Negara
khususnya mengenai sumber Hukum Tata Negara, juga bisa dijadikan bahan
pembelajaran bagi kalangan akademisi agar dapat menjadikan teori-teori,
konsep, dan permasalahan dalam Hukum Tata Negara khususnya sumber
Hukum Tata Negara sebagai pembanding konsep sumber hukum lainnya yang
ada di Indonesia.

19
DAFTAR PUSTAKA
Almuchtar, Suwarma. (2014). Modul Hukum Tata Negara Indonesia. Tangerang:
Universitas Terbuka
Almuchtar, Suwarma. (tt). Hukum Tata Negara. [online]. Diakses dari:
Pkni4206/Modul
Asikin, Zainal. (2013). Pengantar Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.
Asshiddiqie, J. (2017). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Bakri, Muhammad dkk. (2015). Pengantar Hukum Indonesia Jilid 2: Pembidangan
dan Asas-asas Hukum. Malang: Universitas Brawijaya Press.
Henri. (2018). Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia. [online]. Diakses
dari: https://butew.com/2018/05/24/sumber-sumber-hukum-tata-negara-
indonesia/
Ismatullah, D., dkk. (2018). Hukum Tata Negara, Refleksi Kehidupan
Ketatanegaraan di Negara Republik Indonesia. Bandung: CV. Pustaka
Setia.
Jasin, Johan. (2014). Hukum Tata Negara Suatu Pengantar. Yogyakarta:
Deepublish.
Jurdi, F., (2019). Hukum Tata Negara Indonesia. 1 ed. Jakarta: Kencana
Prenamedia Group.
Mujiburohman, Dian. (2017). Pengantar Hukum Tata Negara. Yogyakarta: STPN
Press.
R, A. Sakti Ramdhon Syah. (2019). Dasar-Dasar Hukum Tata Negara: Suatu
Kajian Pengantar Hukum Tata Negara dalam Perspektif Teoritis-Filosofis.
Makassar: CV. Social Politic Genius (SIGn).
Sihombing, Eka & Irwansyah. (2019). Hukum Tata Negara. Medan: Enam Media.
Sitabuana, Tundjung H. (2019). Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Konstitusi
Press.
Sudardi. (tt). Materi Kuliah Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas
Semarang. Semarang: Fakultas Hukum Universitas Semarang.
Tamrin, A & Nur Habibi Ihya. (2010). Hukum Tata Negara. Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah

20
TAP MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-Undangan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Widyani, R., (2015). Hukum Tata Negara Indonesia Teks dan Konteks. 1 ed.
Yogyakarta: Deepublish.

21

Anda mungkin juga menyukai