Anda di halaman 1dari 51

USULAN PENELITIAN

ANALISIS HUKUM TANGGUNG GUGAT SEBAGAI UPAYA


PENGALIHAN RISIKO KERUGIAN AKIBAT KESALAHAN
PEMBUATAN AKTA OTENTIK

Oleh:

SRI WAHYUNI S.
NIM. B012202082

MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2021
HALAMAN JUDUL

Analisis Hukum Tanggung Gugat Sebagai Upaya Pengalihan Risiko


Kerugian Akibat Kesalahan Pembuatan Akta Otentik

USULAN PENELITIAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Hukum


Pada Program Studi Magister Ilmu Hukum

Disusun dan diajukan oleh:

SRI WAHYUNI S.
NIM. B012202082

MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang selalu

melimpahkan nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya kepada kita semua.

Dengan segala kerendahan hati saya panjatkan syukur Alhamdulillah

karena telah diizinkan oleh Allas SWT., untuk menyelesaikan tugas metode

penelitian tesis ini dalam rangka penyelenggaraan perkuliahan Program

Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Salawat

dan salam tak lupa pula saya panjatkan kepada Baginda Muhammad SAW.,

nabi yang telah menunjukkan umat manusia jalan yang lurus jauh dari

kebatilan.

Penyelesaian tugas ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari

banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima

kasih kepada pihak yang telah memberikan sumbangsih begitu besar,

sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan waktu yang

telah ditargetkan. Penulis menyadari bahwa tugas ini jauh dari

kesempurnaan, namun tetap berharap dapat memberikan manfaat bagi

dunia keilmuan dan semua pembaca umumnya.

Makassar, 13 April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................... ii

DAFTAR ISI......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ................................................................. 5

D. Manfaat Penelitian ............................................................... 6

E. Orisinalitas Penelitian .......................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 9

A. Jabatan Notaris ................................................................. 9

1. Notaris sebagai Pejabat Publik .................................... 9

2. Kewenangan dan Tanggung Jawab Notaris ................ 10

3. Akta Otentik ................................................................. 19

B. Asuransi Sebagai Suatu Perjanjian ................................... 25

C. Asuransi Tanggung Gugat ................................................ 31

D. Landasan Teori ................................................................. 33

1. Teori Pertanggungjawaban Hukum ............................. 33

2. Teori Pengalihan Risiko ............................................... 36

E. Kerangka Pikir ................................................................... 38

F. Definisi Operasional .......................................................... 39

iii
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 40

A. Tipe Penelitian .................................................................. 40

B. Jenis Pendekatan.............................................................. 40

C. Sumber Bahan Hukum ...................................................... 41

D. Pengumpulan Bahan Hukum ............................................ 42

E. Analisis Bahan Hukum ...................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial akan selalu membutuhkan manusia

lain dalam memenuhi kebutuhannya, termasuk dalam pemenuhan hak

konstitusionalnya dalam memperoleh kepastian hukum terhadap harta

kekayaan yang dimiliki dan hak-hak lainnya. Oleh sebab itu, kehadiran

jabatan Notaris hadir untuk membantu dan melayani masyarakat yang

membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai peristiwa,

keadaan, atau suatu perbuatan hukum.1 Akta-akta yang dibuat oleh Notaris

bersifat otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna,

sehingga melalui akta-akta tersebut jaminan akan kepastian hukum bagi

para pihak terpenuhi.

Kepastian yang dimaksud berupa kepastian hak dan kewajiban hukum

seseorang dalam kehidupan masyarakat, yang diperankan oleh seorang

Notaris. Peran notaris tersebut merupakan salah satu wujud langkah

preventif yang diambil oleh para pihak apabila suatu saat terjadi

permasalahan hukum, sehingga para pihak dapat tercipta kepastian dan

perlindungan hukum bagi para pihak dalam wujud akta otentik yang dibuat

di hadapan notaris sebagai pejabat yang berwenang. Akta otentik yang

diterbitkan oleh notaris pada dasarnya berkaitan dengan status hukum, hak

1Habieb Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Bandung, Refika Aditama, 2009, hal. 73

1
dan kewajiban seseorang dalam hukum, dan sebagainya, yang berfungsi

sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh di Pengadilan.2

Berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014

tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) dijelaskan mengenai

pengertian Notaris. Pasal tersebut bahwa “Notaris adalah pejabat umum

yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan

lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau

berdasarkan undang-undang lainnya”. Dengan demikian, kewenangan

utama seorang notaris adalah membuat akta otentik.

Profesi hukum khususnya Notaris merupakan profesi yang menuntut

pemenuhan nilai moral dan perkembangannya. Nilai moral merupakan

kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur, oleh karena

itu Notaris dituntut supaya memiliki nilai moral yang kuat.3 Notaris di

Indonesia yang menganut stelsel kontinental adalah pejabat umum

berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam UUJN.4

Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai

peranan penting dalam hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat.

Melalui akta otentik akan menentukan secara jelas hak dan kewajiban

2Sjaifurrachman, Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta,

Bandung, Cv. Mandar Maju, 2011, hal. 7


3Supriadi, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2008,

hal. 12
4Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Buku Kedua,

Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2013, hal. 79

2
seseorang yang akan memberikan jaminan dan kepastian hukum atas hak-

hak dan kewajiban-kewajiban seseorang. Akta otentik dibuat oleh Notaris

sebagai pejabat yang diberi kewenangan oleh undang-undang. Dalam

praktik seringkali notaris dijadikan atau didudukkan sebagai tergugat oleh

pihak yang merasa dirugikan oleh akta yang diterbitkan oleh notaris.

Gugatan tersebut dapat berupa tuntutan ganti kerugian baik yang didasari

pada wanprestasi maupun pada perbuatan melawan hukum. Gugatan ini

tentunya berdampak pada keadaan finansial seorang notaris, sehingga

seorang notaris memerlukan suatu pengalihan sebagian risiko kepada

pihak lain agar tetap dapat melaksanankan kewajibannya yaitu membayar

ganti kerugian. Langkah yang ditempuh adalah melalui jasa asuransi.

Asuransi merupakan salah satu perjanjian, yang dalam hal asuransi

tanggung gugat ini terjadi antara perusahaan asuransi dan Notaris dimana

pelaksanaannya tetap berdasarkan pada Pasal 1320 Burgerlijk Wetboek

(selanjutnya disebut BW) mengenai syarat sahnya suatu perjanjian. Salah

satu hal yang perlu dikaji lebih jauh pada asuransi tanggung gugat oleh

notaris yaitu terkait dengan objek perjanjian yang dalam Pasal 1320 BW

merupakan syarat objektif yang implikasinya batal demi hukum apabila

tidak terpenuhi. Dalam asuransi tanggung gugat pihak asuransi

menanggung risiko tertanggung yang berkaitan dengan kesalahan dalam

menjalankan tugas dan wewenang jabatannya. Artinya yang menjadi objek

atau yang dipertanggungkan di sini adalah tanggung jawab hukum notaris.

3
Pada Pasal 1320 BW salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu suatu

hal tertentu yang merupakan syarat objektif suatu perjanjian. Penjabaran

lebih lanjut terkait “suatu hal tertentu” terdapat Pada Pasal 1332 BW bahwa

“hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi

pokok suatu perjanjian” kemudian dipertegas pada Pasal 1333 BW bahwa

“suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang

paling sedikit ditentukan jenisnya”. Sedangkan dalam perjanjian asuransi

tanggung gugat, dimana tanggung jawab hukum notaris tidak dapat

dikategorikan dalam hal yang dipersyaratkan pada Pasal 1332 BW dan

1333 BW tersebut karena tanggung jawab hukum bukanlah sebuah barang

yang dapat diperdagangkan maupun ditentukan jenisnya, melainkan suatu

perbuatan hukum notaris yang harus dilaksanakan berdasarkan

kewenangan yang diberikan. Sehingga objek dalam perjanjian asuransi

tanggung gugat tidaklah jelas.

Selain itu, Pada Pasal 246 KUHD bahwa objek asuransi adalah

benda hak atau kepentingan yang melekat pada benda. Lebih lanjut pada

Pasal 251 KUHD mengharuskan adanya pemberitaan semua keadaan

yang diketahui oleh tertanggung mengenai benda pertanggungan.

Sementara apabila tanggung jawab hukum notaris yang menjadi objek

asuransi tanggung gugat, menjadi tidak jelas keadaan seperti apa yang

akan dijelaskan karena tanggung jawab hukum pada padasarnya tidak

berwujud.

4
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis menganggap perlu

untuk melakukan suatu penelitian terkait dengan upaya pengalihan risiko

oleh Notaris melalui asuransi tanggung gugat. Hal-hal yang dianggap perlu

untuk dikaji dan diteliti lebih jauh diantara terkait objek yang

dipertanggungkan dalam asuransi tanggung gugat oleh Notaris. Karena

kalau mengacu pada Pasal 246 dan Pasal 251 KUHD, maka perlu

diperjelas terkait apakah akta notaris dan jabatan notaris dapat dimaknai

sebagai benda hak atau kepentingan yang melekat pada benda.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah keabsahan objek yang dipertanggungkan dalam

perjanjian asuransi antara notaris dengan perusahaan asuransi?

2. Bagaimanakah dampak asuransi tanggung gugat terhadap

penerapan asas kepercayaan, profesionalitas, dan saksama dalam

jabatan Notaris?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis keabsahan objek yang dipertanggungkan dalam

perjanjian asuransi antara notaris dengan perusahaan asuransi.

2. Untuk menganalisis dampak asuransi tanggung gugat terhadap

penerapan asas kepercayaan, profesionalitas, dan saksama dalam

jabatan Notaris.

5
D. Manfaat Penelitian

Suatu karya ilmiah atau penelitian yang baik adalah yang dapat

memberikan manfaat, baik secara teori maupun praktis. Oleh sebab itu,

manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

kepada para calon notaris maupun peneliti lainnya yang juga membahas

hal yang sejenis, menjadi referensi acuan mengenai penelitian lain yang

terkait dengan upaya pengalihan risiko kerugian notaris akibat

kesalahan pembuatan akta melalui tanggung gugat.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan

rekomendasi untuk para pembuat kebijakan dalam menyusun

pengaturan lainnya tentang pengalihan risiko kerugian notaris akibat

kesalahan pembuatan akta melalui tanggung gugat.

E. Orisinalitas Penelitian

Untuk menjamin orisinalitas penelitian yang penulis lakukan, maka

berikut akan disampaikan beberapa penelitian terdahulu dan perbedaannya

dengan objek penelitian yang penulis lakukan:

1. Tesis dengan judul Asuransi Sebagai Pelindung Bagi Notaris dalam

Menjalankan Profesinya dan Klien Notaris Sebagai Pengguna Jasa

Notaris. Tesis ini disusun oleh Sari Rosvita dari Fakultas Hukkum

Universitas Indonesia pada Tahun 2009. Pada penelitian Tesis ini

terdapat empat pokok permasalahan yang dibahas yaitu pertama,

kesalahan-kesalahan apa saja yang mungkin dilakukan oleh Notaris

6
dalam menjalankan tugasnya sehingga dapat merugikan klien atau

pihak ketiga yang berkaitan dengan akta yang dibuat Notaris

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku? Kedua,

bagaimana tanggung jawab hukum Notaris atas kerugian yang terjadi

pada kliennya yang timbul akibat kesalahan Notaris dalam membuat

Akta? Ketiga, bagaimana asuransi dapat memberikan perlindungan bagi

seorang Notaris dalam menjalankan profesinya dan jenis asuransi apa

yang mungkin sesuai dengan hal tersebut dikaitkan dengan prinsip-

prinsip yang ada dalam hukum asuransi? Keempat, bagaimana

perlindungan hukum terhadap klien Notaris sebagai konsumen jasa

Notaris ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang ada?

2. Jurnal dengan judul Tanggung Gugat Notaris Atas Kelalaia dalam

Membuat Akta Perjanjian Kredit Bank. Jurnal ini ditulis oleh Ryno

Bagas Prahardika dan Endang Sri Kawuryan pada Jurnal Transparasi

Hukum Volume 1, Nomor 1 Januari 2018. Pada penelitian ini membahas

dua permasalahan yaitu pertama, apa akibat hukum terhadap akta

perjanjian kredit yang dibuat karena ada kelalaian notaris dalam

pembuatannya terhdapa para pihak? Kedua, apa bentuk tanggung

gugat Notaris atas kelalaiannya terhadap Akta Otentik yang dibuat oleh

atau dihadapannya?

3. Jurnal dengan judul Perlindungan Hukum Pejabat Pembuat Akta

Tanah Sebagai Pemegang Polis Asuransi Profesi. Jurnal ini ditulis

oleh Iswahyudi Adipradana, Anwar Borahima, Nurfaidah Said pada

7
Jurnal Notaire Volume 01, Nomor 2, Oktober 2018. Pada penelitian ini

membahas dua permasalahan, yaitu pertama, bagaimanakah

perlindungan hukum bagi PPAT sebagai pemegang polis asuransi?

Kedua, bagaimanakah asuransi menilai pertanggungan atas kerugian

yang dialami oleh PPAT?

Berdasarkan penelitian terdahulu di atas, maka berikut penulis

uraikan perbedaan pokok-pokok permasalahan yang akan dikaji dalam

penelitian ini. Secara umum, objek kajian dalam penelitian yang dilakukan

berkaitan dengan keabsahan perjanjian asuransi tanggung gugat yang

dilakukan antara Notaris dan perusahaan asuransi. Pada penelitian ini akan

mengkaji terkait objek yang diasuransikan, termasuk dalam jenis asuransi

mana, serta kaitannya dengan penerapan asas kepercayaan,

profesionalitas, dan saksama jabatan Notaris dalam jabatan Notaris.

Dengan demikian, terdapat perbedaan yang sangat mendasar antar

penelitian-penelitian terdahulu sebagaimana disebutkan di atas dengan

penelitian tesis yang akan dilakukan.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Jabatan Notaris

1. Notaris Sebagai Pejabat Publik

Jabatan Notaris diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

sebagaimana telah diubah dalam Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014

tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN). Selain itu, berkaitan

dengan jabatan Notaris ini juga diatur dalam Kode Etik Notaris. Notaris

adalah suatu jabatan yang melaksanakan sebagian kegiatan tugas negara

dalam bidang hukum keperdataan dengan kewenangan untuk membuat

akta otentik. Seorang Notaris diangkat dan diberhentikan oleh negara

dalam hal ini diwakili oleh pemerintah melalui menteri yang bidang tugas

dan tanggung jawabnya meliputi bidang Kenotariatan. Notaris sebagai

pejabat umum dalam melaksanakan jabatannya harus memiliki kriteria

sebagai berikut:5

1) Berjiwa Pancasila;

2) Taat kepada hukum, sumpah jabatan dan Kode Etik Notaris; dan

3) Berbahasa Indonesia yang baik.

Kedudukan seorang Notaris sebagai suatu fungsionaris dalam

masyarakat memiliki peran yang cukup signifikan, yang mana biasanya

dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh

5Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2010,

hal.86.

9
nasihat hukum. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkan (konstatir)

adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam proses

hukum.6 Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figuur) yang

keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercayai, yang tandatangannya

serta segelnya (capnya) memberi jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang

tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau

unimpeachable), yang tutup mulut dan yang membuat suatu perjanjian

yang dapat melindunginya di hari-hari yang akan datang7 dan peran

tersebut dapat dimainkan oleh Notaris berdasarkan kewenangan yang

diberikan oleh undang-undang.

2. Kewenangan dan Tanggung Jawab Notaris

Kewenangan sama artinya dengan wewenang yaitu hak dan

kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Wewenang (authority) sebagai hak

atau kekuasaan memberikan perintah atau bertindak untuk memengaruhi

tindakan orang lain, agar sesuatu yang dilakukan sesuai dengan yang

diinginkan.8 Wewenang Notaris berdasarkan hukum administrasi dapat

diperoleh secara atribusi, yaitu pemberian wewenang baru kepada suatu

jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan atau aturan hukum9

yang dulu kewenangan itu tidak atau belum dimiliki oleh organ atau

lembaga yang lain. Notaris memiliki kewenangan yang diciptakan serta

6Tan Thong Kie, Studi Notariat Dan Serba-Serbi Praktek Notaris, Jakarta, PT, Ichtiar Baru Van

Hoeve, 2011, hal. 444


7Ibid., hal. 448
8Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Dan Pengembangan

Bahasa, Jakarta, Balai Pustaka, 1989, hal. 1.170


9M. Luthfan Hadi Darus, Hukum Notariat dan Tanggung Jawab Jabatan Notari, Yogyakarta, UII

Press, 2017, hal. 22

10
diberikan UUJN oleh karena itu kewenangan Notaris tidak diperoleh dari

lembaga lain, melainkan secara langsung diperoleh dari UUJN yang

mengatur secara tegas mengenai tugas jabatannya. Notaris memiliki

kewenangan berdasarkan Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUJN.

Wewenang Notaris dapat dilaksanakan serta dijalankan hanya

sebatas pada yurisdiksi hukum yang telah ditentukan dan ditetapkan dalam

UUJN dan dalam kewenangannya tersebut seorang Notaris dapat

melaksanakan segala bentuk perbuatan hukum sesuai keinginan para

pihak yang membutuhkan selama keinginan tersebut tidak bertentangan

dengan Undang-Undang, Pancasila dan ketertiban umum. Kewenangan

Notaris dalam Pasal 15 UUJN tersebut dapat dibagi menjadi 3 kewenangan

yaitu:10

a) Kewenangan Umum Notaris

Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UUJN ditentukan bahwa salah satu

kewenangan Notaris yaitu membuat akta secara umum. Akta yang harus

dibuat oleh seorang Notaris yaitu terkait dengan semua perbuatan,

perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh suatu aturan hukum untuk

dibuat dan yang dikehendaki oleh orang yang bersangkutan. Beberapa akta

otentik yang merupakan wewenang Notaris dan juga menjadi wewenang

pejabat atau instansi lain. Salah satu aktanya adalah akta risalah lelang,

khusus mengenai pembuatan akta tersebut Notaris harus mengikuti

berbagai tahapan dan prosedur yang kemudian dinyatakan lulus oleh

10Habib Adjie, Hukum Notariat Indonesi, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris, Bandung, Refika Aditama, 2007, hal. 78

11
Kementerian Keuangan. Berdasarkan wewenang yang dimiliki seorang

Notaris sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 UUJN yakni Notaris dalam

menjalankan tugas jabatannya memformulasikan keinginan/tindakan para

pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang

berlaku. Kehendak para pihak kemudian dituangkan ke dalam tulisan yang

berbentuk akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna,

sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti tulisan

yang lainnya. Jika misalnya ada pihak yang menyatakan bahwa akta

tersebut tidak benar, maka pihak yang menyatakan tidak benar inilah yang

wajib membuktikan pernyataannya sesuai dengan hukum yang berlaku.

Teori kepastian hukum adalah tujuan utama dari hukum 11 menurut

utrech, teori tersebut mengandung dua pengertian yaitu:

1) Adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui

perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan.

2) Berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan

pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu

individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau

dilakukan oleh negara terhadap individu.

b) Kewenangan Khusus Notaris

Berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UUJN telah diatur terkait kewenangan

khusus Notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu, yaitu:

11J.B. Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum, Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta, PT Prennahlindo,

2001, hal.120.

12
1) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal

surat dibawah tangan dengan mendaftarkannya di dalam suatu buku

khusus;

2) Membukukan surat-surat dibawah tangan dengan mendaftarkannya

di dalam suatu buku khusus;

3) Membuat kopi dari asli surat-surat dibawah tangan berupa salinan

yang memuat uraian sebagaimana di tulis dan digambarkan dalam

surat yang bersangkutan;

4) Melakukan pengesahan kecocokan antara fotokopi dengan surat

aslinya;

5) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan

akta;

6) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

7) Membuat akta risalah lelang.

c) Kewenangan Notaris yang Akan Ditentukan Kemudian

Pasal 15 ayat (3) UUJN dengan kewenangan yang akan ditentukan

kemudian adalah wewenang yang berdasarkan aturan hukum lain yang

akan datang kemudian (ius constituendum).12 Wewenang Notaris yang

akan ditentukan kemudian, merupakan wewenang yang akan ditentukan

berdasarkan peraturan perundang-undangan. Batasan mengenai

peraturan perundang-undangan ini dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 2 UU

12Ibid., hal.82.

13
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara13 bahwa yang

dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam undang-undang

ini adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang

dikeluarkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah baik

tingkat pusat maupun tingkat daerah, yang juga mengikat secara umum

Selanjutnya terkait tanggung jawab hukum dalam jabatan Noatris.

Pertanggungjawaban berasal dari kata tanggung jawab, yang secara

etimologi berarti kewajiban terhadap segala sesuatunya atau fungsi

menerima pembebanan sebagai akibat tindakan sendiri atau pihak lain.

Pertanggungjawaban adalah suatu keadaan wajib menanggung segala

sesuatunya (kalo ada hal yang boleh dituntut, dipersalahkan, dan

sebagainya). Notaris selaku pejabat umum, oleh penguasa yang

berwenang untuk kepentingan setiap warga Negara diangkat secara sah,

diberikan wewenang untuk memberikan otentisitas kepada tulisan-

tulisannya mengenai perbuatan-perbuatan, persetujuan-persetujuan, dan

ketetapan-ketetapan dari orang-orang yang menghadap kepadanya agar

masyarakat memperoleh kepastian hukum dari akta yang dibuat oleh

Notaris atas keinginan/kehendak para pihak yang semula keinginan

tersebut sudah disampaikan oleh para pihak kepada Notaris dan berniat

untuk dituangkan kedalam bentuk akta otentik.

13Ibid., hal.83.

14
Menurut Hans Kelsen pertanggungjawaban dibagi menjadi empat

macam yaitu:14

a. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung

jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri.

b. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu

bertanggung jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh

orang lain.

c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa

seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang

dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan

menimbulkan kerugian.

d. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu

bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena

tidak sengaja dan tidak diperkirakan.

Pertanggungjawaban merupakan sikap atau tindakan untuk

menanggung akibat dari segala perbuatan atau sikap yang dilakukan untuk

menanggung segala risiko ataupun konsekuensi yang ditimbulkan dari

suatu perbuatan. Seorang Notaris, dalam menjalankan jabatannya

mempunyai tanggung jawab yang lahir dari adanya kewajiban dan

kewenangan yang diberikan kepadanya, kewajiban dan kewenangan

tersebut secara sah dan terikat mulai berlaku sejak Notaris mengucapkan

sumpah jabatannya sebagai Notaris. Sumpah yang telah diucapkan

14Hans Kelsen, terjemahan Raisul Mutaqien, Teori Hukum Murni, Bandung, Nuansa dan

Nusamedia, 2006, hal. 140.

15
tersebut lah yang seharusnya mengontrol segala tindakan Notaris dalam

menjalankan jabatannya. Pertanggungjawaban Notaris dapat

dikelompokkan menjadi 3 yaitu:15

1. Pertanggungjawaban Administrasi Notaris

Secara hukum administrasi, Undang-Undang Jabatan Notaris

memberikan kewenangan kepada Notaris, ketika ketentuan yang diberikan

tersebut tidak diindahkan maka akan menimbulkan akibat hukum, akta yang

dibuat oleh Notaris dapat menjadi akta dibawah tangan. Notaris merupakan

Pejabat Umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik

mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan

oleh peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk

dinyatakan dalam suatu akta otentik.

2. Pertanggungjawaban Perdata Notaris

Sebagai Notaris dalam melaksanakan kewenangannya, pertanggung

jawaban secara perdata dalah yang sangat berat, karena tuntutan tersebut

dalam jumlahyang besar, dapat terjadi disebabkan kesalahan yang

sebenarnya belum begitu dapat dipertanggung jawabkan Notarisnya.

Apabila unsur kesalahan atau pelanggaran itu terjadi dari para pihak

penghadap, maka sepanjang Notaris melaksanakan kewenangannya

sesuai peraturan. Notaris bersangkutan tidak dapat diminta

pertanggungjawabannya, karena Notaris hanya mencatat apa yang

15KunniAfifah, Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum bagi Notaris secara Perdata Terhadap
Akta yang Dibuatnya, Tesis, Yogyakarta, Magister Kenotariatan Universita Islam Indonesia, 2017,
hal. 82

16
disampaikan oleh para pihak untuk dituangkan ke dalam akta. Keterangan

palsu yang disampaikan oleh para pihak adalah menjadi tanggung jawab

para pihak.16

Pertanggungjawaban Notaris secara perdata terhadap akta-akta yang

dibuatnya, dapat dikatakan bahwa akta yang dibuat oleh Notaris berkaitan

dengan masalah keperdataan yaitu mengenai perikatan yang dibuat oleh

dua pihak atau lebih meskipun memungkinkan dibuat secara sepihak

(sifatnya hanya menguatkan). Notaris bertanggung jawab terhadap para

pihak yang bersangkutan mana kala akta yang dihasilkan terdapat cacat

dalam bentuk, hanya merupakan suatu akta yang dibuat dibawah tangan.

Dalam semua hal tersebut Notaris memiliki kewajiban untuk membayar

ganti rugi.

Asnahwati H. Herwidi mengatakan bahwa, pada dasarnya Notaris

tidak bertanggung jawab terhadap isi akta yang dibuat di hadapannya

karena mengenai isi dari akta tersebut merupakan kehendak dan

kesepakatan yang diinginkan oleh para pihak. Notaris hanya menuangkan

kesepakatan tersebut kedalam bentuk akta otentik sehingga dalam hal ini

Notaris hanya bertanggung jawab terhadap bentuk formal akta otentik

sebagaimana yang ditetapkan oleh undang-undang.17 Meski demikian,

Notaris dapat dimintakan pertanggungjawabanya secara perdata

berdasarkan tuntutan adanya perbuatan melanggar hukum, artinya

16Andi Mamminanga, Pelaksanaan Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Daerah dalam

Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris berdasarkan UUJN, Tesis, Yogyakarta, Fakultas Hukum
Universitas Gajah Mada, 2008, hal. 32
17Kunni Afifah, Op.Cit., hal. 82

17
walaupun Notaris hanya mengkonstatir keinginan dari para pihak atau

penghadap bukan berarti Notaris tidak melakukan perbuatan bertentangan

dengan hukum.18

Perihal kerugian dalam perbuatan melanggar hukum secara perdata

Notaris dapat dituntut untuk menggati kerugian-kerugian para pihak yang

berupa kerugian materiil dan dapat pula berupa kerugian immaterial.

Kerugian dalam bentuk materiil, yaitu kerugian yang jumlahnya dapat

dihitung, sedangkan kerugian immaterial, jumlahnya tidak dapat dihitung,

misalnya nama baiknya tercemar, mengakibatkan kematian. Dengan

adanya akta yang dapat dibatalkan atau batal demi hukum, mengakibatkan

timbulnya suatu kerugian, sehingga unsur harus ada kerugian telah

terpenuhi. Gugatan ganti kerugian atas dasar perbuatan melanggar hukum

apabila pelaku melakukan perbuatan yang memenuhi keseluruhan unsur

Pasal 1365 BW, mengenai siapa yang diwajibkan untuk membuktikan

adanya perbuatan melanggar hukum.19

3. Pertanggung jawaban Pidana Notaris

Dalam mempertanggungjawabkan perbuatanya Notaris dapat

bertanggung jawab atas pidana, perdata maupun administatif sesuai

dengan pelanggaran ataupun kelalainya, dengan memperhatikan peraturan

perundang-undangan yang sekiranya dilanggar oleh Notaris. Raden

Soegondo Notodisoerjo menyatakan tentang apa yang dapat

18Yusnani, Analisis Hukum Terhadap Akta Otentik yang Mengandung Keterangan Palsu (Studi

Kasus di Kota Medan), Medan, Tesis Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, 2007, hal.
61.
19Kunni Afifah, Op.Cit.

18
dipertanggungjawabkan oleh Notaris yaitu apabila penipuan atau tipu

muslihat itu bersumber dari Notaris sendiri. Hal tersebut dapat terjadi

apabila seorang Notaris dalam suatu transaksi peralihan hak misalnya

dalam akta jual beli dengan sengaja mencantumkan harga yang lebih

rendah dari harga yang sesungguhnya.

3. Akta Otentik

Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut “acte” atau

“akta” dan dalam bahasa Inggris disebut “act” atau “deed” menurut

pendapat umum mempunyai dua arti, yaitu: 1. Perbuatan (handling) atau

perbuatan hukum (rechtshandeling). 2. Suatu tulisan yang dibuat untuk

dipakai atau untuk digunakan sebagai perbuatan hukum tertentu yaitu

berupa tulisan yang ditunjukkan kepada pembuktian tertentu.20

Pengertian akta berdasarkan Pasal 165 Staatsblad Tahun 1941

Nomor 84 adalah:

surat yang diperbuat demikian oleh atau dihadapan pegawai yang


berwenang untuk membuatnya menjadi bukti yang cukup bagi
kedua belah pihak dan ahli warisnya maupun berkaitan dengan
pihak lainnya sebagai hubungan hukum, tentang segala hal yang
disebut didalam surat itu sebagai pemberitahuan hubungan
langsung dengan perhal pada akta itu.

Akta adalah surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan,

keputusan, dsb) tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan

yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh pejabat resmi.21

20Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 2006, hal. 149
21Loc.Cit.

19
Dengan demikian, maka unsur penting untuk suatu akta ialah

kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatanganan

tulisan itu. Syarat penandatangan akta tersebut dilihat dari Pasal 1874 BW

dan Pasal 1 Ordonansi No. 29 Tahun 1867 yang memuat ketentuan-

ketentuan tentang pembuktian dari tulisan-tulisan dibawah tangan yang

dibuat oleh orang-orang Indonesia atau yang dipersamakan dengan

mereka.

Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi

wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang

telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang

berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di

dalamnya oleh yang berkepentingan. Akta otentik terutama memuat

keterangan seorang pejabat, yang menerangkan apa yang dilakukannya

dan dilihat di hadapannya.22

Pasal 165 HIR dan 285 Rbg, akta otentik adalah suatu akta yang

dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu,

merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dan para ahli warisnya

dan mereka yang mendapat hak daripadanya tentang yang tercantum di

dalamnya dan bahkan sebagai pemberitahuan belaka, akan tetapi yang

terakhir ini hanya diberitahukan itu berhubungan dengan perihal pada akta

itu. Pejabat yang dimaksudkan antara lain ialah Notaris, Panitera, Jurusita,

Pegawai Pencatat Sipil, Hakim dan sebagainya.

22Husni Thamrin, Pembuatan Akta Pertanahan oleh Notaris, Yogyakarta, Laksbang Pressindo,

2011, hal. 11

20
Pasal 101 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara, menyatakan bahwa akta otentik adalah surat

yang dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum, yang menurut

peraturan perundang-undangan berwenang membuat surat itu dengan

maksud untuk dipergunakan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau

peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya.

Kewenangan utama dari Notaris adalah untuk membuat akta otentik,

untuk dapat suatu akta memiliki otensitasnya sebagai akta otentik maka

harus memenuhi ketentuan sebagai akta otentik yang diatur dalam Pasal

1868 BW, yaitu:23

a) Akta itu harus dibuat oleh (door) atau di hadapan (tenberstaan)

seorang pejabat umum, yang berarti akta-akta Notaris yang isinya

mengenai perbuatan, perjanjian dan ketetapan harus menjadikan

Notaris sebagai pejabat umum.

b) Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-

Undang, maka dalam hal suatu akta dibuat tetapi tidak memenuhi

syarat ini maka akta tersebut kehilangan otensitasnya dan hanya

mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan apabila akta

tersebut ditandatangani oleh para penghadap (comparanten)

c) Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta tersebut dibuat,

harus mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut, sebab

seorang Notaris hanya dapat melakukan atau menjalankan

23Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Bandung, PT. Refika Aditama, 2013, hal.

10-17

21
jabatannya di dalam daerah hukum yang telah ditentukan baginya.

Jika Notaris membuat akta yang berada di luar daerah hukum

jabatannya maka akta yang dibuatnya menjadi tidak sah.

Menurut C. A. Kraan, akta otentik mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut:24

a) Suatu tulisan dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan

bukti atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan di

dalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh pejabat yang berwenang.

Tulisan tersebut turut ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani

oleh pejabat yang bersangkutan saja.

b) Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari

pejabat yang berwenang.

c) Ketentuan peraturan perundang-undangan yang harus dipenuhi;

ketentuan tersebut mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-

kurangnya memuat ketentuan-ketentuan mengenai tanggal, tempat

dibuatnya akta suatu tulisan, nama dan kedudukan atau jabatan

pejabat yang membuatnya)

d) Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat

dan pekerjaan yang mandiri serta tidak memihak dalam menjalankan

jabatannya.

e) Pernyataan atau fakta dari tindakan yang disebut oleh pejabat

adalah hubungan hukum di dalam bidang hukum privat.

24Irwan Soerojo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Surabaya, Arkola, 2003, hal.148

22
Berdasarkan Pasal 1870 BW, suatu akta otentik memberikan di antara

para pihak beserta ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari

mereka suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya.

Akta otentik merupakan suatu bukti yang sempurna, dalam arti bahwa ia

sudah tidak memerlukan suatu penambahan pembuktian. Ia merupakan

suatu alat bukti yang mengikat dan sempurna.25

Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai

pembuktian sebagai berikut:26

1) Lahiriah (Uitwendige Bewijskracht)

Kemampuan lahiriah akta Notaris merupakan akta itu sendiri

untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik. Jika dilihat

dari lahirnya sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum

yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta

tersebut berlaku sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya,

artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan

akta otentik secara lahiriah. Dalam hal ini beban pembuktian ada

pada pihak yang menyangkal keontetikan akta Notaris yang

bersangkutan, baik yang ada pada minuta dan salinan serta adanya

awal akta sampai dengan akhir akta.

2) Formal (Formale Bewisjskracht)

25Subekti,
Hukum Pembuktian, Jakarta, PT, Pradnya Paramitha, 2005, hal. 27
26HabibAdjie, Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,
Bandung, Refika Aditama, 2008, hal. 72-74

23
Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu

kejadian dan fakta tersebut dalam akta benar dilakukan oleh Notaris

atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang

tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah

ditentukan dalam pembuatan akta. Secara formal untuk

membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal bulan,

tahun, waktu menghadap, dan para pihak yang menghadap, saksi

dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan,

didengar oleh Notaris (pada akta berita acara), dan mencatatkan

keterangan atau pernyataan para pihak atau penghadap (pada akta

pihak). Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka

harus dibuktikan formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan

ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun, dan waktu menghadap,

membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan, dan

didengar oleh Notaris.

Selain itu juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran

pernyataan atau kpeterangan para pihak yang diberikan atau

disampaikan dihadapan Notaris, dan ketidakbenaran tanda tangan

para pihak saksi, dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta

yang tidak dilakukan. Dengan kata lain, pihak yang

mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian

terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris. Jika tidak

24
mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut

harus diterima oleh siapapun.

3) Materiil (Materiele Bewijskracht)

Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting, bahwa apa

yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap

pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak

dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya.

Keterangan atau pernyataan yang dituangkan atau dimuat dalam

akta pejabat (atau berita acara), atau keterangan para pihak yang

diberikan atau disampaikan di hadapan Notaris dan para pihak harus

dinilai benar. Perkataan yang kemudian dituangkan atau dimuat

dalam akta harus dinilai telah benar berkata demikian. Jika ternyata

pernyataan atau keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak

benar, maka hal tersebut tanggungjawab para pihak sendiri. Dengan

demikian isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai yang

sebenarnya, menjadi bukti yang sah di antara para pihak dan para

ahli waris serta para penerima hak mereka.

B. Asuransi Sebagai Suatu Perjanjian

Asuransi merupakan suatu perjanjian untung-untungan27 yang

dalam Pasal 1774 BW didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang hasilnya,

mengenai untung-ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara

pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu.28 Sementara itu,

27Santoso Sembiring, Hukum Asuransi, Bandung, Nuansa Aulia, 2014, hal. 5


28Lihat Pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

25
menurut Otoritas Jasa Keuangan, asuransi adalah sebuah perjanjian antara

penyedia jasa layanan asuransi sebagai penanggung dan masyarakat yang

memegang polis dan dikenal sebagai tertanggung yang diwajibkan untuk

membayar sejumlah premi dalam rangka memberikan pergantian atas

risiko kerugian, kerusakan, kematian, dan kehilangan keuntungan yang

diharapkan, yang mungkin terjadi atas peristiwa yang tak terduga.29

Sedangkan, berdasarkan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang (KUHD) bahwa

Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan


mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan
diderita karena suatu peristiwa yang tak tertentu.

Selain itu, pengertian asuransi atau pertanggungan berdasarkan Pasal 1

angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha

Perasuransian (selanjutnya disebut UU Usaha Perasuransian) adalah:

perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak


penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan
menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hokum kepada
pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul
dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.

29Anonymous, Jenis-Jenis Asuransi di Indonesia, diakses dari https://www.cermati.com, pada 3

Juli 2020

26
Sementara itu, pengertian asuransi berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (selanjutnya disebut

UU Perasuransian) adalah:

perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan


pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh
perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau
pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang
timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hokum
kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau
pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak
pasti; atau
b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada
meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang
didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang
besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil
pengelolaan dana.

Berdasarkan penegertian asuransi yang telah disebutkan di atas,

maka terdapat tiga unsur asuransi yang diperoleh berdasarkan rumusan

pengertian asuransi tersebut, yaitu:

1. Pihak tertanggung, yakni yang mempunyai kewajiban membayar

uang premi kepada pihak penanggung baik sekaligus atau

berangsur-angsur;

2. Pihak penanggung, mempunyai kewajiban untuk membayar

sejumlah uang kepada pihak tertanggung, sekaligus atau berangsur-

angsur apabila unsur ketiga berhasil; dan

3. Suatu kejadian yang semula belum jelas akan terjadi.

Sebagai suatu perjanjian, asuransi juga tunduk pada Pasal 1320 BW

tentang syarat sahnya perjanjian, yaitu:

1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

27
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. suatu hal tertentu;

4. suatu sebab yang halal.

Berdasarkan hukum perdata di Indonesia, khususnya berkaitan dengan

hukum perjanjian, untuk menentukan sah atau tidaknya suatu perjanjian

akan mengacu pada Pasal 1320 BW tentang syarat sahnya perjanjian

yaitu:30

a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk

terjadinya suatu perjanjian. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan

berbagai cara baik yang dilakukan secara tegas maupun tidak tegas,

yang penting dapat dipahami atau dimengerti oleh para pihak bahwa

telah terjadi penawaran dan penerimaan. Beberapa cara terjadinya

kesepakatan/terjadinya penawaran dan penerimaan adalah dengan

cara tertulis, dengan cara lisan, dengan symbol-simbol tertentu,

bahkan dengan berdiam diri.

b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Untuk mengadakan perjanjian, para pihak harus cakap, namun

dapat saja terjadi bahwa para pihak atau salah satu pihak yang

mengadakan perjanjian adalah tidak cakap menurut hukum. Seorang

oleh hukum dianggap tidak cakap untuk melakukan perjanjian jika

orang tersebut belum berumur 21 tahun, kecuali jika ia telah kawin

30Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

2016, hal. 14-31

28
sebelum cukup 21 tahun. Sebaliknya setiap orang yang berumur 21

tahun ke atas, oleh hukum dianggap cakap, kecuali karena suatu hal

dia ditaruh di bawah pengampuan, seperti mata gelap, dungu, sakit

ingatan, atau pemboros.

Sementara itu, dalam Pasal 1330 BW, ditentukan bahwa tidak

cakap untuk membuat perjanjian adalah orang-orang yang belum

dewasa, mereka yang ditaruh di bawah pengampuan, orang-orang

perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang; dan

pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah

melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Namun dalam

perkembangannya, khusus terkait orang-orang perempuan dalam hal-

hal yang ditetapkan oleh undang-undang sekarang ini tidak dipatuhi

lagi karena hak perempuan dan laki-laki telah disamakan dalam hal

membuat perjanjian, sedangkan untuk orang-orang yang dilarang oleh

perjanjian untuk membuat perjanjian tertentu sebenarnya tidak

tergolong sebagai orang yang tidak cakap, tetapi hanya tidak

berwenang membuat perjanjian tertentu.

c) Suatu hal tertentu

Dalam suatu perjanjian, objek yang diperjajikan haruslah jelas

dan ditentukan oleh para pihak. Objek perjanjian tersebut dapat

berupa barang maupun jasa, namun dapat juga berupa tidak berbuat

sesuatu. Hal tertentu ini dalam perjanjian disebut prestasi yang dapat

berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu.

29
Meski demikian, hal tersebut terdapat perbedaan sebagaimana yang

diatur dalam BW dan pendapat sarjana hukum pada umumnya yang

membedakan prestasi yaitu dapat berupa menyerakan/memberikan

sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.

d) Suatu sebab yang halal

Istilah kata halal dalam syarat sahnya perjanjian terkait suatu

sebab yang halal bukan merupakan lawan dari kata haram dalam

hukum Islam, tetapi yang dimaksud sebab yang halal adalah bahwa

isi perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan.

Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan

dari kata overeenkomst dalam bahasa Belanda, atau agreement dalam

bahasa Inggris.31 Perjanjian berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia,

adalah “persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak

atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut

dalam persetujuan itu.”32 Sedangkan berdasarkan Pasal 1313 Burgerlijk

Wetboek (selanjutnya disebut BW) menjelaskan bahwa, suatu perjanjian

adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Adapun Perjanjian jual beli

berdasarkan Pasal 1457 BW ialah suatu perjanjian dengan perjanjian itu

31Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2015, hal. 179
32Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ikthasar Indonesi Edisi Ketiga, Jakarta, Balai
Pustaka, 2005, hal. 458

30
pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan hak milik atas

barang dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Pengertian perjanjian menurut Ahmadi Miru dalam bukunya yang

berjudul hukum kontrak dan perancangan kontrak dipersamakan dengan

kontrak yaitu suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji kepada orang

lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan

sesuatu.33

C. Asuransi Tanggung Gugat

Asuransi Tanggung Gugat (liability) merupakan asuransi kerugian

dan jiwa yang memberikan perlindungan tanggung gugat mulai dari biaya

pembelaan hukum serta ganti rugi yang timbul dari klaim, tuntutan tanggung

jawab dari pihak ketiga akibat kesalahan, kelalaian dalam pemberian jasa,

saran, dan konsultasi.34

Pada definisi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), asuransi tanggung

gugat dikenal juga dengan istilah asuransi tanggung jawab hukum.

Asuransi Tanggung Gugat atau Liability Insurance adalah bentuk

pertanggungan bagi penanggung yang akan membayar sejumlah nilai

sebagai ganti rugi karena secara hukum berkewajiban membayar kerugian

keuangan pihak ketiga. Secara prinsip, asuransi tanggung jawab hukum

atau asuransi tanggung gugat bekerja bila terdapat tuntutan ganti rugi

33Ahmadi Miru, Op.Cit., hal. 2


34Hukum onlie, 2016, Lewat Asuransi Profesi, Cara IPPAT Lindungi Anggota, diakses dari
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57907709266e0/lewat-asuransi-profesi--cara-ippat-
lindungi-anggota/ pada 29 September 2020

31
berdasarkan keputusan pengadilan. Pihak penanggung harus

membayarkan tuntutan tersebut atas nama hukum.35

Berdasarkan pengertian dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ada

beberapa produk asuransi tanggung gugat, yaitu:36

1. Personal Liability Insurance

Asuransi ini memberikan indemnity atau jaminan dengan biaya tertentu

kepada pihak tertanggung kepada pihak lain atau orang-orang yang

menempuh jalur hukum karena merasa dirugikan oleh tertanggung

hingga menyebabkan body injury atau loss damage to property, baik

karena kelalaian pengguna maupun produsen.

2. General Liability Insurance

Asuransi ini terdiri dari tiga jenis klaim, yaitu:

a. Public Liability

Yakni jaminan risiko perusahaan tertanggung terhadap klaim

yang datang dari pengguna produknya oleh karena terjadinya

risiko premi.

b. Product Liability

Yakni jaminan risiko seorang pengusaha terhadap gugatan pihak

ketiga yang menggunakan produk dari pengusaha yang

menyebabkan cedera badan atau kerusakan harta benda.

c. Employer’s Liability

35Jasindo, 2018, Memahami Asuransi Tanggung Gugat, diakses dari


https://www.jasindo.co.id/media/artikel/memahami-asuransi-tanggung-gugat pada 29 September
2020
36Ibid.

32
Yakni jaminan risiko seorang majikan atau pemilik usaha yang

mempekerjakan karyawannya dan terjadi kecelakaan kerja

hingga harus menanggungnya.

3. Professional Liability Insurance

Asuransi ini memberikan indemnity atau jaminan dengan biaya tertentu

kepada pengusaha secara hukum karena adanya kerugian dalam

bentuk cedera fisik (bodily injury) atau kerusakan dan kehilangan harta

benda (loss and damage of property) akibat kelalaian pengusaha

maupun karyawannya.

D. Landasan Teori

1. Teori Pertanggungjawaban Hukum

Teori tanggung jawab hukum merupakan teori yang mengkaji dan

menganalisis tentang kesediaan dari subjek hukum atau pelaku tindak

pidana untuk memikul biaya atau kerugian atau melaksanakan pidana atas

kesalahannya maupun kerja kealpaannya.37 Tanggung jawab hukum

adalah jenis tanggung jawab yang dibebankan kepada subjek hukum atau

pelaku yang melakukan perbuatan melawan hukum atau tindak pidana.

Sehingga yang bersangkutan dapat dituntut membayar ganti rugi dan/atau

menjalankan pidana. Tanggung jawab hukum dapat dikategorikan dalam

bidang tanggung jawab, yaitu perdata, pidana, dan administrasi.

Berdasarkan ilmu hukum perdata, dasar pertanggungjawaban dibagi

menjadi dua macam, yaitu kesalahan dan risiko. Dengan demikian, dikenal

37Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan

Disertasi, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2013, h. 207

33
dengan pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (lilability based on fault)

dan pertanggungjawaban tanpa kesalahan yang dikenal (lilability without

fault) yang dikenal dengan tanggung jawab risiko atau tanggung jawab

mutlak (strick liability).38 Liabelity based on fault (prinsip tanggung jawab

berdasarkan kesalahan), baru memperoleh ganti kerugian apabila ia

berhasil membuktikan adanya kesalahan pada pihak tergugat. Kesalahan

merupakan unsur yang menentukan pertanggungjawaban, yang berarti jika

tidak terbukti adanya kesalahan tidak ada kewajiban memberikan ganti rugi.

Perintah untuk membuktikannya ini diintrodusir dalam pasal 1865

KUHPerdata.39

Strict libiality (prinsip tanggung jawab mutlak), diartikan sebagai

kewajiban mutlak yang dihubungkan dengan ditimbulkannya kerusakan.

Salah satu ciri utama tanggung jawab mutlak tidak adanya persyaratan

tentang perlunya kesalahan. Pihak penggugat tidak perlu membuktikan

tergugat bersalah, namun pihak tergugatlah yang harus membuktikannya.40

Dasar pembebanan pertanggungjawaban hukum dapat disebabkan

oleh Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) yang diatur dalam Pasal 1365

KUHPerdata bahwa tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa

kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya

menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Pasal 1365

38Jimly Asshiddiqie, Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Konstitusi Press, Jakarta,
2006, h. 61
39Op.cit, h. 210
40Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuat Akta, Cetakan Pertama,

Mandar Maju, Bandung, 2011, hal. 111

34
KUHPerdata tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban atas dasar

kesalahan. Berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata tiap perbuatan yang

melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan

orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk

menggantikan kerugian tersebut. Interpretasi Pasal 1365 KUHPerdata

hanya sebatas pada perbuatan melanggar undang-undang (onwetmatige

daad) yang terkesan sangat formalistic-legalistic, karena segala perbuatan

di luar pengaturan undang-undang meskipun merugikan orang lain bukan

merupakan perbuatan melanggar hukum. Interprestasi sempit tersebut

justru mengakibatkan terusiknya rasa keadilan hukum masyarakat,

sehingga Hoge Raad sebagai benteng keadilan terakhir bagi pencari

keadilan melalui Putusan Hoge Raad 31 Januari 1919, dalam Kasus

Lindenbaum-Cohen (HR. 31-1-1919, NJ 1919, 161; Lindenbaum/Cohen)

melakukan terobosan baru dengan interpretasi teleologis-ekstensif

terhadap Pasal 1365 KUHPerdata yang pada dasarnya merupakan

penerapan prinsip equity agar mampu memberikan keadilan dan kepastian

hukum sebagaimana yang diharapakan dalam lalu lintas hidup di

masyarakat.41 Dalam putusan tersebut, Hoge Raad memutuskan bahwa

yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah berbuat atau

tidak berbuat yang (1) melanggar hak orang lain; atau (2) bertentangan

dengan kewajiban hukum pelaku; atau (3) bertentangan dengan

kesusilaan; atau (4) bertentangan dengan kecermatan yang patut harus

41Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial,

Jakarta, Prenadamedia Group, 2014, hal. 72-73

35
diperhatikan dalam lalu lintas masyarakat terhadap diri dan barang orang

lain.42

Perbuatan melanggar hukum tidak hanya sekedar melanggar

undang-undang. Perbuatan melanggar hukum tersebut sebagaimana

disebutkan oleh J.M. Van Dunne dan Van Der Burght dalam bukunya

Perbuatan Melawan Hukum yang diterjemahkan oleh Hapsoro

Jayaningprang dapat berupa:43

1) Melanggar hak orang lain;

2) Bertentang dengan kewajiban hukum si pembuat;

3) Berlawanan dengan kesusilaan baik; dan

4) Berlawanan dengan sikap hati-hati yang seharusnya diindahkan

dalam pergaulan masyarakat terhadap diri atau benda orang lain.

2. Teori Pengalihan Risiko

Menurut teori pengalihan resiko (Risk Transfer Theory),

tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta

kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya, jika bahaya tersebut terjadi

padanya maka kerugian yang dideritanya sangat besar untuk ditanggung

olehnya sendiri . untuk menurangi atau menghilangkan beban resiko

tersebut, pihak tertanggung berupaya mengalihkan beban resiko ancaman

bahaya tersebut kepada pihak lain yang bersedia dengan membayar kontra

prestasi yang disebut premi. Asuransi atau pertanggungan didalamnya

42Niewenhuis J H dalam Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam

Kontrak Komersial, Jakarta, Prenadamedia Group, 2014, hal. 72.


43Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Rajawali Pers,

2010, hal. 130

36
tersirat pengertian adanya pelimpahan tanggung jawab memiku beban

resiko tersebut, kepada pihak lain yang sanggup mengambil alih tanggung

jawab. Sebagai kontra prestasi dari pihak lain yang melimpahkan tanggung

jawab ini, yang diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang

menerima tanggung jawab44.Tertanggung mengadakan asuransidengan

tujuan mengalihkan resiko yang mengancam harta kekayaaan atau

jiwanya45 dengan membayar sejumah premi kepada perusahaan asuransi

( penanggung), sejak itu pula resiko beralih kepada penanggung. Apabila

sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang

merugikan, penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang

telah diterimanya dari tertanggung.

44Dewan Asuransi Indonesia, Perjanjian Asuransi Dalam Praktek dan Penyelesaian Sengketa,
Hasil Simposium Tentang Hukum Asuransi, Padang, BPHN, 2015, hal. 107
45Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2015, hal. 1

37
E. Kerangka Pikir

Analisis Hukum Tanggung Gugat Sebagai Upaya Pengalihan Risiko


Kerugian Akibat Kesalahan Pembuatan Akta Otentik

Dampak Asuransi Tanggung Gugat


Keabsahan Objek yang Terhadap Penerapan Asas
Dipertanggungkan (diasuransikan) Kepercayaan, Profesionalitas, dan
Saksama dalam Jabatan Notaris

Dasar dan Kedudukan Hukum Penerapan Asuransi Tanggung Gugat pada Jabatan Notaris

Dampak Asuransi Tanggung Gugat


Keabsahan Objek yang Terhadap Penerapan Asas
Dipertanggungkan (diasuransikan) Kepercayaan, Profesionalitas, dan
Saksama dalam Jabatan Notaris

38
F. Definisi Operasional

Agar tidak terdapat perbedaan maksud antara pembaca dan penulis

dalam penelitian ini, maka berikut penulis berikan definisi operasional untuk

menyamakan persepsi:

1. Asuransi yang dimaksud adalah asuransi tanggung gugat, yaitu upaya

pengalihan risiko dalam jabatan notaris;

2. Pertanggungjawaban hukum adalah bentuk pertanggungjawaban

Notaris terhadap kesalahan yang dubuatnya dalam pembuatan akta

sehingga mengakibatkan kerugian bagi para pihak atau salah satu pihak

dalam suatu akta otentik;

3. Perjanjian yang dimaksud yaitu perjanjian antara Notaris dengan

penyedia jasa asuransi.

39
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan yaitu legal research untuk

menemukan kebenaran koherensi.46 Penelitian ini membahas secara

sistematis terkait kesesuaian antara norma dan aturan hukum yang

mengatur tentang asuransi tanggung gugat dengan prinsip hukum asuransi

tanggung gugat tersebut, secara khusus mengenai asuransi tanggung

gugat sebagai upaya pengalihan risiko dalam jabatan Notaris. Selain itu,

penelitian ini merupakan penelitian yang membahas secara sistematis

mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan suatu hukum

normatif pada setiap perbuatan hukum tertentu yang terjadi dalam

masyarakat khususnya mengkaji ketentuan yang mengatur mengenai

asuransi tanggung gugat dalam jabatan Notaris, objek-objek asurasi

tanggung gugat serta ketentuan-ketentuan yang menyangkut syarat

asuransi tanggung gugat, menganalisis hubungan antara ketentuan-

ketentuan, dan mengkaji serta memperkirakan kemungkinan

perkembangan-perkembangan di masa mendatang.

B. Jenis Pendekatan

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka metode

pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

46Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta, Kencana, 2019, hal. 47

40
undang-undang (statute approach) yaitu dengan menelaah dan mengkaji

beberapa undang-undang yang berkaitan dengan isu hukum yang dikaji,

dan dan pendekatan konseptual (conseptual approach) yaitu menelaah

pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkaitan dengan

penormaan dalam suatu perundang-undangan apakah telah sesuai dengan

ruh yang terkandung dalam konsep hukum yang mendasarinya.

C. Sumber Bahan Hukum

Sebagai penelitian hukum normatif, bahwasanya penelitian hukum

tidak mengenal istilah data, namun menggunakan istilah bahan hukum.

Penggunaan bahan hukum untuk menganalisis dan membahas

permasalahan dalam penelitian ini menggunakan sumber bahan hukum

primer, bahan sekunder dan bahan non hukum.47

Adapun bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau

yang membuat orang taat pada hukum seperti peraturan

perundang–undangan, dan putusan hakim. Bahan hukum primer ini

terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah-

risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim.

Adapun bahan hukum primer dalam penelitian ini terdiri atas, namun

tidak terbatas adalah:

a) Burgerlijk Weboek (BW);

b) Kitab undang-Undang Hukum Dagang (KUHD);

47Ibid

41
c) Undang-Undangn Nomor 40 Tahun 2014 tentang

Perasuransian;

d) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha

Perasuransian

e) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan

Notaris;

2. Bahan Hukum Sekunder, yang merupakan publikasi tentang hukum

yang meliputi antara lain, pendapat hukum, teori-teori hukum, hasil

penelitian, artikel ilmiah, maupun website yang terkait dengan

penelitian ini, juga kamus-kamus hukum dan wawancara dengan

narasumber.

3. Bahan Non-Hukum merupakan bahan-bahan yang bersifat non-

hukum yang dapat menunjang dalam mengidentifikasi dan

menganalisis fakta serta isu hukum secara akurat sepanjang relevan

dengan topik penelitian yang dapat memperluas wawasan penulis.

D. Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum yang digunakan ialah studi kepustakaan

(literature research) yaitu suatu teknik pengumpulan bahan hukum dengan

mempergunakan dokumen-dokumen, catatan-catatan, laporan-laporan,

buku-buku, publikasi elektronik dan bahan-bahan yang relevan dengan isu

hukum yang diteliti.

42
E. Analisis Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan

dianalisis secara preskriptif dengan metode deduktif, yaitu dengan cara

menganalisis bahan-bahan hukum kemudian dirangkai secara sistematis

sebagai susunan fakta-fakta hukum kemudian digunakan sebagai dasar

dalam mengkaji pemecahan masalah dari penelitian yakni menjawab

keabsahan objek yang dipertanggungkan dalam perjanjian asuransi antara

notaris dengan perusahaan asuransi, dan penerapan asas kepercayaan,

profesionalitas, dan saksama jabatan Notaris jika dikaitkan dengan upaya

pengalihan risiko Notaris.

43
DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Abdulkadir Muhammad. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung. Citra


Aditya Bakti. 2010

Abdulkadir Muhammad. Hukum Asuransi Indonesia. Bandung. Citra Aditya


Bakti. 2015

Ahmadi Miru. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak. Jakarta: PT.


RajaGrafindo Persada. 2016

Bernard L. Tanya. dkk.. Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang
dan Generasi. Yogyakarta. Genta Publishing. 2010

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Ikthasar Indonesi Edisi


Ketiga. Jakarta. Balai Pustaka. 2005

Dewan Asuransi Indonesia. Perjanjian Asuransi Dalam Praktek dan


Penyelesaian Sengketa. Hasil Simposium Tentang Hukum
Asuransi. Padang. BPHN. 2015

Habib Adjie. Hukum Notariat Indonesia. Tafsir Tematik Terhadap UU No.


30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Bandung. Refika Aditama.
2007

_________. Hukum Notaris Indonesia. Bandung. Refika Aditama. 2009

_________. Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris. Bandung. PT. Refika


Aditama. 2013

_________. Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris Sebagai


Pejabat Publik. Bandung. Refika Aditama. 2017

Hans Kelsen. terjemahan Raisul Mutaqien. Teori Hukum Murni. Bandung.


Nuansa dan Nusamedia. 2006

_________. The Pure Theory of Law. New Jersey. The Lawbook Exchange.
2008

Herlien Budiono. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan.


Buku Kedua. Bandung. PT Citra Aditya Bakti. 2013

Husni Thamrin. Pembuatan Akta Pertanahan oleh Notaris. Yogyakarta.


Laksbang Pressindo. 2011

44
Irwan Soerojo. Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia. Surabaya.
Arkola. 2003

JB Daliyo. Pengantar Ilmu Hukum. Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta. PT


Prennahlindo. 2001

M Luthfan Hadi Darus. Hukum Notariat dan Tanggung Jawab Jabatan


Notari. Yogyakarta. UII Press. 2017

Munir Fuady. Konsep Hukum Perdata. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada.


2015

Peter Mahmud Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta. Kencana. 2009

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta. Kencana.


2019

Robin West. Normative Jurisprudence: An Introduction. Cambridge.


Cambrigde University Press. 2011

Santoso Sembiring. Hukum Asuransi. Bandung. Nuansa Aulia. 2014

Sjaifurrachman. Habib Adjie. Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam


Pembuatan Akta. Bandung. Cv. Mandar Maju. 2011

Subekti. Hukum Pembuktian. Jakarta. PT. Pradnya Paramitha. 2005

Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta.


Liberty. 2006

Supriadi. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta.


Sinar Grafika. 2008

Tan Thong Kie. Studi Notariat Dan Serba-Serbi Praktek Notaris. Jakarta.
PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. 2011

Penelitian Ilmiah

Andi Mamminanga. Pelaksanaan Kewenangan Majelis Pengawas Notaris


Daerah dalam Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris berdasarkan
UUJN. Tesis. Yogyakarta. Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada.
2008

Kunni Afifah. Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum bagi Notaris


secara Perdata Terhadap Akta yang Dibuatnya. Tesis. Yogyakarta.
Magister Kenotariatan Universita Islam Indonesia. 2017

45
Yusnani. Analisis Hukum Terhadap Akta Otentik yang Mengandung
Keterangan Palsu (Studi Kasus di Kota Medan). Medan. Tesis
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara. 2007

Website

Anonymous. Jenis-Jenis Asuransi di Indonesia. diakses dari


https://www.cermati.com

Hukum onlie, 2016, Lewat Asuransi Profesi, Cara IPPAT Lindungi Anggota,
diakses dari
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57907709266e0/lewat-
asuransi-profesi--cara-ippat-lindungi-anggota/.

Jasindo, 2018, Memahami Asuransi Tanggung Gugat, diakses dari


https://www.jasindo.co.id/media/artikel/memahami-asuransi-
tanggung-gugat.

Syofyan Hadi. Kekuatan Mengikat Hukum Dalam Perspektif Mazhab


Hukum Alam Dan Mazhab Positivisme Hukum. Jurnal Legality
Vol.25. No.1. Maret 2017-Agustus 2017. hlm. 87-88. diakses dari
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/legality/article/download/5992/5
503

46

Anda mungkin juga menyukai