Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH pkn

“peran advokad sebagai penegak hukum”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
KETUA : FRASSTIA EKA PUTRI
HAIKAL PRATAMA
IVO EREKSEN PIDILA
JUPITA MAHARANI
JUWITA BIRANDA
KEVIN DENI VALENDRA
LINTANG DELKO ANDORA

KELAS : XI MIPA 1
GURU PEMBIMBING : YUNIARTI,S.Pd

Upt sma n 11 oku selatan


TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah kimia ini dengan judul
“PERAN ADVOKAD SEBAGAI PENEGAK HUKUM ”. Makalah ini, disusun guna
memenuhi tugas Kimia.
Dengan penyusunan makalah ini diharapkan agar siswa - siswi dapat lebih
meningkatkan pengetahuan tentang unsur – unsur kimia khususnya unsur periode ketiga, dan
pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan perolehan hasil belajar.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penyusun mengharapkan kritik dan saran untuk meningkatkan kualitas makalah ini.

Kisam Tinggi, 06 November 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 1

1.3 Tujuan Penulisan................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................ 2

2.1 Peran Advokad Sebagai Penegak Hukum............................................. 2

2.2 Tugas Advokad..................................................................................... 5

BAB III PENUTUP..................................................................................................... 6

3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 6

3.2 Saran..................................................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 7
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dalam sistem peradilan pidana, advokat berperan membantu tersangka dan terdakwa
untuk memahami proses hukum yang dijalaninya, meliputi tahap pra-ajudikasi,
ajudikasi, dan purna-ajudikasi. Selain itu, advokat juga ikut mengawasi dan
membantu penyidik serta penuntut umum untuk menjalani proses menjaga
keseimbangan antara kepentingan publik  dan semua hak serta jaminan yang
diberikan hukum pada tersangka dan terdakwa.

“Saya melihat permohonan uji materiil atas Pasal 54 KUHAP terhadap Pasal 28D ayat
(1) UUD 1945 memiliki alasan konstitusionalitas yang kuat. Maka permohonan
Pemohon meminta kepada Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 54 KUHAP
konstitusional bersyarat berdasarkan sepanjang dimaknai termasuk Saksi dan
Terperiksa sejalan dengan semangat yang terkandung dalam Pasal 28D ayat (1) UUD
1945, yaitu ‘Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum’”, tandas
Ifdhal.
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Apa saja peran advokad sebagai penegak hukum?
2. Apa saja tugas-tugas advokad?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Memenuhi tugas mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.
2. Memepelajari lebih dalam tentang “Peran Advokad sebagai Penegak Hukum”
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peran Advokat sebagai penegak hukum

Dalam sistem peradilan pidana, advokat berperan membantu tersangka dan terdakwa
untuk memahami proses hukum yang dijalaninya, meliputi tahap pra-ajudikasi,
ajudikasi, dan purna-ajudikasi. Selain itu, advokat juga ikut mengawasi dan
membantu penyidik serta penuntut umum untuk menjalani proses menjaga
keseimbangan antara kepentingan publik  dan semua hak serta jaminan yang
diberikan hukum pada tersangka dan terdakwa.

Demikian keterangan yang disampaikan Ifdhal Kasim selaku Ahli yang dihadirkan
oleh Octolin H. Hutagalung dan sebelas Pemohon lainnya (Pemohon) dalam sidang
ketujuh pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara
Pidana (KUHAP) pada Selasa (6/9/2022). Dalam sidang Perkara Nomor 61/PUU-
XX/2022 tersebut, Wakil Ketua MK Aswanto menjadi Ketua Panel Hakim dengan
didampingi oleh tujuh hakim konstitusi lainnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat),


sambung Ifdhal, advokat memiliki posisi penting dalam sistem peradilan pidana.
Salah satunya untuk menjaga keseimbangan antara besarnya peran penegak hukum
seperti polisi dan jaksa dengan keadaan tersangka/terdakwa yang lemah. Oleh karena
itu, dibutuhkan  advokat yang bebas, kendati dalam praktik penegakan hukum, para
advokat kurang mendapatkan tempat pada perannya tersebut.
“Padahal untuk mencari kebenaran atas bersalah atau tidaknya seorang tersangka atau
terdakwa haruslah dilakukan dengan ‘dueprocess’. Dalam konteks ini, sistem
peradilan pidana juga harus mempertimbangkan kedudukan saksi guna mendapat
pendampingan dari advokat berdasarkan pilihannya sendiri,” jelas Ketua Komnas
HAM periode 2007 – 2012 tersebut.

a. Pendampingan Hukum terhadap Saksi

Berikutnya, Ifdhal juga menerangkan mengenai kedudukan saksi dalam sistem


peradilan pidana di Indonesia. Menurutnya, perlindungan terhadap saksi masih
sangat minim. Hal yang sering dituntut pada saksi hanyalah kewajiban. Sehingga,
kedudukan saksi dapat dikatakan rentan dihadapkan pada tindak pidana berupa
membuat keterangan yang melawan dirinya sendiri. Oleh karena itu,
pendampingan hukum oleh advokat pada saksi sangat penting. Sebagai ilustrasi,
Ifdhal memberikan gambaran mengenai wajibnya saksi didampingi oleh advokat
pada negara-negara anglo-saxon, utamanya terhadap pada kesaksian yang
diberikan justru memberatkan saksi sendiri, yang nanti dapat saja digunakan untuk
mendakwa saksi tersebut.

Untuk menghindari hal-hal tersebut, menurut Ifdhal, sudah saatnya sistem


peradilan pidana memberikan perlindungan yang memadai pada saksi maupun
korban, mulai dari saksi korban perkosaan, pelecehan seksual hingga pada saksi
yang membuka rahasia organisasi kejahatan. Sistem peradilan pidana tidak lagi
bertumpu pada pelaku kejahatan versus negara, tetapi setiap unit yang terlibat di
dalamnya diberikan perlindungan yang sama.

“Saya melihat permohonan uji materiil atas Pasal 54 KUHAP terhadap Pasal 28D
ayat (1) UUD 1945 memiliki alasan konstitusionalitas yang kuat. Maka
permohonan Pemohon meminta kepada Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal
54 KUHAP konstitusional bersyarat berdasarkan sepanjang dimaknai termasuk
Saksi dan Terperiksa sejalan dengan semangat yang terkandung dalam Pasal 28D
ayat (1) UUD 1945, yaitu ‘Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum’”, tandas Ifdhal.

b. Perlindungan bagi Pencari Keadilan

Selanjutnya, Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Lies Sulistiani


memberikan keterangan terhadap posisi perlindungan bagi para pencari keadilan,
khususnya untuk saksi dan korban dalam sistem hukum peradilan pidana di
Indonesia. Menurutnya, seiring berjalannya waktu, KUHAP yang ada sejak 1981
telah jauh dari perhatian terhadap saksi dan/atau korban. Oleh karena itu, ia
menilai KUHAP telah offender oriented dan memiliki perhatian yan jauh dari
saksi, korban, atau subjek terperiksa lainnya. Terlebih lagi, saat masyarakat
Indonesia mulai menyadari betapa pentingnya access to justice bagi pihak-pihak
selain tersangka/terdakwa. Bahwa access to justice sesungguhnya menjadi hak
yang harus dijamin pemenuhannya bukan hanya bagi tersangka/terdakwa tetapi
juga bagi semua pihak yang berhadapan maupun berkonflik dengan hukum.

“Oleh karena itu, para pencari keadilan bukan saja seseorang dalam
kedudukannya sebagai tersangka/terdakwa, melainkan juga mereka yang menjadi
korban atau saksi yang terlibat dalam proses peradilan pidana,” kata Lies.

Lebih lanjut Lies menerangkan sebagai negara hukum, Indonesia telah


meratifikasi Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik
(International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR) melalui Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2005. Dengan demikian, Indonesia sebagai negara
anggota di dalamnya telah terikat dengan berbagai kewajiban, di antaranya wajib
untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia yang berada di
wilayah yurisdiksinya, termasuk pula kewajiban untuk melakukan pemenuhan hak
pada Pasal 14 ICCPR untuk menjamin pelaksanaan peradilan yang layak. Dalam
kaitannya dengan sistem peradilan pidana ini, ia menilai bahwa access to
justice tersebut harus dimulai dengan memberikan jaminan atas keseimbangan
pelaksanaan pendampingan, perlindungan maupun pembelaan terhadap semua
pihak yang membutuhkan melalui pembelaan oleh advokat maupun dalam
konteks perlindungan dan pemenuhan hak-hak saksi dan/atau korban oleh LPSK.
Dalam hal ini, maka access to justice dan fair treatment tersebut menjadi penting
dalam hukum acara pidana dan menjadi tanggung jawab aparat penegak hukum
secara bersama untuk kemudahan-kemudahan pelaksanaannya.

c. Sinergi Advokat dan LPSK

Selanjutnya, Lies juga memberikan pemahaman mengenai kinerja sistem


peradilan dari hulu ke hilir yang dapat berjalan dengan baik ketika setiap
subsistem yang berperan dalam menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya
masing-masing, termasuk antara advokat dam LPSK. Bahwa advokat dan LPSK
dalam menjalankan fungsinya dapat terus mendampingi subjek pencari keadilan,
baik tersangka/terdakwa, saksi maupun korban pada seluruh tahapan proses
peradilan atau sepanjang proses peradilan pidana. Artinya, kerja keduanya tidak
dapat dibatasi. Dengan kata lain, seorang advokat dapat memberikan
pendampingan dalam setiap tahapan pemeriksaan dan sejalan dengan fungsinya
maka LPSK dapat memberikan perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak
saksi dan/atau korban sejak tahap penyelidikan.

“Sehingga fungsi advokat dan LPSK dapat dilakukan sepanjang proses peradilan,
karena karakter fungsi yang melekat secara subjektif pada situasi dan kondisi
pihak yang didampinginya. Sementara itu, fungsi advokat dalam memberikan
nasihat dan pendampingan terhadap saksi tidak akan meniadakan fungsi LPSK,
sebab fungsi yang dijalankan oleh advokat yakni fungsi pembelaan yang berbeda
dengan fungsi LPSK yang melaksanakan perlindungan terhadap saksi dan/atau
korban tindak pidana pada kasus-kasus yang mengakibatkan posisi saksi dan/atau
korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya. Oleh karena
itu, advokat dan LPSK dalam menjalankan fungsinya meski berpotensi saling
bersinggungan namun sesungguhnya dapat saling men-support dan bersinergi,”
jelas Lies.

Sebelum menutup persidangan Wakil Ketua MK Aswanto menyebutkan sidang


berikutnya akan digelar pada Selasa, 20 September 2022 dengan agenda
mendengarkan keterangan dari Saksi Pemohon. Sebagai informasi, dalam perkara
pengujian materiil KUHAP ini para Pemohon mengujikan Pasal 54 KUHAP yang
berbunyi, “Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak
mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam
waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan
dalam undang-undang ini”.  Para Pemohon beranggapan bahwa dalam proses
perkara pidana, advokat sering dimintai jasa hukumnya untuk mendampingi
seseorang, baik dalam kapasitasnya sebagai pelapor, terlapor, saksi, tersangka
maupun terdakwa. Menurut para Pemohon, pemberlakuan Pasal 54 KUHAP telah
menimbulkan ketidakpastian hukum bagi seorang advokat dalam menjalankan
profesinya, mengingat tidak adanya ketentuan-ketentuan dalam KUHAP yang
mengatur tentang hak seorang saksi dan terperiksa untuk mendapatkan bantuan
hukum serta didampingi oleh penasihat hukum dalam memberikan keterangan di
muka penyidik, baik di Kepolisian, Kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Untuk itu, dalam Petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah
menyatakan Pasal 54 KUHAP Konstitusional bersyarat berdasarkan sepanjang
dimaknai termasuk Saksi dan Terperiksa.(*)

2.2 Tugas Advokad

Tugas advokad adalah membela kepentingan masyarakat (public defender) dan


kliennya. Secara garis besar, fungsi dan peran advokasi di antaranya: 
Memperjuangkan hak asasi manusia Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi
manusia Memegang tegung sumpah advokat dalam rangka menegakkan hukum,
keadilan, dan kebenaran.  Melaksanakan kode etik advokat Menjunjung tinggi serta
mengutamakan idealisme (nilai keadilan, kebenaran, dan moralitas).  Melindungi dan
memelihara kemandirian, kebebasan, derajat, dan martabat advokat.  Menjaga dna
meningkatkan mutu pelayanan advokat terhadap masyarakat dengan cara terus belajar
untuk memperluas wawasan dan ilmu hukum.  Menangani perkara sesuai dengan
kode etik advokat, baik secara nasional maupun internasional.  Menjaga hubungan
baik dengan klien maupun dengan teman sejawat.  Memberikan pelayanan hukum,
nasihat hukum, konsultasi hukum, informasi hukum, dan menyusun kontrak-kontrak. 
Membela kepentingan klien dan mewakili klien di muka pengadilan (legal
representation).  Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma kepada masyarakat
yang lemah dan tidak mampu. Pembelaan bagi orang tidak mampu, baik dalam
maupun luar negeri merupakan bagian dari fungsi dan peran advokat di dalam
memperjuangkan hak asasi manusia.  Fungsi advokat sendiri adalah mengaja
obyektivitas dan prinsip persamaan di hadapan hukum yang berlaku dalam sistem
peradilanIndonesia. 
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat),
sambung Ifdhal, advokat memiliki posisi penting dalam sistem peradilan pidana.
Salah satunya untuk menjaga keseimbangan antara besarnya peran penegak hukum
seperti polisi dan jaksa dengan keadaan tersangka/terdakwa yang lemah. Oleh karena
itu, dibutuhkan  advokat yang bebas, kendati dalam praktik penegakan hukum, para
advokat kurang mendapatkan tempat pada perannya tersebut
3.2 Saran
Demikian makalah yang kami buat Semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan
bagi pembaca khususnya kita semua.  kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran untuk
meningkatkan kualitas makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang dan Sugiyarto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA/MA Kelas XI.
Surakarta : Grahadi
Budiyanto. 2005. Kewarganegaraan untuk SMA/MA kelas XII. Jakarta: Erlangga
Cahyati A. W., Dwi dan Warsito Adnan. 2011. Pelajaran Kewarganegaraan 1 untuk
SMA/MA Kelas X (BSE). Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementrian Pendidikan
Nasional.
Djamali, R. Abdul. 1999. Pengantar Hukum Indonesia.Jakarta : Raja Grafindo Persada
Afiandi, Idrus dan Karim Suryadi, 2008. Hak Asasi Manusia (HAM). Jakarta : Universitas
Terbuka.
Budiyarjo, Miriam, 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
https://www.kompas.com/skola/read/2022/03/30/150000369/advokat--pengertian-fungsi-dan-
peran-

Anda mungkin juga menyukai