Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL SKRIPSI

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA


PENISTAAN AGAMA MELALUI MEDIA SOSIAL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Diajukan Oleh :

NAMA : MUHAMMAD ANANDA RIZALDI


NIM : 19.00.05985/STIH-TB
NPM : 19.11.317.3001100.04832

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM TAMBUN BUNGAI

PALANGKA RAYA

TAHUN 2023
HALAMAN PERBAIKAN SKRIPSI

NAMA : MUHAMMAD ANANDA RIZALDI

NIM : 19.00.05985/ STIH-TB

NPM : 19.11.317.3001100.04832

Program Studi : ILMU HUKUM

Bidang Kajian Utama : HUKUM PIDANA

Judul Proposal Skripsi : PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU


TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA
MELALUI MEDIA SOSIAL

Proposal Skripsi ini telah diseminarkan pada tanggal 30 Mei 2023 dan sudah

diperbaiki sesuai dengan catatan perbaikan proposal skripsi.

NO NAMA DOSEN PENYEMINAR JABATAN TANDA TANGAN

1. DEKIE GG KASENDA, S.H., M.H. Ketua Tim

2. NI NYOMAN ADI ASTITI, S.H.,M.Hum Anggota

3. Drs. DARWIS L. RAMPAY, S.H., M.H. Anggota

4. Dr. DEVRAYNO, S.H., M.Hum. Anggota

5. SALUNDIK, S.H., M.H. Anggota

ii
PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI OLEH PEMBIMBING

NAMA : MUHAMMAD ANANDA RIZALDI

NIM : 19.00.05985/ STIH-TB

NPM : 19.11.317.3001100.04832

PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM

JUDUL PROPOSAL SKRIPSI : PENEGAKAN HUKUM TERHADAP

PELAKU TINDAK PIDANA

PENISTAAN AGAMA MELALUI

MEDIA SOSIAL

Proposal Skripsi ini telah diseminarkan pada tanggal 30 Mei 2023 dan telah

dikonsultasikan serta disetujui oleh Dosen Pembimbing.

PEMBIMBING SKRIPSI

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

DR. DEVRAYNO,SH.,M.Hum SALUNDIK, SH, MH

NIDN. 0001 056 302 NIDN. 1128 045 901

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

atas berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi yang

berjudul “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA

PENISTAAN AGAMA MELALUI MEDIA SOSIAL”.

Adapun tujuan dari penulisan proposal skipsi ini ialah untuk memenuhi

salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Sekolah Tinggi

Ilmu Hukum Tambun Bungai Palangka Raya.

Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima kasih pada

semua pihak yang telah memberikan dukungan moril dan materill sehingga

proposal skripsi ini dapat selesai.

Meskipun telah berusaha menyelesaikan proposal skripsi ini sebaik

mungkin, penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini masih ada kekurangan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna

menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan proposal skripsi ini.

Akhir kata berharap semoga proposal skripsi ini berguna bagi pembaca

dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Semoga Tuhan selalu menyertai kita

semua. Amin.

Palangka Raya, Februari 2023

Penulis

iv
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI OLEH PEMBIMBING ........................ iii


DAFTAR ISI ................................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah .................................................. 9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................ 10

D. Metode dan Teknik Penelitian ............................................................ 10

E. Sistematika Penulisan .......................................................................... 14

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN FAKTUAL TENTANG TINDAK


PIDANA PENISTAAN AGAMA ........................................................... 15
A. Aspek Hukum Pidana Secara Umum ................................................. 15

B. Pengertian dan Dasar Hukum Tindak Pidana Penistaan Agama .... 15

C. Jenis-jenis Tindak Pidana Penistaan Agama ..................................... 15

BAB III PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA


PENISTAAN AGAMA ............................................................................ 16
A. Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penistaan
Agama .................................................................................................... 16

B. Upaya Pencegahan Terjadinya Tindak Pidana Penistaan Agama .. 16

BAB IV PENUTUP ................................................................................................... 17


A. Kesimpulan ............................................................................................ 17

B. Kritik dan Saran .................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 18

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 1 Ayat (3) berbunyi “Negara Indonesia Adalah Negara

Hukum”, yang dimaksud negara hukum adalah negara yang menegakkan

supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, dan tidak

ada kekuasaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel).

Jaminan kebebasan kehidupan beragama di Indonesia sebenarnya

cukup kuat. Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan

kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan

yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa negara dalam melakukan

tugasnya. Sedangkan dalam hukum positif sebagai perwujudan aturan

hukum untuk mencapai kehidupan masyarakat yang damai dan sejahtera

meliputi perlindungan hukum terhadap hak-hak dasar warga negara,

misalnya bidang agama.1

Hal itu sesuai dengan sila pertama Pancasila “Ketuhanan Yang

Maha Esa” dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 selanjutnya disebut Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 Pasal 29 ayat 1 yang berbunyi “Negara Berdasar

Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sebagai dasar negara yang mengakui

1
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, cet. 8, Balai Pustaka,
Jakarta, 1989, Hal.36.

1
2

keberadaan berbagai macam kepercayaan (agama), jaminan kebebasan

beragama ditujukan agar masyarakat Indonesia dapat memilih menentukan

keberagamaan mereka masing-masing tanpa intimidasi dari pihak

manapun.

Jaminan kebebasan beragama pertama-tama dapat dilihat dari

konstitusi atau Undang-Undang Dasar Negara . Pasal 28 (e) ayat 1 dan 2

menyebutkan:

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut


agamanya, memilih pendididkan dan pengajaran, memilih
pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah Negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

memberikan landasan normatif bahwa agama dan keyakinan merupakan

hak dasar yang tidak bisa diganggu gugat.

Dalam Pasal 22 UU No. 39 Tahun 1999 ditegaskan:

(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan


untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu;
(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.

Agama adalah suatu ajaran yang membawa rahmat seluruh alam.

Untuk mewujudkannya harus ada norma yang menjadi aturan, dalam

agama suatu tatanan aturan kehidupan yang mengatur hubungan antara


3

manusia dan sesamanya juga hubungan antara manusia dan tuhannya.

Istilah ini sebenarnya lebih menggambarkan kumpulan norma-norma

hukum yang merupakan dari proses bermakna menetapkan norma-norma

hukum untuk menata kehidupan manusia baik hubungan masnusia dengan

tuhannya maupun dengan sesamanya. Akan tetapi ajaran agama yang

begitu suci akan terasa begitu rendah apabila ada pihak-pihak yang

melakukan tindakan penistaan terhadap agama yang berlaku di Indonesia,

menyikapi hal tersebut maka selanjutnya akan bersangkut pautan dengan

hukum yang berlaku diwilayah Indonesia.

Selanjutnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

sebenarnya tidak ada bab khusus mengenai delik agama, meski ada

beberapa delik yang sebenarnya dapat dikategorikan sebagai delik agama.

Istilah dilik agama itu sendiri sebenarnya mengandung beberapa

pengertian:

1. Delik menurut agama;

2. Delik terhadap agama;

3. Delik yang berhubungan dengan agama.2

Hukum dirumuskan untuk mengatur dan melindungi kepentingan-

kepentingan masyarakat agar tidak menjadi benturan serta untuk

menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hukum merupakan suatu pranata

sosial, yang berfungsi sebagai alat untuk mengatur masyarakat. Namun

2
Moch. H.A.K. Anwar, Beberapa Ketentuan Umum dalam Buku Pertama KUHP,
Alumni, Bandung, 1981, Hal. 27.
4

fungsinya tidak hanya untuk mengatur masyarakat saja melainkan

mengaturnya dengan patut dan bermanfaat. Pengaturan hukum yang

demikian, dapat diketahui perbuatan-perbuatan yang melawan hukum dan

dapat diketahui pula alasannya seseorang untuk melakukan perbuatan yang

melawan hukum, sehingga dapat menimbulkan reaksi sosial pada

masyarakat. Reaksi sosial dapat pula dikatakan sebagai usaha mencapai

tata tertib sosial, bentuk reaksi sosial ini akan semakin nampak pada saat

persoalan-persoalan dan ancaman kejahatan meningkat secara kuantitas

dan kualitas.3

Di dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memang

mengenai pengertian penistaan agama tidak dijelaskan dan tidak secara

jelas di paparkan, namun di dalam buku lain dikatakan bahwa definisi

tentang penistaan agama adalah penyerangan dengan sengaja atas

kehormatan atau nama baik orang lain atau suatu golongan secara lisan

maupun tulisan dengan maksud untuk diketahui oleh orang banyak.

Secara harfiah penistaan agama merupakan tindakan yang diawali dengan

didasarkan pada perbuatan tersebut telah menyimpang dari ketentuan yang

didalam undang-undang, yang mengakibatkan terganggunya harmonisasi

kehidupan antar umat beragama dalam hal tersebut dapat menghambat

tercapainya kerukunan antar umat beragama.4

3
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Dalam Praktek, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2005, Hal. 35.
4
Oemar Seno Adji, Hukum (Acara) Pidana dalam Prospeksi, Alumni, Bandung, 1983,
Hal. 47.
5

Dalam Pasal 156 KUHP Menyebutkan:

“Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan,


kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan
rakyat indonesia, diancam dengan ancaman pidana penjara paling
lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal
berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang
berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras,
negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan, atau
kedudu kan menurut hukum tata negara.”

Pasal 156a KUHP yang sering disebut dengan Pasal penodaan

agama bisa dikategorikan sebagai delik terhadap agama. Sedang delik

kategori c tersebar dalam beberapa perbuatan seperti merintangi

pertemuan/upacara agama dan upacara penguburan penguburan jenazah

(Pasal 175 KUHP); mengganggu pertemuan/upacara agama dan upacara

penguburan jenazah (Pasal 176 KUHP); menertawakan petugas agama

dalam menjalankan tugasnya yang diizinkan dan sebagainya.

Bagian ini akan lebih difokuskan pada Pasal 156a yang sering

dijadikan rujukan hakim untuk memutus kasus penodaan agama. Pasal ini

selengkapnya berbunyi:

“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun


barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan
perasaan atau melakukan perbuatan:
a. Yang pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau
penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama
apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Apalagi dewasa ini dengan kemajuan teknologi tentunya harus juga

diiringi dengan sikap yang arif dan bijaksana dalam mempergunakan


6

kecanggihan teknologi dalam bermedia sosial. Kecenderungan masyarakat

yang selalu menggunakan media sosial yang selalu merekam atau

membagikan berbagai macam kejadian atau pun peristiwa disekitar kita

hendaknya terlebih dahulu di saring agar apa yang ingin kita sampaikan

tidak berakibat fatal di kemudian hari.

Kehadiran media sosial tentunya memiliki hal yang sangat positif

apabila kita dapat mempergunakannya dengan bijaksana. Disamping nilai

yang sangat positif apabila kita dapat mempergunakannya dengan

bijaksana. Disamping nilai positif dampak negatif dari kehadiran media

sosial juga muncul kepermukaan sesuai Pasal 45A ayat (2) Undang-

Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 berbunyi “Setiap orang yang dengan

sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk

menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/ atau

kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar

golongan (SARA) . Individu-individu yang tidak bertanggung jawab

dengan dengan mudahnya menyampaikan berita hoax, bahkan melakukan

tindakan penodaan agama tertentu dengan bahasa yang sangat kurang

beretika sehingga dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Di negara Indonesia persoalan agama merupakan persoalan yang

sangat sensitif dan merupakan salah satu sumbu peledak yang dapat

menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentunya

hal demikian perlu dihindari, karena sangat bertentangan dengan nilai-nilai

pancasila serta rasa kebhinekaan kita. Nantinya kedepan perlu adanya


7

upaya pencegahan yang kongkrit, baik dari pemerintah maupun

masyarakat untuk mencegah individu-individu yang ingin memecah belah

bangsa melalui tindakannya dengan melakukan tindak pidana penodaan

agama. Suatu ketegasan sikap khususnya bagi pemerintah untuk dapat

segera menyikapi masalah-masalah penodaan agama yang bersumber dari

peristiwa-peristiwa yang awalnya dianggap sepele namun kemudian

memberikan dampak yang cukup besar. Sikap pemerintah yang perlu

diambil adalah dalam hal penegakan hukum terhadap kasus-kasus

penistaan agama melalui media sosial.

Ciri-ciri tindak pidana penistaan agama, Ruang lingkup perbuatan

pidana atas penistaan agama yang dipaparkan dalam KUHP Tahun 2005

yang diatur secara tersendiri dalam Bab VII mengenai Tindak Pidana

Terhadap Agama dan Kehidupan Beragama:

1. Penghinaan terhadap suatu agama, yang dirinci menjadi:

mengungkapkan perasaan dan/atau melakukan tindakan yang

mengandung unsur penghinaan terhadap suatu agama yang dianut di

Indonesia (Pasal. 341);

2. menghina keagungan Tuhan, firman dan sifat-sifat yang dimiliki-Nya

(Pasal. 342).5

Lebih lanjut secara yuridis normatif telah ada peraturan tentang

penodaan agama di Indonesia yang diatur melalui Instrumen Penetapan

5
Andi Lala, “Analisis Tindak Pidana Penistaan Agama dan Sanksi Bagi Pelaku
Perspektif Hukum Positif di Indonesia”, Jurnal Ilmiah Indonesia, Vol. 2 No. 3 (Maret, 2017)
diakses pada tanggal 31 Mei 2023 pukul 06.00 WIB.
8

Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan

Penyalahgunaan atau Penodaan Agama. Ketentuan yang lebih dikenal

dengan UU PNPS No. 1 Tahun 1965 Pada Pasal 4, menyebutkan :

“Pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 156a :
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa
dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan
perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau
penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga,
yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa."

Undang-undang ini juga memperkenalkannya bentuk tindak pidana

baru yaitu tindak pidana penodaan agama ke dalam KUHP dalam Pasal

156a. Namun, penggunaan Pasal 156a KUHP tetaplah tidak bisa dilakukan

secara langsung, namun harus dilakukan melalui beragam tindakan

administratif pendahuluan.

Adapun hasil penelitian lapangan yang dilakukan oleh penulis

terhadap salah satu kasus Penistaan Agama yaitu Lugis Bin Utui

Salondang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang

ditujukan untuk menimbulkan rasa benci atau permusuhan individu dan

atau masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar

golongan (SARA), karena mengunggah hal-hal yang menistakan Agama

Islam di media sosial Facebook pada tanggal 31 Desember 2018, hal mana

tersebut di pandang sebagai perbuatan tindak pidana penistaan agama


9

melalui media sosial dan jelas merupakan penghinaan, merendahkan dan

melecehkan umat Islam. Hal tersebut memenuhi unsur pidana

sebagaimana diatur ada pasal 156 a KUHP .6

Berdasarkan beberapa penguraian dari latar belakang diatas maka

penulis tertarik untuk membahasnya dalam penulisan skripsi penulis yang

berjudul “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK

PIDANA PENISTAAN AGAMA MELALUI MEDIA SOSIAL”.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah yang telah

diuraikan, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam Skripsi ini

adalah:

1. Bagaimanakan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana

penistaan agama melalui media sosial ?

2. Bagaimanakah upaya pencegahan terjadinya penistaan agama melalui

media sosial ?

Dalam rangka penulisan skripsi ini, maka permasalahan dibatasi

hanya pada penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penistaan

agama melalui media sosial, dan upaya pencegahan terjadinya tindak

pidana penodaan agama melalui media sosial.

6
Agus, https://www.borneonews.co.id/berita/128847-ternyata-semua-agama-dinistakan-
oleh-terdakwa, diakses pada Jum’at, 14 April 2023 Pukul 14.47 WIB.
10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan Skripsi ini

adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimanakah upaya pencegahan

terjadinya tindak pidana penistaan agama melalui media sosial. Sedangkan

yang menjadi kegunaan penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis penulisan Skripsi ini diharapkan berguna bagi

kemajuan pendidikan ilmu hukum sebagai sumbangan pemikiran

dalam rangka pembinaan dan pembangunan hukum nasional.

2. Secara praktis penelitian ini dasarnya dapat memberikan masukan-

masukan yang bermanfaat bagi Pemerintah di Provinsi Kalimantan

Tengah dan Instansi terkait dalam rangka mengetahui penegakan

hukum terhadap pelaku tindak pidana penistaan agama.

3. Sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada

Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Tambun Bungai Palangka Raya.

D. Metode dan Teknik Penelitian

1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Hukum bersifat deskriptif

analitis yaitu penelitian yang menggambarkan dan menguraikan

keadaan atau fakta yang ada tentang bagaimanakah penegakkan

hokum terhadap pelaku tindak pidana penistaan agama, kemudian

gambaran umum tersebut dianalisis dengan bertitik tolak pada

peraturan perundang-undangan, teori yang ada dan pendapat para ahli


11

yang bertujuan untuk mencari dan mendapatkan jawaban dari pokok

masalah yang akan dibahas lebih lanjut.

2. Metode Pendekatan

Metode Pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis

normatif yaitu penelitian yang menekankan pada data sekunder dan

bahan hukum yakni dengan mempelajari dan mengkaji azas-azas

hokum, khususnya kaidah-kaidah hokum dalam peraturan perundang-

undangan serta ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hukum

pidana.

3. Tahapan Penelitian
a. Penelitian Perpustakaan (Library Search), yaitu penelitian teoritis

dengan mengandalkan bahan-bahan dan buku-buku literature,

peraturan perundang-undangan, majalah dan surat kabar yang

mempunyai relevansi dengan masalah yang dibahas. Melakukan

penelitian ke perpustakaan agar memperoleh gambaran secara

teoritis tentang masalah yang dihadapi. Bahan hukum yang

dimaksudkan dalam penelitian ini adalah :

1) Bahan hukum primer, antara lain terdiri dari :

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945;

b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

c) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana;


12

d) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik;

2) Bahan hukum sekunder antara lain berupa tulisan-tulisan

ilmiah hukum, rancangan undang-undang dan hasil penelitian

yang berkaitan dan atau ada korelasinya dengan substansi

materi permasalahan yang dilakukan penelitian.

3) Bahan hukum tersier, antara lain bahan-bahan yang bersifat

menunjang bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus

hukum, kamus bahasa, serta bahan hukum lain yang

memberikan informasi mengenai bahan hukum primer dan

sekunder berupa katalog, biografi, secara langsung maupun

melalui surat kabar, majalah dan website (online).

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan dilakukan guna mendapatkan data primer

sebagai pendukung bagi analisis hasil penelitian. Penelitian

lapangan diperlukan untuk mendapatkan data yang berguna tentang

penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penistaan agama,

serta sebagai objek penegakan hukum pidana. Penelitian lapangan

ini dengan mengambil responden yaitu :

1) Kantor Wilayah Kementerian Agama;

2) Forum Komunikasi Umat Beragama;


13

3) Kepolisian Resor Kota Palangka Raya;

4) Kejaksaan Negeri Kota Palangka Raya;

5) Pengadilan Negeri Kota Palangka Raya;

4. Teknik yang digunakan dalam penelitian

Dalam penelitian ini alat yang digunakan antara lain :

a. Studi Kepustakaan

Dengan cara mempelajari ketentuan-ketentuan hukum

pidana yang berhubungan dengan penegakan hukum terhadap

pelaku tindak pidana penistaan agama dan upaya pencegahan

terjadinya tindak pidana penistaan agama.

b. Wawancara

Wawancara yang penulis gunakan dalam penelitian ini

adalah wawancara dengan sistem bebas terpimpin, dimana penulis

tidak terikat dengan teks pertanyaan terhadap pihak-pihak terkait

yang ada relevansinya dengan substansi penelitian sehingga dapat

memperoleh data atau keterangan resume dengan permasalahan

yang dibahas.

5. Analisis Data Dan Bahan Hukum


Data sekunder dan Data Primer sebagaimana penelitian yang

sifatnya deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif, maka

analisa data dilakukan secara kualitatif dengan tidak menggunakan

statistik.
14

6. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Hukum Kota Palangka Raya.

E. Sistematika Penulisan
Penulisan Skripsi ini berpangkal tolak dari masalah pokok seperti

telah dikemukan diatas dan berisikan 4 (Empat) Bab Yang Sistematikanya

sebagai berikut :

BAB I Merupakan Bab Pendahuluan, yaitu terdiri dari Latar

Belakang Masalah, Perumusan dan Pembatasan Masalah,

Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metode dan Teknik

Penelitian, serta Sistematika Penulisan.

BAB II Merupakan landasan Teoritis dan Faktual tentang tindak

pidana penistaan agama, yang terdiri dari aspek hukum

pidana secara umum, pengertian dan dasar hukum tindak

pidana penistaan agama, serta jenis-jenis tindak pidana

penistaan agama.

BAB III Merupakan Penegakkan hukum terhadap pelaku tindak

pidana penistaan agama melalui media sosial, yang terdiri

dari penegakan hukum terhadap perilaku tindak pidana

penistaan agama melalui media sosial, serta upaya

pencegahan terjadinya tindak pidana penistaan agama

melalui media sosial.

BAB IV Penutup, Terdiri dari kesimpulan dan Saran.


BAB II

LANDASAN TEORITIS DAN FAKTUAL TENTANG TINDAK


PIDANA PENISTAAN AGAMA

A. Aspek Hukum Pidana Secara Umum

Hukum pidana sebagai salah satu bagian independen dari hukum


public merupakan salah satu instrument hukum yang sangat
“urgent”eksistensinya sejak zaman dahulu. Hukum ini ditilik sangat
penting eksistensinya dalam menjamin keamanan masyarakat dari
ancaman tindak pidana, menjaga stabilititas Negara dan (bahkan)
merupakan “lembaga moral” yang berperan merehabilitasi para pelaku
pidana

B. Pengertian dan Dasar Hukum Tindak Pidana Penistaan Agama


C. Jenis-jenis Tindak Pidana Penistaan Agama

15
BAB III

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK


PIDANA PENISTAAN AGAMA

A. Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penistaan


Agama
B. Upaya Pencegahan Terjadinya Tindak Pidana Penistaan Agama

16
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Kritik dan Saran

17
DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Dalam Praktek, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2005.

Andi Lala, “Analisis Tindak Pidana Penistaan Agama dan Sanksi Bagi Pelaku
Perspektif Hukum Positif di Indonesia”, Jurnal Ilmiah Indonesia,
Vol. 2 No. 3 (Maret, 2017) diakses pada 31 Mei 2023 pukul 06.00
WIB.

C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka,
cet. 8, Jakarta, 1989.

Moch. H.A.K. Anwar, Beberapa Ketentuan Umum dalam Buku Pertama KUHP,
Alumni, Bandung, 1981.

Oemar Seno Adji, Hukum (Acara) Pidana dalam Prospeksi, Alumni, Bandung,
1983

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum


Acara Pidana;

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan


Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik;

Website

Agus, https://www.borneonews.co.id/berita/128847-ternyata-semua-agama-
dinistakan-oleh-terdakwa, diakses pada Jum’at, 14 April 2023 Pukul
14.47 WIB.

18

Anda mungkin juga menyukai