Anda di halaman 1dari 104

PEMENUHAN HAK-HAK PEKERJA MIGRAN INDONESIA ASAL

INDRAMAYU DI HUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR


18 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN
INDONESIA

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

DODI ROLANA
NPM : 742010117021

Dibawah Bimbingan:

DR. UJANG SURATNO, S.H.,M.SI


MURTININGSIH KARTINI, S.H.,M.H

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WIRALODRA
2021
PEMENUHAN HAK-HAK PEKERJA MIGRAN INDOENSIA ASAL
INDRAMAYU DI HUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR
18 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN
INDONESIA

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

DODI ROLANA
NPM : 742010117021

Telah Disetujui Untuk


Dipertahankam Dalam Ujian Sidang Kesarjanaan
Pada Tanggal 2021

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

DR. UJANG SURATNO, SH., M.SI MURTIANINGSIH KARTINI, SH., MH.


NIDN. 0018046302 NIDN. 0416047605

Fakultas Hukum Universitas Wiralodra


Wakil Dekan,

KODRAT ALAM, SH., MH


NIDN. 0408038502

i
ABSTRAK

Hak-hak asasi manusia adalah hak yang di berikan Tuhan sebagai penghargaan
khusus kepada manusia atas sifat dan hakikat kemanusiaanya. Dengan demikian
setiap manusia, tanpa memandang ras, suku, warna kulit, kebangsaan, agama, dan
sebagainya, adalah pendukung tetap hak-hak asasi manusia tersebut. Indramayu
yang merupakan pengirim terbanyak pekerja migran Indonesia berdasarkan
Kabupaten/Kota di Indoneisa. Banyaknya pengiriman pekerja migran bukanlah
sebuah prestasi yang harus dibanggakan karena semakin banyak pekerja migran
semakin banyak juga permasalahan terkait perlindungannya. Permasalahan-
permasalahan pekerja migran Indonesia asal Indramayu begitu variasi, melihat hal
tersebut seharusnya para pekerja migran mendapatkan hak-hak nya seperti
contohnya hak untuk mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,
hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil dan hak untuk mendapatkan
perlakuan yang layak dalam hubungan kerja, bukan malah mendapatkan
perlakuan yang tidak manusiawi.
Jenis penelitian yang penulis pergunakan dalam penulisan ini adalah jenis
penelitian yang bersifat deskriptif analisis yaitu jenis penelitian yang berupaya
untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran yang utuh tentang kontruksi
hukum mengenai hak-hak pekerja migran asal Indramayu. Atas hal tersebut maka
jenis penelitian ini bersifat yuridis empiris sebagai hasil yang nyata atas masalah
yang diteliti serta di dukung dengan metode penelitian yuridis normatif sebagai
dasar pemikiran.
Dari hasil penelitian ini masih banyak hak-hak pekerja migran Indonesia yang
berasal dari Indramayu masih belum terpenuhi secara penuh Dalam hal ini,
harusnya mereka mendapatkan rasa aman dan hak untuk mendapatkan
perlindungan dari negara terhadap perbuatan yang bersifat eksploitasi. Padahal,
para pekerja migran Indonesia telah melakukan kewajibannya sebagai pekerja
migran yaitu melayani majikannya.
Kata Kunci: Hak Asasi Manusia, Pekerja Migran Indonesia Asal Indramayu

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah hirabilalamin Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT,

yang telah memberikan hidayah dan karunia sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

Shalawat dan salam tidak lupa pula penulis sanjungkan kepangkuan alam Nabi

Muhammad SAW, atas perjuangan dan kesabaran serta kebesaran hati beliau memberikan

kita teladan dan ajaran yang penuh dengan keberkahan dan ilmu pengetahuan. Skripsi ini

merupakan penelitian yang berjudul “Pemenuhan Hak-Hak Pekerja Migran Asal

Indramayu Dihubungkan Dengan UndangUndang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia”. Skripsi ini disusun dengan tujuan

melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana pada

Fakultas Hukum Universitas Wiralodra. Harapan dari saya semoga penelitian ini bisa

bermanfaat sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan bagi peneliti maupun

yang membacanya nanti.

Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: Bapak Dr. Ujang Suratno, S.H.,M.Si (Rektor

Universitas W dan Ibu Murtiningsih Kartini, S.H.,M.H yang telah membimbing saya

dengan penuh kesabaran dan telah banyak memberikan ilmu yang sangat bermanfaat

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Serta tidak lupa juga saya ucapkan terimakasih

banyak kepada Bapak Syamsul Bahri Siregar, S.H.,M.H yang selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Wiralodra. Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada

berbagai pihak yang telah mendukung penyelesaian skripsi ini.

1. Kepada orang tua penulis, yakni Ibunda tersayang Tasih dan Bapak tercinta

Fatoni yang selalu sabar memberi nasehat, dukungan moril dan materil serta

iii
do’a yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata dan tidak dapat

tergantikan oleh apapun didunia ini, dan juga kepada kakak-kakak tersayang

yang tidak bisa disebutkan satu-persatu serta segenap anggota keluarga besar

yang tiada henti memberikan dorongan dan dukungan moral dan tulus

mendo’akan penulis, serta orang-orang yang saya sayangi yang sudah saya

anggap sebagai bagian keluarga saya sendiri karena telah memberikan saya

semangat dalam penyusunan skripsi ini sehingga penulisan skripsi ini dapat

diselesaikan.

2. Kepada Wakil Dekan dan Ketua Prodi Ilmu Hukum Universitas Wiralodra

beserta seluruh dosen Prodi Ilmu Hukum, yang telah memotivasi penulis dari

awal sampai selesainya penulisan ini. Saya juga berterimakasih kepada para

pihak Civitas Akademika Fakultas Hukum Universitas Wiralodra yang telah

membantu penyelesaian penelitian ini.

3. Kepada rekan-rekan sepermainan seperti: Baharudin, Mohammad Wisnu,

Wahyudi, Budi Jaya Kusuma, Ahmad Jidan, Donny Dwi Ramdhani, Yoga

Prasetyo, Indra Kusumah Fitrah, Hambali, Deden Prasetyo, Bambang

Sumanto, Rizky Ilhamudin Alfazry, Zamzam Abdul Faqih yang selalu

membantu menghilangkan rasa lelah dalam mengerjakan skripsi ini.

4. Kepada pionir-pionir saya juga seperti: Dwi Septian Hermawan, Heriawan

Rizky, Yanto Kurniawan, Eko Subondo dan Intan Indayani yang telah

membantu memberikan solusi dalam memecahkan permasalahan-permasalahan

terkait perkuliahan maupun skripsi ini.

iv
5. Kepada Sintawati seseorang yang telah memberikan saya pelatihan rasa sabar

sehingga saya dalam menyelesaikan skripsi ini bisa terbiasa dan penuh dengan

rasa sabar walau banyak permasalahan yang menghalangi.

6. Kepada kakak-kakak tingkat terdekat yang telah memberikan sebuah pelajaran

dan pengalaman yang begitu berharga sehingga saya bisa menjadi pribadi yang

tangguh dan kaitannya pada skripsi ini saya bisa menyelesaikannya dengan

baik walau banyak sebuah rintangan yang menghalangi.

7. Kepada teman seperjuangan angkatan Hukum 35 umumnya dan khususnya

kelas Rombel B yang telah membantu, memotivasi dan memberi banyak

pengalaman baik diluar dan didalam proses perkuliahan dan juga dalam

penyusunan skripsi ini.

8. Kepada seluruh jajaran pengurus BEM-FH Periode 2020/2021 dan juga adik-

adik tingkat dibawah karena telah memberikan saya pelajaran mengenai arti

penting dari buah kesabaran, sehingga dalam penulisan ini saya bisa

mengontrol rasa sabar dengan baik hingga penulisan skripsi ini bisa

diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun serta dukungan dari seluruh pihak agar skripsi ini jadi lebih baik

dan dapat dipertanggungjawabkan. Akhir kata kepada Allah SWT jualah

penulis menyerahkan diri karena tidak ada satupun kejadian dimuka bumi ini

kecuali atas kehendak-Nya.

Indramayu, 6 September 2021


Penulis,
Dodi Rolana

v
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................................i
ABSTRAK………………………………………………………………………………......................ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................................iii


DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..................vii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Identifikasi Masalah.................................................................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian......................................................................................................................... 10
D. Kegunaan Penelitian................................................................................................................... 11
E. Kerangka Pemikiran.................................................................................................................... 12
F. Metode Penelitian........................................................................................................................ 15
1. Jenis Penelitian...................................................................................................................... 15
2. Sumber Bahan Hukum..................................................................................................16
3.Metode Pengumpulan Sumber Data.................................................................................... 17
4.Analisis Data.......................................................................................................................... 18
G. Sistematika Penulisan................................................................................................................. 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................... 20
A. Pengertian Hak Asasi Manusia………………………………………………………........20

B. Pengertian Pekerja Migran Indonesia…………………..…………………………………25

C. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017

Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indones……………………………………………...28

D. Teori Keadilan………………………………………………………………………...…..29

E. Teori Perlindungan Hukum……………………...………………………………………..40

BAB III IMPLEMENTASI TERKAIT PEMENUHAN HAK-HAK PEKERJA

MIGRAN INDONESIA ASAL INDRAMAYU…………………………………………...47

vi
Implementasi Terkait Pemenuhan Hak-Hak

Pekerja Migran Indonesia Asal Indramayu…………………………………………….……47

BAB IV HAK-HAK YANG DIPEROLEH PEKERJA MIGRAN INDONESIA ASAL

INDRAMAYU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2017

TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA

DAN UPAYA HUKUM YANG DAPAT DI TEMPUH PEKERJA MIGRAN ASAL

INDRAMAYU APABILA HAK-HAKNYA TIDAK DAPAT

TERPENUHI........................................................................................................................56

A. Hak-Hak Pekerja Migran Indonesia Asal Indramayu…………………………………...56

B. Upaya Hukum Yang Dapat Ditempuh Pekerja Migran Asal Indramayu

Jika Hak-Hak Nya Tidak Dapat Terpenuhi……………………..........................................75

BAB V PENUTUP………………………………………………………………………..88

A. Kesimpulan…………………………………………………………………………….88

B. Saran…………………………………………………………………………………...90

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………92

vii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerintah Negara Indonesia berkewajiban melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan

umum, sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

1945.1 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 ini menjadi dasar bagi

pemerintah untuk melindungi warga negaranya termasuk memberikan

perlindungan hukum bagi tenaga kerja. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang

mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik

untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.2 Berdasarkan

pengertian mengenai tenaga kerja tersebut, maka hal ini meliputi tenaga kerja

baik yang bekerja di dalam hubungan kerja maupun diluar hubungan kerja,

dan ciri khas hubungan kerja adalah bekerja dibawah perintah orang lain

dengan menerima upah.3 Setiap manusia yang hidup di dunia ini sangat

membutuhkan sebuah pekerjaan, mereka bekerja untuk memenuhi setiap

kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia dapat terpenuhi dengan melakukan

suatu pekerjaan. Pekerjaan yang dilakukan tersebut tidak lain dan tidak bukan

bertujuan untuk mendapatkan upah guna memenuhi kebutuhan hidupnya, baik

untuk diri sendiri maupun untuk keluarga. Berdasarkan Pasal 27 ayat (2)

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan


1
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
alinea 4.
2
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 Angka 2
3
Aris Supomo, Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan, K-Media, Yogyakarta, 2017,
hal.2.
2

bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan” artinya negara bertanggungjawab untuk memberikan

sebuah pekerjaan yang baik kepada warga negaranya demi keberlangsungan

hidupnya dan selain itu negara juga bertanggung jawab atas segala kehidupan

masyarakatnya agar tercapainya sebuah kesejahteraan sosial di dalam tatanan

kehihidupan masyarakat.

Permasalahan ekonomi dan sosial di Indonesia yang belum teratasi

hingga saat ini yaitu terkait tingkat jumlah pertumbuhan penduduk yang tinggi

dan terus melonjak tinggi tetapi tidak di barengi dengan lapangan kerja yang

memadai serta Sumber Daya Manusianya yang kurang mumpuni untuk

memenuhi kriteria pekerja ideal bagi banyak perusahaan. Pengangguran dan

Penyakit Sosial menjadi hal yang lumrah serta umum terdapat di masyarakat

karena masih banyak masyarakat yang mengalami kesulitan dalam mencari

kerja. Sehingga hal tersebut mendorong masyarakat yang tidak mempunyai

kesempatan kerja secara resmi atau tidak tetap untuk mencoba bekerja secara

kontrak atau bekerja dalam sistem perjanjian kerja waktu tertentu hingga

mencari pekerjaan di luar negeri dengan maksud mendapatkan kesempatan

kerja dan pendapatan yang lebih tinggi.4 Melihat situasi sekarang yang begitu

sempit dalam mencari sebuah lapangan pekerjaan di negara ini, membuat

masyarakat berfikir keras untuk mempertahankan hidupnya. Menurut Hidayat

adanya keterbatasan lapangan kerja dan kondisi perekonomian yang kurang

4
Alwi Iksan, 2020,“Akibat Hukum Terhadap Pekerja Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu (Pkwt) Yang Mendapat Pemutusan Hubungan Kerja (Phk) Secara Sepihak Oleh
Perusahaan”, Vol. 26 Nomor 17 Hlm. 1990, dikutip dari Kertonegoro Sentanoe. 1994.
Migrasi Tenaga Kerja. Jakarta: Pustaka Agung. hlm. 28.
3

menarik di negara asal, memicu orang-orang mencari pekerjaan di negara lain,

sehingga memicu mobilitas tenaga kerja.5

Keterbatasan lapangan pekerjaan di dalam negeri membawa tenaga

kerja Indonesia mencari pekerjaan ke luar negeri, dan dari tahun ke tahun

semakin meningkat dengan berbagai alasan antara lain; pengangguran dalam

negeri, lapangan kerja dalam negeri belum mencukupi, disparitas

pertumbuhan ekonomi global/regional, kemajuan teknologi transportasi dan

informasi, hak untuk bekerja di luar negeri.6 Sebelum terjadinya wabah

Covid19 fenomena pekerja migrasi Indonesia memang mengalami

perkembangan yang sangat pesat. Insensitas migran selalu meningkat setiap

tahunnya, namun karena terjadinya wabah Covid19 di dunia sejak tahun 2019

beberapa calon pekerja migran Indonesia terpaksa di tunda keberangkatannya

dan membuat angka penempatan pekerja migran Indonesia mengalami

penurunan. Hal tersebut akan saya uraikan dalam proposal ini dengan

mengacu pada data statistik yang dikeluarkan oleh Pusat Data Dan Informasi

Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) terkait Penempatan

Pekerja Migran Indonesia pada tahun 2018-2020.

Berdasarkan data statistik Badan Perlindungan Pekerja Migran

Indonesia (BP2MI) kenaikan angka penempatan pekerja migran terjadi pada

tahun 2018 dan pada tahun 2019 sampai dengan tahun 2020 angka pekerja

migran mengalami penurunan. Pada tahun 2018 angka pekerja migran di


5
Henny Natasha Rosalina, Lazarus Tri Setyawanta, 2020, “Perlindungan Hukum
Terhadap Pekerja Migran Sektor Informal Dalam Prespektif Teori Bekerjanya Hukum Di
Masyarakat”, Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol. 2 Hlm. 175
6
Sumiyati, “Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Migran Indonesia Di Luar Negeri
Akibat Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak”, Industrial Research Workshop and National
Seminar 2012, Hal. 326.
4

Indonesia mencapai angka 283.640 (dua ratus delapan puluh tiga ribu enam

ratus empat puluh) orang, sedangkan pada tahun 2019 angka pekerja migran

hanya mencapai 276.553 (dua ratus tujuh puluh enam ribu lima ratus lima

puluh tiga) orang dan pada tahun 2020 angka pekerja migran di Indonesia

turun hingga angka 113.173 (seratus tiga belas ribu seratus tujuh puluh tiga)

orang.7

Lalu, di lihat dari status pemberangkatan pekerja migran Indonesia,

status informal lebih tinggi ketimbang status pemberangkatan formal.Status

pemberangkatan pekerja migran melalui jalur informal pada tahun 2020

mencapai angka 76.389 (tujuh puluh enam ribu tiga ratus delapan puluh

sembilan) orang, sedangkan pekerja migran yang melalui jalur formal hanya

mencapai angka 36.784 (tiga puluh enam ribu tujuh ratus delapan puluh

empat) orang8, artinya disini pemerintah masih kurang dalam memberikan

edukasi terkait migrasi aman terhadap masyarakat nya sehingga mereka

seperti tidak memperdulikan keselamatan diri nya, yang terpenting mereka

bisa bekerja di luar negeri dengan cepat dan tidak bersusah payah dalam

menyelesaikan segala administrasi nya.

Dominasi pekerja migran Indonesia yang melalui jalur formal maupun

informal menurut jenis kelaminnya lebih di dominasi oleh kaum perempuan

dengan presentase angka mencapai 90.500 (sembilan puluh ribu lima ratus)

orang, sedangkan untuk laki-lakinya sendiri hanya mencapai angka 22.673

7
BP2MI, “ Data Penempatan Dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI)
Tahun 2020”, Jakarta, Hal.1.
8
Ibid, Hal.2.
5

(dua puluh dua ribu enam ratus tujuh puluh tiga) orang.9 Banyak pekerja

migran laki-laki yang bekerja di sektor formal, contohnya yaitu pekerja

migran laki-laki lebih banyak bekerja sebagai buruh atau karyawan daripada

perempuan dan salah satu faktor pekerja migran laki-laki lebih dominan

bekerja di sektor formal, di bandingkan perempuan yang lebih rendah karena

pengetahuan dan pengalaman mereka yang begitu kurang.

Beberapa faktor yang mempengaruhi perempuan, terutama perempuan

yang sudah menjadi seorang ibu pergi ke luar negeri untuk menjadi pekerja

migran Indonesia yaitu keinginan untuk memiliki gaya hidup mewah, terlilit

hutang, membiayai anaknya sekolah, meningkatkan kesejahteraan ekonomi

keluarga dari kehidupan sebelumnya, sumber perekonomian di desa seperti

pertanian, pembudidayaan ikan, peternakan dan perkebunan tidak dapat

mencukupi kebutuhan sehari-hari hingga kekerasan dalam rumah tangga

(KDRT). Terbatasnya keterampilan yang dimiliki perempuan membuat

sebagian mereka turut berpartisipasi dalam mencapai kesejahteraan

keluarganya dengan memilih bekerja sebagai pekerja migran Indonesia di luar

negeri. Minimnya pendidikan juga turut mendorong golongan ibu untuk

menjadi pekerja migran Indonesia tanpa harus pikir panjang akan resiko yang

akan mereka terima.

Jawa Barat menjadi salah satu provinsi yang melakukan pengiriman

pekerja migran Indonesia (PMI) terbesar di Indonesia. Daerah yang menjadi

pemasok pekerja migran Indonesia terbanyak di Jawa Barat adalah Kabupaten

9
Ibid.
6

Indramayu yang menempati posisi pertama di Indonesia dalam pengiriman

pekerja migran ke luar negeri pada tahun 2018-2020.10

Sudah bukan menjadi hal yang tabu lagi bagi masyarakat Indramayu

bahwa seorang wanita yang sudah cukup usia siap untuk bekerja dan dikirim

keluar negeri menjadi TKW. Budaya masyarakat yang sudah seperti turun

menurun ditularkan kepada para perempuan untuk menjadi TKW di luar

negeri karena sudah ada jaminan berupa upah yang besar dan bayangan akan

kehidupan masa depan yang lebih baik daripada sekarang.11

Pada umunya seorang perempuan lebih berorientasi pada bagian

internal keluarganya seperti mengurus rumah, menjaga harta keluarga, serta

mengasuh dan mendidik anakanak mereka, sedangkan seorang pria yang

seharusnya berada di ranah publik yang bertugas sebagai pelindung keluarga

dan pencari nafkah bagi keluarga. Tetapi karena alasan kebutuhan ekonomi,

para ibu rumah tangga memutuskan untuk bekerja dengan marantau ke negeri

orang dengan bekal tekat untuk merubah nasib dan kehidupannya juga

keluarga. Hal itupun turut dirasakan oleh beberapa wanita di Indramayu yang

sudah tidak tabu lagi untuk memilih bekerja sebagai TKW di luar negeri.12

Menurut Sumiyati bekerja di luar negeri memiliki dampak positif yaitu

dapat meningkatkan devisa negara, selain itu juga bisa mengurangi

pengangguran dalam negeri dan bisa meningkatkan taraf ekonomi keluarga

melalui gaji yang diperolehnya. Namun di sisi negatif, memiliki resiko

10
Ibid, Hal. 5.
11
Meiliani Puji Suharto,Nunung Nurwati, “Peran Extended Family Pada Anak Tkw
Yang Terlantar Di Kabupaten Indramayu”, Vol.5, No.2, Hal.166
12
Ibid, Hal. 167
7

kemungkinan mendapat perlakuan tidak manusiawi oleh majikannya di luar

negeri.13 Hak-hak asasi manusia adalah hak yang di berikan Tuhan sebagai

penghargaan khusus kepada manusia atas sifat dan hakikat kemanusiaanya.

Dengan demikian setiap manusia, tanpa memandang ras, suku, warna kulit,

kebangsaan, agama, dan sebagainya, adalah pendukung tetap hak-hak asasi

manusia tersebut.14 Melihat hal tersebut seharusnya para pekerja migran

mendapatkan hak-hak nya seperti contohnya hak untuk mendapatkan

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak untuk mendapatkan

perlakuan yang adil dan hak untuk mendapatkan perlakuan yang layak dalam

hubungan kerja, bukan malah mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi.

Seperti halnya yang dirasakan oleh pekerja Migran asal Kabupaten

Indramayu, mereka banyak merasakan hal-hal yang negatif atau kurang baik

selama bekerja di luar negeri dan terbukti pada tahun sekarang banyak sekali

permasalahan yang diajukan oleh pekerja migran asal Indramayu kepada

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Cabang Kabupaten Indramayu.

Menurut Juwarih selaku ketua Serikat Buruh Migran Indonesia Cabang

Kabupaten Indramayu ada berbagai kasus pekerja migran Indonesia asal

Indramayu yang kami terima selama bulan Januari - Desember 2019 dan

tercatat pengaduan ke SBMI Indramayu sebanyak 75 aduan, dari jumlah 75

kasus yang diadukan ke SBMI Cabang Indramayu selama 2019, pekerja

migran perempuan masih yang terbanyak mengalami permasalahan jika

13
Nur Syamsiah, “Permasalahan Pekerja Migran Indonesia Pada Kawasan
Perbatasan Indonesia-Malaysia Di Kabupaten Sambas Kalimantan Barat”, Vol.3, No.2,
Hal. 86.
14
Rusjdi Ali Muhammad, Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Syariat Islam :
Mengenal Jadi Diri Manusia, (Jakarta:Ar-Raniry Press Dan Mihrab, 2004), hlm. 45
8

dibandingkan dengan PMI laki-laki pengaduan yang diterima oleh

lembaganya baik dari PMI nya langsung maupun keluarganya sangat beragam

jenis permasalahan, mulai dari hilang kontak, tertahan tidak bisa

pulang/overstayer, penempatan secara unprosedural/ilegal, penipuan, dituntut

untuk membayar ganti rugi oleh pihak perekrut (denda),

sakit, ,overcharging/biaya penempatan yang berlebihan, meninggal dunia, dan

di-interminite/PHK sepihak15.

Banyaknya Pekerja Migran Indonesia di luar negeri ternyata berbuntut

pada banyaknya masalah-masalah yang dihadapi Pekerja Migran Indonesia

tersebut di luar negeri, dalam berbagai tayangan media massa seringkali

diberitakan bagaimana Pekerja Migran Indonesia di luar negeri sering

mengalami perlakuan buruk dari majikan bahkan tidak jarang perlakuan buruk

tersebut berujung pada kematian. Negara Indonesia sebagai sebuah institusi

kekuasaan pada dasarnya bertanggungjawab untuk melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Melindungi segenap bangsa

Indonesia tentunya menunjukkan kepada seluruh warga yang berkebangsaan

Indonesia baik yang berada di dalam negeri maupun yang berada di luar

negeri. Namun seringkali negara gagal dalam melindungi Pekerja Migran

Indonesia yang berada di luar negeri.16

Oleh karena itu, selayaknya permasalahan-permasalahan tenaga kerja

yang ada di Indonesia diharapkan dapat diselesaikan dengan cara-cara


15
Ciremaitoday, “Pengajuan Pekerja Migran Di Luar Negeri Asal Indramayu Alami
Kenaikan”, Pengaduan Pekerja Migran di Luar Negeri asal Indramayu Alami Kenaikan |
kumparan.com (diakses pada 2 Mei 2021, Pukul 01.02 Wib).
16
Nova Andriani, Skripsi:“Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pekerja Migran
Ditinjau Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja
Migran Indonesia” (Banda Aceh: UIN AR-RANIRY, 2019), Hal. 5-6
9

penyelesaian yang berpatokan pada nilai-nilai kemanusiaan, termasuk

permasalahan yang sering di rasakan oleh pekerja migran Indonesia asal

Indramayu. Hal ini sesuai pula dengan isi Piagam Deklarasi Universal Hak

Asasi Manusia17 yang begitu menjunjung tinggi nilai-nilai dari sebuah konsep

kemanusiaan, seperti halnya yang bersangkutan dengan nyawa dan

kehormatan sebagai suatu yang sangat asasi bagi manusia.

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka penulis membahas

mengenai pemenuhan hak-hak terhadap Pekerja Migran Indonesia Asal

Indramayu dengan acuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang akan membahas secara detail

mengenai hak-hak pekerja migran dari mulai sebelum bekerja, selama bekerja

dan sesudah bekerja. Selain itu penulis juga akan membahas mengenai

implementasi hak-hak pekerja migran di kabupaten Indramayu apakah sudah

berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau malah sebaliknya

dan upaya hukum apa yang dapat di tempuh oleh pekerja migran asal

Indramayu jika hak-hak nya tidak dapat terpenuhi dengan baik, atas dasar itu

maka penulis mengangkat sebuah judul “Pemenuhan Hak-Hak Pekerja

Migran Indonesia Asal Indramayu Dihubungkan Dengan Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia”

B. Identifikasi Masalah

17
Hal-hal yang berkaitan dengan nyawa dan kehormatan dalam Piagam Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia merupakan gambaran baik eksplisit maupun implisit dari
pasal-pasal dalam Piagam ini. Namun untuk yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi
tenaga kerja dapat diperhatikan Pasal 1, 2.3.3,4,5,6,22,23,24, dan Pasal 25.
10

Berdasarkan Latar Belakang Permasalahan diatas maka peneliti memiliki

beberapa rumusan masalah diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi terkait pemenuhan hak-hak pekerja migran asal

Indramayu dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017

Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia?

2. Apakah Hak-hak pekerja migran Indonesia asal Indramayu berdasarkan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja

Migran Indonesia?

3. Bagaimana upaya hukum yang dapat ditempuh pekerja migran asal

Indramayu jika hak-hak nya tidak dapat terpenuhi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Permasalahan diatas maka peneliti memiliki Tujuan

penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui, mendeskripsikan dan mengkaji lebih dalam mengenai

implementasi terkait pemenuhan hak-hak pekerja migran asal Indramayu

dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

2. Untuk mengetahui, mendeskripsikan dan mengkaji lebih dalam terkait

Hak-hak pekerja migran Indonesia asal Indramayu berdasarkan Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran

Indonesia.
11

3. Untuk mengetahui, mendeskripsikan dan mengkaji lebih dalam mengenai

upaya hukum yang dapat ditempuh pekerja migran asal Indramayu jika

hak-hak nya tidak dapat terpenuhi.

D. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitian ini dan tujuan

yang hendak dicapai, maka penulis mengharapkan penelitian ini dapat

memberikan kegunaan sebagai berikut :

1. Kegunaan Teoritis, yakni diharapkan penelitian ini dapat memberikan

kontribusi di bidang ilmu pengetahuan serta menambah, memperdalam dan

diharapkan dapat memberikan manfaat dalam memperkaya ilmu

pengetahuan dan wawasan yang lebih mendalam tentang hukum

ketenagakerjaan dan hukum perlindungan pekerja migran serta menjadi

bahan referensi atau bahan diskusi bagi Mahasiswa Fakultas Hukum

maupun bagi Masyarakat serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan

hukum perdata khususnya hukum ketenagakerjaan dan perlindungan pekerja

migran.

2. Kegunaan Praktis, yakni :

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

pemikiran dan bahan diskusi bagi Mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Wiralodra serta menambah kepustakaan hukum

khususnya dalam bidang hukum ketenagakerjaan dan hukum

perlindungan pekerja migran.


12

b. Untuk melaksanakan tugas akhir, yaitu memenuhi persyaratan guna

mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas

Wiralodra.

E. Kerangka Pemikiran

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

hipothesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi

bahan perbandingan pegangan teoritis.18 Penulis menggunakan 2 (dua) teori

dalam penulisan proposal ini, yakni:

1. Teori Keadilan, Menurut Plato, “Teori keadilan Plato secara riil,

merumuskan dalam hukum, sebagai berikut: 1) hukum merupakan

tatanan terbaik untuk menangani fenomena dunia yang penuh situasi

ketidak-adilan; 2) aturan-aturan hukum harus dihimpun dalam satu

kitab, supaya tidak muncul kekacauan hukum; 3) setiap Undang-Undang

harus didahului preambule tentang motif dan tujuan Undang-Undang

tersebut. Manfaatnya adalah agar rakyat dapat mengetahui dan

memahami kegunaan mematuhi hukum itu, dan insaf bahwa tidak baik

mematuhi hukum hanya karena takut dihukum. Ini berangkat dari

konsep Socrates bahwa orang yang cukup sadar tentang hidup yang

baik, akan melaksanakan yang baik itu; dan 4) tugas hukum adalah

membimbing para warga (lewat undang-undang) pada suatu hidup yang

saleh dan sempurna. Rumusan keadilan tidak mudah untuk dijabarkan

dalam hal yang konkrit, karena merupakan rumusan yang abstrak.19


18
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994,
hlm.80.
Zulkarnain Ibrahim, Hukum Pengupahan Indonesia Berkeadilan Substantif,
19

Unsri Press, Palembang, 2014, hlm. 15.


13

Sedangkan John Rawls menilai keadilan sebagai kebajikan utama

dalam institusi sosial. Prinsip keadilan itu sendiri menurut John Rawls,

dapat dipahami bahwa: keadilan adalah kebajikan utama dalam institusi

social, sebagaimana kebenaran dalam sistem pemikiran. Suatu teori,

betapapun elegan dan ekonomisnya, harus ditolak atau direvisi jika ia

tidak benar; demikian juga hukum dan institusi, tidak peduli betapapun

efisien dan rapinya, harus direformasi atau dihapuskan jika tidak adil.

Menurut Rawls, “Suatu teori keadilan harus dibentuk dengan

pendekatan kontrak, di mana asas-asas keadilan yang dipilih bersama

benar-benar merupakan hasil kesepakatan bersama dari semua orang

yang bebas, rasional, dan sederajat”. Rawls merumuskan dua prinsip

keadilan distributif.20

2. Teori Perlindungan Hukum

Menurut Fitzgerald menjelaskan Teori Perlindungan Hukum

Salmond bahwa hukum bertujuan mengintegritasikan dan

mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena

dalam suatu lalu lintas kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara

membatasi berbagai kepentingan di pihak lain. Hukum melindungi

kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan kekuasaan

kepadanya secara terukur untuk bertindak dalam rangka kepentingannya

yang disebut sebagai hak. Keperluan hukum adalah mengurusi hak dan

20
Ibid, hlm. 17-20.
14

kepentingan manusia. Sehingga hukum memilki otoritas tinggi untuk

menentukan kepentingan manusia yang perlu dilindungi dan diatur.21

Menurut Satjicipto Raharjo, Perlindungan Hukum adalah

memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang

dirugikan dari orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada

masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh

hukum.22

Menurut Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi

rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan

resprensif. Perlindungan Hukum yang preventif bertujuan untuk

mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah

bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi

dan perlindungan yang resprensif bertujuan untuk mencegah terjadinya

sengketa, termasuk penanganannya di lembaga peradilan.23

Menurut Muchsin, Perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk

melindungi individu dengan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai

atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam

menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama

manusia. Prinsip perlindungan hukum ini didasari pada pengakuan,

kepastian, dan perlindungan terhadap masyarakat sesuai dengan nilai-

21
Muhammad Syaifuddin, dkk, “Hukum Perceraian”, Sinar Grafika, Cetakan
Kedua, Jakarta, 2014, hal. 46.
22
Satjipto Raharjo,” Ilmu Hukum”, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000,
hal. 53.
23
Ibid., hal. 54
15

nilai ideologi Pancasila.24 Teori perlindungan hukum ini terdiri dari 2

macam, yaitu:

a. Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan hukum preventif adalah

perlindungan yang diberikan oleh pemerintah/pengusa dengan tujuan

untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Kaitannya dengan

permasalahan yang dibahas pada tulisan ini agar para pekerja migran

Indonesia asal Indramayu dapat terpenuhi hak-hak nya dengan baik .

b. Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum represif adalah

perlindungan akhir atau perlindungan hukum yang digunakan untuk

menyelesaikan masalah. kaitanya dengan permasalahan yang dibahas

dengan tulisan ini adalah untuk mendapat kepastian hukum apabila hak-

hak pekerja migran Indonesia asal Indramayu tidak terpenuhi dengan baik.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis pergunakan dalam penulisan ini adalah

jenis penelitian yang bersifat deskriptif analisis yaitu jenis penelitian yang

berupaya untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran yang utuh

tentang kontruksi hukum mengenai hak-hak pekerja migran asal Indramayu.

Atas hal tersebut maka jenis penelitian ini bersifat yuridis empiris sebagai

hasil yang nyata atas masalah yang diteliti serta di dukung dengan metode

penelitian yuridis normatif sebagai dasar pemikiran. Penelitian empiris

merupakan suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat


24
Muchsin, 2003, “Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia”,
Surakarta, Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003,
hal. 14.
16

hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum di

lingkungan masyarakat. Maka metode penelitian hukum empiris dapat

dikatakan sebagai penelitian hukum sosiologis. Dapat dikatakan bahwa

penelitian hukum empiris sumber penelitiannya diambil dari fakta-fakta

yang ada di dalam suatu masyarakat, badan hukum atau badan pemerintah.

Jadi penelitian dengan pendekatan empiris harus dilakukan di lapangan,

dengan menggunakan metode dan teknik penelitian lapangan. 25 Sedangkan

penelitian normatif atau kepustakaan merupakan penelitian yang mengkaji

studi dokumen, yakni yang menggunakan berbagai data sekunder seperti

peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan teori hukum, dan

dapat pula berupa pendapat para sarjana.

2. Sumber Bahan Hukum

Bahan untuk penelitian hukum yang digunakan dalam penulisan ini adalah

bahan hukum yang terdiri dari data primer, sekunder dan tersier.

a. Bahan Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi di

lapangan melalui wawancara mendalam dengan berbagai pihak yang

mengetahui mengenai implementasi hak-hak pekerja migran asal

Kabupaten Indramayu. Selain itu, data primer juga akan di peroleh

dari bahan-bahan hukum yang mengikat, berupa norma, peraturan

dasar, peraturan perundang-undangan dan lain sebagainya.

b. Bahan Data Sekunder

25
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Meotde Penelitian Hukum, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hal.14.
17

Data sekunder adalah bahan yang akan memberikan penjelasan atau

keterangan-keterangan yang berupa literatur-literatur, jurnal hukum

dan bahan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang akan di

teliti.

c. Bahan Data Tersier

Bahan Data Tersier, yakni bahan yang memberikan informasi

tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.26

3. Metode Pengumpulan Sumber Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum dalam penelitian

ini adalah:

a. Study kepustakaan (Lybrary research).

Study kepustakaan (Lybrary research) suatu pengumpulan data

dengan cara mempelajari buku-buku kepustakaan untuk memperoleh

data sekunder yang dilakukan dengan cara mengutip dari buku-buku,

jurnal hukum, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

penelitian ini atau berbagai bahan hukum yang sesuai dengan

penelitian ini. Penelitian kepustakaan ini akan menjelaskan dengan

metode kualitatif yaitu dengan melakukan uraian secara deskriptif

dari buku-buku literatur dan media elektronik atau bahan-bahan

hukum primer, sekunder dan tersier yang dikumpulkan dengan

permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini.27

b. Study Lapangan
26
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat,” Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hal. 13.
27
Ibid, hal.13.
18

Study lapangan yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan

secara langsung terhadap objek yang diteliti guna mendapatkan data

primer, yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan

berbagai masyarakat yang memiliki kaitan atas objek yang akan

diteliti.

4. Analisis Data

Bahan hukum yang sudah diporoleh atau terkumpul kemudian dianalisis

secara deskriptif kualitatif normatif yaitu dengan menguraikan data tersebut

dalam bentuk kalimat yang disusun secara sistematis untuk kemudian

diambil suatu kesimpulan.28

G. Sistematika Penulisan

Penulisan sistematika ini terbagi dalam beberapa bab yang bertujuan untuk

dapat dipahami dengan sistematis, adapun sistematika penulisan ini sebagai

berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Menguraikan secara garis besar tentang materi yang dibahas

dalam skripsi ini, yang meliputi latar belakang, identifikasi

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka

pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang pengertian-

penegertian, definisi-definisi, serta penjelasan tentang teori

28
Bambang Waluyo, “Penelitian Hukum dalam Praktek”, Sinar Grafika, “Jakarta,
2002, hal. 17.
19

dan konsep yang berkaitan dengan penulisan ini. Tinjauan

pustaka ini merupakan salah satu acuan dalam membahas

permasalahan penelitian yang sedang berlangsung.

BAB III IMPLEMENTASI TERKAIT PEMENUHAN HAK-HAK

PEKERJA MIGRAN ASAL INDRAMAYU

Dalam bab ini penulis mencoba untuk menjelaskan mengenai

implementasi terkait pemenuhan hak-hak pekerja migran

Indonesia asal Indramayu.

BAB IV HAK-HAK PEKERJA MIGRAN INDONESIA ASAL

INDRAMAYU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG

PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA

DAN UPAYA HUKUM YANG DAPAT DI TEMPUH

PEKERJA MIGRAN ASAL INDRAMAYU APABILA

HAK-HAK NYA TIDAK DAPAT TERPENUHI

Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai hak-hak

pekerja migran Indonesia asal Indramayu berdasarkan

undang-undang yang berlaku dan upaya hukum yang dapat di

tempuh pekerja migran Indonesia asal Indramayu apabila

hak-hak nya tidak dapat terpenuhi.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini penulis akan menarik sebuah kesimpulan yang

nantinya akan menghasilkan sebuah saran yang membangun.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada manusia, secara

kodrati sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan

kebebasan dasar dan hak-hak dasar yang tidak dapat diingkari. Pengingkaran

terhadap hak tersebut berarti mengingkari martabat kemanusiaan. 29

Hak asasi manusia adalah hak asasi yang di junjung tinggi serta di akui

semua oramg. Hak tersebut lebih penting dibandingkan hak seorang penguasa

ataupun raja. Hak asasi itu sendiri berasal dari Tuhan Yang Maha Esa yang

diberikan kepada seluruh manusia. Akan tetapi, pada saat ini sudah banyak

hak asasi yang di langgar oleh manusia guna mempertahankan hak ataupun

kepentingan pribadinya. 30

Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia dan

tanpa hak-hak itu, manusia tidak dapat hidup layaknya sebagai manusia. Hak

tersebut diperoleh bersama dengan kelahirannya atau kehadirannya di dalam

kehidupan masyarakat. Hak Asasi Manusia bersifat umum karena diyakini

bahwa beberapa hak dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa, ras, atau jenis

kelamin. Hak Asasi Manusia juga bersifat supralegal, artinya tidak

tergantung pada adanya pada suatu negara atau Undang-Undang Dasar,

29
Aris Supomo, “Hukum Hak Asasi Manusia dan Kewarganegaraan”, K-Media,
Yogyakarta, 2017, Hal. 1.
30
Ibid, Hal. 21.

20
21

kekuasaan pemerintah, bahkan memiliki kewenangan lebih tinggi karena

berasal dari sumber yang lebih tinggi yakni Tuhan.31

Sejalan dengan amanat Konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa

pemajuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia harus didasarkan pada

prinsip bahwa hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya dan hak

pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, baik

dalam penerapan, pemantauan, maupun pelaksanaannya.32 Upaya pemajuan

dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui suatu konsep kerja sama

Internasional yang berdasarkan pada prinsip saling menghormati,

kesederajatan, dan hubungan antar negara.

Hak-hak asasi manusia mempunyai nilai pokok yang harus dihormati

oleh banyak negara, berusaha dengan kesungguhan untuk menjaganya dan

meninggalkan dari semua bentuk usaha yang dapat mengabaikan kebebasan.

Kebebasan merupakan sesuatu hal yang menjadi tolak ukur kemajuan

peradaban dan bernilai tinggi. Sebaliknya, penyia-nyiaan terhadap suatu apa

saja yang ada kaitannya dengan hak-hak asasi manusia, suatu negara atau

umat dapat terbilang mengalami keterbelakangan.

Berikut ini berbagai pendapat dari Undang-Undang mengenai Hak Asasi

Manusia:33

a. Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke IV:


31
Heri Herdiawanto, “Cerdas, Kritis, dan Aktif Berwarganegara”, Jakarta: PT. Gelora
Aksara Pratama, 2010, hal. 64.
32
Ibid, Hal.69.
33
Bambang Heri Supriyanto, “Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM)
Menurut Hukum Positif Di Indonesia”, Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial, Vol . 2, No.
3, 2014, Hal. 155.
22

1) Pasal 28 A:

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan

hidup dan kehidupannya.

2) Pasal 28 D Ayat (1) :

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,

dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama

dihadapan hukum.

3) Pasal 28 G ayat (1) dan (2):

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,

keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di

bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan

perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau

tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau

perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan

berhak untuk memperoleh suaka politik dari negara lain.

4) Pasal 28 I Ayat (1), (2) dan (5):

(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan

pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk diakui sebagai

pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas

dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang

tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.


23

(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat

diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan

perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.

(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia

sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka

pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan

dalam peraturan perundang-undangan.

5) Pasal 28 J Ayat (1) :

Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain

dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

b. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada

hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang

Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,

dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah

dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan

martabat manusia.

c. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak

Asasi Manusia Pasal 1 ayat (1) :

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak melekat pada hakekat

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan


24

merupakan anugerah Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi

dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Selain pendapat dari Undang-Undang diatas tentang Hak Asasi

Manusia, berikut juga penulis sajikan beberapa pendapat para ahli terkait

pengertian Hak Asasi Manusia:34

a. John Locke

Hak Asasi Manusia merupakan hak yang diberikan langsung oleh

Tuhan yang bersifat kodrati. Artinya adalah hak yang dimiliki

oleh setiap manusia menurut kodratnya dan tidak dapat

dipisahkan hakikatnya, sehingga sifatnya adalah suci.

b. Haar Tilar

Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri tiap insan,

apabila tiap insan tidak memiliki hak-hak itu maka setiap insan

tersebut tidak bisa hidup seperti manusia. Hak tersebut di

dapatkan pada saat sejak lahir ke dunia.

c. Mariam Budiardjo

Hak Asasi Manusia adalah hak yang harus dimiliki pada setiap

orang yang telah diperoleh dan dibawanya sejak lahir ke dunia

dan menurut Mariam Budiardjo Hak tersebut memiliki sifat yang

34
Aris Supomo, “Hukum Hak Asasi Manusia dan Kewarganegaraan”, K-Media,
Yogyakarta, 2017, Hal. 23.
25

universal, hal ini karena dimiliki tanpa adanya perbedaan ras,

suku, bangsa, budaya, agama, jenis kelamin dan sebagainya.

d. Oemar Seno Adji

Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada setiap martabat

manusia sebagai insan dari ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang

memiliki sifat tidak boleh dilanggar oleh siapapun itu.

e. Peter R. Baehr

Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang bersifat mutlak dan

harus dimiliki oleh setiap insan di dunia guna perkembangan

dirinya.

f. Franz Magnis Suseno

Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang sudah dimiliki pada

setiap manusia dan bukan karena diberikan oleh masyarakat.

Bukan karena hukum positif yang berlaku namun dengan

berdasarkan martabatnya sebagai seorang manusia. Manusia

memilik Hak Asasi Manusia karena ia adalah manusia.

B. Pekerja Migran Indonesia

Berdasarkan pengertian di dalam Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia menjelaskan

bahwa pekerja migran Indonesia adalah setiap warga negara Indonesia


26

yang akan, sedang atau telah melakukan pekerjaan dengan menerima upah

di luar wilayah Republik Indonesia.35

Pekerja migran adalah orang yang bermigrasi dari wilayah

kelahirannya ketempat lain dan kemudian bekerja di tempat yang baru

tersebut dalam jangka waktu relatif menetap. Pada dasarnya ada dua

pengelompokkan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan

migrasi, yaitu faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull

factor). Pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan

menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.36

Pekerja Migran merupakan pekerja yang berkerja dari luar tempat

asalnya. Menurut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai

perlidungan hak semua pekerja migran dan anggota keluarganya, pekerja

migran adalah orang yang membuat aktivitas berbayar di negara yang

bukan negara asalnya.37

Pekerja migran sendiri merupakan sebutan bagi masyarakat

Indonesia yang berkerja di luar negara asalnya atau di luar negeri. Definisi

pekerja migran Indonesia adalah orang yang berpindah ke daerah lain, baik

di dalam maupun ke luar negeri (legal maupun illegal), untuk bekerja

dalam jangka waktu tertentu. Lebih lanjut dikatakan bahwa pekerja migran

memiliki posisi yang penting karena buruh migran telah memberikan


35
Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja
Migran Indonesia.
36
Maimun, Hukum Ketenagakerjaan (Suatu Pengantar), (Jakarta : PT Pradnya Paramita,
2014), hlm.13.
37
Siti Anisa, “Pelaksanaan Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Oleh
Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Dan Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
Swasta Di Kabupaten Kulanprogo Tahun 2016”, Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Sunan
Kalijaga, Yogjakarta (2018).
27

sumbangan pada kepentingan nasional berupa sumbangan devisa atau

biasa disebut dengan remittances.38

Organisasi Perburuhan Internasional atau yang biasa disebut

lnternational Labour Organisation (ILO) mendefinisikan pekerja migran

sebagai seseorang yang bermigrasi, atau telah bermigrasi dari satu negara

ke negara lain untuk bekerja, dengan sebuah gambaran bahwa orang

tersebut akan dipekerjakan oleh seseorang yang bukan dirinya sendiri,

termasuk siapapun yang biasanya diakui sebagai seorang migran. 39 Dalam

masalah ketenagakerjaan ini lnternational Labour Organisation (ILO)

berperan dalam upaya melindungi seluruh buruh yang mengalami

permasalahan dalam ketenagakerjaan. Dimana lnternational Labour

Organisation (ILO) merupakan sebuah organisasi internasional dibawah

naungan badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani

bidang ketenagakerjaan di dunia internasional.

Kebanyakan buruh migran adalah wanita yang bermigrasi dengan

tujuan bekerja disektor informal utamanya sebagai pekerja domestik,

sedangkan laki-laki bekerja disektor pertanian dan konstruksi. Peran

pemerintah dalam upaya memberikan perlindungan dan mengatur

penempatan bagi para pekerja migran antara lain mengeluarkan instrumen

38
Windi Arisa, Joni Emirzon, Mada Apriandi, “Hak-Hak Konstitusiomal Buruh Migran
Indonesia Di Malaysia”, Lex Librium: Jurnal Ilmu Hukum, Vol.6, Hal. 111.
39
Definisi Pekerja Migran menurut pasal 2 Ayat 1 Konvensi Internasional tentang
Perlindungan Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya yang telah diratifikasi oleh
Pemerintah Indonesia pada 12 April 2012 melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012.
28

hukum Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan

Pekerja Migran Indonesia.40

C. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan

Pekerja Migran Indonesia

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan

Pekerja Migran Indonesia disahkan pada tanggal 22 November 2017.

Undang-Undang ini terdiri dari 13 bab dengan 91 Pasal. Undang-Undang

ini merupakan pengganti dari UndangUndang Nomor 39 Tahun 2004

tentang Penempatan dan Pelindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar

Negeri. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang

Pelindungan Pekerja Migran Indonesia ini, khususnya yang berkaitan

dengan pelaksana penempatan Pekerja Migran Indonesia.41

Kedudukan hukumnya, diatur dalam dalam bab 7, mulai dari Pasal

49 sampai Pasal 74 dan dirincikan kembali dalam peraturan-peraturan

turunannya. Namun sampai saat ini, peraturan atau regulasi turunannya

belum ada sehingga masih menggunakan regulasi turunan dari Undang-

Undang sebelumnya yaitu UndangUndang Nomor 39 Tahun 2004 tentang

Penempatan dan Pelindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Hal-hal yang berkaitan dengan mekanisme serta kedudukan hukum

dari pelaksana penempatan Pekerja Migran Indonesia berpedoman pada

40
Soejono Sukanto, Kesadaran Hukum Dan Kepatuhan Hukum, Jakarta: Rajawali, 1992,
hlm. 162.
41
Ahmad Sholeh, “Masalah Ketenagakerjaan Dan Pengangguran Di Indonesia”, Jurnal,
Ilmiah Cano Ekonomos Vol. 6 No.2 Juli 2017, hal. 83.
29

regulasi turunan dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang

Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

D. Teori Keadilan

Kata teori pada dasarnya banyak digunakan, sebanyak dalam

kehidupan sehari-hari. Dalam banyak literatur, beberapa ahli

menggunakan kata ini untuk menunjukkan bangunan berpikir yang

tersusun sistematis, logis (rasional), empiris (kenyataan), juga simbolis.

Dalam kamus Concise Oxford Dictionary teori merupakan anggapan yang

menjelaskan sesuatu, khususnya yang berdasarkan pada prinsip-prinsip

independen suatu fenomena dan lain-lain yang perlu dijelaskan.

Menurut Neuman, teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh

berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai

ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia.42

Dengan kata lain teori merupakan cara yang ringkas untuk berfikir tentang

dunia dan bagaimana dunia itu bekerja. Jan Gijssels dan Mark van Hoccke

juga mengartikan teori sebagai sebuah sistem pernyataan-pernyataan

(klaim-klaim), pandangan-pandangan dan pengertian-pengertian-

pengertian yang saling berkaitan secara logikal berkenaan dengan suatu

bidang kenyataan, yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga menjadi

mungkin untuk menjabarkan hipotesis-hipotesis yang dapat diuji. 43

Sedangkan menurut Bruggink mengatakan bahwa teori adalah proses atau

42
W.L. Neuman, “Social Research Methods, Allyn and Bacon”, London, 1991, Hal. 10.
43
Jan Gijssels dan Mark Van Hoccke, “Apakah Teori Hukum Itu”, Alih Bahasa B. Arief
Sidharta, Bandung, Laboraturium Hukum Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan,
2000, hlm. 88
30

aktivitas dan sebagai produk atau hasil aktivitas itu, dan hasil itu terdiri

atas keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan tentang suatu objek

tertentu.44

Keadilan kata dasarnya “Adil” berasal dari bahasa Arab yang

berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan tulus. Dalam adil

terminologis berarti sikap yang bebas dari diskriminasi, ketidak jujuran.

jadi orang yang adil adalah orang sesuai dengan standar hukum baik

hukum agama, hukum positif (hukum negara), serta hukum sosial (hukum

adat) berlaku.

Teori-teori hukum alam sejak Socretes hingga Francois Geny, tetap

mempertahankan keadilan sebagai mahkota hukum. Teori Hukum Alam

mengutamakan “the search for justice”45. Berbagai macam teori mengenai

keadilan dan masyarakat yang adil. Teori-teori ini menyangkut hak dan

kebebasan, peluang kekuasaan, pendapatan dan kemakmuran. Diantara

teori-teori itu dapat disebut beberapa teori yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu teori keadilan Plato dan teori keadilan sosial John

Rawls:

1. Teori Keadilan Plato

Plato adalah seorang pemikir idealis abstrak yang mengakui

kekuatan-kekuatan diluar kemampuan manusia sehingga

pemikiran irasional masuk dalam filsafatnya. Demikian pula

44
J.J.H. Bruggink, Rechts Reflectie, “Grondbegrippen uit Rechtheorie (Refleksi
Tentang Hukum)”, Alih Bahasa B. Arif Sidharta, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 160.
45
Carl Joachim Friedrich, “Filsafat Hukum Perspektif Historis, Nuansa dan
Nusamedia”. Bandung. 2004, Hal.24.
31

halnya dengan masalah keadilan, Plato berpendapat bahwa

keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa. Sumber

ketidakadilan adalah adanya perubahan dalam masyarakat.

Masyarakat memiliki elemen-elemen prinsipal yang harus

dipertahankan, yaitu:

a. Pemilahan kelas-kelas yang tegas, misalnya kelas

penguasa yang diisi oleh para penggembala dan anjing

penjaga harus dipisahkan secara tegas dengan domba

manusia.

b. Identifikasi takdir negara dengan takdir kelas

penguasanya, perhatian khusus terhadap kelas ini dan

persatuannya, dan kepatuhan pada persatuannya, aturan-

aturan yang rigid bagi pemeliharaan dan pendidikan kelas

ini, dan pengawasan yang ketat serta kolektivisasi

kepentingan-kepentingan anggotanya.

Dari elemen-elemen prinsipal ini, elemen-elemen lainnya dapat

diturunkan, misalnya berikut ini:

a. Kelas penguasa punya monopoli terhadap semua hal

seperti keuntungan dan latihan militer, dan hak memiliki

senjata dan menerima semua bentuk pendidikan, tetapi

kelas penguasa ini tidak diperkenankan berpartisipasi

dalam aktivitas perekonomian, terutama dalam usaha

mencari penghasilan.
32

b. Harus ada sensor terhadap semua aktivitas intelektual

kelas penguasa, dan propaganda terus-menerus yang

bertujuan untuk menyeragamkan pikiran-pikiran mereka.

Semua inovasi dalam pendidikan, peraturan, dan agama

harus dicegah atau ditekan.

c. Negara harus bersifat mandiri (self-sufficient). Negara

harus bertujuan pada autarki ekonomi, jika tidak demikian,

para penguasa akan bergantung pada para pedagang, atau

justru para penguasa itu sendiri menjadi pedagang.

Alternatif pertama akan melemahkan kekuasaan mereka,

sedangkan alternatif kedua akan melemahkan persatuan

kelas penguasa dan stabilitas negaranya.46

Untuk mewujudkan keadilan masyarakat harus dikembalikan

pada struktur aslinya, domba menjadi domba, penggembala menjadi

penggembala. Tugas ini adalah tugas negara untuk menghentikan

perubahan. Dengan demikian keadilan bukan mengenai hubungan

antara individu melainkan hubungan individu dan negara serta

bagaimana individu melayani negara.

Keadilan juga dipahami secara metafisis keberadaannya

sebagai kualitas atau fungsi makhluk super manusia, yang sifatnya

tidak dapat diamati oleh manusia. Konsekuensinya ialah, bahwa

realisasi keadilan digeser ke dunia lain, di luar pengalaman manusia;


46
Karl R. Popper, “Masyarakat Terbuka dan Musuh-Musuhnya”, The Open
Society and Its Enemy, diterjemahkan oleh: Uzair Fauzan, Cetakan I, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2002, hal. 110.
33

dan akal manusia yang esensial bagi keadilan tunduk pada cara-cara

Tuhan yang tidak dapat diubah atau keputusan-keputusan Tuhan

yang tidak dapat diduga.47 Oleh karena inilah Plato mengungkapkan

bahwa yang memimpin negara seharusnya manusia super, yaitu the

king of philosopher (pemimpin yang memerintah dengan akal dan

hati nurani).48

teori keadilan dari Plato ini lebih menekankan pada harmoni

atau keselarasan. Plato mendefinisikan keadilan sebagai “the

supreme virtue of the good state” (kebajikan tertinggi dari negara

yang baik), sedang orang yang adil adalah “the self diciplined man

whose passions are controlled by reason” (orang yang

mengendalikan diri yang perasaan hatinya dikendalikan oleh akal).

Bagi Plato keadilan tidak dihubungkan secara langsung dengan

hukum. Baginya keadilan dan tata hukum merupakan substansi

umum dari suatu masyarakat yang membuat dan menjaga

kesatuannya.49

Dari ungkapan di atas, terlihat dengan jelas Plato memandang

suatu masalah yang memerlukan pengaturan dengan undang-undang

harus mencerminkan rasa keadilan, sebab bagi Plato hukum dan

undang-undang bukanlah semata-mata untuk memelihara ketertiban

47
W. Friedmann, “Teori dan Filsafat Hukum”, (Legal Theori), Susunan I,
diterjemahkan oleh Mohamad Arifin, Cetakan kedua, Jakarta PT RajaGrafindo Persada, 1993, hal.
117.
48
Deliar Noer, “Pemikiran Politik Di Negeri Barat”, Cetakan II Edisi Revisi,
Bandung, Pustaka Mizan, 1997, hal. 1-15.
49
Bahder Johan Nasution, “Kajian Filosofis Tentang Konsep Keadilan Dari
Pemikiran Klasik Sampai Pemikiran Modern”, Yustisia, No. 2, Vol. 3, Hal. 120.
34

dan menjaga stabilitas negara, melainkan yang paling pokok dari

undang-undang adalah untuk membimbing masyarakat mencapai

keutamaan, sehingga layak menjadi warga negara dari negara yang

ideal. Hukum dan undang-undang bersangkut paut erat dengan

kehidupan moral dari setiap warga masyarakat.

2. Teori Keadilan Jhon Rawls

John Rawls mendefinisikan keadilan sebagai fairness, dengan

kata lain prinsip-prinsip keadilan bagi struktur dasar masyarakat

merupakan tujuan dan kesepakatan. Dalam keadilan sebagai fairness,

posisi kesetaraan asali atau dasar seseorang berkaitan dengan kondisi

alam dalam teori tradisional kontrak sosial. John Rawls

mengasumsikan bahwa posisi asali ini tidak diangap sebagai kondisi

historis, apalagi sebagai kondisi primitif kebudayaan, namun lebih

dipahami sebagai hipotesis yang dicirikan mendekati pada konsepsi

keadilan tertentu.50 Beberapa konsep keadilan yang dikemukakan

oleh Filsuf Amerika di akhir abad ke-20, John Rawls, seperi A

Theory of justice, Politcal Liberalism, dan The Law of Peoples, yang

memberikan pengaruh pemikiran cukup besar terhadap diskursus

nilai-nilai keadilan.51

Seperti yang kita ketahui bahwa fairness (dalam bahasa

Inggris) adalah ‘kejujuran, kewajaran, kelayakan’. Jadi dengan kata

50
John Rawls, “A Theory of Justice”, Teori Keadilan, Dasar-dasar Filsafat Politik
untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2011, hal 13.
51
Pan Mohamad Faiz, “Teori Keadilan John Rawls”, dalam Jurnal Konstitusi,
Vol. 6 No. 1 , Hal. 139.
35

lain, keadilan itu suatu kejujuran, suatu kewajaran dan kelayakan.

Teori Rawls ini sering disebut Justice as fairness (keadilan sebagai

kelayakan). Jadi yang pokok adalah prinsip keadilan mana yang

paling fair, dan harus dipedomani “bahwa orang-orang yang

merdeka dan rasional yang berkehendak untuk mengembangkan

kepentingan-kepentingannya hendaknya memperoleh suatu

kedudukan yang sama pada saat akan memulainya dan itu

merupakan syarat yang fundamental bagi mereka untuk memasuki

perhimpunan yang mereka kehendaki.52

Teori Rawls Justice as fairness cukup keras mengkritik

konsep Jeremy Bentham tentang utilitisme. Pertama-tama John

Rawls mulai dengan gambaran tentang teori utilitis, bahwa doktrin

ini menganjurkan the greatest happiness principle (prinsip

kebahagiaan yang semaksimal mungkin). Tegasnya menurut teori

ini, masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang mencoba

memperbesar kebahagiaan dan memperkecil ketidak-bahagiaan, atau

masyarakat yang mencoba memberi kebahagiaan yang sebesar

mungkin kepada rakyat pada umumnya. Teori ini tampak sederhana,

yaitu untuk memperbesar kebahagiaan, tetapi sebenarnya tidak

sesederhana yang diperkirakan sebagian orang. Jadi tampak bahwa

prinsip keadilan dan kemanfaatan kaun utilitis itu, untuk

memperbesar kebahagiaan, bukan suatu persoalan yang pasti. Masih

52
E. Fernando Manullang, Menggapai Hukum Berkeadilan, Kompas, Jakarta,
2007, Hal. 99
36

ada satu problem lagi dengan utilitarianism sebagai tambahan atas

fakta bahwa teori ini, tidak melengkapi definisi yang jelas tentang

kebahagiaan, tidak ada cara untuk mengukurnya dan tidak ada

bimbingan moral yang pasti. Problem ini ialah bahwa teori keadilan

utilitis ini, tidak selalu sesuai dengan perasaan umum tentang

keadilan.53

John Rawls yang dipandang sebagai perspektif “liberal-

egalitarian of social justice”, berpendapat bahwa keadilan adalah

kebajikan utama dari hadirnya institusi-institusi sosial (social

institutions). Akan tetapi, kebajikan bagi seluruh masyarakat tidak

dapat mengesampingkan atau menggugat rasa keadilan dari setiap

orang yang telah memperoleh rasa keadilan. Khususnya masyarakat

lemah pencari keadilan.54

Ada dua tujuan dari teori keadilan menurut John Rawls

Pertama, teori ini mau mengartikulasikan sederet prinsip-prinsip

umum keadilan yang mendasari dan menerangkan berbagai

keputusan moral yang sungguh-sungguh dipertimbangkan dalam

keadaan-keadaan khusus kita. Yang dia maksudkan dengan

“keputusan moral” adalah sederet evaluasi moral yang telah kita buat

dan sekiranya menyebabkan tindakan sosial kita. Keputusan moral

yang sungguh dipertimbangkan menunjuk pada evaluasi moral yang

kita buat secara refleksif.


53
La Ode Muhammad Iman Abdi Anantomo Uke, “Teori Keadilan
Kontemporer”, Jurnal Al-‘Adl, No. 1, Vol. 10, Hal. 95.
54
Pan Mohamad Faiz, Op.cit, Hal. 140.
37

Kedua, Rawls mau mengembangkan suatu teori keadilan sosial yang

lebih unggul atas teori utilitarianisme. Rawls memaksudkannya

“rata-rata” (average utilitarianisme), maksudnya adalah bahwa

institusi sosial dikatakan adil jika diabadiakan untuk

memaksimalisasi keuntungan dan kegunaan. Sedangkan

utilitarianisme rata-rata memuat pandangan bahwa institusi sosial

dikatakan adil jika hanya diandikan untuk memaksimalisasi

keuntungan rata-rata perkapita. Untuk kedua versi utilitarianisme

tersebut “keuntungan” didefinisikan sebagai kepuasan atau

keuntungan yang terjadi melalui pilihan-pilihan. Rawls mengatakan

bahwa dasar kebenaran teorinya membuat pandangannya lebih

unggul dibanding kedua versi utilitarianisme tersebut. Prinsip-prinsip

keadilan yang ia kemukakan lebih unggul dalam menjelaskan

keputusan moral etis atas keadilan sosial.55

Secara spesifik, John Rawls mengembangkan gagasan

mengenai prinsip-prinsip keadilan dengan menggunakan sepenuhnya

konsep ciptaanya yang dikenal dengan “posisi asali” (original

position) dan “selubung ketidaktahuan” (veil of ignorance).56

Dalam pandangan John Rawls terhadap konsep “posisi asli”

terdapat prinsip-prinsip keadilan yang utama, diantaranya prinsip

persamaan, yakni setiap orang sama atas kebebasan yang bersifat

universal, hakiki dan kompitabel dan ketidaksamaan atas kebutuhan


55
Damanhuri Fattah, ”Teori Keadilan Menurut John Rawls”¸Jurnal TAPIs, No.
2, Vol.9, Hal. 32-33.
56
Ibid.
38

sosial, ekonomi pada diri masing-masing individu. Prinsip pertama

yang dinyatakan sebagai prinsip kebebasan yang sama (equal liberty

principle), seperti kebebasan beragama (freedom of religion),

kemerdekaan berpolitik (political of liberty), kebebasan berpendapat

dan mengemukakan ekpresi (freedom of speech and expression),

sedangkan prinsip kedua dinyatakan sebagai prinsip perbedaan

(difference principle), yang menghipotesakan pada prinsip

persamaan kesempatan (equal oppotunity principle).57

Lebih lanjut John Rawls menegaskan pandangannya terhadap

keadilan bahwa program penegakan keadilan yang berdimensi

kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu,

pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan

dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap

orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial

ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang

bersifat timbal balik.58

Dengan demikian, prinsip perbedaan menuntut diaturnya

struktur dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan

prospek mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas

diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang

beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua

57
Ana Suheri, “Wujud Keadilan Dalam Masyarakat Di Tinjau Dari Perspektif
Hukum Nasional”, Jurnal Morality, No. 1, Vol. 4, Hal. 63.
58
Hans Kelsen, 2011. “General Theory of Law and State”, diterjemahkan oleh
Rasisul Muttaqien, Bandung, Nusa Media. Hal. 7.
39

hal: Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi

ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan

institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan.

Kedua, setiap aturan harus memposisikan diri sebagai pemandu

untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi

ketidak-adilan yang dialami kaum lemah.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik sebuah

kesimpulan bahwa teori keadilan John Rawls yang dikenal dengan

Justice as fairness, dapat dianggap sebagai suatu jawaban terhadap

kritik-kritik yang dibuat oleh penentang konsep atau aliran utilitis.

Karena pada dasarnya Rawls juga cukup keras mengkritik konsep

utilitis yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham sebagai The father

of legal utilitarianism. Karena menurut Rawls kebahagiaan sebesar-

besarnya bagi orang lain belum tentu membahagiakan orang lain

juga. Rawls lebih mengacu pada prinsip dasar keadilan yang

pertama, bahwa seseorang bisa melakukan kebebasan sepanjang ia

tidak menyakiti orang lain. Bagi Rawls, konsep utilitarianisme bisa

saja menimbulkan “sistem perbudakan” bagi orang lain. Misalnya,

dimana para pemilik budak dibahagiakan oleh manfaat dari budak-

budaknya, sedangkan belum tentu manfaat itu bahagia bagi para

budak itu sendiri.

Berkaitan dengan dua prinsip keadilan, yaitu prinsip

kebebasan dan prinsip perbedaan, bahwa perbedaan sosial-ekonomi


40

harus menolong seluruh masyarakat serta para pejabat tinggi harus

terbuka bagi semuanya. Tegasnya ketidaksamaan sosial-ekonomi

dianggap tidak ada, kecuali ketidaksamaan ini menolong seluruh

masyarakat. Jadi, teori Justice as fairness ini lahir dari dua prinsip

keadilan tersebut, Dimana orang yang rasional akan

menyeimbangkan kepentingan-kepentingan secara netral atau jujur,

tanpa mengetahui bagian mana yang akan dia terima dari

masyarakat.

E. Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak

asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut

diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua

hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain

perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus

diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman,

baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai

ancaman dari pihak manapun.59

Perlindungan hukum adalah penyempitan arti dari perlindungan,

dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja. Perlindungan

yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan

kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek

hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta

59
Satjipto Rahardjo, “Penyelenggaraan Keadilan dalam Masyarakat yang Sedang
Berubah”, Jurnal Masalah Hukum., hal. 74.
41

lingkungannya. Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan

kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.60

Teori perlindungan hukum merupakan perkembangan dari konsep

pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM)

yang berkembang pada abad ke 19. Adapun arah dari konsep tentang

pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM)

adalah adanya pembatasan dan peletakan kewajiban kepada

masyarakat dan pemerintah.61

Menurut Fitzgerald sebagaimana dikutip Satjipto Raharjo awal mula

dari munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori

hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh

Plato, Aristoteles (murid Plato), dan Zeno (pendiri aliran Stoic).

Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa hukum itu

bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta antara

hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini

memandang bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan aturan

secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang

diwujudkan melalui hukum dan moral.62

Fitzgerald menjelaskan teori pelindungan hukum Salmond bahwa

hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai

kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas


60
CST Kansil, “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia”, Balai Pustaka,
Jakarta, 1989, Hal 102.
61
Tesis hukum, “Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli”
http://tesishukum.com/pengertianperlindungan-hukum-menurut-para-ahli/, diakses tanggal 2 Juni
2016.
62
Satjipto Raharjo, “Ilmu Hukum”, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal. 53.
42

kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya

dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain

pihak. Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan

manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk

menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.

Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan

hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum

yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan

kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku

antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan

pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.63

Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari

fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu

keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. Adapun

pendapat yang dikutip dari beberapa ahli mengenai perlindungan

hukum sebagai berikut:

a. Menurut Satjipto Rahardjo perlindungan hukum adalah adanya

upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara

mengalokasikan suatu Hak Asasi Manusia kekuasaan

kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya

tersebut.

b. Menurut Setiono perlindungan hukum adalah tindakan atau

upaya untuk Melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-


63
Ibid, Hal. 54.
43

wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum,

untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga

memungkinkan manusia untuk menikmat martabatnya sebagai

manusia.

c. Menurut Muchsin perlindungan hukum adalah kegiatan untuk

melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-

nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan

tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam

pergaulan hidup antara sesama manusia.

d. Menurut Philipus M. Hadjon Selalu berkaitan dengan

kekuasaan. Ada dua kekuasaan pemerintah dan kekuasaan

ekonomi. Dalam hubungan dengan kekuasaan pemerintah,

permasalahan perlindungan hukum bagi rakyat (yang

diperintah), terhadap pemerintah (yang memerintah). Dalam

hubungan dengan kekuasaan ekonomi, permasalahan

perlindungan hukum adalah perlindungan bagi si lemah

(ekonomi) terhadap si kuat (ekonomi), misalnya perlindungan

bagi pekerja terhadap pengusaha.

Pada dasarnya perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu:64

a. Perlindungan Hukum Preventif

64
Muchsin. “Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia”,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 2003, hal. 20.
44

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan

untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini

terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud

untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-

rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.

b. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir

berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan

yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah

dilakukan suatu pelanggaran.

Berdasarkan Alenia 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), negara yang

berkewajiban memberikan perlindungan terhadap warga negara

Indonesia. Pemerintah merupakan wakil dari negara dalam menjalankan

fungsi perlindungan berkaitan dengan hak asasi manusia (HAM).65

Perlindungan hukum terhadap warga negara Indonesia di luar negeri

menjadi tanggung jawab Perwakilan RI yang berada dibawah

Kementerian Luar Negeri, berdasarkan Pasal 19 UU No. 37 Tahun

1999. Perwakilan RI terbagi dua yaitu perwakilan diplomatik dan

perwakilan konsuler. Keduanya menjalankan tugas perlindungan hanya

saja perwakilan melaksanakan tugas pelindungan melalui pelaksanaan

65
Luthvi Febryka Nola, “Upaya Pelindungan Hukum Secara Terpadu Bagi Tenaga
Kerja Indonesia (TKI)”, Negara Hukum, No. 1, Vol. 7, Hal. 40.
45

hubungan diplomatik, sedangkan perwakilan konsuler melakukan

perlindungan dalam hubungan konsuler.66

Secara spesifik, Pasal 5 huruf c Kepres No. 108 Tahun 2003 tentang

Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri menyerahkan

fungsi perlindungan hukum dan fisik terhadap WNI dan Badan Hukum

Indonesia kepada perwakilan diplomatik dalam hal terjadi ancaman

dan/atau masalah hukum di Negara Penerima. Berkaitan dengan

perlindungan terhadap kepentingan WNI dan Badan Hukum Indonesia

merupakan tanggung jawab perwakilan konsuler.67 Fungsi perlindungan

hukum yang dapat diberikan oleh perwakilan RI antara lain

menghindarkan atau mengkoreksi praktik-praktik dari negara

penempatan yang bersifat diskriminatif terhadap negara dan warga

negaranya; memberikan bantuan atau pelayanan kepada warga negara

yang melanggar peraturan hukum di luar negeri; dan memberikan

perlindungan dan bantuan kepada para pelaut.68

Pada dasarnya perlindungan hukum tidak membedakan terhadap kaum

pria maupun wanita. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan

pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga

masyarakatnya karena itu perlindungan hukum tersebut akan

melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam

wujudnya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam wadah

Ibid.
66
67
Pasal 7 a Kepres No. 108 Tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Republik
Indonesia di Luar Negeri.
68
T. May Rudi,”Hukum Internasional 2”, Bandung: PT Refika Aditama, 2009, Hal. 74-
75.
46

negara kesatuan yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan demi

mencapai kesejahteraan bersama.


BAB III

IMPLEMENTASI TERKAIT PEMENUHAN HAK-HAK PEKERJA

MIGRAN INDONESIA ASAL INDRAMAYU

A. Implementasi Terkait Pemenuhan Hak-Hak Pekerja Migran Asal

Indramayu

Pada konteks Negara Indonesia, perlindungan pekerja migran

Indonesia mengacu pada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa Negara republik Indonesia

berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia, selain itu di dalam Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945 pada pasal 27 ayat (2) diatur mengenai hak atas

pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi setiap warga negara, yang

harus dipenuhi oleh negara.

Hak pekerja migran Indonesia juga terdapat dalam Pasal 28 D ayat

(2) yang mengatur mengenai hak setiap orang untuk bekerja serta

mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan

kerja. Berdasarkan pasal-pasal tersebut terlihat bahwa konstitusi

mengamanatkan kepada Negara untuk menjamin dan melindungi hak asasi

warga setiap warga Negara yang bekerja, baik di dalam maupun di luar

negeri berdasarkan prinsip persamaan hak, keadilan sosial, kesetaraan, dan

anti diskriminasi. Artinya, pemenuhan atas hak-hak warga Negara bukan

hanya tanggung jawab tertulis atas nama hukum semata, namun dilakukan

atas nama kemanusiaan.

47
48

Besarnya jumlah pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar

negeri, yang sebagian besar mereka merupakan pekerja dengan

keterampilan rendah (low-skilled) mengandung banyak permasalahan

terkait dengan perlindungannya. Permasalahan utama yang dihadapi

pekerja migran Indonesia menyangkut perlindungan terhadap hak-hak

mereka sebagai pekerja serta kondisi kerja yang eksploitatif di luar negeri.

Eksploitasi ini dapat berupa penahanan gaji/upah (tidak dibayarkan)

sampai beberapa waktu bahkan ada kasus-kasus gaji/upah tersebut tidak

dibayarkan sampai pekerja migran Indonesia pulang ke Indonesia, jam

kerja yang panjang serta jenis pekerjaan yang berbeda, tidak sesuai dengan

yang tercantum dalam perjanjian kerja.

Pelanggaran perjanjian yang terjadi dilapangan membuat pekerja

migran melakukan pengaduan ke Badan Perlindungan Pekerja Migran

Indonesia (BP2MI) yang merupakan lembaga non departement di

Indonesia yang mempunyai fungsi melindungi pekerja migran Indonesia di

luar negeri secara terkoordinasi dan terintegerasi, hal tersebut merupakan

upaya untuk mendapatkan perlindungan dari segala hal yang mengancam

hak-hak mereka. Pelanggaran perjanjian kerja banyak dialami oleh pekerja

migran Indonesia khususnya pekerja migran Indonesia yang berasal dari

provinsi jawa barat, pada tahun 2019 provinsi jawa barat menempati posisi

kedua dengan jumlah sebanyak 2.194 pengaduan dan posisi pertama

ditempati oleh provinsi nanggroe aceh darussalam dengan jumlah

sebanyak 3.668 pengaduan, namun pada tahun 2020 provinsi jawa barat
49

menjadi provinsi yang menempati posisi pertama dalam hal pengaduan

yang dilakukan pekerja migran Indonesia dengan jumlah sebanyak 734

pengaduan dan salah satu kabupaten di provinsi jawa barat yang pekerja

migrannya banyak melakukan pengaduan yaitu kabupaten Indramayu.

Kabupaten Indramayu menjadi salah satu kabupaten yang

terbanyak melakukan pengaduan, hal tersebut terbukti dengan banyaknya

pengaduan yang tercatat pada data penempatan dan perlindungan pekerja

migran Indonesia periode tahun 2018-2020 yang dikeluarkan langsung

oleh Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Berikut

merupakan lima provinsi dan kabupaten di Indonesia yang terbanyak

melakukan pengaduan kepada Badan Perlindungan Pekerja Migran

Indonesia (BP2MI) selama periode tahun 2018-2020.69

JUMLAH PENGADUAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA


BERDASARKAN PROVINSI PERIODE TAHUN 2018 s.d 2020
NO PROVINSI 2018 2019 2020

1 Jawa Barat 606 2.194 734

2 Jawa Tengah 222 509 260

3 Jawa Timur 251 589 152

4 Nusa Tenggara Barat 139 887 99

5 Banten 110 416 84

Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, “ Data Penempatan Dan Perlindungan


69

Pekerja Migran Indonesia (PMI) Tahun 2020”, Jakarta, Hal. 18-19.


50

JUMLAH PENGADUAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA


BERDASARKAN KABUPATEN/KOTA PERIODE TAHUN
NO KABUPATEN/KOTA 2018 2019 2020

1 Indramayu 120 373 142

2 Cirebon 86 278 101

3 Karawang 59 315 100

4 Cianjur 63 303 70

5 Sukabumi 45 260 59

2018 s.d 2020

Kabupaten Indramayu yang merupakan bagian dari daerah di

provinsi jawa barat menjadi kabupaten yang tertinggi dalam hal

pengaduan pekerja migran Indonesia dengan jumlah sebanyak 142

pengaduan berdasarkan kabupaten/kota di tahun 2020, sehingga hal

tersebut menempatkan provinsi jawa barat berada diposisi pertama

berdasarkan jumlah seluruh provinsi di Indonesia dalam persoalan

pengaduan pekerja migran tahun 2020.

Pelanggaran atau permasalahan pekerja migran Indonesia yang

berasal dari kabupaten Indramayu pada tahun 2021 masih saja ditemukan,

berdasarkan data yang didapatkan oleh penulis dari Badan Perlindungan

Pekerja Migran (BP2MI) Kabupaten Indramayu di bulan januari sampai

bulan juni ditemukan 14 pengaduan permasalahan dari beberapa Negara

penempatan yang diantaranya yaitu Arab Saudi, Taiwan, Hongkong,


51

Malaysia, Kuwait dan Negara Qatar.70 Permasalahan-permasalahan

tersebut meliputi meninggal dunia, sakit, tidak mendapatkan akses

komunikasi dengan keluarga, tidak diizinkan untuk pulang ke Negara asal,

gaji/upah yang tidak sesuai, penahanan dan perbuatan yang tidak

manusiawi atau kekerasan fisik yang dilakukan majikan sehingga pekerja

migran asal Indramayu kabur dari rumah majikannya dan sampai

dokumen-dokumen yang dibawanya tertinggal di rumah majikannya.71

Berdasarkan permasalahan-permasalahan diatas penulis akan

menguraikan beberapa permasalahan yang dirasakan oleh pekerja migran

Indonesia asal Kabupaten Indramayu sebagai sampel dalam penelitian ini,

berikut uraian permasalahan-permasalahan tersebut:72

1. Pada tanggal 1 Maret tahun 2021 Badan Perlindungan Pekerja

Migran Indonesia Kabupaten Indramayu mendapatkan

pengaduan dari anak kandung pekerja migran yang bekerja di

Negara Arab Saudi, keduanya tinggal di Kecamatan

Sukagumiwang Kabupaten Indramayu. Anak pekerja migran

tersebut mengadukan pelaporan bahwasanya ibunya

mendapatkan kesulitan dalam akses berkomunikasi yang

disebabkan karena tidak mempunyai handphone. Ibu dari anak

tersebut berangkat ke Negara penempatan pada tahun 2007 dan

selama itu beliau berkomunikasi melalui nomor kontak

70
Data CPMI/PMI Bermasalah Menurut Daerah Asal Layanan Terpadu Satu Atap
Indramayu Semester I, 2021.
71
Laporan Kasus Layanan Terpadu Satu Atap Indramayu Semester I, 2021.
72
Ibid
52

majikannya. Pada tahun 2015 pihak keluarga tersebut mendapat

surat dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Riyadh

terkait kondisi keluarganya yang berangkat kerja ke luar negeri

dan menyertakan nomor-nomor yang bisa dihubungi. Namun,

komunikasi hanya bias dilakukan sekali pada tahun 2015 karena

setelah itu nomor kontak keluarga diblokir.

2. Pada tanggal 17 Maret 2021, Badan Perlindungan Pekerja

Migran Indonesia Kabupaten Indramayu mendapatkan pelaporan

kembali dari kakak kandung pekerja migran. Dalam pelaporan

tersebut menjelaskan bahwasanya adiknya yang bekerja di luar

negeri dari mulai tahun 2016 sampai tahun 2021 belum pernah

pulang ke tanah air sejak awal keberangkatan. Selama ini pekerja

migran tersebut bekerja tanpa ada masalah yang berarti dengan

majikannya, hanya saja pada tanggal 12 maret 2021 pihak

keluarganya mendapatkan kabar dari pekerja migran tersebut

tidak diizinkan pulang ke tanah air oleh majikannya.

3. Pada tanggal 19 April 2021 Badan Perlindungan Pekerja Migran

Indonesia Kabupaten Indramayu mendapatkan pelaporan dari

kuasa hukum keluarga pekerja migran. Pekerja migran tersebut

berangkat pada tahun 2020, namun pada bulan Maret 2021

pekerja migran tersebut mengeluh sakit, lalu diperiksa di klinik

dan pekerja migran tersebut didiagnosa mengidap penyakit paru-

paru. Seminggu kemudian pekerja migran tersebut diperiksakan


53

di rumah sakit dan diduga terdapat tumor di kepala dan harus

dirawat. Sepulang dari perawatan di rumah sakit pekerja migran

seringkali merasakan sakit dan jatuh tidak sadarkan diri. Selepas

kejadian tersebut lalu pekerja migran asal Indramayu ini

meminta ijin kepada majikannya untuk pulang ke Indonesia

mengingat kondisi badan pekerja migran tersebut sudah tidak

sanggup bekerja tetapi pihak majikan tidak mengizinkannya

pulang sebelum menemukan pengganti pekerja migran tersebut.

4. Pada tanggal 27 Mei 2021 Badan Perlindungan Pekerja Migran

Indonesia Kabupaten Indramayu mendapatkan pelaporan

kembali dari keluarga pekerja migran yang mendaptkan masalah

di Negara penempatannya. Pekerja migran tersebut bernama Iha

Maftuha, Iha diberangkatkan pada tahun 2019. Selama bekerja

Iha Maftuha seringkali mendapatkan kekerasan fisik dari

majikannya dan selain itu pekerja migran tersebut mendapatkan

gaji yang nominalnya tidak menentu. Pada bulan februari 2021

Iha Maftuha telah melaporkan majikannya ke Kedutaan Besar

Republik Indonesia (KBRI), tetapi oleh petugas Kedutaan Besar

Republik Indonesia (KBRI) pekerja migran tersebut diminta

untuk kembali kepada majikannya dikarenakan masa kontraknya

belum selesai. Setelah itu, Iha bersama teman-teman lainnya

kabur dan pindah bekerja di yayasan panti asuhan. Setelah

pindah tempat kerja pekerja migran yang bersangkutan baru


54

dapat berkomunikasi dengan pihak keluarga dan mengabarkan

kondisi diri beserta teman-temannya yang ingin dipulangkan.

5. Pada tanggal 21 Juni 2021 Badan Perlindungan Pekerja Migran

Indonesia Kabupaten Indramayu mendapatkan pelaporan

kembali dari keluarga pekerja migran, kali ini permasalahan

yang dirasakan pekerja migran yang berangkat secara

unprosedural melalui sponsor di Negara Malaysia, pekerja

migran ini berangkat pada tahun 2019, selama bekerja pekerja

migran yang bersangkutan sering mendapatkan kekerasan fisik

dari majikan sehingga yang bersangkutan kabur ke majikan lain,

tetapi pekerja migran tersebut tidak memiliki dokumen-dokumen

karena tertinggal di rumah majikan terdahulunya. Pekerja migran

tersebut ingin pulang ke tanah air karena merasa sudah tidak

tahan bekerja di Negara Malaysia dan selama ini tidak diijinkan

oleh majikan karena belum ada penggantinya.

Melindungi segenap bangsa Indonesia tentunya menunjukkan

kepada seluruh warga yang berkebangsaan Indonesia baik yang berada di

dalam negeri maupun yang berada di luar negeri. Namun seringkali negara

gagal dalam melindungi Pekerja Migran Indonesia yang berada di luar

negeri. Tidak dapat di pungkiri bahwa sudah sejak lama migrasi

memberikan kontribusi kepada pembangunan dan kesejahteraan ekonomi

serta sosial baik di negara tujuan maupun di negara asal. Situasi ini tentu
55

sangat ironi, apalagi dalam kenyataannya terjadi eksploitasi terhadap para

pekerja migran dalam rangka mencapai kemajuan di bidang ekonomi.

Sedangkan di dalam Undang-Undang sudah jelas diatur mengenai hak-hak

para Pekerja Migran Indonesia yang bekerja di luar negeri, serta

perlindungannya pada saat pra penempatan, masa penempatan dan purna

penempatan.

Selain itu juga masih ada anggapan yang menyatakan bahwa para

pekerja migran adalah sekelompok orang yang dapat di eksploitasi,

dikorbankan, sumber tenaga kerja murah, lemah dan bersedia menerima

kondisi kerja 3D yaitu kotor (dirty), berbahaya (dangerous), dan

melecehkan (degrading), bahkan warga negara tempatnya berimigrasi

tidak bersedia dan/tidak mau menerima pekerja migran. Akibat dari situasi

di atas adalah hak-hak dasar dari kaum migran sangat mudah dilecehkan

dan diabaikan.73

73
Atik Krustiyati “Optimalisasi Perlindungan Dan Bantuan Hukum Pekerja Migran
Melalui Promosi Konvensi Pekerja Migran Tahun 2000” Jurnal Dinamika Hukum Vol. 13 No.1
Januari 2013, hlm. 141.
56

BAB IV

HAK-HAK YANG DIPEROLEH PEKERJA MIGRAN INDONESIA ASAL

INDRAMAYU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN

2017 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA

DAN UPAYA HUKUM YANG DAPAT DI TEMPUH PEKERJA MIGRAN

ASAL INDRAMAYU APABILA HAK-HAKNYA TIDAK DAPAT

TERPENUHI

A. Hak-Hak Pekerja Migran Indonesia Asal Indramayu

Hak atau Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada

manusia, secara kodrati sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa,

yang merupakan kebebasan dasar dan hak-hak dasar yang tidak dapat

diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari

martabat kemanusiaan.74 Hak juga bisa diartikan sebagai bentuk

perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia, jika hak pekerja migran

tidak dapat terpenuhi maka bentuk perlindungan terhadap pekerja migran

pun tidak akan mereka rasakan. Perlindungan merupakan hak dasar

pekerja migran Indonesia yang harus dipenuhi pada setiap tahapan-tahapan

dalam proses migrasi ke luar negeri. Pentingnya perlindungan bagi pekerja

migran didukung oleh komitmen otoritas global maupun regional dengan

mengeluarkan beberapa segala kesepakatan dan konsensus yang pada

intinya bertujuan untuk mewujudkan perlindungan bagi pekerja migran

yang bekerja melintasi batas Negara. Hak-hak pekerja migran Indonesia

74
Aris Supomo, “Hukum Hak Asasi Manusia dan Kewarganegaraan”, K-Media,
Yogyakarta, 2017, Hal. 1.
57

asal Kabupaten Indramayu sebenarnya sama dengan hak pekerja migran

Indonesia lainnya, hanya saja penulis melakukan penelitian terkait hak

pekerja migran Indonesia yang berasal dari Indramayu agar penulis bisa

fokus ke satu titik wilayah dan juga penulis merasa tertarik karena

Kabupaten Indramayu merupakan kabupaten yang menempati posisi

pertama di Indonesia dalam pengiriman pekerja migran ke luar negeri

berdasarkan Kabupaten/Kota. Berikut ini penulis akan menjelaskan

mengenai hak-hak calon pekerja migran atau pekerja migran Indonesia

asal Kabupaten Indramayu berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia:75

1. Mendapatkan pekerjaan di luar negeri dan memilih pekerjaan

sesuai dengan kompetensinya;

2. Memperoleh akses peningkatan kapasitas diri melalui

pendidikan dan pelatihan kerja;

3. Memperoleh akses peningkatan kapasitas diri melalui

pendidikan dan pelatihan kerja;

4. Memperoleh pelayanan yang profesional dan manusiawi

serta perlakuan tanpa diskriminasi pada saat sebelum bekerja,

selama bekerja, dan setelah bekerja;

5. Menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan

yang dianut;

75
Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja
Migran Indonesia
58

6. Memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku

di negara tujuan penempatan dan/atau kesepakatan kedua

negara dan/atau Perjanjian Kerja;

7. Memperoleh pelindungan dan bantuan hukum atas tindakan

yang dapat merendahkan harkat dan martabat sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia dan di

negara tujuan penempatan;

8. Memperoleh penjelasan mengenai hak dan kewajiban

sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Kerja;

9. Memperoleh akses berkomunikasi;

10. Menguasai dokumen perjalanan selama bekerja;

11. Berserikat dan berkumpul di negara tujuan penempatan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku di negara tujuan penempatan;

12. Memperoleh jaminan pelindungan keselamatan dan

keamanan kepulangan Pekerja Migran Indonesia ke daerah

asal; dan/atau

13. Memperoleh dokumen dan Perjanjian Kerja Calon Pekerja

Migran Indonesia dan/atau Pekerja Migran Indonesia.

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia selain mengatur tentang hak yang

diperoleh setiap individu pekerja migran, undang-undang ini juga

mengatur mengenai hak yang diperuntukan kepada keluarga migran


59

sebagai bentuk untuk mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak pekerja

migran Indonesia dalam keseluruhan kegiatan sebelum bekerja, selama

bekerja dan setelah bekerja. Berikut ini hak-hak yang diperoleh keluarga

migran yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017

Tentang Perlindungan Pekerja Migran:76

1. memperoleh informasi mengenai kondisi, masalah, dan

kepulangan Pekerja Migran Indonesia;

2. menerima seluruh harta benda Pekerja Migran Indonesia

yang meninggal di luar negeri;

3. memperoleh salinan dokumen dan Perjanjian Kerja Calon

Pekerja Migran Indonesia dan/atau Pekerja Migran

Indonesia; dan

4. memperoleh akses berkomunikasi.

Hak-hak yang terdapat dalam undang-undang tersebut merupakan

bentuk perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia yang dibuat dan

ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk menjadi dasar dalam

memberikan sebuah perlindungan terhadap pekerja migran atau yang biasa

dikenal dengan pahlawan devisa Negara.

Sebagai Negara pengirim tenaga kerja internasional, pemerintah

Indonesia berupaya melindungi tenaga kerja yang ditempatkannya ke luar

negeri. Sebagai bagian dari dunia global, aturan-aturan yang dibuat

tersebut harus selaras dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam

76
Pasal 6 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja
Migran Indonesia
60

kesepakatan-kesepakatan mengenai perlindungan terhadap pekerja migran

yang telah ada, baik di tingkat global maupun di tingkat regional.77

Terdapat beberapa kesepakatan yang telah dibuat di tingkat global

maupun regional yang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi

pekerja migran yang bekerja diluar negera asalnya. Kesepakatan global

tersebut perlu disusun karena pekerja migran internasional rentan terhadap

berbagai perlakuan dan tindakan yang bertentangan dengan hak-hak asasi

manusia. Terlebih lagi, pekerja migran bekerja di luar Negara asal mereka

yang mempunyai aturan-aturan yang berbeda. Oleh karena itu, perlu ada

pemahaman yang disepakati bersama oleh semua Negara dalam

memperlakukan pekerja migran yang masuk ke negaranya, sehingga hak-

hak pekerja migran dapat terpenuhidan mereka juga dapat menjalankan

kewajiban sebagaimana mestinya.78

Kesepakatan-kesepakatan di tingkat global terkait perlindungan

pekerja migran Internasional yang telah dibuat tetap memperhatikan

kesepakatan yang telah ada sebelumnya terutama Deklarasi Universal

Tentang Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Right)

dan dua kesepakatan hak-hak asasi manusia lainnya yaitu the International

Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dan the International

Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR).79

77
Mita Noveria, dkk, “Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Kesepakatan dan
Implementasinya”, Yayasan Pusataka Obor Indonesia, Jakarta, 2020, Hal. 44.
78
Ibid, Hal. 24.
79
Ibid
61

Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh

Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya disahkan melalui Resolusi

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 45/158 pada tanggal

18 Desember 1990. Namun, konvensi ini baru diterapkan pada 1 juli 2013

setelah sejumlah Negara yang meratifikasi mencapai 20 negara pada maret

2003. Konvensi ini tidak berdiri sendiri, tetapi juga terkait dengan

konvensi-konvesi lainnya yang telah disepakati sebelumnya. Dalam

konvensi tersebut dinyatakan bahwa konvensi internasional tentang

perlindungan hak-hak seluruh pekerja migran dan anggota keluarganya

dibuat dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang terkandung dalam

instrument-instrumen dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai hak

asasi manusia, khususnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia,

Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,

Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan politik, Konvenan

Internasional Tentang hak-hak Sipil dan Politik, Konvensi Internasional

Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, Konvensi

Internasional Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap

Wanita dan Tentang Hak-Hak Anak.80

Selain itu, Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Pekerja

Migran dan Anggota Keluarganya juga memperhatikan prinsip-prinsip dan

standar-standar yang ditetapkan lebih lanjut dalam instrumen-instrumen

terkait yang diuraikan dalam kerangka kerja Organisasi Buruh

Internasional (International Organisation Labour – ILO), Khususnya


80
Ibid, Hal.25
62

Konvensi Tentang Migran Untuk Bekerja (No. 97), Konvensi Tentang

Migrasi Dalam Kondisi Teraniaya dan Pemajuan Kesetaraan Kesempatan

dan Perlakuan Bagi Pekerja Migran (No. 143), Rekomendasi Mengenai

Migrasi Untuk Bekerja (No. 86), Rekomendasi Mengenai Pekerja Migran

(No. 151), Komvensi Tentang Kerja Paksa atau Wajib (No. 159), dan

Konvensi Tentang Penghapusan Kerja Paksa (No. 105). 81

Konvensi ini berlaku bagi seluruh pekerja migran dan anggota

keluarganya tanpa membedakan apapun seperti jenis kelamin, ras, warna

kulit, bahasa, agama, atau kepercayaan, pendapat politik atau lain-lain,

kebangsaan asal-usul etnis atau social, kewarganegaraan, usia, kedudukan

ekonomi, kekayaan, status perkawinan dan status kelahiran atau lain-lain.

Konvensi ini juga melingkupi seluruh pekerja migran selama proses dan

area serta semua status migrasi, yang berdokumen maupun tidak

berdokumen atau tidak regular. Dalam konvensi ini juga disebutkan tidak

ada diskriminasi terhadap hak-hak pekerja migran dan anggota

keluarganya sebagaimana dinyatakan pada bagian II Pasal 7 yaitu:82

”Negara-Negara pihak berupaya, sesuai dengan instrumen-instrumen


internasional tentang hak asasi manusia, untuk menghormati dan
memastikan semua pekerja migran dan anggota keluarganya dalam
wilayahnya atau yang tunduk pada yuridiksinya memperoleh hak-hak yang
diatur dalam konvensi ini tanpa membedaan apa pun seperti jenis kelamin,
ras, warna kulit, bahasa, agama atau kepercayaan, pendapat politik atau
lain-lain, kebangsaan, asal-usul etnis atau social, kewerganegaraan, usia,
kedudukan ekonomi, kekayaan, status perkawinan, status kelahiran atau
lain-lain”.

81
Ibid, Hal. 26.
82
Ibid, Hal. 26-27.
63

Apabila Konvensi ini diaplikasikan terhadap pekerja migran

Indonesia (PMI), Konvensi ini secara ekplisit menyatakan hak-hak Pekerja

Migran Indonesia yaitu:83

1. Bebas meninggalkan Negara manapun termasuk Negara asal

dan berhak kembali ke Negara asalnya.

2. Hak hidup dilindungi hukum.

3. Tidak menjadi sasaran penyiksaan dan perlakuan hukum

yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat.

4. Tidak boleh diperbudak/diperhamba atau melakukan kerja

paksa.

5. Berhak atas kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama.

6. Berhak atas kebebasan berekspresi baik secara lisan maupun

tulisan.

7. Berhak bebas berkomunikasi dengan keluarga dan urusan

pribadinya.

8. Berhak atas harta bendanya.

9. Berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi.

10. Berhak atas perlakuan manusiawi apabila kebebasannya

dirampas.

11. Memiliki hak yang setara dengan warga Negara dari Negara

tujuan di hadapan pengadilan dan tribunal.

12. Tidak boleh dijatuhi hukuman yang lebih berat daripada

hukuman yang berlaku atas suatu tindak pidana karena


83
Ibid, Hal. 27-29.
64

tindakan atau kelalaian yang bukan merupakan tindak pidana

berdasarkan hukum nasional dan internasional pada saat

dilakukan tindakan tersebut.

13. Tidak dipenjara atas dasar kegagalan memenuhi suatu

kewajiban perjanjian.

14. Mendapat perlindungan atas dokumen yang dibawanya,

untuk tidak disita, dihancurkan kecuali oleh aparat

pemerintah yang berwenang.

15. Tidak menjadi sasaran pengusiran massal.

16. Memperoleh pilihan meminta perlindungan dan bantuan

pejabat konsuler atau diplomatic dari Negara asalnya atau

Negara yang mewakili kepentingan Negara asalnya.

17. Diakui di hadapan hukum.

18. Mendapat hak yang sama dengan warga Negara-negara

tujuan dalam hal penggajian.

19. Mendapat hak-hak dan syarat kerja yang layak, meliputi jam

kerja layak, uang lembur, istirahat mingguan, liburan dengan

dibayar, keselamatan dan kesehatan kerja, jaminan saat

terjadinya pemutusan hubungan kerja, usia minimum, dan

syarat kerja lain sesuai praktik hukum nasional.

20. Menikmati perlakuan yang sama dengan warga Negara di

Negara tujuan kerja dalam hal jaminan sosial.


65

21. Berhak atas perawatan kesehatan yang mendesak untuk

kelangsungan hidup.

22. Anak pekerja migran berhak atas nama, pendaftaran

kelahiran dan kewarganegaraan.

23. Anak pekerja migran berhak atas aksess pada pendidikan

dasar.

24. Memindahkan pendapatan, barang-barang pribadi mereka

sesuai ketentuan hukum yang berlaku di Negara-negara yang

bersangkutan.

25. Informasi atas hak dan kewajiban pekerja migran dan

anggota keluarganya.

Hak-hak diatas menunjukan bahwa konvensi ini sudah melindungi

hak-hak pekerja pekerja migran dan keluarganya secara menyeluruh, mulai

dari perlindungan hak-hak asasi manusia, hak untuk tidak mendapatkan

penyiksaan, hak-hak ekonomi, serta hak-hak dan syarat kerja yang layak.

Dengan sudah adanya hak-hak pekerja migran ini peranan pemerintah

sangat diharapkan agar hak-hak pekerja migran tersebut dapat terpenuhi

dan terimplementasi dengan baik supaya pekerja migran bisa merasakan

keamanan dan kenyamanan pada saat sebelum bekerja, selama bekerja

hingga sesudah bekerja.

Perpanjangan tangan pemerintah Indonesia diluar wilayah Negara

Indonesia adalah perwakilan-perwakilan Pemerintah Republik Indonesia,

yang mana perwakilan-perwakilan tersebut memiliki kewajiban untuk


66

memupuk persatuan dan kerukunan antara sesama warga negara Indonesia

di luar negeri serta wajib memberikan pengayoman, perlindungan dan

bantuan hukum bagi warga negara dan badan hukum Indonesia diluar

negeri. Dalam hal warga negara Indonesia yang terancam bahaya nyata,

Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban memberikan perlindungan,

membantu dan menghimpun mereka di wilayah yang aman, serta

mengusahakan untuk memulangkan mereka ke Indonesia atas biaya

Negara. Dalam konsep human security, negara tetap memiliki tanggung

jawab yang besar terhadap keamanan individu. Sebagai subjek Hukum

Internasional, negara memiliki hak dan kewajiban internasional. Adapun

hak dan kewajiban negara terhadap individu pada hakekatnya ditentukan

oleh wilayah negara tersebut dan kewarganegaraan dari individu yang

bersangkutan.84

Bentuk tanggung jawab Negara untuk menjalankan amanat

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

1945) adalah dengan membuat peraturan turunannya. Salah satu aturan

yang paling baru yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PMI). Hakekat perlindungan

di dalam undang-undang ini adalah melindungi setiap pekerja migran

Indonesia dari praktik perdagangan manusia, perbudakan, korban

kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat

manusia, serta perlakuan lain yang bersifat eksploitatif.


84
Khairur Rizky, “Implementasi Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Hak
Pekerja Asing dan Anggota Keluarganya: Studi Kasus Penjaminan Hak Pekerja Migran Indonesia
di Singapura”, RESIPROKAL Vol.2, No.1, 2020, Hal. 14.
67

Permasalahan eksploitatif terhadap pekerja Migran Indonesia

biasanya terjadi karena pekerja migran ini berangkat melalui jalur

nonprosedural atau ilegal yang artinya mereka mengabaikan prosedur dan

mekanisme penempatan pekerja migran Indoensia yang telah diatur oleh

undang-undang dan ketentuan-ketentuan lainnya, sehingga mengakibatkan

mereka harus berhadapan dengan sebuah permasalahan. Namun, tidak

banyak juga dari pekerja migran Indonesia yang berangkat sesuai

prosedural bisa dijamin aman dan terhindar dari sebauh permasalahan

karena dalam faktanya masih banyak ditemukan permasalahan yang

dialami juga oleh pekerja migran yang berangkat sesuai prosedural. Hal

tersebut hampir sesuai dengan apa yang diungkapkan dalam wawancara

dengan bagian pengelola penempatan pekerja migran Indonesia di Badan

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Kabupaten Indramayu,

seperti berikut:85

“sebenarnya hak-hak pekerja migran itu sudah terdapat pada


perjanjian kerja yang mereka buat, jadi sebelum mereka berangkat ke luar
negeri mereka diharuskan membuat kontrak kerja terlebih dahulu dan di
dalam kontrak kerja tersebut hak pekerja migran harus tertulis, hak-hak
tersebut meliputi hak upah selama satu bulan, hak mengenai waktu
bekerja, hak istirahat selama bekerja, hak libur selama satu minggu berapa
hari sampai dengan adanya hak cuti untuk pulang ke Negara asal. Jadi
untuk pemenuhan hak-hak pekerja migran Indonesia asal Indramayu yang
berangkat secara prosedural atau legal biasanya hak-hak yang tertulis
didalam kontrak kerjanya itu terpenuhi lain halnya dengan pekerja migran
ilegal, karena dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Kabupaten
Indramayu dan Agen penempatan Pekerja Migran dapat mengkontrol
pekerja Migran tersebut. Namun, walaupun pekerja migran ini sudah
membuat perjanjian kerja/kontrak kerja bukan berarti juga hak-hak mereka
85
Wawancara dengan Listia Puji Lestari, Tanggal 25 Agustus di Kantor Badan
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Kabupaten Indramayu.
68

bakal terpenuhi secara keseluruhan karena ketika pekerja Migran ini


mendapatkan permasalahan di Negara penempatannya berarti hak-hak
mereka belum tentu terpenuhi.”

Pelanggaran terhadap perjanjian kerja pada umumnya dialami oleh

mereka yang bekerja sebagai caregiver di rumah pemberi kerja. Kelompok

pekerja migran Indonesia ini tergolong sebagai pekerja migran informal

yang bekerja dirumah, tempat yang berstatus tidak berbadan hukum.86

Dari banyaknya pengaduan yang dilatarbelakangi sebuah

permasalahan yang didapatkan oleh pekerja migran berdasarkan provinsi

dan kabupaten/kota menandakan bahwa hak-hak pekerja migran Indonesia

khususnya yang pekerja migran Indonesia yang berasal dari kabupaten

Indramayu masih banyak yang belum terpenuhi secara keseluruhan. Jika

dibandingkan antara permasalahan yang dialami pekerja migran Indonesia

yang berasal dari Indramayu dengan hak-hak pekerja migran Indonesia

yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan Konvensi Internasional

Tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota

Keluarganya sudah jelas melanggar hak pekerja migran, terkait

permasalahan yang pertama: perihal kematian dan sakit yang dialami oleh

pekerja migran Indonesia asal Indramayu telah melanggar ketentuan pasal

6 Ayat (1) huruf l dan pasal 28 Konvensi Internasional Tentang

Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

yang menjelaskan :

Mita Noveria, dkk, “Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Kesepakatan dan


86

Implementasinya”, Yayasan Pusataka Obor Indonesia, Jakarta, 2020, Hal. 60.


69

Pasal 6 Ayat (1) huruf l

“Setiap Calon Pekerja Migran Indonesia Atau Pekerja Migran


Indonesia memiliki hak memperoleh jaminan perlindungan keselamatan
dan keamanan kepulangan pekerja Migran Indonesia ke daerah asal”

Pasal 28

“Berhak atas keperawatan kesehatan yang mendesak untuk


kelangsungan hidup”

Kedua: permasalahan terkait tidak mendapatkan akses komunikasi

dengan keluarga, permasalahan ini telah melanggar ketentuan pasal 6 Ayat

(1) huruf i Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan

Pekerja Migran Indonesia dan pasal 14 Konvensi Internasional Tentang

Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

yang menjelaskan bahwa:

Pasal 6 Ayat (1) huruf i

“Setiap Calon Pekerja Migran Indonesia Atau Pekerja Migran


Indonesia memiliki hak memperoleh akses komunikasi”

Pasal 14

“Berhak bebas berkomunikasi dengan keluarga dan urusan


pribadinya”

Ketiga: permasalahan terkait pekerja migran Indonesia yang tidak

diizinkan untuk pulang ke Negara asal telah melanggar hak pekerja migran

yang tertuang pada pasal 6 Ayat (1) huruf l Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan pasal 8

Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja

Migran dan Anggota Keluarganya yang menjelaskan bahwa:


70

Pasal 6 Ayat (1) huruf l

“Setiap Calon Pekerja Migran Indonesia Atau Pekerja Migran


Indonesia memiliki hak memperoleh jaminan perlindungan keselamatan
dan keamanan kepulangan pekerja Migran Indonesia ke daerah asal”

Pasal 8

“Bebas meninggalkan Negara manapun termasuk Negara asal dan


berhak kembali ke Negara asalnya”
Keempat: permasalahan terkait pekerja migran Indonesia yang

tidak sesuai mendapatkan gaji/upah, permasalahan ini juga telah

melanggar hak pekerja migran Indonesia yang tertuang pada pasal 6 Ayat

(1) huruf f Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan

Pekerja Migran Indonesia dan pasal 25 Konvensi Internasional Tentang

Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

yang menjelaskan bahwa:

Pasal 6 Ayat (1) huruf f

“Setiap Calon Pekerja Migran Indonesia Atau Pekerja Migran


Indonesia memiliki hak memperoleh upah sesuai dengan standar upah
yang berlaku di Negara tujuan penempatan dan atau/ kesepakatan kedua
Negara dan/atau perjanjian kerja”

Pasal 25

“Mendapat hak-hak dan syarat kerja yang layak, meliputi jam kerja
layak, uang lembur, istirahat mingguan, liburan dengan dibayar,
keselamatan dan kesehatan kerja, jaminan saat PHK, usia minimum, dan
syarat kerja lain sesuai praktik hokum nasional”

Kelima: permasalahan terkait penahanan yang dialami pekerja

migran Indonesia yang berasal dari Indramayu di Negara Malaysia yang

berangkat melalui jalur laut, permasalahan tersebut juga telah melanggar


71

hak pekerja migran Indonesia yang tertuang pada pasal 6 Ayat (1) huruf g

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja

Migran Indonesia dan pasal 19 Konvensi Internasional Tentang

Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

yang menjelaskan bahwa:

Pasal 6 Ayat (1) huruf g

“Setiap Calon Pekerja Migran Indonesia Atau Pekerja Migran


Indonesia memiliki hak untuk memperoleh perlindungan dan bantuan
hukum atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia dan di
Negara tujuan penempatan”

Pasal 19

“Tidak boleh dijatuhi hukuman yang lebih berat daripada hukuman


yang berlaku atas suatu tindak pidana karena tindakan atau kelalaian yang
bukan merupakan tindak pidana berdasarkan hukum nasional dan
internasional pada saat dilakukan tindakan tersebut”

Dan permasalahan terakhir yang ditemukan dari data laporan kasus

di Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Kabupaten

Indramayu tahun 2021 yaitu terkait perbuatan yang tidak manusiawi atau

kekerasan fisik yang dilakukan oleh majikan terhadap pekerja migran

Indonesia yang berasal dari kabupaten Indramayu, tindakan tersebut juga

telah melanggar hak pekerja migran Indonesia yang tertuang dalam pasal

pasal 6 Ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan pasal 10 Konvensi

Internasional Tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan

Anggota Keluarganya yang menjelaskan bahwa:


72

Pasal 6 Ayat (1) huruf d

“Setiap Calon Pekerja Migran Indonesia Atau Pekerja Migran


Indonesia memiliki hak memperoleh pelayanan yang profesional dan
manusiawi serta perlakuan tanpa diskrimansi pada saat sebelum kerja,
selama bekerja dan setelah bekerja”

Pasal 10

“Tidak menjadi sasaran penyiksaan dan perlakuan hukum yang


kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat”

Pelaksanaan peraturan-peraturan yang mengenai perlindungan hak

pekerja migran Indonesia dan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam

perjanjian kerja tidak selamanya berjalan dengan semestinya. Pelanggaran

masih terjadi sehingga pekerja migran Indonesia tidak memperoleh hak-

hak mereka meskipun sudah menunaikan kewajiban sebagaimana yang

diatur dalam peraturan-peraturan yang mengenai perlindungan hak pekerja

migran Indonesia dan perjanjian kerja.

Melindungi segenap bangsa Indonesia tentunya menunjukkan

kepada seluruh warga yang berkebangsaan Indonesia baik yang berada di

dalam negeri maupun yang berada di luar negeri. Namun seringkali negara

gagal dalam melindungi Pekerja Migran Indonesia yang berada di luar

negeri. Tidak dapat di pungkiri bahwa sudah sejak lama migrasi

memberikan kontribusi kepada pembangunan dan kesejahteraan ekonomi

serta sosial baik di negara tujuan maupun di negara asal. Situasi ini tentu

sangat ironi, apalagi dalam kenyataannya terjadi eksploitasi terhadap para

pekerja migran dalam rangka mencapai kemajuan di bidang ekonomi.


73

Sedangkan di dalam Undang-Undang sudah jelas diatur mengenai hak-hak

para Pekerja Migran Indonesia yang bekerja di luar negeri, serta

perlindungannya pada saat sebelum bekerja, selama dan sesudah bekerja.

Dari hasil penelitian mengenai pemenuhan hak-hak Pekerja Migran

Indonesia (PMI) yang berasal dari kabupaten Indramayu berdasarkan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang perlindungan Pekerja

Migran Indonesia peneliti menyimpulkan bahwa pada kenyataannya

Pekerja Migran Indonesia masih belum mendapatkan hak-haknya secara

penuh dari negara tempat mereka berimigrasi, dengan banyaknya

permasalahan-permasalahan yang dialami oleh pekerja migran Indonesia

yang berasal dari kabupaten Indramayu. Masih dibutuhkan Perlindungan

hukum dan perlindungan dalam bentuk lain guna menjamin dihargainya

hak-hak dari Pekerja Migran Indonesia yang belum dapat dilaksanakan

oleh negara tujuan. Hal tersebut di atas dapat dilihat dari belum adanya

perangkat hukum yang cukup memadai guna melindungi dan

mengakomodir hak-hak Pekerja Migran Indonesia di suatu negara tempat

dimana Pekerja Migran Indonesia bekerja atau di tempatkan.

Ketidaksesuaian antara ketentuan-ketentuan dalam peraturan-

peraturan yang melindungi pekerja migran Indonesia dan ketentuan-

ketentuan dalam perjanjian kerja dengan kenyataan yang dihadapi oleh

pekerja migran Indonesia perlu diselesaikan oleh pihak-pihak yang

berperan dalam menempatkan pekerja migran Indonesia bekerja diluar

negeri, baik dari sisi Negara Indonesia maupun Negara penerima. Untuk
74

itu, perlu dilakukan negosiasi dengan fokus pada dua hal. Pertama

mencoba untuk meninjau kembali perjanjian kerja dan memperbaikinya

jika terdapat klausul-klausul yang memungkinkan tidak terpenuhinya hak

pekerja migran Indonesia. Jika tidak ditemukan permasalahan terhadap

perjanjian kerja, maka upaya kedua yang perlu dilakukan negoisasi untuk

pengawasan pelaksanaan perjanjian kerja. Dengan upaya-upaya yang

dilakukan diharapkan perlindungan terhadap hak-hak pekerja migran

Indonesia dapat diwujudkan.


B. Upaya Hukum Yang Dapat Ditempuh Pekerja Migran Asal

Indramayu Jika Hak-Hak Nya Tidak Dapat Terpenuhi

Permasalahan hukum yang dihadapi oleh pekerja migran Indonesia

yang berasal dari Indramayu sangat bervariasi, berdasarkan permasalahan

yang ditemukan peneliti pada tahun 2021 yang didapatkan dari Badan

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Kabupaten Indramayu yaitu

meliputi meninggal dunia, sakit, kekerasan, tidak mendapatkan akses

komunikasi hingga tindakan penahanan yang dilakukan Negara penerima.

Dalam hal Warga Negara Indonesia di luar negeri yang mengalami

permasalahan hukum dan tidak dapat membela hak dan kepentingannya

secara langsung di muka pengadilan atau di hadapan institusi yang

berwenang lainnya di luar negeri, karena ketidakhadirannya atau alasan

lain, maka perwakilan Republik Indonesia dapat mewakili atau mengatur

perwakilan yang layak bagi Warga Negara Indonesia dengan tujuan

sebagai langkah awal perlindungan hak dan kepentingan Warga Negara

Indonesia tersebut. Namun demikian perwakilan baik oleh Perwakilan

Republik Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk oleh Perwakilan

Republik Indonesia untuk bertindak atas nama Warga Negara Indonesia

harus dilakukan dengan memperhatikan praktek dan prosedur yang

berlaku di negara penerima. Namun demikian, perwakilan di muka

pengadilan atau di hadapan institusi lainnya tersebut pun tidak dapat

dijadikan alat untuk mengintervensi sistem hukum yang berlaku terhadap


76

Warga Negara Indonesia di negara penerima, semata-mata untuk tujuan

perlindungan Warga Negara Indonesia dimaksud.

Sejalan dengan upaya perlindungan Warga Negara Indonesia yang

tertuang pada Pembukaan Undang–Undang Dasar 1945 Alinea IV dan

Undang-Undang Hubungan Luar Negeri Nomor 37 Tahun 1999,

perlindungan dan bantuan hukum bagi warga negara dan Badan Hukum

Indonesia (BHI) di luar negeri. Menteri Luar Negeri, melalui Keputusan

Menteri Luar Negeri Nomor 053/0T/11/2002/01 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Departemen Luar Negeri bagian ke IV pasal 943, telah

membentuk Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan

Hukum Indonesia, yang mempunyai tugas untuk mengurus masalah

kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perlindungan dan bantuan

hukum kepada Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia.

Warga Negara Indonesia di luar negeri meliputi Tenaga Kerja

Indonesia, profesional, mahasiswa, bisnis/pengusaha, wisatawan,

keagamaan/misionaris. Sedangkan yang dikategorikan sebagai Badan

Hukum Indonesia di luar negeri adalah Badan Usaha Milik Negara

(BUMN), Perseroan Terbatas (PT), dan juga perusahaan-perusahaan

swasta Indonesia yang berbentuk Joint Venture (perusahaan bersama)

maupun membuka cabang di negara lain. Dibentuknya Direktorat

Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia di

Departemen Luar Negeri merupakan pelaksanaan dari keinginan seluruh

Warga Negara Indonesia. Selain perangkat keras ini, Departemen Luar


77

Negeri telah melakukan beberapa perubahan kedalam yang menekankan

para diplomat Indonesia untuk siap dalam keadaan apapun untuk

melindungi warga negaranya dan perwakilan Indonesia di luar negeri

menjadai rumah yang ramah bagi rakyat Indonesia. Namun demikian,

dalam pelaksanaannya, pemberian perlindungan harus di lihat secara

cermat dan tepat mengingat benturan yang dihadapi oleh pejabat di

lapangan adalah kedaulatan negara lain dan hukum Internasional yang

berlaku. Di lain pihak, pemerintah sendiri tidak mempersiapkan anggaran

untuk memberikan suatu perlindungan kepada kasus-kasus yang tidak

berdampak pada hubungan bilateral, Politik, ekonomi dan sosial budaya

lndonesia.87

Adapun Fungsi yang diselenggarakan oleh pejabat diplomatik dan

konsuler tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pemberian pengayoman, perlindungan dan bantuan hukum

kepada Warga Negara Indonesia termasuk Tenaga Kerja

Indonesia dan Badan Hukum Iindonesia dalam hal terjadi

ancaman dan/atau masalah hukum di Negara Penerima sesuai

dengan peraturan perundang-undangan nasional, dengan

memperhatikan hukum setempat serta hukum kebiasaan

Internasional.

87
Ferry Adamhar, "Permasalahan WNI Baik TKI maupun Non TKI di luar Negeri” Jurnal
Hukum lnternasional, Vol.2 no.4, Juli 2005, hal.698-699.
78

2. Penanganan pengaduan tentang permasalahan yang dihadapi

oleh Tenaga Kerja Indonesia dengan majikan, pengguna,

dan/atau dengan pemerintah setempat.

3. Pengidentifikasian masalah-masalah yang dihadapi oleh Tenaga

Kerja Indonesia dan pelayanan konsultasi dan masalah-masalah

kekonsuleran.

4. Pemberian nasehat dan pengupayaan bantuan hukum dalam hal

terjadi sengketa perburuhan antara pengguna jasa dengan

Tenaga kerja Indonesia.

5. Pendataan secara komprehensif terhadap Warga Negara

Indonesia di Negara Penerima.

6. Penerimaan, pencatatan, penelitian lapor diri, pengurusan

ketenagakerjaan dan pengesahan dokumen-dokumen

ketenagakerjaan, termasuk kontrak dan kerjasama dan kontrak

kerja.

7. Pelaksanaan fungsi kenotariatan dan pencatatan sipil.

8. Pengurusan masalah pewarganegaraan (naturalisasi), repatriasi,

deportasi, penyelesaian masalah pelintas batas ilegal, masalah

penyelundupan dan perdagangan manusia dan obat-obatan

terlarang, ekstradisi, bantuan hukum timbal balik, Warga Negara

Indonesia terlantar dan evakuasi.


79

9. Pelayanan pengeluaran paspor biasa, surat perjalanan laksana

paspor, surat keterangan penduduk luar negeri, pemberian visa

imigrasi lainnya.

10. Pengurusan perijinan (clearance) melintas atau mendarat

pesawat udara maupun kapal laut.

11. Bertindak sebagai wakil perwakilan dalam melakukan

perbuatan hukum untuk dan atas nama Perwakilan.

12. Pengembangan dan peningkatan jejaring kerja dengan berbagai

pihak, terutama kalangan pemerintah dan swasta, termasuk

kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya, kejaksaan

imigrasi, bea cukai, otoritas pelabuhan, perusahaan

penerbangan, perbankan, perhotelan, masyarakat setempat dan

Warga Negara Indonesia di Negara Penerima.

13. Pengamatan, analisis dan pelaporan sistem dan perkembangan

hukum setempat agar dapat diupayakan pemberian informasi

cepat dan akurat bagi Warga Negara Indonesia dan Badan

Hukum Indonesia di Negara Penerima.

14. Pelaksanaan kunjungan kerja untuk memberikan penyuluhan

hukum dan masalah kekonsuleran kepada Warga Negara

Indonesia, asosiasi masyarakat Indonesia, perkumpulan

pelajar/mahasiswa, dan perusahaan pengguna Tenaga Kerja

Indonesia di Negara Penerima.

15. Persiapan dan pembuatan perjanjian Internasional.


80

16. Pengkoordinasian pelaksanaan fungsi-fungsi atase teknis

terkait.

17. Pemberian rekomendasi kepada pemerintah pusat sebagai

bahan masukan bagi penyusunan kebijakan luar negeri, terutama

yang berkaitan dengan isu-isu kekonsuleran.

18. Peningkatan persatuan dan kesatuan, serta kerukunan antara

sesama Warga Negara Indonesia di luar negeri.

Dari fungsi-fungsi sebagaimana yang telah disebutkan diatas dapat

diwujudkan dalam bentuk perlindungan sebagai berikut:

1. Perlindungan Teknis

Tindakan perlindungan teknis yang dapat dilakukan oleh

Perwakilan Diplomatik Republik Indonesia adalah tindakan

yang ditujukan kepada Pekerja Migran Indonesia (PMI) berupa

penyediaan rumah singgah yang aman dan repatriasi serta

apabila diperlukan maka Kedutaan Besar Republik Indonesia

dapat menjadi fasilitator dengan melakukan rehabilitasi terhadap

Pekerja Migran Indonesia yang bermasalah. Meskipun dalam

Undang - Undang Nomor 37/1999 tentang Hubungan Luar

Negeri, Perwakilan Republik Indonesia wajib memberikan

perlindungan termasuk rumah singgah yang aman bagi Warga

Negara Indonesia di luar negeri. Namun tidak ada sanksi yang

dinyatakan dalam Undang – Undang tersebut terhadap aparat

luar negeri yang secara sengaja atau tidak sengaja gagal


81

memenuhi kewajibannya untuk melindungi Warga Negara

Indonesia/Pekerja Migran Indonesia. Secara teori, institusi

perlindungan diplomatik tersebut tidak membawa kewajiban

hukum dalam arti yang sesungguhnya yang dapat dilaksanakan

dalam Hukum Nasional maupun Internasional. Menurut Prof.

Boschard88 dideskripsikan hal tersebut sebagai moral duty

(kewajiban moral) dan bukan legal duty (kewajiban hukum) di

pihak negara pelindung yang tidak dapat dipaksakan berlakunya

melalui cara-cara hukum. Perlindungan diplomatik merupakan

hak yang dapat atau hendak dilaksanakan oleh Negara. Dengan

demikian maka perlindungan diplomatik itu dapat dianggap

sebagai dari suatu negara untuk meminta kepada negara lain

agar menghargai serta melindungi warga negaranya yang berada

di wilayah negara itu, sesuai dengan ketentuan hukum

Internasional yang berlaku. Hal mana terdapat dalam ekspresi-

ekspresi seperti "intenational standart of justice".

Intemational standart of justice berati perlakuan-perlakuan suatu

pemerintah terhadap warga negara asing yang telah sesuai

diukur dengan taraf-taraf Internasional yakni yang biasa

dilakukan oleh kebanyakan negara. Apabila hal ini

dibandingkan dengan perlakuan pemerintah terhadap Warga

Negaranya sendiri dan jika tidak terdapat kesamaan, maka hal

itu tidaklah dapat dianggap sebagai suatu diskriminasi. Disini


88
Pedoman Tertib Diplomatik dan Tertib Konsuler, halaman 131,Jakarta, 1980.
82

persoalannya bukanlah diskriminasi, tetapi persoalan perbedaan

dalam right and remedies (benar dan solusi) masing-masing.

Warga Negaranya sendiri mungkin memperoleh hak-hak yang

lebih banyak daripada warga Negara asing dan sebaliknya

dibawah hukum Internasional mungkin pula Warga Negara

asing memperoleh/ menikmati hak serta perlakuan yang tidak

dapat dinikmati oleh warga Negaranya sendiri.

2. Perlindungan Yuridis

Dalam memberikan perlindungan hukum kepada Warga

Negara Indonesia di luar negeri, Perwakilan Diplomatik

Republik Indonesia akan memberikan bantuan konsultasi hukum

berupa:

a. Perwakilan RI bekerja sama dengan pengacara memberikan

arahan-arahan kepada Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang

akan menghadapi proses hukum. Hal ini meliputi sistem

hukum negara setempat, hukum acara serta saran-saran

mengenai sikap dan perilaku selama menjalani proses hukum

yang akan mempengaruhi putusan pengadilan. Dalam hal ini

Perwakilan akan membantu penuntasan masalah.

b. Terkait dengan jumlahnya, maka upaya perlindungan dan

bantuan hukum diperlukan perhatian khusus terhadap para

Warga Negara Indonesia/Pekerja Migran Indonesia yang

bermasalah. Fungsi Konsuler bekerja sama dengan bidang-


83

bidang teknis lainnya, dalam memberikan bantuan melalui

upaya penyelesaian dengan jalan musyawarah maupun

melalui jalur hukum. Untuk penyelesaian kasus di luar

pengadilan, Perwakilan Republik Indonesia dapat bertindak

sebagai mediator atau menunjuk mediator lain sesuai dengan

permintaan yang bersengketa. Disamping itu juga diberikan

bantuan kemanusiaan yaitu dengan cara secara periodik

dilakukan kunjungan kepada Warga Negara

Indonesia/Pekerja Migran Indonesia yang bermasalah dengan

tujuan memantau keadaan (well being) dan memberikan

dukungan moral. Kunjungan ini secara tidak langsung

menunjukkan kepada Negara Penerima, khususnya instansi

terkait dalam hal ini lembaga penjara, akan kepedulian

terhadap Warga Negara Indonesia yang bermasalah. Dengan

adanya faktor keterbatasan dana, maka Perwakilan

Diplomatik Republik Indonesia hanya semampunya

memberikan pemenuhan kebutuhan pokok yang dapat berupa

bahan makanan, kebutuhan kesehatan dan peralatan ibadah.

Bantuan rohaniwan juga diberikan terutama untuk Tenaga

Kerja Indonesia yang diancam dari segi mental di tahanan.

Hal ini dapat diupayakan dari asosiasi keagamanan setempat

atau individu yang dinilai kompeten.89 Bantuan layanan

Prasetyo Hadi, Direktorat Perlindungan WNI dan BHI, Direktorat Jenderal Protokol
89

dan Konsuler, Deplu, Jakarta, dalam Anis Setyorini, 2006, hal 84.
84

kesehatan atau psiko sosial kepada Pekerja Migran Indonesia

yang sedang mengalami tekanan dan memberikan dukungan

moral agar secara psikologis mampu mengatasi masalah yang

dihadapi sangat mereka butuhkan untuk memulihkan kondisi

seperti semula.

3. Perlindungan Politis

Perlindungan politis diberikan dengan cara pembuatan

Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman

antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Negara Penerima

mengenai penempatan Pekerja Migran Indonesia. Perjanjian

bilateral tentang penempatan dan perlindungan Pekerja Migran

Indonesia tersebut sangat diperlukan dalam rangka optimalisasi

perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang bermasalah di luar

negeri. Perjanjian bilateral ini dapat dijadikan sebagai payung

hukum bagi Perwakilan Republik Indonesia dalam rangka

menyelesaikan masalah Pekerja Migran Indonesia. Tanpa dasar

perjanjian bilateral, ruang gerak Perwakilan Republik Indonesia

hanya terbatas pada Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan

Konsuler. Dengan disepakatinya nota kesepahaman antara

Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah negara setempat akan

kepentingan dari Pekerja Migran Indonesia akan lebih

dilindungi. Disamping itu aspek perlindungan Pekerja Migran

Indonesia perlu pula dilihat dari perspektif kerjasama


85

Internasional antara negara baik pada tingkat bilateral, regional

maupun global/multilateral. Penyusunan persetujuan kerjasama

bilateral antara Pemerintah Republik Indonesia dengan

pemerintah negara penerima Pekerja Migran Indonesia perlu

mendapatkan prioritas. Kerjasama regional baik dalam lingkup

Association of Southeast Asian National (ASEAN), Kelompok

pemerintah Asia Pasifik, International Labour Organization

(ILO), kerjasama konsultatif dalam konteks pemerintah,

kelompok pekerja maupun pengusaha, dapat menjadi wahana

pengaturan yang bermanfaat bagi perlindungan tenaga kerja

migran. Pada tingkat global/multilateral melalui badan-badan

khusus Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan badan-badan

subsider terkait lainnya, berbagai keputusan yang diambil dapat

memenuhi harapan bagi upaya peningkatan perlindungan

pekerja migran Indonesia. Beberapa instrument Internasional

terkait, yang memerlukan kajian bagi aplikasinya di Indonesia

antara lain Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang

Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarga

Mereka tahun 1990, Konvensi lnternasional Labour

Organization No. 97 tahun 1949 tentang Migrasi Untuk Bekerja

dan Konvensi International Labour Organization No. 143 tahun

1975 tentang Pekerja Migran. Prinsip-prinsip yang terkandung

di dalam konvensi-konvensi tersebut dapat menjadi rujukan bagi


86

pemberdayaan kapasitas nasional Indonesia bagi perlindungan

Tenaga Kerja Indonesia. Walaupun fungsi perlindungan berada

di tangan pemerintah, namun tanpa adanya pemahaman dan

kerja sama dari masyarakat Indonesia sendiri, pelaksanaan

fungsi perlindungan akan sulit dilakukan dan masyarakat sendiri

juga harus tahu hak dan kewajibannya. Pada dasamya Warga

Negara Indonesia non-Tenaga Kerja Indonesia yang berangkat

ke luar negeri tidak banyak menimbulkan masalah dibandingkan

dengan Pekerja Migran Indonesia. Hal ini di akibatkan karena

latar belakang pendidikan dan ekonomi. Pekerja Migran

Indonesia ke luar negeri bertujuan untuk mencari nafkah,

sedangkan yang bukan Pekerja Migran Indonesia biasanya ke

luar negeri sudah mempersiapkan dengan matang dengan faktor

ekonomi yang mendukung. Maka dalam hal ini banyak

permasalahan difokuskan kepada permasalahan Pekerja Migran

Indonesia.

Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan

Hukum Indonesia memberikan perlidungan dalam konteks

yudisial adapun bentuk perlindungan yang diberikan adalah

bantuan hukum, repatriasi, deportasi, pencarian orang hilang dan

lain sebagainya. Dalam pemberian bantuan hukum ini,

Direktorat Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum

Indonesia bekerjasama dengan instansi-instansi terkait untuk


87

mencari jalan pemecahan dan kemudian disampaikan kepada

Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri mengenai

masalah/kasus yang dihadapi. Sebenamaya keterlibatan

masyarakat Indonesia di luar negeri untuk membantu tugas

perlindungan sangat diharapkan. Perwakilan hingga saat ini

memberikan sosialisasi mengenai hal ini kepada masyarakat

Indonesia di luar negeri mengingat dalam dunia diplomasi

sekarang Warga Negara Indonesia juga berperan sebagai duta

bangsa dalam mempromosikan dan melindungi kepentingan

Indonesia. Perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia di

luar negeri mempunyai dua sisi yang satu sama lainnya saling

mempengaruhi. Elemen pertama adalah dari pekerja Migran

Indonesia itu sendiri yaitu kesiapan dari Pekerja Migran

Indonesia dalam menghadapi lingkungan pekerjaan yang akan

mereka hadapi nantinya.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kabupaten Indramayu merupakan kabupaten yang terbanyak dalam

hal pengiriman pekerja migran Indonesia berdasarkan Kabupaten/Kota,

banyaknya masyarakat Indramayu yang berangkat ke luar negeri sebagai

tenaga kerja bukanlah sebuah prestasi yang harus dibanggakan, karena dari

banyaknya masyarakat Indonesia yang bekerja di luar negeri dapat

memicu lahirnya sebuah permasalahan-permasalahan terkait perlindungan

pekerja migran Indonesia. Dari hasil penelitian mengenai pemenuhan hak-

hak pekerja migran Indonesia yang berasal dari Kabupaten Indramayu

berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan

Pekerja Migran Indonesia peneliti menyimpulkan bahwa ada beberapa hal

yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dalam upaya melindungi hak-hak

Pekerja Migran Indonesia. Pertama, hak memperoleh jaminan

perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas

tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabat nya, dalam

beberapa kasus permasalahan yang menimpah pekerja migran Indonesia

yang berasal dari Kabupaten Indramayu sebagai sampel pada penelitian

ini, mereka mendapatkan perlakuan semena-mena dari majikannya yang

berupa tidak boleh berkomunikasi dengan keluarganya, meninggal dunia,

tidak diizinkan pulang ke tanah air, sakit, kekerasan fisik sampai

88
89

perbuatan-perbuatan yang melanggar hak asasi manusia lainnya. Ini

merupakan bukti nyata bahwa hak-nya untuk mendapat perlakuan yang

manusiawi telah di rampas. Dalam hal ini, harusnya mereka mendapatkan

rasa aman dan hak untuk mendapatkan perlindungan dari negara terhadap

perbuatan yang bersifat eksploitasi. Padahal, para pekerja migran

Indonesia telah melakukan kewajibannya sebagai pekerja migran yaitu

melayani majikannya.

Kedua, hak untuk diberikan bantuan hukum sesuai dengan

ketentuan perturan perundang-undangan di negara tujuan serta hukum dan

kebiasaan internasional. Dalam beberapa kasus pemberian bantuan hukum

yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia melalui perwakilan negara

Indonesia di luar negeri sangat lambat di berikan dan masih kurang

berperan aktif dalam menjunjung tinggi hak-hak pekerja Migran.

Seharusnya pemberian bantuan hukum diberikan sesegera mungkin untuk

pekerja migran yang mendapati sebuah permasalahan agar kasus tersebut

bias cepat terselesaikan. Inilah yang harusmya di benahi oleh instansi

terkait perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Perwakilan Pemerintah Negara Republik Indonesia di Negara

tempat Pekerja Migran Indonesia bekerja tersebut meskipun memiliki

peran utama dalam memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap

warga negara Indonesia yang berkerja di luar negeri namun perwakilan

pemerintah negara Republik Indonesia masih belum mampu melindungi

warga negaranya yang bekerja di luar negeri dari berbagai macam


90

ancaman, tindak kekerasan, maupun diskriminasi dari majikan. Masih

lemahnya penegakan hukum tersebut dapat dilihat dari banyaknya

pelanggaran yang terjadi terhadap Pekerja Migran Indonesia, dan

pelanggaran tersebut tidak mencerminkan cita hukum bangsa Indonesia

sebagai nilai positif yang tertinggi yakni pancasila khususnya sila kedua

kemanusiaan yang adil dan beradab, yang menempatkan manusia sebagai

makhluk yang memiliki harkat dan martabat.

B. Saran

Melihat hasil dari penelitian ini masih ada beberapa permasalahan yang

dialami oleh pekerja migran Indonesia yang berasal dari Kabupaten

Indramayu, maka dari itu perlu adanya peran atau support yang dilakukan

pemerintah Kabupaten Indramayu dalam melindungi hak-hak pekerja

Migran Indramayu dengan membuat payung hukum khusus untuk pekerja

migran Indonesia yang berasal dari Kabupaten Indramayu agar pekerja

migran Indramayu dapat terlindungi hak-hak nya dengan baik, karena

sesuai dengan amanat perturan perundang-undangan Nomor 18 Tahun

2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia menjelaskan bahwa

tugas dan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah yaitu memberikan

perlindungan hukum terhadap Pekerja Migran Indonesia sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan, hukum negara tujuan

penempatan, serta hukum dan kebiasaan internasional.

Selain itu, dalam mengurangi permasalahan-permasalahan yang dialami

pekerja migran Indramayu perlu ditingkatkan kembali penysosialisasian


91

terkait migrasi aman kepada masyarakat Indramayu serta mengatur,

membina, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan Pekerja Migran

Indonesia yang berasal dari kabupaten Indramayu.


DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Meotde Penelitian Hukum, PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2012.

Aries Supomo Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan,: K-Media, Yogyakarta, 2017.

Bambang Waluyo,Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2002.

Carl Joachim Friedrich, “Filsafat Hukum Perspektif Historis, Nuansa dan

Nusamedia”. Bandung. 2004.

CST Kansil, “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia”, Balai Pustaka,

Jakarta, 1989.

Ibrahim Zulkarnain, Hukum Pengupahan Indonesia Berkeadilan Substantif, Unsri

Press, Palembang, 2014.

John Rawls, “A Theory of Justice”, Teori Keadilan, Dasar-dasar Filsafat Politik

untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara, Penerbit

Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 201.

Lubis Solly M, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994.

Mita Noveria, dkk, “Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Kesepakatan dan

Implementasinya”, Yayasan Pusataka Obor Indonesia, Jakarta, 2020.

Rusjdi Ali Muhammad, Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Syariat Islam :

Mengenal Jadi Diri Manusia, Ar-Raniry Press Dan Mihrab, Jakarta,

2004.

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

92
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Rajawali Pers, Jakarta.

Syaifuddin Muhammad, dkk, Hukum Perceraian, Sinar Grafika, Cetakan Kedua,

Jakarta, 2014.

W. Friedmann, “Teori dan Filsafat Hukum”, (Legal Theori), Susunan I,

diterjemahkan oleh Mohamad Arifin, Cetakan kedua, Jakarta PT Raja

Grafindo Persada, 1993.

Jurnal:

Atik Krustiyati “Optimalisasi Perlindungan Dan Bantuan Hukum Pekerja Migran

Melalui Promosi Konvensi Pekerja Migran Tahun 2000” Jurnal

Dinamika Hukum Vol. 13 No.1 Januari 2013.

Bahder Johan Nasution, “Kajian Filosofis Tentang Konsep Keadilan Dari Pemikiran

Klasik Sampai Pemikiran Modern”, Yustisia, No. 2, Vol. 3.

Damanhuri Fattah, ”Teori Keadilan Menurut John Rawls”¸Jurnal TAPIs, No. 2,

Vol.9.

Ferry Adamhar, "Permasalahan WNI Baik TKI maupun Non TKI di luar Negeri”

Jurnal Hukum lnternasional, Vol.2 no.4, Juli 2005

Iksan dan Alwi, Akibat Hukum Terhadap Pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

(Pkwt) Yang Mendapat Pemutusan Hubungan Kerja (Phk) Secara

Sepihak Oleh Perusahaan, Vol. 26, Nomor 17, 2020.

Khairur Rizky, “Implementasi Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Hak

Pekerja Asing dan Anggota Keluarganya: Studi Kasus Penjaminan Hak


94

Pekerja Migran Indonesia di Singapura”, RESIPROKAL Vol.2, No.1,

2020.

Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Magister

Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret,

Surakarta, 2003.

Nur Syamsiah, Permasalahan Pekerja Migran Indonesia Pada Kawasan Perbatasan

Indonesia-Malaysia Di Kabupaten Sambas Kalimantan Barat, Vol.3,

Nomor.2, 2020.

Rosalina, Natasha H, Lazarus Tri Setyawanta, Perlindungan Hukum Terhadap

Pekerja Migran Sektor Informal Dalam Prespektif Teori Bekerjanya

Hukum Di Masyarakat, Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol. 2,

2020.

Satjipto Rahardjo, “Penyelenggaraan Keadilan dalam Masyarakat yang Sedang

Berubah”, Jurnal Masalah Hukum.

Suharto Puji M, Nunung Nurwati, Peran Extended Family Pada Anak Tkw Yang

Terlantar Di Kabupaten Indramayu, Vol.5, Nomor.2, 2018.

Wibowo Febrianto Rudi, Ratna Herawati, Perlindungan Bagi Pekerja Atas Tindakan

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Secara Sepihak, Vol. 3, No. 1,

2021.

Windi Arisa, Joni Emirzon, Mada Apriandi, “Hak-Hak Konstitusiomal Buruh

Migran Indonesia Di Malaysia”, Lex Librium: Jurnal Ilmu Hukum,

Vol.6.

Peraturan Perundang-Undangan:
95

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea 4.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran

Indonesia

Sumber Lain:

BP2MI, Data Penempatan Dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI)

Tahun 2020, Jakarta, 2021.

Ciremaitoday, Pengajuan Pekerja Migran Di Luar Negeri Asal Indramayu Alami

Kenaikan, Pengaduan Pekerja Migran di Luar Negeri asal Indramayu

Alami Kenaikan | kumparan.com diakses pada 2 Mei 2021, Pukul 01.02

Wib.

Data CPMI/PMI Bermasalah Menurut Daerah Asal Layanan Terpadu Satu Atap

Indramayu Semester I, 2021.

Data Laporan Kasus Layanan Terpadu Satu Atap Indramayu Semester I, 2021.

Listia Puji Lestari, Wawancara, Tanggal 25 Agustus di Kantor Badan Perlindungan

Pekerja Migran Indonesia Kabupaten Indramayu.

Nova Andriani, Skripsi: Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pekerja Migran

Ditinjau Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Universitas Islam Negeri AR-

RANIRY, Banda Aceh, 2019.

Siti Anisa, Skripsi: “Pelaksanaan Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia Oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Dan Perusahaan

Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta Di Kabupaten Kulanprogo


96

Tahun 2016”, Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Sunan Kalijaga,

Yogjakarta (2018).

Sumiyati, Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Migran Indonesia Di Luar Negeri

Akibat Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak, Industrial Research

Workshop and National Seminar, 2012.

Tesis hukum, “Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli”

http://tesishukum.com/pengertianperlindungan-hukum-menurut-para-

ahli/, diakses tanggal 3 Agustus 2021, Pukul 20.48 Wib.

Anda mungkin juga menyukai