Anda di halaman 1dari 103

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENYALAHGUNAAN

NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Analisis Putusan PN


Depok Nomor : 336/Pid.Sus/2013/PN.Dpk).

Jenis karya tulis adalah skripsi dan tujuan penulisan adalah diajukan untuk
memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar sarjana.

Oleh :
Sarah Maulidiyanti
11140430000029

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1489 H / 2018 M
i
ii
iii
ABSTRAK
Sarah Maulidiyanti. NIM 11140430000029. PENEGAKAN HUKUM
TERHADAP PENYALAHGUANAAN NARKOTIKA OLEH ANAK
ANALISIS PUTUSAN NOMOR 336/Pid.Sus/2013/PN.DPK.Program Studi
Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2013 M. Ix + 74 halaman dan halaman
lampiran.
Kasus-kasus penyalahgunaan narkotika saat ini tidak hanya orang dewasa,
tetapi juga anak yang masih dibawah umur, dalam hal ini penegakan hukum bagi
anak dan dewasa berbeda satu sama lain dalam penegakanya, dimana anak
tersebut memiliki hak-hak yang harus dipenuhi ketika anak tersebut sedang
berhadapan dengan hukum, dan bagaimana penegakan hukum tersebut menegakan
keadilan dalam penanganan kasus penyalahgunaan narkotika anak.
Maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: Penerapan Hukum
Terhadap Proses Peradilan Dalam Putusan Perkara (Nomor :
336/Pid.Sus/2013/PN.Dpk)
Metode yang digunakan dalam menganalisis putusan ini menggunakan
metode peninjauan pustakaan dengan beberapa metode primer yaitu dengan
beberapa buku seperti putusan Nomor 336/Pid.Sus/2013/PN.DPK. dan buku-buku
yang terkait dengan judul penegakan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika
oleh anak
Penulis menyimpulkan bahwasanya penerapan hukuman bagi pelaku
penyalahgunaan narkotika, yang terdapat dalam Undang-undang nomor 35 tahun
2009, pidana diberikan pada pasal 114 ayat 1 (satu) ancaman pidananya minimal
5 (lima) tahun dan maksimal adalah 20 (dua puluh) tahun, namun jika dikaitkan
dengan Undang-undang perlindungan anak nomor 23 tahun 2002 Jo nomor 35
tahun 2014
Sedangkan putusan pengadilan negeri Depok Nomor
336/Pid.Sus/2013/PN.DPK. Jika dilihat dari analisis melalui hukum positif maka
penjatuhan pidana yang diputuskan hakim sudah sesuai, karena anak tersebut
masih dibawah umur, akan tetapi hemat penulis seharusnya JPU juga

iv
melampirkan pasal 54 dan 127 UU Nomor 35 tahun 2009 karena terdakwa pada
saat itu hanya sebgai korban dari penyalahgunaan narkotika yaitu hanya sekedar
konsumsi saja sesuai yang terjadi pada kronologi kasus. Menurut hemat penulis
juga putusan belum sesuai dengan SPPA (sistem peradilan anak) Undang-undang
32 tahun 2002 Jo Undang-undang nomor 11 tahun 2012 karena ketika hukum
acara pidana terjadi anak tersebut di persidangkan dengan sidang terbuka sesuai
Undang-undang nomor dan peradilan di lakukan dengan majelis yang seharusnya
dilakukan dengan hakim tunggal sesuai dengan pasal pasal 44 ayat 1 dan 2
Undang-undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan
melanggar UU Pasal 54 UU Nomor 11 Tahun 2012 (SPPA) sistem peradilan
pidana anak.

Kata Kunci : Penegakan Hukum, Anak, Pengadilan Negeri.

Pembimbing : Dr.Burhanudin, SH., M.Hum dan Mara Sutan Rambe,SHI., MH


Daftar Pustaka : 1985-2017

v
‫حي ِْم‬
ِ ‫َن ال َّر‬ ِ ‫ِبسْ ِم ه‬
ِ ‫ّللا الرَّ حْ م‬
KATA PENGANTAR

Puji Syukur yang tak terhingga atas limpahan rahmat dan nikmat Allah
SWT, sehingga kita semua tetap dalam kondisi sehat beserta islam dan iman yang
melekat. Shalawat dan salam senantiasa dihaturkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabatdan para pengikutnya sampai akhir zaman.
Ungkapan Alhamdulillah, atas selesainya tulisan skripsi yang berjudul
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Analisis Putusan PN Depok Nomor :
336/Pid.Sus/2013/PN.Dpk) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum (S.H) Program Studi Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sebagai manusia yang penuh khilaf dan salah, penulis menyadari bahwa
skripsi ini jauh dar sempurna. Namun penulis berharap bahwa hasil penelitian
skripsi ini bermanfaat terutama bagi penulis dan bagi akademisi secara umum.
Penulis juga menyadari, bahwa hanya dengan bantuan banyak pihak skripsi ini
dapat diselesaikan. Oleh karena itu, ucapan banyak terimakasih penulis
sampaikan terutama kepada :

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., Ketua Program Studi
Perbandingan Mazhab dan ibu Hj. Siti Hana, S.Ag., Lc., M.A. Sekretaris
Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Mukri Aji, Dosen Pembimbing Akademik yang telah mengarahkan
banyak hal dalam perkuliahan sampai proses penyelesaian skripsi ini
4. Bapak Dr.Burhanudin, SH., M.Hum dan Bapak Mara Sutan Rambe,SHI.,
MH, Dosen Pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan dan
bimbingan sampai proses penyelesaian skripsi ini
5. Ibu Dra. Afidah Wahyni, M.Ag., dosen penguji proposal skripsi yang telah
membimbing dan memberikan arahan terhadap langkah awal skripsi ini

vi
6. Para Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan ilmunya diberbagai disiplin keilmuan, baik dalam
perkuliahan atau di luar, semoga mendapat balasan dari Allah SWT dan
bermanfaat bagi penulis.
7. Tak lupa dan teristimewa, ungkapan terimakasih untuk Ayahanda dan Ibunda
tercinta, H.Agus thambrin dan Yulis Anggeu Aneri serta semua anggota
keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa setiap waktu
8. Seluruh teman seperjuangan mahasiswa Program Studi Perbandingan Mazhab
angkatan 2014, teman seperjuangan di HMPS Perbandingan Mazhab, Ar
Rahman, Mahasiswi Perbandingan Hukum dan organisasi komunitas lainya
yang telah meluangkan waktu bersama dalam mendewasakan diri dan berbagi
ilmu bersama
9. Teman-teman semangat skripsi yang penulis banggakan yang setiap saat
bersama memberikan dukungan, saran, dan masukan kepada penulis
10. Kepada Ka Rizky yang penulis banggakan yang setiap saat bersama
memberikan dukungan, saran, dan masukan kepada penulis dari awal
penulisan hingga akhir penulisan skripsi ini
11. Seluruh pihak yang ikut andil memberikan dukungan moril atau materil yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga rahmat Allah senantiasa
menyertai mereka.

Hanya ungkapan terimakasih dan doa yang dapat penulis sampaikan, dengan
harapan semoga amal ibadah mereka semua diterima oleh Allah SWT,
mendapatkan balasan dengan sebaik baiknya balasan,dan menjadi catatan
kebaikan diakhirat kelak. Amin.

Jakarta, 1 Juni 2018

Penulis

vii
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN............................................................................ iii
ABSTRAK........................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR...................................................................................... vi
DAFTAR ISI.................................................................................................. viii
BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1


B. Identifikasi, Pembatasan,dan Perumusan Masalah ................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 6
D. Metode Penelitian .................................................................. 7
E. Tinjauan Review Terdahulu................................................... 8
F. Sistematika Penulisan ............................................................ 9
BAB II : PANDANGAN UMUM TENTANG PEMIDANAAN DAN
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
A. Tindak Pidana ........................................................................ 10
1. Pengertian .......................................................................... 10
2. Unsur-unsur tindak pidana ................................................ 11
3. Jenis-Jenis Tindak Pidana ................................................. 12
B. Pemidanaan ............................................................................ 14
1. Pengertian .......................................................................... 14
2. Teori-Teori Pemidanaan.................................................... 16
3. Jenis-Jenis Pidana ............................................................ 17
C. Narkotika ............................................................................... 24
1. Pengertian .......................................................................... 24
2. Jenis-Jenis Narkotika ........................................................ 27

viii
BAB III: PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANAK DAN
PENEGAKAN HUKUM MENURUT HUKUM POSITIF
A. Sejarah Undang-Undang Psikotropika................................... 29
B. Posisi Kasus ........................................................................... 31
C. Anak ....................................................................................... 43
1. Pengertian Anak Menurut Hukum Posistif ....................... 43
2. Pengertian Anak Menurut Hukum Islam .......................... 46

BAB IV :ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI DEPOK


( Nomor : 336/Pid.Sus/2013/PN.Dpk) TERHADAP PENYALAH
GUNAAN NARKOTIKA OLEH ANAK DALAM PANDANGAN
HUKUM POSITIF
A. Penerapan Hukum Terhadap Proses Peradilan Dalam Putusan
Perkara (Nomor : 336/Pid.Sus/2013/PN.Dpk) ....................... 50

BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 70
B. Rekomendasi .......................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 72

ix
BAB I
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang
Penyalahgunaan narkotika adalah problematika yang sudah tidak asing
lagi di telinga masyarakat indonesia. Maka dari itu, di Indonesia menurut data
penyalahgunaan narkotika secara umum terdapat banyak kasus, pernyataan ini
didukung dengan hasil survey data BNN dari tahun 2014-2017 pada tahun 2014
terdapat 3,8 juta sampai 4,1 juta orang, pada tahun 2015 terdapat 5,8 juta orang,
2016 terdapat 902 kasus, dan terakhir 2017 terdapat 46.537 kasus.1 Menurut data
hasil survei BNN, Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup
mengkhawatirkan terhadap permasalahan narkotika.
Adapun untuk usia produksi narkoba tersendiri berada disekitar umur 24
sampai 30 tahun. Pengguna narkotika berkembang hingga mencapai 5.1 juta
pertahun dan dari sekian juta pengguna narkotika 15 ribu jiwa melayang akibat
penyalahgunaan narkotika tersebut. Rata-rata umur pertama kali pakai narkoba 16
tahun sampai dengan 27 tahun. Dua alasan terbanyak yang dikemukakan adalah
ingin tahu atau coba-coba dan bersenang-senang, baik pada laki-laki maupun
perempuan
Pemerintah telah mengeluarkan banyak peraturan perundang undangan
tentang narkotika dan peredaranya. Diantaranya UU No.22 Tahun 1997 tentang
Narkotika, UU No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, UU No 7 tahun 1997
tentang konvensi perserikatan bangsa-bangsa tentang pemberatasan peredaran
gelap Narkotika dan Psikotropika, Pemenkes No.688/Menkes/Per/VII/1997
tentang peredaran psikotropika, permenkes No.785/Menkes/Per/VII/1997 tentang
ekspor dan impor Psikotropika, UU No 8 Tahun 1996 Tentang Konvensi
Psikotropika.
Jenis narkoba yang paling banyak digunakan adalah pertama ganja, baik
pada kelompok coba pakai ataupun teratur/pecandu. Ganja banyak digunakan

1
www.google.com/amp/s/news.idntimes.com/indonesia/amp/fitang-adhitia/sepanjang
tahun-2017-bnn-ungkap-46537-kasus-narkoba?espv=1.diakses selasa 20 maret 2018 jam 06.16

1
2

pertama kali karena mudah didapat dan harganya relatif terjangkau. Mereka pakai
pertama kali ganja saat bersama teman-temannya yang lebih dahulu menjadi
penyalahguna narkoba, dan biasanya mencoba ganja yang dimiliki temannya
tersebut. Kedua “Ngelem” merupakan cara yang paling banyak dipilih untuk
pertama kali pakai narkoba, karena pada kelompok pelajar/mahasiswa
kemampuan secara finansialnya masih terbatas dan barangnya mudah di dapati
karena dijual bebas di warung atau toko. Jenis lain yang banyak disalahgunakan
adalah ketiga obat daftar G (obat resep) yang dapat dibeli bebas di apotik atau
toko obat, seperti tramadol, dextro, trihex, atau pil koplo. Namun, banyak juga
diantara mereka yang tidak ingat, apa jenis narkoba yang pertama kali
dipakainya.2
Menurut data di Kota Depok termasuk berapa persen dari keseluruhan
pengguna narkotika di Indonesia, Pada era zaman ini permasalahan-permasalahan
tersebut bukan hanya orang dewasa saja yang menjadi pengguna maupun
penyalahgunaan narkotika tersebut tetapi anak yang dibawah umur juga kini
termasuk dalam permasalahan penyalahgunaan narkotika.
Salah satu pertimbangan atau konsideran undang-undang nomor 23 tahun
2002 menyatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus
cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri-ciri dan
sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada
masa depan.3
Mengenai batas umur anak dimaksud dalam Undang-undang No. 11
Tahun 2012 UU SPPA, tampaknya ketentuan Pasal 1 butir 3.4 Dan bagaimana
anak tersebut menghadapi permasalahan dalam menghadapi permasalahan hukum.
Sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang RI nomor 35 Tahun 2009
pasal 55 ayat (2) tentang narkotika Jo. UU No. 11 tahun 2012 tentang sistem
peradilan pidana anak.

2
Ringkasan Eksekutif Hasil Survei BNN Tahun 2016 Puslitdatin BNN
3
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), Cet, ke- 2,
h., 103.
4
Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak., Jakarta:2007 (Imam Sejati Klaten,
Cet ke 3) h., 19
3

1. Orang tua wali dari pecandu yang cukup umur wajib melaporkanya kepada
pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/
perawatan;
2. Pecandu narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau
dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit,
dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yag ditunjuk oleh
pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.5
Menurut undang-undang narkotika Nomor 35 Tahun 2009 pada pasal 1
narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman maupun bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini kemudian di tetapkan dengan
keputusan menteri kesehatan.6
Dampak negatif kejahatan narkoba terhadap kehidupan manusia sangat
dahsyat, karena merusak masa depan generasi bangsa dalam berbagai aspek
kehidupan.baik aspek sosial, budaya, ekonomi, politik dan pertahanan
keamanan.7 Oleh karena itu, ketika terjadi penyalahgunaan narkotika oleh
anak, negara perlu memberikan perhatian terhadap masalah ini.
Penyalahgunaan narkoba mempunyai dimensi yang luas dan kompleks,
baik dari sudut medik, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial. Pengguna
narkoba dapat merusak tatanan kehidupan keluarga, lingkungan masyarakat
dan lingkungan sekolahnya, bahkan langsung atau tidak langsung merupakan
ancaman bagi kelangsungan pembangunan serta masa depan bangsa dan negara
Indonesia. Menghadapi permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba mengharuskan pemerintah memikirkan bagaimana cara

5
Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: LP3ES, 1983) Cet ke-1, h., 10.
6
Undang-undang Narkotika No, 22 Tahun 1997 dan Undang-undang Psikotropika Nomor 5
Tahun 1997, (Jakarta: Asa Mandiri, 2008)
7
A Kadarmanta. Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa, (Jakarta: Perdana Media, 2010) h.,
2
4

menanggulangi masalah tersebut, bukti keseriusan pemerintah dalam


menanggulangi masalah narkoba membuat beberapa regulasi dalam
penindakan dan pencegahan.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 pasal 3 telah diuraikan hak-hak
yang diinginkan untuk diatur dalam ketentuan mengenai anak yang mempunyai
masalah hukum antara lain Setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak:
a. diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai
dengan umurnya; dipisahkan dari orang dewasa; c. memperoleh bantuan
hukum dan bantuan lain secara efektif; d. melakukan kegiatan rekreasional; e.
bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak
manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya; f. tidak dijatuhi pidana
mati atau pidana seumur hidup; g. tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara,
kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat; h.
memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak memihak,
dan dalam sidang yang tertutup untuk umum; i. tidak dipublikasikan
identitasnya; j. memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang yang
dipercaya oleh Anak; k. memperoleh advokasi sosial; l. memperoleh
kehidupan pribadi; m. memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat; n.
memperoleh pendidikan; o. memperoleh pelayananan kesehatan; dan p.
memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.8
Pada bagian ini diuraikan bagaimana sebenarnya undang-undang memberikan
perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapann dengan hukum, baik
ketika ia menjadi tersangka maupun ketika telah didakwa dalam persidangan
anak.
Hak-hak tersangka/terdakwa anak dalam Undang-Undang Pengadilan
Anak diatur dalam Pasal 45 ayat (4), dan Pasal 51 ayat (1) dan (3). Selain itu
hak-haknya juga diatur dalam Bab IV Pasal 50 sampai dengan Pasal 68
KUHAP, kecuali Pasal 64 nya.9

8
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta: Akademika Presindo,1985).
9
Pasal 64 KUHAP berbunyi: terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang
terbuka untuk umum.
5

Mengenai apa saja hak-hak tersangka/terdakwa anak, dapat dirinci pada


berikut ini10:
1. Setiap anak nakal sejak saat ditangkap atau ditahan berhak mendapat
bantuan hukum dari seseorang atau lebih penasihat hukum selama dalam
waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan.
2. Setiap anak nakal yang ditangkap atau ditahan berhak berhubungan
langsung dengan penasihat hukum dengan diawasi dan tanpa didengar oleh
pejabat berwenang
3. Selama anak ditahan, kebutuhan jasamani, rohani, dan sosial anak tetap di
penuhi
4. Tersangka anak berhak segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik
selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum
5. Tersangka anak berhak perkaranya segera diajukan ke pengadilan oleh
penuntut umum
6. Tersangka anak berhak segera diadili oleh pengadilan
7. Untuk mempersiapkan pembelaan, tersangka anak berhak untuk
diberitahukan dengan jelas dengan bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang disangkakan padanya pada waktu pemeriksaan dimulai
8. Untuk mempersiapkan pembelaan, tersangka anak berhak untuk
diberitahukan dengan jelas dengan bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang didakwakan kepadanya
9. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan tersangka
atau terdakwa anak berhak memberikan keterangan secara bebas kepada
penyidik atau hakim
10. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan tersangka
atau terdakwa anak berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru
bahasa, apabila tidak paham bahasa Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat tema
tersebut kedalam bentuk tulisan (skripsi) dengan judul “Penegakan Hukum

10
Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia, (Jakarta:PT.Raja
Grafindo Persada 2011), h., 97-100
6

Terhadap Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Anak (Analisis Putusan


PN Depok Nomor : 336/Pid.Sus/2013/PN.Dpk)

B. Identifikasi, Batasan dan Rumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perlu adanya identifikasi
masalah maka penulis merumuskan pokok permasalahan skripsi ini adalah
penegakan hukum terhadap kejahatan yang dilakukan oleh anak diatas
diurai dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimana Penerapan Hukum Terhadap Proses Peradilan Dalam Putusan
(Nomor: 336/Pid.Sus/2013/PN.DPK)?
b. Apakah Putusan (Nomor: 336/Pid.Sus/2013/PN.DPK) telah sesuai dengan
UU SPPA Nomor 11 Tahun 2012?
c. Apakah Penjatuhan Hukum Terhadap Putusan (Nomor:
336/Pid.Sus/2013/PN.DPK) telah sesuai dengan UU Narkotika Nomor 35
Tahun 2009

11. Batasan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perlu adanya pembatasan
yang menjadi fokus dalam pembahasan skripsi ini.Untuk mengefektifkan
dan memudahkan pembahasan, maka penulis membatasi permasalahan
dalam penulisan skripsi ini pada pembahasan mengenai Penegakan Hukum
Terhadap Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan Anak (Analisis
Putusan PN Depok Nomor : 336/Pid.Sus/2013/PN.Dpk).
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka penulis merumuskan pokok
permasalahan skripsi ini adalah penegakan hukum terhadap kejahatan yang
dilakukan oleh anak diatas diurai dalam pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
a. Bagaimana Penerapan Hukum Terhadap Proses Peradilan Dalam
Putusan (Nomor: 336/Pid.Sus/2013/PN.DPK)?
7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana cara penegak hukum mengatasi kejahatan
pemakaian narkotika yang dilakukan oleh anak;
b. Untuk mengetahui undang-undang apa saja yang meliputi materi ini;
c. Untuk mengetahui apa itu kejahatan narkoba yang dilakukan oleh anak.

2. Manfaat Penelitian
a. Dalam bidang akademik penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam penegakan hukum
terhadap penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak yang secara
langsung dapat merespon kenyataan yang terjadi pada masa kini.
b. Bagi masyarakat luas penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan pemahaman yang mendalam dan meyakinkan tentang
penegakan hukum terhadap kejahatan yang dilakukan oleh anak
D. Metode penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian ini terdiri atas
1. Sumber Data
Penelitian ini termasuk kategori penelitian kepustakaan.Karena
penelitian ini berbentu penelitian kepustakaan,maka seluruh kegiatan
penelitian ini dipusatkan pada kajian buku yang memiliki keterkaitan
dengan topik pembahasan, Adapun sumber data tersebut dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:
1. Sumber Primer: yaitu putusan nomor 336/Pid.Sus/2013/PN.DPK, UU NRI
nomor 11 tahun 2012 tentang SPPA (sistem peradilan anak) , UU nomor
35 Tahun 2009 tentang narkotika
2. Sumber Sekunder: yaitu buku-buku yang menunjang pembahasan
mengenai judul skripsi ini yaitu buku-buku yang mengenai penegakan
hukum terhadap kejahatan narkoba yang dilakukan oleh anak putusan
8

336/Pid.Sus/2013/PN.DPK, buku A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum


Pidana Indonesia, Poernomo, Bambang, Asas-asas Hukum Pidana, Sudarto
dalam Zainal Aibidin Farid, Hukum Pidana, Arda Nawawi Arief,
Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum
Pidana, UU NRI nomor 11 tahun 2012 tentang SPPA (sistem peradilan
anak) , UU nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data,metode yang digunakan adalah dengan
cara mencari dan membaca sumber data yang ada kaitanya dengan
masalah yang diteliti.
4. Pengolahan dan Analisis Data
Data-data yang terkumpul, diseleksi dan digeneralisasikan,
kemudian data-data tersebut disusun secara sistematis dan obyektif sesuai
dengan kaidah-kaidah ilmiah dan sekaligus

E. Review Kajian Terdahulu


Pada penulisan skripsi ini,penulis sesungguhnya menggunakan studi
review yaitu dengan melihat skripsi-skripsi,yang pernah dibahas oleh penulis
sebelumnya dan sama-sama membahas masalah skripsi berkaitan dengan
judul penulis serta karya ilmiah lainya

No Nama Judul Temuan


1 Fahmi Kajian Hukum Islam Penjelasan
Terhadap Putusan Pengadilan mengenai
Tentang Tindak Pidana penyalahguannaan
Penyalahgunaan Narkotika narkotika menurut
Golongan 1 (Analisis Putusan hukum Islam dalam
Nomor golongan 1
1519/PID.Sus/2013PN.Tng)
9

2 Fahrul Roji Sanksi pidana bagi anak yang Menganalisis


melakukan tindak pidana pidana bagi anak
ditinjau menurut hukum menurut hukum
pidana positif dan pidana pidana positif dan
Islam pidana Islam
3 Robiatul Penyalahgunaan psikotropika Menguraikan
Adawiyah oleh anak-anak (Tinjauan UU pengertian umum
Nomor 5 Tahun 1997 dan penyalahgunaan
hukum Islam) psikotropika dan
hak-hak, penjelasan
umum
penyalahgunaan
psikotropika dan
sanksi-sanksi bagi
anak

4 Elrick Chris- PENEGAKAN HUKUM Jurnal yang


TERHADAP
tovel Sanger menguraikan
PEREDARAN NARKOBA
DI KALANGAN penegakan hukum
GENERASI MUDA
bagi pengedar
dikalangan generasi
muda
10

5 Fedri Rizki ANALISIS Jurnal yang


Ramadan PENANGGULANGAN menguraikan
KEJAHATAN mengenai analisis
PENYALAHGUNAAN penyalahgunaan
NARKOTIKA DI narkotika di
KALANGAN MAHASISWA kalangan
mahasiswa

Dari beberapa kajian terdahulu di atas,khususnya tentang narkoba, penulis


belum menemukan kajian yang membahas atau mengkaji tentang Penegakan
Hukum terhadap Penyalahgunaan Narkotika yang Dilakukan Oleh Anak
(Analisis Putusan PN Depok Nomor : 336/Pid.Sus/2013/PN.Dpk)
Dengan demikian, penelitian yang penulis lakukan dalam skripsi ini
berbeda dengan sebelumnya.

F. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan ini dibagi atas lima bab bahasan dengan
perincian sebagai berikut:
Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang latar belakang
penelitian, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, review terdahulu, metodologi penelitian dan
sistematika penulisan
Bab II merupakan bab yang membahas mengenai pandangan umum
tentang pemidanaan dan penyalahgunaan narkotika
Bab III merupakan bab yang membahas mengenai penyalahgunaan
narkotika oleh anak dan penegakan hukum menurut hukum positif dan Islam
Bab IV merupakan bab yang membahas analisis proses peradilan dalam
putusan pengadilan negeri depok mengenai penggunaan narkotika oleh anak
Bab V adalah penutup, yakni merupakan kesimpulan dan saran-saran
membangun bagi menuju kearah lebih baik.
BAB II
PANDANGAN UMUM TENTANG PEMIDANAAN DAN
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

1. Tindak Pidana
1. Pengertian
Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam
kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik,
sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang
mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau
tindak pidana. Tidak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung
suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk
dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum
pidana Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-
peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak
pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan
jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari
dalam keghidupan masyarakat.
Moeljatno, yang berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang
menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana adalah “Perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman
(sanksi) yang berupa pidana tertentu,bagi barang siapa melanggar
larangan tersebut.” 11
Bambang Poernomo, berpendapat bahwa perumusan mengenai
perbuatan pidana akan lebih lengkap apabila tersusun sebagai berikut:12“
Bahwa perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang oeh suatu aturan
hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa
yang melanggar larangan tersebut”
11
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), h. 54
12
Poernomo, Bambang, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992), h.
130

11
12

Tindak pidana adalah merupakan suatu dasar yang pokok dalam


menjatuhi pidana pada orang yang telah meakukan perbuatan pidana atas
dasar pertanggung jawaban seseorang atas perbuatan yang telah
dilakukanya, tapi sebelum itu mengenai dilarang atau diancamnya suatu
perbuatan yaitu mengenai perbuatan pidananya sendiri, yaitu berdasarkan
asas legalitas.
2. Unsur-unsur Tindak Pidana
Lumintang berpendapat bahwa unsur-unsur tindak pidana pada
umumnya dapat dijabarkan kedalam unsur-unsur dasar yang terdiri dari
unsur subyektif dan unsur obyektif13 Kemudian Lumintang juga
menjelaskan tentang unsur-unsur subyektif dan unsur-unsur obyektif
sebagai berikut :
1. Unsur-unsur subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si
pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke
dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya
yaitu:
1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa)
2. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pooging
seperti yang dimaksud dalam pasal 53 ayat 1 KUHP
3. Macam-macam maksud oogmerk seperti yang terdapat misalnya,
didalam kejahatan-kejahatan pencurian, pemerasan, penipuan dan
lain-lain.
4. Unsur-unsur obyektif yaitu unsur-unsur yang ada hubungannya dengan
keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan dari si
pelaku itu harus dilakukan.antara lainya:
1. Kualitas dari si pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai
negeri di dalam kejahatan jabatan menurut pasal 415 KUHP atau
keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan
terbatas di dalam kejahatan menurut pasal 398 KUHP.

13
A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, 1997), h., 193.
13

2. Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai


penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat
3. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelickjkheid
Undang-Undang RI No.35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah sebagai
berikut :
1. Unsur Setiap Orang.
2. Unsur Tanpa hak atau melawan hukum;
3. Unsur menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,
menjadi perantara dalam jual beli menukar, atau menyerahkan
Narkotika Golongan I;
3. Jenis-jenis tindak pidana
Disamping tindak pidana yang tercantum dalam KUHP ada beberapa
macam tindak pidana yang pengaturannya berada diluar KUHP atau
disebut “tindak pidana khusus”.
Dalam kepustakaan hukum pidana, umumnya para ahli hukum
pidana telah mengadakan pembedaan antara berbagai macam jenis
tindak pidana atau (delik). Beberapa diantara pembedaan yang
terpenting, yaitu:14
1. Delik Kejahatan dan Delik Pelanggaran
Pembedaan delik atas delik kejahatan dan delik
pelanggaran merupakan pembedaan yang berdasarkan pada
sistematika KUHPid Buku II KUHPid memuat delik-delik yang
disebut kejahatan, sedangkan buku III KUHPid memuat delik-delik
yang disebut pelanggaran.
2. Kejahatan dan kejahatan ringan
Dalam Buku II (kejahatan), ada suatu jenis kejahatan yang
bersifat khusus, yaitu kejahatan-kejahatan ringan.

14
Frans, Maranmis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali
Pers,2013) h., 69-81
14

3. Delik Hukum dan Delik Undang-undang


Latar belakang pembedaan delik atas delik kejahatan
dengan delik pelanggaran adalah pembedaan antara delik hukum
dan delik undang-undang.
Delik hukum adalah perbuatan yang oleh masyarakat sudah
dirasakan sebgai melawan hukum, sebelum pembentuk undang-
undang merumuskanya dalam undang-undang.
Delik undang-undang adalah perbuatan yang oleh
masyarakat nanti diketahui dengan melawan hukum karena
dimasukan oleh pembentuk undang-undang kedalam suatu undang-
undang.
4. Delik Formal dan Delik Material
Delik formal adalah perbuatan yang sudah menjadi delik
selesai dengan dilakukan perbuatan.
Delik material adalah perbuatan yang nanti menjadi delik
selesai setelah terjadinya suatu akibat yang ditentukan dalam
undang-undang.
5. Delik Aduan dan Delik Bukan Aduan
Delik aduan adalah delik yang hanya dapat dituntut jika ada
pengaduan dari pihak yang berkepentingan maka perbuatan itu
tidak dapat dituntut didepan pengadilan.
6. Delik sengaja dan Delik Kelapaan
Delik sengaja adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja.
Delik kealpaan adalah perbuatan yang dilakukan dengan
kealpaan (culpa)
7. Delik Selesai dan Delik Percobaan
Delik selesai adalah perbuatan yang sudah memenuhi
semua unsur dari suatu tindak pidana, sedangkan delik percobaan
adalah delik yang pelaksanaanya tidak selesai.
15

8. Delik Komisi dan Delik Omisi


Delik komisi adalah delik yang mengancamkan pidana
terhadap dilakukanya suatu perbuatan (perbuatan aktif).
Delik omisi adalah delik yang mengancamkan pidana terhadap
sikap tidak berbuat sesuatu (perbuatan persuasif)
Sudarto, menyatakan bahwa: “yang dimaksud dengan hukum pidana
khusus itu adalah hukum pidana yang ditetapkan untuk golongan orang
khusus atau yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan khusus,
termasuk di dalamnya hukum pidana militer, hukum pidana ekonomi
sehingga dapat disimpulkan “undang-undang pidana khusus” itu adalah
undang-undang pidana selain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
merupakan kedudukan sentral dari KUHP ini terutama karena di dalamnya
termuat ketentuan-ketentuan umum dari hukum pidana dalam Buku I yang
berlaku juga terhadap tindak-tindak pidana yang terdapat di luar KUHP
kecuali apabila undang-undang menentukan lain.”

9. Pemidanaan
1. Pengertian
Kata “pidana” pada umumnya diartikan sebagai hukum, sedangkan
“pemidanaan” diartikan sebagai penghukuman. Doktrin membedakan
hukum pidana materil dan hukum pidana formil. J.M. Van Bemmelen
menjelaskan kedua hal tersebut sebagai berikut :
Hukum pidana materil terdiri atas tindak pidana yang disebut berturut-
turut, peraturan umum yang dapat diterapkan terhadap perbuatan itu,
dan pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu. Hukum pidana
formil mengatur cara bagaimana acara pidana seharusnya dilakukan
dan menentukan tata tertib yang harus diperhatikan pada kesempatan itu.
Tirtamidjaja menjelaskan hukum pidana meteril dan hukum pidana
formil sebagai berikut:15

15
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h.
2
16

1. Hukum pidana materil adalah kumpulan aturan hukum yang menentukan


pelanggaran pidana, menetapkan syarat-syarat bagi pelanggar pidana
untuk dapat dihukum, menunjukkan orang dapat dihukum dan dapat
menetapkan hukuman atas pelanggaran pidana.
2. Hukum pidana formil adalah kumpulan aturan hukum yang mengatur
cara mempertahankan hukum pidana materil terhadap pelanggaran yang
dilakukan orang-orang tertentu, atau dengan kata lain mengatur
cara bagaimana hukum pidana materil diwujudkan sehingga
memperoleh keputusan hakim serta mengatur cara melaksanakan
putusan hakim.
Pemidanaan terbagi menjadi dua yaitu pola pemidanaan dan
pedoman pemidanaan. Pola pemidanaan yang dimaksud disini ialah “acuan,
pegangan atau pedoman untuk MEMBUAT atau MENYUSUN sistem
sanksi (hukum) pidana.” Penekanan pada pada istilah “membuat dan
menyusun” sistem sanksi (hukum) pidana dimaksudkan untuk membedakan
“pola pemidanaan” dengan “pedoman pemidanaan” (Guide of Sentecing).
Pedoman pemidanaan lebih merupakan pedoman bagi hakim untuk
menjatuhkan atau menerapkan pemidanaan, sedangkan pola pemidanaan
lebih merupakan acuan atau pedoman bagi pembuat undang-undang dalam
membuat atau menyusun perundang-undangan yang mengandung sanksi
pidana. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa “pola pemidanaan”
merupakan “pedoman PEMBUATAN/PENYUSUNAN pidana” :
Sedangkan pedoman pemidanaan” merupakan “pedoman
PENJATUHAN/PENERAPAN pidana.” Dapat pula dinyatakan, bahwa pola
pemidanaan” merupakan “pedoman legislatif” bagi pembuat undang-
undang,dan “pedoman pemidanaan” merupakan “pedoman
yudisial/yudikatif” bagi hakim.
Bertolak dari pengertian tersebut dapatlah dinyatakan, bahwa
sebenarnya “pola pemidanaan” yang bersifat umum dan ideal harus ada
lebih dahulu sebelum perundang-undangan pidana dibuat, bahkan sebelum
KUHP dibuat, Jadi kurang tepat benarnya digunakan istilah “pola
17

pemidanaan dalam/menurut KUHP”. Namun karena KUHP dipandang


sebagai induk peraturan pidana, maka praktik legislatif tampaknnya
menggunakan pola pemidanaan menurut KUHP sebagai acuan atau
pedoman dalam membuat peraturan perundang-undangan pidana lainya.
Dengan direncanakannya perubahan KUHP menjadi “KUHP BARU” yang
konsepnya sedang dalam taraf penyelesaian, menjadi masalah tentunya
dalam praktik legislatif, pola pemidanaan yang dapat digunakan sebagai
acuan atau “pegangan”. Ketiadaan dan ketidakjelasan pola pemidanaan yang
dapat digunakan sebagai pegangan, dapat berakibat kerancuan atau
ketidaksesuaian (inconcistency) dalam produk legislatif. 16
3. Teori-Teori Pemidanaan
Berkaitan dengan pemidanaan, maka munculah teori-teori pemidanaan
yaitu:
1. Teori Absolut dan Teori Pembalasan (vergelding Teorien)
Teori pembalasan mengatakan bahwa pidana tidaklah bertujuan
untuk yang praktis, seperti memperbaiki penjahat. Kejahatan itu
sendirilah yang mengandung unsur-unsur untuk dijatuhkannya pidana.
Pidana secara mutlak ada, karena dilakukan suatu kejahatan. Tidaklah
perlu untuk memikirkan manfaat menjatuhkan pidana itu. Setiap
kejahatan harus berakibatkan dijatuhkan pidana kepada pelanggar.
Oleh karena itulah maka teori ini disebut teori absolut. Pidana
merupakan tuntutan mutlak, bukan hanya sesuatu yang perlu
dijatuhkan tetapi menjadi keharusan.17
2. Teori Relatif atau Teori Tujuan (doeltheorien)
Menurut teori ini suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti
dengan suatu pidana. Untuk ini, tidaklah cukup adanya suatu kejahatan,
tetapi harus dipersoalkan perlu dan manfaatnya suatu pidana bagi
masyarakat atau bagi si penjahat sendiri. Tidaklah saja dilihat pada

16
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, perkembangan
penyusunan konsep KUHP Baru (Jakarta: Kencana, 2011) h.,151-152
17
A.Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h., 31
18

masa lampau, tetapi juga pada masa depan.Dengan demikian, harus


ada tujuan lebih jauh daripada hanya menjatuhkan pidana saja.
Teori ini juga dinamakan teori tujuan. Tujuan ini pertama-tama
harus diarahkan kepada upaya agar dikemudian hari kejahatan yang
dilakukan itu tidak terulang lagi (prevensi). Teori relatif ini melihat
bahwa penjatuhan pidana bertujuan untuk memperbaiki si penjahat agar
menjadi orang yang baik dan tidak akan melakukan kejahatan lagi.
Menurut Zevenbergen terdapat tiga macam memperbaiki si
penjahat, yaitu:
1. perbaikan yuridis.
2. perbaikan intelektual.
3. perbaikan moral.
4. Teori Gabungan (verenigingstheorien)
Disamping teori absolut dan teori relatif tentang hukum
pidana, muncul teori ketiga yang di satu pihak mengakui adanya
unsur pembalasan dalam hukum pidana. Akan tetapi di pihak lain,
mengakui pula unsur prevensi dan unsur memperbaiki penjahat yang
melekat pada tiap pidana. Teori ketiga ini muncul karena terdapat
kelemahan dalam teori absolut dan teori relatif.18 Bisa disimpulkan bahwa
teori ini merupakan teori gabungan antara kedua teori yang sebelumnya.
5. Jenis-Jenis Pidana
Berlakunya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
pengadilan anak antara lain telah menetapkan apa yang dimaksud anak.
Undang-undang itu berlaku lexpecialis terhadap KUHP, khususnya
berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh anak. Lahirnya
Undang-undang Pengadilan Anak, nantinya harus menjadi acuan pula
dalam perumusan pasal-pasal KUHP yang baru berhubungan dengan

18
A.Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional h., 32
19

pidana dan tindakana bagi anak. Dengan demikian, tidak akan terjadi
tumpang tindih ataupun saling bertentangan.19
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Jo Undang-undang Nomor
11 Tahun 2012 menyatakan bahwa “anak adalah orang yang dalam
perkara anak nakal telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan
belum pernah kawin (pasal 1 butir 1)”. Yang dimaksud anak nakal adalah:
“Anak yang melakukan tindak pidana, atau Anak yang melakukan
perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan
perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang
hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan”.
Apabila kita kaitkan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun
1995 tentang pemasyarakatan maka status anak nakal tersebut
berdasarkan putusan pengadilan dapat sebagai anak pidana atau anak
negara. Disebut anak pidana yaitu “anak yang berdasarkan putusan
pegadilan menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan (LP) anak
paling lama sampai umur 18 (delapan belas) tahun. Kemudian sebagai
anak negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan
diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LP anak
paling lama sampai berumur 18 (delapan belas ) tahun”.
Menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 terhadap anak
nakal dapat dijatuhkan pidana yaitu pidana pokok, pidana tambahan
atau tindakan. Dengan menyimak pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) diatur
pidana pokok dan pidana tambahan bagi anak nakal.20
1. Pidana Pokok
Ada beberapa pidana pokok yaing dapat dijatuhkan kepada anak
nakal, yaitu:
1. Pidana Penjara.
2. Pidana Kurungan.
3. Pidana Denda, atau

19
Bambang Waluyo, Pidana dan pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h., 26
20
Bambang Waluyo, Pidana dan pemidanaan, h., 27
20

4. Pidana Pengawasan.
5. Pidana Tambahan
Seperti telah disebut bahwa selain pidana pokok maka terhadap
anak nakal dapat juga dijatuhkan pidana tambahan yang berupa:
1. Perampasan barang-barang tertentu, dan atau.
2. Pembayaran ganti rugi.
3. Tindakan
Beberapa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal
(Pasal 24 ayat 1) adalah:
1. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh,
2. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan,
pembinaan, dan latihan kerja, atau menyerahkan kepada
Departemen Sosial, atau organisasi sosial kemasyarakatan yang
bergerak di bidang pendidikan, pembinaan da latihan kerja.
Selain tindakan tersebut, Hakim dapat memberi teguran dan
menetapkan syarat tambahan. Teguran adalah peringatan dari Hakim
baik secara langsung terhadap anak yang dijatuhi tindakan maupun
secara tidak langsung melalui orang tua, wali, atau orang tua
asuhnya agar anak tersebut tidak mengulangi perbuatan. Syarat
tambahan itu misalnya kewajiban untuk melapor secara periodik
kepada pembimbingan kemasyarakatan (penjelasan pasal 24 ayat
(2)).
Penjatuhan tindakan oleh hakim di lakukan kepada anak yang
melakuan perbuatan yang di nyatakan terlarang bagi anak, baik
menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan
hukum lain. Namun, terhadap anak yang melakukan tindak pidana,
hakim menjatuhkan pidana pokok dan atau pidana tambahan atau
tindakan.
Dari segi usia, pengenaan tindakan terutuma bagi anak yang
masih berumur 8 (delapan) tahun sampai 12 (dua belas) tahun.
Terhadap anak yang telah melampui umur di atas 12 (dua belas)
21

sampai 18 (delapan belas) jatuhkan pidana. Hal ini di lakukan


mengingat pertumbuhan dan perkembangn fisik, mental, dan sosial
anak.
Jenis tindakan yang dapat di jatuhkan kepada anak berdasarkan
undang-undang Nomer 3 tahun 1997 pasal 24 ayat (1) ternyata lebih
sempit (sedikit) apabila dibandingkan dengan rumusan rancangan
KUHP baru. Rumusan pengenaan tindakan terhadap anak (pasal 132
rancangan KUHP ) adalah:21
1. Pengembalian kepada orang tua, wali, atau pengasuhnya
2. Penyerahan kepada pemerintah atau seseorang
3. Keharusan mengikuti suatu latihan yang di adakan oleh
pemerintah atau suatu badan swasta
4. Pencabutan surat izin mengemudi
5. Perampasan keuntungan yang di peroleh dari tindak pidana
6. Perbaikan akibat tindak pidana
7. Rehabilitasi, dan atau
8. Perawatan di dalam suatu lembaga
9. Pidana penjara
Berbeda dengan orang dewasa, pidana penjara bagi anak nakal
lamanya 1/2 (satu perdua) dari ancaman pidana orang dewasa atau
palingn lama 10 (sepuluh) tahun. Kecuali itu, pidana mati dan penjara
seumur hidup tidak dapat di jatuhkan terhadap anak.22
Mengapa terdapat perbedaan perlakuan terhadap ancaman pidana
terhadap anak? Hal ini di maksudkan untuk lebih melindungi dan
mengayomi anak agar dapat menyongsong masa depan nya yang masih
panjang, selain itu pembedaan tersebut di maksudkan untuk memberi
kesempatan kepada anak agar melalui pembinaan akan memperoleh jati
dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggunga jawab dan

21
Bambang Waluyo, Pidana dan pemidanaan, h., 28
22
Bambang Waluyo, Pidana dan pemidanaan, h., 29
22

berguna bagi diri, keluarga masyarakat bangsa dan negara (penjelasan


umum undang-undang Nomer 3 tahun 1997 )
Mengenai ancaman pidana penjara bagi anak yang melakukan
tindak pidana, mengacu pasal 26 undang-undang nomer 3 tahun 1997,
pada pokoknya sebagai berikut.
1. Pidana penjara yang dapat di jatuhkan paling lama ½ (satu perdua)
dari maksimum ancaman pidanapenjara bagi orang dewasa
2. Apabila melakukan tindak pidana yang di ancam dengan pidana mati
atau pidana penjara seumur hidup maka pidana penjara yang dapat di
jatuhkan kepada anak tesebut paling lama 10 (sepuluh) tahun.
3. Apabila anak tersebut belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun
melakukan tindak pidana yang di ancam pidana mati atau pidana
penjara semur hidup maka hanya di jatuhkan tindakan berupa “
penyerahan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan,
dan latihan kerja.
4. Apabila anak tersebut belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun
melakukan tindak pidana yang tidak di ancam pidana mati atau tidak
di ancam pidana penjara seumur hidup maka di jatuhkan salah satu
tindakan.
5. Pidana kurungan
Dinyatakan dalam pasal 27 bahwa pidana kurungan yang
dijatuhkan kepada anak yang melakukan tindak pidana, paling lama ½
(satu perdua) dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang
dewasa, adalah maksimum ancaman pidana kurungan terhadap tindak
pidana yang di lakukan dengan yang di tentukan dalam KUHP atau
undang-undang lainnya (penjelasan pasal 27).
6. Pidana Denda
Seperti pada pidana penjara dan pidana kurungan maka penjatuhan
pidana denda terhadap anak nakal paling lama ½ (satu perdua) dari
maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa ( pasal 28 ayat
(1)). Undang-undang Pengadilan Anak mengatur pula ketentuan yang
23

relatif baru yaitu apabila pidana denda tersebut tenyata tidak dapat
dibayar maka dapat diganti dengan wajib latihan kerja. Undang-undang
menetapkan demikian sebagai upaya untuk mendidik anak yang
bersangkutan agar memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi dirinya
( penjelasan Pasal 28 ayat (2)).
Kaitanya dengan wajib latihan kerja, perlu diciptakan koordinasi
efektif dengan pekerja sosial dari departemen sosial maupun pekerja
sosial sukrela dari organisasi sosial kemasyarakatan. Di tegaskan
melalui Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun1997 bahwa pekerja
sosial bertugas membimbing, membantu, dan mengawasi anak nakal
yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan kepada departemen
sosial untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.
Lama wajib Latihan kerja sebagai pengganti denda, paling lama 90
(sembilan puluh) hari kerja dan lama latihan kerja tidak lebih dari
empat jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari ( Penjelasan
pasal 28 ayat 3). Tentunya hal demikian mengingat pertumbuhan dan
perkembangan fisik, mental, dan sosial anak serta perlindungan anak

7. Pidana Bersyarat
Garis besar penentuan pidana bersyarat bagi anak nakal sesuai
dengan rumusan pasal 29 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997
adalah:23
1. Pidana bersyarat dapat dijatuhkan, apabila pidana penjara yang
dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun, sedangkan jangka waktu masa
pidana bersyarat adalah paling lama 3(tiga) tahun.
2. Dalam putusan pidana bersyarat diberlakukan ketentuan berikut.
1. Syarat umum, yaitu anak nakal tersebut tidak akan melakukan tindak
pidana lagi selama menjalani masa pidana bersyarat.
2. Syarat khusus, yaitu untuk melakukan atau tidak melakukan hal tersebut
yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan

23
Bambang Waluyo, Pidana dan pemidanaan, h. 27
24

kebebabsan anak. Misalnya, tidak boleh mengemudikan kendaraan


bermotor atau diwajibkan mengikuti kegiatan yang diprogramkan balai
pemasyarakatan. Masa pidana bersyarat bagi syarat khusus lebih pendek
daripada masa pidana bersyarat bagi syarat umum.
3. Pengawasan dan bimbingan
1. Selama menjalani masa pidana bersyarat, jaksa melakukan
pengawasan dan pembimbingan kemasyarakatan melakukan
bimbingan agar anak nakal menepati persyaratan yang telah di
tentukan
2. Anak nakal yang menjalani pidana bersyarat dibimbing oleh
balai pemasyarakatan berstatus sebagai klien pemasyarakatan.
3. Selama anak nakal berstatus sebagai klien pemasyarakatan dapat
mengikuti penididikan sekolah.
Dalam menyongsong lahirnya KUHP baru (nanti) sebagi
juskonstitundum, rumusan/ materi pidana bersyarat itu perlu
diperhatikan khususnya berkenaan fungsi jaksa dalam pemberi
pengawasan. Hal itu dilakukan mengingat rumusan konsep KUHP
baru terlihat bahwa fungsi jaksa agak di abaikan. Demikian pula
dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan RI
(misalnya dalam pelepasan / pembebasan bersyarat).
4. Pidana Pengawasan
Ketentuan bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana
pengawasan menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 akan
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Hendaknya nanti
materi yang diatur dalam peraturan pemerintah tersebut harus tetap
berpedoman pada Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
pengadian anak khusunya pasal 30.
Pidana pengawasan dijatuhkan kepada anak yang melakukan
tindak pidana, dengan ketentuan sebagai berikut.
1. Lamanya, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua)
tahun.
25

2. Pengawasan terhadap perilaku anak dalam kehidupan sehari hari


di rumah anak tersebut dilakukan oleh jaksa.
3. Pemberian bimbingan dilakukan oleh pmbimbingan
kemasyarakatan.
Praktek yang perlu diingat adalah adanya persamaan persepsi,
kerjasama, dan koordianasi diantara aparat tersebut, yakni:24
1. Persamaan persepsi bahwa pengawasan dan bimbingan
dilakukan dalam upaya pembinaan anak dengan mengingat
pertumbuhan, perkembangan fisik, mental dan sosial anak .
2. Kerjasama dan koordinasi dilakukan dengan baik dan seimbang
yakni jangan sampai pengawasanya menonjol dibandingkan
pembimbinganya. Apabila dapat dilakukan, yaitu pengawasan
yang beraspek bimbingan yang tidak meninggaalkan aspek
pengawasan.
3. Bentuk-bentuk pengawasan dan bimbingan perlu dirumuskan
secara tepat misalnya bentuk pengawasan apakah dengan anak
yang melapor ataukah jaksa yang datang kerumah atau tempat
tinggal anak. Demikian juga bentuk bimbingan, apakah bentuk
fisik, keterampilan, atau mental / rohani.
4. Dalam memberikan bimbingan tidak ada salahnya apabila ada
kerjasama dengan departemen agama, departemen sosial,
departemen tenaga kerja, atau pihak-pihak lain yang dapat
menunjang keberhasilan bimbingan.

5. Narkotika
1. Pengertian
Secara etimologis narkoba atau narkotika berasal dari bahasa
inggris norcose atau narcosis yang berarti menidurkan25 dan

24
Bambang Waluyo, Pidana dan pemidanaan h., 27
25
Poerwadarminta, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Vers Luys, 1952), h.,112.
26

pembiusan26. Narkotika berasal dari bahasa yunani yaitu narke atau


narkam yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa.
Narkotika berasal dari perkataan narcotic yang artinya sesuatu yang
dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek stufor
(bengong), bahan-bahan pembius dan obat bius.27
Secara terminologi, dalam kamus besar bahasa Indonesia,
narkoba atau narkoba adalah obat yang dapat menenangkan syaraf,
menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa ngantuk, dan
merangsang28.
Soedjono dalam patologi sosial merumuskan definisi narkotika
sebagai berikut: Narkotika adalah bahan-bahan yang terutama yang
mempunyai efek kerja pembiusan atau dapat menurunkan kesadaran.29
M.Ridho Ma’ruf dalam bukunya Narkotika Masalah dan
Bahayanya, mengatakan “Narkotika adalah zat-zat yang dapat
mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat
tersebut berkerja mempengaruhi syaraf mental”.30
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bahan tanaman, baik yang sintetis maupun semi sintetisnya yang dapat
menyebabkan penurunan atau penambahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbukan
ketergantungan. Menurut istilah kedokteran, narkotika adalah obat yang
dapat menghilangkan terutama rasa sakit dan nyeri yang berasal dari
daerah viresal atau alat-alat rongga dada dan roga perut, juga dapat
menimbulkan efek stafor atau bengong yang lama dalam keadaan masih
sadar serta menimbulkan adiksi atau kecanduan. Zat ini digolongkan
menjadi dua macam narkotika dalam arti sempit dan narkotika dalam

26
Jhon M. Elhols dan Hasan Sadili, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia,
1996), h., 390
27
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Islam, (Bandung Alumni,196), h.,36
28
Anton M.Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988, h.,
609
29
Soedjono, Patologi Sosial, (Bandung Alumni Bandung,1997), Cet ke -2, h., 78
30
M.Ridho Ma’ruf, Narkotika, Masalah dan Bahayanya, (Jakarta: CV Marga Jaya,1976) h.,
15
27

arti luas. Narkotika dalam arti sempit, bersifat alami yaitu semua bahan
obat opiate, kokaine dan ganja. Narkotika dalam arti luas, bersifat alami
dan sintetis yaitu semua bahan obat-obatan yang berasal dari papaver
samniferum (oium/canda, Morphine,Heroin,dsb); Eryth Raxlon coca
(cocaine); Cannabis Sativa (Ganja, Hasysisy); golongan obat-obatan
depressants (obat penenang); golongan obat-obatan halluciogen (obat
pemicu khayal).31
Dalam UU Nomor 35 Tahun 2009, tidak memberikan definisi
narkotika tetapi hanya menyebut bahan-bahan narkotika yang pada
pokokya:
1. Dari bahan-bahan : Papaver, Ganja dan Kokain;
2. Garam-garam dari turunan Morfina dan Kokain;
3. Bahan-bahan lain, baik ilmiah maupun sintetis yang belum
disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina, atau
kokaina yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan sebagai
Narkotika, apabila penyalahgunaanya dapat menimbulkan
ketergantungan yang dapat merugikan;
4. Campuran dari sediaan atau preparat Nomor 1,2, dan 3
Dari waktu kewaktu istilah narkoba ditambah dengan alkohol
sering disebut dengan NAZA (Narkotik, Alkohol, dan Zat Adiktif
lainya), tetapi kemudian muncul obat-obatan yang sejenis dengan
narkotika, hanya saja tidak ada kandungan narkotika di dalamnya yang
kini beredar di pasaran ilegal dan disebut dengan psikotropika.
Belakangan ini disebut juga dengan NAPZA (Narkotik, Alkohol,
Psikotropika, Zat Adiktif lainya). Adapun yang disebut zat adiktif
lainya disini adalah zat-zat pada umumnya yang dapat membuat orang
adictif atau ketergantungan atau kecanduan seperti nikotin pada
tembakau dan kafein pada kopi.32

31
Heriadi Willy, Berantas Narkotika Tak Cukup Hanya Bicara (Tanya Jawab & opini),
Yogyakarta: UII Press Yogyakarta,2005), Cet.Ke-1, h., 4
32
Heriadi Willy, Berantas Narkotika Tak Cukup Hanya Bicara (Tanya Jawab & opini),
h., 4
28

5. Jenis-Jenis Narkotika
Berdasarkan Undang-undang 35 Tahun 2009, jenis narkoba
dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: golongan I, golongan ini termasuk
narkotika yang paling berbahaya karena daya adiktifnya sangat tinggi,
golongan tidak boleh digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali
untuk penelitian dan ilmu pengetahuan. Yang termasuk narkoba
golongan I adalah ganja, heroin, kokain.
Narkoba golongan II, golongan ini termasuk narkoba yang
memiliki daya adiktif sangat tinggi tetapi sangat bermanfaat untuk
pengobatan dan penelitian. Yang termasuk narkoba golongan II yaitu,
betametadol, benzetidin, dan pestisidin.33
Narkoba golongan III, golongan ini memiliki daya adiktif yang
ringan tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian serta
untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Yang termasuk golongan III
yaitu aserihidrotema dan dihidrokodemia.
Ada 4 jenis narkoba yang beredar di Indonesia yaitu, ganja,
opium, putaw dan kokain.sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika: Undang-undang Narkotika bertujuan
1. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi;
2. Mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan Narkotika;
3. Memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
dan;
4. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi
Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.
Jadi, disini jelas adanya sebuah peraturan yang mengatur tentang
narkotika bahwasanya dengan kesemuanya tersebut baik dari adanya

33
Sunarmo, Narkoba dan Upaya Pencegahanya, (Semarang:Bengawan Ilmu, 2007 Cet,1
ke-1, hlm., 11
29

bahan tersebut sesungguhnya digunakan untuk ilmu pengetahuan yang


lebih tepatnya dalam bidang ilmu kedokteran, dan juga jelas untuk
mencegah, menyelamatkan, dan melindungi bangsa dari peredaran
narkotika yang sekarang telah menyebabkan rsaknya tunas-tunas
muda penerus bangsa karena telah belajar untuk mencoba serta
mengkonsumsi sehingga mereka menjadi kecanduan dengan barang-
barang tersebut.
BAB III
PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANAK DAN PENEGAKANN
HUKUM MENURUT HUKUM POSITIF

1. Sejarah Undang-Undang Psikotropika


Kebijakan penanggulangan bahaya dan penyalahgunaan narkoba di
Indonesia telah dimulai sejak berlakunya Ordonansi Obat Bius (Verdoovende
Middelen Ordonnantie, Stbl.1927 No. 278 jo. No. 536). Ordonasi ini
kemudian diganti dengan UU No.9/1976 tentang Narkotika yang dinyatakan
berlaku sejak 26 Juli 1976. Dalam perkembangan terakhir, UU No.9/1976 ini
pun kemudian diganti dengan UU No.22/1977. Sementara itu untuk
menanggulangi penyalahgunaan obat/zat psikotropika telah pula dikeluarkan
UU No. 5/1997 tentang Psikotropika. Lahirnya kedua undang-undang itu di
dahului dengan keluarnya UU No. 8/1996 tentang pengesahan Konvensi
Psikotropika 1971 dan UU No.7/1997 tentang Pengesahan Konvensi
Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988. Perangkat
perundang-undangan untuk memberantas narkoba itu (UU N0.5/1997) juga
dilengkapi dengan berbagai Permenkes (Peraturan Menteri Kesehatan),
antara lain tentang Peredaran Psikotropika (Permenkes
No.688/Menkes/Per/VII/1977) dan tentang Ekspor dan Impor Psikotropika
(Permenkes No. 785/ Menkes/ Per/VII/1997).34
Kedua UU Narkoba di atas (UU No.5/1977 tentang Narkotika)
menggunakan sarana “penal” (hukum pidana) untuk menanggulangi bahaya
bahaya penyalahgunaan Narkoba. Kebijakan “penal” yang tertuang dalam
kedua UU itu antara lain dapat diidentifikasikan secara umum.
Menghadapi permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba mengharuskan pemerintah memikirkan bagaimana cara
menanggulangi masalah tersebut, akhirnya pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-

34
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam
Penanggulangan Kejahatan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group.2008), h., 185

30
31

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dengan demikian undang-


undang ini diharapkan dapat menekan sekecil-kecilnya tindak kejahatan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia, karena itulah di
dalam ketentuan peraturan perundang undangan tersebut sanksi pidana sangat
berat dibandingkan dengan sanksi dalam undang-undang tindak pidana
lainnya.
Demikian undang-undang ini diharapkan dapat menekan sekecil-
kecilnya tindak kejahatan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di
Indonesia, karena itulah di dalam ketentuan peraturan perundang undangan
tersebut sanksi pidana sangat berat dibandingkan dengan sanksi dalam
undang- undang tindak pidana lainnya. Mencermati perkembangan peredaran
dan pemakaian narkoba di kalangan remaja sungguh sangat
mengkhawatirkan, karena narkoba jelas mengancam langsung masa depan
anak-anak bangsa. Untuk itu, diperlukan suatu kesadaran sosial dalam
memerangi peredaran narkoba dengan melibatkan seluruh potensi yang ada
mulai dari unsur aparat penegak hukum, birokrasi serta anggota masyarakat
bahu membahu dalam sinergi yang berkesinambungan, sehingga generasi
muda dapat terhindar dari bujuk rayu untuk mengkonsumsi narkoba.
Menurut Soedjono menjelaskan dalam sebuah penelitian ilmiah, seorang
psikiater Graham Blaine antara lain mengemukakan bahawa biasanya seorang
remaja mempergunakan narkotika dengan beberapa sebab, yaitu:
1. Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang
berbahaya seperti ngebut, berkelahi, bergaul dengan wanita dan lain-lain;
2. Untuk menunjukan tindakan menentang otoritas terhadap orang tua atau
guru atau norma-norma sosial;
3. Untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan seks;
4. Untuk melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-
pengalaman emosional;
5. Untuk mencari dan menemukan arti hidup;
6. Untuk mengisi kekosongan dan kesepian/kebosanan;
7. Untuk menghilangkan kegelisahan, frustasi dan kepenatan hisup;
32

8. Untuk mengikuti kemauan kawan-kawan dalam rangka pembinaan


solidaritas;
9. Hanya iseng-iseng didiorong rasa ingin tahu.35

10. Posisi Kasus ( Kronologi)


Pada hari Sabtu tanggal 18 Mei 2013 sekira jam 19.00 WIB
terdakwa pergi ke warung rokok dekat pom bensin Jalan Proklamasi
Kelurahan Mekarjaya Kecamatan Sukmajaya Kota Depok berniat untuk
membeli ganja kepada BUDI (belum tertangkap/DPO), sesampainya di
warung rokok tersebut terdakwa bertemu dengan BUDI, kemudian
terdakwa memesan ganja kepada BUDI dan BUDI menyanggupi
namun persediaan ganja saat itu sedang habis, Selanjutnya terdakwa
disuruh menunggu di warung rokok tersebut sambil menunggu BUDI
mengambil ganja yang dipesan oleh terdakwa tersebut, tidak lama
kemudian BUDI datang lagi dan mengatakan akan menitipkan ganja
kepada terdakwa dengan imbalan apabila terdakwa bersedia, akan
diajak mengkonsumsi ganja bersama BUDI dan terdakwa
menyanggupinya.
BUDI mengeluarkan 1 (satu) buah kantong plastik berwarna
hitam berisi 15 (lima belas) bungkus ganja dibungkus kertas warna
coklat. Kemudian BUDI mengambil 4 (empat) bungkus ganja tersebut
sehingga tinggal ll (sebelas) bungkus dan BUDI menyerahkannya
kepada terdakwa Selanjutnya BUDI menyuruh terdakwa untuk
menunggu di warung rokok tersebut karena BUDI mengatakan akan
mengantarkan 4 (empat) bungkus ganja tersebut kepada temannya,
apabila sudah selesai mengantarkan ganja tersebut BUDI akan
mengajak terdakwa mengkonsumsi ganja yang dititipkan kepada
terdakwa, Pada saat terdakwa sedang duduk-duduk menunggu BUDI,
terdakwa ditangkap oleh saksi YUSUF WISNU dan saksi ARIF

35
Sudarsono, Kenakalan Remaja: Prevensi, Rehabilitasi dan Resoloasi, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1995), Cet ke-3,h., 66-67
33

ABRIYANTO (keduanya anggota Kepolisian dari Satuan Reserse


Narkoba Polresta Depok) berdasarkan informasi dari masyarakat.
Selanjutnya pada saat saksi YUSUF WISNU dan saksi ARIF
ABRIYANTIO melakukan penggeledahan badan terhadap terdakwa
ditemukan 11 (sebelas) bungkus ganja dibungkus kertas warna cokelat
yang dimasukkan kedalam plastik warna hitam didalam saku depan jaket
yang dipakai oleh terdakwa, mengatakan bahwa ganja tersebut adalah
milik dari BUDI yang dititipkan kepada terdakwa, Oleh Terdakwa
dalam memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika
Golongan I dalam bentuk tanaman yaitu berupa 11 (sebelas) bungkus
kertas warna coklat berisikan ganja dengan berat Netto 38,1984 gram
tanpa ijin dari pihak yang berwenang yakni Menteri di bidang
Kesehatan, serta bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, selanjutnya
saksi YUSUF WISNU A dan saksi ARIFABRIYANTO membawa
terdakwa beserta barang bukti ke Polresta Depok untuk proses lebih lanjut.

11. Penegakan Hukum Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam


1. Pengertian
Pengertian Menurut Hukum Positif Penegakan hukum adalah
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-niai yang terjabarkan didalam
kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian
penjabaran nilai tanpa akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.36 Penegakan hukum
mempunyai makna, bagaimana hukum itu harus dilaksanakan,
sehingga dalam penegakan hukum tersebut harus diperhatikan unsur-
unsur kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.
Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat
dilakukan oleh subjek yang luas dan subjek dalam arti yang terbatas atau

36
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), h., 5
34

sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua
subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Dalam arti sempit, dari segi
subjeknya itu, penegakan hukum itu hannya diartikan sebagai upaya
aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan
bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam
memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak
hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.
Menurut Soerjono Soekanto ada beberapa faktor yang sangat
menentukan dalam penegakan hukum yang berguna bagi masalah
penegakan hukum dalam masyarakat yaitu:37
1. Faktor Hukumnya Sendiri;
2. Faktor Penegak Hukum;
3. Faktor Sarana atau Fasilitas;
4. Faktor Masyarakat
5. Faktor Kebudayaan.
Kelima faktor tersebut sangat berkaitan dengan erat karena
merupakan esensi dari penegakan dan merupakan tolak ukur dari pada
efektivitas penegak hukum, mengenai tugas dan peranan Polisi Republik
Indonesia di bidang penegakan hukum ini memang sepantasnya
dibicarakan terus karena pada keberhasilan dibidang penegakan hukum
inilah dipertaruhkan makna dari “Negara berdasarkan atas hukum.”
Penegak hukum terhadap tindak pidana dapat dilakukan oleh
kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.
Memaknai hukum sebagai perangkat peraturan yang mengatur
masyarakat baru akan berarti bila didukung oleh aparat yang tegas dan
berdedikasi dengan sanksi yang tegas dan jelas. Penegak hukum tidak
terlepas dari unsur-unsur yang mempengaruhi, unsur-unsur penegak
hukum yaitu antara lain:38
1. Kepastian hukum
37
Soerjono Soekanto , Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, h., 8
38
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, liberty, (Yogyakarta: 1999),
h., 145
35

2. Kemanfaatan
3. Keadilan
Unsur-unsur penegakan hukum dapat dibagi kedalam 3 (tiga)
bagian, yaitu: pertama peraturan perundang-undangan, kedua penegak
hukum yang dalam hal ini kepolisian, kejaksaan, hakim dan advokat
sangat menentukan terlaksananya hukum itu sebagaimana mestinya,
ketiga masyarakat itu sendiri dimana tingkat kesadaran dan/atau
pengetahuan hukum sangat menentukan tercapainya penegak hukum.39
Secara umum penegakan hukum di Indonesia dilakukan dengan 2
(dua) cara yaitu:40
1. Preventif yakni upaya yaitu:
1. Tahap formulasi,
2. Tahap aplikasi,
3. Tahap eksekusi,
Upaya penegak hukum secara represif. Bentuk penegakan hukum
ini adalah adanya penindakan ketika atau telah dilakukan kejahatan.
Penindakan tersebut ada beberapa tahapan dari awal penyelidikan
sampai pada pengadilan, diantaranya adalah:
1. Penyelidikan;
2. Penyidikan;
3. Penangkapan;
4. Penahanan;
5. Penuntutan;
6. Mengadili;
7. Putusan pengadilan
Memperhatikan perincian tugas yuridiksi Polisi Republik
Indonesia pada intinya ada dua tugas dibidang penegakan hukum,

Otto Hasibuan, Membangun System Penegakan Hukum Yang Akuntabilitas (lib.


Ugm.ac.id) diakses pada tanggal 20 juni 2014
40
Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Konterporer. (Yogyakarta: Citra Aditya Bakti:
2004), h., 311
36

yaitu penegakan hukum di bidang peradilan pidana dengan sarana


penal dan penegakan hukum dengan sarana non penal.41
1. Penal adalah Dilakukan apabila usaha preventif telah dilakukan
tetapi masih juga terdapat pelanggaran hukum. Dalam hal ini, upaya
yang dilakukan adalah secara represif oleh aparat penegak hukum
yang diberi tugas yustisionil. Penegakan hukum represif pada tingkat
operasional didukung dan melalui berbagai lembaga yang secara
organisatoris terpisah satu dengan yang lainnya, namun tetap berada
dalam kerangka penegakan hukum.
2. Non Penal adalah untuk mencegah agar tidak dilakukan pelanggaran
hukum oleh masyarakat dan tugas ini pada umumnya diberikan pada
badan eksekutif dan kepolisian.42
Dalam konteks kebijakan kriminal sebagai bentuk kebijakan
publik untuk menanggulangi kejahatan seperti penyalahgunaan narkoba
adalah juga sebagai bentuk reaksi formal masyarakat. Reaksi formal
masyarakat itu adalah pola bentuk tindakan masyarakat yang dilakukan
oleh lembaga-lembaga masyarakat yang dibentuk secara formal oleh
negara untuk menanggulangi kejahatan. Wujud nyata dari reaksi formal
terhadap kejahatan tersebut adalah disusunnya hukum pidana yang
dimulai oleh lembaga kepolisian, lembaga kejahatan, badan peradilan,
dan lembaga penghukuman atau pembinaan narapidana.43
Adapun penegakan hukum salah satunya sesuai dengan Proses
Pengadilan Anak44 antara lain sebagai berikut:

41
Arda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
Hukum Pidana, ( PT. Citra Aditya Bakti, Bandung: 2005), h., 4.
42
Barda Nawawi Arif, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan Pengembangan
Hukum Pidana, (PT. Citra Adtya Bakti, Bandung, 2005), h., 22.
43
Mustofa, Muhammad, Kriminologi Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas, Perilaku
Menyimpang dan Pelanggaran Hukum, ( Fisip UI Press, 2007). h., 44.
44
Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia, (Jakarta:PT.Raja
Grafindo Persada 2011), h.,117-151
37

1. Tingkat Penyidikan
1. Penahan terhadap anak
Penangkapan adalah suatu tindakan berupa pengekangan
sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa dengan
menempatkanya pada Rumah Tahanan Negara (RUTAN).
2. Penangkapan terhadap anak
Penangkapan adalah penempatan tersangka/terdakwa di tempat
tertentu (Rumah Tahanan Negara) oleh penyidik atau penunutut
hukum atau hakim. Penahanan ini sesuai dengan Pasal 1 Angka
21 KUHAP dapat berupa:
1. Ditahan di RUTAN
2. Tahanan Rumah
3. Tahanan Kota
4. Tingkat Penuntutan
Terkait dengan proses penuntutan anak nakal ada beberapa hal
yang harus diperhatikan
1. Kewajiban meneliti hasil penyidikan
2. Lamanya penahanan
3. Membuat surat dakwaan
4. Melimpahkan berkas perkara ke pengadilan
5. Tingkat pemeriksaan di pengadilan
Adapun cara pengadilan anak di sidang pengadilan anak diuraikan
sebagai berikut:
1. Tata ruang sidang pengadilan
2. Hakim, Penuntut umum dan penasihat hukum tidak memakai toga
3. Disidangkan dengan hakim tunggal
4. Laporan pembimbing kemasyarakatan
5. Pembukaan sidang anak
6. Terdakwa didampingi orang tua, penasihat hukum, pembimbing
kemasyarakatan
7. Saksi dapat didengar yang dihadiri terdakwa
38

8. Penahan paling lama 15 hari


9. Putusan hakim
Menurut Hukum Islam salah satu perintah Allah kepada para
rasul dan umatnya beriman dalam al-Qur’an adalah menegakan
keadilan. Keadilan dilambangkan dalam bentuk neraca (mizan) dan
timbangan (al wazm).45
Keadilan adalah sebuah sistem tentang keharusan penegakan
neraca. Langit atau seluruh jagat raya adalah sebuah sistem yang
ditegakan dengan neraca. Neraca sekaligus adalah lambang penegakan
hukum. Ada hukum yang ditegakan dengan neraca. Pada alam raya ada
hukum tidak berubah yang diciptaan oleh penciptanya sehingga benda-
benda angkasa dengan segala isinya berjalan serasi dan seimbang.
Pencipta alam yang sama juga menurunkan hukum keadilan melalui
para nabi sepanjang masa dan rasa keadilan yang ditanamkan dalam
sanubari ummat manusia supaya kehidupan manusia berjalan serasi dan
seimbang.
Allah itu sendiri adalah kebenaran (al Haqq) dan penegak
keadilan (qa’iman bil-qisth), begitu juga orang-orang berilmu yang
berdiri diatas kebenaran dan keadilan Allah:
ُُ ‫ش‬ِٛ‫ ْان َكج‬ٙ
ُّ ِ‫َّللاَ ُْ َٕ ْان َعه‬ ِ َ‫َ ْذ ُعٌَٕ ِي ٍْ ُدَِٔ ِّ ُْ َٕ ْانج‬ٚ ‫ك َٔأَ ٌَّ َيب‬
َّ ٌَّ َ‫بط ُم َٔأ‬ َّ ٌَّ َ ‫َٰ َرنِكَ ثِؤ‬
ُّ ‫َّللاَ ُْ َٕ ْان َح‬

Artinya: (Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena


sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa
saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan
sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. (Qs.
Al hajj ayat 62)
‫ت‬ٚ‫كَ نَ َع َّم انغَّب َعخَ لَ ِش‬ٚ‫ُ ْذ ِس‬ٚ ‫ضَ اٌَ ۗ َٔ َيب‬ًِٛ ‫ك َٔ ْان‬
ِّ ‫َبة ثِ ْبن َح‬
َ ‫َّللاُ انَّ ِز٘ أَ َْضَ َل ْان ِكت‬
َّ

45
Rifyal Ka’bah, Peradilan Islam Kontemporer (Jakarta: Universitas Yasri, 2009) h., 11.
39

Artinya: Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa)


kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). Dan tahukah kamu,
boleh jadi hari kiamat itu (sudah) dekat? (Qs. Asy-Syura ayat 17)
Kitab adalah Al-Qur’an yang berisikan al Huda (petunjuk), al
Hukm, (kendali atau ketentuan hukum) dan al Furqan (pembeda antara
yang hak dan yang bathil)
ٌِ ‫َ ْغ ُجذَا‬ٚ ‫َٔانَُّجْ ُى َٔان َّش َج ُش‬
Artinya:“Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-
duanya tunduk kepada-Nya.” (Qs. Ar rahman ayat 6)

َٕ ُْ ‫ْط ۚ ََل إِ َٰنََّ إِ ََّل‬


ِ ‫َّللاُ أَََُّّ ََل إِ َٰنََّ إِ ََّل ُْ َٕ َٔ ْان ًَ ََلئِ َكخُ َٔأُٔنُٕ ْان ِع ْه ِى لَبئِ ًًب ثِ ْبنمِغ‬
َّ ‫َش ِٓ َذ‬
‫ ُى‬ٛ‫ ُض ْان َح ِك‬ٚ‫ْان َع ِض‬
Artinya: “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan
melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan.
Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang
demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah),
Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. Ali Imran ayat 18)
Tanpa neraca, jagat raya akan kacau, begitu juga kehidupan
manusia. Tanpa penegakan hukum keadilan, kehidupan individu dan
masyarakat juga akan kacau.
ٌَ‫ضَ ا‬ًِٛ ‫ْط َٔ ََل تُ ْخ ِغشُٔا ْان‬
ِ ‫ ًُٕا ْان َٕ ْصٌَ ثِ ْبنمِغ‬ِٛ‫ٔأَل‬
Artinya: “Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan
janganlah kamu mengurangi neraca itu.” (Qs. Ar Rahman ayat 9)
Salah seorang Rasul Allah, yaitu Hud, telah memperingatkan
sejak dulu:

ِ ْ‫ ْاَْس‬ِٙ‫َب ََُْ ْى َٔ ََل تَ ْعََْٕ ا ف‬ٛ‫بط أَ ْش‬


ِ ِ ‫ َضاٌَ ثِ ْبنمِغ‬ًِٛ ‫بل َٔ ْان‬
َ َُّ‫ْط ۖ َٔ ََل تَجْخَ غُٕا ان‬ َ َٛ‫َب لَْٕ ِو أَْٔ فُٕا ْان ًِ ْك‬َٚٔ
ٍَٚ‫ُي ْف ِغ ِذ‬
Artinya: Dan Syu'aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan
timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia
terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di
muka bumi dengan membuat kerusakan.” (Qs. Hud ayat 85)
40

َ َٛ‫ ُشُِ ۖ َٔ ََل تَ ُْمُصُٕا ْان ًِ ْك‬ْٛ ‫َّللاَ َيب نَ ُك ْى ِي ٍْ إِ َٰنَ ٍّ َغ‬
‫بل‬ َ َ‫جًب ۚ ل‬ْٛ ‫ٍََ أَخَبُْ ْى ُش َع‬ٚ‫َٔإِنَ َٰٗ َي ْذ‬
َّ ‫َب لَْٕ ِو ا ْعجُ ُذٔا‬ٚ ‫بل‬
‫ ٍط‬ٛ‫َْٕ ٍو ُي ِح‬ٚ ‫اة‬ ُ َ‫ أَخ‬َِِّٙ‫ ٍْش َٔإ‬ٛ‫ أَ َسا ُك ْى ثِ َخ‬َِِّٙ‫ضَ اٌَ ۚ إ‬ًِٛ ‫َٔ ْان‬
َ ‫ ُك ْى َع َز‬ْٛ َ‫بف َعه‬
Artinya: “Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara
mereka, Syu'aib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-
kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi
takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam
keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir
terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)". (Qs Hud
ayat 84)
Penegakan keadilan tidak hanya pada tingkat kehidupan bernegara
yang dilambangkan oleh kekuasaan legislatif, eksekuti, yudikatif ,
tetapi juga pada tingkat kehidupan orang per orang dalam kehidupan
bermasyarakat. Penegakan keadilan pada tingkat rakyat adalah tentang
bagaimna bersikap adil dalam kehidupan sehari-hari kepada sesama
manusia dan makhluk Allah walaupun tidak terjangkau oleh keadilan
hukum negara. Seseorang harus berlaku adil kepada anggota keluarga
dan orang-orang yang dekat denganya seperti tetangga, teman
seprofesi dan bahkan terhadap dirinya sendiri.

ٌْ ِ‫ٍَ ۚ إ‬ِٛ‫ ٍِْ َٔ ْاَْ ْل َشث‬ٚ‫ْط ُشَٓذَا ََ ِ َّّلِلِ َٔنَْٕ َعهَ َٰٗ أَ َْفُ ِغ ُك ْى أَ ِٔ ْان َٕانِ َذ‬
ِ ‫ٍَ ثِ ْبنمِغ‬ٛ‫ٍَ آ َيُُٕا ُكَُٕٕا لَ َّٕا ِي‬ٚ‫َُّٓب انَّ ِز‬َٚ‫َب أ‬ٚ
َّ ٌَّ ِ ‫ْشضُٕا فَإ‬
َ‫َّللا‬ ِ ‫بّلِلُ أَْٔ نَ َٰٗ ثِ ِٓ ًَب ۖ فَ ََل تَتَّجِعُٕا ْانَٓ َٕ َٰٖ أَ ٌْ تَ ْع ِذنُٕا ۚ َٔإِ ٌْ ت َْه ُٕٔا أَْٔ تُع‬
َّ َ‫شًا ف‬ِٛ‫ًّب أَْٔ فَم‬ُِٛ‫َ ُك ٍْ َغ‬ٚ
‫ ًشا‬ِٛ‫َكبٌَ ثِ ًَب تَ ْع ًَهٌَُٕ خَ ج‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang
yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah
biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu.
Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-
kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah
41

Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (Qs. An Nisa ayat
135)
Penegakan keadilan adalah sejenis ibadah sosial yang mendapat
ganjaran Allah untuk kehidupan dunia kahirat. Warga yang berlaku
adil adalah warga yang menghampiri taqwa kepada Allah.

‫َآٌ لَْٕ ٍو َعهَ َٰٗ أَ ََّل‬


ُ ُ‫َجْ ِش َيَُّ ُك ْى َش‬ٚ ‫ْط ۖ َٔ ََل‬ِ ‫ٍَ ِ َّّلِلِ ُشَٓذَا ََ ثِ ْبنمِغ‬ٛ‫ٍَ آ َيُُٕا ُكَُٕٕا لَ َّٕا ِي‬ٚ‫َُّٓب انَّ ِز‬َٚ‫َب أ‬ٚ
َّ ‫تَ ْع ِذنُٕا ۚ ا ْع ِذنُٕا ُْ َٕ أَ ْل َشةُ نِهتَّ ْم َٕ َٰٖ ۖ َٔاتَّمُٕا‬
َّ ٌَّ ِ‫َّللاَ ۚ إ‬
ٌَُٕ‫ش ثِ ًَب تَ ْع ًَه‬ِٛ‫َّللاَ َخج‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah,
menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (Qs. Al Ma’idah ayat 8)
Penegakan hukum sebenarnya adalah penegakan keadilan. Hukum
tidak lain adalah aturan yang menegakan keadilan, karena itu, sudah
sepatutnya hukum berisikan keadilan. Hukum yang berkeadilan
menciptakan ketentraman dalam masyarakat dan mendukung kepatuhan
warga masyarakat kepadanya. Dalam praktek hukum kita ada istilah
penerapan hukum berdasarkan keadilan dan kepastian hukum.
Pertanyaanya adalah apakah seorang hakim atau penegak hukum yang
lain mengutamakan hukum berdasarkan keadilan dan kasus yang
dipertimbangkanya atau menerapkan pasal-pasal hukum tertulis secara
literal walaupun pasal-pasal tersebut dipahami tidak mengandung
keadilan. Jalan keluarnya tentu adalah menjalankn hukum yang
berkeadilan dan tidak memberlakukan pasal-asal yang kaku dengan
mengusulkan revisi atau perubahan kepada yang lebih adil melalui
42

lembaga legislatif. Dengan kebijakan ini, hukum akan hidup sesuai


dengan rasa keadilan.46

1. Hambatan-Hambatan Penegakan Hukum


Secara umum, hambatan dalam penegakan penyalahgunaan
narkotika disebabkan oleh karena biaya yang harus dikeluarkan
pemerintah sangat besar, sedangkan dana yang dimiliki pemerintah
sangat terbatas. Sehingga, masih banyak dijumpai penyimpangan
pelaksanaan undang-undang terkait dengan penegakan penyalahgunaan
narkotika. Selain itu, upaya penindakan dan penegakan hukum terhadap
kejahatan narkotika di Indonesia, sanksi pidananya sangat ringan.
Vonis-vonis semacam itu seolah justru menjadi daya tarik bagi para
pemain lain untuk bergabung. Bisnis narkotika di Indonesia menjadi
sangat menarik karena menjanjikan keuntungan yang sangat besar
dengan resiko yang relatif kecil
Hambatan-hambatan yang ada di penegak hukum:47
1. Kendala eksternal
1. Aparat penegak hukum memiliki hak kerahasiaan dan rahasia
tersebut wajib dijaga oleh aparat penegak hukum.
2. Hak mendapatkan informasi (pihak masyarakat) dan kewajiban
memberikan informasi dari aparat penegak hukum sifatnya
terbatas
3. Instansi dan pejabat di bidang penyidikan, penuntutan dan
peradilan dapat terbuka kepada publik, sejauh tidak
bertentangan dengan kepentinganya.
4. Kendala Internal
1. Kebijakan pemberian informasi (media policy) yang diatur
secara ketat dalam prosedur penegakan hukum

46
Rifyal Ka’bah , Peradilan Islam Kontemporer h.,13.
47
Siswantoro Sunarso, Penegakan Hukum Psikotropika, (PT. Raja Grafindo Persada:
Jakarta, 2004), h., 153
43

2. Informasi tentang proses hasil penegakan hukum amat berkaitan


dengan pengakuan hak asasi manusia dalam hal sebagai hak
tersangka/terdakwa.
3. Masyarakat mendapatkan informasi tentang suatu peristiwa
tindak pidana hanya terabatas, siapa, kapan, di mana peristiwa
itu terjadi, sedangkan faktor-faktor yang menyangkut masalah
mengapa, dan bagaimana, merupakan suatu hal yang harus
dirahasiakan.
Adapun tingkat keseriusan dalam penegakan hukum antara
lain diantara lain ditandai oleh situasi pelaksanaan hukum serta
upaya penegakan hukum yang mengalami banyak kendala antara
lain:
1. Pada tingkat penegak hukum baik dilingkungan peradilan,
seperti kejaksaan, sebagai lembaga penuntutan, maupun
kepolisian sebagai lembaga pelaksanaan. Penegakan peraturan
serta lembaga represi (pengambil tindakan pada tingkat pertama)
pada saat ini di dalam kacamata masyarakat pengguna hukum,
mengalami penurunan citra mereka sebagai penegak hukum
(yang indikatornya antara lain: kualitas persidangan dan putusan
hakim serta pemeriksaan perkara-perkara berskala besar dan
menjadi isu nasional yang tak kunjung selesai serta lambanya
polisi dalam menyelesaikan kejahatan dalam kaum berdasi
(White Colour Crime)).48
2. Budaya hukum masyarakat Indonesia yang masih jauh dari
disiplin ketaatan terhadap hukum, terutama diperuntungkan oleh
para penguasa dan penyelenggara. Di tingkat masyarakat umum,
terjadi gejala main hakim sendiri dengan membunuh, menyiksa
atau membakar setiap pelaku kejahatan yang ada dilingkungan
mereka. Sebagian disebabkan oleh ungkapan kekecewaan dan

48
Ilhami Bisri, SISTEM HUKUM INDONESIA prinsip-prinsip dan implementasi hukum di
Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo,2004), h. 131
44

ketidakpercayaan terhadap kinerja penegak hukum yang makin


lama makin terakumulasi.
3. Walaupun era reformasi telah bergulir, akan tetapi kita belum
bisa beranjak apalagi berubah dari kinerja dan penegakan
hukum yang bercirikan demikian tadi menurut Mahfud MD
a. Pembuatanya sangat sentralistis dan tidak partisipatif, karena
diborong oleh negara
b. Isinya lebih cenderung kuat dalam arti lebih berorientasi pada
pembenaran program-program dan kehendak negara daripada
program yang berorientasi ke bawah
c. Lingkupan muatanya sangat terbuka untuk ditafsirkan secara
sepihak oleh penguasa berdasarkan kekuatan politiknya
sendiri.49

4. Pengertian Anak
1. Pengertian Anak Menurut Hukum Positif
Dalam beberapa dasawarsa terakhir penyalahgunaan narkotika
sebagian dilakukan oleh kaum remaja. Khusus di Indonesia keadaan ini
kerap melanda para remaja di kota-kota besar. Jika ditelusuri secara
cermat memang sulit untuk mencari kolerasi timbulnya kasus
penyalahgunaan narkotika oleh anak remaja dengan kondisi-kondisi
tertentu.
Hukum pidana juga mengenal kedewasaan seseorang. Menurut
Pasal 45 KUHP, orang yang belum cukup umur adalah orang yang
melakukan perbuatan pidana sebelum umur 16 tahun. Salah satu tolak
ukur pertanggung jawaban pidana bagi anak adalah umur 18 tahun.
Dalam hal ini anak bisa dipertanggung jawabkan pidananya dan dapat
disidangkan memiliki beberapa kriteria yaitu: Menurut Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2002 Jo Pasal 1 Undang-undang nomor 11 tahun 2012

49
Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia Prinsip-Prinsip Dan Implementasi Hukum Di
Indonesia h., 132-133
45

tentang Undang-undang Peradilan Anak:“Anak yang berkonflik dengan


Hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur
12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun tang
diduga melakukan tindak pidana”50
Salah satu konsideran Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003
menyatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, generasi muda penerus
bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus
yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara pada masa
depan.51Salah satu konsiderans pembentukan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 adalah bahwa anak perlu mendapatkan kesempatan yang
seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik,
mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya serta
untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan
terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa
diskriminasi.52 Anak dan generasi muda adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, karena anak merupakan bagian dari generasi muda. Selain
anak, generasi muda ada yang disebut remaja dan dewasa.
Sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) undang-undang Nomor 4
mengenai kesejahteraan anak dan juga dalam kitab undang-undang
Hukum perdata BW memberikan batasan mengenai pengertian anak atau
orang yang belum dewasa adalah orang yang belum mencapai umur 21
(dua puluh satu) tahun. Seperti yang telah dinyatakan dalam Pasal 330
KUHP Perdata yang berbunyi:
“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai genap umur
21 tahun, dan tidak lebih dahulu kawin”
Pengertian anak secara khusus juga dapat ditemukan dalam pasal
1 angka (1) Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

50
Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Peradilan
Anak
51
Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak dan Undnag-
undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak (Trinity,2007), Cet Ke-1,h.1.
52
Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 107
46

Perlindungan Anak. Dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997


tentang di pengadilan anak dijelaskan pada Pasal 4 ayat (1) Batas umur
Anak Nakal yang dapat diajukan kesidang anak adalah sekurang-
kurangnya umur 8 (delapan) Tahun dan belum mencapai 18 Tahun dan
Belum Kawin.
Pada Pasal 4 ayat 2 dalam hal ini anak melakukan tindak pidana
batas umur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang
pengadilan setelah anak tersebut melampaui batas umur tersebut, tetapi
belum mencapai umur 21 (dua puluh satu tahun) tahun, tetap diajukan ke
Sidang Anak.
Tentang pengertian anak nakal, pasal 1 butir 2 UU No.3/ 1997
tentang Pengadilan Anak mengandung dua pengertian:
a. Anak yang melakukan tindak pidana
Tentang tindak pidana yang dapat dilanggar bagi anak,
karena dalam Penjelasan pasal pun dirumuskan “ cukup jelas”, akan
tetapi dapat dipahami bahwa tindak pidana yang dimaksud adalah
selain tindak pidana yang dirumuskan dalam KUHP, tetapi juga
dalam tindak pidana di luar KUHP semisal: UU tentang Narkotika,
UU Psikotropika, UU Hak Cipta dan sebagainya.
Sebenarnya ketika proses pembuatan UU Peradilan Anak
melalui Keputusan Menteri Sosial Nomor Huk.3/-1-30/15 tahun
1970 yang pada 12-13 Oktober 1970 diadakan Workshop
perundang-undangan tentang Anak dan Pemuda dengan
penyelenggaraanya BKN-KKA, salah satu Tim53.
b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi
anak.
Dimaksud perbuatan yang terlarang bagi anak nakal adalah baik
menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut hukum lain
yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Dari dua

53
Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia,(Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada 2011), h., 77
47

pengertian diatas, Gatot Supramono (2000)54beranggapan bahwa hanya


anak nakal dalam lingkup butir a saja yaitu yang melakukan tindak
pidana,yamg dapat diajukan ke sidang pengadilan.

2. Pengertian Anak Menurut Hukum Islam


Didalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa batas usia
anak yang belum mampu berdiri sendiri maupun belum baligh dan belum
pernah melangsungkan perkawinan. Orang tuanya mewakili dirinya
dalam segala perbuatan hukum baik di dalam maupun di luar pegadilan.55
“Anak” menurut segi bahasa adalah keturunan kedua sebagai
hasil hubungan antara perempuan dan laki-laki. Didalam Bahasa Arab
terdapat bermacam kata yang digunakan untuk arti “anak“ sekalipun
terdapat “perbedaan yang positif didalam pemakaianya. Kata-kata
“sinonim” ini tidak seenuhnya sama artinya. 56
Kedudukan seorang anak dalam agama Islam merupakan sebuah
“Amanah ( kepercayaan ) yang harus dijaga oleh kedua orang tuanya.
Kewajiban mereka pula untuk mendidik anaknya sehingga berperilaku
sebagaimana yang dituntut agama. Jika terjadi penyimpangan dari
perilaku anak, Islam dalam kadar tertentu masih memberi kelonggaran.
Seperti yang di syariatkan oleh Hadits yang dinyatakan
“ketidakberdosaan” seseorang anak hingga mencapai aqil baligh yang
ditandai dengan timbulnya “mimpi” pada laki-laki dan “haid” pada
perempuan.57
Agama Islam sebagai pedoman hidup yang lengkap dan
sempurna, memberikan perhatian yang besar terhadap anak. Perhatian ini
berlangsung sebelum anak lahir, yakni dimulai jauh-jauh hari semenjak

54
Gatot Supramono,Hukum Acara Pengadilan Anak, (Jakarta: Jembatan 2000), h., 21
55
Yaswirman, HUKUM KELUARGA Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat
Dalam Masyarakat Minangkabau, (Jakarta: Raja Grafindo, 2011), h., 246, Kompilasi Hukum
Islam , Pasal,Ayat (1) ,(2), dan (3).
56
Fuad Muhammad Fakhriddin, Masalah Anak Dalam Hukum Islam (Anak Kandung, Anak
Tiri, Anak Angkat, Anak Zina), (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1985) , h., 24-26
57
Abdurrahman al-Jazari, Kitab al fiqh Ala Madzahib Al-Arbi’ah, (Beirut, Dar Al fikr), Cet
Ke-1, h., 11.
48

masa pernikahan sebelum anak dilahirkan hingga hadir dalam kehidupan


nyata.58
Umur bagi seorang laki-laki yang belum mengeluarkan sperma
(mani) dan perempuan yang belum mengeluarkan darah haid adalah 15
tahun, yang dihitung semenjak keluarnya semua bagian tubuh pada saat
kelahiran. Sedangkan apabila laki-laki sudah mengeluarkan mani dan
perempuan sudah haid, maka dihukumi baligh meskipun belum mencapai
umur 15 tahun. Dalil dari penetapan umur 15 tahun sebagai batas usia
baligh adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ;

ِ ‫ ْانمِت‬ِٙ‫َْٕ َو أُ ُح ٍذ ف‬ٚ ‫ ِّ َٔ َعهَّ َى‬ْٛ َ‫صهَّٗ َّللاُ َعه‬


‫ فَهَ ْى‬،ً‫ َٔأَََب اث ٍُْ أَسْ ثَ َع َع ْش َشحَ َعَُخ‬،‫َبل‬ َ ِ‫ َسعُٕ ُل َّللا‬ُِٙ‫ض‬ َ ‫ع ََش‬
‫بل ََبفِع‬ َ
َ َ‫ ل‬،َِٙ َ‫ فَؤ َجبص‬،ً‫ظ َع ْش َشحَ َعَُخ‬ َ ْ
ِ ‫َْٕ َو انخَ ُْذ‬ٚ ُِٙ‫ض‬
َ ًْ َ‫ َٔأََب اث ٍُْ خ‬،‫َق‬ َ ‫ َٔ َع َش‬،َِٙ‫ ُِج ْض‬ٚ: َٗ‫ت َعه‬ ُ ‫فَمَ ِذ ْي‬
‫ش‬ٛ
ِ ‫ص ِغ‬ َّ ‫ٍَ ان‬ْٛ َ‫ «إِ ٌَّ َْ َزا نَ َح ٌّذ ث‬:‫بل‬ ْ ْ
َ ‫ فَ َح َّذثتُُّ َْ َزا ان َح ِذ‬،‫فَخ‬ِٛ‫َْٕ َيئِ ٍز خَ ه‬ٚ َٕ َُْٔ ‫ض‬ٚ
َ َ‫ فَم‬،‫ث‬ٚ ْ
ِ ‫ُع ًَ َش ث ٍِْ َع ْج ِذ ان َع ِض‬
ِ ِ‫َٔ ْان َكج‬
‫ش‬ٛ

”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam menunjukku untuk ikut serta


dalam perang Uhud, yang ketika itu usiaku empat belas tahun. Namun
beliau tidak memperbolehkan aku. Dan kemudian beliau menunjukku
kembali dalam perang Khandaq, yang ketika itu usiaku telah mencapai
lima belas tahun. Beliau pun memperbolehkanku”. Nafi' (perowi hadits
ini) berkata : "Aku menghadap Umar bin Abdul Aziz, pada saat itu
beliau menjabat sebagai kholifah, lalu aku menceritakan hadits ini, lalu
beliau (Umar bin Abdul Aziz) berkata : "Sesungguhnya ini adalah batas
antara orang yang masih kecil dan sudah dewasa". (Shohih Bukhori,
no.2664 dan Shohih Muslim, no.1868)
Imam Nawawi menjelaskan, hadits ini merupakan dalil bahwa
batasan baligh adalah umur 15 tahun, dan ini adalah pendapat madzhab
Syafi'i, Imam Al-Auza'i, Imam Ibnu Wahab, Imam Ahmad dan yang
lainnya. Mereka menjelaskan bahwa dengan sempurnanya umur 15 tahun
seseorang sudah dihukumi mukallaf meskipun belum pernah mimpi

58
Hasan Baryagis, Wahai Ummi Selamatkan Anakmu, (Jakarta Selatan: Arina, 2005), h. 10
49

basah, maka hukum-hukum menyangkut kewajiban ibadah dan lainnya


mulai diberlakukan baginya.
Pendapat para ahli fiqh mengenai tiga masa yang dialami setiap
orang sejak ia lahir sampai dewasa, yaitu :59
1. Masa tidak adanya kemampuan berpikir. Masa ini dimulai sejak
seseorang anak dianggap tidak mempunyai kemampuan berpikir,
dan ia disebut anak yang belum tamyiz. Perbuatan pidana
dilakukanya tidak dikenai hukuman.
2. Masa kemampuan berpikir lemah. Masa ini dimulai sejak 7 tahun
sampai usia dewasa (baligh). Para fuqaha membatasi usia baligh
dengan usia 15 tahun. Imam Abu Hanifah menetapkan usia
dewasa dengan 18 tahun. Menurut satu riwayat 19 tahun untuk
laki-laki dan 17 tahun untuk perempuan. Pendapat yang masyhur
dikalangan Malikiyah sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah.
Pada masa ini mereka dijatuhi hukuman pengajaran. Pengajaran
ini meskipun sebenarnya hukuman namun tetap dianggap sebagai
hukuman mendidik bukan hukuman pidana.
3. Masa kemampuan berpikir penuh. Masa ini dimulai sejak anak
mencapai usia dewasa yaitu usia 15 tahun menurut kebanyakan
fuqaha atau 18 tahun menurut Imam Abu Hanifah dan Mazhab
Maliki. Seorang anak, dikenakan pertanggungjawaban pidana atas
semua perbuatan yang dilakukanya, apapun jenis dan macamnya.
Adapun yang menjadi tidak cakapnya seseorang anak adalah
disandarkan bila pada ketentuan hukum yang terdapat dalam al
Qur’an srah An Nisa’ (4): 6:
َ ‫َتَب َي َٰٗ َحت َّ َٰٗ إِ َرا ثَهَ ُغٕا انُِّ َك‬ٛ‫َٔا ْثتَهُٕا ْان‬
‫ ِٓ ْى أَ ْي َٕانَُٓ ْى ۖ َٔ ََل‬ْٛ َ‫بح فَإ ِ ٌْ آََ ْغتُ ْى ِي ُُْٓ ْى ُس ْشذًا فَب ْدفَعُٕا إِن‬
ْ‫َؤْ ُكم‬ٛ‫شًا فَ ْه‬ِٛ‫ف ۖ َٔ َي ٍْ َكبٌَ فَم‬ ْ ِ‫َ ْغتَ ْعف‬ٛ‫ًّب فَ ْه‬ُِٛ‫َ ْكجَشُٔا ۚ َٔ َي ٍْ َكبٌَ َغ‬ٚ ٌْ َ‫تَؤْ ُكهَُْٕب إِع َْشافًب َٔثِذَاسًا أ‬
ِ ‫ثِ ْبن ًَ ْعش‬
َّ ِ‫ ِٓ ْى ۚ َٔ َكفََٰٗ ث‬ْٛ َ‫ ِٓ ْى أَ ْي َٕانَُٓ ْى فَؤ َ ْش ِٓ ُذٔا َعه‬ْٛ َ‫ُٔف ۚ فَإ ِ َرا َدفَ ْعتُ ْى إِن‬
‫جًب‬ٛ‫بّلِلِ َح ِغ‬

59
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah, Cet.11,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h., 133-134
50

Artinya: “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur
untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah
cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada
mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak
yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-
gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa
(di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan
diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang
miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.
Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka,
maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan
itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas
persaksian itu).” (Qs An Nisa ayat 6)
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI DEPOK
(NOMOR: 336/Pid.Sus/2013/PN.DPK) TERHADAP PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA OLEH ANAK DALAM PANDANGAN HUKUM POSITIF

1. Penerapan Hukum Terhadap Proses Peradilan Dalam Putusan Nomor


336/Pid.Sus/2013/PN.DPK
Penerapan hukum yang dilakukan hakim kepada terdakwa yaitu
Ricki Hardiansyah Bin Ali Entong yang berkelamin laki-laki, lahir pada 29
september 1994 yang pada saat itu berusia 18 (delapan belas) tahun,
berpendidikan SMK dan bertempat tinggal di kampung Sugutamu
RT.004/RW.021 No.12 Kelurahan Mekarjaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota
Depok; Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalam Pasal 114 ayat (1) UU RI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
Ganja dan mengandung THC (Tetrahydrocannabinol) dan terdaftar
dalam Golongan I Nomor Urut 8 dan 9 Lampiran Undang- undang RI
No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika: dalam pasal 114 ayat (1) Undang-
Undang R.I. No.35 tahun 2009 tentang Narkotika;
1. Menyatakan terdakwa RICKI HARDIANSYAH BIN ALI ENTONG
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“Tanpa hak menerima Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman”
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa RICKI HARDIANSYAH BIN
ALI ENTONG dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan
denda sebesar Rp.1.000.000.000,-(satu milyar rupiah) dengan ketentuan
apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan digantikan dengan
pidana penjara selama 6 (enam) bulan;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh
Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan
4. Memerintahkan terhadap barang bukti berupa : 11 (sebelas) bungkus
ganja dibungkus kertas warna coklat yang dimasukan kedalam plastik

51
52

warna hitam dengan berat netto 37,8021 gram (sisa hasil pemeriksaan
Labolatoris BNN), dirampas untuk dimusnahkan;
5. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sebesar
Rp.2.000,- (dua ribu rupiah);
Menurut penulis bahwa penerapan hukum terhadap putusan (Nomor:
336/Pid.Sus/2013/PN.DPK) sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku
dengan merujuk surat dakwaan antara lain:
Menyatakan terdakwa Ricki Hardiansyah bin Ali Entong bersalah
melakukan tindak pidana “tanpa hak melawan hukum menawarkan untuk
dijual, menjual, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau
menyerahkan narkotika golongan I, yaitu berupa 11 (sebelas) bungkus
kertas warna coklat berisikan ganja dengan berat netto, 38,1984 gram”
sebagaimana yang dimaksud sesuai dengan undang-undang yang dilanggar
pasal 114 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 sesuai dengan
kronologi kejadian yang telah dijelaskan pada putusan.
Penegakan hukum di Indonesia dilakukan oleh para penegak hukum
yang ada yaitu polisi, hakim dan lain sebagainya. Dalam konteks penegakan
hukum penyalahgunaan narkotika khususnya pada anak di Indonesia
tersendiri memiliki ketentuanya sendiri mengenai pengertian anak.
Menurut Pasal 45 KUHP, orang yang belum cukup umur adalah
orang yang melakukan perbuatan pidana sebelum umur 16 tahun. Salah satu
tolak ukur pertanggungjawaban pidana bagi anak adalah umur 18 tahun.
Dalam hal ini anak bisa dipertanggungjawabkan pidananya dan dapat
disidangkan memiliki beberapa kriteria yaitu: Menurut Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2002 Jo pasal 1 undang-undang nomor 11 tahun 2012
tentang Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak: “Anak yang
berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang
telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas)
tahun yang diduga melakukan tindak pidana.60

60
Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Peradilan
Anak
53

Sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) undang-undang Nomor 4 mengenai


kesejahteraan anak dan juga dalam kitab undang-undang Hukum Perdata
BW memberikan batasan mengenai pengertian anak atau orang yang belum
dewasa adalah orang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun.
Seperti yang telah dinyatakan dalam Pasal 330 KUHP Perdata yang
berbunyi: “Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai genap umur
21 tahun, dan tidak lebih dahulu kawin”
Pengertian anak secara khusus juga dapat ditemukan dalam pasal 1
angka (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Perlindungan
Anak. Dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang di pengadilan
anak dijelaskan pada Pasal 4 ayat (1) Batas umur Anak Nakal yang dapat
diajukan kesidang anak adalah sekurang-kurangnya umur 8 (delapan) Tahun
dan belum mencapai 18 Tahun dan Belum Kawin.
Pada Pasal 4 ayat 2 dalam hal ini anak melakukan tindak pidana
batas umur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang
pengadilan setelah anak tersebut melampaui batas umur tersebut, tetapi
belum mencapai umur 21 (dua puluh satu tahun) tahun, tetap diajukan ke
Sidang Anak.
Terdakwa RICKI HARDIANSYAH BIN ALI ENTONG dinyatakan
benar sebagai anak dibawah umur karena pada saat itu terdakwa berumur 18
(delapan belas) tahun dan sedang menempuh pendidikan SMK (sekolah
menegah kejuruan).
Dalam konteks pemeriksaan dimuka pengadilan, pertama-tama
hakim akan melakukan tindakan, yaitu hakim akan memeriksa mengenai
peristiwanya ialah apakah terdakwa telah melakuakan perbuatan yang
didakwakan. Kedua ialah hakim akan menentukan keputusanya ialah apakah
perbuatan yang didakwakan itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah
terdakwa dapat dipertanggugjawabkan atau bersalah, ketiga yaitu hakim
54

dapat menentukan pidananya apabila memang terdakwa terbukti melakukan


tindak pidana dan dapat dipidana61
Untuk mengetahui status putusan dapat dikategorikan sebagai
putusan yang progresif atau tidak, maka batu ujianya adalah nilai kepastian,
keadilan dan kemanfaatan hukum. Kepastian hukum erat kaitanya dengan
sinkronisasi putusan hakim dengan sumber hukum yang berlaku, baik
peraturan perundang-undangan, yurispudensi, doktrin, traktat, maupun
kebiasaanya
Hakim dalam memutuskan perkara harus berdasarkan fakta atau
peristiwa sebagai duduk perkara yang diketahui oleh hakim dari alat bukti
yang diperoleh dari persidangan. Meskipun demikian, hakim bukanlah
malaikat yang bebas dari khilaf atau justru kesalahan sehingga terkadang
puusan tersebut belum memuaskan.62
Kerangka berpikir hukum, ada tiga aspek nilai-nilai hukum yang
menjadi tolak ukur seorang hakim untuk mengandung nilai-nilai keadilan
hukum. Keadilan hukum adalah memberikan hukuman kepada seseorang
sesuai dengan perbuatanya, putusan hakim harus mengandung nilai-nilai
kegunaan hukum, aspek kegunaan adalah terwujudnya ketertiban, dan
putusan tersebut harus mengandung nilai-nilai kepastian hukum memiliki
arti hukum suatu negara yang menjamin hak dan kewajiban setiap negara.63
Majelis Hakim berpandangan bahwa perkara ini adalah termasuk
kedalam tindak pidanan narkotika. Karena itu unsur-unsur terdapat pada
Pasal 111 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 telah terbukti menurut
hukum. Unsur-unsur tindak pidana narkotika dalam undang-undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang narkotika, terdiri dari :
1. Unsur “setiap orang”, adanya subyek hukum, yang dapat dijadikan
subyek hukum hanyalah orang;

61
Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia (Jakarta: Djembatan,2001) h., 17
62
Soedikno Moertukusumo, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1985),
h., 172
63
Dian Hatie dan Hayan Sufie, Kajian Terhadap Putusan Perkara Nomor. 508
Pid.b/Putusan Tentang tindak Kewenag-wenagan Aparat Penegak Hukum, h., 197.
55

2. Unsur “tanpa hak melawan hukum”, adanya perbuatan yang dilarang,


perbuatan yang dilakukan sesuai dengan rumusan delik. Bersifat
melawan hukum yaitu:
1. Melawan hukum formal artinya apabila perbuatan yang dilakukan
sebelumnya telah diatur dalam undang-undang
2. Melawan hukum material artinya apabila perbuatan yang dilakukan
melanggar aturan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat harus
adanya kesalahan. Kesalahan yang dimaksud adalah pencelaan dari
masyarakat apabila melakukan hal tersebut sehingga adanya
hubungan batin antara pelaku dan dengan kejadian yang nantinya
akan menimbulkan suatu akibat. Kesalahan itu sendiri dapat dibagi
menjadi dua yaitu kesengajaan/ dolus dan kealpaan.
3. Unsur ”memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan”
sesuai dengan ketentuan pasal 114 ayat (1) Undang-undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang narkotika menyebutkan bahwa Setiap orang
yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,
menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).64
4. Unsur “nakotika golonga I berbentuk tanaman, golongan I bukan
tanaman golongan II dan golongan III
Dalam putusan nomor 336/Pid.sus/ 2013/PN.DPK telah memenuhi
Undang-Undang RI No.35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah sebagai
berikut :
1. Unsur Setiap Orang.
2. Unsur Tanpa hak atau melawan hukum;

64
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Bab XV Ketentuan Pidana.
56

3. Unsur menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,


menjadi perantara dalam jual beli menukar, atau menyerahkan
Narkotika Golongan I;
Berdasarkan fakta dipersidangan yang ada dalam Pengadilan Negeri
Depok dengan Nomor: 336/Pid.Sus/2013/PN.DPK Majelis Hakim
berpendapat, bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan penuntut
umum, karena itu terdakwa dikenakan pasal 114 (1) Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika, sesuai dengan dakwaan Jaksa
Penuntut Umum yaitu pidana penjara selama 6 tahun dan denda sebesar Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim terebut dilihat dari
keadilan, dari sisi terdakwa sudah dapat dikatakan sudah sesuai dengan
keadilan, karena fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, bahwa terdakwa
telah terbukti melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika,
sebagaimana yang telah didakwakan kepadanya.
Sehingga memang tepat majlis hakim menjatuhkan putusan yaitu:
1. Menyatakan terdakwa RICKI HARDIANSYAH BIN ALI ENTONG
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“Tanpa hak menerima Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman”
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa RICKI HARDIANSYAH BIN
ALI ENTONG dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan denda
sebesar Rp.1.000.000.000, (satu milyar rupiah) dengan ketentuan
apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan digantikan dengan
pidana penjara selama 6 (enam) bulan;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh
Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan
4. Memerintahkan terhadap barang bukti berupa : 11 (sebelas) bungkus
ganja dibungkus kertas warna coklat yang dimauskan kedalam plastik
warna hitam dengan berat netto 37,8021 gram (sisa hasil pemeriksaan
Labolatoris BNN), dirampas untuk dimusnahkan;
57

5. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sebesar


Rp.2.000,- (dua ribu rupiah);
Sebenarnya menurut penulis sudah sesuai karena dalam dakwaan
atau tuntutan jaksa menggunakan pasal 111 ayat (1) dan pasal 114
ayat (1). Adapun menurut penulis dakwaan atau tuntutan itu kurang
tepat, namun hakim dalam hal ini hakim tidak mungkin melakukan
pemeriksaan putusan memutus suatu perkara yang diluar dakwaan
atau tuntutan jaksa. Jika hakim memutuskan putusan diluar dakwaan
atau tuntutan jaksa maka itu menyalahi asas legalitas dan kepastian
hukum.
Dalam hal ini proses penjatuhan hakim juga telah sesuai yaitu
Hakim yang mengadili perkara anak, adalah Hakim yang ditetapkan
berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul
Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua
Pengadilan Tinggi. Akan tetapi ditemukan beberapa hal yang tidak
sesuai dengan sistem peradilan pidana anak dalam Hukum Acara
Pidana diantaranya proses pengadilan anak yang dilakukan pada
putusan 336/Pid.Sus/2013/PN.DPK dilakukan secara terbuka untuk
umum sedangkan didalam putusan ini melanggar UU Pasal 54 UU
Nomor 11 Tahun 2012 (SPPA) sistem peradilan pidana anak “Hakim
memeriksa perkara Anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk
umum, kecuali pembacaan putusan”.
Kemudian, persidangan dalam kasus ini yang dilakukan pada
putusan ini dilakukan oleh majelis hal ini bertentangan dengan hakim
tunggal sesuai dengan pasal 44 ayat 1 dan 2 Undang-undang No.11
Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu:
i. Hakim memeriksa dan memutus perkara Anak dalam tingkat
pertama dengan hakim tunggal. Sedangkan mengenai penjelasan pasal
44 ayat (2) yaitu “Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan
pemeriksaan perkara Anak dengan hakim majelis dalam hal tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih
58

atau sulit pembuktiannya.”Dalam putusan 336/Pid.Sus/2013/PN.DPK


telah dijatuhi kepada terdakwa dengan penjatuhan hukuman UU pasal
114 ayat 1 tentang narkotika dengan pidana penjara 6 (enam) tahun
dan denda sebesar Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar) maka dengan ini
tidak dapat dirujuk pasal 44 ayat 2 ini. Dalam hal ini penjelasan
mengenai UU SPPA pasal 44 ayat satu dan dua dianggap cukup jelas
akan tetapi mengenai kasus yang sulit dibuktikan termasuk dalam
kategori yang subjektif saja.
Dengan ini putusan tidak sesuai dengan Undang-undang 11 Tahun
2012 tentang SPPA (sistem peradilan pidana anak) dalam hukum
acara pidana di Indonesia. Akan tetapi meurut penulis penerapan
hukum yang dijatuhkan hakim telah sesuai dengan UU hukum di
Indonesia
Dalam Hal ini hakim menjatuhkan hukuman pada terdakwa RICKI
HARDIANSYAH BIN ALI ENTONG dengan beberapa pertimbangan antara lain:
1. Menimbang, bahwa penuntut umum telah mengajukan tuntutan yag
dibacakan dimuka umum berupa satu dan dua hal.
2. Menimbang, bahwa atas tuntutan penuntut umum tersebut terdakwa
mengajukan pembelaan atau pledoi secara lisan yang pada pokoknya
terdakwa menyatakan terdakwa mengaku bersalah dan menyesali
perbutanya.
3. Menimbang, bahwa atas pembelaan terdakwa jaksa/penuntut umum
menanggapinya dan tetap pada tuntutan semula.
4. Menimbang, bahwa Terdakwa diajukan ke Persidangan berdasarkan
surat dakwaan Reg.Perkara No. PDM-21/Depok/07/2013 tertanggal 08
Juli 2013 yang menjelaskan mengenai kronologi kejadian.
5. Menimbang, bahwa terhadap dakwaan Jaksa/Penuntut Umum tersebut,
Terdakwa tidak keberatan dan membenarkannya serta Terdakwa dan
Penasihat Hukumnya tidak akan mengajukan keberatan/eksepsi atas
dakwaan Jaksa/Penuntut Umum tersebut;
6. Menimbang bahwa di persidangan telah didengar keterangan saksi-
saksi yang mnyatakan beberapa hal salah satunya yaitu saksi yusuf
wisnu A.SH bersama Arif Abriyanto telah melakukan penangkapan
tehdap terdakwa dan lain sebgainya.
7. Menimbang, bahwa Terdakwa dipersidangan telah memberikan
keterangan yang salah satu pokoknya yaitu benar bahwa terdakwa
pernah di periksa oleh penyidik dan lain sebagainya.
8. Menimbang, bahwa penuntut umum telah mengajukan barang bukti,
berupa 11 (sebelas) bungkus ganja dibungkus kertas warna coklat yang
dimasukan kedalam plastik warna hitam berat netto 37,8021 gram (sisa
hasil pemeriksaan laboratorium BNN)
9. Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan
keterangan Terdakwa serta dihubungkan dengan barang bukti yang
diajukan dalam persidangan telah diperoleh fakta-fakta hukum yang

59
60

salah satu pokoknya antara lain: bahwa benar terdakwa ditangkap di


lokasi kejadian dan lain sebagainya.
10. Menimbang, bahwa segala sesuatu yang terdapa dalam Berita Acara
Perkara ini yang belum termuat dalam putusan ini dianggap telah
termuat dan menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dari putusan
ini;
11. Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim maka
mempertimbangkan apakah berdasarkan fakta-fakta hukum tentang
perbuatan Terdakwa sebagaimana dikemukakan diatas dari keterangan
saksi-saksi dan keterangan Terdakwa serta dihubungkan dengan
barang bukti yang diajukan dimuka Persidangan, Terdakwa dapat
dipersalahkan melakukan tindak pidana sebagaimana dikemukakan oleh
Penuntut Umum dalam surat dakwaannya.
12. Menimbang, bahwa Terdakwa diajukan ke muka Persidangan dengan
dakwaan Penuntut Umum yang bentuknya subsidaritas yaitu: Primair
melanggar Pasal 114 ayat 1 Undang-Undang RI No. 35 tahun
2009 tentang Narkotika, Subsidair : melanggar Pasal 111 ayat 1
Undang-Undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika;
13. Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa didakwa oleh Penuntut
Umum dalam dakwaan subsidaritas, maka Majelis Hakim akan
mempertimbangkan dakwaan primair terlebihdahulu dimana apabila
dakwaan Primer tersebut telah terpenuhi, maka Majelis Hakim tidak
perlu mempertimbangkan dakwaan apabila dakwaan tersebut tidak
terpenuhi, Maka Majelis Hakim akan mempertibangkan dakwaan
selebihnya;
14. Menimbang, bahwa adapun unsur-unsur dari Pasal 114 ayat 1
undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah sebagai
berikut :
1. Unsur Setiap Orang.
2. Unsur Tanpa hak atau melawan hukum;
61

3. Unsur menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima


menjadi perantara dalam jual beli menukar atau menyerahkan
Narkotika Golongan I;
Ad.1 Unsur Setiap Orang,
4. Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan setiap orang menunjuk
kepada pelaku sebagai subyek hukum dalam suatu perbuatan
pidana dimana atas perbuatannya dapat diminta pertanggung
jawabannya;
5. Menimbang, bahwa didalam perkara ini yang menjadi sebagai
subyek hukum sebagaimana dimaksud dalam dakwaan Penuntut
Umum adalah Terdakwa RICKI HARDIANSYAH BIN ALI
ENTONG yang di muka Persidangan identitasnya telah
dicocokkan dengan identitas sebagaimana surat dakwaan Penuntut
Umum ternyata adanya kecocokkan antara satu dengan lainnya
sehingga dalam perkara ini tidak terdapat kesalahan orang (error in
persona) yang diajukan ke muka Persidangan;
6. Menimbang, bahwa atas pertanyaan Majelis Hakim selama
Persidangan ternyata Terdakwa RICKI HARDIANSYAH BIN ALI
ENTONG mampu dengan tanggap dan tegas menjawab pertanyaan
yang diajukan kepadanya sehingga Majelis berpendapat Terdakwa
RICKI HARDIANSYAH BIN ALI ENTONG dipandang sebagai
orang atau subyek hukum yang dapat mempertanggung jawabkan
perbuatannya;
Ad.2. Unsur Tanpa hak atau melawan hukum;
7. Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan tanpa hak memiliki arti
tanpa ijin atau tanpa persetujuan dari pihak yang berwenang dimana
dalam hal ini yang berwenang memberi izin adalah Mentri Kesehatan
RI dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan berdasarkan Pasal 8 ayat
(2) UURI No. 35 tahun 2009 dimana terdapat batasan jumlah
dalam menggunakan narkotika golongan I yaitu hanya dapat digunakan
untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
62

serta untuk reagnosis serta reagensia labolatorium dengan


persetujuan dari Mentri Kesehatan RI;
8. Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan melawan hukum
menurut Leden Marpaung dalam bukunya yang berjudul “Asas
Teori Praktek Hukum Pidana” yaitu melawan hukum itu dibagi
menjadi 2 (dua) bagian yaitu yang pertama hukum formil dimana
perbuatan hanya dipandang sebagai sifat wederrechtelijjk apabila
perbuatan tersebut memenuhi semua unusr yang terdapat dalam
rumusan suatudelik menurut undang-undang dan yang kedua
hukum materil dimana perbuatan hanya dipandang sebagai sifat
wederrechtelijjk atau tidak, bukan saja harus di tinjau sesuai
dengan ketentuan hukum geratis, dimana Terdakwa dalam menerima
ganja dari saudara Budi yang tertulis melainkan juga harus di
tinjau menurut azas-azas hukum umum dari hukum yang tidak tertulis;
9. Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan
keterangan Terdakwa serta di hubungkan dengan barang bukti yang di
ajukan dalam persidangan ini di peroleh fakta hukum yaitu pada
hari Sabtu tanggal 18 Mei 2013 saudara Budi (DPO) menitipkan ganja
kepada Terdakwa di warung rokok dimana pada saat itu Terdakwa mau
menerima titipan ganja tersebut karena saudara Budi (DPO) akan
memberi imbalan kepada Terdakwa berupa mengkonsumsi ganja
secara (DPO) tersebut tidak memiliki ijin dari pihak yang
berwenang terutama dari Mentri Kesehatan RI dan Terdakwa juga
dalam menjual ganja tersebut bukan Terdakwa pergunakan untuk
kepentingan ilmu kesehatan maupun ilmu pengetahuan dan teknologi;
10. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas
Majelis berkeyakinan unsur kedua ini telah terpenuhi
Ad.3. Unsur menwarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,
menjadi perantara dalam jual beli menukar atau menyerahkan Narkotika
Golongan I;
63

11. Menimbang, bahwa karena unsur ini bersifat alternatif sehingga


apabila salah satu unsur telaht terpenuhi maka Tidak (DPO) namun
awalnya saudara Budi (DPO) mengatakan kepada Terdakwa perlu
mempertimbangkan unsur selebihnya;
12. Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan
keterangan Terdakwa serta dihubungkan dengan barang bukti yang
diajukan dipersidangan maka diperoleh fakta yaitu pada tanggal 18
April 2013 sekitar jam 18.00 WIB Terdakwa pergi ke warung
rokokyang berada didepan Pom Bensin yang beralamat di Jalan
Proklamasi Kelurahan Mekarjaya Kecamatan Sukmajaya, Kota
Depok untuk menemui saudara Budi (DPO) dan memesan ganja
kepadanya, setelah Terdakwa bertemu dengan saudara Budi (DPO)
diwarung rokok tersebut yang selanjutnya Terdakwa langsung
memesan ganja kepada saudara Budi bahwa setok ganjanya telah
habis setelah itu saudara Budi (DPO) pergi akan tetapi tidak
lama kemduian saudara Budi (DPO) menghubungi Terdakwa dan
mengatkan kepada Terdakwa bahwa ia akan menitipkan ganja
kepada Terdakwa;
13. Menimbang, bahwa saudara Budi (DPO) menitipkan ganja tersebut
kepada Terdakwa di warung rokok tersebut dan Terdakwa mau
menerima titipan ganja tersebut karena saudara Budi (DPO) akan
memberiimbalan kepada Terdakwa berupa mengkonsumsi ganja
secara geratis, selanjutnya setelah Terdakwa menerima ganja dari
saudara Budi (DPO) tidak lama kemudian Terdakwa didatangi oleh
saksi Yusuf Wisnu A dan saksi Arif Abriyanto yang merupakan
Anggota Polisi dari Polres Kota Depok yang langsung melakukan
penangkapan dan penggedahan terhadap Terdakwa dimana dari hasil
penggeledahan ditemukan 11 (sebelas) bungkus ganja yang
dibungkus warna coklat yang dimasukkan kedalam plastik warna
hitam, selanjutnya Terdakwa berikut barang bukti di bawa ke Polres
Kota Depok untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
64

14. Menimbang, bahwa berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan


laboratories Nomor : 483 E/V/2013/UPT LAB UJI NARKOBA
tanggal 30 bulan Mei 2013 yang dibuat dan ditandatangani oleh
MAIMUNAH,S.Si.,M.Si, RIESKADWI WIDAYATI,S.Si.,M.Si dan
CAROLINA TONGGO M.T.S.Si selaku pemeriksa atas perintah
Kepala UPT laboraturium Uji Narkoba, dengan kesimpulan setelah
dilakukan pemeriksaan secara Laboratoris disimpulkan bahwa Barang
Bukti berupa bahan/daun tersebut diatas adalah benar Ganja dan
mengandung THC (Tetrahydrocannabinol) dan terdaftar dalam
Golongan I Nomor Urut 8 dan 9 Lampiran Undang-undang RI No.35
Tahun 2009 tentang Narkotika;
15. Menimbang, bahwa dari pertimbangan tersebut diatas Majelis
Hakim berkeyakinan unsur ketiga inipun juga telah terpenuhi
16. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut
diatas Majelis Hakim berkesimpulan perbuatan Terdakwatelah
memenuhi seluruh unsur dari Pasal 114 ayat 1 Undang-Undang RI
No.35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagaimana yang telah
didakwakan pada dakwaan primair Jaksa/Penuntut Umum
17. Menimbang, bahwa oleh karena perbuatan sebagaimana diatur
dalam Pasal 114 ayat 1 Undang-Undang RI No.35 tahun 2009
tentang Narkotika telah terpenuhi dari perbuatan Terdakwa, maka
Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana “Tanpa hak
menerima Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman”;
18. Menimbang, bahwa selama pemeriksaan persidangan Majelis Hakim
tidak menemukan hal-hal yang dapat melepaskan dari
pertanggungjawaban pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
sampai dengan Pasal 51 KUHP sehingga Terdakwa dapat
dipertanggung jawabkan atas kesalahannya dan harus dijatuhi pidana;
19. Menimbang, bahwa Terdakwa dalam persidangan telah mengajukan
pembelaan yang disampikan secara lisan yang apda pokoknya
65

Terdakwa telah mengakui perbuatanya dan Terdakwa menyesal atas


perbuatannya tersebut serta Terdakwa telah berjanji tidak akan
mengajukan perbautan tersebut lagi, maka Terdakwa mohon kepada
Majelis Hakim hukuman yang seringan-ringannya;
20. Menimbang, bahwa terhadap Pembelaan yang disampikan oleh
Terdakwa, Majelis Hakim akan mempertimbangkan dalam hal-hal
yang dapat meringankan atas perbautan Terdakwa tersebut dibawah ini;
21. Menimbang, bahwa selain hukuman pidana sesuai dengan ancaman
pidana penjara yang terkandung dalam UU No. 35 tahun 2009
TentangNarkotika, juga terdapat hukuman denda yang harus
dibayar oleh Terdakwa akibat perbuatan pidana yang dilakukannya,
hukuman denda yang dijatuhkan kepada Terdakwa ini apabila tidak
dibayar maka diganti dengan hukuman penjara, yang lamanya akan
Majelis Hakim tentukan dalam amar putusan di bawah ini;
22. Menimbang, bahwa terhadap masa penangkapan dan penahanan yang
telah dijalani Terdakwa akan dikurangkan seluruhnya dari pidana
penjara yang dijatuhkan;
23. Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa telah terbukti bersalah dan
dijatuhi pidana sedangkan selama ini Terdakwa telah ditaha
berdasarkan Pasal 21 ayat 2 sub b KUHAP, maka terhadap
Terdakwa beralasan untuk tetap ditahan;
24. Menimbang bahwa terhadap barang bukti yang diajukan
dipersidangan berupa 11 (sebelas) bungkus ganja
25. dibungkus kertas warna coklat yang dimauskan kedalam plastik
warna hitam dengan berat netto 37,8021 gram (sisa hasil pemeriksaan
Labolatoris BNN) dikarenakan barang bukti tersebut dilarang oleh
Undang-Undang, maka terhadap barang bukti tersebut haruslah
dirampas untuk dimusnahkan;
26. Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana maka
Terdakwa patut pula dibebani untuk membayar biaya perkara;
66

27. Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana kepada Terdakwa


perlu pula dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal
yang meringankan dari perbuatan Terdakwa tersebut;
Hal-hal yang memberatkan penjatuhan hukuman terdakwa Ricki
Hardiansyah bin Ali Entong:
1. Perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat
2. Perbuatan Terdakwa dan tidak mendukung program pemerintah
dalam memberantas Narkoba;
Hal-hal yang meringankan penjatuhan hukuman terdakwa Ricki
Hardiansyah bin Ali Entong:
1. Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan dan mengakui
terusterangperbuatannya serta Terdakwa menyesali perbuatannya;
2. Terdakwa telah berjanji tidak akan mengeluangi perbuatan
tersebut lagi;
3. Terdakwa sebelumnya belum pernah dihukum; Mengingat Pasal
114 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No.35 tahun
2009 tentang Narkotika dan Pasal-Pasal didalam undang-cundang
No.8 tahun 1981 tentang KUHAP, serta peraturan lain yang
bersangkutan;
Analisis Penulis Mengenai Pertimbangan Hakim Dalam
Memutuskan Perkara (NOMOR: 336/Pid.Sus/2013/PN.DPK). Dalam
hal ini menurut penulis mengenai pertimbangan hakim dalam
memutuskan perkara (NOMOR: 336/Pid.Sus/2013/PN.DPK) sudah
sesuai dengan aturan perundang-undangan karena:
Putusan hakim itu harus ada dua alat buki dan satu keyakinan
hakim. Apabila mencermati aspek kepastian hukum dilihat dari
prosedur hukum acara pidana dan asas yang digunakan oleh hakim,
maka pada dasarnya dalam hal ini putusan ini telah memuat hal-hal
yang harus ada dalam sutu putusan pengadilan sebagaimana ditetapkan
dalam pasal 197 Jo Pasal 199 KUHAP, putusan inipun telah didukung
oleh dua alat bukti yang sah sebagaimana ditetapkan dalam pasal 185
67

KUHAP, penerapan hukum pembuktianya telah sesuai dengan undang-


undang dan terdakwa telah diberi hak untuk didampingi penasihat
hukum sesuai dengan ketentuan pasal 56 (1) KUHAP, selain dari
melaksanakan hukum acara pidana tersebut, terdapat pula asas-asas
persidangan yang diakomodir dalam putusan ini meliputi asas terbuka
untuk umum, pemeriksaan secara langsung, asas pembelaan dan asas
obyektifitas.65
Hakim dalam menjatuhkan putusan harus memenuhi
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
Terpenuhinya pembuktian berdasarkan alat-alat bukti yang sah
yang diatur dalam pasal 184 ayat 1 KUHAP yang dibuktikan dalam
persidangan. Alat bukti yang sah menurut KUHAP adalah :
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Dalam hal ini hakim memutuskan perkara NOMOR:
336/Pid.Sus/2013/PN.DPK sesuai dengan alat bukti yaitu :
1. Berupa 11 (sebelas) bungkus ganja dibungkus kertas warna
coklat yang dimasukan kedalam plastik warna hitam dengan berat
netto 37,8021 gram (sisa hasil pemeriksaan Labolatoris BNN).
2. Dua orang saksi yang hadir pada persidangan untuk memberikan
kesaksisanya yaitu Saksi yusuf wisnu A.SH dan Saksi Arif
Abriyanto
3. Keterangan Terdakwa yang pada pokoknya terdakwa mengaku
bersalah
4. Hakim tidak menemukan alasan penghapus atau peniadaan pidana
yang berupa pemaaf dan maupun pembenar maka terdakwa harus

65
Suryano Hadi, Tesis, Analisis Putusan Hakim Nomor. 113/ Pid.B/2007/PN.Pml Tentang
Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika.
68

mempertanggungjawabkan. Alasan pemaaf adalah bersifat subjektif


dan melekat pada diri Terdakwa /Pelaku, khususnya mengenai
sikap bathin sebelum atau pada saat akan berbuat, telah diatur
didalam pasal 44 ayat (1), 48, 49 ayat (2) dan 51 ayat (2) KUHP.
Sedangkan alasan pembenar adalah bersifat objektif dan melekat
padaperbuatan atau hal-hal lain diluar bathin pembuat sebagaimana
diatur dalam pasal 49 ayat (1), 50 ayat (1) KUHP.
5. Adanya kewajiban hakim untuk memperhatikan hal-hal yang
memberatkan maupun meringankan dari terdakwa sesuai dengan
ketentuan dalam pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP yang
perumusanya adalah sebagai berikut: Pasal peraturan perundang-
undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari
putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan
terdakwa.
Hal-hal yang memberatkan:
1. Perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat
2. Perbuatan Terdakwa dan tidak mendukung program
pemerintah dalam memberantas Narkoba;
Hal-hal yang meringankan:
1. Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan dan mengakui
terusterang perbuatannya serta Terdakwa menyesali
perbuatannya;
2. Terdakwa telah berjanji tidak akan mengulangi perbuatan
tersebut lagi;
3. Terdakwa sebelumnya belum pernah dihukum; Mengingat Pasal
114 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No.35 tahun
2009 tentang Narkotika dan Pasal-Pasal didalam undang-
cundang No.8 tahun 1981 tentang KUHAP, serta peraturan
lain yang bersangkutan;
69

Hal-hal yang memberatkan dan meringankan itulah yan dijadikan


bahan pertimbangan Hakim untuk menjatuhkan pidana kepada
terdakwa yaitu pidana penjara selama 6 (enam) tahun penjara.
4. Pertimbangan-pertimbangan di atas dari pertimbangan 1 sampai
37 telah sesuai dengan undang-undang hukum di Indonesia.
Akan tetapi menurut penulis bahwa di didalam surat dakwaan yang
diterapkan oleh JPU dalam pertimbangan hakim untuk memutuskan
perkara masih kurang tepat, karena tidak memasukan pasal 54 yaitu
“Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib
menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial” dan pasal 127 ayat
1
“(1) Setiap Penyalah guna: a. Narkotika Golongan I bagi diri
sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun; b.
Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun; dan c. Narkotika Golongan III bagi diri
sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.” (2)
Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim
wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
54, Pasal 55, dan Pasal 103. (3)
Dalam hal penyalahguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan
Narkotika, penyalah guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis
dan rehabilitasi sosial. Jika dilihat pada kronologi kasusnya dijelaskan
bahwa terdakwa menerima bukan untuk dijual namun hanya dititipkan
dan di iming-imingi akan mengkonsumsi narkoba gratis sesuai dengan
kronologi. Oleh karena itu ia termasuk pengguna atau korban
penyalahgunaan narkoba karena dan yang pada saat itu terdakwa masih
kategori anak yang secara lingkungan maupun kronologisnya
bermasalah. Jaksa dalam hal ini hanya memasukan pasal 111 ayat (1)
dan pasal 114 ayat (1) tanpa mempertimbangkan pasal 54 dan pasal 127
70

UU narkotika karena terdakwa termasuk dalam “anak” dan korban dari


penyalahgunaan narkotika.
Selain itu juga berdasarkan pada pasal 183 yang berbunyi : hakim
tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa
terdakawalah yang bersalah melakukanya.
Majelis hakim dalam konstruksi hukum dalam kasus ini terlihat
telah menerapkan kepastian hukum, dengan melihat unsur-unsur
pidana. Karena menurut penulis, hakim telah menerapkan asas legalitas
yang diidentikkan dengan kepastian hukum. Majelis Hakim juga telah
memberikan perlindungan terhadap warga negara dari tindakan
kejahatan. Sebagaimana ciri suatu negara hukum adalah adanya
perlindungan hukum terhada warga negara. Dalam penjelasan UUD
NRI 1945 dinyatakan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan
atas hukum, tidak berdasarkan kewenangan belaka. Sehingga hukumlah
yang mempunyai arti terutama dalam segi-segi kehidupan masyarakat.
BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan
Setelah penulis menganalisa putusan pengadilan negeri nomor
336/Pid.Sus/2013/PN.DPK yang menjadi objek kajian dalam skripsi ini.
Maka penulis mencoba memberikan kesimpulan umum sebagai berikut:
1. Secara umum, pandangan hukum positif mengenai penerapan putusan
hakim pada putusan nomor 336//Pid.Sus/2013/PN.DPK telah sesuai
dengan undang-undang yang diatur di Indonesia dengan merujuk surat
dakwaan atau tuntutan dan penjatuhan hukuman bagi terdakwa yang
merujuk pasal 114 ayat (1) akan tetapi dalam hal ini menurut hukum
acara pidana terdakwa seharusnya didalam persidangan dilakuan dengan
hakim tunggal dan persidangan bersifat tertutup dikarenakan terdakwa
pada saat itu dikategorikan sebagai anak sesuai pasal pasal 44 ayat 1 dan
2 Undang-undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak dan melanggar UU Pasal 54 UU Nomor 11 Tahun 2012 (SPPA)
sistem peradilan pidana anak. Secara umum, pandangan hukum positif
mengenai pertimbangan putusan hakim pada putusan nomor
336//Pid.Sus/2013/PN.DPK terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara
kepada terdakwa 6 (enam) tahun dan denda sebesar Rp.1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah) telah sesuai dengan undang-undang yang diatur di
Indonesia dimana hakim mepertimbangkan untuk mengadili terdakwa
sesuai dengan dakwaan jaksa yaitu UU narkotika nomo 35 tahun 2009
pasal 111 ayat 1 dan 114 ayat 1 UU akan tetap menurut hemat penulis
seharusnya jaksa dalam memberikan dakwaan juga memasukan pasal 54
dan pasal 127
Dalam hal ini penyalahguna sebagaimana dimaksud dapat
dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika,
penyalah guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan

71
72

rehabilitasi sosial. narkotika yang dimana sesuai dengan kronologi.


Perundangan yang berlaku seperti adanya dua alat bukti dan banyak
pertimbangan lainya. Diantaranya yang dimaksud dalam alat bukti dalam
kasus terdakwa ricki hardiansayah bin ali entong adalah adanya dua
orang saksi, barang bukti berupa 11 (sebelas) bungkus kertas warna
coklat berisikan dengan ganja berat netto 38,1984 gram”, keterangan
terdakwa dan lain sebagainya seperti keyakinan hakim.
2. Rekomendasi
1. Diharapkan kepada orang tua untuk lebih memperhatikan anak-anak
dengan intens khususnya untuk tidak terpengaruh dengan pergaulan yang
tidak baik bahkan sampai pada penyalahgunaan narkotika
2. Diharapan kepada penegak hukum untuk memberikan kontribusi
terbaiknya dalam mencegah maupun memberantas permasalahan yang
khususnya dalam penyalahgunaan narotika anak dan mampu menganalisa
mengenai bahan-bahan yang belu ada daftar narkotika tetapi memiliki
kandungan seperti narkotika
3. Diharapkan kepada anak-anak untuk memahami jati dirinya dan apabila
bergaul, bergaul dengan anak yang mempunyai budi pekerti yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

A Kadarmanta, Narkoba Pembunuh Karakter Bangsa, Jakarta: Perdana Media,


2010.

Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta: Akademika Presindo, 1985.

A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung : PT Citra


Aditya Bakti, 1997

A.Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan


Internasional, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

Anton M.Moelyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,


1988.

Arda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan


Pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005.

Abdurrahman al-Jazari, Kitab al fiqh Ala Madzahib Al-Arbi’ah, (Beirut, Dar Al


fikr), Cet Ke-1,

Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah,
Cet.11, (Jakarta: Sinar Grafika), 2006.

Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika, Cet, ke-2,
2004.

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, perkembangan


penyusunan konsep KUHP Baru, Jakarta: Kencana, 2011.

Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan


Pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Adtya Bakti, Bandung, 2005.

Fuad Muhammad, Masalah Anak Dalam Hukum Islam (Anak Kandung, Anak
Tiri, Anak Angkat, Anak Zina), Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1985.

Supramono, Gatot, Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta:Imam Sejati


Klaten,Cet ke 3, 2007.

Baryagis, Hasan, Wahai Ummi Selamatkan Anakmu, Jakarta Selatan: Arina, 2005.

Heriadi Willy, Berantas Narkotika Tak Cukup Hanya Bicara (Tanya Jawab &
opini), Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, Cet.Ke-1, h.4, 2005

73
74

Hasibuan, Otto Membangun System Penegakan Hukum Yang Akuntabilitas (lib.


Ugm.ac.id) diakses pada tanggal 20 juni 2014

Ilhami Bisri, SISTEM HUKUM INDONESIA prinsip-prinsip dan implementasi


hukum di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004

Jhon M. Elhols dan Hasan Sadili, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT


Gramedia, 1996

Kompilasi Hukum Islam , Pasal,Ayat (1) , (2), dan (3).

Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika,


2005.

Moch Faisal Salam, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, Bogor: Mandar
Maju, cet ke 1, 2005.

M.Ridho Ma’ruf, Narkotika, Masalah dan Bahayanya, Jakarta: CV Marga Jaya,


1976

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara,1987

Mustofa, Muhammad, Kriminologi Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas,


Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran Hukum, ( Fisip UI Press).

Mertokusumo, Sudikno Mengenal Hukum Suatu Pengantar, liberty, Yogyakarta,


1999.

Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2011.

Poernomo, Bambang, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992.

Poerwadarminta, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Vers Luys, 1952.

Ringkasan Eksekutif Hasil Survei BNN Tahun 2016 Puslitdatin BNN

Ka’bah, Rifyal, Peradilan Islam Kontemporer, Jakarta: Universitas Yasri, 2009.

Rusli, Muhammad Hukum Acara Pidana Konterporer. Yogyakarta: Citra Aditya


Bakti, 2004.

Sudarto, Kapita Selekta Hukum Islam, Bandung Alumni,1996.

Soedjono, Patologi Sosial, Bandung Alumni Bandung, Cet ke -2, 1997.


75

Sunarmo, Narkoba dan Upaya Pencegahanya, Semarang: Bengawan Ilmu,Cet,1


ke-1, 2007.

Sudarsono, Kenakalan Remaja: Prevensi, Rehabilitasi dan Resoloasi, Jakarta:


Rineka Cipta, Cet ke-3, 1995

Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Raja Grafindo


Persada, 2017

Sunarso, Siswantoro, Penegakan Hukum Psikotropika, PT. Raja Grafindo


Persada: Jakarta, 2004

Undang-undang Narkotika No, 22 Tahun 1997 dan Undang-undang Psikotropika


Nomor 5 Tahun 1997, Jakarta: Asa Mandiri, 2008.

www.google.com/amp/s/news.idntimes.com/indonesia/amp/fitang-
adhitia/sepanjang tahun-2017-bnn-ungkap-46537-kasus-narkoba?espv=1.diakses
selasa 20 maret 2018 jam 06.16

Yaswirman, HUKUM KELUARGA Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan


Adat Dalam Masyarakat Minangkabau, Jakarta: Raja Grafindo, 2011

Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: LP3ES) Cet ke-1, 1983.
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
P U T U S A N
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
Nomor : 336/Pid.Sus/2013/PN.Dpk

a
R

si
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

ne
ng
Pengadilan Negeri Depok, Yang memeriksa dan mengadili perkara
pidana dengan acara biasa pada pengadilan tingkat Pertama telah
menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara Terdakwa:

do
gu Nama Lengkap : RICKI HARDIANSYAH Bin
ALI ENTONG.
Tempat Lahir : Depok.

In
A
Umur/tanggal lahir : 18 tahun/29 November
1994.
Jenis Kelamin : Laki-laki.
ah

Kebangsaan : Indonesia.

lik
Tempat tinggal : Kampung Sugutamu
RT.004/RW.021 No.12
Kelurahan Mekarjaya,
m

Kecamatan Sukmajaya,

ub
Kota Depok;
Agama : Islam;
ka

Pekerjaan : Tuna Karya;


ep
Pendidikan : SMK;
ah

Terdakwa dalam persidangan di damping oleh Penasihat Hukum


R

si
yang bernama JUSPER SIHOMBING, SH Advokat/Penasihat Hukum dari Pos
Bantuan Hukum (POSBAKUM) Pengadilan Negeri Depok, berdasarkan

ne
penetapan Hakim Ketua Majelis tertanggal 24 Juli 2013;
ng

Terdakwa ditangkap pada tanggal 18 Mei 2013;

do
Terdakwa ditahan berdasarkan Surat Perintah Penetapan Penahanan :
gu

1. Penyidik tertanggal 19 Mei 2013 No.Pol : SP-Han/66/V/2013/Sat


Res Narkoba, sejak tanggal 19 Mei 2013 sampai dengan tanggal
In
A

07 Juni 2013;

2. Perpanjangan oleh Penuntut Umum tanggal 03 Juni 2013 TAP


ah

lik

-01/0.2.34/Epp.1/06/2013, sejak tanggal 08 Juni 2013 sampai


dengan tanggal 17 Juli 2013.

3. Penuntut Umum tertanggal 08 Juli 2013 No : PRINT-1424/0.2.34/


m

ub

Ep.1/07/2013, sejak tanggal 08 Juli 2013 sampai dengan


tanggal 27 Juli 2013;
ka

ep

4. Hakim Pengadilan Negari Depok, tertanggal 12 Juli 2013


No.336/Pen.Pid/Sus/2013/PN.Dpk, sejak tanggal 12 Juli 2013
ah

sampai dengan tanggal 10 Agustus 2013;


R

5. Perpanjangan Ketua Pengadilan Negari Depok, tertanggal 31


s
M

Juli 2013 No.336/Pen.Pid/Sus/2013/PN.Dpk, sejak tanggal 11


ne
ng

Agustus 2013 sampai dengan tanggal 09 Oktober 2013;


do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
Pengadilan Negeri tersebut ;
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
Setelah membaca surat-surat berupa:

a
1. Pelimpahan berkas perkara Nomor : B-19/0.2.34/Ep.1/07/2013

si
tertanggal 10 Juli 2013 dari Penuntut Umum Kejaksaan Negeri
Depok, berikut surat dakwaan tertanggal 08 Juli 2013 Reg.

ne
ng
Perkara No. PDM-21/Depok/07/2013 beserta berkas perkara atas
nama Terdakwa RICKI HARDIANSYAH BIN ALI ENTONG;

do
gu 2. Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Depok tertanggal 12 Juli
2013 No.336/Pen.Pid/Sus/2013/PN.Dpk tentang Penunjukan
Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Terdakwa

In
A
RICKI HARDIANSYAH BIN ALI ENTONG ;

3. Penetapan Hakim Ketua Majelis tertanggal 18 Juli 2013


ah

lik
No.336/Pen.Pid/Sus/ 2013/PN.Dpk tentang penetapan hari
sidang pada hari RABU tanggal 21 Juli 2013;

Menimbang, bahwa Penuntut Umum telah mengajukan tuntutan yang


m

ub
dibacakan dimuka persidangan tanggal 31 Juli 2013 yang pada
pokoknya menuntut, supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok
ka

yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan:


ep
1. Menyatakan Terdakwa RICKI HARDIANSYAH BIN ALI ENTONG bersalah
ah

melakukan tindak pidana “Tanpa hak atau melawan hukum menawarkan


R

si
untuk dijual, menjual, menerima, menjadi perantara dalam jual
beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, yaitu

ne
ng

berupa 11 (sebelas) bungkus kertas warna coklat berisikan ganja


dengan berat netto 38,1984 gram” sebagimana dimaksud dalam
dakwaan Primair : melanggar Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang RI

do
gu

No.35 tahun 2009 tentang Narkoitka;

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa RICKI HARDIANSYAH BIN ALI


In
ENTONG berupa pidana penjara selama 6 (tahun) tahun dikurangi
A

selama Terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah Terdakwa


tetap ditahan dan denda sebesar Rp.1.000.000,-(satu milyar
ah

lik

rupiah) subsidari 6 (enam) bulan penjara;

3. Barang bukti berupa : 11 (sebelas) bungkus ganja dibungkus


m

ub

kertas warna coklat yang dimauskan kedalam plastik warna hitam


dengan berat netto 37,8021 gram (sisa hasil pemeriksaan
Labolatoris BNN), dirampas untuk dimusnahkan;
ka

ep

4. Menetapkan agar Terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar


Rp.2.000,-(dua ribu rupiah);
ah

Menimbang, bahwa atas tuntutan Penuntut Umum tersebut


s
Terdakwa mengajukan pembelaan/pledooi yang disampikan secara lisan
M

yang pada pokoknya menyatakan bahwa Terdakwa mengaku bersalah dan


ne
ng

menyesali perbautannya tersebut serta Terdakwa berjanji tidak akan


do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
mengulangi perbuatan tersebut
putusan.mahkamahagung.go.id lagi dan mohon hukuman yang
hk
seringan-ringannya;

a
Menimbang, bahwa atas pembelaan yang disampaikan oleh

si
Terdakwa tersebut Jaksa/Penuntut Umum menanggapinya secara lisan
yang pada pokoknya menyatakan tetap pada tuntutannya semula,

ne
ng
begitu pula dengan Terdakwa yang menyatakan tetap apda
pembelaannya;

Menimbang, bahwa Terdakwa diajukan ke Persidangan berdasarkan

do
gu surat dakwaan Reg. Perkara No. PDM-21/Depok/07/2013 tertanggal 08
Juli 2013 sebagai berikut:

In
A
Dakwaan

PRIMAIR:
ah

lik
Bahwa Terdakwa RICKI HARDIANSYAH BIN ALI ENTONG pada hari
Sabtu tanggal 18 Mei 2013 sekira jam 21.00 WIB atau setidak-
tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Mei tahun 2013 atau setidak-
m

ub
tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2013, bertempat di Dekat Pom
Bensin Jalan Proklamasi Kelurahan Mekarjaya Kecamatan Sukmajaya
ka

Kota Depok atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih


ep
termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Depok, tanpa hak
ah

atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,


R
menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau

si
menyerahkan Narkotika Golongan I, yaitu berupa 11 (sebelas)
bungkus kertas warna coklat berisikan ganja dengan berat Netto

ne
ng

38,1984 gram, Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara-


cara antara lain sebagai berikut :

do
gu

Pada hari Sabtu tanggal 18 Mei 2013 sekira jam 19.00 WIB terdakwa
In
pergi ke warung rokok dekat pom bensin Jalan Proklamasi Kelurahan
A

Mekarjaya Kecamatan Sukmajaya Kota Depok berniat untuk membeli


ganja kepada BUDI (belum tertangkap/DPO), sesampainya di warung
ah

lik

rokok tersebut terdakwa bertemu dengan BUDI, kemudian terdakwa


memesan ganja kepada BUDI dan BUDI menyanggupi namun persediaan
ganja saat itu sedang habis, Selanjutnya terdakwa disuruh menunggu
m

ub

di warung rokok tersebut sambil menunggu BUDI mengambil ganja yang


dipesan Qleh terdakwa tersebut, tidak lama kemudian BUDI datang
ka

lagi dan mengatakan akan menitipkan ganja kepada terdakwa dengan


ep

imbalan apabila terdakwa bersedia akan diajak mengkonsumsi ganja


ah

bersama BUDI dan terdakwa menyanggupinya. Selanjutnya BUDI


R

mengeluarkan 1 (satu) buah kantong plastik berwarna hitam berisi


s
15 (lima belas) bungkus ganja dibungkus kertas warna coklat.
M

Kemudian BUDI mengambi l4 (empat) bungkus ganja tersebut sehingga


ne
ng

tinggal ll (sebelas) bungkus dan BUDI menyerahkannya kepada


do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
terdakwa Selanjutnya BUDI
putusan.mahkamahagung.go.id menyuruh terdakwa untuk menunggu di
hk
warung rokok tersebut karena BUDI mengatakan akan mengantarkan 4

a
(empat) bungkus ganja tersebut kepada temannya, apabila sudah

si
selesai mengantarkan ganja tersebut BUDI akan mengajak terdakwa
mengkonsumsi ganja yang dititipkan kepada terdakwa, Pada saat

ne
terdakwa sedang duduk-duduk menunggu BUDI, terdakwa ditangkap oleh

ng
saksi YUSUFWISNUA dan saksi ARIF ABRIYANTO (keduanya anggota
Kepolisian dari Satuan Reserse Narkoba Polresta Depok)berdasarkan

do
gu informasi dari masyarakat, Selanjutnya pada saat saksi YUSUF WISNU
A dan saksi ARIF ABRIYANTIO melakukan penggeledahan badan terhadap
terdakwa ditemukan 11 (sebelas) bungkus ganja dibungkus kertas

In
A
warna cokelat yang dimasukkan kedalam plastik warna hitam didalam
saku depan jaket yang dipakai oleh terdakwa, mengatakan bahwa
ganja tersebut adalah milik dari BUDI yang dititipkan kepada
ah

lik
terdakwa, Oleh Terdakwa dalam menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar,
m

ub
atau menyerahkan Narkotika Golongan I yaitu berupa 11 (sebelas)
bungkus kertas warna coklat berisikan ganja dengan berat Netto
ka

38,1984 gram tanpa ijin dari pihak yang berwenang yakni Menteri di
ep
bidang Kesehatan, serta bukan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi,
ah

selanjutnya saksi YUSUF WISNU A dan saksi ARIF ABRIYANTO membawa


R

si
terdakwa beserta barang bukti ke Polresta Depok untuk proses lebih
lanjut;

ne
ng

Bahwa berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan laboratories Nomor :


483 E/V/2013/UPT LAB UJI NARKOBA tanggal 30 bulan Mei 2013 yang
dibuat dan ditandatangani oleh MAIMUNAH,S.Si.,M.Si, RIESKA DWI

do
gu

WIDAYATI,S.Si.,M.Si dan CAROLINA TONGGO M.T.S.Si selaku pemeriksa


atas perintah Kepala UPT laboraturium Uji Narkoba, dengan
In
kesimpulan setelah dilakukan pemeriksaan secara Laboratoris
A

disimpulkan bahwa Barang Bukti berupa bahan/daun tersebut diatas


adalah benar Ganja dan mengandung THC (Tetrahydrocannabinol) dan
ah

lik

terdaftar dalam Golongan I Nomor Urut 8 dan 9 Lampiran Undang-


undang RI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
m

ub

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana


dalam Pasal 114 ayat (1) UU RI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
ka

Subsidair
ep

Bahwa Terdakwa RICKI HARDIANSYAH BIN ALI ENTONG pada hari


ah

Sabtu tanggal 18 Mei 2013 sekira jam 21.00 WIB atau setidak-
R

tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Mei tahun 2013 atau setidak-
s
tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2013, bertempat di Dekat Pom
M

Bensin Jalan Proklamasi Kelurahan Mekarjaya Kecamatan Sukmajaya


ne
ng

Kota Depok atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih


do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Depok, tanpa hak
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau

a
menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yaitu berupa

si
11 (sebelas) bungkus kertas warna coklat berisikan ganja dengan
berat Netto 38,1984 gram, Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa

ne
dengan cara-cara antara lain sebagai berikut :

ng
Pada hari Sabtu tanggal 18 Mei 2013 sekira jam 19.00 WIB terdakwa

do
gu pergi ke warung rokok dekat pom bensin Jalan Proklamasi Kelurahan
Mekarjaya Kecamatan Sukmajaya Kota Depok berniat untuk membeli

In
ganja kepada BUDI (belum tertangkap/DPO), sesampainya di warung
A
rokok tersebut terdakwa bertemu dengan BUDI, kemudian terdakwa
memesan ganja kepada BUDI dan BUDI menyanggupi namun persediaan
ah

lik
ganja saat itu sedang habis, Selanjutnya terdakwa disuruh menunggu
di warung rokok tersebut sambil menunggu BUDI mengambil ganja yang
dipesan Qleh terdakwa tersebut, tidak lama kemudian BUDI datang
m

ub
lagi dan mengatakan akan menitipkan ganja kepada terdakwa dengan
imbalan apabila terdakwa bersedia akan diajak mengkonsumsi ganja
ka

bersama BUDI dan terdakwa menyanggupinya. Selanjutnya BUDI


ep
mengeluarkan 1 (satu) buah kantong plastik berwarna hitam berisi
ah

15 (lima belas) bungkus ganja dibungkus kertas warna coklat.


R
Kemudian BUDI mengambi l4 (empat) bungkus ganja tersebut sehingga

si
tinggal ll (sebelas) bungkus dan BUDI menyerahkannya kepada
terdakwa Selanjutnya BUDI menyuruh terdakwa untuk menunggu di

ne
ng

warung rokok tersebut karena BUDI mengatakan akan mengantarkan 4


(empat) bungkus ganja tersebut kepada temannya, apabila sudah

do
gu

selesai mengantarkan ganja tersebut BUDI akan mengajak terdakwa


mengkonsumsi ganja yang dititipkan kepada terdakwa, Pada saat
terdakwa sedang duduk-duduk menunggu BUDI, terdakwa ditangkap oleh
In
A

saksi YUSUFWISNUA dan saksi ARIF ABRIYANTO (keduanya anggota


Kepolisian dari Satuan Reserse Narkoba Polresta Depok)berdasarkan
informasi dari masyarakat, Selanjutnya pada saat saksi YUSUF WISNU
ah

lik

A dan saksi ARIF ABRIYANTIO melakukan penggeledahan badan terhadap


terdakwa ditemukan 11 (sebelas) bungkus ganja dibungkus kertas
m

ub

warna cokelat yang dimasukkan kedalam plastik warna hitam didalam


saku depan jaket yang dipakai oleh terdakwa, mengatakan bahwa
ka

ganja tersebut adalah milik dari BUDI yang dititipkan kepada


ep

terdakwa, Oleh Terdakwa dalam memiliki, menyimpan, menguasai, atau


menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yaitu berupa
ah

11 (sebelas) bungkus kertas warna coklat berisikan ganja dengan


R

berat Netto 38,1984 gram tanpa ijin dari pihak yang berwenang
s
yakni Menteri di bidang Kesehatan, serta bukan untuk kepentingan
M

ne
ng

pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan


tekhnologi, selanjutnya saksi YUSUF WISNU A dan saksi ARIF
do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
ABRIYANTO membawa terdakwa beserta barang bukti ke Polresta Depok
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
untuk proses lebih lanjut;

a
Bahwa berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan laboratories Nomor :

si
483 E/V/2013/UPT LAB UJI NARKOBA tanggal 30 bulan Mei 2013 yang
dibuat dan ditandatangani oleh MAIMUNAH,S.Si.,M.Si, RIESKA DWI

ne
ng
WIDAYATI,S.Si.,M.Si dan CAROLINA TONGGO M.T.S.Si selaku pemeriksa
atas perintah Kepala UPT laboraturium Uji Narkoba, dengan
kesimpulan setelah dilakukan pemeriksaan secara Laboratoris

do
gu disimpulkan bahwa Barang Bukti berupa bahan/daun tersebut diatas
adalah benar Ganja dan mengandung THC (Tetrahydrocannabinol) dan
terdaftar dalam Golongan I Nomor Urut 8 dan 9 Lampiran Undang-

In
A
undang RI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana


ah

lik
dalam pasal 111 ayat (1) Undang-Undang R.I. No.35 tahun .2009
tentang Narkotika;
m

ub
Menimbang, bahwa terhadap dakwaan Jaksa/Penuntut Umum
tersebut, Terdakwa tidak keberatan dan membenarkannya serta
ka

Terdakwa dan Penasihat Hukumnya tidak akan mengajukan keberatan/


ep
eksepsi atas dakwaan Jaksa/Penuntut Umum tersebut;

Menimbang bahwa di persidangan telah didengar keterangan


ah

saksi-saksi yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :


R

si
1. Saksi YUSUF WISNU A,SH

ne
ng

Di bawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:

• Bahwa benar Saksi pernah diperiksa oleh Penyidik;

do
gu

• Bahwa benar keterangan Saksi di Penyidik;

• Bahwa saksi sebelumnya tidak kenal dengan Terdakwa;


In
A

• Bahwa saksi mengerti menjadi saksi dalam persidangan


ini sehubungan dengan telah terjadinya tindak pidana
ah

lik

penyalahgunaan narkotika jenis Ganja yang dilakukan


oleh Terdakwa;

• Bahwa saksi bersama saksi Arif Abrianto telah melakukan


m

ub

penangkapan terhadap Terdakwa pada hari Sabtu tanggal


18 Mei 2013 sekitar pukul 21.00 WIB di dekat Pom Bensin
ka

ep

yang beralamat di Jalan Proklamasi Kelurahan Mekarjaya


Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok;
ah

• Bahwa cerita kejadiannya berawal saksi mendapatkan


R

informasi dari masyarakat yang mengatkan bahwa di dekat


s
M

Pom Bensin yang beralamat di Jalan Proklamasi Kelurahan


ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
Mekarjaya Kecamatan
putusan.mahkamahagung.go.id Sukmajaya, Kota Depok sering
hk
dijadikan tempat penyalahgunaan narkoba Jenis Ganja;

a
• Bahwa setelah saksi menerima informasi tersebut

si
kemudian saksi bersama dengan saksi Arif Abriyanto
langsung menuju tempat yang dimaksud untuk melakukan

ne
ng
penyelidikan dan saksi bersama saudara Arif Abriyanto
sampai di tempat yang dimaksud kami melihat seorang
laki-laki dengan gerak-gerik yang mencurigakan sedang

do
gu berdiri di depan Pom Bensin yang kemusian saksi bersama
saudara Arif Abriyanto lagnsung melakukan penangkapan
dan penggeledahan terhadap laki-laki tersebut dan

In
A
ternyata benar dari hasil penggeledahan kami menemukan
11 (sebelas) bungkus ganja yang dibungkus warna coklat
ah

lik
yang dimasukkan kedalam plastik warna hitam,
selanjutnya Terdakwa berikut barang bukti di bawa ke
Polres Kota Depok untuk dilakukan pemeriksaan lebih
m

ub
lanjut;


ka

Bahwa setelah saksi introgasi Terdakwa mengaku bahwa


ep
ganja tersebut bukan miliknya melainkan milik saudara
Budi (DPO) yang dititipkan kepada Terdakwa;
ah


R
Bahwa Terdakwa dalam menerima ganja tersebut tidak

si
memiliki ijin dari pihak yang berwenang;

ne
ng

• Bahwa Terdakwa mengaku pada saat menerima bungkusan


plastik warna hitam dari saudara Budi (DPO) mengetahui
bahwa bungkusan plastik tersebut berisi ganja karena

do
gu

sebelumnya saudara Budi (DPO) memberi tahukan isi


bungkusan tersebut;
In

A

Bahwa Terdakwa mau menerima bungksuan ganja dari


saudara Budi (DPO) karena saudara Budi (DPO) akan
memberi imbalan Terdakwa mengkonsumsi ganja secara
ah

lik

gratis;

Atas keterangan saksi tersebut diatas, Terdakwa membenarkan dan


m

ub

tidak keberatan.

2. Saksi ARIF ABRIYANTO


ka

ep

Di bawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:

• Bahwa benar Saksi pernah diperiksa oleh Penyidik;


ah

• Bahwa benar keterangan Saksi di Penyidik;


s
M

• Bahwa saksi sebelumnya tidak kenal dengan Terdakwa;


ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
• Bahwa saksi mengerti menjadi saksi dalam persidangan ini
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
sehubungan dengan telah terjadinya tindak pidana

a
penyalahgunaan narkotika jenis Ganja yang dilakukan oleh

si
Terdakwa;

• Bahwa saksi bersama saudara YUSUF WISNU A, SH telah melakukan

ne
ng
penangkapan terhadap Terdakwa pada hari Sabtu tanggal 18 Mei
2013 sekitar pukul 21.00 WIB di dekat Pom Bensin yang

do
beralamat di Jalan Proklamasi Kelurahan Mekarjaya Kecamatan
gu Sukmajaya, Kota Depok;

• Bahwa cerita kejadiannya berawal saksi mendapatkan informasi

In
A
dari masyarakat yang mengatkan bahwa di dekat Pom Bensin yang
beralamat di Jalan Proklamasi Kelurahan Mekarjaya Kecamatan
ah

lik
Sukmajaya, Kota Depok sering dijadikan tempat penyalahgunaan
narkoba Jenis Ganja;

• Bahwa setelah saksi menerima informasi tersebut kemudian


m

ub
saksi bersama dengan saudara YUSUF WISNU A,SH langsung
menuju tempat yang dimaksud untuk melakukan penyelidikan dan
ka

ep
saksi bersama saudara YUSUF WISNU A,SH sampai di tempat yang
dimaksud kami melihat seorang laki-laki dengan gerak-gerik
ah

yang mencurigakan sedang berdiri di depan Pom Bensin yang


R

si
kemusian saksi bersama saudara YUSUF WISNU A,SH lagnsung
melakukan penangkapan dan penggeledahan terhadap laki-laki

ne
tersebut dan ternyata benar dari hasil penggeledahan kami
ng

menemukan 11 (sebelas) bungkus ganja yang dibungkus warna


coklat yang dimasukkan kedalam plastik warna hitam,

do
gu

selanjutnya Terdakwa berikut barang bukti di bawa ke Polres


Kota Depok untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut;

• Bahwa setelah saksi introgasi Terdakwa mengaku bahwa ganja


In
A

tersebut bukan miliknya melainkan milik saudara Budi (DPO)


yang dititipkan kepada Terdakwa;
ah

lik

• Bahwa Terdakwa dalam menerima ganja tersebut tidak memiliki


ijin dari pihak yang berwenang;
m

ub

• Bahwa Terdakwa mengaku bahwa pada saat menerima bungkusan


plastik warna hitam dari saudara Budi (DPO) mengetahui bahwa
ka

bungkusan plastik tersebut berisi ganja karena sebelumnya


ep

saudara Budi (DPO) memberi tahukan isi bungkusan tersebut;


ah

• Bahwa Terdakwa mau menerima bungksuan ganja dari saudara Budi


R

(DPO) karena saudara Budi (DPO) akan memberi imbalan Terdakwa


s
mengkonsumsi ganja secara gratis;
M

ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
Atas keterangan saksi tersebut diatas, Terdakwa membenarkan
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
dan tidak keberatan.

a
Menimbang, bahwa Terdakwa dipersidangan telah memberikan

si
keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut :

• Benar bahwa Terdakwa pada saat ini saksi dalam keadaan sehat

ne
ng
jasmani dan rohani;

• Bahwa benar Terdakwa pernah diperiksa oleh Penyidik;

do
gu • Bahwa benar keterangan Terdakwa di Penyidik;

• Bahwa Terdakwa ditangkap oleh Polisi pada hari Sabtu tanggal

In
A
18 Mei 2013 sekitar pukul 21.00 WIB di dekat Pom Bensin yang
beralamat di Jalan Proklamasi Kelurahan Mekarjaya Kecamatan
ah

lik
Sukmajaya, Kota Depok;

• Bahwa Terdakwa ditangkap oleh Polisi karena Terdakwa telah


m

ub
menerima ganja dari saudara Budi (DPO);

• Bahwa cerita kejadiannya berawal pada tanggal 18 April 2013


ka

sekitar jam 18.00 WIB Terdakwa pergi ke warung rokok yang


ep
berada didepan Pom Bensin yang beralamat di Jalan Proklamasi
Kelurahan Mekarjaya Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok untuk
ah

R
menemui saudara Budi (DPO) dan memesan ganja kepadanya;

si
• Bahwa pada saat Terdakwa bertemu dengan saudara Budi (DPO)

ne
ng

diwarung rokok tersebut yang selanjutnya Terdakwa langsung


memesan ganja kepada saudara Budi (DPO) namun awlanya saudara
Budi (DPO) mengatakan kepada Terdakwa bahwa setok ganjanya

do
gu

telah habis setelah itu saudara Budi (DPO) pergi akan tetapi
tidak lama kemduian saudara Budi (DPO) menghubungi Terdakwa
dan mengatkan kepada Terdakwa bahwa ia akan menitipkan ganja
In
A

kepada Terdakwa dengan imbalan Terdakwa akan di beri ganja


untuk dikonsumsi secara gratis;
ah

lik

• Bahwa saudara Budi (DPO) menitipkan ganja tersebut kepada


Terdakwa di warung rokok tersebut dan Terdakwa mau menerima
titipan ganja tersebut karena saudara Budi (DPO) akan memberi
m

ub

imbalan kepada Terdakwa mengkonsumsi ganja secara geratis;


ka

• Bahwa setelah Terdakwa menerima ganja dari saudara Budi (DPO)


ep

tidak lama kemudian Terdakwa didatangi oleh beberapa orang


berpakaian preman yang mengaku Polisi dari Polres Kota Depok
ah

yang langsung melakukan penangkapan dan penggedahan terhadap


R

Terdakwa dimana dari hasil penggedahan ditemukan 11 (sebelas)


s
M

bungkus ganja yang dibungkus warna coklat yang dimasukkan


ne
ng

kedalam plastik warna hitam, selanjutnya Terdakwa berikut


do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
barang bukti di bawa ke Polres Kota Depok untuk dilakukan
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
pemeriksaan lebih lanjut;

a
• Bahwa Terdakwa kenal dengan saudara Budi (DPO) sejak 6 (enam)

si
bulan yang lalu sebelum Terdakwa ditangkap oleh Polisi;

ne
Bahwa Terdakwa dalam menerima ganja dari saudara Budi (DPO)

ng
tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang;

• Bahwa Terdakwa tidap pernah menjual ganja tersebut;

do
gu • Bahwa Terdakwa dalam membeli ganja kepada saudara Budi (DPO)
kurang lebih 4 (empat) kali dimana Terdakwa dalam membeli

In
A
ganja tersebut untuk Terdakwa konsumsi sendiri;

Menimbang, bahwa Penuntut Umum telah mengajukan barang bukti


ah

lik
berupa : 11 (sebelas) bungkus ganja dibungkus kertas warna coklat
yang dimauskan kedalam plastik warna hitam dengan berat netto
37,8021 gram (sisa hasil pemeriksaan Labolatoris BNN), dikarenakan
m

ub
barang bukti tersebut telah di sita berdasarkan peraturan yang
berlaku, maka barang bukti tersebut dapat di gunakan sebagai alat
ka

bukti yang sah;


ep
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi - saksi dan
ah

keterangan Terdakwa serta dihubungkan dengan barang bukti yang


R

si
diajukan dalam persidangan telah diperoleh fakta-fakta hukum yang
pada pokoknya adalah sebagai berikut :

ne
ng

1. Bahwa benar Terdakwa


ditangkap oleh Polisi
pada hari Sabtu tanggal

do
gu

18 Mei 2013 sekitar pukul


21.00 WIB di dekat Pom
Bensin yang beralamat di
In
A

Jalan Proklamasi
Kelurahan Mekarjaya
ah

lik

Kecamatan Sukmajaya, Kota


Depok, karena Terdakwa
telah menerima ganja dari
m

ub

saudara Budi (DPO);

2. Bahwa benar cerita


ka

kejadiannya berawal pada


ep

tanggal 18 April 2013


ah

sekitar jam 18.00 WIB


R

Terdakwa pergi ke warung


s
rokok yang berada didepan
M

Pom Bensin yang beralamat


ne
ng

di Jalan Proklamasi
do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id Kelurahan Mekarjaya
hk
Kecamatan Sukmajaya, Kota

a
Depok untuk menemui

si
saudara Budi (DPO) dan
memesan ganja kepadanya,

ne
setelah Terdakwa bertemu

ng
dengan saudara Budi (DPO)
diwarung rokok tersebut

do
gu yang selanjutnya Terdakwa
langsung memesan ganja
kepada saudara Budi (DPO)

In
A
namun awlanya saudara
Budi (DPO) mengatakan
kepada Terdakwa bahwa
ah

lik
setok ganjanya telah
habis setelah itu saudara
m

ub
Budi (DPO) pergi akan
tetapi tidak lama
ka

kemduian saudara Budi


ep
(DPO) menghubungi
Terdakwa dan mengatkan
ah

kepada Terdakwa bahwa ia


R

si
akan menitipkan ganja
kepada Terdakwa;

ne
ng

3. Bahwa benar saudara Budi


(DPO) menitipkan ganja
tersebut kepada Terdakwa

do
gu

di warung rokok tersebut


dan Terdakwa mau menerima
In
titipan ganja tersebut
A

karena saudara Budi (DPO)


akan memberi imbalan
ah

lik

kepada Terdakwa
mengkonsumsi ganja secara
geratis, selanjutnya
m

ub

setelah Terdakwa menerima


ganja dari saudara Budi
ka

(DPO) tidak lama kemudian


ep

Terdakwa didatangi oleh


ah

saksi Yusuf Wisnu A dan


R

saksi Arif Abriyanto yang


s
merupakan Anggota Polisi
M

dari Polres Kota Depok


ne
ng

langsung melakukan
do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
putusan.mahkamahagung.go.id penangkapan dan
hk
penggedahan terhadap

a
Terdakwa dimana dari

si
hasil penggedahan
ditemukan 11 (sebelas)

ne
bungkus ganja yang

ng
dibungkus warna coklat
yang dimasukkan kedalam

do
gu plastik
selanjutnya
warna hitam,
Terdakwa
berikut barang bukti di

In
A
bawa ke Polres Kota Depok
untuk dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut;
ah

lik
4. Bahwa benar Terdakwa
kenal dengan saudara Budi
m

ub
(DPO) sejak 6 (enam)
bulan yang lalu sebelum
ka

Terdakwa ditangkap oleh


ep
Polisi;
ah

5. Bahwa benar Terdakwa


R
dalam menerima ganja dari

si
saudara Budi (DPO)
tersebut sudah tidak

ne
ng

memiliki ijin dari pihak


yang berwenang terutama

do
gu

dari Mentri Kesehatan RI


dan Terdakwa juga dalam
menerima ganja tersebut
In
A

bukan Terdakwa pergunakan


untuk kepentingan ilmu
kesehatan maupun ilmu
ah

lik

pengetahuan dan
teknologi;
m

ub

Menimbang, bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam Berita


Acara Perkara ini yang belum termuat dalam putusan ini dianggap
ka

telah termuat dan menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dari
ep

putusan ini;
ah

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan


R

mempertimbangkan apakah berdasarkan fakta-fakta hukum tentang


s
perbuatan Terdakwa sebagaimana dikemukakan diatas dari keterangan
M

saksi-saksi dan keterangan Terdakwa serta dihubungkan dengan


ne
ng

barang bukti yang diajukan dimuka Persidangan, Terdakwa dapat


do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
dipersalahkan melakukan tindak pidana sebagaimana dikemukakan oleh
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
Penuntut Umum dalam surat dakwaannya.

a
Menimbang, bahwa Terdakwa diajukan ke muka Persidangan dengan

si
dakwaan Penuntut Umum yang bentuknya subsidaritas yaitu : Primair
melanggar Pasal 114 ayat 1 Undang-Undang RI No. 35 tahun 2009

ne
ng
tentang Narkotika, Subsidair : melanggar Pasal 111 ayat 1 Undang-
Undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika;

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa didakwa oleh Penuntut

do
gu Umum dalam
mempertimbangkan
dakwaan
dakwaan
subsidaritas,
primair
maka
terlebihdahulu
Majelis
dimana
Hakim
apabila
akan

In
dakwaan Primer tersebut telah terpenuhi, maka Majelis Hakim tidak
A
perlu mempertimbangkan dakwaan selebihnya dan apabila dakwaan
Primair tersebut tidak terpenuhi, Maka Majelis Hakim akan
ah

lik
mempertimbangkan dakwaan selebihnya;

Menimbang, bahwa adapun unsur-unsur dari Pasal 114 ayat 1


m

ub
Undang-Undang RI No.35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah sebagai
berikut :
ka

1. Unsur Setiap Orang.


ep
2. Unsur Tanpa hak atau melawan hukum;
ah

3. Unsur menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,


R

si
menjadi perantara dalam jual beli menukar, atau menyerahkan
Narkotika Golongan I;

ne
ng

Ad.1 Unsur Setiap Orang,

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan setiap orang menunjuk

do
gu

kepada pelaku sebagai subyek hukum dalam suatu perbuatan pidana


dimana atas perbuatannya dapat diminta pertanggung jawabannya;

Menimbang, bahwa didalam perkara ini yang menjadi sebagai


In
A

subyek hukum sebagaimana dimaksud dalam dakwaan Penuntut Umum


adalah Terdakwa RICKI HARDIANSYAH BIN ALI ENTONG yang di muka
ah

Persidangan identitasnya telah dicocokkan dengan identitas


lik

sebagaimana surat dakwaan Penuntut Umum ternyata adanya kecocokkan


antara satu dengan lainnya sehingga dalam perkara ini tidak
m

ub

terdapat kesalahan orang (error in persona) yang diajukan ke muka


Persidangan;
ka

Menimbang, bahwa atas pertanyaan Majelis Hakim selama


ep

Persidangan ternyata Terdakwa RICKI HARDIANSYAH BIN ALI ENTONG


ah

mampu dengan tanggap dan tegas menjawab pertanyaan yang diajukan


R

kepadanya sehingga Majelis berpendapat Terdakwa RICKI HARDIANSYAH


s
BIN ALI ENTONG dipandang sebagai orang atau subyek hukum yang
M

dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya;


ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
Menimbang, bahwa berdasarkan
putusan.mahkamahagung.go.id pertimbangan tersebut diatas
hk
Majelis berkeyakinan unsur pertama ini telah terpenuhi;

a
Ad.2. Unsur Tanpa hak atau melawan hukum;

si
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan tanpa hak memiliki arti
tanpa ijin atau tanpa persetujuan dari pihak yang berwenang dimana

ne
ng
dalam hal ini yang berwenang memberi izin adalah Mentri Kesehatan
RI dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan berdasarkan Pasal 8 ayat

do
(2) UURI No.35 tahun 2009 dimana terdapat batasan jumlah dalam
gu menggunakan narkotika golongan I yaitu hanya dapat digunakan untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

In
untuk reagnosis serta reagensia labolatorium dengan persetujuan
A
dari Mentri Kesehatan RI;

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan melawan hukum menurut


ah

lik
Leden Marpaung dalam bukunya yang berjudul “Asas Teori Praktek
Hukum Pidana” yaitu melawan hukum itu dibagi menjadi 2 (dua)
m

ub
bagian yaitu yang pertama hukum formil dimana perbuatan hanya
dipandang sebagai sifat wederrechtelijjk apabila perbuatan
ka

tersebut memenuhi semua unusr yang terdapat dalam rumusan suatu


ep
delik menurut undang-undang dan yang kedua hukum materil dimana
perbuatan hanya dipandang sebagai sifat wederrechtelijjk atau
ah

tidak, bukan saja harus di tinjau sesuai dengan ketentuan hukum


R

si
yang tertulis melainkan juga harus di tinjau menurut azas-azas
hukum umum dari hukum yang tidak tertulis;

ne
ng

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan


keterangan Terdakwa serta di hubungkan dengan barang bukti yang di
ajukan dalam persidangan ini di peroleh fakta hukum yaitu pada

do
gu

hari Sabtu tanggal 18 Mei 2013 saudara Budi (DPO) menitipkan ganja
kepada Terdakwa di warung rokok dimana pada saat itu Terdakwa mau
In
menerima titipan ganja tersebut karena saudara Budi (DPO) akan
A

memberi imbalan kepada Terdakwa berupa mengkonsumsi ganja secara


geratis, dimana Terdakwa dalam menerima ganja dari saudara Budi
ah

lik

(DPO) tersebut tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang


terutama dari Mentri Kesehatan RI dan Terdakwa juga dalam menjual
ganja tersebut bukan Terdakwa pergunakan untuk kepentingan ilmu
m

ub

kesehatan maupun ilmu pengetahuan dan teknologi;


ka

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas


ep

Majelis berkeyakinan unsur kedua ini telah terpenuhi;

Ad.3. Unsur menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,


ah

menjadi perantara dalam jual beli menukar, atau menyerahkan


R

Narkotika Golongan I;
s
M

ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
Menimbang, bahwa karena
putusan.mahkamahagung.go.id unsur ini bersifat alternatif
hk
sehingga apabila salah satu unsur telah terpenuhi, maka tidak

a
perlu mempertimbangkan unsur selebihnya;

si
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan
keterangan Terdakwa serta dihubungkan dengan barang bukti yang

ne
ng
diajukan dipersidangan maka diperoleh fakta yaitu pada tanggal 18
April 2013 sekitar jam 18.00 WIB Terdakwa pergi ke warung rokok
yang berada didepan Pom Bensin yang beralamat di Jalan Proklamasi

do
gu Kelurahan Mekarjaya Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok untuk menemui
saudara Budi (DPO) dan memesan ganja kepadanya, setelah Terdakwa
bertemu dengan saudara Budi (DPO) diwarung rokok tersebut yang

In
A
selanjutnya Terdakwa langsung memesan ganja kepada saudara Budi
(DPO) namun awlanya saudara Budi (DPO) mengatakan kepada Terdakwa
ah

lik
bahwa setok ganjanya telah habis setelah itu saudara Budi (DPO)
pergi akan tetapi tidak lama kemduian saudara Budi (DPO)
menghubungi Terdakwa dan mengatkan kepada Terdakwa bahwa ia akan
m

ub
menitipkan ganja kepada Terdakwa;

Menimbang, bahwa saudara Budi (DPO) menitipkan ganja tersebut


ka

kepada Terdakwa di warung rokok tersebut dan Terdakwa mau menerima


ep
titipan ganja tersebut karena saudara Budi (DPO) akan memberi
ah

imbalan kepada Terdakwa berupa mengkonsumsi ganja secara geratis,


R
selanjutnya setelah Terdakwa menerima ganja dari saudara Budi

si
(DPO) tidak lama kemudian Terdakwa didatangi oleh saksi Yusuf
Wisnu A dan saksi Arif Abriyanto yang merupakan Anggota Polisi

ne
ng

dari Polres Kota Depok yang langsung melakukan penangkapan dan


penggedahan terhadap Terdakwa dimana dari hasil penggedahan

do
gu

ditemukan 11 (sebelas) bungkus ganja yang dibungkus warna coklat


yang dimasukkan kedalam plastik warna hitam, selanjutnya Terdakwa
berikut barang bukti di bawa ke Polres Kota Depok untuk dilakukan
In
A

pemeriksaan lebih lanjut;

Menimbang, bahwa berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan


ah

lik

laboratories Nomor : 483 E/V/2013/UPT LAB UJI NARKOBA tanggal 30


bulan Mei 2013 yang dibuat dan ditandatangani oleh
MAIMUNAH,S.Si.,M.Si, RIESKA DWI WIDAYATI,S.Si.,M.Si dan CAROLINA
m

ub

TONGGO M.T.S.Si selaku pemeriksa atas perintah Kepala UPT


laboraturium Uji Narkoba, dengan kesimpulan setelah dilakukan
ka

pemeriksaan secara Laboratoris disimpulkan bahwa Barang Bukti


ep

berupa bahan/daun tersebut diatas adalah benar Ganja dan


mengandung THC (Tetrahydrocannabinol) dan terdaftar dalam Golongan
ah

I Nomor Urut 8 dan 9 Lampiran Undang-undang RI No.35 Tahun 2009


R

tentang Narkotika;
s
M

Menimbang, bahwa dari pertimbangan tersebut diatas Majelis


ne
ng

Hakim berkeyakinan unsur ketiga inipun juga telah terpenuhi;


do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
Menimbang, bahwa
putusan.mahkamahagung.go.id berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
hk
tersebut diatas Majelis Hakim berkesimpulan perbuatan Terdakwa

a
telah memenuhi seluruh unsur dari Pasal 114 ayat 1 Undang-Undang

si
RI No.35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagaimana yang telah
didakwakan pada dakwaan primair Jaksa/Penuntut Umum;

ne
ng
Menimbang, bahwa oleh karena perbuatan sebagaimana diatur
dalam Pasal 114 ayat 1 Undang-Undang RI No.35 tahun 2009 tentang
Narkotika telah terpenuhi dari perbuatan Terdakwa, maka Terdakwa

do
gu haruslah
bersalah
dinyatakan
melakukan tindak
telah terbukti
Pidana “Tanpa
secara
hak
sah
menerima
dan meyakinkan
Narkotika
Golongan I dalam bentuk tanaman”;

In
A
Menimbang, bahwa selama pemeriksaan persidangan Majelis Hakim
tidak menemukan hal-hal yang dapat melepaskan dari
ah

lik
pertanggungjawaban pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
sampai dengan Pasal 51 KUHP sehingga Terdakwa dapat dipertanggung
jawabkan atas kesalahannya dan harus dijatuhi pidana;
m

ub
Menimbang, bahwa Terdakwa dalam persidangan telah mengajukan
ka

pembelaan yang disampikan secara lisan yang apda pokoknya Terdakwa


ep
telah mengakui perbuatanya dan Terdakwa menyesal atas perbautannya
tersebut serta Terdakwa telah berjanji tidak akan mengajukan
ah

perbautan tersebut lagi, maka Terdakwa mohon kepada Majelis Hakim


R

si
hukuman yang seringan-ringannya;

Menimbang, bahwa terhadap Pembelaan yang disampikan oleh

ne
ng

Terdakwa, Majelis Hakim akan mempertimbangkan dalam hal-hal yang


dapat meringankan atas perbautan Terdakwa tersebut dibawah ini;

do
gu

Menimbang, bahwa selain hukuman pidana sesuai dengan ancaman


pidana penjara yang terkandung dalam UU No.35 tahun 2009 Tentang
Narkotika, juga terdapat hukuman denda yang harus dibayar oleh
In
A

Terdakwa akibat perbuatan pidana yang dilakukannya, hukuman denda


yang dijatuhkan kepada Terdakwa ini apabila tidak dibayar maka
diganti dengan hukuman penjara, yang lamanya akan Majelis Hakim
ah

lik

tentukan dalam amar putusan di bawah ini;

Menimbang, bahwa terhadap masa penangkapan dan penahanan yang


m

ub

telah dijalani Terdakwa akan dikurangkan seluruhnya dari pidana


penjara yang dijatuhkan;
ka

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa telah terbukti bersalah


ep

dan dijatuhi pidana sedangkan selama ini Terdakwa telah ditahan


ah

berdasarkan Pasal 21 ayat 2 sub b KUHAP, maka terhadap Terdakwa


R

beralasan untuk tetap ditahan;


s
Menimbang, bahwa terhadap barang bukti yang diajukan di
M

ne
ng

persidangan berupa 11 (sebelas) bungkus ganja dibungkus kertas


warna coklat yang dimauskan kedalam plastik warna hitam dengan
do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
berat netto 37,8021 gram (sisa hasil pemeriksaan Labolatoris BNN),
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
dikarenakan barang bukti tersebut dilarang oleh Undang-Undang,

a
maka terhadap barang bukti tersebut haruslah dirampas untuk

si
dimusnahkan;

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana maka

ne
ng
Terdakwa patut pula dibebani untuk membayar biaya perkara;

Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana kepada Terdakwa


perlu pula dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal

do
gu yang meringankan dari perbuatan Terdakwa tersebut;

Hal-hal yang memberatkan:

In
A
• Perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat;

• Perbuatan Terdakwa dan tidak mendukung program pemerintah


ah

lik
dalam memberantas Narkoba;

Hal-hal yang meringankan:


m

ub
• Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan dan mengakui
terusterang perbuatannya serta Terdakwa menyesali
ka

ep
perbuatannya;

• Terdakwa telah berjanji tidak akan mengeluangi perbautan


ah

tersebut lagi;
R

si
• Terdakwa sebelumnya belum pernah dihukum;

ne
ng

Mengingat Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia


No.35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Pasal-Pasal didalam undang-
undang No.8 tahun 1981 tentang KUHAP, serta peraturan lain yang

do
gu

bersangkutan;

M E N G A D I L I :
In
A

1. Menyatakan Terdakwa RICKI HARDIANSYAH BIN ALI ENTONG


terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
ah

pidana “Tanpa hak menerima Narkotika Golongan I dalam bentuk


lik

tanaman”;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa RICKI HARDIANSYAH BIN ALI


m

ub

ENTONG dengan pidana penjara selama ------ (------) tahun dan


denda sebesar Rp.1.000.000.000,-(satu milyar rupiah) dengan
ka

ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan


ep

digantikan dengan pidana penjara selama -------- (------)


bulan;
ah

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani


s
oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
M

ne
ng

dijatuhkan;
do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
am

ub
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

ep
4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;
putusan.mahkamahagung.go.id
hk
5. Memerintahkan terhadap barang bukti berupa : 11 (sebelas)

a
bungkus ganja dibungkus kertas warna coklat yang dimauskan

si
kedalam plastik warna hitam dengan berat netto 37,8021 gram
(sisa hasil pemeriksaan Labolatoris BNN), dirampas untuk

ne
ng
dimusnahkan;

6. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sebesar


Rp.2.000,- (dua ribu rupiah);

do
gu
Demikianlah diputus dalam musyawarah Majelis Hakim Pengadilan

In
A
Negeri Depok, pada hari SENIN tanggal, 26 Agustus 2013 oleh kami :
SAPTO SUPRIYONO, SH sebagai Hakim Ketua Majelis, M. DJAUHAR
ah

lik
SETYADI, SH.,MH dan NURHADI, SH.,MH masing-masing sebagai Hakim
Anggota, putusan tersebut pada hari itu juga diucapkan dalam
persidangan yang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelis
m

ub
dengan didampingi oleh Hakim-Hakim Anggota tersebut, dibantu
MUFID,SE.,SH Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Depok,
ka

dihadiri PARBOWO.S.,SH Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri


ep
Depok dihadapan Terdakwa dengan didampingi oleh Penasihat
hukumnya;
ah

si
HAKIM-HAKIM ANGGOTA : KETUA MAJELIS HAKIM,

ne
ng

do
gu

1. M. DJAUHAR SETYADI, SH.,MH SAPTO SUPRIYONO,


SH
In
A
ah

lik

2. NURHADI, SH.,MH
m

ub

PANITERA PENGGANTI,
ka

ep
ah

MUFID, SE.,SH
R

s
M

ne
ng

do
gu

In
A

Disclaimer
Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N
h

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :
ik

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id
Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18

Anda mungkin juga menyukai