(Skripsi)
AHMAD RIZQI
1342011017
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
FUNGSIONALISASI HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK
PIDANA PENGGELAPAN PREMI ASURANSI
(Studi Putusan No100/Pid.B/2017/PN.Tegal)
Oleh
AHMAD RIZQI
Saran dalam penelitian serta pembahasan ini, diharapkan aparat penegak hukum
khususnya hakim lebih memahami perundang-undangan dibidang asuransi serta
aparat penegak hukum diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme dalam
menangani perkara dibidang asuransi. Serta diharapkan pihak asuransi hendaknya
timbul kesadaran untuk melakukan kerjasama dengan instansi terkait dalam
memperkenalkan produk-produk asuransi tersebut kepada para calon tertanggung
guna mencegah terulangnya tindak pidana dibidang asuransi.
Oleh
AHMAD RIZQI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Ibunda Hj. Zahrah. Riwayat pendidikan penulis diawali dari pendidikan Taman
Menengah Atas di SMA N 1 Bandar Lampung lulus pada tahun 2013, kemudian
pada tahun 2013 penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lampung dan pada tahun 2017 penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Tengah.
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta‟ala, yang telah memberikan kesempatan
sehingga dapat menyelesaikan sebuah karya ilmiah ini dan kepada junjungan kita
Syafaatnya di hari akhir kelak. Kupersembahkan karya ini sebagai ungkapan kasih
kepada:
Kedua orang tuaku tercinta, Hi. Jalaluddin Syarif, dan Hj. Zahrah yang telah
menanti keberhasilanku.
Serta untuk abangku Syarif Hidayat, Beny Saputra, kakakku Mery Utami, yang
Almamater tercinta.
MOTTO
manusia dari segunmpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.
Yang mengajar dengan Qalam. Dialah yang mengajar manusia segala yang belum
diketahui”
“Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya; hidup di tepi jalan dan
(William J. Siegel)
“Lakukanlah yang terbaik, lalu berdoa. Allah Subhanahu Wa Ta‟ala yang akan
menentukan”
(Ahmad Rizqi)
SANWACANA
Lampung.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan,
bantuan dan saran dari berbagai pihak, dan segala sesuatu dalam skripsi ini masih
penulis. Untuk itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis
1. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum
2. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana
4. Ibu Rini Fathonah S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah
5. Ibu Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembahas I dan juga
8. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., dan Ibu Erna Dewi, S.H., M.H., yang telah
9. Bapak dan Ibu dosen pada Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah
penulis.
10. Yang tercinta Ayahanda Hi. Jalaluddin Syarif dan Ibunda Hj. Zahrah, yang
keberhasilan penulis.
11. Abangku Syarif Hidayat, Beny Saputra, Daing, dan Kakakku Mery Utami,
Sagita, Khafi, Fadli, Andreza PK, Alfazri. Terimakasih atas dukungan serta
Mutia, Grecia Inggrid Gultom, Febrina Risha Asmara, Irani Maya Safira,
Pungki Prananda, dan Robin Afia. Terima kasih banyak berkat KKN selama
15. Semua teman-teman Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat
maupun masyarakat bangsa, dan negara serta pihak-pihak lain yang membutuhkan
terutama bagi penulis. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih semoga Allah
serta semoga tali silahturahim diantara kita tetap erat dan kita dipertemukan
Ahmad Rizqi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
PERSETUJUAN
PENGESAHAN
RIWAYAT HIDUP
MOTTO
PERSEMBAHAN
SANWANCANA
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...................................................................... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ...................................................... 5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................................ 6
D. Kerangka Teori dan Konseptual ......................................................... 7
E. Sistematika Penulisan ......................................................................... 13
D. Asuransi .............................................................................................. 37
1. Pengertian Asuransi ...................................................................... 37
2. Premi Asuransi .............................................................................. 39
3. Pengertian Asuransi Jiwa .............................................................. 41
4. Polis Asuransi Jiwa ....................................................................... 42
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah............................................................................ 44
B. Sumber dan Jenis Data ....................................................................... 45
C. Penentuan Narasumber ....................................................................... 46
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .................................... 47
E. Analisis Data ...................................................................................... 48
V. PENUTUP
A. Simpulan............................................................................................... 75
B. Saran ..................................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap
jiwanya, jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya dia akan
menderita kerugian atau korban jiwa atau cacat raganya. Secara ekonomi,
kerugian material atau korban jiwa atau cacat raga akan mempengaruhi
perjalanan hidup seseorang atau ahli warisnya. Sehingga ia sebagai pihak yang
terancam bahaya akan merasa berat memikul beban risiko yang sewaktu waktu
dapat terjadi.1
usaha asuransi akhir-akhir ini semakin berkembang. Hal ini dapat dipahami
1
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Citra Aditya Bakti,Bandung, 2001, hlm. 12.
2
lembaga yang akan mengalihkan risiko yang mungkin timbul atau dihadapi dari
Para pengguna jasa asuransi, selain menerima prestasi dari penyedia jasa
asuransi berupa rasa aman akan terhindar dari risiko. Mereka juga harus memberi
premi dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Apabila premi tidak dibayar
atau jatuh tempo, asurasni dapat dibatalkan atau setidak-tidaknya asuransi tidak
berjalan. Maka, premi harus dibayar terlebih dahulu oleh tertanggung, karena
oleh tertanggung kepada perusahaan asuransi atau melalui badan perantara yang
lapse yaitu polis dianggap tidak lancar atau tidak efektif karena tidak melakukan
2
Rizqia Gita Astiriani, Pelaksanaan Penyidikan Terhadap Pengajuan Klaim Asuransi, Jurnal
Ilmiah Subyek Hukum Ekonomi, Surabaya, 2013, hlm. 1.
3
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm.
103.
4
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 37.
3
asuransi tertanggung dengan kondisi yang baru. Artinya premi yang tidak disetor
yang menjadi cakupan tindak pidana di bidang asuransi yaitu meliputi tindak
pidana penggelapan premi asuransi, yaitu meliputi tindak pidana asuransi gelap,
dengan asuransi, salah satunya mengatur tentang ancaman pidana bagi pelaku
Tindak pidana penggelapan pada awalnya diatur secara umum di dalam Pasal
372 sampai dengan Pasal 377 KUHP, akan tetapi semakin berkembangnya
hanya saja objeknya bersifat khusus, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
5
Ibid.,hlm.104.
4
pemalsuan yang terdapat dalam KUHP. Hal ini berarti undang-undang asuransi
Pidana Khusus.6
Korban dalam tindak pidana dibidang asuransi tidak segara terungkap sehingga
yang lebih memperihatinkan tidak sedikit korban yang timbul atas satu (1) jenis
Subekti Binti Watar didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam melanggar Pasal 374 jo pasal 55 Ayat (1) jo pasal 64Ayat
(1) KUHP.
6
Chairul Huda & Lukman Hakim, Tindak Pidana dalam Bisnis Asuransi, Jakarta, Lembaga
Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2006, hlm. 52.
5
No.100/Pid.B/2017/PN-Tgl)”.
1. Permasalahan
Indonesia?
2. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah merupakan kajian dalam Hukum
2018.
Berdasarkan permasalahan di dalam penelitian ini, maka yang menjadi tujuan dan
1. Tujuan Penelitian
premi asuransi.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmu
Indonesia.
b. Keguanaan Praktis
1. Kerangka Teori
Setiap penelitian akan ada kerangka teori yang menjadi acuan dan bertujuan untuk
teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau
7
Teori penegakan hukum adalah suatu proses yang dapat menjamin kepastian
keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-
nilai actual di dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang
melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi
masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk
yang lebih baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna.
Tahap aplikasi yaitu tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum
Pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta
pidana yang dibuat oleh pembuat undang-undang dan nilai-nilai keadilan suatu
daya guna.9
dalam lalu lintas atau hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
9
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan Pengembangan Hukum
Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 30.
10
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana, Binacipta, Bandung, 1996, hlm. 32.
9
mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatif terletak pada isi
dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. Mengenai berlakunya
11
Sajtipto Rahardjo, Penegakan Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, hlm. 24.
12
Ibid., hlm. 12.
10
berlaku yang mengatur mengenai suatu hal tertentu, tidak berlaku lagi apa
bila ada undang-undang baru yang berlaku belakangan yang mengatur hal
yang sama pula, akan tetapi makna dan tujuan berlainan dengan undang-
ataupun pembaharuan.13
menerapkan hukum.
13
Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 8.
14
Ibid., hlm 14.
11
menentukan. Penegak hukum merupakan titik sentral, hal ini disebabkan karena
oleh penegak hukum dan penegak hukum dianggap sebagai panutan hukum bagi
masyarakat luas. Oleh karena itu, baik moral dari penegak hukum, maka baik
Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan
hukum kan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut, antara lain
mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik,
kedamaian didalam masyarakat. Oleh karena itu dipandang dari sudut tertentu
hukum.17
e. Faktor kebudayaan.
Faktor kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan
15
Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 69.
16
Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 37.
17
Ibid., hlm. 45.
12
orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang
perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan
2. Konseptual
dengan istilah yang akan diteliti. Konseptual yang digunakan dalam penulisan
membuat hukum pidana itu dapat berfungsi, beroperasi atau bekerja dan
2. Tindak Pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum
larangan mana disertai ancamana (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi
18
Loc Cit., hlm. 11.
19
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Semarang, 1992 hlm.
157.
20
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 54.
13
E. Sistematika Penulisan
Agar mempermudah memahami terhadap isi skripsi ini secara keseluruhan, maka
mendapat suatu gambaran jelas tentang pembahasan skripsi yang dapat dilihat dari
hubungan antara satu bagian dengan satu bagian lainnya secara keseluruhan.
I. PENDAHULUAN
Pada bagian ini memuat latar beakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan
penulisan.
Pada bagian ini berisikan tentang pengertian-pengertian, dari istilah sebagai latar
belakang pembuktian masalah dan dasar hukum dalam membahas hasil penelitian
yang terdiri anara lain penegakan hukum pidana, penerapan sanksi pidana, dan
21
Tongat, Hukum Pidana Materiil, UMM Pres, Malang, 2006, hlm. 57.
22
Mashudi dan Moch. Chidir Ali, Hukum Asuransi, Penerbit CV. Mandar Maju, Bandung, 1995,
hlm. 27.
14
masalah, sumber dan jenis data, cara pengumpulan data dan serta analisis data.
Pada bagian ini berisi tentang pembahasan berdasarkan hasil penelitian terhadap
permasalahan yang ada dalam penulisan skripsi ini dengan studi kepustakaan dan
studi lapangan.
V. PENUTUP
Pada bagian ini berisikan kesimpulan yang merupakan hasil akhir dari penelitian
skripsi ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA
ini terdapat tiga tahap formulasi sebagai suatu tahap perumusan hukum pidana
penerapan hukum pidana oleh hukum, tahap kebijakan administratif yaitu tahap
merupakan suatu rangkaian dari penegakan hukum pidana. Sudarto memberi arti
23
Loc. Cit., hlm. 9.
24
Sudarto,Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1985, hlm.54.
16
secara luas maka banyak badan atau pihak yang terlibat di dalamnya, ialah
Tindakan represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak
hukum sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana.26 Telah dikemukakan diatas,
bahwa tindakan represif sebenarnya juga dapat dipandang sebagai prevensi dalam
lain dari tindakan represif, dan lebih dititik-beratkan kepada tindakan terhadap
mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk
25
W.J.S. Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1987, hlm. 768.
26
http://wikipedia.com, diakses pada tanggal 13 April 2018 pukul 17.25
27
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana,Alumni, Bandung, 1997, hlm. 105.
28
Soerjono Soekanto,Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT.Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1983,hlm. 13.
17
Penegakan hukum pidana apabila dapat dilihat sebagai bagian dari mekanisme
“pemberian pidana” tidak lain merupakan suatu proses kebijakan yang sengaja
Menurut Barda Nawawi Arief, pada hakikatnya kebijakan hukum pidana (Penal
bertujuan menunjang tercapainya tujuan, visi dan misi pembangunan nasional dan
pengadilan);
29
Loc. Cit., hlm. 8.
18
pelaksana/eksekusi).30
Penerapan dalam memfungsikan hukum pidana secara efektif tidak akan terlepas
Policy) adalah suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi
kejahatan. Secara garis besar kebijakan kriminal ini dapat ditempuh melalui 2
(dua) cara, yaitu upaya pidana (Penal) yang merupakan upaya penanggulangan
sifatnyaRepressive(penindasan/pemberantasan/penumpasan) dengan
menggunakan sarana penal dan upaya non penal yang merupakan upaya
tersebut terjadi.
menggunakan kebjakan hukum pidana harus merupakan suatu usaha atau langkah-
langkah yang dibuat dengan sengaja dan sadar dalam memilih dan menetapkan
30
Barda Nawawi Arief, BungaRampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan
Konsep KUHP Baru) cet. Ke-1. Jakarta, Kencana, 2008 hlm. 41.
31
Barda Nawawi Arief,BungaRampai Kebijakan Hukum Pidana, Prenada Media Group, Jakarta,
2010, hlm. 63.
19
Fugnsionalisasi hukum pidana yang baik dilakukan secara satu kesatuan atau
integral sesuai dengan 4 (empat) sub-sistem di atas. Dimana keempat taha atau
B. Tindak Pidana
dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis seperti
halnya untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah hukum, maka
bukanlah hal yang mudah untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap
suatu istilah yuridis yang mempunyai arti khusus sebagai terjemahan dari bahasa
32
Syaiful Bakhri,Perkembangan Stelsel Pidana di Indonesia, Total Media, Yogyakarta 2009, hlm.
155.
33
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 37.
20
Tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah
“perbuatan jahat” atau “kejahatan” (Crime atau Verbrechen atau Misdaad) yang
diartikan secara kriminologis dan psikologis. Mengenai isi dari pengertian tindak
pidana tidak ada kesatuan pendapat di antara para sarjana. Sebagai gambaran
umum pengertian kejahatan atau tindak pidana yang dikemukakan oleh Djoko
Prakoso bahwa secara yuridis pengertian kejahatan atau tindak pidana adalah
sanksi”.
dalam masyarakat dan mendapatkan reaksi negatif dari masyarakat, dan secara
tentang apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan Strafbaarfeit tersebut, seperti
Gedraging) yang dirumuskan dalam Wet, yang bersifat melawan hukum, yang
34
Djoko Prakoso dan Agus Imunarso, Hak Asasi Tersangka dan Peranan Psikologi dalam
Konteks KUHAP, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm. 137.
21
Moeljatno menyatakan bahwa istilah hukuman yang berasal dari kata “Straf” ini
dan istilah “dihukum” yang berasal dari perkataan “Wordt Gestraft”, adalah
maupun hukum perdata. Hukuman adalah hasil atau akibat dari penerapan hukum
tadi yang maknanya lebih luas daripada pidana, sebab mencakup juga keputusan
Menurut Sudarto yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja
adalah reaksi atas delik, dan ini berujud suatu nestapa yang dengan sengaja
35
Moeljatno, Op. Cit., 1987, hlm. 38.
36
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1984, hlm.
173-174.
37
Muladi & Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Hukum Pidana, Alumni, Bandung,
2005, hlm. 1.
38
Sudarto, Hukum Pidana 1A – 1B, Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto,
1991, hlm. 3.
22
Sir Rupert Cross (dalam buku Muladi) menyatakan bahwa pidana berarti
pengenaan penderitaan oleh negara kepada seseorang yang telah dipidana karena
suatu kejahatan.39
Dengan menyebut cara yang lain Hart menyatakan bahwa pidana harus:
a. Unsur Subjektif
Unsur subjektif adalah unsur-usnur yang melekat pada diri si pelaku atau yang
sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Unsur subjektif dari suatu tindak
pidana adalah:
2. Maksud atau Voormen pada suatu percobaan atau Pogging seperti yang
dimaksud dalam Pasal 53 Ayat 1 KUHP;
3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di
dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan
lain-lain;
4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat
di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;
5. Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana
menurut Pasal 308 KUHP.42
b. Unsur Objektif
Menurut Prof. Moeljatno unsur tindak pidana yaitu sebagai berikut, yakni:
a. Perbuatan;
b. Yang dilarang (oleh aturan hukum); dan
c. Ancaman pidana (yang melanggar larangan).44
Menurut R. Tresna tindak pidana terdiri dari unsur-unsur yaitu sebagai berikut:
a. Perbuatan/rangkaian perbuatan;
b. Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; dan
c. Diadakan tindakan penghukuman.
42
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Cipta Aditya Bakti, Jakarta, 1997,
hlm.193.
43
Ibid., hlm. 194.
44
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana (Stelsel Tindak Pidana), Teori-Teori Pemidanaan
&Batas Berlakunya Hukum Pidana), Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 79.
24
lain kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat
“pelanggaran” itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita
menjadi Buku ke II dan Buku III melainkan juga merupakan dasar bagi
keseluruhan.
Delicten) dan tindak pidana materiil (Materiil Delicten). Tindak pidana formil
adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu
akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang
3. Dilihat dari bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana
sengaja (Dolus Delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (Dulpose Delicten).
Contoh tindak pidana kesengajaan (Dolus) yang diatur didalam KUHP antara
lain sebagai berikut: Pasal 310 KUHP (penghinaan) yaitu sengaja menyerang
kehormatan atau nama baik seorang, Pasal 322 KUHP (membuka rahasia)
jabatan atau pencariannya. Pada delik kelalaian (Culpa) orang juga dapat
25
dipidana jika ada kesalahan, misalnya Pasal 360 Ayat 2 KUHP yang
a. Tindak pidana murni adalah tindak pidana yang dirumuskan secara formil
atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur perbuataannya berupa perbuatan
pasif, misalnya diatur dalam Pasal 224, Pasal 304, dan Pasal 552 KUHP.
b. Tindak pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya berupa
tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak
berbuat, misalnya diatur dalam Pasal 338 KUHP, contohnya ibu tidak
Klasifikasi tindak pidana menurut sistem KUHP dibagi menjadi dua bagian,
kejahatan (minsdrijven) yang diatur dalam Buku II KUHP dan pelanggaran diatur
dalam Buku III KUHP. Pembagian kejahatan dan pelanggaran didasarkan atas
45
Ibid. hlm. 47.
26
pidana dalam suatu perundang-undangan atau tidak. Jadi, perbuatan ini benar-
orang lain oleh satu orang atau lebih tanpa sepengetahuan pemilik barang dengan
lain.47
Penggelapan diatur dalam Bab XXIV (Buku II) KUHP, mulai dari Pasal 372
sampai dengan 377. Pengertian Yuridis penggelapan itu sendiri diatur dalam Pasal
c. Dalam Pasal 374 KUHP dan Pasal 375 KUHP tentang penggelapan dengan
pemberatan,
46
Tri Andrisman, Hukum Pidana, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2007, hlm. 86.
47
Amir Ilyas, Asas-asas Hukum Pidana (Memahami Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban
Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan), Mahakarya Rangkang, Yogyakarta, 2009, hlm. 34.
48
Lamintang dan Theo Lamintang, Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, Sinar Grafika, Bandung,
2013, hlm. 111.
27
“Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam
pidana penjara paling lama 4(empat) tahun atau pidana denda paling banyak
dengan pencurian dalam Pasal 362. Yang berbeda adalah pada pencurian barang
yang dimiliki itu belum berada ditangan pencuri dan masih harus “diambilnya”.
“Apabila suatu benda berada dalam kekuasaan orang bukan karena tindak pidana,
tetapi karena suatu perbuatan yang sah, misalnya karena penyimpanan, perjanjian
penitipan barang, dan sebagainya. Kemudian orang yang diberi kepercayaan untuk
menyimpan dan sebagainya itu menguasai barang tersebut untuk diri sendiri
secara melawan hukum, maka orang tersebut berarti melakukan penggelapan”.50
49
http://herybastyani.blogspot.co.id/2013/06/analisis-kasus-penggelapan.html diakses pada tanggal
13 April 2018 pukul 17.25
50
Ibid., hlm. 60.
28
Beberapa pengertian dan penjelasan mengenai arti kata penggelapan dapat kita
lihat pula C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil mendefinisikan penggelapan
“Penggelapan yaitu barangsiapa secara tidak sah memiliki barang yang seluruhnya
atau sebagian adalah milik orang lain dan yang ada padanya bukan karena
kejahatan, ia pun telah bersalah melakukan tindak pidana, misalnya Pasal 372
KUHP yang dikualifikasikan sebagai verduistering atau penggelapan”.53
kepercayaan orang lain yang diberikan padanya dan awal barang itu berada
Tindak pidana penggelapan dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal 372 KUHP
a. Unsur Subjektif
1. Barang Siapa
51
M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu dalam KUHP, Remaja Karya, Bandung,
1986, hlm. 74.
52
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Op. Cit., hlm. 70.
53
C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, Kamus Istilah Aneka Hukum, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 2000, hlm. 252.
29
Kata barang siapa ini menunjakkan kepada orang, yang apabila orang tersebut
memenuhi unsur tindak pidana yang terdapat di dalam tindak pidana tersebut,
2. Dengan Sengaja
Dengan sengaja (Opzettelijk). Unsur ini merupakan unsur yang melekat pada
subjek tindak pidana, maupun yang melekat pada pribadi pelakunya. Karena
tersebut harus ditawarkan oleh jaksa didalam surat dakwaandan karena unsur
seperti disyaratkan dalam rumusan Pasal 372 KUHP, maka disidang pengadilan
memang benar-benar:55
54
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan (cetakan ke-2),
Sinar Grafika, Bandung,2013, hlm. 113.
55
Ibid., hlm. 114.
30
Kesengajaan yang ditunjukkan pada semua unsur yang ada dibelakangnya itu
harus dibuktikan dalam persidangan. Oleh karenanya hubungan antara orang yang
tindakan lain.56
memenuhi unsur dengan sengaja yang terdapat dalam rumusan Pasal 372 KUHP.
Akan tetapi bila tidak dapat dibuktikan salah satu dari kehendak dan pengetahuan-
Suatu benda milik orang lain berada dalam kekuasaan seseorang dapat oleh sebab
perbuatan melawan hukum (suatu kejahatan) maupun oleh sebab perbuatan yang
sesuai dengan hukum. Adami Chazawi menjelaskan bahwa sebagai syarat dari
penggelapan adalah barang yang berada dalam kekuasaan petindak haruslah oleh
sebab perbuatan yang sesuai dengan hukum seperti karena penitipan, pinjaman,
Pada dasarnya melawan hukum adalah sifat tercela atau sifat terlarangnya dari
suatu perbuatan tertentu. Didalam doktrin dikenal ada dua macam melawan
56
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Op. Cit., hlm. 83.
57
Ibid., hlm. 80.
31
hukum materil yaitu perbuatan itu bertentangan dengan asas-asas hukum didalam
b. Unsur Objektif
sudahterlaksanaatauselesaimisalnyadenganmenjualbendatersebut, digunakan
58
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Op. Cit., hlm. 72.
59
Tongat, Op. Cit., hlm. 59.
32
dengan sifat dari hak dengan hakmana benda itu dapat berada dibawah
Meskipun dalam Pasal 372 KUHP tentang tindak pidana penggelapan tidak
ataupun yang sering disebut benda bergerak tidak menutup kemungkinan pula
Seorang dapat dikatakan menggelapkan apabila baik sebagian atau seluruhnya itu
milik orang lain. Misalnya seseorang tidak boleh menguasai sesuatu untuk dirinya
bukan meruapakan ciri pokok. Unsur ini merupakan pembeda dengan tindak
pidana pencurian. Kata berada padanya menurut Hoge Raad adalah menunjukkan
keharusan adanya suatu hubungan langsung yang sifatnya nyata atau antara
60
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Op. Cit., hlm. 118.
61
Ibid., hlm. 127.
62
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Op. Cit., hlm. 77.
63
P.A.F. Lamintang, Op. Cit., hlm. 128.
33
pelaku dengan suatu benda, yakni agar perbuatannya menguasai secara melawan
hukum atas benda tersebut dipandang sebagai tindak pidana penggelapan, bukan
pencurian.64
menguasai tidak perlu terlaksana pada saat perbuatan yang dilarang. Dalam hal
Apabila suatu barang berada dalam kekuasaan orang bukan karena kejahatan
tetapi karena perbuatan yang sah, kemudian orang yang diberi kepercayaan untuk
menyimpan dan sebagainya itu menguasai barang tersebut untuk kepentingan diri
kesengajaan untuk menguasai suatu benda yang sebagian atau seluruhnya adalah
milik orang lain akan tetapi tidak ditempuh dengan cara kejahatan, melainkan atas
diatur dalam Pasal 372, Pasal 373, Pasal 374, dan Pasal 375. Pasal 376 mengenai
64
Ibid, hlm. 129.
34
Dengan melihat bagaimana cara perbuatan tersebut dilakukan, maka tindak pidana
penggelapan biasa adalah penggelapan yang diatur dalam Pasal 372 KUHP yang
berbunyi:
Ketentuan tentang pengelapan ringan diatur dalam Pasal 373 KUHP, yaitu:
“Perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 372, apabila yang digelapkan bukan
ternak dan harganya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam sebagai
penggelapan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana
denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah”.
bukanlah ternak dan harga dari barang yang digelapkan tidak lebih dari dua puluh
lima rupiah”.67
Verduistering)
penggelapan yang diperberat diatur dalam Pasal 374 KUHP. Faktor yang
menyebabkan lebih berat dari bentuk pokoknya, didasarkan pada lebih besarnya
digelapkan.68
Tindak pidana penggelapan berat diatur dalam Pasal 375 KUHP, berikut rumusan
“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa diberi barang
untuk disimpan, atau yang dilakukan oleh wali pengampu, pengurus atau
pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan, terhadap barang
67
Tongat, Op. Cit., hlm. 63.
68
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Op. Cit., hlm. 85.
69
Ibid., hlm. 86.
36
sesuatu yang dikuasainya selalu demikian, diancam dengan pidana penjara paling
lama enam tahun”.
Unsur-unsur yang memberatkan dalam rumusan Pasal 375 KUHP diatas adalah:
1. Oleh orang yang kepadanya terpaksa barang itu diberikan untuk disimpan,
2. Terhadap barang yang ada pada mereka karena jabatan mereka sebagai wali,
yayasan.70
Penggelapan yang diatur dalam Pasal 375 KUHP ini adalah penggelapan yang
dilakukan oleh orang-orang tertentu yang karena kewajibannya sebagai akibat dari
Penggelapan dalam lingkungan keluarga diatur dalam Pasal 376 KUHP yang
menyatakan bahwa:
D. Asuransi
70
http://repository.unhas.ac.id/123456789/23648, diakses pada tanggal 13 April 2018 pukul 17.25
71
Ibid., hlm. 94.
37
1. Pengertian Asuransi
Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda “Verzekering atau Assurantie”. Oleh
pengertian, istilah pertanggungan ini umum dipakai dalam literatur hukum dan
Perasuransian adalah istilah hukum (Legal Term) yang dipakai dalam perundang-
yang berarti segala usaha yang berkenaan dengan asuransi. Usaha yang berkenaan
Dari pengertian di atas, di dalam bukunya Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika,
Emmy Pangaribuan berpendapat sebagai berikut:
timbul kerugian akibat terjadi peristiwa yang tidak pasti dan tidak diinginkan.
membayar sejumlah premi yang telah disepakati. Dalam hal ini, tertanggung yang
berkepentingan akan merasa aman dari ancaman kerugian, sebab jika kerugian itu
keuntungan yang diharapkan yang akan dapat diderita akhirnya karena suatu
kejadian yang tidak pasti.Tetapi, apabila ditinjau lebih lanjut secara redaksionil
pasal 246 KUHD tersebut secara keseluruhan dan dalam pengertian umum hukum
asuransi tidak tepat, melainkan hanya tepat untuk jenis asuransi kerugian saja,
Usaha Perasuransian:
Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan
pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan
jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau
pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
74
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 162.
39
data”.75
pada Pasal 246 KUHD, karena tidak hanya melingkupi asuransi kerugian, akan
tetapi juga asuransi jiwa. Hal ini dapat diketahui dari kata-kata bagian dari
demikian, objek dari asuransi tidak hanya meliputi harta kekayaan, tetapi
2. Premi Asuransi
Berdasarkan rumusan diatas, dapat diketahuin bahwa premi adalah salah satu
unsur penting dalam asuransi karena merupakan kewajiban utama yang wajib
75
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian.
40
Premi harus dibayar lebih dulu oleh tertanggung karena tertanggung pihak yang
yang berarti sejak terjadi kesepakatan timbulah kewajiban dan hak kedua belah
pihak.
Akan tetapi, asuransi akan berjalan jika kewajiban tertanggung membayar premi
risiko yang sehat. Besarnya jumlah premi yang harus dibayar oleh tertanggung
dan penanggung secara layak dan dicantumkan dalam polis asuransi. Besarnya
sebelum berakhir tenggang waktu pembayaran premi yang ditetapkan dalam polis
41
asuransi yang bersangkutan. Dalam hal penyerahan premi oleh perusahaan pialang
pialang asuransi yang wajib bertanggung jawab atas pembayaran klaim yang
timbul dari kerugian yang terjadi dalam jangka waktu antara habisnya tenggang
Menurut Abbas Salim, asuransi jiwa adalah asuransi yang bertujuan menanggung
orang terhadap kerugian financial yang tak terduga yang disebabkan karena
1. Risiko kematian
waktunya atau dengan tiba-tiba, maka si anak tidak akan terlantar dalam
hidupnya.
Sesuai dengan ketentuan pasal 255 KUHD, asuransi jiwa harus diadakan secara
tertulis dengan bentuk akta yang disebut polis. Ketentuan Pasal 304 KUHD, polis
asuransi yaitu:
76
Abbas salim,Dasar-Dasar Asuransi, Rajawali, Jakarta, 1989, hlm.25.
42
Dalam polisharus dicantumkan hari dan tanggal diadakan asuransi. Hal ini penting
untuk mengetahui kapan asuransi itu mulai berjalan dan dapat diketahui pula sejak
b. Nama tertanggung
Dalam polis harus dicantumkan nama tertanggung sebagai pihak yang wajib
membayar premi dan berhak menerima polis. Apabila jangka waktu berlakunya
Objek asuransi jiwa adalah jiwa dan badan manusia sebagai suatu kesatuan jiwa
seorang merupakan objek asuransi yang tidak berwujud, yang hanya dapat dikenal
melalui wujud badannya. Namanya harus dicantumkan dalam polis, dalam hal ini
Saat mulai dan berakhirnya evenemen merupakan jangka waktu berlaku asuransi,
artinya dalam jangka waktu itu risiko menjadi beban penanggung, misalnya, mulai
taggal 1 januari 1990 sampai dengan tanggal 1 Januari 2000. Apabila jangka
e. Jumlah asuransi
Jumlah asuransi adalah sejumlah uang tertentu yang diperjanjikan pada saat
diadakan asuransi sebagai jumlah santunan yang wajib dibayar oleh penanggung
tertanggung sendiri dalam hal berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi
evenemen.
f. Premi asuransi
Premi asuransi adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh tertanggung kepada
penanggung setiap jangka waktu tertentu, biasanya setiap bulan selama asuransi
77
Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta, 1995,
hlm. 122.
III.METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
pendekatan, yaitu:78
dengan permasalahan yang diteliti yaitu dalam hal penerapan fungsi Hukum
pemahaman yang jelas dan benar terhadap permasalahan yang akan dibahas.
78
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta,1986,hlm.12.
45
Sumber dan penelitian ini berasal dari data lapangn dan data kepustakaan. Jenis
data yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder.
1. Data Primer
Menurut Soerjono Soekanto, data primer adalah data yang diperoleh secara
langsung dan responden79. Sedangkan data primer yang digunakan dalam ini
adalah data yang didapat oleh penulis berdasarkan wawancara dengan aparat
pertimbangan hukum serta apa saja faktor penghambat penyidik, penuntut umum
dan hakim dalam menerapkan tindak pidana penggelapan premi asurasni yang
Perasuransian.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka, terdiri dari :
a. Bahan hukum primer yaitu, bahan yang didapat oleh penulis dari infornasi-
informasi yang diperoleh dari jurnal-jurnal hukum, karya tulis ilmiah, putusan
atas.
79
Loc. Cit.,hlm. 43.
46
ilmu hukum, makalah dan tulisan hukum lainnya yang berkaitan dengan
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang mendukung bahan hukum
pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum yang dipergunakan oleh
C. Penentuan Narasumber
Jumlah = 4 orang
yang dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, mencatat atau mengutip dari
47
Untuk memperoleh data primer, studi lapangan dilakukan dengan cara wawancara
Berdasarkan data yang telah terkumpul baik dari studi kepustakaan maupun dari
berikut :
a. Seleksi Data
Seleksi data dilakukan agar mengetahui apakah data yang diperlukan telah
mencakup atau belum dan adat tersebut berhubungan atau tidak berhubungan
b. Klarifikasi Data
c. Sistematisasi Data
Menyusun dan menempatkan data pada pokok bahasan atau permasalahan dengan
E. Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu menguraikan data
permasalahan yang diteliti sehingga akan mendapatkan gambaran yang jelas dan
terang dalam pokok bahasan sehingga akhirnya akan menuju pada suatu
cara penarikan kesimpulan dari hal yang khusus ke hal yang umum.
V. PENUTUP
A. Simpulan
Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian, namun tetap berpedoman pada KUHP
seperti:
2014 dan pada undang-undang ini terdapat klasifikasi yang lebih jelas tentang
salah satu unsur tindak pidana ini yaitu unsur mengalihkan, menjaminkan atau
mengagunkan tanpa hak tetap mengacu pada ketentuan dalam Pasal 374 KUHP.
melawan hukum; memiliki premi asuransi yang seluruh atau sebagian kepunyaan
orang lain yang ada padanya bukan karena kejahatan. Walaupun tindak pidana ini
76 namun tindak pidana ini tidak dapat dilepaskan dari rumusan tindak pidana
Tindak pidana penipuan persetujuan asuransi, pada tindak pidana ini diatur dalam
Pasal 381 KUHP, dengan unsur-unsur; dengan jalan tipu muslihat; menyesatkan
tentang Usaha Perasuransian tidak ada mengatur tentang tindak pidana penipuan
kurang paham terhadap asuransi itu sendiri sehingga masyarakat tidak menyadari
pidana pada penanganan tindak pidana penggelapan premi asuransi adalah dengan
B. Saran
undang dapat diperoleh dengan mudah. Agar mutu dan kwalitas keputusan hakim
menjadi baik, adakalanya pandangan hakim yang keliru bukan berarti hakim
adalah praktisi hukum dan oleh karenanya tidak perlu membaca, mengkaji,
Buku:
Arief, Barda Nawawi. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung:
Citra Aditya Bakti.
Huda, Chairul dan Lukman. 2006. Tindak Pidana dalam Bisnis Asuransi. Jakarta:
Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia.
Ilyas, Amir. 2009. Asas-asasHukumPidana (Memahami Tindak Pidana dan
Pertanggungjawaban Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan). Yogyakarta:
Mahakarya Rangkang.
Muladi dan Arief, Barda Nawawi. 1992. Bunga Rampa Hukum Pidana.
Semarang: Alumni.
Mashudi dan Ali, Moch Chidir. 1995. Hukum Asuransi. Bandung: Mandar Maju
Prakoso, Djoko dan Imunarso, Agus.1987. Hak Asasi Tersangka dan Peranan
Psikologi dalam Konteks KUHAP. Jakarta: BinaAksara.
Peraturan Perundang-Undangan :
Internet :
https://media.neliti.com/media/publications/45391-ID-penjelasan-hukum-
restatement-tentang-bukti-permulaan-yang-cukup.pdf
https://imamrusly.wordpress.com/2012/04/11/kejahatan-terhadap-harta-kekayaan-
pencurian-dan-penggelapan/
http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/buku/detail/pengantar-ilmu-
hukum-dan-tata-hukum-indonesia-c-s-t-kansil-21386.html
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/50576/3/Chapter%2520II.pdf+&c
d=10&hl=id&ct=clnk&gl=id
http://wikipedia.com,
http://herybastyani.blogspot.co.id/2013/06/analisis-kasus-penggelapan.html
http://repository.unhas.ac.id/123456789/23648