Anda di halaman 1dari 117

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN

NARKOTIKA GOLONGAN I DALAM TEMBAKAU GORILA DI KOTA


YOGYAKARTA

Skripsi

Disusun Oleh:
Adithya Prima Herrison
NIM. 20170610360

Fakultas Hukum
Program Studi Hukum
Rumpun Ilmu Hukum Pidana
2021
HALAMAN PERSETUJUAN

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN


NARKOTIKA GOLONGAN I DALAM TEMBAKAU GORILA DI KOTA
YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas

Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakata

Disusun oleh:

Adithya Prima Herrison

NIM. 20170610360

Telah disetujui oleh dosen pembimbing skripsi pada………….

Dosen Pembimbing

Dr. Yeni Widowaty, S.H., M.Hum.


NIP. 19610617 198703 2 003

ii
HALAMAN PENGESAHAN
PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA GOLONGAN I DALAM TEMBAKAU GORILA DI KOTA
YOGYAKARTA

Telah diuji dan dipertahankan di hadapan tim penguji dalam ujian tugas
akhir/pendadaran.
Pada hari ……. tanggal ……. dan dinyatakan lulus.

Tim Penguji : Tanda Tangan

1. Ketua :

2. Anggota : Dr. Yeni Widowaty, S.H., M.Hum.


NIP. 19610617 198703 2 003

3. Anggota :

Mengesahkan,
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Iwan Satriawan, S.H., MCL., Ph.D.


NIK. 19700706199904 153 039

iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Adithya Prima Herrison

NIM : 20170610360

Judul Skripsi : PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP


PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA GOLONGAN I
DALAM TEMBAKAU GORILA DI KOTA
YOGYAKARTA

Dengan ini saya nyatakan bahwa skripsi yang saya buat merupakan hasil
karya saya sendiri dan seluruh sumber yang dikutip telah dinyatakan benar.
Sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain
yang pernah ditulis oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian


hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran pernyataan ini, maka sahya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya tulis ini dan sanksi lain sesuai dengan peraturan yang berlaku di
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa paksaan
dari pihak manapun.

Yogyakarta, ……………

Adithya Prima Herrison


NIM. 20170610360

iv
HALAMAN MOTTO

“Kesuksesan dan kebahagiaan terletak pada diri sendiri. Tetaplah berbahagia, dan
kebahagiaanmu dan kamu akan membentuk sebuah karakter kuat melawan
kesulitan.”

(Helen Adams Keller)

v
HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbil’alamin

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
telah selesai perjuangan saya dalam perkuliahan untuk mendapatkan Gelar
Sarjana dengan dukungan do’a dari keluarga saya, oleh karena itu skripsi ini saya
persembahkan untuk:

1. Orang tua saya, Bapak Ir. Edison, M.Kn. dan Ibu Heriyenti, M.H., yang selalu
melimpahkan semangat dan do’anya kepada saya.
2. Abang saya, Habiby Eka Putra Edison dan Priscilla Heidytria Kartika selaku
adik saya yang selalu memberikan dukungan ketika saya lelah.

vi
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan
Narkotika Golongan I Dalam Tembakau Gorila di Kota Yogyakarta”
Shalawat serta salam tidak lupa semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah
Muhammad S.A.W., kepada keluarga, sahabatnya dan kita sebagai umatnya.

Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan,


oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk kesempurnaan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu dan
membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih diberikan
kepada:

1. Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P. selaku Rektor Universitas


Muhammadiyah Yogyakarta;
2. Iwan Satriawan, S.H., MCL., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta;
3. Ibu Dr. Yeni Widowaty, S.H., M.Hum., penulis sampaikan rasa hormat
dan terima kasih selaku dosen pembimbing skripsi dan dosen yang paling
penulis idolakan dari awal masa perkuliahan, di antara kesibukan yang
padat, Beliau selalu menyempatkan waktu memberikan arah laju
bimbingan, dukungan, dan do’a kepada penulis;
4. Kedua orang tua, Bapak Edison, M.Kn. dan Ibu Heriyenti, M.H. yang
selalu memberikan do'a, kasih sayang, juga dukungan yang tiada henti
baik dalam bentuk moril maupun materiil yang tidak terhingga kepada
penulis;
5. Kedua saudara saya, Habiby Eka Putra Edison, dan Priscilla Heidytria
Kartika yang senantiasa memberikan support dalam segala keadaan.

vii
6. Bapak Dr. Leli Joko Suryono, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Studi
Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
7. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
yang telah memberikan ilmu selama penulis berkuliah di Fakultas
Hukum.
8. Staff Dekanat Bapak Maman dan seluruh staff Tata Usaha Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
9. Ketua Pengadilan Negeri Yogyakarta yang telah mengizinkan penulis
untuk melakukan penelitian di Pengadilan Negeri Yogyakarta dan kepada
Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta yang telah bersedia menjadi
narasumber penelitian skripsi ini.
10. Kepada seluruh orang yang mungkin tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu dikarenakan keterbatasan ingatan, terima kasih sudah meluangkan
waktu untuk pertanyaan ataupun kebersamaan selama penyelesaian
penulisan skripsi dan masa studi di Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.

Akhir kata, semoga Allah SWT. memberkati dan selalu membalas segala
nikmat kasih karunia dan bimbingannya untuk semua pihak telah yang membantu
dan berpartisipasi dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. Semoga penulisan
skripsi ini bermanfaat baik untuk penulis juga setiap orang yang membaca skripsi
ini, Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN......................................................
HALAMAN MOTTO............................................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN...........................................................................................
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................................
ABSTRAK............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................................
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................
D. Manfaat Penulisan......................................................................................................
E. Tinjauan Pustaka........................................................................................................
F. Metode Penelitian.....................................................................................................
G. Sistematika Pembahasan...........................................................................................

BAB II TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA GOLONGAN I


DALAM TEMBAKAU GORILA.......................................................................................
A. Tinjauan Umum Tindak Pidana................................................................................
B. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika...............................................................
C. Sanksi Pidana dan Pemidanaan Penyalahgunaan Narkotika Golongan I dalam
Tembakau Gorila......................................................................................................

BAB III KEBIJAKAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN


PUTUSAN PIDANA............................................................................................................

ix
A. Pengertian Pertimbangan Hakim..............................................................................
B. Jenis-Jenis Putusan Hakim.......................................................................................
C. Peran Hakim dalam Pemidanaan..............................................................................
D. Kemandirian Hakim dan Faktor yang Mempengaruhi Hakim..................................

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS.............................................................


A. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Narkotika Golongan I
dalam Tembakau Gorila...........................................................................................
B. Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Tindak Pidana
Penyalahgunaan Narkotika Jenis Tembakau Gorila di Kota Yogyakarta..................

BAB V PENUTUP...............................................................................................................
A. Kesimpulan...............................................................................................................
B. Saran.........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA 10
1
LAMPIRAN.......................................................................................................................106

x
ABSTRAK
Narkotika merupakan suatu zat atau obat baik itu bersifat sintetis, alamiah,
maupun semi sintetis yang dapat memberikan pengaruh terhadap penurunan
kesadaran, daya rangsang, serta halusinasi. Salah satu produk dari narkotika yaitu
tembakau gorila. Aturan larangan penggunaan tembakau gorila telah dicantumkan
dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu memiliki
kandungan zat AB-CHMINACA yang merupakan kandungan zat yang termasuk
dalam Golongan I angka 86. Banyaknya kalangan menengah kebawah khususnya
remaja yang menggunakan tembakau gorila ini menjadi perhatian penting bagi
kita khususnya pemerintah, karena dari harganya yang murah sehingga produk ini
banyak dicari oleh para muda-mudi di Indonesia dan mirisnya lagi yaitu di
kalangan pelajar. Untuk memberikan penjelasan terhadap bagaimana sanksi
pidana bagi pengedar narkotika golongan I ini maka dalam penelitian ini akan
menganalisis mengenai dua pokok permasalahan yaitu bagaimana penegakan
hukum pidana terhadap penyalahgunaan narkotika golongan I dalam tembakau
gorila dan pertimbangan hakim terhadap penyalahgunaan narkotika golongan I
dalam tembakau gorila di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Penelitian ini adalah
penelitian normatif. Bahan hukum primer dan sekunder dikumpulkan melalui
studi kepustakaan dan wawancara dengan narasumber. Analisis bahan hukum
dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan membangun argumentasi
untuk memberikan penjelasan terkait persoalan penegakan hukum pidana
narkotika dan pertimbangan hakim dalam menentukan sanksi pidana terhadap
penyalahgunaan narkotika golongan I dalam tembakau gorila.
Kata Kunci: Narkotika, Tembakau Gorila, Pertimbangan Hakim.

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berkembangnya lalu lintas peredaran narkotika secara ilegal patut kita beri

perhatian yang lebih. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat serius yang akan

berdampak buruk bagi masa depan bangsa dan negara. Narkotika sejatinya adalah

bahan yang digunakan untuk keperluan medis dan penelitian bagi manusia, akan

tetapi banyak oknum-oknum yang memanfaatkan narkotika sebagai barang untuk

memberi kepuasan semu kepada korbannya. Para bandar narkotika ini lebih

banyak mengarahkan sasarannya kepada kaum-kaum muda sehingga dapat

merusak masa depan mereka.

Tanggung jawab tersebut sudah merupakan bagian integral dari masyarakat

modern, dan dapat dikatakan tidak ada satupun negara di dunia berhendak

melindungi tindak pidana pada umumnya dan pada khususnya, tindak pidana

narkotika sehingga luput dari jangkauan hukum.1

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, golongan-golongan psikotropika dari Golongan I, II dan III seperti

yang telah tercantum dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997

tentang Psikotropika sudah dialihkan menjadi Narkotika Golongan I seperti yang

tertera pada Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 dan Lampiran

tentang macam-macam Psikotropika Golongan I, II dan III dalam Undang-

1
Romli Atmasasmita, Tindak Pidana Narkotika Transnasional Dalam Sistem Hukum Pidana
Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997 hlm. 1-3.

1
Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika telah dihapus dan dinyatakan

tidak berlaku.

Begitu maraknya penggunaan narkotika di Indonesia merupakan salah satu

masalah yang harus ditanggulangi oleh masyarakat dan juga pemerintah demi

terbentuknya masyarakat yang sehat dan mampu membangun bangsa lebih baik.

Salah satu jenis narkotika yang marak digunakan kalangan remaja adalah

Tembakau Gorila. Tembakau Gorila adalah ganja sintetis sebab mengandung

tetrahydrocannabibol (THC) seperti tanaman ganja. Ganja sintetis merupakan zat

yang berbahaya bagi tubuh dan sangat adiktif sehingga dapat menyebabkan

ketergantungan. Efek-efek yang dapat dirasakan oleh pengguna dari ganja sintetis

antara lain:

1. Halusinasi

2. Rasa kaku sekujur tubuh sementara

3. Ketakutan atau curiga berlebihan

4. Perasaan senang berlebihan

5. Koma hingga kematian.2

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada

Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa: “Narkotika adalah zat atau obat yang berasal

dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang dapat

menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurai

sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang

dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-


2
Doni Weno Saputro,”Penyalahgunaan Tembakau Gorilla menurut tinjauan Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Hukum Pidana Islam”, diakses dari
http://digilib.uinsby.ac.id/15577/ tanggal 18 oktober 2020 jam18:32 WIB, hlm. 2.

2
undang tersebut”. Tembakau gorila sudah masuk golongan narkotika sejak Januari

2017 seperti yang tertera dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor

2 tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika dan telah diperbaharui

dalam Permenkes Nomor 5 Tahun 2020. Tembakau Gorila ini memiliki

kandungan zat AB-CHMINACA yang merupakan kandungan zat yang termasuk

dalam Golongan I angka 86. Menurut Permenkes Nomor 5 Tahun 2020 tersebut

bahwa narkotika golongan I hanya digunakan untuk bahan penelitian yang

bertujuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi yang

sangat besar menyebabkan ketergantungan terhadap pemakainya.

Penyalahgunaan narkotika jenis tembakau gorila ini sering dilakukan oleh

masyarakat yang memiliki perekonomian menengah kebawah. Tembakau gorila

merupakan narkotika dengan harga jual yang rendah, sehingga masyarakat

menengah kebawah lebih memilih menggunakan narkotika ini karena harganya

yang terjangkau, selain itu banyak dari kalangan remaja baik dari yang duduk di

bangku SMA hingga mahasiswa juga banyak menggunakan tembakau gorila

dengan alasan bahwa kehidupan mereka yang tidak begitu harmonis dalam

keluarga mereka dan adapula yang beralasan tekanan tugas yang begitu banyak

sehingga menyebabkan mahasiswa tersebut menggunakan narkotika ini.

Contoh kasus pertama dari tindak pidana penyalahgunaan narkotika jenis

tembakau gorila ini yaitu kasus yang terjadi pada tahun 2020 dimana terdakwa

bernama Danang Adi Prasetiyo yang telah terbukti secara sah melakukan tindak

pidana “Tanpa Hak atau Melawan Hukum Menawarkan Untuk Dijual, Menjual,

Membeli dan Menyerahkan Narkotika Golongan 1 Bukan Tanaman Melebihi 5

3
(lima) Gram” yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 114 ayat (2) Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo.

Permenkes Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2019 tentang Perubahan

Penggolongan Narkotika, dimana hakim yang menangani kasus tersebut

menjatuhkan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dengan barang bukti berupa

beberapa paket tembakau gorila yang dibalut kain berwarna emas dengan berat

melebihi 5 (lima) gram yang siap untuk diedarkan. Terdakwa ditangkap oleh

petugas Ditresnarkoba Polda DIY di depan kantor JNE Jalan Gambiran Nomor 26

Pandeyan, Umbulharjo, Yogyakarta saat akan melakukan transaksi jual beli

tembakau gorila.

Contoh Kasus Kedua juga terjadi pada tahun 2020, dengan terdakwa

bernama Kurnia Divananda yang terbukti secara sah melakukan tindak pidana

“Tanpa Hak atau Melawan Hukum Menawarkan Untuk Dijual, Menjual, Membeli

dan Menyerahkan Narkotika Golongan 1” yang diatur dan diancam pidana dalam

Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika Jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang RI nomor 35 tahun 2009

tentang Narkotika Jo. Permenkes Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2020

tentang Perubahan Penggolongan Narkotika, dimana hakim yang menangani

kasus tersebut menjatuhkan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dengan barang

bukti berupa beberapa paket tembakau gorila dengan berat 23,45 gram yang juga

siap untuk diedarkan. Terdakwa ditangkap oleh petugas Ditresnarkoba Polda DIY

di jalan Prambanan-Manisrenggo, saat dilakukan penggeledahan terhadap

terdakwa dan ditemukan barang bukti tersebut.

4
Penyalahgunaan narkotika jenis tembakau gorila ini merupakan sesuatu

yang harus ditangani lebih lanjut, masyarakat harus ikut berperan dalam

mencegah dan memberantas peredaran dan penggunaan dari tembakau gorila

tersebut. Perlunya penegakan supremasi hukum kepada para pengguna narkotika

dengan mengingat tingginya bahaya yang ditimbulkan karena penyalahgunaan

narkotika jenis ini, maka perlunya sanksi yang sangat tegas atau hukuman yang

seberat-beratnya dan tidak pandang bulu terhadap pengedar narkotika ini,

hukuman penjara bahkan hukuman mati diperlukan untuk memberikan efek jera

bagi para pengedar lain untuk berhenti menjual narkotika yang dapat

menyebabkan hancurnya masa depan bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan sebelumnya,

maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan

narkotika golongan I dalam tembakau gorila di Kota Yogyakarta?

2. Bagaimana perbandingan pertimbangan hakim terhadap penyalahgunaan

narkotika golongan I dalam tembakau gorila dalam perkara Nomor

221/Pid.Sus/2020/PN.Yyk dengan perkara Nomor

124/Pid.Sus/2020/PN.Yyk?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan Objektif:

5
1. Untuk mengetahui penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan

narkotika golongan I dalam tembakau gorila di Kota Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui dan mengkaji pertimbangan hakim dalam

menetapkan pemidanaan perkara tindak pidana penyalahgunaan

narkotika golongan I dalam tembakau gorila.

Tujuan Subyektif:

Untuk memperoleh gelar sarjana strata 1 (S1) ilmu hukum di Fakultas

Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

D. Manfaat Penulisan

Penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi yang saling berkaitan, yaitu dari

segi teoritis dan segi praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat:

1. Manfaat Teoritis:

a. Bahwa dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu hukum khususnya

dalam penegakan hukum pidana penyalahgunaan narkotika jenis

tembakau gorila.

b. Menambah literatur dan bahan informasi ilmiah yang dapat

digunakan untuk melakukan kajian dan penelitian selanjutnya yang

terkait dengan penegakan hukum pidana penyalahgunaan narkotika

jenis tembakau gorila.

2. Manfaat Praktis:

6
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan serta

pemahaman bagi masyarakat umum terkait permasalahan yang timbul

akibat tindak pidana penyalahgunaan narkotika jenis tembakau gorila.

E. Tinjauan Pustaka

1. Definisi Narkotika

Definisi narkotika menurut Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun

2009, narkotika merupakan suatu obat atau zat yang bersumber dari

tanaman atau bukan tanaman, baik itu merupakan sintetis maupun semi

sintetis yang dimana penggunanya dapat mengalami perubahan atau

penurunan kesadaran, mengalami mati rasa, dapat menghilangkan rasa

nyeri dan menyebabkan ketergantungan. Pengaruh yang dimaksud yaitu

hilangnya rasa sakit, timbulnya halusinasi, dan rangsangan semangat.

Sifat-sifat tersebut dalam dunia medis dimanfaatkan untuk pengobatan

dan kepentingan manusia di bidang pembedahan, dimana dapat

menghilangkan rasa sakit dan lain-lain.3

Narkotika adalah bahan obat yang memiliki efek kerja yang pada

umumnya bersifat dapat membius atau menurunkan tingkat kesadaran

bagi penggunanya, dapat merangsang penggunanya seperti

meningkatkan semangat aktivitas (dapat dikatakan sebagai dopping),

dapat menyebabkan penggunanya ketagihan atau terikat untuk selalu

menggunakannya, dan dapat menyebabkan halusinasi atau berkhayal.4


3
Hariyanto, B. P. 2018. Pencegahan Dan Pemberantasan Peredaran Narkoba Di Indonesia. Jurnal
Daulat Hukum, 1(1), hlm. 204.
4
Alifia, U. 2020. Apa Itu Narkotika dan Napza?. Alprin, hlm. 5.

7
Narkotika dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu narkotika

dalam arti luas dan narkotika dalam arti sempit.

Dalam arti luas, narkotika bersifat sintetis (buatan) dan alami, yang

merupakan bahan obat-obatan yang berasal dari golongan obat-obat

perangsang, penenang, dan pemicu khayalan. Sedangkan dalam arti

sempit, narkotika adalah bahan atau zat yang sifatnya alami, seperti

opiaten, cocaine, dan ganja.5

Narkotika digolongkan menjadi 3 kelompok golongan, yaitu

Narkotika Golongan I, Narkotika Golongan II, dan Narkotika Golongan

III. Narkotika Golongan I merupakan narkotika dengan zat yang paling

berbahaya, daya adiktifnya yang sangat tinggi dan biasanya digunakan

untuk penelitian dan ilmu pengetahuan, contoh dari narkotika golongan I

ini adalah ganja, morfin, kokain, heroin, dan opium. Narkotika Golongan

II merupakan narkotika dengan daya adiktif yang kuat, akan tetapi

sangat bermanfaat untuk penelitian dan juga pengobatan. Contoh dari

Narkotika Golongan II ini adalah benzetidin, betametadol, dan petidin.

Narkotika Golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif

yang ringan dan juga bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.

Contoh dari Narkotika Golongan III ini yaitu kodein dan turunannya.6

2. Tindak Pidana Narkotika

Pengertian tindak pidana yang banyak dikemukakan oleh banyak

ahli hukum dimana hal tersebut dibagi menjadi dua pandangan,

5
Ibid., hlm. 6.
6
Hariyanto, B. P., Loc. Cit.

8
pandangan pertama yaitu pandangan monistis, pandangan monistis tidak

menyisihkan antara criminal responsibility dan criminal act, sedangkan

pandangan yang kedua yaitu pandangan dualistis, pada pandangan

dualistis, criminal responsibility dan criminal act cenderung dipisahkan.7

Pada sistem hukum Indonesia, penyalahgunaan narkotika

merupakan sebuah kejahatan di bidang narkotika yang mana hal ini

diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Tindak pidana narkotika dinilai sebagai sebuah bentuk kejahatan yang

dapat mengakibatkan hal yang serius bagi masa depan Indonesia,

terutama dapat merusak kehidupan generasi muda. Pada Pasal 127 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, setiap orang yang

menggunakan narkotika bagi diri sendiri dengan melawan hukum pada

Narkotika Golongan I dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama

4 (empat) tahun, pada Narkotika Golongan II setiap orang yang

menggunakan narkotika bagi diri sendiri dengan melawan hukum dapat

dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun, sedangkan

setiap orang yang menggunakan narkotika bagi diri sendiri dengan

melawan hukum pada Narkotika Golongan III dapat dipidana dengan

pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.8

Undang-Undang tidak memuat apa yang dimaksud dengan

“Pengguna Narkotika” sebagai subjek (orang), melainkan digunakan

sebagai kata kerja, jika dihubungkan dengan pengertian Narkotika


7
Muladi dan Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Kencana, Jakarta, 2010,
hlm. 63- 65.
8
Soedjono. D, 1987. Hukum Narkotika Indonesia. Penerbit Alumni. Bandung, hlm. 14.

9
seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2009, pengguna narkotika merupakan orang yang memakai

obat ataupun zat yang berasal dari tanaman, baik tanaman tersebut

sintesis maupun tanaman semi sintesis yang penggunaannya dapat

menimbulkan hilangnya rasa nyeri dan menyebabkan ketergantungan

yang dibagi menjadi beberapa golongan sebagaimana yang dilampirkan

dalam Undang-Undang ini. Istilah “Pengguna Narkotika” dipakai untuk

memberikan kemudahan dalam penyebutan untuk orang yang memakai

narkotika serta untuk memberikan perbedaannya dengan produsen,

penyalur, penanam, kurir, maupun pengedar narkotika.9

Tindak pidana narkotika telah diatur dalam Pasal 111 hingga Pasal

148 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Menurut

Moh. Taufik Makaro, bentuk-bentuk dari tindak pidana narkotika yang

secara umum dikenal antara lain10:

1) Penyalahgunaan/melebihi dosis

Hal ini terjadi karena disebabkan oleh banyak hal, diantaranya

yaitu:

1. Meredakan rasa frustasi

2. Ingin coba-coba atau sekedar iseng

3. Mengikuti permintaan teman dan tata pergaulan

lingkungan

9
Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988
sebagaimana diratifikasi dengan UU No. 7 Tahun 1997 menggunakan istilah pemakaian untuk
kepentingan sendiri.
10
Moh. Taufik Makoro, Tindak Pidana Narkotika, Jakarta: Ghalia Indonesia,2005, hlm. 44.

10
4. Ingin mendapatkan pengalaman-pengalaman emosional

dan melepaskan diri dari rasa kesepian.

2) Pengedaran Narkotika

Hal yang berhubungan dengan peredaran narkotika secara

ilegal, baik secara nasional maupun internasional

3) Jual Beli Narkotika

4) Dilandasi dengan keinginan untuk mencari keuntungan secara

materiil, dan juga ada karena motivasi untuk kepuasan semata.

3. PertanggungJawaban Pidana

Menurut Chairul Huda, “pertanggungjawaban pidana adalah

pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang

dilakukannya”.11 Maksudnya, yang harus dipertanggungjawabkan oleh

seseorang adalah tindak pidana yang dilakukannya, oleh karena itu,

suatu pertanggungjawaban pidana terjadi karena telah terjadinya suatu

tindak pidana oleh seseorang, karena seseorang tidak mungkin diminta

pertanggungjawaban pidana apabila seseorang tersebut tidak melakukan

sebuah tindak pidana. Pertanggungjawaban pidana sejatinya merupakan

suatu mekanisme yang dibentuk oleh hukum pidana dalam menanggapi

suatu pelanggaran atas kesepakatan menolak suatu perbuatan tertentu.

Suatu bentuk larangan dengan ancaman pidana atas suatu perbuatan

merupakan salah satu bentuk dari penolakan masyarakat terhadap


11
Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Cetakan ke-4, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2011), hlm. 70.

11
perbuatan tersebut. Hal ini menjadi suatu kesimpulan bahwa masyarakat

mencela perbuatan tersebut dan barangsiapa yang melakukan perbuatan

tersebut maka akan dicela pula. Mempertanggungjawabkan seseorang

dalam hukum pidana adalah “meneruskan celaan yang secara objektif

ada pada perbuatan pidana secara subjektif terhadap pembuatnya”.12

Andi Zainal Abidin menyatakan bahwa umumnya negara-negara

civil law maupun common law menyimpulkan pertanggungjawaban

pidana disimpulkan secara negatif. Berarti dalam hukum pidana

Indonesia, dalam civil law system, undang-undang menyimpulkan

bahwa suatu tindakan dapat tidak dipertanggungjawabkan dengan suatu

keadaan-keadaan tertentu.13 Dengan demikian yang diatur dalam

undang-undang (keadaan-keadaan yang dapat tidak

dipertanggungjawabkan) menjadi sebuah alasan penghapus kesalahan,

berbeda dengan praktek peradilan pada negara-negara common law,

karena diterimanya berbagai “alasan umum pembelaan ataupun alasan

umum peniadaan pertanggungjawaban”.14

Konsep dari pertanggungjawaban pidana merupakan suatu syarat

untuk mengenakan pidana kepada seseorang yang melakukan tindak

pidana. Menurut Galligan, “jika syarat-syarat ini diabaikan dan tidak

tampaknya suatu keadaan kriminal yang menunjukan pembuat dapat

12
Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana; Dua Pengertian Dasar
dalam Hukum Pidana, (Jakarta: Aksara Baru, 1983), hlm. 13.
13
Andi Zainal Abidin, Hukum Pidana I, (Jakarta: Sinar Grafika, 1983), hlm. 260.
14
Chairul Huda, Op. Cit., hlm. 61.

12
dicela, maka hukum dan institusnya sudah gagala menjalani

fungsinya”.15

Moeljatno berpandangan bahwa suatu teknik bagi hakim untuk

menjatuhkan pidana kepada seorang terpidana yaitu apabila suatu

perbuatan tersebut tidak terbukti, maka bunyi putusan tersebut adalah

bebas, akan tetapi apabila ia terbukti melakukan suatu tindak pidana

dengan memenuhi seluruh unsur-unsur tindak pidana, pembuat tidak

langsung dipidana, jika perbuatannya tersebut tidak mampu untuk

dipertanggungjawabkan oleh pembuat atau dinyatakan tidak lalai atau

tidak bersalah, ataupun ada alasan-alasan pemaaf lainnya, maka ia lepas

dari segala tuntutan hukum.16

Menurut Barda Nawawi Arief dalam hubungannya dengan masalah

pertanggungjawaban pidana, beliau menyatakan: “untuk

pertanggungjawaban pidana harus jelas siapa dulu yang harus

mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut, dan ini harus dipastikan

pula siapa yang dinyatakan sebagai pembuat dari suatu tindak pidana

tertentu. Masalah ini menyangkut subjek tindak pidana yang umumnya

telah dirumuskan oleh yang membuat undang-undang dari tindak pidana

yang bersangkutan. Dalam kenyataannya untuk memutuskan siapa yang

menjadi pembuat tidaklah mudah, selanjutnya apabila pembuat telah

ditentukan, bagaimana dengan pertanggungjawaban pidananya? Artinya

pengertian dari subjek tindak pidana mencakup dua hal, yang pertama
15
D.J. Galligan, Due Process and Fair Procedures; Astudy of Administrative Prosedures, (Oxford:
Clarendo Press, 1996), hlm. 5.
16
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 165.

13
siapa yang melakukan tindak pidana dan yang kedua siapa yang dapat

dipertanggungjawabkan. Pada umumnya yang dapat

dipertanggungjawabkan perbuatannya adalah si pembuat, akan tetapi

tidak selalu seperti itu. Masalah ini juga mencakup tentang sistem atau

cara yang ditempuh oleh yang membuat undang-undang tersebut”.17

4. Pertimbangan Hakim

Hakim wajib untuk mengutamakan nilai-nilai dan rasa keadilan

dalam menerapkan hukum positif, sehingga apabila hakim menghasilkan

sebuah putusan dapat diterima oleh para pihak, oleh karena itu hakim

seharusnya dalam menjatuhkan suatu pidana harus dalam rangka demi

tercapainya keadilan, kebenaran dan kepastian hukum bagi seseorang.18

Sebelum menjatuhkan pidana, hakim wajib untuk memperhatikan

dua aspek penting yaitu hal-hal yang memberatkan dan meringankan

pidana. Faktor-faktor yang dapat disebut meringankan pidana salah

satunya terdapat dari sikap terdakwa terhadap persidangan seperti sopan,

dan mencerminkan sifat yang baik, sedangkan untuk faktor-faktor

pemberat pidananya juga berasal dari sifat terdakwa tersebut yaitu tidak

mencerminkan tabiat yang baik di persidangan. Acuan dari

pertimbangan hakim dapat kita lihat pada Undang-Undang Nomor 4

Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, pada Pasal 5 ayat (1) yang

17
Barda Nawawi Arief, ”Masalah Pemidanaan sehubungan Perkembangan Delik-delik Khusus
dalam Masyarakat Modern”, Kertas Kerja, pada Seminar Perkembangan Delik-delik Khusus
dalam Masyarakat yang mengalami Modernisasi BPHN-FH UNAIR Surabaya, Tanggal 25-27
Februari 1980 (Bandung : Bina Cipta, 1982), hlm. 105-107.
18
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar grafika, Jakarta, 2004, hlm 33

14
berisi tentang wajibnya seorang hakim dan hakim konstitusi untuk

menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan keadilan

dalam masyarakat, begitu juga pada Pasal 8 ayat (2) yang berisi bahwa

hakim wajib memperhatikan sifat baik dan jahat dari terdakwa untuk

mempertimbangkan berat dan ringannya pidana yang akan dijatuhkan.19

Pertimbangan hakim memiliki dua sifat, yaitu bersifat yuridis dan

non yuridis. Pertimbangan hakim yang bersifat yuridis yaitu

pertimbangan yang berdasarkan fakta-fakta yuridis yang telah diungkap

didalam persidangan dan oleh Undang-Undang harus dimuat didalam

putusan, sedangkan untuk pertimbangan non yuridis hakim

mempertimbangkan dari beberapa aspek, diantaranya adalah latar

belakang perbuatan terdakwa, akibat perbuatan terdakwa, kondisi

terdakwa, keadaan sosial ekonomi terdakwa, dan faktor agama

terdakwa.20 Dari latar belakang perbuatan terdakwa hakim harus

memperhatikan keinginan dan dorongan yang menyebabkan seorang

terdakwa melakukan suatu tindak pidana. Misalnya dari keadaan

ekonomi, seorang terdakwa terdorong karena kemiskinan, kesengsaraan,

kekurangan ekonomi yang menyebabkan keterpaksaan dari seorang

terdakwa untuk melakukan tindak pidana kriminal, karena orang miskin

kesusahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga bagi yang

lemah imannya akan sangat mudah untuk terbujuk melakukan

19
Nurhafifah, N., & Rahmiati, R. (2015). Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Pidana Terkait
Hal yang Memberatkan Dan Meringankan Putusan. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 17(2), hlm. 346.
20
Ibid., hlm. 347.

15
kejahatan.21 Latar belakang selanjutnya yaitu dari akibat perbuatan

terdakwa, karena suatu tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa

tentunya merugikan pihak lain dan masyarakat luas, sehingga hakim

wajib untuk mempertimbangkan hal tersebut.22 Faktor selanjutnya yaitu

dari kondisi terdakwa, kondisi disini maksudnya adalah dilihat dari

aspek umur, keadaan fisik, tingkat kedewasaan, dan keadaan psikis dari

terdakwa, apakah terdakwa mendapatkan ancaman atau dorongan dari

pihak luar untuk melakukan suatu tindak pidana kriminal. 23 Terakhir

yaitu faktor agama, setiap putusan selalu diawali dengan kalimat “DEMI

KEADILAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, kalimat tersebut

bukan hanya sebagai kepala sebuah putusan, melainkan juga harus

tertanam dalam diri seorang hakim bahwa dalam memutus suatu perkara

semata-mata hanya demi keadilan berdasarkan ketuhanan, berarti apabila

hakim membuat suatu putusan dengan berdasarkan ketuhanan, maka

hakim tersebut harus terikat pula dengan ajaran-ajaran agama.

Keterikatan hakim pada ajaran agama tidak hanya semata-mata

memberikan kata “Ketuhanan” pada kepala putusan, akan tetapi menjadi

landasan sebuah tindakan, khususnya dalam memberikan pemidanaan

kepada terdakwa dengan seadil-adilnya, meskipun faktor agama tidak

dimasukkan kedalam pertimbangan yang bersifat yuridis, tidak berarti

bahwa kita dapat memisahkan agama dengan hukum.24

21
Ibid., hlm. 352.
22
Ibid.
23
Rusli Muhammad, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2006, hlm. 139.
24
Ibid., hlm. 142-143.

16
F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan

kasus yaitu penelitian yang meneliti tentang teori, asas-asas, doktrin,

peraturan perundangan, dan putusan pengadilan yang berkaitan dengan

persoalan keharusan adanya kerugian dalam tindak pidana penyalahgunaan

narkotika jenis tembakau gorila yang kemudian dilakukan perbandingan

analisis terhadap dua putusan hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta.

2. Sumber Data

Bahan hukum ini terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan pustaka yang meliputi peraturan

perundang-undangan dan putusan hakim, yang terdiri dari:

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

5. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 5 Tahun 2020

tentang Perubahan Penggolongan Narkotika

6. Putusan Hakim Perkara Nomor: 221/Pid.Sus/2020/PN.Yyk di

Pengadilan Negeri Yogyakarta.

17
7. Putusan Hakim Perkara Nomor: 124/Pid.Sus/2020/PN.Yyk di

Pengadilan Negeri Yogyakarta.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan yang teori, pendapat hukum

yang terkait dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika jenis

tembakau gorila yang diambil dari buku-buku hukum, jurnal-jurnal

hukum, doktrin dan pendapat ahli hukum, hasil penelitian atau literatur

lainnya yang terkait dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika

jenis tembakau gorila.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier dalam penelitian ini untuk menjelaskan definisi

dan pengertian yang diambil dari kamus hukum dan ensiklopedia.

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

a. Studi Pustaka

Penelitian Kepustakaan yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan

menggunakan literatur (kepustakaan) baik berupa buku, catatan maupun

laporan hasil penelitian dari suatu penelitian terdahulu.25

Dalam penelitian ini pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan

studi kepustakaan, yakni dengan membaca dan melakukan penelurusan

sumber melalui jurnal, buku, peraturan perundang-undangan, dan

25
M Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodelogi Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002,
hlm. 11.

18
putusan hakim sebagai bahan penelitian yang berkaitan dengan tindak

pidana penyalahgunaan narkotika jenis tembakau gorila.

b. Wawancara dengan narasumber

Dalam penelitian ini untuk menambahkan bahan hukum penelitian

dilakukan dengan mencari pendapat hukum dari narasumber. Adapun

narasumber yang akan diwawancarai adalah:

Ketua Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta.

4. Tempat Pengambilan Bahan Hukum

Bahan bahan hukum yang berupa dokumen hukum akan diambil di:

a. Kantor Pengadilan Negeri Yogyakarta

b. Perpustakaan penunjang penelitian

c. Website terkait dengan penelitian

5. Analisis Hukum

Metode analisis pada penelitian ini akan melakukan secara deskriptif

yaitu dengan menyusun bahan hukum secara sistematis dan membangun

argumentasi untuk memberikan penjelasan dan pemaparan terkait dengan

persoalan penyalahgunaan narkotika jenis tembakau gorila yang kemudian

dilakukan analisis putusan hakim dalam perkara pidana penyalahgunaan

narkotika jenis tembakau gorila di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Dalam

penelitian ini analisis akan dilakukan dengan pendekatan kasus. Pendekatan

19
kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang

berkaitan dengan materi penelitian yang telah diputus oleh pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pendekatan kasus ini mengkaji

pertimbangan dari hakim dalam memutus suatu perkara. Kasus yang akan

ditelaah dalam penelitian ini adalah putusan hakim di Pengadilan Negeri

Yogyakarta. Pertimbangan hakim dalam putusan tersebut akan diteliti lebih

jauh dalam rangka mendapatkan analisis yang akurat terkait dengan

persoalan penelitian ini.

G. Sistematika Pembahasan

Skripsi saya disusun menjadi lima pembahasan, diantaranya bab

satu dengan bab lainnya memiliki benang merah serta dalam kesatuan

maka dari itu terdapat tujuan yaitu kesimpulan.

Bab I berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian.

Bab II berisi tentang teori yang berkaitan dengan tindak pidana

penyalahgunaan narkotika golongan I dalam tembakau gorila. Meliputi

diantaranya tinjauan umum tindak pidana, tindak pidana penyalahgunaan

narkotika dan sanksi pidana dan pemidanaan penyalahgunaan narkotika

golongan I dalam tembakau gorila.

Bab III berisi tentang Kebijakan pertimbangan hakim dalam

penjatuhan putusan pidana, meliputi pengertian pertimbangan hakim,

20
jenis-jenis putusan hakim, peran hakim dalam pemidanaan, dan

kemandirian hakim dan faktor yang mempengaruhi hakim.

BAB IV berisi tentang hasil penelitian dan analisis data yang

diperoleh dari hasil penelitian. Meliputi penegakan hukum pidana terhadap

penyalahgunaan narkotika golongan I dalam tembakau gorila, dan

pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan tindak pidana

penyalahgunaan narkotika jenis tembakau gorila di Kota Yogyakarta.

BAB V berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

dan analisis. Kesimpulan menjelaskan inti dari analisis hasil penelitian

yang terdapat di bab 4 serta memuat saran yang kaitannya berhubungan

dengan analisis hasil penelitian. Dilanjutkan setelah saran disertai

lampiran yang dianggap perlu dalam menunjang kelengkapan serta untuk

menyempurnakan skripsi saya.

BAB II

TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA GOLONGAN I

DALAM TEMBAKAU GORILA

A. Tinjauan Umum Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Permasalahan utama dalam hukum pidana yaitu bertumpu pada apa yang

disebut dengan tindak pidana (perbuatan pidana, delik, strafbaarfeit, criminal act),

masalah pidana dan pemidanaan, dan pertanggung jawaban pidana (criminal

21
responsibility). Tindak pidana merupakan istilah yang berkaitan erat dengan

masalah kriminalisasi (criminal policy) yang didefinisikan sebagai tahapan

perbuatan seseorang yang dari awalnya bukan suatu tindak pidana menjadi tindak

pidana, tahapan ini merupakan masalah perumusan perbuatan-perbuatan yang

terletak di luar diri seseorang.26

Tindak pidana merupakan istilah yang digunakan untuk terjemah dari kata

strafbaar feit atau delict. Strafbaar feit terdiri dari tiga kata, “straf” yang artinya

pidana, “baar” yang artinya boleh atau dapat dan “feit” yang artinya perbuatan.

Hubungannya dengan istilah stratbaar feit secara keseluruhannya, ternyata straf

juga diartikan sebagai kata hukum, dan sudah umum bahwa hukum merupakan

terjemahan dari kata recht, dan dapat disimpulkan arti dari kata straf memiliki arti

yang sama dengan recht. Kata “baar” memiliki dua istilah yang dipakai yaitu

dapat dan boleh, sedangkan untuk kata “feit” terdapat empat pengertian yaitu

perbuatan, pelanggaran, peristiwa, dan tindak.27

Para pakar asing hukum pidana memakai sebutan “Peristiwa Pidana”, “Tindak

Pidana”, atau “Perbuatan Pidana” dengan sebutan:

1. Strafbaar Feit yang artinya peristiwa pidana;

2. Criminal act diartikan dengan sebutan ‘Perbuatan Kriminal’; dan

3. Strafbare Handlung diartikan dengan ‘Perbuatan Pidana’, yang dipakai

oleh semua Sarjana Hukum Pidana Jerman.

26
Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, Hukum Pidana, Malang: Setara Press, 2016, hlm.57.
27
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, hlm.69.

22
Jadi, strafbaar feit yaitu perbuatan atau peristiwa yang dapat dipidana.

Sedangkan berdasarkan beberapa ahli hukum, tindak pidana (strafbaar feit)

adalah:

a) Menurut Moeljatno tindak pidana merupakan sebuah perbuatan yang

diancam dan dilarang dengan pidana bagi yang melanggar hukum.28

b) Menurut Indiyanto Seno Adji tindak pidana merupakan perbuatan yang

dilakukan oleh seseorang dengan ancaman pidana, yang perbuatannya

memiliki sifat melawan hukum, terdapat sebuah kesalahan oleh pelakunya

yang perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan.29

c) Menurut Pompe, “strafbaar feit” secara teori dapat dirumuskan menjadi

sebuah pelanggaran norma yang dilakukan oleh pelaku dengan sengaja

maupun tidak sengaja yang dimana dijatuhkannya hukuman kepada pelaku

tersebut merupakan demi terjaganya tertib hukum dan menjamin

kepentingan hukum.30

d) Menurut Van Hamel, strafbaar feit merupakan kekuatan seseorang yang

lalu dirumuskan kedalam undang-undang, yang memiliki sifat melawan

hukum, dilakukan dengan bukti kesalahan dan harus dipidana.

e) Menurut E. Utrecht, strafbaar feit adalah sebutan peristiwa pidana yang

juga disebutnya dengan delik, karena peristiwa tersebut merupakan sebuah

perilaku handelen atau doen positif atau suatu melalaikan natalen-negatif,

28
S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya di Indonesia Cetakan Ke-2, Alumni
AHAEM PTHAEM, Jakarta, 1998, hlm.208.
29
Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Hukum Pidana, (Jakarta: Kantor Pengacara dan Konsultasi
Hukum “Prof. Oemar Seno Adji & Rekan, 2002), hlm.155.
30
Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Refika Aditama,
2014), hlm.97.

23
maupun akibatnya (keadaan yang terjadi dikarenakan perbuatan

tersebut).31

f) Menurut Vos merupakan salah satu diantara beberapa ahli yang

mengartikan tindak pidana secara singkat, yakni sebuah perbuatan

manusia yang diberi pidana oleh peraturan perundang-undangan.32

g) Diantara beberapa definisi tersebut yang paling lengkap yaitu definsi dari

Simons yang mengartikan tindak pidana sebagai berikut:

“Tindak pidana yaitu sebuah kelakukan manusia yang melawan

hukum, yang perbuatannya dapat diancam pidana dan

dipertanggung jawabkan perbuatannya dan dapat dipersalahkan

pada si pembuat”.

Berdasarkan definisi di atas, ada syarat-syarat agar suatu perbuatan tersebut

dapat dikatakan sebagai perbuatan tindak pidana, syarat-syarat tersebut yaitu:

a. Harus ada perilaku atau suatu perbuatan yang dilakukan oleh

seseorang;

b. Perbuatan yang dilakukan seseorang tersebut melawan hukum;

c. Perbuatan tersebut diancam dengan pidana dan dilarang oleh

undang-undang;

d. Perbuatan tersebut dilakukan oleh seseorang dapat

dipertanggungjawabkan; dan

31
Ibid, hlm. 98.
32
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana Edisi Revisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 97.

24
e. Perbuatan yang dilakukan oleh seseorang tersebut dapat

dipertanggungjawabkan.33

Tindak pidana pada hakikatnya mengacu pada perbuatan atau perilaku

seseorang yang tidak diperbolehkan dalam undang-undang. Tindak pidana khusus

menitik beratkan pada permasalahan legalitas atau sesuatu yang diatur dalam

undang-undang. Tindak pidana khusus mengacu pada norma hukum atau legal

norm, sesuatu yang diatur dalam perundang-undangan dan tidak masuk dalam

pembahasan. Tindak pidana khusus ini ditetapkan di undang-undang di luar

hukum pidana umum.34

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Setelah memahami definisi dari tindak pidana yang lebih mendalam, maka

dalam tindak pidana itu termuat unsur-unsur dari tindak pidana. Pada dasarnya,

setiap perilaku atau perbuatan pidana harus berasal dari fakta oleh perbuatan,

memuat akibat yang diakibatkan karenanya. Keduanya mendatangkan kejadian

dalam alam lahir (dunia).

Unsur-unsur tindak pidana yakni:

a. Unsur Objektif

Unsur yang berasal dari luar si pelaku. Unsur-unsur yang berhubungan

dengan keadaan, yaitu tindakan si pelaku dalam keadaannya yang

hanya dilakukan terdiri dari:

33
Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, Op. Cit. hlm. 60.
34
Nandang Alamsah D dan Sigit Suseno, Modul 1 Pengertian dan Ruang Lingkup Tindak Pidana
Khusus, hlm. 7.

25
1) Sifat melawan hukum;

2) Kualitas dari si pelaku;

3) Kausalitas.

b. Unsur Subjektif

Unsur yang melekat dan berasal dari diri si pelaku, atau sesuatu yang

disambungkan dengan diri si pelaku dan tertanam didalamnya segala

sesuatu yang ada di dalam benak si pelaku.

Unsur ini terdiri dari:

1) Sengaja dan ketidak sengajaan (dolus atau culpa)

2) Inti dari suatu percobaan, seperti yang sudah tercantum dalam

pasal 53 ayat (1) KUHP.

3) Berbagai bentuk maksud seperti yang telah ada dalam kejahatan-

kejahatan pemerasan, pencurian, penipuan, dan lain-lain.

4) Merencanakan terlebih dahulu, seperti yang telah ditentukan dalam

pasal 340 KUHP, yakni pembunuhan yang sudah direncanakan

terlebih dahulu.

5) Perasaan takut seperti yang dimuat dalam pasal 308 KUHP.35

Menurut Simons, strafbaar feit (unsur-unsur tindak pidana) yaitu:36

1. Perilaku manusia (positive atau negative, berbuat atau tidak atau

membiarkan);

2. Diancam dengan pidana (statbaar gesteld);

3. Melawan hukum (onrechmatig); dan


35
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Edisi Revisi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 50.
36
Rahmanuddin Tomalili, Hukum Pidana, (Yogyakarta: CV. Budi Utama, 2012), hlm. 12.

26
4. Adanya kesalahan (met schuld in verband stand).

Menurut Pompe, suatu perbuatan tindak pidana harus memenuhi unsur-unsur

berikut:

a. Perilaku manusia;

b. Memenuhi rumusan dalam syarat formal; dan

c. Memiliki sifat melawan hukum.

Menurut Jonkers unsur-unsur dari suatu tindak pidana tersebut adalah:

a. Perbuatan (yang);

b. Melawan hukum (yang berkaitan dengan);

c. Kesalahan (yang diperbuat oleh seseoran yang dapat);

d. Dipertanggungjawabkan.37

3. Sanksi Pidana

a. Pengertian Sanksi Pidana

Pengertian pidana didefinisikan sebagai sanksi pidana, selain itu juga

dapat didefnisikan sebagai istilah-istilah lain seperti hukuman pidana,

pemberian pidana, penjatuhan hukuman, pemidanaan, penghukuman dan

hukuman.38 Sanksi pidana yaitu sebuah hukuman sebab akibat, sebab yakni

kasusnya dan akibat berarti hukumannya, seseorang yang terkena akibat maka

akan mendapatkan sanksi baik sanksi tersebut berupa masuk penjara maupun

terkena hukuman lain yang berasal dari pihak berwajib. Sanksi pidana adalah

suatu bentuk sanski yang memiliki sifat nestapa yang dikenakan terhadap
37
Adami Chazawi, Op. Cit. hlm.81.
38
Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 185.

27
suatu perilaku atau pelaku perbuatan pidana atau tindak pidana yang bisa

mengganggu atau memberikan ancaman bagi kepentingan hukum. Sanksi

pidana pada hakikatnya merupakan suatu jaminan untuk memperbaiki perilaku

dari pelaku kejahatan tersebut, akan tetapi tidak jarang bila sanksi pidana

dibuat untuk suatu ancaman dari keleluasaaan manusia itu sendiri.39

Sanksi pidana adalah jenis sanksi yang paling umum digunakan dalam

penjatuhan sebuah hukuman kepada seseorang yang ditetapkan bersalah

melakukan suatu perbuatan pidana. Sanksi tindakan adalah jens yang lebih

banyak tercantum diluar KUHP, meskipun didalam KUHP itu sendiri

mengatur pula bentuk-bentuknya, yaitu seperti perawatan di rumah sakit dan

dipulangkan kembali kepada orang tuanya atau walinya bagi orang yang

kurang mampu bertanggung jawab dan anak yang belum dewasa atau masih

dibawah umur.

Black’s Law Dictionary milik Henry Campbell Black memuat definisi

sanksi pidana sebagai punsihment attached to conviction at crimes such fines,

probation and sentences (suatu hukuman yang diberikan untuk memindanakan

seorang penjahat seperti contohnya pidana denda, pidana penara dan pidana

pengawasan). Menurut deskripsi definisi sanksi pidana diatas dapat ditarik

kesimpulan, bahwa pada hakikatnya sanksi pidana adalah suatu pengadaan

suatu derita pada seseorang yang dinyatakan bersalah melakukan perbuatan

kejahatan (perbuatan pidana) melalui berbagai rangkaian proses peradilan dari

kekuasaan (hukum) dengan secara khusus dikenakan untuk hal itu, yang
39
Tri Andrisman, Asas-asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia, (Bandar Lampung:
Unila, 2009), hlm. 8.

28
dengan pengenaan sanksi pidana itu dapat diharapkan bahwa orang yang

melakukan suatu tindak kejahatan tersebut tidak melakukan tindak pidana

lagi.40

b. Macam-Macam Sanksi

Berhubungan dengan berbagai macam sanksi pada hukum pidana tersebut

dapat dicermati dalam pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal

10 KUHP menyebutkan, bahwa pidana tersebut terdiri dari:

1. Pidana pokok yang terdiri dari:

a. Pidana Mati

Hukum pidana tidak pernah melarang seseorang agar dapat dihukum

mati, tetapi hukum pidana melarang siapapun dengan alasan apapun untuk

menyebabkan orang lain mati karena perbuatannya. Hukuman mati dalam

hukum pidana (KUHP) adalah sanksi yang paling tinggi yang dapat

diberikan kepada seorang pelaku dibandingkan dengan sanksi pidana yang

lain. Apabila dilihat berdasarkan rumusan-rumusan dari perbuatan dalam

KUHP, menunjukkan jika ancaman pidana mati diberikan atau ditujukan

apabila terhadap perbuatan-perbuatan yang bersifat serius dan dianggap

kejahatan berat.41

Pidana mati adalah pidana yang paling tinggi hukumannya dalam

sistem pemidanaan. Meskipun demikian, banyak negara yang memuat

dalam hukum pidananya berupa hukuman mati dengan cara eksekusi


40
Mahrus Ali, Op. Cit., hlm. 195.
41
Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, Op. Cit., hlm. 294.

29
dalam berbagai macam bentuk seperti disuntik matik, disetrum listrik,

digantung, pancung, hingga ditembak mati.42 Menurut Pasl 69 Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ataupun berdasarkan

hak tertinggi bagi manusia, pidana mati merupakan pidana paling berat

menurut hukum positif di Indonesia.43

Tujuan memberikan dan menjatuhkan pidana mati juga diberikan

arahan kepada masyarakat agar mereka takut melakukan perbuatan-

perbuatan kejam dengan ancaman hukuman mati yang akan mengancam

mereka dengan hukuman mati.44 Sisi baik dan buruk dari pidana mati ini

yaitu apabila telah dilaksanakan, maka tidak bisa diberi kesempatan lagi

untuk melakukan perbaikan, baik itu revisi ataupun jenis pidananya

maupun perbaikan dari diri terpidananya jika ternyata pemberian pidana

mati tersebut terdapat kesalahan ataupun kekeliruan, baik kelasahan bagi

orang atau pembuatnya, maupun kesalahan terhadap tindak pidana yang

menyebabkan pidana mati itu diberikan dan juga kesalahan terhadap

kesalahan si terpidana.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pidana yang

diancam dengan hukuman mati hanyalah pidana yang dianggap sangat

berat dan serius,45 seperti berikut:

42
Erdianto Effendi, Op. Cit., hlm.153.
43
Qodariah Barkah, Penerapan Pidana Mati (Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Menurut
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika), (Palembang: Noerfikri Offset, 2016),
hlm. 35.
44
Wirjono Prodjowikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama,
2009), hlm.175.
45
Rahmanuddin Tomalili, Op. Cit. hlm. 59

30
1. Pasal 104 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (makar kepada

presiden dan wakilnya);

2. Pasal 111 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (mengadu

domba negara asing agar berperang atau bermusuhan, apabila hal

itu menyebabkan peperangan atau permusuhan tersebut terjadi);

3. Pasal 124 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(membantu pihak musuh saat berperang);

4. Pasal 124 ayat bis Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (menjadi

dalang dalam huru hara);

5. Pasal 140 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (makar

kepada raja atau presiden atau kepala negara sekutu yang berakibat

kematian);

6. Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pembunuhan

yang direncanakan);

7. Pasal 365 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(pencurian dengan melakukan kekerasan yang berakibat kematian

atau luka berat);

8. Pasal 444 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (pembajakan di

laut, di sungai atau di pesisir yang mengakibatkan kematian); dan

9. Pasal 479 k ayat (2) dan pasal 479 o ayat (2) Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (kejahatan pembajakan pesawat terbang).

b. Pidana Penjara (Gevangemisstraf/imprisonment)

31
Pidana penjara adalah pidana pokok yang memiliki wujud merampas

hak kemerdekaan seseorang. Meskipun begitu, tujuan dari diberinya

hukuman tersebut adalah untuk memberikan balasan kepada perbuatan

yang telah dilakukan seseorang yang melawan hukum dengan memberikan

penderitaan terhadap terpidana tersebut dengan cara dirampas hak

kebebasannya, selain itu juga memiliki maksud lain yakni agar dapat

dibina dan dibimbing terpidana tersebut untuk kembali menjadi

masyarakat yang taat hukum dan berguna bagi masyarakat, bangsa dan

negara.46 Dalam pidana penjara terbagi tiga sistem pemenjaraan, yakni:

1. Sistem Pensylvania/Cellulaire System, pada sistem Pensylvania

terpidana dikurung dalam sel-selnya sendiri. Terpidana tidak

diizinkan untuk bertemu tamu dan juga tidak diperbolehkan untuk

melakukan kegiatan di luar sel. Kegiatan atau pekerjaan yang

diperbolehkan yaitu membaca kitab suci seperti Al-Qur’an yang

telah diberikan petugas. Sistem ini digunakan pertama kali di

Pensylvania, oleh karena itu diberi nama Sistem Pensylvania.

2. Sistem Auburn, dalam sistem juga diberi nama sistem Silent,

karena saat malam hari terpidana dimasukkan ke dalam sel-sel

mereka sendiri, lalu saat siang hari mereka dikeluarkan dari sendiri

untuk bekerja dengan narapidana lain akan tetapi tidak

diperbolehkan untuk berbicara sesama narapidana atau kepada

orang lain.

46
Zuleha, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Yogyakarta: Deepublish, 2017), hlm. 95.

32
3. Sistem English/Progressif, sistem progresif dilakukan dengan cara

bertahap. Pada tahap pertama yaitu selama tiga bulan, terpidana

memakai cellular system, terpidana dibolehkan bertemu dengan

tamu, berdiskusi dengan sesama narapidana, gotong royong dan

lain sebagainya apabila ada kemajuan. Tahap berikutnya lebih

ringan dari sebelumnya yaitu boleh menjalani pidananya di luar

tembok penjara.47

Setelah itu narapidana di penjara juga digolongkan menjadi beberapa

kelas, yaitu:

1. Kelas satu yakni orang-orang terpidana yang dikenakan hukuman

pidana penjara seumur hidup dan mereka yang sudah diberi

hukuman pidana penjara sementara.

2. Kelas dua yakni orang-orang terpidana yang dikenakan hukuman

pidana penjara kurang lebih tiga bulan yaitu jika mereka dianggap

tidak perlu untuk dimasukkan kedalam golongan orang-orang

terpidana kelas satu atau orang-orang yang dipindahkan ke dalam

golongan kelas dua dari golongan kelas satu dan tiga, mereka yang

diganti tempatnya ke golongan kelas dua dari golongan kelas tiga.

3. Kelas tiga yaitu orang-orang terpidana yang dari awal sudah masuk

ke dalam golongan kelas dua, yang pada saat masa ditahannya

menunjukkan etikat baik sehingga perlu dipindah ke golongan

kelas tiga.

47
Erdianto Effendi, Op. Cit. hlm. 147

33
4. Kelas empat yaitu orang-orang terpidana yang sudah diberikan

pidana penjara kurang dari tiga bulan.

c. Pidana Kurungan (Hechtenis)

Pidana kurungan memiliki bentuk-bentuk dari hukuman dirampasnya

kebebasan atau kemerdekaan kepada yang dihukum yakni dipisahkannya

seseorang yang dihukum tersebut dari interaksi khalayak ramai dalam

waktu tertentu yang sifat dari hukuman ini sama dengan hukuman penjara

yaitu dirampasnya kebebasan atau kemerdekaan seseorang.48

Pidana kurungan ini dianggap lebih ringan daripada hukuman pidana

penjara oleh pembentuk undang-undang dan juga merupakan

perbandingan dari kedua pidana tersebut adalah:

1. Pada pasal 12 ayat (2) KUHP, durasi hukuman penjara yaitu

sekurang-kurangnya adalah satu hari dan paling lama yaitu lima

belas tahun berturut-turut. Maksimal lima belas tahun dilewati

dalam hal gabungan tindak pidana, recidive, atau dalam hal

berlakunya pasal 52 KUHP (ayat 3 dari Pasal 12).

2. Pada pasal 19 ayat (2) KUHP, seseorang yang diberi hukuman

kurungan mendapatkan pekerjaan yang lebih ringan daripada

pekerjaan yang diberikan kepada seseorang yang diberikan pidana

penjara.

48
Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2007), hlm. 23.

34
3. Pada pasal 21 KUHP, hukuman kurungan harus dilakukan pada

daerah provinsi dimana yang dihukum bertempat tinggal.

4. Pada pasal 23 KUHP, orang yang diberi hukuman kurungan boleh

membiayai dirinya sendiri menurut peraturan yang ditetapkan oleh

undang-undang.

Peraturan dari hukuman kurungan yang sama dengan hukuman pidana

penjara yaitu:

a) Pada pasal 20 KUHP, hukuman kurungan atau penjara diberikan

tidak lebih dari sebulan oleh putusan hakim.

b) Tidak diperbolehkannya bekerja diluar tembok lapas untuk:

1) Terpidana yang dihukum seumur hidup

2) Terpidana perempuan

3) Terpidana yang telah memperoleh sertifikat dari

kedokteran

c) Berdasarkan pasal 26 KUHP, jika hakim memiliki alasan atas

keadaan permasyarakatan, maka bisa ditetapkan bahwa kepada

hukuman kurungan atau penjara tidak dilimpahkan kepadanya

pekerjaan diluar tembok lapas.

Meskipun banyak polemik dari masyarakat yang masih

mempersoalkan fungsi dari hukuman kurungan atau pidana penjara pada

jenis pidana tersebut, akan tetapi implementasinya masih dianggap

memiliki fungsi terbaik pada saat ini karena akibatnya banyak mantan

35
narapidana yang enggan untuk mengulangi kejahatannya lagi begitupun

unsur pencegahannya yang diutamakan untuk masyarakat luas.49

d. Pidana Denda

Pidana denda merupakan pidana yang telah dikenal masyarakat luas

yang bukan hanya di Indonesia akan tetapi dunia. Pidana ini telah dikenal

sejak jaman Majapahit sebagai pidana ganti kerugian. Andi Hamzah

berpendapat bahwa pidana denda merupakan pidana tertua yang lebih tua

dari pidana penjara, dan mungkin setua pidana mati.50

Pada pasal 30 ayat (2) KUHP jika pidana denda tidak bisa dibayar

maka harus dialihkan ke pidana kurungan, dengan durasi minimal satu hari

dan maksimal adalah enam bulan merujuk pada ayat (3), pada pasal 30

ayat (4) KUHP, pengganti denda tersebut dikira-kira sebagai berikut:

1) Putusan denda setengah rupiah atau kurang lebih ditetapkan satu

hari.

2) Putusan denda yang lebih dari setengah rupiah ditetapkan kurungan

bagi tiap-tiap setengah rupiah dan kelebihannya tidak lebih dari

satu hari lamanya.51

Tidak sering pidana denda diberikan pada praktek hukum saat ini.

Hakim sering memberikan pidana kurungan ataupun penjara apabila

pidana denda tersebut diancamkan sebagai jalan lain saja dalam rumusan

49
Ibid.
50
Andi Hamzah, Op. Cit. hlm. 189.
51
Zuleha, Op. Cit., hlm. 98.

36
tindak pidana yang bersangkutan, kecuali jika tindak pidana tersebut hanya

diancam pidana denda saja, yang tidak memungkinkan hakim memberikan

pidana lain selain denda.52

e. Pidana Tutupan

Pidana tutupan ini dasar hukum perumusannya dalam KUHP termuat

dalam Undang-Undang RI 1946 No.20, berita Republik Indonesia Tahun

II No.24. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) mengatakan: “dalam mengadili

seseorang yang melakukan perbuatan pidana dengan ancaman pidana

penjara, karena memiliki maksud yang bisa dimaklumi, hakim bisa

memberikan pidana tutupan. Pidana tersebut tidak boleh diberikan jika

akibat dari perbuatan tersebut sedemikian rupa, sehingga hakim berpikir

bahwa pidana penjara merupakan tempat yang tepat. Cara dan tempat

dilaksanakannya pidana tersebut sudah tercantum dalam PP 1948 No. 8.

Peraturan tersebut berisi bahwa narapidana lebih penting daripada pidana

penjara, antara lain: uang pokok, pakaian sendiri, dan lain sebagainya.53

2. Pidana Tambahan

Pidana tambahan bukanlah pidana yang dapat berdiri sendiri, melainkan

pidana yang harus ada pidana lain yang mendampinginya yaitu tindak pidana

pokok. Jenis pidana tambahan yang terdapat dalam Pasal 10 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana tersebut yaitu:54

52
Teguh Prasetyo, Op. Cit. hlm. 130.
53
Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, Op. Cit. hlm. 302
54
Tina Asmarawati, Pidana dan Pemidanaan dalam Sistem Hukum di Indonesia (Hukum
Penitensier), (Yoyakarta: Deepublish, 2015), hlm. 125.

37
a. Pencabutan hak-hak tertentu

Vos berpendapat bahwa dicabutnya hak-hak tertentu adalah sebuah pidana

dalam bidang kehormatan, hal ini tidak sama dengan pidana yang merebut hak

kemerdekaan seseorang, pencabutan hak-hak tertentu dalam dua hal:55

a) Harus berdasarkan keputusan hakim dan tidak bersifat otomatis. Ia

tidak berlaku seumur hidup, melainkan batas waktu menurut undang-

undang menurut penilaian hakim. Hak-hak yang dapat diambil kembali

disebutkan dalam pasal 35 KUHP, yakni:

1. Hak memiliki jabatan tertentu ataupun jabatan yang umum;

2. Hak memasuki angkatan militer/bersenjata;

3. Hak untuk dipilih atau memilih dalam pemilihan yang

diselenggarakan menurut aturan-aturan umum;

4. Hak untuk menjadi pengurus atau penasihat berdasarkan hukum,

hak untuk menjadi pengampu dari seseorang yang sudah bukan

dibawah umur;

5. Hak melaksanakan kekuasaan bapak yaitu menjadi pengampu dari

anak sendiri;

6. Hak untuk bekerja atas mata pencaharian tertentu.

b) Tempo dicabutnya hak oleh hakim, dalam pasal 38 KUHP telah

disebutkan tentang jangka waktu hakim melakukan pencabutan hak-

hak tertentu. Jenis tindak pidana yang dapat digugat dengan pidana

pencabutan hak-hak tertentu yaitu tindak pidana yang disebutkan

55
Andi Hamzah, Op.Cit. hlm. 211-212.

38
dalam pasal-pasal: 317, 318, 334, 347, 348, 350, 362, 363, 365, 374,

375.

b. Pidana perampasan barang-barang tertentu

Pidana perampasan adalah pidana yang bersangkutan dengan materi atau

juga dapat disebut pidana kekayaan, sama halnya seperti pidana denda. Barang

yang dapat dirampas sebagai pidana hanya dapat dilakukan oleh barang-

barang tertentu saja, tidak dapat dilakukan ke semua barang, karena undang-

undang tidak memperbolehkan untuk merampas semua kekayaan. Menurut

putusan hakim pidana yang diatur dalam Pasal 39 KUHP, terdapat 2 jenis

barang, yaitu:

a) Barang-barang milik seseorang yang melakukan kejahatan yang

diperoleh dari kejahatan atau digunakan untuk kejahatan, boleh untuk

dirampas;

b) Hukuman pidana untuk kejahatan yang dilakukan secara tidak sengaja

atau karena pelanggaran;

c) Seseorang yang bersalah yang dibawa kepada pemerintah dapat

dilakukan perampasan terhadapnya.

c. Pengumuman putusan hakim

Pidana pengumuman putusan hakim hanya bisa diberikan pada hal-hal

yang sudah ditentukan dalam undang-undang. Hal tersebut adalah suatu

publikasi ekstra dari sebuah putusan pemidanaan seseorang pada suatu

pengadilan pidana, dan memiliki maksud memberitahu kepada seluruh

39
khalayak untuk dapat lebih waspada terhadap si terhukum tersebut. Sering kali

ditentukan oleh hakim di surat kabar yang dimana dalam beberapa waktu yang

semuanya merupakan biaya dari si terhukum.56 Tata caranya telah ditentukan

pada Pasal 43 KUHP, yaitu:

a) Barang-barang yang diperoleh pada suatu kejahatan dan tidak dari

sebuah pelanggaran, misalnya uang palsu pada tindak pidana

pemalsuan uang.

b) Barang-barang yang dikenakan saat melakukan tindak pidana tersebut

yang disebut instruementa delictie, semisal sebuah pisau yang

digunakan untuk niatan membunuh seseorang.

Dapat disimpulkan bahwa sanksi yang terdapat dalam hukum pidana

merupakan pidana pokok yang disertai dengan pidana tambahan. Secara istilah

hukum pidana, pidana pokok berarti “hafd straf” yang berarti pidana yang bisa

diberikan tersendiri dari hakimnya, misalnya pidana mati, penjara, denda dan

kurungan, sedangkan pidana tambahan adalah pidana yang bisa berdiri disamping

pidana pokok, misalnya pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang

tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Pidana tambahan seperti perampasan

atau pmusnahan bisa terdiri dari contohnya uang palsu, narkotika, senjata api atau

bahan peledak.57

Setelah itu berhubungan dengan sanksi tindakan, meskipun banyak

terdapat dalam undang-undang di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga

56
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Gramedika, 2009), hlm. 45.
57
Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 121.

40
sudah dituliskan bentuk-bentuknya. Sanksi dari perbautan tersebut pada Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana bisa dilihat pada beberapa pasal, yakni:

1. Ditempatkannya seseorang di rumah sakit jiwa bagi orang yang tidak

bisa di pertanggungjawabkan dikarenakan jiwanya terganggu karena

penyakit (Pasal 44 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

2. Dalam hal memutuskan pidana kepada seseorang yang masih dibawah

umur atau dibawah 16 (enam belas) tahun, hakim bisa menentukan:

memerintahkan agar yang melakukan kesalahan tersebut dipulangkan

kepada orang tuanya, walinya atau pengampunya, tanpa diberi pidana

apapun (Pasal 45 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

B. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika

1. Pengertian Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika

Berdasarkan Pasal 1 ayat (15) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, mengatakan bahwa penyalahguna narkotika yaitu setiap orang yang

memakai narkotika tanpa hak dan melawan peraturan perundang-undangan. Oleh

karena itu dapat diambil kesimpulan bahwa tindak pidana penyalahgunaan

narkotika yaitu siapa saja yang dapat bertanggung jawab dan bisa diancam pidana

karena tanpa hak dan melawan peraturan perundang-undangan atau hukum

menggunakan narkotika.

2. Dasar Hukum Pengaturan Narkotika

Dalam mencegah penyalahgunaan narkotika dan memberantas peredarannya

yang sangat merugikan masyarakat luas, maka melalui Tap MPR RI Nomor

41
VI/MPR/2020 dilakukan Sidang Umum MPR Tahun 2002 yang telah

direkomendasikan kepada DPR RI untuk dilakukannya perubahan dari Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.58

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara

Tahun 2007 Nomor 67) digantikan dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika (Lembar Negara Tahun 2009 Nomor: 143) pada tanggal

12 Oktober 2009 yang dimana pada bagian menimbang dari Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 huruf (e) dijelaskan: bahwa tindak tindak pidana narkotika

sudah bersifat transnasional dan dilakukan dengan menggunakan modus operandi

yang tinggi, teknologi yang sudah mumpuni, dan juga didukung dengan jaringan

organisasi yang luas dan tidak sedikit korban yang terkena dampaknya, terutama

dari kalangan muda penerus bangsa yang sangat membahayakan kehidupan

masyarakat luas, sehingga Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang

Narkotika sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan masyarakat untuk

memberantas kejahatan narkotika tersebut. Oleh karena itu, menurut ketentuan

dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 nomor 153, maka Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1997 dinyatakan tidak lagi relevan dengan keadaan masyarakat

Indonesia saat ini.59

Pada hakikatnya peredaran dari narkotika dan psikotropika diperbolehkan di

Indonesia jika ditinjau dari aspek yuridis, akan tetapi Undang-Undang Narkotika

melarang peredaran yang tidak menggunakan izin dari Undang-Undang tersebut.

58
Parasian Simanungkalit, Globalisasi Peredaran Narkoba dan Penanggulangannya di Indonesia,
Yayasan Wajar Hidup, Jakarta, 2012, hlm. 248.
59
Ibid, hlm. 249.

42
Oleh karena itu tujuan dari dicabutnya undang-undang yang lama dan berlakunya

undang-undang yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun adalah untuk

lebih memberikan aturan yang lebih spesifik mengenai pengaturan narkotika

seperti yang sudah tercantum di Pasal 4 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tersebut yang berisi:60

a. Dijaminnya ketersediaan narkotika demi kepentingan pelayanan kesehatan

dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

b. Melindungi bangsa Indonesia dari disalahgunakannya narkotika.

c. Memberantas peredaran gelap dari narkotika.

d. Dijaminnya pengaturan rehabilitasi bagi pengguna dan pecandu narkotika.

Menurut tujuan dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika tersebut dapat dilihat bahwa pemerintah memiliki tujuan untuk

memberantas peredaran gelap narkotika dengan melihat posisi dari pengguna

narkotika tersebut, sedangkan untuk upaya dari rehabilitasi sendiri, Indonesia

mengupayakannya dengan cara melakukan upaya rehabilitas medis dan sosial

bagi seseorang yang sudah kecanduan menggunakan narkotika.

Pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut juga

diwajibkan untuk seseorang yang sudah kecanduan narkotika untuk melaporkan

dirinya baik pada pusat kesehatan masyarakat, lembaga rehabilitasi sosial maupun

rumah sakit, bukan hanya dari pengaturan undang-undang saja tetapi hal tersebut

juga menjadi kewajiban bagi orang tua dan keluarga yang bersangkutan.

60
Ibid, hlm. 250.

43
Rehabilitasi medis dan sosial tersebut bisa diadakan oleh instansi pemerintah

maupun masyarakat yang akan diatur dalam peraturan menteri.61

Beberapa pengaturan diluar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang

mengatur tentang narkotika untuk memberantas dan menindaklanjuti pelaku

tindak pidana narkotika juga diatur mengingat banyaknya korban dari perederan

gelap tersebut dan bahaya yang ditimbulkannya. Pengaturan diluar undang-

undang tersebut yakni:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik

Indonesia;

c. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis

Institusional Peradilan Umum bagi Anggota Polri; dan

d. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun

2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

3. Jenis Jenis Narkotika

Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

menggolongkan narkotika menjadi tiga golongan, tiga golongan itu sebagai

berikut:

a. Narkotika Golongan I yaitu narkotika yang biasa digunakan untuk bahan

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan tentang medis dan tidak

digunakan dalam terapi dan juga memiliki potensi yang sangat besar bagi

61
Ibid, hlm. 251.

44
pengguna tanpa resep dokter untuk mengalami kecanduan dan

ketergantungan.

b. Narkotika Golongan II yaitu narkotika yang memiliki khasiat untuk

pengobatan dimana hal ini menjadi pilihan terakhir untuk digunakan

dalam terapi dan juga bertujuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Narkotika jenis ini juga dapat menyebabkan ketergantungan.

c. Narkotika Golongan III merupakan narkotika yang kecil efek sampingnya

dibandingkan dengan narkotika golongan I dan II. Narkotika golongan ini

memiliki khasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan untuk terapi

yang juga memiliki tujuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta

memiliki potensi yang ringan dalam hal ketergantungan.

Lampiran I dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 membagi

narkotika golongan I, II, dan III menjadi berbagai jenis, yakni:

1) Narkotika Golongan I (65 Jenis) diantaranya adalah:

a. Tanaman Papaver Somniferum L, semua bagiannya kecuali

bijinya.

b. Opium mentah, merupakan getah yang dapat membeku sendiri

dimana getah ini dapat didapat dari buah tanaman Papaver

Somniferum L yang hanya mendapati pengolahan sekadar untuk

pembungkus dan pengangkutan tanpa memandang kadar

morfinnya.

c. Opium masak yang terdiri dari:

45
a) Candu, yang terdapat pada opium mentah dengan melalui

serangakaian pengolahan terutama dengan cara pelarutan,

pemanasan dan peragian dengan menambahkan bahan-bahan

lainnya dengan tujuan untuk mengubahnya menjadi ekstrak

yang pas untuk pemadatan.

b) Jicing, merupakan sisa dari candu yang sudah dihisap tanpa

memperhatikan jika candu tersebut sudah dicampur dengan

daun atau objek lain.

c) Jicingko, yang merupakan hasil didapat dari diolahnya jicing.

d. Tanaman Koka, tanaman dari seluruh genus erythroxylon dari

keluarga erythroxylaceae meliputi buah dan bijinya.

e. Daun Koka, merupakan daun belum ataupun sudah berubah

menjadi kering dan bisa juga dalam bentuk serbuk dari seluruh

tanaman genus erythroxylon dari keluarga erythroxylaceae yang

dapat memproduksi kokain baik secara langsung maupun dengan

tahap perubahan kimia.

f. Kokain mentah, merupakan segala hasil-hasil yang bisa didapat

dari daun koka yang bisa diolah dengan cara langsung agar

mendapatkan kokaina.

g. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.

h. Tanaman Ganja, segala tanaman genus cannabis dan seluruh

bagian tanmannya termasuk biji, buah, jerami, hasil produksi

46
tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja

dan hasis.

i. Tetrahydrocannabinol, dan seluruh isomer juga seluruh bentuk

stereo kimianya.

j. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan seluruh bentuk stereo kimianya.

2) Daftar Narkotika Golongan II (86 Jenis), diantaranya adalah:

a. Alfasetilmetadol: Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-4,4-

difenilheptana

b. Alfameprodina: Alfa-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina

c. Alfametadol: alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol

d. Alfaprodina: alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina

e. Alfentanil: N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-tetrazol-1-

il)etil] 4-(metoksimetil)-4-pipe ridinil]-N-fenilpropanamida

f. Allilprodina: 3-allil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina

g. Anileridina: Asam 1-para-aminofenetil-4-fenilpiperidina)-4-

karboksilat etil ester

h. Asetilmetadol: 3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana

i. Benzetidin: asam 1-(2-benziloksietil)-4-fenilpiperidina-4-

karboksilatetil ester

j. Benzilmorfina: 3-benzilmorfina

3) Daftar Narkotika Golongan III (14 Jenis), diantaranya adalah:

a. Asetildihidrokodeina

47
b. Dekstropropoksifena: α-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-metil-2-

butanol propionate

c. Dihidrokodeina

d. Etilmorfina: 3-etil morfina

e. Kodeina: 3-metil morfina

f. Nikodikodina: 6-nikotinildihidrokodeina

g. Nikokodina: 6-nikotinilkodeina

h. Norkodeina: N-demetilkodeina

i. Polkodina: Morfoliniletilmorfina

j. Propiram: N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2-piridilpropionamida

4. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika

Seperti yang sudah dicantumkan dalam peraturan tindak pidana narkotika

pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, ada perbuatan-

perbuatan yang dikatakan sebagai tindak pidana. Perbuatan-perbuatan tersebut

yang bisa dianggap tindak pidana narkotika adalah sebagai berikut:

a. Tindak pidana menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai

atau menyediakan narkotika Golongan I, II dan III baik berupa tanaman

maupun bukan tanaman secara tanpa hak dan melawan hukum (Pasal 111,

Pasal 112, Pasal 113 ayat (1), Pasal 117 dan Pasal 122).

b. Tindak pidana berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika untuk diri

sendiri maupun orang lain.

48
Pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 116 ayat (1), dijelaskan

bahwa dimana setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan

narkotika Golongan I terhadap orang lain atau memberikan narkotika Golongan I

untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5

(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.

10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Menurut Pasal 121 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009,

dikatakan bahwa setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan

narkotika Golongan II terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan II

untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4

(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Telah dicantumkan pada Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang

Narkotika, dimana setiap penyalahguna narkotika bagi diri sendiri diberi pidana

yaitu:

“Setiap Penyalah Guna:

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 4 (empat) tahun;

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 2 (dua) tahun; dan

49
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara

paling lama 1 (satu) tahun.”

C. Sanksi Pidana dan Pemidanaan Penyalahgunaan Narkotika Golongan I

dalam Tembakau Gorila

1. Penegakan Hukum Terhadap Narkotika Golongan I dalam Tembakau

Gorila

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, narkotika dapat diartikan sebagai sebuah zat atau obat yang bersumber

dari tanaman atau bukan tanaman, baik itu sintetis atau semisintetis, yang bisa

mengakibatkan penurunan kesadaran, hilang rasa, berkurang atau hilangnya rasa

nyeri dan bisa menyebabkan ketergantungan, yang digolongkan sebagaimana

terlampir di Undang-Undang Narkotika.62 Dari penjelasan tersebut bisa

disimpulkan bahwa tembakau gorila merupakan narkotika.

Tembakau gorila adalah ramuan herbal yang ditambahkan dengan bahan

kimia sintetis yang dimana hasilnya bisa menyerupai efek seperti ganja cannabis,

jika dikonsumsi akan menyebabkan efek yang tidak baik untuk kesehatan tubuh,

juga dapat mengancam nyawa yang menggunakannya.

Penyalahgunaan tembakau gorila ini merujuk pada Pasal 1 ayat (15) Undang-

Undang tentang Narkotika ini mengatakan untuk seseorang yang memakai

narkotika tanpa hak atau melawan hukum, sedangkan untuk pengedar tembakau

gorila yang merupakan narkotika golongan I diatur dalam Pasal 114 yang

62
Aziz Syamsuddin, 2014, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 90.

50
mengatakan barang siapa yang menjual atau menjadi perantara jual beli maka

akan dipidana paling singkat 5 (lima) tahun.

2. Pertanggung Jawaban Pidana oleh Pelaku Penyalahgunaan Tembakau

Gorila

Pemberian pidana adalah suatu bentuk pertanggung jawaban seorang pelaku

tindak pidana yang diadakan demi mencapai sebuah tujuan pemidanaan, tujuan

dari pemidanaan dikenal dengan tiga teori yakni berupa pembalasan, sarana

mencegah kejahatan pada masa yang akan datang dan menjadi bentuk dari

pembalasan juga menjadi upaya pencegahan kejahatan untuk meluruskan kembali

penjahat tersebut.63

Tembakau gorila termasuk dalam narkotika golongan I karena pada tembakau

tersebut terdapat zat yang bernama AB-CHMINACA yang merupakan kandungan

zat yang termasuk dalam Golongan I angka 86 Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika. Pada pasal 136 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

memberikan sanksi yaitu narkotika dan prekursor narkotika dan hasil-hasil yang

didapat dari tindak pidana narkotika baik itu barang yang bergerak maupun yang

tidak bergerak, yang berwujud maupun yang tidak berwujud danj juga barang-

barang ataupun peralatan yang dipakai untuk melakukan tindak pidana narkotika

diambil atau dirampas untuk negara. Pasal 146 turut memberikan sanksi kepada

warga negara asing yang sudah melakukan tindak pidana narkotika atau menjalani

pidana narkotika yaitu diberlakukannya pengusiran dari wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia dan tidak diperbolehkan masuk lagi ke wilayah Indonesia, dan
63
Teguh Prasetyo, Op. Cit. hlm. 15.

51
pada Pasal 148 jika putusan denda yang telah dinyatakan dalam undang-undang

ini tidak dilunasi oleh pelaku tindak pidana narkotika maka pelaku akan dihukum

penjara paling lama dua tahun untuk pengganti dari pidana denda yang tidak

dilunasi oleh pelaku tindak pidana tersebut.

BAB III

KEBIJAKAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN

PUTUSAN PIDANA

A. Pengertian Pertimbangan Hakim

Hakim memiliki sifat independen dalam menjatuhkan putusan yang diberikan

kepada pelaku. Jati diri seorang hakim yaitu tidak bergantungnya mereka terhadap

apapun, baik dari instansi maupun dari personal, sehingga tidak ada dari pihak

manapun yang memiliki kewenangan untuk memberikan saran terhadap seorang

hakim pada sebuah perkara. Hal ini bisa dilihat pada Pasal 24 ayat (1) Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yang menjelaskan jika kekuasaan

kehakiman adalah kekuasaan yang independen dan merdeka dalam melaksanakan

peradilan guna memberi penegakan hukum dan demi keadilan.

52
Meskipun hakim bersifat independen, bebas dan merdeka dalam halnya

memutuskan suatu perkara, akan tetapi masih terikat kepada hukum yang berjalan,

baik itu hukum yang tidak tertulis maupun hukum yang sudah tertulis dalam

peraturan perundang-undangan. Hakim memiliki peranan yang kian penting

dikarenakan peraturan perundang-undangan yang tidak selalu dapat mengatasi

keadaan ataupun perkembangan-perkembangan sosial sehingga dapat

menimbulkan suatu ketidak adilan dalam prakteknya, oleh karena itu, hakim

memiliki kewajiban untuk memahami, menggali dan mengikuti nilai hukum dan

suatu rasa keadilan yang bersemayam dalam masyarakat, seperti yang tercantum

dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Dalam mengambil keputusan dalam peradilan, hakim turut dihadapkan kepada

resiko dari salahnya dalam mengambil keputusan, kesalahan dalam diambilnya

keputusan tersebut akan memberi efek yang sangat berdampak terhadap manusia.

Sebuah kesulitan dalam mendalami suatu keputusan hakim adalah tidak terlalu

dipahaminya mana keputusan yang benar dan mana keputusan yang salah

sehingga hal tersebut hanya Tuhan yang mengetahuinya apakah keputusan

perkara tersebut benar atau salah.

Hakim memiliki kebebasan untuk memilih jenis pidananya di Indonesia.

Hakim juga memiliki kebebasan dalam menentukan besar kecilnya suatu

pemidanaan dikarenakan peraturan tersebut telah diatur dengan peraturan

perundang-undangan dalam menentukan batas maksimal dan minimalnya. Pada

pasal 12 ayat (2) dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

dinyatakan bahwa pidana penjara paling pendek adalah 1 (satu) hari dan paling

53
lama adalah 15 (lima belas) tahun. 64 Ada nya kebebasan hakim dapat memberikan

hakim sebuah pertimbangan pidana yang akan diberikan kepada pelaku untuk

mengadili tindak pidana yang dijalani.

Penuntut Umum ataupun hakim dalam prakteknya memiliki 2 (dua) faktor

yang pokok, yakni faktor yang meringankan dan faktor yang memberatkan. Faktor

yang memberatkan yaitu kelakuan yang merugikan masyarakat, merugikan

negara, dan lain sebagainya, sedangkan faktor yang meringankan yakni seorang

terdakwa yang masih dibawah umur, bertingkah laku sopan dan mengakui

kesalahann yang diperbuatnya. Keputusan hakim yang dikatakan pada sidang

pengadilan terbuka, yang bisa berupa pemidanaan atau lepas atau bebas dari

semua tuntutan hukum dalam hal dan juga menurut cara yang telah dicantumkan

dalam undang-undang ini adalah pengertian dari putusan pengadilan yang

dicantumkan pada Pasal 1 ayat (11) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP). Salah satu macam putusan Pengadilan Negeri yakni putusan

pemidanaan.

Pemutusan pidana diberikan kepada terdakwa apabila pengadilan beranggapan

bahwa terdakwa tersebut terbukti bersalah melakukan perbuatan tindak pidana

yang diberikan kepadanya, dengan begitu bisa disimpulkan bahwa pemeriksaan

pada sidang pengadilan, kesalahan dari terdakwa pada perbuatan yang diberikan

kepadanya sudah terbukti dengan sah dan meyakinkan.

Jenis putusan pengadilan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 193, yang mana dalam ayat (1)
64
Yusti Probowati Rahayu, Diballik Putusan Hakim, Srikandi, Surabaya, 2005, hlm. 42.

54
dinyatakan bahwa: “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah

melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan

menjatuhkan pidana”. Pemberian pidana yakni terdakwa diberikan suatu hukuman

pidana yang telah ditentukan pada pasal tindak pidana yang didakwakan terhadap

terdakwa.65 Jika hakim memberikan pemutusan pidana, hakim sudah yakin dengan

berdasarkan fakta-fakta di dalam persidangan bahwa terdakwa melakukan

perbuatan yang tercantum dalam surat dakwaan.

Dalam memberikan pemutusan pidana hakim harus berdasar pada ketentuan

Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang

menyatakan: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah

yang bersalah melakukannya”.

Putusan yang diberikan hukuman pemidanaan terhadap seseorang terdakwa

tidak lain adalah sebuah isi perintah untuk menghukum terdakwa searah dengan

ancaman pemidanaannya yang dicantumkan dalam pasal yang didakwakan.

Undang-Undang meberi sebuah independensi terhadap hakim dalam menjatuhkan

pidana hukuman “minimum” dan “maksimum” yang diancam dengan pidana yang

bersangkutan.66

B. Jenis-Jenis Putusan Hakim

65
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kuhap (Pemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali) Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2007,
hlm. 354.
66
Ibid.

55
Jenis-jenis dari sebuah putusan pengadilan sudah tercantum menurut Pasal 1

ayat (11) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yakni berupa

putusan yang mengandung pemidanaan, putusan bebas dan putusan lepas dari

semua tuntutan hukum. Berdasarkan Pasal 191 Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) yang mengemukakan putusan pengadilan bisa

digolongkan dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu sebagai berikut:67

a. Putusan Bebas

Putusan bebas dari semua tuduhan hukum merupakan putusan pengadilan

yang diberikan terhadap terdakwa karena hasil pemeriksaan sidang kesalahan

terdakwa atas kelakuan yang diberi dakwaan kepadanya ditetapkan tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan. Putusan bebas tersebut tersebut

dicantumkan dalam Pasal 191 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP), bahwa: “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil

pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan

kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus

bebas”. Dakwaan tidak terbukti tersebut artinya yaitu apa yang diisyaratkan

ada Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak

terpenuhi, yakni dikarenakan:

1) Tidak terdapat paling tidak 2 (dua) alat bukti yang sah, seperti yang

tercantum dalam Pasal 184. Misalnya, bukti hanya terdapat 1 (satu)

yakni hanya saksi tanpa adanya barang bukti lainnya.

67
Rusli Muhammad, Op. Cit. hlm. 15.

56
2) Walaupun ada 2 (dua) alat bukti yang sah, akan tetapi hakim memiliki

keyakinan bahwa terdakwa terbukti bersalah. Contohnya, ada 2 (dua)

alat bukti dari pernyataan seorang saksi dan pernyataan dari terdakwa

akan tetap hakim tidak yakin terhadap kesalahan yang dilakukan oleh

terdakwa tersebut.

3) Apabila salah satu atau lebih dari unsur tersebut belum terbukti.

Ketetapan yang telah diatur pada Pasal 183 tersebut memaparkan pada kita

bahwa ada 2 (dua) alat bukti yang sah tidak cukup untuk hakim dalam

memberikan hukuman kepada seseorang. Namun demikian berdasarkan alat-

alat bukti yang sah tersebut hakim juga perlu mendapatkan keyakinan, jika

sebuah tindak pidana benar-benar sudah terlaksana dan terdakwa sudah

terbukti bersalah melakukan perbuatan tindak pidana itu, begitu pula

sebaliknya, yakinnya seorang hakim saja belum cukup jika keyakinan tersebut

tidak dimunculkan dari sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah. Pada

putusan yang terdapat pembebasan, terdakwa yang dalam status tahanan diberi

arahan untuk dilepaskan saat itu juga. Namun begitu pada Pasal 191 ayat (3)

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) apabila terdapat alas

an lain yang sah, terdakwa harus ditahan. Misalnya seorang terdakwa tersebut

masih ada kaitannya dengan dengan perkara lain, baik hal tersebut berlaku

untuk dirinya sendiri maupun Bersama-sama dengan teman terdakwa.68

Putusan diberikan kepada terdakwa apabila seorang hakim tersebut tidak

68
Ibid, hlm. 116.

57
yakin terhadap kebenaran atau keyakinan dari seorang hakim tersebut bahwa

terdakwa tidak melakukannya perbuatan yang didakwakan kepadanya.

b. Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum

Putusan pengadilan yaitu putusan lepas dari segala tuntutan hukum yakni

putusan yang diberikan terhadap terdakwa yang sudah melewati pemeriksaan

ternyata dari pendapat pengadilan perbuatan yang diberikan hukum pidana

terbukti, akan tetapi perbuatan tersebut tidak merupakan sebuah tindak pidana.

Dasar hukum putusan ini bisa dilihat pada Pasal 191 ayat (2) Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mengatakan: “Jika pengadilan

berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan terhadap terdakwa terukti,

akan tetapi perbuatan tersebut tersebut bukan merupakan sebuah tindak

pidana, maka terdakwa dilepas dari segala tuntutan hakim”. Pelepasan dari

semua tuntutan hukum diberikan apabila diperolehnya hal-hal yang

menghapus pidana baik yang perbuatan yang menyangkut perbuatannya

sendiri ataupun yang menyangkut diri seorang terdakwa perbuatan tersebut,

seperti contohnya tercantum pada:69

1) Pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yakni orang

cacat mental atau cacat jiwanya.

2) Pasal 48, tentang keadaan memaksa.

3) Pasal 49, tentang membela diri.

4) Pasal 50 yaitu melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturan

perundang-undangan.
69
Ibid, hlm. 117.

58
5) Pasal 51, yaitu melakukan perintah yang diberi kepada atasan yang

sah.

c. Putusan yang Mengandung Pemidanaan

Jenis putusan yang mengandung pemidanaan artinya yaitu putusan yang

diberikannya sebuah pidana terhadap terdakwa dikarenakan perbuatan yang

diberi dakwaan tersebut sudah terbukti secara sah dan meyakinkan jika

terdakwa bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan tersebut. Putusan

tersebut diberikan kepada hakim apabila sudah didapatkan keyakinan jika

terdakwa melakukan perbuatan tersebut dan terdakwa bisa dipidana.

Bersalahnya seorang terdakwa dapat dibuktikan dengan sekurang-

kurangnya 2 (dua) alat bukti dan hakim berkeyakinan terhadap kesalahan

terdakwa menurut alat bukti yang sudah ada. Dengan didapatkannya alat bukti

dan yakinnya seorang hakim tersebut, berarti syarat untuk diberikannya pidana

sudah terpenuhi. Pada hal ini pengadilan menjatuhkan putusan yang terdapat

didalamnya pemidanaan, hakim juga diwajibkan mempertimbangkan apabila

terdapat hal-hal yang dapat meringankan seorang terdakwa tersebut.

C. Peran Hakim Dalam Pemidanaan


Pada Pasal 1 butir (8) KUHAP dicantumkan bahwa hakim adalah:

Pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk

mengadili.

Pasal 1 butir (9) KUHAP, mengadili yang dimaksudkan yaitu:

59
Serangkaian Tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus

perkara pidana dengan berdasar asas bebas, jujur, dan tidak memihak pada

persidangan peradilan dalam hal dan menurut cara yang diatur pada undang-

undang ini.

Berdasarkan bunyi dari pasal tersebut maka hakim adalah profesi yang

memiliki fungsi strategis dalam proses menegakkan sistem hukum yakni, untuk

mendapatkan keadilan dan kebenaran dari sebuah perkara. Selain hal tersebut,

putusan dari seorang hakim sebagai suatu yurisprudensi menjadi salah satu

sumber hukum dan dimana hukum ditemukan disitu, hakim akan memutus sebuah

perkara di pengadilan harus menggabungkan 3 (tiga) hal, yakni kepastian hukum,

kemanfaatan, dan keadilan hukum.

Hakim tidak diperbolehkan untuk menolak memeriksa dan mengadili

sebuah perkara yang diberikan dengan alas an hukumnya yang tidak tersedia atau

kurang jelas, melainkan seorang hakim diwajibkan untuk memeriksa dan

mengadilinya, hal tersebut sudah tertera pada pasal 16 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Hal tersebut mengartikan

bahwa tugas seorang hakim bukan hanya untuk ditegakkan sebuah hukum dengan

cara menjalankan hukum ataupun Undang-Undang yang sudah ada, tetapi juga

harus bisa mendapatkan dan mengembangkan sebuah hukum.

Pengaturan hukum yang sudah ada bisa dibilang bersifat statis dan tidak

selalu lengkap, sementara kebiasaan hidup bangsa semakin lama semakin

bervariasi yang bisa diartikan juga permasalahan yang datang dalam masyarakat

60
tersebut semakin banyak. Jika hukum atau Undang-undangnya tidak komplit atau

tidak jelas maka seorang hakim harus tetap menjalankan perkara tersebut dengan

cara menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan keadilan yang

berada pada masyarakat seperti yang tercantum pada Pasal 28 Undang-Undang

Kekuasaan Kehakiman.

D. Kemandirian Hakim dan Faktor yang Mempengaruhi Hakim


Kemandirian kekuasaan kehakiman atau kebebasan hakim adalah asas yang

memiliki sifat umum atau universal, yang berada dimana dan kapan saja. “Asas

ini berarti bahwa, dalam melakasanakan peradilan, hakim itu pada dasarnya

bebas, yaitu bebas dalam memeriksa dan mengadili perkara dan bebas dari

campur tangan atau turun tangan kekuasaan ekstra yudisiil”.70

Pada hakikatnya dalam memeriksa dan mengadili, hakim memiliki hak untuk

menentukan oleh dirinya sendiri bagaimana cara-cara dalam memeriksa dan

mengadili tersebut, kecuali itu pada dasarnya tida ada pihak-pihak, baik itu dari

atasan hakim tersebut yang memiliki keterkaitan maupun pihak ekstra tudisiil

yang bisa mengintervensi jalannya sebuah sidang di peradilan.

Pada prinsipnya, faktor-faktor yang mempengaruhi mandirinya seorang hakim

dalam menjalani tugasnya dan wewenangnya terdiri dari dua faktor, yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Agar lebih jelas akan dijelaskan kedua faktor itu.

1. Faktor internal yaitu faktor yang dimana kemandirian seorang hakim

tersebut dipengaruhi dalam hal dijalankannya tugas dan wewenangnya


70
Mertokusumo, Sudikno. "Relevansi Peneguhan Etika Profesi Bagi Kemandirian Kekuasaan
Kehakiman, pada seminar 50 tahun Kemandirian Kekuasaan Kehakiman di Indonesia." Fakultas
Hukum UGM 26.

61
dimana hal tersebut berasal dari diri hakim itu sendiri. Jadi faktor internal

disini yaitu semua hal yang memiliki keterkaitan dengan Sumber Daya

Manusia (SDM) hakim tersebut, yakni dimulai dari recruitment atau

seleksi dalam diangkatnya seorang hakim, Pendidikan hakim dan

kesejahteraan hakim. Faktor tersebut dapat berpengaruh, dikarenakan

kekuasaan kehakiman secara fungsional dilakukan oleh hakim-hakim

tersebut.

2. Faktor Eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi pada proses

penyelanggaraan peradilan yang bukan berasal dari diri seorang hakim

sendiri, akan tetapi berasal dari luar diri seorang hakim tersebut, yang

utamanya berhubungan dengan system peradilan ataupun sistem

penegakan hukumnya.

62
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Narkotika

Golongan I Dalam Tembakau Gorila

Penjatuhan hukuman tembakau gorila di pengadilan negeri dari sisi

hukumnya merupakan kewenangan pengadilan negeri dimana pengadilan

mengadili tindak pidana narkotika tersebut bisa terbukti dan bisa juga tidak,

dari fakta-faktanya jika yang terungkap di persidangan sudah terpenuhi unsur-

unsur yang didakwakan maka harus dilihat terlebih dahulu hal-hal yang

memberatkan dan meringankan seorang terdakwa.71

71
Wawancara dengan Bapak Nasrulloh, tanggal 31 Agustus 2021 di Pengadilan Negeri
Yogyakarta.

63
Terdapat beberapa kategori yang harus kita lihat dalam menganalisis

sebuah tindak pidana narkotika golongan I dalam tembakau gorila ini,

diantaranya adalah sebagai berikut:72

1. Kategori pertama, yaitu perbuatan-perbuatan yang berupa memiliki,

menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika dan prekusor

narkotika (Pasal 111 dan 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika untuk narkotika golongan I);

2. Kategori kedua, yaitu perbuatan-perbuatan berupa memproduksi,

mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika dan prekusor

narkotika (Pasal 113 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika untuk narkotika golongan I);

3. Kategori ketiga, yaitu perbuatan perbuatan berupa menawarkan untuk

dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual

beli, menukar, atau menyerahkan narkotika dan prekusor narkotika

(Pasal 114 dan Pasal 116 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika untuk Narkotika golongan I);

4. Kategori keempat, yaitu perbuatan-perbuatan berupa membawa,

mengirim, mengangkut atau mentransit narkotika dan prekusor

narkotika (Pasal 115 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika untuk narkotika golongan I).

72
Siswanto Sunarso, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika, Jakarta:Rineka Cipta,
2012, hlm. 256.

64
Pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sudah

diatur jenis-jenis sanksi yang diberi kepada para tindak pidana narkotika

antara lain:

1. Tindak Pidana bagi penyyalah guna atau sebagai korban

penyalahgunaan narkotika, penyalah guna tersebut wajib menjalani

rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

2. Tindak pdana orang tua/wali dari pecandu narkotika yang belum cukup

umur (Pasal 128) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6

(enam) bulan atau pudana denda paling banyak Rp. 1000.000,00 (satu

juta rupiah).

3. Tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi (Pasal 130) dipidana

dengan pidana penjara dan pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga)

kali. Korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: a. pencabutan

izin usaha dan/atau b. pemcabutan status badan hukum.

4. Tindak pidana bagi orang yang tidak melaporkan adanya tindak pidana

narkotika (Pasal 131). Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1

(satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima

puluh juta rupiah).

5. Tindak pidana terhadap percobaan dan permufakatan jahat melakukan

tindak pidana narkotika dan prekusor (Pasal 132) Ayat (1), dipidana

dengan pidana penjara yang sama sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut. Ayat (2), dipidana

65
pidana penjara dan pidana denda maksimumnya ditambah 1/3

(sepertiga).

6. Tindak pidana bagi menyuruh, memberi, membujuk, memaksa dengan

kekerasan, tipu muslihat, membujuk anak (Pasal 133) ayat (1),

dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau

pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua

puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 2.000.000.000,00

(dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000.000,00 (dua

puluh miliar rupiah). Ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan

pidana dendan paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

7. Tindak pidana bagi pecandu narkotika yang tidak melaporkan diri

(Pasal 134) ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6

(enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua

juta rupiah). Ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3

(tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu

juta rupiah).

8. Tindak pidana bagi pengurus industry farmasi yang tidak

melaksanakan kewajiban (Pasal 135). Dipidana dengan pidana penjara

paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan

pidana denda paling sedikit Rp. 40.000.000,00 (empat puluh juta

66
rupiah) dan paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta

rupiah).

9. Tindak pidana terhadap hasil-hasil tindak pidana narkotika dan/atau

prekusor narkotika (Pasal 137) huruf (a), dipidana dengan pidana

penajra paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)

tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu

miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh

miliar rupiah). Huruf (b), dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana

denda paling sedikit Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

10. Tindak pidana terhadap orang yang menghalangi atau mempersulit

penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara (Pasal 138) dipidana

dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda

palinh banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

11. Tindak pidana bagi nahkoda atau kapten penerbang yang tidak

melaksanakan ketentuan Pasal 27 dan Pasal 28 (Pasal 139) dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10

(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00

(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu

miliar rupiah).

12. Tindak pidana bagi PPNS, penyidik Polri, penyidik BNN yang tidak

melaksanakan ketentuan tentang barang bukti (Pasal 140) dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10

67
(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00

(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu

miliar rupiah).

13. Tindak pidana bagi kepala kejaksaan negeri yang tidak melaksanakan

ketentuan Pasal 91 ayat (1) (Pasal 141) dipidana dengan pidana penjara

paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan

pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

14. Tindak pidana bagi petugas laboratorium yang memalsukan hasil

pengujian (Pasal 142) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7

(tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00

(lima ratus juta rupiah).

15. Tindak pidana bagi saksi yang memberikan keterangan tidak benar

(Pasal 143) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)

tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling

sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak

Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

16. Tindak pidana bagi setiap orang yang melakukan pengulangan tindak

pidana (pasal 144) dipidana dengan pidana maksimumnya ditambah

dengan 1/3 (sepertiga).

17. Tindak pidana yang dilakukan pimpinan rumah sakit, pimpinan

Lembaga ilmu pengetahuan, pimpinan industry farmasi, dan pimpinan

pedagang farmasi (Pasal 147) dipidana dengan pidana penjara paling

68
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana

denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan

paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 136 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika memberi

hukuman berupa narkotika dan prekursor narkotika dan juga hasil-hasil yang

didapat dari tindak pidana narkotika baik hal tersebut merupakan aset yang

dapat bergerak maupun aset yang tidak dapat bergerak, aset yang berwujud

maupun aset yang tidak berwujud juga barang-barang ataupun peralatan yang

dipakai untuk melakukan tindak pidana narkotika disita untuk negara. Pasal

146 juga memberlakukan sanksi kepada warga negara asing yang sudah

melakukan perbuatan tindak pidana narkotika maupun menjalani pidana

narkotika yaitu dilakukan deportasi wilayah dari negara Republik Indonesia ke

negara tempat asal warga negara asing tersebut dan dilarang untuk kembali

masuk ke dalam wilayah negara Republik Indonesia, sedangkan menurut Pasal

148 jika sebuah putusan denda yang diberlakukan pada undang-undang ini

tidak bisa dilunasi oleh pelaku tindak pidana narkotika tersebut maka pelaku

tindak pidana diberi hukuman penjara paling lama dua (2) tahun untuk

pengganti dari pidana denda yang tidak dapat dilunasinya.

B. Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Tindak Pidana

Penyalahgunaan Narkotika Jenis Tembakau Gorila di Kota Yogyakarta

Hakim memiliki tugas untuk memberikan keputusan pada setiap perkara

yang diberikan kepadanya, selain hal tersebut hakim juga diharuskan bisa

69
menetapkan beberapa hal yaitu seperti hubungan hukum, nilai hukum pada

kelakuan, dan juga kedudukan hukum pada pihak-pihak yang ada sangkut

pautnya pada suatu perkara yang diberikan kepadanya. Penegakan hukum dan

keadilan adalah tugas yang paling penting oleh seorang hakim, dalam hal

menjalankan tugas yang paling penting tersebut hakim dalam memeriksa dan

memutus suatu perkara harus mengerti nilai-nilai hukum dan keadilan agar

dapat dilaksanakannya putusan yang seadil-adilnya.

Ada perbedaan dari hakim di Indonesia dengan hakim di negara-negara

yang menganut paham legisten atau begriffsjurisprudence dimana hakim

dalam negara meletakkan posisinya menjadi pelaksana sebuah undang-undang

(la bouche qui pronounce les paroles de laloi).73 Hakim diharuskan untuk

tetap menjalani dan memutus sebuah perkara walaupun belum ada dasar

hukumnya ataupun peraturan perundang-undangannya tidak ada atau tidak

diatur. Hakim tidak diperbolehkan untuk tidak menerima sebuah perkara

dengan alasan tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur hal

tersebut. Hal itu adalah asas ius curia novit yang memiliki arti bahwa hakim

dianggap sudah tahu semua hukum sehingga seorang hakim tidak

diperbolehkan untuk tidak menerima sebuah perkara yang diberikan

kepadanya.

Kasus 1:

73
Djokosoetono, 1985, Ilmu Negara, Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm. 111.

70
Kasus yang pertama yang akan dianalisis oleh penulis memiliki

keterkaitan dengan tindak pidana narkotika golongan I yaitu putusan Nomor:

221/Pid.Sus/2020/PN Yyk. Kronologi kasus tersebut adalah sebagai berikut:

1. Identitas Terdakwa:

Terdakwa pada kasus ini bernama Kurnia Divananda Al. Divan Bin

Munadi yang berusia 20 tahun, bertempat tinggal di Jalan Cempaka

Gg.2 Rt. 01 Rw. 01 Kelurahan Mertoyudan, Kecamatan Mertoyudan,

Kabupaten Magelang dan merupakan seorang Pelajar/Mahasiswa.

2. Kronologi:

Pada hari Kamis tanggal 11 Juni 2020 sekira jam 18.00, terdakwa

menerima pesan WA dari saksi Lucky Wijayanto yang berisi bahwa

saksi ingin membeli bahan untuk tembakau gorila. Lalu pada sekitar

jam 20.00 WIB., terdakwa datang dan bertemu dengan saksi Lucky di

Warmindo, Jl. Glagahsari, Kel. Warungboto, Kec. Umbulharjo,

Yogyakarta, dan saksi Lucky berkata kepada terdakwa bahwa besok ia

akan kedatangan paket tembakau gorila dari Jakarta. Saksi Lucky

memperoleh tembakau sintetis (gorila) dengan memesan lewat

instagram pada hari Selasa tanggal 9 Juni 2020 jam 00.30 WIB.

sebanyak 1 kilogram. Lalu pada hari Jum’at tanggal 12 Juni 2020 jam

13.00 WIB. saksi Lucky menerima paket tembakau sintetis (gorila)

sesuai pesanannya. Kemudian pada sekitar jam 17.00 WIB. saksi

Lucky meminjam handphone milik terdakwa untuk transaksi di

instagram dan memesan kembali tembakau sintetis (gorila) sebanyak 5

71
(lima) gram yang rencananya sebagai upah untuk dipakai bersama

terdakwa jika bisa mengedarkan paket tembakau sintetis dengan cara

memasang di alamat, dan untuk setiap titik alamat yang dipasang

tembakau gorila terdakwa akan menerima imbalan dari Lucky sebesar

Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). Petugas kepolisian dari

Ditresnarkoba Polda D.I. Yogyakarta sebelumnya telah memperoleh

informasi dari masyarakat jika di Km.3 Jalan kaliurang sering

digunakan untuk transaksi narkotika, lalu pada hari Jum’at sekira jam

21.00 WIB., petugas kepolisian melihat terdakwa di Jalan Kaliurang

yang mondar-mandir dan kemudian terlihat turun mengambil sesuatu

di pinggir jalan, dan kemudian ketika petugas kepolisian melihat

terdakwa pergi meninggalkan tempat dengan sepeda motor, petugas

kepolisian melakukan pengejaran hingga sesampainya di jalan

Prambanan-Manisrenggo sekira jam 23.00 WIB., terdakwa dihentikan

petugas kepolisian dan dilakukan penggeledahan kemudian ditemukan

paket tembakau gorila yang akan diedarkan. Terdakwa ditangkap

karena dalam melakukan perbuatannya tersebut, ternyata tidak ada hak

dan tanpa izin dari pihak yang berwenang dalam hal ini Kementrian

Kesehatan R.I.

3. Dakwaan:

Menyatakan terdakwa Kurnia Divananda bin Munadi telah terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

“Melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana yang

72
tanpa hak atau melawan hukum menjadi perantara dalam jual beli

narkotika golongan I”, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam

Pasal 114 ayat (2) UURI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

4. Tuntutan

Kesatu:

Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kurnia Divananda bin Munadi

dengan pidana penjara selaam 6 (enam) tahun dan denda sejumlah Rp.

1.000.000.000,00,- (satu milyar rupiah), apabila denda tidak dibayar

diganti dengan hukuman penjara selama 1 (satu) bulan.

Kedua:

Menetapkan barang bukti berupa:

- 1 (satu) buah bekas bungkus Rokok Sampoerna Mild yang berisi 1

(satu) buah aluminium foil warna silver yang didalamnya terdapat

1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 2,74 (dua koma

tujuh empat) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 4,96 (empat

koma sembila enam) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 4,49 (empat

koma empat sembilan) gram.

73
- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 2,53 (dua koma

lima tiga) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 2,48 (dua koma

empat delapan) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 3,86 (tiga koma

delapan enam) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 5,41 (lima koma

empat satu) gram.

Keseluruhan berat bruto tembakau sintetis: 26,13 (dua puluh enam

koma tiga belas) gram, dengan berat netto tembakau sintetis: 23,45

(dua puluh tiga koma empat enam) gram, semuanya dirampas

untuk dimusnahkan.

- 1 (satu) buah handphone merek Samsung Warna Hitam beserta

simcardnya, dirampas untuk negara.

Ketiga:

Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara

sebesar Rp. 2.000,00,- (dua ribu rupiah).

5. Putusan

74
Pengadilan Negeri Yogyakarta

Nomor 221/Pid.Sus/2020/PN Yyk. Tanggal 16 September 2020

Mengadili:

a. Menyatakan terdakwa Kurnia Divananda bin Munadi telah terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

“Melakukan pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana

yang tanpa hak atau melawan hukum menjadi perantara dalam jual

beli narkotika golongan I dalam bentuk bukan tanaman beratnya

lebih dari 5 (lima) gram”,

b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut di atas dengan

pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan denda sejumlah Rp.

1.000.000.000,00,- (satu milyar rupiah), apabila denda tidak

dibayar diganti dengan hukuman penjara selama 1 (satu) bulan,

c. Menetapkan masa penangkapan dan masa penahanan dikurangkan

seluruhnya dari jumlah pidana yang dijatuhkan,

d. Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan,

e. Menyatakan barang bukti berupa:

- 1 (satu) buah bekas bungkus Rokok Sampoerna Mild yang

berisi 1 (satu) buah aluminium foil warna silver yang

didalamnya terdapat 1 (satu) buah plastik klip warna bening

yang di dalamnya berisi tembakau gorila dengan berat beserta

bungkusnya 2,74 (dua koma tujuh empat) gram.

75
- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 4,96 (empat

koma sembila enam) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya

berisi tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 4,49

(empat koma empat sembilan) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 2,53 (dua

koma lima tiga) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 2,48 (dua

koma empat delapan) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 3,86 (tiga

koma delapan enam) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 5,41 (lima

koma empat satu) gram.

- Keseluruhan berat bruto tembakau sintetis: 26,13 (dua puluh

enam koma tiga belas) gram, dengan berat netto tembakau

sintetis: 23,45 (dua puluh tiga koma empat enam) gram,

semuanya dirampas untuk dimusnahkan.

76
- 1 (satu) buah handphone merek Samsung Warna Hitam beserta

simcardnya, dirampas untuk negara.

f. Menetapkan terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara

sebesar Rp. 2.000,00,- (dua ribu rupiah).

Sebuah putusan hakim bukan semata-mata memuat norma hukum, tetapi

juga memuat sebuah kenyataan in concreto yang berasal dari aturan-aturan

hukum in abstracto. Dalam memutus suatu perkara, hakim dapat

mempertimbangkan berat ringannya suatu pidana terhadap terdakwa.

Kasus pertama adalah kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika

golongan I, dimana narkotika golongan I yang disalahgunakan yaitu

tembakau sintetis (gorila), terdakwa dijerat Pasal 114 ayat (2) UURI No. 35

tahun 2009 tentang Narkotika. Terdakwa dijerat Pasal 114 ayat (2)

dikarenakan terdakwa menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I

dalam bentuk bukan tanaman di Kota Yogyakarta.74

Pada Pasal 114 ayat (2) terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

1. Unsur “Setiap Orang”

Yang dimaksud dengan “Setiap Orang” disini yaitu orang sebagai subyek

hukum yang mampu bertanggung jawab dan dapat dieprtanggung jawabkan

atas perbuatannya, namun untuk membuktikan apakah orang sebagai subyek

hukum yang dapat dipertanggung jawabkanatas perbuatannya tersebut adalah

Terdakwa, haruslah dibuktikan terlebih dahulu mengenai adanya perbuatan


74
Wawancara dengan Bapak Nasrulloh, tanggal 31 Agustus 2021 di Pengadilan Negeri
Yogyakarta.

77
atau tindak pidana yang terjadi sehingga dapat dilihat siapakah pelaku atau

subyek hukum yang kepadanya suatu perbuatan atau tindak pidana dapat

dipertanggung jawabkan, begitu pula selanjutnya akan dapat diketahui

apakah perbuatan orang tersebut dilakukannya secara tanpa hak dan melawan

hukum sehingga merupakan suatu tindak pidana yang harus dipertanggung

jawabkan kepadanya. Di dalam persidangan ini dihadapkan seorang bernama

KURNIA DIVANANDA bin MUNADI, terdakwa mampu menjawab semua

pertanyaan yang diajukan oleh Majelis Hakim dengan baik dan lancar dan

terdakwa telah cukup umur dengan demikian terdakwa cakap dan mampun

untuk bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya.

2. Unsur “Tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,

menjual, membeli, menerima menjadi perantara dalam jual beli, menukar

atau menyerahkan Narkotika Golongan I”

Yang dimaksud dengan unsur “Tanpa Hak” dalam perkara ini adalah

bahwa pada diri terdakwa tidak diberikan kewenangan atau tidak diberikan

izin untuk melakukan perbuatan sebagaimana yang telah dilakukan oleh

terdakwa dalam perkara ini, sedangkan unsur “melawan hukum” adalah

perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dalam perkara ini merupakan

perbuatan yang bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan yang

berlaku dalam hal ini Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika. Unsur “Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,

menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan” yang

78
menunjukkan bahwa unsur ini bersifat alternatif, sehingga apabila salah satu

di dalam unsur ini terbukti, maka dengan sendirinya unsur ini telah terpenuhi.

3. Unsur “Yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) Kg, atau

melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman

beratnya 5 gram”

Unsur ketiga ini bersifat alternatif redaksional yang berarti apabila salah

satu sub unsur dari unsur ini telah terbukti maka secara keseluruhan unsur

pasal tersebut dianggap telah terpenuhi.

4. Unsur “Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana

narkotika dan prekursor narkotika”

Pemufakatan jahat disini artinya perbuatan dua orang atau lebih, yang

bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu,

turut serta melakukan, menyuruh, menganjurkan, memfasilitasi, memberi

konsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatan Narkotika atau

mengorganisasikan suatu tindak pidana Narkotika (vide Pasal 1 ayat 18

UURI 35 tahun 2009), sedangkan maksud dari Prekursor Narkotika adalah

zat atau bahan atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam perbuatan

narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam Undang-

Undang ini (vide pasal 1 ayat 2 UURO No. 35 Tahun 2009).

Terdapat 2 (dua) kategori dari pertimbangan seorang hakim untuk

memutus sebuah perkara, yakni ada pertimbangan hakim yang bersifat

yuridis dan ada pertimbangan hakim yang bersifat non yuridis.

79
a. Pertimbangan yuridis yaitu pertimbangan seorang hakim yang berdasar

oleh faktor-faktor yang sudah diungkapkan pada persidangan dan dari

Undang-Undang sudah ditetapkan menjadi hal yang wajib dimasukkan

kedalam putusan. Pertimbangan yang memiliki sifat yuridis itu adalah:

1. Dakwaan Penuntut Umum

Dakwaan penuntut umum pada kasus yang pertama yaitu menyatakan

terdakwa Kurnia Divananda bin Munadi telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan pemufakatan

jahat untuk melakukan tindak pidana yang tanpa hak atau melawan hukum

menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I”, sebagaimana

diatur dan diancam pidana dalam Pasal 114 ayat (2) UURI No. 35 Tahun

2009 tentang Narkotika.

2. Tuntutan Pidana

Terdapat tiga tuntutan yang dituntut dari Jaksa Penuntut Umum,

diantaranya:

Kesatu:

Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kurnia Divananda bin Munadi

dengan pidana penjara selaam 6 (enam) tahun dan denda sejumlah Rp.

1.000.000.000,00,- (satu milyar rupiah), apabila denda tidak dibayar

diganti dengan hukuman penjara selama 1 (satu) bulan.

Kedua:

Menetapkan barang bukti berupa:

80
- 1 (satu) buah bekas bungkus Rokok Sampoerna Mild yang berisi 1

(satu) buah aluminium foil warna silver yang didalamnya terdapat 1

(satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 2,74 (dua koma

tujuh empat) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 4,96 (empat koma

sembila enam) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 4,49 (empat koma

empat sembilan) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 2,53 (dua koma lima

tiga) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 2,48 (dua koma

empat delapan) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 3,86 (tiga koma

delapan enam) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 5,41 (lima koma

empat satu) gram.

81
Keseluruhan berat bruto tembakau sintetis: 26,13 (dua puluh enam

koma tiga belas) gram, dengan berat netto tembakau sintetis: 23,45

(dua puluh tiga koma empat enam) gram, semuanya dirampas untuk

dimusnahkan.

- 1 (satu) buah handphone merek Samsung Warna Hitam beserta

simcardnya, dirampas untuk negara.

Ketiga:

Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar

Rp. 2.000,00,- (dua ribu rupiah).

3. Keterangan Saksi

Salah satu keterangan saksi yang bernama Subranjang Andilala, S.H.

menyatakan bahwa saksi beserta tim dari Ditres Narkoba Polda D.I.

Yogyakarta, sebanyak 10 (sepuluh) orang melakukan penangkapan

terhadap terdakwa karena telah melakukan mengirimkan pesanan

tembakau gorila dengan cara meletakkan pesanan tersebut di tempat yang

telah ditentukan oleh terdakwa sendiri, lalu pemesan diberikan alamat

setelah tembakau gorila tersebut diletakkan dengan menggunakan HP.

4. Keterangan Terdakwa

Keterangan yang diberikan terdakwa selam proses persidangan yaitu

terdakwa menyatakan meraasa menyesal melakukan perbuatannya dan

memohon keringanan hukum serta berjanji tidak akan mengulangi

perbuatannya di masa-masa yang akan datang.

82
5. Barang Bukti

Barang bukti dalam perkara ini berupa:

- 1 (satu) buah bekas bungkus Rokok Sampoerna Mild yang berisi 1

(satu) buah aluminium foil warna silver yang didalamnya terdapat 1

(satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 2,74 (dua koma

tujuh empat) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 4,96 (empat koma

sembila enam) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 4,49 (empat koma

empat sembilan) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 2,53 (dua koma lima

tiga) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 2,48 (dua koma

empat delapan) gram.

- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 3,86 (tiga koma

delapan enam) gram.

83
- 1 (satu) buah plastik klip warna bening yang di dalamnya berisi

tembakau gorila dengan berat beserta bungkusnya 5,41 (lima koma

empat satu) gram.

- Keseluruhan berat bruto tembakau sintetis: 26,13 (dua puluh enam

koma tiga belas) gram, dengan berat netto tembakau sintetis: 23,45

(dua puluh tiga koma empat enam) gram, semuanya dirampas untuk

dimusnahkan.

- 1 (satu) buah handphone merek Samsung Warna Hitam beserta

simcardnya, dirampas untuk negara.

6. Pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika

Menyatakan terdakwa Kurnia Divananda bin Munadi telah terbukti secara

sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan

pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana yang tanpa hak atau

melawan hukum menjadi perantara dalam jual beli narkotika golongan I”,

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 114 ayat (2) UURI

No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

b. Pertimbangan Non Yuridis

Pertimbangan non yuridis yang diberikan oleh hakim terhadap terdakwa

seperti hal yang meringankan seorang terdakwa yaitu: a. kooperatifnya

seorang terdakwa di persidangan, kooperatif disini artinya memberikan

keterangan secara terus terang, jujur, dan tidak berbelit-belit, b.

berkelakukan baik, dimana sesungguhnya dari fakta-fakta di persidangan

84
terdakwa merupakan orang yang memiliki budi pekerti yang baik dan

terdakwa tersebut menggunakan tembakau gorila karena faktor lingkungan

dan pergaulan yang tidak baik terutama pada remaja yang memiliki

penasaran yang tinggi, c. faktor ekonomi dimana terdakwa diiming-imingi

jika menjual narkotika dapat memberikan keuntungan yang besar terhadap

terdakwa, selain hal yang meringankan ada juga hal yang memberatkan

terdakwa, yaitu: a. sesorang yang tidak buta hukum seperti aparat penegak

hukum yang menggunakan narkotika, b. terdakwa memberikan keterangan

yang berbelit-belit di persidangan, walaupun seorang terdakwa memiliki

hak untuk ingkar di persidangan apabila di persidangan terdakwa

menutup-nutupi fakta maka hal tersebut dapat menjadi faktor yang

memberatkan.75

Kasus 2

Kasus 2 berhubungan dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika

golongan I yang akan dianalisis oleh penulis, yaitu putusan perkara

Nomor: 124/Pid.Sus/2020/PN.Yyk. Kronologi dari kasus tersebut yaitu

sebagai berikut:

1. Identitas Terdakwa:

Terdakwa dalam kasus ini bernama Danang Adi Prasetiyo bin

Yoyok Saputro dengan usia 25 tahun, bertempat tinggal di

Kranggan RT. 02 RW. 06 Kelurahan Bokoharjo, Kecamatan

75
Wawancara dengan Bapak Nasrulloh, tanggal 31 Agustus 2021 di Pengadilan Negeri
Yogyakarta.

85
Prambanan, Kabupaten Sleman DIY dan memiliki pekerjaan

sebagai karyawan swasta.

2. Kronologi:

Terdakwa dalam kasus ini pada hari selasa tanggal 23 Desember

2019 membeli Narkotika jenis tembakau gorila seberat 9 gram

melalui media sosial. Kemudian pada hari senin tanggal 27 Januari

2020 sekitar jam 20.00 WIB., terdakwa mendapat kabar bahwa

pengambilan paketnya di JNE Jln. Gambiran No. 26 Pandeyan,

Umbulharjo, Yogyakarta, selanjutnya terdakwa langsung berangkat

untuk mengambil paket tersebut, setelah sampai di kantor JNE,

paket tersebut diambil oleh terdakwa. Setelah diambil, paket

tersebut dibawa keluar kantor JNE dengan jalan kaki, kemudian

terdakwa langsung ditangkap oleh petugas Kepolisian

Ditresnarkoba Polda DIY yang berjumlah 4 orang.

3. Dakwaan:

Menyatakan terdakwa Danang Adi Prasetyo bin Yoyok Saputro

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana “Tanpa Hak atau Melawan Hukum Menawarkan Untuk

dijual, Menjual, Membeli dan Menyerahkan Narkotika Golongan I

Bukan Tanaman Melebihi 5 (lima) Gram” sebagaimana dalam

Dakwaan Kesatu: Pasal 114 ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2009

tentang Narkotika.

4. Tuntutan:

86
Kesatu:

Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut diatas dengan

pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan denda sebesar Rp.

1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), apabila denda tidak dibayar

diganti dengan hukuman penjara selama 3 (tiga) bulan, menetapkan

masa penangkapan dan masa penahanan dikurangkan seluruhnya

dari jumlah pidana yang dijatuhkan dan menetapkan terdakwa tetap

dalam tahanan.

Kedua:

Memerintahkan barang bukti berupa:

- 1 (satu) buah paket yang didalamnya berisi 2 (dua) plastik klip

warna gold bertuliskan crazy monkey berisi tembakau gorila

berat masing-masing kurang lebih 4,5 gram yang dibalut kain

dan 4,6 gram yang dibalut kain;

- 1 (satu) buah handphone merek samsung seri A30 warna biru

muda dengan sim card 082236859042;

- 1 (satu) buah kartu ATM BCA;

- 1 (satu) buah paket yang berisi 2 (dua) mie gelas dan 2 (dua)

plastik warna gold berisi tembakau gorila berat masing-masing

95,5 gram dan 95,2 gram;

- 1 (satu) buah timbangan digital warna silver;

- 2 (dua) buah kotak plastik;

87
- 1 (satu) buah toples plastik yang berisi: 88 plastik klip warna

putih, 45 amplop kertas warna hitam, 24 plastik klip warna hijau

muda, 8 plastik klip warna pink, 6 plastik klip warna silver, 1

pack stiker bertuliskan fighter tabak, 1 (satu) pack plastik klip

transparan merk C-tik, 1 bungkus kertas sigaret merek manis;

Dirampas untuk dimusnahkan.

Ketiga:

Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 2.000,-

(dua ribu rupiah).

5. Putusan

Pengadilan Negeri Yogyakarta

Nomor: 124/Pid.Sus/2020/PN.Yyk. Tanggal 14 Mei 2020

Mengadili:

a. Menyatakan terdakwa Danang Adi Prasetyo bin Yoyok Saputro

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana “Tanpa Hak atau Melawan Hukum Menawarkan Untuk

dijual, Menjual, Membeli dan Menyerahkan Narkotika

Golongan I Bukan Tanaman Melebihi 5 (lima) Gram”,

b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut diatas dengan

pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan denda sebesar Rp.

1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), apabila denda tidak

dibayar diganti dengan hukuman penjara selama 3 (tiga)

88
bulanMenjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut diatas

dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan denda sebesar

Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), apabila denda tidak

dibayar diganti dengan hukuman penjara selama 3 (tiga) bulan,

c. Menetapkan masa penangkapan dan masa penahanan

dikurangkan seluruhnya dari jumlah pidana yang dijatuhkan,

d. Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan,

e. Memerintahkan barang bukti berupa:

- 1 (satu) buah paket yang didalamnya berisi 2 (dua) plastik klip

warna gold bertuliskan crazy monkey berisi tembakau gorila

berat masing-masing kurang lebih 4,5 gram yang dibalut kain

dan 4,6 gram yang dibalut kain;

- 1 (satu) buah handphone merek samsung seri A30 warna biru

muda dengan sim card 082236859042;

- 1 (satu) buah kartu ATM BCA;

- 1 (satu) buah paket yang berisi 2 (dua) mie gelas dan 2 (dua)

plastik warna gold berisi tembakau gorila berat masing-masing

95,5 gram dan 95,2 gram;

- 1 (satu) buah timbangan digital warna silver;

- 2 (dua) buah kotak plastik;

- 1 (satu) buah toples plastik yang berisi: 88 plastik klip warna

putih, 45 amplop kertas warna hitam, 24 plastik klip warna hijau

muda, 8 plastik klip warna pink, 6 plastik klip warna silver, 1

89
pack stiker bertuliskan fighter tabak, 1 (satu) pack plastik klip

transparan merk C-tik, 1 bungkus kertas sigaret merek manis;

Dirampas untuk dimusnahkan.

f. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp.

2.000,- (dua ribu rupiah).

Hakim menetapkan bahwa terdakwa bersalah karena telah melakukan

tindak pidana penyalahgunaan narkotika golongan I. Majelis Hakim

berpendapat bahwa dakwaan yang paling tepat dikenakan pada perbuatan

terdakwa yaitu dakwaan pada Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal tersebut merupakan ketentuan

untuk pelaku penyalahgunaan narkotika golongan I. Pertimbangan hakim

dalam putusan perkara ini berdasarkan pada unsur-unsur yang terdapat

pada Pasal 114 ayat (2) sebagai berikut:

1. Unsur “Setiap Orang”

Yang dimaksud dengan istilah “Setiap Orang” yang mengawali

perumusan tindak pidana yang didakwakan ini adalah seseorang

atau sekelompok orang sebagai Subjek Hukum yang dapat

dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan dan

sesuai dengan fakta-fakta di persidangan dihubungkan dengan

identitas Terdakwa yang ternyata cocok atau sesuai identitas

Terdakwa dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum yaitu

Terdakwa Danang Adi Prasetyo bin Yoyok Saputro sehingga tidak

90
ada kesalahan terhadap orang yang dihadapkan sebagai terdakwa ke

persidangan.

2. Unsur “Tanpa Hak atau Melawan Hukum Menawarkan Untuk

Dijual, Menjual, Membeli, Menerima, Menjadi Perantara dalan

Jual-Beli, Menukar, atau Menyerahkan Narkotika Golongan I

(satu)”

Unsur ke 2 ini sifatnya alternatif, jadi apabila ada sebagian elemen

unsur yang dinyatakan terbukti, maka elemen unsur lainnya tidak

perlu dibuktikan dan secara otomatis unsur ke 2 diatas tersebut

dapat dinyatakan terbukti.

3. Unsur “Dalam Bentuk Tanaman Beratnya Melebihi 1 (satu)

Kilogram atau Melebihi 5 (lima) Batang Pohon, atau Dalam Bentuk

Bukan Tanaman Beratnya 5 (lima) Gram”

Untuk mengetahui tembakau gorila termasuk jenis tanaman atau

bukan tanaman maka akan dipertimbangkan Majelis Hakim lebih

lanjut, oleh karena seluruh unsur yang telah dipertimbangkan

dinyatakan terbukti, maka tindak pidana “tanpa hak atau melawan

hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli dan

menyerahkan Narkotika Golongan I (satu) bukan tanaman melebihi

5 (lima) Gram” telah terjadi dan pelakunya adalah terdakwa Danang

Adi Prasetyo bin Yoyok Saputro sehingga unsur kesatu “Setiap

Orang” dapat dibuktikan pula.

91
Terdapat 2 (dua) kategori pertimbangan hakim dalam memutus suatu

perkara, yaitu pertimbangan hakim yang bersifat yuridis dan non yuridis.

a. Pertimbangan yuridis yaitu pertimbangan seorang hakim yang

berdasarkan pada faktor-faktor yang sudah terungkap pada persidangan

dan dari Undang-Undang sudah ditetapkan menjadi hal yang wajib untuk

dimasukkan dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis itu

diantaranya:

1. Dakwaan Penuntut Umum

Dakwaan Penuntut Umum dalam perkara ini adalah menyatakan

terdakwa Danang Adi Prasetyo bin Yoyok Saputro terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa Hak atau

Melawan Hukum Menawarkan Untuk dijual, Menjual, Membeli dan

Menyerahkan Narkotika Golongan I Bukan Tanaman Melebihi 5 (lima)

Gram” sebagaimana dalam Dakwaan Kesatu: Pasal 114 ayat (2) UU RI

No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

2. Tuntutan Pidana

Terdapat 3 tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum

diantaranya:

Kesatu:

Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut diatas dengan pidana

penjara selama 5 (lima) tahun dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,-

(satu milyar rupiah), apabila denda tidak dibayar diganti dengan

92
hukuman penjara selama 3 (tiga) bulan, menetapkan masa penangkapan

dan masa penahanan dikurangkan seluruhnya dari jumlah pidana yang

dijatuhkan dan menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan.

Kedua:

Memerintahkan barang bukti berupa:

- 1 (satu) buah paket yang didalamnya berisi 2 (dua) plastik klip

warna gold bertuliskan crazy monkey berisi tembakau gorila berat

masing-masing kurang lebih 4,5 gram yang dibalut kain dan 4,6

gram yang dibalut kain;

- 1 (satu) buah handphone merek samsung seri A30 warna biru muda

dengan sim card 082236859042;

- 1 (satu) buah kartu ATM BCA;

- 1 (satu) buah paket yang berisi 2 (dua) mie gelas dan 2 (dua) plastik

warna gold berisi tembakau gorila berat masing-masing 95,5 gram

dan 95,2 gram;

- 1 (satu) buah timbangan digital warna silver;

- 2 (dua) buah kotak plastik;

- 1 (satu) buah toples plastik yang berisi: 88 plastik klip warna putih,

45 amplop kertas warna hitam, 24 plastik klip warna hijau muda, 8

plastik klip warna pink, 6 plastik klip warna silver, 1 pack stiker

bertuliskan fighter tabak, 1 (satu) pack plastik klip transparan merk

C-tik, 1 bungkus kertas sigaret merek manis;

93
Dirampas untuk dimusnahkan.

Ketiga:

Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 2.000,- (dua

ribu rupiah).

3. Keterangan Saksi

Salah satu keterangan saksi dalam perjara ini yang bernama Eko

Siagawan, S.H. menyatakan bahwa telah melakukan penangkapan

terdakwa karena penyalahguna Narkotika Golongan I jenis tembakau

gorila pada hari senin tanggal 27 Januari 2020 pada jam 21.00 WIB.

didepan kantor JNE Jln. Gmabiran No. 26 Pandeyan, Umbulharjo,

Yogyakarta, pada saat dilakukan penangkapan terhadap terdakwa,

terdakwa sedang berjalan kaki keluar dari kantor JNE dan ditangkap

karena membeli dan memiliki narkotika jenis tembakau gorila.

4. Keterangan Terdakwa

Keterangan yang diberikan terdakwa selama proses persidangan adalah

tembakau gorila yang dia beli tersebut tujuannya untuk dijual lagi oleh

terdakwa. Barang bukti berupa timbangan diakui digunakan untuk

menimbang tembakau gorila, plastik klip untuk membungkusi tembakau

gorila setelah ditimbang, stiker ditempel dibungkus plastik klip.

5. Barang Bukti

Barang bukti dalam perkara ini berupa:

94
- 1 (satu) buah paket yang didalamnya berisi 2 (dua) plastik klip warna

gold bertuliskan crazy monkey berisi tembakau gorila berat masing-

masing kurang lebih 4,5 gram yang dibalut kain dan 4,6 gram yang

dibalut kain;

- 1 (satu) buah handphone merek samsung seri A30 warna biru muda

dengan sim card 082236859042;

- 1 (satu) buah kartu ATM BCA;

- 1 (satu) buah paket yang berisi 2 (dua) mie gelas dan 2 (dua) plastik

warna gold berisi tembakau gorila berat masing-masing 95,5 gram

dan 95,2 gram;

- 1 (satu) buah timbangan digital warna silver;

- 2 (dua) buah kotak plastik;

- 1 (satu) buah toples plastik yang berisi: 88 plastik klip warna putih,

45 amplop kertas warna hitam, 24 plastik klip warna hijau muda, 8

plastik klip warna pink, 6 plastik klip warna silver, 1 pack stiker

bertuliskan fighter tabak, 1 (satu) pack plastik klip transparan merk

C-tik, 1 bungkus kertas sigaret merek manis;

Dirampas untuk dimusnahkan.

6. Pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika

Menyatakan terdakwa Danang Adi Prasetyo bin Yoyok Saputro terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa

Hak atau Melawan Hukum Menawarkan Untuk dijual, Menjual,

95
Membeli dan Menyerahkan Narkotika Golongan I Bukan Tanaman

Melebihi 5 (lima) Gram” sebagaimana dalam Dakwaan Kesatu: Pasal

114 ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

b. Pertimbangan Non Yuridis.

Pertimbangan non yuridis pada perkara ini yaitu terdakwa memiliki

keluarga yang harus diberi nafkah sehingga terdakwa terpaksa untuk

melakukan jual beli narkotika golongan I secara ilegal untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya dan keluarganya karena pekerjaannya sebagai

karyawan swasta dirasa belum cukup untuk memenuhi kebutuhannya

dan keluarganya.

Para pengedar narkotika ini tentu memberikan dampak buruk bagi

masyarakat, sehingga meningkatnya pengguna narkotika di Indonesia kian

memprihatinkan.

Para pengguna penyalahgunaan Narkotika Golongan I ada yang di

rehabilitasi dan ada yang tidak. Pengguna yang bisa di rehabilitasi adalah

pengguna yang sudah kecanduan terhadap narkotika golongan I tersebut,

dan hal tersebut juga harus tercantum pada surat dokter jika terdakwa

tersebut sudah kecanduan, apabila seseorang yang sudah kecanduan

langsung dimasukkan kedalam tahanan maka pengguna tersebut tidak akan

sembuh, sedangkan pengguna penyalahgunaan narkotika yang tidak di

rehabilitasi yaitu pengguna yang masih menggunakan narkotika golongan I

96
tersebut sekali atau dua kali, sehingga belum ada gejala kecanduan sehingga

tidak perlunya di rehabilitasi dan langsung dimasukkan kedalam penjara.76

BAB V
76
Wawancara dengan Bapak Nasrulloh, tanggal 31 Agustus 2021 di Pengadilan Negeri
Yogyakarta.

97
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan perumusan masalah dan pembahasan yang telah diuraikan

oleh penulis di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Penjatuhan hukuman tembakau gorila terhadap terdakwa tersebut bisa

terbukti dan bisa juga tidak, dari fakta-faktanya jika yang terungkap di

persidangan sudah terpenuhi unsur-unsur yang didakwakan maka harus

dilihat terlebih dahulu hal-hal yang memberatkan dan meringankan

seorang terdakwa. Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika telah menjelaskan bahwa hukuman pidana bagi

terpidana yang menjadi bandar ataupun menjadi perantara atau kurir pada

narkotika golongan I memiliki berat hukuman yang sama, sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan hukuman antara bandar

narkotika dan perantara atau kurir narkotika golongan I tersebut.

2. Pertimbangan hakim dalam menentukan berat ringannya penjatuhan

hukuman kepada terpidana penyalahgunaan narkotika golongan I adalah

dengan melihat Faktor-faktor yang dapat disebut meringankan pidana

salah satunya terdapat dari sikap terdakwa terhadap persidangan seperti

sopan, dan mencerminkan sifat yang baik, sedangkan untuk faktor-faktor

pemberat pidananya juga berasal dari sifat terdakwa tersebut yaitu tidak

mencerminkan tabiat yang baik di persidangan. Acuan dari pertimbangan

hakim dapat kita lihat pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004

98
tentang Kekuasaan Kehakiman pada Pasal 5 ayat (1) yang berisi tentang

wajibnya seorang hakim dan hakim konstitusi untuk menggali, mengikuti

dan memahami nilai-nilai hukum dan keadilan dalam masyarakat, begitu

juga pada Pasal 8 ayat (2) yang berisi bahwa hakim wajib memperhatikan

sifat baik dan jahat dari terdakwa untuk mempertimbangkan berat dan

ringannya pidana yang akan dijatuhkan.

B. Saran

Saran yang dapat penulis berikan berhubungan dengan permasalahan

dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Penegakan hukum penyalahgunaan narkotika golongan I hendaknya

dianggap lebih serius oleh negara, karena hal ini menyangkut tentang masa

depan Indonesia dimana target dari penjualan narkotika secara ilegal ini

menyasar kepada generasi penerus bangsa, sehingga hal yang bisa

dilakukan adalah seperti lebih memberatkan hukuman bagi pengedar

maupun perantara narkotika tersebut agar terdakwa lebih merasa jera dan

orang-orang yang ingin mencoba terlibat dalam praktek gelap tersebut

akan lebih berpikir untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh

hukum di Indonesia tersebut.

2. Dalam menjatuhkan sebuah hukuman terhadap penyalahgunaan narkotika

golongan I dalam tembakau gorila, hendaknya seorang hakim harus

menelaah lebih dalam fakta-fakta di dalam persidangan dan mengkaji hal

tersebut sesuai dengan pertimbangan hukum yang ada. Pertimbangan

hukum itu juga diharuskan agar terdapat nilai keadilan yang tinggi,

99
sehingga hakim yang memberikan penjatuhan hukuman pidana terhadap

terdakwa dianggap tidak timpang dan tidak merugikan salah satu maupun

semua pihak yang terlibat.

DAFTAR PUSTAKA

100
A. Buku:

Hamzah, Andi, Asas-Asas Pidana Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
____________, Terminologi Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Prasetyo, Teguh, Hukum Pidana Edisi Revisi, Jakarta: Rajawali Pers, 2006.
Atmasasmita, Romli, Tindak Pidana Narkotika Transnasional Dalam Sistem
Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997.

Alifia, Ummu, Apa Itu Narkotika dan Napza?, Alprin, 2020.

Soedjono. D., Hukum Narkotika Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni, 1987.

Makoro, Moh. Taufik, Tindak Pidana Narkotika, Jakarta: Ghalia Indonesia,


2005.

Huda, Chairul, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Cetakan ke-4, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2011.

Saleh, Roeslan, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana; Dua


Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, Jakarta: Aksara Baru, 1983.

Zainal Abidin, Andi, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika, 1983.

Waluyo, Bambang, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar grafika, 2004.

Muhammad, Rusli, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada, 2006.

Hasan, M. Iqbal, Pokok-Pokok Materi Metodelogi Penelitian, Jakarta: Ghalia


Indonesia, 2002.

Galligan, D.J., Due Process and Fair Procedures; Astudy of Administrative


Prosedures, Oxford: Clarendo Press, 1996.

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

Muladi dan Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta:


Kencana, 2010.

101
Ariman, Rasyid dan Fahmi Raghib, Hukum Pidana, Malang: Setara Press,
2016.

Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta: Rajawali Pers,


2011.

Sianturi, S.R., Asas-Asas Hukum Pidana dan Penerapannya di Indonesia


Cetakan Ke-2, Jakarta: Alumni AHAEM PTHAEM, 1998.

Seno Adji, Indriyanto, Korupsi dan Hukum Pidana, Jakarta: Pengacara dan
Konsultasi Hukum “Prof. Oemar Seno Adji & Rekan”, 2002.

Effendi, Erdianto, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, Bandung: PT.


Refika Aditama, 2014.

Alamsah D., Nandang dan Sigit Suseno, Modul 1 Pengertian dan Ruang
Lingkup Tindak Pidana Khusus, Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka, 2015.

Tomalili, Rahmanuddin, Hukum Pidana, Yogyakarta: CV. Budi Utama, 2012.

Ali, Mahrus, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Andrisman, Tri, Asas-Asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia,


Bandar Lampung: Unila, 2009.

Barkah, Qodariah, Penerapan Pidana Mati (Terhadap Pelaku Tindak Pidana


Narkotika Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika), Palembang: Noerfikri Offset, 2016.

Prodjowikoro, Wirjono, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung:


Refika Aditama, 2009.

Zuleha, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Yogyakarta: Deepublish, 2017.

Suparni, Niniek, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan


Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

102
Asmarawati, Tina, Pidana dan Pemidanaan dalam Sistem Hukum di Indonesia
(Hukum Penitensier), Yogyakarta: Deepublish, 2015.

Waluyo, Bambang, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Gramedika, 2009.

Simanungkalit, Parasian, Globalisasi Peredaran Narkoba dan


Penanggulangannya di Indonesia, Jakarta: Yayasan Wajar Hidup, 2012.

Syamsuddin, Aziz, Tindak Pidana Khusus, Jakarta: Sinar Grafika, 2014.

Probowati Rahayu, Yusti, Dibalik Putusan Hakim, Surabaya: Srikandi, 2005.

Harahap, Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP


(Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan
Kembali) Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

Sunarso, Siswanto, Politik Hukum dalam Undang-Undang Narkotika, Jakarta:


Rineka Cipta, 2012.

Djokosoetono, Ilmu Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.

B. Jurnal:

Hariyanto, B. P. 2018. Pencegahan Dan Pemberantasan Peredaran Narkoba Di

Indonesia. Jurnal Daulat Hukum, 1(1).

Nurhafifah, N., & Rahmiati, R. (2015). Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan

Pidana Terkait Hal yang Memberatkan Dan Meringankan Putusan.

Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 17(2).

C. Media:

Weno Saputro, Doni, ”Penyalahgunaan Tembakau Gorilla menurut tinjauan

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Hukum

Pidana Islam”, diakses dari http://digilib.uinsby.ac.id/15577/

103
Nawawi Arief, Barda, ”Masalah Pemidanaan sehubungan Perkembangan

Delik-delik Khusus dalam Masyarakat Modern”, Kertas Kerja, pada

Seminar Perkembangan Delik-delik Khusus dalam Masyarakat yang

mengalami Modernisasi BPHN-FH UNAIR Surabaya, Tanggal 25 27

Februari 1980 (Bandung : Bina Cipta, 1982).

Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan

Psikotropika 1988.

Mertokusumo, Sudikno, "Relevansi Peneguhan Etika Profesi Bagi

Kemandirian Kekuasaan Kehakiman”, pada seminar 50 tahun

Kemandirian Kekuasaan Kehakiman di Indonesia Fakultas Hukum

UGM 26.

D. Skripsi

Pangestu, Mahendra, 2020, Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak

Pidana Penyalahgunaan Narkotika Jenis Tembakau Gorilla, Skripsi

pada Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Pancasakti, Tegal.

Widiastuti, Rima, 2017, Dasar Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan

Pidana Terhadap Oknum Kepolisian Pelaku Tindak Pidana

Penyalahgunaan Narkotika (Studi di Pengadilan Negeri Kelas 1A

Padang), Skripsi pada Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas

Andalas, Padang.

E. Peraturan Perundang-undangan:

Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).


________, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

104
________, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
________, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
Kehakiman.

________, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 5 Tahun 2020

tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.

105
LAMPIRAN

106

Anda mungkin juga menyukai