DI INDONESIA
Disusun Oleh:
FAKULTAS HUKUM
SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain narkoba,
istilah yang di perkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif.
Semua istilah ini baik narkoba atau napza mengacu pada sekelompok zat yang umumnya
mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya. 1
Menurut para ahli kesehatan narkoba sebenarnya adalah psikotropika yang biasa di
pakai untuk membius pasien saat hendak di operasi atau obat-obatan untuk penyakit
tertentu. Namun kini presepsi itu disalahgunakan akibat pemakaian yang telah di luar batas
dosis. Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan
mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Maraknya penyalahgunaan NAPZA tidak hanya dikota-kota besar saja, tapi sudah
sampai ke kota-kota kecil diseluruh wilayah Republik Indonesia, mulai dari tingkat sosial
ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial ekonomi atas. Dari data yang ada,
penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 15–24 tahun. Tampaknya generasi
muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA. Oleh karena itu kita semua perlu
mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan pembinaan generasi
muda. Sektor kesehatan memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan
penyalahgunaan NAPZA.
Penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba terbukti telah merusak masa depan
bangsa di negara manapun, merusak karakter manusia, merusak fisik dan kesehatan
masyarakat, serta dalam jangka panjang berpotensi besar mengganggu daya saing dan
kemajuan suatu bangsa2. Oleh karena besarnya dampak kerusakan yang ditimbulkan,
peredaran gelap Narkoba digolongkan dalam kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dan
serius (serious crime). Terlebih peredaran gelap Narkoba bersifat lintas Negara
(transnational) dan terorganisir (organized) sehingga menjadi ancaman nyata yang
membutuhkan penanganan serius dan mendesak. Saat ini, situasi global perkembangan
1
Moh Taufik Makarao. 2003. Tindak Pidana Narkotika. Jakarta:Penerbit Erlangga.
2
Soeparman. 2003. Imu Penyakit Dalam. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba menunjukkan kecenderungan yang semakin
mengkhawatirkan.3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan penggolongan narkotika di Indonesia?
2. Bagaimana bentuk tindak pidana narkotika dalam pasal-pasal yang terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan penggolongan narkotika di Indonesia.
2. Untuk mengetahui bentuk tindak pidana narkotika dalam pasal-pasal yang terdapat
dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
3
Soeparman dan Herman. 2003. Narkoba telah merubah rumah kami menjadi neraka, Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional-Dikjen Dikti.
BAB II
PEMBAHASAN
4
UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga
Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.
5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk
serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga
Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui
perubahan kimia.
6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang
dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.
8. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian
dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau
bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.
asetanilida
propionanilida
piperidil] priopionanilida
piperidil] propionanilida
16. BETA-HIDROKSI-3-METIL- : N-[1-(beta-Hidroksifenetil)-3-metil-
FENTANIL 4-piperidil]propionanilida
propionilpiperidina
propionanilida
piperidil]propionanilida
propianat (ester)
propionanilida
asetat (ester)
propionanilida
DOB metilfenetilamina
metilfenetilamina
30. DMHP : 3-(1,2-Dimetilheptil)-7,8,9,10- tetrahidro-
6,6,9-trimetil-6H-
dibenzo [b,d]piran-1-ol
DMT
metilfenetilamina
(metilendioksi)fenetilamina
oksazolina
(metilendioksi)fenetilamina
(metilendioksi)fenetilamina
(metilendioksi)fenetil] hidroksilamina
ol
dihidrogen fosfat
PCPY
dimetilfenetilamina
MDA fenetilamina
sikloheksil]piperidina
metilfenetilamina
amino]etil]teofilina
kuinazolinon
kuinazolinon
metoksifenetil)-1-piperazinetano
Narkotika
amina
amina
[(2-metoksifenil) metil]etanamina
dimetoksifenil)etanamina
lain DMA
dimetoksifenil)propan-2-amina
etilkatinona
73. JWH-018 : Naftalen-1-il(1-pentil-1H-indol-3-
il)metanona
METILENDIOKSIPIROVALERO 2-(pirrolidin-1-il)pentan-1- on
N
metilfenil)propan-1-on
metilendioksifenil)propan-1-on
il)heksan-1-on
on
METOKSIMETILAMFETAMIN
A, 4-MMA
metanona
metilnaftalen-1-il)-metanona
metanona
metilpropil]-1-(sikloheksilmetil)- 1H-
indazol-3-karboksamida
3- karboksamida
metilbutanoat
karboksamida
(naftalen-1-il) metanona
il) metanona
karboksamida
oksobutan-2-il)-1-(4-fluorobenzil)- 1H-
indazol-3-karboksamida
dimetilbutanoat
indazol-3-karboksamida
amina
MDEC (etilamino)propan-1-on
N-metilpropan-2-amina
MXE sikloheksanona
(MABP)
zamida
2-amina
107. AM-2201, nama lain JWH-2201 : 1-[(5-Fluoropentil)-1H-indol-3-il]-
(naftalen-1-il) metanona
fenilasetamida
difeniletil)piperazin
on
DIMETILAMINOREKS 1,3-oksazol-2-amina
il)metanona
indol-3- il)metanona
PINACA metilbutanoat
karboksilat
oksobutan-2-il)-1-(5-fluoropentil)- 1H-
indol-3-karboksamida
metilbutanoat
120. MMB-CHMICA : Metil 2-[[1-(sikloheksilmetil)indol- 3-
karbonil]amino]-3,3-
dimetilbutanoat
4-IODO-2,5-DMPEA dimetoksifenil)etanamina
p-
METOKSIETILAMFETAMINA,
metilfenil)propan-1-on
N-ETILPENTILON (etilamino)pentan-1-on
4-KLOROETKATINON (etilamino)propan-1-on
(benzilamino)propan-1-on
(dimetilamino)sikloheksil]-N-
metilbenzamida
4-FLUORO-PVP il)pentan-1-on
il)pentan-1-on
il)pentan-1-on
HEX-EN
Quinolin-8-il-1-pentil-1H-indol-3-
indol-3-karboksilat
indol-3-karboksilat
AYAHUASCA
ISOBAMAT
OKFENTANILO,OKFENTANILU feniletil)piperidin-4-il]asetamida
M
AKRILFENTANIL il]prop-2-enamida
p-FLUOROISOBUTIRIL
FENTANIL, N-(4FLUOROFENIL)-
2-METIL-N-[1-(2-FENETIL)
PIPERIDIN-4-IL]PROPANAMIDA
TETRAHIDROFURAN FENTANIL
p-FLUOROMETAMFETAMINA
154. 3-FLUOROMETAMFETAMINA, : 1-(3-fluorofenil)-N-metilpropan-2- amina
m-FLUOROMETAMFETAMINA
karboksamida
tetrametilsiklopropil)metanona
2-MXP feniletil]piperidina
3-MXP feniletil]piperidina
4-MXP feniletil]piperidina
4-FLUORO-BUTIRILFENTANIL,
PARA-FLUORO-
BUTIRFENTANIL, 4-FLUORO-
BUTIRFENTANIL,PARA-
FLUORO-BUTANOILFENTANIL
4-METOKSI-BUTIRILFENTANIL,
PARA-METOKSI
BUTIRFENTANIL, 4-METOKSI-
BUTIRFENTANIL, PARA-
METOKSI- BUTANOILFENTANIL
FLUOROANILIN)PIPERIDINA
FENETILPIPERIDIN-4-IL)-N-
FENILASETAMIDA
KARBOKSAMIDA
butanoat
karboksamida
karboksamida
indol-3-karboksilat
171. EAM-2201, nama lain 5-FLUORO- : (4-Etilnaftalen-1-il)[1-(5-
JWH-210 fluoropentil)-1H-indol-3- il]metanona
(etilamino)butan-1-on
bk-DMBDB (dimetilamino)butan-1-on
BMDP
- Golongan II
Obat-obatan yang dapat digunakan sebagai upaya terakhir, dalam terapi dan
pengembangan ilmu pengetahuan, serta memiliki potensi tinggi menyebabkan
kecanduan.
4,4-difenilheptana
2. ALFAMEPRODINA : Alfa-3-etil-1-metil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
3. ALFAMETADOL : Alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-
heptanol
propionoksipiperidina
5. ALFENTANIL : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-
tetrazol-1-il)etil]-4- (metoksimetil)-4-
piperidinil]-N-
fenilpropanamida
6. ALLILPRODINA : 3-Allil-1-metil-4-fenil-4-
propionoksipiperidina
ester
8. ASETILMETADOL : 3-Asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-
difenilheptana
ester
propionoksipiperidina
heptanol
propionoksipiperidina
4-difenilheptana
1-benzimidazolinil)piperidina
(1-pirolidinil)butil]morfolina
propil]propionanilida
butena
19. DIFENOKSILAT : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-
4-fenilisonipekotik
21. DIHIDROMORFINA
heptanol
23 DIMENOKSADOL : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-
difenilasetat
butena
heptanona
6ß,14-diol
28. Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgonina
dan kokaina.
1-butena
30 ETOKSERIDINA : Asam1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil]-4-
fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
etoksibenzil-5-nitrobenzimedazol
32. FURETIDINA : Asam 1-(2- tetrahidrofurfuriloksietil)-
4- fenilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
difenil-3-heksanona
heptanona
piperidinoetil)propionanilida
6,7-benzomorfan
ester
propionilanilinopiperidina
dietilaminoetil-5-nitrobenzimidazol
karboksimetiloksima
46. LEVOFENASILMORFAN : (-)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan
(1-pirolidinil)butil] morfolina
heptanona
benzomorfan
59. MORFINA-N-OKSIDA
61. Morfina
62. NIKOMORFINA : 3,6-dinikotinilmorfina
4,4-difenilheptana
heksanona
demetilatedmorfina
heksanona
propionoksiazasikloheptana
77. PROPERIDINA : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-
(1-pirolidinil)butil]-morfolina
82. TEBAINA
fenil-3-sikloheksena-1-karboksilat
propionoksipiperidina
N-BENZILPIPERAZIN
(MCPP)
etanotetrahidrooripavina
(fenilpropionilamino)-piperidina-4-
karboksilat metil ester
1. ASETILDIHIDROKODEINA
2. DEKSTROPROPOKSIFENA : Alfa-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-
3-metil-2-butanol propionat
3. DIHIDROKODEINA
4. ETILMORFINA : 3- etilmorfina
5. KODEINA : 3-metilmorfina
6. NIKODIKODINA : 6-nikotinildihidrokodeina
7. NIKOKODINA : 6-nikotinilkodeina
8. NORKODEINA : N-demetilkodeina
9. POLKODINA : Morfoliniletilmorfina
piridilpropionamida
tetrahidrooripavina
14. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika.
narkotika.
B. Bentuk Tindak Pidana Narkotika Dalam Pasal-Pasal Yang Terdapat Dalam Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
1. Tidak Sah Menanam, Mengolah, Memiliki, Menyimpan, Memiliki atau Menyediakan
Narkotika
Pelanggaran ini berlaku untuk semua narkotika, meskipun hukumannya berbeda
tergantung pada kategori dan jumlah narkotika yang bersangkutan. Undang-Undang
Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika tidak memuat definisi yang tepat tentang
budidaya, penyimpanan, kepemilikan atau kegiatan lain yang dilarang oleh ketentuan
ini. Faktanya, sangat sedikit hukuman budidaya yang dilaporkan oleh Indonesia (hanya
32 pada tahun 2012, dan 35 pada tahun 2011), 5 dan semuanya terkait dengan budidaya
ganja. Sebagaimana dijelaskan lebih lanjut di bawah, aspek kepemilikan dari
pelanggaran ini telah bermasalah, karena dapat berlaku untuk jumlah yang untuk
penggunaan pribadi dan dapat, dengan demikian, mengarah pada penuntutan pecandu
narkoba daripada mereka yang terlibat dalam perdagangan narkoba.6
2. Memproduksi, Mengimpor, Mengekspor, atau Mendistribusikan Narkotika secara
hukum (Pasal 113, 118, 123)
Tindak pidana ini juga berlaku bagi semua golongan narkotika dan dianggap lebih
berat daripada tindak pidana yang berkaitan dengan penanaman dan budidaya. Yang
dimaksud dengan memproduksi adalah:
Kegiatan atau proses penyiapan, pembuatan, pembuatan, dan produksi narkotika
secara langsung atau tidak langsung melalui ekstraksi atau cara non-ekstraksi dari
sumber alam atau bahan kimia sintetik atau kombinasi, termasuk pengemasan
dan/atau pengubahan bentuk narkotika.
Jumlah total kasus manufaktur, sekali lagi, kecil (39 pada 2012, 64 pada 2011).
Mengimpor didefinisikan sebagai tindakan membawa narkotika atau zat prekursor ke
dalam zona pabean Indonesia, sedangkan mengekspor adalah mengeluarkan narkotika
atau zat-zat prekursor dari daerah pabean Indonesia. Pengertian peredaran tidak jelas,
hanya mengacu pada setiap kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dilakukan tanpa
wewenang atau bertentangan dengan undang-undang yang mengatur tentang narkotika
5
Hari Sasangka. 2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana. Bandung:Mandar Maju.
6
Tim Lindsey and Pip Nicholson, Drugs Law and Legal Practice In Southeast
Asia, Oxford: Hart Publishing, 2016.
dan tindak pidana prekursor7. Pelanggaran terkait berlaku untuk pemegang obat yang
berwenang yang mendistribusikan obat untuk tujuan yang tidak sah.
3. Secara Melawan Hukum Menawarkan untuk Membeli, Menjual, Menjadi Perantara
dalam Pembelian atau Penjualan, Penerimaan, Pemberian, atau Perdagangan
Narkotika8
Pasal 114:
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika
Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman
beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam
bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati,
pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 119
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,
menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan
II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku
dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara
7
Indrawan, Kiat Ampuh Menangkal Narkoba, Rineka Cipta, Jakarta, 2004
8
Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Narkotika Pasal 114, 119, 124
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 124
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,
menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan
III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Tindak pidana menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika yang diatur dalam
pasal 114, 119, dan 124 ini dibedakan dari Golongan Narkotikanya baik Golongan I,
II, maupun, III. Diancam dengan pidana penjara beserta denda sesuai dengan golongan
narkotika mana yang menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan.
4. Membawa, Mengirim, Mengirimkan, atau Mengangkut Narkotika Secara Tidak Sah9
Pasal 115:
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,
mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito
Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman
beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon beratnya
melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
9
Ibid., Pasal 115, 120, 125.
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3
(sepertiga).
Pasal 120:
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,
mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito
Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5
(lima) gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 125:
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,
mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito
Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5
(lima) gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Transito Narkotika merupakan upaya mengangkut narkotika dari satu negara ke
negara lain melalui Indonesia, baik terdapat perubahan cara pengangkutan maupun
tidak.10 Hukuman yang dijatukan terhadap pelanggaran ini lebih ringan daripada yang
berlaku untuk pelanggaran dalam bentuk produksi, perdagangan, ataupun variasi
pelanggaran yang didasarkan pada jenis dan jumlah narkobanya. Obat-obatan yang
masuk Kategori I, dijatuhkan hukuman yang lebih berat untuk pengangkutan bahan
tanaman lebih dari satu kilogram atau lebih dari lima pohon.
10
Ibid., Pasal 1 Ayat (12)
5. Tindak Tindak Pidana Prekursor (Pasal 129)
Prekursor narkotika didefinisikan sebagai “setiap zat atau bahan kimia atau bahan
awal yang dapat digunakan untuk memproduksi narkotika”.11 Meskipun bukan
narkotika yang sebenarnya, tindakan seperti:12
a. Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika untuk
pembuatan Narkotika.
b. Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Prekursor Narkotika
untuk pembuatan Narkotika.
c. Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam
jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor Narkotika untuk pembuatan
Narkotika.
d. Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor Narkotika untuk
pembuatan Narkotika.
Jadi berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2009 tentang Narkotika telah mengatur bahwa memproduksi, memiliki atau
memperdagangkan bahan pembuatan narkotika juga termasuk tindak pidana.
6. Tindak Pidana Konsumsi (Pasal 127)
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Narkotika telah mengatur tentang
larangan penggunaan obat-obatan untuk dikonsumsi pribadi. Penyalahguna narkoba
(penyalahguna) dijelaskan sebagai siapa saja yang menggunakan narkotika tanpa izin
atau dengan cara lain yang melanggar hukum.13
Hukuman yang dijatuhkan pada tindak pidana konsumsi narkotika ini tergantung
pada kategori narkotika yang dikonsumsi namun tidak ada persyaratan hukuman
minimum yang berlaku. Hakim diarahkan untuk merujuk pada klausul rehabilitasi
ketika menentukan kasus konsumsi pribadi.14 Pengguna yang ditemukan sebagai
'korban' penyalahgunaan narkoba atau 'pecandu' diharuskan menjalani rehabilitasi
medis dan sosial.15 Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Narkotika,
'korban' penyalahgunaan narkoba merupakan orang yang 'tidak sengaja' menggunakan
narkoba karena dibujuk, ditipu, ditipu, dipaksa atau diancam untuk menggunakan
11
Ibid., Pasal 1 Ayat (2)
12
Ibid, Pasal 129
13
Ibid., Pasal 1 Ayat (15)
14
Ibid., Pasal 127 Ayat (2) – (3)
15
Ibid., Pasal 54, Pasal 127 Ayat (3)
narkoba.16 Sedangkan 'Pecandu' adalah seseorang yang menggunakan atau
menyalahgunakan narkotika dan kemudian mengalami ketergantungan narkotika,
termasuk ketergantungan fisik maupun psikis.17
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 memperkenalkan tentang hukuman non-
penahanan yakni rehabilitasi. Masa rehabilitasi yang telah dilalui dianggap setara
dengan menjalani hukuman penjara.18 Dalam praktiknya, penegak hukum seperti jaksa
dan polisi memiliki preferensi kuat untuk hukuman yang bersifat menghukum. Menurut
data BNN, terdapat 6.024 tersangka pelanggaran konsumsi pada tahun 2020.19
7. Penggunaan Narkotika yang Dikelola/Diinduksi Pihak Ketiga
Tindakan memberi narkotika secara tidak sah kepada orang lain atau memberikan
narkotika kepada orang lain untuk digunakan adalah dilarang menurut Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2009.20 Pemberian narkotika yang melanggar hukum yang kemudian
mengakibatkan kematian atau cedera permanen juga memiliki hukuman yang lebih
berat.21
8. Pelanggaran Terhadap Anak
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Narkotika telah memuat ketentuan
yang menargetkan keterlibatan anak dalam konsumsi dan perdagangan narkotika.
Melibatkan seorang anak dengan cara apa pun dalam melakukan suatu pelanggaran
tindak pidana narkotika menimbulkan tanggung jawab tersendiri dan hukuman berat
dapat dijatuhkan, termasuk hukuman mati atau penjara seumur hidup, atau penjara
paling sedikit lima tahun dan paling lama 20 tahun dan denda senilai sampai 20 miliar.22
Pihak ketiga dapat turut bertanggung jawab jika pihak ketiga tersebut 'mengizinkan,
mendorong, memfasilitasi atau memaksa' seorang anak dibawah umur untuk
menggunakan narkoba.23 Dalam beberapa keadaan, orang tua pengguna juga dapat
dikenakan tuntutan pidana. Jika pengguna berada di bawah usia yang diperbolehkan
(18 tahun),24 orang tua atau wali memiliki kewajiban untuk melaporkan kecanduan
16
Ibid., Pasal 54
17
Ibid., Pasal 1 Ayat (13)
18
Ibid., Pasal 103 Ayat (2): “Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman”.
19
Badan Narkotika Nasional. Total Pasien Penyalahgunaan. Statistik P4GN Periode 2020-01-01 sampai 2020-12-
31. BNN - Badan Narkotika Nasional RI. Diakses Pada 6 September 2021
20
Ibid., Pasal 116 Ayat (1), Pasal 121 Ayat (1) dan Pasal 126 Ayat (1)
21
Ibid., Pasal 116 Ayat (2), Pasal 121 Ayat (2) dan Pasal 126 Ayat (2)
22
Ibid., Pasal 133 ayat (1)
23
Ibid., Pasal 133 ayat (2)
24
Ibid., Penjelasan Pasal 55 Ayat (1)
anak ke klinik rehabilitasi pemerintah.25 Jika orang tua atau wali 'dengan sengaja' gagal
memenuhi kewajiban melaporkan tersebut, dia bertanggung jawab untuk kurungan
penjara paling lama enam bulan (suatu bentuk pidana kurungan, akan dibahas lebih
lanjut di bawah), atau denda Rp 1 juta.26 Pecandu di bawah umur yang dilaporkan oleh
orang tuanya tidak dapat dipidana.27
9. Pihak Ketiga Yang Memiliki Kewajiban Melaporkan Tindak Pidana Narkotika
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Narkotika,
masyarakat secara umum memiliki kesempatan berpartisipasi aktif dalam dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan perdagangan serta penggunaan narkotika.28 Bahkan,
Undang-Undang ini telah dengan jelas mewajibkan setiap orang yang mengetahui
terjadinya tindak pidana narkotika (bukan hanya orang tua atau wali pengguna di bawah
umur) untuk melapor pada setiap orang yang mengetahui terjadinya tindak pidana
narkotika (bukan hanya orang tua atau wali pengguna di bawah umur). Misalnya,
pelanggaran 'sengaja' tidak melaporkan tindak pidana yang tercantum dalam Bab XV
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Narkotika.29 Tidak jelas persis
bagaimana kewajiban ini diterapkan. Ini mungkin dimaksudkan untuk menargetkan
mereka yang didekati sebagai saksi atau diinterogasi oleh polisi dan dengan sengaja
tidak mengungkapkan informasi. Di sisi lain, itu mungkin meluas lebih jauh, untuk
menangkap setiap individu yang gagal secara sukarela menawarkan informasi
sehubungan dengan pelanggaran.
Pelanggaran pelaporan tambahan juga berlaku untuk nakhoda atau pilot yang tidak
melaporkan keberadaan narkotika di kapal/pesawat kargo yang mereka kemudikan jika
diharuskan oleh peraturan terkait.30
10. Zat Psikotropika Lainnya31
Serangkaian pelanggaran terhadap narkotika serupa juga diatur dalam Bab XIV
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Pasal 60 mengatur
berbagai pelanggaran mencakup pelanggaran produksi psikotropika dan
penyalurannya. Pasal 61 mengatur terkait pelanggaran yang terjadi dalam kegiatan
mengimpor dan ekspor psikotropika. Pasal 62 mengatur pelanggaran kepemilikan
25
Ibid., Pasal 55 Ayat (1)
26
Ibid., Pasal 128 ayat (1)
27
Ibid., Pasal 128 ayat (2)
28
Ibid., Pasal 104, Pasal 105
29
Ibid., Pasal 131
30
Ibid., Pasal 139
31
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Pasal 60 - 65
psikotropika. Pelanggaran kegiatan distribusi dan pengangkutan yang berlaku untuk
psikotropika diatur dalam Pasal 63. Pasal 64 mengatur tentang pelanggaran yang
berkaitan dengan penyelenggaraan rehabilitasi serta Pasal 65 mengatur tentang
pelaporan terhadap kepemilikan pskotropika yang tidak sah.
11. Hasil Tindak Pidana dan Pencucian Uang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Narkotika,
melakukan transaksi (memberi, menerima, memperdagangkan, menyimpan,
menyembunyikan, mewariskan atau mewarisi) dengan harta benda dalam bentuk
apapun, berwujud atau tidak berwujud, berasal dari tindak pidana narkotika atau bahan
persiapan.adalah dilarang.32 Tindak pidana lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tahun 2010.
32
Ibid., Pasal 137
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba terbukti telah merusak masa depan
bangsa di negara manapun, merusak karakter manusia, merusak fisik dan kesehatan
masyarakat, serta dalam jangka panjang berpotensi besar mengganggu daya saing dan
kemajuan suatu bangsa.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibagi ke dalam golongan-golongan.
Indonesia telah mengatur tentang bentuk tindak pidana narkotika dalam pasal-pasal
yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Narkotika antara lain:
secara tidak sah menanam, mengolah, memiliki, menyimpan, memiliki atau menyediakan
narkotika, memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau mendistribusikan narkotika secara
hukum, secara melawan hukum menawarkan untuk membeli, menjual, menjadi perantara
dalam pembelian atau penjualan, penerimaan, pemberian, atau perdagangan narkotika,
membawa, mengirim, mengirimkan, atau mengangkut narkotika secara tidak sah, tindak tindak
pidana prekursor, tindak pidana konsumsi, penggunaan narkotika yang dikelola/diinduksi
pihak ketiga, pelanggaran terhadap anak, pihak ketiga yang memiliki kewajiban melaporkan
tindak pidana narkotika, zat psikotropika lainnya, dan penyalahgunaan narkotika hasil tindak
pidana dan pencucian uang.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Hari Sasangka. 2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana. Bandung:Mandar
Maju.
Soeparman dan Herman. 2003. Narkoba telah merubah rumah kami menjadi neraka,
Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional-Dikjen Dikti.
Tim Lindsey and Pip Nicholson, Drugs Law and Legal Practice In Southeast.
Peraturan Perundang-Undangan
Sumber Internet
Badan Narkotika Nasional. Total Pasien Penyalahgunaan. Statistik P4GN Periode 2020-01-01
sampai 2020-12-31. BNN - Badan Narkotika Nasional RI. Diakses Pada 6 September
2021