Anda di halaman 1dari 65

UNDANG - UNDANG & ETIKA KESEHATAN

Peraturan Narkotika, Psikotropika,


Dan Prekursor (Permenkes Nomor 3
Tahun 2015, UU No 35 Tahun 2009
Dan UU No 5 Tahun 1997)
OLEH KELOMPOK VII :
ASRI YANI (1401074)
DEBBY HUSNIL KHATIMAH (1401077)
FRETY SASTRA ZADOR (1401088)
SITI ANISAK (1401054)
YOSSI RAMADHANI (1401066)

DOSEN PEMBIMBING :
ERNIZA PRATIWI M.Farm.,Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
PEKANBARU
2017
Sub Pembahasaan
DEFINISI NORKOTIKA, PSIKOTROPIK DAN PREKURSOR

PENGGOLONGAN NORKOTIKA, PSIKOTROPIK DAN PREKURSOR

PRODUKSI NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN PREKURSOR

PENYALURAN DAN PENYERAHAAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN


PREKURSOR

PENYIMPANAN, PELAPORAN, PEMUSNAHAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA


DAN PREKURSOR

SANKSI TERHADAP PELANGGARAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIK DAN


PREKURSOR
DEFENISI
UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongangolongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.

Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang
dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.

UU No 5 Tahun 1997 Tentang Fisikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Pemenkes No 3 Tahun 2015

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan
sebagaimana terlampir daLamUndang-Undang tentang Narkotika.

Psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat, baik alamiah maupun


sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku.

Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang
dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses
produksi industri farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk
jadi yang mengandung ephedrine, pseudoephedrine, norephedrine /
phenylpropanolamine, ergotamin, ergometrine, atau Potasium
Permanganat.
PENGGOLONGAN

NARKOTIK

PSIKOTROPIK

PERKUSOR
PASAL 6 ( UU 35
TAHUN 2009)

(1) Narkotika (3) Ketentuan


sebagaimana dimaksud mengenai perubahan
dalam Pasal 5 penggolongan
digolongkan ke dalam: Narkotika
a. Narkotika Golongan I; (2) Penggolongan sebagaimana
b. Narkotika Golongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat
II; dan dimaksud pada ayat (1) (2) diatur dengan
c. Narkotika Golongan untuk pertama kali Peraturan Menteri.
III. ditetapkan
sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I dan
merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.
PASAL 7

Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan


pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

PASAL 8

Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk


kepentingan pelayanan kesehatan
Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat
digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia
diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah
mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Narkotika Golongan II dan
Golongan III yang berupa
bahan baku, baik alami
PASAL 37 maupun sintetis, yang
digunakan untuk produksi
obat diatur dengan Peraturan
Menteri
BEBERAPA DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN I

Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk


buah dan jeraminya, kecuali bijinya.

2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah
tanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalami pengolahan
sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar
morfinnya.

3. Opium masak terdiri dari : a. candu, hasil yang diperoleh dari opium
mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan,
pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan
lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok
untuk pemadatan. b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa
memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan
lain. c. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.

4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari


keluarga Erythroxylaceae termasuk buah dan bijinya.
5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam
bentuk serbuk dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga
Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui
perubahan kimia

6. 6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka


yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.

7. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina

8. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua


bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman
ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis.
9. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo kimianya.
10. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya.
11. Asetorfina : 3-0-acetiltetrahidro-7-(1-hidroksi-1-metilbutil)- 6, 14- endoeteno-
oripavina
12. Acetil alfa metil fentanil : N-[1-(-metilfenetil)-4-piperidil] asetanilida. Alfa-
metilfentanil .13. Alfa-metilfentanil : N- [1(-metilfenetil)-4-piperidil] propionanilida
14. Alfa-metiltiofentanil : N-[1-] 1-metil-2-(2-tienil) etil]-4-iperidil] priopionanilida
15. Beta-hidroksifentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-4-piperidil] propionanilida
16. Beta-hidroksi-3-metilfentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-3-metil-4 piperidil]
propio-nanilida.
17. Desmorfina : Dihidrodeoksimorfina
18. Etorfina : tetrahidro-7-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14- endoeteno-oripavina
19. Heroina : Diacetilmorfina
20. Ketobemidona : 4-meta-hidroksifenil-1-metil-4- propionilpiperidina
NARKOTIKA
GOLONGAN II

6. Allilprodina : 3-allil-1-metil-4-fenil-
1. Alfasetilmetadol : Alfa-3-asetoksi-6- 4-propionoksipiperidina
dimetil amino-4,4- 7. Anileridina : Asam 1-para-
difenilheptana aminofenetil-4-fenilpiperidina)-4-
2. Alfameprodina : Alfa-3-etil-1-metil- karboksilat etil ester
4-fenil-4- 8. Asetilmetadol : 3-asetoksi-6-
propionoksipiperidina dimetilamino-4, 4-difenilheptana
3. Alfametadol : alfa-6-dimetilamino- 9. Benzetidin : asam 1-(2-
4,4-difenil-3-heptanol benziloksietil)-4-fenilpiperidina-4-
4. Alfaprodina : alfa-l, 3-dimetil-4- karboksilat etil ester
fenil-4-propionoksipiperidina 10. Benzilmorfina : 3-benzilmorfina
5. Alfentanil : N-[1-[2-(4-etil-4,5- 11. Betameprodina : beta-3-etil-1-
dihidro-5-okso-l H-tetrazol-1- metil-4-fenil-4-propionoksipipe
il)etil]-4-(metoksimetil)-4-pipe ridinil]- ridina
Nfenilpropanamida 12. Betametadol : beta-6-
dimetilamino-4,4-difenil-3heptanol
NARKOTIKA
GOLONGAN III

Asetildihidrokodeina
5. Kodeina : 3-metil
Dekstropropoksifena :
morfina
-(+)-4-dimetilamino- 6. Nikodikodina : 6-
1,2-difenil-3-metil-2- nikotinildihidrokodeina
butanol propionate 7. Nikokodina : 6-
Dihidrokodeina nikotinilkodeina
Etilmorfina : 3-etil 8. Norkodeina
morfina
PREKUSOR NARKOTIKA
(PASAL 48)

Pengaturan prekursor dalam Undang-Undang ini bertujuan:

a. melindungi c. mencegah
b. mencegah dan
masyarakat dari terjadinya
memberantas
bahaya kebocoran dan
peredaran gelap
penyalahgunaan penyimpangan
Prekursor
Prekursor Prekursor
Narkotika
Narkotika Narkotika.
Penggolongan dan Jenis
Prekursor Narkotika ( Pasal 49 )

(1) Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5


digolongkan ke dalam Prekursor Tabel I dan Prekursor Tabel II
dalam Lampiran Undang-Undang ini.

(2) Penggolongan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II dan merupakan bagian tak terpisahkan dari Undang-
Undang ini.

(3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Prekursor


Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait
PERMENKES NO 5 TAHUN 1997
PSIKOTROPIKA

DAFTAR PSIKOTROPIKA
GOLONGAN I
BROLAMFETAMINA ETISIKLIDINA ETRIPTAMINA MEKATINONA
KATINONA (+)-LISERGIDA
PSILOSIBINA ROLISIKLIDINA TENAMFETAMINA
TENOKSILIDINA

DAFTAR PSIKOTROPIKA
GOLONGAN II

AMFETAMINA DEKSAMFETAMINA FENETILINA


FENMETRAZINA FENSIKLIDINA LEVAMFETAMINA
MEKLOKUALON METAMFETAMINA METAMFETAMINA

RASEMAT METAKUALON METILFENIDAT


SEKOBARBITAL ZIPEPPROL
PERMENKES NO 5 TAHUN 1997
PSIKOTROPIKA

DAFTAR PSIKOTROPIKA
GOLONGAN III

AMOBARBITAL BUPRENOFRINA BUTALBITAL


FLUNITRAZEPAM GLUTETIMIDA KATINA
PENTAZOSINA PENTOBARBITAL SIKLOBARBITAL
PERMENKES NO 9 TAHUN 2015
TENTANG PERUBAHAN PENGGOLONGAN
PSIKOTROPIKA
DAFTAR PSIKOTROPIKA
GOLONGAN IV

ALLOBARBITAL BUTOBARBITAL FENCAMFAMINA

ALPRAZOLAM DELORAZEPAM FENDIMETRAZINA

AMFEPRAMONA DIAZEPAM FENOBARBITAL

AMINOREKS ESTAZOLAM FENPROPOREKS

BARBITAL ETIL AMFETAMINA FENTERMINA

BENZFETAMINA ETIL LOFLAZEPAT FLUDIAZEPAM

BROMAZEPAM ETINAMAT FLURAZEPAM

BROTIZOLAM ETKLORVINOL HALAZEPAM


HALOKSAZOLAM KLOTIAZEPAM MEPROBAMAT

KAMAZEPAM LEFETAMINA MESOKARB

KETAZOLAM LOPRAZOLAM METILFENOBARBITAL

KLOBAZAM LORAZEPAM METIPRILON

KLOKSAZOLAM LORMETAZEPAM MIDAZOLAM

KLONAZEPAM MAZINDOL NIMETAZEPAM

KLORAZEPAT MEDAZEPAM NITRAZEPAM

KLORDIAZEPOKSIDA MEFENOREKS NORDAZEPAM

OKSAZEPAM OKSAZOLAM PEMOLINA


PINAZEPAM PIPRADROL PIROVALERONA
PRAZEPAM SEKBUTABARBITAL TEMAZEPAM
TETRAZEPAM TRIAZOLAM VINILBITAL
ZOLPIDEM
GOLONGAN DAN JENIS
PREKUSOR

1. Acetic Anhydride. propanone.


2. N-Acetylanthranilic 9. Norephedrine.
Acid. 10. 1-Phenyl-2-
3. Ephedrine. Propanone.
4. Ergometrine. 11. Piperonal.
TABEL I 5. Ergotamine. 12. Potassium
6. Isosafrole. Permanganat.
7. Lysergic Acid. 13. Pseudoephedrine.
8. 3,4 14. Safrole.
Methylenedioxyphenyl-2-
GOLONGAN DAN JENIS
PREKUSOR

1. Acetone.
2. Anthranilic Acid.
3. Ethyl Ether.
4. Hydrochloric Acid. TABEL II
5. Methyl Ethyl Ketone.
6. Phenylacetic Acid.
7. Piperidine.
8. Sulphuric Acid.
9. Toluene.
PRODUKSI NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA
DAN PREKURSOR
UU NO. 5 TAHUN 1997 BAB III
PRODUKSI

Pasal 5 Pasal 6

Psikotropika hanya Psikotropika golongan


dapat diproduksi oleh I dilarang diproduksi
pabrik obat yang telah dan/atau digunakan
memiliki izin sesuai dalam proses
dengan ketentuan produksi.
peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Psikotropika, yang diproduksi untuk diedarkan berupa obat,


Pasal 7 harus memenuhi standar dan/atau persyaratan farmakope
Indonesia atau buku standar lainnya.
UU NO. 35 TAHUN 2009 BAB IV
Bagian Kedua
(Produksi)

Pasal 11

Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi


Narkotika kepada Industri Farmasi tertentu yang telah memiliki
izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
setelah dilakukan audit oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Menteri melakukan pengendalian terhadap produksi Narkotika


sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9.
Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan
terhadap bahan baku, proses produksi, dan hasil akhir dari
produksi Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan
Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian izin dan


pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan


sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pasal 12

(2) Pengawasan produksi


(1) Narkotika Golongan I dilarang Narkotika Golongan I untuk
diproduksi dan/atau digunakan kepentingan pengembangan ilmu
dalam proses produksi, kecuali pengetahuan dan teknologi
dalam jumlah yang sangat terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat
untuk kepentingan pengembangan (1) dilakukan secara ketat oleh
ilmu pengetahuan dan teknologi. Badan Pengawas Obat dan
Makanan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara


penyelenggaraan produksi dan/atau penggunaan
dalam produksi dengan jumlah yang sangat
terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
PENYALURAN DAN PENYERAHAN
NARKOTIK

PENYALURAN DAN PENYERAHAN


PSIKOTROPIK

PENYALURAN DAN PENYERAHAN


PREKURSOR FARMASI
Penyaluran
Penyerahan

Setiap kegiatan distribusi


Narkotika, Psikotropika dan Setiap kegiatan
Prekursor Farmasi dalam memberikan narkotika,
rangka pelayanan kesehatan psikotropika dan prekursor
atau kepentingan ilmu farmasi, baik antar
pengetahuan. penyerah maupun kepada
pasien dalam rangka
pelayanan kesehatan.
PENYALURAN

PASAL 8

Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor


Farmasi wajib memenuhi Cara Distribusi Obat
yang Baik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
PASAL 9

(1) Penyaluran Narkotika, Psikotropika, (3) Surat pesanan Narkotika hanya dapat
dan Prekursor Farmasi hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis Narkotika
dilakukan berdasarkan:
a) Surat pesanan; atau
b) Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat (LPLPO) untuk
(4) Surat pesanan Psikotropika atau
pesanan dari Puskesmas.
Prekursor Farmasi hanya dapat
digunakan untuk 1 (satu) atau beberapa
jenis Psikotropika atau Prekursor
Farmasi
(2) Surat pesanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya
dapat berlaku untuk masing-masing
Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor (5) Surat pesanan sebagaimana
Farmasi dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
harus terpisah dari pesanan barang lain.
Penyaluran Narkotika Golongan I

PASAL 10

(1) Penyaluran Narkotika Golongan I (2) Penyaluran Narkotika sebagaimana


hanya dapat dilakukan oleh perusahaan dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
PBF milik Negara yang memiliki Izin dilakukan berdasarkan surat pesanan
Khusus Impor Narkotika kepada dari Apoteker penanggung jawab
Lembaga Ilmu Pengetahuan untuk dan/atau Kepala Lembaga Ilmu
kepentingan pengembangan ilmu Pengetahuan dengan menggunakan
pengetahuan dan teknologi, termasuk contoh sebagaimana tercantum dalam
untuk kebutuhan laboratorium. Formulir 1 terlampir.
Penyaluran Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi Dalam Bentuk Bahan Baku

PASAL 11
(1) Penyaluran Narkotika dalam bentuk bahan baku
hanya dapat dilakukan oleh perusahaan PBF milik
Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika
kepada Industri Farmasi dan/atau Lembaga Ilmu
Pengetahuan.

(2) Penyaluran Narkotika sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) hanya dapat dilakukan berdasarkan
surat pesanan dari Apoteker penanggung jawab
produksi dan/atau Kepala Lembaga Ilmu
Pengetahuan dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 1 terlampir.
PASAL 12 PASAL 13

(1) Penyaluran Prekursor Farmasi


(1) Penyaluran Psikotropika dalam
berupa zat/bahan pemula/bahan
bentuk bahan baku hanya dapat
kimia atau produk antara/produk
dilakukan oleh PBF yang memiliki
ruahan hanya dapat dilakukan oleh
izin sebagai IT Psikotropika kepada
PBF yang memiliki izin IT Prekursor
Industri Farmasi dan/atau Lembaga
Farmasi kepada Industri Farmasi
Ilmu Pengetahuan.
dan/atau Lembaga Ilmu
Pengetahuan.

(2) Penyaluran Psikotropika


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (2) Penyaluran Prekursor Farmasi
hanya dapat dilakukan berdasarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
surat pesanan dari Apoteker hanya dapat dilakukan berdasarkan
penanggung jawab produksi surat pesanan dari Apoteker
dan/atau Kepala Lembaga Ilmu penanggung jawab produksi dan/atau
Pengetahuan dengan menggunakan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan
contoh sebagaimana tercantum dengan menggunakan contoh
dalam Formulir 2 terlampir. sebagaimana tercantumdalam
Formulir 3 terlampir.
Penyaluran Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi Dalam Bentuk Obat Jadi

(1) Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi


PASAL 14 dalam bentuk obat jadi hanya dapat dilakukan oleh:

PBF kepada PBF lainnya,


PBF milik Negara yang
Apotek, Instalasi Farmasi
Industri Farmasi kepada memiliki Izin Khusus Impor
Rumah Sakit, Instalasi Farmasi
PBF dan Instalasi Farmasi Narkotika kepada Industri
Klinik, Instalasi Farmasi
Pemerintah; Farmasi, untuk penyaluran
Pemerintah dan Lembaga
Narkotika;
Ilmu Pengetahuan;

Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat kepada Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah


Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah, Instalasi kepada Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Farmasi Rumah Sakit milik Pemerintah, dan milik Pemerintah Daerah, Instalasi
Instalasi Farmasi Tentara Nasional Indonesia Farmasi Klinik milik Pemerintah Daerah,
atau Kepolisian; dan dan Puskesmas

(2) Selain kepada PBF lainnya, Apotek, Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Pemerintah dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, PBF dapat
menyalurkan Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas kepada Toko Obat.
Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam
PASAL 15 bentuk obat jadi oleh Industri Farmasi kepada PBF hanya dapat
dilakukan oleh Industri Farmasi pemilik izin edar.

1) Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi


dalam bentuk obat jadi hanya dapat dilakukan berdasarkan
surat pesanan dari Apoteker penanggung jawab atau Kepala
Lembaga Ilmu Pengetahuan untuk kebutuhan penelitian dan
pengembangan, dengan menggunakan contoh sebagaimana
tercantum dalam Formulir 1, Formulir 2 dan Formulir 4
terlampir.
2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat PASAL 16
(1), untuk penyaluran kepada Instalasi Farmasi Pemerintah,
surat pesanan dapat ditandatangani oleh Apoteker yang
ditunjuk.
3) Dalam hal penyaluran Prekursor Farmasi dari PBF kepada Toko
Obat, hanya dapat dilakukan berdasarkan surat pesanan dari
Tenaga Teknis Kefarmasian dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 4 terlampir.
PASAL 17

1) Pengiriman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang dilakukan oleh


Industri Farmasi, PBF, atau Instalasi Farmasi Pemerintah harus dilengkapi
dengan:
a. Surat pesanan;
b. Faktur dan/atau surat pengantar barang, paling sedikit memuat:
Nama Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi;
Bentuk sediaan;
Kekuatan;
Kemasan;
Jumlah;
Tanggal kadaluarsa; dan
Nomor batch.
2) Pengiriman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan melalui jasa pengangkutan hanya dapat
membawa Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi sesuai dengan jumlah
yang tecantum dalam surat pesanan, faktur, dan/atau surat pengantar barang
yang dibawa pada saat pengiriman.
PENYERAHAN

PASAL 18

1) Penyerahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya


dapat dilakukan dalam bentuk obat jadi.
2) Dalam hal Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan kepada pasien, harus dilaksanakan oleh Apoteker di
fasilitas pelayanan kefarmasian.
3) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara
langsung sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian.
4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
penyerahan Prekursor Farmasi yang termasuk golongan obat bebas
terbatas di Toko Obat dilakukan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian.
Penyerahan Narkotika dan Psikotropika

PASAL 19

(2) Apotek sebagaimana dimaksud


(1) Penyerahan Narkotika dan/atau
pada ayat (1) huruf a hanya dapat
Psikotropika hanya dapat dilakukan
menyerahkan Narkotika dan/atau
oleh:
Psikotropika kepada:

Apotek; Apotek lainnya;


Puskesmas; Puskesmas;
Instalasi Farmasi Rumah Sakit; Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
Instalasi Farmasi Klinik; dan Instalasi Farmasi Klinik;
dokter. dokter; dan
pasien.
3) Penyerahan Narkotika dan/atau Psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a sampai dengan huruf d hanya dapat dilakukan untuk memenuhi kekurangan
jumlah Narkotika dan/atau Psikotropika berdasarkan resep yang telah diterima.
4) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus berdasarkan surat permintaan
tertulis yang ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab dengan menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 5 terlampir.
5) Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi Klinik hanya
dapat menyerahkan Narkotika dan/atau Psikotropika kepada pasien berdasarkan resep
dokter.

1) Penyerahan Narkotika dan Psikotropika oleh Apotek kepada


Dokter hanya dapat dilakukan dalam hal:
a. dokter menjalankan praktik perorangan dengan
memberikan Narkotika dan Psikotropika melalui suntikan;
dan/atau
b. dokter menjalankan tugas atau praktik di daerah terpencil
PASAL 20 yang tidak ada Apotek atau sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
berdasarkan surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh
dokter yang menangani pasien dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 6 terlampir.
PASAL 21

(1) Penyerahan Narkotika dan Psikotropika oleh dokter kepada


pasien hanya dapat dilakukan dalam hal:

Dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan Narkotika dan


Psikotropika melalui suntikan;
Dokter menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan
Narkotika melalui suntikan;
Dokter menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan
Psikotropika; atau
Dokter menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada Apotek berdasarkan
surat penugasan dari pejabat yang berwenang.

(2) Surat penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d


termasuk sebagai izin penyimpanan Narkotika dan Psikotropika
untuk keperluan pengobatan.
Penyerahan Prekursor Farmasi

PASAL 22

(2) Apotek hanya dapat menyerahkan


(1) Penyerahan Prekursor Farmasi
Prekursor Farmasi golongan obat
hanya dapat dilakukan oleh:
keras kepada:
Apotek; Apotek lainnya;
Puskesmas; Puskesmas;
Instalasi Farmasi Rumah Sakit; Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
Instalasi Farmasi Klinik; Instalasi Farmasi Klinik;
Dokter; dan Dokter; dan
Toko Obat. Pasien
3) Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, dan Instalasi Farmasi Klinik
hanya dapat menyerahkan Prekursor Farmasi golongan obat keras kepada
pasien berdasarkan resep dokter.
4) Penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat keras sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d hanya dapat dilakukan untuk
memenuhi kekurangan jumlah Prekursor Farmasi golongan obat keras
berdasarkan resep yang telah diterima.
5) Penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas oleh Apotek
kepada Apotek lainnya, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Klinik, dan Toko Obat hanya dapat dilakukan untuk memenuhi
kekurangan kebutuhan harian Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas
yang diperlukan untuk pengobatan.
6) Penyerahan Prekursor Farmasi oleh Apotek kepada dokter hanya dapat
dilakukan apabila diperlukan untuk menjalankan tugas/praktik di daerah
terpencil yang tidak ada Apotek atau sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
PASAL 23

AYAT 1
Penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) harus berdasarkan
surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian
penanggung jawab atau dokter yang menangani pasien dengan menggunakan contoh sebagaimana
tercantum dalam Formulir 7, Formulir 8, dan Formulir 9 terlampir.

AYAT 2
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyerahan Prekursor Farmasi
golongan obat bebas terbatas oleh Apotek kepada Toko Obat, hanya dapat dilakukan berdasarkan
surat permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Tenaga Teknis Kefarmasian dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 8 terlampir.

AYAT 3
Penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas kepada pasien harus memperhatikan
kerasionalan jumlah yang diserahkan sesuai kebutuhan terapi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB III
Bagian
kedua

PENYIMPANAN

Pasal 24

Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di


fasilitas produksi, fasilitas distribusi, dan fasilitas pelayanan kefarmasian
harus mampu menjaga keamanan, khasiat, dan mutu Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
PASAL 25

Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika,dan Prekursor


Farmasi dapat berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus.

Tempat penyimpanan Narkotika dilarangdigunakan untuk


menyimpan barang selain Narkotika.

Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang untuk menyimpan


barang selain Psikotropika.

Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang untuk menyimpan


barang selain Psikotropika.
Pasal 26
Gudang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai pintu yang
dilengkapi dengan pintu jeruji besi dengan 2 (dua) buah kunci yang
1 berbeda;
b.langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau jeruji besi;
c.jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji
besi;
d.gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker
penanggung jawab; dan
e.kuncikhusus
Ruang gudangsebagaimana
dikuasai olehdimaksud
Apoteker penanggung
dalam Pasal jawab
25 ayatdan
(1)
pegawai
harus lain yangsyarat
memenuhi dikuasakan.
sebagai berikut:
2 A. dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang kuat;
B.jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji
besi;
C. mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang
berbeda;
D .kunci ruang khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung
jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan;
E.tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin Apoteker
3
Lemari khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)
harus memenuhi syarat sebagai berikut:

A. terbuat dari bahan yang kuat;


B. tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci
yang berbeda;
C. harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk
Instalasi Farmasi Pemerintah;
D. diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum,
untuk Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas,
Instalasi Farmasi Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan ; dan
E .kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung
jawab/Apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.
Penyimpanan Narkotika atau Psikotropika

Pasal 27
Penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
wajib memenuhi Cara Produksi Obat yang Baik, Cara Distribusi Obat yang
Baik,dan/atau standar pelayanan kefarmasian
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

(1)Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika harus memiliki


tempat
penyimpanan Narkotika berupa gudang khusus, yang terdiri atas:
a.gudang khusus Narkotika dalam bentuk bahan baku; dan
b.gudang khusus Narkotika dalam bentuk obat jadi.

2)Gudang khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada dalam


penguasaan Apoteker penanggung jawab.
1)Industri Farmasi yang memproduksi Psikotropika harus memilikitempat penyimpanan
Psikotropika berupa gudang khusus atau ruang khusus, yang terdiri atas:
a.gudang khusus atau ruang khusus Psikotropika dalam bentuk bahan baku; dan
b.gudang khusus atau ruang khusus Psikotropika dalam bentuk obat jadi.
(2)Gudang khusus atau ruang khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berada dalam penguasaan Apoteker penanggung jawab.

(1) PBF yang menyalurkan Psikotropika harus memiliki tempat penyimpanan Psikotropika
berupa gudang khusus atau ruang khusus.
(2)Dalam hal PBF menyalurkan Psikotropika dalam bentuk bahan baku
dan obat jadi, gudang khusus atau ruang khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus terdiri atas:
a.gudang khusus atau ruang khusus Psikotropika dalam bentuk bahan baku; dan
b.gudang khusus atau ruang khusus Psikotropika dalam bentuk obat jadi.
(3)Gudang khusus atau ruang khususuntuk tempat penyimpanan Psikotropika
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berada dalam penguasaan Apoteker
penanggung jawab.
(1) Instalasi Farmasi Pemerintah yang menyimpan Narkotika atau Psikotropika harus
memiliki tempat penyimpanan Narkotika atau Psikotropika berupa ruang khusus atau
lemari khusus.
(2) Ruang khusus atau lemari khusus tempat penyimpanan Narkotika atau Psikotropika
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada dalam penguasaan Apoteker penanggung
jawab atau Apoteker yang ditunjuk.

1)Apotek,Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi


Klinik, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan harus memiliki
tempatpenyimpanan Narkotika atau Psikotropika berupa lemari khusus.
(2)Lemari khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada dalam
penguasaan Apoteker penanggung jawab.
Pasal 35
(1)Industri Farmasi yang menggunakan Prekursor Farmasi dalam bentuk
bahan baku untuk memproduksi Prekursor Farmasi atau PBF yang menyalurkan
Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku harus memiliki tempat penyimpanan
Prekursor Farmasi berupa gudang khusus atau ruang khusus.
(2)Gudang khusus atau ruang khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada
dalam penguasaan Apoteker penanggung jawab.

Pasal 36
(1)Industri Farmasi yang memproduksi PrekursorFarmasi dalam bentuk obat jadi,
PBF yang menyalurkan PrekursorFarmasi dalam bentuk obat jadi, atau
Instalasi Farmasi Pemerintah harus menyimpan Prekursor Farmasi dalam bentuk
obat jadi dalam gudang penyimpanan obat yang aman berdasarkan analisis risiko.
(2)Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik,
dan Lembaga Ilmu Pengetahuanharus menyimpan PrekursorFarmasi dalam
bentuk obat jadi
di tempat penyimpanan obat yang aman berdasarkan analisis risiko.
BAB V

PELAPORAN

Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika, Psikotropika, dan


1 Prekursor Farmasi wajib membuat, menyimpan, dan
menyampaikan
laporan produksi dan penyaluran produk jadi Narkotika,
Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi setiap bulan kepada Direktur Jenderal
dengan
tembusan Kepala Badan.
PBF yang melakukan penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi
2
dalam bentuk obat jadi wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan
pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam
bentuk obat jadi setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan
tembusan Kepala Badan/Kepala Balai.

3 Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat wajib membuat, menyimpan,


dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran
Narkotika,Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan.

4 Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah wajib membuat, menyimpan,


dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota setempat
dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat.
5 Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat
(4) paling sedikit terdiri atas:

a.nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika,


dan/atau Prekursor Farmasi
b.jumlahpersediaan awal dan akhir bulan;
c.tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
d.jumlah yang diterima;
e.tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran;
f.jumlah yang disalurkan; dan
g.nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran
dan persediaan awal dan akhir.
Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga
6
Ilmu Pengetahuan, dan dokter praktik perorangan wajib membuat,
menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan
penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika, setiap bulan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan
Kepala Balai setempat.

7 Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling sedikit terdiri


atas:
a.nama, bentuk sediaan, dan kekuatan
Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi
b.jumlahpersediaan awal dan akhir bulan;
c.jumlah yang diterima; dan
d.Jumlah yang diserahkan.
Puskesmas wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan
8 dan penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
.

9
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) dan ayat (6)
dapat menggunakan sistem pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor
Farmasi secara elektronik

10 Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat


(4 ) dan ayat (6) disampaikan paling lambat setiap tanggal 10 bulan berikutnya.

11
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan Narkotika,Psikotropika,
dan/atau Prekursor Farmasi diatur oleh Direktur Jenderal.
PEMUSNAHAN
Yang bertanggung jawab melaksanakan pemusnahan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus membuat Berita Acara
Pemusnahan yang paling sedikit memuat :
1. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan
2. Tempat pemusnahan
3. Nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas
distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter
praktik perorangan
4. Nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain
badan/sarana tersebut
5. Nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang
dimusnahkan
6. Cara pemusnahan
7. Tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas
distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/ dokter
praktik perorangan dan saksi.
PEMUSNAHAN

a. tidak mencemari lingkungan; dan


b. tidak membahayakan kesehatan masyarakat.
Pasal 39
TAHAP PEMUSNAHAN
1. PJ fasilitas produksi/distribusi/pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter
praktik perorangan
surat pemberitahuan
dan permohonan saksi
kpd :

1. Kemenkes & BPOM, bagi Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat;


2. Dinkes Prov &/ BBPOM setempat, bagi Importir, Industri Farmasi, PBF,
Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau Instalasi Farmasi Pemerintah Provinsi;
atau
3. Dinkes Kab/Kota &/ BBPOM setempat bagi Apotek, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah
Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko Obat.

Pasal 40&42
menetapkan petugas di lingkungannya menjadi saksi
pemusnahan sesuai dengan surat permohonan
sebagai saksi.

NPP dalam bentuk bahan baku, produk antara,


dan produk ruahan harus dilakukan sampling
untuk kepentingan pengujian oleh petugas yang
Pemusnahan berwenang sebelum dilakukan pemusnahan.
disaksikan oleh petugas

NPP dalam bentuk obat jadi harus dilakukan


pemastian kebenaran secara organoleptis oleh
saksi sebelum dilakukan pemusnahan.

BA Pemusnahan Rangkap 3
KETENTUAN PIDANA
1. Narkotika dan Prekursor Narkotika
UU 35 Tahun 2009 Pasal 111-147

Contoh

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara,
memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I
dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara MIN 4 (empat) tahun
dan MAX 12 (dua belas) tahun dan pidana denda MIN Rp800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah) dan MAX Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar
rupiah).
KETENTUAN PIDANA

2. PSIKOTROPIKA
UU 5 Tahun 1997 Pasal 59-72
Contoh

Untuk psikotropika golongan I


Barangsiapa menggunakan, memproduksi dan/atau menggunakan dalam proses
produksi, mengedarkan, dan mengimpor psikotropika ini selain untuk tujuan ilmu
pengetahuan, tanpa hak memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika ini
dipidana dengan pidana penjara MIN 4 (empat) tahun, 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda MIN Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah), dan MAX
Rp.750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
KETENTUAN PIDANA
PREKURSOR FARMASI

Dipidana dengan pidana penjara


paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah)
KETENTUAN PIDANA
PREKURSOR FARMASI

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum:


a. memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor
Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
b. memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan
Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
c. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor
Narkotika untuk pembuatan Narkotika;
d.membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Prekursor
Narkotika untuk pembuatan Narkotika.

Anda mungkin juga menyukai