FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2016
BUKU AJAR
Planning Group
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
ii
KATA PENGANTAR PENYUSUN
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat karunia-
Nya, Buku Ajar Hukum Pidana Lanjutan berhasil diselesaikan. Buku Ajar mata
Substansi Buku Ajar meliputi identitas mata kuliah beserta tim pengajar,
pustaka. Selain itu, terdapat pula kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada
setiap pertemuan berdasarkan pada jadwal kegiatan pembelajaran (jadwal
perkuliahan). Buku Ajar ini juga dilengkapi dengan Silabus, RPP, dan Kontrak
Kuliah. Buku Ajar Hukum Pidana Lanjutan ini memuat materi-materi dalam hukum
pidana lanjutan sebagai keberlanjutan dari mata kuliah hukum pidana, sehingga
Buku ajar ini juga dilengkapi dengan latihan soal-soal berupa kasus-kasus yang
akan didiskusikan. Hal ini tentu akan menambah kemampuan dalam menganalisa
Dalam proses penyusunan Buku Ajar Hukum Pidana Lanjutan ini, banyak
pihak yang telah membantu dalam pelaksanaannya. Untuk itu dalam kesempatan
1. Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana dan para Wakil Dekan Fakultas
Akhirnya, mohon maaf atas segala kekurangan dan kelemahan pada buku
ajar ini. Besar harapan penulis semoga Buku Ajar Hukum Pidana Lanjutan ini
Tim Penyusun
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nyalah telah tersusun Buku Ajar Hukum Pidana Lanjutan ini. Kami atas
buku ajar ini. Buku ajar merupakan salah satu instrumen di dalam penguatan
kurikulum.
Buku ajar juga merupakan media yang sangat penting baik bagi mahasiswa
dan dosen, untuk digunakan sebagai pedoman dalam penyampaian mata kuliah.
pembuatan buku ajar ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas proses belajar
penyusunan buku ajar yang berbasis KKNI yang mengarah pada learning
outcome tentu akan mengarahkan pada pencapaian lulusan yang unggul, mandiri,
Penyusunan buku ajar ini melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, kami
penyusunan Buku Ajar Hukum Pidana Lanjutan ini. Kritik dan saran yang
membangun tentu diperlukan dalam penyempurnaan. Akhir kata, semoga buku ini
PEMBELAJARAN ................................................................................... 3
DEELNEMING) ................................................ 38
MEDEPLIGHTIGHEID) .................................... 61
v
SAMENLOOP) .. ................................................ 74
Lampiran 1. Silabus
Lampiran 2. RPP
vi
HUKUM PIDANA LANJUTAN
Semester : 3 (Tiga)
Tim Pengajar :
1
abolisi dan rehabilitasi. Dengan pemahaman mengenai 8 (delapan)
kelanjutan dari mata kuliah hukum pidana, yang menjadi fokus utama
prakteknya.
2
VI. ORGANISASI MATERI
1) Percobaan (poging)
2) Penyertaan (deelneming)
3) Pembantuan (medeplightigheid)
4) Perbarengan (samenloop)
5) Recidive
PEMBELAJARAN
1. Metode Pembelajaran
2. Strategi Pembelajaran
Tes Tengah semester, dan satu kali pertemuan untuk Tes Akhir
3
3. Pelaksanaan Perkuliahan dan Tutorial
dengan alat bantu media papan tulis, power point slide, serta
dua arah).
tutorial 1, 2, 3, 4, 5, dan 6.
VIII. TUGAS-TUGAS
terdiri dari tugas mandiri yang dikerjakan di luar perkuliahan, tugas yang
harus dikumpulkan, dan tugas yang harus dipresentasikan.
a. Ujian :
Ujian dilaksanakan dua kali dalam bentuk tertulis yaitu Ujian Tengah
4
b. Penilaian :
Nilai Akhir =
3
Keterangan dengan skala
nilai
Skala Nilai Penguasaan
Kompetisi
A B
CD
E
0,0-3,9
80-100
80-100
80-100
urang 80-100
urang
60-79
60-79
60-79
8,0-10,0 60-79
8,0-10,0
8,0-10,0 55-64
55-64
6,5-7,9 55-64
6,5-7,9 55-64
6,5-7,9
40-54
5,5-6,4 40-54
5,5-6,4 40-54
5,5-6,4 40-54
4,0-5,4 10-39
4,0-5,4 10-39
4,0-5,4 10-39
10-39
0,0-3,9
0,0-3,9
X. DAFTAR PUSTAKA
I. BUKU
Bemmelen, Mr. J.M. van, 1987 : Hukum Pidana 1, Hukum Pidana Materiil
Bagian Umum, Binacipta, Bandung.
Chazawi, Adami, 2002, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 2, Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
5
Kansil, C.S.T dan Kansil, Christine S.T, 2007, Pokok-Pokok Hukum Pidana,
Pradnya Paramita, Jakarta.
6
Tresna, R 1959. Azas-azas Hukum Pidana. Jakarta : Tiara Ltd
Soesilo, Pokok Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik Delik
Khusus.
XI JADWAL PERKULIAHAN
7
Perkuliahan 5 V
PEMBANTUAN/MEMBANTU
3
MELAKUKAN TINDAK PIDANA
(MEDEPLIGHTIGHEID) (MEDEPLIGHTIGHEID)
Tutorial 3
6 VI PEMBANTUAN/MEMBANTU
PERCOBAAN (POGING)
PERTEMUAN I : PERKULIAHAAN I
BAB I
PERCOBAAN (POGING)
A. Pendahuluan
apa yang hendak dilaksanakannya dan tidak melakukan semua bagian yang
dapat terjadi atau dapat dikenakan pidana jika telah memenuhi unsur-unsur
atau syarat-syarat dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP. Setelah mempelajari
Poging ). Percobaan (poging) perlu dipelajari lebih mendalam untuk bisa
9
melakukan semua bagian yang yang diuraikan didalam rumusan suatu
delik. Kadangkala suatu kejahatan telah mulai dilakukan, akan tetapi tidak
benda R dan X belum hilang (Laden Merpaung, 2009 : 94). Menurut ilmu bahasa “
itu jadi tercapai dan kadangkala usaha itu tidak berakibat seperti dimaksud.
Lebih lanjut dari segi tata bahasa, bahwa istilah percobaan adalah “ usaha
dalam hukum pidana memiliki ukuran yang khusus untuk dapat memidana
Pompe merupakan “ suatu usaha tanpa hasil “, bila ditinjau dari sudut
realisasi dari sebagian perbuatan “ (Mr.J.M. van Bemmelen, 1987 : 241), sedangkan
yang lebih sempit, yaitu satu usaha yang tidak berakibat seperti dimaksud,
jadi yang sia-sia. Percobaan ini dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : (1).
dilakukan untuk mencapai tujuan yang dimaksud dan (2). Percobaan gagal,
disini perbuatan diselesaikan, akan tetapi hasil yang dituju tidak tercapai
permulaan kejahatan yang belum selesai “ atau “ een reeds begonnen doch
mengenai delik material ) betul-betul terjadi. Sikap ini sesuai dengan pikiran
tentang prevensi atau pencegahan yang menjadi dasar yang penting dalam
hukum pidana modern. Tetapi KUHP juga tidak mengancam segala macam
11
pelanggaran delik tidak dipidana ( Pasal 54 KUHP ). Hanya percobaan
dengan pidana, inipun ada beberapa pasal yang tidak mengenal percobaan,
antara lain : Pasal 184 KUHP tentang “ Perkelahian Tanding “, Pasal 302
351 ayat ( 5) KUHP tentang Percobaan Penganiayaan dan Pasal 352 ayat
tertentu (Moeljatno (1), 1983 : 11-12 dan Laden Merpaung, 2009 : 97).
12
C. Sanksi
(1). Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah
ternyata dari adanya permualaan pelaksanaan dan tidak selesainya
pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya
sendiri (2). Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal
percobaan dikurangi sepertiganya (3). Jika kejahatan diancam dengan pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara
paling lama lima belas tahun (4). Pidana tambahan bagi percobaan
sama dengan kejahatan
selesai (Moeljatno (2), 2008 : 24-25)
Pasal 53 ayat (1) KUHP hanya menjawab pertanyaan, yaitu : pada hal apa
satu percobaan ( yang sia-sia ) untuk melakukan suatu delik dapat dihukum
perbuatan itu dan perbuatan itu tidak selesai hanyalah lantaran hal yang
tidak bergantung kepada kemauan sendiri “. Oleh karena itu, 4 ( empat )
syarat yang harus dipenuhi supaya suatu percobaan untuk melakukan suatu
13
D. Unsur-Unsur Percobaan ( Poging )
Jika kita tinjau isi Pasal 53 ayat (1) KUHP dapat diketahui adanya 3
kehendak sendiri
Ad. a). Adanya niat / maksud / voornemen, dalam teks bahasa Belanda
(1), 2002 : 10-11, Moeljatno (1), 1983 : 16 ). Ad. b). Dalam adanya permulaan pelaksanaan
/ begin van uitvoering,
kehendak atau niat saja belum cukup bila belum adanya perwujudan
14
dari kehendak, sebab kehendak yang masih dalam pikiran itu adalah
terlihat sederhana, tetapi bila dikaji dan dicermati, ternyata cukup sulit
pidana ( yang dolus ) , maka proses itu dimulai dari terbentuknya niat /
tidak tercapai karena sebab bukan dari kehendak sendiri. (Adami Chazawi
(1), 2002 : 19-20).
15
Tentang percobaan dapat dipidana, terdapat 2 (dua) pandangan atau
teori, yaitu :
bersifat berbahaya “. Teori ini menekankan pada niat yang terlihat dari
pidana bagi percobaan, pendirian ini dianut oleh Van Hamel dan Von
wujud perbuatan yang dilakukan telah nampak secara jelas niat atau
suatu hari tiba-tiba orang itu mengasah sebuah parang, dari mengasah
parang ini telah tampak adanya niat untuk melakukan suatu kejahatan
perbuatan itu telah tampak secara jelas arah satu-satunya dari wujud
16
b). Secara subjektif : ditinjau dari sudut niat, harus tidak ada
Selanjutnya perlu dicatat, bahwa oleh karena delik yang dituju tidak
pada Pasal 53 KUHP tidak mungkin mempunyai arti yang tetap. Untuk itu
h. Mengayunkan parang atau golok itu ke leher B (Lihat I Made Widnyana, 1992 : 5).
1). Menurut teori percobaan subjektif, maka perbuatan sejak pada (a
17
2) Menurut teori percobaan objektif, maka perbuatan dari (a →
permulaan pelaksanaan itu ada, bila dari perbuatan itu telah terbukti
mengeluarkan
sebagai permulaan pelaksanaan, baru pada perbuatan (f →
parang atau golok itu dari sarungnya) terbukti adanya kehendak yang kuat
delik formal dan delik material. Untuk delik formal, maka permulaan
ada, bila perbuatan itu sifatnya adalah sedemikian rupa, sehingga secara
terjadinya suatu delik. Jadi dalam contoh tersebut diatas, baru pada
an KUHP
Demikian juga bila dilihat dari Memorie van Toelihgting ( MvT ) d
tidak jelas pendiriannya, yaitu apakah menganut teori yang subektif atau
hal ini, dimana pada tanggal 29 Oktober 1934, N.J. 1934, hal. 1673, m. o. T.
sumbu itu sampai pada sebuah kompor gas didapur. Dekat kompor
pistol itu diikat dengan tali panjang yang ujung lainnya melalui jendela
bawah, sehingga bisa ditarik dari luar tembok dimana kebetulan ada
jalan kecil. Pakaian dan sumbu itu lalu disiram dengan bensin,
sehingga kalau tali ditarik dari luar tembok dijalan kecil, pistol
berharga ketempat lain diluar rumah. Sementara itu tertarik dari bau
akan menarik tali dari jalan kecil, H melihat banyak orang disitu,
19
tersebut Pasal 187 KUHP dan menjatuhkan pidana 4 tahun penjara. H
an berpendapat bahwa
membatalkan keputusan Hof a’Hertogenbosch d
perbuatan yang bukan saja perlu sekali untuk itu, tetapi yang juga tidak
mungkin menuju kepada lain dari perbuatan itu dan berhubungan langsung
dengan kejahatan yang dimaksud dan sudah ada kalau pelaku telah
menarik pelatuk pistol. (Adami Chazawi (1), 2002 : 25-27 dan Moeljatno (1), 1983 : 36)
maka syarat pertama y aitu : secara objektif dan potensial perbuatan itu
telah mendekatkan kepada yang dituju, sudah tidak perlu diragukan lagi.
Syarat kedua, yaitu : ditinjau dari niat pelaku, juga tidak ada keraguan lagi
yaitu : apakah perbuatannya melawan hukum, maka bila yang dibakar itu
tetapi didiami oleh orang lain, perbuatan masuk pada saat orangnya tidak
53 dan Pasal 187 KUHP. (Lihat I Made Widnyana, 1992 : 6, Moeljatno (1), 1983 : 33-37)
20
tersebut dengan kejahatan yang ada dalam niat mereka ( mengeluarkan teh
tanpa izin ) tidak ada pertalian langsung yang demikian rupa, sehingga
Didalam unsur ke dua dari percobaan ini masih ada persoalan lain, ialah “
percobaan yang mampu dan percobaan yang tidak mampu “, persoalannya
poeging ). (Moeljatno (1), 1983 : 32, Adami Chazawi (1), 2002 : 43)
Ad.c). Sebagai unsur ketiga dari percobaan adalah bahwa delik tidak dapat
dipidana. Jadi apabila pengunduran diri itu tidak nyata, maka adanya
unsur ketiga tersebut dapat dibuktikan dari adanya suatu hal lain
dengan sukarela “.
21
mengurungkan maksudnya atas kehendak sendiri.
terdakwa, disitu tidak mungkin dikatakan bahwa penghalang dari luar itulah
yang semata-mata menjadi sebab kejahatan tidak selesai ( dalam hal diatas
sukarela jika menurut pandangan terdakwa dia masih bisa terus, tetapi tidak
mau meneruskan “.
Seseorang yang diperiksa sebagai saksi dalam suatu perkara. Ada tanda-
yang benar, ia bisa dituntut karena sumpah palsu, maka lalu menarik
22
HR pada tahun 1889 menyatakan bahwa ia tidak dapat dituntut
karena percobaan sumpah palsu, hal ini disetujui oleh Vos, dengan alasan
benar, tetapi ia tidak benar, tetapi ia tidak mau, maka hal inilah adalah
dimasukkan penjara.
1). Ada percobaan kejahatan yang dapat dipidana, jika memenuhi unsur-
2). Disamping itu ada pula percobaan kejahatan yang secara tegas oleh
4). Percobaan kejahatan yang dapat dipidana hanya pada tindak pidana
5). Percobaan tidak dapat terjadi pada tindak pidana pasif ( delik
berbuat.
6). Juga ada beberapa kejahatan yang karena sifatnya kejahatan dalam
syarat yang harus dipenuhi agar suatu percobaan agar percobaan pada
1. Niat untuk berbuat jahat sudah ada, artinya orang yang sudah
dipenuhi, misalnya bagi delik materiil, akibat dari delik itu belum
terjadi
24
mengerjakan kejahatan itu, sebab harus dari luar, misalnya dalam
mencuri, kerena kepergok / ketahuan orang (I Made Widnyana, 1992 : 11)
perbuatan yang yang terkesan atau hampir sama / mirip dengan percobaan
kejahatan. Dalam hal ini apa yang disebut dengan “ Percobaan yang tidak
ercobaan selesai, p
tatbestand, delik putatif, delik manqui / p ercobaan
ercobaan yang
tertunda / Geseharste poging dan Gequalificeerde poging / p
itu dapat disebabkan karena objek atau sarananya, tetapi mungkin juga
karena alat atau sasarannya ( middel ), sehingga timbul masalah apakah
perbuatan yang demikian ini dapat dipidana atau tidak. Tidak mampunya itu
dapat berbentuk :
a). Tidak mampu absolut berarti bahwa bagaimana pun juga kejahatan itu
b). Tidak mampu relatif berarti bahwa karena keadaan khusus, baik pada
diselesaikan.
Contoh :
25
tampaknya B sudah tidur, kemudian A menembaknya, tetapi
Dalam hal ini tidak mungkin dikenakan Pasal 338 atau 340 KUHP
apotik keliru, ysng diberi adalah gula. Setelah serbuk racun itu
4. Sarana yang tidak mampu relatif : Seperti halnya pada contoh yang
yang cukup kuat, sehingga dengan sarana itu tidak mungkin B mati.
berhubungan dengan percobaan itu sendiri, yaitu teori subjektif ( teori yang
menitik beratkan pada berbahaya orangnya ) dan teori objektif ( teori yang
atas pertanyaan diatas adalah mungkin dapat dipidana, tetapi juga mungkin
tidak dapat dipidana. Hal ini tergantung dari teori mana yang akan dianut.
Sesuai dengan teori subjektif, maka perbuatan A pada contoh 1 dan
jahat. Sebaliknya ditinjau dari teori objektif, maka perbuatan A pada contoh
26
itu membahayakan kepentingan hukum B, karena A meninggal ( contoh 1 )
atau juga tidak pemberian gula itu merupakan bahaya bagi kepentingan
hukum B ( contoh 3 ).
ditinjau berdasarkan teori subjektif maupun teori objektif. Ditinjau dari teori
karena adanya maksud yang jahat pada diri A. Sedangkan memalui teori
merupakan hal khusus dan kebetulan saja, kecuali itu juga tidak
dosis racun yang diberikan tidak cukup kuat untuk membunuh B, tetapi tidak
cukupnya merupakan hal yang tidak tergantung dari A. Dari uraian tersebut
teori objektif hasilnya sama saja, yaitu dapat dipidana, hanya secara teoritis
menentukan apakah sasaran itu tidak mampu secara mutlak atau relatif.
Tentang hal ini sebenarnya tergantung dari cara menafsirkan dan
pada dasarnya atau pada umumnya, gula merupakan alat yang tidak
dalam dosis tertentu bisa mematikan, tetapi dalam dosis yang kurang dari
itu, malahan bisa menjadi obat. Apakah dalam hal ini kita akan ambil
pula seorang yang mempunyai ketahanan yang lebih tinggi dari orang
normal, sehingga dosis yang bisa mematikan untuk orang normal, tidak
menyebabkan kematian bagi orang itu. Apakah ini juga diambil abstraksinya
27
Contoh untuk menentukan : “ ketidak mampuan absolut ataukah
relatif “→ Misalanya A berhendak untuk mencuri uang dalam peti besi suatu
toko. Setelah diselidiki cukup lama, A berpendapat bahwa peti itu selalu
dilaksanakan, tetapi ternyata setelah dapat membuka peti besi itu, ternyata
kosong tidak ada uangnya. Kejahatan pencurian itu terpaksa tidak dapat
sasaran yang tidak mampu secara absolut ataukah secara relatif. Bila kita
berpendirian dengan dasar fikiran “ peti yang kosong “, maka dapat
biasanya peti uang itu berisi uang “, maka sasarannya bisa disebut sebagai
Dalam hal percobaan yang tidak mampu ini timbul berbagai polemik
mencoba mencuri dari peti mati yang kosong“, misalnya saja “ mencoba
orang sudah mati “. ( Adami Chazawi (1), 2002 : 46-57, Laden Merpaung, 2009 : 96 dan lihat buku
“ Delik-Delik Percobaan dan Delik-Delik Penyertaan “ dari Moeljatno ).
Tatbestand “, yaitu kekurangan atau tidak adanya salah satu unsur delik,
tetapi perbuatan itu juga tidak dapat diselesaikan, yang disebabkan oleh
suatu hal atau masalah, yang tidak tergantung pada si pelaku dan dalam hal
ini masalah itu merupakan salah satu faham yang terdapat pada si pelaku
edangkan
mengenai salah satu unsur delik yang dikehendakinya. “. S
28
adalah : “ suatu perbuatan yang diarahkan untuk mewujudkan tindak
pidana, tetapi ternyata kekurangan atau tidak memenuhi salah satu unsur
tindak pidana yang dituju “. (Adami Chazawi (1), 2002 : 58-59, D. Schaffmeister dkk, 2007 : 220-
oleh karena kenyataan bahwa salah satu unsur delik tidak dipenuhi (
ada pula sarjana yang beranggapan bahwa masalah itu termasuk dalam “
percobaan dengan suatu sarana yang tidak mampu absolut “. Jadi masalah
perbuatan yang disuatu negara merupakan delik, akan tetapi dilain negara
melakukan delik, maka perbuatannya juga tidak dapat dipidana. Delik ini
merupakan “ suatu kesalah pahaman dari seseorang yang mengira bahwa
sehingga orang itu tidak dapat dipidana “ (A. Fuad Usfa dan Tongat, 2004 :111 dan D.
Schaffmeister dkk, 2007 : 222).
29
pelaksanaannya sudah begitu jauh – sama seperti tindak pidana selesai,
akan tetapi oleh sebab sesuatu hal, tindak pidana itu tidak terjadi “.
Dikatakan percobaan, sebab tidak pidana yang dituju tidak terjadi, dikatakan
senjata keleher B, pelatuk telah ditarik dan senapan telah meletup serta
peluru telah melesat, tetapi tidak mengenai sasarannya. Oleh karena itu
pencopet itu dan terlepaslah dompet itu yang tadi telah dapat dipegang
pidana selesai yang lain daripada yang dituju. Misalnya seseorang dengan
maksud untuk membunuh dengan tusukan pisau, akan tetapi orang itu tidak
mati, hanya luka-luka berat. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa orang
memiliki niat / kehendak untuk membunuh dengan tikaman pisau itu, tetapi
tidak sampai timbulnya akibat kematian orang yang ditikam itu, justru yang
terjadi adalah timbulnya luka-luka berat, maka dalam hal telah terjadi
penganiayaan yang telah menimbulkan luka-luka berat (Adami Chazawi (1), 2002 :
61-62).
30
Daftar Pustaka
Bemmelen, Mr. J.M. van, 1987 : Hukum Pidana 1, Hukum Pidana Materiil
Bagian Umum, Binacipta, Bandung.
Chazawi, Adami (1), 2002 : Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 2, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
F. Penutup
1. Rangkuman Materi
permulaan kejahatan yang belum selesai “ atau “ een reeds begonnen doch
2, 3, 4) KUHP ). Jika kita tinjau isi Pasal 53 ayat (1) KUHP dapat diketahui
kehendak sendiri.
itu dapat disebabkan karena objek atau sarananya, tetapi mungkin juga
karena alat atau sasarannya ( middel ). Tidak mampunya itu dapat
subjektif dan teori objektif. Sehingga jawaban atas pertanyaan diatas adalah
mungkin dapat dipidana, tetapi juga mungkin tidak dapat dipidana. Hal ini
PERCOBAAN (POGING)
a. Kasus I
b. Pertanyaan :
c. Bahan Bacaan
23.
33
4. Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional 1983 KUHP
364, 382.
6. Schaffmeister D, N. Keijzer, PH Sitorius 2007. Hukum Pidana.
10. Tresna, R 1959. Azas-azas Hukum Pidana. Jakarta : Tiara Ltd, hal.
76 - 81
Yuridika, hal. 1 - 32
Dipidananya Percobaan
a. Kasus II
melakukan pencurian di suatu tempat di malam itu juga. Pada waktu dan
34
aksinya. Namun sebelum niat itu terlaksana, Abdulah dengan niat sendiri
b. Pertanyaan :
Sanusi ?
pelaku percobaan ?
c. Bahan Bacaan
364, 382.
35
9. Sianturi, SR 198 Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia dan
10. Tresna, R 1959. Azas-azas Hukum Pidana. Jakarta : Tiara Ltd, hal.
76 - 81
Yuridika, hal. 1 - 32
a. Kasus III
karena di ujung jalan ia melihat ada seorang petugas Polantas yang sedang
melakukan perbuatannya.
b. Pertanyaan :
c. Bahan Bacaan
36
3. Muljatno 1980. Delik-delik Percobaan, 1980 h. 5, 6, 13, 2, 30, 22,
23.
364, 382.
10. Tresna, R 1959. Azas-azas Hukum Pidana. Jakarta : Tiara Ltd, hal.
76 - 81
PENYERTAAN (DEELNEMING)
BAB II
PENYERTAAN (DEELNEMING)
A. Pendahuluan
38
delik tersangkut beberapa orang atau lebih dari satu orang. (Laden Merpaung,
2009 : 77). Utrecht mengatakan bahwa : pelajaran umum turut serta ini justru
pidana, oleh kare tanpa turut sertanya mereka sudah tentu peristiwa pidana
( pleger ), yang menyuruh melakukan ( doen pleger ), yang turut
39
ke-1 : mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan
dilakukan ke-2 : mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau
keterangan untuk melakukan kejahatan (Meoljatno, 2008 : 26).
penyertaan ini terdapat dalam Pasal 55 dan 56 KUHP itu adalah apabila
dalam suatu tindak pidana terlibat / tersangkut beberapa orang atau lebih
tersebut
hukum pidana bagi setiap orang yang terlibat dalam suatu perbuatan
pidana, oleh karena tanpa ketentuan tersebut orang yang terlibat tidak dapat
misalnya Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP, yaitu pencurian berkualifikasi yang
pertanggung jawaban ini terdapat dua (2) sistem pokok yang berlaku, yaitu :
sama
40
enurut Ilmu
Sedangkan bentuk penyertaan / deelneming m
dinilai sendiri-sendiri
melakukan perbuatan pidana ( I Made Widnyana, 1992 : 34 dan Utrecht, 1965 : 13)
melihat bahwa KUHP Indonesia mengikuti sistem campuran dalam hal ini,
pasal 55 ayat (1), yang dalam hal ini disebut dengan “ para
Manus Domina )
41
4). Yang menganjurkan / membujuk atau uitlokken, orangnya
terdapat 2 ( dua ) istilah “ dader “ dan “ pleger / plegen “, yang menurut
sama. Van Hattum merumuskan “ dader “ adalah hij die het feit pleegt, yaitu
orang yang memenuhi rumusan delik atau orang yang memenuhi semua
pleger “ sebagai yang telah memenuhi semua unsur dari delik, seperti yang
“ dader “ dan “ plager “ itu adalah sama, yang dapat diterjemahkan kedalam
42
Pertama : mereka yang melakukan ( plegen ), perbuatan seperti
penganjur ).
sifatnya restriktif dan menurut pendapat ini yang disebut sebagai “ dader “
adalah mereka yang secara pribadi dan material melakukan perbuatan,
sedangkan yang lain-lain itu tadi hanyalah “ dianggap sebagai dader “.
menganut pendangan yang restriktif ini. Pandangan lain lain bahwa para
ekstensif “ ( luas ).
yang menganjurkan adalah dader, mereka ini harus memiliki kualitas atau
Misalnya delik jabatan, tentunya hanya dapat dilakukan oleh mereka yang
43
“ Seorang walikota mengajukan permohonan kepada pembesar yang
tuntutan hukum .
atau lebih itu demikian eratnya, maka mereka yang melakukan itu masing-
serta melakukan ).
44
A. Orang Yang Melakukan ( Pleger )
Diatas telah disebutkan bahwa “ dader “ sama dengan “ pleger “ ,
karena pada hakekatnya / intinya “ pleger “ itu berarti juga melakukan. Yang
pleger “ dan karena itu dalam lingkup “ penyertaan “, maka tindak pidana ini
memenuhi semua unsur dari yang terdapat dalam rumusan delik (Laden
Merpaung, 2009 : 78-79).
orang lain untuk melakukannya “. Persyaratan yang penting ini adalah
bahwa orang yang disuruh haruslah orang yang tidak dapat dipertanggung
jawabkan menurut KUHP. Doen pleger ini terdapat 2 (dua) pihak yaitu : “
45
orang yang menyuruh “ , dapat juga disebut sebagai “ middelijke dader “
atau “ manus domina “ dan “ orang yang disuruh “ , dapat juga disebut
sebagai “ onmiddelijk dader “ atau “ manus ministra “. (Laden Marpaung, 2009 : 79)
manus ministra ) itu tidak dapat dipertanggung jawabkan dalam hal ini
KUHP
kewenangannya.
melaksanakan perbuatan
orang yang dibujuk itu adalah seorang yang dapat dipertanggung jawabkan
melakukan tindak pidana atau seorang wanita menyuruh orang gila untuk
46
kejahatan jabatan, karena ia sendiri tidak dapat melakukannya, dalam hal ini
hal seperti yang tersebut diatas terjadi semacam teka-teki, tetapi jika kita
sendiri dan ada yang dilakukan oleh orang lain, maka dapat saja terjadi
pelakunya sendiri ) dan berpendapat bahwa bisa saja seorang yang bukan
turut berbuat “ itu perlu dijelaskan dan hal ini menjadi bahan perbincangan
47
ini ditentang oleh para sarjana lainnya, seperti Simons, Hazewinkel-Suringa
dan van Hattum. Kalau pendapat van Hammel itu betul, maka apa gunanya
sesuatu itu, sehingga pendapat van Hammel itu terlalu sempit. Simons
melakukan delik adalah “ pelaku “, oleh karena itu mereka yang turut serta
jika tidak, maka mereka tidak dapat dikualifikasikan sebagai orang yang
turut serta. Vos menambahkan bahwa dalam hal demikian, maka hanya
yang dapat dipidana. Diantara mereka itu harus ada kesadaran berdasarkan
merupakan syarat mutlak untuk adanya medepleger ( A.Fuad Usfa dan Tongat, 2004 :
bertumpu pada Pasal 284 KUHP yaitu mengenai perzinahan. Seorang pria
yang tidak beristri atau seorang wanita yang tidak bersuami oleh undang-
undang dengan tegas dinyatakan sebagai “ turut serta dalam zina “, padahal
48
mereka sendiri tidak mungkin melakukan perbuatan zina oleh karena
bahwa tidak perlu yang turut melakukan itu memiliki kualitas sepenuhnya
diberikan ukuran bagi turut melakukan, yaitu : (a). antara para peserta ada
suatu kerjasama yang disadari dan ( b). para peserta bersama-sama telah
kerjasama yang erat diantara para peserta itu perlu diperjanjikan atau
bahwa tidak perlulah kerjasama yang erat itu terlebih dahulu disepakati,
cukup apabila telah ada saling mengerti dan perbuatannya itu ditujukan
pada satu tujuan yang sama. Sehingga kiranya ada 2 (dua) orang A dan B
melakukan kehendak ini. ( lebih detail dapat dibaca dari Buku Dasar-Dasar Hukum Pidana dari
P.A.F. Lamintang, hal. 582 – 606 ).
D. Menganjurkan ( Uitlokken )
Pasl 55 ayat (1) ke-2 KUHP disebutkan secara limitatif upaya untuk
49
1). Memberi atau menjajikan sesuatu
yaitu :
2). Harus ada orang lain yang dapat melakukan perbuatan yang
sengaja dianjurkan
50
ditentukan oleh undang-undang, sedangkan cara-cara untuk menganjurkan
Dari Pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP tersebut juga dapat diketahui,
pidananya yang diharapkan dilakukan oleh orang lain yang telah digerakkan
orang yang telah digerakkan oleh karena anjuran itu ? Apakah harus sama
oleh karena tidak adanya kesengajaan itu berarti tidak memenuhi rumusan
delik sehingga orang itu tidak dapat dikatagorikan sebagai alat mati dan ini
Kesengajaan dari penganjur dan yang diberi anjuran harus identik, apakah
hal ini tidak sama dengan pelakunya sendiri ?. Dengan perkataan lain
sama.
penganjuran :
waktu berbeda.
51
dipersalahkan sebagai menganjurkan pembunuhan, jika orang yang
lain untuk melakukan suatu delik tertentu dengan cara yang ditentukan oleh
bentuk penyertaan itu berdiri sendiri ), maka A tetap dapat dituntut karena
tersebut diatas sangat sulit diterapkan dalam praktek, meskipun ada Pasal
Untuk mengatasi kesulitan ini, maka pada tahun 1925 disusulkan Pasal 163
bis dalam KUHP. Paasal 163 bis KUHP ini menampung perbuatan pidana
52
supaya melakukan kejahatan, diancam dengan pidana penjara
paling lama enam tahun atau denda paling banyak tiga ratus
kali tidak dapat dijatuhkan pidana yang lebih berat dari pada yang
2). Aturan Pasal 163 bis KUHP tidak berlaku, jika tidak
b). Menjanjikan : janji ini berarti kesanggupan dan hal ini juga tidak
53
Bupati, Kepala Desa yang mempunyai kedudukkan atau martabat
timbul overmacht.
huruf e.
yang salah atau sesuatu yang “ misleid “ kepada hal yang lain.
h). Memberikan kesempatan, sarana atau keterangan : misalnya
ditentukan caranya harus dilakukan dengan lisan atau tulisan dan ditempat
umum.
Jika kita tinjau bunyi Pasal 55 ayat (2) KUHP : “ terhadap penganjur
54
Dibatasi : karena yang diperhitungkan hanyalah apa yang dianjurkan saja,
pembunuhan terhadap C
b). Pendapat yang lain beranggapan bahwa polisi itu harus dipidana,
55
Penganjuran sebagai delik yang berdiri sendiri
Daftar Pustaka
Chazawi, Adami (1), 2002 : Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 2, Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
C. Penutup
1. Rangkuman Materi
orang atau lebih dari satu orang. Beberapa orang sarjana, antara lain Van
pertanggung jawaban menurut hukum pidana bagi setiap orang yang terlibat
dalam suatu perbuatan pidana, oleh karena tanpa ketentuan tersebut orang
56
yang terlibat tidak dapat dijatuhi pidana “. Jenis atau bentuk-bentuk dari
penyertaan :
penyertaan “, maka tindak pidana ini atau delik tidak harus dilakukan
sendiri.
- Menganjurkan ( Uitlokken )
57
2. Latihan :
PERTEMUAN KE IV : TUTORIAL II
PENYERTAAN (DEELNEMING)
a. Kasus I
seorang saudagar ikan asin yang di kampungnya terkenal sangat kaya. Ali
tidak mau bekerja seorang diri, oleh karenanya ia mengajak Yudi, Yuda dan
untuk memuluskan aksinya, Ali menyuruh Yudi pada malam yang telah
brankas. Untuk melakukan aksinya, Ali membujuk Budi pada malam yang
kemudian dibawa ke rumah Ali. Hasil dari tindak pidana tersebut kemudian
b. Pertanyaan :
kasus di atas !
c. Bahan Bacaan
58
4. Satochid K., Kuliah Hukum Pidana Bagian Kesatu. h. 362, 373,
364, 382.
82 – 97
Yuridika, hal. 32 – 49
a. Kasus II
bantuan orang lain, perbuatan tersebut tidaklah dapat diwujudkan. Untuk itu,
Mu’is walaupun malam itu ikut membantu Muhaimin, namun mereka tidak
59
b. Pertanyaan :
tau
yang berstatus sebagai penganjur (auctor intellectualis a
c. Bahan Bacaan
364, 382.
82 – 9.
60
POKOK BAHASAN III
(MEDEPLIGHTIGHEID)
BAB III
(MEDEPLIGHTIGHEID)
A. Pendahuluan
dalam suatu tindak pidana terlibat 2 orang atau lebih yang masingmasing
sendiri. Ini berarti bahwa apakah seorang medeplightige itu dapat dihukum
61
atau tidak, hal mana bergantung pada kenyataan, yakni apakah pelakunya
C. Dasar Hukum
Pasal 56, 57, dan 60 KUHP. Pasal 56 KUHP merumuskan mengenai unsur
kejahatan :
tanpa disebutkan sarana atau daya upaya tertentu, sedangkan yang kedua
Dengan kata lain, bentuk yang kedua ini merupakan pembantuan kejahatan
yang dilakukan pada saat sebelum dilakukannya kejahatan dan telah diatur
- Memberi kesempatan
- Memberi sarana
62
Simons menyatakan bahwa pembantuan ini merupakan penyertaan
yang tidak berdiri sendiri, artinya seorang yang membantu ini dapat dipidana
kejahatan.
Ketiga cara ini (memberi kesempatan, sarana, dan keterangan) ini tidak
Hal ini tentu penting untuk diketahui. Cara untuk mengetahui perbedaan
alam kejahatan
antara seseorang itu “ membantu “ atau “ turut serta “ d
untuk diketahui adalah seseorang yang bekerja sama dengan pelaku itu
63
E. Syarat-syarat Pembantuan (medeplightigheid)
bantuan.
a. Syarat Objektif
(Masruchin Ruba’i : 2014, 200-201). Sikap batin pembuat pembantu tidak sama
kepada semua unsur delik, bahkan juga harus ditujukan kepada unsur yang
64
ditujukan kepada unsur-unsur tersebut. Selanjutnya Simons mengatakan
dipenuhi unsur yang bersifat objektif dan subjektif. Unsur objektif artinya :
kepada pelaku tidak dipergunakan, maka si pembantu pun juga tidak dapat
kelalaian sangat jarang terjadi, bahkan tidak mungkin terjadi seperti halnya
didalam ayat (2) kekurang hati-hatian itu memang tidak disebutkan, akan
tetapi ini tidak berarti bahwa menggerakkan orang lain untuk melakukan
delik-delik yang dapat dilakukan dengan tidak sengaja, lalu menjadi tidak
harus dipidana “.
delik “. Apakah mungkin terjadi suatu penyertaan yang ditujukan kepada
65
beberapa bentuk, misalnya “ menyuruh lakukan untuk penganjuran ( doen
difikirkan, satu sama lain bertalian dengan asas legalitas hukum pidana.
Tetapi yang lebih penting oleh Prof. Moeljatno dianjurkan agar dalam KUHP
66
b. Syarat Objektif
perbuatan apa yang dilakukan oleh pembuat pembantu dari sudut objektif
F. Sanksi Pidana
KUHP, yaitu :
sendirinya juga berlaku bagi pembantu, jika hal itu mengenai keadaan
dirinya.
67
Perbedaan antara Penganjuran dan Menyuruh Melakukan
arus
2). Dalam turut serta, seorang peserta / medepleger h
dapat dipidana.
68
4). Dalam turut serta, ancaman pidana terhadap peserta /
medepleger sama dengan ancaman terhadap pelaku utama,
Daftar Pustaka
H. Penutup
1. Rangkuman Materi
yang tidak berdiri sendiri. Ini berarti bahwa apakah seorang medeplightige
itu dapat dihukum atau tidak, hal mana bergantung pada kenyataan, yakni
apakah pelakunya telah melakukan tindak pidana atau tidak.
Pasal 56, 57, dan 60 KUHP. Pasal 56 KUHP menentukan bahwa dipidana
kejahatan dilakukan.
69
Ke-2 : mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau
KUHP, yaitu :
PEMBANTUAN (MEDEPLIGHTIGHEID)
a. Kasus
di suatu tempat yang luput dari pantauan orang lain. Rencana tersebutpun
mengetahui jalan-jalan yang akan dilalui oleh Ibrahim, pulang dari tempat
yang dimiliki Ibrahim, Abu Bakar terdesak. Pada saat itulah, Abdurrahman
dipergunakan oleh Abu Bakar untuk memukul kepala Ibrahim sampai tidak
b. Pertanyaan :
di atas !
c. Bahan Bacaan
71
2. Lamintang, P.A.F 1984. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia.
364, 382.
157 - 164
Yuridika, hal. 50 – 64
72
PERTEMUAN VII
PERBARENGAN (SAMENLOOP)
BAB IV
PERBARENGAN (SAMENLOOP)
A. Pendahuluan
satu tindak pidana dan di dalam jangka waktu tersebut orang yang
dipelajari lebih mendalam untuk bisa memahami materi dalam tutorial pada
dengan baik.
74