KETIKA
HUKUM
DIJADIKAN
ALAT
PELANGGARAN
HAM
1
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
3
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
4. Rembuk Warga...................................................................................... 73
5. Memperkuat Sistem HAM di ASEAN.................................................... 74
6. Laporan Berita LBH Jakarta................................................................. 76
7. Laporan Penerbitan Buku Saku Bantuan Hukum................................ 76
8. Guru dan Keragaman............................................................................ 77
9. Program ABAROLI................................................................................ 78
10.Program FK.......................................................................................... 78
11. Program Sasakawa............................................................................. 79
12. Tim Advokasi Buruh Mogok Nasional................................................. 80
13. Gerakan Bersama Buruh BUMN........................................................ 81
14. POSKO THR......................................................................................... 83
15. Penelitian Perselisihan Hubungan Industrial.................................... 84
4
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
REDAKSI
EDITOR:
Eny Rofiatul Ngazizah, S.H.
PENYUSUN:
Febi Yonesta, S.H.
Restaria Hutabarat, S.H., M.A.
Muhamad Isnur, S.H.
Tommy A. Tobing, S.H.
Maruli Tua Rajagukguk, S.H.
Pratiwi Febry, S.H.
Yunita, S.H.
Arif Maulana, S.H., M.H.
Handika Febrian, S.H.
Sudiyanti, S.H.
Ahmad Biky, S.H.
Atika Yuanita P., S.H., M.H.
Eny Rofiatul N., S.H.
Johanes Gea, S.H.
Nelson N. Simamora, S.H.
Rachmawati Putri, S.H.
Tigor Gempita Hutapea, S.H.
ASISTEN PENYUSUN:
M. Adzkar Arifian Nugroho
Akhmad Zaenudin, S.H.
Jane Aileen T., S.H.
5
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
KATA PENGANTAR
Di setiap penghujung tahun, LBH Jakarta senantiasa
KATA PENGANTAR menghadirkan Catatan Akhir Tahun (CATAHU), bukan
hanya sebagai bentuk pertanggungjawaban kerja-kerja
bantuan hukum kepada publik, akan tetapi juga sebagai
refleksi kami terhadap kondisi hukum dan hak asasi ma-
nusia sepanjang tahun.
Dari berbagai kasus dan permasalahan hukum yang di-
tangani selama tahun 2013, LBH Jakarta melihat adanya
legitimasi terhadap berbagai pelanggaran hak asasi ma-
nusia. Legitimasi itu diwujudkan baik melalui hukum dan
kebijakan, perilaku aparat pemerintahan, putusan penga-
dilan, maupun kultur masyarakat. Sehingga tidak heran
jika pelanggaran hak asasi manusia tidak pernah tuntas
teratasi, dan bahkan terus berulang.
Berbagai peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan standar hak
asasi manusia masih kerap diberlakukan, perilaku diskriminatif aparat pemerintahan
masih selalu terjadi, putusan pengadilan yang memberikan impunitas kepada para
pelaku atau justru mengkriminalisasi korban masih saja ada, dan kecenderungan afir-
masi publik terhadap tindak pelanggaran hak asasi tertentu masih sering ditemukan.
Adanya berbagai bentuk legitimasi ini tentu saja tidak bisa kita lepaskan dari komit-
men Pemerintah Republik Indonesia untuk sungguh-sungguh menegakan hak asasi
manusia. Minimnya kemauan politik Pemerintah untuk merealisasikan komitmen pen-
egakan hak asasi manusia, menjadi faktor utama yang memungkinkan legitimasi ini
terus hadir dan mendorong terjadinya berbagai pelanggaran hak asasi. Padahal, Pe-
merintah memiliki kewajiban internasional untuk melakukan segala upaya yang perlu,
baik di bidang legislasi, administrasi, maupun yudisial, untuk memastikan penghor-
matan, pemenuhan, dan perlindungan hak asasi manusia. Dengan demikian, jaminan
normatif hak asasi, sebagaimana diatur dalam konstitusi, perjanjian internasional yang
telah diadopsi, dan berbagai peraturan perundang-undangan domestik lainnya, dapat
dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia, dan semua orang yang berada dalam
yurisdiksi nasional.
Melalui CATAHU 2013 ini, atas nama seluruh staf dan Pengabdi Bantuan Hukum LBH
Jakarta, saya ingin menyampaikan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya, atas
kekurangsempurnaan kami melakukan kerja-kerja bantuan hukum, dan berharap dapat
memperbaikinya di tahun-tahun selanjutnya. Saya ingin pula mengucapkan syukur dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung LBH
Jakarta dalam melaksanakan kerja-kerja kami, sehingga misi kami untuk menciptakan
akses keadilan bagi masyarakat yang termarjinalkan dapat terus dilakukan.
Terakhir, saya ingin memberikan apresiasi yang tulus kepada seluruh Pengabdi Ban-
tuan Hukum dan staf umum LBH Jakarta, atas kerja keras dan kerjasama yang solid
untuk memastikan terlaksananya layanan bantuan hukum dan program-program ad-
vokasi hak asasi manusia, termasuk untuk menghadirkan CATAHU 2013 ini ke tengah-
tengah masyarakat. Tanpa semangat dan ketulusan, misi bantuan hukum yang kita ru-
muskan bersama, sangat sulit untuk diwujudkan.
Febi Yonesta
6
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. PELANGGARAN
HAK ASASI MANUSIA
YANG DILEGITIMASI
S
epanjang tahun 2013, LBH Jakarta telah melakukan kerja-kerja bantuan hukum,
sebagai respon dari berbagai permasalahan hukum dan hak asasi manusia di Indo-
nesia, khususnya di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Tercatat, sebanyak 1001 Ka-
sus ditangani oleh LBH Jakarta, mulai dari memberikan konsultasi hukum, sampai
dengan pendampingan hukum secara penuh. Berbagai pelanggaran hak asasi ditemukan
dalam kasus-kasus yang diterima. Pelanggaran hak tersebut meliputi hak atas pekerjaan
Kasus, hak atas perumahan, hak atas kemerdekaan beragama, hak atas peradilan yang adil,
hak untuk bebas dari penyiksaan, hak anak, dan hak asasi lainnya.
Dari penanganan berbagai kasus pelanggaran hak tersebut, LBH Jakarta menemukan
adanya legitimasi atas pelanggaran hak yang terjadi. Baik legitimasi dari sisi hukum dan ke-
bijakan, perilaku aparat pemerintahan dan penegak hukum, putusan pengadilan, maupun
yang seolah-olah dilegitimasi oleh (publik.)
7
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
8
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Legitimasi Perilaku Aparat Pemerintah
Pelanggaran hak asasi manusia, juga terlihat dilegitimasi oleh perilaku aparat pemerintahan, ter-
masuk kepolisian.
Legitimasi Pemerintah yang gamblang terhadap pelanggaran hak asasi, dapat ditemukan di da-
lam kasus Penangguhan Upah terhadap .. perusahaan yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi
DKI Jakarta, melalui sebuah Surat Keputusan Gubernur. Tanpa melalui prosedur verifikasi lapangan
dan komunikasi dengan pekerja, Gubernur DKI Jakarta menerbitkan Surat Keputusan Penangguhan
Upah kepada perusahaan-perusahaan yang sebenarnya tidak memenuhi syarat penangguhan.
Legitimasi kasat mata lainnya ditemukan dalam kasus penggusuran pedagang stasiun kereta api
di wilayah Jabodetabek. PT. KAI atau PT. KAI Commuter Jabodetabek melakukan penggusuran ter-
hadap kios-kios pedagang di 16 stasiun, dan mengakibatkan sebanyak 6532 orang harus kehilangan
mata pencarian utamanya. Pelanggaran hak para pedagang ini dilegitimasi oleh aparat Kepolisian
dan Tentara yang tampak melakukan pengamanan terhadap aksi penggusuran. Tidak ada kompen-
sasi dalam bentuk apapun terhadap para pedagang yang selama ini menggantungkan hidupnya dari
berjualan di stasiun.
Praktik penyiksaan di dalam proses pemeriksaan pidana, kerap terjadi dan menjadi tradisi yang
seolah lazim dilakukan dalam upaya kepolisian mengungkap kejahatan. Kasus Pembunuhan Cipu-
lir membuktikan bahwa praktek penyiksaan masih menjadi cara utama untuk memaksa pengakuan
dari para Tersangka, meskipun para Tersangka bukan pelaku sesungguhnya.
Praktik diskriminasi dan intoleransi pun masih kunjung terjadi terhadap kelompok keagamaan
minoritas, termasuk Jemaat Ahmadiyah. Kasus pengembokan Masjid seperti yang dialami Jemaat
Ahmadiyah di Jatibening Bekasi, menunjukan adanya legitimasi Pemerintah Kota Bekasi atas prak-
tik diskriminasi dan intoleransi berbasiskan agama. Terlepas bahwa Konstitusi dan peraturan perun-
dang-undangan telah menjamin hak beragama, termasuk hak atas tempat ibadah, Pemerintah Kota
Bekasi tetap mengabaikan jaminan tersebut dan lebih memilih mendukung praktik diskriminasi dan
intoleransi yang semakin meluas di kalangan masyarakat Bekasi.
Legitimasi Publik
Salah satu faktor terus terjadinya pelanggaran hak asasi manusia, adalah minimnya dukungan
publik terhadap para korban. Para pelaku, seolah memperoleh legitimasi untuk terus melakukan
pelanggaran tersebut. Minimnya pemahaman tentang hak asasi manusia, ditambah informasi yang
sesat mengenai peristiwa pelanggaran, mendorong antipati publik dan stigma terhadap para kor-
ban.
Dalam diskusi Guru, Keragaman, dan Pendidikan Agama Yang Lapang yang diselengarakan atas
kerjasama antara LBH Jakarta, Yayasan Cahaya Guru (YCG), dan Indonesia Conference on Religion
and Peace (ICRP), di Bekasi, tampak bahwa guru-guru Agama di sekolah Negeri masih memiliki ang-
gapan bahwa faktor penyebab berbagai peristiwa pelanggaran hak beragama dan beribadah, adalah
perbedaan atau kesalahan yang dilakukan korban sendiri.
9
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
A. GAMBARAN UMUM
PENGADUAN KE
LBH JAKARTA
A. Jumlah dan Profil Pencari Keadilan
Data di atas memperlihatkan jumlah pengaduan masyarakat ke LBH Jakarta selama lima tahun tera-
khir. Jika ditotal, sejak 2009 hingga 2013 LBH Jakarta menerima 5.088 pengaduan. Pengaduan terban-
yak diterima pada 2010, dengan 1.151 pengaduan. Sementara 2012 menjadi tahun terendah, dengan
959 pengaduan. Untuk 2013, LBH Jakarta menerima 1.001 pengaduan dengan 28.528 pencari keadilan,
jika dibandingkan tahun sebelumnya jumlah pengaduan mengalami kenaikan sebanyak 84 pengaduan.
Jika dirata-rata, selama lima tahun terakhir, pengaduan yang diterima LBH Jakarta adalah 1.018 pen-
gaduan.
Selain menerima pengaduan secara langsung, LBH Jakarta juga menyediakan mekanisme konsultasi
online. Berikut ini adalah tabel pengaduan online yang dilakukan LBH Jakarta:
10
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Untuk pengaduan online, kasus perburuhan menerima 41 (empat puluh satu) pengaduan, Perkotaan
dan Maysarakat Urban 13 (tiga belas) pengaduan, Kasus Sipil dan Politik sebanyak 7 (tujuh) pengaduan,
Kasus Keluarga sebanyak 15 (lima belas) pengaduan, Kasus Perempuan dan Anak sebanyak 4 (empat)
pengaduan, dan kasus non-struktural sebanyak 46 (empat puluh enam) pengaduan.
1. Kasus Perburuhan
Kasus Perburuhan yang masuk ke LBH Jakarta, permasalahan yang diadukan meliputi persoalan
buruh migran sebanyak 8 (delapan) pengaduan, hak normatif sebanyak 80 (delapan puluh) pengad-
uan, hubungan kerja sebanyak 99 (sembilan puluh sembilan) pengaduan, kepegawaian sebanyak
7 (tujuh) pegawaian, kriminalisasi buruh sebanyak 5 (lima) pengaduan, dan serikat pekerja seban-
yak 6 (enam) pengaduan. Dari seluruh pengaduan yang masuk, untuk sub-klasifikasi hak normatif,
hubungan kerja, kepegawaian, dan kriminalisasi buruh, sebagian besar pencari keadilannya berjenis
kelamin perempuan.
Kasus Perburuhan yang diadukan ke LBH Jakarta, berasal dari wilayah Bekasi, Bogor, Depok,
Jawa Barat, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jawa Tengah
dan Daerah Istimewa Jogjakarta, Jawa Timur, Sumatera, Tangerang dan Banten, lain-lain dan tidak
diisi. Angka pengaduan cukup tinggi berasal dari buruh yang berdomisili di Bekasi, sebanyak 20 (dua
puluh) pengaduan, kemudian Jakarta Pusat sebanyak 22 (dua puluh dua) pengaduan, Jakarta Sela-
tan sebanyak 26 (dua puluh enam) pengaduan, dan Jakarta Timur sebanyak 42 (empat puluh dua)
pengaduan.
Dari seluruh kasus buruh yang masuk ke LBH Jakarta, sebanyak 84 (delapan puluh empat) pen-
gaduan dilakukan oleh pengadu yang berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Kemudian
buruh yang berpendidikan Diploma sebanyak 14 (empat belas) pengaduan, S1 sebanyak 30 (tiga
puluh) pengaduan, S2 sebanyak 9 (sembilan) pengaduan, Sekolah Dasar (SD) sebanyak 11 (sebelas)
pengaduan, lain-lain sebanyak 29 (dua puluh sembilan) pengaduan, tidak diisi sebanyak 17 (tujuh
belas) pengaduan, dan tidak sekolah sebanyak 1 pengaduan.
Sebanyak 162 pengaduan kasus perburuhan dilakukan oleh pengadu berusia dewasa (18-50 ta-
hun), 33 (tiga puluh tiga) pengaduan dilakukan oleh lansia (>50 tahun), dan 9 (sembilan) pengadu
tidak menyebutkan usianya.
LBH Jakarta juga mengklasifikasikan besaran penghasilan pengadu dalam kasus perburuhan.
Sebanyak 41 (empat puluh satu) pengaduan buruh dilakukan oleh mereka yang berpenghasilan
2.020.000-3.500.000. Selanjutnya pengaduan yang dilakukan buruh yang berpenghasilan 1.010.000-
2.000.000 sebanyak 24 (dua puluh empat), lalu 18 (delapan belas) pengaduan dilakukan oleh mereka
11
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
LBH Jakarta menerima 59 (lima puluh sembilan) pengaduan dengan 3.599 pencari keadilan untuk
kasus Hak Atas Sipil dan Politik. Hak Sipol dan Politik terbagi dalam beberapa kategori, diantaranya
Fair Trial, Hak Atas Kebebasan Pribadi (Privasi), Hak Atas Kebebasan untuk Berpendapat dan Ber-
ekspresi, Hak Atas Kebebasan Berpikir Berkeyakinan, dan Beragama; Hak Atas Kepemilikan yang
Tidak Boleh Diambil Alih Secara Sewenang-wenang oleh siapapun, Hak Bagi Kaum Minoritas, Hak
Bebas dari Siksaan dan Perlakuan Tidak Manusiawi, Hak Kebebasan bagi Warga Negara Asing, Hak
Untuk Berkumpul dan Berserikat, Hak untuk Menikah dan Berkeluarga, dan lain-lain.
Dari 59 (lima puluh Sembilan) kasus yang diadukan ke LBH Jakarta, 38 (tiga puluh delapan) pen-
gaduan dilakukan oleh pengadu yang berjenis kelamin perempuan, 12 (dua belas) pengaduan di-
lakukan oleh laki-laki, dan 6 (enam) pengaduan yang tidak mengisikan jenis kelaminnya. Fair Trial
yang merupakan subklasifikasi Hak Sipil dan Politik, diadukan ke LBH Jakarta sebanyak 35 (tiga
puluh lima) kasus, 24 (dua puluh empat), diantaranya diadukan oleh pengadu berjenis kelamin
perempuan, 10 pengaduan dilakukan oleh laki-laki, dan 1 (satu) orang tidak mengisi informasi jenis
kelaminnya.
Persebaran wilayah klien terjadi di wilayah Bekasi, Bogor, Depok, Jawa Barat, Jakarta Barat, Ja-
karta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jawa Tengah dan DIY, Jawa Timur, Su-
matera, dan Tangerang dan Banten.
Profil pendidikan pengadu, sebanyak 21 (dua puluh satu) pengadu berpendidikan SMA, 5 (lima)
pengadu berpendidikan S1, 2 (dua) pengadu tidak menuliskan informasi isian pendidikan, 9 (sem-
bilan) pengadu berpendidikan SD, dan 2 (dua) pengadu berpendidikan SMP, sebanyak 8 (delapan)
pengadu berpendidikan Diploma, dan 9 (sembilan) pengadu menuliskan lain-lain di informasi pen-
didikannya.
12
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Kemudian dari data usia, sebanyak 24 (dua puluh empat) pengadu berusia dewasa (18-50 tahun),
pengadu berusian anak (< 18 tahun) sebanyak 14 (empat belas) tahun, pengadu berusia lansia (> 50
tahun) sebanyak 3 (tiga) pengaduan, dan 1 pengadu tidak memberikan informasi usianya.
Dari data penghasilan, sebanyak 1 (satu) pengadu berpenghasilan 1000-100.000, 7 (tujuh) pen-
gaduan diadukan oleh pengadu yang berpenghasilan 501.000-1.000.000, kemudian 2 (dua) orang
pengadu berpenghasilan 1.010.000-2.000.000, 4 (empat) orang pengadu berpenghasilan 2.020.000-
3.500.000, 6 orang pengadu berpenghasilan 3.510.000-5.000.000, 1 (satu) orang pengadu berpeng-
hasilan 5.500.00-10.000.000, 1 (satu) pengadu berpenghasilan tidak tetap dan 34 (tiga puluh em-
pat) pengadu tidak mengisi isian jumlah penghasilan.
13
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Kasus Perempuan dan Anak yang ditangani LBH Jakarta berjumlah 42 (empat puluh dua) pen-
gaduan dengan 49 (empat puluh sembilan) pencari keadilan. Dari 35 (tiga puluh lima) pengaduan
kasus perlindungan anak, 16 (enam belas) pengaduan diadukan oleh perempuan, 17 (tujuh belas)
pengaduan dilakukan oleh laki-laki, dan 2 (dua) pengaduan tidak menyebutkan jenis kelamin pen-
gadunya. Untuk kasus perlindungan perempuan, 4 (empat) pengaduan dilakukan oleh perempuan
dan 3 (tiga) pengaduan dilakukan oleh laki-laki.
Pengadu untuk klasifikasi kasus ini berasal dari Bekasi (5 pengaduan), Depok 3 (tiga) pengaduan,
Jakarta Barat 4 (empat) pengaduan, Jakarta Pusat 2 (dua) pengaduan, Jakarta Selatan 6 (enam) pen-
gaduan, Jakarta Timur 9 (Sembilan) pengaduan, Jakarta Utara 6 (enam) pengaduan, Jawa Timur 1
(satu) pengaduan, Sumatera 1 (satu) pengaduan, Tangerang dan Banten 4 (empat) pengaduan, dan
1 (satu) pengadu tidak mengisi isian wilayah di formulir pengaduan.
Pendidikan pengadu berasal dari S1 sebanyak 3 pengaduan, S2 sebanyak 3 (tiga) pengaduan, SD
sebanyak 5 (lima) pengaduan, SMA sebanyak 17 (tujuh belas) pengaduan, SMP sebanyak 6 (enam)
pengaduan, 2 (dua) pengadu tidak mengisi, dan 1 (satu) pengadu mengisi tidak sekolah.
Usia pengadu kasus Perempuan dan Anak terbagi dalam 3 (tiga) kategori, yaitu pertama pengadu
yang berusia anak (<18 tahun) sebanyak 14 (empat belas) pengaduan, kedua pengadu yang berusia
dewasa (18-50 tahun) sebanyak 24 (dua puluh empat) pengaduan, dan ketiga adalah pengadu lansia
(> 50 tahun) sebanyak 3 (tiga) pengaduan.
Kasus Perempuan dan Anak diadukan oleh pengadu yang berpenghasilan 1000-100.000 sebanyak
2 (dua) pengaduan, berpenghasilan 101.000-500.000 sebanyak 1 (satu) pengaduan, berpenghasilan
505.000-1.000.000 sebanyak 4 (empat) pengaduan, berpenghasilan 1.010.000-2.000.000 sebanyak
5 (lima) pengaduan, berpenghasilan 2.020.000-3.500.000 sebanyak 4 (empat) pengaduan, berpeng-
hasilan 3.510.000-5.000.000 sebanyak 7 (tujuh) pengaduan, 1 (satu) orang pengadu berpenghasilan
tidak tetap, dan 18 (delapan belas) pengadu tidak mengisi isian penghasilan yang disediakan.
14
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
5. Kasus Keluarga
Kasus Keluarga yang ditangani LBH Jakarta berjumlah 172 (seratus tujuh puluh dua) pengaduan
dengan 173 (seratus tujuh puluh tiga) pencari keadilan. Dari 172 (seratus tujuh puluh dua) pengad-
uan kasus, terbagi atas kasus KDRT sebanyak 22 (dua puluh dua) pengaduan, perceraian sebanyak
69 (enam puluh sembilan) pengaduan, pernikahan sebanyak 11 ( sebelas) pengaduan, dan waris
sebanyak 70 (tujuh puluh)pengaduan. Dari kasus KDRT, 19 (sembilan belas) diadukan oleh perem-
puan dan 3 (tiga) diadukan oleh laki-laki. Kasus perceraian diadukan oleh perempuan sejumlah 44
(empat puluh empat) pengaduan dan diadukan oleh laki-laki sebanyak 25 (dua puluh lima) pengadu.
Kasus pernikahan diadukan oleh 6 (enam) pengadu laki-laki dan 5 (lima) pengadu perempuan. Se-
dangkan perkara waris diadukan oleh 36 (tiga puluh enam) pengadu laki-laki, 33 (tiga puluh tiga)
pengadu perempuan dan satu kelompok.
Pengadu untuk klasifikasi kasus ini berasal dari Bekasi 15 (lima belas) pengaduan, Bogor 5 (lima)
pengaduan, Depok 7 (tujuh) pengaduan, Jakarta Barat 8 (delapan) pengaduan, Jakarta Barat 19
(sembilan belas) pengaduan, Jakarta Pusat 28 (dua puluh delapan) pengaduan, Jakarta Selatan 28
(dua puluh delapan) pengaduan, Jakarta Timur 24 (dua puluh empat) pengaduan, Jakarta Utara 8
(delapan) pengaduan, Jawa Timur 5 (lima) pengaduan, Sumatera 1 (satu) pengaduan, Tangerang
dan Banten 22 (dua puluh dua pengaduan, 1 (satu) pengadu mengisi lain-lain, dan dan 1 (satu) pen-
gadu tidak mengisi isian wilayah di formulir pengaduan.
Pendidikan pengadu berasal dari S1 sebanyak 30 (tiga puluh) pengaduan, S2 sebanyak 3 (tiga)
pengaduan, SD sebanyak 8 (delapan) pengaduan, SMA sebanyak 36 (tiga puluh enam) pengaduan,
SMP sebanyak 14 (empat belas) pengaduan, 9 (sembilan) pengadu tidak mengisi, 15 (lima belas )
pengadu mengisi pendidikan diploma, dan 17 (tujuh belas) pengadu mengisi lain-lain di kolom isian
pendidikan.
Usia pengadu kasus Keluarga terbagi dalam 3 (tiga) kategori, yaitu pertama pengadu yang beru-
sia anak (<18 tahun) sebanyak 1 (satu) pengaduan, kedua pengadu yang berusia dewasa (18-50 ta-
hun) sebanyak 118 (seratus delapan belas) pengaduan, ketiga adalah pengadu lansia (> 50 tahun)
sebanyak 47 (empat puluh tujuh) pengaduan, dan terakhir sebanyak 6 (enam) pengadu tidak me-
nyebutkan berapa usianya.
Kasus Keluarga diadukan oleh pengadu yang berpenghasilan 1000-100.000 sebanyak 1 (satu) pen-
gaduan, berpenghasilan 101.000-500.000 sebanyak 5 (lima) pengaduan, berpenghasilan 501.000-
1.000.000 sebanyak 13 (tiga belas) pengaduan, berpenghasilan 1.010.000-2.000.000 sebanyak 33
(tiga puluh tiga) pengaduan, berpenghasilan 2.020.000-3.500.000 sebanyak 36 (tiga puluh enam)
pengaduan, berpenghasilan 3.510.000-5.000.000 sebanyak 13 (tiga belas) pengaduan, berpenghasi-
lan 5.500.000-10.000.000 sebanyak 6 (enam) pengadu, berpenghasilan diatas 10.000.000 sebanyak
7 (tujuh) pengaduan, 1 (satu) pengadu tidak kelas penghasilannya, 3 (tiga) pengadu berpenghasilan
tidak tetap, dan 54 (lima puluh empat) pengadu tidak mengisi isian penghasilan yang disediakan.
15
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Selain menangani permasalahan struktural, LBH Jakarta juga menerima konsultasi umum yang diadu-
kan oleh masyarakat. Permasalahan-permasalahan tersebut dikategorikan dalam kategori khusus/ non-
struktural. Kasus Non Struktural yang diterima LBH Jakarta terbagi dalam subklasifikasi Pidana Umum,
Pidana Khusus, Perdata, Lain-lain/ Non, dan Khusus.
Untuk subklasifikasi Pidana Umum, jumlah pengaduan 214 dengan pencari keadilan sebanyak 1831
orang; Pidana Khusus, jumlah pengaduan sebanyak 29 (dua puluh sembilan) dengan pencari keadilan se-
banyak 37 (tiga puluh tujuh) orang; Perdata, jumlah pengaduan sebanyak 187 dengan pencari keadilan
sebanyak 409 (empat ratus sembilan) orang; Lain-lain/ Non Struktural, jumlah pengaduan 1 (satu) dengan
pencari keadilan sebanyak 1 (satu) orang; dan klasifikasi Khusus, jumlah pengaduan sebanyak 2 (dua) den-
gan pencari keadilan sebanyak 2 (dua) orang.
Dari keseluruhan kasus non-struktural yang diadukan ke LBH Jakarta, 261 pengaduan diadukan oleh
perempuan, 159 pengaduan dilakukan oleh laki-laki, dan 13 (tiga belas) orang pengadu tidak mengisikan
informasi jenis kelaminnya. Pengadu perempuan di kasus non-struktural lebih banyak dari pada pengadu
laki-laki, di kasus perdata pengadu perempuan berjumlah 117 (seratus tujuh belas) dan pengadu laki-laki
berjumlah 67 (enam puluh tujuh); di kasus pidana khusus jumlah pengadu perempuan 19 (sembilan belas)
dan jumlah pengadu laki-laki 9 (sembilan); di kasus pidana umum jumlah pengadu perempuan berjumlah
123 dan jumlah pengadu laki-laki sebanyak 82 (delapan puluh dua).
Pengadu untuk klasifikasi kasus non struktural ini berasal dari Bekasi 43 (empat puluh tiga) pengaduan,
Bogor 16 (enam belas pengaduan, Depok 22 (dua puluh dua) pengaduan, Jawa Barat 9 (sembilan) pengad-
uan, Jakarta Barat 47 (empat puluh tujuh) pengaduan, Jakarta Barat 47 (empat puluh tujuh) pengaduan,
Jakarta Pusat 72 (tujuh puluh dua) pengaduan, Jakarta Selatan 59 (lima puluh Sembilan) pengaduan, Ja-
karta Timur 80 (delapan puluh) pengaduan, Jakarta Utara 23 (dua puluh tiga) pengaduan, Jawa Tengah dan
DIY 4 (empat) pengaduan, Sumatera 2 (dua) pengaduan, Tangerang dan Banten 49 (empat puluh sembi-
lan) pengaduan dan 6 (enam) pengadu tidak mengisi isian wilayah di formulir pengaduan.
Pendidikan pengadu berasal dari S1 sebanyak 70 (tujuh puluh) pengaduan, S2 sebanyak 13 (tiga belas)
pengaduan, SD sebanyak 27 pengaduan, SMA sebanyak 181 pengaduan, SMP sebanyak 36 pengaduan,
16 (enam belas) pengadu tidak mengisi, 44 (empat puluh empat) pengadu mengisi pendidikan diploma,
43 (empat puluh tiga) pengadu mengisi lain-lain di kolom isian pendidikan, dan 3 (tiga) pengadu tidak
bersekolah.
Usia pengadu kasus Non struktural terbagi dalam 3 (tiga) kategori, yaitu pertama pengadu yang beru-
sia anak (<18 tahun) sebanyak 5 (lima) pengaduan, kedua pengadu yang berusia dewasa (18-50 tahun) se-
banyak 278 pengaduan, ketiga adalah pengadu lansia (>50 tahun) sebanyak 137 pengaduan, dan terakhir
sebanyak 13 pengadu tidak menyebutkan berapa usianya.
Kasus Non Struktural diadukan oleh pengadu yang berpenghasilan 1000-100.000 sebanyak 3 (tiga)
pengaduan, berpenghasilan 101.000-500.000 sebanyak 15 (lima belas) pengaduan, berpenghasilan
501.000-1.000.000 sebanyak 33 (tiga puluh tiga) pengaduan, berpenghasilan 1.010.000-2.000.000 seban-
yak 76 (tujuh puluh enam) pengaduan, berpenghasilan 2.020.000-3.500.000 sebanyak 62 (enam puluh
dua) pengaduan, berpenghasilan 3.510.000-5.000.000 sebanyak 40 (empat puluh) pengaduan, berpeng-
hasilan 5.500.000-10.000.000 sebanyak 22 (dua puluh dua) pengaduan, berpenghasilan di atas 10.000.000
sebanyak 12 (dua belas) pengaduan, 1 (satu) pengadu tidak jelas penghasilannya, 9 (sembilan) pengadu
berpenghasilan tidak tetap, dan 160 (seratus enam puluh) pengadu tidak mengisi isian penghasilan yang
disediakan.
16
BAB. II
17
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Rekomendasi
Berdasarkan pola pelanggaran hak atas pekerjaan seluruh kasus yang diadukan di LBH Jakarta ber-
nuansa tuntutan normatif yang berbuntut pada PHK, maka LBH Jakarta merekomendasikan sebagai
berikut;
1. Pemerintah harus menjamin dan melakukan penegakan hukum bahwa tidak boleh ada PHK sebelum
ada putusan dari Pengadilan Hubungan Industrial, maka seluruh pihak pekerja/buruh dan pengusaha
harus melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing serta melakukan penegakan hukum atas pe-
langgaran hak normatif yang dilakukan oleh perusahaan.
2. Membangun adanya mekanisme komplain atas ketidakpuasan publik dan buruh terhadap kinerja
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta melakukan penindakan terhadap pegawai dinas tenaga
kerja yang tidak menjalankan kewajibannya dengan baik.
3. Perlu dicari cara penyelesaian kasus perburuhan diluar mekanisme Pengadilan Hubungan Industrial.
18
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Hak Atas TANAH & Tempat Tinggal
Paradoks
Penggusuran dan
Pembangunan
Akhirnya Selalu Penggusuran
Tahun 2012-2013, LBH Jakarta masih menerima beberapa kasus terkait hak atas tanah dan
hak atas tempat tinggal. Daya Tarik kota sebagai pusat kegiatan ekonomi, perdagangan, dan jasa
masih saja menyingkirkan hak atas perumahan kaum miskin. Masyarakat berpendapatan rendah
masih mengeluh tentang penggusuran yang tidak menghormati hak asasi manusia. Rakyat miskin
masih meratapi rumah mereka yang tergusur meskipun telah dirawat dan dikelola selama berta-
hun-tahun. Di sisi lain pihak pemodal, entah itu dengan entitas pengusaha maupun pemerintah
yakin bahwa penggusuran harus dilakukan demi kepentingan umum. Fenomena yang sama telah
berulang dari tahun ke tahun.
Pemukiman kumuh masih menjadi sasaran tembak utama setiap penggusuran. Sesungguhnya
pemukiman kumuh adalah bentuk kegagalan kebijakan, pemerintah yang buruk, korupsi, pera-
turan yang tidak tepat, pasar lahan yang tidak berfungsi, sistem pembiayaan yang tidak respon-
sif dan kekurangan kemauan politik yang mendasar. Setiap kegagalan ini menambah beban pada
masyarakat yang sudah terbebani kemiskinan dan menghambat potensi pembangunan manusia
yang dapat ditawarkan oleh kehidupan kota .
Pertanyaan yang mendasar seharusnya dijawab terlebih dahulu, apakah penggusuran diperbo-
lehkan? Apakah benar pembangunan dan penggusuran seperti mata koin yang memiliki dua sisi
yang berbeda. Dimana adanya pembangunan, disitu ada penggusuran. Penggusuran seharusnya
menjadi jalan terakhir. Penggusuran sejatinya dapat dibenarkan ketika memang ditujukan untuk
kepentingan umum atau alasan lain yang sangat baik. Penggusuran seharusnya baru dapat dilak-
sanakan ketika semua kemungkinan lain untuk menghindari penggusuran tidak berlaku. Penggu-
suran harus dihindari mengingat dampaknya pada kemanusiaan2.
Bagi masyarakat terutama miskin, penggusuran adalah bencana yang akan merebut seluruh
hidup mereka. Penggusuran jelas akan mengakibatkan rumah mereka hancur. Sang Bapak tidak
dapat bekerja karena harus melindungi keluarganya yang tak memiliki atap untuk berlindung. Pen-
didikan sang anak ikut pula terlanggar. Belum lagi jika memikirkan minimnya perlindungan keseha-
tan bagi warga yang tergusur. Kaum manula yang terseok-seok di jalan mencari tempat berteduh.
Dalam kasus-kasus yang dihadapi LBH Jakarta, pihak pemodal tidak memberikan alternatif selain
penggusuran. Sebagai contoh kasus Tanah Merah di Bekasi. 400 KK tergusur meskipun sebagian
besar warga tidak pernah menerima ganti kerugian. Warga sempat mendapat harapan karena BPN
mau mengirimkan surat rekomendasi agar HGU milik pengusaha tidak diperpanjang kemudian tanah
dikembalikan kepada warga. Namun pada akhirnya penggusuran tetap terjadi. Penggusuran bahkan
terjadi saat warga sedang melakukan upaya hukum di Pengadilan Negeri. Seluruh prosedur dilanggar.
Walikota tutup mata berdalih tidak tahu apapun.
Fenomena menarik terjadi di DKI Jakarta akhir-akhir ini. Pemerintah berubah. Jokowi menimbulkan
harapan baru. Dalam berbagai kasus seperti penggusuran Waduk Pluit, Waduk Rio-Rio, Tanah Merde-
ka, warga calon gusuran diajak musyawarah untuk mencari jalan tengah. Penawaran Pemda menarik,
digusur tapi bisa sewa rumah susun dengan fasilitas kipas angin gratis. Pemda bahkan tidak segan-
segan memberikan fasilitas-fasilitas lain yang juga gratis. Strategi jitu, warga membongkar rumahnya
sendiri. Mereka berbondong-bondong pindah ke rumah susun. Tidak semua warga mau memang.
Bagi kelompok ini, lebih baik terima uang Rp. 500.000 sampai Rp. 4 juta. Selanjutnya tinggal cari tanah
terlantar lainnya atau pulang kampung.
http:/web.mit.edu/urbanupgrading
1
Cohre; telah disarikan sebagaimana dalam presentasi: Hak atas Perumahn yang Layak dalam
2
19
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
3
Kata layak setidaknya memenuhi 7 unsur yaitu, jaminan hukum kepemilikan; ketersediaan pelayan-
an, fasilitas dan infrastruktur; keterjangkauan; layak huni; aksesibilitas; lokasi; dan kecukupan budaya.
Hal yang telah diadopsi pada Komentar Umum no. 4 Konvenan Ekosob Hak atas Perumahan yang layak
yang diadopsi pada tanggal 12 Desember 1991, Komite Hak Atas Ekonomi Sosial dan Budaya;
4
Konvenan Internasional Ekonomi social dan Budaya pasal 11 ayat (1);
Gentrifikasi adalah imigrasi penduduk kelas ekonomi menengah ke wilayah kota yg buruk keadaan-
5
nya atau yg baru saja diperbaharui dan dipermodern. Gentrifikasi menandakan perubahan sosial bu-
daya di wilayah yang tercipta akibat penduduk kaya membeli properti perumahan di permukiman yang
kurang makmur.[1]Akibat gentrifikasi, pendapatan rata-rata meningkat dan ukuran keluarga rata-rata
berkurang di masyarakat yang dapat mengakibatkan pengusiran ekonomi secara tidak resmi terhadap
penduduk berpendapatan rendah karena harga sewa, rumah, dan pajak properti meningkat. Jenis pe-
rubahan penduduk ini mengurangi penggunaan lahan industri karena dipakai untuk pembangunan
komersial dan perumahan. Selain itu, bisnis baru yang melayani basis konsumen kaya akan pindah ke
kawasan yang dulunya makmur, sehingga meningkatkan kemungkinan perpindahan penduduk kaya
dan mengurangi aksesibilitas terhadap warga asli yang kurang makmur.
6
UN Habitat, UNESCAP, Panduan ringkas untuk pembuatan Kebijakan 2 , Perumahan utnuk MBR.
Hal 14
20
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Hak Atas Ekonomi
1
Lihat Komentar Umum No.03. Sifat-Sifat kewajiban Negara Anggota, Pasal 2 Ayat 1 Konvenan Hak Ekonomi Sosial Bu-
daya (Poin 1-6)
2
Lihat Komentar Umum No.18. Hak Atas Pekerjaan Pasal 6 (Poin 10)
21
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
22
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Dikatakan diatas bahwa hak atas pekerjaan adalah hak yang dilindungi dalam konstitusi negara kita
yang juga tercantum dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Ratifika-
si Konvenan Hak Ekonomi Sosial Budaya dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005. Selanjutnya
perlindungan terhadap warga negara di dalam Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa
setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih se-
cara sewenangwenang oleh siapa pun.
Solusi yang bisa diambil, pertama dikembalikan kedaulatan mereka sebagai subjek yaitu diikutser-
takan dalam proses pengambilan kebijakan, dikarenakan kebijakan yang dibuat pemerintah berakibat
ke masyarakat. Kebijakan yang dibuat juga harus berlaku efektif dan mengakomodir kepentingan ter-
baik pekerja informil. Penataan dan penertiban PKL dan pedagang yang dilakukan juga menyentuh inti
persoalan dan memberikan solusi menyeluruh dimana hasil penataan tersebut tidak menghilangkan
hak atas pekerjaan masyarakat yg sudah secara mandiri mencari nafkah sebelumnya. Yang terpenting
adanya kepastian hukum bagi pedagang yang notabene saat ini menjadi golongan masyarakat rent-
an.
Kedua, seharusnya watak dari pejabat pemerintah dari struktur paling atas sampai paling bawah
memahami dan mengimplementasikan Hak Asasi Manusia sehingga tindakan yang dilakukan tidak
bertentangan dengan hak asasi yang menimbulkan kerugian dan hilangnya pekerjaan bahkan dalam
sektor informil.
23
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
dan pelayanan kesehatan karena masalah pelayanan kesehatan menyangkut hidup mati seseorang.
Perlu dilakukan reorientasi pelayanan kesehatan di RS yang sekarang ini menitikberatkan pada pen-
carian laba semata1. Tidak bisa dipungkiri bahwa RS sekarang ini sudah berubah menjadi entitas bisnis
sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 756/Kepmenkes/SK/-VI/2004 tentang Per-
siapan Liberalisasi Perdagangan dan Jasa di Bidang Kesehatan. Di dalam konstitusi jelas disebutkan bahwa
perlindungan terhadap warga miskin adalah tanggungjawab negara. Sangat tidak demokratis dan juga
melawan akal sehat jika tanggungjawab itu digagalkan oleh perjanjian-perjanjian dagang di Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO).
Peningkatan anggaran kesehatan juga diperlukan baik dalam APBN maupun APBD. Untuk tahun 2013
ini, pemerintah pusat memberikan jatah di bidang kesehatan sebesar Rp. 34,58 Triliun2. Sedangkan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menganggarkan sebesar Rp. 3,9 Triliun. Melalui peningkatan anggaran
kesehatan ini diharapkan sarana maupun prasarana kesehatan akan semakin bertambah kualitas mau-
pun kuantitasnya. Lebih dari itu, harus ada semacam keseragaman pandangan diantara tenaga kesehatan
bahwa pelayanan adalah hal yang paling utama. Soal pembayaran urusan selanjutnya.
24
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Hak Atas PERADILAN YANG JUJUR
Pengacara Publik LBH Jakarta saat sidang salah tangkap pengamen Cipulir
25
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
serta 4 saksi mata menerangkan secara tegas bahwa Polisi telah melakukan penyiksaan sejak tahap
penangkapan. Penyiksan tersebut dilakukan dengan cara memukul, menendang, menginjak, bahkan
sampai memberikan sengatan listrik terhadap Para Terdakwa. Hal tersebut dilakukan agar 6 Terdakwa
mauun saksi mengakui bahwa mereka lah pelaku pembunuhan tersebut.
Penyiksaan selalu berhubungan erat dengan adanya dugaan salah tangkap. Hal ini juga terjadi pada
kasus pembunuhan cipulir. Tidak ada bukti yang menerangkan secara kuat bahwa 6 pengamen ini ada-
lah pelakunya, bukti satu-satunya yang digunakan oleh Polisi hanyalah Pengakuan. Polisi bahkan tidak
melakukan metode ilmiah untuk membuktikan apakah ada Sidik jari/DNA darah pelaku di barang bukti
maupun di tubuh korban. diujung proses persidangan, salah satu pelaku sebenarnya. Namun seba-
liknya, ada saksi mata yang merupakan saksi kunci sekaligus salah satu pelaku pembunuhan telah ber-
sedia mendatangi polisi untuk mempertanggungjawabkan tindaknnya, namun Polda menolak untuk
memproses orang tersebut.
b. Kriminalisasi Korban
Protes keras atas pembangunan pagar oleh Cikini Gold Center yang menghalangi akses warga Cikini
Ampiun ke permukiman berhujung kepada penangkapan dan penahanan 10 warga. Kejadian serupa
juga dialami oleh SBJ, seorang pemimpin serikat pekerja di PT. Afix Kogyo Sukabumi yang vokal mem-
bela anggotanya menuntut pertanggungjawaban dana dari Ketua Koperasi berhujung pada penang-
kapan dan penahanan oleh polisi dan Hakim pengadilan Negeri Cibadak juga memutus bersalah. Yang
berperan menjadi pelaku kriminalisasi dalam kasus Sahrudin bukan hanya Polisi tetapi Kejaksaan Neg-
eri yang memaksakan kasus ini tetap disidangkan maupun Majelis Hakim yang memberikan hukuman
tanpa ada dasar hukum yang kuat. Selain itu, kriminalisasi juga terjadi terhadap 25 pensiunan Angkasa
Pura yang dilaporkan oleh PT. Angkasa Pura kepada Polres Jakarta Pusat dengan tuduhan menempa-
tai rumah dinas tanpa hak. Terhadap kasus-kasus ini, Jaksa juga mengambil peran sebagai pelakunya,
sebab dalam Proses P-21 Jaksa tidak menggunakan kewenangannya secara baik dan benar dalam me-
nentukan apakah kasus tersebut layak diberikan label P-21 (layak masuk pengadilan) atau tidak.
26
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
III. Kesimpulan dan Rekomendasi
Berdasarkan uraian mengenai penegakan hak atas peradilan yang jujur dan bersih diatas, maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Jaminan pemenuhan hak atas peradilan yang bersih dan jujur masih sebatas ratipikasi konvensi HAM
internasional maupun sebatas aturan di UUD 1945 maupun dalam Undang-Undang. Implementasi
Instrument terebut masih jauh dari yang diharapkan;
2. Negara melalui Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan masih menjadi pelaku utama pelanggaran ter-
hadap hak atas peradilan yang jujur dan bersih;
3. Diskresi yang besar pada aparat penegak hukum terutama Kepolisian merupakan salah satu pe-
nyebab terjadinya kesewenang-wenangan yang mengakibatkan luasnya pelanggaran terhadap hak
atas peradilan yang bersih dan jujur.
Maka dari 3 hal tersebut diatas dapat diberikan suatu langkah konkrit sebagai berikut ini:
1. DPR Percepat proses pengesahan RUU KUHAP;
2. Pemerintah Republik Indonesia segera meratifikasi optional protocol konvensi anti penyiksaan;
3. Mendesak adanya peraturan khusus terkait anti penyiksaan
4. Mendesak Kapolri segerah membuat aturan internal terkait mekanisme penyelesaian dugaan pe-
nyiksaan yang dilakukan oleh anggotanya.
5. Mendesak Komisi Kejaksaan maupun Komisi Yudisial memberikan sanksi yang tegas terhadap
Jaksa maupun Hakim yang melanggar kode etik;
6. Mendesak Jaksa Agug Muda bidang Pengawasan maupun Badan Pengawasa MA secara tegas
memberikan sanksi terhadap Jaksa mauun hakim yang tidak professional.
Ad dkk (6 orang) pengamen Cipulir, dijadikan tersangka oleh Polda Metro Jaya atas dugaan pembunuhan.
Tidak ada bukti ataupun saksi yang menerangkan mereka pelakunya. Polisi mengejar pengakuan Para Ter-
dakwa dengan memukul, menginjak, menendang bahkan memberikan sengatan listrik ke tubuh mereka, hingga
akhirnya mereka mengakui di BAP. 4 diantara pengamen masih anak-anak. Dalam persidangan, saksi maupun
terdakwa mengungkap adanya penyiksaan sebelum dibuatkan BAP, dan di persidangan mereka mencabut
pengakuan dalam BAP. Selain itu di persidangan terungkap bahwa pelaku sebenarnya telah mengakui kalau dia
bersama 2 teman nya yang membunuh si Korban, bukan Para Terdakwa. Namun, dengan berpegangan pada
BAP bukan dengan fakta yang terungkap dipersidangan, hakim tetap memberikan hukuman penjara 3-4 tahun
kepada anak-anak tersebut.
27
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Jemaat Ahmadiyah melakukan ibadah sholat di masjid mereka yang bekas dibakar
kekerasan merentang begitu banyak mulai dari Peristiwa Penutupan Kampus Mubarak di Parung;
Penyerangan dan Perusakan Masjid dan Kampung di Cisalada dan Ciaruten, Bogor; Penyerangan,
perusakan dan penutupan Masjid-masjid di Depok, Jakarta, dan Sukabumi; Hingga penyerbuan dan
pembunuhan kepada anggota Jemaat Ahmadiyah di Cikeusik Banten.
Di Tahun 2013 ini, setidaknya ada 2 (dua) wilayah dimana terjadi intimidasi, ancaman kekerasan,
dan diskriminasi terhadap Jemaat Ahmadiyah yaitu peristiwa Penggembokan dan Penutupan Masjid
Al-Misbah di Jatibening Bekasi yang terjadi pada Bulan Maret tahun 2013, serta intimidasi dan anca-
man terhadap Jemaat Ahmadiyah di Bukit Duri, Jakarta Selatan.
Masjid Al-Misbah, Jatibening yang sudah dipergunakan sejak tahun 1993 dan memiliki izin mendi-
rikan bangunan yang sah ini pun di gembok oleh Pemerintah Kota Bekasi atas desakan sekelompok
kecil masyarakat yang mengatasnamakan umat Islam, dengan mengunakan jubah FPI. Penggem-
bokan dilakukan oleh Satpol PP Kota Bekasi tanpa dasar hukum yang kuat, ini jelas bertentangan
dengan landasan yuridis yang dimiili oleh Indonesia sebagaimana dijelaskan dalam pengantar, bukan
hanya itu pelibatan TNI dalam penanganan kegiatan JAI jelas melanggar UU 34 Tahun 2004 Tentang
TNI. Penggembokan dan pengesengan pun dilakukan tanpa melalui musyawarah yang layak terlebih
dahulu. Terlebih penggembokan dan penutupan seng dilakukan dengan masih adanya penghuni yang
berdiam di masjid tersebut, setidaknya selama 2 bulan 14 anggota Jemaat memilih dan bertahan dan
tidak bisa keluar. Atas dasar ini Jemaat Ahmadiyah bersama LBH Jakarta, YLBHI dan LBH Bandung
mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung, dalam putusannya Majelis Hakim
PTUN Bandung membuat putusan yang berbeda satu sama lain.
Dalam putusannya, untuk sengketa pemagaran dengan seng Masjid Al-Misbah melalui Surat
Perintah Tugas Nomor: 800/60-Kesbangpolinmas/IV/2013 yang ditandatangani oleh Plh. Sekretaris
Daerah Kota Bekasi, Majelis Hakim mengabulkan gugatan dari Penggugat yaitu Abdul Basit selaku
Amir Jemaat Ahmadiyah Indonesia untuk seluruhnya dengan pertimbangan bahwa Plh atau Pelaksana
Harian Sekretaris Daerah Kota Bekasi yaitu Asisten Pemerintahan Kota Bekasi tidak memiliki ke-
wenangan untuk mengeluarkan Surat Perintah Tugas Nomor: 800/60-Kesbangpolinmas/IV/2013 untuk
melakukan pemagaran dengan seng Masjid Al-Misbah Jemaat Ahmadiyah Indonesia Jatibening Bekasi
sehingga dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa Surat Perintah Tugas yang dike-
luarkan oleh Plh. Sekretaris Daerah Kota Bekasi tidak sah.
Namun, Majelis Hakim yang sama dalam satu Pengadilan memutuskan hal yang sangat bertolak
belakang pada perkara penggembokan, justru dalam Putusannya menolak gugatan Penggugat den-
gan pertimbangan bahwa Tergugat yaitu Walikota Bekasi dalam mengeluarkan Surat Perintah Tugas
Nomor: 800/422-Kesbangpolinmas/III/2013 untuk melakukan penggembokan pagar Masjd Al-Misbah
Jatibening Bekasi sudah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan,
namun Majelis Hakim tidak mempertimbangkan lagi apakah keputusan yang dikeluarkan ini melang-
28
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
gar AUPB (Asas Umum Pemerintahan yang Baik) atau tidak serta tidak mempertimbangkan keteran-
gan ahli yang diajukan oleh Penggugat baik ahli Hak Asasi Manusia maupun ahli Penanganan Konflik
Sosial.
Intimidasi juga dialami oleh Jemaat Ahmadiyah di Bukit Duri, Jakarta Selatan. Sekelompok massa
mendesak Jemaat Ahmadiyah untuk menghentikan seluruh kegiatan Jemaat dan mengusir jemaat
agar dari bukit duri. LBH Jakarta berupaya mendampingi mediasi yang dilakukan oleh Kelurahan set-
empat, namun pihak Kelurahan justru melegitimasi intimidasi dan pengusiran tersebut.
3.2. Kasus Pelarangan Gereja HKBP Taman Sari, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi
Setelah melalui proses yang panjang mengajukan izin kepada pemerintah untuk mendirikan rumah
ibadah. Gereja HKBP Tamansari di Kecamatan Setu Kabupaten Bekasi pada Tanggal 21 Maret 2013 di-
bongkar oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bekasi dengan dikawal aparat kepolisian dan TNI
dengan alasan tidak memiliki izin mendirikan pendirian bangunan dan mendapatkan penolakan dari
warga. Protes yang dilayangkan oleh LBH Jakarta bersama elemen masyarakat lainnya tidak dihirau-
kan, hingga akhirnya gereja tersebut dibongkar dengan diiringi tangisan histeris dari jemaat gereja.
Pada awalnya Jemaat memutuskan untuk menempuh upaya hukum bersama LBH Jakarta, namun,
dalam perjalanan advokasi, jemaat membatalkan niat tersebut.
29
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Perkara Nomor: 642/PID/B2013/PN.BKS di Pengadilan Negeri Bekasi, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
2
Pernyataan kebencian terhadap kelompok lain, baik itu agama, kepercayaan, etnis, ras dan sebagainya oleh
kelompok atau individu.
30
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
demikian terjadi karena sikap negara yang pasif dan bahkan cenderung memfasilitasi terjadinya
kekerasan.
Hate speech merupakan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 156 KUHP dan termasuk dalam kat-
egori kejahatan terhadap ketertiban umum. Namun ketentuan pasal ini tidak ditegakan oleh aparat
penegak hukum.
Dalam beberapa kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, pihak pemerintah
dalam hal ini Menteri Agama Suryadharma Ali justru mengeluarkan pernyataan yang melegitimasi
perilaku kekerasan terhadap kelompok minoritas di dalam negara, dan sangat bertentangan den-
gan Konstitusi. Misalnya dalam pernyataannya saat ceramah di Pondok Pesantren Daarut Tauhid
Sampang, Rabu 24 Juli 2013, Suryadharma Ali mengajak para ulama Madura untuk tetap bersabar
merangkul dan mengajak dakwah pertaubatan kepada pengikut Syiah Sampang3. Selain itu, dalam
sebuah dialog antar umat beragama di Jawa Tengah pada 11 November 2011 yang lalu, Suryadharma
Ali mengeluarkan pernyataan inkonstitusional dengan mengatakan bahwa kerukunan antar-umat
beragama di Indonesia kerap ternodai oleh kehadiran agama lain yang menyerupai agama yang sudah
mapan di Indonesia.
Menurutnya untuk mewujudkan kerukunan antar-umat beragama di Indonesia dapat dilakukan
dengan pemberangusan Jemaat Ahmadiyah atau deklarasi Ahmadiyah sebagai agama baru4. Bahkan
pada tanggal 20 Mei 2013, bertempat di di Masjid Agung Kabupaten Tasikmalaya, Suryadharma Ali
menyaksikan langsung Ikrar keluar dari Ahmadiyah oleh jemaat Ahmadiyah melalui proses pemba-
caan dua kalimat syahadat dan penandatanganan sumpah janji warga Ahmadiyah asal Kecamatan
Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Kehadiran Suryadharma Ali menunjukkan intensi atau niat serius
Suryadharma Ali untuk meminta Jemaat Ahmadiyah untuk berpindah atau mengubah keyakinan yang
membahayakan dan mengancam disintegrasi bangsa. Tindakan-tindakan dan ucapan-ucapan yang di-
lakukan oleh Suryadharmai Ali sebagai menteri (pejabat negara) merupakan sebuah tindakan Koersi5.
Apalagi dilakukan secara terstruktur, sistematis dan meluas. Maka dampaknya akan sangat berbahaya
bagi kerukunan dan jaminan perlindungan Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan.
Sejak tahun 2012 hingga 2013, LBH Jakarta memiliki program mempromosikan pluralisme dan
kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia melalui pengajuan Rancangan Undang-Undang
Kemerdekaan Beragama/Berkeyakinan dan Pengembangan Paralegal serta Perluasan Dukungan
Masyarakat. Program ini memiliki 4 (empat) agenda. Pertama, advokasi Rancangan Undang-Undang
Kebebasan Beragama versi masyarakat sipil. Sebelumnya beredar draft Rancangan Undang-undang
Kerukunan Umat Beragama yang kami dapatkan dari DPR. Tapi justru draft tersebut secara substansi
berbahaya bagi kerukunan umat beragama karena jelas berpotensi mengsegregasi dan semakin
mengkotak-kotakkan kelompok-kelompok agama. Kedua, memperluas jaringan advokasi Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan berbasis komunitas dan organisasi kemasyarakatan keagamaan di
Jabodetabek, dengan mengadakan pelatihan-pelatihan paralegal yang khusus memiliki pengeta-
huan, persfektif dan keterampilan advokasi Kebebasan beragama. Ketiga, pendampingan korban
dalam kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, baik yang datang langsung
ke LBH Jakarta, atau sebaliknya LBH Jakarta yang mendatangi korban bersama dengan Jaringan
masyarakat sipil lainnya. Keempat, melakukan kampanye Kreatif dengan tema kebebasan beragama
dan berkeyakinan di kalangan muda. Program ini dilaksanakan melalui lomba pembuatan kaos yang
mengkampanyekan kebebasan beragama dan berkeyakinan dan juga mengadakan Panggung Kebe-
basan Beragama yang melibatkan komunitas-komunitas dan tokoh-tokoh yang peduli akan hak atas
kebebasan beragama dan berkeyakinan.
3
Jadi jalan yang tetap harus dikedepankan adalah merangkul para pengungsi Syiah Sampang
oleh para ulama agar mereka mau taubatan nashuha, ujar Menag dalam Silaturahim bersama para
Ulama Madura yang tergabung dalam Badan Silaturahmi Ulama se-Madura (Bassra) (http://www.
islampos.com/ulama-madura-diminta-rangkul-pengikut-syiah-agar-taubat-70707/)
http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/11/09/1/193450/Suryadharma-Ali-Sebut-
Pemberangusan-Ahmadiyah-sebagai-Solusi-Paling-Efektif
5
Koersi adalah praktik memaksa pihak lain untuk berperilaku secara spontan (baik melalui tinda-
kan atau tidak bertindak) dengan menggunakan ancaman, imbalan, atau intimidasiatau bentuk lain
dari tekanan atau kekuatan. Lihat dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Paksaan.
31
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan suatu hak yang fundamental yang penting un-
tuk dijamin dalam sebuah negara hukum yang demokratis dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak
asasi manusia. Jika suatu negara tidak memberikan jaminan yang pasti terhadap kebebasan berpenda-
pat dan berekspresi maka dapat dipastikan akan terjadi hambatan lalu lintas pertukaran ide dan ga-
gasan, tertutupnya akses informasi untuk masyarakat serta kosong dialektika.
32
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
dari ketentuan mengenai penghinaan, karena ruh ketentuan penghinaan Pasal 310 KUHP tentang
pencemaran nama baik dan Pasal 311 KUHP tentang fitnah masih tetap berdiri tegak dalam KUHP.
Selain itu masih banyak peraturan perundang-undangan lain yang mengatur masalah penghinaan
sebagai perbuatan pidana yakni Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran, Undang-Un-
dang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden serta Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum. Dari segi hukum
perdata ketentuan penghinaan di dalam KUHPerdata secara umum ditujukan untuk meminta ganti
kerugian karena dianggap merupakan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal
1365 KUHPerdata dan secara khusus ketentuan penghinaan diatur dalam Pasal 1372 sampai dengan
1380 KUHPerata. Dengan adanya pembatasan kebebasan berpendapat dan berekspresi melalui hukum
penghinaan baik secara pidana dan perdata membuat orang yang menggunakan hak atas kebebasan
berpendapat dan berekspresi dapat dituntut 2 (dua) kali secara pidana dan perdata atas 1 (satu) per-
buatan seperti yang terjadi pada kasus yang menimpa Sdri. Prita Mulyasari.
Sepanjang tahun 2013 LBH Jakarta setidaknya menerima 4 (empat) pengaduan terkait hukum
penghinaan, dari 4 (empat) kasus yang masuk ke LBH Jakarta tersebut terlihat adanya stratifikasi sosial
yang timpang dimana orang atau badan yang mempunyai kedudukan stratifikasi sosial yang lebih ting-
gi merasa nama baiknya dicemarkan atau dinistakan oleh orang yang kedudukan stratifikasi sosialnya
lebih rendah. Salah satu contoh kasus hukum penghinaan dapat terlihat dalam box kasus di bawah ini.
BH dilaporkan oleh M karena kicauannya di sosial media atas dasar Pasal 27 ayat (3) UU No. 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena telah mencemarkan nama baik M.
Dalam kicauannya BH pada intinya menyatakan bahwa M adalah perampok salah satu bank
swasta di Indonesia karena telah di vonis bersalah oleh Pengadilan Negeri, pengadilan tinggi
bahkan sampai MA namun ketika di pemeriksaan Peninjauan Kembali M di vonis bebas murni. Atas
dasar itu BH dilaporkan ke pihak kepolisian karena kicauannya di sosial media.
Kicauan BH di sosial media pada dasarnya merupakan persepsi BH sendiri yang didasarkan dari
berbagai pemberitaan di media masa yang pada pokoknya menyebutkan bahwa terdapat dugaan
suap kepada 2 hakim agung yang memeriksa dan memutus perkara peninjauan kembali M. Atas
dasar itulah BH berpendapat dan berpresepsi M merupakan perampok bank swasta tersebut,
meskipun disisi lain terdapat putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung yang menyatakan M
bebas murni.
Kesimpulan
Kebebasan berpendapat dan berekspresi juga telah dijamin dalam Pasal 23 Undang-Undang No. 39
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan : setiap orang bebas mempunyai, menge-
luarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya secara lisan atau tulisan melalui media
cetak maupun media elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, ke-
pentingan umum dan keutuhan bangsa. Ketentuan ini jika dilihat sekilas telah memberikan jaminan
dan perlindungan warga negara terkait Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, namun jika
dicermati lebih dalam seperti yang telah diuraikan diatas jaminan Kebebasan Berpendapat dan Berek-
spresi hanya sebuah ilusi dalam sistem hukum Indonesia.
Rekomendasi
Negara harus mewujudkan jaminan kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam kehidupan ber-
demokrasi, salah satu caranya dengan melakukan dekriminalisasi terhadap hukum penghinaan sesuai
dengan seruan Pelapor Khusus PBB dan lembaga hak asasi manusia lainnya terkait kebebasan ber-
pendapat dan berekspresi agar melakukan dekriminalisasi terhadap delik pencamaran nama baik atau
penghinaan1.
Kasus-kasus terkait dengan permasalahan pencemaran nama baik sebaiknya diselesaikan dengan
mekanisme hukum perdata dengan kompensasi ganti kerugian yang disebabkan dari akibat perbuatan
penghinaan tersebut.
G1113201.pdf
33
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Kebebasan Berserikat
Hanya Diatas Kertas
Kemajuan Perlindungan Hak Kebebasan Berserikat
Pada tahun 1998 pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi ILO No. 87 tentang kebebasan berser-
ikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi, yang menjamin kebebasan buruh/pekerja untuk ber-
serikat. Hal ini merupakan suatu lompatan besar ke depan dan telah memicu banyak perkembangan
baru dalam gerakan serikat pekerja/serikat buruh.
Setelah meratifikasi Konvensi ILO No. 87, tanggal 4 Agustus 2000 Indonesia mengesahkan UU No. 21
tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. UU No. 21 tahun 2000 dibuat dalam rangka mewu-
judkan kemerdekaan berserikat. Dalam UU ini, pekerja/buruh berhak membentuk dan mengembang-
kan serikat pekerja/serikat buruh yang bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab.
Tujuan dari UU ini adalah agar Serikat Pekerja/Serikat Buruh menjadi sarana untuk memperjuangkan,
melindungi, dan membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya serta
mewujudkan hubungan industrial hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.
34
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Mogok Kerja, Dibalas Dengan Tindakan PHK dan Gugatan
MH merupakan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Nasional Kota Jakarta Utara dan UF se-
laku Ketua PSP PT. Doosan CBJ melakukan mogok kerja pada tanggal 7-8 Maret 2013, karena terjadinya
berbagai pelanggaran hak normatif diantaranya; upah dibawah KHL dan tunjang jabatan dihilangkan, uang
makan ditiadakan , berjalannya scoring, dan premi hadir dihapus.
Sebelumnnya serikat pekerja telah mengingatkan perusahaan namun perusahaan tidak menggubrisnya
bahkan sudah dilaporkan ke Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Utara, namun perusahaan
juga tidak menggubris tuntutan para buruh.
Karena para buruh melakukan mogok kerja maka perusahaan melakukan PHK terhadap UF, Ketua PSP PT.
Doosan CBJ dan perusahaan menggugat para buruh ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara karena perusahaan
mengklaim dirugikan. Dimana Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara mengeluarkan putusan sela
atas gugatan yang diajukan oleh pengusaha yang menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Utara
tidak berwenang mengadili gugatan yang diajukan oleh para pengusaha tersebut.
Rekomendasi
Banyak pelanggaran kebebasan berserikat terjadi, namun para pelakunya tidak tersentuh oleh hu-
kum saat buruh berusaha memperjuangkan hak-haknya. Namun, pengusaha dapat dengan mudah
mengkriminalkan buruh dengan alasan yang mudah. Oleh karenanya, LBH Jakarta memandang perlu-
nya beberapa hal diantaranya;
1. Dibentuknya Unit Khusus perburuhan di Kepolisian, diharapakan dengan adanya unit khusus terse-
but para penyidik di kepolisian akan fokus membongkar kasus-kasus pelanggaran kebebasan ber-
serikat.
2. Perlu memberikan pelatihan khusus yang berperspektif hukum perburuhan kepada penyidik, dian-
taranya mengenai cara membongkar kasus-kasus pelanggaran kebebasan berserikat. Dengan de-
mikian penyidik memiliki pemahaman yang mendalam dalam membongkar kejahatan tindak pidana
perburuhan dan anti serikat pekerja secara profesional, cepat, cermat dan tepat.
3. Pengawas ketenagakerjaan dan aparat kepolisian harus membangun akuntabiltas dan kepastian
waktu dalam menindaklanjuti pengaduan mengenai kejahatan anti serikat, sehingga tidak ada lapo-
ran yang berlarut-larut (undue delay) yang penanganannya tidak jelas.
35
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Efektifitas Perlindungan
Pekerja Migran Mensyaratkan
Sebuah Kepastian Hukum
(KTKLN: Kartu Identitas yang Membuka Ruang Eksploitasi)
Seminggu setelah merayakan Idul Fitri 1434 H lalu di Indonesia, sukacita dan kebahagiaan hampir
puluhan Pekerja Migran Indonesia (PMI) [Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri masih menggunakan terminologi Tenaga
Kerja Indonesia/ TKI] yang bekerja di Hongkong, Malaysia, dan beberapa negara lainnya dirusak oleh
oknum-oknum petugas imigrasi dan maskapai penerbangan di bandara Soekarno Hatta yang mence-
gah keberangkatan kembali para PMI ke negara tujuannya. Hal ini dikarenakan para PMI memiliki per-
masalahan dengan KTKLN.
Kartu Tanda Kerja Luar Negeri (KTKLN) adalah kartu identitas bagi TKI yang memenuhi persyaratan
dan prosedur untuk bekerja di luar negeri. KTKLN berdasarkan pengaturan UU No. 39 Tahun 2004 (UU
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, selanjutnya disebut UU PPT-
KILN) wajib dimiliki oleh para PMI yang akan berangkat ke negara tujuan dan dikeluarkan oleh pemer-
intah dalam hal ini BNP2TKI. Meskipun UU No. 39 Tahun 2004 menyatakan bahwa KTKLN berfungsi
sebagai kartu identitas bagi para PMI di negara tujuan, namun pada kenyataannya kartu ini total tidak
berfungsi setelah para PMI melewati bagian imigrasi di bandara Indonesia, apalagi di negara tujuan.
36
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
BNP2TKI dan beberapa stafnya. Kepala BNP2TKI menyatakan bahwa untuk PMI yang pulang untuk
libur lebaran, seharusnya tidak perlu melakukan medical check-up serta membayar biaya asuransi. Se-
lain itu mereka juga diperbolehkan untuk melakukan pengurusan KTKLN di Bandara.
Praktik percaloan di tempat layanan pembuatan KTKLN juga menjadi hal yang laporkan saat audi-
ensi. Sayangnya pemerintah malah melegitimasi keberadaan para calo, dengan dalih menolong pemer-
intah dalam berkomunikasi dengan bahasa asing sesuai negara tujuan PMI. Respon tersebut menjadi
sebuah keanehan, bukan kah pemerintah memiliki kapasitas untuk merekrut penerjemah guna mem-
perlancar proses? Akhirnya sejumlah PMI sektor domestik yang LBH Jakarta dampingi dapat mengurus
KTKLN langsung di Kantor Pusat BNP2TKI dan berangkat ke negara tujuan.
Rekomendasi
Berdasarkan uraian di atas, maka LBH Jakarta merekomendasikan Pemerintah terkait agar:
1. Deputi Bidang Penempatan BNP2TKI segera mencabut Surat Keputusan Deputi Bidang Penempa-
tan BNP2TKI Nomor : KEP.117/PEN/X/2012 Tanggal 29 Oktober 2012 tentang Standar Operasional
Prosedur Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia dan membuka layanan pengurusan KTKLN
di Bandara bagi seluruh Pekerja Migran Indonesia tanpa terkecuali;
2. Kementerian terkait, Imigrasi, BNP2TKI dan seluruh aparaturnya mempermudah serta memperlan-
car pengurusan (perpanjangan maupun pembuatan baru) KTKLN bagi seluruh Pekerja Migran Indo-
nesia serta meninjau ulang segala peraturan terkait pendataan dan segera membentuk sistem pen-
dataan PMI yang terintegrasi antar kementerian dan institusi negara.
3. Pemerintah harus menolak segala praktik percaloan dan menindaktegas oknum-oknum yang terlibat
dalam praktik percaloan.
4. Pemerintah dan DPR RI segera menyelesaikan Revisi Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKILN) mengacu pada
Konvensi PBB Tahun 1990 tentang Perlindungan Buruh Migran dan Anggota Keluarganya. Yang men-
jamin hak-hak sebagai berikut namun tidak terbatas pada:
a. Hak atas informasi yang benar
b. Hak atas pelayanan dan perlakuan yang sama dalam penempatan kerja di luar negeri
c. Hak untuk mendapatkan keadilan, rehabilitasi, restitusi, dan kompensasi bagi Pekerja Migran yang
mengalami pelanggaran hak
d. Hak bebas menentukan asuransi secara pribadi dan menikmati manfaatnya
Dengan memenuhi prinsip-prinsip namun tidak terbatas pada :
a. Non diskriminasi
b. Pengakuan atas martabat dan hak asasi manusia
c. Kesetaraan dan keadilan gender
d. Demokrasi dan representasi
e. Pemberdayaan Pekerja Migran dan keluarganya
f. Peningkatan kesejahteraan
g. Keadilan
h. Penempatan Pekerja Migran bukan tujuan utama mengatasi pengangguran dan kemiskinan
37
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Enggan Mensahkan
UU Perlindungan PRT = Reviktimisasi
Perempuan Desa
Beban Ganda dan Reviktimisasi Perempuan Korban
Indonesia memiliki banyak instrumen hukum yang melindungi perempuan dan hak-haknya dari pelangga-
ran HAM maupun kejahatan lainnya. Meski demikian LBH Jakarta masih menemukan kebanyakan dari instru-
men tersebut masih minim dan belum efektif dalam menindak kejahatan dan pelanggaran HAM yang terjadi
terhadap perempuan. Di saat yang bersamaan arah pembangunan dan kebijakan juga semakin memarginal-
kan perempuan dengan minimnya upaya pembedaan positif (affirmative action) yang memberi akses yang
sama bagi perempuan dalam segala bidang. Minimnya jumlah aparat pemerintah yang sensitif gender pun
semakin memperkokoh pola reviktimisasi perempuan korban.
Beberapa jenis kasus dan instrumen hukum yang dimaksud diantaranya ialah kasus kekerasan dan pelece-
han seksual terhadap pekerja rumah tangga (PRT), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan Undang-
Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Pelecehan
seksual, perkosaan serta kekerasan terhadap perempuan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Instrumen-instrumen tersebut
tidak berjalan optimal karena belum di dukung oleh pengetahuan, kapasitas serta kapabilitas pemerintah, leg-
islator dan aparat penegak hukum yang memadai. Kondisi ini menambah kian buruknya perlindungan bagi
perempuan korban.
Bagi sebagian besar perempuan terutama perempuan desa, tantangan budaya patriarki yang mendiskrimi-
nasi perempuan dalam kerja-kerja domestik dan membuat mereka mengalami domestifikasi (diidentikan den-
gan kerja-kerja domestik/rumah tangga). Dihambat aksesnya untuk menikmati pendidikan. Trend industrial-
isasi yang menutup lahan-lahan pertanian serta menggantikannya menjadi pabrik, membuat perempuan desa
juga dituntut tanggung jawab yang sama dengan suami untuk menafkahi keluarga. Jumlah lapangan kerja
bagi perempuan di pedesaan pun sangat minim. Kondisi yang demikian menggambarkan adanya reviktimisasi
terhadap perempuan, dimulai dari korban budaya, korban hak atas pendidikan, korban industrialisasi, korban
tidak dipenuhinya hak atas pekerjaan.
Beban ganda yang ditaruhkan pada pundak perempuan korban sebagaimana telah diurai di atas, mendor-
ong sebagian besar dari mereka menceburkan diri ke dalam sektor pekerjaan di lingkungan domestik sebagai
pekerja informal yakni Pekerja Rumah Tangga atau biasa kita kenal dengan PRT, baik PRT di dalam negeri mau-
pun luar negeri (migran). Bekerja sebagai PRT merupakan pilihan dalam keterpaksaan bagi perempuan korban
(secara khusus dalam hal ini perempuan desa).
Pilihan dalam keterpaksaan yang mereka ambil dengan bekerja sebagai PRT sesungguhnya menempat-
kan mereka pada posisi yang semakin rentan tanpa adanya perlindungan hukum. Tidak ada jaminan atas pe-
menuhan hak-hak normatif setelah mereka melakukan pekerjaannya. Tidak ada akses publik maupun negara
untuk memantau kondisi kerja mereka yang sangat tertutup di lingkungan rumah tangga/domestik, sehingga
rentan terjadi kekerasan, pelecehan seksual dan kejahatan lainnya. Untuk kesekian kalinya perempuan yang
38
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
bekerja sebagai PRT ditempatkan pada kondisi yang berpotensi menjadikan mereka sebagai korban (korban
pelanggaran hak kerja/hak normatif, pelecehan seksual, perkosaan, penganiayaan, dlsb.)
Di tengah kegagalan pemerintah dalam memenuhi hak atas pendidikan dan hak atas pekerjaan perempuan
korban, Pemerintah ternyata juga enggan menyediakan kebijakan yang memberikan perlindungan hukum bagi
hak-hak Pekerja Rumah Tangga (PRT). Untuk kesekian kalinya perempuan yang bekerja sebagai PRT menjadi
korban. Pemerintah dengan sengaja dan secara sadar memperpanjang siklus reviktimisasi yang mereka alami.
39
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
II. Aktor, Pola dan Relasi Kepentingan terkait Pelanggaran Hak Anak
Berhadapan dengan Hukum
Tahun 2013 LBH Jakarta menangani 5 (lima) kasus anak berhadapan dengan hukum dengan jumlah
anak yang didampingi yaitu 15 (lima belas) orang. Pelaku pelanggaran hak anak yaitu 4 (empat) kasus
dilakukan oleh Kepolisian; 3 (tiga) kasus oleh Kejaksaan; 2 (dua) kasus oleh Hakim pada Pengadilan
Negeri; 1 (satu) kasus oleh KPAI. Adapun pola pelanggaran hak anak berhapan dengan hukum yang
dilakukan yaitu:
40
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
anak dengan plastik hitam. Sebelum dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan, ke 4 (empat) anak ini di-
ancam, diintimidasi, ditelanjangi dan dipukul sehingga ketika BAP dibuat, mereka semua mengakui
telah membunuh si Korban. Hal serupa juga perna terjadi pada Kasus Koko (2009) yang mengalami
penyiksaan oleh Polisi dan tahun 2013 ini Koko menggugat Polisi tersebut, ternyata Pengadilan tidak
memiliki perspektif anak sehingga menolak gugatan tersebut padahal fakta dipersidangan mem-
buktikan telah terjadi penyiksaan terhadap Koko.
2. Anak Berhadapan Hukum Tidak Didampingi Penasehat Hukum Sejak Awal Pemeriksaan
Beberapa Polisi dari Polda pernah menyatakan dihadapan persidangan bahwa anak berhadapan
hukum yang statusnya hanya sebagai saksi tidak perlu didampingi oleh Penasehat Hukum, dan
hal itu sudah biasa dilakukan oleh mereka. Menilai pernyataan tersebut, maka tidak heran sejak
tahap awal pemeriksaan anak sebagai saksi banyak terjadi rekayasa, pemaksaan pengakuan mau-
pun pertanyaan yang bersifat mengarahkan. Seyogiyanya seorang anak tidak boleh diajukan per-
tanyaan ataupun dinterogasi sebelum anak tersebut didampingi oleh Penasehat hukum dan mini-
mal ada pendampingan dari orang tua. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 27 ayat (2) huruf a
Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM yang berbu-
nyi: dalam melakukan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa petugas dilarang
memeriksa sebelum saksi, tersangka atau terperiksa didampingi oleh Penasehat Hukumnya, kec-
uali atas persetujuan yang diperiksa. Pada kasus 4 (empat) anak pengamen Cipulir yang dituduh
membunuh, ketika ditangkap polisi langsung melakukan intergoasi di tempat, pada saat malam hari
disekitar TKP. Interogasi tersebut dilakukan tanpa ada pendampingan dari Penasehat Hukum nya.
Tidak adanya penasehat hukum sejak awal pemeriksaan oleh Polisi menimbulkan kesempatan yang
besar bagi penyidik untuk merekayasa dan memaksakan isi BAP sesuai dengan cerita kasus versi
penyidik. Hal ini sangat kentara terlihat dalam kasus 4 (empat) pegamen Cipulir, kasus Sa; Kasus
Koko; dan Kasus Fe dkk (4 orang).
3. Kurangnya Akses Orang Tua dan Keluarga untuk Mendampingi Tersangka atau Saksi Anak.
Pada kasus Koko, 4 (empat) pengamen Cipulir; kasus Sa; Kasus Fe dkk (4 orang), penyidik sengaja
tidak memberitahukan kepada keluarga maupun orang tua terkait penangkapan yagn dilakukan.
Setelah selesai dilakukan pemeriskaan dan BAP barulah orang tua diberitahukan oleh Penyidik
tersebut. Hal ini tentunya mempersempit akes orang tua untuk melakukan pembelaan terhadap
anaknya, menyediakan penasehat hukum dan memastikan apakah anak nya mengalami penyiksaan
atau tidak. Orang tua dan keluarga seringkali dianggap penyidik sebagai pihak yang berusaha men-
galang-halangi proses penyidikan yang dilakukan, tentunya tindakan ini merupakan prilaku yang
tidak terpuji.
41
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
kan dari Polisi maupun Jaksa dikarenakan mereka lebih memiliki diskresi yang besar untuk menentukan
bahwa kasus tersebut tidak perlu didiversi. Hal ini dapat menjadi kekhawtiran kedepannya ketika UU
ini sudah dapat berlaku maksimal, maka akan banyak lack of implementation/ lemahnya implementasi
UU ini sebab masih banyak aparat hukum yang belum mengerti dan memiliki keberpihakan terhadap
pemenuhan hak anak berhadapan dengan Hukum.
Rekomendasi:
1. Pemerintah segerah membentuk satuan khusus untuk mendorong dan memantau persiapan setiap
lembaga negara terkait anak berhadapan dengan hukum sekaligus memastikan tidak terjadi lack of
implementation UU No. 11 Tahun 2012;
2. Kapolri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung mengadakan pendidikan dan sosilaisasi secara in-
tens terhadap jajarannya agar memahami dan menguasai UU No. 11 Tahun 2012;
3. Diberlakukannya sanksi yang tegas bagi Polisi, Jaksa maupun Hakim yang melanggar Hak anak yang
berhadapan dengan hukum.
Fk cs (4 orang) adalah Anak yang berhadapan dengan hukum, mereka bekerja sebagai pengamen
dan sering nongkrong atau tidur dibawah kolong jembatan Cipulir. Minggu 30 Juni 2013 mereka
dituduh melakukan tindakan pembunuhan atau pengeroyokan mengakibatkan maut terhadap ses-
eorang yang diduga pengamen. Berdasarkan bukti yang terungkap di persidangan, mereka bukanlah
pembunuh si korban, namun hanya menemukan korban ditempat tongkrongan sudah dalam keadaan
sekarat lalu kemudian meninggal. Polisi memukul, menendang, menelanjangi, dan mengancam 4 (em-
pat) anak tersebut agar mengakui pembunuhan tersebut. Sejak penangkapan hingga pembuatan BAP,
tidak pernah mereka didampingi oleh Penasehat Hukum. Hakim pengadilan Negeri Jakarta Selatan
menghukum penjara 3-4 tahun bukan berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan, namun ber-
dasarkan pengakuan yang dibuat oleh mereka di BAP.
Pelayanan Publik
DALAM KONDISI KRITIS
Hak Atas Pelayanan Publik
Pelayanan publik yang baik merupakan hak seluruh masyarakat demi tercapainya kesejahteraan
rakyat. Salah satu indikator kesejahteraan adalah pemberian pelayanan publik yang baik oleh penye-
lenggara negara kepada masyarakat. UU No. 25 Tahun 2011 diterbitkan utuk memberikan payung hu-
kum terhadap jaminan pelayanan publik bagi masyarakat. Empat tahun sudah Undang-Undang ber-
laku, apakah ada perbaikan sistematis dalam layanan publik di Indonesia khususnya di Jakarta, terlebih
setelah satu tahun pemerintahan Jokowi - Ahok yang mengusung Visi Jakarta Baru dan berorientasi
pada pelayanan publik memimpin pemerintah provinsi DKI Jakarta1.
1
Visi Pemerintahan Jokowi-Ahok adalah Jakarta Baru, kota modern yang tertata rapi, menjadi tempat hunian
yang layak dan manusiawi, memiliki masyarakat yang berkebudayaan, dan dengan pemerintahan yang berorien-
tasi pada pelayanan public. Lihat di http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/03/05/
mj6kue-inilah-visimisi-jokowi-untuk-kota-jakarta
2
http://www.antaranews.com/berita/349325/ombudsman-ri-terima-2024-laporan
42
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Statistik
Berdasarkan Laporan tahunan Ombudsman RI, sepanjang 2012, Lembaga Ombudsman Republik In-
donesia menerima 2.024 laporan terkait keluhan atas pelayan publik oleh penyelenggara negara, jum-
lah tersebut meningkat 8,41 persen dibanding pada 2011 yang hanya 1.867 laporan. Ada lima peringkat
instansi tertinggi yang dilaporkan yaitu pemerintah daerah (pemda), kepolisian, kementerian, Badan
Pertanahan Nasional dan lembaga peradilan, Untuk Pemerintah Daerah. Jumlah laporan terbanyak
kepada Ombudsman ditujukan kepada Pemda DKI Jakarta yaitu 294 laporan (14,53 persen)2. Dari data
tersebut diatas dapat digambarkan situasi pelayanan public di DKI Jakarta pada tahun 2012 yang masih
menjadi problem serius, pengaduan terkait persoalan layanan public di Pemda DKI Jakarta menjadi
yang terbanyak.
Tahun 2012 - 2013 ini LBH Jakarta menangani 3 (tiga) pengaduan kasus pelayanan publik. Masing-
masing satu kasus terkait dengan buruknya layanan transportasi publik (kasus penumpang kereta api),
pembangunan yang berdampak pada fasilitas jalan umum, dan layanan masyarakat. Selain kasus terse-
but terdapat beberapa kasus lain, diantaranya kasus kesehatan dan satu kasus publik terkait jaminan
pemenuhan hak atas air untuk masyarakat di DKI Jakarta. Meskipun secara kuantitas tidak banyak pen-
gaduan kasus yang masuk di LBH Jakarta, namun secara kualitas beberapa pengaduan yang masuk di
LBH menunjukkan bagian penting dari masalah krusial pelayanan publik di DKI Jakarta.
3
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/03/27/mkb7rn-hapus-krl-
ekonomi-pt-kai-langgar-pasal-perkeretaapian
43
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
murah yang selama ini mengangkut banyak pengguna. PT. KAI berdalih kereta api dengan layanan
kelas tiga berbandrol 1000-2000 rupiah tersebut sudah tidak layak dan hendak diganti dengan
layanan kereta kelas 1, Commuter Line seharga Rp. 8.000,00 rupiah. Rencana Penghapusan Kereta
yang dimulai dari trayek Bekasi-Jakarta dan Serpong Jakarta tersebut menuai banyak kritikan, bah-
kan dinilai menentang semangat mengatasi kemacetan di Ibu Kota karena masyarakat tentu akan
kesulitan jika harus memilih KRL Commuter Line yang bertarif mahal.
Persatuan Penumpang dan Pengguna Jasa Angkutan KRL Ekonomi Jalur Lintas Bekasi-Jakarta
didampingi LBH Jakarta melakukan aksi menolak rencana penghapusan KRL Ekonomi. Penolakan
tersebut didasarkan alasan peningkatan biaya transportasi penumpang jika KRL Ekonomi di hapus.
Penghapusan KRL ekonomi dinilai telah melanggar Pasal 153 ayat 1 UU No 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian. Melalui kebijakan tersebut PT KAI dinilai berupaya melepas tanggung jawabnya
memberikan tarif yang dapat dijangkau warga menengah ke bawah. LBH mendesak PT KAI untuk
melakukan koordinasi dengan pemerintah sebelum penghapusan KRL ekonomi dilakukan. Jika hal
tersebut tidak dilakukan3, masyarakat mengancam melakukan pemblokiran rel di berbagai stasiun.
Desakan tersebut tidak membuat PT. KAI bergeming. Akhirnya, aksi blokir rel sebagai bentuk pe-
nolakan atas kebijakan benar dilakukan dibeberapa stasiun diantaranya di Stasiun Bekasi. Dikasus
lain, Pemerintahan Jakarta baru yang sedang berupaya untuk mengurai kemacetan di Jakarta justru
dilawan dengan kebijakan mobil murah oleh Pemerintah Pusat. Kebijakan yang tidak selaras antara
pemerintah pusat dan daerah.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/03/27/mkb7rn-hapus-krl-
3
ekonomi-pt-kai-langgar-pasal-perkeretaapian
4
Bumi Air dan Kekayaan Alam di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945), Negara menjamin hak setiap orang untuk
mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannnya yang sehat,
bersih, dan produktif; Sumber Daya Air dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat (Pasal 5 dan 6 UU Sumber Daya Air), Pasal 5 Perda No. 13 tahun 1992 tentang PAM
Jaya, dll.
44
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
gelap bagi pasien dan keluarganya. Impunitas terhadap kasus malpraktek menjadi persoalan yang
mengemuka. Akhirnya masyarakat yang menjadi korban.
45
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
foto : istimewa
46
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
mereka hanya tahu dalam pengajuan prosesnya melalui UNHCR (United Nations High Commissioner
for Refugees). Tidak ada kepastian terkait waktu berproses di UNHCR. Hal tersebut akan berdampak
pada kehidupannya di negara suaka, salah satunya Indonesia.
Pencari suaka dibatasi dalam pemenuhan haknya di Indonesia. Mereka tidak bisa bekerja formal,
tidak mendapatkan hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas tempat tinggal. Apabila proses
penentuan statusnya tidak jelasmaka akan tidak jelas pula pemenuhan kehidupan mereka yang tidak
mendapatkan sokongan dana dari IOM (International Organization of Migration), salah satu pihak yang
dapat memberikan bantuan dan IOM bekerja sama dengan Dirjen Imigrasi pada Kementerian Hukum
dan HAM.
47
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
gatur mengenai imigran ilegal atau penyelundupan manusia, namun sudut pandang ini tidak tepat,
mengingat pada hakikatnya mereka adalah korban dari pelanggaran hak asasi manusia.
Menariknya, terhadap kasus tersebut banyak mendapat perhatian dari negara, organisasi, maupun
masyarakat yang bersimpati bahkan memberikan bantuan kepada ke-18 Pencari Suaka Rohingya. LBH
Jakarta melakukan Mengadakan konferensi pers dan mengadakan rapat jaringan, dimana ada keterliba-
tan Aksi Cepat Tanggap, Rumah Zakat, Dompet Dhuafa, dan beberapa individu dari berbagai kalangan.
Pertemuan juga telah diadakan dengan pihak UNHCR, dimana UNHCR Indonesia perwakilan Jakarta
terbuka untuk mendengar pendapat dan berdiskusi terkait pencari suaka dan pengungsi di Indonesia
secara umum. Dalam hal ini, diskusi juga telah dibuka oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan
mengundang Kementerian Luar Negeri, Kementerian Sosial, bahkan Dirjen Imigrasi, yang sayangnya
tidak dapat hadir, dan mengundang beberapa organisasi yang telah membantu.
Dari kasus tersebut dapat terlihat bahwa masyarakat juga dapat dan telah membantu dengan berb-
agai cara, mulai dari bantuan logistik bahkan sampai bantuan terkait pendidikan dan keterampilan para
pencari suaka tersebut. Apabila hal tersbut dapat digalakan maka akan terbentuk masyarakat yang
tidak enggan lagi berada bersama pencari suaka bahkan berkegiatan bersama.
Rekomendasi
Walaupun telah banyak usaha yang dapat kita lakukan terkait isu pencari suaka dan pengungsi,
masih terdapat banyak pekerjaan rumah yang harus kita kerjakan bersama, yaitu:
a. Ratifikasi Konvensi Tentang Status Pengungsi Tahun 1951 dan mekanisme hukum yang jelas terkait
Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia sangat penting. Membuat kerangka hukum yang spesifik
dan jelas untuk melindungi mereka serta mengatur hak dan kewajiban mereka selama berada di
Indonesia;
b. Pemberdayaan terhadap Pencari Suaka dan Pengungsi harus terus dilakukan agar mereka dapat
mandiri dan bersosialisasi dengan masyarakat Indonesia. Masyarakat juga dapat terlibat langsung
untuk mengawal pemenuhan hak-hak asasi Pencari Suaka atau Pengungsi di Indonesia;
c. Tidak lagi menggunakan istilah migran ilegal (Illegal migrant), melainkan pencari suaka atau pen-
gungsi. Perlu disosialisasikan ke masyarakat bahwa antara migran ilegal dan pengungsi memiliki
pengertian yang jauh berbeda. Hal ini penting untuk menghindari penolakan dari masyarakat atas
kedatangan pencari suaka ke Indonesia;
d. Tidak menahan mereka di dalam rumah detensi imigrasi. Harus ada alternatif lain untuk memantau
mereka.
48
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
BAB. III
Advokasi Kebijakan
Advokasi Kebijakan
Koperasi bukan Korporasi :
Stop Intervensi Modal
dalam Sistem Koperasi
di Indonesia
.Perekonomian sebagai usaha bersama dengan berdasar kekeluargaan adalah kooperasi!.
Karena koperasilah yang menyatakan kerjasama antara mereka yang berusaha sebagai suatu
keluarga. Disini tak ada pertentangan antara majikan dan buruh, antara pemimpin dan pekerja.
Segala yang bekerja adalah anggota daripada koperasinya itu.Sebagaimana orang sekeluarga
bertanggungjawab atas keselamatan rumah tangganya, demikian pula para anggota kooperasi
sama-sama bertanggungjawab atas koperasi mereka. Makmur kooperasi, makmurlah hidup
mereka bersama. Rusak kooperasi, rusaklah hidup mereka bersama (Mohamad Hatta dalam
Pidato Hari Koperasi 12 Juli 1951).
Latar Belakang
LBH Jakarta bersama Yayasan Bina Desa Sadajiwa, Koperasi Karya Insani, Yayasan Pem-
berdayaan Perempuan Kepala Keluarga Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (AS-
PPUK), Asosiasi Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW), Lembaga Pengkajian
dan Pengembangan Koperasi (LePPek), dan Para Penggiat Koperasi mengajukan uji materi
Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian ke Mahkamah Konstitusi, saat ini
prosesnya tinggal menunggu putusan dari Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Hal ini dilaku-
kan dalam rangka mewujudkan dan menjaga terselenggaranya sistem demokrasi ekonomi
khususnya melalui koperasi. Koperasi adalah suatu sistem ekonomi yang bermuatan sosial.
Idealitas ekonominya dijalankan dengan menggunakan perusahaan yang diterjemahkan se-
bagai semata-mata alat untuk mencapai tujuan ideal orang-orang yang berinteraksi secara
personal dalam keanggotaanya.
49
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Dasar alasan adanya (raison dEtre) koperasi adalah terletak pada anggotanya. Koperasi ada karena ang-
gotanya sebagai orang yang memiliki perusahaan koperasi dimana di dalam prinsip keanggotaanya terbuka
bagi siapapun tanpa bentuk diskriminasi. Watak yang dibawa sejak kelahiran koperasi adalah memanusia-
kan manusia dan mengangkat martabat manusia lebih tinggi di atas perusahaan atau badan hukum. Kop-
erasi adalah suatu sistem ekonomi yang bermuatan sosial. Idealitas ekonomi koperasi dijalankan dengan
menggunakan perusahaan yang diterjemahkan sebagai semata-mata alat untuk mencapai tujuan ideal
orang-orang yang berinteraksi secara personal dalam keanggotaanya.
Kesimpulan
Secara garis besar Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian akan mengerdilkan ger-
akan koperasi karena gerakan koperasi yang hanya semata-mata menjadi alat untuk mengumpulkan uang
semata. Pasal-Pasal baik tentang prisnip-prinsip koperasi yang ada dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun
2012 Tentang Perkoperasian justru ditentang juga dalam Pasal-Pasal yang lainnya dalam Undang-Undang
yang sama.
Rekomendasi
Batalkan Pasal-Pasal yang bertentangan dengan UUD 1945 dan Jatidiri Koperasi. Atau menerapkan ada-
gium koperasi yakni, bilamana UU koperasi di satu negara itu buruk, akan lebih baik bila mana tidak punya
UU. Akankah kita biarkan UU ini menjegal koperasi
50
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
2. Uji Materi UU Pendidikan Tinggi
Frasa mencerdaskan kehidupan bangsa dan berkedaulatan rakyat merupakan dua frasa penting yang
dimuat pada alinea ke-empat pembukaan UUD 1945. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu
tujuan dibentuknya Negara Republik Indonesia (het doel van de staat), tentunya hal ini bertujuan untuk
memperkokoh idea tentang negara yang berkedaulatan rakyat.
Mengapa mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi sedemikian pentingnya sehingga dijadikan salah
satu tujuan bernegara? Apabila diijinkan untuk menafsir secara bebas makna dari alinea ke-empat pembu-
kaan UUD 1945, maka jawabannya secara eksplisit dapat kita temukan, yaitu karena kedaulatan bangsa
ini berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 1 ayat (2) UUD 1945).
Rakyat dalam hal ini menjadi orientasi utama penyelenggaraan negara. Dari, Oleh dan Kepada Rakyat (DOK
Rakyat). Itulah makna berkedaulatan rakyat. Hendak dibawa kemana dan seperti apa Indonesia, idealnya
hal tersebut akan sangat bergantung pada rakyatnya. Rakyat yang cerdas niscaya akan bijak menggunakan
kedaulatannya, membangun negeri ini mencapai kemakmuran dan kesejahteraan serta berkontribusi pada
ketertiban dunia.
Penjelasan di atas merupakanrasionalisasi mengapapendidikan menjadi hak setiap orangyang pemenu-
hannya merupakan kewajiban negara, dan ketentuan tersebut dijamin oleh konstitusi. Untuk menghasilkan
negara yang kokoh dibutuhkan masyarakat cerdas yang dihasilkan dari pemenuhan hak atas pendidikan
dasar, menengah dan tinggi yang berkualitas serta aksesibel.
Pemenuhan, pendidikan yang berkualitas dan aksesibel di segala jenjang pendidikan bagi seluruh rakyat
Indonesia menjadi hal penting untuk terus menerus ditingkatkan. Semangat ini sejalan dengan pengaturan
yang termuat di dalam Pasal 13 Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang telah Indonesia ratifikasi
melalui UU No. 11 Tahun 2005.
Pasal 13
1. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui haksetiap orangatas pendidikan. Mereka menyetujui bah-
wa pendidikan harus diarahkan pada perkembangan kepribadian manusia seutuhnya dan kesadaran akan
harga dirinya, dan memperkuat penghormatan atas hak-hak asasi dan kebebasan manusia yang mendasar.
Mereka selanjutnya setuju bahwa pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara
efektif dalam suatu masyarakat yang bebas, meningkatkan rasa pengertian, toleransi serta persahabatan
antar semua bangsa dan semua kelompok, ras, etnis atau agama, dan lebih memajukan kegiatan-kegiatan
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memelihara perdamaian.
2. Negara Pihak dalam Kovenan ini mengakui bahwa untuk mengupayakan hak tersebutsecara penuh:
(c) Pendidikan tinggi juga harus tersedia bagi semua orang secara merata atas dasar kemampuan, dengan
segala cara yang layak, khususnya melalui pengadaan pendidikan cuma-cuma secara bertahap;
Dariketentuan kovenan internasional di atas, jelaslah bahwa Pendidikan merupakan hak asasi manusia,
yang pelaksanaannya merupakan kewajiban dari Negara. Secara lebih spesifik, untuk perguruan tinggi da-
51
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
pat kita lihat dari Kovenan Ekosob pasal13 ayat(2) huruf e dimana jelas dicantumkan perguruan tinggi harus
dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya untuk semua orang, dengan pengadaan pendidikan tinggi
yang cuma-cuma secara bertahap.
Selain itu konstitusi sendiri pun telah menjamin hak atas pendidikan sebagai berikut:
Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pen-
didikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkat-
kan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia)
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama di hadapan hukum
Pasal 28E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengaja-
ran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan mening-
galkannya, serta berhak kembali.
Pasal 31 UUD 1945 :
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan;
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Dengan demikian, kewajiban Negara terhadap penyediaan hak atas pendidikan tidak hanya berhenti
pada pendidikan dasar atau menengah, namun juga sampai pada pendidikan tinggi. Meskipun dalam im-
plementasi pemenuhannya dikenal sistemprogressive realisation yangmerupakan kompromi terhadap ke-
mampuan Negara, sehingga penyediaan pendidikan tinggi secara cuma-cuma dapat dilaksanakan secara
bertahap, namun kewajiban bagi Negara untuk mengusahakan pendidikan tinggi yang gratis itu tetap harus
dilaksanakan. Dengan kata lain, kebijakan pendidikan yang dibuat oleh pemerintah sama sekali tidak boleh
menegasikan kewajibannya dalam pemenuhan pendidikan tinggi secara gratis, apalagi mengalihkan tang-
gung jawab pendanaan pendidikan tinggi kembali kepada warga negara.
Namun fakta berbicara lain, dengan diundangkannya UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
(UU Dikti), Negara justru berupaya mengalihkan kewajiban serta tanggung jawabnya dalam pemenuhan
hak atas pendidikan kepada pihak lain, diantaranya ialah kepada mahasiswa/orang tua mahasiswa (Pasal
85) yang salah satunnya melalui soft loan (pinjaman lunak) dan kepada institusi pendidikan melalui otonomi
pengelolaan yang membuka keran bisnis di lingkungan institusi pendidikan tinggi (swastanisasi pendidikan
tinggi), ketentuan terakhir ini diatur dalam Pasal 65 ayat (3).Hampir keseluruhan pengaturan yang dimuat
pada UU Dikti memang berbicara tentang pengelolaan institusi pendidikan tinggi dan bukan mengenai pen-
didikan tinggi itu sendiri.
UU Dikti bukanlah upaya pertama yang negara lakukan untuk lepas tangan atas pemenuhan hak atas
pendidikan melalui legislasi. Sebelumnya usaha tersebut dimunculkan melalui lahirnya Undang-Undang No.
9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang pada 31 Maret 2010 telahdibatalkan keselu-
ruhan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) RI.
Melalui pertimbangannya dalam pembatalan UU BHP Mahkamah Konstisuti menegaskan peran Negara
dalam pemenuhan hak atas pendidikan warga Negara Indonesia serta penolakan terhadap bentuk swastan-
isasi pendidikan (dimuat pada putusan Nomor 11-14-21-126 dan 136/PUU-VII/2009) antara lain sebagai beri-
kut KewenanganInstitusiPendidikanuntukmencaridanasendiri (secaraotonom),berpotensimelanggarhakat
aspendidikanpesertadidik.
Ironisnya, setelah UU BHP dibatalkan, DPR RI pada 17 Juli 2012 kembali mengesahkanUU Dikti. UU Dik-
tibagaikan UU BHP yang bergantibaju.Semangatdanjiwadarikeduaundang-undanginisama, keduanyaber-
implikasipada biaya pendidikan tinggi yang mahal, karena salah satu tujuan penyelenggaraan pendidikan
tinggi adalah untuk mencari untung (dana). Mahasiswa akan dijadikan sasaran utama untuk mencapai
tujuan tersebut. Hanya orang-orang kaya saja yang dapat menikmati pendidikan tinggi yang berkualitas.
Dengan demikianpelanggaranhakasasimanusia (HAM) -hakataspendidikan dan diskriminasi dalam institusi
pendidikan-menjadisebuahkeniscayaan.
Sadar akan bahaya tersebut, ancaman terlanggarnya hak atas pendidikan disikapi oleh sejumlah organ-
isasi (organisasi mahasiswa, organisasi guru, organisasi dosen, lembaga bantuan hukum dan lain sebagainya)
dan orang perorangan yang tergabung dalam Komite Nasional Pendidikan atau biasa disebut KNP. Empat
orang Pemohon yang terdiri dari (1) dua (2) orang mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum PTN
BH (UGM dan UI), (2) orang tua yang memiliki lima orang anak dan (3) pengurus organisasi mahasiswa ting-
kat nasional (Front Mahasiswa Nasional/FMN), dengan didampingi Tim Kuasa Hukum dari KNP mengajukan
Permohonan Uji Materi UU Dikti ke Mahkamah Konstitusi. Uji Materi difokuskan pada pasal-pasal tertentu
52
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
yaitu Pasal 64 dan 65 UU Dikti.Pada kedua pasal ini lah secara implisit komersialisasi roh- pendidikan tinggi
diatur.
Pasal 64 UU Dikti menyatakan Otonomi Pengelolaan Perguruan Tinggi terdiri atas bidang akademik dan
non-akademik. Namun pada pasal 65 kedua macam otonomi tersebut justru dikerdilkan ke dalam sebuah
bentuk Pola Pengelolaan Keuangan/Tata Kelola. Dengan kata lain UU Dikti menempatkan otonomi tata kel-
ola pendidikan tinggi lebih utama dibandingkan dengan otonomi/ kebebasan akademik.
Pengaturan lainnya ialah, UU Dikti memungkinkan PerguruanTinggiberbentukBadanHukummemilikike-
kayaansendirisehinggamelepaskankewajiban Negara memenuhiHakAtasPendidikan. Denganlepasnyake-
wajibannegaramembiayaipenyelenggaraanpendidikantinggi, makaBadanHukumPerguruanTinggimemi-
likitugas yang sangatberat, yaitukemandiriankeuangan.
SesuaidenganputusanMahkamahKonstitusi pada pembatalan UU BHP, Dalamkeadaantidakadan-
yakepastiansumberdana yang bisadidapatolehsebuah BHP makasasaran yang paling rentanadalahpeser-
tadidikyaitudengancaramenciptakanpungutandengannama lain di luarbiayasekolahataukuliah yang akh-
irnyasecaralangsungatautidaklangsungmembebanipesertadidik.
Praktik menjadikan peserta didik sebagai sumber utama pendanaan bukan lagi merupakan sebuah
kekhawatiran semata, namun telah terbukti terjadi di salah satu Perguruan Tinggi Negeri ternama di Indo-
nesia. Berdasarkan keterangan saksi Alldo Fellix Januardy di MK, padatahun 2008, sumber pendanaan dari
mahasiswamenempatiporsisebesar 48 % dari total penerimaanPTN-BH. Tahun 2009 sebesar 42 %, Tahun
2010 meningkat menjadi 44 %, Tahun 2011 kembali meningkat menjadi 46 %, danakhirnya mengalamipen-
ingkatan yang signifikanpadatahun 2012 yaitusebesar 57 %.
Dari paparan di atas, jelas terlihat bahwa UU Dikti memuat pengaturan yang inkonstitusional. Memati-
kan bangsa, karena menjauhkan rakyatnya dari sarana pendidikan tinggi berkualitas guna mencerdaskan
kehidupan bangsa. Oleh karenanya UU Dikti harus dibatalkan. Sebagai gantinya, penting bagi Pemerintah
untuk segera membuat Peraturan Pemerintah yang mengatur khusus tentang Pembiayaan Pendidikan
Tinggi yang di dalamnya memuat ketentuan mengenai alokasi dana dari Negara bagi Pengelolaan dan Pe-
nyelenggaraan Pendidikan Tinggi dengan disesuaikan pada keunikan tata kelola institusi pendidikan tinggi
yang tidak seharusnya terlalu birokratis sebagaimana institusi negara lainnya. Dengan demikian, peserta
didik tidak dikorbankan dan pendidik dapat melakukan pengembangan ilmu pengetahuan dengan melaku-
kan penelitian-penelitian tanpa hambatan pendanaan.
Kedaulatan rakyat harus terus diperkokoh dengan adanya anak-anak bangsa yang cerdas secara keil-
muan dan juga karakter, dan salah satu sarananya ialah melalui penyediaan akses atas pendidikan tinggi
yang berkualitas tanpa adanya diskriminasi. Jangan malah mengahancurkan bangsa dengan penyelengga-
raan pendidikan tinggi yang mahal.
3. Revisi KUHAP
53
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
54
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
4. Revisi UU Penempatan dan Perlindungan
TKI di luar negeri
55
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
56
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Ikuti Verifikasi dan Akreditasi: LBH Jakarta terakrediatasi A
Meskipun telah berlaku sejak 2011. UU Bantuan Hukum baru efektif dilaksanakan pada tahun 2013.
Undang-Undang memerintahkan adanya proses Verifikasi dan Akreditasi Organisasi Bantuan Hukum
sebagai syarat wajib bagi organisasi bantuan hukum untuk dapat menjadi pemberi Layanan Bantuan
Hukum. Sebagai inisiator kebijakan, LBH Jakarta berkomitmen untuk mengikuti proses verifikasi dan
akreditasi Organisasi Bantuan Hukum. Lembaga Jakarta sendiri berharap mampu menjadi role model
organisasi bantuan hukum di Indonesia.
LBH Jakarta telah mengikuti proses verifikasi dan akreditasi yang dilaksanakan oleh Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Berdasarkan Keputusan Menkumham No. M.HH-02.
HN.0303 Tahun 2013, LBH Jakarta bersama 9 (sembilan) OBH lainnya lolos dengan akreditasi A. Indika-
tor hasil tersebut mengacu pada, jumlah kasus yang ditangani paling sedikit 1 (satu) tahun sebanyak
60 (enampuluh) kasus, jumlah program bantuan hukum nonlitigasi paling sedikit 7 (tujuh) program dan
jumlah advokat paling sedikit 10 (sepuluh) orang dan paralegal yang dimiliki paling sedikit 10 (sepuluh)
orang.
Selama mengikuti dan mengamati proses verfiikasi dan akreditasi organisasi bantuan hukum, LBH
Jakarta menilai bahwa proses yang dilaksanakan pemerintah bermasalah. Masalah tersebut dian-
taranya menyangkut hal-hal berikut (1). Ketentuan verfikasi dan akreditasi yang disamaratakan bagi
Organisasi Bantuan Hukum maupun Organisasi Bantuan Hukum di Kampus maupun di seluruh wilayah
Indonesia, (3). Pelaksanaan Verifikasi dan Akreditasi dilakukan secara mendadak dan tidak sistematis;
(4). Tidak menyediakan mekanisme komplain bagi peserta. Permasalahan yang muncul ditengarai aki-
bat pelaksanaan verifikasi dilaksanakan dengan tidak partisipatif dan responsif terhadap situasi riil di
lapangan.
57
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
dalam buku setebal 213 halaman yang diberi judul Neraca Timpang Bagi Si Miskin, Penelitian Skema
dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum di Lima Wilayah di Indonesia, yang dipublikasikan pada 10 Ok-
tober 2013.
Dari penelitian ini, kami menemukan variasi jumlah biaya yang dibutuhkan dalam pemberian bantu-
an hukum, yang diantaranya dipengaruhi oleh waktu dan kondisi geografis wilayah dalam penanganan
suatu perkara. Variasi jumlah pembiayaan ini tidak dapat serta merta dipukul rata sebagaimana diatur
di dalam peraturan perundang-undangan tentang bantuan hukum.
Penggunaan dana bantuan hukum di berbagai instansi Pemerintah secara tidak semestinya pun
menjadi bagian dari temuan para peneliti yang menarik untuk dicermati dan dikontrol secara seksama.
Dana bantuan hukum yang idealnya dialokasikan bagi masyarakat tidak mampu, pada faktanya justru
dinikmati dan digunakan untuk pembelaan para pejabat pemerintahan atau untuk pengamanan asset.
Di bagian akhir buku tersebut, tim peneliti memberi enam rekomendasi kepada para pembuat ke-
bijakan, diantaranya; (1). Menyatukan konsep bantuan hukum sesuai dengan UU Bantuan Hukum seh-
ingga program bantuan hukum terintegrasi sesuai dengan undang-undang bantuan hukum, termasuk
dalam hal anggaran dan peruntukan program yaitu hanya untuk rakyat miskin. (2). Mengingat ban-
tuan hukum juga merupakan pelayanan publik maka perlu ada standar pelayanan minimal pemberian
bantuan hukum untuk meningkatkan kualitas layanan bantuan hukum, (3). termasuk kode etik bagi
para pekerja bantuan hukum. Namun, hal tersebut dapat efektif jika OBH di seluruh Indonesia menin-
gkat kapasitasnya sehingga penetapan standar pelayanan benar-benar berdampak pada peningkatan
layanan bukan justru melemahkan OBH dan menghambat akses masyarakat terhadap keadilan. (4).
Membangun mekanisme pengawasan terhadap anggaran dan pelaksanaan bantuan hukum. Sehingga
ke depan bantuan hukum diselenggarakan secara akuntabel. (5). Mengingat kebijakan bantuan hukum
masih dalam proses pengembangan, maka dalam penyusunannya harus responsif dengan mengako-
modir situasi di lapangan sebagaimana disajikan dalam penelitian ini ataupun berdasarkan penelitian
pada aspek lainnya. (6). Perlu juga dibangun inisiatif di wilayah-wilayah di Indonesia untuk membuat
peraturan daerah bantuan hukum untuk melengkapi kebijakan nasional dan memperluas distribusi
sumber daya untuk mendukung pemberian bantuan hukum.
Memperluas Akses Informasi Melalui Buku Saku dan Berita LBH Jakarta
Salah satu persoalan kebijakan bantuan hukum adalah minimnya sosialisasi. Untuk mengikis ham-
batan akses informasi mengenai kebijakan bantuan hukum kepada masyarakat luas, LBH Jakarta beru-
paya untuk mensosialisasikan program Bantuan hukum untuk masyarakat miskin melalui penerbitan
buku saku Bantuan Hukum dan Berita LBH edisi Agustus-November 2013 yang mengusung Tema Ban-
tuan Hukum Bagi Si Miskin. Harapannya, melalui dua terbitan tersebut, masyarakat dapat mengetahui
informasi penting terkait kebijakan bantuan hukum yang mulai berlaku tahun ini. Dalam Buku saku LBH
Jakarta disajikan informasi mengenai syarat dan tata cara mendapatkan bantuan hukum cuma-cuma,
besaran anggaran yang dialokasikan per kasus, siapa saja yang berhak mengakses dana bantuan hu-
kum, siapa saja lembaga yang dapat membantu serta informasi penting lainnya, seperti besaran ang-
garan negara yang dialokasikan, juga informasi mengenai OBH yang telah lulus proses verifikasi dan
nantinya dapat mengakses dana bantuan hukum di wilayah DKI Jakarta. Sementara itu, di Berita LBH
Jakarta dikupas secara mendalam isu kebijakan bantuan hukum bagi masyarakat miskin dari berbagai
sudut pandang. Berbekal informasi yang diperoleh diharapkan masyarakat dapat lebih memahami ke-
bijakan bantuan hukum dan memperoleh akses bantuan hukum dengan mudah.
Advokasi Perda Bantuan Hukum di DKI Jakarta
Bantuan hukum dari pemerintah saat ini diatur secara khusus dalam Undang-Undang No. 16 Tahun
2011 tentang Bantuan Hukum. Secara filosofis, bentuk bantuan hukum ini diberikan sebagai perwuju-
dan tanggung jawab dan kewajiban negara dalam pemenuhan, penghormatan dan perlindungan hak
asasi manusia dan hak konstitusional warga negaranya secara khusus hak bersamaan kedudukannya di
dalam hukum (equality before the law) yang diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.
Persamaan kedudukan di dalam hukum mensyaratkan kesamaan akses atas keadilan bagi seluruh
masyarakat, oleh karenanya bagi mereka yang tidak mampu atau miskin negara menyediakan layanan
bantuan hukum secara cuma-cuma. Keseluruhannya ini tercantum dalam bagian menimbang UU No.
16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Dengan demikian menjadi jelas terdapat perbedaan antara
bantuan hukum yang diberikan oleh negara (legal aid) dengan bantuan hukum yang menjadi konsekue-
nsi logis profesi advokat (pro bono publico).
Untuk melengkapi dan menopang penyelenggaraan bantuan hukum yang diselenggarakan oleh Pe-
merintah Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Bantuan Hukum memberikan ruang pada tiap daerah untuk
membentuk Peraturan Daerah (Perda).
(1) Daerah dapat mengalokasikan anggaran penyelenggaraan Bantuan Hukum dalam Anggaran Penda-
58
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
patan dan Belanja Daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah.
Konstruksi dari ketentuan Pasal 19 di atas ternyata menimbulkan ketidakjelasan bagi Pemerintah
Daerah. Apakah UU Bantuan Hukum memandatkan Pemerintah Daerah untuk membentuk Peraturan
daerah yang mengatur sebatas mengenai alokasi anggaran Bantuan Hukum dalam Anggaran Penda-
patan dan Belanja Daerah ataukah Pemerintah daerah dapat membentuk Peraturan Daerah yang
mengatur mengenai penyelenggaraan Bantuan Hukum secara luas sesuai dengan keunikan kondisi
daerah masing-masing?
Apabila hanya mengatur terkait alokasi anggaran Bantuan Hukum dalam APBD, hal ini sungguh dis-
ayangkan. Bantuan Hukum dalam UU Bantuan Hukum saat ini masih sangat terbatas secara cakupan,
dengan membatasi peraturan daerah hanya mengatur sebatas anggaran akan menutup peluang bagi
perluasan cakupan akses bantuan hukum itu sendiri. Sangat dimungkinkan adanya sebuah pengaturan
dalam bentuk peraturan daerah yang idealnya isinya melengkapi pengaturan terkait penyelenggaraan
bantuan hukum yang ada pada UU Bantuan Hukum dan bukan malah saling bertentangan. Peraturan
Daerah yang mengatur penyelenggaraan bantuan hukum secara luas dapat mempertajam pengaturan
yang dimuat pada UU Bantuan Hukum terutama dapat memperluas pemenuhan tanggung jawab neg-
ara dalam pemberian akses bantuan hukum kepada lebih banyak warga negara Indonesia.
Saat ini LBH Jakarta mendorong Pemda DKI Jakarta untuk segera membentuk Perda Bantuan Hu-
kum agar akses masyarakat miskin terhadap bantuan hukum di wilayah DKI Jakarta kian terbuka lebar.
Tentunya LBH Jakarta mendorong agar Pemda DKI Jakarta tidak hanya membentuk Perda yang men-
gatur terkait alokasi anggaran namun juga mengatur terkait perluasan penyelenggaraan bantuan hu-
kum dari UU Bantuan Hukum.
Setelah mendorong agar dibentuknya Perda Bantuan Hukum, kemudian Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta mengundang LBH Jakarta untuk menjadi bagian dalam Tim Penyusunan Rancangan Perda Ban-
tuan Hukum. Tim Penyusun terdiri dari berbagai unsur, diantaranya adalah Biro Hukum Pemprov DKI
Jakarta, Biro Hukum dari lima (5) wilayah kota di DKI Jakarta, Kemenkumham, dan lainnya
Tetapi sayangnya sejak awal pertemuan sudah beredar draft yang dibuat oleh staf ahli biro hukum
Pemda. LBH Jakarta memberikan catatan bahwa penyusunan Rancangan Perda Bantuan Hukum tidak
boleh asal-asalan dalam artian harus sesuai dengan prosedur yang ada, sebagaimana diatur dalam Per-
aturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah dan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 112 Tahun 2012, secara khusus yang
mensyaratkan adanya sebuah Naskah Akademik. Dengan demikian dapat menjamin bahwa Perda
tersebut dibentuk sesuai dengan memiliki: (a) latar belakang dan tujuan penyusunan; (b) sasaran yang
akan diwujudkan; (c) pokok pikiran, ruang lingkup, atau objek yang akan diatur; dan (d) jangkauan dan
arah pengaturan. Selain itu naskah akademik pun akan memberikan kejelasan mengenai kajian teoritis
dan praktik empiris serta landasan filosofis, sosiologis dan yuridis dari sebuah peraturan daerah.
Selain itu pembentukan Perda yang baik juga harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang dimuat dalam ketentuan Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pem-
bentukan Peraturan Perundang-Undangan dalam hal ini Peraturan Daerah-, yaitu sebagai berikut:
a. kejelasan tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempu-
nyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis peraturan perundang-undangan
59
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang dan
dapat dibatalkan atau batal demi hukum bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan peraturan perundang-undan-
gan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan perun-
dang-undangan.
d. dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mem-
perhatikan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara
filosofis, yuridis maupun sosiologis.
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena me-
mang benarbenar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasayarakat, ber-
bangsa dan bernegara.
f. kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis
penyusunan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah
dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perenca-
naan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka.
Tidak dipenuhinya asas pembentukan peraturan daerah dan proses prosedural pembentukan per-
aturan daerah sebagaimana dipaparkan di atas akan berdampak pada ketidakberdayagunaan Perda
itu sendiri pada akhirnya. Pembuatan Perda hanya akan menjadi bisnis di lingkungan Pemerintahan
Daerah, karena akan menghabiskan anggaran belanja daerah yang notabene adalah uang rakyat untuk
sesuatu yang sia-sia dan tidak berdaya guna bagi masyarakat Jakarta. LBH Jakarta jelas menolak pem-
bentukan Perda Bantuan Hukum yang cacat prosedural seperti ini.
LBH Jakarta mendorong agar ada Naskah Akademik terlebih dahulu dan harus pula melalui uji kon-
sultasi publik. Pelibatan seluruh dan seluas-luasnya pemangku kepentingan di Kota Jakarta seperti
pegawai/pejabat daerah yang khusus mengerjakan bantuan hukum di tingkatan provinsi, Organisasi
Bantuan Hukum, Organisasi Masyarakat Sipil, para akademisi, dan lain sebagainya juga merupakan hal
penting untuk dijamin dalam proses pembentukan Perda Bantuan Hukum Provinsi DKI Jakarta.
Kepatuhan dan ketaatan pembentukan Perda Bantuan Hukum Provinsi DKI Jakarta pada prosedur
yang sudah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan, niscaya merupakan langkah awal bagi
pemenuhan hak warga kota Jakarta yang substansial yakni akses atas bantuan hukum.
Latar Belakang
Kebijakan Upah Minimum telah menjadi isu yang penting dalam masalah ketenagakerjaan di be-
berapa negara baik maju maupun berkembang. Sasaran dari kebijakan upah minimum ini adalah untuk
menutupi kebutuhan hidup minimum dari pekerja dan keluarganya. Dengan demikian, kebijakan upah
minimum adalah untuk (a) menjamin penghasilan pekerja sehingga tidak lebih rendah dari suatu ting-
kat tertentu, (b) meningkatkan produktivitas pekerja, (c) mengembangkan dan meningkatkan perusa-
haan dengan cara-cara produksi yang lebih efisien (Sumarsono, 2003).
Kebijakan upah minimum di Indonesia sendiri pertama kali diterapkan pada awal tahun 1970an.
Meskipun demikian, pelaksanaannya tidak efektif pada tahun-tahun tersebut (Suryahadi dkk, 2003).
Pemerintah Indonesia baru mulai memberikan perhatian lebih terhadap pelaksanaan kebijakan upah
minimum pada akhir tahun 1980an. Hal ini terutama disebabkan adanya tekanan dari dunia interna-
sional sehubungan dengan isu-isu tentang pelanggaran standar ketenagakerjaan.
Pada awalnya kebijakan upah minimum ditetapkan berdasarkan besaran biaya Kebutuhan Fisik
Minimum (KFM), kemudian dalam perkembangannya berdasarkan komponen dan pencapian kebutuha
hidup layak.
60
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Foto Istimewa
Melawan Upah Murah Dengan Mogok Nasional
Upah murah merupakan monster bagi kalangan buruh, Karena menyebabkan kaum buruh hidup
dalam kubangan kemiskinan. Perlawanan kaum buruh/pekerja terhadap Politik Upah murah tergolong
cukup besar dan massif. Dimana kaum buruh/pekerja melakukan aksi mogok nasional dan perlawanan
secara besar-besaran untuk menuntut adanya perbaikan upah dan kondisi kerja yang layak. Alhasil,
Pemerintah melakukan perubahan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 17 Tahun 2005
dengan Peraturan Menteri Tanaga Kerja dan Transmigrasi No. 13 tahun 2012 tentang Komponen dan
Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, yang awalnya komponen Kebutuhan Hidup
Layak (KHL) sebanyak 46 Komponen menjadi 60 Komponen serta rata-rata kenaikan upah minimum
untuk tahun 2013 sebesar Rp 500.00 hingga Rp 800.000,-..
Untuk melestarikan upah murah para pengusaha melakukan serangan balik dengan mengancam
Pemerintah akan menutup usahanya dan memindahkan bisnisnya keluar dari Indonesia. Namun yang
dilakukan Pemerintah menghamba kepada Pengusaha dengan mempermudah proses penangguhan
upah minimum yang penuh dengan kecurangan.
Padahal berdasarkan penelitian AKATIGA (2009) rata rata pengeluaran riil buruh per kabupaten se-
lalu lebih tinggi bagi buruh dengan atau tanpa tanggungan dibandingkan dengan upah riil dan upah
minimum kabupaten/Kotamadya (UMK) dan rata-rata upah total hanya mampu membayar 74,3% rata
rata pengeluaran riil buruh dan UMK hanya mampu membayar 62,4% rata-rata pengeluaran buruh per
bulannya. Sehinga upah minimum tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup layak buruh. Maka dampak
dari Politik Upah Murah tersebut melestarikan dan memperpanjang rantai kemiskinan bagi para kaum
buruh/pekerja.
61
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Rekomendasi
Dari uraian diatas, maka direkomendasikan beberapa hal diantaranya;
1. Seluruh Gubernur di Indonesia membuka posko pengaduan untuk menerima pengaduan penang-
guhan upah minimum yang penuh dengan kecurangan yang langsung dibawah Gubernur dengan
menggandeng Ombudsman Republik Indonesia dengan melakukan langka cepat dan tepat dalam
menindaklanjuti pengaduan penangguhan upah penuh dengan kecurangan.
2. Seluruh Gubernur di Indonesia harus melakukan check, recheck dan cross check dalam menindaklan-
juti pengajuan penangguhan upah minimum yang diajukan oleh perusahaan.
3. Seluruh Gubernur di Indonesia bersama Ombudsman RI harus menindak dengan tegas para oknum
pejabat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang menjadi mafia upah murah yang merekomendasi-
kan pengusaha yang melakukan penangguhan upah yang penuh dengan kecurangan.
7. Menolak UU Ormas
62
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
sempat memutuskan untuk menunda pengesahan RUU Ormas karena begitu banyak penolakan. Akh-
irnya, DPR dan Pemerintah menyepakati naskah terakhir RUU Ormas per 11 April 2013.
Pada 20 Mei 2013, DPR dan Pemerintah melanjutkan kembali pembahasan RUU Ormas. Yang kemudi-
an disahkan pada tanggal 2 Juli tahun 2013 dengan Undang-undang No. 17 tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan (UU Ormas).
Rekomendasi
Dari uraian diatas, maka direkomendasikan untuk dilakukan kedepan yaitu;
1. Untuk seluruh masyarakat sipil untuk tidak mematuhi dan menaati UU Ormas tersebut karena tidak
diperlukan dan membungkam serta memberangus kebebasan berserikat dan berorganisasi.
2. Seluruh masyarakat sipil diharapakan dapat melakukan pemantauan atas implementasi UU Ormas
tersebut di berbagai daerah untuk mengukur kerugian yang dialami oleh masyarakat sipil akibat pem-
berlakuan UU Ormas tersebut.
63
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Audensi dengan Bareskrim Mabes Polri terkait Advokasi DESK PIDANA Perburuhan
Permasalahan
Namun faktanya, penegakan pidana perburuhan mengalami permasalahan di tahap penyidikan, padahal tahap
tersebut merupakan tahap krusial untuk proses selanjutnya dalam sistem peradilan pidana. Sejumlah mekanisme
hukum yang tersedia berupa pengawasan, berdasarkan pengalaman buruh, terbukti tidak efektif untuk menja-
min perlindungan hak buruh dan memberikan kepastian hukum bagi buruh. Sementara, mekanisme penyelesaian
perselisihan hubungan industrial justru menjadi kendala terbesar bagi perlindungan hak buruh karena dianggap
memperlemah peran negara dalam perlindungan hak buruh dan menggantinya menjadi proses peradilan perdata
yang formal, kompromistis, berbelit-beli dan putusan yang tidak dapat dieksekusi1. Di tengah keterbatasan dalam
sistem hukum, buruh menganggap bahwa salah satu peluang yang masih tersedia ada pada pengoptimalisasian
wewenang penyidikan oleh polri yang merupakan bagian dari sistem peradilan pidana. Dalam kertas posisi ini akan
diuraikan lebih jauh bagaimana peluang tersebut dapat dimanfaatkan dengan basis pemikiran yang tepat dan re-
komendasi langkah-langkah strategis untuk mewujudkannya.
LBH Jakarta bersama Serikat Buruh kerap menemukan praktek-praktek pelanggaran hak buruh yang termasuk
dalam kategori tindak pidana, baik berupa pelanggaran maupun kejahatan yang diatur dalam berbagai undang-
undang. Pelanggaran hak buruh tersebut terjadi secara meluas dan sistemik. Meluas dalam arti bahwa pelangga-
ran tersebut terjadi terhadap buruh di segala sektor usaha seperti, media, transportasi, retail, garmen, perbankan,
asuransi bahkan juga terjadi di perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN). LBH Jakarta menerima 26 kasus
pidana perburuhan sepanjang tahun 2012-2013.
Dari laporan-laporan tersebut, tidak ada perkara yang berlanjut ke proses persidangan, sehingga tidak ada
pengusaha yang benar-benar disidangkan karena melanggar hak buruh apalagi sampai dijatuhkan sanksi pidana.
Padahal sejumlah tindak pidana tersebut berkaitan dengan hak dasar buruh seperti hak atas upah, hak atas kebe-
basan berserikat, atau hak untuk dilindungi dalam program jaminan sosial tenaga kerja.
64
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
aya-upaya Pengusaha dalam melakukan pemberangusan serikat, yang masuk dalam ketentuan Pidana, proses
penyidikan di kepolisian berjalan mandek.
Kasus Gatot yang merupakan Ketua Serikat di Dok & Kodja Bahari (DKB) Group. PT. DKB adalah BUMN. Ga-
tot juga adalah Direktur Utama PT. Kodja Terramarin (anak perusahaan PT. DKB). Karena ke vokalannya, Gatot
dimutasi menjadi staff ahli Dirut PT. DKB, Gatot menolaknya dan mengajukan gugatan ke PTUN, PTTUN me-
menangkan gugatan Gatot, sedangkan MA masih memeriksa kasasi. Kemudian pengusaha mengajukan guga-
tan PHK ke PHI Jakarta. Gugatan Pengusaha dinyatakan tidak diterima oleh PHI. Gatot telah melaporkan Dirut ke
Polda terkait dengan tindakan anti serikat. Selain itu Gatot juga dilaporkan Dirut DKB ke Polda dengan tuduhan
310, 311, 335 KUHP.
b. Perdamaian
Polisi seringkali menawarkan perdamaian dengan mengkriminalisasi buruh yang memperjuangkan hak-
haknya. Dengan mengkriminalisasi, buruh dipaksa menerima kesepakatan yang sudah dibuat secara sepihak oleh
Pengusaha.
c. Kriminalisasi Buruh v Kriminalisasi Pengusaha
Buruh Pabrik Adidas Omih yang disidang dengan UU Terorisme karena mengajak teman-temannya mogok
kerja. Selain itu, ada pula PT. FP yang mem-PHK karena buruh menuntut kenaikan upah berkala. PHK dilakukan
pertama-tama terhadap para pengurus serikat, selain itu pengusaha juga melakukan kriminalisasi terhadap salah
satu pengurus hingga vonis hakim menyatakan pengurus Serikat bersalah. Ketua FSPM Hotel GM dituduh meng-
gelapkan dana Serikat Pekerja oleh Manajemen Hotel GM, LBH Jakarta mendampingi sampai proses pemeriksaan
di Kepolisian.
d. Undue Delay Dalam Laporan Tindak Pidana Perburuhan
Dalam menangani laporan-laporan yang masuk, ada berbagai pola yang dilakukan:
1. Penerimaan yang sangat sulit dalam membuat laporan;
2. Ketidaktahuan aparat/penyidik tentang tindak pidana perburuhan. Hal ini dibuktikan dengan minimnya pers-
pektif pidana perburuhan di kepolisian. Banyak kasus buruh terhenti karena keerbatasan kemampuan peny-
idik;
3. Penanganan oleh unit/desk yang tidak nyambung dengan karakteristik pidana perburuhan;
4. Keraguan dan keengganan aparat dalam menindak pelaku-pelaku yang jelas melakukan Pidana Perburuhan;
5. Pengawasan tidak berjalan efektif;
6. Tidak paham dengan peraturan Perundang-undangan sehingga tindakan Penyidik tidak memenuhi rasa keadi-
lan substantif;
7. Tidak ada unit khusus yang menangani Perburuhan sehingga kasus buruh direspon represif oleh Kepolisian;
65
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Sidang
penyerahan
bukti surat CLS
Swastanisasi Air
Jakarta di PN
Jakarta Pusat
Kutipan tersebut bukan prediksi untuk waktu yang jauh kedepan. Bertahun-tahun yang lalu genderang perang
itu sudah ditabuh. Privatisasi menjadi strategi perang untuk memperebutkan keuntungan dari barang pub-
lik yang bernama air. Kasus Jakarta, Indonesia, air telah berhasil dikuasai dua perusahaan asing melalui strategi
kerjasama privatisasi sejak puluhan tahun lalu, dan kini menuai gugatan dari masyarakat. Tak hanya di Jakarta,
diberbagai negara di belahan dunia, privatisasi menjadi strategi ampuh untuk menguasai air sebuah negara. Sejak
dekade 1990-an privatisasi air dihembuskan dengan mitos efektifitas dan efisiensi pengelolaan air. Faktanya air
hanya menjadi komoditas baru, ladang meraup keuntungan bagi perusahaan multinasional. Sementara Negara
dan masyarakat dirugikan. Cerita perlawanan tak hanya dari Jakarta, berbagai negara seperti Bolivia, Filipina, Ar-
gentina telah melaluinya. Bahkan kini, dua negara seperti Belanda dan Uruguay telah tegas mengilegalkan priva-
tisasi air1.
David Hall. Air sebagai Layanan Publik. Jakarta: Kruha. Hal 15-16.
1
Nur hidayah, Suhendi Nur, Achmad Djiddan, Aguswandi Tanjung, Hamong Santono, Ecih Kusumawati, Wahi-
2
dah, Abdul Rosid, Risma Umar, Beka Ulung Hapsara, Edi Saidi, Ubaidillah,.
66
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
dan PT. Aetra ditarik sebagai turut tergugat. Petitum Gugatan meminta kepada Pengadilan untuk memerintah-
kan kepada Pemerintah mengubah kebijakan privatisasi air dengan membatalkan Perjanjian Kerjasama karena
PKS Swastanisasi Air cacat hukum, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan ketertiban umum.
Oleh karena itu, sudah seharusnya dinyatakan batal demi hukum. Selanjutnya Penggugat menuntut pemerintah
untuk kembali menguasai pengelolaan air Jakarta melalui PAM Jaya dengan didahului audit secara transparan dan
akuntabel dan juga pembenahan kelembagaan dengan membuka ruang partisipasi masyarakat.
Kasus bermula dari kebijakan pemerintahan rezim Orde Baru untuk menswastanisasikan pengelolaan air Ja-
karta melalui Perjanjian Kerjasama yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Badan Usaha Milik
Daerah yakni PAM Jaya dengan Perusahaan Swasta Asing yakni PT. Palyja (berasal dari Perancis) dan PT. Aetra
(Perusahaan dari Inggris) pada tahun 1997. Perjanjian Kerjasama tersebut berlaku 25 tahun yakni sejak tahun 1997
sampai dengan 2023. Tercapainya kesepakatan Perjanjian Kerjasama swstanisasi pengelolaan air Jakarta ini tidak
lepas dari pengaruh Rezim Otoriter Orde baru yang berkuasa dan tekanan dari World Bank sebagai syarat hutang
luar negeri untuk Indonesia di saat krisis moneter 1997.
Dalam perkembangannya, pengelolaan air oleh swasta justru mengakibatkan kualitas pelayanan air Jakarta
kepada masyarakat semakin memburuk. Tingginya harga air namun dengan kualitas air yang buruk3 dan tidak
terlayaninya masyarakat miskin untuk pemenuhan kebutuhan air menjadi persoalan yang mengemuka. Air
hanya dapat dinikmati segelintir warga Negara, dengan jangkauan yang terbatas. Sementara, setiap tahunnya,
swasta terus meraup keuntungan, Negara mencatat defisit keuangan yang mengagetkan, 18,2 Triliun hutang
Negara yang harus dibayar ke swasta, jika perjanjian masih dilanjutkan sampai dengan 2023. Ironisnya, mengeta-
hui situasi buruk tersebut Pemerinta justru diam dan tidak melakukan tindakan apapun. Pemerintah melakukan
pembiaran terhadap situasi terlanggarnya hak atas air warga Negara yang terjadi akibat kebijakan swastanisasi
air yang diterapkan. Berkaca pada situasi diatas, amanat konstitusi yang menegaskan bahwa Bumi, Air, dan Keka-
yaan Alam yang ada didalamnya dikelola oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat nampaknya
masih sebatas ilusi karena faktanya kini, air Indonesia khusunya di Jakarta dikelola swasta untuk sebesar-besarnya
keuntungan Asing.
Aib Terbongkar Warga Menguggat
Tahun 2011 PAM Jaya mempublikasikan bahwa Perjanjian Kerjasama yang tidak seimbang dan merugikan
ternyata menjadi akar dari persoalan buruknya pemenuhan hak atas air kepada masyarakat di Jakarta. Publikasi
ini mengungkap keburukan yang selama ini rapat tersembunyi dari kebijakan swastanisasi air Jakarta yang luput
dari perhatian masyarakat. Memang selama ini pengelolaan air Jakarta minim transparasi dan akuntabilitas4.
Tidak ada yang tahu bagaimana air Jakarta dikelola.Tidak ada ruang partisipasi dan keterbukaan bagi masyarakat
yang ingin mengakses informasi terkait air. Bahkan masyarakat harus bertarung melalui komisi informasi untuk
mendapatkan informasi mengenai perjanjian kerjasama5.
Audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dan Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah tahun
2009 merilis temuan-temuan penting terkait dengan praktek kebijakan swastanisasi air jakarta diantaranya: (1).
Perjanjian kerjasama swastanisasi air memuat klausul-klausul yang mengandung Pelanggaran dan Pengabaian
ketentuan Perundang-Undangan Nasional Indonesia6 ; (2). Dalam implementasi ditemukan berbagai indikasi
KKN Pengelolaan Air oleh Swasta; (3). Perjanjian kerjasama membuat negara kehilangan kemampuannya untuk
memberikan jaminan, pemenuhan perlindungan hak atas air warga negara. Akibat PKS tersebut, PAM Jaya yang
diberikan mandat oleh Peraturan Daerah No. 13 Tahun 1992 tentang Perusahan Daerah Air Minum DKI Jakarta,
harus kehilangan kemampuan dan kewenangannya untuk mencapai tujuan dibentuknya, yakni: pemenuhan air
minum utuk kebutuhan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, meningkatkan pendapa-
tan asli daerah, serta turut melaksanakan pengembangan perekonomian daerah.
Fakta tersebut mendorong masyarakat sipil untuk bersikap. 2011, Muncul inisiatif untuk membentuk Koalisi
Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) dibentuk untuk mengadvokasi terlanggarnya hak atas
3
Tarif air minum rata-rata per m3 di DKI Jakarta setara USD 0.7, sedangkan Negara lainnya Singapura : USD
.0.35 (kualitas siap minum), Filipina :USD 0.35, Malaysia: USD 0.22, dan Thailand: USD 0.29. Menurut lapo-
ran Badan Regulator, pada saat ini, tarif rata-rata PAM Jakarta lebih tinggi disbanding kota-kota besar di Asia
Tenggara, di antaranya Bangkok, Manila, Kuala Lumpur Johor Baru, dan Singapura. Dibanding kota-kota lain di
Indonesia, tarif Jakarta adalah yang tertinggi.
4
Moh, Mova Al Afghani dkk. 2011. Transparansi Regulasi Penyediaan Air Minum di DKI Jakarta. Jakarta: Eco-
tas. Hal 72-72.
5
Putusan Komisi Informasi Pusat memenangkan warga untuk mendapat informasi mengenai Perjanjian ker-
jasama antara PAM Jaya dengan PT. Palyja dan PT. Aetra (Salinan Putusan KIP RI No.391/XII/KIP-PS-M-A/2011).
6
Bumi Air dan Kekayaan Alam di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945), Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air
bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannnya yang sehat, bersih, dan produktif;
Sumber Daya Air dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 5
dan 6 UU Sumber Daya Air), Pasal 5 Perda No. 13 tahun 1992 tentang PAM Jaya, dll.
67
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
air masyarakat akibat kebijakan swastanisasi air yang diterapkan sejak 1997. Koalisi terbuka ini terdiri dari individu
masyarakat dan beberapa NGO diantaranya : Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Indonesian Corruption Watch,
KRUHA, KIARA,KAU, Solidaritas Perempuan, Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK).
Berbagai langkah advokasi ditempuh. Salah Gugatan terhadap pemerintah melalui mekanisme Gugatan War-
ga Negara (Citizen Law Suit) menjadi salah satu pilihan.
Kesimpulan
Swastanisasi air Jakarta adalah satu dari berbagai kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang salah
oleh negara yang anehnya tetap dilestarikan. Masyarakat harus menuntut agar Pemerintah berubah. Gugatan
masyarakat melalui mekanisme gugatan warga Negara (Citizen Law Suit) yang saat ini sedang ditempuh adalah
upaya masyarakat untuk mengingatkan Negara agar mengkoreksi kebijakannya dan tidak abai terhadap kewa-
jiban perlindungan dan pemenuhan hak atas air warga negara. Perlu dicatat bahwa advokasi kebijakan memper-
juangkan hak membutuhkan tidak hanya waktu yang panjang namun juga semangat untuk menjaga tenaga dan
pikiran agar tetap konsisten untuk berjuang. Konsolidasi yang baik dari masyarakat menjadi kunci untuk terus
menjaga dan memperkuat perjuangan.
7
Gugatan Warga Negara Menolak Swastanisasi Air Jakarta didaftarkan pada tanggal 21 November 2012
dengna Nomor Perkara : 527/PDT.G/2012/PN.JKT.PST.
8
Lihat dalam pers release LBH Jakarta pasca audiensi dengan Gubernur DKI Jakarta, 27 Maret 2013.
68
BAB. IV
69
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
70
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
masyarakat akan mendorong perubahan dalam tatanan hukum.
Pada akhir tahun 2012 sejumlah Advokat mengajukan permohonan Uji Materi Undang-Undang No-
mor 16 Tahun 2011 Tentang bantuan hukum ke Mahkamah Konstitusi. Dalam permohonan tersebut
pemohon mempermasalahkan fungsi dari paralegal yang dapat memberikan Bantuan Hukum kepada
masyarakat, yang menurut pemohon merebut kewenangan pemohon sebagai advokat dalam mem-
berikan bantuan hukum. Pemohon menilai paralegal tidak layak diberi wewenang memberikan bantuan
hukum, apalagi sampai beracara di pengadilan sebab advokat sudah diberikan wewenang memberikan
bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat miskin. Hingga saat ini Mahkamah Konstitusi
belum memutus permohonan ini.
Minimnya tenaga advokat yang memberikan pelayanan bantuan hukum kepada masyarakat mis-
kin dan terpinggirkan mengakibatkan masyarakat sulit mengakses hak atas bantuan hukum karena
terkendala mahalnya jasa advokat, terbatasnya jumlah advokat, serta tidak meratanya penyebaran ad-
vokat. Hal ini dapat dijembatani dengan hadirnya paralegal di komunitas masyarakat dalam memberi-
kan bantuan hukum. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menolak permohonan uji materi yang
dilakukan sejumlah advokat karena mengancam keberadaan paralegal yang menjembatani bantuan
hukum bagi masyarakat miskin dan rentan. Bantuan hukum adalah hak konstitusional sehingga negara
berkewajiban memastikan bahwa setiap warganya dapat menikmati hak itu tanpa kecuali.
LBH Jakarta memiliki 124 orang paralegal yang berperan aktif dalam memberikan bantuan hukum.
Terdiri dari paralegal perburuhan, paralegal hak tempat tinggal, paralegal anak, paralegal LGBT, para-
legal kebebasan berkeyakinan dan beragama. Angka tersebut diluar dari ratusan perwakilan komunitas
yang telah dilatih oleh LBH Jakarta yang turut serta memberikan bantuan hukum. Tersebar dalam be-
berapa wilayah yakni Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Kerawang, Serang. Fungsi dari parale-
gal dan perwakilan komunitas telah memberi dampak yang besar dalam penyadaran hak dan bantuan
hukum.
Peran paralegal diatas menunjukan bahwa paralegal tidak lah merebut peran advokat dalam mem-
berikan bantuan hukum namun membantu advokat dalam mewujudkan hak bantuan hukum bagi
setiap orang. Masalah lain yang muncul bagi paralegal dalam memberikan bantuan hukum kepada
masyarakat adalah penegak hukum yang tidak mengetahui tentang paralegal dan fungsinya, sehingga
sering kali paralegal dibatasi/dihalang-halangi dalam memberikan bantuan hukum. Hal ini perlu dibe-
nahi dengan cara mensosialisasikan paralegal kepada penegak hukum.
Dalam rangka mewujudkan bantuan hukum kepada masyarakat melalui paralegal maka Rekomen-
dasi LBH Jakarta ;
1. Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Ham harus mensosialisasikan keberadaan paralegal
dan fungsinya dalam memberikan bantuan hukum kepada aparat penegak hukum (kepolisian, ke-
jaksaan, hakim, dll);
2. Pemerintah memperkuat peran paralegal dalam melakukan penyadaran hak-hak manusia kepada
masyarakat;
3. Mendesak Mahkamah Konstitusi untuk menolak Permohonan Uji Materi yang dilakukan Advokat.
71
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
hak atas tanah atau perumahan, hak atas kemerdekaan beragama, dan lain sebagainya. Kasus-kasus
pidana di mana terdapat indikasi penyiksaan atau unfair trial, juga menjadi perhatian khusus LBH
Jakarta.
Sebagai respon dari kebutuhan para pencari keadilan dalam sistem peradilan pidana, saat ini LBH
Jakarta memiliki tambahan sumber daya manusia berupa Pengacara dan Asisten Pengacara Pem-
bela Pidana (Criminal Defense Lawyer) yang akan mendampingi para pencari keadilan dalam sistem
peradilan pidana terkhusus melindungi Hak Asasi Manusia mereka sehingga tidak terlanggar dalam
prosesnya.
Tujuan Program
Tujuan Umum :
Mewujudkan akses keadilan bagi masyarakat marginal yang berhadapan dengan hukum dalam
kasus-kasus pidana
Tujuan Spesifik :
1. Menyediakan sumber daya pengacara yang memadai bagi masyarakat marginal pencari keadilan
di kasus-kasus pidana
2. Memastikan proses hukum yang adil dalam kasus-kasus pidana
3. Memberikan pembelaan yang professional terhadap pencari keadilan dalam kasus-kasus pidana
4. Menciptakan sumber daya pengacara masa depan yang memiliki jiwa bantuan hukum sekaligus
keahlian praktis dalam penanganan kasus-kasus pidana
Kegiatan yang dilakukan
72
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Daftar Pengacara dan Asisten Pembela Pidana
PENGACARA PEMBELA PIDANA ASISTEN PENGACARA
1. Romy Leo Rinaldo, S.H. 1. Annisa Rizky, S.H.
2. Hendra Supriatna, S.H. 2. Beren Merary, S.H.
3. Lana Teresa Siahaan, S.H. 3. D.R. Golda Meir, S.H.
4. Novalia Matondang, S.H. 4. Eko Haridani Sembiring, S.H.
5. Ahmad Hardi Firman, S.H. 5. Muhammad Al Mizaan, S.H.
6. Ruhut Marlinang, S.H.
Staf Program: 7. Ariyono, S.H.
Sayid Muh. Faldi, S.H. 8. Iwan Budi Arta, S.H.
4. Rembuk Warga
Tujuan
Rembuk warga merupakan wadah konsolidasi korban dan masyarakat sipil yang selama ini berjuang
sendiri-sendiri memperjuangkan hak-haknya. Para korban bersatu demi penyelesaian kota Jakarta
yang holistik. Ego sektoral sebisa mungkin diminimalisir. Semua sepakat bahwa perjuangan HAM tidak
bisa dipisah-pisahkan (indivisibility) dan saling ketergantungan (interdependence).
Bentuk Kegiatan
Adapun serangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Panitia Rembuk Warga Jakarta adalah
sebagai berikut:
a. Launching Rembuk Warga Jakarta
b. Mimbar Bebas Warga Jakarta
c. Turun Kampung, Rembuk Komunitas
d. Thematic Workshop: Partisipasi public, Transportasi Publik, Tata Kota, Perburuhan, Pendidikan dan
Tata Kelola Air
e. Karnaval dan Panggung Warga
73
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
74
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Pelatihan Advokasi Hukum Asia Tenggara Kelima, Yogyakarta
Pelatihan Advokasi Hukum Asia Tenggara yang Kelima diadakan di Yogyakarta pada tanggal 15-17
Juli 2013. Pelatihan diikuti oleh 25 peserta dari Indonesia wilayah Timur hingga Barat. Pelatihan di ting-
kat nasional ini diadakan khusus berdasarkan pertimbangan cakupan wilayah yang luas dan adanya ke-
butuhan agar pengacara di Indonesia memahami dan dapat terlibat aktif dalam advokasi HAM ASEAN.
Dalam pelatihan ini narasumber yang dihadirkan adalah Rafendi Djamin, Perwakilan Indonesia untuk
AICHR; Christina Cerna; Boedhi Widjarjo; dan Atnike Sigiro, Program Manajer Forum Asia.
Fokus Publik Rembug Warga Jakarta: Suara Warga Untuk Pemimpin Baru
Opini Publik Kota dan Penggusuran (wawancara dengan Dr. Karlina Supelli)
75
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Terdapat beberapa hamba tan dan evaluasi yang dicatat selama penyusunan edisi Juni- Agustus
antara lain: (1). Editing masih banyak kekurangan (2). Desiain kurang kreatif, baik cover maupun tata
letak konten; (3). Hasil cetak kurang memuaskan karena dicetak dalam bentuk BW saja.
Evaluasi dalam edisi Juni- Agustus mendorong kualitas penerbitan yang lebih baik pada berita LBH
edisi September- November. Perbaikan konten , design dan cetak menjadi perhatian. Hasilnya, tampi-
lan dan design baru dapat disajikan untuk masyarakat. Sekarang berita LBH memiliki ukuran lebih kecil
dengan tampilan warna dan sajian berita yang lebih beragam. Edisi Berita LBH September-November
mengangkat tema mengenai Bantuan Hukum Bagi Si Miskin.
Dimulainya Penerapan kebijakan bantuan hukum bagi masyarakat miskin pada tahun 2013 ini men-
jadi latar belakang diangkatnya isu ini. Diterbitnya Undang-Undang Bantuan Hukum tentunya men-
jadi kabar yang cukup membahagiakan bagi masyarakat di Indonesia khususnya bagi mereka yang
tidak mampu secara ekonomi. Sejak saat itu, bantuan hukum memilki payung hukum yang pasti dan
Negara mengikrarkan diri untuk menjamin kewajiban pemenuhan hak atak atas bantuan hukum bagi
masyarakat miskin yang selama ini diabaikan. Meskipun telah diundangkan dua tahun yang lalu, yakni
sejak 2 November 2011, UU ini baru efektif dilaksanakan tahun 2013 ini. Juni 2013, masyarakat dapat
mulai menikmati layanan bantuan hukum dari Negara yang disalurkan melalui organisasi bantuan hu-
kum yang telah terverifikasi dan terakreditasi. Persamaan dimuka hukum harapannya tidak lagi men-
jadi mimpi khususnya bagi mereka yang tidak punya . Berikut ini adalah bagan konten berita LBH edisi
September- November:
76
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
nyelenggaraan Bantuan Hukum di Indonesia. Di dalamnya termuat
informasi tentang apa itu bantuan hukum, persyaratan, kasus apa
saja yang dapat didampingi, dimana saja bisa mengajukan bantuan
hukum, dll. LBH Jakarta akan mencetak buku saku tersebut seban-
yak 1000 eks yang selanjutnya akan didistribusikan ke masyarakat,
jaringan, dan kantor pemerintahan agar bisa diakses oleh si miskin.
77
Ahamad Biky (Pengacara Publik LBH Jakarta ) saat konferensi Pers mendampingi para guru
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
9. Program ABAROLI
10. Program FK
78
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan peserta mengenai sistem hak asasi
manusia ASEAN dan sistem hak asasi manusia regional lainnya, berbagi tentang praktik-praktik terbaik
dan pelajaran-pelajaran berharga dari upaya-upaya advokasi hukum di Indonesia, Untuk berkontribusi
dan berkolaborasi dalam inisiatif-inisiatif advokasi hukum yang dilakukan oleh jaringan pengacara pub-
lik se-ASEAN telah terbentuk dalam rangka memperkuatsistem hak asasi manusia regional ASEAN dan
untuk pelatihan teori kasus dan ringkasan kasus bertujuan untuk memperkenalkan proses pengemban-
gan Teori Kasus, Membangun keterampilan pengacara untuk mempersiapkan ringkasan kasus yang
dapat digunakan untuk advokasi Hak Asasi Manusia dan pembelajaran, mengembangkan template
umum yang dapat digunakan oleh organisasi yang berbeda untuk mendokumentasikan kasus HAM;
dan mengeksplorasi penggunaan ringkasan kasus untuk membuat pengaduan dengan mekanisme
HAM nasional, internasional dan ASEAN. Kegiatan ini bekerja sama dengan American Bar Association
Rule of Law Innitiative (ABA ROLI).
79
12. Tim Advokasi Buruh Mogok Nasional
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Foto Istimewa
80
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
13. Gerakan Bersama Buruh BUMN
Untuk mencapai tujuan yang sudah dirumuskan oleh Geber BUMN khususnya dalam penghapusan
sistem kerja outsourcing di perusahaan, Geber BUMN melakukan berbagai tindakan diantaranya;
1. Melakukan Konsolidasi dan perluasan Geber BUMN di berbagai daerah di Indonesia.
2. Melakukan aksi-aksi strategis.
3. Melakukan audiensi dengan Presiden Republik yang diwakili oleh Sekkab RI Dipo Alim dan Staf Khusus
Kepresidenan dibidang ekonomi terkait permasalahan ketenagakerjaan di perusahaan BUMN.
4 Melakukan seminar dan workshop mengenai permasalahan ketenagakerjaan di perusahaan BUMN.
5. Melakukan audiensi dengan fraksi-fraksi partai politik di DPR RI mengenai permasalahan ketenagak-
erjaan di perusahaan BUMN untuk mendorong penghapusan sistem kerja outsourcing di perusahaan
81
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
BUMN.
6. Melakukan audiensi dengan Komisi IX DPR RI untuk mendorong pembentukan panja outsourcing
yang dimaksudkan untuk bekerja mencari akar permasalahan ketenagakerjaan khususnya sistem
kerja outsourcing di perusahaan BUMN.
7. Menyurati seluruh Direksi Perusahaan BUMN yang melakukan pelanggaran hak-hak para pekerja me-
minta seluruh Direksi Perusahaan BUMN tersebut untuk menghormati hak-hak para pekerja/buruh.
Atas seluruh tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Geber BUMN, adapun yang menjadi capaian
Geber BUMN diantaranya;
1. Perusahaan BUMN memberikan hak-hak pekerja, khususnya di perusahaan kimia farma, perusahan
Merpati, awalnya perusahaan melakukan PHK dan tidak memberikan upah pekerja/buruh, namun
setelah Geber BUMN mendesak melalui surat dan aksi perusahaan BUMN tersebut memberikan
hak-hak pekerja/buruh.
2. Komisi IX DPR RI bersama dengan Menakertrans dan Meneg BUMN membentuk Panja Outsourc-
ing di perusahaan BUMN atas terjadinya pelanggaran ketenagakerjaan di perusahaan BUMN, yang
hasilnya Panja Outsourcing mengeluarkan 12 butir rekomendasi. Rekomendasi Panja Outsourcing
tersebut pada pokoknya; mengangkat seluruh pekerja/buruh outsourcing di perusahaan BUMN
menjadi karyawan tetap, dan bila Direksi perusahaan BUMN tidak dapat menjalankan rekomendasi
Panja Outsourcing tersebut, untuk dilakukan pemecatan.
3. Dahlan Iskan Meneg BUMN menyatakan akan tunduk kepada putusan Panja Outsourcing dan men-
geluarkan surat edaran yang ditujukan kepada seluruh Direksi perusahaan BUMN, meskipun surat
edaran yang dikeluarkan oleh Meneg BUMN tersebut tidak memperkuat rekomendasi Panja Out-
sourcing.
Rekomendasi
Dari uraian diatas, maka direkomendasikan beberapa hal diantaranya;
1. Melakukan percepatan perluasan Geber BUMN di berbagai daerah di Indonesia untuk membangun
gerakan buruh yang massif dan kuat.
2. Mengawal pelaksanaan rekomendasi Panja Outsourcing yang ditujukan kepada perusahaan BUMN
untuk menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan diperusahaan BUMN khususnya penghapu-
san sistem kerja outsourcing di perusahaan BUMN.
3. Membentuk satuan tugas yang terdiri dari anggota Panja Outsourcing, Menakertrans dan Meneg
BUMN untuk mempercepat pelaksanaan rekomendasi panja outsourcing dengan cepat dan te-
pat.
82
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
14. Tulisan Posko THR 2013
83
diberikan secara proporsional. Dan bila diatas dua belas bulan maka Pekerja/buruh berhak atas THR
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
satu bulan upah. Jika perusahaan tidak memberikan THR, Peraturan Menteri tersebut memberikan
sanksi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Keten-
tuan-Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, yaitu hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan.
Yang menjadi masalahnya, peraturan lebih tinggi yang digunakan sebagai dasar untuk memberikan
sanksi tersebut sudah dicabut dengan pemberlakuan Pasal 198 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997
tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 192 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagaker-
jaan sehingga otomatis sudah tidak ada lagi dasar hukum untuk memberikan sanksi kepada pengu-
saha nakal ini. Kemenakertrans menanggapi ketiadaan aturan ini dengan mengeluarkan Surat Edaran
setiap tahun, termasuk membuka Posko THR dengan tujuan yang sama. Idealnya memang tentang
THR diatur dalam Undang-Undang. Jalan keluarnya adalah dengan melakukan revisi terhadap
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau bahkan mengganti undang-un-
dang ini. Namun, kekhawatiran baru muncul jika ada rencana revisi atau penggantian karena dikha-
watirkan akan membuka kotak pandora di mana aturan yang baru merugikan buruh/pekerja.
Pelimpahan Tiada Hasil
Sebanyak 664 buruh/pekerja yang tidak mendapatkan THR tersebut LBH Jakarta serahkan ke-
pada Kemenakertrans melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Hubungan Industrial dan Direktorat
Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial. LBH Jakarta meminta agar penanganannya dapat disele-
saikan sebelum bulan Syawal berakhir dan perkembangannya diberitahukan secara tertulis namun
sampai saat ini tidak ada laporan tentang perkembangan penanganan tersebut. Padahal saat itu pihak
Kemenakertrans menjanjikan akan membentuk tim kecil untuk menangani masalah ini. Seharusnya
Kemenakertrans dapat melakukan peninjauan langsung ke lapangan dan dengan mudahnya member-
ikan laporan bahwa telah mencabut izin-izin yang berhubungan dengan ketenagakerjaan terhadap
perusahaan yang tidak membayarkan THR buruh/pekerja namun hal ini tidak dilakukan.
Ada sedikit kabar gembira, akhirnya pada bulan November lalu, ada tambahan 150 buruh yang diu-
sahakan oleh LBH Jakarta akhirnya mendapatkan THRnya setelah berbulan-bulan menanti sehingga
total tinggal 514 buruh/pekerja yang belum mendapatkan THR. Namun, sebagaimana esensi dari
Idul Fitri yaitu memaafkan kesalahan baik lahir maupun batin, haruskah kita memaafkan kejadian ini
setiap tahunnya tanpa ada usaha membuatnya tidak terulang kembali?
84
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Tujuan dan Dampak Penelitian
Tujuan
1. Menyediakan bahan referensi berupa analisa putusan yang dapat dimanfaatkan oleh advokat ban-
tuan hukum/lembaga-lembaga advokasi dalam melaksanakan advokasi Menyediakan bahan analisa
atas putusan-putusan pengadilan yang berkenaan dengan isu-isu strategis yang merupakan fokus
kerja-kerja bantuan hukum.
2. Menganalisa dan mengambil intisari dari kasus-kasus kunci guna mendapatkan pembelajaran yang
dapat mendukung kerja advokasi perbaikan system peradilan di Indonesia
3. Melakukan advokasi lanjutan terhadap hasil penelitian kepada pemangku kepentingan yang dapat
mempengaruhi perbaikan system peradilan di Indonesia
Dampak (outcome) yang diharapkan dari Program ini adalah:
1. Meningkatnya kualitas relevansi advokasi melalui tersedianya data hasil penelitian yang menjadi lan-
dasan kegiatan advokasi
2. Menguatnya hubungan kerjasama advokasi antara CSO dengan Akademisi.
3. Terjadinya proses diskusi dan doalog antara para peneliti dan para pemangku kepentingan yang rel-
evan, tentang hal-hal yang perlu diperbaiki dalam system peradilan di Indonesia. Khususnya yang
berkenaan dengan isu-isu strategis yang merupakan fokus kerja-kerja bantuan hukum.
85
BAB. V
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Perdata 4 3 7
PTUN 8 - 8
PHI 7 6 13
TOTAL 46 10 56
Penanganan Litigasi
Dari tabel di atas dapat kita lihat, penanganan litigasi yang dilakukan LBH Jakarta selama
tahun 2013 sebanyak 56 kasus/perkara. Untuk kasus pidana jumlah kasus yang ditangani ada
25 kasus, perdata sebanyak 7 kasus, Peradilan Tata Usaha Negara sebanyak 8 kasus, Penyele-
saian Hubungan Industrial 13 kasus, Uji Materi di Mahkamah Konstitusi sebanyak 3 kasus.
86
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Kasus Masuk
Proses Pidana Total Kasus Masuk Tahun Sebelum Tahun
2013 2013
PIDANA 25 24 1
Korban 9 9 -
Tersangka 29 29 1
Pra Peradilan - - -
Pendampingan BAP 17 17 -
Banding 2 1 1
Kasasi 1 - 1
Peninjauan Kembali - - -
Pidana
Kasus Pidana yang ditangani LBH Jakarta sepanjang tahun 2013 adalah 25 kasus yang terdiri dari
kasus yang berjalan sebelumnya 1 kasus dan sisanya kasus yang ditangani pada tahun 2013. Dari kasus
tersebut, jumlah tersangka yang didampingi LBH Jakarta sebanyak 29 dan korban yang didampingi
berjumlah 9. LBH Jakarta mendampingi BAP sejumlah 17 kali, sidang di pengadilan negeri sebanyak 3
kali, banding 2kali, dan kasasi 1 kali.
PERDATA 7 4 3
Banding - - -
Kasasi - - -
Peninjauan Kembali - - -
Eksekusi - - -
Perdata
Kasus Perdata yang ditangani LBH Jakarta sepanjang tahun 2013 adalah 7 kasus yang terdiri dari
kasus yang berjalan sebelumnya 3 kasus dan kasus yang ditangani pada tahun 2013 sebanyak 4 kasus.
Dari kasus tersebut, LBH Jakarta menempuh upaya mediasi sebanyak 3 kali dan sidang di pengadilan
negeri sebanyak 9 kali.
87
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
-
PTUN 8 8
-
Pemeriksaan Pendahuluan 7 7
-
Pendampingan Sidang di PTUN 7 7
- - -
Banding di PT TUN
- - -
Kasasi di MA
- - -
Peninjauan Kembali
- - -
Eksekusi
Kasus Masuk
Kasus Masuk Tahun
Proses PHI Total Sebelum Tahun
2013
2013
13 7 6
JUMLAH KASUS
9 5 4
Musyawarah/Bipartit
1 - 1
Mediasi (Dinas Tenaga Kerja)
3 2 1
Persidangan di PHI
3 2 1
Kasasi
- - -
Peninjauan Kembali
- - -
Eksekusi
88
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Kasus Masuk Tahun Kasus Masuk
PROSES JR Total 2013 Sebelum Tahun
2013
1. Buruh Digugat 2 M
Pada tanggal 16 Mei 2013 Buruh digugat 2 Milyar oleh PT Doosan Cipta Busana Jaya. Dua orang
tergugat dalam kasus ini adalah Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Pekerja Nasional (SPN)
Jakarta Utara Moch Halili (44) dan Ketua PSP SPN Umar Faruq (31). Mereka berdua digugat oleh PT
Doosan Cipta Busana Jaya karena buruh melakukan mogok kerja selama dua hari pada 7-8 Maret 2013.
Majelis Hakim perkara gugatan tersebut menjatuhkan putusan sela dan menyatakan gugatan tidak
dapat diterima karena kompetensi absolut, yaitu PN tidak berwenang mengadili. Seharusnya gugatan
ini diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial karena obyek gugatannya berkaitan dengan hubungan
perburuhan.
Saat hak mogok buruh dibalas dengan gugatan kerugian, tentu hal ini akan mencederai substansi
hak mogok itu sendiri. Selama ini hak mogok sering dipersamakan dengan hak menyatakan pendapat
dan berekspresi. Putusan hakim memperkuat kedudukan buruh untuk mempergunakan haknya sesuai
dengan undang-undang perburuhan.
89
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
tergugat, Gubernur DKI Joko Widodo, untuk mencabut ketujuh surat keputusan itu.
Gugatan terhadap 7 SK Gubernur DKI telah diajukan buruh ke PTUN sejak April 2013. Dalam gugatan
disebutkan, tujuh SK itu masing-masing diberikan untuk PT Kaho Indah Citra Garmen, PT Misung Indo-
nesia (garmen), PT Myungsung Indonesia (wig), PT Kyeungseng Trading Indonesia (garmen), PT Star
Camtex (garmen), PT Good Guys Indonesia (garmen), dan PT Yeon Heung Mega Sari (garmen).
Buruh yang terdampak atas SK penangguhan ini berjumlah 11.000. Selain membatalkan 7 SK Guber-
nur, Ketua Majelis Hakim Husban menyatakan, menghukum para tergugat (Gubernur DKI dan tujuh
perusahaan penerima SK) membayar biaya perkara sebesar Rp 442.000 secara tanggung renteng. Hal
yang sangat menarik dan baru dari putusan ini adalah diterimanya Serikat Pekerja sebagai Subyek Hu-
kum yang dapat mengajukan gugatan Tata Usaha Negara. Sebuah langkah progresif yang mengakui
keberadaan Serikat Pekerja bukan semata-mata mengurus permasalahan internal perusahaan.
90
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
3. Laporan LBH Jakarta atas
Kinerja Lembaga Negara
2. Kejaksaan
Jaksa sebagai Penuntut Umum adalah dominus litis, dalam sebuah perkara seharusnya memi-
liki peran yang sangat vital. Jaksalah yang menentukan bagaimana seharusnya sebuah perkara
91
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
dikonstruksikan serta menentukan apakah sebuah perkara bisa lanjut atau tidak. Namun dalam praktinya Ke-
jaksaan seolah seperti langkah berikutnya saja setelah penyidikan dan bertugas untuk melakukan penuntutan
dan meneruskan ke Pengadilan. Dari perkara Pidana yang ditangani LBH Jakarta terlihat ada perkara dimana
Jaksa hanya meneruskan konstruksi Pemeriksaan di kepolisian tanpa melakukan pendalaman. Seperti kasus
pembunuhan di Cipulir yang akhirnya hakim memutuskan 4 orang bersalah dan masuk bui sedangkan untuk 2
orang lagi sampai saat ini masih berjalannya persidangannya.
Perkara-perkara tersebut adalah perkara dimana klien LBH Jakarta yang miskin buta hukum dan tertindas
dan termarginalkan menjadi tersangka, maka prosesnya menjadi cepat dan segera masuk ke pengadilan serta
segera disidangkan.
Sampai dengan bulan Juni tahun 2013, tidak kurang dari 4 surat ditujukan langsung ke kejaksaan dan surat
ditembuskan ke berbagai level pejabat di Kejaksaan mulai dari Kejaksaan Negeri hingga Kejaksaan Agung. Di-
mana surat tersebut adalah permohonan turun surat pelimpahan perkara, permohonan turunan Berita Acara
Pemeriksaan serta permohonan tindak lanjut perkara pidana. Tetapi tidak ada satupun surat balasan atau tang-
gapan yang menjawab surat-surat protes tersebut.
3. Pengadilan Negeri
Pada tahun 2012, berdasarkan data LBH Jakarta mengungkapkan ditemukannya kasus penyerangan ke
pengadilan yang tengah mengadili kasus Ust. Tajul Muluk dalam kasus kebebasan beragama. Ditahun 2013
ini terdapat pengadilan yang mengadili kasus kebebasan beragama, perbedaannya persidangan dalam kasus
penggembokan dan pengesengan rumah ibadah jemaat Ahmadiyah tidak terjadi kekerasan di dalam persidan-
gan, hanya kerumunan massa yang datang dan menghadiri persidangan namun suasana kondusif dan tidak
terjadi kejadian yang merugikan para pihak yang sedang bersidang.
Di tahun 2013 ini juga terdapat persidangan mengenai Citizen Law Suit air dan hakim di persidangan ber-
sikap terbuka dan memberikan kesempatan kepada LBH Jakarta Sebagai penggugat untuk memberikan bukti
berupa video bahkan diputar dalam ruang siding.
Namun untuk kasus pidana (dalam kasus Cipulir) hakim terkesan terburu-buru dalam mengambil kesimpu-
lan dan menjatuhkan hukuman, hakim juga bersikap parsial dalam memimpin jalannya persidangan bahkan
menolak saksi dengan alasan saksi tersebut tidak memiliki kartu identitas, sedangkan yang diatur dalam KU-
HAP adalah keterangan tentang data diri dan bukan mengenai identitas.
Sampai dengan bulan Juli 2013 ini tercatat sudah ada 7 surat yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri
dimana surat tersebut berisi tentang permohonan salinan putusan mendesak persidangan kasus KDRT yang
dilakukan oleh salah seorang wakil walikota, untuk surat yang terakhir ini LBH Jakarta sudah mengirimkan se-
banyak 2 (dua) surat karena tidak ada jawaban dari pengadilan negeri tersebut.
92
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
6. Presiden Republik Indonesia
Banyaknya kasus pembatasan atas hak kebebasan beragama dan berkeyakinan seperti yang dihadapi oleh
jemaat Filadelfia yang dipimpin oleh Pendeta Palti membuat LBH Jakarta melayangkan surat ke Presiden Re-
publik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Terlebih lagi ketika Polisi Resort (Polres) Kota Bekasi memaksa-
kan penyidikan terhadap Pendeta Palti, namun surat ini pun tidak ditanggapi oleh Presiden.
Surat kedua yang dikirimkan oleh LBH Jakarta dan ditujukan kepada Presiden RI adalah pengaduan terkait
penggusuran paksa terhadap kios-kios pedagang yang berada di seluruh stasiun yang berada di wilayah Jabo-
detabek oleh PT KAI. Namun lagi-lagi surat ini pun tidak mendapat respon dari Presiden, padahal rakyat yang
tergusur dan tidak jelas lagi penghasilan kedepannya itu sangat menantikan perana dari presiden.
7. Kementrian Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat (Kemenkoskesra)
Maraknya penggusuran paksa kios pedagang yang dilakukan oleh PT KAI membuat LBH Jakarta mengirim-
kan surat ke lembaga-lembaga terkait untuk meminta audiensi maupun mediasa terkait konflik yang terjadi.
Salah satunya adalah surat yang ditujukan untuk Kemenkokesra, namun surat ini tidak direspon oleh lembaga
terkait sampai penggusuran yang dilakukan oleh PT KAI selesai dilakukan. Surat kedua dikirimkan untuk me-
minta klarifikasi dan dialog terkait penggusuran yang juga dilakukan oleh PT KAI , namun lagi-lagi surat ini juga
tidak direspon oleh Kemenkokesra.
93
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Surat kedua yang ditujukan ke DPR terkait dengan permohonan untuk audiensi dengan Ketua Komisi III
DPR yang memiliki ruang lingkup kerja ranah Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), dan Keamanan. Surat permo-
honan audiensi tersebut terkait dengan penggusuran paksa pedagang stasiun yang sedang gencar dilakukan
oleh PT KAI di seluruh stasiun di wilayah Jabodetabek. Surat ini tidak mendapatkan balasan dari DPR, seh-
ingga tidak ada audiensi yang dilakukan oleh LBH Jakarta dengan komisi III DPR. Padahal penggusuran yang
dilakukan oleh PT KAI sangat erat kaitannya dengan pelanggaran HAM yaitu terlanggarnya Hak atas Pekerjaan
dan Hak atas Ekonomi yang menjadi turunan dari HAM dimana hal tersebut menjadi ranah kerja dari komisi III
DPR.
14. Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) DKI Jakarta
LBH Jakarta mengirimkan 1 (satu) surat ke suku dinas ini terkait dengan pengawasan dan penertiban ban-
gunan yang ada di DKI Jakarta, terkait dengan permohonan untuk member sanksi administrative atas pem-
94
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
bangunan apartemen. Surat ini tidak mendapatkan respon dari Suku Dinas DKI Jakarta, sehingga sampai saat
ini LBH Jakarta tidak mengetahui apakah pembangunan apartemen yang menyalahi ketertiban bangunan di
wilayah DKI Jakarta mendapatkan sanksi atau tidak.
BAB. VI
96
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
3. Pelatihan Advokasi dengan Peoples College. Diadakan pada tanggal 31 Agustus s/d 2 Sepetember 2013 in
Songkhla, Thailand.
4. Mendukung Program Masyarakat Sipil Thailand Selatan.
5. Pertemuan dengan Mahasiswa Patani di Jakarta
6. Pelatihan Bantuan Hukum dalam Situasi Konflik. Diadakan pada tanggal 26-28 Oktober 2013 di Sonkhla,
Thailand Selatan. Pelatihan ini ditujukan kepada pengacara Muslim Attorney Center dan Southern Para-
legal Advocacy Network
97
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
98
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
T. PT 23 September 2013Geber BUMN melakukan aksi, tuntutan mendekas Panja Outsourcing menyelesai-
kan permaslahan Outsourcing dan ketenagakerjaan di perusahaan BUMN.
u. 24 September 2013 Konferensi Pers tentang Kecelakaan kerja di perusahaan BUMN.
99
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
d. Konferensi pers tentang Pembangkangan masyarakat sipil terhadap UU Ormas 18 Juli 2013.
100
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
saat ini LBH Jakarta sudah mendirikan 1 posko paralegal dengan tahapan
a. Bulan Oktober Pembuatan spanduk posko
b. Bulan September Pendirian posko paralegal di jakarta dan bogor.
101
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
102
103
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
BAB. VII
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
104
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
(Univ.Indonesia) dan Nelson Nikodemus Simamora, S.H. (Univ. Sumatra Utara) sebagai Pengacara
Publik LBH Jakarta. Seluruh PP baru ditempatkan di Bidang Penanganan Kasus, kecuali Eny dan Tigor
yang ditempatkan di bidang Litbang dan PSDHM. Mereka semua adalah mantan Asisten Pengacara
Publik yang berhasil lolos dalam seleksi penerimaan pengacara publik LBH Jakarta tahun 2013. Enam
pengacara publik baru tersebut menambah jumlah pengacara publik LBH Jakarta menjadi 17 orang.
Harapannya dengan bertambahnya Pengacara Publik, kualitas dan performa pelayanan bantuan
hukum LBH Jakarta kepada masyarakat meningkat.
B. PENGEMBANGAN KAPASITAS
PENGEMBANGAN KAPASITAS
a. Pengacara Publik
Pengacara Publik LBH Jakarta yang bergabung sejak Agustus 2013 ini telah mengikuti beberapa
kegiatan pengembangan kapasitas sepanjang tahun 2013, diantaranya: (1). Training on International
Refugee Law and UNHCRs Mandate for Civil Society Organization in Indonesia pada 13-14 Septem-
ber 2013. Training ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap isu pencari suaka dan
pengungsi, serta prinsip perlindungan internasional kepada CSO agar mereka mempunyai kontribusi
dalam mengadvokasi kasus pengungsi yang diselenggarakan oleh UNHCR, LBH Jakarta dan HRWG.
(2) Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang diselenggarakan PBHI pada 16-27 September
2013. (3). Workshop Nasional Jaringan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan diselenggarakan pada
11 September 2013. (4). Jakarta Conference on Regional Cooperation on International Migration,
Mobility and Best Practices on Migration and Development in South East Asia yang diselenggarakan
pada 29 Agustus 2013. (5). Training Pembuatan Video Dokumenter untuk Kampanye Advokasi yang
diselenggarakan pada tanggal 30,31 Agustus dan 2 September 2013 di Perpustakaan Daniel S. Lev.
105
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Pengadilan. Pelatihan yang dihelat oleh LBH Jakarta dengan dukungan ABA ROLI ini diseleng-
garakan di Wisma PGI pada tanggal 30 Oktober 1 November 2013: (2). Pelatihan Pengungsi
Internasional dan Mandat UNHCR untuk Komunitas Masyarakat Sipil di Indonesia. Pelatihan
yang dihelat pada tanggal 13-14 September 2013 dan bertempat di Hotel Grand Cemara
Menteng Jakarta Pusat ini diselenggarakan oleh LBH Jakarta dan HRWG bekerjasama dengan
UNHCR. Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman dasar
kepada anggota komunitas/ organisasi masyarakat sipil pegiat hak asasi manusia mengenai
perlindungan pengungsi serta mekanisme terkini dalam perlindungan pengungsi di Indone-
sia; (3) Menghadiri Mekong Legal Networking (MLN) Meeting, Chiang Mai, Thailand, 8-10
November 2013. Kegiatan ini adalah pertemuan rutin pengacara di wilayah Negara yang dialiri
sungai Mekong diantaranya Thailand, Myanmar, Laos, Kamboja, Vietnam dan China, yang
tergabung di dalam sebuah jaringan pengacara Mekong Legal Networking. Kegiatan yang
diselenggarakan di Resort Chiang Mai Thailand pada tanggal 8-10 November 2013 dengan
dukungan EartRight Internasional (ERI) (Lembaga Lingkungan Internasional) ini didesain se-
bagai sebuah pertemuan jaringan pengacara Mekong, sebagai sarana untuk sharing pengala-
man dan pengetahuan dalam penangan kasus lingkungan, khususnya kasus lingkungan lintas
negara yang berkaitan dengan pencemaran sungai mekong. LBH Jakarta diundang sebagai
narasumber untuk berbagi pengalaman mengenai advokasi mekanisme HAM ASEAN dan pe-
luang penggunaan mekanisme tersebut untuk advokasi Hak Asasi Manusia di regional ASEAN.
b.Staff Umum
106
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Rambo Cronika Tampubolon, S.H.
Selama menjadi Asisten Pengacara Publik, Rambo berkesempatan untuk mengikuti dua
kegiatan pengembangan kapasitas diantaranya : (1). Training on International Refugee Law
and UNHCRs Mandate for Civil Society Organization in Indonesia pada 13-14 September
2013. Pelatihan ini terselenggaran atas kerja sama UNHCR, LBH Jakarta dan HRWG; (2) Dis-
kusi Pengembangan Participatory Action Reseacrh (PAR) pada 7 Oktober 2013.
107
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
menjadi sumber rujukan bagi perkembangan hukum di Indonesia, baik oleh lembaga lain, praktisi
hukum, peneliti, akademisi, mahasiswa, maupun masyarakat umum.
Pusat Dokumentasi Bantuan Hukum (PDBH) LBH Jakarta saat ini lebih memfokuskan diri pada
data-data yang mengangkat isu prioritas lembaga seperti, bantuan hukum, Perburuhan, Masyarakat
Urban, dan pelanggaran hak sipil dan politik.
a. Pengolahan Koleksi
Sejak tahun 2012, perpustakaan lebih memfokuskan diri pada isu bantuan hukum mengingat
lingkup kerja LBH Jakarta dalam pelayanan bantuan hukum bagi masyarakat miskin, buta hukum dan
tertindas.
Koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan saat ini terdata dalam katalog sebanyak 4420 koleksi yang
sudah diolah. Data ini mengalami pengurangan, karena ditahun sebelumnya jumlah koleksi lebih dari
5000 eksemplar. Pengurangan ini terjadi karena adanya penyiangan/penyusutan koleksi yang sudah
tidak up to date untuk digunakan dan disimpan.
Adapun jenis koleksi yang terdapat di Perpustakaan ada 2 kategori, yaitu koleksi pustaka dan
koleksi non pustaka.
1. Koleksi Pustaka
Meliputi buku, laporan penelitian, makalah, karya akademik, dan terbitan berseri. Koleksi pustaka
terdiri dari koleksi referensi atau biasa disebut juga bahan rujukan, dan koleksi umum.
2. Koleksi Non-Pustaka
Meliputi kliping, foto, dan audio visual yang sebagian besar di dokumentasikan dari hasil kegiatan
yang dilakukan oleh LBH Jakarta.
Dalam hal pengadaan koleksi, perpustakaan melakukan penambahan dengan pembelian, permint-
108
aan dan sumbangan dari lembaga lain. Pembelian buku tahun ini terfokus pada buku ilmu hukum dan
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
bantuan hukum, sesuai dengan rencana kerja tahun tahun 2012.
Pengadaan terbitan berseri tahun 2013 hanya ada 1 (satu), yaitu majalah Tempo yang dilanggan
per-tahun. Sedangkan majalah Time yang dilanggan tahun sebelumnya dihentikan karena mengacu
pada kebutuhan informasi LBH Jakarta ditingkat lokal dan nasional.
b. Pemanfaatan Teknologi
Pengolahan koleksi perpustakaan semakin dimudahkan dengan adanya perkembangan teknologi
informasi. Mulai awal tahun 2008 sistem database perpustakaan LBH Jakarta beralih menggunakan
Senayan Library Information Management system (SliMS), perangkat lunak sistem manajemen per-
pustakaan (library management system) sumber terbuka (open source).
Aplikasi ini mendukung pengolahan perpustakaan baik dalam pembuatan label dan barcode secara
otomatis. Pelayanan temu kembali koleksi semakin mudah, didukung dengan sistem keanggotaan
dan pelayanan peminjaman secara otomatis disertai remainder yang terhubung dengan email.
Online Public Access Catalog (OPAC) selain terdapat di jaringan lokal juga dapat dibuka melalui
media online dengan alamat http://perpustakaan.bantuanhukum.or.id/. Dengan demikian layanan pe-
manfaatan beberapa koleksi perpustakaan, khususnya terbitan LBH Jakarta yang sudah di alih media
dalam bentuk elektronik file mampu dilakukan dari jarak jauh.
Sedangkan untuk pengolahan koleksi dokumen foto, kliping, audio visual, dan surat, beberapa
dokumen kantor lainnya menggunakan software Alfresco sebagai pangkalan data. Alfresco digunakan
sebagai Document Management System (DMS), yang memungkinkan lembaga memiliki data internal
terpusat, dapat diakses secara offline menggunakan level user dengan biaya minimal. Seperti halnya
SliMS, Alfresco yang digunakan saat ini bersumber terbuka (open source).
a. Re-organisasi Dokumen
Meningkatnya jumlah pengaduan yang diterima oleh LBH Jakarta setiap tahun berakibat pada se-
makin banyaknya jumlah dokumen kasus yang masuk ke Pusat Dokumentasi Bantuan Hukum. Hal ini
belum diimbangi dengan sistem pengelolaan, ruang dan fasilitas penyimpanan yang memadai, yang
berakibat pada sulitnya penemukan kembali dokumen, ketidaklengkapan dokumen, rusak karena usia
atau dimakan rayap dan.
Dengan permasalahan tersebut maka mulai bulan Agustus 2013 LBH Jakarta mulai membuat ke-
bijakan tentang record management system (RMS) yaitu sistem manajemen pencatatan, khususnya
untuk dokumen kasus. Sistem tersebut kemudian menjadi panduan dalam melakukan re-organisasi
dokumen kasus.
Re-organisasi dokumen meliputi proses pendataan kasus/inventarisasi, seleksi kasus bersejarah
dan penataan kembali berkas. Re-organisasi dokumen dilakukan dengan mengelompokan berkas
kasus berdasarkan tahun tercipta berkas, subyek kasus, dan nama klien dan kasusnya.
Pendataan dokumen kasus dilakukan dalam database Sistem Informasi Kasus (SIK) yang dibangun
109
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
dan terintegrasi dengan penerimaan pengaduan, konsultasi dan penanganan hukumnya. Saat ini
proses re-organisasi dokumen masih berlangsung, diharapkan pada bulan ketiga tahun 2014 kegiatan
ini telah selesai dilakukan. Kegiatan ini terselenggara berkat bekerjasama LBH Jakarta dengan AIPJ
(Australia Indonesia Partnership for Justice) dan TAF (The Asia Foundation).
b. Alih Media/Digitalisasi
Ruang penyimpanan yang semakin penuh menyebabkan dokumen kasus terus menumpuk, se-
dangkan dokumen yang berusia diatas 30 tahun kondisi fisiknya semakin rapuh dan beberapa telah
dimakan rayap. Hal ini menjadi permasalahan cukup serius bagi LBH Jakarta untuk segera melakukan
penyelamatan terhadap informasi yang terkandung dalam dokumen kasus khususnya yang bernilai
sejarah tinggi.
Kegiatan alih media dilakukan dengan mengandeng pihak kedua karena pertimbangan jumlah
sumber daya manusia yang minim di Pusat Dokumentasi Bantuan Hukum. Alih media dilakukan
dengan memprioritaskan jenis kasus, dan kasus yang telah terdokumentasikan dengan lengkap. Ke-
bijakan pemindaian (capture) alih media menggunakan standar arsip Nasional, yaitu 300 dpi (dot per
inchi). Sedangkan hasil pemindaian sementara ini masih tersimpan sesuai nama file, misalnya guga-
tan, replik, duplik, putusan, kasasi, dan lainnya yang terdapat dalam folder nama kasus.
Pada tahap awal alih media ini, Pusat Dokumentasi Bantuan Hukum telah memiliki 143 ribu lembar
dokumen kasus dalam bentuk digital, yang tersusun dalam 1437 forlder. Sebanyak 247 folder berisi
dokumen yang masih harus disimpan (keep), dan 1190 folder adalah dokumen yang sudah memasuki
masa retensi sesuai dengan Jadwal Retensi Arsip (JRA) dokumen hukum yaitu 30 tahun.
Hasil alih media tersebut nantinya akan dimasukkan dalam database penyimpanan yang terdapat
dalam Sistem Informasi Kasus (SIK). Alih media tahap selanjutnya akan dilakukan oleh Pusat Doku-
mentasi Bantuan Hukum sendiri.
110
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
D. Laporan Fundraising LBH Jakarta
D
i tahun 2013, LBH Jakarta memiliki divisi baru di bawah Bidang Pengembangan
Sumber Daya Hukum Masyarakat, yaitu divisi fundrising. Divisi ini dibentuk,
diawali dengan niat LBH menjadi organisasi yang mandiri dalam mendanai
kerja-kerjanya. Ke depan divisi ini akan fokus pada pemanfaatan dana publik
agar dapat disalurkan untuk mendanai kerja bantuan hukum. Pada bulan Januari tahun
2013, telah dilakukan dua hal mengenai Fundraising. Hal yang pertama adalah perumu-
san program kerja fundraising dan yang kedua adalah pra renstra dan re-engagement
SIMPUL (Solidaritas Masyarakat Peduli Keadilan). Dalam kegiatan ini, rencana tindak
lanjutnya adalah menerapkan program kerja yang telah disusun pada sesuai dengan apa
yang telah dirumuskan. Dalam kesempatan ini, materi dan metode dalam melakukan
fundraising dan kampanye telah didapatkan untuk pengembangan SIMPUL LBH Jakarta.
Tetapi dalam melakukan dua hal ini, LBH Jakarta mengalami kendala karena kurangnya
SDM untuk melakukan hal ini.
Memasuki bulan Maret sampai April, LBH Jakarta mengikuti Training di Dompet Dhua-
fa sehingga memperoleh materi dan metdo fundraising dan kampaye untuk pengemban-
gan SIMPUL LBH Jakarta. Setelah mengikuti training, LBH Jakarta pada bulan Mei hing-
ga JUni melakukan perbaikan system database melalui directmail, pembuatan tools dan
memulai proses perekrutan staf fundraising. Pada kesempatan ini, sebagaian database
SIMPUL perlahan mulai tersusun dengan baik. Setelah itu kembali dilakukan perbaikan
system database melaui directmail, pembuatan tools dan proses perekrutan staf pada
bulan Juli dengan metode direct fundraising yang hasilnya adalah LBH Jakarta memper-
oleh donasi sebesar Rp. 5.920.000,00 (lima juta sembilan ratus dua puluh ribu rupiah) dan
19 donatur SIMPUL.
Sebagai bahan evaluasi, maka perbaikan system database melalui directmail, pembua-
tan tools, dan penyusunan SOP (standard operational procedure) dengan metode direct
fundraising pada bulan agustus. Hal ini menghasilkan donasi sebesar Rp. 6.443.900,00
(enam juta empat ratus empat puluh tiga ribu Sembilan ratus rupiah) dan 16 orang dona-
tor SIMPUL. Pada bulan ini sudah bergabung bersama LBH Jakarta 5 (lima) orang staf
fundraising yang baru. Ini menjadi jawaban atas tantangan terhadap kurangnya sumber
daya manusia dalam melakukan penggalangan dana publik ini.
Setelah LBH Jakarta mendapatkan tenaga baru, mulailah LBH Jakarta melakukan un-
juk gigi untuk menggalang perhatian publik terhadap LBH Jakarta melalui acara UI Re-
search Day pada 26 September 2013 dan tanggal 30 September 2013 mengikuti acara
pemutaran film documenter The Act of Killing. Melalui metode direct fundraising and
social business ini, fundraising berhasil memperoleh Rp. 485.000,00 (empat ratus lima
puluh ribu rupiah( dari hasil penjualan merchandise dan Rp. 3.700.000,00 dari donator
SIMPUL serta mendapatkan 14 orang donator SIMPUL yang baru. Kendala yang dihadapi
oleh teman-teman fundraiser adalah kurangnya calon yang bisa diprospek. Setelah keg-
iatan ini, database SIMPUL kembali dirapikan.
Hampir memasuki akhir tahun, pada bulan Oktober LBH Jakarta mengiuti beberapa
kegiatan diantara adalah mengikuti acara pemutaran film dokumenter dengan judul
40 Years of Silent tanggal 1 Oktober 2013, mengikuti Q Film Festival di SAE Institute,
mengikuti Launching Buku LBH Jakarta tanggal 10 Oktober 2013, mengikuti Q Film Fes-
tival di Taman Ismail Marzuki, Legal Expo Kemenkumham tanggal 28-29 Oktober 2013,
Soultyfest di Binus University tangagl 29 Oktober-2 November 2013, dan melakukan ker-
jasama dengan Dompet Dhuafa pada tanggal 26 Oktober 2013 melalui metode Partner-
ship. Kegiatan-kegiatan ini telah menghasilkan Rp. 820.000,00 dari hasil penjualan mer-
chandise dan Rp. 5.550.000,00 dari donator SIMPUL dan mendapatkan 18 orang donator
SIMPUL. Namun, apa yang telah dicapai ini tidak lepas dari kendala dan hambatan yaitu
belum terbentuknya sistem dengan baik sehingga diperlukan membuat detail sistem
yang baik agar kerja-kerja fundraising dalam penggalangan dana publik dilakukan den-
gan lebih maksimal lagi.
111
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
112
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
STAF UMUM
STRUKTUR ORGANISASI
STAF PROGRAM
113
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Laporan Kelembagaan
BAB. VIII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
114
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
a. Hak Atas pekerjaan
Pelanggaran hak buruh masih terus berulang seperti pada tahun-tahun sebelumnya yaitu berkisar pada pe-
langgaran kebebasan berserikat, pelanggaran hak normatif dalam hubungan kerja seperti hak atas manfaat
pensiun, upah dibawah UMP. Selain itu, PHK secara tidak sah, Pelanggaran sistem kerja outsourcing dan pe-
langgaran hak tunjangan hari raya (THR) serta kasus yang menonjol tahun yakni kasus penangguhan upah
adalah deretan kasus hak atas pekerjaan yang terjadi sepanjang tahun 2013. Praktek pelanggaran hukum da-
lam kasus hak atas pekerjaan tanpa Penegakan Hukum khususnya untuk pelaku mengakibatkan pengusaha
seperti memiliki impunitas, dan oleh karenya terus mengulangi pelanggaran. Dalam kasus upah, pemerintah
justru melegitimasi rezim upah murah dengan pemberian ijin penangguhan upah kepada perusahaan yang
tidak memenuhi syarat. Namun kemudian legitimasi upah murah tersebut dilawan buruh dan dibatalkan oleh
pengadilan.
115
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
dari PT. KAI selaku pengelola stasiun. Sementara itu, penggusuran pedagang kaki lima di Jakarta diubah den-
gan konsep penataan yang lebih humanis dan solutif. Penataan PKL dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta di
Pasar Minggu, Kebayoran Lama, Kawasan Wisata Kota Tua, PKL Tanah Abang yang dipindahkan ke blok G, dan
terakhir PKL Pasar Gembrong. Namun, Penataan tersebut menimbulkan masalah baru karena tidak transpar-
annya program dan pendataan yang tidak melibatkan pedagang.
Disektor kebijakan, advokasi LBH Jakarta terhadap UU Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang
Perkoperasian menunjukkan bahwa secara garis besar Undang-undang a quo akan mengerdilkan gerakan ko-
perasi karena gerakan koperasi yang hanya semata-mata menjadi alat untuk mengumpulkan uang semata.
Pasal-Pasal baik tentang prinsip-prinsip koperasi yang ada dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 Ten-
tang Perkoperasian justru dinegasikan dengan pasal-pasal yang lain dalam Undang-Undang yang sama.
116
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
viktimisasi perempuan korban. Di tengah kegagalan pemerintah dalam memenuhi hak atas pendidikan dan
hak atas pekerjaan perempuan korban, Pemerintah ternyata juga enggan menyediakan kebijakan yang mem-
berikan perlindungan hukum bagi hak-hak Pekerja Rumah Tangga (PRT).
B. REKOMENDASI
Berdasarkan situasi pelanggaran hukum dan HAM yang tergambar dari berbagai kasus pelanggaran hak
yang ditangani LBH Jakarta sepanjang tahun 2013, kami merekomendasikan perlu adanya sejumlah peruba-
han sistematik di level kebijakan dan penerapan kebijakan pada berbagai institusi di bawah ini:
1.PEMERINTAH
a. Presiden
Mendesak Presiden RI untuk merombak kabinet (reshuffle), seperti Menteri Agama Suryadharma Ali yang
justru melakukan tindakan koersi. Suryadharma meminta Jemaat Ahmadiyah berpindah atau mengubah
keyakinan yang membahayakan jaminan hak kemerdekaan beragama dan berkeyakinan serta mengancam
disintegrasi bangsa.
b. Lintas Kementerian
1. Aparat Birokrasi pemerintah dari struktur paling atas sampai paling bawah harus memahami dan
mengimplementasikan Hak Asasi Manusia yang telah dijamin dalam konstitusi dan berbagai peraturan
perundang-undangan Indonesia. Hal ini diperlukan agar kebijakan dan tindakan yang dilakukan tidak
bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia yang mengakibatkan masyarakat dikorbankan.
117
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
rada di Indonesia;
3. Agar Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendral Imigrasi untuk tidak menahan pencari suaka dan pen-
gungsi di dalam rumah detensi imigrasi. Harus ada alternatif lain untuk memantau mereka namun bukan
dengan mekanisme penahanan.
4. Mendorong pemerintah agar melakukan pemberdayaan terhadap Pencari Suaka dan Pengungsi harus
terus dilakukan agar mereka dapat mandiri dan bersosialisasi dengan masyarakat Indonesia.
5. Pemerintah Republik Indonesia segera meratifikasi optional protokol konvensi anti penyiksaan;
6. Mendesak pemerintah untuk menerbitkan peraturan khusus terkait anti penyiksaan;
7. Negara harus mewujudkan jaminan kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam kehidupan ber-
demokrasi, salah satu caranya dengan melakukan dekriminalisasi terhadap hukum penghinaan revisi
terhadap delik pencamaran nama baik atau penghinaan dalam peraturan perundang-undangan;
8. Pemerintah segera menyelesaikan Revisi Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKILN) mengacu pada Konvensi PBB Tahun
1990 tentang Perlindungan Buruh Migran dan Anggota Keluarganya;
9. Meminta Menteri Hukum dan HAM (bersama dengan DPR RI dalam hal Undang-Undang) untuk me-
nyelaraskan peraturan-peraturan yang berlaku dengan mengadopsi prinsip-prinsip HAM dan Kosti-
tusi. Memperbarui perundang-undangan yang masih melanggar HAM (Diantaranya adalah UU No. 1
PNPS/1965 termasuk Pasal 156 KUHP);
10. Pemerintah sebagai pengemban utama pemenuhan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Ma-
nusia harus semakin kritis dan aktif mendorong legislator dalam mensahkan RUU Perlindungan Pekerja
Rumah Tangga;
11. Pemerintah harus melakukan harmonisasi kebijakan bantuan hukum di berbagai peraturan perundang-
undangan agar sesuai dengan UU Bantuan Hukum, sehingga program bantuan hukum terintegrasi sesuai
dengan Undang-Undang Bantuan hukum, termasuk dalam hal anggaran dan peruntukan program yaitu
hanya untuk rakyat miskin;
12. Mendorong pemerintah untuk terus membenahi kelemahan kebijakan bantuan hukum yang masih da-
lam proses pengembangan, dengan responsif mengakomodir masukan dan situasi faktual masyarakat;
13. Diperlukan penguatan perspektif hak asasi manusia khususnya hak atas bantuan hukum bagi Aparat
Penegak Hukum dan reformasi sistem peradilan (Menghapuskan pugli, transparansi dan akuntabilitas
biaya perkara, memangkas jangka waktu proses hukum, mekanisme komplain yang efektif) untuk men-
dorong efektifitas dan kualitas layanan bantuan hukum untuk masyarakat;
14. Pemerintah memberikan dukungan kepada Organisasi Bantuan Hukum di seluruh Indonesia untuk men-
ingkatkan kapasitas dan kualitasnya sehingga penetapan standar pelayanan benar-benar berdampak
pada peningkatan layanan bukan justru melemahkan OBH dan menghambat akses masyarakat terhadap
keadilan;
e. Kementerian Kesehatan
1. Pemerintah harus menghentikan liberalisasi sektor kesehatan (maupun sektor publik lainnya) dan ber-
tanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak atas kesehatan masayarakat melalui alokasi anggaran
kesehatan yang memadai baik melalui APBD maupun APBN;
2. Pemerintah khususnya Kementrian Kesehatan harus membuat regulasi bagi penyelenggara layanan kes-
ehatan, seperti Rumah Sakit, untuk merumuskan standar operasional tindakan medik serta membangun
budaya transparansi dan akuntablitias dalam layanan kesehatan.
118
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
3. Merumuskan standar operasional tindakan medik serta transparansi dan akuntablitias untuk menjamin
layanan kesehatan yang berkualitas dan bertanggung jawab kepada masyarakat.
f. Kementrian Agama
Mendesak Pemerintah untuk aktif menjalankan kewajiban hukumnya dalam pemenuhan hak atas ke-
merdekaan beragama dan berkeyakinan dengan mendorong penyelesaian kasus kasus pelanggaran kebe-
basan beragama dan berkeyakinan bukan justru menjadi pelaku pelanggaran hak kebebasan beragama dan
berkeyakinan;
h. Kementerian Pendidikan
Penting bagi Pemerintah untuk segera membuat peraturan perundangan yang mengatur khusus tentang
Pembiayaan Pendidikan Tinggi yang di dalamnya memuat ketentuan mengenai alokasi dana dari Negara bagi
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dengan disesuaikan pada keunikan tata kelola institusi
pendidikan tinggi.
2. PEMERINTAH DAERAH
1. Seharusnya watak dari pejabat pemerintah dari struktur paling atas sampai paling bawah memahami dan
mengimplementasikan Hak Asasi Manusia sehingga tindakan yang dilakukan tidak bertentangan dengan
hak asasi yang menimbulkan kerugian dan hilangnya pekerjaan bahkan dalam sektor informal;
2. Memberikan prioritas terhadap anggaran kesehatan, baik dalam APBD maupun APBN; Pemerintah harus
menghentikan swastanisasi air Jakarta dan mengambil alih pengelolaan air untuk menjamin pemenuhan
hak atas air warga Negara;
3. Pemerintah Pusat maupun Daerah secara khusus harus membuat regulasi tentang larangan penggusuran
paksa dan model penataan pemukiman atau pedagang kaki lima yang partisipatif dan solutif dengan men-
gadopsi standar internasional yang diatur dalam Komentar Umum Konvensi Hak Ekonomi Sosial dan Bu-
daya terkait penggusuran. Hal ini untuk mengantisipasi agar meskipun pimpinan daerah berganti, tidak akan
terjadi lagi penggusuran paksa yang berakibat pada pelanggaran HAM;
4. Pemerintah harus memperhatikan partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan yang berakibat
langsung ke masyarakat seperti halnya pekerja sektor informal. Sehingga kebijakan tersebut dapat berlaku
efektif dan mengakomodir kepentingan terbaik pekerja informal.
5. Penataan dan penertiban PKL dan pedagang harus dilakukan dengan menyentuh inti persoalan dan mem-
berikan solusi menyeluruh. Penataan seharusnya tidak menghilangkan hak atas pekerjaan masyarakat yang
sudah secara mandiri mencari nafkah sebelumnya.
6. Semangat Pelayanan Publik harus konsisten di digelorakan dan dilaksanakan tidak hanya oleh sosok pimpi-
nan namun juga melalui kebijakan pemerintah baik didaerah maupun dipusat dengan mengawal implemen-
tasinya.
7. Mendorong kebijakan pelayanan kesehatan gratis untuk setiap warga negara;
8. Pemerintah Daerah harus mengubah paradigma pembangunan dan anggaran daerah. Saat ini dalam APBD
DKI Jakarta terdapat pos anggaran yang cukup besar yang ditujukan untuk Penggusuran dan Penertiban.
Anggaran seharusnya digunakan untuk memecahkan permasalahan jaminan kepemilikan tanah antara
masyarakat miskin perkotaan dan kurangnya infrastruktur dalam kota;
9. Pemerintah pusat harus mendukung dan mendorong pemerintah daerah untuk menyediakan Layanan
transportasi masal yang murah, nyaman, aman dan berkualitas adalah jawaban terhadap permasalahan
kemacetan dan tingginya kebutuhan masyarakat akan sarana transportasi.
10. Mendesak Pemerintah daerah untuk menghormati hukum dan konstitusi , khususnya Walikota Bogor dan
Bupati Bekasi untuk menghentikan pembangkangan terhadap putusan pengadilan dan selanjutnya meng-
hormati dan menaati putusan pengadilan;
11. Mendorong masing-masing Pemerintah Daerah di berbagai wilayah di Indonesia untuk mengisiasi pera-
turan daerah bantuan hukum yang melengkapi kebijakan nasional dan memperluas distribusi sumber daya
untuk mendukung pemberian bantuan hukum;
119
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
B. Advokat
Mendorong advokat (organisasi advokat) untuk melaksanakan kewajiban pro bono untuk mendampingi
tersangka yang tidak mampu;
C. Kejaksaan
1. Mendesak Jaksa Agug Muda bidang Pengawasan maupun Badan Pengawasa MA secara tegas memberi-
kan sanksi terhadap Jaksa maupun hakim yang tidak profesional;
2. Kejaksaan Agung mengadakan pendidikan dan sosilaisasi secara intens terhadap jajarannya agar mema-
hami dan menguasai UU No. 11 Tahun 2012;
3. Diberlakukannya sanksi yang tegas bagi Jaksa yang melanggar Hak anak yang berhadapan dengan hu-
kum;
4. Kejaksaan harus tegas dalam penegakan hukum kasus-kasus pelanggaran hak kesehatan pasien karena
tindakan malpraktek;
5. Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan secara tegas memberikan sanksi terhadap yang melakukan pe-
langgaran hak-hak tersangka dan melarang penggunaan dokumen yang diperoleh dari penyiksaan.
D. Mahkamah Agung
1. Mahkamah Agung mengadakan pendidikan dan sosilaisasi secara intens terhadap jajarannya agar mema-
hami dan menguasai UU No. 11 Tahun 2012;
120
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
2. Diberlakukannya sanksi yang tegas bagi Hakim yang melanggar Hak anak yang berhadapan dengan hu-
kum;
3. Institusi peradilan di bawah Mahkamah Agung harus tegas dalam penegakan hukum kasus-kasus pelang-
garan hak kesehatan pasien karena tindakan malpraktek;
4. Mahkamah Agung (MA) perlu mengeluarkan peraturan kepada Hakim untuk tidak menggunakan alat
bukti yang diperoleh dari penyiksaan;
5. Badan Pengawasan MA secara tegas memberikan sanksi terhadap hakim yang melakukan pelanggaran
hak-hak tersangka dan melarang penggunaan dokumen yang diperoleh dari penyiksaan;
6. Pengadilan menerima gugatan Citizen Law Suit terhadap praktek swastanisasi air Jakarta yang mengaki-
batkan terlanggarnya hak atas air warga negara.
E. Mahkamah Konstitusi
1. Untuk menerima permohonan pembatalan UU Pendidikan Tinggi yang diajukan oleh Komite Nasional
Pendidikan;
2. Untuk menerima permohonan pembatalkan pasal-pasal UU Koperasi yang bertentangan dengan UUD
1945 dan Jatidiri Koperasi.
5. KOMISI NEGARA
B. Komisi Kejaksaan
1. Mendesak Komisi Kejaksaan memberikan sanksi yang tegas terhadap Jaksa yang melanggar kode etik;
2. Kejaksaan Agung, mengadakan pendidikan dan sosilaisasi secara intens terhadap jajarannya agar mema-
hami dan menguasai UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak;
3. Mendorong diberlakukannya sanksi yang tegas bagi Jaksa yang melanggar Hak anak yang berhadapan
dengan hukum.
C. Komisi Yudisial
Mendesak Komisi Yudisial memberikan sanksi yang tegas terhadap Hakim yang melanggar kode etik;
D. MKDKI
Harus lebih tegas transparan dan akuntabel dalam melakukan penegakan kode etik;
121
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Laporan Keuangan
Laporan Keuangan
PENERIMAAN PER OKTOBER 2013
LEMBAGA BANTUAN HUKUM JAKARTA
ADMINISTRASI KLIEN
0%
2% 0% PEMASUKAN DONASI KLIEN
4%
0% 0%
0% DONASI PUBLIK
2%
3% PENJUALAN MERCHANDISE
5%
18% LEMBAGA DONOR TAF (CORE
FUNDING)
LEMBAGA DONOR ABA ROLI
5%
LEMBAGA DONOR AIPJ CDL
LEMBAGA DONOR FK
NO KETERANGAN JUMLAH
1 ADMINISTRASI KLIEN 16,360,000
2 DONASI KLIEN 15,723,000
3 DONASI PUBLIK 26,236,090
4 PENJUALAN MERCHANDISE 4,149,000
5 LEMBAGA DONOR TAF (CORE FUNDING) 1,068,410,000
6 LEMBAGA DONOR ABA ROLI 944,646,500
7 LEMBAGA DONOR AIPJ CDL 809,600,000
8 LEMBAGA DONOR AIPJ LAC 693,816,750
9 LEMBAGA DONOR SASAKAWA 688,000,000
10 LEMBAGA DONOR AIPJ DISABILITAS 423,300,000
11 APBD DKI JAKARTA 300,000,000
12 TAF - E2J 277,463,200
13 LEMBAGA DONOR FK 199,109,700
14 LEMBAGA DONOR TIFA 146,145,000
15 LEMBAGA DONOR LAINNYA 222,551,930
16 SUMBANGAN STAF 60 % HONOR 11,800,300
17 LAINNYA 99,210,680
TOTAL 5,946,522,150
122
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
PENGELUARAN
Laporan Keuangan
34%
58%
8%
NO KETERANGAN JUMLAH
1 BIAYA PROGRAM 2,107,808,750
2 BIAYA PENANGANAN KASUS 300,000,000
3 BIAYA OVERHEAD 1,215,723,450
4 BIAYA LAINNYA 6,579,360
TOTAL 3,630,111,560
123
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
ASET LANCAR
Kas dan setara kas 2c, 3 1.543.438.920 1.065.086.280
Piutang usaha 4 - 5.698.570
Piutang lain 5 22.326.330 15.456.200
Uang muka dan biaya dibayar dimuka 6 - 59.770.330
LIABILITAS
ASET BERSIH
Lihat catatan atas laporan keuangan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan keuangan secara keseluruhan
1.507.774.350 937.226.932
124
Lihat catatan atas laporan keuangan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan keuangan secara keseluruhan
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) JAKARTA
Laporan Perubahan Asset Bersih
Untuk tahun-tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2012 dan 2011
Disajikan dalam Rupiah kecuali dinyatakan lain
2012 2011
ASET BERSIH TERIKAT TEMPORER
Lihat catatan atas laporan keuangan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan keuangan secara keseluruhan
2012 2011
AKTIVITAS OPERASI
Penerimaan dari kegiatan terikat temporer 2.065.928.630 1.593.582.070
Penerimaan dari kegiatan tidak terikat 1.602.607.570 1.204.487.860
Penerimaan(Pembayaran) kepada pinjaman pengurus dan titipan karyawan (133.944.940) 29.232.770
Pengeluaran untuk pinjaman karyawan (6.870.130) (769.000)
Pengeluaran untuk beban program (1.577.445.150) (1.025.569.340)
Pengeluaran untuk beban tidak terikat (1.413.532.685) (959.291.532)
AKTIVITAS INVESTASI
Pembelian asset tetap (6.034.800) (64.822.400)
Lihat catatan atas laporan keuangan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan keuangan secara keseluruhan
125
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
Nomor : 12/047/01/NR.02/13
Kami telah mengaudit laporan posisi keuangan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta tanggal 31
Desember 2012, serta laporan pendapatan, beban dan perubahan aset bersih tidak terikat, laporan
perubahan aset bersih, dan laporan arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut. Laporan
Keuangan adalah tanggung jawab manajemen perusahaan. Tanggung jawab kami terletak pada pernyataan
pendapat atas laporan keuangan berdasarkan audit kami. Laporan keuangan untuk tahun yang berakhir
pada tanggal 31 Desember 2011 diaudit oleh auditor independen lain yang laporannya tertanggal 23 Juli
2012 menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian.
Kami melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia.
Standar tersebut mengharuskan kami merencanakan dan melaksanakan audit agar memperoleh keyakinan
memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Suatu audit meliputi pemeriksaan atas
dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan.
Audit juga meliputi penilaian atas kebijakan akuntansi yang digunakan dan estimasi signifikan yang
dibuat oleh manajemen, serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. Kami
yakin bahwa audit kami memberikan dasar memadai untuk menyatakan pendapat.
Menurut pendapat kami, laporan keuangan yang kami sebut diatas menyajikan secara wajar, dalam
semua hal yang material, posisi keuangan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta tanggal 31 Desember
2012, pendapatan, beban dan perubahan aset bersih tidak terikat serta arus kas untuk tahun yang berakhir
pada tanggal tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia.
27 Nopember2013
126
127
cATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
CATATAN AKHIR TAHUN LBH JAKARTA 2013
LBH JAKARTA
Jl. Diponegoro No. 74, Menteng Jakarta Pusat
Telpon: (021) 3145518 Fax: (021) 3912377
Website: www.bantuanhukum.or.id
Email: lbhjakarta@bantuanhukum.or.id
: masyarakat bantuan hukum
: @lbh_jakarta
128