Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi salah satu Syarat
Oleh :
NIM : 11170430000007
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi
salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Rafly Baihaqi Rainaldi
NIM : 11170430000007
Pembimbing:
i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul tentang Tinjauan Maqashid Syariah terkait Childfree (Tanpa
Anakatau Bebas Anak). Telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan
Hukum Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 26 Januari 2023. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana Program Studi Strata Satu (S1) pada Program Studi
Perbandingan Mazhab dan Hukum
ii
LEMBAR PERNYATAAN
iii
ABSTRAK
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Segala puji dan syukur terucap hanya bagi Allah SWT.
Tuhan semestaalam yang telah memberikan rahmat, nikmat, hidayah serta karunia-
Nya kepada umat manusia di muka bumi ini, terkhusus kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi Sarjana Strata Satu (S-1) di Program Studi
Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan lancar dan baik. Shalawat serta salam
tetap tercurahkan kepada junjungan serta suri tauladan umat manusia yakni Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan juga bagi yang mengikuti dan
memegang teguh sunnahsunnahnya dengan setia hingga hari kiamat kelak.
Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis menerima banyak sekali
bantuan dari berbagai pihak, sehingga dapat terselesaikan atas izin Allah SWT.
Oleh karena itu, pada kesempatan yang berbahagia ini, izinkan penulis
mengucapkan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan baik moril maupun materil, khususnya kepada :
1. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, Lc., M.A., Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.A., M.H., Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Siti Hanna, Lc., M.A., Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab dan
Fitriyani, S.Ag., M.H., Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. Hamid Farihi, M.A. Dosen Pembimbing Akademik yang telah
mengarahkan dan menuntun dalam permulaan pencarian judul skripsi
hingga skripsi ini menjadi nyata.
5. Dr. Faud Thohari, M.A Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
membimbing serta memberi arahan dan masukan kepada penulis hingga
proses skripsi terwujud.
6. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik, mengarahkan,
v
mengevaluasi setiap ilmu yang diberikan, dengan ilmu tersebut skripsi ini
bisa terbantu dan lancar dalam menyusun dan semoga ilmu-ilmu yang
didapat akan terus diamalkan.
7. Seluruh civitas Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, bagian administrasi, Tata Usaha Fakultas
Syariah dan Hukum serta Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum,
sekaligus seluruh staff dan karyawan Fakultas Syariah dan Hukum yang
telah memberikan pelayanan yang sangat maksimal dan memuaskan dan
telah banyak berkontribusi dalam kelancaran mengurus berkas dan surat
untuk menyelesaikan studi ini.
8. Orang tuaku, ayahanda Asep Rasyidin S.Ag. dan Ibunda Sri Astuti
Sondari, serta saudara-saudara kandung saya terimakasih sebesar-besarnya
atas kesabaran dalam merawat serta mendidik penulis sampai saat ini.
Serta dukungan dan doa yang tidak pernah ada hentinya mengiringi setiap
perjalanan penulis.
9. Sahabat/i PMII Komfaksyahum yang pernah menjalani masa
kepengurusan bersama dan menjadi teman dalam berdiskusi dan berbagi
relasi dikemudian hari untuk meningkatkan upgrade diri.
10. Teman-teman seperjuangan PMH Angkatan 2017 yang telah menemani
dalam proses belajar selama ini.
11. Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu, namun tidak
mengurangi rasa terima kasih dan rasa syukur penulis terhadap
pelaksanaan serta tersusunnya skripsi ini.
vi
DAFTAR ISI
vii
BAB III TINJAUAN UMUM TERKAIT CHILDFREE DAN
KASUSNYA DIINDONESIA ................................................. 53
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
https://www.nu.or.id/post/read/131044/childfree-tren-populasi-dunia-dan-
beragamtantangannya. Diakses pada 15 Agustus 2022 pukul 09.24 wib.
1
2
Melihat data yang dirilis world bank, Seiring perkembangan zaman fertilitas
Indonesia terus menurun, dengan angka fertilitas bruto per 1.000 penduduk
Indonesia masih di angka 17,75 pada 2020. Data ini juga didukung oleh hasil sensus
yang dikeluarkan BPS, dimana pertumbuhan penduduk mengalami penurunan.
Laju pertumbuhan penduduk dari tahun 2010 hingga 2020 sebesar 1,25%, turun
dari 1,49% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Kesetaraan gender
membawa angin segar untuk kesejahteraan perempuan. Dimana pada era sekarang
perempuan tidak hanya bergelut di lingkup domestik saja. Melainkan sudah
merambah ke ranah publik, yaitu memiliki karir yang bagus serta keberadaannya
diakui publik. Eksistensinya mempengaruhi dirinya dalam melangkah kedunia
pernikahan. Bahkan sebagiandari mereka yang telah menikah juga enggan memiliki
anak.3
Beberapa waktu lalu mencuat berita tentang pengakuan seorang publik figur
lulusan Free University Jerman yang menyatakan bahwa dirinya memutuskan
untuk Childfree. Perempuan bernama Gita Savitri Devi asal Palembang itu sepakat
dengan suaminya bahwa ingin hidup berdua saja tanpa kehadiran anak. Childfree
dipilih karena khawatir jika ia tidak bisa bertanggungjawab dan akan menimbulkan
luka bagi anaknya. Childfree adalahkeputusan besar yang menjadi prinsip hidupnya
bersama sang suami. Keputusantersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan
masyarakat Indonesia. Di Indonesia sendiri masih kental sekali dengan stigma bahwa
banyak anak banyak rezeki. Selain itu, menyelesaikan pendidikan, menikah dan
memiliki anak adalah sebuah siklus hidup yang menjadi budaya sosial masyarakat
Indonesia. seorang perempuan kerap
2
https://voi.id/bernas/77722/pilih-childfree-khawatir-overpopulasi-bumi-ini-bisa-
menampungberapa- banyak-orang. diakses pada 15 Agustus 2022 pukul 14.21 wib.
3
https://www.medcom.id/foto/grafis/JKRW9apN-fenomena-childfree-di-indonesia.
Diakses 15Agustus 2022 pukul 22.13 wib.
3
tidak dianggap sempurna jika tidak bisa memberikan keturunan. Hal ini sangat
bertentangan sekali dengan Childfree yang menjadi pilihan hidup wanita modern
saat ini.4
Seiring perkembangan zaman, berkembang pula pola pikir manusia.
Memiliki anak bukanlah suatu kewajiban, malinkan sebuah pilihan hidup dan
kesepakatan bersama antara suami dan istri. Memiliki anak tidak hanya melahirkan,
mengasuh dan mendidik saja. Tetapi ada tanggungjawab besar bagaimana kita
memenuhi hak-haknya dan membentuknya menjadi anak yang berkualitas. Selain
Gita Savitri Devi, Cinta Laura juga menyuarakan bahwa dirinya Childfree.
Meskipun belum menikah, ia mantap memutuskan untuk Childfree karena prihatin
dengan fakta sosial yang ada. Salah satunya fakta sosial mengenai banyaknya anak
yang hidup terlantar. Cinta Laura berargumenbahwa lebih baik ia merawat anak-
anak yang terlantar daripada menambah jumlah manusia.5
Pola pikir seperti itu tidak hanya dijumpai pada perempuan di kota besarsaja.
Namun sudah terfikirkan oleh perempuan-perempuan yang telah melek pendidikan
dan memiliki pikiran terbuka terhadap realitas sosial serta perkembangan zaman
temasuk perempuan yang ada di Kota Sidoarjo. Sidoarjo merupakan kabupaten
penyangga ibu kota Jawa Timur. Sektor industri Sidoarjoberkembang sangat pesat
karena salah satu lokasi pusat bisnis di Indonesia adalah Kota Surabaya, dimana
kota tersebut lokasinya berdekatan dengan Sidoarjo. Selain itu juga menjadi
penyongkong roda perekonomian di Jawa Timur. Kabupaten yang disebut
pinggiran Kota Surabaya ini juga tidak kalah dalam menyediakan layanan
transportasi umum seperti Surabaya, Sidoarjo memiliki bus Trans Sidoarjo yang
akan berhenti di setiap halte yang telah disediakan pemerintah.
4
Tomas Frejka, “Childlessness in the United States,” Demographic Research Monographs,
no. November 2016 (2017): 159–79, https://doi.org/10.1007/978-3-319-44667-7_8, h. 1.
5
Miwa Patnani, Bagus Takwin, dan Winarini Wilman Mansoer, “Bahagia tanpa anak? Arti
penting anak bagi involuntary childless,” Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan 9, no. 1(2021): 117,
https://doi.org/10.22219/jipt.v9i1.14260, h. 118.
4
perempuan yang berpendidikan tinggi dan sukses di dunia karir. Memiliki karir yang
bagus tidak hanya cita-cita laki-laki. Perempuan pun tidak ingin ketinggalan dan
terus ingin menunjukkan eksistensinya. Tak sedikitperempuan yang ingin menjadi
wanita karir dan mengesampingkan kodratnya yang cepet atau lambat akan bergelar
sebagai ibu. Bahkan ada juga yang rela tidak ingin menjadi ibu demi sebuah karir.
Artinya Childfree menjadi salah satu pilihan untuk eksis diranah publik tanpa
terhambat oleh keberadaan anak. Meskipun memiliki anak adalah sesuatu yang
diidam-idamkan dalam sebuah pernikahan pada umumnya. Baik dari pasangan
sendiri maupun keluarga besar. Biasanya mereka memutuskan untuk Childfree
sementara hingga apa yang menjadi keinginanya telah tercapai dan terpenuhi,
misalnya memutuskan Childfree sementara hingga lulus kuliah.6
Perempuan bebas menentukan pilihan hidupnya walaupun sudah berstatus
sebagai istri. Keinginan untuk Childfree patut disuarakan karena ketika memiliki
anak perempuanlah yang paling berperan. Dalam dunia pernikahan hak untuk
menyuarakan pendapat dan menentukan jalan hidup masih dimiliki perempuan.
Sebagian dari mereka telah berani mengambil keputusan Childfree dalam
pernikahan. Banyak faktor yang melatarelakangi perempuan berstatus istri memilih
untuk Childfree. Perempuan yang Childfree memiliki pola pikir yang berbeda
dengan perempuan pada umumnya. Bagi sebagian orang berpendapat bahwa
menjadi ibu artinya menjadi perempuan seutuhnya. Dengan adanya realitas
tersebut, peneliti pun tertarik untuk menelititentang Childfree yang sering dijumpai
di dunia termasuk Indonesia. Banyaknya jumlah perempuan dibandingkan laki-laki
dan semakin memburukanya akses ruang publik terhadap wanita semakin
meningkatkan jumlah wanita berprestasi dan sukses. Sehingga merubah pola
pikirnya terhadapkehadiran anak dalam keluarga. Atas dasar itulah maka penulis
memutuskan untuk membuat skripsi yang berjudul tentang; Tinjauan Maqashid
Syariah terkait Childfree (Tanpa Anak atau Bebas Anak).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah.
6
Frejka, “Childlessness in the United States”, h. 1.
5
Agar penelitian ini tidak meluas dan lebih terarah dengan jelas maka,
penulis membatasi masalah yang dibahas mengingat keterbatasan waktu dalam
proses penyusunan agar pembahasan tidak meluas dan menyimpang dari
permasalahan yang ada. Karena itu, penulis memfokuskan penelitian ini pada
Tinjauan Maqashid Syariah terkait Childfree (Tanpa Anak atau Bebas Anak).
Atas adanya pemahaman ini menjadi sebuah pro dan kontra ditengah
Masyarakat alasan kenapa beberapa orang menjalani ChildFree.
2. Perumusan Masalah
Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut :
a. Bagaimana konstruksi sosial memandang Childfree sebagai suatu pilihan
hidup dalam pernikahan ?
b. Bagaimana Maqashid Syariah menanggapi terkait Childfree ?
7
Djubaedah, Neng, 2010, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Dicatat Menurut
HukumTertulis di Indonesia dan Hukum Islam, Sinar Grafika, Jakarta.
8
Bachtiar, A. (2004). Menikahlah, Maka Engkau Akan Bahagia. Yogyakarta : Saujana
9
Sanjaya Yasin, Pengertian Perkawinan Makalah, Masalah, Tujuan, Definisi, Perkawinan
Menurut ParaAhli, 25 Maret 2017.
9
فقد قال ابن عباس العزل هو الوأد األصغر فإن املمنوع وجوده به هو املوءودة الصغرى
“Azl adalah kelahiran terkecil, karena mencegah wujudnya janin yang
melahirkan si buah hati”.
Azl adalah salah satu metode kontrasepsi tertua di dunia sebagai cara
efektif untuk mencegah kehamilan. Ini juga sudah masyhur di zaman
Rasulullah saw yang dipraktekkan sebahagian sahabat dan kaum muslimin
pada masa itu. Ini dilakukan sebagai tindakan kontraseptif mencegah
kehamilan. Sementara pada masa itu al- Qur‟an masih diwahyukan dan tidak
ada nash ayat yang melarangnya. Demikian juga dengan Rasulullah saw pun
tidak melarang mereka dari melakukan azl. Sebagaimana hadis Rasulullah saw
dari sahabat Jabir ra yang diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sunannya. 10
10
La Ode Ismail Ahmad,2010. ‘Azl (Coitus Interruptus) Dalam Pandangan Fukaha, Jurnal
Hukum Diktum, STAIN Pare-Pare,vol.8,no.1.h.1
11
Sulaiman bin Al-Asy’ats. Abu Daud, Sunan Abu Daud. Bab ‘Azl. Juz VI.Mauqi’
AlIslam.no.1.858.h.80
10
menghendaki karena dengan begitu hanya akan masuk sekedarnya saja. Atas
dasar itulah kemudian ia melakukan „azl. Kemudian ia mendatangi
Rasulullah saw dan berkata : Sungguh jariah itu telah hamil, maka Rasulullah
saw pun berkata : “Aku telah beritahu kamu bahwa sanya sperma akan masuk
sekedarnya (ke rahimnya) dan akan membuahi”
3. Childfree
disiapkan tidak sedikit. Mulai dari segala keperluan anak, biaya pendidikan
dan asuransi kesehatannya. Sedangkan masyarakat kontemporer masih
meyakini dan melekat dengan stigma banyak anak banyak rezeki sehingga
memiliki anak bukanlah suatu masalah besar meskipun tidak didukung
dengan finansial yang baik. Selain itu kekhawatiran atas tumbuh kembang
anak juga menjadi pertimbangan besar karena memiliki anak juga harus siap
membimbing dan mendidik serta memberi pendidikan yang terbaik supaya
anak tumbuh menjadi manusia yang berkualitas.12
Seseorang yang tidak memiliki anak karena pilihannya sendiri
memiliki cara pandang yang berbeda dibandingkan dengan orang yang tidak
memiliki anak karena faktor lain seperti masalah kesehatan dan kesuburan.
Involuntary childless yang memandang anak secara positif memiliki
keyakinan bahwa kehadiran anak membawa dampak positif, sehingga kondisi
tidak memiliki anak dianggap sebagai hal yang mengecewakan, begitu pula
sebaliknya jika anak dilihat secara negatif maka kehadiran anak dianggap
sebagai beban sehingga ketika dalam perkawinannya tidak memiliki anak,
pasangan ini justru menganggap sebagai hal yang menguntungkan. Hal ini
tidak terlepas dari adanya perubahan cara pandang terhadap perkawinan dari
yang bersifat institusional menjadi perkawinan yang bersifat individual
(Lamanna & Riedmann, 2012).8
4. Maqashid Syariah
Maqashid al-syariah secara etimologi (bahasa) terdiri dari dua kata,
yakni maqashid dan syariah. Maqashid, adalah bentuk jamak dari maqhsud,
yang berarti “kesengajaan atau tujuan”. Syariah, secara bahasa berarti “jalan
menuju air” yang mengandung konotasi keselamatan. Inti dari Maqãshid
Syari’ah ini adalah penetapan hukum Islam harus bermuara kepada
kemaslahatan. Kemaslahatan yang menjadi tujuan syari’at harus mampu
12
Francesca Fiori, Francesca Rinesi, and Elspeth Graham,“Choosing to Remain Childless?
A Comparative Study of Fertility Intentions Among Women and Men in Italy and
Britain,”European Journal of Population 33, no.3 (2017): 319–50, https://doi.org/10.1007/s10680-
016-9404-2.
12
untuk melakukan penjagaan terhadap lima hal, yaitu addien (agama), nafs
(jiwa), alaql(akal), nasl (keturunan) dan maal (harta).13
Maqashid berasal dari bahasa Arab maqashid yang merupakan
bentuk jamak dari kata maqsad, yang merupakan bentuk dari masdar mimi.
Maqshid secara bahasa memiliki beberapa pengertian: pertama, pegangan;
mendatangkan sesuatu, kedua, jalan yang lurus, ketiga, keadilan;
keseimbangan, keempat, pecahan. Bagi sejumlah teoretikus hukum Islam,
maqashid adalah pernyataan alternatif untuk masalih atau
kemaslahatankemaslahatan.Maqashid al-Syari’ (qashid al-Syari’) adalah
maksud dan tujuan Allah menurunkan aturan syari’at seperti terkandung di
dalam firmannya.14
Sedangkan Syariah secara etimologi berarti jalan menuju sumber air,
jalan menuju sumber air dapat juga diartikan berjalan menuju sumber
kehidupan. Orang arab dahulu menggunakan kata ini untuk menunjukkan
suatu jalan ke tempat memperoleh air minum yang secara permanen, syariat
berarti suatu jalan yang jelas untuk diikuti.15
Maqashid al-syariah adalah hikmah-hikmah, rahasia-rahasia dan
target umum yang ingin dicapai oleh agama lewat berbagai perangkat-
perangkat hukumnya yang terkandung dalam teks-teks suci Allah. Di sisi lain,
maqashid syariah bisa dimaknai sebagai pesan-pesan subtantif yang
ditangkap dari hukum-hukum syariah yang bertebaran diberbagai teks-teks
suci Syariah baik al-Qur’an maupun hadis. Karena itu pula maqaashid syariah
sering diartikulasikan sebagai universalitas Islam dan dimaknai ajaran Islam
yang tidak bisa diabaikan dalam kondisi bagaimanapun misalnya ajaran
keadilan, persamaan (equality), kebebasan (freedom) ajaran kerahmatan dan
13
Miwa Patnani, Bagus Takwin, and Winarini Wilman Mansoer, “Bahagia Tanpa Anak?
Arti PentingAnak Bagi Involuntary Childless,” Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan 9, no. 1 (2021):
117, https://doi.org/10.22219/jipt.v9i1.14260.
14
Nasrullah Yahya, Maqashid Al-Syari’ah Ibnu Asyur, (Aceh Utara: CV. Sefa Bumi
Persanda, 2014), hlm. 40
15
Al Yasa’ Abu Bakar, Metode Istislahiah Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dalam Ushul
Fiqh, (Jakarta:Prenadamedia Group, 2016), h.78
13
kemashlatan.16
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library
research). Penelitian kepustakaan (library research) adalah suatu penelitian
yang dilakukan di ruang perpustakaan untuk menghimpun dan menganalisis
data yang bersumber dari perpustakaan, baik berupa buku-buku seperti
periodikal-periodikal, seperti artikel ilmiah yang diterbitkan secara berkala,
kisah-kisah sejarah, dokumen-dokumen, dan materi perpustakaan lainnya yang
dapat dijadikan sumber rujukan untuk menyusun suatu laporan ilmiah13 Adapun
yang menjadikan obyek penelitian ini adalah tentang Tinjauan Maqashid
Syariah terkait Childfree (Tanpa Anak atau Bebas Anak)
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat
digunakan untuk mengumpulkan data. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu; Metode kualitatif metode yang digunakan untuk
mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna.
Makna adalah data yang sebenarnya data yang pasti yang merupakan suatu
nilai di balik data yang tampak. Adapun pengumpulan data pada skripsi ini
sebagaiberikut diantaranya :
a. Data yang dibutuhkan atau diperlukan
Penelitian ini data yang diperlukan adalah data tentang Materi dari
beberapa ulama terkait Maqaashid Syariah dan materi terkait Childfree
dari beberapa tokoh agar dapat dianalisis dari keduanya terkait kepastian
Hukum dari adanya Child Free.
b. Sumber Data
Sumber data yang diperlukan pada skripsi ini adalah :
1) Data primer: data primer ini sebuah karya tulis baik berupa skripsi,
16
Jasser Auda, Membumikan Hukum Islam Melalui Maqasid Syariah (terj. Rosidin dan Ali
Abd el- Mun.im) (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2015), h. 32
14
17
Hasan Sayyid Hamid Khitab, Maqâsidun Nikâh wa Atsarihâ Dirâsatan Fiqhiyyatan
Muqâranatan (Madinah, 2009), h. 9.
18
Abu Isa Al-Tirmidzi, al-Jami’ al-Kabir, ed. oleh Basyar Awaad Ma’ruf, 1 ed., vol. 2
(Beirut: Dar al Garb al Islamy, 1996), h. 345.
16
17
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
Menurut hukum Islam yang dimaksud dengan perkawinan ialah akad yang
menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta bertolong-
tolongan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang antara keduanya
bukan muhrim. “Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal, untuk itu suami isteri perlu salingmembantu dan melengkapi, agar
masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan
mencapai kesejahteraan spiritual dan materil”.
Perkawinan harus dilandasi rasa saling cinta dan kasih sayang antara
suami dan istri, senantiasa diharapkan berjalan dengan baik, kekal dan abadiyang
didasarkan kepada keTuhanan Yang Maha Esa. Seperti yang dirumuskan dalam
Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Oleh karena itu
perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian,
sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani tetapi unsur
bathin juga mempunyai peranan yang penting.19
Perkawinan dalam istilah agama islam disebut dengan nikah ialah suatu
akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang lakilaki dengan
seorang perempuan yang menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah
pihak dengan dasar sukarela dan kerelaan kedua belah pihak, untuk mewujudkan
suatu kebahagiaan hidup yang diliput rasa kasih sayangdan ketentraman dengan
cara yang diridhoi oleh Allah SWT. Pengertian perkawinan menurut islam yang
di kutip M. Idris Ramulyo mengatakan bahwa : “Perkawinan menurut islam
ialah suatu perjanjian yang suci kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah
antaraseorang laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang
kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi, aman tentram dan kekal”.
Abu Yahya Zakariya Al-Anshary, memberikan arti nikah menurut istilah
syara ialah aqad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan
19
Mardani, Hukum Perkawinan Islam: di Dunia Islam Modern, (Yokyakarta: Graha Ilmu,
2011), h. 4
18
20
Abu Yahya Zakariya Al-Anshary, Fath Al-Wahab (Singapura : Sulaiman Mar’iy, t.t), h.
30
21
Chuzaimah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam
Kontemporer, BukuPertama (Jakarta : LSIK, 1994), h. 53
22
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam Dan Undang-Undang Perkawinan (Undang-
Undang Nomor 1Tahun 1997, Tentang Perkawinan), (Yogyakarta, 1986), h. 8
19
23
Abd. Shomad, Hukum Islam, Jakarta: Kencana, cetakan 2, 2012), hal 86
20
24
Trusto Subekti, Bahan Pembelajaran Hukum Keluarga dan Perkawinan, (Fak Hukum
UnsoedPurwokerto), 2005, h. 17
25
Ahmad Hasan, The Early Development of Islamic Jurisprudence (Islamabad: Islamic
Research Instute,1970), hal. 24
21
26
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, Cetakan 4, 2010), h. 14
27
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang, (Liberty Yogyakarta, 1982),
h. 12
28
Muhammad Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, ed. oleh Ahmad Al-Barduni
danIbrahim Atfisy, 3 ed., vol. 14 (Kairo: Darul Kutub al-Mishriyyah, 1964), h. 17.
22
29
Djoko Prakoso dan Ketut Murtika, Asas-asas Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta:
Bina Aksara, 1987), h. 20
23
3. Tujuan Perkawinan
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, tujuan perkawinan
adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan tersebutdapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Membentuk keluarga (rumah tangga)
a. Keluarga
Konsep keluarga menunjuk pada suatu pengertian sebagai suatu kesatuan
kemasyarakatan yang terkecil yang organisasinya didasarkan atas
perkawinan yang sah, idealnya terdiri dari bapak, ibu dan anak- anaknya.
Akan tetapi tanpa adanya anakpun keluarga sudah ada atau sudah terbentuk,
adanya anak-anak menjadikan keluarga itu ideal, lengkap, atau sempurna.32
b. Rumah Tangga
Konsep rumah tangga dituliskan didalam kurung setelah istilah keluarga,
30
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia,
(Sinar Grafika, Jakarta, 2006), h. 186
31
Abu Yahya Zakariya Al-Anshary, Fath Al-Wahab (Singapura : Sulaiman Mar’iy, t.t), h.
30
32
Chuzaimah Tahido Yanggo dan Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam
Kontemporer, BukuPertama (Jakarta : LSIK, 1994), h. 53
24
33
Lili Rasjidi, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia., (Bandung
: Alumni, 1982), h. 3
34
Trusto Subekti, Bahan Pembelajaran Hukum Keluarga dan Perkawinan, (Fak Hukum
UnsoedPurwokerto), 2005, h. 24
25
Kompilasi Hukum Islam (Inpres No. 1 Tahun 1991) dalam Pasal 3 menyebutkan
bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawadah dan rahmah.Ny. Soemiyati dalam bukunya menyebutkan bahwa:
tujuan perkawinan dalam Islam adalah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat
kemanusiaan, berhubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka
mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan dasar cinta dan kasih sayang,
untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan mengikti
ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh syariah.35
Rumusan tujuan perkawinan diatas dapat diperinci sebagai berikut :
1) Menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat
kemanusiaan
2) Mewujudkan suatu keluarga dengan dasar cinta kasih
3) Memperoleh keturunan yang sah.
Filosof Islam Imam Ghazali membagi tujuan dan faedah perkawinankepada
lima hal, yaitu seperti berikut :
a) Memperoleh keturunan yang sah yang akan melangsungkanketurunan serta
memperkembangkan suku-suku bangsa manusia
b) Memenuhi tututan naluriah hidup kemanusiaan
c) Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan
d) Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama dari
masyarakat yang besar diatas dasar kecintaan dan rasa kasih sayang
e) Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan yang
halal, dan memperbesar tanggung jawab30
Setiap manusia dalam melakukan sesuatu hal perbuatan hukum tentunya
memiliki tujuan. Berangkat dari konsep “mengambil manfaat dan menolak
kemudaratan untuk memelihara tujuan-tujuan syarak, meskipun bertentangan
dengan tujuan-tujuan manusia” bahwa tujuan dari perkawinan adalah
35
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang, (Liberty Yogyakarta, 1982),
h. 19
26
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri perlu
saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual. Perkawinan
juga bertujuan untuk memenuhi tuntutan naluriah hidup manusia, berhubungan
antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan
keluarga sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya dengan tujuan menciptakan rasa
tentram dan saling kasih sayang diantara suami dan isteri serta dari sunnah Rasul
yang menyatakan, nikah adalahsebagian dari sunnahku (Hadis).36
Tujuan perkawinan dalam Islam selain untuk memenuhi kebutuhan
hidup jasmani dan rohani manusia, juga sekaligus untu membentuk keluarga
dan memelihara serta meneruskan keturunan dalam menjadikan hidupnya
didunia ini, juga mencegah perzinahan, agar tercipta ketenangan dalam
ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan, ketentraman keluarga dan
masyarakat. Berbicara mengenai tujuan memang merupakan hal yang tidak
mudah, karena masing-masing individu akan mempunyai tujuan yang mungkin
berbeda satu sama lain. Namun mencapai tujuan perkawinan dapat membuat
sebuah perkawinan lebih bahagia. Pendapat-pendapat para ahli di atas
mengenai tujuan perkawinan secara keseluruhan sesuai dengan isyarat al-
Qur’an dalam membicarakan sebuah perkawinan. Pada dasarnya seluruh
tujuan dari perkawinan di atas bermuara pada satu tujuan untuk membina rasa
cinta dan kasih sayang antara pasangan suami isteri sehingga terwujud
ketentramandalam keluarga, al-Qur’an menyebutnya dengan konsep sakinah,
mawadah, wa rahmah, sebagaimana disebutkan dalam surat ar-Rum ayat 21
yang berbunyi :
اجا لِّتَ ْس ُكنُ ْوٖا اِلَْي َها َو َج َع َل بَْي نَ ُك ْم َّم َوَّد ًة ِ ِ ِ
ً َوم ْن اّٰ ّٰيتهٖٖ اَ ْن َخلَ َق لَ ُك ْم ِّم ْن اَنْ ُفس ُك ْم اَْزَو
ت لَِّق ْوٍم يَّتَ َف َّك ُرْو َن
ٍ ك َ َّٰل ّٰي ِ ِ
َ َّوَر َْحَ ًة ٖا َّن ِ ْف ّٰذل
36
Taufiqurrohman Syahuri, Legislasi Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Kencana
Prenada MediaGroup, Cetakan 1, 2019), h. 68
27
37
Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Perbandigan
Fiqh danHukum Positif, (Yogyakarta : Teras,2011), hlm. 39.
38
Ibnu Munzhir, Lisan al-Arab, 3 ed., vol. 11 (Beirut: Dar al-Shadir, 1414 H), h.,660.
28
39
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an
(Tangerang: Lentera Hati, 2005), vol. 11, h. 36; Shihab, Perempuan, h. 154-155.
40
Djoko Prakoso dan Ketut Murtika, Asas-asas Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta:
Bina Aksara, 1987), h. 34
29
41
Abdul Thalib, Hukum Keluarga Dan Perikatan, (Pekanbaru, 2007), h.11
42
Hasan Sayyid Hamid Khitab, Maqâsidun Nikâh wa Atsarihâ Dirâsatan Fiqhiyyatan
Muqâranatan (Madinah, 2009), h. 9.
30
43
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia,
(Sinar Grafika, Jakarta, 2006), h. 185
44
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia,
(Sinar Grafika, Jakarta, 2006), h. 186
31
45
Al-Jazairi, Al-Fiqh ’ala al-Mazahib al-Arba’ah, h. 740- 741.
46
Muhammad sayyid sabiq, Fiqih Sunnah.2009 M/1430 H. Bab Zawaj.Cet.XXI;Kairo:
Darul Fathil ‘ilam Al‘arabiy.h.125
47
Al-Khin dan Al-Bugha, al-Fiqh al-Manhaji, h. 15
32
فقد قال ابن عباس العزل هو الوأد األصغر فإن املمنوع وجوده به هو املوءودة الصغرى
“Azl adalah kelahiran terkecil, karena mencegah wujudnya janin yang
melahirkan si buah hati”.
Azl adalah salah satu metode kontrasepsi tertua di dunia sebagai cara
efektif untuk mencegah kehamilan. Ini juga sudah masyhur di zaman
Rasulullah saw yang dipraktekkan sebahagian sahabat dan kaum muslimin
pada masa itu. Ini dilakukan sebagai tindakan kontraseptif mencegah
kehamilan. Sementara pada masa itu al- Qur‟an masih diwahyukan dan tidak
ada nash ayat yang melarangnya. Demikian juga dengan Rasulullah saw pun
tidak melarang mereka dari melakukan azl. Sebagaimana hadis Rasulullah saw
dari sahabat Jabir ra yang diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sunannya. 48
“Dari sahabat Jabir, berkata : “Salah seorang dari kalangan Anshar datang
menemui Rasulullah saw lalu ia berkata : Sungguh aku memiliki jariah sedang
aku sendiri menggaulinya, akan tetapi aku tidak mengginginkannya hamil.
Kemudian Rasulullah saw memerintahkan lakukanlah azl jika engkau
menghendaki karena dengan begitu hanya akan masuk sekedarnya saja. Atas
dasar itulah kemudian ia melakukan „azl. Kemudian ia mendatangi Rasulullah
saw dan berkata : Sungguh jariah itu telah hamil, maka Rasulullah saw pun
berkata : “Aku telah beritahu kamu bahwa sanya sperma akan masuk
sekedarnya (ke rahimnya) dan akan membuahi”
Azl merupakan salah satu alat kontrasepsi alami yang dikenal pada
zaman Rasulullah saw. Dan di masa sekarang ini, masih terdapat sebahagian
48
La Ode Ismail Ahmad,2010. ‘Azl (Coitus Interruptus) Dalam Pandangan Fukaha, Jurnal
Hukum Diktum, STAIN Pare-Pare,vol.8,no.1.h.1
49
Sulaiman bin Al-Asy’ats. Abu Daud, Sunan Abu Daud. Bab ‘Azl. Juz VI.Mauqi’
AlIslam.no.1.858.h.80
33
ش الَّ ِذيْ َن لَ ْو تََرُك ْوا ِم ْن َخ ْل ِف ِه ْم ذُِّريًَّة ِض ّٰع ًفا َخافُ ْوا َعلَْي ِه ْمٖ فَ ْليَتَّ ُقوا ّٰالل َه َولْيَ ُق ْولُْوا قَ ْوًَل َس ِديْ ًدا
َ َولْيَ ْخ
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar”
و ََ ْاعلَ ُم ْوٖا اَََّّنَاٖ اَْم َوالُ ُك ْم َواَْوََل ُد ُك ْم فِْت نَةٌ ٖ َّواَ َّن ّٰالل َه ِعْن َدهٖٖ اَ ْجٌر َع ِظْي ٌم
“Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan
dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.”
50
Abd al-Ra’uf bin Taj al-Arifin Al-Munawi, Fayd al-Qadir Syarh al-Jami’ al-Shagir, 1
ed., vol. 3 (Mesir: al-Maktabah al-Tijariyah al-Kubra, 1356), h. 242.
34
terdidik dengan baik secara agama dan pengetahuan umum. Karena tidak ada
nash sharih yang melarang azl, maka hukum azl harus dikembalikan kepada
kaidah Islam, sebagaimana dalam qaidah fiqhiyah yang mengatakan:51
52 ُّ َاحةُ َح ََّّت ي
دل الدليل على ترميها ِْ األصل ف األَ ْشيَ ِاء َواألَفْ َع ِال
َ َاْلب ُْ
“Pada dasarnya segala sesuatu perbuatan itu boleh, kecuali ada dalil yang
menunjukkan keharamannya”.
51
M. Quraish Shihab, Perempuan, ed. oleh Qamarudin SF (Tangerang Selatan: Lentera
Hati, 2018), h. 137-145.
Mahmud Syaltut, Al-Fatawa : Dirasah al-Musykilaat al-Muslim al-Mu’ashir fii Hayatih
52
“dari Jabir ia berkata, “Kami pernah malakukan azl pada masa Rasulullah saw,
sementara al-Qur’an masih turun kemudian hal itu disampaikan kepada
Rasulullah saw, namun beliau tidak melarang kami”.54
Adapun dalil-dalil yang melarang azl dari nash al-Qur’an tentang larangan
membunuh anak-anak karena takut miskin Q.S al-Isra‟/17: 31
َوََل تَ ْقتُلُ ْوٖا اَْوََل َد ُك ْم َخ ْشيَ َة اِ ْم ََل ٍقٖ ََْن ُن نَ ْرُزقُ ُه ْم َواِيَّا ُك ْمٖ اِ َّن قَ ْت لَ ُه ْم َكا َن ِخطًْا َكبِْي ًرا
Dan dari hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan Muslim tentang hadis ghilah
“Dari Judamah bin Wahab saudara Ukasyah bahwasanya ia berkata: Saya hadir
bersama Rasulullah saw dalam sebuah kelompok dan ia berkata: Saya hampir
melarang al-ghailah, tetapi kemudian saya mempertimbangkan orang Roma dan
Persia, dan mendapatkan perempuanperempuan mereka biasa menyusui anak-
anak mereka dalam keadaan hamil tanpa akibat buruk. Kemudian mereka
bertanya kepada beliau tentang azl lalu beliau bersabda, azl itu adalah
pembunuhan anak secara tersembunyi”.
Dan riwayat yang lain dari sahabat Abu Said al- Khudri
صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َع ْن الْ َع ْزِل فَ َق َال َل َعلَْي ُك ْم أَ ْن ََل تَ ْف َعلُوا ِ ٍ ِِأِب سع
ُّ َِّاْلُ ْد ِري قَ َال ُسئ َل الن
َ َّيِب ْ يد َ
56
َذا ُك ْم فَِإََّّنَا ُه َو الْ َق َد ُر
Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari, Sahih Al-Bukhari, vol. 7 (Mesir: Dar al-Thuq al-
54
Najah, 1422), h. 4.
55
Abu Husain Muslim ibn Hajjaj.Shahih Muslim.Bab: Dibolehkannya ghailah Juz VII.
Mauqi’ al-Islam. No.2613.h.324
56
Abu Husain Muslim ibn Hajjaj.Shahih Muslim.Bab: Hukum ‘azl. Juz V. Mauqi’ al-Islam.
No.2602.h.311
36
“Dari Abu Said al-Khudri, dia berkata; Nabi saw pernah ditanya mengenai
azl, beliau bersabda: “Tidak ada mudharat jika kalian tidak melakukan azl,
karena sesungguhnya hal itu hanyalah berkenaan dengan takdir Allah
swt”.
Hadis ini menerangkan bahwa melakukan azl dan tidak melakukannya,
kehamilan itu akan tetap terjadi jika Allah swt telah menakdirkannya.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama
kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri
kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian. 57
Kedua, khawatir akan terjadinya bahaya pada urusan dunia yang bisa mempersulit
beribadah dan dalam menyelesaikan studi atau pendidikan (menuntut ilmu),
sehingga mengakibatkan terbengkalainya urusan tersebut karena tersibukkan dalam
pemenuhan kebutuhan anak-anaknya. Sementara Allah swt menginginkan
57
Kementerian Agama RI.2015.Al-Qur’an dan terjemahnya.Depok:Adhwaul Bayan.h 83
37
Ketiga, keharusan melakukan azl karena khawatir dengan keadaan perempuan pada
saat menyusui jika hamil dan melahirkan kembali. Rasulullah saw menamakan
bersetubuh saat perempuan masih dalam keadaan menyusui dengan ghilah, karena
kehamilan itu dapat merusak air susu dan melemahkan kondisi anak.
Dinamakannya ghilah atau ghalil, karena merupakan suatu bentuk kriminalitas
yang sangat rahasia terhadap anak yang sedang menyusui. Oleh karenanya,
perbuatan ini dapat diserupakan dengan pembunuhan tersembunyi. Rasulullah saw
senantiasa berusaha menginginkan kebaikan kepada umatnya dengan
memerintahkan kepada mereka agar berbuat apa yang kiranya mendatangkan
maslahat dan melarang dari apa yang kiranya akan memunculkan bahaya. Diantara
Rasulullah saw bersabda:
“Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Muhammad bin Abdurrahman bin
Naufal berkata; telah mengabarkan kepadaku Urwah bin az Zubair dari Aisyah
Ummul Mukminin, dari Judamah binti Wahab al Asadiyah, ia mengabarkan
kepadanya, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sungguh, aku
pernah berkeinginan untuk melarang kalian dari ghilah, sehingga aku mengingat
58
Kementerian Agama RI.2015. Al-Qur’an dan terjemahnya.Depok:Adhwaul Bayan.h. 28
38
bahwa orang-orang Romawi dan Persia juga melakukannya, dan hal itu tidak
membahayakan anak-anak mereka.” Malik berkata: “Ghilah adalah suami yang
menyetubuh istrinya, padahal istrinya masih menyusui”. Mengenai azl telah
diungkapkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan.59
Ada empat pendapat para ulama antara membolehkan dan memakruhkan tentang
azl diantaranya: 61
فإن عزل فقد اختلف العلماء ف إباحته وكراهته على أربع مذاهب
59
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia,
(Sinar Grafika, Jakarta, 2006), h. 190
60
Jenny Mandang,dkk. 2016.Kesehatan Reproduksi dan Pelayanan Keluarga Berencana,
Bogor: In Media.h.201
61
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuhu, vol. 9 (Damaskus: Dar al Fikr,
1433), h. 6515-6516.
39
، بشرط إذهنا، أنه جيوز العزل عن الزوجة: وَل خَلف بني العلماء ما عدا ابن حزم الظاهري
فلم ينهنا، فبلغه ذلك، ( كنا نعزل على عهد رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم:بدليل قول جابر
( أن النَّيِب صلى اهلل عليه وسلم هنى:) ودليل اشرتاط اْلذن مارواه أَحد وابن ماجه عن عمر
62
. إَل بإذهنا،عن أن يعزل عن احلرة
"Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama, kecuali Ibnu Hazm Al-
Dhaheri: bahwa istri boleh dilenyapkan, asalkan dia memberikan izinnya,
sebagaimana dibuktikan dengan kata-kata Jabir: (Dulu kami berpisah pada
masa Utusan Allah, semoga doa dan damai Allah besertanya, dan dia diberitahu
tentang itu, tetapi dia tidak melarang kami) dan bukti syarat izin diriwayatkan
oleh Ahmad dan Ibnu Majah pada otoritas Umar : (Nabi, semoga doa dan damai
Allah besertanya, melarang dipisahkan dari wanita bebas, kecuali dengan
izinnya"
إَل أن الشافعية واحلنابلة وقوماً من الصحابة قالوا بكراهة العزل؛ ألن الرسول صلى اهلل عليه
63
فحمل النهي على كراهة التنزيه،وسلم ف حديث مسلم عن عائشة َساه الوأد اْلفي
وأجاز الغزايل العزل ألسباب منها كثرة األوَلد وبناء عليه جيوز استعمال موانع احلمل احلديثة
وصَلحية كاحلبوب وغْيها، دون أن يرتتب عليه استئصال إمكان احلمل،لفرتة مؤقتة
وَلجيوز، جيوز استعمال الدواء ملنع احلبل ف وقت دون وقت كالعزل: قال الزركشي،اْلجناب
64
.التداوي ملنع احلبل بالكلية
62
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulumiddîn, (Jedah, Darul Minhaj, juz III, 1432), h.,205
63
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuhu, vol. 9 (Damaskus: Dar al Fikr,
1433), h. 6515-6516.
64
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulumiddîn, (Jedah, Darul Minhaj, juz III, 1432), h.,207
40
Imam Ghazali Membolehkan Azl karena alasan jumlah anak yang banyak, dan
hal tersebut diperbolehkan menggunakan alat kontrasepsi modern seperti pil
dan lainnya untuk jangka waktu sementara, tanpa konsekuensi menghilangkan
kemungkinan kehamilan, dan validitas prokreasi. Imam Zarkashi Berkomentar
bahwa boleh menggunakan obat untuk mencegah kehamilan pada waktu yang
tidak tentu, seperti Azl, dan tidak diperbolehkan menggunakan obat untuk
mencegah kehamilan sama sekali.
إن قلت فإن مل يكن العزل مكروهاً من حيث أنه دفع لوجود الولد فَل يبعد أن يكره ألجل
النية الباعثة عليه فأقول النيات الباعثة على العزل مخس
Azl itu dibolehkan karena alasan menolak kehadiran anak, maka hal tersebut
tidak jauh dari niat seseorang untuk melakukannya, kecuali berniat merusak
janin yang mengandung beberapa ketidakmurnian syirik yang tersembunyi,
Adapun niat Azl menurut Imam Ghozali ada 5 :65
األوَل ف السراري وهو حفظ امللك عن اَلَلك باستحقاق العتاق وقصد استبقاء امللك برتك
اْلعتاق ودفع أسبابه ليس مبنهي عنه
Yang pertama adalah selir, yaitu untuk melindungi raja dari kematian
dengan pantas mendapatkan pembebasan, dan berniat untuk mempertahankan
raja dengan meninggalkan pembebasan dan menolak penyebabnya tidak
dilarang.
65
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulumiddîn, (Jedah, Darul Minhaj, juz III, 1432), h.,208
41
“Yang ketiga adalah takut karena rasa malu yang berlebih karena
banyaknya anak-anak, dan menjaga agar tidak perlu bekerja keras untuk
menafkahi kebutuhan anak Sehingga terdapat hal yang tidak baik Ini juga tidak
dilarang, karena tidak adanya kesulitan adalah bantuan untuk agama Rahmat
kesempurnaan dan kebajikan ada dalam kepercayaan dan kepercayaan pada
jaminan Allah Swt berfirman,: Dan tidak ada hewan di bumi kecuali rezeki
Allah” Tidak ada kejahatan yang gagal mencapai puncak kesempurnaan dan
meninggalkan yang terbaik, tetapi melihat konsekuensinya dan menjaga uang
dan menyimpannya meskipun bertentangan dengan kepercayaan, kami tidak
mengatakan bahwa itu dilarang”.66
الرابعة اْلوف من األوَلد اْلناث ملا يعتقد ف تزوجيهن من املعرة كما كانت من عادة العرب
ف قتلهم اْلناث فهذه نية فاسدة لو ترك بسببها أصل النكاح أو أصل الوقاع أُث هبا َل برتك
النكاح والوطء فكذا ف العزل والفساد ف اعتقاد املعرة ف سنة رسول اهلل صلى اهلل عليه
وسلم أشد وينزل منزلة امرأة تركت النكاح استنكافاً من أن يعلوها رجل فكانت تتشبه
بالرجال وَل ترجع الكراهة إَل عني ترك النكاح
66
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulumiddîn, (Jedah, Darul Minhaj, juz III, 1432), h.,207
42
اْلامسة أن متتنع املرأة لتعززها ومبالغتها ف النظافة والتحرز من الطلق والنفاس والرضاع وكان
ذلك عادة نساء اْلوارج ملبالغتهن ف استعمال املياه حَّت كن يقضني صلوات أيام احليض وَل
يدخلن اْلَلء إَل عراة فهذه بدعة ختالف السنة فهي نية فاسدة واستأذنت واحدة منهن على
عائشة رضي اهلل عنها ملا قدمت البصرة فلم تأذن َلا فيكون القصد هو الفاسد دون منع
الوَلدة
C. Maqashid Syariah
1. Esensi Maqashid Syariah
67
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulumiddîn, (Jedah, Darul Minhaj, juz III, 1432), h.,209
43
68
Moh. Toruquddin, Teori Maqashid Syariah Perspektif Al-Syatibi (Jurnal Syariah dan
Hukum, Volume6 Nomor 1, Juni 2014), h. 2
69
Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut al-Syatibi (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1996), h. 64-66
44
70
Moh. Mukri, Aplikasi Konsep Maslahah al-Gazali pada Isu-isu Hukum Islam
Kontemporer diIndonesia (Yogyakarta : Idea Press Yogyakarta, 2012), h. 3
71
Moh. Toruquddin, Teori Maqashid Syariah Perspektif Al-Syatibi (Jurnal Syariah dan
Hukum, Volume6 Nomor 1, Juni 2014), h. 33
72
Moh. Toruquddin, Teori Maqashid Syariah Perspektif Al-Syatibi (Jurnal Syariah dan
Hukum, Volume6 Nomor 1, Juni 2014), h. 4
73
Ghofar Shidiq, Teori Maqashid Al-Syariah dalam Hukum Islam (Jurnal : Sultan Agung
Vol XLIV No.118 Juni – Agustus 2009), h. 117
45
42
Ghofar Shidiq, Teori Maqashid Al-Syariah dalam Hukum Islam (Jurnal : Sultan Agung
Vol XLIV No.118 Juni – Agustus 2009), h. 123-124
46
75
Kementerian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait, al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah,
vol. 39 (Kuwait: Kementrian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait, 1427), vol. 40. h. 261.
47
76
Kuat Ismanto, Asuransi Perspektif Maqashid Asy-Syariah (Yogyakarta Pustaka Pelajar,
2016),
77
Ika Yunia dan Abdul Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam (Perspektif Maqashid
alSyariah), (Jakarta: PT. Adhitya Andrebina Agung, 2014), h. 119
78
Ika Yunia dan Abdul Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam (Perspektif Maqashid
alSyariah), (Jakarta: PT. Adhitya Andrebina Agung, 2014), h. 43-46
48
حبيث إذا فقدت، هي اليت يتوقف عليها حياة الناس الدينية والدنيوية: املصاحل الضرورية
وشاع الفساد وضاع النعيم األبدي وحل العقاب ف اآلخرة، اختلت احلياة ف الدنيا
وإذا، ورفع احلرج عنهم، هي املصاحل اليت ُيتاج إليها الناس للتيسْي عليهم: حلاجيات
ورتبتها، ولكن يلحقهم احلرج واملشقة،فقدت َل خيتل نظام حياهتم كما ف الضروريات
وقد أحيطت َجيع أنواع التشريع اْلسَلمي برفع احلرج للتخفيف عن،بعد الضروريات
الناس وتيسْي سبل احلياة
ويقصد هبا األخذ، وهي املصاحل اليت تقتضيها املروءة: التحسينات أو الكماليات
، وإذا فقدت َل خيتل نظام احلياة كما ف الضروريات، مبحاسن العادات ومكارم األخَلق
فهي، ولكن تصبح حياهتم مستقبحة ف تقدير العقَلء، وَل يناَلم احلرج كما ف احلاجيات
79
. وتوجد ف العبادات واملعامَلت والعادات والعقوبات، تأيت ف املرتبة الثالثة
a. Kemaslahatan Dharuriyah (Primer)
Konsep dharuriyah sepadan dengan konsep primer dalam tingkatan
kebutuhan manusia. Islam sangat memperhatikan kebutuhan dharuriyah
untuk mewujudkan dan juga memeliharanya. Adapun dharuriyah artinya
sesuatu yang semestinya harus ada untuk menegakkankemaslahatan, baik
agama dan dunia. Dari sudut pandang dharuriyah dalam hal muamalah
adalah memelihara keturunan dan harta, termasuk juga memelihara jiwa
dan akal.80
79
Wahbah al-Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami, )Siria : Dâr al-Fikri ,Juz I, 1406H). h., 113
80
Hasan Sayyid Hamid Khitab, Maqâsidun Nikâh wa Atsarihâ Dirâsatan Fiqhiyyatan
Muqâranatan (Madinah, 2009), h. 9.
49
81
Kuat Ismanto, Asuransi Perspektif Maqashid Asy-Syariah (Yogyakarta Pustaka Pelajar,
2016), h. 126
50
kehidupan.82
c. Kemaslahatan Tahsiniyah (Tersier)
Pengertiannya ialah melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan
menghindari yang buruk sesuai dengan apa yang telah diketahui oleh akal
sehat. Kebutuhan tahsiniyah atau juga disebut takmiliyah secara
sederhana disepadankan dengan istilah kebutuhan tersier. Makna
tahsiniyah adalah mengambil sesuatu yang lebih baik dari yang baik
menurut adat kebiasaan dan menjauhi hal-hal yang jelek yang tidak
diterima oleh akal sehat.
Dalam arti lain apa yang terhimpun dalam batasan akhlak yang mulia,
baik dalam masalah ibadah, seperti menghilangkan najis, melakukan
berbagai macam cara dalam bersuci maupun dalam adat kebiasaan seperti
adab makan dan minum. Begitu juga dalam hal mu’amalah seperti
dilarangnya jual beli najis dan dicegah membunuh orang merdeka dengan
sebab dia membunuh budak pada permasalahanbidang Jinayah.83
3. Daruriyat Al-Khams
Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa tujuan hukum Islam adalah untuk
mewujudkan kemashlahatan hamba dunia dan akhirat. Menurutnya, seluruh
hukum itu mengandung keadilan, rahmat, kemaslahatan dan hikmah, jika
keluar dari keempat nilai yang dikandungnya, maka hukum tersebut tidak dapat
dinamakan hukum Islam. Hal senada juga dikemukakan oleh al- Syatibi yang
menegaskan bahwa semua kewajiban diciptakan dalam rangkamerealisasikan
kemaslahatan hamba. Tidak satupun hukum Allah yang tidak mempunyai
tujuan. Hukum yang tidak mempunyai tujuan sama juga dengan membebankan
sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan. Dalam rangka mewujudkan
kemaslahatan dunia dan akhirat, para ulama Usul Fikih merumuskan tujuan
hukum Islam tersebut ke dalam lima misi, semua misi ini wajib dipelihara
82
Ika Yunia dan Abdul Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam (Perspektif Maqashid
alSyariah), (Jakarta: PT. Adhitya Andrebina Agung, 2014), h. 121
83
Kementerian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait, al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah al-
Kuwaitiyyah,vol. 39 (Kuwait: Kementrian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait, 1427), vol. 40. h. 261.
51
84
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.
127.
85
Muhamma Mawardi Djalaluddin, al-Maslahah al-Mursalah dan Pembaharuan Hukum
Islam, h. 95.
86
Jalaluddin Al-Suyuthi, Jam’ul Jawami’, 2 ed., vol. 2 (Kairo: Al-Azhar Al-Syarif, 2005),
h. 670
52
87
Abu Isa Al-Tirmidzi, al-Jami’ al-Kabir, ed. oleh Basyar Awaad Ma’ruf, 1 ed., vol. 2
(Beirut: Dar al Garb al Islamy, 1996), h. 345.
88
Ahmad Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah, terj Khikmawati, Jakarta : Sinar
Grafika Offset, Cetakan ke 4 2017, h. 131
BAB III
TINJAUAN UMUM TERKAIT CHILDFREE DAN
KASUSNYA DI INDONESIA
89
Victoria Tunggono, Childfree and Happy, (Yogyakarta: EA Books, 2021), h. 12.
90
Christian Agrillo dan Cristian Nelini, “Childfree by Choice: a review”, Journal of
CulturalGeography, Vol. 25, No. 3, 2008, hlm. 347
53
54
91
Abdul Hadi, Husnul Khotimah dan Sadari, “Childfree dan Childless Ditinjau Dalam
Ilmu Fiqih danPerspektif Pendidikan Islam”, Journal of Educational & Language Research, Vol. 1,
No. 6, 2022, h. 648.
55
92
Khairul Fikri dan Umi Wasilatul Firdausiyah, “Reinterpretasi Teori Language Game
Ke Dalam Bahasa Dakwah Perspektif Ludwig Wittgentein”, Journal of Islamic Civilization, Vol.
3, No. 2, 2021, h.88
93
Christian Agrillo dan Cristian Nelini, “Childfree by Choice: a review”, Journal of
Cultural Geography, Vol. 25, No. 3, 2008, hlm. 350
56
usaha.94
Alasan kedua yaitu faktor psikologis, alasan yang berasal dari
pikiran bawah sadar dan ada pula yang berasal dari trauma masa lalu.
Beberapa informan mengatakan alasan mereka tidak memiliki anak karena
pengalaman masa kecil mereka yang kurang baik sehingga mereka memilih
untuk tidak memiliki anak. Mereka khawatir nantinya akan menyalurkan
perlakuan yang sama seperti yang dialami mereka saat masa kecilnya dulu.95
Menurut hasil penelitian, faktor yang melatarbelakangi seseorang untuk
memilih childfree atau tidak memiliki anak adalah :
1. Kurangnya keinginan untuk menjadi orang tua
2. Adanya rasa tidak suka terhadap anak-anak
3. Adanya rasa traumatis masa kecil
4. Tidak ingin mengorbankan privasi/ruang dan waktu untuk anak
5. Adanya rasa takut untuk mengandung dan melahirkan
6. Pertimbangan untuk membesarkan anak dengan kapasita intelektual
yang buruk
7. Kekhawatiran bahwa anak akan mewarisi penyakit keturunan
8. Anak dilihat sebagai additional burden (beban tambahan) yang
mengakibatkan terjadinya overpopulation (kepadatan populasi)
9. Adanya kekurangan pada finansial
10. Adanya rasa khawatir pada keharmonisan perkawinan
Menurut hasil studi oleh CBOS individu yang memilih untuk tidak memiliki
anak (childfree) umumnya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan
faktor internal. Faktor eksternal antara lain yaitu kondisi keuangan yang rendah,
sulitnya mencari pekerjaan yang layak, kurangnya sarana dan prasarana perumahan
yang layak, adanya kebijakan pemerintah terkait keluarga, meningkatnya karakter
individualisme dan non religius masyarakat, adanya perubahan cara pandang
terhadap anak dalam keluarga. Sedangkan untuk faktor internal yaitu kematangan
dalam pengambilan keputusan, pengalaman keluarga, serta sikap pasangan terhadap
94
Victoria Tunggono, Childfree and Happy, (Yogyakarta: EA Books, 2021), h. 20
95
Tiara Hanandita, “Konstruksi Masyarakat Tentang Hidup Tanpa Anak Setelah
Menikah”, JurnalAnalisa Sosiologi, Vol. 11, No. 1, 2022, h. 130.
57
pilihan pasangannya. 96
Hal yang sama juga dikatakan oleh Reading dan Amatea bahwa literatur
psikologis menganggap keputusan untuk tetap tidak memiliki anak sebagai
mekanisme defensif, yang timbuk dari trauma masa kanak-kanak atau kehidupan
keluarga yang terganggu. Sementara itu Park menyebutkan bahwa perempuan lebih
sering dipengaruhi oleh model pengasukan orang lainnya, melihat pengasuhan
sebagai hal yang bertentangan dengan karier dan waktu luang, mengklaim
kurangnya naluri keibuan. Dan para pria menolak menjadi orang tua lebih eksplisit
daripada wanita karena pengorbanan yang dirasakan, termasuk biaya keuangan.97
Gillespie mengidentifikasi dua faktor motivasional yang berbeda namun saling
terkait untuk memilih menjadi bebas anak (childfree) diantaranya daya tarik atau
tarikan menjadi bebas anak dan penolakan ataudorongan menjauh dari menjadi ibu.
Hal yang pertama ditandai dengan meningkatnya kebebasan, dan hubungan yang
lebih baik dengan pasangan dan orang lain, sedangkan yang kedua dorongan dari
peran keibuana melibatkan hilangnya identitas dan penolakan terhadap aktivitas
yang terkait dengan keibuan.98
3. Stigma pada Pasangan Childfree
96
J. Szymanska, “Yang Tidak Memiliki Anak Karena Pilihan Dalam Persepsi Orang
Dewasa Muda”, Forum Keluarga, 2011, h. 79
97
Gillespie, R “Childfree and feminine: Understanding the gender identity of voluntarily
childless women.” Journal Gender and Society Vol. 17, No. 1, February 2003, h. 122
98
Reading. J dan Amatea E.S., “Role deviance or role diversification: reassessing the
psychosocial factors affecting the parenthood choices of career-oriented women”, Journal of
Marriage and the FamilyVol. 48, Tahun 1986, h. 255.
58
99
Victoria Tunggono, Childfree and Happy, (Yogyakarta: EA Books, 2021), h. 23
100
Sara L. Pelton and Katherine M. Hertlein, “A Purposed Life Cycle for Voluntary
Childfree Couples”,Journal of Feminist Family Therapy, Vol. 23, No. 1, 2014, h. 44
59
101
Jessica M. Rick and Rebecca J. Meisenbach, “Social Stigma, Childfree Identities, and
Work-Life Balance”, Communication and the work-life balancing act: Intersections across
identities, genders, and cultures, 2017, h. 206.
102
Rebecca Harrington, “Childfree by Choice”, Studies in Gender and Sexuality, Vol. 20,
No. 1, 2019,h. 28.
60
Gambar 1.1
Influencer Gita Savitri menjadi artis Indonesia selanjutnya yang mengklaim diri
sebagai childfree. Dia mengaku, tak punya rencana dan keinginan menjadi
seorang ibu. Keinginan tersebut, diakui sang influencer, merupakan
kesepakatannya dengan suami. “Kami tidak ada rencana punya anak. Gue
enggak pernah ada keinginan menjadi ibu. Terus, gue juga enggak punya
kewajiban untuk bearing a child,” ujarnya dikutip dari channel YouTube
103
Gillespie, R “Childfree and feminine: Understanding the gender identity of voluntarily
childless women.” Journal Gender and Society Vol. 17, No. 1, February 2003, h. 122
104
Rafik Patrajaya, “Implementasi Penjaminan Hak Anak Dan Istri Perspektif Hukum
PositifDi Indonesia,” SANGAJI: Jurnal Pemikiran Syariah dan Hukum 1, no. 2 (2017): 143–
57,
61
Gambar 1.2
Artis cantik Cinta Laura memang belum menikah. Namun sebelum mengucap
janji pernikahan, dia mengaku, sudah memutuskan tidak akan memiliki anak
jika menikah kelak. Kepada Ashanty, dia mengungkapkan alasan di balik
keputusannya tersebut. “Dunia yang kita huni saat ini sudah over populasi.
Sudah terlalu banyak manusia yang tinggal di dunia ini. Tapi aku mau
mengadopsi anak yang mungkin dia tidak punya siapa-siapa yang bisa menjaga
mereka," pada 8 Agustus 2021.105
3. Anya Dwinov dalam Acara Rumpi di Trans TV
Gambar1.3
105
https://www.intipseleb.com/lokal/59257-5-pernyataan-gita-savitri-soal-childfree-yang-
kontroversial-bikin-banyak-publik-figur-ikut-speak-up?page=3 Diakses pada 8 Maret 2023 pukul
13.27 WIB.
62
“Tidak ada alasan, kenapa gue harus menambah dunia ini dengan anak
gue. Misalnya terjadi yangterburuk, Tuhan memberikan gue cobaan diberi
anak tidak sempurna. Terus pertanggungjawaban gue bagaimana?”
ujarnya pada Juli 2022.
4. Rina Nose dalam Youtube Melaney Richardo
Gambar 1.4
106
https://www.intipseleb.com/lokal/59257-5-pernyataan-gita-savitri-soal-childfree-yang-
kontroversial-bikin-banyak-publik-figur-ikut-speak-up?page=3 diakses pada 8 Maret 2023 Pukul
14.15 WIB.
63
Gambar 1.5
Chef Juna mengaku, juga tidak ingin memiliki anak. Dia menyebut,
pemikirannya sejak kecil memang sudah berbeda. Belum lagi, dia punya
latar belakang keluarga broken home. Karena itu, dia menegaskan,
menikah dan mempunyai anak bukan prioritas utama dalam hidupnya.
“Menikah tidak harus.Punya anak juga tidak harus. Bahkan tidak pernah
mau membebani hidup dengan kata harus,” ujarnya saat menjadi bintang
tamu channel YouTube PUELLA ID, pada Agustus 2021.
6. Leony Vitria pada acara Shopie Novia TV
Gambar 1.6
orang tua, 'Jangan mengharapkan cucu dari saya ya. Soalnya, aku
enggak mau punya anak.' Jadi, aku kasih mereka anjing tiga ekor untuk
jadi cucu mereka," ungkapnya dari channel YouTube Sophie Navita TV,
pertengahan Desember 2021.107
107
https://celebrity.okezone.com/read/2022/09/25/33/2674739/6-artis-indonesia-memilih-
childfree-rina-nose-ogah-tambah-masalah?page=3 diakses 10 Maret 2023 pukul 19.28 WIB.
BAB IV
108
Victoria Tunggono, Childfree and Happy, (Yogyakarta: EA Books, 2021), h. 12.
64
66
terhadap anak-anak, mengingat masalah dunia. Alasan lain juga terdapat pada
pasangan suami istri mengambil beberapa langkah untuk mewujudkan
keputusan hidup tanpa anak setelah menikah. Awalnya mereka menggunakan
langkah menunda memiliki anak, namun kemudian mereka berubah pikiran
untuk tidak memiliki anak sepanjang usianya. Menurut Blackstone and Stewart
pada jurnal Tiara Hanandia memberikan bukti bahwa alasan pasangan memilih
tidak memiliki anak karena dampak kekuatan sosial makro, seperti
meningkatnya partisipasi angkatan kerja perempuan. Berbeda dengan data di
lapangan bahwa informan mengaku pasangan yang memilih tidak memiliki
anak alasan yang menonjol adalah alasan finansial dan ekonomi.109
Keputusan seseorang menikah tanpa memiliki anak atau bebas anak atau
biasa disebut childfree memiliki beberapa alasan yang mendasari keputusan ini,
diantaranya persoalan fisik disebabkan penyakit sehingga seseorang
memutuskan untuk tidak memiliki anak, dari segi mental atau traumatik yang
dihadapi oleh seseorang yang menyebabkan ia tidak menyukai anak-anak,
dengan begitu ia khawatir akan berdampak buruk jika memutuskan memiliki
anak, alasan lain adalah dari segi ekonomi, ketidaksiapan untuk mendidik anak,
tidak mau direpotkan dengan mengurus anak, khawatir akan mengganggu
kariernya, dan juga disebabkan karena alasan lingkungan, yakni ia berdalih
tidak mau menambah beban bumi yang sudah sesak dengan lahirnya anak
darinya.110
2. Pemahaman Childfree Menurut Dimensi Islam
Sebelum Masyarakat barat mengklaim Childfree artinya berniat untuk
tidak memiliki anak dengan alasan-alasan tertentu, maka islam lebih dahulu
membahas hal serupa. Chilfree dalam pandangan islam bermakna dengan
Sebutan Azl. Sebagai mana telah dijelaskan oleh Abu Yahya zakary al-Anshori
109
Tiara Hanandita, “Konstruksi Masyarakat Tentang Hidup Tanpa Anak Setelah
Menikah”, JurnalAnalisa Sosiologi, Vol. 11, No. 1, 2022, h. 130.
110
Mufida Ulfa, “Mengkaji Pilihan Childfree”, Seminar Diskusi Periodik Dosen, Jember:
Institut AgamaIslam Negeri Jember, September 2021, h. 4
67
فقد قال ابن عباس العزل هو الوأد األصغر فإن املمنوع وجوده به هو املوءودة الصغرى
Jika dilihat dari beberapa makna maka Azl adalah salah satu metode
kontrasepsi tertua di dunia sebagai cara efektif untuk mencegah kehamilan. Ini
juga sudah masyhur di zaman Rasulullah saw yang dipraktekkan sebahagian
sahabat dan kaum muslimin pada masa itu. Ini dilakukan sebagai tindakan
kontraseptif mencegah kehamilan. Sementara pada masa itu al- Qur’an masih
diwahyukan dan tidak ada nash ayat yang melarangnya. Demikian juga dengan
Rasulullah saw pun tidak melarang mereka dari melakukan azl. Sebagaimana
hadis Rasulullah saw dari sahabat Jabir ra yang diriwayatkan oleh Abu Daud
dalam sunannya.111
“Dari sahabat Jabir, berkata : “Salah seorang dari kalangan Anshar datang
menemui Rasulullah saw lalu ia berkata : Sungguh aku memiliki jariah sedang
aku sendiri menggaulinya, akan tetapi aku tidak mengginginkannya hamil.
111
La Ode Ismail Ahmad,2010. ‘Azl (Coitus Interruptus) Dalam Pandangan Fukaha, Jurnal
Hukum Diktum, STAIN Pare-Pare,vol.8,no.1.h.1
112
Sulaiman bin Al-Asy’ats. Abu Daud, Sunan Abu Daud. Bab ‘Azl. Juz VI.Mauqi’
AlIslam.no.1.858.h.80
68
ش الَّ ِذيْ َن لَ ْو تََرُك ْوا ِم ْن َخلْ ِف ِه ْم ذُِّريًَّة ِض ّٰع ًفا َخافُ ْوا َعلَْي ِه ْمٖ فَلْيَتَّ ُقوا ّٰالل َه َولْيَ ُق ْولُْوا قَ ْوًَل َس ِديْ ًدا
َ َولْيَ ْخ
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata
yang benar.”
Dan dalil-dalil yang melarang „azl dari nash al-Qur‟an tentang larangan
membunuh anak-anak karena takut miskin Q.S al-Isra‟/17: 31
َوََل تَ ْقتُلُ ْوٖا اَْوََل َد ُك ْم َخ ْشيَ َة اِ ْم ََل ٍقٖ ََْن ُن نَ ْرُزقُ ُه ْم َواِيَّا ُك ْمٖ اِ َّن قَ ْت لَ ُه ْم َكا َن ِخطًْا َكبِْي ًرا
113
Manshur Malaka, “Seks dalam Perspektif Islam”, Shautut Tarbiyah, Vol. 19, No. 1,
2013, h. 145
114
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an
(Tangerang: Lentera Hati, 2005), vol. 11, h. 36; Shihab, Perempuan, h. 154-155.
69
Dan dari hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan Muslim tentang hadis
ghilah.
فإن عزل فقد اختلف العلماء ف إباحته وكراهته على أربع مذاهب
بشرط، أنه جيوز العزل عن الزوجة: وَل خَلف بني العلماء ما عدا ابن حزم الظاهري
فبلغه، ( كنا نعزل على عهد رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم: بدليل قول جابر،إذهنا
( أن النَّيِب: فلم ينهنا ) ودليل اشرتاط اْلذن مارواه أَحد وابن ماجه عن عمر،ذلك
إَل بإذهنا،صلى اهلل عليه وسلم هنى عن أن يعزل عن احلرة
“Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama, kecuali Ibnu Hazm
al-dzahiri : bahwa boleh melakukan Azl kepada istri, dengan syarat dia
adanya izin darinya, sebagaimana qaul Jabir: (Dulu kami melakukan azl
pada masa Rasulullah Saw. Lalu disampaikanlah hal itu, tetapi dia tidak
115
Abu Husain Muslim ibn Hajjaj.Shahih Muslim.Bab: Dibolehkannya ghailah Juz VII.
Mauqi’ al-Islam. No.2613.h.324
70
melarang kami) dan dalil tentang syarat izin diriwayatkan oleh Ahmad
dan Ibnu Majah pada Umar : sesungguhnya Rasulullah Saw. melarang Azl
dari wanita merdeka, kecuali dengan izinnya”
إَل أن الشافعية واحلنابلة وقوماً من الصحابة قالوا بكراهة العزل؛ ألن الرسول صلى اهلل عليه
فحمل النهي على كراهة التنزيه،وسلم ف حديث مسلم عن عائشة َساه الوأد اْلفي
وأجاز الغزايل العزل ألسباب منها كثرة األوَلد وبناء عليه جيوز استعمال موانع احلمل
، دون أن يرتتب عليه استئصال إمكان احلمل،احلديثة كاحلبوب وغْيها لفرتة مؤقتة
جيوز استعمال الدواء ملنع احلبل ف وقت دون وقت: قال الزركشي،وصَلحية اْلجناب
116
. وَلجيوز التداوي ملنع احلبل بالكلية،كالعزل
Imam Ghazali Membolehkan Azl karena alasan jumlah anak yang banyak,
dan hal tersebut diperbolehkan menggunakan alat kontrasepsi modern
seperti pil dan lainnya untuk jangka waktu sementara, tanpa konsekuensi
menghilangkan kemungkinan kehamilan, dan validitas prokreasi. Imam
Zarkashi Berkomentar bahwa boleh menggunakan obat untuk mencegah
kehamilan pada waktu yang tidak tentu, seperti Azl, dan tidak
diperbolehkan menggunakan obat untuk mencegah kehamilan sama sekali.
4. Alasan Utama seseorang melakukan Childfree
Azl bermakna luas dengan berbagai konsep dan metode sama seperti
halnya childfree, Suatu keputusan yang diambil oleh seseorang pasti
disebabkan olehalasan-alasan tertentu. Sama halnya dengan keputusan untuk
hidup childfree. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Houseknecht S.K,
116
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulumiddîn, (Jedah, Darul Minhaj, juz III, 1432), h.,207
71
117
Mufida Ulfa, “Mengkaji Pilihan Childfree”, Seminar Diskusi Periodik Dosen, Jember:
Institut AgamaIslam Negeri Jember, September 2021, h. 4
118
Aulia Muhammad, Childfree : “Bagaimana Muslim Harus Bersikap?”, E-Book 2021,
h. 14
72
وإَّنا قلنا َل كراهة مبعىن التحرمي والتنزيه ألن إثبات النهي إَّنا ميكن بنص أو قياس على
منصوص وَل نص وَل أصل يقاس عليه بل ههنا أصل يقاس عليه وهو ترك النكاح
أصَلً أو ترك اجلماع بعد النكاح أو ترك اْلنزال بعد اْليَلج فكل ذلك ترك لألفضل
122
.وليس بارتكاب هني وَل فرق إذ الولد يتكون بوقوع النطفة ف الرحم
“Saya berpendapat bahwa ‘azl hukumnya tidak makruh dengan makna
119
Muhammad Aulia Rozaq, tentang, Childfree“Bagaimana muslim harus
bersikap?”,https://www.scribd.com/doc/526964222 (12 Desember 2022), h. 17-18.
120
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’ānBadan Litbang dan Diklat Kementrian Agama
RI, Penciptaan Manusia dalam Perspektif Al-Qur’ān dan Sains (Tafsir Ilmi), (Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al- Qur’ān, 2010), h.121
121
Victoria Tunggono, Childfree and Happy, (Yogyakarta: EA Books, 2021), h. 22
122
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulumiddîn, (Jedah, Darul Minhaj, juz III, 1432), h.,202
73
123
Hasan Sayyid Hamid Khitab, Maqâsidun Nikâh wa Atsarihâ Dirâsatan Fiqhiyyatan
Muqâranatan (Madinah, 2009), h. 19.
74
124
Manshur Malaka, “Seks dalam Perspektif Islam”, Shautut Tarbiyah, Vol. 19, No. 1,
2013, h. 145
125
Ahmad Arif Daniel, “Studi Komparatif Pemikiran Al-Ghazali dan Ibnu Hazm Tentang
‘Azl”, Skripsi, (Malang: Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Malang, 2011), h. 2
75
126
Rizka Nurchasanah, “Penggunaan Kontrasepsi Bagi Pasangan Suami Istri yang Sah
Ditinjau dariPerspektif Hukum Islam”, Skripsi, (Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret, 2005), h. 9
127
Gemy Nastity Handayany, “Kontrasepsi Dalam Kajian Islam”, Al-Fikr, Vol. 17, No.
1, 2013, h. 232
76
128
Zamzam Mustofa, Nafiah, dan Dyna Prasetya Septianingrum, “Hukum Penggunaan
Alat KontrasepsiDalam Perspektif Agama Islam”, MA’ALIM: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No.
2, 2020, h. 95
129
Zamzam Mustofa, Nafiah, dan Dyna Prasetya Septianingrum, “Hukum Penggunaan Alat
KontrasepsiDalam Perspektif Agama Islam”, MA’ALIM: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 2,
2020, h. 96
130
Khozainul Ulum, “Fatwa-Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Pemikiran
Hukum Islam diIndonesia”, AKADEMIKA, Vol. 8, No. 2, 2014, h. 171-172
77
131
Abu Bakar Ustman bin Muhammad Syatha, “I’anatut Thalibin Juz 4”, in I’anatut
Thalibin (Beirut:Darul Fikr, 2019), h. 147.
132
Zamzam Mustofa, Nafiah, dan Dyna Prasetya Septianingrum, “Hukum Penggunaan Alat
KontrasepsiDalam Perspektif Agama Islam”, MA’ALIM: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 2,
2020, h. 98
78
133
Mufida Ulfa, “Mengkaji Pilihan Childfree”, Seminar Diskusi Periodik Dosen, Jember:
Institut AgamaIslam Negeri Jember, September 2021, h. 4
134
M Baiquni, “Revolusi Industri, Ledakan Penduduk Dan Masalah Lingkungan”, Jurnal
Sains &Teknologi Lingkungan 1, no. 1 (2009): 38–59, https://doi.org/10.20885/jstl.vol1.iss1.art3
79
135
Nugroho dkk, “Tren Childfree dan Unmarried di kalangan Masyarakat Jepang.”, 1025
91
Patnani, Takwin, dan Mansoer, “Bahagia tanpa anak? Arti penting anak bagi involuntary
childless.”, h. 124
136
Mahmud Syaltut, Al-Fatawa : Dirasah al-Musykilaat al-Muslim al-Mu’ashir fii Hayatih
80
مثل حفظ العقل الذي هو املقصد من ترمي اْلمر ومشروعية احلد ب اْلسكار، يقصر عنه
أَل يكون املعىن خمتلفاً باختَلف: واملقصود باَلطراد. الذي خيرج به العاقل عن تصرفات العقَلء
مثل وصف اْلسَلم والقدرة على اْلنفاق ف اشرتاط الكفاءة ف النكاح لدى، األزمان واألماكن
137
.املالكية
حبيث إذا فقدت، هي اليت يتوقف عليها حياة الناس الدينية والدنيوية: املصاحل الضرورية
وشاع الفساد وضاع النعيم األبدي وحل العقاب ف اآلخرة، اختلت احلياة ف الدنيا
وإذا، ورفع احلرج عنهم، هي املصاحل اليت ُيتاج إليها الناس للتيسْي عليهم: حلاجيات
ورتبتها، ولكن يلحقهم احلرج واملشقة،فقدت َل خيتل نظام حياهتم كما ف الضروريات
وقد أحيطت َجيع أنواع التشريع اْلسَلمي برفع احلرج للتخفيف عن،بعد الضروريات
الناس وتيسْي سبل احلياة
ويقصد هبا األخذ، وهي املصاحل اليت تقتضيها املروءة: التحسينات أو الكماليات
، وإذا فقدت َل خيتل نظام احلياة كما ف الضروريات، مبحاسن العادات ومكارم األخَلق
، ولكن تصبح حياهتم مستقبحة ف تقدير العقَلء، وَل يناَلم احلرج كما ف احلاجيات
138
. وتوجد ف العبادات واملعامَلت والعادات والعقوبات، فهي تأيت ف املرتبة الثالثة
138
Wahbah al-Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami, )Siria : Dâr al-Fikri ,Juz I, 1406H). h., 115.
82
، هي اليت تعود على َجيع األمة أو َجاعة عظيمة منها باْلْي والنفع: فاملصلحة الكلية
وحفظ القرآن، وحفظ الدين من الزوال، واألمة من التفرق، مثل َحاية البَلد من العدو
وحفظ احلرمني ف مكة واملدينة، وحفظ السنة من الدخيل املوضوع،من التَلشي العام
.من الوقوع ف أيدي األعداء
140
. هي مصلحة الفرد أو األفراد القليلة كتشريع املعامَلت: واملصلحة اجلزئية اْلاصة
Kedua adalah maslahat yang dilihat dari aspek cakupannya yang dikaitkan
dengan komunitas (jama'ah) atau individu (perorangan). Hal ini dibagidalam
dua kategori, yaitu :
1. Maslahat kulliyat, yaitu maslahat yang bersifat universal yang kebaikan
danmanfaatnya kembali kepada orang banyak. Contohnya, membela
negara dari serangan musuh dan menjaga hadits dari usaha pemalsuan.
2. Maslahat juz'iyat, yaitu maslahat yang bersifat parsial atau individual,
139
Jalaluddin Al-Suyuthi, Jam’ul Jawami’, 2 ed., vol. 2 (Kairo: Al-Azhar Al-Syarif,
2005), h. 670
140
Wahbah al-Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami, )Siria : Dâr al-Fikri ,Juz I, 1406 H). h., 1-21
127
83
تنقسم املصاحل باعتبار درجة احلاجة إَل جلبها أو دفع الفساد هبا إَل قطعية وظنية ووَهية
مثل واهلل على، هي املتيقنة اليت دلت عليها دَللة النص اليت َل تتمل التأويل: فالقطعية
أو أرشدت إليها األدلة الكثْية باَلستناد إَل: ) ًالناس حج البيت (من استطاع إليه سبيَل
ًاَلستقراء كالكليات أو الضروريات اْلمسة املتقدمة أو دل العقل على أن ف تصيله نفعا
. مثل قتال مانعي الزكاة ف عهد أِب بكر رضي اهلل عنه، وف ض ده ضرر كبْي، ًعظيما
أو دل عليه، ما اقتضى العقل ظنه كاختاذ كَلب احلراسة ف الدور وقت اْلوف: والظنية
142
. مثل حديث َل يقضي القاضي وهو غضبان، دليل ظي من الشرع
Ketiga adalah maslahat yang dipandang dari tingkat kekuatan dalil yang
mendukungnya. Maslahat dalam hal ini dibagi menjadi dua,yaitu
1. Maslahat yang bersifat qath'i, yaitu sesuatu yang diyakini membawa
kemaslahatan karena didukung oleh dalil-dalil yang tidak mungkin lagi
ditakwili, atau yang ditunjuki oleh dalil-dalil yang cukup banyak yang
dilakukan lewat penelitian induktif, atau akal secara mudah dapat
memahami adanya maslahat tersebut
2. Maslahat yang bersifat zhanni, yaitu maslahat yang diputuskan oleh
akal, atau maslahat yang ditunjuki oleh dalil zhanni dari syara'
Apabila ditinjau dari segi maqasid syariah maka ChildFree berhubungan
dengan Hifzu al-Nasl yaitu menjaga keturunan.
141
Abu Isa Al-Tirmidzi, al-Jami’ al-Kabir, ed. oleh Basyar Awaad Ma’ruf, 1 ed., vol. 2
(Beirut: Dar al Garb al Islamy, 1996), h. 345.
142
Wahbah al-Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami, )Siria: Dâr al-Fikri ,Juz I, 1406 H). h.128-
131
84
وحرم الزىن والقذف وشرع احلد َلما للحفاظ عليه، شرع لبقائه الزواج: والنسل أو النسب
143
فيضمن عدم تعطيل أو اختَلط األنساب وبقاء النوع،
،ختصهما
ُّ اَلتفاق عليه إذا كان ف ذلك مصلحة وجيوز َلما،معا ِ
ُ ً حق للزوجني
ٌّ اْلجناب هو عدم
ُ
أ ََّما على مستوى األمة، وهذا اجلواز على املستوى الفردي،وَل جيوز ألحدَها دون موافقة اآلخر
،جيوز املْن ُع املطلق من اْلجناب؛ ملا فيه من اْلخَلل بنسبة التوازن اليت أقام اهلل اْللق عليها
ُ فَل
143
Wahbah al-Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami, )Siria : Dâr al-Fikri ,Juz I, 1406 H). h., 133
144
Hasan Sayyid Hamid Khitab, Maqâsidun Nikâh wa Atsarihâ Dirâsatan Fiqhiyyatan
Muqâranatan (Madinah, 2009), h. 9.
145
Musdah Mulia, Ensiklopedia Muslimah Reformis (Tangerang Selatan: PT. Bentara
Aksara Cahaya, 2020), h. 115
146
Muksana Pasaribu, “Muksana Pasaribu, Maslahat dan Perkembangannya sebagai
Dasar PenetapanHukum Islam.” h. 354
85
وَل يدخل فيها ما تقوم به الدول من إجراءات للعمل على تديد النسل طلبًا للحياة الكرمية
لشعوهبا وفق الدراسات املفصحة عن إمكانيات هذه الدول؛ فتصرف ويل األمر منوط
147
.باملصلحة
Tidak memiliki anak adalah hak untuk kedua pasangan, dan mereka dapat
menyetujuinya jika itu untuk kepentingan mereka sendiri, dan tidak
diperbolehkan untuk salah satu dari mereka tanpa persetujuan yang lain, dan
kebolehan ini pada tingkat individu, tergantung pada praturan negara, tidak
boleh secara mutlak melarang anak untuk memiliki anak Karena itu melanggar
proporsi keseimbangan yang Allah Swt tetapkan sebagai ciptaan, dan tidak
termasuk prosedur yang diambil negara-negara untuk bekerja pada
pengendalian kelahiran untuk mencari kehidupan yang layak bagi rakyatnya
menurut penelitian yang mengungkapkan kemampuan negara-negara tersebut.
Perilaku hal tersebut tergantung pada kepentingan.
Kemudian Imam Ghozali megeaskan kembali Tentang beberapa niat
Azl yang dibolehkan diantaranya :
إن قلت فإن مل يكن العزل مكروهاً من حيث أنه دفع لوجود الولد فَل يبعد أن يكره ألجل
: النية الباعثة عليه فأقول النيات الباعثة على العزل مخس
األوَل ف السراري وهو حفظ امللك عن اَلَلك باستحقاق العتاق وقصد استبقاء امللك برتك
.اْلعتاق ودفع أسبابه ليس مبنهي عنه
147
Syekh abdul Latif, Darul Ifta, dalam fatwanya No.4281 tahun 1982 situs,
https://www.dar-alifta.org/ar/fatawa/14269 diakses 10 Maret 2013 pukul 16.20 WIB.
86
وَل جرم فيه سقوط عن ذروة الكمال وترك األفضل ولكن النظر إَل العواقب وحفظ املال
وادخاره مع كونه مناقضاً للتوكل َل نقول إنه منهي عنه.
الرابعة اْلوف من األوَلد اْلناث ملا يعتقد ف تزوجيهن من املعرة كما كانت من عادة العرب ف
قتلهم اْلناث فهذه نية فاسدة لو ترك بسببها أصل النكاح أو أصل الوقاع أُث هبا َل برتك
النكاح والوطء فكذا ف العزل والفساد ف اعتقاد املعرة
ف سنة رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم أشد وينزل منزلة امرأة تركت النكاح استنكافاً من أن
يعلوها رجل فكانت تتشبه بالرجال وَل ترجع الكراهة إَل عني ترك النكاح.
اْلامسة أن متتنع املرأة لتعززها ومبالغتها ف النظافة والتحرز من الطلق والنفاس والرضاع وكان
ذلك عادة نساء اْلوارج ملبالغتهن ف استعمال املياه حَّت كن يقضني صلوات أيام احليض وَل
يدخلن اْلَلء إَل عراة فهذه بدعة ختالف السنة فهي نية فاسدة واستأذنت واحدة منهن على
عائشة رضي اهلل عنها ملا قدمت البصرة فلم تأذن َلا فيكون القصد هو الفاسد دون منع
148
الوَلدة.
a. Yang pertama adalah selir, yaitu untuk melindungi raja dari kematian dengan
pantas mendapatkan pembebasan, dan berniat untuk mempertahankan raja
dengan meninggalkan pembebasan dan menolak penyebabnya tidak dilarang.
b. Yang kedua adalah menjaga kecantikan dan menjaga berat badan wanita
selama masa perawatan, dan menjaga nyawanya karena takut akan bahaya
perceraian, dan alasan seperti ini tidak dilarang untuk seorang melakukan Azl
c. Yang ketiga adalah takut karena rasa malu yang berlebih karena banyaknya
anak-anak, dan menjaga agar tidak perlu bekerja keras untuk menafkahi
kebutuhan anak Sehingga terdapat hal yang tidak baik Ini juga tidak dilarang,
148
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulumiddîn, (Jedah, Darul Minhaj, juz III, 1432), h.,208
87
149
Mahmud Syaltut, Al-Fatawa : Dirasah al-Musykilaat al-Muslim al-Mu’ashir fii Hayatih
al-Yaumiyah wa al-’Amah, 12 ed. (Kairo: Dar al-Syuruq, 2001), h. 296.
150
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulumiddîn, (Jedah, Darul Minhaj, juz III, 1432), h.,211
88
151
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia,
(Sinar Grafika, Jakarta, 2006), h. 185
152
Taufiqurrohman Syahuri, Legislasi Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Kencana
Prenada MediaGroup, Cetakan 1, 2019), h. 68
153
Moh. Mukri, Aplikasi Konsep Maslahah al-Gazali pada Isu-isu Hukum Islam
Kontemporer diIndonesia (Yogyakarta : Idea Press Yogyakarta, 2012), h. 3
89
hukum bebas anak yang berbeda pula. Jika illat hukumnya telah memenuhi
kategori dharuriyat, maka bebas anak dapat dianggap sebagai kebolehan.
Misalnya, jika seorang ibu hamil dan dapat mengancam nyawanya, maka ia
diperbolehkan untuk childfree. Atau jika terjadi kekacauan di suatu negara
yang kekurangan sumber sandang, pangan, papan, dan keamanan, maka
childfree juga diperbolehkan karena mengandung manfaat darurat (maslahah
dharuriyyat).154
Sebaliknya, jika seseorang khawatir kondisi tubuhnya akan berubah
setelah hamil dan memiliki anak, kemudian ia memutuskan untuk bebas anak,
maka alasanini tidak dapat dibenarkan. Atau, dia ingin mengejar karir yang
membuatnya tidak ingin punya anak, karena anak bisa mengganggu
aktivitasnya. Kehadiran anak hanya dianggap sebagai hal yang merepotkan.
Padahal Al-Qur'an telah menjelaskan berbagai kedudukan anak, antara lain:
Anak sebagai Penyejuk Hati (Surat al-Furqan[25]: 74)
اج َع ْلنَا لِْل ُمت َِّق ْي ٍ ُ ب لَنَا ِم ْن اَْزو ِاجنَا وذُِّريّٰتِنَا قَُّرَة اَ ْع
ْ ني َّو َ َ
ِ
ْ َوالَّذيْ َن يَ ُق ْولُْو َن َربَّنَا َه
"Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada
kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”
Anak sebagai Permata Dunia Anak-anak sebagaiUjian atau Fitnah (Surat at-
Taghabun [64]:15.
اََِّّنَاٖ اَْم َوالُ ُك ْم َواَْوََلدُ ُك ْم فِْت نَةٌ ٖ َو ّٰاللهُ ِعْن َدهٖٖ اَ ْجٌر َع ِظْي ٌم
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan
di sisi Allah pahala yang besar.”
154
Ghofar Shidiq, Teori Maqashid Al-Syariah dalam Hukum Islam (Jurnal : Sultan Agung
Vol XLIV No.118 Juni – Agustus 2009), h. 121
90
َوََل تَ ْقتُلُ ْوٖا اَْوََل َد ُك ْم َخ ْشيَ َة اِ ْم ََل ٍقٖ ََْن ُن نَ ْرُزقُ ُه ْم َواِيَّا ُك ْمٖ اِ َّن قَ ْت لَ ُه ْم َكا َن ِخطًْا َكبِْي ًرا
ش الَّ ِذيْ َن لَ ْو تََرُك ْوا ِم ْن َخلْ ِف ِه ْم ذُِّريًَّة ِض ّٰع ًفا َخافُ ْوا َعلَْي ِه ْمٖ فَلْيَتَّ ُقوا ّٰالل َه َولْيَ ُق ْولُْوا قَ ْوًَل َس ِديْ ًدا
َ َولْيَ ْخ
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata
yang benar.”
Jadi bukan sekedar punya anak, tapi mempersiapkan dan membantu anak
menjadi pribadi yang baik dan berakhlak mulia. Dari semua hal yang penulis
paparkan bahwa Hukum Azl adalah boleh sesuai dengan teori dan konsep yang
dijelaskan oleh para ulama, namun Haram hukumnya apabila melakukan Azl
dengan merusak fungsi reproduksi dan sejenisnya seperti aborsi, meminum pil
sehingga menyebabkan rusaknya fungsi rahim atau pengangkatan oprasi rahim.
155
Muhammad Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, ed. oleh Ahmad Al-Barduni
danIbrahim Atfisy, 3 ed., vol. 14 (Kairo: Darul Kutub al-Mishriyyah, 1964), h. 17.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
90
92
B. Rekomendasi
Adapun saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, sebagaimana
berikut :
1. Bagi masyarakat umum, melakukan childfree mempunyai banyak sisi negatif.
Selain karena tidak sesuainya dengan prinsip Islam untuk memperbanyak
keturunan, ia juga dapat menimbulkan cemooh baik dari keluarga maupun
masyarakat dalam lingkungan pro-natalis. Selain itu, memiliki anak akan
melengkapi kebahagiaan antara suami dan istri. Maka, bagi ia yang dalam
keadaan normal tanpa adanya darurat maupun masalah kesehatan, lebih baik
baginya untuk mengharapkan anak dalam pernikahannya.
2. Menyikapi keputusan childfree, diharapkan kepada pasangan suami istri
masing-masing menghendaki memiliki anak atau tidak nantinya dengan
matang dan lebih dimatangkan lagi dalam memastikan dan memutuskannya
agar tidak rugi dan tidak menyesal akan keputusannya di kemudian hari.
3. Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam melakukan analisis hukum Islam
sehingga membutuhkan pendekatan yang lebih relevan dari bidangbidang
keagamaan. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan kepada para ahli
ilmuwan Islam untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk memberikan
pandangan yang lebih bijaksana agar dapat menyikapi fenomena childfree di
kalangan masyarakat terutama umat Islam.
DAFTAR PUSTAKA
92
94
Patnani, Takwin, dan Mansoer, “Bahagia tanpa anak? Arti penting anak
bagi involuntary childless”.
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan
di Indonesia, (Sinar Grafika, Jakarta, 2006)
Reading. J dan Amatea E.S., “Role deviance or role diversification:
reassessing the psychosocial factors affecting the parenthood
choices of career- oriented women”, Journal of Marriage and the
Family Vol. 48, Tahun 1986
Rebecca Harrington, “Childfree by Choice”, Studies in Gender and
Sexuality, Vol. 20, No. 1, 2019
Rizka Nurchasanah, “Penggunaan Kontrasepsi Bagi Pasangan Suami
Istri yang Sah Ditinjau dari Perspektif Hukum Islam”, Skripsi,
(Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, 2005)
Sanjaya Yasin, Pengertian Perkawinan Makalah, Masalah, Tujuan,
Definisi, Perkawinan Menurut Para Ahli, 25 Maret 2017.
97
INTERNET ;
https://doi.org/10.22219/jipt.v9i1.14260.
https://www.medcom.id/foto/grafis/JKRW9apN-fenomena-childfree-di- indonesia
https://voi.id/bernas/77722/pilih-childfree-khawatir-overpopulasi- bumi-ini-bisa-
menampungberapa-banyak-orang
https://www.nu.or.id/post/read/131044/childfree-tren-populasi-dunia-dan-
beragamtantangannya.
https://shamela.ws/book/4268
https://www.worldometers.info/watch/world-population/.
https://www.noor-book.com/
https://www.dar-alifta.org/ar/fatawaA8