Oleh:
ZAKIA AL FARHANI
106043201358
SKRIPSI
Oleh:
ZAKIA AL FARHANI
NIM: 106043201358
Dibawah Bimbingan,
Pembimbing I, Pembimbing II,
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
Jakarta.
Zakia Al Farhani
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya, terucap dengan tulus dan ikhlas Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin tiada
henti karena dapat terselesaikannya penulisan skripsi ini. Salawat seiring salam
semoga selalu tercurah limpahkan kepada insan pilihan Tuhan Muhammad SAW.
Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh
dari kesempurnaan. Namun demikian, skripsi ini hasil usaha dan upaya yang
maksimal dari penulis. Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis
hasil usaha sendiri, akan tetapi berkat bimbingan dan motivasi dari semua pihak. Oleh
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., Selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syariah
Hukum;
i
3. Bapak Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag dan Ibu Euis nurlaelawati, SH
4. Bapak Prof. Dr. Muhammad Abduh Malik dan Bapak Afwan Faizin, MA
5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta;
Hidayatullah Jakarta;
seluruh pengurus yang telah memberi informasi dalam penulisan skripsi ini;
8. Kedua orang tua tercinta Ayahanda H. Djasiman Sastra Atmadja, SH. dan
Ibunda Hj. Widaningsih Ruslan, SH. yang telah mencintai saya dengan
segenap jiwa dan raga, memberikan segala yang mereka bisa, baik doa
maupun dukungan sehingga dengan ridha mereka saya bisa sampai seperti ini;
9. Kedua adikku, calon Dokter Aulia dan Dethia calon Maestro, dan juga seluruh
10. Sahabat seperjuangan, khususnya merlie, halimah dan semuanya yang telah
11. Serta semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang
ii
Sebagai akhir kata semoga Allah SWT memberikan balasan atas
skripsi ini. Dan juga, semoga apa yang telah kalian berikan menjadi berkah
Zakia Al Farhani
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
iv
BAB III YAYASAN SIRAN MALIK PESANTREN AL-FALAH
PARUNG BENYING
B. Kegiatan-Kegiatan ....................................................................... 41
1. Pengurusan Anak.................................................................... 42
3. Gambaran Kasus.................................................................... 63
v
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 72
B. Saran ............................................................................................ 73
LAMPIRAN
vi
BAB I
PENDAHULUAN
disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang
keturunan dalam kehidupan keluarga maka keluarga yang tidak atau belum
keutuhan ikatan perkawinan dan untuk kemanusiaan dan juga untuk melestarikan
terjadinya ketidak harmonisan suatu perkawinan dan suatu keluarga karena tidak
adanya keturunan.
1
2
demikian, apabila di dalam suatu perkawinan telah ada keturunan (anak), maka
tujuan perkawinan dianggap telah tercapai dan proses pelanjutan generasi dapat
berjalan.1
anggotanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Anak pada hakikatnya merupakan
anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa dan buah hati dari orang tuanya yang tiada
ternilai harganya, dan menjadi generasi penerus orang tuanya. Pada umumnya
perkawinan tidak akan puas bilamana tidak mempunyai anak, sehingga berbagai
usaha untuk memiliki anak, mengambil serta mengasuh anak hingga menjadi
orang dewasa yang mandiri sehingga terjalinlah hubungan rumah tangga antara
bapak dan ibu angkat disatu pihak dan anak angkat di lain pihak.
Mahmud Syaltut, ulama dan pemikir Islam dari Mesir menyatakan bahwa
pengangkatan anak dalam konteks mengangkat anak orang lain yang diperlakukan
seperti memperlakukan anak sendiri dalam hal kasih sayang, nafkah sehari hari,
menjadi tradisi turun menurun yang dikenal dengan Tabanni 3 yang artinya
1
Soeryono Soekanto, Hukum Adat indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2001), h. 251.
2
Mahmud Syaltut, Al-Fatawa, (Mesir: Dar al Syuruk, 1991), h.321.
3
Muderis Zaini, “Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum”, (Jakarta: Sinar Grafika,
2002), Cet Ke-4, h. 53.
3
mengambil anak. 4 Atau mengambil anak orang lain untuk diberi status anak
harta peninggalan dan hak lainnya sebagai hubungan anak dengan orangtua.
beda, diantaranya adalah keiginanan untuk mempunyai anak, adanya harapan atau
kepercayaan akan mendapatkan anak, adanya keinginan memiliki anak lagi yang
diharapkan dapat menjadi teman bagi anak yang telah dimilikinya, sebagai rasa
belas kasihan terhadap anak terlantar, dan juga terhadap anak yatim piatu. 5
keretakan hubungan yang telah dibinanya. Selain itu juga untuk mempertahankan
meneruskan keturunan juga ada maksud lain yaitu untuk memperoleh tenaga kerja
anak di luar dan pada umumnya karena khawatir akan habis mati kerabatnya. 6
karena tidak mempunyai keturunan, ada juga yang mengangkat anak sebagai
4
Ibrahim Anis dan Abd.halim muntasir et al., Al-Mu’jam Al-Wasith, (Mesir: majma’ al-
lughah al-arabiah, 1392h/1972m), jilid II, h. 72.
5
M. Budiarto, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, (Jakarta: Akademika
Pressindo, 1985), h. 10.
6
Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistim Hukum, h.9.
7
B. Bastian Tafal S.H., Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat-Akibat
Hukumnya Di Kemudian Hari, (Jakarta: CV. Rajawali, 1989), Ed.1, Cet.ke-2, h .54.
4
kepentingan orang per orang dalam keluarga. Oleh karena itu lembaga
Hal penting yang perlu digaris bawahi bahwa pengangkatan anak harus
hukum berfungsi sebagai penjaga ketertiban dan sebagai rekayasa sosial, maka
kemudian hari memiliki kepastian hukum baik bagi anak angkat maupun bagi
orang tua angkat. Praktik pengangkatan anak yang dilakukan melalui pengadilan
pengadilan agama. Namun masih banyak orang tua angkat yang tidak
8
Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 12.
5
mengindahkan aturan tersebut, mereka mengangkat anak atas dasar suka sama
suka antara orang tua kandung dengan orang tua angkat seperti yang dilakukan
oleh orang tua angkat pada yayasan Siran Malik Pesantren Al-Falah. Oleh karena
yang dilakukan pada suatu yayasan yaitu yayasan Siran Malik. Maka dari itu
Benying).
berkaitan pada proses pengangkatan yang ada di Yayasan Siran Malik Pondok
Persantren Al- Falah, maka dari itu untuk memahami masalah yang akan dibahas
Siran Malik ?
2. Apa akibat hukum dari proses pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain
adalah:
di Indonesia
2. Agar masyarakat tahu apa akibat hukum dari pengangkatan anak yang tidak
dilakukan oleh Husnul Aulia dalam skripsinya yang berjudul Adopsi Menurut
Anak (Studi Perbandingan Antara Hukum Islam Dengan Hukum Positif).9 Penulis
9
Husnul Aulia, “Adopsi Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak (Studi Perbandingan Antara Hukum Islam Dengan Hukum Positif),”
(Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2007).
7
membenarkan orang yang mengangkat itu berbeda agama dengan anak yang
diangkat. Adapun perbedaan antara keduanya, bahwa hukum Islam tidak ada tata
Pengangkatan Anak Dalam UU No. 3 Tahun 2006 dan Akibat Hukumnya yang
sebelum dan sesudah UU No. 3 Tahun 2006. Di sini juga penulis menyimpulkan
Undang-Undang No. 3 Tahun 2006, adopsi anak bagi yang beragama Islam
anak setelah berlakunya undang-undang adalah tidak adanya akibat hukum dalam
orang tua angkatnya, tetapi masih mempunyai hubungan dengan orang tua
kandungnya.
Dan Adat Betawi Serta Implikasinya Terhadap Kewarisan yang ditulis oleh
10
Reyza Amelia, “Pengangkatan Anak Dalam UU No. 3 Tahun 2006 dan Akibat
Hukumnya,” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2007).
8
Lenni.11 Penulis menyimpulkan bahwa antar hukum Islam dan adat Betawi dalam
kewarisan memiliki kesamaan, diantara anak angkat tidak mendapat bagian waris
dari orang tua angkatnya tapi biasanya anak angkat diberi bagian dalam bentuk
hibah atau wasiat. Adapun nasab anak angkat menurut adat Betawi tetap
Hubungannya Dengan Sema No. 4 Tahun 1989 dan Hukum Islam (Analisis
No. 4 Tahun 1989, dimana penulis memaparkan tata cara adopsi antara negara
Hukum Islam dan Hukum Adat Tentang Adopsi dan Akibat Hukumnya (Studi
11
Lenni, “Adopsi dalam Perspektif Hukum Islam Dan Adat Betawi Serta Implikasinya
Terhadap Kewarisan,” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Jakarta,
2006).
12
Ani khoironi, “Adopsi Antar Negara dalam Hubungannya Dengan Sema No. 4 Tahun 1989
dan Hukum Islam (Analisis Putusan No. 213/Pdt/P/2006/PN-JAKSEL),” (Skripsi S1 Fakultas Syariah
dan Hukum, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2009).
13
Suwandi, “Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Adat Tentang Adopsi dan Akibat
Hukumnya (Studi Kasus Kampung Sidakaton Kecamatan Dukuhteri Kabupaten Tegal),” (Skripsi S1
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2008).
9
mana anak adopsi memiliki hubungan muhrim bukan mahrom yang berdampak
pada adanya larangan kawin antara anak adopsi dengan orangtua angkatnya dan
juga menyangkut masalah nasab antara anak angkat dengan orang tua angkatnya.
bahwa anak adopsi di luar nikah sama-sama tidak menisbatkan pada orang tua
angkatnya, sama layaknya anak adopsi dan anak sah orang lain. Anak adopsi
diluar nikah tidak dapat saling mewarisi dengan orang tua angkatnya. Mengenai
nasab anak adopsi diluar nikah menurut Islam hanya menisbatkan kepada ibu
kandungnya saja bukan pada ayahnya. Dan dalam masalah kewarisan hanya
mendapat warisan dari ibu kandungnya saja dan keluarga dari ibu kandungnya.
Dan juga disini, Islam membolehkan pengangkatan anak sah maupun anak luar
Angkat Dalam Staatsblad No. 129 Tahun 1917 Menurut Hukum Islam dan
Hukum Adat Betawi yang ditulis oleh Ridwan.15 Penulis menyimpulkan bahwa
dalam praktek adopsi yang diatur dalam Staatsblad adalah bahwa anak angkat
dijadikan anak yang dilahirkan dari orang tua angkatnya dan juga anak angkat
menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya karena dalam Staatsblad hukum
14
M. Firmansyah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Adopsi Anak Di Luar Nikah,” (Skripsi
S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006).
15
Ridwan, “Status Hukum Anak Angkat Dalam Staatsblad No. 129 Tahun 1917 Menurut
Hukum Islam Dan Hukum Adat Betawi,” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Jakarta, 2006).
10
dikenal dalam Staatsblad No. 129 Tahun 1917 mempunyai akibat hukum yang
Sedangkan dalam skripsi yang penulis buat, berbeda dari skripsi yang di
Dan juga di sini penulis tidak lupa menyantumkan praktek pengangkatan anak di
hukum positif mengenai pengangkatan anak yang ada di yayasan Siran Malik.
Dan juga penulis membahas apa akibat hukum pengangkatan anak yang tidak
yang akan dibahas dan gambaran dari masalah tersebut secara jelas dan akurat.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan dua jenis metode penelitian
ditemukan kesimpulan yang sesuai dengan tujuan yang dikehendaki penulis dalam
menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang
pihak yang terkait dengan judul penelitian. Selanjutnya jenis data sekunder
ilmiah, makalah umum dan bacaan lain yang berkaitan dengan judul penelitian.
hasil studi pustaka dengan penelitian lapangan, kemudian dilakukan analisis yang
16
Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-undangan,
karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral
suatu penelitian. Lihat Johny Ibrahim, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Edisi
Revisi, Cet.4 (Malang: Bayumedia Publishing, 2008), h.302.
12
penulisan skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syari’ah dan Hukum
F. Sistematika Penulisan
terdapat dalam skripsi ini, maka penulis menyusun dengan sistematika sebagai
berikut:
Bab I, bab ini memuat tentang pendahuluan yang terdiri dari latar
penulisan.
Bab II, dalam bab ini akan dikemukakan secara umum tinjauan mengenai
Bab III, pada bab ini akan dipaparkan penjelasan secara terperinci tentang
gambaran umum Yayasan Siran Malik Pesantren Al-Falah, mulai dari sejarah
membahas tentang kegiatan apa saja yang ada pada yayasan tersebut, mulai dari
Bab IV, bab ini merupakan bab inti yang ada dalam skripsi ini, karena
dalam bab ini akan membahas secara terperinci tentang peraturan atau undang-
praktek pengangkatan anak yang ada di yayasan siran malik, dan juga bagaimana
hukum islam memandang praktek pengangkatan anak yang ada di yayasan siran
malik tersebut.
Bab V, bab ini sebagaimana umumnya dalam setiap karya ilmiah lazim
dibuat suatu penutup yang berupa kesimpulan dari beberapa persoalan yang
Belanda Adoptie 2 dan juga Adoptio 3 dalam bahasa latin yang memiliki arti
untuk dijadikan anak kandung sendiri. Dalam kamus populer, adopsi memiliki arti
mengambil anak orang lain untuk dijadikan anak sendiri sehingga memutuskan
hubungan antara anak dengan orang tua kandungnya, serta segala urusan
Dalam kamus bahasa Arab, adopsi berasal dari kata ( َ تَبَنَى-) بَنى5 atau bisa
disebut juga ( ً ) اتَخذه ابناyang artinya mengambil anak orang lain untuk diangkat.6
Dari pengertian menurut bahasa, dapat diambil kesimpulan bahwa anak angkat
adalah anak orang lain yang diangkat menjadi anak sendiri. Jadi penekanannya
pada persamaan status anak angkat dari hasil pengangkatannya sebagai anak
kandung.
1
Jhon. M. Echols dan Hasan Sadly, Kamus Ingris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2004), cet.XXV, h. 13.
2
Subekti dan Tjorosudibio, Kamus hukum, (Jakarta: PT. Pradya Paramita, 1970), h. 6.
3
Andi Hamzah, Kamus Hukum, (Jakarta: PT. Ghalia, 1986), h. 28.
4
Chuzaimah Tahido Yanggo, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1996), cet. Ke-1, h. 130.
5
Maktabah Syarkiyah, Kamus Munjid, (Beirut: Daar El- Machreq Sarl, 2000), h. 50.
6
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hadikarya Agung, tth), h. 73.
14
15
dilakukan oleh seseorang terhadap anak yang jelas nasab-nya, kemudian anak itu
laki-laki atau perempuan yang dengan sengaja menasabkan seorang anak kepada
dirinya padahal anak tersebut sudah punya nasab yang jelas pada orang tua
islam, maka unsur menasabkan seorang anak kepada orang lain yang bukan
ataupun anak angkat adalah suatu perbuatan hukum dalam hukum adat, dimana
seseorang diangkat atau didudukkan dan diterima dalam suatu posisi, baik
biologis maupun sosial, yang semula hal tersebut tidak ada padanya.9
diketahui bahwa anak itu termasuk anak orang lain, kemudian ia perlakukan anak
tersebut sama dengan anak kandungnya, baik dari kasih sayang maupun biaya
hidup, tanpa merubah status anak tersebut. Pengertian kedua, pengangkatan anak
7
Wahbah al-Zuhaidi , Al Fiqih Al-Islami Wa Al- Adilathu, Juz 9, (Bairut, Dar al Fikr al-
Ma’ashir), h. 271.
8
Muhammad Muhyi al-Din Abdul Hamid, Al- Ahwal Al- Syahsyiyah Fi Al-Syariah Al-
Islamiyah, (Mesir: Maktabah Muhammad Ali Shobih, 1966), h. 386
9
Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1985), h. 33.
16
adalah perbuatan seseorang yang tidak memiliki anak, kemudian menjadikan anak
orang lain sebagai anaknya, padahal ia mengetahui bahwa anak itu bukan anak
kandungnya, lalu ia menjadikannya sebagai anak sah dengan merubah status anak
tersebut menjadi anak kandung dan antara keduanya dapat saling mewarisi.10
untuk dijadikan anak sendiri, dengan mengubah statusnya menjadi anak kandung
sehingga berlakulah seluruh ketentuan hukum yang berlaku atas anak kandung
mengangkat anak orang lain yang dilakukan oleh orang tua angkat resmi menurut
seorang anak dari luar ke dalam kerabat, sehingga terjalin suatu ikatan sosial yang
10
Mahmud Syaltut, Al- Fatawa, (Mesir: Dar al-Syuruk, 1991), h. 321.
11
Muhammad Ali al-Sayis, Tafsir Ayat al-Ahkam, (Mesir; Matba’ah Ali Shabih wa Awadin,
1372 H/1953 M), jilid 14, h.7.
12
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Jakarta: Fajar Agung, 1987) h. 149.
13
Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, (Yogyakarta: LIBERTI Yogyakarta, 1981), cet.II,
h. 102.
17
Kemudian dalam buku Kamus Hukum adat oleh DR. Soerjono Soekanto
mengangkat anak untuk dijadikan anggota suku atau seseorang mengangkat selir
agar tumbuh menjadi pribadi yang berguna bagi bangsa dan negara.
lain sebelum kedatangan Islam, seperti yang dipraktikan bangsa Yunani, Romawi,
India, dan beberapa bangsa pada zaman kuno. Dikalangan bangsa Arab sebelum
Islam (masa Jahiliyah) istilah pengangkatan anak dikenal dengan at-Tabani dan
Rasulullah SAW sendiri pernah mengangkat Zaid bin Zaid bin Haritsah menjadi
14
Soerjono Soekanto, Kamus Hukum Adat, (Bandung: Alumni, 1978), cet.I, h.15.
15
Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika,
2002), h.53.
18
anak angkatnya. Bahkan Nabi tidak lagi memanggil Zaid berdasarkan nama
ayahnya (Haritsah), tetapi ditukar oleh Rasulullah SAW dengan nama Zaid Bin
menyatakan bahwa dirinya dan Zaid saling mewarisi. Zaid kemudian dikawinkan
dengan Zainab binti Jahsyi, putri Aminah binti Muthallib, bibi nabi Muhammad
SAW. Oleh karena Nabi telah menganggapnya sebagai anak, maka para
Setelah Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rasul, turunlah surat al-
16
Nasroen Haroen, dkk., Ensiklopedi Hukum Islam, (jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve,
1996), h. 29.
19
berikut:
1. “Allah tidak menjadikan dua hati dalam dada manusia”. Pangkal ayat ini
adalah dasar hidup untuk jadi pegangan bagi orang yang mempunyai aqidah
Tauhid. Dalam ungkapan secara modern ialah bahwa orang yang pecah tujuan
menghentakkan kayu yang berjupang dua ke dalam bumi, niscaya tidak akan
mau terbenam. Maka tidaklah akan beres berfikir seorang yang dalam hatinya
namanya musyrik. Kalau sekali hati telah bulat menyembah kepada Allah,
17
Zhihar ialah perkataan seorang suami kepada istrinya: punggungmu Haram bagiku seperti
punggung ibuku atau perkataan lain yang sama maksudnya. Adalah menjadi adat kebiasaan bagi orang
Arab Jahiliyah bahwa bila dia berkata demikian kepada istrinya maka istrinya itu haramnya baginya
untuk selama-lamanya. Tetapi setelah Islam datang, Maka yang Haram untuk selama-lamanya itu
dihapuskan dan istri-istri itu kembali halal baginya dengan membayar kaffarat (denda).
18
Maula-maula ialah seorang hamba sahaya yang sudah dimerdekakan atau seorang yang
Telah dijadikan anak angkat, seperti Salim anak angkat Huzaifah, dipanggil maula Huzaifah.
20
persembahan kepada kafir dan munafiq atau persembahan kepada benda mesti
ditinggalkan.19
memungut anak orang lain lalu dijadikannya anaknya sendiri. Anak yang
itu. Bahkan hal ini terjadi pada diri Nabi Muhammad saw. sendiri. Seorang
merawat beliau, bernama Zaid anak Haritsah. Karena sayangnya kepada anak
yang dimerdekakan dan diangkat anak di zaman jahiliyah oleh Nabi itu
supaya dia dipanggil kembai menurut yang sewajarnya , iaitu Zaid bin
Haritsah. Ada juga kejadian seorang anak yang kematian ayah sewaktu dia
masih amat kecil. Lalu ibunya kawin lagi dan dia diasuh dan dibesarkan oIeh
ayah tirinya yang sangat menyayangi dia. Dengan tidak segan-segan si anak
menaruhkan nama ayah tirinya di ujung. namanya, padahal bukan ayah tirinya
itu ayahnya yang sebenarnya. Itu pun salah. Karena walaupun betapa
tingginya nilai kasih sayang dan hutang budi, namun kebenaran tidaklah boleh
diubah dengan mulut. Mengganti nama ayah itu pun satu kedustaan.21
19
Hamka, Tafsir Al Azhar, (Surabaya: Pustaka Islam, 1983), Bab. XXI, h. 226.
20
Ibid., h. 227.
21
Ibid., h. 228.
21
anak dengan akibat hukum seperti di atas (saling mewarisi) dan memanggilnya
berakhirnya Perang Dunia II. Saat itu banyak terdapat anak yatim piatu yang
banyak kehilangan orang tua karena gugur dalam peperangan, di samping banyak
pula yang lahir di luar perkawinan yang sah. Karena sistem hukum Barat yaitu
negara) No. 129 Tahun 1917. Dalam lapangan hukum perdata umum,
pengangkatan anak tidak saja berasal dari anak yang jelas asal usulnya, tetapi juga
anak yang lahir diluar perkawinan yang sah (tidak jelas asal usulnya).22
pengangkatan anak yang diperbolehkan dalam Islam tentu saja yang memiliki arti
22
Nasroen Haroen, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005), h. 85.
22
Agama Islam menganjurkan agar umat manusia dapat saling tolong menolong
terhadap sesama manusia. Pengangkatan anak atau disebut juga adopsi merupakan
salah satu cara untuk menolong sesama manusia, karena adopsi dengan pengertian
mengangkat anak orang orang lain untuk diperlakukan sebagai anak sendiri tanpa
mengubah status anak tersebut menjadi anak kandung adalah adopsi yang
diperbolehkan dalam Islam, dan hal itu merupakan perbuatan yang sangat mulia.
anak angkat dalam keluarga tidak sama dengan anak kandung. Maka dari itu, tidak
ada hubungan khusus antara anak yang diangkat dengan orang tua angkat mengenai
masalah keperdataan seperti perwalian dan kewarisan. Karena apabila kita menengok
kembali kepada tujuan dari pengangkatan anak tersebut, maka pengangkatan anak
Dalam hal pengangkatan anak, kita harus mengetahui apa saja yang boleh
dan tidak boleh dilakukan oleh orang tua angkat. Untuk menghindari dari hal-hal
a. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang
b. Anak angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari orang tua angkat,
melainkan tetap sebagai ahli waris dari orang tua kandungnya, demikian juga
orang tua angkat tidak berkedudukan sebagai ahli waris dari anak angkatnya.
c. Hubungan keharta bendaan antara anak angkat dengan orang tua angkatnya
d. Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya secara
e. Orang tua angkat tidak dapat bertindak sebagai wali dalam perkawinan
f. Antara anak yang diangkat dengan orang tua angkat seharusnya sama-sama
orang yang beragama islam, agar sianak tetap pada agama yang dianutnya.
pangan layaknya anak kandung sendiri. Adapun dalam hal nasab, anak tersebut
nasabnya tetap pada ayah kandungnya karena antara anak angkat dengan orang
tua angkat tidak ada sama sekali hubungan nasab yang dapat mempunyai hak
24
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, (Surakarta: Era Intermedia, 2005), h.
319.
24
kemaslahatan anak dengan tidak memutuskan nasab orang tua kandungnya adalah
perbuatan yang terpuji dan dianjurkan oleh ajaran agama Islam, bahkan dalam
kondisi tertentu dimana tidak ada orang lain yang memeliharanya maka bagi si
dan mempertahankan garis keturunan dalam suatu lingkungan keluarga yang tidak
mempunyai anak kandung. Disamping itu maksud dari pengangkatan anak disini
pengangkatan anak kini telah berubah yakni demi kesejahteraan anak yang
diangkat.
25
Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak Di Indonesia,
(Jakarta: Rajawali Press, 2010), h. 121.
25
anak dilakukan oleh orang yang tidak diberi keturunan. Pengangkatan anak
memberikan perlakuan dan menyalurkan rasa kecintaan serta kasih sayang kepada
hukumnya.
Ajaran Islam mengarahkan kita agar selalu peduli kepada sesama, karena
sikap peduli sesama merupakan suatu hal yang memang harus selalu diamalkan,
terlebih lagi terhadap anak-anak terlantar dan anak yatim. Tidak hanya itu, Islam
yaitu zaman sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW. Pada zaman tersebut,
26
Ahmad Azhar Basyir, Kawin Campur, Adopsi, Wasiat Menurut Islam, (Bandung: PT Al-
Ma’rif, 1972), h. 19.
27
Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Tiga Sistem Hukum, h. 50.
26
kepada ayah angkatnya, dan nasab kepada orang tuanya terputus. Bahkan pada
masa itu anak angkat mendapatkan hak waris layaknya anak kandung, dan segala
urusan yang seharusnya menjadi kewajiban ayah kandung, teralihkan kepada ayah
angkatnya.
antara anak dan orang tua kandung, dan anak angkat tidak berkedududkan sebagai
ahli waris dari orang tua angkat, tetapi ahli waris dari orang tua kandung,
demikian juga sebaliknya, orang tua angkat tidak menjadi ahli waris dari anak
angkat. Selanjutnya, anak angkat tidak diperkenankan memakan nama orang tua
angkatnya secara langsung sebagai tanda pengenal atau alamatnya, dan juga orang
tua kandung tidak bertindak sebagai wali dalam perkawinan anak angkatnya.28
SWT dalam Surat Al-Ahzab ayat 4 dan 5 seperti yang telah ditulis sebelumnya.
antara ayah atau ibu angkat dan anak angkanya tidak lebih dari sekedar hubungan
kasih sayang. Hubungan antara ayah atau ibu dan anak angkatnya tidak
memberikan akibat hukum yang berkaitan dengan warisan, nasab dan tidak saling
28
Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Tiga Sistem Hukum, h. 54.
27
mengharamkan perkawinan. Apabila ayah atau ibu angkat meninggal dunia, anak
angkat tidak termasuk sebagai ahli waris yang berhak menerima warisan.
Demikian juga dalam hal nasab, anak angkat tidak bisa memakai nasab
ayah atau ibu angkatnya. Kasus Zaid bin Harisah yang dinasabkan para sahabat
kepada Rasulullah dengan panggilan Zaid bin Muhammad dan telah dianggap
para sahabat sebagai anak angkat Nabi Muhammad SAW dibantah oleh ayat
diatas, sehingga Zaid tetap dinasabkan kepada ayahnya, Haritsah. Bahkan untuk
membantah anggapan bahwa status anak angkat itu sama dengan anak kandung,
mantan istri Zaid bin Harisah.29 Pernyataan Allah SWT terdapat dalam surat Al-
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika kamu Berkata kepada orang yang Allah
Telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) Telah memberi nikmat
kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang
kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya,
29
Nasroen Haroen, Ensiklopedi Islam, h. 84
28
dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu
takuti. Maka tatkala Zaid Telah mengakhiri keperluan terhadap Istrinya
(menceraikannya), kami kawinkan kamu dengan dia 30 supaya tidak ada
keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat
mereka, apabila anak-anak angkat itu Telah menyelesaikan keperluannya
daripada isterinya. 31 dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.”(Al-Ahzab:
37)
30
Setelah habis iddahnya
31
Yang dimaksud dengan Orang yang Allah Telah melimpahkan nikmat kepadanya ialah
Zaid bin Haritsah. Allah Telah melimpahkan nikmat kepadanya dengan memberi taufik masuk Islam.
nabi Muhammadpun Telah memberi nikmat kepadanya dengan memerdekakan kaumnya dan
mengangkatnya menjadi anak. ayat Ini memberikan pengertian bahwa orang boleh mengawini bekas
isteri anak angkatnya.
29
serta dapat memperkuat tali persaudaraan dengan orang tua yang diangkat.
Kemudian jika dilihat di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 171 huruf
(h) dinyatakan bahwa anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk
dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan keputusan
pengadilan. 32 Adapun dalam hal masalah pewarisan, anak angkat hanya berhak
menerima wasiat yang ada kaitannya dengan harta peninggalan orang tua
angkatnya, sebagaimana diatur dalam pasal 209 ayat (2) yang berbunyi :
“Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah
Hal ini dilakukan karena atas dasar rasa kasih sayang orang tua terhadap
anak, dan juga rasa terima kasih karena semasa hidup orang tua angkatnya, sianak
telah berbuat baik menemani orang tua angkatnya. Maka Islam sama sekali tidak
menutup kemungkinan anak angkat mendapat bagian dari harta peninggalan orang
tua nagkatnya.
pemeliharaannya dan pendidikannya saja yang beralih dari orang tua kandung
kepada orang tua angkat. Akan tetapi untuk masalah perwalian dalam pernikahan
dan masalah waris, anak angkat tetap saja berhubungan dengan orang tua
32
Mustofa, Pengangkatan Anak Kewenangan Pengadilan Agama, (Jakarta: Kencana Preda
Media Group: 2008), h. 21.
33
Roihan A Rasyid, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama dalam Sistem Hukum
Nasional, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu: 1999), h. 82.
30
kepada anak angkatnya tersebut, maka yang dapat dilakukan orang tua angkat
adalah dengan hibah atau wasiat yang ditulis atau diucapkan oleh ayah angkatnya
semasa hidupnya.34
pengangkatan anak dengan cara dan motivasi yang berbeda-beda, semua itu sesuai
dengan sistem hukum yang hidup serta berkembang di daerah yang bersangkutan.
Pengangkatan anak menurut hukum Adat sering dikenal sebagai usaha untuk
mengambil anak bukan keturunan sendiri dengan maksud untuk memelihari dan
Prinsip hukum adat dalam suatu perbuatan hukum adat adalah terang dan tunai.35
Terang ialah suatu prinsip legalitas yang berarti bahwa perbuatan hukum itu
dilakukan dihadapan dan diumumkan di depan orang banyak, dengan resmi secara
formal, dan telah dianggap semua orang mengetahuinya. Sedangkan kata tunai
berarti perbuatan itu akan selesai seketika pada saat itu juga, tidak mungkin
ditarik kembali.
34
Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak Di Indonesia, h.
102.
35
Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, h. 29.
31
Ada berbagai macam tata cara pengangkatan anak atau adopsi yang
langsung, sekalipun secara alami tetap mempunyai titik persamaan dari sisi
khotib, dan keluarga sedusun. Adopsi adakalnya dilakukan secara tertulis dan
adapula yang tidak, sesuai dengan permintaan keluarga, asalkan semua itu
memasak Serawa, yaitu beras ketan yang dicampur dengan kelapa dan gula
merah.36
tidak ada cara tententu dalam hal adopsi ini. Lain halnya dengan masyarakat
daerah Kepulauan Tidore (Ambon) bagi mereka hal yang terpenting dalam
pengangkatan anak adalah kata sepakat antara pihak orang tua kandung
dengan pihak orang tua angkat, hal itu dilakukan agar antara keduanya sama-
sama ikhlas. Kemudian di Kecamatan Kalela (Ambon) bisa pula terjadi adopsi
Kabupaten Gresik, tidak ada ketentuan khusus untuk mengangkat anak, dalam
mengangkat anak, orang tua angkat langsung melaporkan kepada Kepala Desa
tinggal dekat orang tua anak itu dan diundang untuk menyaksikan penyerahan
anak tersebut. Di Kota Jatinegara dan Bandung dan juga di Desa Cimacan
pengangkatan anak itu berturut-turut kepada kepala kampung dan lurah desa
37
Ibid., h. 47.
38
Soepomo, Hukum Perdata Adat Jawa Barat, (Jakarta: PT. Djaya Pirusa, 1982), cet.II, h.
24.
33
atau dengan pemberitahuan kepada pejabat desa yang bersangkutan atau surat
yang dibuat oleh pejabat itu. Tetapi di tempat-tempat itu terjadi pula
menurut hukum adat Jawa Barat tidak ada syarat yang ditetapkan untuk
berbagai daerah hukum dan ini tentunya akan mewarnai kebhinekaan kultural
39
Ibid., h. 25.
40
M. Budiarto, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Tiga Segi Hukum, (Jakarta: AKAPRES,
1991), cet.II, h. 15.
34
mana sistem keluarga berdasarkan keturunan dari pihak lelaki. Seperti di Bali
yang melepaskan anak angkat dari pertalian keluarganya dengan orang tuanya
hubungan pertalian darah dengan orang tua kandung anak angkat itu. Namun
orang tua kandungnya sehingga hukum adat Jawa memberikan pepatah bagi
anak angkat dalam hal hak waris di kemudian hari dengan istilah “anak angkat
memperoleh warisan dari dua sumber air sumur”. Maksudnya anak angkat
tetap memperoleh harta warisan dari orang tua kandung, juga dari harta
41
Soepomo, Bab-bab Tentang Hukum Adat, (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1976), h. 118.
42
Ibid ., h.118.
43
Muderis Zaini, Adopsi Menurut Tinjauan Tiga Sistem Hukum, h. 50.
35
menyatakan bahwa anak angkat bukanlah ahli waris dari orang tua angkatnya,
anak angkat adalah ahli waris dari orang tuanya sendiri. Anak angkat
hibah atau pemberian atau wasiat yang ditulis sebelum orang tua angkatnya
meninggal dunia.
anak angkat, bagi mereka adalah suatu hal yang termasuk tidak etis dan akan
mendapatkan celaan dari masyarakat apabila anak angkat yang telah diketahui
masyarakat tersebut kemudian dibatalkan oleh anak atau keluarga orang tua
44
Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak Di Indonesia, h.
46.
36
bernuansa Islami. Hukum adat yang telah sesuai dengan semangat dan
yang diakui eksistensinya oleh hukum Islam, tetapi bentuk-bentuk praktik adat
yang menyimpang akan diluruskan secara politis dan bertahap melalui proses
45
Ibid., h. 47.
BAB III
Selatan oleh tokoh terkemuka Dr. Siran Malik (Alm) sebagai pemberi wakaf
luasnya.
1
Profile Yayasan Siran Malik Pesantren Al-Falah, h. 2.
37
38
d. Dan yang terakhir mencetak generasi muslim yang mampu bersaing dan
berperan di masyarakat.
Surat Ketetapan dari Menteri Hukum dan HAM RI Nomor: AHU-1467. AH.
01. 02. Tahun 2008. Dan juga dengan Surat Izin Dinas Sosial Tangerang
512280406721. 2
wakaf yang diberikan oleh tokoh masyarakat yang bernama Dr. Siran Malik,
Siran Malik Pesantren Al-Falah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana
taulan yang ingin berbagi rizki. Dan juga perolehan dana didapat dari Infaq,
Shodaqoh, dan Zakat juga dari hasil usaha pondok yang sah. Selain itu juga
2
Ibid., h. 3.
3
Wawancara pribadi dengan Yuda Abdul Jabar. Parung benying, 17 Desember 2010
39
berupa materi, bahan makanan, dan juga barang. Seluruh bantuan yang
adalah untuk biaya hidup anak, perawatan kesehatan dan biaya operasional
berkembang, saat ini selain mendidik, mengurus dan mengasuh anak yatim
piatu atau kurang mampu dan para duafa, Yayasan Siran Malik Pesantren Al-
Falah juga telah mendirikan asrama yatim piatu di Tasikmalaya, dan tidak
1988.
4
Ibid
5
Profile Yayasan Siran Malik Pesantren Al-Falah, h. 2.
40
jangka pendek dan juga program jangka panjang. Adapun program jangka
mengadakan balai usaha sendiri, dan juga yayasan ingin mengadakan kursus
mendirikan perguruan tinggi agar para siswa yang telah lulus pada tingkat
SMK dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dan berguna bagi agama,
2. Struktur Organisasi
sama lain dengan baik di dalamnya dan semua itu dilakukan guna mencapai
terdiri dari Pendiri yaitu bapak Dr. Siran Malik (Alm), Penasehat yaitu bapak
41
al-Fakir Mahdi al-Qudratillah, bapak Drs. Mahraz Faisal, dan bapak Drs.
Arsyad Bone Putra. Selain pendiri dan penasihat, ada juga Dewan Pembina
yaitu Yani Maryani. Kemudian Ketua yayasan yaitu Siti Sarah, S.I.Kom, dan
Pimpinan Pondok bapak Yuda Abdul Jabar. Selain itu juga ada Sekertaris
yaitu ibu Ira Rahmawati, S.Pd, Bendahara bapak Aas Asrullah, dan yang
terakhir bagian pelayanan dan perberdayaan yaitu bapak Ali Ardinata, S.E.
bertindak sebagai Manager Area adalah Ibnu Abdul Aziz, Dasa Widiantara,
dan Bambang Hermanto. Setelah itu yang menjadi ketua bidang kesenian
yaitu Rahmat dan Ibnu Abdullah dan yang terakhir Ketua Bidang
B. Kegiatan-kegiatan
yaitu pengurusan anak dan juga pengangkatan anak.6 Dalam hal pengurusan anak,
formal dan juga pendidikan keterampilan. Semua itu diadakan untuk membentuk
6
Ibid.,h.4.
42
akidah yang shaleh dan keimanan yang kokoh, dan juga untuk menggali bakat
1. Pengurusan Anak
moril, materil dan juga keterampilan. Kegiatan dalam bidang pendidikan dan
pedoman pendidikan anak yang ada dalam ajaran agama Islam, hal ini
dapat mengembangkan bakat dan kemampuan yang mereka miliki dan juga
shalat berjama’ah, tak lupa pula diiringi dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an.
bersama-sama.
Kemudian tidak hanya itu, para guru juga sering mengadakan qiyamul
lail untuk meningkatkan ibadah anak-anak di malam hari. Dan bukan itu saja,
yayasan juga mengadakan majlis ta’lim untuk ibu-ibu yang ada di sekitar
dapat menjalankan hidup sesuai dengan petunjuk dan pedoman hidup umat
muslim yaitu al-Qur’an, dan juga dapat mencontoh tauladan yang baik yaitu
Rasulullah Saw.
mampu bersaing dengan anak-anak bangsa lainnya. Dan juga agar anak-anak
rasa percaya diri terhadap anak-anak tersebut dan agar anak-anak tidak mudah
dilakukan di luar jam sekolah. Dengan kecakapan yang dimiliki anak asuh
diharapkan mereka akan dapat hidup mandiri dengan bekerja sesuai dengan
ketrampilan dan bakat yang mereka miliki setelah keluar dari panti asuhan.
Anak asuh sangat senang dengan berbagai ketrampilan yang diberikan karena
2. Pengangkatan Anak
terlantar dan tidak terpenuhi segala kebutuhannya. Selain itu masih banyak
para orang tua yang belum mempunyai anak yang mengharapkan kehadiran
seorang anak dalam kehidupan rumah tangga yang mereka jalani. Dalam
anak yang diperuntukan bagi mereka yang ingin mengangkat anak dengan
tujuan mengasuh anak tersebut agar seorang anak angkat tidak sampai
kandungnya.
penghubung antara calon orang tua angkat dengan calon anak angkatnya
tersebut. Yayasan akan mempertemukan calon orang tua angkat kepada orang
tua kandung dari sianak yang akan diangkat untuk melakukan suatu
menghimbau kepada calon orang tua angkat tersebut agar tetap saling menjaga
hubungan baik antara calon anak angkat dengan orang tua kandungnya.
Adapun bagi anak yang orang tuanya tidak ada atau anak yang memang
terlantar dan di asuh oleh yayasan, maka calon orang tua angkat hanya
berhubungan dengan yayasan saja karena yayasan juga merupakan orang tua
bagi mereka.7
7
Wawancara Pribadi dengan Yuda Abdul Jabar, Parung Benying 17 Desember 2010.
BAB IV
kebutuhan dalam masyarakat khususnya untuk pasangan suami istri yang telah
1
Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 3.
46
47
negaranya, juga termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak
asasi manusia. Hal ini mengingat karena anak merupakan amanah dan karunia
Tuhan Yang Maha Esa, dimana dalam dirinya terdapat harkat dan martabat
sebagai manusia seutuhnya, dan juga anak merupakan tunas, potensi, dan generasi
muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran penting dalam
Dan perlu kita perhatikan, dikarenakan bahwa anak kelak akan memikul
tanggung jawab yang besar dikemudian hari, maka ia perlu mendapat kesempatan
seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental,
spiritual, maupun sosial. Maka dari itu perlu adanya upaya perlindungan, semua
itu dilakukan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan
sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki jiwa nasionalisme yang
dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai pancasila, serta berkemauan keras menjaga
2
Ibid., h1.
3
Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 78.
4
Adrianus Khatib, Kedudukan Anak Asuh Ditinjau Dari Hukum Islam, Problematika Hukum
Islam Kontenporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), h. 158.
48
berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar
anak adalah mengusahakan agar anak dapat terpenuhi hak-haknya untuk tumbuh
dan berkembang secara wajar, karena setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi.5
adalah orang tua kandung dari anak tersebut,6 kerena di lingkungan keluargalah
seorang anak pertama kali mengenal dunia dan lingkungan sekitarnya, namun
yang terjadi sekarang ini justru lingkungan keluargalah yang tidak dapat
Semua itu mungkin dikarenakan suatu sebab orang tuanya tidak dapat
menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak
tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh
Pernyataan tersebut memberikan jalan bagi orang tua yang tidak mampu
5
Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, 218
6
Muhammad Husain Zahabi, al-Syariah al-Islamiyah: Dirasat Muqaranah baina Mazahiib
Ahl Sunnah wal al-Mazahab al-Ja’fariah. (Mesir: Dar al-Qutub al-Hadits. Tth), h.170.
49
menjamin tumbuh kembang anak untuk membiarkan anaknya diasuh oleh orang
lain.
diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum
yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik
bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir”. Jadi jelas bahwa pengangkatan
anak dan pengasuhan anak kepada orang lain bukan satu-satunya jalan akan tetapi
ketentuan ini tidak menghilangkan hubungan nasab anak dengan orang tuanya.
Di atas telah diuraikan bahwa hubungan nasab anak angkat dengan orang
tua kandungnya tidak terputus dan orang tua kandung tetap memiliki hak untuk
menjalankan hak dan kewajibannya sebagai orang tua kandung, oleh karena itu
orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal
usulnya dan orang tua kandungnya. Adapun pemberitahuan asal usul dan orang
7
Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, h.
67.
50
ini sangat kuat terhadap pasangan yang belum mempunyai anak dan
dengan jelas menyatakan bahwa tujuan pengangkatan anak hanya dapat dilakukan
untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat
hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang tua kandung. Hal ini
dijelaskan bahwa hubungan antara orang tua dan anak angkat hanya hubungan
pemeliharaan saja.9
Dalam hal agama antara orang tua angkat dengan anak yang diangkat
sebaiknya calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh
calon anak angkat. Hal ini penting diperhatikan oleh karena pengaruh agama
orang tua angkat terhadap anak angkat hanya memiliki satu arus arah dari orang
tua angkat terhadap anak angkat, dan jika hal ini terjadi maka akan melukai hati
hukum yang jelas terhadap pengangkatan anak antar warga negara. Pasal 39 ayat
8
Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, h. 216.
9
Mufidah Saggaf al-Jufri, al-Laqit dan Tabqnni, Makalah, tp. 2004, h.10
10
Fauzan, Pengangkatan Anak Bagi Keluarga Muslim Wewenang Absolut Peradilan Agama,
Majalah Mimbar Hukum, Edisi Desember 1999, No. X, h. 56.
51
(4) UU No.23 Tahun 2002 menyatakan bahwa pengangkatan anak oleh Warga
Negara Asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Hal ini sudah jelas
jika memang tidak ada lagi yang mau mengadopsi atau tidak layak untuk
mengadopsi maka pengangkatan anak oleh warga negara asing baru dapat
Perlu diperhatikan dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama
berlaku bagi anak yang belum berakal dan bertanggung jawab, dan penyesuaian
anak tersebut.
11
Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, h. 217.
12
Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika,
2002), h. 72.
52
adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seseorang anak dari lingkungan
kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas
keluarga orang tua angkat. 13 Pengalihan tersebut tentu saja tidak merubah
hubungan nasab antara orang tua kandung dengan anak kandungnya tersebut
walaupun anak tersebut sudah masuk dalam lingkungan kekuasaan orang tua
angkatnya tersebut.14
membantu si anak guna masa depannya, juga membantu beban orang tua kandung
si anak, asalkan didasari dengan kesepakatan yang ikhlas antara orang tua angkat
antar Warga Negara Indonesia dan pengangkatan antara Warga Negara Indonesia
dengan Warga Negara Asing. Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia
13
Fuad Muhammad Fachruddin, Masalah Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya, 1991), h.41.
14
M. Fauzan, Perbedaan Mendasar Akibat Hukum Penetapan Pengangkatana Anak
Pengadilan Negeri Dan Pengadilan Agama, Varia Peradilan No 256 maret 2007, MA RI, Jakarta,
h.43.
15
Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, h. 19.
53
pengangkatan anak yang dilakukan dengan terang dan tunai, artinya waib
dilakukan dengan upacara adat serta dengan bantuan kepala adat 16 dan juga
pengangkatan anak ini dilakukan dalam satu komunitas yang nyata-nyata masih
langsung maupun melalui lembaga pengasuhan anak. Maksud dari langsung yaitu
dilakukan oleh calon orang tua angkat terhadap calon anak angkat yang berada
lembaga pengasuhan anak maka pengangkatan anak yang dilakukan calon orang
tua angkat terhadap calon anak angkat berada dalam lembaga pengasuhan anak
anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing dan pengangkatan anak
Warga Negara Asing dengan Warga Negara Indonesia. Dalam hal ini
16
Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, (Jakarta: Pradya Paramitha, 1981, h 29.
54
Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak meliputi calon anak angkat dan calon
orang tua angkat. Adapun syarat anak yang akan diangkat yaitu, umur anak harus
b. Usia 6 tahun sampai dengan 12 tahun sepanjang ada alasan mendesak, yaitu
penculikan, anak penyandang cacat, dan juga anak korban perlakuan salah dan
penelantaran.
Perlu dikemukakan, terdapat beberapa syarat bagi calon orang tua angkat
tersebut yang harus dipenuhi. Adapun syarat-syarat tersebut mencakup syarat fisik,
syarat agama, syarat moral dan syarat ekonomi. Yang termasuk ke dalam syarat
fisik adalah calon orang tua diharapkan sehat jasmani dan rohani, berumur paling
rendah tiga puluh tahun dan paling tinggi lima puluh lima tahun. Kemudian yang
termasuk syarat agama adalah calon orang tua angkat harus seagama dengan anak
angkatnya tersebut. Selanjutnya yang perlu diperhatikan juga adalah syarat moral
di mana calon orang tua juga harus berkelakuan baik dan tidak pernah melakukan
55
tindak kejahatan dan juga harus berstatus menikah palin singkat lima tahun dan
ekonomi. Diharapkan calon orang tua angkat dalam keadaan mampu ekonomi dan
sosial.
Selain syarat-syarat yang telah disebutkan, calon orang tua juga harus
memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak, dan juga
terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak. Kemudian calon orang
tua angkat juga mempunyai laporan sosial dari petugas sosial setempat. Dan telah
mengasuh calon anak angkat paling singkat enam bulan sejak izin pengasuhan
mengatur tentang tata cara pengangkatan anak baik pengangkatan anak antar
Warga Negara Indonesia maupun pengangkatan anak antara Warga Negara Asing
dengan Warga Negara Indonesia. Dalam hal pengangkatan anak antar Warga
Negara Indonesia biasanya mereka menggunakan tata cara adat setempat, dimana
Hukum dan HAM melalui Direktorat Jendral Imigrasi, Kejaksaan Agung dan
Seseorang dapat mengangkat anak paling banyak dua kali dengan jarak
dua tahu, hal demikian bertujuan agar orang tua lebih fokus untuk mendidik anak
mereka, karena memang idealnya jarak umur pada anak adalah dua tahun. Adapun
dalam hal calon anak angkat adalah kembar, maka pengangkatan anak dapat
Dalam pelaksanaan pengangkatan anak oleh orang tua angkat kepada anak
angkat tersebut, perlu adanya bimbingan yang dilakukan oleh Pemerintah dan
dan pelatihan. Kegiatan dimaksudkan agar orang tua dapat memahami tentang
masyarakat juga mengadakan pengawasan agar tidak terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan seperti halnya pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan ketentuan
tertulis disertai dengan identitas diri pengadu dan data awal tentang adanya
tentang kedisiplinan, keterampilan agar anak menjadi pribadi yang berguna bagi
hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua,
wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,
tua angkat.
memberikan peluang bagi calon orang tua angkat untuk mengangkat anak dari
Yayasan Siran Malik al-Falah, karena menurut Wahbah az-Zuhairi seorang tokoh
apalagi anak yang diadopsi itu anak kecil yang tidak diketahui sama sekali orang
tuanya. Perbuatan adopsi itu terpuji karena mengasuh, memelihara, dan mendidik
anak kecil yang tidak mempunyai orang tua ini seperti memelihara dan mendidik
anak sendiri, merupakan perwujudan rasa tanggung jawab antara sesama muslim
Artinya: Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil,
bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu
(membunuh) orang lain18, atau bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi,
Maka seakan-akan dia Telah membunuh manusia seluruhnya19. dan barangsiapa
yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya Telah datang
kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
jelas, Kemudian banyak diantara mereka sesudah itu 20 sungguh-sungguh
melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.
17
Nasrun Haroen, Ensiklopedi Islam, Jilid I, (Jakarta: PT. ICHTIAR BARU VAN HOUVE,
2005), h. 85.
18
Yakni: membunuh orang bukan Karena qishaash.
19
Hukum Ini bukanlah mengenai Bani Israil saja, tetapi juga mengenai manusia seluruhnya.
Allah memandang bahwa membunuh seseorang itu adalah sebagai membunuh manusia seluruhnya,
Karena orang seorang itu adalah anggota masyarakat dan Karena membunuh seseorang berarti juga
membunuh keturunannya.
20
Ialah: sesudah kedatangan Rasul membawa keterangan yang nyata.
59
membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau
kita memang diharuskan untuk berbuat baik terhadap sesama manusia, berbuat
baik dalam hal pengankatan anak, pengangkatan yang sesuai dengan budaya dan
Agar terwujudnya keinginan para calon orang tua angkat dalam hal
pengangkatan anak, Yayasan Siran Malik memberi kebebasan kepada calon orang
tua angkat untuk terlebih dahulu memilih calon anak angkat yang sesuai dengan
kriteria yang mereka inginkan, karena dengan adanya keserasian antara calon
anak angkat dengan calon orang tua angkat akan tumbuh rasa kasih sayang calon
Setelah adanya kecocokan antara calon orang tua angkat dengan calon
anak angkatnya, calon orang tua angkat juga harus memperhatikan langkah apa
saja yang harus dilakukan antara pihak orang tua kandung apabila masih ada
21
Ahmad Hatta, Tafsir al-Qur’an Per Kata Dilengkapi Dengan Ashabun Nuzul dan
Terjemahnya, Cet.IV, (Jakarta: Maghfiroh Pustaka, 2009), h.113.
60
dengan pihak calon orang tua angkat, yaitu adanya kesepakatan dan juga adanya
serah terima dari pihak orang tua kandung kepada pihak orang tua angkat.22
diadakan kesepakatan terlebih dahulu diantara kedua belah pihak, yaitu pasangan
suami istri yang akan melakukan pengangkatan anak dengan orang tua dari anak
yang bersangkutan. Kesepakatan ini biasanya dilakukan hanya secara lisan yang
disaksikan oleh para keluarga dari masing-masing pihak, yaitu dengan cara
pasangan suami istri yang akan mengangkat anak mendatangi keluarga dari orang
tau dari anak yang bersangkutan untuk mendapat kesepakatan pengangkatan anak
tersebut.
pasangan suami istri yang akan melakukan pengangkatan anak dengan orang tua
anak yang akan diangkat. Serah terima adalah penyerahan anak yang diangkat
dari orang tuanya kepada pasangan suami istri yang akan melakukan
pengangkatan anak dan juga penyerahan segala tanggung jawab yang seharusnya
dilakukan orang tua kandung karena ketidak mampuan orang tua kandung, kepada
orang tua angkat sesuai dengan tujuan untuk mensejahterakan kehidupan anak
pendidikan yang layak, baik pendidikan jasmani dan rohani, memenuhi segala
22
Wawancara pribadi dengan Yuda Abdul Jabar. Parung Benying, 17 Desember 2010.
61
kebutuhan mereka yang sebelumnya mereka belum dapatkan dari orang tua
kasih sayang, bimbingan moril ataupun materil yang tentu saja tidak keluar dari
aturan-aturan agama.
Jabar, seseorang mengangkat anak tentu saja karena ada faktor yang melatar
jika kelak sudah tua tidak ada yang merawatnya dan mengurus harta benda yang
ditinggalkan, maka langkah yang diambil adalah mengangkat seorang anak. Ada
juga karena para orang tua angkat ingin membantu anak-anak yang kurang
memberikan kasih sayang layaknya orang tua kandung. Semua itu dilakukan atas
agar masa depan anak angkat akan lebih baik dan lebih maslahat. 24 Perlu diingat
bahwa anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
23
Ibid.
24
Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, h.
66.
62
harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri anak terletak harkat,
martabat dan hak-hak manusia yang harus dijunjung tinggi, dan Yayasan Siran
2. Jumlah kasus
Adapun kasus pengangkatan anak pada Yayasan Siran Malik Pesantren al-
Falah sementara ini baru ada tiga kasus. Sedikitnya jumlah kasus tersebut
dikarenakan beraneka ragam keinginan calon orang tua angkat dalam masalah
pemilihan calon anak angkat. Misalnya di saat datang calon orang tua angkat yang
hendak mengangkat anak, anak yang dikehendaki oleh calon orang tua angkat
Hal itu juga disebabkan karena adanya ketidak cocokan antara calon anak
anak angkat dengan calon orang tua angkat. Ketidak cocokan itu terjadi karena
dari salah satu pihak misalnya anak merasa tidak nyaman dengan calon orang tua
angkatnya, mungkin karena anak tersebut malu atau takut. Selain itu juga karena
dari pihak calon orang tua angkat datang hanya untuk melihat-lihat saja, setelah
itu karena merasa tidak sesuai dengan yang mereka inginkan maka mereka
25
Wawancara Pribadi Dengan Pimpinan Yuda Abdul Jabar. Parung Benying, 17 Desember
2010.
63
demikian, yayasan tetap memberi peluang bagi siapa saja calon orang tua angkat
3. Gambaran kasus
pengangkatan anak yang terjadi pada Yayasan Siran Malik al-Falah. Dan beragam
seorang bidan di daerahnya. Dalam usia perkawinannya yang sudah cukup lama,
ibu Husnaini belum dikaruniai seorang bayi. Karena pekerjaannya yang selalu
melihat bayi, Ibu Husnaini ingin sekali mengadopsi anak. Setelah sepakat dengan
suaminya, ibu Husnaini lalu datang ke yayasan untuk melihat-lihat apakah ada
yang cocok untuk dijadikan anak angkatnya kelak. Setelah itu ibu Husnaini
merasa cocok dengan Marlina 15 tahun, dan Nuraini 17 tahun, dua orang anak
yang kebetulan adik kakak. Ibu Husnaini menyukai anak tersebut karena ternyata
kedua anak itu merupakan anak cerdas disekolahnya, mereka merupakan anak
berprestasi dengan nilai dalam pelajaran yang memuaskan, dan lagi mereka
merupakan anak yatim dengan kehidupan yang kurang mampu, hanya mempunyai
seorang ibu yang hidupnya sungguh memprihatinkan, karena prestasinya tadi ibu
64
Husnaini mengangkat kedua anak tersebut agar kedua anak tersebut dapat
secara lisan saja dengan kesepakatan kedua belah pihak yang disaksikan oleh
pihak yayasan dan keluarga saja. Pengangkatan anak dengan cara itu mereka
lakukan karena bagi mereka khususnya ibu Husnaini, pengangkatan seperti itu
telah sesuai dengan ajaran Islam, yang tidak memutuskan hubungan nasab antara
Makmur Serua. Sebenarnya ini bukan murni pengangkatan anak, tetapi lebih
condong pada pengasuhan anak, karena ibu-ibu disini merupakan ibu asuh
mereka, yang sebenarnya kedudukan mereka seperti orang tua kandung dari anak
al-Falah untuk mengangkat anak yang tujuannya mereka ingin membantu anak-
anak didik di Yayasan siran Malik al-Falah yang kebetulan orang tua mereka
tahun, Ayub 16 tahun, dan Sarah 16 tahun, mereka adalah anak yang kurang
mampu, dengan semangat hidup yang luar biasa. Segala kebutuhan untuk
pendidikan, dan keperluan hidup lainnya ditanggung oleh ibu-ibu dari pengajian
agar setelah mereka lulus sekolah bisa membantu pengajian al-Makmur untuk
65
kasus ini berbeda dengan pengangkatan pada umumnya yang dilakukan oleh
pasangan suami istri, tapi tetap saja tujuan mereka untuk membantu anak-anak
yang kurang mampu yang perlu diberi perhatian, kasih sayang, sehingga mereka
perlindungan anak yang telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dan
berkembang di masyarakat sesuai dengan adat istiadat dan motivasi yang berbeda-
beda serta perasaan hukum yang hidup dan berkembang di masing-masing daerah,
orang per orang dalam keluarga. Secara faktual diakui bahwa pengangkatan anak
telah menjadi bagian dari adat kebiasaan masyarakat muslim di Indonesia dan
telah merambah dalam praktik melalui lembaga peradilan agama, maka sebelum
Kompilasi Hukum Islam. Pada pasal 171 huruf h disebutkan bahwa “anak angkat
adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya
66
pendidikan dan lain sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal
angka 9 dinyatakan bahwa “anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari
lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang
pengadilan.”27
kemudian hari memiliki kepastian hukum baik bagi anak angkat maupun bagi
orang tua angkat. Praktik pengangkatan anak yang dilakukan melalui pengadilan
26
Republik Indonesia, Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991, tentang Penyebarluasan
Konpilasi Hukum Islam, Pasal 171 huruf h.
27
Republik Indonesia, Undang-Undang No.23 Tahun 2002 , tentang Perlindungan Anak,
pasal 1 angka 9.
67
lembaga kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan bagi yang beragama
Islam, selama ini telah menangani perkara permohonan pengangkatan anak yang
terikat dengan suatu asas pokok hukum kekuasaan kehakiman bahwa “Pengadilan
tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih bahwa
hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya.”28
Oleh karena itu, hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-
29
nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, maka
penelusuran hukum sesuai dengan asas komitmen akidah sebagian besar bangsa
Indonesia sebagai salah satu unsur dan nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat menjadi salah satu poin penting yang dijadikan dasar pertimbangan
pengangkatan anak.
sendiri dalam hal kasih sayang, nafkah sehari-hari, pendidikan dan lain-lain, tanpa
28
Lihat Pasal 16 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
29
Lihat Pasal 28 Ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
68
merupakan pemeliharaan dan pengasuhan anak, bukan hanya bagi orang tua
kandung saja, namun pengasuhan oleh orang tua lain yang bukan orang tua
hubungan wali mewali dan hubungan waris-mewaris dengan orang tua angkat,
karena pada hakikatnya anak angkat tetap memakai nama dari bapak kandung dan
tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandung.31 Perubahan yang terjadi hanya
Agama Islam tidak memungkiri adanya anak angkat sejauh untuk memberi
agama Islam adalah memutuskan hubungan darah antara si anak kandung dengan
orang tua kandungnya sehingga segala akibat sebagai anak kandung tidaklah
terhapus oleh pengangkatan anak. Ayah angkat tidak akan dapat menjadi wali
nikah dari anak angkat yang perempuan yang tetap menjadi hak daripada ayah
kandung.32
30
Mahmud Syaltut, Al-Fatawa, (Kairo: Daar Al- syuruk, 1991), h. 321.
31
M. Budiarto, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, h. 28
32
B. Bastian Tafal, Pengangkatan anak Menurut Hukum Adat serta Akibat-Akibat Hukumnya
di Kemudian Hari, hal. 155
69
harus dilakukan dengan proses hukum melalui penetapan pengadilan. Karena jika
kemudian hari memiliki kepastian hukum baik bagi anak angkat maupun bagi
Sesuai dengan pernyataan di atas, seorang anak yang diangkat oleh orang
tua angkat apabila dalam proses pengangkatan anak tidak melalui proses
dan akan menimbulkan masalah apabila terjadi suatu sengketa di kemudian hari.
tersebut tidak terjadi akibat hukum di kemudian hari, baik dalam hal nasab,
negara, namun dalam hukum Islam pengangkatan seperti ini sah karena pada
hukum antara orang tua angkat dengan anak angkat terbatas sebagai hubungan
antara orang tua asuh dengan anak asuh yang diperluas,33 dan sama sekali tidak
menciptakan nasab.
hubungan kasih dan sayang dan hubungan tanggung jawab sebagai sesama
manusia. Karena tidak ada hubungan nasab, maka konsekuensi hukum lainnya
adalah orang tua angkat dengan anak angkat harus menjaga mahram, dan tidak
Rasulullah SAW diperintahkan untuk menikahi seorang janda Zaid bin Haritsah
anak angkatnya, hal ini menunjukkan bahwa antara Nabi Muhammad dan Zaid
bin Haritsah tidak ada hubungan nasab, kecuali hanya hubungan kasih sayang
pengangkatan anak tersebut dilakukan dengan secara lisan saja dengan disaksikan
kedua belah pihak keluarga baik dari keluarga yang mengangkat dan keluarga
33
Pengangkatan anak dalam Islam konteksnya lebih tepat disebut anak asuh yang diperluas.
Rifyal Ka’bah menyebutkannya dengan istilah hadlanah yang diperluas. Anak asuh yang diperluas,
karena dalam pengangkatan anak harus melalui proses penetapan pengadilan, sedangkan pengasuhan
anak tidak memerlukan suatu proses penetapan pengadilan.
34
Mahjuddin, Masailul Fikhiyyah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2003), h. 87
71
pengangkatan anak dari pengadilan tidak diperlukan lagi apabila keluarga orang
tua angkat masing-masing mempunyai itikad yang baik terhadap kehadiran anak
angkat, sehingga pengangkatan anak yang sudah sah dilakukan meskipun hanya
secara adat saja sudah cukup untuk menjamin kedudukan anak angkat tersebut.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
oleh pihak keluarga. Sistem yang dipakai adalah tidak terang dan tidak tunai,
tidak dihadiri oleh pemuka desa dan tidak dengan pembayaran uang adat.
Karena pengangkatan anak secara tidak terang dan tidak tunai, anak angkat
tersebut tidak putus hubungan hukum dengan orang tua aslinya walaupun
bertempat tinggal dan dipelihara keluarga orang tua angkatnya serta mewaris
pengalihan hak seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua atau wali
keputusan pengadilan. Tapi masih banyak orang tua yang tidak mengindahkan
72
73
anak yang tidak ditetapkan di pengadilan dianggap tidak sah tidak mempunyai
ketetapan hukum dan bukti-bukti yang sah menurut aturan hukum yang
berlaku.
B. Saran
yaitu :
perlindungan anak adalah orang tua kandung si anak. Maka dari itu para orang
anak tersebut.
menolong si anak agar tidak terlantar, dan melindungi dirinya dari kesusahan
dan kelaparan. Hal semacam ini dianjurkan karena salah satu kewajiban
3. Orang tua angkat yang hendak mengangkat anak diharapkan terlebih dahulu
dikemudian hari tidak akan menimbulkan dampak hukum bagi anak yang
diadopsi dan orang tua serta keluarganya. Dan bagi orang tua yang melakukan
kasih sayang layaknya anak sendiri, diberikan pendidikan agar menjadi anak
Anis, Ibrahim dan abd.halim muntasir et al. Al-Mu’jam Al-Wasith, Jilid.II. Mesir:
Majma’ Al-Lughah Al-Arabiah, 1392h/1972m.
Basyir, Ahmad Azhar. Kawin Campur, Adopsi, Wasiat Menurut Islam, Bandung: PT
Al-Ma’rif, 1972.
Echols , Jhon. M. dan Hasan Sadly. Kamus Ingris Indonesia, cet.XXV, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Haroen, Nasroen. Ensiklopedi Hukum Islam, cet.III. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van
Houve, 1999.
Haroen, Nasroen. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005.
Hatta, Ahmad. Tafsir al-Qur’an Per Kata Dilengkapi Dengan Ashabun Nuzul dan
Terjemahnya, cet.IV, Jakarta: Maghfiroh Pustaka, 2009.
Ibrahim, Johny. Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cet.IV. Edisi
Revisi. Malang: Bayumedia Publishing, 2008.
70
71
Kamil, Achmad dan Fauzan, H.M.. Hukum Perlindungan Dan Pengangkatan Anak
Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Moch Fachruddin, Fuad. Masalah Anak Dalam Hukum Islam Anak Kandung, Anak
Tiri, Anak Angkat, Dan Zina, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1991.
Mujib, Abdul. Kamus Istilah Fiqih, cet.I, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994.
Qardhawi, Yusuf. Halal dan Haram Dalam Islam, Surakarta: Era Intermedia, 2005.
Rasyid, Raihan. Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan agama, Jakarta: PT Logos
Wacana Ilmu, 1999.
Sayis, Muhammad Ali. Tafsir Ayat al-Ahkam, jilid 14, Mesir: Matba’ah Ali Shabih
wa Awadin, 1372 H/1953 M.
Soekanto, Soerjono. Hukum Adat indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2001.
Soepomo, Rd. Hukum Perdata Adat Jawa Barat, cet.II, Jakarta: Penerbit Djambatan,
1982.
Subekti dan Tjorosudibio, Kamus hukum, Jakarta: PT. Pradya Paramita, 1970.
Sudiyat, Imam. Hukum Adat Sketsa Asas, cet.II, Yogyakarta: LIBERTI Yogyakarta,
1981.
Syamsu Alam, Andi dan Fauzan. Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Zaini, Muderis. Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, cet.IV, Jakarta:
Sinar Grafika, 2002.