Anda di halaman 1dari 141

PENENTUAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE

(STUDI TERHADAP KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

ALFINA RAHIL ASHIDIQI


NIM :105 044 101 398

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA


PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/ 2009 M
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarata, 27 Mei 2009

Alfina RahilAshidiqi
PENENTUAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE

(STUDI TERHADAP KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA)

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh :

Alfina Rahil Ashidiqi


NIM : 105044101398

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Maskufa, MA Sri Hidayati , M. Ag


NIP.150 268 590 NIP. 150 282 403

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA


PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H/ 2009 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PENENTUAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE


(STUDI TERHADAP KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA) telah diujikan
dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 03 Juni 2009. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
pada Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah.

Jakarta, 03 Juni 2009


Dekan
Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM
NIP : 150 210 422

PANITIA UJIAN

1. Ketua Drs. H. Basiq Djalil, SH., MA


NIP. 150 169 102 (.………………..…)

2. Sekretaris Kamarusdiana,S.Ag., MH
NIP. 150 285 972 (….…………..……)

3. Pembimbing I Dra. Maskufa, MA


NIP. 150 268 590 (.…………..………)

4. Pembimbing II Sri Hidayati , M. Ag


NIP. 150 282 403 (.………..…………)

5. Penguji I Dr. Euis Nurlaelawati, MA


NIP. 150 277 992 (.……..……………)

6. Penguji II Drs. Asep Syarifudin Hidayat, SH., MA


NIP. 150 268 573 (.…..………………)
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta .

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta .

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sasknsi yang berlaku di Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 27 Mei 2009

Alfina Rahil Ashidiqi


KATA PENGANTAR







Alhamdulillahi rabbi al-‘âlamîna, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT Dzat Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, atas segala nikmat, rahmat,

taufik dan hidayah-Nya, yang menghantarkan penulis sampai pada tahap akhir studi

pada Program Strata 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hanya karena berkat dan ridho-Nya lah penulis sampai pada tahap menyusun dan

menyelesaikan skripsi ini dalam waktu kurang lebih lima bulan.

Allahumma Shalli `ala Muhammad, shalawat teriring salam tetap

tercurahlimpahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad SAW beserta para

shahabat dan kerabat dekatnya.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak dan di atas

semuanya adalah Allah SWT. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin

menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang

telah memberikan bantuan moril maupun materil kepada penulis selama menuntun

proses penulisan skripsi, terutama kepada :

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.
2. Drs. Basiq Djalil SH. M.Hum selaku Ketua Program Studi Ahwal Al-

Syakhshiyah, Kamarusdiana, S.Ag. M.Hum dan Ibu Yanti SHI selaku

sekretaris dan staf di Prodi Ahwal Al-Syakhshiyah.

3. Ibu Dra. Maskufa, MA selaku Dosen Pembimbing I yang telah rela

meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membimbing dan

mengarahkan penulis dalam pembuatan skripsi.

4. Ibu Sri Hidayati, M.Ag selaku pembimbing II yang telah memberikan

dukungan, pengarahan dan bimbingannya dalam pembuatan skripsi.

5. Pengurus Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Syariah dan Hukum yang

telah menyediakan berbagai macam literatur dalam proses belajar di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya pada

saat pembuatan skripsi.

6. Kyai M. Maksudi selaku Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning dan Ki

Sanurji yang bersedia diwawancara sebagai narasumber dari penelitian

penulis.

7. Orang tua tercinta (H. Sahlan Mushadik dan Hj. Sugiyarti) yang telah

memberikan kesempatan bagi penulis untuk kuliah di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta serta memberikan nasehat-nasehat kepada penulis demi

kelancaran penulisan skripsi ini.


8. Semua orang yang pernah hadir dalam kehidupan penulis untuk memberikan

ilmu, nasehat, uswatun hasanah, petuah dan gambaran hidup. Jazakumullah

khairal jaza`.

9. Serta berbagai pihak yang tak dapat penulis sebutkan seluruhnya, semoga

amal baik mereka diterima Allah SWT dan skripsi sederhana ini dapat

bermanfaat bagi pembaca, amin.

Saran dan kritik yang membangun, sangat ditunggu demi kesempurnan

penulisan skripsi ini dan wawasan ilmu penulis . Besar harapan penulis, skripsi ini

dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.amiin

Jakarta, 27 Mei 2009


02 Djumadil Akhir 1430

Alfina RahilAshidiqi
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………………... i

Daftar Isi ……………………………………………………………………………………. iv

Daftar Tabel ………………………………………………………………………………... vi

Daftar Gambar ……………………………………………………………………………… viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………….... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ………………………………………... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………………………… 7

D. Studi Kajian Terdahulu …………………………………………………….. 8

E. Metode Penelitian ………………………………………………………...... 11

F. Sistematika Penulisan …………………………………………………….... 13

BAB II HISAB RUKYAT

A. Pengertian Hisab Rukyat ………………………………………………… 15

B. Dasar Hisab Rukyat ……………………………………………………… 20

C. Perkembangan Hisab Rukyat di\ Indonesia………………………………… 28

BAB III PROFIL KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA

A. Seluk Beluk dan Sejarah Kelahiran Aboge ………………………………. 51

B. Tokoh-Tokoh Aboge ……………………………………………………….. 53

C. Corak Pemikiran Aboge ………………………………………………….. 55


BAB IV PENETAPAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE

A. Dasar Pijakan Penetapan Awal Bulan Qamariyah ……………………….. 66

B. Sistem Penetapan Awal Bulan Qamariyah…………………………………. 67

C. Praktek Penetapan Awal Bulan Qamariyah……………………………… 77

D. Data –Data Penentuan Awal Bulan Qamariyah …………………………… 85

E. Tanggapan Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Purbalingga ……………. 93

F. Telaah Terhadap Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Aboge ……….. 95

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………………………………………. 104

B. Saran ……………………………………………………………………….. 106

DAFTAR PUSTAKA 108

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1: Hasil Wawancara kepada Tokoh Aboge…………………………………… 112

Lampiran 2: Almanaq Kitab Primbon Sembahyang ……………………………………..... 120

Lampiran 3: Almanaq Kitab Mujarrabat………….. ……………………………………….. 121


DAFTAR TABEL

Tabel 1 3.1. Kegiatan Keagamaan Harian di Masjid Raden Sayyid

Kuning………………………………………………………... 59

Tabel 2 3.2 Kegiatan Keagamaan Mingguan di Masjid Raden Sayyid

Kuning ……………………………………………………….. 59

Tabel 3 3.3. Kegiatan Keagamaan Bulan Ramadhan di Masjid Raden

Sayyid Kuning………………………………………………... 62

Tabel 4 4.1. Almanak di kitab PrimbonSembahyang……………………… 69

Tabel 5 4.2. Penentuan Tanggal 1 Rabiul Awwal Tahun Za Pada Almanak

Dengan Cara Sederhana….…………………………………... 71

Tabel 6 4.3. Keterangan almanak yang terdapat pada kitab Mujarrabat….. 72

Tabel 7 4.4. Nama hari dan urutannya……………. …………… ………... 78

Tabel 8 4.5. Nama Pasaran dan Urutannya………………………………... 78

Tabel 9 4.6. Rumus untuk menetapkan hari dan pasaran tanggal 1 Sura

pada setiap tahun Aboge……………………………………... 79

Tabel 10 4.7. Data Tahun 2009 M ialah Tahun Za (1942 A) menurut

perhitungan Aboge…………………………………………… 84
Tabel 11 4.8. Hari Besar Islam Tahun 2006 M /1427 H / 1939 J ( Alif )…... 86

Tabel 12 4.9. Hari Besar Islam Tahun 2007 M/ 1428 H/ 1940 J (He)….…… 88

Tabel 13 4.10. Hari Besar Islam Tahun 2008 M 1429 H/ 1941 J (Jimawal)…. 89

Tabel 14 4.11. Hari Besar Islam Tahun 2009 M /1430 H/ 1942 J (Za)………. 90

Tabel 15 4.12. Hari Besar Islam Tahun 2010 M /1431 H/ 1943 J (Dal)……… 91

Tabel 16 4.13. Hari Besar Islam Tahun 2011/ M 1432 H/ 1944 J (Ba)…….… 92
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 2.1. Keterangan Ufuk Hakiki……………………...………………. 444

Gambar 2 2.2. Keterangan Ufuk Hissi………….…………………………….. 45


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Perbedaan seringkali muncul dalam kehidupan umat manusia, sejak

pertamakali manusia diciptakan oleh Allah SWT sampai datangnya hari kiamat.

Begitupula perbedaan untuk menentukan awal bulan Qamariyah, yang mana di

dalamnya banyak ditemukan perbedaan pendapat, sistem atau cara untuk

menentukan awal bulan Qamariyah. Hendaknya, hal ini tidak membenarkan

kepada pihak sendiri dan saling menyalahkan kepada pihak lain. Karena

perbedaan pendapat ini tidak lain untuk kembali pada semangat untuk selalu

memurnikan ajaran Allah melalui petunjuk yang dibawakan oleh Rasulullah

SAW. 1

Perbedaan ini bukan saja menyangkut masalah penentuan hari ataupun

tahun semata, tetapi sangat berkaitan dengan masalah ibadah seperti puasa, haji,

dan hari raya Idul Fithri dan Idul Adha. Kemudian berimplikasi pada syarat-syarat

terpenuhinya suatu ibadah. Maka dari itu penggunaan metode ataupun cara dalam

menentukan awal bulan disesuaikan dengan argumentasi yang dipegang oleh

suatu kelompok atau organisasi. Hal ini berdasarkan pada suatu ibadah dilakukan

sesuai dengan pendapat yang dipahami dan kemampuan untuk memahami sebuah

perintah dalam agama. Dan diterangkan pada salah satu ayat al-Quran bahwa la

tukallifullaha nafsan illa wus`âhâ.


1
Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab (Jakarta: Amythas Publicita, 2007). h.6-7.
Teori dan praktek yang berbeda dalam penentuan awal bulan Qamariyah

tidak hanya terjadi pada umat Islam di tanah air, begitupula di Negara-negara lain

yang berpenduduk agama Islam. Bahkan, di Saudi Arabia yang notabene tempat

dimana agama Islam pertama kali didakwahkan oleh Rasulullah terjadi perbedaan

penentuan awal bulan Qamariyah. 2 Maka dari itu tidak heran bilamana perbedaan

penentuan awal bulan Qamariyah juga terjadi di Indonesia. Demikian itu tidak

lepas dari keberadaan faktor perkembangan ilmu, budaya, tempat dan sumber

daya manusia.

Munculnya perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah sangatlah

beragam. Ada yang berbeda dalam pengambilan nash sebagai dasar pijakannya,

berbeda dari segi penafsiran suatu nash dan dari sistem dan cara yang berbeda.

Salah satunya muncul perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah berdasarkan

pada penafsiran suatu hadits yang berbunyi:


‫   ا 
ﺏ م ا 
  ا ﺏ ی اﺏ ﻡ  ﻡ‬

‫ل‬+ ‫ ا& ' ان ا  ) ا& ' و‬#$‫وهاﺏ زید  اﺏ ه ی ة ر‬
3
(‫ ﻡ‬4‫آ
ا ا د )روا‬/ 1 
0 ‫ن‬/ ',‫ وا ؤی‬./‫' وا‬,‫)ﻡا ؤی‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kita Abdurrahman bin Sallam al-Jumahiy,


telah menceritakan kepada kita al-Rabi’ yakni Ibnu Muslim dari Muhammad,
2
Wahyu Widiana, Penentuan Awal Bulan Qamariyah Dan Permasalahannya di Indonesia.
Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Editor. Choirul Fuad Yusuf, Bashor A.Hakim (Jakarta:Departemen
Agama RI, 2004), h.3.
3
Imam Ibn al –Husain Muslim bin al Hajaj Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Al Jami’u al
Shahih al –Musamma Shahih Muslim, juz 3 (Beirut: Dar Al- Jail, Dar- Al- Afaq), h. 124
yaitu Ibnu Ziyad dari Abi Hurairah ra. Sesungguhnya Nabi SAW bersabda:
“Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah karena kamu melihat
hilal. Bila kamu tertutup oleh mendung maka sempurnakanlah
bilangan.(Diriwayatkan oleh imam Muslim)”.

Di Indonesia, secara umum menentukan awal bulan Qamariyah lahir tiga

arus utama mazhab hisab rukyah yaitu pertama, mazhab rukyat yang

dipresentasikan oleh organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia (NU),

kedua, mazhab hisab yang dipelopori oleh Muhammadiyah dan mazhab imkan al-

ru’yah yang dimunculkan oleh Pemerintah. 4

Nahdhatul Ulama sebagai organisasi masyarakat Islam yang berhaluan

ahlussunnah waljamaah berketetapan mencontoh sunah Rasulullah dan para

sahabatnya dan mengikuti ijtihad para ulama empat madzhab (Hanafi, Maliki,

Syafi’I dan Hambali) dalam hal penentuan awal bulan Qamariyah wajib

menggunakan ru’yatul hilal bilfi’li (melihat hilal secara langsung) atau istikmal

(menyempurnakan bulan Sya’ban 30 hari). 5

Muhammadiyah menetapkan hisab wujudul hilal sebagai pegangan dalam

penentuan awal bulan Qamariyah. 6 Kendatipun demikian, Muhammadiyah

menyatakan “apabila ahli hisab menetapkan bahwa (tanggal) bulan belum

4
Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam Penentuan
Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha(Jakarta : Erlangga,2007), h.xvi
5
Rukyat Hilal Indonesia(RHI), “Kriteria Awal Bulan Qamariyah” artikel diakses pada 15
Desember 2008 dari http://www.rukyatulhilal.org
6
Wahyu Widiana, Penentuan Awal Bulan Qamariyah, h.24.
tampak, padahal kenyataannya ada orang yang melihat pada malam itu juga,

Majlis Tarjih memutuskan bahwa rukyatlah yang muktabar7

Pemerintah sendiri memiliki kewenangan (kompetensi) untuk berusaha

menghilangkan perbedaan pendapat. Untuk itu Pemerintah memilih konsep

imkanurrukyat dalam penentuan awal bulan Qamariyah. Konsep ini memadukan

antara mazhab rukyat dan mazhab hisab. Aplikasi imkaanurrukyat yaitu sistem

hisab digunakan untuk menghitung kemungkinan hilal (tanggal) bulan dirukyat.

Kemudian jika menurut data hisab imkaanurrukyat sudah dinyatakan mungkin

untuk dirukyat, tetapi praktik di lapangan tidak dapat dirukyat karena mendung

atau gangguan cuaca, maka dasar yang digunakan adalah istikmal. 8

Selain mazhab hisab rukyat diatas, di Indonesia juga tumbuh pemikiran

hisab rukyah mazhab tradisional ala Islam Jawa. Seperti pemikiran hisab rukyat

yang dianut oleh Aboge (Penganut Islam Alip Rebo Wage). Hal ini timbul karena

persentuhan Islam dengan budaya lokal atau yang sering menimbulkan corak

budaya tersendiri di luar dugaan dan melahirkan pemikiran tersendiri, dalam

pemikiran hisab rukyat.9

Aboge ini tersebar di beberapa daerah Indonesia. Salah satunya adalah

Aboge yang terdapat di Desa Onje, Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga.

7
Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah, h. 82.
8
Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah, h. 82.
9
Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah, h. 82.
Melihat pemikiran hisab rukyat Aboge di Purbalingga, penulis tertarik untuk

mengangkat fenomena tersebut menjadi penelitian. Karena pemikiran hisab

rukyat mazhab tradisional ala Islam Jawa ini menetapkan bulan Ramadhan, hari

raya Idul Fitri dan Idul Adha 1429 H dan tahun-tahun sebelumnya berbeda

dengan Pemerintah. Adapun Pemerintah menetapkan bulan puasa pada tahun

2008 dimulai dari hari Senin, tanggal 1 September dan Hari Raya Idul Fitri pada

hari Rabu, tanggal 1 Oktober 2008. Mereka menetapkan tanggal 1 Ramadhan

jatuh pada hari Rabu tanggal 3 September 2008.10 Dan hari raya Idul fitri 1

Syawal 1429 pada hari Jumat, tanggal 3 Oktober 2008. Pemikiran hisab rukyah

ini juga menurut para tokohnya, merupakan cara penghitungan yang telah

digunakan para wali sejak abad ke 14 M. Yang mana di ajarkan oleh Syekh Rasid

Sayid Kuning dari Kerajaan Pajang. Sehingga pemikiran Hisab Rukyat ini

merupakan warisan dari leluhur para wali yang menjadi sebuah pengetahuan

sebagai wujud sumbangsih mereka dalam peradaban manusia.

Untuk mengetahui seluk beluk komunitas Aboge di Desa Onje,

Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga, bagaimana komunitas Aboge

menetapkan awal bulan Qamariyah, apa landasan hukum penetapan awal bulan

Qamariyah dan bagaimana praktek menggunakan sistem tersebut? Apabila hal

tersebut dikaji ulang dan dikembangkan, akan menambah khazanah

10
Ridwan Anshori/Sindo/ahm, “Buka Puasa Pertama bagi Pengikut Islam Aboge”, artikel
diakses pada 15 Desember 2008 dari http://www.okezone.com/2008/12/15.
kemajemukan metode penentuan awal bulan Qamariyah khususnya di Indonesia.

Maka dengan bekal pengetahuan yang telah dipelajari, penulis mengangkat realita

Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga dalam

menentukan awal bulan Qamariyah sebagai bahan penelitian. Akhirnya penulis

mengambil judul “PENENTUAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF

ABOGE (STUDI TERHADAP KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA)”.

B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH .

Banyaknya pemikiran penetapan awal bulan Qamariyah di Indonesia

membuka peluang sebagai objek penelitian. Salah satunya adalah pemikiran yang

berhaluan Aboge. Untuk itu secara umum penelitian ini terbatas pada penetapan

awal bulan dalam perspektif Aboge. Adapun perinciannya penulis membatasi

sebagaimana berikut:

1. Aboge yang dimaksud oleh penulis adalah Penganut Islam Alip Rebo Wage

yang berdomisili di Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga.

2. Penentuan awal bulan yang dimaksud dalam tulisan ini merupakan awal bulan

dalam kalender Islam atau dengan kata lain awal bulan Qamariyah.

3. Dalam pembahasan penetapan awal bulan dalam tulisan ini, penulis hanya

akan memberikan fokus bahasan mengenai penetapan awal Ramadhan, Idul

Fitri dan Idul Adha.


Penentuan awal bulan Qamariyah dalam Islam sangat penting terutama

pada bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Dimana bulan-bulan tersebut

sangat berkaitan dengan ibadah. Dalam kenyataan sering berbeda karena

berlainan cara menghitung seperti yang dilakukan Aboge. Hal ini yang ingin

penulis telusuri dalam penulisan skripsi ini.

Agar terencana dan sistematis, rumusan tersebut dirinci dalam bentuk

pertanyaan sebagai berikut dalam perumusan masalah:

1. Bagaimana seluk beluk komunitas Aboge?

2. Apa sistem yang digunakan untuk menenetapkan awal bulan Qamariyah?

3. Apa dasar hukum penetapan awal bulan Qamariyah menurut komunitas

Aboge?

4. Bagaimana praktek penetapan awal bulan Qamariyah yang dilakukan oleh

komunitas Aboge?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui profil tentang Aboge

2. Untuk mengetahui sistem yang digunakan Aboge menentukan awal bulan

Qamariyah.

3. Untuk mengetahui landasan hukum yang digunakan Aboge untuk menentukan

awal bulan Qamariyah.


4. Untuk mengetahui praktek penetapan awal bulan Qamariyah yang digunakan

oleh Aboge.

Manfaat dari penelitian ini, yaitu:

1. Masyarakat

Memberikan informasi mengenai seluk beluk dan sejarah tentang komunitas Aboge khususnya yang berkaitan dengan

menentukan awal bulan Qamariyah.

2. Fakultas

Memberikan sumbangsih hasil penelitian guna memperkaya khazanah kemajemukan metode penentuan awal bulan

Qamariyah dalam ilmu falak di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta menambah literature

kepustakaan khususnya mengenai komunitas Aboge.

3. Penulis

Memanfaatkan ilmu yang sedikit dan lebih menambah wawasan tentang metode penentuan awal bulan Qamariyah dalam

kajian ilmu falak.

D. STUDI KAJIAN TERDAHULU


Setelah penulis melakukan penelusuran terhadap karya ilmiah yang

bertema penentuan awal bulan Qamariyah di Perpustakaan Fakultas Syariah dan

Hukum, penulis menemukan tiga skripsi yang berkaitan. Tiga skripsi yang terkait

akan dikemukakan oleh penulis secara ringkas untuk mengetahui sisi-sisi

perbedaan dengan skripsi penulis.

Pertama, skripsi Ilmanudin dengan judul “Penentuan Awal Bulan Dalam

Perspektif NU Dan Muhammadiyah” pada tahun 2004. jenis Penelitian yang

digunakan adalah studi lapangan dan didukung dengan studi perpustakaan library

research berdasarkan sumber-sumber yang ada diperpustakaan umum. Skripsi ini


mengusung permasalahan yang membahas perbedaan cara menentukan awal

bulan menurut NU dan Muhammadiyah yang melahirkan berbagai perselisihan

antar umat Islam, menjadi benalu keharmonisan antara umat Islam dan pengaruh

kebijakan Departemen Agama kepada dua ormas tersebut. Dari penelitian

tersebut, Ilmanudin mengemukakan solusi berupa penggunaan suatu teknologi

yang dikuatkan oleh kebijakan Pemerintah, kesadaran ormas tentang pentingnya

menjaga keutuhan kesatuan Islam dan kesadaran hukum masyarakat. Penelitian

yang dibuat oleh Ilmanudin jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas.

Perbedaan tersebut terletak pada objek penelitian. Objek penelitian yang

digunakan penulis adalah komunitas Aboge yang tinggal di Desa Onje Kecamatan

Mrebet Kabupaten Purbalingga.

Kedua, skripsi Eka sartika (Mahasiswa Peradilan agama) dengan

mengangkat judul “Penentuan Awal bulan dalam Perspektif Al –Marzukiyah

(Studi terhadap kalangan Al- Marzukiyah di Cipinang)” pada tahun 2006. Skripsi

ini meneliti bagaimana Al-Marzukiyah menentukan awal bulan Qamariyah,

landasan yang digunakan, bagaimana prakteknya dan bagaimana pandangan Al-

Marzukiyah melihat kebijakan Pemerintah dalam menentukan awal bulan

Qamariyah. Penelitiannya menghasilkan bahwa Al-Marzukiyah adalah

segolongan masyarakat yang mengikuti pemahaman dan pemikiran KH. A.

Marzuki. Metode penelitian yang digunakan adalah survai yaitu melakukan

wawancara dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian tersebut menjelaskan


penetapan awal bulan Al- Marzukiyah berdasarkan peredaran bulan dan bumi

sebenarnya yang tergolong dalam sistem hisab hakiki yang beraliran

imkanurrukyah. Landasan yang dipakai adalah al-Quran, Hadits dan Pendapat

Ulama. Salah satunya didasarkan pada pendapat Ibnu Hajjar dalam kitab Tuhfat

Ibn Hajjar bahwa rukyat sangat penting dalam menentukan awal bulan. Dan juga

didasarkan pada beberapa kitab lain yaitu Tamyizu al- Hakk Min al- Dholal fii

saidi al-hilaal dan Risalah Iqadu al-Niyam Habib Usman bin Abdullah, Fadl al-

Rahman fii Raadi al marhum al- sayyid ‘Utsman karangan Kh. Ahmad Marzuki,

Taqwiimu al-nayyirayni fi ru’yati al hilaalayni karangan H. Ali Wardi bin H

Abdul Ghani dan beberapa kitab karangan lainnya. Penelitian yang dibuat oleh

Eka Sartika jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan

tersebut terletak (salah satunya ) pada objek penelitian. Objek penelitian penulis

adalah komunitas Aboge yang tinggal di desa Onje Kec. Mrebet. Kab

Purbalingga.

Ketiga, adalah skripsi Nur Said (Mahasiswa Peradilan Agama) dengan

judul “Problematika Penetapan Hari Raya Idul Fitri 1427 H/ 2006 M antara

PBNU dan PWNU Jawa Timur” pada tahun 2007. Jenis penelitian yang

digunakan adalah penelitian kualitatif, yang menekankan kualitas sesuai dengan

pemahaman yang diskriptif. Penelitian ini berupa studi empiris untuk menemukan

teori teori proses terjadinya perbedaan penetapan awal bulan syawal 1427/2006

antara PBNU dan PWNU Jawa Timur. Penelitian fokus membahas konsep
penetapan awal bulan syawal Idul Fitri PBNU dan PWNU Jawa Timur dan

penyebab dari perbedaan penetapan awal bulan syawal 1427/2006 h Idul Fitri

PBNU dan PWNU JATIM. Penelitian yang dibuat oleh Nur Said jelas berbeda

dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak (salah satunya )

pada objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah komunitas Aboge yang

tinggal di desa Onje Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga.

E. METODE PENELITIAN

Jenis dan Pendekatan Penelitian

Skripsi ini merupakan jenis penelitian lapangan (metode field

research). Yang bersifat penelitian deskriptif. Suatu penelitian yang

dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena

atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variable yang

berkenaan dengan masalah yang diteliti. 11

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah

pendekatan studi kasus. Yaitu penulis mengambil komunitas Aboge di

Purbalingga sebagai objek studi kasus penelitian.

Data Penelitian

Sumber data yang digunakan adalah sumber data Primer dan

Sekunder. Data Primer pada skripsi ini adalah hasil wawancara kepada tokoh

11
Faisal Sanapiah, Format-Format Penelitian Social, Dasar-Dasar dan Aplikasinya.
(Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2003), Cet. Ke-6,.h.20.
Aboge dan data-data atau dokumen yang berkaitan tentang Aboge. Sedangkan

untuk data sekunder adalah seluruh literatur yang berhubungan dengan ilmu

falak secara umum atau literatur lain yang dapat memberikan informasi

tambahan pada judul yang diangkat dalam skripsi ini. Yaitu, buku, majalah,

jurnal, artikel dan lain sebagainya.

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan pada penulisan

skripsi ini adalah

a. Wawancara yaitu penulis melakukan wawancara kepada tokoh Aboge di

daerah setempat, untuk menggali informasi lebih dalam tentang

komunitas Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet Kabupaten

Purbalingga sebagai objek penelitian penulis, sekaligus sebagai sumber

primer dalam penelitian.

b. Dokumentasi (pengumpulan data melalui studi kepustakaan), yaitu

penelitian kepustakaan dan literature yang mempunyai relevansi dengan

judul baik dari Komunitas Aboge atau pihak lain.

Teknik Pengolahan Data

Seleksi data: setelah memperoleh data dari hasil wawancara dan dokumentasi

yang bersifat tertulis. Dari data tersebut diperiksa kembali satu persatu,

dan diambil data yang berkaitan dengan penelitian agar tidak terjadi

kekeliruan.
Klasifikasi data: setelah data diperiksa lalu diklasifikasikan dalam bentuk dan

jenis tertentu, kemudian diambil kesimpulan.

Analisa Data

Teknik analisa yang digunakan adalah analisa deskriptif. Yang

memaparkan tentang profil Aboge sampai bagaimana mengaplikasikan cara

menentukan awal bulan Qamariyah.

Pedoman Penulisan Laporan

Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada ”BukuPedoman

Penulisan Skripsi tahun 2007’ yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan laporan penelitian ini terbagi ke dalam lima bab

dengan rancangan sebagai berikut.

Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang didalamnya dipaparkan

latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, studi kajian terdahulu, metodologi penelitian dan sistematika penulisan

laporan.

Bab kedua menjelaskan konsep objek penelitian yang bersifat literature.

Yakni mengenai pengertian hisab rukyah, sejarah dan perkembangannya hisab

rukyat di Indonesia yang mencakup aliran-aliran hisab rukyat .


Bab ketiga yaitu mengupas tentang profil Aboge yang menjelaskan seluk

beluk dan sejarah kelahiran Aboge, menyebutkan siapa saja tokoh- tokoh yang

berperan dan bagaimana corak pemikiran Aboge dalam keagamaan.

Bab keempat adalah penetapan awal bulan Qamariyah dalam perspektif

Aboge. Dalam bab ini membahas inti dari penelitian yaitu dasar pijakan Aboge

dalam menetapkan awal bulan. Kemudian system dan praktek dari penetapan

awal bulan Qamariyah yang dipakai oleh Aboge, yang disertai data-data

penetapan awal bulan Qamariyah sistem aboge, implikasi penetapan awal bulan

menurut perspektif aboge, tanggapan Majelis Ulama Indonesia dan telaah penulis

terhadap penentuan awal bulan Qamariyah dalam perspektif Aboge,

Bab kelima adalah penutup. Didalamnya berisi kesimpulan dari hasil

penelitian dan beberapa rekomendasi penulis.


BAB II

HISAB RUKYAT

A. Pengertian Hisab Rukyat

ُ َِْ
Secara bahasa, hisab berasal dari bahasa Arab yaitu ً َِ‫ﺡ‬-

12
-َََ‫ ﺡ‬yang mengandung arti “menghitung atau membilang”. Jadi hisab

adalah kiraan, perhitungan dan bilangan. Kata ini banyak disebut dalam

al-Quran untuk menjelaskan hari perhitungan (yaumul hisab), hari dimana

Allah akan memperhitungkan dan menimbang semua amal dan dosa

manusia dengan adil. Seluruh kata hisab muncul dalam al-Qur’an

berjumlah 37 kali, yang kesemuanya mengandung arti perhitungan tanpa

13
penggunaan arti yang kabur.

Secara istilah hisab adalah perhitungan benda-benda langit untuk

mengetahui kedudukannya pada suatu saat yang diinginkan. 14 Istilah tersebut

masih umum, karena dalam prakteknya penggunaan hisab berbeda tergantung

pada tujuan penggunaannya. Apakah ditujukan pada kapan waktu shalat atau

menentukan arah kiblat ataupun awal bulan Qamariyah.

12
Louis Ma’luf, Al-Munjid, (Mesir: Al-Mathba’ah Al-Katholikiyah, Cet XVIII, 1918), h. 132.
13
Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita, 2007),
h. 120.
14
Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak, (Jakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah, 2008), h.141.
Kamus-kamus istilah menyamakan arti ilmu Hisab dengan aritmatic, yang

mempunyai pengertian suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang

perhitungan dalam menentukan awal bulan Qamariyah yang didasarkan pada

peredaran bulan mengelilingi bumi.15

Dalam disiplin ilmu falak (astronomi), kata hisab mengandung arti sebagai

ilmu hitung posisi benda-benda langit. Posisi benda langit yang dimaksud di sini

adalah lebih khusus pada posisi matahari dan bulan dilihat dari pengamat di bumi.

Hitungan posisi ini penting dalam kaitannya dengan syariah khususnya masalah

ibadah misalnya; shalat fardu menggunakan posisi matahari sebagai acuan

waktunya, menentukan arah kiblat dengan menghitung posisi bayangan matahari,

menentukan awal bulan hijriyah dengan melihat posisi bulan dan mengetahui

kapan terjadi gerhana dengan menghitung posisi matahari dan bulan. Ilmu Falak

yang mempelajari kaidah-kaidah Ilmu Syariah tersebut dinamakan Falak Syar'i

(Ilmu Falak + Ilmu Syariah = Falak Syar'i). Nama yang populer di Indonesia

adalah Falak saja.16

15
Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, Cet. 1 (Jakarta: Dirjen Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam, 1990), h. 3. Lihat di Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal
Bulan Qamariyah (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995), h.6.
16
Rukyatul Hilal Indonesia, “Hisab (Perhitungan Astronomis)”, artikel diakses pada 02
Februari 2009 dari www. hisab-rukyat. html.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, hisab

adalah salah satu cabang ilmu pasti yang mempelajari angka dalam bentuk

penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perakaran.17

Mengenai istilah hisab, Islam juga mengaitkan ilmu menghitung lain yang

dikenal dengan nama “ilmu mawaris atau Faraidh”. Ilmu faraidh termasuk dalam

ilmu hisab karena adanya persamaan substansi yaitu secara prinsip kedua ilmu

tersebut menggunakan perhitungan-perhitungan dan proses perumusan secara

pasti.18

Umumnya umat Islam di Indonesia mengenal ilmu falak sebagai ilmu

hisab semata. Dalam konteks ini, ilmu hisab yang dimaksud adalah ilmu falak

yang digunakan umat Islam untuk melaksanakan praktek-praktek ibadah dengan

cara mengetahui dan mempelajari benda-benda langit tentang fisik, gerak, ukuran

dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. 19

Benda langit yang dipergunakan oleh umat Islam untuk kepentingan hisab

adalah matahari, bulan dan bumi. Itupun terbatas pada status posisinya saja

17
Abdul Aziz Dahlan, ed., Ensiklopedi Islam, jilid. 4 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1994), h. 117.
18
Ilmanudin, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif NU dan Muhammadiyah suatu
Komparasi,(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h.11.
19
Eka Sartika, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Al-Marzukiyah “Studi Terhadap
Kalangan Al-Marzukiyah”,( Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h.13. Diambil dari Departemen
Agama, Almanak Hisab Rukyat,(Jakarta:Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Cet 1,1990).
h. 14.
sebagai akibat oleh pergerakan benda-benda langit yang disebut Astromekanika.20

Dalam perkembangan selanjutnya, ilmu hisab menggunakan perhitungan modern

yang mempunyai tingkat akurasi lebih tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan,

ilmu tersebut adalah ilmu ukur bola Sperical Trigonometri.21 Perkembangan-

perkembangan tersebut hanya cenderung mengarahkan semakin tingginya akurasi

atau kecermatan produk perhitungan ilmu hisab.22 Sebagai pendukung yang lain,

ilmu hisab juga menggunakan informasi data yang dikontrol dengan observasi

setiap saat.23

Sehingga dapat disimpulkan bahwa istilah hisab seringkali dikaitkan

dalam literature ilmu falak yang berhubungan dengan kedudukan-kedudukan

benda-benda langit khususnya matahari, bulan dan bumi dan perubahan–

perubahannya. Dengan pesatnya pengaruh ilmu pengetahuan, hisab menjadi lebih

berkembang.

Secara bahasa, rukyat berasal dari bahasa Arab yaitu ً َْ‫ رُؤ‬-‫ ََى‬-‫ رَأَى‬yang

mempunyai arti melihat secara kasat mata atau dengan menggunakan akal. 24 Arti

yang paling umum adalah “melihat dengan mata kepala”.25

20
Astromekanika adalah bagian dari ilmu astronomi yang mempelajari gerak-dan gaya tarik
benda-benda langit dengan menggunakan cara dan teori mekanika. Lihat Departemen Agama,
Almanak Hisab Rukyat, h. 375.
21
Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, h.15.
22
Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdlatul
Ulama ( Jakarta: Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2006), h. 5.
23
Eka Sartika, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Al-Marzukiyah,h. 13.
Menurut istilah, rukyat adalah melihat hilal pada saat matahari terbenam

tanggal 29 bulan Qamariyah. Kalau hilal berhasil dirukyat maka sejak matahari

terbenam tersebut sudah dihitung bulan baru, kalau tidak maka malam itu dan

keesokan harinya masih merupakan bulan yang berjalan dengan digenapkan

(diistikmalkan) menjadi 30 hari.26

Dalam literatur fiqh, kata rukyat seringkali dipadukan dengan kata hilal

sehingga menjadi rukyatul hilal yang berarti melihat hilal (bulan baru). Rukyat

hilal ini berkaitan erat dengan masalah ibadah terutama ibadah puasa.27

Penggunaan hilal diperuntukan menentukan hukum-hukum suatu ibadah dan

tergolong syariat para Nabi sebelum Nabi Muhammad.SAW.28 Muhammadiyah

memahami rukyat tidak semata-mata melihat secara fisik dengan mata kepala.

Tapi melihat dengan mata pikiran yaitu dengan ilmu pengetahuan.29

Rukyat juga dimaksudkan untuk menentukan awal bulan Ramadhan, awal

bulan Syawal dan juga awal bulan Dzulhijjah. Dua bulan yang pertama berkaitan

dengan ibadah puasa dan bulan ketiga terakhir berkaitan dengan ibadah haji.

24
Louis Ma’luf, Al-Munjid, h. 243.
25
Farid Ruskanda. 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains, dan Teknologi
(Jakarta: Gema Insani, 2005), h.41.
26
Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, h. 15.
27
Abdul Aziz Dahlan, ed., Ensiklopedi Islam, jilid. 4 h.180.
28
Abu Yusuf Al-Atsary, Pilih Hisab Ru’yah (Solo: Pustaka Darul Islam.tt), h. 32.
29
Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaam di Tengah
Perbedaan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 136.
Keberhasilan rukyat hilal sangat bergantung pada kondisi ufuk disebelah barat

tempat peninjau, posisi hilal dan kejelian mata.30

Dalam prakteknya, tidak semua orang yang telah menguasai ilmu falak

secara teoritis dapat mempraktekan rukyat di lapangan. Dalam pelaksanaan rukyat

dibutuhkan ketrampilan dan pengalaman yang banyak. Sehingga Departemen

Agama selalu mengadakan rukyatul hilal setiap akhir bulan Hijriyah, untuk

memperkirakan ketinggian hilal yang terlihat pada tiap bulan. Dengan demikian

dapat menguji kevalidan hisab dalam menghitung posisi benda langit secara

nyata, agar penentuan hari-hari yang berkaitan dengan ibadah tidak terjadi

kesalahan.

B. Dasar Hisab dan Rukyat

Secara umum, menentukan awal bulan Qamariyah khususnya pada bulan-

bulan yang terkait dengan ibadah seperti Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah,

terdapat dua metode yaitu metode rukyat dan metode hisab. Metode rukyat inilah

yang pertama kali digunakan oleh umat Islam sejak masa Nabi Muhammad

SAW. 31 Namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan rukyat tidak hanya

dilakukan dengan mata telanjang tetapi juga dengan teleskop.32

30
Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak. h. 142.
31
Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak,. h. 143.
32
Abu Yusuf Al-Atsary, Pilih Hisab Ru’yah, h. 29.
Dasar penggunaan hisab dalam menentukan awal bulan adalah

1. Dijelaskan di dalam QS. Yunus(10): 5 yang berbunyi:

!☯#☺%&
 



013 +☺,-.
/ ☯' ()*

<
=☺5>+? +89 :0+; 45167,/

H EF G),.
/ +ABC)D
7+

OP- !LM,N K
+I5>J +;

W +V?
) S⌧UV H QI,. R

(٥ : ١٠‫ )س‬+D=☺5>#+V XYZ,-

Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya


dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah ( tempat-tempat) bagi perjalanan
bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan dan perhitungan(waktu). Allah
tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan
tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”.

Ayat diatas merangkum kata wa qaddarahu (َُ‫ )وََر‬yang artinya dan

ditetapkan-Nya dan al-hisaba (َ‫ )ا َِْب‬yang artinya perhitungan (waktu)

dijadikan dasar bahwa posisi, kedudukan dan saat hilal itu, dapat dihitung.

Karena Allah menganjurkan manusia untuk mengetahui waktu dan

mendayagunakan kemampuan intelektualnya sebagai makhluk cerdas.33

Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein dan M. Wahbi

Sulaiman menyebutkan dalam Ensiklopedi Al-Quran bahwa kata tempat

dalam kalimat “Dan ditetapkannya perjalanan bulan ditempat-tempatnya”

33
Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab(Jakarta: Amythas Publicita,
2007),h.121-122.
berjumlah dua puluh delapan tempat. Manzilah adalah jarak tertentu yang

dapat ditempuh gerakan bulan dalam sehari semalam, agar kalian mengetahui

waktu. Dengan matahari, dapat diketahui batasan hari, sedangkan dengan

bulan dapat diketahui dengan bilangan bulan dan tahun. 34

Abu Yusuf Al-Atsary mengutip pendapat Syaikhul Ibnu Taimiyyah

bahwa kata ‫َ"ُْا‬#ْ$َ%ِ (supaya kamu mengetahui...) berkaitan dengan kata َُ‫وََر‬

(Dia menetapkan…) bukan kepada َ&َ$َ' (Dia menjadikan…). Karena sifat

matahari yang bersinar dan bulan yang bercahaya tidak berpengaruh dalam

mengetahui hitungan tahun dan hisab. Namun yang memberikan pengaruh

dalam hal itu adalah perpindahan keduanya dari satu tempat ke tempat

lainnya.35

Ayat diatas menjelaskan tujuan dari penciptaan benda-benda langit

seperti matahari, bulan, dan tempat peredarannya bagi kepentingan manusia

dalam menjalankan kewajibannya khususnya yang bernilai ibadah maupun

muamalah.

2) Didalam QS. Al-Isra’(17): 12 yang berbunyi:

.(
C[> /

< QAB+`+V
' 1 \]^_
/

Q.(
,\+V
'  +3Z,☺,[

34
Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein, M. Wahbi Sulaiman, Ensiklopedi Al-
Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2007), Cet.1, h. 208.
35
Abu Yusuf Al-Atsary, Pilih Hisab Rukyat, (Solo: Darul Islam, tth), h.73.
1 \]^_
,\+V
'  C[> /

h; f⌧#g,[ <


'+`Zd+`e C:b) Zc;

7+ <
=☺5>+`/ 'i5R1

^kl/ H EF G+.j
/ +ABC)D

(١٢:١٧/‫ )ا*ﺱاء‬f⌧)S.U,  :0[>oS,[ m'n⌧

Artinya: “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu
Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar
kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan
tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan
dengan jelas”.

Allah menciptakan pergantian malam menjadi siang, siang menjadi malam

dan seterusnya bergantian sebagai tanda-tanda bagi manusia untuk

mengetahui waktu.

3) Dijelaskan juga dalam QS. Al-Baqarah(2): 185 yang berbunyi:

[ +8r3sm B


+D g+;1 Z]q
^ ^0>e tf7 D
'Zk-.

i7=w.
E h; dW :0hv+R/
x'i0; 7]q ☺,[ H QD ,ZkU.
/
( ١٨3 :٢/‫ة‬01 ‫)ا‬...< #☺zS[>,[ +Z]%y

Artinya: “Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu
hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa
pada bulan itu….

Berdasarkan ayat diatas menjelaskan bahwa penentuan awal

Ramadhan. Rukyat menurut para ahli hisab dimaknai sebagai rukyat bil’ilmi
yaitu penggunaan hisab untuk menentukan awal Ramadhan. Hal ini diperkuat

dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori.

4) Dijelaskan dalam Hadits

ِ<ْ‫ََ ِ= ﺱَِ>ُ ﺏ‬1ْ?َ‫ِ@َبٍ َلَ أ‬A ِ<ْ‫َ<ْ اﺏ‬B ٍ&ْ9َ0ُB ْ<َB ِCْ9# ‫ِ= ا‬4َ5 َ‫ٍْ َلَ ﺡ‬9َ:ُ‫َ= ﺏْ<ُ ﺏ‬9َْ َ4َ5 َ‫ﺡ‬

َ>#َ‫ِ وَﺱ‬Iْ9َ#َB ُD‫= ا‬#َJ ِD‫ُ رَﺱُْلَ ا‬Hْ$ِ"َ‫ْ@ُ"َ َلَ ﺱ‬4َB ِD‫َ ا‬EِFَ‫ُ"ََ ر‬B ‫ُ"ََ أَ ن‬B ِ<ْ‫ِ ﺏ‬D‫ُْ ا‬1َB

‫ُ )روا‬Iَ ‫َُْرُوْا‬O ْ>ُ:ْ9َ#َB >ُP ْ‫ِ ن‬QَO ‫ُِ وْا‬RْO َSَO ُُْ"ُ%َْ‫ُْﻡُْا وَ إِذَا رَأ‬NَO ُُْ"ُ%َْ‫ُْلُ إِذَا رَأ‬0َ
36
(‫رى‬T1 ‫ا‬

Artinya: “Bercerita kepada kami Yahya Bin Bukair, ia berkata menceritakan


kepadaku Al-laits dari uqail dari Ibn Syihab berkata Salim bin Abdullah bin
Umar telah menghabarkan kepadaku bahwa Umar ra menyampaikan bahwa
ia mendengar Rasulullah SAW bersabda bila kamu melihat hilal, maka
berpuasalah, dan bila kamu melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal itu
tertutup awan maka kira-kirakanlah ia (Diriwayatkan oleh Bukhari).

Pada kalimat ُIَ ‫َُْرُوْا‬O yang artinya maka kira-kirakanlah pada hadits

diatas, ahli hisab memahaminya dengan terbukanya penggunaan hisab dalam

penentuan waktu selain rukyat.

Nash-nash yang menerangkan penggunaan rukyat sebagai dasar dalam

penetapan awal bulan Qamariyah adalah

1. Disandarkan pada QS. Al-Baqarah(2):189 yang berbunyi:

Z < |


?J
+ !L+3>+:{
i ~],.
/ ^ ^0> kW(M+; }1
<
[|, D/|R b.
}.,/

36
Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Matan al-Bukhari bi Hasyiyati as-Sanadi,
juz 1 (Beirut:Dar al-Kitab al-Islam,t.th), h 325-327. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim dengan
jalur periwayatan yang berbeda.
6 )i ,/ 1=wk= ; !€.

<
[m/ i H‚,ƒ^
+; b.

H wRMZR/m # ; !€(c.

Zxk„>, 
<
k-^
/
(١٨٩:٢/‫ة‬01 ‫=…! )ا‬,>.U

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah:


"Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat)
haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya,
akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah
ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya dan bertakwalah kepada Allah agar
kamu beruntung”.

Secara jelas dan gamblang, ayat diatas mengungkapkan bulan sabit

(hilal) sebagai tanda- tanda bagi manusia untuk mengetahui hari, bulan tahun

dan kepentingan yang bersifat ibadah.

2. Disandarkan pada Hadits yang berbunyi:

=‫< اﺏ‬B ‫< ﻡ" وهاﺏ< زد‬B >#‫= اﺏ< ﻡ‬4$ Y9‫ ا ﺏ‬45‫"= ﺡ‬Z ‫ ا ﺡ"< ﺏ< ﺱ\م ا‬1B 45 ‫ﺡ‬

="P ‫ن‬O I%‫وا و‬RO‫ وا‬I%‫ﻡا ؤ‬J ‫> ل‬#‫ وﺱ‬I9#B D‫= ا‬#J =14 ‫ ان ا‬I4B D‫ ا‬EF‫هة ر‬
37
(>#‫د)روا ﻡ‬$ ‫ا ا‬#"‫آ‬O >:9#B

Artinya: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah kamu


karena melihat hilal Bila kamu tertutup oleh mendung maka sempurnakanlah
bilangan”. ( Diriwayatkan oleh Muslim).”

37
Imam Ibn al –Husain Muslim bin al Hajaj Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Al Jami’u al
Shahih al –Musamma Shahih Muslim, juz 3 (Beirut: Dar Al- Jail, Dar- Al- Afaq), h. 124.
3. Disandarkan pada Hadits yang berbunyi:

D‫= ا‬#`J a=`ِ14 ‫َ<ِ ا‬B "@4B D‫= ا‬F‫ُ"ََ ر‬B ِ<ْ‫َ<ِ اﺏ‬B ٍYِOَ ْ<َB ٍ^َِ‫َ= ﻡ‬#َB ُ‫َ= َلَ ََأْت‬9َْ ُ<ْ‫َ= ﺏ‬9َْ َ4َ5َ‫ﺡ‬

ْ>ُ:ْ9`َ#َB َ=`ِ"ْPُ‫ِنْ أ‬QَO ُْ‫= ﺕََو‬%َ‫ُِوا ﺡ‬Rْdُ‫َ ﺕ‬eَ‫= ﺕََوُا ا ْ@ِ\َلَ و‬%َ‫ُﻡُا ﺡ‬Nَ‫َ ﺕ‬e َ‫َل‬0َO َ‫َن‬bَ‫ُ ذَآََ رَﻡ‬Iَ‫> أ‬#‫ وﺱ‬I9#B
38
.(>#‫ُ )روا ﻡ‬Iَ ‫َِْرُوا‬O

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya berkata saya
telah membacakan kepada Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar semoga Allah
Meridhoi keduanya Saw, bahwasanya Nabi SAW telah menuturkan
Ramadhan maka Beliau bersabda: ‘janganlah kamu berpuasa sebelum kamu
melihat hilal ( Ramadhan) dan janganlah kamu berbuka sebelum kamu
melihat hilal(Syawal). Jika tertutup atas kalian maka taqdirkanlah.”
(Diriwayatkan oleh Muslim)

4. Disandarkan pula pada Hadits yang berbunyi:

ِ<`َB ِ‫َ`د‬af ‫َ`<ْ أَﺏِ`= ا‬B َ`َ"ُB ُ<`ْ‫ِ ﺏ‬I`# ‫ْ`ُ ا‬9َ1ُB َ4َ5`َ‫ ﺡ‬g‫ْ`ِى‬1َ$ْ ‫ٍْ ا‬h`ِ‫َ ﻡَُ"`ُ ﺏْ`<ُ ﺏ‬4َ5َ‫َ َ ﺡ‬1ْ9َA =ِ‫ِْ ﺏْ<ُ أَﺏ‬:َ‫َ أَﺏُ ﺏ‬4َ5َ‫ﺡ‬

‫َ`لَ إِذَا‬0َO َ‫> ا ْ@ِ`\َل‬#`‫ وﺱ‬I`9#B D‫= ا‬#`J- ِI`# ‫ َ`لَ ذَآَ`َ رَﺱُ`لُ ا‬I`4B D‫`= ا‬F‫َ<ْ أَﺏِ`= هَُْ`َةَ ر‬B ِ‫َْج‬Bَj‫ا‬
39
(>#‫<َ) روا ﻡ‬9ِ5َ\َ5 ‫وا‬gُ$َO ْ>ُ:ْ9َ#َB َ=ِ"ْPُ‫ِنْ أ‬QَO ‫ُِوا‬RْOَSَO ُُ"ُ%َْ‫ُﻡُا وَإِذَا رَأ‬NَO ُُ"ُ%َْ‫رَأ‬

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaybah, telah
menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami
Ubaidillah dari Nafi, dari Ibnu Umar semoga Allah meridhoi keduanya,
bahwasanya Rasulullah SAW menuturkan tentang bulan Ramadhan, lalu
beliau berisyarat dengan tangannya seraya berkata sebulan itu sekian, sekian
dan sekian (dengan menekuk ibu jarinya pada yang ketiga kali), kemudian
beliau berkata: berpuasalah kalian karena terlihat hilal(syawal. Jika tertutup
atas kalian maka taqdirkanlah bulan itu 30 hari.(Diriwayatkan oleh dari Ibnu
Umar.

Dan masih banyak hadits yang menyebutkan rukyatul hilal sebagai

cara untuk menentukan awal bulan Qamariyah pada masa Nabi Muhammad

38
Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Shahih Muslim, h. 122.
39
Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Shahih Muslim, h. 124.
SAW. Menurut Susiknan Azhari, jumlah hadits yang berbicara tentang rukyat

sekitar 56 hadits.40 Hal itu didukung oleh keadaan masyarakat di Madinah

yang tidak mahir untuk berhitung dan menulis. Dan ini diperkuat dalam hadist

yang berbunyi sebagai berikut:

l e‫ و‬l%: e ٌ 9‫ إ أﻡ ٌ أﻡ‬:‫> ل‬#‫ و ﺱ‬I9#B D‫= ا‬#J E14 ‫< ا‬B "@4B D‫= ا‬F‫" ر‬B <‫< إﺏ‬B
41
(>#‫<َ )روا ﻡ‬95\5 َ‫ ﺕ"م‬E4$ ‫ا‬m:‫ا و ه‬m:‫او ه‬m:‫@ ه‬h ‫ا‬

Artinya: “Dari Ibnu Umar ra. Dari Nabi SAW bersabda kami adalah ummat
yang buta huruf (ummi), tidak dapat menulis dan menghitung. Satu bulan
adalah seperti ini, seperti ini, seperti ini.Ibnu Umar melipat satu jari jempol
pada gerakan yang ketiga (29 hari). Satu bulan adalh seperti ini, seperti ini
dan seperti ini yaitu genap 30 hari.(diriwayatkan oleh Imam Muslim).

5) Disandarkan pada pendapat Ulama:

Para Imam Madzhab empat sepakat bahwa awal Ramadhan dan

Syawal ditetapkan berdasarkan Rukyatul Hilal atau Istikmal sebagaimana

berikut:

‫َن‬Sِ ْ>ِ@ِ َْ0ِ‫َ ﺏ‬nِ5َ‫=َ ﻡَ<ْ و‬#َB َeَ‫ْمُ ﺏَِِ ﺏِ@ِ>ْ و‬N ‫ْ@ِ>ُ ا‬9َ#َB ُlِZَ َ\َO .َ<ْ9ِ"aZَ4ُ"ْ ‫ْلِ ا‬0ِ‫َْةَ ﺏ‬1ِB َe

ِ‫ِة‬$ْ ‫َ رُؤَْ ُ ا ْ@ِ\َ لِ أَوْ إِآْ"َلُ ا‬Eِ‫َ أَﺏًَا وَه‬9َpَ%َ‫َﺕ‬e ٍ َ%ِ‫َﺏ‬5 ٍ‫َ= أَﻡَرَة‬#َB َ‫ْم‬N ‫َ ا‬n#َB َ‫رِع‬h ‫ا‬

ً‫ْ<َ َْﻡ‬9ِ5َ\َ5

40
Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat, Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah
Perbedaan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2007), h. 53.
41
Muhammad Nashirudin Al-Albani, penerjemah Imron Rosadi, Mukhtashar Shahih Muslim,
jil. 1 ( Jakarta: Pustaka Azzam), h. 419.
Artinya: “Tidak perlu diperhatikan perkataan ahli astronomi. Maka tidak
wajib bagi mereka berpuasa berdasarkan hisabnya, dan juga bagi orang
yang mempercayai perkataannya, karena pembuat syari’ah (Allah)
mengkaitkan (menggantungkan) puasa pada tanda yang tetap dan tidak
berubah sama sekali, yaitu ru’yatul hilal atau menyempurnakan bilangan tiga
puluh hari.42

Empat Imam madzhab yang bersepakat menentukan awal Ramadhan

dan Syawal dengan cara rukyatul hilal ialah Syafii, Hambali, Hanafi dan

Maliki. Dari beberapa nash dan kesepakatan empat imam madzhab diatas

menjelaskan bahwa penentuan waktu atau awal bulan yang berhubungan

dengan ibadah seperti Ramadhan, Syawal, Dzulhijjah berdasarkan pada hilal.

Yaitu dengan cara melihat hilal (rukyatul hilal) setelah terbenam matahari

pada hari ke 29 atau dengan istikmal, yaitu menyempurnakan bilangan bulan

tersebut menjadi 30 hari bilamana rukyat tidak berhasil dilakukan.

C. Perkembangan Hisab Rukyat Indonesia

1. Sejarah Hisab dan Rukyat di Indonesia

Selama pertengahan pertama abad kedua puluh, peringkat kajian Islam

yang paling tinggi termasuk kajian hisab rukyat hanya dapat dicapai di

Mekkah, yang kemudian diganti di Kairo. Karena di sana Islam berkembang

dan banyaknya para alim ulama dan ilmuwan. Banyak orang yang ingin

mengkaji Islam lebih dalam berbondong bondong datang ke sana, tidak

42
Abdur Rahman Al-Jazari, Al-Fiqh Alal Mazahibil Arba’ah, jilid 1 (Beirut: Dar Ihya At-
turats Al-Araby), h. 551.
terkecuali para alim ulama atau ilmuwan Indonesia. Pantas pemikiran hisab

rukyat di Jazirah Arab sangat berpengaruh dalam pemikiran hisab rukyat di

Indonesia. Seperti Muhammad Manshur al-Batawi yang mengarang kitab

Sullamun Nayyirain, ternyata secara historis merupakan hasil dari rihlah

ilmiyyah yang beliau lakukan selama di Jazirah Arab. Sumber jadwal yang

dipakai berasal dari Ulugh Beik. Begitu pula beberapa kitab hisab rukyat yang

berkembang di Indonesia. Dan banyak kitab di Indonesia merupakan hasil

cangkokan kitab karya Ulama Mesir yakni Al-Mathla’ al Saids ala Rasdi Al-

Jadid.43

Sebelum kedatangan agama Islam, di Indonesia telah tumbuh

perhitungan tahun menurut kalender Jawa Hindu atau tahun Saka yang

dimulai pada hari Sabtu, 14 Maret 78 M. Namun sejak tahun 1043 H /1633 M

yang ketepatan 1555 tahun Saka, tahun Saka diasimilasikan dengan Hijriyah,

kalau mulanya tahun Saka berdasarkan peredaran matahari, oleh Sultan

Agung diubah menjadi tahun Hijriyah, yakni berdasarkan peredaran bulan,

sedangkan tahunnya tetap meneruskan tahun Saka tersebut.44

Sehingga jelas bahwa sejak zaman berkuasanya kerajaan-kerajaan

Islam di Indonesia, umat Islam sudah terlibat dalam pemikiran Hisab Rukyat,

43
Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam
Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, ( Jakarta: Erlangga, 2007), h. 47.
44
Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki (Yogyakarta: Siaran, 1957), h.12.
hal ini ditandai dengan adanya penggunaan kalender Hijriyah sebagai

kalender resmi.

Penanggalan Hijriyah atau penanggalan Islam digunakan di Indonesia

sebagai penanggalan resmi semenjak berkuasanya kerajaan-kerajaan Islam45.

Hal ini menunjukan berkembangnya hisab dan rukyah sebagai metode

penentuan awal bulan Qamariyah di Indonesia.

Dengan datangnya penjajahan Belanda penanggalan Masehi mulai

diterapkan dalam kegiatan-kegiatan Administrasi Pemerintahan dan dijadikan

sebagai penanggalan resmi. Namun umat Islam tetap mempergunakan

penanggalan Hijriyyah terutama di daerah-daerah kerajaan Islam. Belanda

membiarkan pemakaian dan penanggalan. Adapun pengaturannya diserahkan

kepada para penguasa Kerajaan-Kerajaan Islam dalam mengatur hari-hari

yang berhubungan dengan peribadatan, seperti tanggal 1 Ramadhan, 1

Syawal, dan 10 Dzulhijjah.

Sejak abad pertengahan yang didasarkan pada sistem serta tabel

matahari dan bulan yang disusun oleh astronom Sultan Ulugh Beik

Asmarakandi. Ilmu Hisab ini berkembang dan tumbuh subur terutama di

pondok-pondok pesantren di Jawa dan Sumatera. Kitab-kitab ilmu hisab yang

dikembangkan para ahli hisab di Indonesia biasanya mabda` (epoch) dan

markaznya disesuaikan dengan tempat tinggal pengarangnya. Seperti Nawawi

Muhammad Yunus al-Kadiri dengan karya Risalatul Qamarain dengan


45
Departemen Agama, Almanak Hisab dan Rukyat. h.22.
markaz Kediri. Walaupun ada juga yang tetap berpegang pada kitab asal

(kitab induk) seperti al-Mathla’ul said fi hisaabil kawakib ala Rasydil Jadid

karya Syekh Hussain Zaid al Misra dengan markaz Mesir. Dan sampai

sekarang khazanah (kitab-kitab) hisab di Indonesia dapat dikatakan relative

banyak apalagi banyak pakar hisab sekarang yang menerbitkan kitab falak

dengan cara menanamkan kitab-kitab yang sudah lama ada di masyarakat

disamping adanya kecanggihan teknologi yang dikembangkan oleh para pakar

astronomi dalam mengolah data-data kontemporer berkaitan dengan hisab

rukyat.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan, maka berlakulah penanggalan

Masehi di Indonesia. Setelah terbentuknya Departemen Agama pada tanggal 2

Januari 1946, maka diberikan tugas-tugas pengaturan hari libur, dan termasuk

juga tentang pengaturan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah

yang diberlakukan di seluruh Indonesia. Wewenang ini tercantum dalam

Penetapan Pemerintah tahun 1946 No 2/ UM.7 UM.9/UM, dan dipertegas

dengan Keputusan Presiden No. 25 tahun 1967 No.148/ 1968 dan No. 10

tahun 1971. Dalam prakteknya penetapan hari libur terkadang belum

seragam, sebagai dampak adanya perbedaan pemahaman antara beberapa

pemahaman yang ada dalam wacana hisab rukyat.46

2. Penentuan Awal Bulan Qamariyah

46
Departemen Agama, Almanak Hisab dan Rukyat. h.22.
Secara garis besar Penentuan Awal Bulan Qamariyah di Indonesia

terbagi menjadi dua yaitu rukyat dan hisab.

a. Rukyat

Rukyat adalah menentukan awal bulan dengan membuktikan

keberadan hilal sesaat setelah matahari terbenam pada tanggal 29 bulan

Hijriyah. Bila hilal terhalangi oleh awan karena cuaca yang tidak

memungkinkan, maka pada bulan tersebut digenapkan menjadi 30 hari

(istikmal). 47

b. Hisab

Sistem hisab yang dipergunakan dalam menentukan awal bulan

qamariyah di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu hisab urfi dan hisab

hakiki.

1) Hisab Urfi

Hisab Urfi adalah sistem perhitungan penanggalan yang

didasarkan kepada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan

ditetapkan secara konvensional. 48 Hisab urfi yang berkaitan dengan

Qamariyah yang terdapat di Indonesia yaitu:

a) Hisab Hijriyah (Arab)

47
Kardiman dkk Garis Tanggal Kalender Islam 1421, (Bogor: BAKOSURTANAL, 2001),
h.6 .

48
Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah (Jakarta: Dirjen
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995), h. 7.
Lama peredaran satu bulan sinodis49 selalu berubah-ubah.

Sebagai contoh dalam tahun 1978 M. Jarak ijtimak yang

terpendek ialah 29 hari 10 jam 27 menit ( Ijtimak Muharam 1398

H ke Shafar) sedang jarak ijtimak yang terpanjang ialah 29 hari 15

jam 11 menit (ijtimak Sya’ban ke Ramadhan). Oleh karena itu

maka Dalam hisab urfi ini lama peredaran sinodis bulan dirata-

ratakan menjadi 29 hari 12 jam 44 menit atau 29,5306 hari. Lama

satu tahun yaitu 12 X 29,5306 hari+354,3672 hari atau 354 hari 8

jam 48 menit 36 detik atau 354 11/30 hari (dengan mengabaikan

36 detik pertahun). Untuk menghilangkan pecahan ini maka

diadakan kebulatan masa selama 30 tahun. jadi lama hari dalam 30

tahun yaitu 30 X 354 11/30 hari =10631 hari. 50

Hisab urfi ini mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:

• Permulaan perhitungan (1 Muharam tahun 1 H) ditetapkan

pada hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M. Ketentuan ini menurut

pendapat Jumhur Ulama ahli hisab, sebab kedudukan hilal

49
Jarak waktu dari satu ijtima ke ijtima’ berikutnya.
50
Muhammad Syakh Chudlori, Perbandingan Tarikh (Bandung: Institut Agama Islam Negeri
Sunan Gunung Djati, 1990), h. 11.
pada hari Rabu petang sewaktu matahari terbenam sudah

mencapai 5º 57`.51

• Umur bulan Qamariyah adalah 29 dan 30 hari secara

bergantian. kecuali pada bulan Dzulhijjah yang bertepatan

dengan tahun kabisat, umur bulan ditambah 1 hari menjadi 30

hari.52

• Jumlah hari dalam satu tahun ditetapkan antara 354 dan 355

hari. Tahun basithah berjumlah 354 hari sedang tahun kabisat

berjumlah 355 hari. Kelebihan satu hari dalam tahun kabisat

dimasukkan dalam bulan Dzulhijjah.

• Tahun-tahun kabisat terjadi 11 kali dalam siklus 30 tahun yaitu

jatuh pada tahun ke 2,5,7,10,13,16,18,21,24,26 dan 29. Namun

sebagian ulama berpendapat bahwa tahun ke 16 bukan tahun

kabisat, melainkan tahun ke 15. Pendapat ini merujuk pada

rumus yang dikemas dalam syair berikut:

ُIَ َNَO ُI1ُ‫ ﺡ‬s&َ? a&ُ‫َ<ْ آ‬B● ُIَ َِ‫ُ د‬Idَ‫ْ&ُ آ‬9ِ#َTْ‫ ا‬qَ‫آ‬

29 26 24 21 18 15 13 10 7 5 2

51
Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 11. Dalam
buku Perbandingan Tarikh, Muhammad Syakur Chudlori mengutip pendapat Muhammad Ma’shum
Bin Ali dalam Durusul Falakiah III bahwa tanggal 1 Muharam 1 H menurut rukyat jatuh pada hari
Jumat, 16 Juli 622.
52
Muhammad Syakh Chudlori, Perbandingan Tarikh, h. 12.
• Pada syair diatas tiap huruf hijaiyah yang bertitik menunjukan

tahun kabisat dan huruf yang tidak bertitik menunjukan tahun

basithah. Sebagai contoh tahun 1420 H mempunyai bilangan

10(1420:30= 47 daur sisa 10 tahun), jadi tahun 1420 H adalah

tahun kabisat.

• Masa daur (satu siklus) pada tahun Hijriyah terdiri dari 30

tahun yang terdiri dari 11 tahun kabisat (tahun panjang), dan

19 tahun basithah (tahun pendek).53

b) Hisab Islam ala Jawa54

Hisab ini awalnya hitungan Hindu Jawa atau Saka, yang

berdasarkan pada peredaran matahari. 55 Kemudian dikenal

bernama kalender Saka. Kalender ini dipakai nenek moyang kita

sewaktu masih memeluk agama Hindu. Kalender Saka dimulai

tahun 78 Masehi, ketika kota Ujjayini (Malwa di India sekarang)

direbut kaum Saka (Scythia) dibawah pimpinan Raja Kaniska dari

tangan kaum Satavahan.

Tahun baru terjadi pada saat Minasamkranti (matahari pada

rasi Pisces) awal musim semi. Nama-nama bulan adalah Caitra,

53
Muhammad Syakh Chudlori, Perbandingan Tarikh, h. 12.
54
Irfan Anshory ,”Mengenal Kalender Hijriyah”, artikel diakses pada 15 Desember 2008 dari
http:www.formmasibumi.com/2008/05/ mengenal- kalender- hijriyah.html.
55
Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki , h. 13.
Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana, Bhadrawada, Aswina (Asuji),

Kartika, Margasira, Posya, Magha, Palguna. Agar kembali sesuai

dengan matahari, bulan Asadha dan Srawana diulang secara

bergilir setiap tiga tahun dengan nama Dwitiya Asadha dan

Dwitiya Srawana. Satu bulan dibagi dua bagian: suklapaksa (paro

terang,dari konjungsi sampai purnama) dan kresnapaksa (paro

gelap, dari selepas purnama sampai menjelang konjungsi),

masing-masing bagian 15 atau 14 hari (tithi). Jadi, kalender Saka

tidak memiliki tanggal 16. Misalnya, tithi pancami suklapaksa

adalah tanggal lima, sedangkan tithi pancami kresnapaksa adalah

tanggal dua puluh. Kalender Saka dipakai di Jawa sampai awal

abad ke-17.

Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram menggunakan

kalender Saka dan kalender Hijriah secara bersama-sama. Pada

tahun 1633 Masehi (1555 Saka atau 1043 Hijriah), Sultan Agung

Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami (1613-

1645) dari Mataram menghapuskan kalender lunisolar Saka dari

Pulau Jawa, lalu menciptakan kalender Jawa yang mengikuti

kalender lunar Hijriah. Namun, bilangan tahun 1555 tetap

dilanjutkan. Jadi, 1 Muharram 1043 Hijriah adalah 1 Muharam

1555 Jawa, yang jatuh pada hari Jum'at Legi tanggal 8 Juli 1633
Masehi. Angka tahun Jawa selalu berselisih 512 dari angka tahun

Hijriah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh

Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dari

Banten. Dengan demikian kalender Saka tamat riwayatnya

diseluruh Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang bercorak

Islam.

Nama-nama bulan disesuaikan dengan lidah Jawa:

Muharam, Sapar, Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal,

Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramadlan, Sawal, Dulkangidah,

Dulkijah. Muharam juga disebut bulan Sura maksudnya adalah

Hari Asyura 10 Muharram. Rabi'ul-Awwal dijuluki bulan Mulud,

yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. Rabi'ul-Akhir adalah

Bakdamulud atau Silihmulud, artinya "sesudah Mulud".

Sya'ban merupakan bulan Ruwah, waktunya mendoakan

arwah keluarga yang telah wafat, dalam rangka menyambut bulan

Pasa (puasa Ramadhan). Dzul-Qa'dah disebut Hapit atau Sela

sebab terletak di antara dua hari raya. Dzul-Hijjah merupakan

bulan Haji atau Besar (Rayagung),saat berlangsungnya ibadah haji

dan Idul Adha.

Nama-nama hari dalam bahasa Sansekerta (Raditya, Soma,

Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra, Sanaiscara) yang berbau


jahiliyah (penyembahan benda-benda langit) juga dihapuskan oleh

Sultan Agung, lalu diganti dengan nama-nama hari dalam bahasa

Arab yang disesuaikan dengan lidah Jawa: Ahad, Senen, Seloso,

Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu.

Tetapi hari-hari pancawara (Pahing, Pon, Wage, Kaliwuan,

Umanis atau Legi) tetap dilestarikan, sebab hal ini merupakan

konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari kalender Saka

atau budaya India.

Dalam setiap siklus satu windu (delapan tahun), tanggal 1

Muharam (Sura) berturut-turut jatuh pada hari ke-1, ke-5, ke-3, ke-

7,ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3. Itulah sebabnya tahun-tahun Jawa

dalam satu windu dinamai berdasarkan numerologi huruf Arab:

Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3), Zai (7), Dal (4), Ba (2), Waw (6),

dan Jim Akhir (3). Sudah tentu pengucapannya menurut lidah

Jawa: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Tahun-

tahun Ehe, Je, dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari

dalam satu windu adalah [354 x 8] + 3 = 2835 hari, angka yang

habis dibagi 35 [7 x 5]. Itulah sebabnya tanggal 1 Muharam tahun

Alip dalam setiap 120 tahun selalu jatuh pada hari dan pasaran

yang sama.
Oleh karena kabisat Jawa tiga dari delapan tahun

(3/8=45/120), sedangkan kabisat Hijriah 11 dari 30 tahun (11/30 =

44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun), yang disebut

satu kurup, kalender Jawa harus hilang satu hari (mundur ke

belakang baik harinya atau pun pasarannya (pancawara), agar

kembali sesuai dengan kalender Hijriah.

Awalnya penggabungan hisab Hindu Jawa atau Soko

dengan Hisab Hijriah yaitu pada tahun 1633 M atau tahun 1043H

dan tahun Jawa 1555. Pada waktu itu tanggal 1 Suro tahun Alip

jatuh pada hari Jumat Legi ( 8 Juli) dan selanjutnya sejak waktu itu

sampai permulaan tahun 1627 atau tahun 1115 H (17 Mei tahun

1703 M) kurup Jamngiah, artinya selama itu tanggal 1Suro tahun

Alip jatuh pada hari Jumat legi (Awahgi= Alip mulai Jumuwah

Legi), Kemudian sesudah itu diadakan pergantian kurup menjadi

Kamsiah artinya tanggal 1 Suro tahun Alip selama 120 tahun lagi

jatuh pada hari Kamis Kliwon (Amiswon= Alip-Kemis Kliwon),

berarti pengunduran satu hari beserta pancawaranya. Kemudian

setelah Kamsiah berjalan 120 tahun, diadakan pergantian kurup

lagi, yaitu diganti menjadi kurup Arbangiah, artinya tanggal 1 Suro

tahun Alip selama 120 tahun jatuh pada hari Rabu Wage.(Aboge=

Alip-Rebo-Wage) Adapun sekarang ini kurupnya sudah berganti


menjadi kurup Tsalasiah artinya tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh

pada hari Selasa Pon (Asopon=Alip-Seloso- Pon).56

Pergantian kurup yang terjadi pada Hisab ini adalah

sebagai berikut:57

• Mulai 1 Suro Alip tahun 1555 atau tahun 1043 H (8 Juli 1633)

sampai permulaan tahun 1627 atau 1115 H (17 Mei 1703 M)

kurupnya jamngiah legi(Angahgi)

• Mulai permulaan tahun 1627 atau 1115 H (17 Mei 1703 M)

sampai permulaan tahun 1747 atau 1235 (20 Oktober 1819 M)

kurupnya kamsiah kliwon (Amiswon).

• Mulai permulaan tahun 1747 atau 1235 H (20 Oktober 1819

M) sampai permulaan tahun 1867 atau tahun 1355 H (24 Maret

1936 M) kurupnya arbangiah wage (Aboge).

• Mulai permulaan tahun 1867 atau 1355 H(24 Maret 1936 M)

kurupnya tsalasiah pon (Asapon)

56
Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, h. 12.
57
Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, h. 12.
Dari pergantian kurup diatas terlihat bahwa ada beberapa

hal yang perlu diperhatikan sebagaimana berikut:58

• Pergantian dari kurup jamngiah ke kurup kamsiah baru

diumumkan pada hari Kamis Kliwon tanggal 11 Desember

1749 M berarti sudah terlambat 46,5 tahun.

• Pergantian dari kurup kamsiah ke kurup arba’iah baru

diumumkan pada hari Jumat Pon tanggal 28 September tahun

1821 M., oleh Keraton Surakarta, berarti sudah terlambat 2

tahun. oleh Keraton Ngajogyakarto baru pada hari Senen

Kliwon tanggal 1 Suro tahun 1793 atau 1281 H ( 6 Juni 1864)

• Pergantian dari kurup arba’iah ke kurup tsalasiah sudah

diumumkan pada tanggal 1 Dulkangidah tahun Wawu 1865

atau 1353 H (5 Februari1933 M) tersebut surat ketetapan no

54.

Hisab ini tidak berbeda dengan sistem kalender matahari,

bilangan hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap kecuali bulan

tertentu pada tahun-tahun tertentu jumlahnya lebih panjang satu

hari, sehingga sistem hisab ini tidak dapat dipergunakan dalam

menentukan awal bulan Qamariyah untuk pelaksanaan ibadah. 59

58
Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, h. 12.
59 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern( Jogjakarta:
Suara Muhammadiyah,2007), h.102.
Nurhayati Zen mengutip pemikiran Ahmad Dahlan bahwa

hari raya akan jatuh pada tanggal 1 Syawal karena munculnya

bulan di arah barat yang berdasarkan hisab. Dengan tanpa harus

memandang hari ataupun dasar penghitungan lain, jika hari itu

menurut perhitungan pada bulan telah tiba pada tanggal 1 Syawal

maka hari raya Idul fitri harus dirayakan. 60

Untuk itu hisab urfi digunakan sebatas membuat kalender

yang bersifat jangka panjang. Kalender yang menentukan awal

bulan secara taksiran agar mempermudah pencarian data dan

kepentingan kehidupan pada masa sekarang. Bukan kalender untuk

menentukan waktu yang berkaitan dengan ibadah.

b. Hisab Hakiki61

60 Nurhayati Zen, “Komparasi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy'ari”artikel diakses pada
18 Mei 2009 dari http//lppbi.fiba.blogspot.com/2009/03/html.
61
Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, h. 8-13.
Hisab hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan kepada

peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur tiap

bulan tidaklah tetap dan juga tidak beraturan, melainkan kadang-kadang 2

bulan berturut-turutumurnya 29 hari atau 30 hari, atau kadang-kadang pula

bergantian seperti menurut perhitungan hisab urfi.

Dalam praktek perhitungannya, sistem ini mempergunakan data

sebenarnya dari gerakan bulan dan bumi serta mempergunakan kaidah-

kaidah ilmu ukur segitiga bola.

Terdapat beberapa aliran dalam menentukan masuknya bulan baru

dengan mempergunakan sistem hisab hakiki ini. Pada garis besanya ada

dua golongan yaitu yang berpedoman kepada ijtimak semata dan yang

berpedoman kepada posisi bulan diatas ufuk pada saat matahari terbenam.

Jika diuraikan lagi, maka akan terdapat 6 golongan, yaitu:62

1) Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal ghurub

2) Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal fajri

3) Golongan yang berpedoman kepada posisi bulan diatas ufuk hakiki

4) Golongan yang berpedoman kepada posisi diatas ufuk hissi

5) Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk mar’i

6) Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal yang mungkin dapat

dirukyat.

62
Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, h. 8-13.
1). Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal ghurub.

Golongan ini menetapkan, bahwa jika ijtimak terjadi sebelum

matahari terbenam, maka malam dan keesokan harinya ditetapkan

sebagai tanggal 30 bulan yang sedang berlangsung.

Sistem ini sama sekali tidak mempersoalkan rukyat dan tidak

memperhitungkan posisi hilal dari ufuk. Asal sebelum matahari

terbenam sudah terjadi ijtimak dan hilal masih dibawah ufuk, maka

malam hari itu berarti sudah termasuk bulan baru.

2). Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal fajri

Beberapa ahli mensinyalir bahwa timbul suatu pendapat baru

yang menghendaki permulaan bulan Qamariyah ditentukan oleh

kejadian ijtimak sebelum terbit fajar, maka malam itu sudah masuk

awal bulan baru, walaupun pada saat matahari terbenam pada malam

itu belum tejadi ijtimak.

Nampaknya sampai saat ini di Indonesia belum ada para ahli

yang berpegang kepada ijtimak qablal fajri ini. Mereka baru

mensinyalir adanya pendapat ini yang didasarkan atas peristiwa-

peristiwa yang sering terjadi akibat penentuan Hari Raya Haji yang

dilakukan oleh pemerintah Saudi Arabia.


3). Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk hakiki.

Menurut golongan ini untuk masuknya tanggal satu bulan

qamariyah, posisi hilal harus sudah berada diatas ufuk hakiki.

Dimaksud dengan ufuk hakiki adalah bidang datar yang melalui titik

pusat bumi dan tegak lurus pada garis vertikal dari si peninjau lihat

gambar 1 pada lembar selanjutnya.

Gambar 2.1.

Keterangan Ufuk Hakiki

Pada gambar 1 “Ufuk Hakiki P” adalah merupakan ufuk hakiki

bagi si peninjau yang berdiri pada titik P, demikian pula “Ufuk Hakiki

Q” adalah ufuk hakiki bagi si peninjau yang berdiri pada titik Q.

Sistem ini tidak memperhitungkan pengaruh tinggi tempat si

peninjau. Dapat disimpulkan sistem ini berpendapat bahwa jika setelah

terjadi ijtihad, maka hilal sudah wujud diatas ufuk hakiki pada saat

terbenam matahari, maka malamnya sudah dianggap bulan baru,

sebaliknya jika pada saat terbenam matahari hilal masih berada


dibawah ufuk hakiki maka malam itu belum dianggap sebagai bulan

baru.

4). Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk hissi.

Golongan ini berpendapat, jika pada pada saat matahari

terbenam setelah terjadi ijtimak, hilal sudah wujud diatas ufuk hissi,

maka malam itu sudah termasuk tanggal satu bulan baru. Dimaksud

dengan ufuk hissi adalah bidang datar yang melalui mata si peninjau

dan sejajar dengan ufuk hakiki lihat gambar dibawah ini.

Gambar 2.2.

Keterangan Ufuk Hissi

Pada gambar 2 “Ufuk Hissi P” adalah ufuk hissi bagi si

peninjau yang berdiri di titik P, sedang “Ufuk Hakiki P” adalah ufuk

hakiki bagi si peninjau tersebut. Bedanya kedua ufuk tersebut adalah

paralaks ufuk hissi sama dengan ufuk hakiki dikurangi parallaks.

Golongan yang berpegang pada ufuk hissi menentukan

ketinggian hilal diukur dari atas permukaan bumi, sedangkan yang

berpegang kepada ufuk hakiki mengukur ketinggian itu dari titik pusat
bumi. Dan nampaknya sistem ini kurang populer, sehingga banyak

para ahli yang mengabaikan eksistensi sistem ini.

5). Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk mar`i.

Sistem ini pada dasarnya sama seperti system hisab yang

berpedoman kepada ufuk hakiki dan hissi, yaitu memperhitungkan

posisi hilal pada saat terbenam matahari setelah terjadi ijtimak. Hanya

saja sistem ini tidak cukup sampai di sana. Setelah diperoleh nilai

ketinggian hilal dari ufuk hakiki kemudian ditambahkan koreksi-

koreksi terhadap nilai ketinggian itu.

Koreksi-koreksi tersebut adalah

a) Kerendahan ufuk

Pengaruh ketinggian tempat si peninjau. Semakun tinggi

kedudukan si peninjau semakin besar nilai kerendahan ufuk ini,

akibatnya semakin rendahlah ufuk mar`i tersebut.

b) Refraksi

Refraksi adalah perbedaan antara tinggi bendalangit

menurut penglihatan dengan tinggi benda langit menurut

penglihatan dengan tinggi yang sebenarnya. Contohnya: bila sinar

cahaya secara miring menembus lapisan udara yang mengelilingi

bumi, cahaya itu membelok ke bawah. Akibatnya semua benda


langit yang kita awasi terlihat seakan-akan berkedudukan di

langit pada tempat yang lebih tinggi dari yang sebenarnya. 63

c) Semidiameter (jari-jari)

Yang diperhitungkan oleh sistem ini bukanlah titik pusat

hilal, melainkan piringan atasnya. Oleh karena itu harus diadakan

penambahan senilai semidiameter terhadap posisi titik pusat hilal.

d) Parallaks (beda lihat)

Yang diperhitungkan dalam sistem ini adalah tinggi hilal

dari mata si peninjau. Sedang menurut astronomi dari titik pusat

bumi, maka ada perbedaan tinggi hilal jika dilihat dari mata si

peninjau dan dari titik pusat bumi. Perbedaan ini dikenal dengan

istilah “parallaks” (beda lihat).

6). Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal yang mungkin dapat

dirukyat (imkanur rukyat).

Golongan ini mengemukakan bahwa pada saat matahari

terbenam setelah terjadi ijtimak hilal harus mempunyai posisi

sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk dapat dilihat. Para

ahli yang termasuk golongan ini tidak sependapat tentang berapa

ukuran ketinggian hilal yang mungkin dapat dilakukan rukyat bilfi`li.

Ada yang mengatakan 8º, 7º, 6º, 5º, dan lain sebagainya.

63
Sa`adoeddin Djambek, Hisab Awal Bulan ( Jakarta: Tirtamas, 1976), h. 18.
Dari kedua macam sistem hisab diatas, hisab hakiki dianggap

lebih sesuai dengan syara’. Karena dalam prakteknya, hisab hakiki

memperhitungkan kapan hilal akan muncul atau wujud. Hal itu sesuai

dengan hilal sebagai dasar pergantian bulan. Dengan demikian sistem

hisab hakiki adalah sistem yang dipergunakan oleh umat Islam untuk

menentukan awal bulan yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah.

Pada perkembangannya yang terakhir di Indonesia, aliran-aliran Hisab

Rukyat terbagi menjadi empat aliran yaitu:

1) Rukyatul Hilal

Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan Hijriyah

dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan

sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan (kalender) berjalan

digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.64

2) Hisab Hakiki Wujudul Hilal

Hisab Hakiki Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan

(kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: Ijtimak (konjungsi)

telah terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima' qablal ghurub), dan

Bulan terbenam setelah Matahari terbenam (moonset after sunset); maka

pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender)

64
Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari http://id.wikipedia
.org/wiki /Hisabdan_rukyat/Imkanur_Rukyat_MABIMS.
Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) Bulan saat

Matahari terbenam.65

3) Imkanur Rukyat

Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender)

Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri

Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura

(MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan

Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah, dengan prinsip awal bulan

(kalender) Hijriyah terjadi jika:

a) Pada saat matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas

cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-

Matahari minimum 3°, atau

b) Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung sejak

ijtimak.66

4). Rukyat Global

65
Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari http://id.wikipedia
.org/wiki /Hisabdan_rukyat/Imkanur_Rukyat_MABIMS.
66
Mutoha, “Hilal Ramadhan”, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari http://mutoha.Blogspot
.com/2006/09/ hilal-ramadhan.html
Rukyat Global adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender)

Hijriyah yang menganut prinsip bahwa jika satu penduduk negeri melihat

hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah

memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum

melihatnya.67

Sebagaimaan telah disebutkan, bahwa Pemerintah secara resmi

menetapkan awal bulan Qamariyah dengan mempergunakan kriteria

Imkaanur Rukyat. Kriteria ini diharapkan menyatukan perbedaan kriteria

dalam menentukan awal bulan Qamariyah antar ormas ataupun kelompok

ahli hisab ataupun rukyat di Indonesia. Namun usaha penyatuan kriteria

penentuan awal bulan Qamariyah nampaknya belum terwujud. Sebab

tidak semua ormas dan kelompok ahli hisab ataupun rukyat menerima

Imkaanur Rukyat sebagai kriteria yang dipakai untuk menentukan awal

bulan Qamariyah.

67
Mutoha, “Hilal Ramadhan”, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari http://mutoha.Blogspot
.com/2006/09/ hilal-ramadhan.html
BAB III

PROFIL KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA

A. Seluk Beluk Dan Sejarah Kelahiran Aboge 68

Kata Aboge adalah singkatan dari Alip Rebo Wage, yang mempunyai arti

Tanggal 1 Muharram Tahun Alif akan jatuh pada hari Rebo (Rabu) pasaran

Wage. Aboge adalah dasar perhitungan almanak (kalender) dalam satu windu

atau delapan tahun, maka yang dimaksud Aboge adalah dasar suatu perhitungan.

Gagasan perhitungan Aboge berasal dari para Wali69 yang berasal dari

Timur Tengah dan Sunan Kalijaga yang berasal dari tanah Jawa. Mereka

memadukan konsep Timur Tengah berupa huruf-huruf hijaiyyah, bulan-bulan

hijriyyah dan nama-nama hari dengan konsep Jawa berupa pasaran.

Para wali mewariskan perhitungan Aboge kepada Ki Tepus Rumput

sebagai Adipati Onje I untuk mengembangkan perhitungan Aboge di Kadipaten

Onje (sekarang bernama Kabupaten Purbalingga). Peran Ki Tepus Rumput

mengembangkan perhitungan Aboge, dilanjutkan oleh putra angkatnya yaitu

Adipati Onje II (Nyokropati). Tidak berselang waktu yang lama, datanglah

seorang ulama` ke Kadipaten Onje yang bernama Ngabdullah Syarif Raden

Sayyid Kuning, yang terkenal dengan nama Raden Sayyid Kuning membantu

68
M. Maksudi, Imam Masjid Raden Sayyid Kuning, Wawancara Pribadi, Purbalingga, 24
April 2009
69
M. Maksudi mengatakan sebagian dari wali sembilan berasal dari Timur Tengah yaitu
Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kali Jaga.
Adipati Onje II untuk mengelola masjid. Selanjutnya, Adipati Onje II menobatkan

Raden Sayyid Kuning sebagai Imam pertama Masjid yang sekarang bernama

Masjid Raden Sayyid Kuning dan sekaligus menjadikannya menantu.

Sebelum datang ke Kadipaten Onje, Raden Sayyid Kuning mengaji

kepada Sunan Drajad. Setelah itu, Raden Sayyid Kuning bersama Kyai Arsayuda

menantu Arsantaka, Syeh Mahdum Wali dan Syeh Mahdum Umar mengamalkan

ilmunya dengan menyebarkan agama Islam ke Karang Lewas, Purwokerto. Pada

saat itu Raden Sayyid Kuning tidak menetap di Purwokerto, tetapi meneruskan ke

Kadipaten Onje untuk meneruskan dakwahnya.

Sebagai imam pertama Masjid Raden Sayyid Kuning, Raden Sayyid

Kuning berperan dalam mengelola masjid dan memakmurkannya, dengan cara

mengajarkan ajaran-ajaran Islam dan perhitungan Aboge kepada masyarakat.

Kemudian banyak masyarakat yang mengikuti sistem perhitungan Aboge. Lambat

laun masyarakat di Desa Onje, tersebut dikenal dengan Komunitas Aboge .

Dari keterangan diatas, komunitas Aboge di Desa Onje, Kec, Mrebet,

Kab. Purbalingga bukan sebuah organisasi masyarakat yang berpusat di daerah

tertentu, ia adalah sebuah kelompok masyarakat Islam yang berjumlah kurang

lebih 250 sampai 300 orang, yang menggunakan sistem penghitungan

berdasarkan Aboge (Alip-Rebo-Wage) untuk menentukan awal bulan Qamariyah.

Komunitas Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga

tidak terkait secara organisasi ataupun hubungan kekerabatan dengan komunitas


Aboge di daerah-daerah lain di Indonesia. Sampai sekarang, komunitas Aboge

tidak dipimpin oleh seorang ketua, namun pihak yang bertanggungjawab dalam

komunitas Aboge adalah Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning. Karena,

Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning adalah panutan bagi komunitas Aboge

untuk menentukan awal Ramadhan, tanggal 1 Syawal dan hari raya idul fitri dan

idul adha yang didampingi oleh para Sesepuh Aboge.

Sejak tahun 2008 sampai sekarang, Imam Besar Masjid Raden Sayyid

Kuning dipercayakan kepada Kyai Muhammad Maksudi, keturunan ke 9 dari

Raden Sayyid Kuning.

B. Tokoh- Tokoh Komunitas Aboge

Keberadaan komunitas Aboge sampai sekarang tidak dapat dipisahkan

dari peran para penggagas dan pengikut penghitungan Aboge. Nama- nama tokoh

yang berperan dalam pengembangan Komunitas Aboge ialah:

1. Sunan Kalijaga (sebagai pencetus Aboge dan para Wali lainnya)

2. Syekh Maulana Maghribi ( Ki Tepus Rumput )

3. Adipati Onje II

4. Raden Sayyid Kuning70

5. Sutarudin (Putra 1 Raden Sayyid Kuning),

6. Samiruddin (Putra ke 2 Raden Sayyid Kuning)

7. Nur Muhammad (Putra ke 3 Raden Sayyid Kuning)


70
Imam Besar I Masjid Raden Sayyid Kuning.
8. Ki Anggadirana( Putra Nur Muhammad)

9. Ki Reksabumi (Putra Ki Anggadirana)

10. Ki Sananom (Putra Ki Reksabumi )

11. Ki Dipawikarta (Putra Kisananom)

12. Ni Majasir (Putra Ki Dipawikarta)

13. Ni Hj. Surya Munadi ( Putri Ni Majasir )

14. Kyai M. Maksudi (Putra Ni Hj. Surya Munadi)

15. Wangsarudin (Putra ke 4 Raden Sayyid Kuning)

16. Ki Tirtangali (Putra Wangsarudin)

17. Ki Arjamunawi (Putra Ki Tirtangali)

18. Ki Wiryamunadi (Putra Ki Arjamunawi)

19. Sanurji ( Putra Ki Wiryamunadi).

20. Ni Majasan (Putra Ki Arjamunawi )

21. Ki H Surya Munadi (Putra Ni Majasan)

22. Kyai M. Maksudi 71 (Putra Ki H Surya Munadi)

23. Kyai Ibrahim

24. Kyai Ilyas

25. Kyai Murmareja

26. Imam Muriani

27. H Ibrahim

28. Kyai Sanrawi


71
Kyai Maksudi adalah Imam yang menjabat dari tahun 2008 sampai sekarang.
29. Kyai Masngadi

30. Dan keturunan Raden Sayyid Kuning lainnnya yang tidak tercatat disini.

C. Corak Pemikiran Keagamaan Aboge

Untuk menelusuri arah pemikiran Komunitas Aboge, dapat dilihat dari dasar

hukum yang digunakan Aboge dalam menyikapi masalah yang berkaitan dengan

Islam. Dasar pengambilan hukum yang digunakan Aboge ialah:

1. al-Qur`an

Secara etimologis, al-Qur`an adalah berasal dari bahasa Arab yang

berbentuk mashdar yaitu ‫ ان‬berasal dari kata qa-ra-a (‫ )أ‬, artinya bacaan.

Sebagaimana tertera dalam ayat al-Qur`an

, C.5>+ ^D-

 +3[m+,
,N†,[ • +3
'Z/

( ١٨- ١٧ : ٧٥ ‫ ﻡ‬90 ‫ )ا‬+3


'Z #‡c^ ,[

Artinya: “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di

dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami Telah selesai

membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu”.

Secara istilah, Amir Syarifuddin merumuskan definisi al-Qur`an dari

berbagai pendapat para Fuqaha72 yaitu bahwa al-Qur`an adalah “Lafaz yang

72
Ialah Syaltut, Al-Syaukani, Abu Zahrah, As-Sarkhisi, Al Amidi Dan Ibnu Subki.
berbahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang

dinukilkan secara mutawatir.73

Allah SWT adalah pembuat hukum, maka hukum tersebut adalah

kuasa Allah atas tingkah laku manusia mukallaf yang aturan-aturan –Nya

terkumpul dalam Al-Qur`an. Dengan demikian secara tidak langsung bahwa

al-Qur`an sebagai sumber utama bagi hukum Islam.74

2. Hadits

Hadits berasal dari bahasa Arab (C ‫)ا‬, secara harfiah berarti

perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam, perkataan dimaksud

adalah perkataan dari Nabi Muhammad SAW. Seringkali kata ini mengalami

perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah yang berarti segala

perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi SAW

yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama. Hadits adalah sumber

hukum dalam agama Islam yang memiliki kedudukan kedua pada tingkatan

sumber hukum dibawah Al Qur`an.75

73
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh,(Jakarta: Logos, 2005), jil. 1, h. 51.
74
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh , h. 79.
75
Wikipedia ensiklopedia bebas “Hadits” Artikel diakses pada 18 Mei 2009 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Hadits.html.
3. Ijma` 76

Secara bahasa, ijma` mengandung dua arti yaitu ketetapan hati untuk

melakukan sesuatu dan sepakat. Adapun pengertian ijma yaitu kesepakatan,

dan yang sepakat disini, adalah semua mujtahid Muslim, berlaku dalam suatu

masa tertentu sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Menurut Jumhur

ulama, ijma menempati dasar dalil hokum setelah al-Qur`an dan Sunnah.

Berarti ijma dapat menentukan hokum yang mengikat dan wajib dipatuhi

umat Islam bila tidak mendapati hokum dalam al-Qur.an dan Sunnah.

4. Qiyas77

Secara bahasa kata qiyas, berarti qadar artinya mengukur membanding

sesuatu dengan yang semisalnya. Qiyas merupakan suatu cara penggunaan

ra`yu untuk menggali hokum syara` dalam hal-hal yang nash al-Qur`an dan

Sunnah tidak menetapkan hukumnya secara jelas

5. Pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga, dan Ngabdullah Syarif Sayyid

Kuning.

Jamaknya wali adalah auliya` yaitu orang orang yang suci. Istilah

yang terkenal adalah wali Allah yang artinya kawan dekat atau pembantu

76
Amir Syarifuddin Ushul Fiqh, h. 128.
77
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h. 164.
Allah. Adapun Wali Sanga adalah penyiar islam yang pertama di Nusantara

(terutama daerah pulau Jawa).78

Pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga, dan Ngabdullah Syarif Sayyid

Kuning yang sangat terkenal dalam komunitas Aboge adalah sistem

penghitungan Aboge (Alip Rebo Wage) yang digunakan untuk menentukan

waktu ataupun awal bulan Qamariyah sepanjang masa. Sistem Aboge ini

merupakan metode penentuan waktu yang dihasilkan dari perpaduan sistem

Timur Tengah dan konsep murni Jawa dengan hari pasarannya.

Komunitas Aboge melakukan kegiatan ibadah dan kajian-kajian ilmu

agama terpusat di Masjid Raden Sayyid Kuning. Seperti dilaksanakannya

kegiatan keagamaan harian, kegiatan keagamaan mingguan dan kegiatan

keagamaan yang khusus diadakan pada bulan Ramadhan. Selain itu masjid ini

juga seringkali dikunjungi oleh banyak orang yang ingin berziarah ke makam

Raden Sayyid Kuning yang terletak dibelakang Masjid tersebut. Namun

letaknya agak jauh, yaitu dipisahkan dari sungai Tempuran yang mengalir di

belakang masjid. Adapun kegiatan-kegiatan keagamaan Komunitas Aboge

dijelaskan dalam bentuk tabel-tabel yang terletak pada halaman selanjutnya.

78
Badri Yatim. Ed. Ensiklopedi Mini Sejarah Dan Kebudayaan( Jakarta: Logos, 1996), h.
170. Jumlah Wali Sanga menurut penemuan KH. Bisyri Mustafa didalam Ensiklopedi Mini Sejarah
dan Kebudayaan Islam, tidak berjumlah tepat sembilan bahkan lebih dari itu. Pendapat ini berdasarkan
pada fakta bahwa orang yang mendakwahkan Islam di bumi Jawa pada masa itu tidak hanya berjumlah
sembilan.
Tabel 3.1. Kegiatan Keagamaan Harian di Masjid Raden Sayyid Kuning

No Kegiatan Waktu Kitab Keterangan

1 Pendidikan Ba`da Iqra` Yang diikuti oleh anak-anak

Iqra` Ashar

2 Pendidikan Ba`da Maghrib Al-Qur`an Yang diikuti oleh anak-anak yang

al-Qur`an telah tamat iqra.

Kegiatan pendidikan harian pada tabel 1 bertujuan agar murid-muridnya

mahir membaca al-Qur`an, yang diperuntukan bagi anak-anak tingkat SD dan

sebagian tingkat SMP. Pembelajaran dilakukan dengan cara sang murid membaca

iqra` atau sebagian ayat al-Qur`an satu persatu dihadapan gurunya. Bila terdapat

kesalahan sang guru mengajarkannya sesuai dengan kaidah tajwid. Cara

pembelajaran pendidikan Iqra dan al-Qur`an bersifat sama. Namun dalam

pendidikan iqra terdapat 6 tingkatan, disesuaikan dengan jumlah jilid iqra`nya.

Sedangkan pendidikan Al-Qur`an terkumpul menjadi satu tingkatan.

Tabel 3.2. Kegiatan Keagamaan Mingguan di Masjid Raden Sayyid Kuning

No Kegiatan Hari / Waktu Kitab Keterangan


1 Yasinan dan Malam Jumat / Ba`da Al-Qur`an Dilakukan secara
Dibaan Maghrib bersama-sama
(Khusus malam
Jumat Kliwon
melakukan tahlil dan
istighotsah)
2 Khataman Ba`da Jumat dan Dilakukan secara
(Tarekat Selasa Ba`da Dzuhur. bersama-sama
Naqshabandi -
yah) bagi para
sesepuh Aboge
3 Pengajian Remaja Malam Minggu Safinah Disampaikan
al-najah, dengan metode
Nashaih ceramah
al- `Ibad

Kegiatan mingguan pada tabel 2 diatas lebih beragam dibandingkan pada

tabel 1, dilihat dari macam kegiatan yang terdiri dari yasinan dan dibaan,

khataman, dan pengajian Remaja. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini penulis

menguraikan satu persatu kegiatan mingguan Aboge yag tercatat pada tabel 2.

1. Yasinan dan Dibaan:

a. Yasinan adalah membaca surat Yasin secara bersama-sama yang dipandu

oleh seseorang. Khusus pada malam Jumat Kliwon melakukan tahlil dan

istighatsah. Tahlil yaitu pujian-pujian kepada Tuhan dengan menyebut la

ila ha illallah.79 Istighatsah adalah memohon pertolongan dari Allah SWT

untuk terwujudnya sebuah "keajaiban" atau sesuatu yang paling tidak

dianggap tidak mudah untuk diwujudkan. Sebenarnya istighotsah sama

dengan berdoa, tetapi bila disebutkan kata istighotsah maknaya lebih dari

sekedar berdoa, karena yang dimohon dalam istighotsah adalah bukan hal

79
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai
Pustaka, 1988), h.884.
yang biasa biasa saja. Oleh karena itu, istighotsah sering dilakukan secara

kolektif dan biasanya dimulai dengan wirid-wirid tertentu, terutama

istighfar, sehingga Allah SWT berkenan mengabulkan permohonan itu.80

Sebagaimana didasarkan pada surat Al-Anfal ayat 9 yang berbunyi:

ْ>ُ:َ َ‫َب‬Zَ%ْ‫َﺱ‬O ْ>ُ:‫ُنَ رَﺏ‬u9ِpَ%َْ‫إِذْ ﺕ‬

Artinya: "(Ingatlah wahai Muhammad), ketika kamu memohon


pertolongan kepada Tuhanmu lalu Dia mengabulkan permohonanmu."

b. Dibaan yaitu membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW pada kitab

Diba` yang dikarang oleh Al-Imam Abdurrahman bin Ali bin Muhammad

al-Syaibany al-Diba`i al-Yamani yang bertujuan untuk memulyakan Nabi

tanpa diiringi dengan musik. Kitab Diba` sejenis dengan Barzanji,

dari segi isinya yaitu menceritakan tentang kehidupan Muhammad,

mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda

hingga diangkat menjadi Rasul. Kitab tersebut juga mengisahkan sifat-

sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa yang

dijadikan teladan umat manusia.

2. Kataman adalah bagian dari amalan untuk mengikuti Tarekat

Naqshabandiyah yang didirikan oleh Muhammad Ibn Muhammad

Baha`uddin Naqshabandi (717-791 H/ 1317-1389 M) di Bukhara. Metode

yang khas dari tarekat ini adalah pengasingan diri meliputi pengingatan dan

80
A. Nuril Huda , “Makana Istighotsah”, artikel ini diakses dari
http://www.nu.or.id/page.php//Makna // Istighotsah 14/04/2009. html.
konsentrasi. Tarekat ini tersebar luas di Kaukasus dan di Asia Tengah. Prinsip

metode spiritual tarekat ini adalah dzikir dalam hati.81 Di Indonesia tarekat

Naqshabandiyah dipimpin oleh Habib Lutfi yang berpusat di Lamongan.

Sekali dalam sebulan atau beberapa bulan, utusan Habib Lutfi datang ke

Masjid Raden Sayyid Kuning untuk melakukan kataman bersama para

Sesepuh komunitas Aboge.

3. Pengajian Remaja: pengajian yang diperuntukan para remaja dengan mengkaji

kitab fiqih safinah al-najah yang dikarang oleh syekh Salim bin Abdullah bin

Saad bin Samir (Sumair) Al-hadlrami dan kitab akhlaq yaitu Nashaihul `Ibad

karangan Imam Nawawi Al-Bantany. Kegiatan ini disampaikan oleh salah

satu guru dengan metode ceramah. Pengajian ini bertujuan untuk mendidik

mereka agar menjadi generasi islam yang berakhlaq baik.

Tabel 3.3.

Kegiatan Keagamaan Bulan Ramadhan di Masjid Raden Sayyid Kuning

No Kegiatan Hari / Waktu Kitab Keterangan

1 Pengajian Setiap Hari/ Fiqih (Qawaidul Ceramah

ba`da Ashar Fiqhiyyah) Tauhid

(Aqidatul Awwam)

2 Tadarusan Setiap hari/ Al-Qur`an -

ba`da Tarawih

81
Abdul Aziz, ed. Ensiklopedia Islam Singkat h. 302.
3 Ceramah Setiap hari/ _ Ceramah,

Agama ba`da Shubuh diperuntukkan

bagi umum

Pada bulan Ramadhan, intensitas kegiatan keagamaan komunitas Aboge

lebih padat daripada bulan-bulan lainnya. Kegiatan-kegiatan keagamaan

dilakukan pada setiap hari setelah pelaksanaan shalat Ashar, Tarawih dan Shubuh

sebagaimana tersaji dalam tabel 3. Secara ringkas, penulis menjelaskan jenis

kegiatan pada tabel 3 dibawah ini:

1. Pengajian: pengajian ini diperuntukan bagi remaja untuk memperdalam kajian

ilmu Fiqih dan Tauhid. Dengan mempelajari kitab Qawaidul Fiqhiyyah untuk

mempelajari ilmu Fiqih dan kitab Aqidatul Awwam untuk mengkaji ilmu

Tauhid.

2. Tadarusan: membaca al-Qur`an secara bersama-sama di masjid. Tadarusan ini

terbuka bagi siapa saja yang ingin membaca al-Qur`an di masjid Raden

Sayyid Kuning. Salah satu dari mereka menggunakan pengeras suara,

kemudian bergantian dari satu pembaca al-Qur`an ke pembaca lain. Target

minimal membaca al-Qur`an dalam satu malam, sebanyak 1 juz, supaya

dalam waktu satu bulan dapat menamatkan al-Qur`an minimal satu kali.

3. Ceramah Agama: Kegiatan yang berisi ceramah seorang penceramah yang

ditunjuk pada hari itu. Isi ceramah adalah tentang keislaman, baik berkaitan

dengan ubudiyyah atau muamalah. Tema ceramah ditentukan oleh


penceramah sendiri tanpa ada intervensi dari Imam Masjid Besar Raden

Sayyid Kuning. Penceramah tidak hanya berasal dari tokoh penganut Aboge

saja. Hal ini menunjukan keterbukaan komunitas Aboge ini terhadap

masyarakat pada umumnya dalam pelaksanaan ibadah-ibadah keagamaan.

Dari rujukan –rujukan kitab yang dipakai dalam kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakan di Masjid Raden Sayyid Kuning, menjelaskan bahwa Aboge adalah

sebuah komunitas Islam yang mengikuti alur pemikiran Syafii. Budaya kegiatan-

kegiatan Aboge juga tidak berbeda jauh dengan budaya Nahdhatul Ulama.

Diperkuat dengan pernyataan Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning bahwa

komunitas Aboge adalah warga Nahdhiyyin.

Dalam menentukan awal bulan Qamariyah dan hari- hari besar agama

Islam komunitas Aboge di Purbalingga ini, mempunyai sistem sendiri yaitu

menggunakan prinsip Aboge (Alip-Rebo-Wage) selamanya. Sistem perhitungan

tersebut terdapat dalam kitab Primbon Sembahyang karangan H. M. Idris bin

Yahya dan Mujarrabat yang diterjemahkan oleh H. Abdurrahman bin H. Abdul

Aziz .

Dengan penggunaan sistem Aboge dalam penentuan awal bulan

Qamariyah, seringkali komunitas Aboge menetapkan tanggal bulan puasa, hari

lebaran atau tanggal 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah berbeda dengan Pemerintah.


Namun Maksudi82 tidak pernah mempersoalkan perbedaan tersebut dengan

Pemerintah dan umat Islam lain yang tidak sejalan. Selama Pemerintah dan umat

Islam tersebut tidak memaksakan atau mengganggu kepercayaan yang dianut

umatnya. Menurut pendapatnya, bahwa prinsip dalam urusan agama adalah hak

individu untuk mempercayai suatu keyakinan.

82
Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning pada masa sekarang.
BAB IV

PENETAPAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE

A. Dasar Pijakan Penetapan Awal Bulan 83

Komunitas Aboge menentukan awal bulan Qamariyah menurut

berdasarkan pada QS. Yunus (10): 5

!☯#☺%&
 



013 +☺,-.
/ ☯' ()*

<
=☺5>+? +89 :0+; 5167,/

H EF G),.
/ +ABC)D
7+

OP- !LM,N K
+I5>J +;

W +V?
) S⌧UV H QI,. R

(٥: ١٠‫ )یﻥس‬+D=☺5>#+V XYZ,-

Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya


dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan
itu, supaya kamu mengetahui bilangan dan perhitungan(waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-
tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”.

Aboge memahami kalimat lita’lamuu ‘adada al-sinina wa al-hisaaba

mengandung perintah untuk mengetahui bilangan tahun dan waktu dengan

menggunakan sistem hisab. Sistem hisab yang dimaksud adalah hisab sebagai

satu-satunya metode untuk menentukan awal bulan Qamariyah.

83
Muhammad Maksudi, Imam Besar Raden Sayyid Kuning, Wawancara Pribadi,
Purbalingga, 24 April 2009.
Dari kerangka pemahaman diatas, komunitas Aboge memahami

perhitungan Aboge sebagai interpretasi dari Surat Yunus ayat 5. Kerangka

pemahaman tersebut lahir dari pendapat bahwa perhitungan waktu bersifat pasti

dan dapat diprediksi sebelumnya, karena perhitungan yang berubah tidak

menunjukan kevalidan metode penghitungan waktu. Sedangkan sistem rukyat

sangat tergantung pada hilal yang terlihat pada tanggal 29 bulan Hijriyyah.

Sehingga, Aboge tidak mengakomodir rukyat sebagai bagian dari sistem

penentuan awal bulan Qamariyah yang digunakan. Karena rukyat tidaklah pasti,

tergantung pada terlihatnya hilal.

Komunitas Aboge juga mengambil pendapat Wali Sanga, Sunan Kali

Jaga, dan Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning berupa Hisab Aboge adalah sistem

penentuan awal bulan Qamariyah sebagai dasar pijakan penentuan awal bulan

Qamariyah. Wali adalah tergolong ulama`, sedangkan ulama` adalah penerus

Nabi Muhammad SAW untuk mengajarkan dan menyiarkan ajaran Islam kepada

umatnya. Pendapat ini mengacu pada sabda Nabi yaitu al-Ulamâu waratsâtu al-

Anbiyâi. Maka, pantas Komunitas Aboge meyakini sistem penghitungan Aboge

sebagai sistem untuk menentukan awal bulan Qamariyah, karena sejalan dengan

hitungan yang digunakan oleh beberapa Sunan yang tergabung dalam Wali

Sanga.

B. Sistem Penetapan Awal Bulan Qamariyah


Komunitas Aboge menggunakan sistem Aboge dalam penetapan awal

bulan Qamariyah. Rujukan kitab yang menerangkan sistem Aboge adalah kitab

Primbon Sembahyang dan Mujarrabat. Kitab Primbon Sembahyang ditulis oleh

H. M. Idris bin Yahya, di dalamnya terdiri dari 92 bab yang membahas tentang

akhlaq, ketauhidan, ubudiyah, muamalah, kebudayaan, ilmu, almanac, doa-doa,

dan yang berkaitan dengan Islam dan kebudayaan Jawa. Bab yang berkaitan

dengan sistem Aboge hanya terdapat pada satu bab yaitu Almanak terletak di

halaman 163, yang diuraikan dalam bentuk tabel yang sebagaimana pada tabel 1

berikut ini.

Tabel 4.1.

Almanak di kitab Primbon Sembahyang 84

‫ج‬ ‫و‬ ‫ب‬ ‫د‬ ‫ز‬ ‫ج‬ 4 ‫ا‬

٣ ٦ ٢ ٤ ٧ ٣ ٥ ١ ْ‫اَ
َ ق‬

$"' <945‫ا‬ w9"? H1‫ﺱ‬ ‫\ث‬5 $"' ‫اﺡ‬ ‫رﺏ‬


‫ﻡ ّم‬ ٧
Ev‫وا‬ ‫ن‬9#‫آ‬ Ev ‫ل‬ Ev ‫ل‬ Y9@O ‫ن‬O ‫ن‬O Ev‫وا‬

‫اﺡ‬ ‫رﺏ‬ H1‫ﺱ‬ <945‫ا‬ w9"? ‫اﺡ‬ ‫\ث‬5 $"'


H) ٢85
Ev ‫ل‬ ‫ن‬9#‫آ‬ Ev ‫ل‬ Ev ‫ل‬ Y9@O ‫ن‬O ‫ن‬O Ev‫وا‬

<945‫ا‬ w9"? ‫اﺡ‬ ‫\ث‬5 $"' <945‫ا‬ ‫رﺏ‬ H1‫ﺱ‬


‫وّل‬I‫رﺏ ا‬ ٣86
‫ن‬O Ev‫وا‬ ‫ن‬9#‫آ‬ ‫ن‬9#‫آ‬ Ev ‫ل‬ Y9@O Y9@O ‫ن‬O

84
M. Idris bin Yahya, Hadza Kitab Primbon Sembahyang ( Tanjung Penang: 1919), h.163.
85
Awalnya tertulis 1, namun menurut Kyai M. Maksudi salah, yang benar adalah dua.
86
Awalnya tertulis 4, namun menurut Kyai M. Maksudi salah, yang benar adalah empat.
‫رﺏ‬ H1‫ﺱ‬ ‫\ث‬5 w9"? ‫اﺡ‬ ‫رﺏ‬ $"' <945‫ا‬
‫ رﺏ‬JK‫ا‬ ٥
‫ن‬O Ev‫وا‬ ‫ن‬9#‫آ‬ ‫ن‬9#‫آ‬ Ev ‫ل‬ Y9@O Y9@O ‫ن‬O

w9"? ‫اﺡ‬ ‫رﺏ‬ $"' <945‫ا‬ w9"? H1‫ﺱ‬ ‫\ث‬5 ‫ﺝ


دى‬
٦
Y9@O ‫ن‬O Ev‫وا‬ Ev‫وا‬ ‫ن‬9#‫آ‬ Ev ‫ل‬ Ev ‫ل‬ Y9@O ‫وّل‬K‫ا‬

H1‫ﺱ‬ ‫\ث‬5 $"' ‫اﺡ‬ ‫رﺏ‬ <945‫ا‬ <945‫ا‬ w9"? ‫ﺝ


دى‬
١
Y9@O ‫ن‬O Ev‫وا‬ Ev‫وا‬ ‫ن‬9#‫آ‬ Ev ‫ل‬ Ev ‫ل‬ Y9@O JK‫ا‬

‫اﺡ‬ ‫رﺏ‬ H1‫ﺱ‬ <945‫ا‬ w9"? ‫اﺡ‬ ‫\ث‬5 $"'


N‫رﺝ‬ ٢
Ev ‫ل‬ Y9@O ‫ن‬O ‫ن‬O Ev‫وا‬ ‫ن‬9#‫آ‬ ‫ن‬9#‫آ‬ Ev ‫ل‬

‫\ث‬5 $"' <945‫ا‬ ‫رﺏ‬ H1‫ﺱ‬ ‫\ث‬5 w9"? ‫اﺡ‬


‫ن‬O ٣
Ev ‫ل‬ Y9@O ‫ن‬O ‫ن‬O Ev‫وا‬ ‫ن‬9#‫آ‬ ‫ن‬9#‫آ‬ Ev ‫ل‬

‫رﺏ‬ H1‫ﺱ‬ ‫\ث‬5 w9"? ‫اﺡ‬ ‫رﺏ‬ $"' <945‫ا‬


‫ن‬P‫رﻡ‬ ٥
‫ن‬9#‫آ‬ Ev ‫ل‬ Y9@O Y9@O ‫ن‬O Ev‫وا‬ Ev‫وا‬ ‫ن‬9#‫آ‬

$"' <945‫ا‬ w9"? H1‫ﺱ‬ ‫\ث‬5 $"' ‫اﺡ‬ ‫رﺏ‬


‫ال‬O ٧
‫ن‬9#‫آ‬ Ev ‫ل‬ Y9@O Y9@O ‫ن‬O Ev‫وا‬ Ev‫وا‬ ‫ن‬9#‫آ‬

<945‫ا‬ ‫\ث‬5 $"' ‫اﺡ‬ ‫رﺏ‬ H1‫ﺱ‬ <945‫ا‬ w9"?


4Q ‫ذوا‬ ١
Ev‫وا‬ ‫ن‬9#‫آ‬ Ev ‫ل‬ Ev ‫ل‬ Y9@O ‫ن‬O ‫ن‬O Ev‫وا‬

<945‫ا‬ w9"? ‫اﺡ‬ ‫\ث‬5 $"' <945‫ا‬ ‫رﺏ‬ H1‫ﺱ‬


S ‫ذو‬ ٢
Ev‫وا‬ ‫ن‬9#‫آ‬ Ev ‫ل‬ Ev ‫ل‬ Y9@O ‫ن‬O Ev‫وا‬ Ev‫وا‬

Komunitas Aboge menggunakan Almanak diatas sepanjang masa.

Almanak ini menyajikan hari dan pasaran tanggal satu pada tiap bulan Qamariyah

selama delapan tahun atau satu windu. Untuk melihat hari dan pasaran tanggal

lainnya, diurutkan dari tanggal 1 bulan Qamariyah tersebut. Setelah delapan tahun
(satu siklus usai), penghitungan akan kembali lagi pada tahun pertama yaitu tahun

Alif dan begitu seterusnya. Dan tiap bulan ganjil berjumlah 30 hari, sedangkan

bulan genap berjumlah 29 hari.

Untuk mempergunakan tabel almanak, perhatikan langkah-langkah

dibawah ini:

1. Mencari letak kotak tahun-tahun Aboge pada tabel 1 yang tertulis warna
merah. Nama-nama tahun Jawa berbentuk huruf-huruf hijaiyyah yang

berjumlah 8 yaitu Alip, He, Jimawal, Za, Dal, Ba, Wawu, dan Jimakir.

Sebagaimana yang tertulis diatas ialah:

.‫ ج‬,‫ و‬,‫ ب‬,‫ د‬,‫ ز‬,‫ ج‬, ,‫ا‬

2. Mencari letak kotak nama-nama bulan Aboge pada tabel 1 yang tertulis warna

biru, di bawah kotak yang bertuliskan almanac. Bulan-bulan tersebut

berjumlah 12 yaitu Muharam, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil

Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya`ban, Ramadhan, Syawal, Dzulka`dah dan

Dzulhijjah.

3. Mencari kotak yang menghubungkan nama tahun dan bulan Aboge. Dengan

cara mengurutkan ke bawah dari tahun yang dicari sampai sejajar dengan

nama bulan yang dicari, bila kotak tersebut menghubungkan nama tahun dan

bulan Aboge yang dicari, maka sudah ditemukan hari dan pasaran tanggal 1

bulan dan tahun yang dicari.


Misalnya, untuk menentukan pada hari dan pasaran apa jatuh tanggal 1

Rabiul Awwal tahun Za? Maka, carilah tulisan yang berwarna merah yang

tertulis huruf Za (‫ )ز‬dan berikan tanda pada kotak tersebut. Lalu, mencari bulan

Rabiul Awwal yang tertulis warna kuning terletak pada urutan di bawah kotak

almanac, begitupula berikan tanda pada kotak tersebut. Setelah itu urutkan dari

kotak tahun Za ke bawah, sampai sejajar dengan kotak yang bertuliskan Rabiul

Awwal. Bila sudah menemukan kotak yang menghubungkan keduanya, maka

kotak yang menunjukan tanggal 1 Rabiul Awwal Tahun Za telah ditemukan dan

jatuh pada hari Jumat dan pasaran Legi (pada tabel 2, tertulis dengan warna

cokelat). Tabel 2 dibawah ini mengilustrasikan contoh penentuan tanggal 1

Rabiul Awwal tahun Za.

Tabel 4.2.

Penentuan Tanggal 1 Rabiul Awwal Tahun Za Pada Almanak Dengan Cara Sederhana

‫ز‬

‫\ث‬5

Y9@O

w9"?

Y9@O

$"' <945‫ا‬ ‫رﺏ‬ H1‫ﺱ‬


‫وّل‬I‫رﺏ ا‬
Ev ‫ل‬ Y9@O Y9@O ‫ن‬O
Kitab rujukan yang kedua adalah Mujarrabat yang diterjemahkan oleh H.

Abdurrahman bin H. Abdul Aziz. Kitab ini menerangkan sistem perhitungan

Aboge pada satu bab almanaq itungan dina pada halaman 144. Bab tersebut

menerangkan sistem Aboge dengan bentuk tabel seperti kitab Primbon

Sembahyang. Bedanya, dalam kitab Mujarrabat dilengkapi rumus menentukan

jatuhnya hari dan pasaran tanggal 1 Sura pada tiap tahun Aboge, rumus penentuan

hari dan pasaran tanggal 1 pada tiap bulan Aboge yang diurutkan dari hari dan

pasaran tanggal 1 Sura pada tahun tersebut dan angka –angka yang menunjukan

hari dan pasaran tersebut. Penggunaan almanaq itungan dina pada kitab

Mujarrabat sama dengan almanaq didalam kitab Primbon Sembahyang. Rumus-

rumus yang terdapat pada kitab Mujarrabat sebagaimana tertera pada tabel 2

dibawah ini:

Tabel 4.3. Keterangan almanak yang terdapat pada kitab Mujarrabat

\‫ و‬v%‫~ن ﺕ‬z‫ < ا‬E%‫ران آو‬O ‫ﭡڠ‬z <9 Y‫ ارﺏ‬4‫ ﺕ}~ل اڠ د‬E ‫ﭡڠ د‬z <9

‫َْوْن‬9ِ#َ‫ آ‬,,ْEَv‫ وَا‬,,‫َْن‬O ,,€ْ9ِ‫َه‬O ,,ْwَِ‫ ﻡ‬# "9 ‫ران‬O ‫ ﺕ}~ل‬E%‫< اآ و‬z

‫ْ وَ َْْ وَوْن‬#ِV ْTِ‫ﺏَ ﻡ‬ ْ#ِV ُْ‫دَال ﺕ‬ ‫ْ ڠ‬#ِ‫زََه‬ ‫َْن‬/ ْ'ََ‫ﺝ‬ ‫َْ ن‬/ َْ َ‫ه‬ ْ#َV ُْ‫اَﺏ‬

ْSَ/ْ‫ِ ْرُو‬J ْ‫َ[ْ دِي‬/ُْ‫دِواَل ﺕ‬ َ‫\ُ ِ ﻥ ﻡ‬ َ


ْ,َ/ ‫َُال‬ ْ#ِ‫َ ْ ﺝ‬/ ْ#ِ‫ْ ﺝ‬#ِ‫رَام ﺝ‬
ْ#َV 'َ\ َ‫ﺝ‬
ْ#ِ‫َ[ْ ﺝ‬/ ْ'َ‫ﺝ‬ ْ#‫دَاه َﺝ‬ ْ‫وَالْ ﺝْ و‬ ‫َنْ ﻥ ﻡ‬$ ُْ َ‫ﺏَنْ ﻡ‬ ْ ُْ ْNَ‫ﺝ‬

٨ T
J ٧ ‫رﺏ‬ ٣ ‫ث‬ ٤ ‫ا‬ ٥ ‫ا‬ ٩ [ ٦ '
‫ﺝ‬

٨ ‫آن‬ ٤#V‫و‬ ٧ ‫ن‬/ ٩ `_/ ٥ #a


Pada kotak pertama pada tabel diatas adalah keterangan berbahasa jawa

yang artinya apabila menghitung hari dimulai dari hari Rebo (Rabu), pasaran

berjumlah lima, yaitu Manis, Pahing Pon, Wage dan Kliwon.

Tulisan yang berwarna merah pada tabel 2 adalah rumus untuk

menentukan hari dan pasaran tanggal 1 Sura pada tiap tahun Jawa dari tahun Alip

sampai tahun Jimakir.

Selanjutnya, tulisan yang berwarna kuning adalah rumus untuk

menentukan hari dan pasaran tanggal 1 pada tiap bulan Aboge yaitu bulan

Muharam, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir,

Rajab, Sya`ban, Ramadhan, Syawal, Dzulka`dah dan Dzulhijjah.

Kemudian tulisan yang berwarna hijau adalah nama-nama hari beserta

tanda hari. Sedangkan tulisan yang berwarna cokelat adalah adalah nama pasaran

beserta tanda pasaran.

Perhitungan Aboge merupakan kategori hisab ‘Urfi, dan mengacu pada

Almanak yang terdapat pada kitab Primbon Sembahyang dan Mujarrabat

Penghitungan ini berdasarkan pada jumlah rata-rata bulan mengelilingi bumi.

Bulan ganjil terdiri dari 30 hari dan bulan genap terdiri dari 29 hari. Bila

dikalkulasikan selama satu tahun, maka terdiri dari 354 hari. Akibatnya, hisab

Aboge tidak mengenal kabisat (tahun panjang) dan basithah (tahun pendek).

Adapun pergantian hari dimulai pada pukul 16.00.


Masa daur hisab Aboge berlangsung satu windu atau 8 tahun. Nama-

nama tahun Aboge adalah Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3). Zai (7),

Dal (4), Ba (2), Waw (6), dan Jim Akhir (3). Satu tahun terdiri dari 12 bulan yaitu

Muharam, Shafar, Rabiulawal, Rabiulakhir, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rajab,

Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqangidah, dan Dzulhijjah. 87

Tahun pertama pada perhitungan Aboge ditandai huruf Alif atau tahun

Alif. Alif mempunyai makna lurus dan istiqamah. Makna tersebut bertujuan agar

setiap perbuatan manusia, hendaknya harus seperti huruf Alip, yaitu lurus tetap,

dan istiqamah. Kemudian, alasan hari Rebo ditetapkan sebagai tanggal 1 Suro

dimungkinkan oleh Kyai Maksudi sebagai firasat yang diperoleh Sunan Kali Jaga.

Adapun pasaran Wage, mengandung makna jangan ragu-ragu dan tegas.

Kandungan ini bertujuan agar dalam melakukan suatu perbuatan apapun

dilakukan dengan yakin.

Nama-nama hari yaitu Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan

Ahad berasal dari Timur Tengah, sebagaimana dilihat dari akar kata nama-nama

hari tersebut yaitu bahasa Arab yang dipercaya oleh komunitas Aboge berasal

dari Allah SWT.

Perhitungan Aboge tergolong ilmu cerita yang tidak boleh dicatat, karena

merupakan ilmu yang unik. Berbicara tentang ilmu, komunitas Aboge meyakini

ilmu adalah hapalan tanpa ditulis, termasuk ilmu hisab Aboge.

87
Muhammad Maksudi, Imam Masjid Raden Sayyid Kuning, Wawancara Pribadi,
Purbalingga, 24 Maret 2009 .
Menurut para Sesepuh88 Jawa di Onje, setiap nama pasaran mengandung

makna yang tersirat yaitu:

1. Manis : Masyarakat Jawa menandai hari yang jatuh pada pasaran manis

sebagai larangan untuk menanam tumbuh-tumbuhan. Mereka memperkirakan

terserangnya tumbuhan yang ditanam, yang disebabkan oleh hama.

2. Pahing: Berdasarkan wasiat turun temurun pada masyarakat di Onje, bahwa

pada hari yang berpasaran Pahing dianjurkan pada para tabib89 tidak

melakukan pengobatan atau menolong orang, khususnya pada hari Rabu

Pahing dan Sabtu Pahing.

3. Pon : Pada hari berpasaran Pon adalah waktu yang baik untuk bepergian,

terutama untuk membeli keperluan hidup. Karena, diperkirakan kebutuhan

yang diperlukan tersedia.

4. Wage : Pasaran Wage mengandung makna jangan ragu-ragu dan tegas.

Kandungan ini bertujuan agar dalam melakukan suatu perbuatan apapun

dilakukan dengan yakin, tepat, dan tidak ragu-ragu.

5. Kliwon: Pasaran Kliwon diyakini mempunyai kharisma dalam hal

kesemuanya. Meski kliwon adalah pasaran yang berkharisma, namun hari

Selasa kliwon dan Jumat kliwon merupakan hari yang pingit (Angker)90.

88
Orang yang sudah tua, dituakan karena pengetahuan dan pengalamannya banyak.
89
(dukun) orang yang menolong orang sakit namun tidak memakai sesajen ataupun mantra
tetapi memakai bacaan ayat-ayat Al-Qur`an
90
Muhammad Maksudi, Imam Masjid Raden Sayyid Kuning, Wawancara Pribadi,
Purbalingga, 20 Maret 2009
Melihat pemaparan–pemaparan sebelumnya, dapat ditarik prinsip-prinsip

perhitungan Aboge, yaitu:

1. Ditentukan berdasarkan kaidah umum yaitu Aboge ( Tahun Alif jatuh pada

hari Rebo dan pasaran Wage)

2. Pergantian hari dimulai pada pukul 16.00 berdasarkan pengalaman para

Sesepuh komunitas Aboge di Onje.

3. Jumlah hari pada tiap bulan selalu bergantian antara 30 dan 29 hari. Apabila

bulan ganjil, maka harinya berjumlah genap yaitu 30 hari. Sedangkan bulan

genap, jumlah harinya ganjil yaitu 29 hari.

4. Jumlah hari dalam satu tahun adalah tetap 354 hari.

5. Tidak mengenal tahun kabisat dan tahun basithah.

6. Lama daur perhitungan Aboge adalah satu windu atau 8 tahun. Nama-nama

tahun Aboge pada satu windu adalah Alif, Ha, Jimawal, Za, Dal, Ba, Wawu

dan Jimakir .

C. Praktek Penetapan Awal Bulan Qamariyah Menurut Aboge

Komunitas Aboge menetapkan awal bulan Qamariyah dengan dua cara

yaitu:
1. Secara sederhana yaitu melihat almanak seumur hidup91 yang terdapat dalam

dalam kitab Mujarrabat dan Primbon Sembahyang, dengan cara dan metode

yang telah diterangkan pada bab sebelumnya. Penghitungan ini dipergunakan

bagi orang awam yang tidak mengetahui rumus-rumus perhitungan Aboge.

2. Dengan menggunakan rumus yang terkonsep dari pesan para sesepuh

komunitas Aboge yang sebagian terdapat pada kitab Mujarrabat, yang

diterjemahkan oleh Abdurrahman bin H. Abdul Aziz. Rumus ini dihapal oleh

para sesepuh Aboge, catatan atau keterangan tentang rumus tersebut tidak

dibukukan. Karena menurut mereka, ilmu penghitungan Aboge adalah ilmu

yang dihapalkan bukan dicatat. Sehingga metode pembelajarannya adalah

cerita. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

a. Langkah pertama, mengetahui urutan atau tanda pada nama hari

Patokan utama adalah Aboge yang mengandung arti bahwa tahun

Alif jatuh pada hari Rebo pasarane Wage. Maka hari Rebo di tandai angka

1 karena menjadi dasar yang utama dan pada urutan yang pertama dalam

hari, sehingga urutannnya ialah92:

Tabel 4. 4. Nama hari dan urutannya

91
Sanurji, Sesepuh Komunitas Aboge, Wawancara Pribadi, Purbalingga, 20 Maret 2009.
mengistilahkan almanac yang terdapat di kitab Primbon Sembahyang dan Mujarrabat adalah almanac
seumur hidup.
92
Muhammad Idris bin Yahya, Hadza Kitab Primbon Sembahyang ( Tanjung Penang:
1919)h.163. Dapat dilihat pada Mujarrabat, Penerjemah Abdurrahman bin H. Abdul Aziz ( Surabaya:
Ahmad bin Said bin Nabhan dan Keturunannya).h. 144
No Nama Hari Urutan ke 4 Sebtu 4

1 Rebo 1 5 Ahad 5

2 Kamis 2 6 Senen 6

3 Jum’ah 3 7 Selasa 7

b. Langkah kedua, yaitu mengetahui urutan pasaran.

Kemudian pasaran juga berpatokan pada Wage, sehingga

urutannya adalah93:

Tabel 4.5. Nama Pasaran dan Urutannya

No Nama Pasaran Urutan Ke

1 Wage 1

2 Kliwon 2

3 Legi 3

4 Pahing 4

5 Pon 5

c. Langkah ketiga, yaitu menggunakan rumus untuk menetapkan hari dan

pasaran tanggal 1 Sura pada setiap tahun Aboge dengan mengetahui

urutan hari dan pasaran.

Kemudian dalam menentukan hari dan pasaran pada tiap tanggal 1

Sura (Muharam) dalam setiap tahun Aboge terdapat rumus yang pasti

yaitu:94

93
M. Idris bin Yahya, Hadza Kitab Primbon Sembahyang. Ibid.
Tabel 4.6. Rumus untuk menetapkan hari dan pasaran tanggal 1 Sura pada setiap

tahun Aboge

Tahun Nama Urutan hari Urutan Pasaran Rumus

Ke Tahun (Singkatan)

1 Alif Rabu (1) Wage(1) Aboge

2 Ha Ahad (5) Pon (5) Hahadpon

3 Jim awal Jumngah (3) Pon (5) Jangahpon

4 Za Selasa (7) Pahing (4) Zasahing

5 Dal Sabtu (4) Legi (3) Daltugi

6 Ba Kamis (2) Legi (3) Bamisgi

7 Wal Senen (6) Kliwon(2) Walinenwon

8 Jim akhir Jumngah (3) Wage(1) Jangehge

c. Langkah keempat, menggunakan rumus untuk menentukan hari dan

pasaran tanggal 1 pada setiap bulan Aboge.

Dalam penentuan hari dan pasaran tanggal 1 pada setiap bulan

tahun Aboge menggunakan rumus yang pasti, yang diurutkan dari hari dan

pasaran tanggal satu 1 Muharam pada tahun tersebut. Rumus-rumus

tersebut ialah Ramjiji, Parluji, Uwalpatma, ‘Uhirnemma, Diwaltupat,

Dihirropat, Jablulu, Banmalu, Dhannemma, Waljiro, Dahroji dan Jahpatji.

Nama- nama rumus tersebut merupakan singkatan dari nama bulan, urutan
94
Muhammad Idris bin Yahya, Hadza Kitab Primbon Sembahyang. Ibid.
hari dan urutan pasaran yang mengandung arti bahwa bulan tersebut jatuh

pada urutan hari yang ke sekian dan urutan pasaran yang ke sekian.

Dibawah ini penulis menjelaskan rumus-rumus untuk menetapkan hari

dan pasaran tanggal 1 setiap bulan pada tahun Aboge95:

1) Ramjiji: Ram: menunjukan bulan Muharram, Ji: Siji artinya Hari

ke satu, Ji : Siji artinya Pasaran ke Satu.

2) Parluji: Par : menunjukan bulan Safar, Lu: Telu artinya Hari ke

tiga, Ji: Siji artinya Pasaran ke Satu.

3) Uwalpatma: Uwal : menunjukan bulan Rabiul Awal, Pat: Papat

artinya Hari ke empat, Ma: Lima artinya Pasaran ke Lima

4) ‘Uhirnemma: Uhir: menunjukan bulan Rabiul Akhir, Nem: Nenem

artinya Hari ke enam, Ma: Lima artinya Pasaran ke lima.

5) Diwaltupat: menunjukan bulan Jumadil Awal, Tu: Pitu artinya

Hari ke tujuh, Pat : Papat artinya Pasaran ke empat.

6) Dihirropat: menunjukan bulan Jumadil Akhir , Ro: Loro artinya

Hari ke dua, Pat : Papat artinya Pasaran ke empat.

7) Jablulu: menunjukan bulan Rajab, Lu : Telu artinya Hari ke tiga,

Lu: Telu artinya Pasaran ke tiga.

8) Banmalu: menunjukan bulan Sya’ban, Ma : Lima artinya Hari ke

lima, Lu: Telu artinya Pasaran ke tiga

95
Muhammad Idris bin Yahya, Hadza Kitab Primbon Sembahyang . Ibid.
9) Dhannemro: menunjukan bulan Ramadhan, Nem: Nenem artinya

Hari ke enam, ro: loro artinya Hari ke dua.

10) Waljiro: menunjukan bulan Syawal, Ji: Siji artinya Hari ke satu,

Ro: Loro artinya Pasaran ke dua.

11) Dahroji: menunjukan bulan Dzulka’dah, Ro: Loro artinya Hari ke

dua , Ji : Siji artinya Pasaran ke satu

12) Jahpatji: menunjukan bulan Dzulhijjah, Pat : Papat artinya Hari ke

empat, Ji : Siji artinya Pasaran ke satu.

Contoh 1, tahun 2009 M dalam perhitungan Aboge merupakan tahun

Za (1942 Aboge), maka pada hari dan pasaran apa jatuhnya tanggal 1

Ramadhan tahun Za? Langkah–langkah yang ditempuh adalah

1. Mengetahui urutan dari nama hari.

2. Mengetahui urutan dari nama pasaran

3. Menentukan tanggal 1 Sura pada tahun yang dicari.

Tanggal 1 Sura pada tahun Za jatuh pada urutan hari ke 7 dan

urutan pasaran ke 4. Berdasarkan sistem Aboge, maka hari tanggal 1 Sura

tahun Za, jatuh pada urutan ke 7 dari hari Rebo yaitu hari Selasa. Adapun

pasaran tanggal 1 Sura tahun Za jatuh pada urutan ke 4 dari pasaran Wage

yaitu Pahing. Atas dasar tersebut, muncul rumus Zasahing yang paten

untuk menentukan tanggal 1 Suro pada tahun Za pada penghitungan


Aboge. Zasahing mengandung arti bahwa tahun Za tanggal 1 Muharram

jatuh pada hari Sa yaitu Selasa, dan pada pasaran Hing yaitu Pahing.

4. Menentukan tanggal 1 setiap bulan yang dicari, pada tahun yang dicari.

Untuk menetapkan tanggal 1 Ramadhan, maka rumus yang berlaku

adalah Dhannemro, kepanjangan dari Dhan yaitu bulan Ramadhan, Nem

(nenem) yaitu hari jatuh pada urutan ke 6, Ro (loro) yaitu pasaran jatuh

pada urutan ke 2. Hari dan pasaran diurutkan dari tanggal 1 Muharam

tahun Za yaitu Selasa Pahing. Untuk itu, tanggal 1 Ramadhan tahun Za

jatuh pada hari keenam dari hari Selasa (tanggal I Muharam Tahun Za)

yaitu hari Ahad, sedangkan pasarannya yaitu urutan kedua dari Pahing

(tanggal 1 Muharam Tahun Za) yaitu Pon. Tahun Za tanggal 1 Ramadhan

jatuh pada hari Ahad Pon yang bertepatan pada tanggal 23 Agustus 2009.

Contoh 2, tahun 2010 dalam perhitungan Aboge adalah tahun Dal

(1943 Aboge), maka pada hari dan pasaran apa jatuhnya tanggal 1

Syawal? Langkah–langkah yang ditempuh adalah

1. Mengetahui urutan dari nama hari.

2. Mengetahui urutan dari nama pasaran

3. Menentukan tanggal 1 Sura pada tahun yang dicari.

Tanggal 1 Sura pada tahun Dal jatuh pada urutan hari ke 4 dan

urutan pasaran ke 3. Berdasarkan sistem Aboge, maka hari tanggal 1

Sura tahun Dal, jatuh pada urutan ke 4 dari hari Rebo yaitu hari Sebtu.
Adapun pasaran tanggal 1 Sura tahun Za jatuh pada urutan ke 3 dari

pasaran Wage yaitu Legi. Atas dasar tersebut, muncul rumus Daltugi

yang paten untuk menentukan tanggal 1 Suro pada tahun Dal pada

penghitungan Aboge. Daltugi mengandung arti bahwa tahun Dal

tanggal 1 Muharram jatuh pada hari Tu yaitu Sabtu, dan pada pasaran

Gi yaitu Legi. Tanggal 1 Muharram tahun Dal jatuh pada hari Sabtu

Legi yang bertepatan pada tanggal 19 Desember 2009.

4. Menentukan tanggal 1 setiap bulan yang dicari, pada tahun yang

dicari.

Untuk menetapkan tanggal 1 Syawal, maka rumus yang

berlaku adalah Waljiro, kepanjangan dari Wal yaitu bulan Syawal, Ji

(siji) yaitu hari jatuh pada urutan ke 1, Ro (loro) yaitu pasaran jatuh

pada urutan ke 2. Hari dan pasaran diurutkan dari tanggal 1 Muharam

tahun Dal yaitu Sabtu Legi. Untuk itu, tanggal 1 Syawal tahun Dal

jatuh pada hari ke 1 dari hari Sabtu (tanggal I Muharam Tahun Dal)

yaitu hari Sabtu, sedangkan pasarannya yaitu urutan kedua dari Legi

(tanggal 1 Muharam Tahun Dal) yaitu Pahing. Tahun Dal tanggal 1

Syawal Ramadhan jatuh pada hari Sabtu Pahing yang bertepatan pada

tanggal 11 September 2010.

Contoh 3:

Tabel 4.7. Data Tahun 2009 M ialah Tahun Za (1942 A) menurut perhitungan Aboge
No Bulan Hari Pasaran Tarikh Masehi

1. 1 Muharam Selasa 1 Pahing 1 30 Desember 2009

2. 1 Safar Kamis 3 Pahing 1 29 Januari 2009

3. 1 Rabiulawal Jumat 4 Legi 5 27 Februari 2009

4. 1 Rabiulakhir Ahad 6 Legi 5 29 Maret 2009

5. 1 Jumadilawal Senin 7 Kliwon 4 27 April 2009

6. 1 Jumadilakhir Rabu 2 Kliwon 4 27 Mei 2009

7. 1 Rajab Kamis 3 Wage 3 25 Juni 2009

8. 1 Sya`ban Sabtu 5 Wage 3 23 Juli2009

9. 1 Ramadhan Ahad 6 Pon 2 23 Agustus 2009

10. 1 Syawal Selasa 1 Pon 2 22 September 2009

11. 1 Dzulkangidah Rabu 2 Pahing 1 21 oktober 2009

12. 1 Dzulhijjah Jumat 4 Pahing 1 29 Nopember 2009

Tabel diatas menyajikan tanggal 1 pada tiap bulan selama tahun Za,

sedangkan tanggal yang setelahnya tidak disebutkan. Data ini akan sama hari dan

pasarannya, bila pada nama tahun yang sama walaupun bilangan tahunnya

berbeda. Misalnya, tahun 1937 Aboge dengan tahun 1945 Aboge (kedua-duanya

jatuh pada nama tahun Aboge yang sama yaitu tahun Wawu), jatuhnya hari dan

pasaran pada kedua tahun tersebut akan sama. Dikarenakan, jumlah hari dalam

setahun pada sistem Aboge tidak berubah.


D. Data- Data Penetapan Awal Bulan Qamariyah Sistem Aboge

Bab ini menyajikan data-data hasil penetapan sistem Aboge dan prediksi

nya, yang disandingkan dengan keputusan Pemeritah dalam penentuan tanggal 1

Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah dari Tahun 2006 M /1427

H / 1939 Aboge ( Alif ) sampai dengan tahun 2011/ M 1432 H/ 1944 Aboge (

Ba).

Pada tahun 2006 ditemukan data bahwa komunitas Aboge menetapkan

tanggal 1 Muharam pada hari Rabu Wage tanggal 01 Februari 2006. Sedangkan

Pemerintah menetapkan tanggal 1 Muharam lebih awal yaitu pada hari Selasa Pon

tanggal 31 Januari 2006. Kemudian pada bulan Ramadhan, komunitas Aboge

memulai puasa pada hari Senin Kliwon tanggal 25 September 2006,dan

keputusan Pemerintah memulai puasa pada hari Ahad wage tanggal 24 September

2006. Dengan demikian, komunitas Aboge menetapkan hari Rabu Kliwon tanggal

25 Oktober 2006 sebagai tanggal 1 Syawal 1427 H. Adapun keputusan

Pemerintah, menetapkan 1 Syawal pada hari Selasa Wage tanggal 24 September

2006. Selanjutnya, penetapan 10 Dzulhijjah 1427 H yang dilakukan Aboge jatuh

pada pada hari Senin Pon tanggal 01 Februari 2007. Keputusan Pemerintah

menetapkan lebih awal sehari yaitu pada hari Minggu Pahing tanggal 31 Januari

2007.

Maka dapat disimpulkan dari data tersebut, bahwa penetapan tanggal 1

Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah tahun 1427 H versi


komunitas Aboge dengan versi Pemerintah selalu berbeda. Sebagaimana

tersajikan pada tabel 4.8. dibawah ini.

Tabel 4.8.

Hari Besar Islam Tahun 2006 M /1427 H / 1939 Aboge ( Alif )

No Tanggal Hisab Aboge Pemerintah96

1 1 Muharam Rabu Wage, Selasa Pon,

1 Februari 2006 31 Januari 2006

2 1 Ramadhan Senin Kliwon, Ahad wage,

25 September 2006 24 September 2006

3 1 Syawal Rabu Kliwon, Selasa Wage,

25 Oktober 2006 24 Oktober 2006

4 10 Dzulhijjah Senin Pon, Minggu Pahing,

1 Februari 2007 31 Januari 2007

Dari data-data tersebut, penentuan tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1

Syawal dan 10 Dzulhijjah tahun 1427 H komunitas Aboge selalu lebih lambat

satu hari dibandingkan dengan keputusan Pemerintah. Meski perbedaan

penentuan hari-hari besar Islam tahun 2006 antara komunitas Aboge dan

Pemerintah tidak terlalu jauh, namun pada hakikatnya perbedaan tetap

memunculkan kesan yang tidak harmonis antara keduanya.

96
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, (Jogjakarta:
Suara Muhammadiyah, 2007), Lamp. 8.
Data-data yang dapat dilacak sepanjang tahun 2007, memperlihatkan

bahwa hari- hari besar Islam meliputi tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal

dan 10 Dzulhijjah yang ditentukan oleh komunitas Aboge berbeda dengan

keputusan Pemerintah. Pelaksanaan hari-hari besar Islam yang ditentukan oleh

Pemerintah pada tahun 2007 selalu lebih awal dari penetapan hari-hari besar

Islam yang ditentukan oleh komunitas Aboge. Pada tahun 2007 selang perbedaan

antara keduanya sama dengan perbedaan yang terjadi pada tahun 2006 yaitu

komunitas Aboge lebih lambat 1 hari dalam menentukan hari-hari besar Islam.

Sebagaimana tertulis pada tabel 4.9 di halaman selanjutnya.

Tabel 4.9. Hari Besar Islam Tahun 2007 M/ 1428 H/ 1940 Aboge ( He)

No Tanggal Hisab Aboge Pemerintah97

1 1 Muharam Ahad Pon, Sabtu Pahing,

21 Januari 2007 20 Januari 2007

2 1 Ramadhan Jumat Wage, Kamis Pon,

14 September 2007 13 September 2007

3 1 Syawal Ahad Wage, Sabtu Pon,

14 Oktober 2007 13 Oktober 2007

4 10 Dzulhijjah Jumat Pahing, Kamis Legi,

21 desember 2007 20 Desember 2007

97
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Lamp. 8.
Perbedaan penentuan tanggal Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10

Dzulhijjah antara komunitas Aboge dan keputusan Badan Hisab Rukyat sebagai

perwakilan Pemerintah tidak menimbulkan perselisihan yang menimbulkan

ketidakharmonisan antara keduanya.

Pada tahun 2008 M/ 1429 H/1941 Aboge ditemukan data-datayang tertulis

pada tabel 4.10 tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, terjadi

perbedaan penentuan tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10

Dzulhijjah antara Pemeritah dengan komunitas Aboge di Purbalingga. Jarak

perbedaan hari penentuan Muharam,1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah

antara keduanya tidak lebih dari 4 hari. Perbedaan ini disebabkan penggunaan

sistem penentuan awal bulan Qamariyah komunitas Aboge yang berbeda, yang

tidak lain familiar dengan istilah sistem Aboge.

Tabel 4.10. Hari Besar Islam Tahun 2008 M 1429 H/ 1941 Aboge ( Jimawal)

No Tanggal Hisab Aboge Pemerintah98

1 1 Muharam Jumat Pon, Kamis Pahing,

11 Januari 2008 10 Januari 2008

2 1 Ramadhan Rabu Wage, Senin Pahing,

03 September 2008 01 September 2008

3 1 Syawal Jumat Wage, Rabu Pahing,

03 Oktober 2008 01 Oktober 2008

4 10 Dzulhijjah Rebo Pahing, Senin Kliwon,

98
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Lamp. 8.
10 Desember 2008 08 Desember 2008

Dengan terjadinya perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah antara

komunitas Aboge dan Pemerintah, tidak mengurangi hubungan keharmonisan

yang menyangkut keagamaan ataupun social secara umum. Bahkan, muncul sifat

toleransi dalam kehidupan keagamaan antara komunitas Aboge, Pemerintah dan

masyarakat setempat.

Melihat perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah yang dilakukan

komunitas Aboge dan Pemerintah pada tahun-tahun sebelumnya, penentuan

tanggal 1 Muharam tahun ini (2009 M/1430 H/1942 A ) komunitas Aboge dan

Pemerintah masih mengalami perbedaan, komunitas Aboge menetapkan hari

Selasa Pahing tanggal 30 Desember 2009, sedangkan Pemerintah memutuskan

hari Ahad Kliwon tanggal 28 Desember 2008. Diperkirakan, penentuan 1

Ramadhan 1430 tidak jauh berbeda dengan penentuan Ramadhan sebelumnya

yang berbeda, pemerintah menetapkan hari Sabtu Pahing tanggal 22 Agustus

2009 dan komunitas Aboge berpuasa pada hari Ahad Pon tanggal 23 Agustus

2009. begitupula penetapan 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah pada tahun ini.

Tabel 4.11. Hari Besar Islam Tahun 2009 M /1430 H/ 1942 Aboge (Za)

No Tanggal Hisab Aboge Pemerintah99

1 1 Muharam Selasa Pahing, Ahad Kliwon,

99
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Lamp. 8.
30 Desember 2009 28 Desember 2008

2 1 Ramadhan Ahad Pon, Sabtu Pahing,

23 Agustus 2009 22 Agustus 2009

3 1 Syawal Selasa Pon, Ahad Legi,

22 September 2009 20 September 2009

4 10 Dzulhijjah Ahad Legi, Jumat Wage,

29 November 2009 27 November 2009

Perkiraan penetapan tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10

Dzulhijjah antara keputusan Pemerintah dan komunitas Aboge di Onje,

Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga tahun 1431 pada tabel 4.12, masih

tetap menunjukan perbedaan. Perbedaan ini disebabkan sistem penentuan awal

buan Qamariyah yang berbeda antara keduanya. Sebagaimandapat dilihat pada

tabel 4.12 yang terletak pada halaman selanjutnya.

Tabel 4.12. Hari Besar Islam Tahun 2010 M /1431 H/ 1943 Aboge ( Dal)

No Tanggal Hisab Aboge Pemerintah100

1 1 Muharam Sabtu Legi, Jumat Kliwon,

19 Desember 2010 18 Desember 2009

2 1 Ramadhan Kamis Pahing, Rabu Legi,

12 Agustus 2010 11 Agustus 2010

3 1 Syawal Sabtu Pahing, Jumat Legi,

100
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Lamp. 8.
11 September 2010 10 September 2010

4 10 Dzulhijjah Kamis Kliwon, Rabu Wage,

18 November 2010 17 November 2010

Perkiraan pada tabel diatas (4.12), kemungkinan perbedaan penetapan

awal bulan Qamariyah antara komunitas Aboge dan keputusan Pemerintah masih

tetap berlangsung.

Data-data pada tabel 4.13 dibawah ini, menunjukan perkiraan penetapan

tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah tahun 1432 H

antara Pemerintah dan Komunitas Aboge masih dan tetap berbeda. Perbedaan ini

karena sistem tersendiri yang dianut komunitas Aboge dalam penentuan awal

bulan Qamariyah yaitu penggunaan sistem Aboge yang bermuara pada hisab urfi.

Sedangkan Pemerintah menggunakan sistem imkanur rukyat yang mengakomodir

madzhab rukyat dan hisab. Oleh sebab itu, hasil prediksi yang ditemukan penulis

tahun 2011 M/ 1432 H/ 1944 Aboge tentang penentuan penentuan tanggal 1

Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah antara komunitas Aboge dan

Pemerintah masih dalam perbedaan. Perbedaan waktu tersebut dapat dilihat pada

tabel 4.13 dibawah ini.

Tabel 4.13.Hari Besar Islam Tahun 2011 M /1432 H/ 1944 Aboge ( Ba)

No Tanggal Hisab Aboge Pemerintah101

1 1 Muharam Kamis Legi, Selasa Wage,

101
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Lamp. 8.
9 Desember 2010 7 Desember 2010

2 1 Ramadhan Selasa Pahing, Senin Legi,

02 Agustus 2011 01 Agustus 2011

3 1 Syawal Kamis Pahing, Selasa Kliwon,

02 September 2011. 31 Agustus 2011

4 10 Dzulhijjah Selasa Kliwon, Ahad Pon,

08 Desember 2011 06 Desember 2011

Memperhatikan data-data yang diperoleh penulis dari tahun 2006 M/ 1427

H/1939 Aboge sampai tanggal 1 Muharam tahun 2009 M/1430 H/1942 Aboge

dan perkiraan sampai pada tanggal 10 Dzulhijjah tahun 20011 M/1432 H/1944

Aboge, penulis menyimpulkan bahwa selalu mengalami perbedaan antara antara

keputusan Pemerintah dan komunitas Aboge di Onje, Kecamatan Mrebet,

Kabupaten Purbalingga dalam penentuan hari-hari besar Islam. Penulis juga

memprediksikan bahwa perbedaanpenentuan tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1

Syawal dan 10 Dzulhijjah untuk tahun-tahun selanjutnya akan mengalami

perbedaan.

E. Implikasi Penetapan Awal Bulan Menurut Perspektif Aboge

Berawal dari pemahaman yang berbeda terhadap Surat Yunus ayat 5,

dengan didukung pendapat ulama`, komunitas Aboge melahirkan sistem dan

praktek sendiri dalam menentukan awal bulan Qamariyah, yang dinamakan


sistem Aboge . Sistem Aboge tergolong dalam hisab `urfi yang memadukan

konsep penetapan awal bulan Qamariyah ala Timur Tengah dengan konsep

pasaran Jawa. Dari data-data yang diperoleh, menunjukan sistem Aboge

menetapkan waktu- waktu yang terkait dengan ibadah seperti penetapan tanggal 1

Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah berbeda dengan Pemerintah

dan penganut hisab `urfi lainnya. Hal ini mengakibatkan perbedaan pelaksanaan

ibadah pelaksanaan ibadah puasa, shalat tarawih, shalat hari raya Idul Fitri, shalat

Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban berbeda satu hari atau dua hari

dengan pihak Pemerintah. Meskipun, selang perbedaan penentuan hari-hari besar

Islam antara keduanya tidak berbeda jauh, namun tetap terlihat sisi

ketidakharmonisan. Walaupun pada kenyataannya, hubungan keharmonisan

antara komunitas Aboge, Pemerintah dan masyarakat setempat tetap terjaga dan

terjalin dengan erat sampai sekarang. Keharmonisan hubungan mereka tercermin

pada kehidupan sehari-hari dengan tanpa terdapat catatan perselisihan dan

pertengkaran. Bahkan, muncul sifat toleransi dalam kehidupan keagamaan antara

komunitas Aboge, Pemerintah dan masyarakat setempat.

E. Tanggapan Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Purbalingga102

Majelis Ulama Indonesia mengetahui keberadaan komunitas Aboge di

Onje, Mrebet Purbalingga. MUI melihat Aboge sebagai suatu kepercayaan Jawa

102
Anang Mustadjab. Sekretaris MUI Kab . Purbalingga. Wawancara Pribadi. 30 April 2009
yang dilandasi oleh perhitungan Alif Rebo Wage. Perhitungan ini dibuat oleh

Sultan Hanyokrokusumo (Sultan Hamengkubuwono ke I), yang memadukan

antara konsep Islam dan konsep Jawa.

MUI sebagai mitra pemerintah, menjadi wadah organisasi keagamaan

khususnya Islam dan para cendekia muslim, yang bertujuan menjamin

masyarakat Islam untuk bebas berorganisasi dan melaksanakan keyakinannya.

Supaya tercipta keharmonisan hubungan antar golongan di dalam agama Islam.

MUI dalam mendukung kinerja Departemen Agama untuk membuat

pengaturan hari libur, pengaturan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10

Dzulhijjah, yang tercantum dalam Penetapan Pemerintah tahun 1946 No 2/

UM.7 UM.9/UM, dan dipertegas dengan Keputusan Presiden No. 25 tahun

1967No.148/ 1968 dan 10 tahun 1971, MUI Kab. Purbalingga selama ini belum

melakukan usaha pendekatan yang bersifat argumentative, baru sebatas

mempublikasikan melalui media masa dan media lainnya. Dikarenakan

kurangnya sumber daya manusia yang bergerak di bidang ilmu falak khususnya

di daerah Purbalingga, yang mana tidak semua Pesantren dan Perguruan Tinggi

mengajarkan ilmu tersebut.

Untuk menanggapi perbedaan penentuan tanggal 1 Muharam,1

Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah sebagaimana yang dilakukan oleh

Aboge, MUI membolehkan perbedaan tersebut selama masih menjaga


keharmonisan silaturrahim antara umat Islam dan tidak memunculkan perbedaan

tersebut secara mencolok.

F. Telaah Terhadap Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Aboge

Dari hasil penelitian penulis kepada komunitas Aboge di Desa Onje,

Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, yang didukung dengan data-data dari

komunitas Aboge dan beberapa literature yang berkaitan, penulis melihat ada

beberapa hal yang perlu ditelaah.

Pertama, dari segi pemahaman terhadap dasar pijakan penghitungan

Aboge yaitu surat Yunus ayat 5 yang berbunyi103 :

!☯#☺%&
 

 


013 +☺,-.
/ ☯' ()*

<
=☺5>+? +89 :0+; 45167,/

H EF G),.
/ +ABC)D
7+

OP- !LM,N K
+I5>J +;

W +V?
) S⌧UV H QI,. R

(٥ : ١٠‫ )یﻥس‬+D=☺5>#+V XYZ,-

Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan dan perhitungan(waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-
tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”.
103
Sebagai penuturan Muhammad Maksudi. Imam Besar Raden Sayyid Kuning,
,Wawancara Pribadi, Purbalingga, 24 April 2009.
Aboge memahami kalimat lita’lamuu ‘adada al-sinina wa al-hisaaba

mengandung perintah untuk mengetahui bilangan tahun dan waktu dengan

menggunakan sistem hisab. Sistem hisab yang dimaksud adalah hisab sebagai

satu-satunya metode untuk menentukan awal bulan Qamariyah.

Dari kerangka pemahaman diatas, komunitas Aboge memahami

perhitungan Aboge sebagai interpretasi dari Surat Yunus ayat 5. Kerangka

pemahaman tersebut lahir dari pendapat bahwa perhitungan waktu bersifat pasti

dan dapat diprediksi sebelumnya, karena perhitungan yang berubah tidak

menunjukan kevalidan metode penghitungan waktu. Sedangkan sistem rukyat

sangat tergantung pada hilal yang terlihat pada tanggal 29 bulan Hijriyyah.

Sehingga, Aboge tidak mengakomodir rukyat sebagai bagian dari sistem

penentuan awal bulan Qamariyah yang digunakan. Karena rukyat tidaklah pasti,

tergantung pada terlihatnya hilal.

Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein dan M. Wahbi

Sulaiman menyebutkan dalam Ensiklopedi Al-Quran bahwa kata tempat dalam

kalimat “Dan ditetapkannya perjalanan bulan ditempat-tempatnya” berjumlah dua

puluh delapan tempat. Manzilah adalah jarak tertentu yang dapat ditempuh

gerakan bulan dalam sehari semalam, agar kalian mengetahui waktu. Dengan
matahari, dapat diketahui batasan hari, sedangkan dengan bulan dapat diketahui

dengan bilangan bulan dan tahun. 104

Kemudian dalam tafsiran yang diterbitkan oleh Universitas Islam

Indonesia menyebutkan bahwa Allah SWT menjadikan bulan dan menjadikannya

beredar menjalani garis edar dalam manzilah-manzilahnya agar manusi mudah

mengetahui bilangan tahun, perhitungan waktu, perhitungan bulan, penentuan

hari, jam, detik dan sebagainya. Sehingga, manusia dapat membuat rencana untuk

dirinya, keluarganya, masyarakat, agamanya serta rencana–rencana lain yang

berhubungan dengan hidup dan kehidupannya sebagai anggota masyarakat dan

hamba Allah.105

Abu Yusuf Al-Atsary mengutip pendapat Syaikhul Ibnu Taimiyyah bahwa

firman Allah‫ََْ
ُْا‬,ِ (supaya kamu mengetahui...) berkaitan dengan firman Allah

َُ‫( وََر‬Dia menetapkan…) bukan kepada َ&َ$َ' (Dia menjadikan…). Karena sifat

matahari yang bersinar dan bulan yang bercahaya tidak berpengaruh dalam

mengetahui hitungan tahun dan hisab. Namun yang memberikan pengaruh dalam

hal itu adalah perpindahan keduanya dari satu tempat ke tempat lainnya.

Disamping itu dalam ayat lain dijelaskan bahwa penentuan bulan dan tahun tidak

dikaitkan dengan matahari.106

104
Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein, M. Wahbi Sulaiman. Ensiklopedi Al-
Qur’an, (Jakarta: Gema Insanni, 2007), Cet.1. h. 208.
105
Universitas Islam Indonesia, Al-Quran dan Tafsirnya.(Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,
1990) jilid 10, 11, 12, h. 314.
106
Abu Yusuf Al-Atsary, Pilih Hisab Rukyat, (Solo: Darul Islam, tth), h.73.
َ_ِْ‫َرْضِ ﻡ‬K‫َ ا َ
َوَاتِ وَ ا‬gََJ َ‫َبِ ا& یَْم‬,ِ‫ِْ آ‬/ ‫َ_ْ ًا‬O َ َeَ َْ‫_ُْرِ َِْ ا& ا‬de ‫ةَ ا‬bِ b‫إِن‬

ٌ‫ٌ ُ ُم‬Sََ‫أَرْﺏ‬

( ٣٦ :٩ S‫ﺏ‬, ‫)ا‬

Artinya “Sesungguhnya bilangan bulan disisi Allah ialah dua belas bulan dalam
ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat
bulan haram”.

Dari beberapa penafsiran diatas, penulis menyimpulkan bahwa kandungan

dari surat Yunus ayat 5 yaitu Allah SWT menciptakan matahari, bulan dan tempat

peredarannya bertujuan agar manusia mengetahui pergantian waktu yang

diakibatkan dari peredaran dan persinggungan keduanya.

Kedua, dari sisi prinsip-prinsip penghitungan Aboge. Ketentuan

penghitungan Aboge tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip Hisab Jawa Islam

(Hisab Urfi). Letak persamaan antara prinsip penghitungan Aboge dengan Hisab

Jawa Islam adalah:

1. Lama bulan selalu berganti-ganti antara 30 dan 29 hari dan jumlah hari dalam

setahun ketika hisab jawa Islam berada pada tahun basithah.

2. Daur dalam perhitungan lamanya satu windu atau 8 tahun. Terdiri dari nama-

nama tahun Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3). Zai (7),

Dal (4), Ba (2), Wawu (6), dan Jim Akhir .

Sedangkan perbedaan prinsip-prinsip penghitungan Aboge dari Hisab

Jawa Islam yaitu:


1. Ditentukan berdasarkan Aboge ( Tahun Alif, harinya Rebo, pasarannya

Wage) untuk mencari hari dan pasaran pada tanggal 1 Muharam dengan

rumus yang paten yaitu Aboge Hahadpon Jangahpon Zasahing Daltugi

Bamisgi Walinenwon Jangehge

2. Pergantian hari dimulai pada jam 4 sore berdasarkan pengalaman sesepuh.

3. Tidak berlaku tahun kabisat dan tahun basithah.

Adapun perbedaan ketentuan Hisab Jawa Islam (Hisab Urfi) dari

penghitungan Aboge ialah:

1. Permulaan perhitungan 1 Muharam 1555 Jawa tepatnya tanggal 1 Suro tahun

Alip jatuh pada hari Jumat Legi ( 8 Juli)

2. Tahun-tahun Ehe, Je, dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari

dalam satu windu adalah [354 x 8] + 3 = 2835 hari, angka yang habis dibagi

35 [7 x 5]. Itulah sebabnya tanggal 1 Muharam tahun Alip dalam setiap 120

tahun selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama.

3. Berlakunya kurup, yaitu kalender Jawa harus hilang satu hari (mundur ke

belakang baik harinya atau pun pasarannya (pancawara) agar kembali sesuai

dengan kalender Hijriah). Pada kalender Jawa, tahun kabisat ada tiga dari

delapan tahun (3/8=45/120), sedangkan kabisat Hijriah ada 11 dari 30 tahun

(11/30 = 44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun) kalender Jawa

lebih 1 hari dari kalender Hijriyah. Agar kalender Jawa sesuai dengan

kalender Hijriyah maka kalender Jawa harus hilang satu hari.


4. Pada awal-awal pergantian kurup, pergantian kurup menunggu pihak Keraton

mengumumkan pergantian tersebut, walaupun dalam konsepnya kurup harus

terjadi 120 tahun sekali. Hal ini terlihat pada saat pergantian kurup jamngiah

ke kurup kamsiah begitupula ketika kurup arba’iah.

Dari ketentuan-ketentuan Jawa Islam dan hisab Aboge dapat ditarik

kesimpulan bahwa:

1. Berdasarkan sumber sejarah antara historis penanggalan Jawa dengan hasil

observasi penulis disimpulkan bahwa Hisab Aboge ini bermuara pada sejarah

konsep penanggalan Jawa. Hal ini terbukti pada bilangan tahun yang sama

yaitu tahun 2009 Masehi jatuh pada tahun 1942 J dan pada tahun Za, namun

komunitas Aboge menolak pendapat itu. Karena, mereka menganggap hisab

Aboge merupakan pendapat beberapa Wali Sanga termasuk Sunan Kalijaga

dan Ngabdullah Syarif Raden Sayyid Kuning, yang berdasarkan perkataan

Sesepuh Aboge.

2. Hisab Jawa dan Aboge berbeda pada dasar penentuan hari dan pasaran

tanggal 1 Sura pada tahun Alip. Hisab Aboge menentukan tanggal 1 Sura

pada tahun Alip berdasarkan pada Aboge sepanjang masa, sedangkan Hisab

Jawa menentukan tanggal 1 Sura pada tahun Alip berdasarkan pada kurup

tahun tersebut. Sebab Hisab Aboge tidak memberlakukan kurup, tahun

kabisah dan basithah dalam praktek penghitungannya. Atas dasar itulah


muara perbedaan penetapan awal bulan, awal bulan puasa, 1 Syawal, hari raya

Idul Fitri dan Idul Adha.

Contoh : Hisab Jawa107

Menghitung tanggal 1 Suro 1937 J

Maka 1937 – 1554108 = 383 : 8109 = 47 sisa 7. Sisa 7 diurutkan dari tahun

Alip dalam satu windu, yang jatuh pada tahun Wawu. Tanggal 1 Sura Tahun

Wawu jatuh pada hari yang mempunyai urutan ke 6 dan pasaran yang

mempunyai urutan ke 2. Tahun 1937 J termasuk pada kurup Asopon (Tahun

Alip yang jatuh pada hari Seloso dan pasaran Pon), sehingga tanggal 1 Sura

tahun 1937 J jatuh pada urutan ke 6 dihitung dari hari Seloso, yakni Ahad.

Sedangkan pasarannya menempati urutan ke 2 dihitung, dari Pon, yaitu

Wage. Dengan demikian, tahun 1937 J adalah tahun Wawu yang tanggal 1

Suro-nya jatuh pada hari Ahad Wage.

Contoh : Hisab Aboge

Menurut Kyai Maksudi bahwa tahun 2009 adalah tahun Za yang jatuh

pada tahun 1942 Aboge. Jadi: 1942-1937= 5. Hasil 5 ini dihitung mundur dari

Za dan hasilnya Wawu. Tanggal 1 Sura Tahun Wawu jatuh pada hari yang

mempunyai urutan ke 6 dan pasaran yang mempunyai urutan ke 2. Karena

107
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Buana Pustaka,
2004), h.121.
108
Awal mula tahun ditetapakan hisab jawa.
109
Masa daur yaitu satu windu.
menganut sistem Aboge maka harinya jatuh pada urutan ke 6 dari Rebo yaitu

Senin. Sedangkan pasarannya yaitu jatuh pada urutan ke 2 dari Wage yaitu

Kliwon. Apabila tahun 1937 Aboge adalah tahun Wawu, maka dalam sistem

Aboge berlaku rumus Walinenwon yaitu Tahun Wawu yang tanggal 1 Suro-

nya jatuh pada hari Senin pasaran Kliwon.

Komunitas Aboge menggunakan hisab Aboge, tidak terlepas dari

taqlid terhadap pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga dan Ngabdullah Syarif

Sayyid Kuning. Dengan kerangka pemikiran seperti itu, komunitas Aboge

tidak mentelaah dan memperbaiki kembali terhadap metode yang dipakai

sampai sekarang. Dengan kerangka pemikiran tersebut, komunitas Aboge

membuat sistem penentuann awal bulan sendiri dan berbeda dengan

Pemerintah dan penganut hisab urfi lainnya.

Perbedaan pada penentuan awal bulan yang dilakukan komunitas

Aboge tidak menjadi persoalan selama tidak menimbulkan perpecahan,

permusuhan dan hubungan yang tidak harmonis terhadap masyarakat

setempat. Sesuai dengan Pasal 29 ayat 2 Amandemen Undang–Undang Dasar

Tahun 1945 menyebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat

menurut agamanya dan kepercayaannya itu”110, Pemerintah sebagai institusi

110
Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat, “Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah” artikel diakses dari
http://www.indonesia.go.id/id/files/UUD45/satunaskah.pdf pada 26 Mei 2009.
Negara akan melindungi penduduknya untuk melakukan kebebasan

menjalankan agama termasuk Komunitas Aboge. Dalam hal ini Pemerintah

diwakili oleh Departemen Agama dan MUI sebagai partner Depag untuk

melaksanakan wewenangnya
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan-pemaparan yang telah disampaikan, penulis dapat

menarik kesimpulan bahwa:

1. Aboge berasal dari singkatan Alip Rebo Wage, yang mempunyai arti Tanggal

1 Muharram Tahun Alif akan jatuh pada hari Rebo (Rabu) pasaran Wage.

Aboge adalah dasar perhitungan almanak (kalender) dalam satu windu atau

delapan tahun, maka yang dimaksud Aboge adalah dasar suatu perhitungan.

Gagasan perhitungan Aboge berasal dari para Wali111 yang berasal dari Timur

Tengah dan Sunan Kalijaga yang berasal dari tanah Jawa. Mereka

memadukan konsep Timur Tengah berupa huruf-huruf hijaiyyah, bulan-bulan

hijriyyah dan nama-nama hari dengan konsep Jawa berupa pasaran. komunitas

Aboge di Desa Onje, Kec, Mrebet, Kab. Purbalingga bukan sebuah organisasi

masyarakat yang berpusat di daerah tertentu, ia adalah sebuah kelompok

masyarakat Islam yang berjumlah kurang lebih 250 sampai 300 orang, yang

menggunakan sistem penghitungan berdasarkan Aboge (Alip-Rebo-Wage)

untuk menentukan awal bulan Qamariyah. Komunitas Aboge di Desa Onje,

Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga tidak terkait secara organisasi

111
M. Maksudi mengatakan sebagian dari wali sembilan berasal dari Timur Tengah yaitu
Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kali Jaga.
ataupun hubungan kekerabatan dengan komunitas Aboge di daerah-daerah

lain di Indonesia. Sampai sekarang, komunitas Aboge tidak dipimpin oleh

seorang ketua, namun pihak yang bertanggungjawab dalam komunitas Aboge

adalah Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning. Karena, Imam Besar

Masjid Raden Sayyid Kuning adalah panutan bagi komunitas Aboge untuk

menentukan awal Ramadhan, tanggal 1 Syawal dan hari raya idul fitri dan

idul adha yang didampingi oleh para Sesepuh Aboge. Penghitungan Aboge

terdapat pada kitab Primbon Sembahyang dan Mujarrabat. Awal berdirinya

komunitas ini tidak diketahui secara pasti, namun perkembangan Aboge

dimulai setelah pembangunan Masjid Raden Sayyid Kuning sebagai tempat

dakwah para Ulama Aboge.

2. Penetapan awal bulan Aboge berakar dari hisab Urfi yang tergolong hisab

Jawa Islam, yang memadukan antara konsep Timur Tengah dengan

Hijriyahnya dan Jawa dengan pasarannya. Namun, hisab tersebut telah

dirubah dengan satu dasar pasti yaitu Aboge (Alip Rebo Wage). Akibatnya

pada sistem ini tidak mengakui tahun basithah ataupun tahun kabisat.

Sehingga jumlah hari pada setiap tahun yaitu 354 hari. Dan pergantian hari

dimulai pada jam 4 sore.

3. Dasar pijakan Aboge dalam menetapkan awal bulan berdasarkan pada hisab

yang disandarkan pada surat Yunus ayat 5. Mereka berpendapat bahwa ayat

tersebut mengandung perintah untuh menetapkan awal bulan atau waktu


dengan menggunakan hisab semata. Dan hisab yang diyakini sebagai

interpretasi surat Yunus ayat 5 adalah Hisab Aboge. Hisab Aboge juga

didasarkan pada pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga, dan Ngabdullah

Syarif Sayyid Kuning.

4. Praktek dari sistem yang digunakan adalah menggabungkan konsep dari

Timur Tengah dan Jawa. Kalender Hijriyah yang mempresentasikan konsep

Timur Tengah dan pasaran sebagai interpretasi konsep asli Jawa. Dalam

parakteknya Hisab Aboge tidak mengenal kurup, tahun kabisah dan basithah.

Dengan demikian mengakibatkan perbedaan pada penentuan hari dengan

Pemerintah dan sesama penganut hisab urfi .

B. Saran-Saran

1. Komunitas Aboge hendaknya lebih terbuka untuk mendiskusikan sistem

penetapan awal bulan yang diyakini, agar masyarakat mengerti dan

memahami perbedaan dalam penentuan hari –hari besar agama Islam seperti 1

Muharam, 1 Ramadhan, 1Syawal, dan 10 Dzulhijjah.

2. Pemerintah hendaknya mengupayakan pendekatan yang lebih intensif apabila

terdapat perbedaan dalam penetapan awal bulan bagi kelompok atau

komunitas apa saja. Hal ini dikhawatirkan memicu terjadinya perpecahan dan

ketidakharmonisan pada tubuh umat Islam sendiri.


3. Fakultas hendaknya memberikan fasilitas yang memadai, baik dari segi alat

peraga ataupun literature-literature yang berkaitan dengan Ilmu Falak. Untuk

menunjang ketrampilan mahasiswa Syariah dalam ilmu falak secara teori dan

praktek. Agar sumber daya manusia di bidang ilmu Falak terpenuhi.

4. Para Mahasiswa Syariah dan Hukum hendaknya tidak merasa takut untuk

mempelajari ilmu falak agar tidak terjadi minimnya sumber daya manusia di

bidang ini. Semestinya menjadi suatu kebanggaan dan keistimewaan bagi

mahasiswa Syariah dan Hukum untuk mempelajari ilmu ini, karena fakultas-

fakultas agama selain Fakultas Syariah pada Perguruan Tinggi Islam seluruh

Indonesia tidak mempelajari ilmu falak.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz, Abdurrahman bin, Penerjemah, Mujarrabat, Surabaya: Ahmad bin Said
bin Nabhan dan Keturunannya

Al-Atsary, Abu Yusuf, Pilih Hisab Ru’yah, Solo: Pustaka Darul Islam. t. th

Al-Bukhari, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail, Matan al-Bukhari bi Hasyiyati as-
Sanadi, juz 1 Beirut: Dar al-Kitab al-Islam, t.th

Al-Jazari, Abdur Rahman, Al-Fiqh Alal Mazahibil Arba’ah, Beirut: Dar Ihya At-
turats Al-Araby, jilid 1

Al-Albani, Muhammad Nashirudin, penerjemah Imron Rosadi, Mukhtashar Shahih


Muslim, Jakarta: Pustaka Azzam, jil. 1

Al-Nisaburi, Imam Ibn al –Husain Muslim bin al Hajaj Ibn Muslim al-Qushairi, Al
Jami’u al Shahih al –Musamma Shahih Muslim. Beirut: Dar Al- Jail, Dar-
Al- Afaq

Anshory, Irfan, “Mengenal Kalender Hijriyah”, artikel diakses pada 15 Desember


2008 dari http:www.formmasibumi.com/2008/05/ mengenal- kalender-
hijriyah.html

Azhari, Susiknan, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di


Tengah Perbedaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007

-------------------, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern,


Jogjakarta: Suara Muhammadiyah, 2007

Chudlori, M. Syakh, Perbandingan Tarikh, Bandung: Institut Agama Islam Negeri


Sunan Gunung Djati, 1990

Dahlan, Abdul Aziz ed, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994,
jilid. 4

Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat. Jakarta: Dirjen Pembinaan


Kelembagaan Agama Islam, 1990,Cet. 1

---------------------------, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, Jakarta:


Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta :
Balai Pustaka, 1988

Djambek , Sa`adoeddin. Hisab Awal Bulan, Jakarta: Tirtamas, 1976

Glasse, Cyril ensiklopedi ringkas penerjemah Ghufron A. Mas’adi Ed, Jakarta:


Grafindo, 1999, cet 2

Huda,Nuril, “Makna Istighotsah” artikel diakses dari http://www.nu.or.id/page.php//


Makna//istighotsah pada 14/04/2009.html

Ilmanudin, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif NU dan Muhammadiyah suatu


Komparasi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003

Izzudin, Ahmad Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam


Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, Jakarta: Erlangga, 2007
Kardiman dkk Garis Tanggal Kalender Islam 1421, Bogor: BAKOSURTANAL,
2001

Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana
Pustaka, 2004

Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab
Nahdlatul Ulama, Jakarta: Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama, 2006

Ma`luf, Louis, Al-Munjid, Mesir: Al-Mathba`ah Al-Katholikiyah, 1918, Cet Ke 18

Maksudi, Muhammad. Imam Masjid Raden Sayyid Kuning, Wawancara Pribadi,


Purbalingga, 24 April 2009.

Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak, Jakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah, 2008

Masroeri, Ahmad Ghazalie Penentuan Awal Bulan Qamariyah Perspektif NU.


www.nu.or.id. 13 April 2009

Mustadjab, Anang, Sekretaris MUI Kabupaten Purbalingga. Wawancara Pribadi. 30


April 2009
Mutoha, “Hilal Ramadhan”, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari
http://mutoha.Blogspot .com/2006/09/ hilal-ramadhan.html

Rukyatul Hilal Indonesia, “Hisab (Perhitungan Astronomis)”, artikel diakses pada 02


Februari 2009 dari www.hisab-rukyat.html

------------------------------, “Kriteria Awal Bulan Qamariyah” artikel diakses pada 15


Desember 2008 dari http://www.rukyatulhilal.org

Ridwan, Anshori/Sindo/ahm, “Buka Puasa Pertama bagi Pengikut Islam Aboge”,


artikel diakses pada 15 Desember 2008 dari
http://www.okezone.com/2008/12/15

Ruskanda, Farid, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains, dan
Teknologi, Jakarta: Gema Insani, 2005

Saksono, Tono, Mengkompromukan Rukyat dan Hisab, Jakarta: Amythas Publicita,


2007

Sanapiah, Faisal, Format-Format Penelitian Social, Dasar-Dasar dan Aplikasinya,


Jakarta: PT Rajawali Pers 2003. Cet. Ke 6

Sanurji dan Muhammad Maksudi, Catatan Ringkas Sejarah Masjid Raden Sayyid
Kuning, 2007

Sartika, Eka, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Al-Marzukiyah “Studi


Terhadap Kalangan Al-Marzukiyah”, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006.

Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat, “Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah” artikel diakses
dari http://www.indonesia.go.id/id/files/UUD45/satunaskah.pdf pada 26 Mei
2009

Syarifuddin, Amir . Ushul Fiqh. Jakarta: Logos, 2005, jil. 1.

Universitas Islam Indonesia, Al-Quran dan Tafsirnya, Yogyakarta: Dana Bhakti


Wakaf, 1990, jilid 10, 11, 12

Yahya, M. Idris bin, Hadza Kitab Primbon Sembahyang, Tanjung Penang: 1919

Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein, M. Wahbi Sulaiman. Ensiklopedi


Al-Qur`an, Jakarta: Gema Insanni, 2007, Cet.1
Wardan, Muhammad Hisab ‘Urfi dan Hakiki, Yogyakarta: Siaran, 1957

Widiana, Wahyu, Penentuan Awal Bulan Qamariyah Dan Permasalahannya di


Indonesia, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Ed. Choirul Fuad Yusuf dan
Bashor A. Hakim, Jakarta: Departemen Agama RI, 2004

Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari


http://id.wikipedia .org/wiki /Hisabdan_rukyat/Imkanur_Rukyat_MABIMS

-----------------------------------------‘“Hadits” Artikel diakses pada 18 Mei 2009 dari


http://id.wikipedia.org/wiki/Hadits.html.

Yatim, Badri Ed, Ensiklopedi Mini Sejarah Dan Kebudayaan. Jakarta: Logos, 1996

Zen, Nurhayati “Komparasi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Hasyim


Asy'ari”artikel diakses pada 18 Mei 2009 dari
http//lppbi.fiba.blogspot.com/2009/03/html.
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1: Hasil Wawancara Kepada Tokoh Aboge

BERITA WAWANCARA

NAMA : Kyai M. Maksudi


KEDUDUKAN DI ABOGE : Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning
HARI /TANGGAL : Selasa, 21 April 2009
TEMPAT : Rumah Kyai M. Maksudi

1. Siapa pencetus Aboge? Apa latar belakang didirikannnya


Jawab :
Pendiri Aboge adalah Wali Sanga. Sebenarnya keberadaan ABOGE adalah
sebelum adanya Wali Sanga di tanah Jawa. Dimana terdapat Islam yang belum
diatur secara Islami. Maka dari itu Wali Delapan (Wali Sanga yang berasal dari
Timur Tengah) datang ke Jawa untuk mengompromikan antara Arab dengan
Jawa. Oleh karena itu dengan musyawarah tersebut, para Wali membawa Abjad
Hijaiyyah ke Tanah Jawa untuk mencocokkan dengan Wali yang asli dari Jawa
yaitu Sunan Kalijaga. Masalah tahun mangsa. Sehingga yang merumuskan hari
pasaran Jawa ( Wage Kliwon manis pahing pon) yaitu Sunan Kali Jaga.
Untuk menentukan 1 Muharam pertama kali menggunakan tahun yang
namanya Alif. Makna Alif adalah lurus istiqamah, sehingga perbuatan manusia
harus seperti Alif, lurus, tetap. Hari rebo karena melihat dari windunya
menentukan hari rebo. Penentuan kalender seperti ini merupakan dari Sunan Kali
Jaga. Hal ini dimungkinkan oleh Kyai Maksudi merupakan firasat Sunan Kali
Jaga. Adapun pasarannya yang diambil Wage yang bermakna jangan ragu-ragu.
Hal ini agar dalam melakukan suatu perbuatan apapun dilakukan tidak ragu ragu.
Adapun nama-nama hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Ahad merupakan
yang dibawa oleh Wali Delapan dari Timur Tengah yang berasal dari Allah SWT.
ABOGE merupakan kepanjangan dari Alif Rebo Wage yang disingkat ABOGE.
Untuk menunjukan Alif Rebo Wage harus mengetahui dalam satu windu
terdapat 8 tahun. Pertamakali menanggalkan atau tanggal 1 Muharram adalah hari
Rebo, pasarane Wage, tahunnya Alif. Alasannya dinamakan ABOGE adalah
suatu hitungan daripada menghitung daripada hitungan 1, 5, 3, 7, 4, 2, 6, 3 dibaca
dengan Ji Ma Lu Tu Pat Ro Nem Lu. Dalam satu windu terdapat 8 tahun yang
merupakan berisi tahun Alif He Ja Za Dal Ba Wawu Jim akhir.
Hitungan Alif He Ja Za Dal Ba Wawu Jim akhir. Berasal dari Timur Tengah dan
merupakan huruf hijaiyyah. Adapun dalam menentukan puasa berdasarkan pada
Memadukan ditanah jawa. Bahwa di aboge ada rangkep 5 kemudian dipadukan
dengan arab. Alif, ba .
2. Siapa sajakah tokoh Aboge?
Jawab :

a. Sunan Kalijaga (sebagai pencetus Aboge dan para Wali lainnya)

b. Syekh Maulana Maghribi ( Ki Tepus Rumput )

c. Adipati Onje II

d. Raden Sayid Kuning112

e. Sutarudin (Putra 1 Sayyid Kuning),

f. Samiruddin (Putra ke 2 Sayyid Kuning)

g. Nur Muhammad (Putra ke 3 Sayyid Kuning)

h. Ki Reksabumi(anggadirana_ Putra Nur Muhammad)


112
Imam Besar I Masjid Raden Sayyid Kuning.
i. Kisananom (Putra Ki Reksabumi )

j. Ki Dipawikarta (Putra Kisananom)

k. Ni Majasir (Putra Ki Dipawikarta)

l. Ni Hj. Surya Munadi( Putri Ni Majasir )

m. Kyai M. Maksudi (Putra Ni Hj. Surya Munadi)

n. Wangsarudin(Putra ke 3 Sayyid Kuning)

o. Ki Tirtangali (Putra Wangsarudin)

p. Ki Arjamunawi (Putra Ki Tirtangali)

q. Ki Wiryamunadi (Putra Ki Arjamunawi)

r. Sanurji ( Putra Ki Wiryamunadi).

s. Ni Majasan (Putra Ki Arjamunawi )

t. Ki H Surya Munadi (Putra Ni Majasan)

u. Kyai M. Maksudi (Putra Ki H Surya Munadi)

v. Dan keturunan Raden Sayid Kuning lainnnya yang tidak tercatat

disini.

3. Apa latar belakang didirikannnya aboge?


Jawab: Sebelum ada nabi Muhammad sudah terdapat Aboge(hitungan). Untuk
mengetahui hitungan umur.
4. Dasar hokum apa saja yang digunakan di Aboge dalam keagamaan?
Jawab :
Alquran. Hadits, Ijma, Qiyas dan Pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga,
Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning.
5. Apa dasar pijakan penentuan awal bulan di Aboge?
Jawab: Surat Yunus ayat 5. Surat Yunus ayat 5 yaitu

َ‫<َ وَا َِْبَ ﻡ‬9ِ4a ‫ََد ا‬B ‫َ"ُْا‬#ْ$َ%ِ =َ%َ‫َزِلَ ﺡ‬4َ‫َ"ََ ْراً وََرَُ ﻡ‬0ْ ‫َءً وَا‬9ِF َwْ"h ‫َ&َ ا‬$َ' ‫ِى‬m‫هَُ ا‬
(٥ : ١٠‫َ"ُْنَ )س‬#ْ$َ ٍ‫َْم‬0ِ ِ‫ََت‬e‫&ُ ا‬sNَdُ anَْ ‫ُ ﺏِ ا‬Iَ# ‫َ ا‬nَ#َ?

Dalam ayat tersebut menunjukan bahwa rukyat tidak dipakai. Karena dengan
hisab selamanya tidak akan berubah
6. Apa saja Kitab yang digunakan Aboge dalam penentuan awal bulan?
Jawab: Mujarrabat dan Primbon Sembahyang.
7. Bagaimana pandangan saudara mengenai penetapan awal bulan menurut
pemerintah?
Jawab:
Tidak ada masalah dengan catatan pemerintah tidak memaksakan atau
mengganggu kepercayaan yang dianut umatnya, dan sebaliknya. Pada prinsipnya
untuk urusan agama adalah hak individu untuk mempercayai suatu keyakinan.
8. Bagaimana ABOGE melihat hadits yang berkaitan dengan rukyat?
Jawab: adapun rukyat selalu berubah ubah. Dimana hisab tersebut merupakan
rumus yang pasti. Rukyat pakenya ilmu falak, kalo bulannya keliatan, rukyat
tidak pasti. Makanya hanya memeakai hisab.
9. Apa saja kegiatan rutinitas Aboge dalam hal keagamaan?
Jawab:
Kegiatan Harian
No Kegiatan Waktu Kitab Keterangan

1 Pendidikan Ba’da Ashar Iqra Yang diikuti oleh anak-anak


Iqra’
2 Pendidikan al- Ba’da Maghrib Al-Qur’an Yang diikuti oleh anak-anak
Qur’an yang telah tamat iqra.

Kegiatan Mingguan
Kegiatan Hari / Waktu Kitab Keterangan
Yasinan, Malam Jumat / Ba’da Maghrib Al-Qur’an Bersama-sama
Dibaan (Khusus malam Jumat Kliwon
melakukan tahlil dan istighosah)
Khataman Ba’da Jumat dan Selasa Bada Dzuhur. - Bersama-sama
(Tarekat
Naqshabandi
yah) bagi para
sesepuh
ABOGE
Pengajian Malam Minggu Safinatunna Ceramah
Remaja jah,
Nashaihul
Ibad
Kegiatan Ramadhan
No Kegiatan Hari / Waktu Kitab Keterangan
1 Pendidikan Setiap Hari, ba’da Fiqih(Qawaidul Ceramah
Ashar Fiqhiyyah) Tauhid
(Aqidatul Awwam)
Tadarusan Setiap hari ba’da Al-Quran
2 Shalat Tarawih
Ceramah Setiap hari ba’da _ Ceramah
3 agama Shubuh

10. Bagaimana penentuan awal bulan menurut Aboge?


Jawab:
Genep ganjil.(memakai landasan hisab urfi bahwa tiap bulan bergantian
lamanyaaantara 30 dan 29 .
11. Berapa jumlah hari dalam setahun? Apakah terdapat tahun kabisat dan tahun
basithah?
Jawab :
Dalam satu tahun jumlah hari tetap yaitu 354 hari. Tidak ada tahun kabisat
dan basithah.
12. Kapan pergantian hari menurut Aboge ?
Jawab:
Pergantian harinya adalah jam 4. Hal ini berdasarkan pesan nenek moyang,
bahwa seseorang lahir hari rabu, maka kalau pergi dihari selasa harus diatas jam 3
keatas karena sesuai dengan hari lahirnya.
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1: Hasil Wawancara Kepada Tokoh Aboge

BERITA WAWANCARA

NAMA : Kyai M. Maksudi


KEDUDUKAN DI ABOGE : Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning
HARI /TANGGAL : Selasa, 21 April 2009
TEMPAT : Rumah Kyai M. Maksudi

13. Siapa pencetus Aboge?


Jawab :
Penggagas Aboge adalah Wali Sanga. Ketika itu, Wali Delapan (Wali Sanga
yang berasal dari Timur Tengah) bermusyawarah dengan Sunan Kali Jaga dengan
memadukan konsep penentuan awal bulan antara Arab dengan pasaran Jawa.
Pasaran Jawa merupakan konsep murni orang Jawa yang dicetuskan oleh Sunan
Kalijaga.
Untuk menentukan 1 Muharam pertama kali menggunakan tahun yang
namanya Alif. Makna Alif adalah lurus istiqamah, sehingga perbuatan manusia
harus seperti Alif, lurus, tetap. Hari rebo karena melihat dari windunya
menentukan hari rebo. Penentuan kalender seperti ini merupakan dari Sunan Kali
Jaga dan para Wali lainnya. Hal ini dimungkinkan oleh Kyai Maksudi merupakan
firasat Sunan Kali Jaga. Adapun pasarannya yang diambil Wage yang bermakna
jangan ragu-ragu. Hal ini agar dalam melakukan suatu perbuatan apapun
dilakukan tidak ragu ragu. Adapun nama-nama hari Senin Selasa Rabu Kamis
Jumat Sabtu Ahad merupakan yang dibawa oleh Wali Delapan dari Timur Tengah
yang berasal dari Allah SWT. Aboge merupakan kepanjangan dari Alif Rebo
Wage yang disingkat Aboge.
Untuk menunjukan Alif Rebo Wage harus mengetahui dalam satu windu
terdapat 8 tahun. Pertamakali menanggalkan atau tanggal 1 Muharram adalah hari
Rebo, pasarane Wage, tahunnya Alif. Alasannya dinamakan Aboge adalah suatu
hitungan daripada menghitung daripada hitungan 1, 5, 3, 7, 4, 2, 6, 3 dibaca
dengan Ji Ma Lu Tu Pat Ro Nem Lu. Dalam satu windu terdapat 8 tahun yang
merupakan berisi tahun Alif He Ja Za Dal Ba Wawu Jim akhir. Hitungan Alif
He Ja Za Dal Ba Wawu Jim akhir. Berasal dari Timur Tengah dan merupakan
huruf hijaiyyah.
14. Siapa sajakah tokoh Aboge?
Jawab :

a. Sunan Kalijaga (sebagai pencetus Aboge dan para Wali lainnya)

b. Syekh Maulana Maghribi ( Ki Tepus Rumput )

c. Adipati Onje II

d. Raden Sayid Kuning113

e. Sutarudin (Putra 1 Raden Sayyid Kuning),

f. Samiruddin (Putra ke 2 Raden Sayyid Kuning)

g. Nur Muhammad (Putra ke 3 Sayyid Kuning)

h. Ki Anggadirana( Putra Nur Muhammad)

i. Ki Reksabumi (Putra Ki Anggadirana)

j. Ki Sananom (Putra Ki Reksabumi )

k. Ki Dipawikarta (Putra Kisananom)


113
Imam Besar I Masjid Raden Sayyid Kuning.
l. Ni Majasir (Putra Ki Dipawikarta)

m. Ni Hj. Surya Munadi( Putri Ni Majasir )

n. Kyai M. Maksudi (Putra Ni Hj. Surya Munadi)

o. Wangsarudin(Putra ke 4 Raden Sayyid Kuning)

p. Ki Tirtangali (Putra Wangsarudin)

q. Ki Arjamunawi (Putra Ki Tirtangali)

r. Ki Wiryamunadi (Putra Ki Arjamunawi)

s. Sanurji ( Putra Ki Wiryamunadi).

t. Ni Majasan (Putra Ki Arjamunawi )

u. Ki H Surya Munadi (Putra Ni Majasan)

v. Kyai M. Maksudi (Putra Ki H Surya Munadi)

w. Dan keturunan Raden Sayid Kuning lainnnya yang tidak tercatat

disini.

15. Apa latar belakang didirikannnya aboge?


Jawab: Sebelum ada nabi Muhammad sudah terdapat Aboge (hitungan). Untuk
mengetahui hitungan umur.
16. Dasar hukum apa saja yang digunakan di Aboge dalam keagamaan?
Jawab :
Alquran. Hadits, Ijma, Qiyas dan Pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga,
Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning.
17. Apa dasar pijakan penentuan awal bulan di Aboge?
Jawab: Surat Yunus ayat 5 yang berbunyi:
!☯#☺%&
 


013 +☺,-.
/ ☯' ()*
+89 :0+; 45167,/
7+ <
=☺5>+?
H EF G),.
/ +ABC)D

OP- !LM,N K
+I5>J +;
) S⌧UV H QI,. R
+D=☺5>#+V XYZ,- W +V?

(٥ : ١٠‫)س‬
Dalam ayat tersebut menunjukan bahwa rukyat tidak dipakai. Karena dengan
hisab selamanya tidak akan berubah
18. Apa saja Kitab yang digunakan Aboge dalam penentuan awal bulan?
Jawab: Mujarrabat dan Primbon Sembahyang.
19. Bagaimana pandangan saudara mengenai penetapan awal bulan menurut
pemerintah?
Jawab:
Tidak ada masalah dengan catatan pemerintah tidak memaksakan atau
mengganggu kepercayaan yang dianut umatnya, dan sebaliknya. Pada prinsipnya
untuk urusan agama adalah hak individu untuk mempercayai suatu keyakinan.
20. Bagaimana Aboge melihat hadits yang berkaitan dengan rukyat?
Jawab: adapun rukyat selalu berubah ubah. Dimana hisab tersebut merupakan
rumus yang pasti. Rukyat pakenya ilmu falak, kalo bulannya keliatan, rukyat
tidak pasti. Makanya hanya memeakai hisab.

21. Apa saja kegiatan rutinitas Aboge dalam hal keagamaan?


Jawab:
Kegiatan Harian
No Kegiatan Waktu Kitab Keterangan

1 Pendidikan Ba’da Ashar Iqra Yang diikuti oleh anak-anak


Iqra’
2 Pendidikan al- Ba’da Maghrib Al-Qur’an Yang diikuti oleh anak-anak
Qur’an yang telah tamat iqra.

Kegiatan Mingguan
Kegiatan Hari / Waktu Kitab Keterangan
Yasinan, Malam Jumat / Ba’da Maghrib Al-Qur’an Bersama-sama
Dibaan (Khusus malam Jumat Kliwon
melakukan tahlil dan istighosah)
Khataman Ba’da Jumat dan Selasa Bada Dzuhur. - Bersama-sama
(Tarekat
Naqshabandi
yah) bagi para
sesepuh
ABOGE
Pengajian Malam Minggu Safinatunna Ceramah
Remaja jah,
Nashaihul
Ibad

Kegiatan Ramadhan
No Kegiatan Hari / Waktu Kitab Keterangan
1 Pendidikan Setiap Hari, ba’da Fiqih(Qawaidul Ceramah
Ashar Fiqhiyyah) Tauhid
(Aqidatul Awwam)
Tadarusan Setiap hari ba’da Al-Quran
2 Shalat Tarawih
Ceramah Setiap hari ba’da _ Ceramah
3 agama Shubuh

22. Bagaimana penentuan awal bulan menurut Aboge?


Jawab:
Genep ganjil. (memakai landasan hisab urfi bahwa tiap bulan bergantian
lamanyaaantara 30 dan 29 .
23. Berapa jumlah hari dalam setahun? Apakah terdapat tahun kabisat dan tahun
basithah?
Jawab :
Dalam satu tahun jumlah hari tetap yaitu 354 hari. Tidak ada tahun kabisat
dan basithah.
24. Kapan pergantian hari menurut Aboge ?
Jawab:
Pergantian harinya adalah pukul 4 sore. Hal ini berdasarkan pesan nenek
moyang, bahwa seseorang lahir hari rabu, maka kalau pergi dihari selasa harus
diatas jam 3 keatas karena sesuai dengan hari lahirnya.
25. Apakah ada hubungan dengan komunitas Aboge didaerah lain?
Jawab: Aboge bukan sebuah organisasi yang tersruktur dan tidak terpusatkan,
sehingga antara Aboge di satu daerah dengan daerah yang lainnyatidak
mempunyai hubungan baik dari sisi organisasi ataupun kekerabatan. Kebetulan
Aboge disini termasuk warga Nahdhiyyin, untuk itu kehidupan keagaamaan kami
tidak berbeda dengan warga NU lainnya. Namun, kami menentukan awal bulan
dengan sistem Aboge sepanjang masa.
Lampiran 1: Hasil Wawancara Kepada Tokoh Aboge
BERITA WAWANCARA

NAMA : Sanurji

KEDUDUKAN DI ABOGE : Sesepuh Aboge

HARI /TANGGAL : Jumat, 24 April 2009

TEMPAT : Rumah Kyai M. Maksudi

1. Siapa pencetus Aboge?

Jawab : Ya . Wali sanga mba.

2. Siapa tokoh –tokoh Aboge?

Jawab : Wali Sanga , Raden Sayid Kuning lan sa’ keturunane ( berikut

keturunannya)

3. Apa latar belakang didirikannnya aboge?

Jawab: Kiye mba ( begini mba ), dingakal baen yah sekang endi ngerti umure

Nabi Adam, eh ajah kadohen Nabi Muhammad baen.ya sekang hitungan. (

Maksudnya bahwa secara nalar, darimana mengetahui umur Nabi Muhammad .

beliau mengatakan dari hitungan . itungan tersebut dinamakan Aboge.Sebelum

ada nabi Muhammad sudah terdapat Aboge(hitungan). Untuk mengetahui

hitungan umur.
4. Dasar hokum apa saja yang digunakan di ABOGE dalam keagamaan?

Jawab :Ya Alquran mba, Hadits, Ijma, Qiyas dan Pendapat Wali Sanga, Sunan

Kali Jaga, Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning.

5. Apa dasar pijakan penentuan awal bulan di ABOGE?

Jawab: Surat Yunus ayat 5. Surat Yunus ayat 5 yaitu

َ‫<َ وَا َِْبَ ﻡ‬9ِ4a ‫ََد ا‬B ‫"ُْا‬#َْ$َ%ِ =َ%َ‫َزِلَ ﺡ‬4َ‫َ"ََ ْراً وََرَُ ﻡ‬0ْ ‫َءً وَا‬9ِF َwْ"h ‫َ&َ ا‬$َ' ‫ِى‬m‫هَُ ا‬

(٥ : ١٠‫َ"ُْنَ )س‬#ْ$َ ٍ‫َْم‬0ِ ِ‫ََت‬e‫&ُ ا‬sNَdُ anَْ ‫ُ ﺏِ ا‬Iَ# ‫َ ا‬nَ#َ?

Dalam ayat tersebut menunjukan bahwa rukyat tidak dipakai. Karena dengan

hisab selamanya tidak akan berubah

6. Apa saja Kitab yang digunakan Aboge dalam penentuan awal bulan?

Jawab: Mujarrabat dan Primbon Sembahyang. Kemudian Beliau berkata “Pokoke

takon baen karo Maksudi, pada baen. Aku arep lunga.”(artinya jawabannya

dengan Maksudi sama, maka bertanyalah dengan Maksudi karena Beliau akan

pergi).

Lampiran 2: Almanaq Kitab Primbon Sembahyang


Lampiran 3: Almanaq Kitab Mujarrabat

Anda mungkin juga menyukai