Anda di halaman 1dari 132

KONSEP DAKWAH SYEKH NAWAWI AL-BANTANI:

TELAAH ATAS PEMIKIRANNYA DALAM KITAB


TAFSIR MARAH LABID DAN QATR AL-GHAITS

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh
Susi Nurlita
NIM 104051001882

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYA TULLAH
JAKARTA
KONSEP DAKWAH SYEKH NA WA WI AL-BANTANI:
TELAAH ATAS PEMIKIRANNYA DALAM KITAB
TAFSIR MARAH LABID DAN QATR AL-GHAITS

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh
Susi Nurlita
NIM 104051001882

Pembimbing

DR. Asep Usman Ismail, MA


NIP 150 246 393

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF BIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H./2008 M.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul KONSEP DAKWAH SYEKH NAWAWI AL-


BANTANI: TELAAH ATAS PEMIKIRANNYA DALAM KITAB TAFSIR
MARAH LABID DAN QATR AL-GHAITS telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada 19 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos.I) pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam.

Jakarta, 23 Juni 2008

Sidang Mnnaqasyah

Ketua Sekretaris

___ .. "'la~

Dr. Murodi, MA
-
NIP 150 254 102

Anggota

Penguji I Penguji II
I

Dr. Ari Subhan, MA


NIP 150 262 442

~~
DR. Asep Usman Ismail, MA
NIP 150 246 393
Bak4n Pir4mic/ cf4ri Temh4g4
Bak4n pa/4 B4ta Nis4n cf4ri Perangga
Mere/<4 B4ngan antak Dit'iny4
. Cam4 Talis4n cf4n Aj4r4n Merek4
W4s1"4tk4n
(Puisi Mesit Kuno)
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya rnenyatakan bahwa:

I. Skripsi ini rnerupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk rnernenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di U!N Syarifl-lidayatullah Jakmta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarifl-lidayatullah Jakarta.
3. Jika di kernudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
rnerupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarifl-lidayatullah Jakarta.

Ciputat, 10 Juni 2008

Susi Nurlita
ABSTRAK

Susi Nurlita
Konsep Dakwah Syekh Nawawi al-Bantani: Telaah atas Pemikirannya dalam
Kitab Tafsir Marah Labid dan Qatr al-Ghaits
Syekh Nawawi al-Bantani merupakan sosok ulama asal Banten yang telah
menghabiskan masa hidupnya di Mekkah dan berhasil membuktikan pada dunia
Islam akan karier keilmuannya. Kemashuran namanya pun disamakan dengan
kebesaran tokoh ulama klasik "Imam Nawawi'', dengan gelar Imam Nawawi kedua
(Nawawi als-Tsani). Nama beliau juga tercatat dalam kitab al-Murifid di samping
nama Soekamo. Selain itu, namanya disejajarkan pula dengan Karl Mark, Lenin, dan
Lincoln, sebagai tokoh dunia.
Syekh Nawawi yang dikenal sebagai penulis Muslim Prolific (menghasilkan
banyak karya), telah menulis ratusan karya pada abad 19 M. Melalui karya-karyanya
tersebut, namanya terns melambung walaupun beliau telah tutup usia 111 tahun yang
lalu (tahun 1314 H/I 897 M), bahkan, hasil karyanya itu menjadi rujukan utama
berbagai pesantren di tanah air dan masih banyak dikaji di luar negeri.
Konsep dakwah beliau mengenai pokok dakwah, terdapat dalam kitab
tafsimya Marah Labid yaitu menyeru ber-tauhid, amar ma 'ruf, nahyi munkar, dan
pelakunya akan mendapatkan kebahagiaan. Sasaran dakwah yang berdasarkan respon
mad'u-nya atas pesan Allah terbagi kepada orang beriman dan orang kafir.
Sedangkan berdasarkan respon mad'u dari tingkatan ilmu terbagi tiga, yaitu orang
yang cemerlang otaknya, orang yang memiliki aka! tetapi tidak cemerlang, dan orang
yang tidak memiliki aka! dan tidak cemerlang. Metode dakwahnya terbagi tiga yaitu,
hikmah. mau 'izhah hasanah. dan mujadalah. Mengenai konsep amar ma 'ruf nahyi
munkar wajib dilakukan atas setiap mukallaf, dengan dimulai dari diri sendiri.
Selain itu, Syekh Nawawi tidak hanya dikenal sebagai ulama penulis kitab
saja, tetapi juga sebagai mahaguru sejati. Beliau telah banyak berjasa meletakkan
landasan teologis di lembaga-lembaga pesantren di tanah air dan turut mengajar di
Masjid al-Haram dalam bentuk halaqoh (diskusi).
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Kepada-Nya kita memuji,

memohon pertolongan, dan bertaubat hanya kepada-Nya saja. Kita berlindung kepada

Allah dari kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan kita. Shalawat dan salam

semoga tercurah kepada qudwah hasanah kita, baginda Rasulullah Muhammad SAW

beserta seluruh keluarganya, para sahabatnya, dan kepada seluruh umatnya yang tulus

ikhlas mengikuti sunnah-sunah dan langkah perjuangannya. Amin.

Skripsi be1judul "Konsep Dakwah Syekh Nawawi al-Bantani: Telaah atas

Pemikirannya dalam Kitab Tafsir Marah Labid dan Qatr al-Ghaits" ini merupakan

upaya sumbangsih penulis untuk menekankan bahwa dakwah tidak hanya dapat

dilakukan dalam bentuk ceramah, seperti stigma yang sudah terbentuk di masyarakat.

Tetapi dakwah dapat dilakukan dalam berbagai aktivitas dan konsep yang dituangkan

dalam bentuk menulis yang pada akhimya menghasilkan sebuah karya sekaligus

untuk "kampanye" menggalakkan tradisi menulis di kalangan umat Islam. Lewat

karya ilmiah ini, penulis ingin menggugah kesadaran umat Islam untuk

menggalakkan tradisi menulis yang telah diteladankan secara gemilang oleh ulama-

ulama kita di berbagai belahan dunia, termasuk di negeri kita sendiri, Indonesia.

Selama pembuatan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang

dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu, pengumpulan bahan-


bahan, dan lain sebagainya. Namun berkat kesungguhan disertai dorongan dan

bantuan dari berbagai pihak, maka segala kesulitan itu dapat penulis hadapi.

Selanjutnya penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam

kepada:

I. Bapak Dr. H. Murodi, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi

beserta para pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. H. Wahidin Saputra, MA, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan

Penyiaran Islam sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Akademik, dan Ibu Umi

Musyarrofah, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Bapak DR. H. Asep Usman Ismail, MA, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan motivasi serta

masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Para Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi dan seluruh Civitas Akademika

yang telah memberikan sumbangan wawasan keilmuan dan membimbing penulis

selama mengikuti perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Pimpinan Perpustakaan, para staff, dan para karyawan, baik perpustakaan Utama

UIN Syarif Hidayatullah maupun perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi

yang telah membantu penulis selama studi dan khususnya dalam menyelesaikan

skripsi ini.
6. Orang tuaku, ayahanda (Alm) "H. Muhammad Shiddiq" dan ibunda "Hj.

Suroyah." Adikku "Muhammad Iqbal" terimakasih atas do'a, kasih sayang,

dukungan, motivasi, dan sumbangan moril maupun materil.

7. Teman-teman KP! angkatan 2004, terutama teman-teman di KP! D, terimakasih

telah menjadi teman-teman yang baik. Peserta KKS "Cilubang" 2007: neng Inc,

bundo Dian, nyak Dede, teh Yuli, mpo' Nida, de Eka, jeng Tina, mba' Ulfa, mas

Hilmy, bang Herdi, papi Anwar, ka Yayan, aa' Ical, akang Yusuf, dan uda

Tanjung, terimakasih telah mengggoreskan kenangan yang terindah. Sobat-sobat

di RUSUH On 7: mami Mahda, mpo' Hikmah, oneng Wawat,jeng Lusi, ka ldrus,

bang Fadli, terimakasih atas do'a dan dukungannya. The Best Friend "Dina" yang

setia menemani dalam suka dan duka.

8. Aan Saputra, terimakasih atas do'a, dukungan dan motivasinya selama dalam

penulisan skripsi ini.

9. Khairuddin, terimakasih atas do'a, dukungan dan motivasinya sehingga skripsi ini

bisa selesai tepat pada waktunya.

Akhir kata, karena keterbatasan wawasan, pengetahuan, dan pengalaman,

maka tentu saja banyak ha! khilaf dan salah di dalam skripsi ini. Maka, koreksi dan

kritik konstruktif sangat penulis harapkan untuk perbaikkan karya ilmiah ini ke

depan. Selanjutnya penulis ucapkan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Amiin.
DAFTARISI

LEMBAR PERNYATAAN .•..................•......... · .... · · · · ·. · · · · · ·. · ... ·• · · · · · · · · .i


J\ll~'I'Ilt\1( ...................................................................................11
KATA PEN GANTAR ••..•..••...•••..•.••...•••...••••••.•.•••...••.•..•....••..••...•••• ii~
l)J\.F''I'J\.ll IS,I ••••••..•.••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••"I
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................viii

BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................... .5
D. Tinjauan Pustaka......................................................... 7
E. Metodologi Penelitian ................................................. 9
F. Sistematika Penelitian ............................................... 13

BABII TINJAUAN TEORITIS


A. Konsep Dakwah
1. Pengertian Dakwah ................................................ 15
2. Sasaran (Objek) Dakwah ......................................... 19
3. Metode Dakwah ..................................................... 27
B. Aktivitas Dakwah
I. Pengertian Aktivitas Dakwah .................................... 35
2. Ruang Lingkup Aktivitas Dakwah .............................. 37
C. Konsep Amar Ma 'rufNahyi Munkar
I. PengertianAmar Ma'rufNahyi Munkar ....................... 39
2. Hubungan Dakwah denganAmar Ma'rufNahyi Munkar ... .45

BAB III BIOGRAFI SYEKH NAWAWI AL-BANTANI


A. Profil dan Keluarga Syekh Nawawi al-Bantani .................. 50
B. Pendidikan Syekh Nawawi al-Bantani ............................ 54
C. Perjuangan dan Karya Tulis Syekh Nawawi al-Bantani. ...... 56

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP DAKWAH SYEKH


NAWAWI AL-BANTANI
A. Analisis Konsep Dakwah Tentang:
1. Pengertian Dakwah......................................................... 65
2. Sasaran (Objek) Dakwah......................................... 70
3. Metode Dakwah................ . ................................ 81
4. Amar Ma 'ruf Nahyi Munkar ..................................... 84
B. Analisis Tentang Aktivitas Dakwah
I . Mengajar ........................................................... I 03
"' 11..X-------- ... ,..., •
BABV PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................... 119
B. Saran ................................................................. .120

DAFT AR PUSTAKA.................................................................... 121


LAMPIRAN
OAFTAR LAMPIRAN

I. Surat Bimbingan Skripsi


2. Gambar Syekh Nawawi al-Bantani
BABI

PENDAI-IULUAN

A. Latar Bclakang Masalah

Dunia dakwah tidak akan pernah lepas dari unsur-unsur dakwah itu

sendiri, yang salah satunya adalah subjek dakwah. Pentingnya sosok seorang

pendakwah (da'i) sangat menentukan maju atau mundurnya agama Allah ini.

Secara fungsional da'i adalah pemimpin, yakni yang memimpin masyarakat

dalam mengembalikan pada potensi bertuhan atau memimpin dalam menuju

kepada jalan Tuhan. 1 Sedangkan secara sosiologis, seorang da'i di samping

menjalankan keagamaan, dimungkinkan juga untuk menjalankan kepemimpinan

dalam bidang-bidang lain, ekonomi, sosial, seni budaya, ilmu pengetahuan, olah

raga, dan sudah barang tentu lapangan hidup kekeluargaan. Secara ideal,

kepemimpinan seorang da'i seperti Rasulullah SAW atau seperti al-khulafa al-

rasyidin, yakni dapat berperan dalam semua aspek kehidupan keagamaan, sosial

kemasyarakatan, dan bahkan politik. 2 Di antara sekian banyak da'i adalah Syekh

Nawawi al-Bantani, bahkan predikat beliau disejajarkan dengan ulama besar.

Syeld1 Nawawi al-Bantani adalah seorang ulama Melayu-Nusantara yang

telah berhasil melaajutkan tradisi para ulama Melayu sebelU11111ya untuk

mentrasformasikan gagasan keilmuan-melalui murid dan karyanya-dari Haramain

ke wilayah Nusantara, khususnya Indonesia. 3

1
Munzier Suparta dan Harjani Hefui (ed), Metode Dakwah (Jakarta: Kencana, 2003), cet.
ke-1, h. 175.
2
Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), cet. ke-3, h.
200-20 I. .
2

Figur ulama seperti Syekh Nawawi al-Bantani merupakan sosok ulama

yang memiliki intelektual keilmuan yang mapan dan tipikal. Beliau memegang

teguh mempertahankan keilmuan klasik, suatu tradisi keilmuan yang tidak bisa

dilepaskan dari kesinambungan secara evolutif dalam pembentukkan keilmuan

agama Islam. Besar pengaruh pola pemahaman dan pemikiran beliau terhadap

para tokoh ulama di Indonesia. Beliaulah yang selama ini menjadi salah satu poros
4
dari akar tradisi keilmuan pesantren.

Dalam konteks keilmuan dakwah, Syekh Nawawi al-Bantani memiliki

konsep yang bisa dikatakan merupakan sumbangan terbesar untuk kemajuan

ajaran Islam. Pemikirannya tentu berdasarkan konsep yang lahir dari aqidah

Jslamiyah dan hati nurani yang bersih yang pada akhimya membawa manfaat

besar bagi kehidupan di zamarmya, di masa kini, maupun untuk masa-masa yang

akan datang.

Sosok Syekh Nawawi al-Bantani yang merupakan ulama besar dengan

sejumlah pemikiran mendasar akan menjadi karakteristik pola pemikiran dan

pe~juangan generasi selanjutnya.

Tentunya tidak hanya pemikiran beliau yang menjadi corak pemikiran

yang menjadi sumbangan bagi kemajuan Islam, tetapi aktivitas beliau juga cukup

menentnkan keberhasilan agama Allah ini.

Suatu aktivitas dakwah tidak akan sukses tanpa adanya unsur-unsur atau

komponen-komponen tertentn yang terkait antara satu dengan yang lain yang

merupakan satn bangunan dalam membentuk suatu sistem dakwah yang sukses.

Sistem dakwah tak ubahnya seperti sistem tubuh manusia, bila salah satu anggota
4
. Mamat Salamet _Burhanuddin, "Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi (3): al-Ghazali
3

sakit maka sakitlah semuanya. !tu berarti bahwa keberhasilan suatu aktivitas

dakwah tidak mungkin disukseskan atas dasar satu komponen atau dua komponen

saja, tetapi keberhasilan dakwah ditentukan oleh kesatuan unsur-unsur atau

komponen-komponen yang saling membantu, mempengaruhi dan berhubsngan

satu dengan yang lain. Subjek dakwah (da'i), objek dakwah (mad'u), materi

dakwah, metode dakwah, dan media dakwah merupakan unsur-unsur atau

komponen-komponen dalam kegiatan dakwah yang menempati posisi yang sangat


5
penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan dakwah.

Mengenai aktivitas dakwah, yang pada hakikatnya adalah amar ma 'ruf

nahyi munkar, maka aktivitas dakwah beliau merupakan segala kegiatan yang

sesuai dengan perintah Allah dan menjauhi segala larangau-Nya. Banyak yang

telah beliau lakukan, mulai dari mengajar di Pondok Pesantren milik sang ayah,

berdakwah di tanah air hingga ke luar negeri, beliaupun sempat mengajar di

lingkungan Masjid al-Haram, bahkan pada masa pemberontakan terhadap

Belanda, beliau sudah berhasil berbicara dalam forum mimbar dunia yang

mengharumkan nama Indonesia. 6

Begitu pula dengan aktivitasnya dalarn menuangkan konsep-konsep

dakwah melalui tulisan. Beliau telah berhasil menulis beberapa kitab besar,

memaksa kita untuk mengakui betapa luas dan besarnya gudang ilmu dan

pengetahuan agarna yang tersimpan dalarn benaknya, yang kemudian dapat

menghantarkan umat manusia di seluruh permukaan bumi ini dalarn melakukan

5
Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian !!mu Dakwah (Jakarta: Logos, 1997), cet. ke-1,
h. 31.
5

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

I. Pembatasan Masalah

Bertolak dari latar belakang sebagaimana dituangkan di atas, maka

untuk lebih mengarahkan penulisan skripsi ini, penulis membatasi masalah

pacja konsep Syekh Nawawi al-Bantani tentang: pengertian dakwah,

sasaran (objek) dakwah, metode dakwah, dan amar ma'rt1fnahyi munkar,

dari karyanya, yaitu kitab Tafsir Marah Labid dan Qatr al-Ghaits, karena

di dalam kedua kitab tersebut tergambar permasalahan yang penulis

angkat. Selain itu, penulis juga membatasi masalah pada aktivitas dakwah

beliau untuk mewujudkan konsep dakwahnya tersebut.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan

masalahnya sebagai berikut:

I. Bagaimana konsep Syekh Nawawi al-Bantani tentang pengertian

dakwah, sasaran dakwah, metodologi dakwah, dan amar ma 'ref nahyi

munkar?

2. Bagaimana aktivitas dakwah Syekh Nawawi al-Bantani untuk

mewujudkan konsep dakwahnya?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

I. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan di atas, maka tujuan

penelitiannya sebagai berikut:


6

Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep dan

aktivitas dakwah Syekh Nawawi al-Bantani.

Tujuan Khusus

I) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep Syekh

Nawawi al-Bantani tentang: pengertian dakwah, sasaran

dakwah, metodologi dakwah, dan arnar ma 'ruf nahyi rnunkar.

2) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas dakwah

Syekh Nawawi al-Bantani untuk mewujudkan konsep

dakwahnya.

2. Manfaat Penelitian

Ada dua manfaat dari penelitian yang dilakukan, yaitu dari segi

akademis dan praktis. Untuk itu manfaat dari penelitian ini adalah:

Akademis

1) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

informasi dan dokumentasi ilmiah untuk perkembangan ilmu

pengetahuan, terutama bidang dakwah dan komunikasi.

2) Untuk menambah kepustakaan dalam pengkajian keberhasilan

para ulama terdahulu.

Praktis

I) Untuk menambah wawasan bagi para pemikir dakwah maupun

masyarakat pada umumnya mengenai konsep dan aktivitas

dakwah para ulama terdahulu.


7

2) Sebagai acuan untuk memacu produktifitas intelektual generasi

selanjutnya.

D. Tinjauan Pustaka

Setelah penulis membatasi dan merumuskan masalah, kemudian

menentukan tujuan dan manfaat penelitian, maka langkah selanjutnya adalah

tinjauan kepustakaan dengan mencari teori-teori, konsep-konsep, generalisasi-

generalisasi yang dapat dijadikan landasan teori bagi penelitian ini.

Berdasarkan pokok permasalahan, skripsi ini memusatkan perhatian pada

penyelidikan konsep dakwah Syekh Nawawi al-Bantani yang tertuang dalam kitab

Tafsir Marah Labid dan Qatr al-Ghaits, dan aktivitas dakwahnya untuk

mewujudkan konsepnya tersebut. Sepanjang penulis ketahui, belum ada studi

khusus tentang konsep dakwah beliau.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan dua sumber bacaan yaitu sumber

acuan umum dan sumber acuan khusus. I I Sumber acuan umum berupa buku-

buku, kamus, dan sejenisnya yang ada kaitannya dengan masalah penelitian

sebagai penunjang penelitian yang essensial.

Selain itu, penulis juga menggunakan sumber acuan khusus yang

merupakan hasil penelitian terdahulu, seperti skripsi dan tesis yang berhubungan

dengan permasalahan yang penulis angkat yang mempunyai objek dan subjek

penelitian yang sama ataupun hampir sama dengan yang penulis teliti.

Sebagai sumber acuan umum berupa buku, penulis merujuk pada buku

yang ditulis oleh Chaidar yang berjudul Sejarah Pujangga Islam Syech Nawawi
8

a/-Bantani Indonesia, yang diterbitkan oleh CV. Sarana Utama-Jakarta pada tahun

1978. Isi buku tersebut hanya mengulas tentang perjalanan sang penulis "Chaidar"

yang mencari jejak tentang Syekh Nawawi melalui sanak saudara dan keturunan

beliau, menuturkan kelebihan-kelebihan beliau, dan penelusuran penulis ke

Makkah untuk menemukan makam beliau, walaupun sedikit mengungkap

aktivitas beliau semasa hidup, namun tidak ditemukan bahasan khusus mengenai

aktivitas maupun konsep dakwah beliau. Namun demikian, penulis mendapatkan

banyak infonnasi serta ide cemerlang dari tulisan beliau yang dijadikan referensi

untuk menyelesaikan penelitian ini.

Untuk kategori tesis, berdasarkan penelitian yang dilakukan, penulis

menemukan satu kajian yang mengulas tentang kitab Ilmu Tasrif yang dikarang

oleh Syekh Nawawi al-Bantani pemah dilakukan oleh Hazbini dalam tesisnya

yang berjudul Kitab /!mu TasrifSyaikh Nawawi al-Bantani, Program Pascasarjana

IAIN SyarifHidayatullah Jakarta pada tahun 1416 H/1996 M. Tesis ini mengulas

dua karya dari lima karya Syekh Nawawi dalam cabang ilmu-ilmu bahasa Arab,

yaitu al-Fusus al-Yaqutiah 'ala ar-Raudah al-Bahiyah Ji Abwab al-Tasrijiah

(komentar atas kitab ar-Raudah al-Bahiyah karangan Abdul Mun'im 'Iwad al-

Jirwawi) dan ar-Riyad al-Qauliah (merupakan karya asli), keduanya di cetak di

Mesir pada tahun 1299. Sedangkan ketiga lainnya yaitu Fathu Ghajir al-

Khatiyyah 'ala al-Kawakib al-Jaliahfi Nazrni al-Ajrurniyah (Bulaq, 1298), Lubab

al-Bayan, Syarh 'ala Risalah asy-Syaikh Husain al-Malikiji al-Jsti'arat (Penerbit

Muhammad Mustafa, 1301), dan Kasyf al-Murutiah 'an Sittar al-Ajrurniah

(Penerbit Syaraf, 1298). Tesis tersebut hanya membandingkan antara ketiga kitab

tersebut, baik syara):t (komentar) maupun karya beliau, dari segi cakupan isi
9

(materi tasrit), penafsiran, pembagian matan (teks), dan dari segi peruntukan

penggunaannya dalam tahap mempelajarinya. Dalam tesis tersebut, penulis tidak

menemukan bahasan yang menyinggung dengan permasalahan yang penulis

angkat.

Tinjauan pustaka ini dilakukan agar dapat diketahui bahwa apa yang

penulis tulis dalam karya ilmiah sekarang tidak sama dengan penelitian-penelitian

terdahulu. Setelah penulis teliti baik itu di Perpustakaan Umum dan di

Perpustakaan Fakultas Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta temyata tidak

terdapat skripsi, tesis ataupun tulisan lain tentang "Konsep Dakwah Syekh

Nawawi Al-Bantani: Telaah atas Pemikirannya dalam Kitab Tafsir Marah Labid

dan Qatr Al-Ghaits." Dengan demikian, judul skripsi ini belum pemah diteliti oleh

orang lain.

E. Metodologi Penelitian

Penelitian ini memusatkan perhatian pada penelitian kepustakaan (Library

Research), juga sering disebut dengan studi pustaka. Adapun studi pustaka adalah

serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,

membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. 12 Sesuai dengan masalah

pokok yang dibal1as, maka penelitian diawali dengan upaya menemukan konsep-

konsep dakwah yang dituangkan Syekh Nawawi al-Bantani dalam dua kitabnya

(Tafsir Marah Labid dan Qatr Al-Ghaits) dan aktivitas dakwah beliau untuk

mewujudkan konsep dakwahnya tersebut.

l'- .. I ... ,_ • • I
11

Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan dari awal penelitian sampai

dengan pencapaian hasil menggunakan adalah sebagai berikut:

I. Mengidentifikasi masalah, untuk menemukan sumber masalah dalam

penelitian.

2. Memilih masalah, untuk menentukan masalah mana yang paling layak dan

sesuai untuk diteliti.

3. Merumuskan masalah, akan menjadi penuntun bagi langkah-langkah

selanjutnya.

4. Penelaahan kepustakaan, untuk menegakkan landasan teoritis penelitian yang

akan dilakukan.

5. Mengidentifikasi variabel, untuk melihat variabel-variabel apa yang terlihat

dalam penelitian yang dilakukan.

6. Mengklasifikasi variabel, untuk penentuan metode analisis mana yang sesuai

untuk diterapkan.

7. Mengumpulkan data, baik dari sumber primer ataupun sumber sekunder.

8. Mengolah dan menganalisis data.

9. Menginterpretasi hasil analisis

10. Mendeskripsikan hasilnya dalam bentuk karya tulis. 16

1. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitiannya adalah

Syekh Nawawi al-Bantani dan objek penelitiannya adalah konsep dan

aktivitas dakwah Syekh Nawawi al-Bantani.


12

2. Somber Penelitian

Sumber untuk mendapatkan data yang akurat, penulis

menggunakan data primer dan data sekunder:

J) Data primer (Primary Resources) yaitu karya yang ditulis tangan oleh

Syekh Nawawi sendiri. Dalam penelitian ini menggunakan dua kitab

inti: Al-Tafsir al-Munir li Ma'alim al-Tanzi/ al-Musfir 'an Wujuh

Mahasin al-Ta'wil dan Qathr al-Ghaitsfi al-Masa'il Abi al-Laits, dan

tiga kitab pendukung: Kifayah al-Atqiya' wa Minhaj al-Ashfiya ~

Mirqat Su'ud al-Tashdiq fl Syarh Su/lam al-Taufiq, dan Nur al-

Zhalam.

2) Data sekunder (Secondary Resources) yaitu data berupa buku-buku

dan artikel-artikel yang ada kaitannya dengan pembahasan penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis akan mengumpulkan data primer

(primary resources) dari sumber pertamanya yaitu kitab-kitab tulisan

Syekh Nawawi sendiri dan untuk data sekunder (secondary resources)

berasal buku-buku, artikel-artikel, dan sumber lain yang ada kaitannya

dengan masalah yang dibahas dalam penelitian.

4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, maka langkah selanjutnya

adalah mengolah dan menganalisis data tersebut. Data yang terkumpul dari

hasil penelitian kepustakaan (library research), penulis olah dengan

penyeleksian atas dasar reliabilitas dan validitasnya. Kemudian dianalisa

dengan analisis non-statistik karena sesuai dengan datanya yang berupa


13

data deskriptif, dan selanjutnya diinterpretasikan dan dijelaskan secara

mcndetail.

5. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dan transliterasi yang digunakan

berpedoman pada buku Pedoman Penulisan karya Ilmiah (Skripsi,

Tesis, dan Disertasi) yang disusun oleh Tim Penulis UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality

Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

Cet.ke-1.

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan pembahasan, penulis menyusun dengan

sistematika sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, dalam bah ini meliputi: latar belakang masalah,

pembalmsan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan

pustaka, metode penelitian, dan sistematika penelitian.

Bab II Tinjauan teoritis, dalam bah ini meliputi: konsep dakwah

(pengertian dakwah, sasaran/objek dakwah, dan metodologi dakwah), aktivitas

dakwah (pengertian aktivitas dakwah dan ruang lingkup aktivitas dakwah), dan

konsep amar ma 'ruf nahyi munkar (pengertian amar ma 'ruf nahyi munkar dan

hubungan dakwah dengan amar ma'rufnahyi munkar).

Bab III Biografi Syekh Nawawi al-Bantani, yang memuat tentang profil

dan keluarga Syekh Nawawi al-Bantani, pendidikan Syekh Nawawi al·Bantani,

serta perjuangan dan karya tulis Syekh Nawawi al-Bantani.


14

Bab IV Analisis tentang konsep dakwah Syekh Nawawi al-Bantani yang

meliputi: analisis konsep dakwah Syekh Nawawi al-Bantani (tentang: pengertian

dakwah, sasaran (objek) dakwah, metodologi dakwah, dan amar ma 'rl!f nahi

munkar) dan analisis tentang aktivitas dakwah Syekh Nawawi al-Bantani

(meliputi: mengajar dan mengarang kitab).

Bab V Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.


BABll

TINJAUAN TEORITIS

A. Konscp Dakwah

I. Pengertian Dakwah

Ditinjau dari segi bahasa, dakwah berarti panggilan, seruan atau

ajakan, bentuk perkataan tersebut yang dalam bahasa Arab disebut

masdar. Sedang bentuk kata kerja atau fi'ilnya l_,c.l;l - le.~ yang berarti

memanggil, menyeru atau mengajak. 1 Sama seperti yang dikemukakan

oleh Prof. H. Mahmud Yunus, dakwah berasal dari •_,c~ - l_,c.l;l - le.~ yang

artinya menyeru, memanggil, menjamu. 2

Secara te1minologi, menurut Mohammad Ali Aziz, dakwah dapat

didefinisikan sebagai kegiatan mengajak, mendorong, dan memotivasi

orang lain berdasarkan bashirah untuk meniti jalan Allah dan istiqomah di

jalan-Nya serta berjuang bersama meninggikan agama Allah. 3

Banyak definisi telah dibuat untuk merumuskan pengertian dakwah

yang intinya adalah mengajak manusia ke jalan Allah agar mereka

berbahagia di dunia dan di akhirat. Sebenarnya dakwah itu bisa dipahami

sebagai materi (mendengarkan dakwah), sebagai perbuatan (sedang

berdakwal1), dan sebagai pengaruh (berkat adanya dakwah maka .... ).

Dalam bahasa Arab, dakwah bisa digunakan dalam arti undangan, ajakan,

1
Abdul Rasyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), cet.
ke-3, h. 8.
2
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjernah
n~-~~1.'"~~-- .l I..-.. ____ ,_ •"'-""" . • • • ·--
16

dan seruan yang kesemuanya itu menunjukkan adanya komunikasi antara


4
dua pihak dan upaya mempengaruhi orang lain. Dengan demikian, maka

dapat dirumuskan bahwa pengertian dakwah Islam adalah upaya

mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan bertingkah laku sesuai

dengan .1yari 'at Islam.

Definisi dakwah yang menekankan proses penyebaran pesan ajaran

Islam dengan mempertimbangkan penggunaan metode, media, dan pesan

yang sesuai dengan situasi dan kondisi mad'u, dikemukakan oleh Ahmad

Ghalwusy sebagaimana dikutip oleh Asep Muhyiddin, pengertian dakwah

sebagai berikut:

"Menyampaikan pesan Islam kepada manusia di setiap

waktu dan tempat dengan berbagai metode dan media yang sesuai

dengan situasi dan kondisi para penerima pesan dakwah (khalayak

dakwah). " 5

Sedangkan Abu Bakar Zakaria sebagaimana dikutip oleh penulis

yang sama, mendefinisikan dakwah lebih menekankan dari segi

profesionalisme dakwah, yaitu:

"Aktivitas para ulama dan orang-orang yang memiliki

pengetahuan agama Islam dalam memberi pengajaran kepada

orang banyak (khalayak dakwah) hal-hal yai;g berkenaan dengan

4
Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), cet. ke-3, h. 19.
<; • - - • • • -· - •
17

urusan-urusan agama dan kehidupannya sesuai dengan realitas dan


6
kemampuannya. "

Sementara itu, Prof. Dr. M. Quraish Shihab mendefinisikan

dakwah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha untuk

mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna baik

terhadap pribadi maupun masyarakat. 7 Sedangkan menurut Toha Yahya,

dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan

yang benar yang sesuai dengan perintah Tuban untuk kemaslahatan dan

kebahagiaan di dunia dan di akhirat. 8

Dalam konteks Al-Qur'an dakwah pada hakikatnya adalah

mengajak dan meluruskan kembali upaya manusia supaya kembali ke jalan

Allah, yakni kembali kepada hakikat fitri, sesuai dengan Q.S. Ar-

Ruum/30: 30 :

Art inya:
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."

Dengan kata Jain, dakwah itu memiliki tujuan untuk meluruskan

manusia kepada ajaran Islam, sebab, kebanyakan dari mereka tidak

mengetahui kebenaran agama Allah ini. Dakwah juga menghendaki agar

6
Ibid, h. 34.
7
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur 'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
18

manusia sadar terhadap jati dirinya sebagai makhluk yang memiliki

hakikat fitri, sebab, Allah telah menciptakan manusia menurut fitrah-Nya,

dan tidak ada perubahan pada fitrah-Nya.

Untuk mengindikasi keberhasilan suatu dakwah dimungkinkan

oleh berbagai ha!:

I . Kemungkinan pertama karena pesan dakwah yang disampaikan oleh

da'i memang relevan dengan kebutuhan masyarakat, yang merupakan

satu keniscayaan yang tak mungkin ditolak, sehingga mereka

menerima pesan dakwah dengan antusias.

2. Kemungkinan kedua karena faktor pesona da'i, yakni da'i tersebut

memiliki daya tarik personal yang menyebabkan masyarakat mudab

menerima pesan dakwabnya, meskipun kualitas dakwabnya boleh jadi

sederhana saja.

3. Kemungkinan ketiga karena kondisi psikologi masyarakat yang sedang

haus siraman rohani, dan mereka terlanjur memiliki persepsi positif

kepada setiap da'i, sehingga pesan dakwab yang sebenarnya kurang

jelas ditafsirkan sendiri oleh mereka dengan penafsiran yangjelas.

4. Kemungkinan keempat adalab karena kemasan yang menarik.

Masyarakat yang semula acuh tak acuh terhadap agama juga terhadap

da'i setelab melihat paket dakwah yang diberi kemasan lain (misalnya

kesenian, stimuli atau dalam program-program pengembangan

masyarakat), maka paket dakwal1 itu berhasil menjadi stimuli yang


19

menggelitik persepsi masyarakat, dan akhimya mereka pun merespon

secara positif. 9

Dengan kegiatan dakwah, baik secara individu maupun secara

berkelompok, akan terwujudlah pribadi-pribadi dan masyarakat yang baik

sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya, sehingga tercapailah


10
kedamaian, kebahagiaan, dan kesejahteraan lahir batin.

2. Sasaran (Objck) Dakwah

Salah satu tanda kebesaran Allah di alam ini adalah keberagaman

makhluk yang bemama manusia sebagaimana firman-Nya :

Artinya:
"Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal."(Q.S. al-Hujuraat/49: 13).

Ayat ini menjelaskan bahwa keberagaman jenis kelamin, suku,

bangsa, dan bahasa sebagai tanda kebesaran Allah yang perlu diteliti

dengan seksama untuk mengenal lebih dekat tipologi manusia untuk

selanjutnya menentukan pola interaksi buat masing-masing kelompok

yang berbeda. Mengenal tipologi manusia adalah salah satu faktor penentu
21

menarik, dan menjelaskan kepada sasaran ini, bagaimana ajaran Islam

dapat menyematkan manusia dalam seluruh perbuatannya di muka bumi

ini, untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin, bagi kehidupannya di


14
dunia sekarang dan kebangkitannya nanti setelah memasuki ajalnya.

Agar dakwah bisa dilakukan secara efisien, efektif dan sesuai

dengan kebutuhan, maka sudah waktunya dibuat dan disusun stratifikasi

sasaran. Mungkin berdasarkan tingkat usia, tingkat pendidikan dan

pengetahuan, tingkat sosial ekonomi dan pekerjaan, berdasarkan tempat

tinggal, dan sebagainya. 15

Sebenarnya tidak ada kesepakatan di antara peneliti dakwah

tentang jumlah dari rumpun mad 'u, namun, ada beberapa pendapat tentang

masalah ini, diantaranya:

a. Di awal surah al-Baqarah, mad'u dikelompokkan dalam tiga rumpun,

yaitu: mukmin, kafir, dan munafik. Mujahid berkata: "empat ayat di

awal surah al-Baqarah mendeskripsikan tentang sifat orang mukmin,

dua ayat mendeskripsikan sifat orang kafir, dan tiga belas ayat

berikutnya mendeskripsikan sifat orang munafik ..... " 16 Dalam istilah

M. Natsir, kelompok mad'u ada tiga, yaitu " ... kawan yang setia

sehidup semati, dari awal sampai akhir; dan lawan yang secara terang-

terangan memusuhinya dari awal sampai akhir; dan Jawan yang

14
Ibid, h. 115.
15
Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), cet. ke-1, h.
79.
22

bermain pura-pura menjadi kawan, sambil menunggu saat untuk


17
mem.k am d an. be lakang ... ,,

b. Menurut Imam Habib Abdullah Haddad sebagaimana dikutip oleh

Munzier Suparta dan Harjani Hefni, secara umum mad'u dapat

dikelompokkan dalam delapan rumpun, yaitu:

1. Para ulama.

2. Ahli zuhud dan ahli ibadal1.

3. Penguasa dan pemerintah.

4. Kelompok ahli pemiagaan, industri dan sebagainya.

5. Fakir miskin dan orang lemah.

6. Anak, istri, dan kaum hamba.

7. Orang awam yang taat dan yang berbuat maksiat.


18
8. Orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

c. Abdul Karim Zaidan dalam Ushul al-Da 'wah mengelompokkan mad 'u

dalam empat rumpun, yaitu: al-ma/a' (penguasa), jumhur an-nas

(mayoritas masyarakat), munafiqun, dan ahli maksiyat. 19

d. Muhammad Abu Al-Fath al-Bayanuni mengelompokkan mad'u dalam

dua rumpun besar, yaitu:

1) Rumpun muslimun atau mukminun atau ummat istijabah (umat

yang telah menerima dakwah). Ummat istijabah dibagi dalam tiga

kelompok, yaitu:

a) Sabiqun bi al-khairat (orang yang saleh dan bertakwa).

b) Dzalimun linafeih (orang fasik dan ahli maksiat).


17
Mohammad Natsir, Fiqhud Dakwah (Jakarta: Media Dakwah, 2000), cet. ke-11, h. 89.
18 ~ ..... .,..,...~ ....i.:. .... u .... .A...: /',..,.r\ 1J-4_J_ ,..._,_··-·'· '- ,,..,..
23

c) Muqtashid (mad'u yang Jabil keimanannya).

2) Non-muslim atau ummat dakwah (umat yang perlu sampai kepada

mereka dakwah Islam). Ummat da 'wah dibagi dalam empat


20
kelompok, yaitu: atheis, musyrikun, ahli kitab, dan munafiqun.

e. Sa'id bin Ali bin Wahf al-Qahthani melakukan pembagian yang

hampir sama dengan al-Bayanuni, yaitu membagi mad'u dengan

kategori muslim dan non-muslim. Mad'u dari rumpun muslim di bagi

dua, yaitu:

I) Muslim yang cerdas dan siap menerima kebenaran.

2) Muslim yang siap menerima kebenaran, tetapi mereka sering lalai

dan kalah dengan hawa nafsu.

Sedangkan non-muslim, pembagiannya sama dengan al-Bayanuni,

tetapi beliau tidak memasukkan munafik dalam kelompok non-

muslim.21

f. M. Bahri Ghazali sebagaimana dikutip oleh Munzier Suparta dan

Haijani Hefni mengelompokkan mad'u berdasarkan tipologi dan

klasifikasi masyarakat.

Berdasarkan tipologi, masyarakat dibagi dalam lima tipe, yaitu:

a) Tipe innovator, yaitu masyarakat yang memiliki keinginan keras pada

setiap fenomena sosial yang sifatnya membangun, bersifat agresif dan

tergolong memiliki kemampuan antisipatif dalam setiap langkah.

b) Tipe pelopor, yaitu masyarakat yang selektif dalam menerima

pembaharuan dengan pertimbangan tidak semua pembaharuan dapat

20 ..... ' • ,..,,. • ,..._


24

membawa perubahan yang positif. Untuk menerima atau menolak ide

pembaharuan, mereka mencari pelopor yang mewakili mereka dalam

menggapai pembaharuan itu.

c) Tipe pengikut dini, yaitu masyarakat sederhana yang kadang-kadang

kurang siap mengambil resiko dan umumnya lemah mental. Kelompok

masyarakat ini umumnya adalah kelompok kelas dua di

masyarakatnya, mereka perlu seorang pelopor dalam mengambil tugas

kemasyarakatan.

d) Tipe pengikut akhir, yaitu masyarakat yang ekstra hati-hati sehingga

berdampak kepada anggota masyarakat yang skeptis terhadap sikap

pembaharuan. Karena faktor kehati-hatian yang berlebih, maka setiap

gerakan pembaharuan memer!ukan waktu dan pendekatan yang sesuai

untuk bisa masuk.

e) Tipe kolot, ciri-cirinya, tidak mau menerima pembaharuan sebelurn

mereka benar-benar terdesak oleh lingkungannya. 22

Sedangkan berdasarkan klasifikasi, masyarakat dapat dihampiri

dengan dua pendekatan, yaitu:

a) Pendekatan kondisi sosial budaya, yang terbagi dalam masyarakat kota

dan desa.

b) Pendekatan tingkat pemikiran, terbagi dalam dua kelompok, yaitu:

kelompok masyarakat maju (industri) dan kelompok masyarakat

terbelakang. 23

22 !hid h 107-lOR
25

Berdasarkan data-data rumpun mad'u di atas, dapat dikelompokkan

dengan lima tinjauan, yaitu:

a) lvfad 'u ditinjau dari segi penerimaan dan penolakan ajaran Islam,

terbagi dua, yaitu muslim dan non-muslim.

b) Mad 'u ditinjau dari segi tingkat pengamalan ajaran agmanya, terbagi

tiga, dzalimun !inafsih, muqtashid, dan sabiqun bi al-khairat.

c) Mad 'u ditinjau dari tingkat pengetabuan agamanya, terbagi tiga,

ulama, pembelajar, dan awan1.

d) Mad'u ditiajau dari struktur sosialnya, terbagi tiga: pemerintab (a/-

Mala'), masyarakat maju (al-Mufrathin), dan terbelakang (al-

Mustadh 'afin).

e) Mad'u ditinjau dari prioritas dakwah, dimulai dari diri sendiri,

keluarga, masyarakat, dst. 24

Ada yang mengklasifikasikan objek dakwab sebagai berikut:

a) Bentuk masyarakat, bentuk ini dapat kita bagi berdasarkan letak

geografis, seperti masyarakat kota, desa, dan primitif.

b) Aqidah, dari kacamata aqidab manusia terbagi muslim dan non-

muslim.

c) Status sosial, pada dasarnya stratifikasi sosial ini terbagi pada: pejabat,

rakyat jelata, kaya, dan miskin. 25

"M. •• • • • • - -
26

Mengingat bermacam-macam tipe manusia yang dihadapi da'i dan

berbagai jenis antara dia dengan mereka serta berbagai kondisi psikologis

mereka, setiap da'i yang mengharapkan sejuk dalam aktivitas dakwahnya

harus memperhatikan kondisi psikologis mad'u.

Mohammad Natsir dalam "Fiqh Dakwah"nya mengemukakan

pendapat yang berkaitan dengan kondisi psikologis mad'u ini bahwa:

pokok persoalan bagi seorang pembawa dakwah ialah bagaimana

menentukan cara yang tepat dan efektif dalam menghadapi suatu golongan

tertentu dalam suatu keadaan dan suasana tertentu.26

Realitas menunjukkan banyaknya perbedaan, baik dari segi

kultural maupun sosial yang tentu menggambarkan perbedaan paradigma

dan cara pandang mad 'u sehingga di sinilah dilemanya. Di satu sisi

dakwah tidak boleh keluar dari koridor mengajak. Di sisi lain dakwah

merupakan suatu kewajiban yang harus disampaikan kepada umat.

Sementara kita menyadari adanya benturan-benturan nilai di masyarakat.

Maka peranan seorang da'i clituntut untuk membaca mad'u dari berbagai

persepsinya sehingga da 'i dapat mengetahui dari mana dakwah harus

dimulai. Dengan kata lain, da 'i harus mampu mencari titik temu, sehingga

dakwah yang disampaikan memiliki gelombang yang sama dengan alam

pikiran mad 'u. 27


27

3. Mctode Dakwah

Dari segi bahasa, metode berasal dari dua perkataan yaitu meta

(melalui) dan hodos (jalan, cara). Dengan demikian dapat diartikan bahwa

metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu

tujuan. Sumber lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa

Jerman methodica artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani,

metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa Arab

disebut thariq. Apabila kita artikan secara bebas, metode adalah cara yang

telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.28

Metode berarti jalan, cara penyajian materi dakwah. Metode

dakwah adalah cara yang dilakukan oleh para da'i untuk mencapai suatu

tujuan tertentu atas dasar hikmah, kasih sayang, dan persuasif. Artinya,

pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented

menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia. 29

Mengenai metode dakwah ini terkandung dalam Al-Qur'an sebagai

berikut:

Artinya:
"Serulah (manusia) kepada Jalan Tuhanmu dengan hikmah
dan tutur kata yang baik serta berdebatlah dengan mereka dengan
apa yang paling baik, sesungguhnya Tuhanmu paling mengetahui
siapa yang sesat dari jalan-Nya dan paling mengetahui orang-orang
yang dapat petunjuk." (Q. S. an-Nahl/ 16: 125).

" Ibid., h. 6-7.


29 .,..._ .. _ .,... __ ._
28

Dari ayat tersebut di atas maka didapati metode dakwah terbagi

menjadi tiga:

a. Pcrtama, Hikmali

Ibnu Faris berkata, bahwa hakama terdiri dari huruf ha, kaf dan

mim yang merupakan satu keaslian. Maknanya mencegah. Sedangkan Al-

Fairuz Abady berkata, "pokok dari pengertian kata ini adalah pencegahan

yang dimaksudkan untuk perbaikan." Sebelum mendefinisikan seperti itu,

Al-Fairuz juga sudah menguraikan, "Hikmah adalah keadilan, ilmu,

kelembutan, nubuwah, Al-Qur'an, lnjil, taat kepada Allah, pemahaman

agama secara mendalam dan pengalamannya, rasa takut, wara ', aka!,

ketepatan dalam bicara atau perbuatan, memikirkan perintah-perintah

Allah dan mengikutinya. Maka orangnya disebut hakim, adil, lembut dan

seterusnya. 30

Al-Hikmah adalah berupa sifat adil dan prasangka baik. 31 Hikmah

menjadi hakikat atau prinsip dasar dari metode dan semua perangkat

dakwah. Hikmah yaitu kemampuan mernilih atau mempergunakan secara

tepat Kata Hikmah dalam Al-Qur 'an disebut sebanyak 20 kali, baik

dalam bentuk nakiroh maupun ma 'rifat. Bentuk masdamya adalah hukman

yang diartikan secara makna aslinya adalah mencegah. Jika dengan

dakwah maka berarti menghindari hal-hal yang kurang relevan dalam

melaksanakan tugas dakwah. 32

30
Zaid Abdul Karim Az-Zaid, Dakwah Bi/-Hikmah (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993),
cet. ke-1, h. 14-15.
31
Ki Moesa A. Machfoeld & Nawari Ismail (ed), Filsafat Dakwah I/mu Dakwah dan
n·-----·---------- ,,_1__ -• ,,.,. • .... - . --
29

Al-Hikmah juga berarti tali kekang pada binatang sebagaimana

dijelaskan dalam kitab Misbah al-Munir. Diartikan demikian karena tali

kekang itu membuat penunggang kuda dapat mengendalikan kudanya

sehingga sipenunggang kuda dapat mengatumya baik untuk perintah lari

atau berhenti. Dari kiasan ini maka orang yang memiliki hikmah berarti

orang yang mempunyai kendali diri yang dapat mencegah diri dari hal-hal

yang kurang bemilai atau menurut Ahmad bin Muni1 al-Muqri al-Fayumi

berarti dapat mencegah dari perbuatan yang hina. 33

Dalam kitab Tafeir Al-Qur 'an al- 'Azhim karya Jalalain, makna bi

al-Hikmah yakni dengan Al-Qur'an. Wahbah al-Juhaili dalam karyanya

Tafeir al-Munir memberi makna bi al-Hikmah sebagai perkataan yang

jelas dengan dalil yang terang, yang dapat mengantarkan pada kebenaran

dan menyingkap keraguan. Sedangkan al-Maraghi mengartikannya yakni,

"dengan wahyu Allah yang telah diberikan kepadarnu. "34

Muhammad Abduh berpendapat bahwa, hikrnah adalah mengetahui

rahasia dan faedah di dalam tiap-tiap ha!. Hikmah juga digunakan dalam

arti ucapan yang sedikit lafadz akan tetapi banyak makna ataupun

diartikan meletakkan sesuatu pada tempat atau semestinya. 35

Sebagai metode dakwah, al-Hikmah diartikan bijaksana, aka! budi

yang mulia, .dada yang lapang, hati yang bersih, menarik perhatian kepada

agama atau Tuhan. 36

33
Ibid., h. 9.
34
Muhyiddin, Dakwah dalam PerspektifAl-Qur 'an, h. 163.
"" - - -- - . -
"
30

Ibnu Qayim berpendapat bahwa pengertian hikmah yang paling

tepat adalah seperti yang dikatakan oleh Mujahid dan Malik yang

mendefinisikan bahwa hikmah adalah pengetahuan tentang kebenaran dan

pengalamannya, ketepatan dalam perkataan dan pengalamannya. Hal ini

tidak bisa dicapai kecuali dengan memahami Al-Qur'an, mendalarni

syari'at-syari'at Islam serta hakikat iman. 37 Prinsip-prinsip metode dakwah

bi al-Hikmah ini ditujukan terhadap mad'u yang kapasitas intelektual

pemikirannya terkategorikan khawas, cendikiawan, atau ilmuan. 38

Menurut Sayyid Quthub, dakwah dengan metode hikmah akan

terwujud apabila memperhatikan tiga faktor berikut:

1. Keadaan dan situasi orang-orang yang didakwabi.

2. Kadar atau ukuran materi dakwah yang disampaikan agar mereka

merasa tidak keberatan dengan beban materi tersebut.

3. Metode penyampaian materi dakwah dengan membuat variasi

sedemikian rupa yang sesuai dengan kondisi pada saat itu. 39

Dalam konteks dakwah, hikmah bukan hanya sebuah pendekatan

satu metode, akan tetapi beberapa pendekatan yang multi dalam sebuah

metode. Dalam dunia dakwah, hikmah bukan hanya berarti mengenal

strata mad'u, akan tetapi juga bila harus bicara, bila harus diam. Hikmah

bukan hanya mencari titik temu akan tetapi juga toleran yang tanpa

kehilangan sibghah. Bukan hanya dalam konteks memilih kata yang tepat,

31
Ibid, h. 10.
'l!! - - • • • •• -
31

akan tetapi juga cara berpisah, dan pada akhimya pula bahwa, hikmah
40
adalah Uswatun Hasanah serta Lisan al-Haal.

Dengan begitu, hikmah adalah penentu sukses tidaknya dakwah.


,,
Dalam menghadapi mad 'u yang beragam tingkat pendidikan, strata sosial,

dan latar belakang budaya, hikmah mampu mengatasinya. Dengan hikmah,

ajaran Islam mampu memasuki ruang hati para mad'u dengan tepat.

Tidak semua orang mampu meraih hikmah, sebab, Allah hanya

memberikannya untuk orang yang layak mendapatkannya. Barangsiapa

mendapatkannya, maka dia telah memperoleh karunia besar dari Allah,

sebagaimana firman-Nya dalam ayat berikut:

Artinya:
"Allah menganugerahkan Al hikmah (kefahaman yang
dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia
benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan Hanya
orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari
firman Allah)." (Q.S. Al-Baqarah/2: 269).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa hikmah

merupakan salah satu metode dakwah yang diselaraskan dengan kondisi

objektif mad'u dengan argumentasi yang logis dan menggunakan bahasa

yang komunikatif. Dengan kata lain, al-Hikmah merupakan kesatuan

antara teori dan praktek dalam dakwah.


32

b. Kedua, Mau'iz/talz /1asana/I

Secara bahasa, mau 'izhah hasanah terdiri dari dua kata, mau 'izhah

dan hasanah. Kata mau 'izhah berasal dari kata :U:.C - lli.c. J - 1_,l;..y- .J;.....

yang berarti nasihat, bimbingan, pendidikan, dan peringatan, sementara

hasanah merupakan kebalikan dari sayyi 'ah yang artinya kebaikan lawan

dari kejelekan. 41

Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat antara

lain:

I. Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutup oleh H.

Hasanuddin adalah sebagai berikut:

"Al-Mauizhah al-Hasanah adalah (perkataan) yang tidak

tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan

menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan Al-Qur'an."42

2. Menurut Abd. Hamid al-Bilali sebagai berikut:

"Al-Mau'izhah al-Hasanah merupakan salah satu manhaj

(metode) atau membimbing dengan lemah lembut agar mereka

mau berbuat baik. " 43

Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa al-

Mau 'izhah al-Hasanah merupakan salah metode dakwah yang dilakukan

subjek dakwah dengan cara mengajak objek dakwah melalui nasihat secara

lemah lembut sehingga pesan dakwah dapat mudah dipahami dan

dimengerti.

41
Ibid., h. 15-16.
,t') -·
33

Prinsip-prinsip metode ini diarahkan terhadap mad 'u yang

kapasitas intelektual dan pemikiran serta pengalaman spiritualnya

tergolong kelompok awam. Cara berdakwah model ini memang lebih

spesifik ditujukan kepada manusia jenis kedua, yaitu, keumuman manusia.

Mereka yang memiliki fitrah terhadap kebenaran, tetapi selalu ragu-ragu

antara mengikuti kebathilan yang selama ini tumbub di sekelilingnya atau

mengikuti kebenaran yang disampaikan kepada mereka. 44

Tutur kata yang baik (mau 'izhah hasanah), termasuk sifat dari

cahaya hikmah. Jika tutur kata yang baik dimiliki da'i maka ia dapat

menerangi objek dakwahnya. Tutur kata yang baik mencakup semua

aspek, baik aspek keagamaan, persoalan duniawi maupun ukhrawi. 45

Dari beberapa definisi yang dikemukakan, dapat disimpulkan

bahwa mau 'izhah hasanah adalah salah satu metode yang digunakan untuk

mad'u yang kurang pengetahuannya, dengan memberikan nasihat secara

lemah lembut diharapkan mad'u dapat memahami dan menerima pesan

dakwah yang disampaikan.

c. Ketiga, Jadilltum Bi al-Lati Hiya Allsa11

Dari segi etimologi (bahasa) lafazh "mujadalah" terambil dari

kata ''jadala" yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan a/if

pada huruf jim yang mengikuti wazan Je.1..9 "J.J~" dapat bermakna

berdebat, dan "miefadalah" berarti perdebatan. 46

'.~ lv!uhyiddin, Dakwah dalam PerspektifAl-Qur 'an, h. 166.


34

Kata "jadala" dapat berarti menarik tali dan mengikatnya guna

menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan

ucapan untuk meyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya

melalui argumentasi yang disampaikan. 47

Dari segi istilah (terminologi) terdapat beberapa pengertian al-

lvlujadalah (al-Hiwar) dari segi istilah. Al-Mujadalah (al-Hiwar) berarti

upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa

adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di antara

keduanya. Sedangkan menurut Dr. Sayyid Muhammad Thantawi ialah

suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan

cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat. 48

Menurut Tafsir an-Nasa'i, kata al-Migadalah mengandung arti:

"Berbantahlah dengan baik yaitu dengan jalan yang sebaik-


baiknya dalam bermujadalah, antara lain dengan perkataaan yang
lemah-lembut, tidak dengan ucapan yang kasar atau dengan
mempergunakan sesuatu (perkataan) yang bisa menyadarkan hati,
membangunkan jiwa dan menerangi akal pikiran, ini merupakan
penolakan bagi orang yang enggan melaknkan perdebatan dalam
agama."49

Cara dakwah model ini diperuntnkkan bagi manusia jenis ketiga.

Mereka adalah orang-orang yang hatinya dikungkung secara kuat oleh

tradisi jahiliyah yang dengan sombong dan angkuh melakukan kebathilan,

serta mengambil posisi arogan dalam menghadapi dakwah. 50 Metode ini

47
Ibid., h. 18.
48
Ibid., h. 19.
JO.-.•··---
35

juga digunakan ketika orang yang dihadapi cenderung kritis dan bahkan
51
menolak terhadap pesan-pesan dakwah.

Dapat diambil kesimpulan dari pengertian-pengertian di atas,

bahwa al-Mujadalah berarti saling tukar menu!::ar pendapat yang

dilakukan dua pihak, dengan tujuan agar pihak lawan menerima pendapat

yang diajukan, tentunya dengan argumentasi dan bukti yang kuat sehingga

pihak lawan tidak bisa lagi melakukan penolakan-penolakkan.

B. Aktivitas Dakwah

l. Pengertian Aktivitas Dakwah

Segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan

manusia merupakan aktivitas, yang mana aktivitas tidak bisa dipisahkan

dengan organ keseluruhan yang melekat pada diri.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, "aktivitas" adalah

keaktifan, kegiatan, kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan

dalam tiap bagian di dalam perusahaan. 52

Sedangkan aktivitas dakwah adalah salah satu aktivitas

keberagamaan yang sangat penting dalam Islam, memiliki posisi strategis,

sentral dan menentukan. Di dalamnya mengandung seruan dan ajakan

kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi yang buruk kepada situasi

yang lebih baik, baik terhadap pribadi maupun terhadap masyarakat

umum.

51
..., -Machfoeld dan Ismail (ed), Filsafat Dakwah, h. 39
- -· -·· - - . - -~ ... . --
36

Dalam ajaran Islam, clakwah merupakan suatu kewajiban yang

clibebankan oleh agama kepacla para pemeluknya. Oleh karena itu,

pemeluk yang taat pasti akan melakukan segala aktivitas sesuai clengan

agama yang cliyakininya itu.

Terwujuclnya clakwah bukan sekeclar usaha peningkatan

pemahaman keagamaan clalam tingkah laku clan panclangan hiclup saja,

tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pacla masa sekarang

ini, clakwah harus lebih berperan menuju pelaksanaan ajaran Islam seeara

menyeluruh clalam berbagai aspek kehiclupan.

Kegiatan clakwah clalam Islam sesungguhnya meliputi semua

climensi kehiclupan manusia karena amar ma 'ruf nahyi munkar meliputi

segala aspek kehiclupan manusia. Begitu juga sebaliknya, para penclukung

perbuatan munkar clan yang menghalangi ma 'ruf akan menggunakan

segala jalur kehiclupan. Dengan clemikian, kegiatan buclaya, politik,

ekonomi, clan sosial, merupakan sarana yang clapat dijaclikan kegiatan

clakwah, baik dakwah islamiyah (da 'wah ila Allah) maupun dakwah setan

(da 'wah jahiliyah). 53

Seclangkan Diclin Haficlhuclclin clalam bukunya Dakwah Aktual

mengatakan clakwah clalam pengertian integralistik merupakan proses yang

berkesinambungan yang clitangani para pengemban clakwah untuk

mengubah sasaran clakwah agar berseclia masuk jalan Allah SWT clan

secara bertahap menuju kehiclupan yang Islami. 54

~1. - • • • - - •
37

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa yang dinamakan aktivitas

dakwah adalah scgala kegiatan yang mengajak manusia kepada jalan Allah

· dengan melakukan amar ma 'ruf nahyi munkar sehingga tujuan dakwah

dapat tcrcapai untuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

2. Ruang Lingkup Aktivitas Dakwah

Aktivitas dakwah merupakan salah satu permasalahan manusia

dengan sesamanya. Oleh karena itu, untuk melancarkan aktivitas dakwah,

maka dilakukan pendekatan-pendekatan dakwah melalui:

A. Dakwah Bil Lisan, ialah dakwah yang penyampaiannya secara lisan

antara lain seperti:

I. Qaulun Ma'rufun ialah dengan berbicara dalam pergaulannya

sehari-hari yang disertai dengan misi agama, yaitu agama Islam.

2. Mudzakarah, ialah mengingatkan orang lainjika berbuat salah baik

dalam ibadah maupun dalam perbuatan.

3. Nasihuddin, ialah memberi nasihat kepada orang yang tengah

dilanda problem kehidupan agar mampu melaksanakan agamanya

dengan baik, seperti bimbingan penyuluhan agama dan sebagainya.

4. Maj/is Ta 'lim seperti pada pembahasan sebelumnya yaitu dengan

menggunakan buku atau kitab dan berakhir dengan dialog atau

tanyajawab.
38

5. Mujadalah ialah perdebatan dengan menggunakan argumentasi

serta alasan dan diakhiri dengan kesepakatan bersama dengan

menan"k k es1mpu
. I an. 55

B. Dakwah Bil Qalam, yaitu dakwah dengan menggunakan keterampilan

tulis menulis berupa artikel atau naskah yang kemudian dimuat. di

dalam majalah atau surat kabar, brosur, bulletin, buku dan sebagainya.

Dakwah seperti ini mempunyai kelebihan yaitu dapat dimanfaatkan

dalam waktu yang lebih lama serta luas jangkauannya, di samping itu

masyarakat atau suatu kelompok dapat mempelajarinya serta

memahaminya sendiri. 56

C. Dakwah Bil Hal, yaitu dakwah yang dilakukan melalui berbagai

kegiatan yang langsung menyentuh kepada masyarakat sebagai objek

dakwah dengan karya subjek serta ekonomi sebagai materi dakwah.

Adapun cara melakukan dakwah bi! ha/ sebagai berikut:

I. Pemberian bantuan berupa dana untuk usaha yang produktif.

2. Pemberian bantuan yang bersifat konsumtif.

3. Bersilaturahmi ke yayasan-yayasan dan panti-panti asuhan.

4. Pengabdian kepada masyarakat dan lain-lain. 57

Berikut ini beberapa ha! penting yang merupakan esensi dari

filosofi dan proses kegiatan dakwah, yaitu:

1. Dalam dakwah terjadi suatu proses upaya pembentukkan pemahaman,

persepsi dan sikap atau kesadaran mad'u. Karena, dimensi dakwah

55
Adi Sasono, So!usi Islam Atos Problematika Umat Ekonomi; Pendidikan don Dakwah
(Jakarta: Gema lnsani Press, 1998), h. 49.
56
Ibid,. h. 50.
<:? -· - -
39

berkaitan dengan cara mengomunikasikan dan mentransformasikan

nilai-nilai ajran Islam, sebagai isi pesan dakwah yang perlu dipahami

dan disikapi menjadi sebuah kesadaran pribadi dan masyarakat.

2. Adanya proses perubahan dan peningkatan perbaikan kualitas hidup

dan kehidupan masyarakat (mad'u). Sebab, hakikat dari sfilosofi

dakwah menyangkut tiga ha!, yaitu: upaya perubahan dan perbaikan

(ishlah), upaya reformasi dan pembaruan (tajdid), dan upaya

pembangunan.

3. Karena aktivitas dakwah menyangkut kedua dimensi di atas, yakni

transformasi serta komunikasi di satu sisi, dan perubahan sosial atau

pembangunan di sisi lain, strategi, cara, dan teknik pendekatannya

akan berkaitan dan melibatkan berbagai sarana dan prasarana yang

dibutuhkan kedua media tersebut yang berhubungan dengan berbagai

aspek spiritual dan sosial budaya kehidupan manusia. 58

Dengan demikian, bentuk kegiatan dakwah sesuai dengan definisi

dakwah yang dikemukakan oleh Ahmad Mansyur Suryanegara, dakwah

adalah aktivitas menciptakan perubahan sosial dan pribadi yang

didasarkan pada tingkah laku pelaku pembaharunya. 59

C. Konsep Amar Ma 'ruf Na/1yi Munkar

1. Pengertian Amar Ma'ruf Nalzyi Munkar

Amar ma 'ruf nahyi munkar terdiri dari empat kata, menurut kamus

bahasa Arab, amar berasal dari kata ( ~ J...i .U... c,.ill.) lyl_, lyl - yl

58~,f .• l .•. !.J..l!- ""~'-----'- _J_I


40

yang berarti . ab60 ,


memermt ma'ruf berasal dari kata

("-4k) wl.Sy:.J 4.9ly:.J 4.9y:. - wy:. yang berarti mengetahui, mengenal. 61

Sedangkan nahyi berasal dari kata (l~ 0<'- ·~J ) ~ - ~yang

mengandung arti melarang atau mencegah, 62 dan munkar mengandung arti

(&l y 'l/l <\.,i w _jk... JP) fi.Wl yang artinya yang tak dikenal, perkara

yang keji. 63

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBJ), kata

amar ma 'ruf nahyi munkar secara babasa masing-masing mempunyai arti

tersendiri yaitu, amar artinya perintab, suruhan. 64 Ma0-u/berarti perbuatan

baik, jasa, terkenal, masyhur. 65 Nahyi artinya dilarang, Iarangan. 66

Sedangkan mungkar mengandung arti durhaka (melanggar perintab

Tuhan), semua perbuatan yang harus dijauhi. 67 Jadi, bila digabungkan

amar ma 'ruf nahyi munkar itu adalah perintab untuk mengerjakan

perbuatan yang baik dan larangan mengerjakan perbuatan yang keji

(biasanya digunakan untuk hal-hal yang sifatnya menyatakan perintab dan

larangan ). 68

Susunan ungkapan al-amr bi al-ma 'rzif sendiri sebetulnya terdiri

dari tiga pecaban kata: al-amr, bi, dan al-ma 'ruf. Perkataan al-amr berasal

dari kata kerja amara, bentuk jamaknya awamir yang berarti "menyurnh

60
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), h. 38.
61
Ibid, h. 919.
62
Bid., h. 1471.
63
Ibid., h. 1462.
64
Depdiknas, KBBI, h. 35.
65
Ibid, h. 704.
66
Ibid, h. 771.
67 11..!.1 1. "'ll':A
41

atau perintah". Kata bi adalah harfjar _» !...:.:;... (prerosisi: kata depan)

yang diartikan "dengan, serta, sebab". Kata w j_);.;Jf berasal dari kata

kerja ;:_;,:_ic , bentuk jamaknya W.Ji.;.:.JI yang berarti "diketahui, masyhur,

kebaikan, dan sesuatu yang mesti diketahui". Maka, al-amr bi al-ma'ruf

dapat diartikan dengan menyuruh atau perintah dengan cara yang baik,

sesuatu yang telah diketahui. Sedangkan dalam Tafsir al-Maraghi, al-amr

bi al-ma 'ruf diartikan segala sesuatu yang mengandung dan membawa

kemaslahatan menurut aka! dan syari 'at. 69

Ma 'ruf diambil dari kata ma 'rifah yang menurut bahasa Arab

maknanya ialah segala sesuatu yang diketahui oleh hati, dan jiwa tenteram

kepadanya. Secara syar 'i, ma 'ruf maknanya adalah segala sesuatu yang

dicintai oleh Allah SWT seperti taat kepada-Nya dan berbuat baik kepada

hamba-hamba-Nya. 70

Sedangkan munkar menurut bahasa, maknanya adalah sesuatu

yang diingkari oleh jiwa, tidak disukai dan tidak dikenalnya. Munkar

adalah lawan dari ma 'ruj dan secara syar 'i maknanya adalah segala

sesuatu yang dikenal keburukannya secara syar 'i dan aka!, seperti maksiat

kepada Allah SWT dan zalim terhadap hamba-hamba-Nya. 71

Berdasarkan pada definisi tersebut, jelaslah standar untuk

mengetalmi ma 'rl{f clan munkar:

a. Standar untuk mengetahui ma 'ruf dan munkar itu bukanlah adat dan

kebiasaan manusia serta apa-apa yang telah tersebar di tengah-tengah

69
Ensiklopedi Dakwah, "Al-Amr bi al-Ma'ruf," Dakwah I, no. 2 (1999): h. 33-34.
0
' Salman al-Audah dan Fadli Ilahi, Amar Ma 'ruf Nahi Munkar. Penerjemah Rakhmat
.... - . -· ....
42

mereka. Karena adat manusia itu tidak tetap, boleh jadi sekarang

mereka menganggap baik sesuatu, dan bukan mustahil esoknya mereka

mengingkari dan menentangnya. Jadi standar untuk mengetahui ma 'ruf


72
dan munkar adalah syara ', bukan adat.

b. Pada dasamya masyarakat Muslim mengenal yang ma 'ruf kemudian

menetapkan, ridha dan memerintahkannya; dan mereka mengingkari

suatu kemungkaran, menolak dan mencegahnya. Kaidah ini dapat

diterapkan untuk mengetahui sejauh mana keselamatan dan kerusakan

suatu masyarakat. 73

Dalam Al-Qur'an, istilah amar ma'ruf nahyi munkar secara

berulang dinyatakan sebagai istilah yang utuh, artinya tidak dipisahkan

antara amar ma 'ruf dan nahyi munkar. Istilah itu berulang sampai

sembilan kali sekalipun hanya dalam Jima surat. 74

Kata ma 'ruf sendiri, baik dalam rangkaian kata amar ma 'ruf nahyi

munkar maupun berdiri sendiri, disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak 39

kali dalam 12 surat. 75 Kata ini memiliki arti harfiah sebagai "yang dikenal

atau yang dapat dimengerti dapat dipahami serta dapat diterima oleh

masyarakat" perbuatan yang ma'rufitujika dikerjakan dapat diterima dan

dapat dipahami oleh manusia, dan dipuji karena begitulah yang patut

dikerjakan oleh manusia yang memfungsikan akalnya sebagai ciri khas

72
Ibid., h. 11.
73
Ibid, h. 14.
74
Lihat Q.S. al-A'raf(7): 157; Q.S. Luqman (31): 17; Q.S. Ali Imran (3): 104, 110, 114;
Q.S. al-Hajj(22): 41.
75
Kedua belas surat yang dimaksud adalah: (I) S. al-Baqarah sebanyak lima belas ayat;
(2) S. Ali lmran sebanyak tiga ayat; (3) S. an-Nisa' sebanyak enam ayat; (4) S. al-A'raf sebanyak
satu ayat; (5) S. at Taubah sebanyak tiga ayat; (6) S. al-Hajj sebanyak satu ayat; (7) S. an-Nur
sebanyak satu ayat; (8) S. Luqman sebanyak dua ayat; (9) S. al-Ahzab sebanyak dua ayat; (I 0) S.
J,,r •• l - - - - - - . . 2 --•---- -• - . - -
44

Dikatakan pula bahwa makna al-ma'ru.f adalah nama yang

mengumpulkan segala apa yang diketahui berupa ketaatan kepada Allah

SWT dan mcndekatkan diri kepada·Nya serta berbuat baik kepada


81
manusia, sedangkan al-munkar adalah lawan dari hal-hal tersebut.

Menurut Al-Faqih Abu Laits as-Samarqandhi, ada lima sya:rat

dalam melakukan amar ma 'ru.f nahyi munkar yaitu:

I. Berilmu, karena masyarakat umumnya belum mengerti mana yang

ma 'ru.f dan mana yang munkar.

2. Ikhlas semata, mencari ridha Allah SWT dalam menegakkan agama-

Nya.

3. Menggunakan metode yang baik, penuh kasih sayang terhadap objek

(orang yang dinasehati), kata-kata lunak dan bersikap ramah tamah.

4. Sabar dan tenang.

5. Melakukan hal-hal yang diperintahkan (menyesuaikan ucapan dan

perbuatan), agar terhindar dari ejekan masyarakat dan ancaman Allah

SWT. 82

Sedangkan Ibnu Taymiyah mendefinisikan amar ma 'ru.f nahyi

munkar sebagai ajaran yang diturunkan Allah dalam kitab-kitabNya, yang

dibawa oleh rasul-rasu!Nya, dan bagian dari agama. 83

81
Ibid., h. 14.
82
Rachmat Syafe'i, Al-Hadits, Aqidah, Akhlak, Sosia/, dan Hukum (Bandung: Pusaka
Setia, 2003), h. 242-243 .
., lbnu Taymiyah, Amar Ma 'nif Nahi Munkar; Mengajak Kepada Kebaikan dan
45

Adapun alasan tidak dapat dipisahkannya anjuran pada yang

ma 'rl!l dan pencegahan pada yang munkar, menurut Prof. DR. Hamka,

sebagaimana dikutip M. Dawam Rahardjo adalah sebagai berikut:

"Agama datang menuntun manusia dan memperkenalkan


mana yang ma'ruf dan mana yang munkar. Sebab itu, ma'ruf dan
munkar itu tidaklah terpisah. Kalau ada orang berbuat ma'ruf,
seluruh masyarakat umumnya, menyetujui, membenarkan, dan
memuji. Kalau ada perbuatan munkar, seluruh masyarakat
menolak, membenci, dan tidak menyetujuinya. Sebab itu,
bertambah tinggi kecerdasan beragama, bertambah kenal akan
yang ma'ruf dan bertambah benci kepada yang munkar."84

Berdasarkan pandangan di atas, perbuatan yang baik dan yang

buruk itu ditentukan oleh pendapat umum. Pandangan masyarakat

menjadi barometer apakah sesuatu itu ma 'ruf atau munkar. Menurut

Nurcholish Madjid, al-ma 'ruf berarti yang telah diketahui, yakni yang

telah diketahui sebagai baik dalam pengalaman manusia menurut ruang

dan waktunya pada waktu dia hadir. 85

Jadi bila ditarik kesimpulan amar ma 'ruf nahyi munkar adalah

segala perintah untuk melakukan perbuatan baik (ma'ruj) dan larangan

mencegah dari perbuatan munkar sesuai dengan ajaran Islam yang tertuang

dalam kitab-kitab Allah yang dibawa oleh rasul-rasul-Nya.

2. Hubungan Dakwah dengan Amar Ma'rufNahyi Munkar

Dalam perjalanan sejarah umat manusia, senantiasa ada mu 'min-

mu 'min yang memberi peringatan kepada sesamanya. Umat Islam

dijadikan umat terbaik bukan karena ilmunya yang menjulang tinggi,

bukan pula karena kekayaan yang melimpah ruah dan bukan pula karena
R4...., •• •
46

kekuasaannya, melainkan karena tiga ha!, yaitu: menyeru manusia berbuat

kebaikan, mencegah manusia dari perbuatan munkar, dan iman kepada


86
Allah Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana.

Dengan kata lain, amar ma 'ruf nahyi munkar yang dilandasi iman

kepada Allah inilah yang perlu dipegang dan dijalankan terus sebagai

upaya yang tangguh dalam mencarikan jawaban mengenai kesulitan-

kesulitan yang dihadapi sekarang.

Lebih jauh dikatakan bahwa esensi dari dakw'lh hakikatnya adalah

mcngajak manusia untuk kembali kepada jalan Allah, yakni kembali

kepada hakikat fitri, hakikat fungsi, dan hakikat tujuan hidupnya. Secara

umum dakwah dapat diartikan sebagai ajakan kepada yang baik dan

mencegah kepada yang munkar. Sebagaimana yang dilakukan oleh

masyarakat pada umumnya. Dakwah atau ajakan seperti ini telah ada sejak

manusia ada di bumi, atau jika dikaitkan dengan dakwah Islam maka itu

termasuk dalam kategori amar ma 'ruf nahyi munkar. Oleh karena itu

apapun yang dilakukan oleh manusia untuk mengajak kepada kebaikan

dan kebenaran serta mencegah kemunkaran, maka secara umum

dinamakan dakwah. 87

Sebagian orang memandang bahwa dakwah itu sangat luas, jauh

lebih luas daripada sekedar melaksanakan amar ma 'ruf nahyi munkar.

Mcnurut yang lain, kandungan dakwah tidak terlalu berbeda dengan

muatan dan tugas amar ma 'ruf nahyi munkar atau paling tidak, menurut

86
Anwar Harjono, Da 'wah dan Maso/ah Sosial Kemasyarakatan (Jakarta: Serial Media
" - , ____ 1_ 1 no'"'" __ _._ '- - • •- .. ...,
47

pendapat yang lain lagi, ada hubungan yang tak terpisahkan antara kedua
88
terma tersebut, sesuai firman Allah SWT sebagai berikut:

Artinya:
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar, 89 merekalah orang-orang yang
beruntung."(Q. S. Ali-Imran/3: 104).

Tidak bisa diingkari bahwa ditinjau dari pengertian etimologis,

kata dakwah mencakup aktivitas amar ma 'ruf nahyi munkar. Sebab,

sebagaimana diketahui bersama, kegiatan amar ma 'ruf merupakan praktik

dakwah untuk mengajak orang melakukan dan mengikuti kebaikan, sedang

kegiatan nahyi munkar merupakan pelaksanaan dakwah untuk mengajak

orang menjauhi dan meninggalkan segala perbuatan mungkar dan jelek.

Jadi, pada kedua macam kegiatan tersebut ada makna dakwah atau ajakan

untuk berbuat kesalehan, baik dengan melakukan segala yang baik

maupun dengan tidak melakukan segala yangjelek atau mungkar. 90

Dengan kata lain, amar ma 'ruf merupakan bagian dari pelaksanaan

dakwah, karena dakwah adalah amar ma 'ruf dan nahyi munkar. Dakwah

dalam kehidupan manusia sangat dibutuhkan, baik oleh orang yang belum

88
Muhammad Husain Fadhlullah, Metodologi Dakwah da/am Al-Qur 'an (Jakarta:
Lentera, 1997), cet. ke-1, h. 9.
8
• . • ~ Ma'ruf: segala perbuatan yaug mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan munkar
48

memahami ajaran agamanya maupun oleh orang yang sudah memahami


91
agamanya, karena manusia mempunyai sifat lupa dan salah.

Dakwah adalah pekerjaan atau ucapan untuk mempengaruhi

manusia mengikuti Islam. Merupakan kegiatan yang tertua sekaligus

menjadi sebab (instrumental) terbentuknya komunitas dan masyarakat

serta peradaban manusia yang dapat menghantarkan kepada cita-cita ideal


92
dakwah yaitu, terwujudnya Khoirul Ummah sebagaimana dalam firman-

Nya:

~ ~ ~<-­
r-
, .,,
. • II

Artinya:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik .. "(Q. S. Ali-Imran/3: llO).

Lebih jauh Thomas Walker Arnold sebagaimana dikutip dalam

Jurnal Dakwah, mengungkapkan bahwa :

"Islam merupakan agama dakwah (missionary religion),


yakni agama yang di dalamnya terdapat penyebaran kebenaran dan
mengajak orang lain yang belum mempercayainya, yang dianggap
sebagai tugas suci oleh pendiri dan penerusnya. Sejak awal Islam
lahir di Makkah, ia tidak mempunyai kekuatan (power) dan tidak
mempunyai kekayaan (riches), tetapi hanya amar ma'ruf yang
menjadi alat penyebarannya (an instrument of his propaganda)."93

91
Roudhonah, "Amar Ma'ruf dalam Perspektif Hadits," Dakwah X, no. 2 (Desember
2003): h.0]25.
49

Oleh karena itu, amar ma'ruf lebih mengarahkan kepada satu

gerakan antara kata dan perbuatan, bahkan cenderung kepada suatu

tindakan dan contoh konkrit, sehingga dakwah Islam meraih keberhasilan.

Ada hubungan yang selaras antara dakwah dan amar ma 'ruf nahyi

munkar sesuai dengan pendapat Syekh Ali Mahfudz yang menyatakan

bahwa dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan

mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka

dari perbuatan jelek agar mereka dapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Pendapat ini juga selaras dengan pendapat Al-Ghazali sebagaimana

dikutip oleh Suparta dan Hefni bahwa amar ma 'ref nahyi munkar adalah

inti gerakan dakwah dan penggerak dalarn dinamika masyarakat Islam.94

Dari kedua pendapat tersebut dapat diarnbil kesirnpulan bahwa

sebenarnya amar ma 'ruf nahyi munkar merupakan bagian dari dakwah,

sebab inti dari dakwah itu sendiri adalah mengajak manusia untuk

melakukan amar ma 'ruf nahyi munkar, mengajak kepada kebaikan dan

mencegah dari kemunkaran agar selamat di dunia dan akhirat.


BAB III

BIOG RAFI SYEKH NA WA WI AL-BANTANI

A. Profil dan Kelnarga Syekh Nawawi al-Bantani

Syekh Nawawi al-Bantani bernama lengkap Abu Abdullah al-Mu'thi


1
Muhammad Nawawi bin Umar al-Tanari al-Bantani al-Jawi. Al-Bantani

menunjukkan bahwa ia berasal dari Banten, sedangkan sebutan al-Jawi

mengindikasikan asal-muasalnya yang Jawah, sebutan untuk para pendatang

Nusantara karena nama Indonesia kala itu belum dikenal. 2 Sebab, kata Jawah

itulah yang digunakan orang Arab untuk merujuk pada seluruh kepulauan di Asia

Tenggara. 3 Kalangan pesantren sekarang menyebut ulama yangjuga digelari asy-

Syaikh al-Fakih itu sebagai Nawawi Banten. 4 Beliau lebih senang dengan

panggilan Muhammad Nawawi, daripada disebut-sebut namanya dengan

bermacam-macam predikat (Kyai, Imam, Syekh, dan lain sebagainya). 5 Beliau

dilahirkan di Kampung Pesisir, Desa Tanara, Kecamatan Tirtayasa, Serang,

Banten, 6 pada tahun 1230 H/1813 M. 7 Wafat pada usia 84 tahun, yaitu pada tahwi

1314 H/1897 M, di tempat kediamannya yang terakhir, Kampung Syi'ib Ali,

1
Heri Sucipto, "Syaikh al-Nawawi al-Bantani al-Jawi (!):Guru Para Ulama Indonesia,"
artikel diakses pada 24 Januari 2008 dari http://muslimdelft.nl/titian-ilmu/biografl/syaikh-nawawi-
al-bantani-al-jawi-l-guru-para-ulama-indonesia
2
"Penghulu Para Ulama," diakses pada 16 Februari 2008 dari
http://bantencorner.wordpress.com/2008/0 l /09/syekh-nawawi-al-bantani/
3
Asep Muhammad Iqbal, Yahudi dan Nasrani da/am Al-Qur'an: Hubungan Antaragama
Menurut Syaikh Nawawi Banten (Jakarta: TERAJU, 2004), cet. ke-l, h. 21.
4
"Penghulu Para Ulama," diakses pada 16 Februari 2008 dari
http://bantencorner.wordpress.com/2008/0 l/09/syekh-nawawi-al-bantani/
5
Chaidar, Sejarah Pujangga Islam SYECH NAWAWI ALBANTENI Indonesia (Jakarta:
CV. Sarana Utama, l 978), h. 65.
6
Agus Zainal Arifin, "Syaikh Nawawi al-Bantani (2-3) Syaikh Nawawi al-Bantani al-
.
Jawi (2): Karya dan Karomahnya," artikel diakses pada 24 Januari 2008 dari
. .
5I

Makkah. 8 Jenazahnya dikuburkan di pekuburan Ma'Ia, Makkah, berdekatan


9
dcngan kuburan Ibn Hajar dan Siti Asma binti Abu Bakar Shiddiq. Beliau wafat

pada saat sedang menyusun sebuah tulisan yang menguraikan dan menjelaskan
0
Minhaj ath-1/ialibin-nya Imam Yahya bin Hujam an-Nawawi. '

Dari silsilahnya, Syekh Nawawi adalah keturunan dari Sultan yang ke "I2

dari Maulana Syarif Hidayatuliah (Sunan Gunung Jati, Cirebon) yaitu keturunan

dari putra Mauiana Hasanuddin Panembahan Surosowan (Sultan Banten I) yang

bernama Pangeran Sunyararas (Ta 'ju/ 'Arasy), nasabnya bersambung dengan Nabi

Muhammad SAW melalui Imam Ja'far as-Shadiq, Imam Muhammad al-Baqir,

Imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina Husen, Fatimah al-Zahra. 11 Berikut

merupakan silsilah keturunan Syekh Nawawi dari garis ayahnya, yaitu:

Syekh Nawawi --+ Kyai Umar--+ Kyai Arabi --+ Kyai Ali-+ Ki Jamad --+ Ki Janta
--+ Ki Masbugil --+ Ki Masqun --+ Ki Masnun --+ Ki Maswi --+ Ki Tajul Arusy
Tanara --+ Mauiana Hasanuddin Banten --+ Maulana Syarif Hidayatullah Cirebon
--+ Raja Amatuddin Abdullah --+ Ali Nuruddin --+ Maulaua Jamaluddin Akbar
Husain -> Imam Sayyid Ahmad Syah Jalal --+ Abdullah Adzmah Khan --+ Amir
Abdullah Malik--+ Sayyid Alwi --+ Sayyid Muhammad Shahib Mirbath--+ Sayyid
Ali Khali' Qasim --+ Sayyid Alwi --+ Imam Ubaidillah --+ Imam Ahmad Muhajir
Ilallahi --+ Imam Isa an-Naqib -> Imam Muhammad Naqib--+ Imam Ali Aridhi--+
Imam Ja'far ash-Shaddiq --+ Imam Muhammad al-Baqir --+ Imam Ali ZainaI
Abidin -> Sayyiduna Husain --+ Sayyidatuna Fatimah Zahra --+ Muhammad
Rasulullah SAW. 12

8
Didin Flafidhuddin, '1Tinjauan Atas Tafslr al~Munir Karya Imam Muhammad Nawawi
Tanara," dalam Ahmad Rifu'i Hasan, fVarisan lnte/ektual lslan1 Indonesia Te/aah Alas Ka1ya-
karya K/asik (Jakat1a: Mizan, 1987), cet. ke-1, h. 39.
9
Ibid, h. 39.
0
' Ibid., h. 39.
11
"Napak Tilas Syeh Nawawi al-Bantani," artikel diakses pada 16 Februari 2008 dari
http://madnor2007.blogspot.com/2007/1 O/napak-tilas-syeh-nawawi-al-bantani .html
12
Hafidhuddin, "Tinjauan Atas Tafsir al-Munir, h. 40.
52

Silsilah keturunan Syekh Nawawi dari garis ibu adalah sebagai berikut:

13
Syekh Nawawi----) Nyi Zubaidah----) Muhammad Singaraja.

Bila dilihat dari silsilah keturunan dari garis ayah, maka Syekh Nawawi

merupakan keturunan dari Pangeran Sunyararas yang merupakan Iaksamana laut

Indonesia yang dapat menguasai Selat Malaka, sehingga darah berkelananya

menurun dan mengalir kepada Syekh Nawawi al-Bantani, yang kemudian

menyebabkan Syekh Nawawi meninggalkan tanah air, setelah terasa olehnya


14
pengaruh dan tekanan-tekanan dari penjajah Belanda.

Ayah Nawawi adalah Haji Umar bin 'Arabi, seorang guru agama di

Tanara dan seorang penghulu, pemimpin agama yang diangkat secara resmi oleh

Bupati di bawah pemerintah Kolonia! Belanda. Ibunya adalah Jubaidah, asal

Tanara, 15 juga dilaporkan sebagai seorang yang religius, perhatian, dan penuh

cinta kasih. 16

Syekh Nawawi merupakan anak tertua dari empat saudara laki-laki,

Ahmad, Said, Tamim, Abdullah, dan dua saudara perempuan, Syakilah dan

Syahriyah. 17 Dari Ahmad Syihabuddin diperoleh Iima orang anak yaitu Saleh, H.

Husen, H. Hasan, H. Rais, dan H. Ramli. Said mempunyai tiga orang anak yaitu

Kasim, Arbi, dan Syarifah. Dari Tamim diperoleh tiga keturunan yaitu Sulaiman,

13
Ibid., h. 40.
"' Chaidar, Sejarah Pujangga Islam, h. 9.
15
Iqbal, Yahudi dan Nasrani dalam Al-Qur'an, h. 49.
16
Abdurrahlnan Mas'ud, Dari Hara1nain Ke Nusantara: Jejak lntelektual Arsitek
53

Syamsiah, dan Dawud. Sedangkan dari Abdullah diperoleh keturunan yaitu


18
Maryam dan Sanusi. Dari Syakilah yaitu Maryam, Junah, dan Aimi.

Syekh Nawawi mempunyai dua isteri. Yang pertama adalah Nasimah,

seorang Jawa, dan Hamdanah. Snouck Hurgronje melaporkan bahwa Nasimah

berhasil menentang niat Syekh Nawawi untuk mengambil isteri kedua.

Barangkali, Syekh Nawawi menikah kedua kalinya di saat usianya hampir senja,

pada tahun-tahun setelah observasi Snouck Hurgronje di Makkah pada tahun

1885. 19 Isteri Syekh Nawawi itu tercatat dalam buku Intelektualisme Pesantren, A.

Muji DKK (Diva Pustaka Jakarta. Cet. Pertama 2003, Vol. ke-2) masih hidup

ketika Syeikh Nawawi meninggal, sehingga jandanya kemudian dinikahi oleh R.

Asnawi Kudus.

Nawawi mempunyai tiga anak perempuan dari isteri pertamanya. Mereka

adalah Ruqayyah, Nafisah, dan Maryam. 20 Dari Ruqayyah diperoleh empat orang

anak, yaitu Abdul Haq, Abdul Malik, Salmah, dan Abdul Majid. Dari Abdul

Malik mempunyai seorang keturunan yaitu Muhammad Nawawi, sedangkan dari

Salmah yang menikah dengan KH. Najihun diperoleh empat orang anak yaitu

Zubaidah (menikah dengan H. Zabidi), Jamanah, Muhsinah, dan Solhah. Nafisah

memiliki lima orang anak yaitu Ismail, Mu'tuqoh, Umar, 'Aisyah, dan Ahmad.

Dari Umar, Syekh Nawawi memperoleh cucu lima orang yaitu Barkat 'Ali, Abu

18
Chaidar, Sejarah Ptljangga Islam, h. I 0.
19 T~t..-1 1f~1~-- -'' -' ~' ' ' ' •• - •
55

Pada usia 15 tahun, dua tahun sepeninggal ayahnya, Syekh Nawawi al-
24
Bantani mcndapat kcscmpatan untuk pergi haji ke Makkah al-Mukaramah. Di

sana beliau memanfaatkan untuk belajar ilmu kalam, sastra Arab, ilmu hadits,

tafsir, dan tcrutama mcndalami ilnrn fiqh. 25 Menurut Snouck Hurgronje yang

mengenal Nawawi secara pribadi selama beliau tinggal di Makkah tahun 1885,

Nawawi pergi haji ke Makkah bersan1a saudara-saudaranya di usia sangat muda.

Setelah menunaikan ibadah haji, beliau tidak kembali ke tanah airnya. Beliau

memperpanjang masa tinggalnya di Makkah selama tiga tahun untuk menuntut

ilmu di pusat dunia Islam itu. 26

Setelah tiga tahun belajar, beliau kembali lagi ke daerah asalnya pada

tahun 1833 M dengan membawa ilmu keagamaan yang relatif cukup untuk

membantu ayahnya mengajar para santri. Sejak kecil beliau menunjukkan

kecerdasannya dan karena kecerdasannya itu beliau mendapat banyak simpati dari

masyarakat sekitar dan karena kedatangannya pesantren yang dibina ayahnya

membludak sampai pelosok tanah air, tetapi beliau hanya beberapa tahun saja dan

memutuskan untuk kembali lagi ke Makkah dan menetap di sana. Karena beliau

merasa kalau ilmunya beltun cukup dan akhirnya beliau memperdalam ilmu lagi

kepada guru-gurunya yang terkenal. Pertama, beliau mengikuti bimbingan kepada

Syekh Khatib Sambas (Penyatu Thariqat Qodiriyah-Naqsyabandiyah di

Indonesia) dan Syekh Abdul Gani Duma, ulama asal Indonesia yang bermukim di

sana. Setelah itu, beliau belajar pada Sayyid Ahn1ad Dimyati dan Ahn1ad Zaini

Dahlan yang berasal dari Makkah. Kemudian beliau melanjutkan belajarnya

24
Husein Muhammad, Fiqh Peretnpuan: Rejleksi Kiai alas Wacana Agama dan Gender
(Yogyakarta: LKiS, 2002), cet. ke-3, h. 171.
25
"Napak Tilas Syeh Nawawi al-BantaniP', artikel diakses pada 16 Februari 2008 dari
1 - i i __ II ___I __ """'""' I ' """'"'-- •• ~' • • • •
56

kembali ke Madinah. Di Madinah, beliau belajar pada Muhammad Khatib al-

Hanbali. 27 Lalu beliau melanjutkan belajarnya pada ulama-ulama besar di Mesir

dan Syam (Syiria). 28 Menurut penuturan Ustadz Abdul Jabbar, bahwasanya Syekh

Nawawi al-Bantani juga pernah belajar di Mesir. Ada juga gurunya yang berasal

dari Menara Seribu seperti Syekh Yusuf Sumbulawini dan Syekh Ahmad
. 29
Nahraw1.

C. Pcrjuangan dan Karya Syckh Nawawi al-Bantani

Tekad Syekh Nawawi al-Bantani yang kuat untuk menyebarkan ilmu

Islam itu temyata tcrhambat. Pihak penjajah Belanda yang saat itu menduduki

wilayah Indonesia selalu memantau dan mengawasi segala aktivitas dan gerak-

gerik Syekh Nawawi. Ini yang membuat beliau tidak betah, kemudian beliau

memutuskan untuk kembali ke Makkah dan menekuni kembali dunia ilmu

pengetahuan Islam. 30

Di Makkah, selain belajar, beliaupun mengajar dan pada tahun-tahun

terakhir sebelum wafatnya, beliau banyak menghasilkan karya. Sampai sekarang

karya-karya Syekh Nawawi al-Bantani tersebar di pesantren-pesantren tradisional

dan masih dikaji oleh santri-pesantren. Nama beliau seakan masih hidup dan

memberi wejangan ajaran Islam yang menyejukkan bagi kaum muslim. Di setiap

Majlis Ta'lim, karyanya selalu dijadikan rujukan utama dalam berbagai ilmu; dari

27
"Napak Ti/as Syeh Nawawi al-Bantani, "artlkel diakses pada 16 Februari 2008 dari
htto://madnor2007 .blogspot.com/2007/1 O/napak-tilas-syeh-nawawi-al-bantani.html
"Chaidar, Sejarah Pzljangga Islam, h. 5. Sejauh ini tidak terdapat nama klmsus di Mesir
dan Syiria yang disebut-sebut sebagai guru Nawawi oleh para penulis. Namun, adalah sangat
mungkin bahwa Nawawi mengikuti sejumlah kelas yang dibuka oleh ulama yang beda di dua
tempat. Ciri pendidikan pada periode ini memungkinkan siswa dapat aktif untuk menemui para
guru di beberapa tempat yang berbeda.
29
"Napak Ti/as Syeh Nawawi al-Bantani, " artikel diakses pada 16 Februari 2008 dari
htt... •/J...-.,,,..j..,,,,, ..")f\(\"f t..1,-,...,.,_-~4- ~~~/""Jf'lf\,.,f1Af----1- L!1-- ----1- -·---·----' _1 1 - -• 0
1 • 1
57

ilmu tauhid, fiqh, tasawuf sampai tafsir. Karya-karyanya sangat berjasa dalam

mengarahkan mainstream keilmuan yang dikembangkan di lembaga-lembaga

pesantren, terutama yang berada di bawah naungan NU. Di kalangan komunitas

pesantren, beliau tidak hanya dikenal dengan penulis kitab, tetapi beliau juga
31
dijuluki sebagai maha guru sejati (The Great Scholar).

Syekh Nawawi bisa dikatakan sebagai salah seorang penulis Muslim

prolific (yang menulis banyak karya) pada abad-19. Menurut Wijoyo, sekitar

sembilan puluh persen karya Nawawi dipublikasikan semasa hidupnya oleh

berbagai penerbit di Kairo dan Makkah. Yang pertama kali menerbitkan tulisan-

tulisannya adalah beberapa perusahaan peneritan di Kairo. Yang terkemuka di

antaranya adalah Bulaq Press dan Wahhabiyyah Press. Kemudian, penerbit lain

menyusul, seperti Dar al-Jhya' al-Kutub al- 'Arabiyyah, Wadi al-Nil, al-

Sharafiyyah, al-Maymuniyyah, al-Azhariyyah, al-Hamidiyyah, Muhammad

Mustafa, al-Muhammadiyyah, Usman 'Abd al-Razzaq, dan al- 'Usmaniyyah. Di

penghujung abad 19, kantor penerbitan milik pemerintah Makkah, al-Miriyyah,

juga menerbitkan karya-karya Nawawi. Pada abad 20, penerbit-penerbit lain ikut

serta termasuk al-Taqaddum al- 'Ilmiyyah, al-Jamaliyyah, Sabih, al-Kutub al-

Haditsah, al-Khayriyyah, Dar al-Kutub al-Misriyyah, Mustafa al-Babi al-Halabi,

dan Isa al-Babi al-Halabi. 32

Fakta bahwa berbagai penerbit mencetak karya-karya Nawawi

menunjukkan bahwa hak cipta bukan persoalan yang penting di kalangan penulis

Muslim dan penerbit pada abad sembilan belas dan separuh kedua abad dua puluh.

31
Mama! Salamet Burhanuddin, "Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi (3): al-Ghazali
Modem,
., bagian-1, " artikel diakses pada 24 Januari 2008 dari http://muslimdelft.nl/titian-
58

Pada tahun 1970-an, dua penerbit Halabi, Mustafa al-Babi al-Halabi dan Isa al-

Babi al-Ha/abi, hampir secara eksklusif menerbitkan karya-karya Nawawi.

Penerbit-penerbit Indonesia yang mengkhususkan pada buku-buku berbahasa

Arab juga menerbitkan beberapa tulisan Nawawi. Edisi Indonesia karya Nawawi

kebanyakan berupa reproduksi dari edisi Halabi. Semua ini menunjukkan bahwa

menjelang akhir hayatnya, Nawawi sudah mendapat tempat terhormat di kalangan

sarjana-sarjana Muslim abad sembilan belas dan menempati posisi penting di

kalangan penerbit Mesir dan Indonesia. 33

Berikut ini adalah daftar karya Nawawi yang disusun oleh Asep

Muhammad Iqbal yang dikutip dari daftar Wijoyo dan klasifikasi Brockelmann:

I. Ushul al- Din (Pokok-pokok Islam)

a. Bahjat al-Wasa 'ii bi Syarh a/-Masa 'ii, 1289/1872·3, penerbit tak

diketahui, komentar atas Risa/at al-Jami 'ah karya Sayyid Ahmad Zain al-

Habashi.

b. Fath al-Majid, 1298/1880, penerbit tak diketahui, komentar atas al-Durr

al-Farid karya guru Nawawi, Alnnad al-Nahrawi.

c. Hilyat al-Sibyan, 1298/1880, Sharaf, komentar atas Fath al-Rahman karya

pengarang anonim.

d. Qatr al-Ghayst, 1301/1883, Muhammad Affandi Mustafa, komentar atas

al-Masa 'ii karya Abu al-Laits.

e. Al-Tijan al-Dharari, 1301/1883, penerbit tak diketahui, anotasi atas

Risa/atfl 'Jim al-Tawhid karya Ibrahim al-Bajuri.


59

f. Dhari'at al-Yaqin. 1303/1885, penerbit tak diketahui, anotasi atas Umm

al-Barahin karya al-Sanusi.

g. Al-Tsimar al-Yani'ah, 1299/1881, penerbit tak diketahui, komentar atas a/-

Riyadh al-Badi'ah fl Ushul al-Din wa Ba'd Furu' al-Syari'ah karya

Muhammad bin Sulaiman Hasb Allah.

h. Nur al-Zhalam, 1303/1885, penerbit tak diketahui, komentar atas al-

'Aqidat al-Awwam karya Ahmad al-Marzuqi.

1. Al-Nahjat al-Jayyidah, 1303/1885, Utsman 'Abd al-Razzaq.

J. Al-Futuhat al-Madaniyyah, 1312/1890, Makkah: al-Miriyyah, komentar

tentang cabang-cabang iman (shu 'ab al-iman) diambil dari al-Nuqayah

karya al-Suyuthi dan Futuhat al-Makkiyah karya Ibn 'Arabi.

2. Tafsir Al-Qur'an

a. Al-Tqfeir al-Munir Ii Ma'alim al-Tanzi! al-Musfir 'an Wujuh Mahasin a/-

Ta 'wil, juga dikenal sebagai Marah Labid Ii Kash/ Ma 'na Qur 'an Majid.

3. Hadits Nabi

a. Tanqih al-Qawl al-Hathith, 1348/1929-30, Mustafa al-Babi al-Halabi,

komentar atas Lubab al-Hadits karya Jalaluddin al-Suyuthi.

4. Fiqh

a. Fath al-Mujib, 1276/1859, Bulaq, komentar atas al- Manaqib al-Hajj

karya Muhammad bin Muhammad al-Shirbini al-Khatib.

b. Maraqi al-'Ubudiyyah, 1287/1873, Dar al-Jhya' al-Kutub al-'Arabiyya,

komentar atas Bidayat al-Hidayah karya al-Ghazali.

c. Kasyffat al-Shija ', 1292/1875, penerbit tak diketahui, komentar atas a!-

Safinat al-Naja karya seorang Hadrami, Salim bin Samir dari Shihr.
60

d. Mirqat Su 'ud al-Tashdiq, 1292/1875, penerbit tak diketahui, komentar atas

Sul/am al-Tawjiq ila Mahabbat Allah 'ala al-Tahqiq karya Abdullah al-

Ba'lawi.

e. Al- 'lqd al-Thamin, 1296/1878, al-Wahhabiyah, sebuah penjelasan atas 601

pertanyaan karya Ahmad bin Muhammad al-Zahid (w. 819/1416), yang

diubah dalam bentuk sajak oleh sejawatnya, Mustafa bin Utsman al-Jawi

al-Qaruti dengan judul al-Fath al-Mubin.

f. 'Uqud al-Lujayn Ji Bayan al-Huquq al-Zawjayn, l?.9611878, Kairo: al-

Wahhabiyyah, komentar atas kitab singkat tentang kewajiban suami-istri.

g. Nihayat al-Zayn, 1297/1897, al-Wahhabiyyah, anotasi atas Qurrat al- 'Ayn

bi Muhimmat al-Din karya Zainuddin abd al-Aziz al-Malibari.

h. Sul/am al-Munajat, 1297/1897, Bulaq, komentar atas al-Sa.final al-Sala

karangan Abdullah bin Yahya al-Hadhrami.

1. Suluk al-Jadda, 1300/1882, al-Wahhabiyyah.

J. Qut' al-Habib al-Gharib, judul lain bagi al-Tawsih, 1301/1883, penerbit

tak diketahui, anotasi atas fath al-Qarib karya Muhammad bin Qasim al-

ghazali (w. 918/1512), karya komentar atas al-Taqrib karangan Abu

Shuja' al-Isfahani.

5. Tata Bahasa Arab

a. Al-Fusus al-Yaqutiyyah, 1297/1879, penerbit tak dikenal, karya komentar

atas Al-Rawdat al-Bahiyyah Ji Abwab al-Tasrifiyyah susunan Abdul


Mun'im 'Iwad al-Jirjawi.
61

b. Kasyf al-Murutiyyah, 1298/1880, penerbit tak diketahui, anotasi atas al-

Ajurrumiyyah karya Abu Abdullah Muhammad bin Muhammad Dawud

al-Sanhaj i.

c. Fath al-Ghaflr al-Khattiyyah 'ala al-Kawakib al-Jaliyyah fl Nazm al-

.Jurrumiyah, 1298/1880, Bulaq, komentar atas al-Jurrumiyyah versi sajak

karya al-Sanhaji.

d. Al-Riyad al-Fuliyyah, 1299/1881, penerbit tak dikenal, komposisi

Nawawi sendiri tentang morfologi bahasa Arab (sarf).

6. Tasawuf

a. Qami' al-Tughyan, 1296/1878, al-Wahhabiyyah, anotasi atas Manzhumah

fl Syu 'ab al-Iman karya Zainuddin al-Malibari (w. 928/1522).

b. Salalim al-Fudhala, 1301/1883, Kairo, penerbit tak diketahui, komentar

atas Manzhumat Hidayat al-Adzkiya ila Thariq al-Awliya susunan al-

Malibari.

c. A1isbah al-Zulam, 1314/1896-7, Makkah, al-Miriyyah, komentar atas

karya 'Ali bin Husam al-Din al-Hindi (w. 975/1567), al-Manhaj al-Atamm

fl Tabwib al-Hukm.

d. Ulasan singkat Nawawi atas al-Nashihat al-Aniqa Ii al-Mutalabbisin bi

al-Thariqat karangan Sayyid 'Utsman, sekitar tahun 1886, Batavia,

penerbit tak diketahui.

e. Nasha'ih al-Jbad, 1312/1894, Makkah, al-Miriyyah, komentar Syaikh

Syihabuddin Ahmad bin Ahmad al-' Asqalani.


62

7. Retorika

a. Lubab al-Bayan, 1301/1883, Muhammad Mustafa, komentar atas a/-

Risa/at al-lsti 'arat karya Husain al-Nawawi al-Maliki.

8. Biografi Nabi

a. Fath al-Samad al- 'Alim 'ala Maw/id al-Shaykh Ahmad ibn al-Qasim wa

Bu/ugh al-Fawzi Ii Bayan A/faz Maw/id ibn al-Jawzi, juga dicetak dengan

judul lain, Bughyat al- 'Awwam fl Syarh Maw/id Sayyid al-Anam Ii ibn al-

Jawzi, 1292/1875, Bulaq, komentar atas Mau/id al-Nabi berjudul al- 'Arus

yang dinisbahkan oleh sebagian sebagai karya Ibn al-Jawzi dan oleh

sebagian lain sebagai karya Ahmad bin Qasim al-Hariri.

b. Taghrib al-Mushtaqin, 1292/1875, Bulaq, juga terbit denganjudul Madarij

al-Su 'ud, 1296/1878, anotasi atas Maw/id karya Ja'far al-Barzanji (w.

1179/1765).

c. Al-Durara al-Bahiyyah. 1298/1881, Sharaf, komentar atas al-Khasa'is al-

Nabawiyyah karya al-Barzanji.

d. Al-Jbriz al-Dani fl Maw/id Sayyidina Muhammad al-S-:Jyyid al-Adnani,

1299/1881, Kairo, penerbit tak diketahui, edisi litograf, ringkasan dari

Mawlidkarya al-Qastalani (w. 923/1517).

e. Syarh 'ala Manzhumahfl al-Tawassul bi al-Asma' al-Husna, 1302/1885,

Kairo, 'Utsman 'Abd al-Razzaq.

f. Al-Luma' al-Nuraniyyah, tidak ada keterangan mengenai penerbitannya.

g. Al-Nafahat, tidak ada catatan tentang penerbitannya. 34


63

Dari daftar yang dikutip dari Wijoyo dan Brockelmann didapati jumlah

karya Syekh Nawawi sebanyak 39 buah berdasarkan delapan disiplin ilmu, yaitu

ushul al-din, tafsir, hadits, fiqh, tata bahasa Arab, tasawuf, retorika, dan biografi

nabi. Ini menunjukkan bahwa beliau menguasai berbagai ilmu agama sehingga

namanya tetap diperhitungkan sampai saat ini.

Kemasyhuran Nawawi terkenal di hampir seluruh dunia Arab. Karya-

karyanya banyak beredar terutama di negara-negara yang menganut faham

Syqfi 'iyah. Di Kairo, Mesir, beliau sangat terkenal. Terutama tafsir Murah Labib

yang terbit di sana diakui mutunya dan memuat persoalan-persoalan penting

sebagai hasil diskusi dan perdebatannya dengan ulama al-Azhar. Syekh Nawawi

juga terkenal dan dihormati karena keahliannya menerangkan kata-kata dan

kalimat-kalimat Arab yang terdapat dalam karya-karyanya yang artinya tidakjelas

atau sulit dimengerti yang tertulis dalam syair terkenal yang bernafaskan

keagamaan. Kemasyhuran Nawawi terkenal di hampir seluruh dunia Arab. 35

Di Indonesia khususnya di kalangan pesantren dan lembaga-lembaga

pendidikan Islam, serta peminat kajian Islam nama Syekh Nawawi tentu saja

sangat terkenal. Sebagian kitabnya secara luas dipelajari di pesantren-pesantren

Jawa, selain di lembaga-lembaga tradisional di Timur tengah, dan berbagai

pemikirannya menjadi kajian para sarjana, baik yang dituangkan dalam skripsi,
36
tesis, disertasi, atau paper-paper ilmiah, di dalam maupun luar negeri, termasuk

skripsi yang saya susun ini. Ini menunjukkan bahwa karya-karya beliau telah

35
"Penghulu Para Ulama," artikel diakses pada 16 Februari 2008 dari
J.,;+ ..... /11...-. ... +.-. .. ,,,--~- •··---1----- _ --·- 1,..nr..n ,,... • ,,.._,,..'
64

membentuk kesarjanaan beliau sekaligus ortodiksi dalam kehidupan

keberagamaan di Indonesia. 37
66

meneguhkan [mengukuhkan] dzat Allah, sifat-sifat-Nya dan kesucian-


Nya dari kemungkinan penyerupaan [menduakan Allah]. (Menyeru
kepada yang ma'ruf). Adapun memerintahkan kepada yang ma'ruf
adalah mengikuti apa yang diperintahkan, jika [keadaan] wajib maka
wajib, jika [yang diperintahkan itu] hal vang sunnah, maka
[hukumnya] sunnah. (Dan mencegah dari yang munkar). Adapun
mencegah dari hal-hal yang haram [hukumnya] adalah wajib secara
total, karena meninggalkan perkara-perkara yang haram adalah
perbuatan yang wajib dan ketiga perintah itu [perintah berdakwah,
amar ma'ruf dan nahyi munkar] adalah bagian dari fardhu-fardhu
kifayah. Sesungguhnya ketiga perintah itu tidak akan sanggup
dilakukan kecuali oleh orang yang berilmu tentang keadaan dan
kecenderungan politik masyarakat, sehingga yang diperintahkan atau
yang dilarang itu tidak akan menambah kejahatan. Sesungguhnya
tidak berilmu terkadang mengajak kepada kebatilan, memerintahkan
yang mungkar dan mencegah dari kebaikan, dan terkadang bertindak
kasar pada saat [tempat] yang semestinya lembut, dan bersifat lembut
pada yang selayaknya tegas. (Merekalah orang-orang yang beruntung)
yakni orang-orang yang mendapatkan perlakuan khusus dengan
kebahagiaan yang sempuma. Diriwayatkan bahwa Nabi SAW
bersabda: "Barang siapa memerintahkan kebaikan dan mencegah
kemungkaran, maka dia adalah khalifah Allah di bumi, khalifah Rasul-
Nya dan khalifah kitab-Nya."

Berdasarkan tafsiran tersebut, tersirat bahwa dakwah yang paling

utama adalah: Pertama, menyerukan sasaran dakwah untuk ber-tauhid yaitu

menyakini bahwa Allah SWT itu adalah Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-

Nya. Sebab, iman adalah perbuatan yang paling utama, yaitu meyakini adanya

Allah SWT. Iman yang berdasarkan kepada 'pembenaran mutlak' terhadap

segala sesuatu yang ghaib yang telah dijelaskan Allah SWT, baik itu

menyangkut dzat-nya, sifat-Nya, maupun kesucian-Nya. Sebab iman

merupakan benteng yang kokoh bagi pemiliknya agar tidak terjerumus pada

perbuatan syirik, dengan menyekutukan Allah SWT. Orang yang tidak

beriman akan adanya Allah SWT, maka mereka termasuk kepada golongan
67

orang-orang kafir, yang dosanya tidak dapat diampuni. Bila ditelaah pada

awal ayat tersebut berbunyi LJS:il.J yang artinya "hendaklah kamu",

menunjukkan maknanya yang amar yang mengandung arti memerintah.

Dengan demikian, dakwah merupakan aktivitas yang diperintahkan Allah

kepada hamba-Nya. Berdakwah semacam ini, dalam tafsiran ini termasuk

suatu kebaikan. Sebagai umat Nabi Muhammad SAW, sudah semestinya ada

di antara kita yang menyeru untuk menyembah kepada Allah SWT semata.

Sebab Nabi, para sahabat, dan generasi penerusnya telah memberikan contoh

kepada kita untuk meng-esakan-Nya. Jadi, definisi dakwah bila diambil dari

penjelasan tafsir tersebut adalah mengajak manusia untuk beriman sebagai

simbolisasi dari ber-tauhid, percaya kepada Allah SWT semata dart tidak

menyekutukan-Nya dengan apa pun.

Kedua, perintah untuk melakukan perbuatan yang ma 'ruf, yakni

perintah dengan mengikuti segala perkara yang Allah SWT telah perintahkan,

yang telah dicontohkan suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW. Perintah itu

adakalanya wajib, seperti: menghormati kedua orang tua, tidak menyakiti hati

orang lain, menyantuni anak yatim, membantu kesulitan orang lain,

membayar hutang, mengembalikan pinjaman, memenuhi janji dan lain

sebagainya, maka kita wajib mentaati perintah tersebut. Begitu pula bila

perintah itu sunnah, maka kita boleh memilih untuk mengerjakannya atau

tidak. Bila kita mengerjakannya, maka kita akan mendapatkan ganjaran


68

pahala, dan bila kita tidak mengerjakannya, maka tidak ada ganjaran dosa bagi

kita.

Ketiga adalah perintah untuk mencegah dari perbuatan yang munkar,

yaitu mencegah dari perbuatan yang bisa menimbulkan mudharat bagi kita

sendiri maupun bagi orang lain. Seperti: membunuh jiwa yang diharamkan

Allah SWT, mengurangi ukuran, takaran dan timbangan, merampas hak anak

yatim, mencuri sesuatu milik orang lain. Sebab sumber bahaya itu berasal dari

sini, dari kemunkaran. Biasanya orang yang melakukan perbuatan yang

munkar selalu berusaha mencari pembenaran-pembenaran atas perbuatan yang

dilakukannya.

Memerintah kepada yang ma 'ruf dan melarang dari yang munkar

merupakan fitrah yang terdapat dalam j iwa manusia, setiap manusia tidak bisa

lepas dari kedua perbuatan tersebut, walaupun ia sendirian sekalipun, ia akan

memerintah dan melarang dirinya sendiri. Sebab, dalam jiwanya tetap saja ada

perasaan untuk melakukan perbuatan tersebut.

Mengenai perintah untuk melakukan yang ma'rufdan perintah untuk

mencegah dari yang munkar yang keduanya mengandung kemungkinan akan

menghasilkan kebaikan dan menolak kerusakan, maka harus dilihat dulu

lawannya, jika yang terjadi adalah hilangnya kebaikan atau menimbulkan

kerusakan yang lebih banyak. Perintah tersebut menjadi hatam, karena

kerusakannya lebih banyak dari kebaikannya.

Dari ketiga perintah tersebut (perintah berdakwah, amar ma 'ruf dan

nahyi munkar) hukumnya adalah wajib, karena ketiganya merupakan bagian


69

dari fardhu.jardhu kifayah. Jika ketiganya tidak ada yang menegakkan, maka

seluruh umat akan berdosa dan apabila telah dilakukan oleh sebagian orang,

maka sebagiannya lagi gugur kewajibannya, dan seluruhnya akan lepas dari

dosa. Namun harus digaris bawahi, bahwa orang yang melakukan periritah

tersebut adalah orang yang berkemampuan, karena itu wajib atas semua

manusia menurut kemampuannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa orang yang melakukan ketiga perintah tersebut, berarti ia berusaha

untuk melindungi umat dari dosa.

Ketiga perintah tersebut (perintah berdakwah, amar ma 'nif dan nahi

munkar) hanya akan sanggup dilakukan oleh orang yang berilmu, sebab orang

berilmu itu tentunya sudah memahami segala situasi yang akan dihadapinya

kelak. Pelaku ketiga perintah tersebut mengetahui mana kemungkaran yang

harus dicegah dan mana kema'rufan yang harus dilaksanakan, mengetahui

titik kemungkaran dan kema'rufan, dan mengetahui cara yang baik untuk

menyeru (berdakwah), memerintah dan melarang. Dengan ilmu, ia akan

menempatkan kelemah-lembutan pada porsinya dan menempatkan kekerasan

pada porsinya. Sedangkan orang yang tidak berilmu hanya akan menambah

kemaslahatan di masyarakat dan tidak membawa kebaikan. Ia akan

memerintahkan sebaliknya kepada masyarakat, yaitu mengajak kepada

kebatilan, memerintahkan hal-hal yang mungkar, dan mencegah seseorang

untuk berbuat kebaikan. Karena tidak menguasai keadaan, ia akan bertindak

kasar pada saat yang seharusnya dan bersifat lembut pada saat yang

selayaknya tegas.
70

Keempat, para pelaku ketiga perintah tersebut, yaitu; orang yang

berdakwah, memerintahkan yang ma 'ruf, dan mencegah dari yang munkar,

mereka adalah orang-orang yang beruntung, sebab mereka mendapatkan

penghargaan sebagai khalifah Allah di bumi, Rasul-Nya maupun kitab-Nya.

Berarti orang tersebut telah menjalani peran kehidupannya dengan benar dan

melaksankan fungsinya sebagai khalifah di bumi ini, telah menjadi khalifah

Allah SWT yang selalu menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi

larangannya-Nya, menjadi khalifah Rasul-Nya, dengan menjalankan segala

sunnalmya, menjadikan Rasul sebagai suri tauladan yang dijadikan panutan

dalam segala tingkah lakunya, dan mendapatkan penghargaan sebagai

khalifah kitab-Nya, dengan menjadikan Al-Qur'an sebagai petunjuk hidupnya,

mengamalkan isinya, dan menjalankan kehidupan sesuai dengan pesan dari

Al-Qur' an. Seseorang yang mendapatkan predikat tersebut merupakan orang-

orang pilihan, ini berarti bahwa orang yang menjalankan ketiga perintah

tersebut mendapatkan derajat yang mulia di sisi-Nya.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa inti dakwah

menurut Syekh Nawawi adalah mengajak mad'u untuk beriman sebagai

simbolosasi dari ber-tauhid, yaitu hanya menyembah Allah saja, tidak

menyekutukan dengan apa pun.

2. Snsnran (Objek) Dnkwah

Sasaran (objek) dakwah Syekh Nawawi al-Bantani tergambar dalam

kitabnya yang berjudul Qatr al-Ghaits (Rintik Hujan) yang merupakan


71

komentar atas al-Masa 'ii karya Abu al-Laits as-Samarqandi. Dalam kitab

karangannya itu, beliau mengutip sasaran dakwah berdasarkan argumentasi

Imam Hanafi atas firman Allah SWT ( QS. An-Nisa/4: I, QS. Al-Hajj/22: I,

dan QS. Luqman/31: 33 ) yang membaginya menjadi tiga golongan, yaitu:

Artinya:
Berdasarkan atas (argumentasi) bahwa penafsiran ayat ini
menurut Imam Hanafi adalah: "Wahai orang-orang yang beriman
taatlah kalian, wahai orang-orang yang kafir berimanlah kalian, wahai
orang-orang munafik ikhlaslah kalian. Karena sesungguhnya manusia
itu atas tiga golongan, yaitu
I. Orang beriman yang ikhlas dalam keimanannya, yaitu orang yang
menyatakan dengan lisan, dan ia membenarkan dengan hati, dan ia
beramal dengan seluruh anggota tubuh.
2. Orang kafir, si pengingkar dalam kekufuran yaitu orang yang tidak
menyatakan dengan lisannya dan ia tidak beriman dengan hatinya.
3. Orang munafik, si penjilat dalam kemunafikannya yaitu orang
yang telah menyatakan dengan lisannya, namun ia tidak beriman
dengan hatinya, dan menjilat (bermuka dua) terhadap orang-orang
beriman." 3

Dari penjelasan Syekh Nawawi tersebut, dapat disimpulkan bahwa

sasaran dakwah (mad'u) terbagi kepada tiga golongan (orang beriman, orang

kafir, dan orang munafik), bila ditelaah berdasarkan tingkatannya, maka


2
Syekh Muhammad Nawawi, Qathr al-Ghaits ft al-Masa 'if Ahi al-Laits (Indonesia: Daar
lhya al-Kutub al-'Arabiyyah, tth), h. 13.
3
Syekh Nawawi, Qathr al-Ghaits (Rintik Hujan). Penerjemah Zainal Arifin Yahya (Jakarta:
Pustaka Mampir, 2007), h. 51-52.
LJ li
72

tingkatan paling bawah di duduki oleh orang-orang kafir, kemudian orang-

orang munafik, dan tingkatan mad 'u yang paling mulia d1sandarkan kepada

orang-orang beriman. Orang-orang yang beriman diperintahkan untuk selalu

taat kepada Allah SWT, sebab ketaatan akan mendatangkan ganjaran padanya,

tentunya itu hanya atas kehendak-Nya saja. Sementara orang-orang kafir

diperintahkan untuk beriman, karena hanya keimananlah yang akan

menghantarkan ke dalam surga. Sedangkan orang-orang munafik termasuk

golongan orang yang kurang beriman, sehingga mereka diperintahkan untuk

ikhlas, sebab apa yang mereka kerjakan mempunyai tujuan tertentu. Lisan dan

hati mereka bertolak belakang. Perlu digaris bawahi, dari ketiga golongan

tersebut yang sangat berbahaya adalah orang-orang munafik, sebab mereka

adalah orang-orang yang bermuka dua, ketika mereka berhadapan dengan

orang-orang beriman mereka terlihat beriman, namun ketika di belakangnya

mereka bertingkah laku sebaliknya.

Sedangkan kesimpulan beliau sendiri pada kitab yang sama dikatakan:

4
Nawawi, Qathral-Ghaitsji a/-Masa"il Abi a/-Laits, h. 13.
73

Artinya:
"Dan kesimpulannya adalah sesungguhnya manusia itu terdiri
dari dua macam, ( l] orang beriman dan [2] orang kafir. Lalu orang
kafir akan kekal di dalam neraka, sedangkan orang beriman itu terbagi
dua, yaitu [I] yang taat, [2] yang durhaka. Maka mukmin yang taat itu
di dalam surga, sedangkan mukmin yang durhaka itu terbagi dua, yaitu
[I] yang bertaubat, dan [2] yang tidak bertaubat. Maka yang bertauliat
itu di dalam surga, sedangkan yang tidak bertaubat itu dalam kehendak
Allah ta'ala, jika Allah berkehendak, maka akan memaafkan dirinya
dan memasukkannya ke surga dengan karunia-Nya dan kemurahan-
Nya. Dan ha! itu terjadi dengan sebab keberkahan iman dan ketaatan,
atau dengan syafa'at sebagian orang-orang pilihan. Dan jika Allah
berkehendak, maka Dia akan menyiksanya seukuran dosanya, yang
kecil atau yang besar, selanjutnya akhir urusan orang itu adalah surga,
maka ia tidak akan kekal di neraka."5

Jadi, sasaran (objek) dakwah menurut beliau dalam kitab ini terbagi

dua, yaitu orang-orang yang kafir dan orang-orang yang beriman. Mengenai

orang-orang kafir tersebut ada perbedaan pendapat antara para ulama mazhab

Syafi' i dengan pendapat Imam Hanafi tentang diperintahkan orang-orang

kafir tersebut untuk beriman atau untuk beribadah. Menurut para ulama

mazhab Syafi' i bahwa orang-orang kafir diperintahkan untuk beribadah

sebagaimana mereka diperintahkan untuk beriman. Sedangkan menurut

pendapat Imam Hanafi dimana beliau berkata: "Sesungguhnya orang kafir itu

tidak berada sebagai orang yang diperintahkan untuk beramal (beribadah)

akan tetapi ia adalah orang yang diperintahkan untuk beriman."6

Jadi dapat disimpulkan dari kedua pendapat tersebut, bahwa yang

utama diperintahkan untuk orang kafir adalah perintah untuk beriman, karena

sesungguhnya bila iman telah melekat dalam hatinya, maka ibadah yang

5
Nawawi, Qathr al-Ghaits (Rintik Hujan), h. 45-46.
6
/bid, h. 51.
75

Yahudi, (5) Neraka Saqor untuk orang-orang Majusi (penyembah api), (6)

Neraka Jahim untuk para penyembah berhala-berhala, dan (7) Neraka

Hawiyah untuk orang-orang munafik. 7

Ternyata tingkatan pertama diduduki oleh orang-orang beriman yang

bermaksiat yang akan ditempatkan ke dalam neraka Jahannam. Padahal,

orang beriman dalam hati mereka terdapat keyakinan, tetapi perbuatan mereka

terus menerus berkecimpung dalam lumpur kemaksiatan. Tidak sesuai antara

apa yang mereka yakini dengan perbuatan lahiriah mereka. Selanjutnya orang-

orang kafir akan dimasukkan ke dalam neraka, sesuai kekufuran yang mereka

perbuat, apakah mereka kafir dikarenakan menyembah api, menyembah

binatang atau menyembah berhala. Intinya, kekekalan orang-orang kafir di

dalam neraka karena keimanan mereka kepada selain-Nya. Sehingga Allah

SWT memberikan tempat untuk mereka di neraka dari tingkatan kedua

sampai keenam. Untuk orang-orang munafik Allah SWT memberi tempat

khusus di neraka, mereka akan dimasukkan ke dalam neraka Hawiyah yang

berada di tingkat ketujuh. Akibat dari keingkaran hati mereka dengan

mengelabui orang-orang beriman.

Sesungguhnya Allah SWT Maha Pengasih dan Maha Penyayang, ini

dibuktikan dengan menciptakan neraka. Mengapa demikian, jelas ha! ini tidak

bertcntangan dengan kasih sayang-Nya. Pada dasarnya, umat manusia itu

sendiri yang berusaha lari (menjauh) dari sentuhan kasih sayang-Nya, untuk

kemudian terjun ke kobaran api neraka, sebagaimana jalan yang lebih dipilih
1
Ibid.. h. 46.
76

oleh orang-orang kafir. Sesuai dengan firman-Nya: "Sesungguhnya Allah

tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah

yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri." (Q.S. Yunus/l 0: 44).

Mengenai orang-orang yang beriman, beliau menggolongkannnya

menjadi dua golongan, yaitu orang-orang yang taat dan orang-orang yang

durhaka. Terhadap orang-orang yang beriman dengan taat, Allah SWT akan

memberikan ganjaran pahala atas apa yang telah dilakukannya. Terhadap

golongan yang kedua yaitu orang-orang beriman yang durhaka, terbagi

menjadi dua, yaitu orang-orang durhaka yang bertaubat dan yang tidak

bertaubat.

Adapun orang-orang beriman yang taat, yakni orang-orang yang wafat

dalam agama Islam, maka mereka dijamin kekal di dalam surga. Ganjaran

bagi orang beriman tetapi durhaka, kemudian sebelum ajalnya ia bertaubat,

maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga. Sedangkan ganjaran untuk

orang beriman yang durhaka dan tidak bertaubat sampai akhir hayat, maka

semua itu atas kehendak-Nya saja, apakah ia akan dimasukkan ke dalam surga

atas keberkahan iman dan ketaatan atau dengan syafa 'at dari orang-orang

pilihan, atau sebaliknya, Allah SWT akari meriyiksanya sesuai dengan apa

yang telah ia perbuat. Namun ditegaskan bahwa orang beriman yang durhaka

dan tidak bertaubat sekalipun, tempat terakhimya adalah surga, sebab ia tidak

kekal di neraka.

Adapun hakikat taubat adalah kesucian, orang yang telah melakukan

dosa tentunya ingin kembali suci dari dosa yang telah ia lakukan. Karena
77

sesungguhnya hakikat manusia adalah fitri, suci dari dosa. Untuk kembali

kepada kesucian, Allah SWT memberi peluang hingga hari kiamat kepada

orang-orang yang ingin bertaubat dengan membuka lebar pintu taubat bagi

mereka.

Kemudian yang paling utama adalah keridhaan Allah SWT, karena

yang menyebabkan seseorang masuk surga setelah berlumuran dosa bukan

karena taubatnya, tetapi semua atas keridhaan-Nya. Sekalipun orang tersebut

tidak bertaubat, namun apabila Allah SWT ridha padanya, maka ia

dimasukkan ke dalam surga-Nya.

Menurut beliau dalam kitabnya Salalim al-Fudhala yang dikutip dari

Syekh Muhyiddin Ibnu al-' Arobiy al-Maghribiy, taubat itu terbagi tiga

bagian:

Artinya:
"Taubat terbagi tiga bagian: yang pertamanya adalah taubat
{penyesalan), pertengahannya adalah inabah {konsisten dalam
ketaatan) dan akhimya adalah aubah (kembali suci dari dosa)." 9

Beliau juga mengutip dari Syekh Muhyiddin Ibnu al-' Arobiy al-

Maghribiy, tentang golongan pelaku pertaubatan yang terbagi tiga golongan,

yaitu:

8
Syekh Muhammad Nawawi, K!fayah a/-Atqiya • wa Minhqj a/-Ashfiya • (Indonesia: Daar
lhya al-Kutub al-'Arabiyyah, tth), h. 14.
9
Syekh Muhammad Nawawi, Sala/im a/-Fudhala. Penerjemah Nasrullah dan Zainal Arifin
Yahya (Jakarta: Pustaka Mampir, 2006), h. 23.
78

Artinya:
"Siapa saja yang bertaubat karena takut siksa, maka ia
termasuk golongan pelaku pertaubatan (Shohib al-Taubah), siapa saja
yang bertaubat karena mengharapkan ganjaran (pahala dari Allah
SWT) maka ia termasuk golongan pelaku yang konsisten dalam
ketaatan (Shohib al-Inabah), dan siapa yang bertaubat karena mertjaga
atau konsisten melakukan ibadah bukan karena menyukai pahala dan
bukan karena terancam siksa, maka ia termasuk pelaku yang kembali
suci dari segala dosa (Shohib al-Aubah), demikian faidah dari Syekh
Muhyiddin ibnu al-'Arobiy al-Maghribiy." 11

Berdasarkan penjelasan di atas, sesungguhnya taubat terbagi atas tiga

tingkatan. Pertama, taubat karena penyesalan atas segala perbuatannya dan

takut akan siksa Allah S WT, merupakan tingkatan tau bat paling bawah.

Taubat semacam ini, dikarenakan ada rasa takut dalam hatinya akan siksa-

Nya, masih ada sesuatu yang diharapkan dari pertaubatannya itu. Masih

dimungkinkan akan terulang perbuatan dosanya, karena ia bertaubat hanya

karena ada rasa penyesalan dalam dirinya dan rasa takut akan azab·Nya yang

selalu menghantuinya. Kedua, tingkat pertengahan, tercermin dari

konsistennnya orang yang taubat tersebut dalam ketaatan, dengan tidak

mengulangi perbuatannya terdahulu. Orang seperti ini sudah mempunyai

keteguhan hati untuk tidak akan mengulangi perbuatan dosanya. Dengan

demikian, perbuatannya tidak lagi seperti yang lalu, ini bisa dilihat dengan

'° Nawawi, Kifayah al-Atqiya' wa Minhaj al-Ashfiya', h. 14.


11
Nawawi, Salalim al-Fudha/a, h. 23.
79

semakin taatnya orang tersebut dari hari ke hari. Sedangkan yang ketiga, yaitu

tingkatan paling atas, apabila pelaku pertaubatan tidak mengharapkan

ganjaran pahala atau takut akan siksa-Nya, tetapi ia sudah mampu menjaga

kekonsistenannya dalam beribadah dan tidak melakukan perbuatan dosa lagi,

artinya ia ingin kembali kepada fitrahnya. Pertaubatan semacam ini sudah

pada tingkatan Taubat an-Nasuhah, sebab, ia bertaubat tanpa pengharapan

apapun dari-Nya, ada keikhlasan dalam hatinya. Ia tidak memikirkan lagi

akan pahala atau siksa yang akan ia dapatkan, ini tercermin dari ketaatannya

dalam beribadah yang semakin meningkat. Dengan demikian, ia akan kembali

kepada hakikatnya sebagai manusia, yaitu kembali kepada fitrahnya.

Bagi pelaku perbuatan maksiat, beliau juga memerintahkan untuk

bertaubat dengan cara-cara sebagai berikut, yaitu:

~ ~I 0-4 ..::...1.9 t... ~ 4...1.i.;ly t.....ih- ~fi J6. :4tl.. .....alS..11 4-;1 ylbl 1.5!

~ t... j\.c. _,1 4-! t.....ih- Wj$ ul J\..:JI ~ .,_,;:ill UC. WA.. c!.bfi JhJ . w~I

~_ji I"~ t.....ih- c!.bfi Jb.J ..::...YWI ~I~ J\..:JI ~ !".Ji:iJ ...S.fa u4'Yl1 .i_,....11
o~l.>.Y t.....ih- c!.bfi Jb._, ..::...1.iWI ~ 0-4 ;_...J. ._..11.:i_,L; y ul ('Jt.J ~ l.. .,_,;~I

12.i_,s _,1 Jw; <.5"'.i1 i.5=- ~ &- w1


Artinya:
"Maksudnya adalah tuntutlah wahai mukallar akan pertaubatan
dengan cara: ( 1) keadaan dirimu terbalut penyesalan atas segala
kekeliruan yang terjadi di masa lalu dari usiamu, (2) keadaan dirimu
menghindari diri dari dosa-dosa dalam seketika (dengan segera), jika
kamu sedang menyandang dosa, atau sedang bercita-cita kembali
melakukan dosa, dengan cara kamu meninggalkan dosa tersebut dan
bangkit saat itujuga (dengan segera) untuk kondisi perilaku yang lebih
baik, (3) keadaan dirimu terbalut dengan cita-cita meninggalkan dosa
selama (sisa) hidupmu dan memantapkan hati untuk tidl!k mengulangi

12 Nawawi, Kifayahal-Atqiya'wa Minhaj al-Ashfiya', h. 15.


80

segala kebiasaan buruk itu, dan (4) keadaan dirimu tersandang


(keinginan memohon) pembebasan tanggungan dari segala hak
13
manusia, seperti harta atau perjanjian."

Dari keempat rukun taubat tersebut yang paling pertama dilakukan

adalah penyesalan, sebab orang yang tidak menyesal atas dosanya, ia akan

terus berada dalam kubangan dosa yang telah ia perbuat. Sedangkan bagi

orang yang menyesali kejahatan yang telah diperbuatnya, Allah S WT akan

menggantinya dengan kebajikan. Kemudian ada kebulatan tekad dalam

hatinya untuk tidak mengulangi perbuatan dosa itu, sehingga tidak tergelincir

lagi ke dalam dosa. Karena orang yang telah menyesal, kemudian ia bercita·

cita mengulangi perbuatan dosa sesudah itu, maka ia sama saja dengan orang

yang tidak menyesali dosanya, maka ia akan terus berada dalam kubangan

dosa. Selanjutnya, orang yang bertaubat dapat dilihat dari perubahan dari

dirinya (baik itu ucapan maupun tingkah lakunya) ke arah yang lebih baik.

Apabila perbuatan dosanya menyangkut hak orang lain, seperti harta atau

perjanjian, maka ia harus meminta pembebasan dengan cara menyerahkan

harta itu jika masih ada. Bila sudah tidak ada, maka ia berhutang dan harus

membayarnya atau apabila ia tidak mampu, maka ia memohon untuk

dibebaskan dari hal itu. Adanya ketulusan dalam taubat, ini bisa dilihat dari

perubahan di dalam maupun di luar dirinya. Terakhir adalah konsisten dengan

keinginannya untuk berubah dan kebulatan tekadnya untuk lebih baik lagi.

Inilah yang dinamakan dengan Taubat an-Nasuhah.

13
Nawawi, Sa/alim a/-Fudhala, h. 24.
81

Jadi dapat disimpulkan bahwa Syekh Nawawai membagi sasaran

dakwahnya secara garis besar menjadi dua golongan yaitu orang-orang

beriman dan orang-orang kafir, hal ini didasarkan respon terhadap pesan Allah

SWT, dalam hat ini Al-Qur'an, yang dibawa oleh para nabi dan para pewaris

nabi.

3. Metode Dakwah

Mengenai metode dakwah, tercermin dalam tafsir Al-Qur'an karangan

beliau Marah Labid Ii Kash/ Ma 'na Qur 'an Majid yang beliau tafsirkan dari

Q. S. an-Nahl/16: 125, yaitu:

."'-i,iJ ~I ..sl (i!l,i.J J.w.. c)I) ~\g :l.',11 <.)A ~I ~<.)A J..,.)1 u_;..!.ly (e.ll)

JI.§ is'" . .).lll u .>"'•1 o~ .J ~I


. -1> wb
<I\ .,.-.J - ~I
--- ,lj\.WJ o.l.!i..ll - 4=..11
. tS I (W:..lu)

tS I (ll.....:..11 ~··'I
.,- .J ) .I~
..~< I.J:l!"· is'•.J I iil ~I ..::.,•~ LY'
· .J '-"'
~ -~
. i <.s'IL..:J .&1

<.)A -,£_;.a J;l.i.i ..sl (~I~ Jl.14 e+J.l\.:i-.J) .~\.j§",)\ Jj',1.lll.J ~I wl_)..',11

u~ LJ,!:ill :i,J" ...11 J_,h.11 yb.....I JJYl :i"Ul ~~ ~ W"Ul~ .4.1.J-!i. wl....li.
~I .l.>.. 1.Y-l,;i ...i LJ,!:ill ~I _);.lll yb.....I ~ ..-illil.J .~lb.~ ,.YJ.";114.9.Y'-"
.....il.b";I
.
~l.:i....ll w. <.s'"',_ wli:i
~ • •
. :ill Willi\ .J
U:l .(,)·L..:.iiJl u ;.,,,
- ;,., I\ 1J'·'~
<.s'
.. ('"'
_\.J

LJ,!l..\Sll ..y_,9Y1 tJI ol.k.. eJl ~'-! ~.J ~ ~1 tJl ~t..:; 4.lfa .4i'J"i;ll i"_,kll
<..>"'
Iy... ,-
~..
- . ..WYl
.J 1.:·,lb,., - 1.:J"""'-J
· L. - ~I ~1
~ - - - -
'"Y.l!Li•
U"
<-11 u;""
<.;>"""
... ,,, I\
<.s'

~.J 4...)l..J\ y\.i) F°"'.J ~I ~\.j§",)\ JjY.ll'-! cJ.l;JI l"l_ic. tJl.J F°"'...#-J 4.;6....:Jl

1'6-"WI ~~I ~ .J ~YI <.Y=-YI t>.i_;.b.11 ~ J~\.i LJ,!,!C.Lli.Jl t"' eJS:l.J ojlSJI
4-lY o_ic..lll Yli WC J~I ~ "..i.. J_,....wl Ji o_ic..lll Yl.i <.)A~ ~l.J 1'6-"ljll.J
t5:ill ~I 0:!; (':!"I yl t \+>y ~.J "'-:ilc. .di I .)..... I~ .dil yl W.J ..sl <I.; ~y

;\J;.c _,..Jl.J ~I ~ .J :ij~I J_;.b.11 o~ .l.>..l,i W"Ull_ic..l:l <.JI .J" .J 4.,i9 ~\l.; o_;..ol
82

~Y' ~~' (~ uc- J..;. ~~I .JI\ ~.Jul) .~':i' "'1_,.bl4 •..i.:.4....n_, ~'
o_,c-ll4 UlS.. ..!lil <.SI <\,!ll (6.1.i:if..Jl:! ~I ,jl\.J) 4.1~ UC- LJ'oy::- I__, <\,!ll ,jl.:JI o_,c ~
t1WI ~ .)L..:i <U\.9 4i ~';/ ~\~I JY-"""'J d.mll '-'_,hi\ •*.> .)l.W Ail .)1
'"4#l....JI 4.!_µ1 (.)"fall ~1~4__, o.J~I Wl:.JI (.)"fall~
Artinya:
"(Serulah) wahai Rasul termulia yang diutus kepada mereka
dari umat seluruhnya (kepada Jalan Tuhanmu) yakni ke Oalan] agama-
Nya (dengan hikmah) yakni alasan yang pasti yang dapat memberikan
pengertian tentang keyakinan'aqidah dan ini merupakan derajat
termulia, sebagaimana yang telah Allah katakan di dalam susunan-
Nya, barang siapa memberikan hikmah, maka sungguh ia akan
diberikan kebaikan yang melimpah (dan nasihat-nasihat yang baik)
yakni seruan-seruan pikiran dan argumen-argumen yang dapat
memberikan kepuasan (serta berdebatlah dengan mereka dengan apa
yang paling baik) yakni dengan alasan-alasan yang tersusun dari
mukaddimah-mukaddimah yang dapat diterima. Adapun manusia
terbagi kepada tiga golongan: [!] Ahli Fikir atau intelektual yang
benar, yang mencari definisi sesuatu berdasarkan hakikatnya, [2] Ahli
Fikir yang positif yang tidak akan mencapai batasan kesempumaan
dan tidak akan berhenti pada titik terendah yang kurang, [3] orang-
orang yang menguasai ilmu pengetahuan [tidak melalui] menuntut
ilmu-ilmu keyakinan. Firman Allah Ta'ala c:;JI ~ c!l;.; ~ .)1 t,1
maknanya adalah mengajak dengan sekuat tenaga [keras] secara
sempuma ke agama yang hak [benar] dengan argumen yang pasti serta
meyakinkan, sehingga rnereka mengajarkan sesuatu dengan hakikat-
haikatnya dan mereka termasuk golongan sahabat yang khusus dan
selain mereka, dan berdakwah kepada makhluk pada umumnya dengan
argumen yang dapat rnernberikan kepuasan yang zhaniyyah dan
mereka itu adalah orang-orang yang cerdik dan mereka termasuk
mayoritas. Berbicara dengan para penghasut adalah dengan perdebatan
dengan cara yang baik lagi sempurna yaitu dengan memberikan
pengertian berupa pemahaman dan pemaksaan. Adapun perdebatan
bukan termasuk dari bab dakwah, bahkan yang dimaksudkan,
perdebatan itu terpisah dari bab dakwah karena tidak menghasilkan
[apa-apa] dengan perdebatan itu, yakni ketika Allah memerintahkan
Nabi Muhammad SAW mengikuti Nabi Ibrahim diantara sesuatu yang
diperintahkan padanya kepada para pengikutnya yaitu menyeru
manusia dengan salah satu dari tiga cara ini, yaitu: hikmah, mau'izhah
hasanah [nasihat-nasihat yang baik], mujadalah [berdebat] dengan cara

14
Nawawi, al-Tqfeir al-Munir,juz ke-1, h. 469.
83

yang baik (sesungguhnya Tuhanmu paling mengetahui siapa yang


sesat dari jalan-Nya) yang apabila diperintahkan kepadamu, ada yang
menyeru makhluk menyembah kepada-Nya dan yang berpaling dari
hadapan-Nya (dan paling mengetahui orang-orang yang dapat
petunjuk) kepada-Nya yakni sesunguhnya engkau mampu untuk
berdakwah kepada Allah Ta' ala dengan ketiga metode dakwah ini dan
memperoleh hidayah. Adapun seseorang yang memperoleh hidayah
tidak ada hubungannya denganmu. Sesunggguhnya Allah Ta'ala
mengetahui kesesatan jiwa-jiwa yang zhalim lagi kotor dan jiwa-jiwa
yang diberikan hidayah akan bersinar lagi suci."

Metode dakwah dalam ayat ini beliau tafsirkan terbagi tiga, yaitu

hikmah, mau'izhah hasanah, dan mujadalah. [I] Hikmah, beliau menafsirkan

kata hikmah dengan alasan yang pasti yang dapat memberikan pengertian

tentang keyakinan 'aqidah. Metode ini lebih menekankan untuk

mengemukakan dasar-dasar yang kuat dan meyakinkan, sehingga terbuka

hakikat kebenaran dan tersingkap tabir keraguan, sehingga mad'u dapat

menge1ti dengan jelas dari argumentasi yang dilontarkan oltJh da 'i. Seseorang

yang rnarnpu meraih hikrnah berarti ia mempunyai derajat yang mulia, sebab

Allah hanya akan rnemberikannya untuk orang yang layak mendapatkannya,

[2] Mau 'izhah hasanah. yakni memberikan nasihat-nasihat berupa penjelasan

dan argumen-argumen yang mudah dipahami sehingga mad'u paham dan

mengerti, [3] Mzijadalah, yakni berdebat dengan memberikan alasan-alasan

yang masuk aka! dan bukti yang kuat sehingga pihak lawan perdebatan dapat

menerimanya.

Beliau menafsirkan metode dakwah pada Q.S. an-Nahl/16: 125

disertakan dengan sasaran dakwahnya, sehingga tepat antara metode dengan

sasaran dakwahnya. Sasaran dakwahnya dibagi berdasarkan respon terhadap


84

kebenaran dari tingkat ilmu, yang terbagi menjadi tiga golongan: [I] orang

yang memiliki akal yang cemerlang, mempunyai pandangan dan wawasan

yang luas, yang mampu memecahkan permasalahan keagamaan, [2] orang

yang memiliki akal tetapi tidak cemerlang, ia mempunyai pandangan dan

wawasan tetapi awam, dalam artian kurang menguasai permasalahan agama,

[3] orang yang tidak memiliki akal dan tidak cemerlang, ia senang berdebat

dan bersikap tidak peduli, ia tidak akan pernah mencapai batas kepuasan

Dengan demikian dapat disimpulkan dari ketiga sasaran dakwah di

atas dapat disesuaikan metode dakwah apa yang seharusnya digunakan,

bahwa golongan pertama, yaitu orang yang memiliki akal yang cemerlang,

akan cocok apabila berdakwah terhadap orang tersebut dengan menggunakan

metode hikmah. Terhadap golongan kedua, yaitu orang yang memiliki aka!

tetapi tidak cemerlang, akan sesuai bila menghadapi orang tersebut dengan

memakai metode mau 'izhah hasanah. Sedangkan golongan ketiga, yaitu

orang yang tidak memiliki aka! dan tidak cemerlang, lebih cocok bila

menggunakan metode mujadalah.

4. Amar Ma'rufNahi Munkar

Konsep tentang amar ma 'ruf nahi munkar terdapat dalam karangan

Syekh Nawawi al-Bantani yang berjudul Qatr al-Ghaits (Rintik Hujan) yang

menguraikan penjelasan seputar tauhid, yang merupakan komentar atas al-


85

Masa 'ii karya Abu al-Laits as-Samarqandi dengan metode tanya-jawab.

Konsep ini terdapat pada mas 'a/ah 12 yang yang ditulis sebagai berikut:

ul) J_fo ul (Yl-*11.i) (~ ..'ill LJ4 o~_g o» .JJi.14 LJ.o_j:l U:!S.J ~ J.ii \j\)
1s_,,,,,,wy.JI UC. (~.J) wl.c.UJ\.; (J4l.J ~I l§lii.) ...,ll.t:i (.311

Artinya;
(Apabila dikatakan kepadamu: "Bagaimana engkau beriman
kepada takdir yang baiknya dan buruknya itu dari Allah ta' ala?"),
(Maka jawabnya) hendaklah engkau ucapkan: (Sesunggguhnya Allah)
Ta'ala (telah menciptakan makhluk-makhluk dan telah
memerintahkan) dengan berbagai ketaatan (dan telah melarang) dari
berbagai kejahatan .... 16

Dari penjelasan di atas, sesungguhnya makhluk-makhluk yang Allah

SWT ciptakan telah diperintahkan untuk melakukan amar ma'rzif nahi

munkar, dalam hal ini perintah untuk taat kepada-Nya dan menjauhi larangan-

Nya. Karena, ha! yang demikian itu merupakan salah satu dari cara kita

sebagai makhluk-Nya untuk beriman kepada takdir-Nya yang baik maupun

yang buruk, yang merupakan rukun iman yang kelima,

Amar ma 'ruf nahyi munkar juga merupakan salah satu dari perkara-

perkara agama, sebagaimana dijelaskan beliau dalam kitab yang sama pada

mas'alah ke-15, yaitu:

15
Nawawi, Qathr al-Ghaitsfi al-Masa 'ii Abi al-Laits, h. 12.
16
Nawawi, Qathr al-Ghaits (Rintik Hujan), h. 47.
86

'"II"'"' ~l....JI ~
."'-le:'. • • l)w.l.o..!1 ....,\.i:i....\\
· • •
• - ·I
• - - ..)J

Artinya:
"Ketahuilah bahwa perkara-perkara agama itu ada empat.
Perkara pertama adalah sahnya keyakinan, dengan engkau meyakini
dengan keyakinan yang benar, lagi bebas dari keragu-raguan dan
kesamaran dari berbagai kesesatan para pengikut hawa nafsu. Perkara
kedua adalah benarnya niat, dengan adanya engkau sebagai orang
yang benar dalam niatmu, berdasarkan sabda Nabi SAW :
"Sesungguhnya segala perbuatan itu bergantung kepada niat." Perkara
ketiga adalah tepat janji. Maka apabila engkau berjanji dengan suatu
janji, maka tunaikan janji itu, agar supaya tidak ada pada dirimu satu
perilaku kemunafikan, karena sesungguhnya di antara perilaku orang
munafik adalah apabila berjanji maka melanggar janji. Dan keempat
adalah meajauhi segala batasan, dengan engkau meajauhi segala
kemaksiatan seluruhnya." 18

lni menjelaskan bahwa amar ma'rufnahi munkar, dalam ha! ini lebih

ditekankan pada menjauhi kemaksiatan (nahi munkar). Sebab, ha! itu

merupakan salah satu dari perkara-perkara agama. Pada perkara keempat

tersebut diwajibkan bagi setiap mukmin untuk meajauhi kemaksiatan tidak

sebagian saja, melainkan menjauhi kemaksiatan seluruhnya. Sebab menjauhi

kemaksiatan sebagian saja dengan tetap melakukan sebagiannya, tidak akan

mencapai kepada derajat mukmin yang kaffah.

Perintah untuk melakukan amar ma 'ruf nahi munkar ini telah Allah

SWT tugaskan kepada para Nabi dan Rasul-Nya untuk disampaikan pada

umatnya, sebagaimana yang terdapat dalam karangan Syekh Nawawi dalam

kitabnya "Nur Al-Zalam" yang merupakan syarah atas al- 'Aqidat al- 'Awwam

17
Nawawi, Qathr al-Ghaitsfi a/-Masa 'ii Abi a/-Laits, h. 14.
18
Nawawi, Qathr al-Ghaits (Rintik Hujan), h. 56.
87

karya as Syaikh al-'Alim al-Lauza'l as-Sayyid Ahmad M'.lrzuqi al-Malikiy.

Tertulis dalam karangannya sebagai berikut:

Artinya:
"(Peringatan) perkataan Nazhim (Syekh Ahmad Marzuqi)
kullun muttaba', yakni setiap nabi dan rasul tersebut telah
mewajibkan kepada umat mereka untuk mengikuti perintah Allah
maupun larangan-Nya dan mewajibkan bagi setiap orang mukallaf
untuk meyakini sifat kenabian dan kerasulan. Kata (kullun mutaba)
sebagai penyempuma bait."20

Jadi, setiap mukallaf wajib meyakini para Nabi dan Rasul yang telah

diutus Allah, beserta segala sifatnya, sebab percaya kepada Rasul merupakan

salah satu dari rukun iman (tepatnya rukun iman ketiga). Bila seseorang

mengingkari adanya Rasul berarti ia tidak beriman. Mengenai perintah amar

ma 'ruf nahyi munkar, sebagaimana yang telah mereka wajibkan kepada kita

sebagai umatnya untuk mengikuti perintah dan larangan Allah SWT, patut

kita kerjakan. Sebab, para Nabi dan Rasul yang merupakan manusia pilihan

tetap melakukan amar ma 'ruf nahi munkar, sebagaimana yang dilakukan oleh

nabi kita Muhammad SAW, walaupun beliau imam kita, orang yang ma 'sum,

beliau tetap melakukan amar ma'rufnahyi munkar. Seharusnya kita sebagai

umatnya malu dan menjadikan beliau sebagai suri tauladan yang patut

dicontoh.

19
Syekh Muhammad Nawawi, Nur al-Zha/am (Indonesia: Daar lhya al-Kutub al-' Arabiyyah,
tth),h.14.
20
Syekh Muhammad Nawawi, Nur al-Zhalam (Penerang Kegelapan). Penerjemah Team
Terjemah Pustaka Mampir (Jakarta: Pustaka Mampir, 2006), h. 61.
88

Mengenai kewajiban untuk meyakini para Nabi dan Rasul Allah,

Syekh Nawawi dalam kitab yang sama mengutip pendapat Syekh 'Audh al-

Ghomrowiy, yaitu:

Artinya:
"Syekh 'Audh al-Ghomrowiy berkata: "Dan mewajibkan kamu
membenarkan orang yang dipercaya dalam semua masalah yang ia
bawa dalam agama, begitu juga mengerjakan perintah ketika
diperintah dan menjauhi larangan dari suatu perkara."22 Adapun al-
Amin ialah Rasulullah SAW, makna al-Amin adalah orang yang
diselamatkan dari maksiat. Dinamakan dengan al-Amin karena beliau
tidak mempunyai sifat khianat. Ucapan Nazhim (Syekh Al-
Ghomrowiy) imtitsalnl Amri 'indal Amri adalah lawan dari an-
Nahyu (larangan). Jamak kata amr adalah awamir. Ucapan beliau bi-
nahyihi 'an amri yakni ha! (keadaan) dan jamaknya amr adalah
umurun.23

Pendapat Syekh 'Audh al-Ghomrowiy tersebut mewajibkan kita

percaya kepada para Nabi dan Rasul, terutama mengkhususkan kepada Nabi

kita Muhammad SAW, sebab hanya beliaulah yang mendapat gelar al-Amin,

karena apa yang beliau sampaikan kepada kita adalah kebenaran. Kita

diwajibkan pula melakukan ajaran yang telah dibawanya, yaitu Islam, serta

rnelakukan amar ma 'ruf nahyi munkar. Perintah untuk melakukan amar

21
Nawawi, Nur al-Zhalam, h. 23.
22
Nawawi, Nur a/-Zha/am (Penerang Kegelapan), h. I 03.
23
Ibid., h. 104.
89

ma 'rl!f"nahyi munkar merupakan salah satu dari apa yang telah Allah berikan

kepada Nabi SAW, hal ini tertulis dalam kitab yang sama, yaitu:

Artinya:
"Dan Aku telah memberikanmu delapan bagian: Islam, Hijrah,
Jihad, Shadaqah, Shalat, Puasa di Bulan Ramadhan, Amar Ma'ruf dan
Nahyi Munkar. " 25

Hal ini menunjukan bahwa amar ma 'ruf nahyi munkar merupakan

sebagian dari delapan perkara yang dianugerahkan Allah SWT kepada Nabi

SAW sebagai misi yang harus dijalankan di muka bumi ini. Kita sebagai

umatnya wajib untuk meneruskan misi agama Allah SWT ini.

Sedangkan mengenai kewajiban mukallaf untuk melakukan amar

ma 'ruf nahyi munkar tertuang dalam karya beliau yang berjudul "Mirqat

Su'ud al-Tashdiq" yang merupakan komentar atas "Sullam al-Taufiq"

karangan Abdullah al-Ba'lawi, terdapat pada pasal 4, yaitu:

tl4 <.Si (i....ilS.. JS~ ~) *wL._;:...Ji ~JlJ c:.t,..;.i_,li ~bl Y..P--J ..,! (J...:ii)
~.JJ ~=··HJ l'y.aliJ •tsjliJ •~ts (~) .)L.:i (.&1 ~_,11... ~ p.\.il) Jal,.,.
.uLS.J4 ul+i'il u.. ~ .&1 b.)411... ~ .i.,i.i)i ul) L..:..,il (~ '":"H.J) .rJl.lWi
<.Si (~ ·.·ii?:IJ) .~iJ y.;.._,L. ..6~1_, ~i_, y.;.._,L. ()S:.)1.i .(<l.l:i_,_,..!,_,
,jl.5._/Ji <.Si (t+l4 ~ cl.)t:i ol.) U.o.JAI) .....is.. JS. <.SI (~ ....,....J) -~~
~_;b <.Si (l.ff?..J _;:P ~ ~ ~Y) ()S:l ~4 ~ 4.J. ~.fa. (.JI) .Ub4 ..6J~IJ
<.Si.J ,J..._, .yle. ..iii ,_...I.... .Ui U;~i ._..9 w; .~ 4..1.§i ~ ~J'!•••l\J tfi.JI wl,;.i1S

24
Nawawi al-Jawi, Nur al-Zhalatn, h. 40.
25
Nawawi, Nur a/-Zhalam (Penerang Kegelapan).. h. 185.
90

I~ wL._;l F.J 4,!lc .ilil ~ JW .~ .JA.J •.lY-'-"' ~ _faJ_, ~fi_; ~'1 ')\;..._;
.i.,ik .ilil ~ JJI ~I .y!_, ·F_, .i.,ik .&I ~ ,i...,... :U. Ji:. ...-\c. wL. .i..16. ...-\c.
.u\ ~1 .yS_, .·.i~_, ~fi.J ..:;,µ, ~ ~'1 ~•)I..... ..,.11 ..lil~'J Jl§ F-'
..&I J_,... ):1 I}1.9 ~ 0.o JY":l <.S~I :\.§Y" (j>l\.ill 1_,...1 J1,§ FJ 4,!lc ..&I ~
~l'.ill_, ~1_;,i.bll J_,'JI <.5.J.J .U..i~'J_, \.e.<> fi_; ~'1 Jl§ 'O)l....JI 0.o JY":l '-¥
<....AlS.. JS; <.SI ('\1-k> ~...J) ,.).._)I~ .it.ii ;\.,.;Y.., 011 ~~<!..!\.'.ill_, .i..:..I i"L.'11
i).o 4.i;_;.1. Ji:. ...-\c. _..:ilL._,1 ~4 d_,fa ~,.bl <.SI (dlil ~) <.S) yi4 (oJfl)
fa. ('lll.;) ...i&i\I J .)A'JI 0.o _;fa.WI <,SI ('\1-k> _;.1i ul) 4.i;_;.l:.; ..6_,~IJ u\S._;'JI
(.fo~ 6 1~) J..Oll ~ uc. c.s+>11.,, A...i.1.fi.11 <.51 (.JLS.i"lt '\1-k> ~) ~m ..,.1o
<,SI (ul....J'll ("Jl:I I.. Jil c.SI ul..,i'll ~I) ylil4 _;\S.;'JI <,SI (..tlli.; .)o"'il.; .J&l.11
~ ~->'} <....AlS.. JS; .,..Jc <.SI(~).~ UC. U:....l:JI <.SI (.»-JI~) 4,!lc y.;..,iL.
ujll_, 4.)1 JS;I_, ~I J:;;_, ~I yySi_, i""'YI ~-' ~1_;11 J_,i..S (C.::.l..~I
J..:...bU..J :i.S,i.l!I U)i""J ..61.,,Jll is"J M-1_,;~ .)t...:i ..&I ~I U:!i\1..b_;l (") Jl,..91.S_,
. _._... 1...Ail
..,,.,-, •
w.:...i
• ·• "'
( •) .,.,, ...!.
•.)~ f'
WI J .:r-J
.;. ' Ufi""J
· 1 ',,·'I . ti .c 'I u• l....:.i.lJ
u~ ~
.•Lc11

Joli ul) ..:.L.y..oll <,SI~ l,)fA O..U...;) .~_;!_,~ts <,SI wL.y..oll <,SI ~.Jo"
.ti!~ ..i&i\I C"' &JI_, c.s+'ll UC. ~ u4 (lll.;) ul..u.ll4_,I ¥4 &JI_, c.s+'ll <.SI ('\1-k>
<.51 ~u_, ..::.L.y..J1 0.o _;fi:WI <.51 (.m.l Aul)~ uc -»WI <,SI ('\1-k> ~.J)
Jl9 .u1 .we. ..iii~_; <,SpiJI ~ (S/1 uc. F <.SJ.J w .('-Ai).~.,, 4Afa. 0 1
,Juli·~•.# lfo ~<,SI_; 0.o J,,i,i F-' .i.,ik ..&1 ~ ..&1 J_,..._;..::..........
·
(,)A r- - ..iiil
.LJ .uJc, ~
I .;;o .(,)·Lu'JI
-.i..\,;- • u.....;.I ~
J .uli.i9. I..~ ..... I '\.i JJL...\..a .1..~ ....
. . c;--"" ("' (,) • c::--"'

..bi! ~\:..JI '1 4-.':/I .~ i).o <.SI ~ .U)J ,y,)1 11'_, ,Jc.1_,I ~I <.SI <.51.J
.U_,9_, .•.l....<o u_,y.JI_, J.,9_,I J_,9 i).o .)t...:i ..!JI L..<..J .y! ~L. .JI'> fo .U_,9_,
.i..\J!"J •~.I..'\,,., .I (,)
. . c--:: ("' ·\j <UL...\..a
. J-"" • I..'\,,...("'1 (,)·ts •.lJJ
.<:\Lu• :\JI _)'':/I c--:: '-'• <.S I•~
.. .ij~ .. <.lo

~I_,_; <..-i <-4" .Ii_, ,.bi! A.Al.fill .yi'.ll ul..:i'>'I ..:.I~ J§I <,SI ul..:i':/I ....a.....;..1 .tll::..J

<U'J <.SY.I 4+iyi 4+i.,;.J1 .~ ,.l.JJ Ji:! ,J <.SI J.iy.. :\.i.:o. ul..:i':ll i).o .ti!::. ,.I_;_, ~J
.u1 .ti!::. 0.o ,.i...a ul..:i'il uW. 0.o ~ ~-' ~4 ~_;.ii! 4./lii 4Afa. ,-11::.1
91

.wLJl4 ~I ....k .J.l! w..J c,..Jill ~lfi',IJ ~4 <Ulljl ...&I w..J .1:.c. _,JI ~'1

•y..1 ...11 •.H 1fo ~ <..51.) 04 FiJ 4,ik ..&1 .)....o .u) W:l; i.f.t:>.).,UY eJ! ii)
.w.....~1 _.:y.i:ib.I l:il J...;,. 04 f.~Y ~I~ 1_,.;..I ~I 4-:11\o ..JW .U) W:l-!J

UJS w c!.ll:t; 0 is1:i1J f.Y-6 ~ f.~'14-1~t..rJW1~1 f..il ~1.,ljc.


~ y:ic~ y.6\.o...JI ~ rlJ c!.ll~ J..9 l:il.9 fa.JI wc ~IJ uJ~4 y'11 4-1

.~I .l.4:..1 o..i\.91 I~ J.Jfo!I '1 y':/I 4,ik W\.9 .4,ik.L. <.S..il .Ufil Jc.I.ill ....k c!.ll:i
L...._,......;.. ~_,.JI u-14-.- y.i;-.J <.SI (~I~_,.. 4.i.Jl.i..) ~ ~ ....k ~ (..9)
1_,JSI rlyJ!J 1_,l.ic. ~I WCJ 1_,J~ ~I ~_,.JI~~ o_,..t.JJ J.6\.;llJ .JJJll uJ~
)4 4.k\.9 <.SI (~.>4 ii!I ~jit..) ;i....y...ly .U.....J ~ 04 (e.!..1:...!I_,) .~I .U\.9

yl.WI J.l-..4 ~ ~J ..Jt...:i .U.. 'j.ic. o_j>.'11 ~ yl.WI t)_,; <.SI (Yt:A..14) fa
'ilii..1 <.SI (....S.Jl.:i ~..9..9) •...-h--ll o..i\.91 •Y-6 wc _,a..11 <':"' ol..,..,JI 04 .l:i..l_,l o.l~J
- -1L. u:ll.:...i• t Y"'
4.!>.)Jy ·•.ii ~· .r l.ll {"IY"-' · ~ ~• W
·- 11LJ'> · L• .:r · tt~~ ·'1\.9 • ('-'I
... U'"'""' ·~ 1 1.i\
• _,... •1

1...$. ·I l:t;J 4-llc.


..i....:.i)I.,. 4.!> y • w - ulli · J 14.l.. ~ L:..
. - ~.UC. -»"" - J I ..,_,........
• .I~ - '-""· u _,,..
· J=-"
-- ·.I

Artinya:
"(Fasal) tentang kewajiban mengerjakan perkara-perkara yang
diwajibkan dan meninggalkan perkara-perkara yang
diharamkan*(Wajib atas tiap-tiap mukallaf) yaitu telah mencapai
[usia] baligh dan berakal (melaksanakan segala perkara yang telah
diperintahkan oleh Allah) ta'ala (atasnya) seperti shalat, zakat,
puasa, haji, dan mengembalikan kezhaliman [tidak mengerjakan
perbuatan zhalim]. (Dan wajib atasnya) juga (melaksanakan segala
sesuatu [kewajiban itu] yang telah Allah perintahkan dengan
memenuhi rukun-rukuunya dan syarat-syaratnya). Adapun [yang
dimaksud] dengan rukun adalah sesuatu yang wajib ada dan menjadi
putus [jika tidak ada sesuatu itu] dan [yang dimaksud] dengan syarat
adalah sesuatu yang wajib ada dan terus berlangsung. (Dan
menjauhkan dari setiap yang dapat membatalkannya) yaitu
menjauhkan dari sesuatu yang dapat membatalkannya. (Dan wajib
pula atasnya) yaitu setiap mukallaf (menyeru kepada orang yang
telah meniuggalkan sesuatu darinya) yaitu rukun-rukun dan syarat-

26
Syekh Muhammad Nawawi, Mirqat Su 'ud al-Tashdiqfi Syarh Sul/am al-Taufiq (Surabaya:
Syirkah Bungkul Indah, tth), h. 15-16.
92

syaratnya supaya tidak melaksanakannya (atau) meninggalkan sesuatu


daripadanya [rukun dan syarat] seluruhnya, jika (ia mengerjakaunya
tidak scsuai dcngan atnran pelaksanaanya) yaitu caranya seperti
melakukan ruku' dan sujud tanpa meluruskan punggungnya.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits bahwasanya
Rasulullah SAW melihat seorang laki-laki yang tidak sempu.ma
ruku'nya dan mencela [marah] [ketika melihat] sujudnya dan ia [laki-
laki tersebut dalam keadaan] shalat, kemudian Rasulullah SAW
bersabda: "Sesungguhnya jika dalam kondisi ini laki-laki itu
meninggal, maka meninggalnya dalam keadaan di luar agama
Muhammad SAW". Dan tentang masalah ini juga Rasulullah SAW
bersabda: "Allah tidak akan memperhatikan shalat seorang hamba
yang tidak lurus tulang pungungnya ketika ruku' dan sujud". Dan
tentang kasus ini juga Rasulullah SAW bersabda: "Seburuk-buruknya
manusia adalah pencuri yang mencuri shalatnya", mereka [para
sahabat] bertanya: "Wahai Rasulullah bagaimana bisa mencuri dalam
shalat?" Rasul menjawab: " [yakni] Tidak menyempumakan ruku' dan
sujudnya.". Hadits yang pertama diriwayatkan oleh ath-Thabrani, yang
kedua oleh Imam Ahmad dan yang ketiga menggabungkan dari
mereka [ath-Thabrani dan Imam Ahmad] oleh Ibnu Khuzaimah,
Syaikh Romli telah memberi penjelasan akan hadits ini. (Dan wajib
atasnya) yakni tiap-tiap mukallaf (memaksa) dengan perintah yang
keras (atas demikian itu) yakni melaksanakan sesuatu yang
ditinggalkan seluruhnya atau melaksanakan tidak sesuai dengan tata
caranya dari rukun-rukun dan syarat-syaratnya. (Jika mampu atasnya
[mukallat]) yakni yang telah disebutkan [di atas] untuk
memerintahkan dan memaksa. (Jika tidak) mampu atas yang
demikian itu, (maka wajib atasnya mengingkari) yakni membenci
dan melarang perbuatan tersebut (dengan batinya, jika tidak mampu
memaksa dan memerintabkan untuk yang demikian itu) yakni
mengingkari dengan hati [merupakan] (selemab-lemabnya iman
yakni paling kecil dari sesuatn yang diwajibkan kepada manusia)
yakni sesuatu yang diwajibkan kepadanya [manusia] (ketika dalam
kcadaan lemab) yakni lemah dari yang demikian itu. (Dan wajib)
yaitu atas tiap-tiap mukallaf (meninggalkan selnrub perkara yang
dibaramkan) seperti menyakiti kedua orang tua, memutuskan tali
silaturrahmi, meminum arak, membunuh seseorang, memakan harta
riba, zina, dan sebagaimana perbuatan yang telah dilakukan oleh kaum
Nabi Luth yang telah dibinasakan Allah Ta'ala karena dosa-dosa
mereka [perbuatan mereka adalah] liwath [homosex], senang
berkelahi, mengadu domba, mengurangi takaran dan timbangan, dan
masuk ke tempat pemandian tanpa mengenakan busana. (Dan) juga
wajib (mencegab perbuatan dosa) yakni sesuatu yang diharamkan
yaitu melakukannya walaupun perbuatan maksiat itu kecil (dan
93

melarangnya secara paksa daripadanya) yakni perkara-perkara


yang diharamkan (jika ia mampu) yakni melarang dan mencegah
dengan tangan [perbuatannya] dan lisan [perkataan] (jika ticlak)
karena lemah untuk melarang dan mencegah secara paksa perbuatan
itu [kemaksiatan]. (Wajib baginya) yakni bagi orang yang lemah
melakukan itu [melarang dan mencegah perbuatan dosa] (untuk
mengingkari hal [perbuatau dosa] itu) yakni yang telah disebutkan
dalam perkara yang diharamkan serta melakukannya yakni
membencinya dan mencegahnya (dengan hati). Sebagaimana [yang
dijelaskan dalam had its] yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari
Sa'id al-Khudry RA, beliau berkata: "Saya mendengar Rasulullah
SAW bersabda: "barang siapa diantara kamu melihat suatu
kemungkaran, maka hendaklah merubahnya [mencegahnya] dengan
tangannya, jika ia tidak mampu, maka cegahlah dengan lisannya dan
jika [masih] tidak mampu maka cegahlah dengan hatinya, yang
demikian itu adalah selemah-lemahnya iman." Kata Rasulullah SAW
"barang siapa melihat" yakni menyaksikan atau mengetahui dan
berada di dekatnya [dekat]. Dan kata "diantara kamu" yakni ditujukan
kepada umat ini saja Dan kata "kemungkaran" yakni tidak ada pada
[perbuatan tersebut] keridhaan Allah Ta'ala dari perkataan dan
perbuatan, dan kata "ma'ruf' adalah lawan [kata] nya. Dan kata "maka
rubahlah ia" yakni mnghilangkan dengan tangannya, maka jika tidak
mampu menghilangkan [kemungkaran] dengan yang telah disebutkan,
maka dengan lisannya, jika tidak mampu juga maka dengan hatinya."
Dan kata"wl...;':11 U....:.I .ill:i" yakni paling sedikit buah imannya [itupun]
jika padanya masih terdapat [hanya] kebencian saja. Sungguh telah
diterangkan dalam sebuah riwayat tidak ada di belakang itu dari iman
sebesar biji sawi yakni tidak tersisa [tidak ada lagi] di belakang
tingkatan ini tingkatan yang lain, karena apabila tidak terdapat
kebencian dalam hatinya, maka sesungguhnya ia telah meridhai
perbuatan maksiat dan yang demikian itu bukan termasuk dalam
keadaan beriman, maka diketahui dari yang demikian itu bahwa
kemaksiatan tidak cukup [dihilangkan] hanya dengan nasihat bagi
seseorang yang memiliki kemungkinan untuk melenyapkan dengan
tangannya dan [tidak cukup sekedar] membenci dalam hati bagi
seseorang yang mampu melarang dengan lisan."
(Peringatan) tidak ada pertentangan antara sabda Nabi SAW
o_F.1.)1 ·~ lfo ~ .sl.J u..dengan firman Allah Ta' ala 1_,i..1 ~11+.il;
At.>JA.I 1:i1 J.... U.. rSy.:o, ':I ,.s...a;1 ~ menurut pendapat para haqiqoh
bahwa jika kalian mengetahui sesuatu yang dibebani kepada kalian
[untuk mencegah kemaksiatan] tidak meajadi bahaya jika kalian
meringankannya [berbuat sesuai kemampuan], dan apabila keadaannya
seperti itu, maka tidak dibebani untuk amar ma'ruf nahi munkar,
94

apabila telah melakukannya [tetapi] belum sampai [kepada orang yang


dituju] tujuannya, maka tidak bersalah orang tersebut setelah
melakukan ha] itu, karena ia telah melaksanakan kewajibannya. Maka
sesungguhnya kewajiban hanya dilakukan dengan memerintahkan
bukan untuk diterima [atau tidak], Syaikh fasyani telah mendefinisikan
ini. (Dan) wajib atas tiap-tiap mukallaf (memisahkan [diri] dari
tempat maksiat) yakni menjauhkan [diri] dari tempat-tempat yang
buruk, khususnya mengunjungi tempat yang batil. Dan [tindakan]
menyuap hakim adalah [termasuk perbuatan] buruk, mereka
mengganti kebenaran menjadi keharaman [lalu] mereka memakannya,
Syaikh Fasyani menjelaskan hal ini. (Dan [tempat] haram) dari jalan
yang sarat dengan keharaman (sesuatu yang telah Allah janjikan
melakukanuya) yakni melaksanakannya dengan tanpa uzur {dengan
kepedihan,) yakni dengan menimpakan kepedihan di akhirat secara
adil dari Allah Ta'ala. Dan Allah Ta'ala mencukupi memberikan
kepedihan kepada seseorang yang berbuat maksiat beserta ampunan
dari yang Jainnya, Al-Mahally menjelaskan hal ini. (Dan menjanjikan
bagi orang yang meninggalkannya) yakni meninggalkan (dengan
pahala). Adapun meninggalkannya karena ia mencukupi dirinya dari
berbuat keharaman untuk menyeru larangan syar'i, berbeda apabila
meninggalkannya semata-mata karena takut kepada makhluk atau rasa
malu darinya atau karena kelemahannya, maka tidak ada pahala
untuknya. Demikian juga ia meninggalkannya tan}la niat sebagaimana
yang tertera dalam taqrir Syaikh Ahmad Dumyati. 7

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa amar ma 'ruf nahyi


munkar meliputi kewajiban tiap-tiap mukallafuntuk:
(I) Melaksanakan perintahkan Allah, seperti: shalat, zakat, puasa, haji, dan
mengembalikan kezhaliman [tidak mengerjakan perbuatan zhalim].
(2) Melaksanakan perintah Allah itu dengan memenuhi rukun-rukunnya dan
syarat-syaratnya, dan meninggalkan sesuatu yang membatalkannya.
(3) Menyeru kepada orang yang telah meninggalkan rukun-rukun dan
syarat-syaratnya dan kepada orang mengerjakannya tidak sesuai dengan
tata cara pelaksanaanya, seperti: melakukan ruku' dan sujud tanpa
meluruskan punggungnya.

27
Syekh Nawawi Banten, Su/lam a/-Taufiq. Penerjemah Moch. Anwar dan Anwar Abubakar
L.C. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002), cet. ke-5, h. 32-34.
95

(4) Memaksa dengan perintah keras atas demikian itu jika mampu, jika
tidak mampu, maka wajib atasnya mengingkari dengan hatinya, itulah
selemah-lemahnya iman.
(5) Meninggalkan seluruh perkara yang diharamkan, seperti: menyakiti
kedua orang tua, memutuskan tali silaturrahmi, meminum arak,
membunuh seseorang, memakan harta riba, zina, homosex, senang
berkelahi, mengadu domba, mengurangi takaran dan timbangan, dan
masuk ke tempat pemandian tanpa mengenakan busana.
(6) Mencegah perbuatan yang diharamkan walaupun perbuatan maksiat itu
kecil.
(7) Melarang orang lain secara paksa melakukan perkara-perkara yang
diharamkan. Jika ia mampu mencegah dengan tangan,jika tidak mampu,
maka dengan lisan, dan jika (masih) tidak m::mpu, maka bencilah
dengan hati. Lakukanlah perbuatan tersebut sesuai dengan kadar
kemampuan, apabila kita mampu melakukannya dengan tangan, maka
lakukanlah dengan tangan, bukan dengan lisan.
(8) Tidak ada pertentangan antara sabda Nabi SAW:
~lfa ~ _1 ·ts .Ut....L9 • t..~ ...• _1 • \.9 o.l.u o · .~ .1q .<, - .<:. I ·
• t..~ .... r'
.J . . c;--:: u . c;--:: r' u -· ~ J - " r - r.S .) 0-4
ul...:i')II U.......I
dengan firman Allah Ta' ala:
,.:¥..l1.l. I 1~1 J....:.. c.)A fi. y.:.,.; 'J ~I ~ 1_,i..I c.'.J:!'.lll 4,il; menurut
pendapat para haqiqoh bahwa jika kalian mengetahui sesuatu yang
dibebani kepada kalian [untuk mencegah kemaksiatan] tidak menjadi
bahaya jika kalian meringankannya (berbuat sesuai kemampuan), dan
apabila keadaannya seperti itu, maka tidak dibebani untuk amar ma 'ruf
nahyi munkar, apabila telah melakukannya (tetapi) belum sampai
(kepada orang yang dituju) tujuannya, maka tidak bersalah orang
tersebut setelah melakukan hal itu, karena ia telah melaksanakan
96

kewajibannya. Maka sesungguhnya kewajiban hanya dilakukan dengan


memerintahkan bukan untuk diterima (atau tidak).
(9) Memisahkan [diri] dari tempat maksiat yakni tempat-tempat yang bumk,
khususnya mengunjungi tempat yang batil.
(IO) Menjauhi [tindakan] menyuap hakim adalah karena mereka mengganti
kebenaran menjadi keharaman [lalu] mereka memakannya.
(I I) Definisi haram yaitu sesuatu yang telah Allah janjikan bagi orang yang
melakukannya dengan tanpa uzur dengan menimpakan kepedihan di
akhirat dan menjanjikan bagi orang yang meninggalkannya dengan
pahala, itu didapatkan apabila ia melakukan itu karena syar 'i, berbeda
apabila ia meninggalkannya karena takut kepada makhluk atau rasa
malu darinya atau karena kelemahannya, atau tanpa niat, maka tidak ada
pahala untuknya.

Dapat dipahami bahwa setiap mukallaf pertama-tama diperintahkan

untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT, seperti shalat, puasa, haji dan

lain sebagainya. Kemudian perintah untuk menjauhkan hal-hal yang telah

diharamkan-Nya. Perintah tersebut berangkat dari perintah Allah untuk diri

manusia sendiri. Harus digaris bawahi bahwa kewajiban itu harus

dilaksanakan sesuai dengan perintah Allah yaitu hams terpenuhi syarat dan

rukunnya serta meninggalkan setiap yang membatalkannya. Selaajutnya Allah

SWT baru memerintahkan kita untuk menyem kepada orang lain melakukan

ibadah sebagaimana yang diperintahkan dan menjauhkan hal-hal yang haram

sebagaimana yang dilarang-Nya. Ini menggambarkan kepada kita bahwa

sebelum kita menyumh orang lain untuk melakukan amar ma'ruf nahyi

munkar, terlebih dahulu kita yang hams mengerjakannya.


97

Dalam penjelasan tersebut dianjurkan untuk mengubah kemungkaran

dengan tangan, bila tidak mampu maka cegahlah dengan lisan, bila hal itu

tidak mampu juga diaajurkan untuk mencegahnya dengan hati yaitu dengan

membenci kemungkaran tersebut, yang demikian itulah selemah-lemahnya

iman. Karena apabila ia tidak mengingkari hal itu, berarti ia meridhai adanya

kemungkaran tersebut. Perlu digaris bawahi, apabila seseorang itu mencegah

kemungkaran dengan lisan, padahal ia mampu bila melakukan dengan

tangannya, maka ia bukan termasuk orang yang berada dalam keimanan.

Begitu pula apabila ia mampu mencegah kemungkaran dengan lisan tetapi ia

hanya mencegah dengan membenci kemungkaran tersebut dengan hatinya,

maka ia bukan termasuk dalam keadaan beriman. Sebab, orang beriman akan

melakukan sesuatu itu sesuai dengan kemampuannya, apakah itu dalam

melakukan kebaikan ataupun mencegah dari kemungkaran.

Dalam menegakkan amar ma 'rlif nahyi munkar, seseorang diwajibkan

sesuai dengan kemampuannya, tidak dibebani di luar dari yang ia mampu.

Apabila ia telah melakukan amar ma 'ruf nahyi munkar tersebut, walaupun

tujuannya belum tercapai, maka ia tidak bersalah karena ia telah

melaksanakan kewajibannya. Jika ia menyuruh orang lain untuk melakukan

amar ma 'ruf nahyi munkar, kemudian orang tersebut enggan untuk

melakukannya, maka kewajibannya telah gugur, sebab ia hanya diwajibkan

untuk menyuruh orang lain melakukan amar ma 'ref nahyi munkar, bukan

memaksa orang lain untuk melakukannya.


98

Penjelasan Syekh Nawawi dalam kitab ini, disambungkan dengan

definisi haram, sebab nahyi mun/car dalam bahasan ini adalah mencegah

sesuatu dari yang diharamkan Allah SWT. Mengenai perbuatan haram ini,

Allah SWT akan menimpahkan azab bagi yang melakukannya, dan

memberikan pahala bagi yang meninggalkannya. Bagi yang meninggalkan

karena ia sadar itu adalah larangan syar 'i, maka Allah akan memberikan

ganjaran pahala padanya. Tidak demikian bagi orang yang meninggalkan

larangan Allah SWT itu karena rasa takutnya pada oran;; lain, atau karena rasa

malunya ataupun karena ia meninggalkan perbuatan tersebut tanpa niat, maka

tidak ada ganjaran apa-apa padanya.

Masih dalam kitabnya Qathr al-Ghaits, dikatakan bahwa amar ma 'ruf

nahyi mun/car adalah cabang dari iman, hal ini terdapat pada mas 'alah ke-15

yang ditulis sebagai berikut:


99

..clJi ul 1:is;J 1.c.41 _)IS ~ 4-1.»J <...-9 \SLli JI tytll \.ij\..... 4SJi ulJ wl .)JAWI
0.JJy.:.14 ~P..bl .:,,.. :i...._,l.... ~";/ •~ 4-1- i.l:>.I __,
28

Artinya:
(Apabila dikatakan kepadamu: "Shalat) yakni yang lima
waktu (dan puasa) yakni di bulan Ramadhan (dan Zakat) yakni
untuk berbagai harta dan badan (dan mencintai para malaikat dan
mencintai kitab-kitab) yakni Kitab Samawiy yang telah diturunkan
oleh Allah kepada sebagian para Rasul (dan mencintai para Rasul)
dan para Nabi, semoga tercurah kepada mereka rahmat dan
kesejahteraan Allah (dan menyukai takdir yang baiknya dan
buruknya dari Allah ta'ala, dan Iain sebagainya, bernpa perintah
dan larangan dan mengikuti sunnah Nabi SAW, apakah itu) yakni
semua yang disebutkan itu (termasuk hakikat iman) yakni termasuk
hakikat iman dan pokok iman (atau tidak?"). (Maka jawabnya)
hendakny<t engkau berkata: (Tidak) yakni sesungguhnya ha! itu bukan
termasuk hakikat iman dan pokok iman, tetapi hal itu adalah cabang
iman (karena sesungguhnya iman itu adalah simbolisasi dari ber-
tauhid) sebagaimana penjelasan terdahulu (dan segala selain itu)
yakni yang disebutkan itu (adalah satn syarat dari berbagai syarat
iman) dan satu cabang dari berbagai cabang iman, karena
sesungguhnya diantara syarat sahnya iman adalah mencintai Allah,
para malaikat-Nya, para Nabi-nya, dan para wali-Nya, dan merasa
takut terhadap siksa Allah, dan mengharapkan rahmat Allah, dan
mengagungkan perintah Allah dan larangan-Nya, dan membenci
musuh-musuh Allah yaitu orang-orang kafir. Adapun shalat, puasa,
zakat dan haji, maka ha! itu adalah syarat penyempurna [iman],
menurut pendapat dipilih di kalangan Ahlus Sunnah [wal Jarna'ah].
Maka siapa saja yang meninggalkan ha! itu [shalat, puasa, zakat, dan
haji], sedangkan ia meyakini wajibnya atas dirinya, atau ia
meninggalkan salah satu darinya, seperti demikian juga, maka orang
itu adalah orang beriman yang sempurna dalam pemberlakuan hukum-
hukum orang-orang beriman di dunia dan di akhirat. Karena tempat
kembalinya adalah ke surga, meskipun ia akan masuk neraka jika ia
tidak memperoleh syafa'at dari salah seorang pemberi syafa'at, atau
ampunan dari Allah ta' ala. Dan orang itu adalah orang beriman yang
kurang dari sisi lemahnya iman, karena ia meninggalkan sebagian ha!
yang diperintahkan. Dan jika ia meninggalkan hal itu [shalat, puasa,
zakat dan haji] sebagai penentang syari'at, atau peragu dalam
wajibnya ha! itu, maka ia adalah orang kafir menurut kesepakatan para
ulama. Begitupun [ia kafir] jika ia meninggalkan salah satu darinya
seperti demikian alasannnya. Karena sesungguhnya ha! itu adalah ha!-

" Nawawi, Qathr al-Ghaitsfi al-Masa 'ii Abi al-Laits, h. 14.


100

hal yang telah diketahui berasal dari petunjuk-petunjuk agama dengan


pasti.n

Dari konsep yang dituangkan beliau, dapat disimpulkan bahwa amar

ma 'rz1f nahi munkar merupakan salah satu cabang iman, dari berbagai cabang

iman (seperti shalat, puasa, zakat, mencintai para malaikat, Nabi dan Rasul,

mencintai kitab-kitab, mencintai takdir baik dan buruk dan sebagainya), bukan

termasuk hakikat iman dan pokok iman. Karena, sesungguhnya hakikat dan

pokok iman itu hanyalah simbolisasi ber-tauhid, pengesaan kita hanya kepada

Allah SWT semata. Selain dari itu hanya merupakan syarat sahnya iman,

sesuatu yang membuat seseorang mencapai tingkat keimanan. Salah satu

syarat itu termasuk melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Dalam karangannya yang berjudul ''Nur al-Zhalam", pahala amar

ma 'ruf nahi munkar diibaratkan seperti seseorang yang sedang membawa

jenazah, semua anggota tubuhnya serempak melakukan ketaatan (lisannya

ikut berdzikir, telinganya hanya mendengarkan lafazb Allah). Namun

mengenai keserempakan anggota tubuh ini terdapat perbedaan pendapat yang

dikemukakan oleh Syekh Ahmad Al-Malawiy dan Syekh Al-Barowiy.

Menurut Syekh Ahmad Al-Malawiy:

29
Nawawi, Qathr a/-Ghaits(Rintik H1efan), h. 54-56.
0
' Nawawi, Nur al-Zhalam, h. 4.
IOI

Artinya:
"Memungkinkan menggambarkan contohnya tentang orang
yang membawa jenazah yang berfikir akan ciptaan-ciptaan Allah
merenung apa yang sedang dihadapi, agar tidak tergelincir dengan
membawa mayit. Berjalan kaki ke kuburan, lisannya sibuk dengan
dzikir, telinganya berusaha mendengarkan bisikan yang mengandung
pahala seperti [pahala] amar ma'ruf nahi munkar," sebagaimana
31
telah dijelaskan oleh Syekh Ahmad Al-Malawiy.

Sedangkan menurut Syekh Al-Barowi:

Artinya:
Akan tetapi Syekh Al-Barowi berkata: "Jika engkau
berpendapat tidak bisa menggambarkan serempaknya semua anggota
tubuh melakukan ketaatan dalam satu waktu [seka!igus]. Engkau
mengatakan ha! demikian dapat digambarkan dalam melakukan ihsan
yang diperintahkan dalam hadits: 33 Engkau menyembah Allah
seakan-akan engkan melihat-Nya dan berupaya menghadirkan
Allah bahwa Dia melihatmu. Maka jika seorang hamba beribadah
seperti itu, maka jadilah seluruh anggota tubuh dan panca inderanya
melakukan perintah Allah. Dan tidak dapat digambarkan dalam bentuk
ibadah yang lainnya, berbeda dengan pendapat ulama yang
menganggap hal demikian dapat dilakukan."34

Dari kedua pendapat tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa amar

ma 'ruf nahyi munkar adalah upaya untuk melaksanakan perintah Allah SWT

sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing hamba. Sebab,

31
Nawawi, Nur al-Zhalam (Penerang Kegelapan), h. I 0.
" Nawawi, Nur al-Zha/am, h. 4.
33
Shohih Bukhori, dari Abu Hurairah, hndits ke 48 (Kitab al-Iman, Bab Su-ali Jibrila an
Nabiyya SAW 'an al-Imani wa al-Islami wa al-Ihsan) dan Hadits ke 4404 (Kitab Tqfeir Qur'ani, Bab
Qou/ihi Innallaha 'Indahu 'I/mu as-Sa 'ah).
34
Nawawi, Nur al-Zhalam (Penerang Kegelapan), h. I 0.
102

Allah SWT tidak memberatkan hamba-Nya untuk memperoleh pahala dari-

Nya.

Mengenai pintu surga yang akan dimasuki oleh orang-orang yang

melakukan amar ma 'ruf nahyi munkar telah dikemukakan oleh Ibnu Abbas,

sebagaimana dikutip oleh Syekh Nawawi, yaitu:

y.1~4 '..........y ..,_..i..lll u-i yl.J:I ~ u~ :4k:- .&I ~.J U"'-!c- LJ:I JI!
0.lk_yJI_, ~4,U'A'I yl) y. .&\ J_,....,.J ~ .&I 'All <\.!I'll J_,'l/I y\.;ll uk y.f;S..
yl) ..!Jllill y\.;ll_, _;;)l,,...J\ ~ ~I y4 ...-iilll y\.;ll_, ,().!.:...!\....JI_, ~1~1_,

.fi.WI UC 0,!AUll_, .....;_,_yo..J4 0.Jy'A'I y4 &1)1 y\.;ll_, .~I ~ 0.JS_)..ll


.0.J_;Ai...JI_, c;:l;..:JI y4 (.)"-llu.ll y\.;ll_, ..::..l~I UC "u.dl ~ w.J '-""'WI y\.;ll_,,
UC ~)~I u~ 0.1.lll ~_,..!I Y4 u-iilll y\.;ll_, ,0.J.lA>t.;.....\I yl) tilu.ll y4.n,
3s.tl}~ y,r:. _,~)I :l..L..:._, 0.1.lll_,ll.J! CJA .;.il_):IOJI u~J rJ.,, .11
Artinya:
Berkata Ibnu Abbas RA: 36 "Surga mempunyai tujuh pintu yang
terbuat dari emas nan bertahtakan mutiara yang tertulis pada pintu
pertama kalimat tiada tuhan selain Allah, Muhammad adalah
utusau Allah, yaitu pintu untuk para Nabi, Rasul, syuhada dan orang-
orang shaleh. Pintu yang kedua adalah pintu orang-orang yang shalat
dengan shalat yang sempuma. Pintu yang ketiga adalah pintu orang-
orang yang zakat dengan kebersihan jiwa mereka. Pintu yang keempat
adalah pintu orang-orang yang melakukan amar ma'ruf nahyi
munkar. Pintu yang kelima adalah pintu bagi orang yang mencegah
nafsunya dari syahwat. Pintu yang keenam adalah pintu para haji dan
orang-orang yang umrah. Pintu yang ketujuh adalah pintu orang-orang
yang jihad. Pintu yang kedelapan adalah pintu orang-orang yang
yakin, yang menahan pandangan matanya dari segala yang haram dan
yang melakukan kebaikan-kebaikan berupa berbakti kepada orang tua,
silaturrahmi dan lain-lain ....." 37

35
Nawawi, Nur al-Zhalam, h. 20.
36
Di dalam Kitab Durrotun Nashihin, Majelis ke-52 Fi Bayan al-Jannah, h. 202, baris ke 6-
13, ucapan Ibnu Abbas, dengan beberapa kalimat agak sedikit berbeda.
37
Nawawi, Nur al-Zha/am (Penerang Kegelapan, h. 88-89.
103

Dari penjelasan Ibnu Abbas yang dikutip oleh Syekh Nawawi, dapat

disimpulkan bahwa Allah SWT telah menyediakan pintu khusus bagi orang-

orang yang melakukan amar ma 'ruf nahyi munkar, yaitu pintu yang keempat.

lni menunjukkan bahwa perbuatan tersebut mendapatkan posisi yang

tersendiri di sisi Allah SWT. Dari pintu-pintu yang disebutkan itu,

menegaskan bahwa melakukan amar ma 'ruf nahyi munkar berbeda dengan

shalat, zakat, haji, umrah, jihad, dan mencegah nafsu syahwat. Amar ma 'ruf

nahyi munkar di sini adalah perbuatan di luar dari ibadah-ibadah tersebut.

B. Analisis Tentang Aktivitas Dakwah

1. Mengajar

Nawawi mulai mengajar sepulang dari menuntut ilmu di Karawang,

Jawa Barat, dan kota-kota lainnya di Jawa Timur. Kepulangan Nawawi dari

pusat-pusat keilmuan Islam di Jawa menarik banyak murid untuk belajar

dengannya. Pertama kali, beliau memberikan pelajaran di pesantren milik

ayahnya. Kemudian, karena jumlah muridnya terus berkembang, Nawawi

memutuskan untuk membangun pesantrennya sendiri di Tanara Pesisir,

kawasan pantai Tanara. Beliau mengajar di desanya itu selama tiga tahun

sebelum beliau pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan

memperdalam ilmu keagamaan. 38

38
Asep Muhammad Iqbal, Yahudi dan Nasrani dalam Al-Qur "an: Hubungan Antal"Ggama
Menurut Syaikh Nawmvi Hanten (Jakarta: TERAJU, 2004), cet. ke-1, h. 53.
104

Sekitar tahun 1833 M, sekembalinya dari Mekkah, Nawawi

melanjutkan kegiatan mengajarnya di Tanara. Sekali lagi, kedatangannya dari

pusat dunia Islam dengan membawa ilmu keagamaan yang luas menjadi daya

tarik bagi pemuda di desanya untuk belajar di kepadanva. Tidak ada aktivitas

lain yang dilaporkan tentang Nawawi muda ini selain belajar dan mengajar

selama dua dekade ini. Pada saat inilah Nawawi mempunyai peluang untuk

menanamkan pengetahuannya melalui pengajaran di rumah-rumah dan

masjid-masjid. Beliau juga mengajar santri-santri di pesantren ayahnya. 39

Namun, karena popularitas dan jumlah murid yang terus meningkat,

pemerintah Kolonia! Belanda menganggap Nawawi sebagai ancaman bagi

kekuasaannya, dan karena itu, mengawasi aktivitas mengajarnya. Akibatnya,

°
Nawawi merasa tidak betah. 4 Kemudian, sekitar tahun 1855 M, beliau

memutuskan untuk meninggalkan negara dan orang tuanya ke Mekkah dan

menetap di sana secara permanen, tidak pernah kembali ke tanah airnya.41

Nawawi mungkin merasa bahwa tinggal di Mekkah lebih menjanjikan, dan

benar-benar menjadi obsesi banyak Muslim Jawa untuk meninggal dunia di

sana. 42 Sebab, beliau hid up dalam periode yang diwarnai dengan intervensi

pemerintah Kolonia! Belanda terhadap kehidupan sosioreligius masyarakat

39
Abdurrahman Mas'ud, Dari Haramain Ke Nusantara: Jejak Jntelektual Arsitek Pesantren
(Jakarta: Kencana, 2006). ed. ke-1, cet. ke-1, h. 112-113.
'° Chaidar, Sejarah Pu}angga Islam SYECH NAWAWJ ALBANTENI Indonesia (Jakarta: CV.
Sarana Utama, 1978), h. 30-31.
41
Carl Brockelmann~ "Al-Nawawi, Muhammad b. 'Urnar b. 'Arabi Al-Jawi," dalam The
Encyclopedia <if Islam, New Edition, Vol. VII (New York: EJ. Brill, 1993), h. 1040.
42
Mas'ud, Dari Haramain Ke Nusantara. h.113.
105

.!awa di satu sisi, dan munculnya jati diri dan penghargaan di kalangan
43
penduduk yang "tertindas" di sisi lain.

Data statistik menunjukkan bahwa jumlah mereka yang berangkat ke

Mekkah untuk berhaji ternyata lebih besar dibanding mereka yang kembali ke

tanah air mereka. Pada periode antara tahun 1853-1858, misalnya,jumlah haji

yang kembali dari Mekkah kurang dari setengah jumlah mereka yang

berangkat haji. Sejumlah alasan bisa menjelaskan data ini seperti banyaknya

jemaaah yang meninggal di perjalanan atau dijual menjadi budak. Meskipun

demikian, penjelasan terbaik yang bisa diberikan untuk perbedaan ini adalah

bahwa dalam jumlah yang signifikan banyak haji memperpanjang masa

tinggal mereka di Kota Suci dan banyak dari mereka menetap secara
. 44
permanen d1 sana.

Ada beberapa alasan yang dapat meajelaskan menetapnya Syekh

Nawawi di Mekkah:

I. Biasa bagi orang seperti Nawawi untuk pergi ke Mekkah dengan tujuan

ibadah haji dan menuntut ilmu keagamaan, kemudian menikah dan

menetap di sana.

2. Berkaitan dengan tekanan pemerintah Kolonia! Belanda. Nawawi

memerlukan ruang luas dan kebebasan untuk meningkatkan aktivitas

kesaijanaannya dan menemukan Mekkah tempat sempurna untuk

mewujudkan tujuannya.

43
Ibid., h. 114
44
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning. Pesantren dan Tarekat (Bandung: Mizan, 1995), h.
49-50.
106

3. Beliau ingin menjaga sebuah tradisi panjang yang dimulai sejak periode

Abdul Samad Palembang, beliau ingin mendedikasikan hidupnya untuk

mengajar komunitas Jawi, yang dari tahun ke tahun jumlahnya terus


45
bertambah, yang hendak menuntut ilmu bersamanya.

Kecerdasan dan ketekunannya mengantarkan Syekh Nawawi menjadi

salah satu murid yang terpandang di Masjid al-Haram. Ketika Syekh Ahmad

Khatib Sambas, guru beliau, uzur menjadi Imam Masjid al-Haram, beliau

ditunjuk menggantikannya. Sejak saat itulah beliau menjadi Imam Masjid al-

Haram dengan panggilan Syekh Nawawi al-Jawi. Selain menjadi Imam

Masjid, beliau juga mengajar dan menyelenggarakan halaqah (diskusi ilmiah)

bagi murid-muridnya yang datang dari berbagai belahan dunia.46 Laporan

Snouck Hurgronje, orientalis yang pemah mengunjungi Mekkah ditahun

1884-1885 M menyebut, Syekh Nawawi setiap harinya sejak pukul 07.30

hingga 12.00 memberikan tiga perkuliahan sesuai dengan kebutuhan jumlah

muridnya. 47

Bagi Nawawi, seharusnya dunia ini diisi oleh lebih banyak guru dan

murid, karena keduanya adalah komunitas yang sesungguhnya, sementara

lainnya adalah hamaj (seekor lalat kecil). Sebagai seorang pendidik, beliau

adalah orang yang penuh cinta, penyabar, dan penyayang. Sebaliknya, jika

tidak demikian, beliau tidak memiliki begitu banyak murid di luar negeri.

45
Iqbal, Yahudi dan Nasrani dalam Al-Qur 'an, h. 54.
46
Heri Sucipto, "Syaikh al-Nawmvi a/-Bantani a/-jawi(l): Guru Para Ulama Indonesia,"
artikel diakses pada 24 Januari 2008 dari http://m11slimdell\.nl/titian-ilmu/biografi/syaikh-nawawi-al-
bantani-al-jawi- J-guru-para-ulama-indonesia
47
Ibid.
107

Dalam situasi di mana murid bebas memilih guru yang mereka inginkan,
48
murid-muridnya berjumlah tidak kurang dari 200 orar.g. Abdul Sattar al-

Dihlawi, salah satu muridnya, memberikan kesaksian bahwa, "Saya

mengunjungi beliau di kediamannya yang dipenuhi oleh sekitar dua ratus

orang murid."49

Reputasi beliau inilah yang menarik banyak Muslim Jawi untuk

belajar kepadanya di Mekkah. Murid-murid Nawawi datang dari berbagai

wilayah di kepulauan Melayu-Indonesia. Tetapi, kebanyakan muridnya

berasal dari Jawa, terutama Jawa Barat dan Banten. Hal ini berkaitan dengan

ikatan kedaerahan pada masa itu yang cukup kuat di antara Muslim asal

Nusantara. Pada masa itu, seorang murid biasanya cenderung untuk belajar

kepada guru yang berasal dari daerah yang sama dengannya.50

Nawawi menghabiskan lebih dari 15 tahun untuk mengajar di Hijaz.

!ni berarti bahwa jumlah keseluruhan muridnya sekitar 3000 muslim yang

sebagian besar dari negara asalnya itu. Ketika Nawawi mengaja~, khususnya

di Ma'had Nasyr al-Ma'arif ad-Diniyah di Masjid al-Haram, beliau dikenal

sebagai guru yang simpatik, yang menyampaikan pelajarannya secara jelas

dan menda!am, dan komunikatif dengan murid-muridnya. 51

Alex Susilo Wijoyo memberi kita informasi cukup lengkap perihal

murid-murid Nawawi yang disusun berdasarkan daerah asal mereka.untuk

48
Mas'ud, Dari Haran1ain Ke Nusantara, h.122~123.
49
Alex Susilo Wijoyo, "Syaikh Nawawi ofBanten: Text, Authority, and Gloss Traditionai,"
(PhD dissertation, Columbia University, 1997), h. 78.
50
Iqbal, Yahudi dan Nasrani dalam Al-Qur'an, h. 57.
51
Mas'ud, Dari Haramain Ke Nusantara, h. 123.
108

kepentingan pembahasan kita di sini, beberapa murid penting disebutkan di


52
bawah ini berdasarkan pada daftar wijoyo tersebut:

Banten. Murid terkemuka dari wilayah ini adalah: Haji Marzuqi,

kerabat Nawawi yang juga asal Tanara; Haji Arsyad bin Alwan, juga dari

Tanara; Haji Arsyad, anak Imam As'ad Banten, yang menjadi pembimbing

haji di saat musim haji tiba; Haji Tubagus Muhammad Asnawi Caringin; Haji

Idrus Caringin, yang ahli hadits dan pengikut tarekat Qadariyah atas

bimbingan Syekh Abdul Karim Banten; dan Abdullah, saudara Nawawi yang

mengajar murid pemula sehingga Nawawi bisa memberikan perhatian kepada

murid tingkat lanjut dan mencurahkan waktunya untuk menulis.

Jawa Barat. Murid yang datang dari wilayah ini adalah: Kyai Haji

Hasan Mustafa dari Garut, penulis Sunda terkemuka pada awal abad dua

puluh dan penghulu Kepala di Kutaraja, Aceh, dan kemudian di Bandung,

yang mempunyai Hubungan dekat dengan Snouck Hurgronje; Haji Arsyad bin

Kyai Condong dari Sindang Kasih,Tasik Malaya; Saudaranya Haji

Muhammad Husain yang belajar pertama kali kepada Hasan Mustafa di

Jawawe dan kemudian kepada Abdullah Zawawi di Mekkah; Haji

Muhammad Salih dari Awipari, Manonjaya, Tasikmalaya, yang dikenal

sebagai khalifa-nya Muhammad Garut dalam persaudaraan sufi; Haji Hasan

Alami dari Sukapakir, Bandung; Haji Zakaria dari Jumbrung, Cipaganti; Haji

Khalil dari Kampung Lembur Tengah, Cianjur; Haji Anwar bin Kyai

Gandaria dari Jangarang, Cianjur; Haji Muhammad Salih bin Ithhar dari
52
Alex Susilo Wijoyo, "Syaikh Nawawi ofBanten," h. 80-88.
109

Cimahi, Sukabumi; Yahya, saudara Muhammad salih dari Cimahi; Kyai

Tubagus Muhammad Falak, pendiri Pesantren Al-Falak di Pagentongan,

Ciomas, Bogor, ahli dalam ilmu astronomi ('ilm al-falak) sehingga ia

dipanggil Muhammad Falak atau Abah Falak dan dengannya pesantrennya

diberi nama; dan Haji Zainal Muttaqin bin Kyai Kadu Gede, yang mengasuh

pesantrennya setelah ayahnya meninggal.

Jawa Tengah. Murid paling penting dari wilayah ini adalah Kyai Haji

Raden Asnawi dari Kudus. Ia adalah pendiri Pesantren Qudsiyah di Kudus,

yang didirikan pada sekitar tahun 1900.

Jawa Timur. Murid paling terkemuka dari wilayah ini adalah: Kyai

Haji Hasyim Asy'ari (1871-1974). Ia belajar ilmufiqh kepada Syekh Nawawi

di samping ilmu-ilmu keislaman lainnya. Sekembalinya ke negerinya, ia

membangun Pesantren Tebuireng yang terkenal pada tahun 1899 dan

kemudian dikenal sebagai salah satu pendiri Nahdatul Ulama; Kyai Haji

Khalil Bangkalan, ,pendiri sebuah pesantren di Demangan Bangkalan

(Madura), yang menarik banyak santri dari Jawa Barat. Ia dikenal atas

keahliannya dalam tata bahasa Arab. la menyalin dan menterjemahkan ke

dalam bahasa Jawa 'Awamil karya Jurjani, sebuah kitab tata bahasa Arab yang

popular di kehidupan kesarjanaan pesantren.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa aktivitas Syekh Nawawi dalam

mengajar, terlihat begitu antusias, bahkan beliau rela meninggalkan tanah

aimya, Indonesia, bahkan rela meninggalkan keluarga dan orang tuanya untuk

pergi ke Mekkah, yang niat awalnya adalah menunaikan ibadah haji, namun
110

karena melihat sistem belajar dan mengajar di sana berbeda dengan yang ada

di Indonesia, membuat bulat tekadnya untuk menetap di sana. Selain itu, ada

tekanan dari Koloni Belanda membuat tekadnya semakin bulat untuk menetap

di sana.

Syekh Nawawi semasa hidupnya hampir dihabiskan untuk mengajar,

banyak muridnya yang berasal dari Mekkah maupun Juar Mekkah. Bahkan,

setiap mengajar di Masjid al-Haram, terlihat jumlah anak-anak didiknya yang

hadir tidak kurang dari 200 orang. Dari kebanyakan muridnya berasal dari

Jawa, terutama Jawa Barat dan Banten. Karena saat itu ada ikatan yang kuat

pada di antara Muslim asal Nusantara. Biasanya, seorang murid cenderung

untuk belajar kepada guru yang berasal dari daerah yang sama dengannya.

Dengan banyaknya murid, beliau mengajar sampai tiga kali dalam

sehari, dari pukul setengah delapan pagi sampai sekitar pukul dua betas siang.

Ini menunjukkan bahwa beliau sangat menghargai ilmu pengetahuan dan lebih

mengutamakan pendidikan. Terlihat dari keseharian beliau yang beliau

habiskan untuk aktivitas mengajar.

2. Mengarang Kitab

Sejak I 5 tahun sebelum kewafatannya, Syekh Nawawi sangat giat

dalam menulis buku. Akibatnya, beliau tidak memiliki waktu lagi untuk

mengajar. Beiiau termasuk penulis yang produktif dalam melahirkan kitab-

kitab mengenai berbagai persoalan agama. Dengan kiprah dan karya-karyanya

ini, menempatkan dirinya sebagai Sayyid Ulama Hijaz hingga sekarang


111

dikenal sebagai ulama dan pemikir yang memiliki pandangan dan pendirian

yang khas. Syekh Nawawi amat konsisten dan berkomitmen kuat bagi

perjuangan umat Islam. Namun demikian, dalam menghadapi pemerintahan

kolonial Hindia Belanda, beliau memiliki caranya tersendiri. Syekh Nawawi

misalnya, tidak agresif dan reaksioner dalam menghadapi kaum penjajah.

Tetapi, itu tak berarti beliau kooperatif dengan mereka. Syekh Nawawi tetap

menentang keras kerjasama dengan kolonial dalam bentuk apapun. Beliau

lebih suka memberikan perhatian kepada dunia ilmu dan para anak didiknya

serta aktivitas dalam rangka menegakkan kebenaran dan agama Allah SWT. 53

Mengenai aktivitas dakwah Syekh Nawawi al-Bantani di Tanah suci Mekkah,

C. Snouck Hurgronye yang sempat bertemu dengan beliau, mencatat dalam

karyanya Mekka in the latter part of Nineteenth Century: "selama 30 tahun

ia terus menerus giat menimba ilmu pengetahuan Islam di Makkah, di

samping membantu kelancaran belajar orang-orang Jawa di sana. Pertama-

tama ia belajar di bawah bimbingan sejumlah generasi yang lalu, seperti

Khatib Sambas, Abdul Ghani Bima, dan lain-lai11. Tetapi, guru yang

sebenarnya adalah orang-orang Mesir: Yusuf Sumbulaweni, Nahrawi,dan

Abdulhamid Daghistani, yang meninggal beberapa tahun yang lalu. Ia

be/ajar di bawah bimbingan Daghistani bersama sejumlah ulama lain,

sampai menjelang wafatnya Daghistanf. Dulu, setiap waktu luang, ia

mengojar. Tetapi, I 5 tahun terakhir, profesinya sebagai pengarang tidak

memberinya banyak waktu untuk mengajar. Setiap hari, antara pukul


53
Igbal, Yahudi dan Nasrani da/am Al-Qur'nn,, h. 57.
112

setengah delapan pagi sampai sekitar pukul dua be/as siang, ia memberikan

. kal'1 pengapan.
t1ga .. .. .,54

Gagasan pemikiran dan pembaharuan Syekh Nawawi al-Bantani yang

tertuang dalam karya-karyanya berangkat dari Mesir. Dari banyaknya karya

yang beliau tulis ini dapat dijadikan bukti bahwa memang Syekh Nawawi

adalah seorang penulis yang produktif dan multidisiplin. Beliau banyak

mengetahui semua bidang keilmuan Islam. Luasnya wawasan dan

pengetahuan beliau membuat pengamat kesulitan untuk menjelajah seluruh

pemikirannya secara komprehensif dan utuh. 55

Tokoh asal Tanara ini merupakan penulis kitab yang lebih condong

kepada Syari'ah, walaupun dalam karya tulisannya masih menggabungkan

"Tri Ilmu" ushuluddin, flqh, dan tasawuf namun tasawufuya bukanlah

tasawuf batini sebagaimana dalam kitab-kitab Syekh Hamzah Fansuri dan .

Syekh Syamsuddin Sumatrani yang bersumber dari ajaran AI-Hallaj, Abdul

Karim Jilli, dan lain-lain, tetapi lebih condong kepada tasawuf ajaran Al-

Ghazaii (Bidayatul Hidayah dan Ihya Ulumuddin). Bahkan ulama-ulama ini

telah nyata mazhabnya yaitu pengikut Ahli Sunnah wal Jama 'ah dan mazhab

Syafi'i.~ 6

Wijoyo mengkaji peranan penting Nawawi dalam tradisi gloss (syarh;

komentar) Islam. Menggunakan praktis cultural habitus sebagai kerangka


54
Ahmad Rofi' Usmani, '"Kiainya Para Kiai Terk.emuka di Indonesia.," artikel diakses pada
24 Januari 2008 dari http: //WW'N.rumahdunia.net/wmprint.php? Art!D=I077
" "Napak Ti/as Syeh Ncwawi al-Bantani," artikel diakscs pada 16 Februari 2008 dari
http://madnor2007.blogspot.com/2007/1 O/napak-tilas-syeh-nawawi-al-bantani.html
56
Musyrifah Sunanto, "Huruf Arab Melayu dan Karya Tulis di Indonesia," (Laporan
Penelition Fakultas Ushuluddim dan Filsafat, lnstitut Agama Islam Negeri Ja.'<arta, 1994), h. 62.
113

konseptual, ia menganalisa karya-karya Nawawi sebagai alat untuk

memahami peranan tersebut dalam proses transmisi ilmu keislaman di

nusantara,57 sebab, kebanyakan karangan Syekh Nawawi merupakan syarh

(komentar) atas berbagai kitab yang ditulis para ulama lain dalam bidang

ushuluddin, jiqh, dan tasawuf. Selain itu, beliau juga menulis karyanya di

bidang Tafsir Al-Qur'an, yaitu Tafsir Marah Labid atau populer disebut

Tafsir al-Munir Ii Ma'alim at-Tanzih (judul kitab tafsimya) yang dipandang

sebagai karya puncak Nawawi. Sebuah studi oleh Van Bruinessen

mengungkap bahwa tafsir ini menduduki tempat teratas dalam daftar karya

Nawawi yang dipakai pada kurikulum pesantren, yakni pada urutan kedua

setelah Tijan al-Darari, karya lain Nawawi tentang doktrin Islam. Pada situasi

di mana tafsir belum dianggap sebagai subjek yang penting pada kurikulum

pesantren, Marah Labid muncul pada urutan kedua dalam tafsir Al-Qur'an

yang banyak digunakan, di bawah tafsir karya Al-Jalalayn dan di atas tafsir

karya lbnu Katsir. 58 Melalui karya ini menyebabkan beliau mendapat

penghargaan dari para ulama Mekkah dan Mesir. Ketika selesai menulis

naskahnya hari Selasa malam Rabu (5 Rabiul Akhir 1305 H), beliau

perliliatkan terlebih dahulu kepada ulama-ulama Mekkah untuk diteliti,

kemudian setelah itu diteliti pula oieh ulama-ulama MP,sir, untuk kemudian di

cetak. Di Mesir, para ulama memberikan gelar kepadanya "Sayyid 'Ulama al-

57
Wijoyo, "Syaikh Nawawi of Ban ten."
58
Ibid.. h. 109.
114

Hijaz" (Pemimpin Ulama Hijaz). 59 Beliau tennasuk salah satu dari sedikit

ulama Indonesia yang dikenal masyarakat Islam Internasional. Nama lainnya

adalah KH. Ihsan Jampes (Kediri, Jatim) melalui karya ulasan (syarh) atas

kitab Imam al-Ghazali, Minhaj al- 'Abidin dan KH. Mahfudh at-Turmusi

(Tennas, Pacitan, w. 1340 H) dengan karyanya berjudul Manhaj Dzaw al-


60
Nazhar, sebuah buku tentang ilmu hadits.

Dari karya-karya tulis Syekh Nawawi yang telah disebutkan

sebelumnya, dapat diketahui bahwa cakupan disiplin ilmunya sangat beragam

dan luas sekali, mulai dari ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu sejarah, ilmu fiqih,

ilmu tauhid, ilmu akhlak, ilmu tasawuf dan ilmu bahasa. Hampir semua

karangan beliau tersebut kini dipelajari di pondok-pondok pesantren salafi

maupun Majelis-majelis Ta'lim, bahkan sering dijadikan sebagai kitab

pegangan utama, misalnya kitab-kitab fiqih dan tauhid. 61 Semua karya-karya

beliau dipandang sebagai al-Kutub al-Ma 'tabarah. 62

Menurut Brockelmann, karya Nawawi meliputi tujuh cabang utama

ilmu keislaman, yakni, tafsir (tafsir Al-Qur'an), fiqh Uur;.sprudensi Islam),

ushul al-din (dogma Islam), tasawuf (mistisme Islam), biografi Nabi, tata

bahasa Arab, dan Retorika. 63

59
Didin Hafidhuddin, "Tinjauan Atas Tafsir al-Munir Karya Imam Muhammad Nawawi
Tanara," dalam Ahmad Rifa'i Hasan, Warisan Intelektual lslan1 Indonesia Telaah Atas Karya~karya
Klasik (Jakarta: Mizan, 1987), eel. ke-1, h. 44.
60
l-fusein Muhammad, Fiqh Peretnpuan: Rejleksi Kiai atas Wacana Agan1a dan Gender
(Yog)•akarta: LKiS, 2002), cet. ke-3, h. 172.
61
Hafidhuddin, "Tinjauan Atas Ta/sir al-Munir, " h. 43-44.
62
Muhammad, Fiqh Pere1npuan, h. 173.
63
Brocke!mann, "Al-Nawawi," ,h. 1040-1041.
114

Hijaz" (Pemimpin Ulama Hijaz). 59 Beliau tennasuk salah satu dari sedikit

ulama Indonesia yang dikenal masyarakat Islam lnternasional. Nama lainnya

adalah KH. Ihsan Jampes (Kediri, Jatim) melalui karya ulasan (syarh) atas

kitab Imam al-Ghazali, Minhaj al- 'Abidin dan KH. Mahfudh at-Turmusi

(Tennas, Pacitan, w. 1340 H) dengan karyanya berjudul Manhaj Dzaw al-


60
Nazhar, sebuah buku tentang ilmu hadits.

Dari karya-karya tulis Syekh Nawawi yang telah disebutkan

sebelumnya, dapat diketahui bahwa cakupan disiplin ilmunya sangat beragam

dan luas sekali, mulai dari ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu sejarah, ilmu fiqih,

ilmu tauhid, ilmu akhlak, ilmu tasawuf dan ilmu bahasa. Hampir semua

karangan beliau tersebut kini dipelajari di pondok-pondok pesantren salafi

maupun Majelis-majelis Ta'lim, bahkan sering dijadikan sebagai kitab

pegangan utama, misalnya kitab-kitab fiqih dan tauhid.61 Semua karya-karya

beliau dipandang sebagai al-Kutub al-Ma 'tabarah. 62

Menurut Brockelmann, karya Nawawi meliputi tujuh cabang utama

ilmu keislaman, yakni, tafsir (tafsir Al-Qur'an), fiqh Gur;sprudensi Islam),

ushul al-din (dogma Islam), tasawuf (mistisme Islam), biografi Nabi, tata

bahasa Arab, dan Retorika. 63

59
Didin Hafidhuddin. HTinjauan Atas Tqfsir al~Munir Karya Imam Muhammad Nawawi
Tanara," dalam Ahmad Rifa'i Hasan, Warisan Intelektual Islam Indonesia Telaah Atas Karya-karya
Klasik (Jakarta: Mizan, 1987), cet. ke-1, h. 44.
60
Husein Muhammad. Fiqh Perempuan: Rejleksi Kiai alas Wacana Agama dan Gender
(Yog;•akarta: LKiS, 2002), cet. ke-3, h. 172.
61
Hafidhuddin, "Tinjauan Atas Tafsir al-Munir," h. 43~44.
62
Muhammad, Fiqh Perernpuan, h. 173.
63
Brockelmann, "Al-Nawawi," ,h. 1040-1041.
115

Sebuah studi tentang karya-karya Nawawi oleh Alex Susilo Wijoyo

menunjukkan bahwa dari tiga puluh sembilan karya Nawawi, delapan karya

dicetak hanya sekali selama periode 1859-1900, yaitu Misbah al-Zhu/am,

Lubab al-Bayan, Fath al-Ghaftr al-Khatiyyah. Al-Riyad al-Fuliyyah, An-

Nahjat al-Jayyidah. Al-Ibriz al-dani, AL-Futuhat al-Madaniyyah, dan Al-

Durar al-Bahiyyah. Lima karya , yaitu Suluk a/-jaddah. Syarh 'ala

Manzhumah ft al-Tawassul bi al-Asma' a/-Husna, KaSY.f al-Murutiyyah,

Hilyar al-Sibyan, dan Dzari'at al-Yaqin, dicetak dua kali selama peride

tersebut. Satu karya Al-Fusus al-Yaqutiyyah, sebuah pengantar tata bahasa

Arab, terbit tiga kali pada periode itu. Karya-karya ini tidak mengalami cetak

ulang setelah selesai tahun 1900 dan barangkali tidak pemah sampai ke

Indonesia. Hanya dua karya, Al-Nafahat dan Al-Luma' al-Nuraniyyah, yang


64
dicetak pada tahun 1970-an. Karena itu, dapat dipahami bahwa tujuh belas

karya Nawawi ini relative tidak dikenal di tradisi pesantren.

Seorang professor Belanda, Martin Van Bruinisen, yang bekerja

sebagai Peneliti Utama di LIP!, telah mengadakan penelitian terhadap kitab-

kitab yang sering dibaca di 46 pesantren Indonesia. Hasilnya menunjukkan

bahwa kitab-kitab Nawawi yang sering dibaca antara lain: Ats-Tsimnr al-

Yani'ah ft ar-Riyadh al-Badi'ah, Kasyifah as-Saja, Su/lam ol-Munajat, dan

Uqud al-Lujain. Seiain itu, masih ada kitab lainnya, seperti Nur adh-Dhalam,

Fath al-Majid, Tijan Darari, dal lain-lain.65

°'651 Wijoyo, '"Syaikh Nawawi ofBanten," h. l 13~116.


Muhammad, Fiqh Perempuon, h. 173.
117

tanpa catatan kaki dan bahkan daftar referensi seperti itu memang telah lazim

dalam karya-karya tulis yang berkembang pada masa itu. Oleh karena itu,

tidak mengherankan apabila para peneliti karya-karyanya sering kali

menghadapi kesulitan untuk melacak sumber kutipan beliau. 68

Karya-karya Syekh Nawawi pada umumnya menampilkan nuansa-

nuansa tradisionalisme dan sufisme. Tradisionalisme biasanya ditandai

dengan kecenderungannya yang kuat pada upaya-upaya mempertahankan

kemapanan dan konservatif. Teks-teks suci, termasuk karya ulama klasik,

dibaca dan dipahami secara literal. Sikap kritis dan rasional dalam pola

pemikiran seperti ini seakan-akan menjadi tidak relevan. Sementara sufisme

sering ditampilkan dalam fenomena gemar beribadah dan rajin melakukan

ritus-ritus yang mendalam, intens, dan asketis. Penekanan pada aspek-aspek

ini dalam tulisan beliau sangat kuat. Dua hal inilah agaknya yang

menyebabkan tulisan-tulisan beliau digemari oleh tradisi keilmuan yang

berkembang dalam masyarakat Indonesia pada waktu itu.69

Sejumlah peneliti Syekh Nawawi berkesimpulan adanya benang

merah yang menghubungkan suasana "Koloni" Syekh Nawawi di Makkah al-

Mukarramah dengan tradisi keilmuan di tanah airnya Indonesia. Beliau

sepertinya merasakan benar getar-getar budaya bangsanya. Dengan begitu,

kehadiran beliau dengan kitab-kitabnya telah memberikan andil yang cukup

besar dan signifikan bagi kaum muslimin di Indonesia, khususnya

68
Ibid.. h. 173.
69
Ibid.. h. 173-174.
118

masyarakat tradisional di Jawa. lnilah sebabnya mengapa, meskipun telah

terjadi perubahan besar dalam kehidupan sosial dewasa ini. Namun, secara

umum, sampai hari ini masyarakat pesantren yang sering diidentikkan dengan

kaum tradisional itu, masih memberikan apresiasi yang tinggi terhadap karya-

karya Syekh Nawawi ini. Mereka juga sangat menghindari kritisisasi atas
70
karya-karyanya.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa Syekh Nawawi merupakan sosck

yang tekun, menulis, gigih pendiriannya, memiliki otak yang cerdas, narnun

tetap rendah hati. Ini terlihat dari jumlah karangannya yang mencapai ratusan,

sedangkan masa hidup beliau hanya 83 tahun.

Mengenai profesinya sebagai pengarang kitab yang beliau jalankan

selarna 15 tahun sebelum wafatnya dengan beragam disiplin ilmu yang beliau

tulis dalam kitabnya, menunjukkan bahwa beliau menguasai berbagai disiplin

ilmu tersebut, mulai dari fiqh, tauhid, nahwu, tata bahasa Arab, hingga beliau

mampu menafsirkan Al-Qur'an, sehingga beliau mendapat gelar "Sayyid

'Ulama al-Hijaz ". Dengan karya-karyanya itulah yang membuat nama beliau

tetap dikenal orang hingga kini.

JO Ibid., h. 174.
BABV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis Konsep dan Aktivitas Syekh Nawawi al-Bantani, penulis

menyimpulkan bahwa Syekh Nawawi merupakan sosok da'i yang memiliki konsep

tentang pengertian dakwah, sasaran dakwah, metodologi dakwah dan amar ma 'ruf

nahi munkar yang sistemik. Sistematika konsep dakwah beliau secara lengkap

adalah:

I. Dakwah adalah mengajak untuk ber-tauhid.

2. Amar ma 'nif nahi munkar.

3. Sasaran dakwah.

4. Metodologi dakwah.

Keem pat konsep dakwah terse but saling berkesinambungan, yaitu dakwah

yang menurut beliau adalah tauhid sangat berkaitan erat dengan upaya melakukan

amar ma 'rt{f nahi munkar kepada sasaran dakwahnya, baik itu orang-orang kafir agar

mereka beriman dan kepada orang-orang beriman untuk memperkuat keimanannya,

tenttmya dengan menggunakan salah satu dari ketiga metode dakwahnya, yaitu

hikmah, mau 'izhah hasanah, atau mujadalah.

Aktivitas dakwah Syekh Nawawi al-Bantani untuk mewujudkan konsep

dakwahnya yaitu dengan mengajar dan menulis kitab. Secara rinci akan dijelaskan

sebagai berikut:
120

J. Mengajar merupakan dakwah bi al-Lisan, dengan memberikan pengertian

mengenai prinsip-prinsip yang ma 'ruf dan mengingkari hal-hal yang munkar,

kepada sasaran dakwahnya yaitu para santrinya.

2. Menulis kitab merupakan dakwah bi al-Qalam, hasil karyanya ini ditujukan untuk

orang-orang beriman agar memperkuat tauhid-nya dan untuk masyarakat supaya

melakukan amar ma 'ruf nahi munkar dengan benar.

B. Saran

Berdasarkan pembahasan dan kaitannya dengan penulisan skripsi ini, penulis

mengajukan saran-saran yang diharapkan dapat memberikan masukan kepada:

1. Para da' i agar berdakwah dengan lebih mengutarnakan kepada tauhid dan

menegakkan amar ma 'ruf nahi munkar dengan metode yang disesuaikan dengan

sasaran dakwah yang dlhadapi. Selain itu, para da'i dapat mencontoh sosok beliau

yang tidak hanya pandai berdakwah bi al-Lisan, tetapi juga berdakwah bi al-

Hikmah.

2. Lembaga Dakwah, seperti FPI (Front Pembcla Islam), HT! (Hizbut Tahrir

Indonesia), dan lain sebagainya, agar melakukan amar ma'ruf nahi munkar

dengan benar sesuai dengan konsep dakwah beliau yang tidak menginginkan

kekerasan terjadi pada tubuh Islam.

3. Lernbaga Pendidikan Dakwah, seperti Fakultas Dakwah dan i<omunikasi, agar

menjadi wadah yang bisa melahirkan tokoh Rijalu Da 'wah yang bisa menegakkan

amar ma 'ruf nahi munkar.

4 Para sarjana dakwah agar bisa menjadi tokoh yang tidak hanya intelek, tetapi bisa

rnenjadi penerus tegaknya amar ma 'ruf nahi mun/car.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Audah, Salman dan Ilahi, Fadli. Amar Ma 'ruf Nahi Munkar. Penerjemah
Rakhmat dan Abdul Rosyad Shiddiq. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1993.

Ari fin, Agus Zainal. "Syaikh Nawawi al-Bantani (2-3) Syaikh Nawawi al-Bantani al-
Jawi (2): Karya dan Karomahnya." Artikel diakses pada 24 Januari 2008 dari
http://sabrial.wordpress.com/syaikh-nawawi-al-bantani I

Azis, Abdul. Qur'an Hadits. Semarang: CV. Wicaksana, 1994.

Aziz, Moh. Ali. I/mu Dakwah. Jakarta: Prenada Mulia, 2004.

Az-Zaid, Zaid Abdul Karim. Dakwah Bil-Hikmah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,


1993.

Bachtiar, Wardi. Metodologi Penelitian flmu Dakwah. Jakarta: Logos, 1997.

Brockelmann, Carl. "Al-Nawawi, Muhammad b. 'Umar b. 'Arabi Al-Jawi," dalam


The Encyclopedia of Islam, New Edition, Vol. VII. New York: E.J. Brill,
1993.

Bruinessen, Martin Van. Kitab Kuning, Pesantren dan Tare/rat. Bandung: Mizan,
1995.

Burhanuddin, Mamat Salamet. "Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi (3): al-Ghazali


Modem, bagian-1." Artikel diakses pada 24 Januari 2008 dari
http://muslimdelft.nl/titian-ilmulbiografi/syaikh-nawawi-al-bantani-al-jawi-3-
al-ghazali-modern-bagian-1

Chaidar, Sejarah Pujangga Islam SYECH NAWAWI ALBANTENI INDONESJA.


Jakarta: CV. Sarana Utama, 1978.

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Kamus Besar Bahasa Indonesia


(KBBI). Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Ensiklopedi Dakwah. "Al-Amr bi al-Ma'ruf." Dakwah I, no. 2 (1999): h. 33-34.

Fadhlullah, Muhammad Husain. Metodologi Dakwah dalam Al-Qur'an. Jakarta:


Lentern, 1997.

Habib, M. Syafa'at. Buku Pedoman Dakwah. Jakarta: PT. Bumirestu, 1982.


122

Hafidhuddin, Didin. Dakwah Aktual. Jakarta: Gema Insani Press, 1998.

--------------."Tinjauan Atas Tafsir al-Munir Karya Imam Muhammad Nawawi


Tanara," dalam Ahmad Rifa'i Hasan, Warisan Intelektual Islam Indonesia
Telaah Atas Karya-karya Klasik. Jakarta : Mizan, 1987.

Harjono, Anwar. Da'wah dan Masalah Sosial Kemasyarakatan. Jakarta: Seriai


Media Da'wah, 1987.

Iqbal, Asep Muhammad. Yahudi dan Nasrani dalam Al-Qur'an: Hubungan


Antaragama Menurut Syaikh Nawawi Banten. Jakarta: TERAJU, 2004.

Lubis, Basrah. llmu dakwah. Jakarta: CV. Tursina, 1993.

Machfoeld, Ki Moesa A. dan Ismail, Nawari (ed). Filsafat Dakwah llmu Dakwah
dan Penerapannya. Jakarta: Bulan Bintang, 2004.

Mas'ud, Abdurrahman. Dari Haramain Ke Nusantara : Jejak Intelektual Arsitek


Pesantren .Jakarta : Kencana, 2006.

Moleong, Lexi J. Metodologi Penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2006.

Mubarok, Achmad. Psikologi Dakwah. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002.

Muhammad, Husein. Fiqh Perempuan : Rej/eksi Kiai atas Wacana Agama dan
Gender. Yogyakarta: LKiS, 2002.

Muhyiddin, Asep. Dakwah dalam Perspektif Al-Qur'an. Bandung: CV. Pustaka


Setia, 2002.

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya:


Pustaka Progressif, 1997.

"Napak Ti/as Syeh Nawawi al-Bantan." Artikel diakses pada 16 Febniari 2008 dari
http://madnor2007.blogspot.com/2007I1 O/napak-ti las-syeh-nawawi-al-
bantan i. html

Natsir, Mohammad. Fiqhud Dakwah. Jakarta: Media Dakwah, 2000.

Nawawi, Syekh Muhammad. Al-Tafsir al-Munir Ii Ma'alim al-Tanzi! al-Muifir 'an


Wujuh Mahasin al-Ta 'wil. Indonesia: Daar lhya al-Kutub al-' Arabiyyah, tth.

-------· --------. Kifayah al-Atqiya' wa Minhaj al-Ashfiya ·. Indonesia: Daar lhya al-
Kutub al-' Arabiyyah, tth.
123

---------------. Mirqat Su'ud al-Tashdiqfi Syarh Su/lam al-Taufiq. Surabaya: Syirkah


Bungkul Indah, tth.

---------------. Nur al-Zhalam. Indonesia: Daar lhya al-Kutub al-'Arabiyyah, tth.

·-----------------. Nur al-Zhalam (Penerang Kegelapan). Penerjemah Team Terjemah


Pustaka Mampir. Jakarta: Pustaka Mampir, 2006.

------------------. Qathr al-Ghaits fl al-Masa 'ii Abi al-Laits. Indonesia: Daar Ihya al-
Kutub al-' Arabiyyah, tth.

-----------------. Qathr al-Ghaits (Rintik Hujan). Penerjemah Zainal Arifin Yahya.


Jakarta: Pustaka Mampir, 2007.

------------------. Salalim al-Fudhala. Penerjemah Nasrullah dan Zainal Ari fin Yahya.
Jakarta: Pustaka Mampir, 2006.

-----------------.Su/lam al-Taujiq. Penerjemah Moch. Anwar dan Anwar Abubakar L.C.


Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002.

"Penghulu Para Ulama." Artikel diakses pada 16 Februari 2008 dari


http://bantencomer.wordpress.com/2008/01/09/syekh-nawawi-al-bantani/

Roudhonah. "Amar Ma'ruf dalam Perspektif Hadits." Dakwah X, no. 2 (Desember


2003): h. 125.

Sasono, Adi. Solusi Islam Atas Problematika Umat Elwnomi; Pendidikan dan
Dakwah. Jakarta: Gema lnsani Press, I 998.

Shaleh, Abdul Rasyad. Manajemen Dakwah Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1993.

Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu daiam


Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1999.

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati, 2001.

Sucipto, Heri. "Syaikh al-Nawawi al-Bantani al-Jawi (I): Guru Para Ulama
Indonesia." Artikel diakses pada 24 Januari 2008 dari
http ://must imdel ft.n l/tiiian-i lmu/biografi/syaikh-nawawi-al-bantan i-al-j awi- J-
guru-para-ulama-indonesia

Suparta, Munzier dan Hefni, Harjani (ed). Metode Dakwah. Jakarta: Kencana, 2003.

Suryabrata, Sumardi. Metodo/ogi Penelitian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,


2004.
124

Susanto,Musyrifah. "Huruf Arab Melayu dan Karya Tulis di Indonesia ". Laporan
Penelitian Fakultas Ushuluddim dan Filsafat, lnstitut Agama Islam Negeri
Jakarta, 1994

Syafe'i, Rachmat. Al-Hadits, Aqidah, Akh/ak, Sosial, dan Hukum. Bandung: Pusaka
Setia, 2003.

"Syekh Nawawi al-Bantani." Artikel diakses pada 24 Januari 2008 dari http://
daniel ibrania.blogspot.corn/28/0 l/syekh-nawawi-al-bantani-syekh-
nawawi.html

Syukir, Asmuni. Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas,


1983.Umar, Yahya. Rmu dakwah. Jakarta: Bulan Bintang, 1995.

Tasmara,Toto. Komunikasi Dakwah. Jakarta: CV. Gaya Media Pratama, 1987.

Taymiyah, lbnu. Amar Ma'ruf Nahi Munkar; Mengajak Kepada Kebaikan dan
Mencegah Keburukan. Penerjemah Penerbit Aras Pustaka Jakarta. Jakarta:
Aras Pustaka, 1999.

Tim Penulis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pedoman Penulisan karya Rmiah
(Skripsi, Tesis, dan Disertasi). Jakarta: CeQDA (Center for Quality
Development and Assurance), 2007.

Usmani, Ahmad Rofi'. "Kiainya Para Kiai Terkemuka di Indonesia,," artikel diakses
pada 24 Januari · 2008 dari ht!R;.
//www.rumahdunia.net/wmprint.php?ArtID= I 077

Wijoyo, Alex Susilo. "Syaikh Nawawi ofBanten: Text, Authority, and Gloss
Traditional." PhD dissertation, Columbia University, 1997.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara


Penterjemah Penafsir Al-Qur'an, 1973.

Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor lndonsia,


2004.
LAMPIRAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
. Ir. H. Juanda No. 95Ciputat15412 Telepon: 7432728

nor : Un.01/FS/KM.01.3/ ~0?- 12008 Jakarta, lj Februari 2008


np 1 ( satu) bundel
Bimbingan Skripsi

Kepada Yth.
Dr. H. Asep Usman Ismail, MA
Dasen Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Assalamu'alaikum Wr. Wb.


Bersama ini kami kirimkan kepada Bapak sebuah out line skripsi yang diajukan
oleh mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebagai berikut,
Nama : Susi Nurlita
NomorPokok : 104051001882
Jurusan /Semester : Komunikasi dan Penyiaran Islam ( KPI ) I VIII
Program S1
Judul Skripsi Pemikiran dan Aktivitas Dakwah Syekh Nawawi al-
Bantani.
kami mohon kiranya Bapak bersedia membimbing mahasiswa tersebut dalam
penyusunan skripsinya dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Atas perhatian dan kesediaan Bapak kami ucapkan terima kasih.


Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Jusan:
'kan
tua Jurusan KPI
l!as Dakwah dan Komunikasi
/

Anda mungkin juga menyukai