Anda di halaman 1dari 93

ANALISIS WACANA PESAN MORAL

DALAM NOVEL DE WINST KARYA AFIFAH AFRA


Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I.)

Oleh
Yusriani Pulungan
NIM: 104051001810

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H./2008 M.
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi yang

berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 3 Juni 2008

Yusriani Pulungan
ANALISIS WACANA PESAN MORAL
DALAM NOVEL DE WINST KARYA AFIFAH AFRA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I.)

Oleh
Yusriani Pulungan
NIM: 104051001810

Di bawah Bimbingan:

Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd


NIP. 150 282 125

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H./2008 M.
ABSTRAK

Yusriani Pulungan
Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel De Winst Karya Afifah Afra

Penelitian ini, menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik analisis


wacana model Teun A. Van Dijk. Data penelitian berupa isi cerita yang terdapat
dalam novel, baik itu kata, kalimat, maupun paragraf dengan menggunakan teknik
pengumpulan data, research document, keabsahan data dilihat dari analisis teks
(stuktur wacana, kognisi sosial dan konteks sosial).
Kesimpulan penelitian ini adalah mengenai temuan-temuan pesan moral
yang terdapat dalam novel De Winst dari segi struktur makro dengan tema besar
yang terdapat di dalam cerita yakni: nasionalisme, integritas dan loyalitas,
tanggung jawab kepemimpinan, persamaan derajat, berusaha dan bekerja keras,
pentingnya menuntut ilmu dan mengamalkannya, sopan santun dan keramahan,
serta sabar, tawakal dan rendah hati. Kemudian dari segi superstruktur dengan
skematik atau awal ceritanya adalah diawali dengan kisah tokoh-tokohnya dengan
berbagai karakter, setelah itu konflik yang muncul hingga mencapai klimaks
kemudian akhir cerita yang cukup tragis dan mengharukan. Pesan moral dilihat
dari analisis teks terdapat dalam beberapa kategori yakni: hubungan manusia
dengan Allah SWT yang berupa ketaqwaan hamba kepada tuhannya, dalam hal ini
ketaqwaan tokoh dalam novel kepada Allah SWT, hubungan manusia dengan diri
sendiri berupa harga diri, rasa cinta, rindu dan sebagainya, dan hubungan manusia
dengan sesama manusia lain dalam lingkungan sosial berupa tolong menolong,
menghargai dan menghormati sesama, kesetiaan dan sebagainya.. Dari segi
kognisi sosialnya cukup menggambarkan kereligiusan pengarangnya. Sementara
itu dari konteks sosial, novel ini merupakan pesan atau amanat pengarang bagi
pembacanya, dalam menanamkan semangat nasionalisme untuk memperjuangkan
kemerdekaan yang seutuhnya dengan kemandirian bangsa kita dalam berbagai
sektor.
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur selalu terpanjatkan ke

hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Tuhan sekalian

alam. Karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad Saw, beserta keluarganya, sahabatnya dan kepada umatnya hingga

akhir zaman.

Skripsi ini penulis susun sebagai kewajiban setiap mahasiswa dalam

mengembangkan ilmu pengetahuannya selama menempuh pendidikan di

Perguruan Tinggi, dan juga sebagai syarat dalam mencapai gelar Sarjana Ilmu

Sosial Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan banyak

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Murodi, MA. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd selaku dosen pembimbing yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan maupun

pengarahan kepada penulis, baik dari segi keilmuan maupun penulisan.

Semoga beliau senantiasa mendapatkan limpahan karunia dan nikmat

serta perlindungan Allah SWT.


3. Bapak Wahidin Saputra, MA. dan Ibu Umi Musyarofah MA selaku Ketua

Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

4. Ayahanda tercinta H. Sahnan Pulungan yang telah berjuang dengan sekuat

tenaga untuk mendidik dan menyekolahkan penulis hingga ke perguruan

tinggi, juga nasehat, doa serta motivasi yang selalu diberikan. Ibunda

tercinta Hj. Derliana Lubis yang selalu memberikan cinta dan kasih

sayangnya yang tak terbatas dan ridho maupun doa yang selalu mengiringi

setiap langkah penulis. Skripsi ini penulis persembahkan untuk mereka.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan wal’afiat, umur

yang berkah dan bermanfaat, menjadi orang tua yang baik serta senantiasa

mendapatkan perlindungan Allah SWT.

5. Keluarga tercinta, adik-adikku tersayang Siti Mariam dan Nur Habibah

dan abangku Syaiful Bahri beserta isterinya yang selalu mendukung,

menghibur hati dan membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi

ini. Semoga Allah SWT senantiasa menjadikan mereka sebagai hamba-

Nya yang shaleh dan shalehah, taat dan berbakti kepada nusa, bangsa,

agama terutama orang tua. Juga untuk keponakan pertamaku, Nabila Zahra

semoga kelak jadi anak yang cerdas dan sholehah.

6. Segenap Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan

ilmu, pengalaman dan bimbingannya selama penulis menuntut ilmu di

kampus tercinta ini.

7. Bapak Study Rizal LK, MA selaku penguji yang telah mengoreksi dan

memberikan masukan bagi penulis untuk perbaikan skripsi ini.


8. Teman-temanku seperjuangan di kelas KPI B angkatan 2004, Mut, Mintje,

Ida, Yayu, Mika, Kasih, Ika, Aal, Anis, Zee, Tia, Sarah, Iiq, Ifa, Ulul, Eva,

dan semua teman-teman kelasku yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Terima kasih untuk semua pengalaman dan kenangan manis selama kita

bersama di kelas KPI B yang tercinta.

9. Seluruh staff dan pengelola Perpustakaan Utama dan Perpustakaan

Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, terima kasih untuk fasilitas yang menunjang penulis

dalam pembuatan skripsi ini juga untuk pelayanan yang diberikan.

10. Semua pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini,

yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Dengan hamparan kedua tangan serta ketulusan, penulis mendoakan semoga

bantuan, dukungan, bimbingan, dan perhatian yang telah diberikan oleh semua

pihak akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT disertai

limpahan rahmat, hidayah serta berkah-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna.

Namun penulis tetap berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis, maupun bagi

siapa saja yang meminati analisis wacana dalam berbagi artikulasinya. Dan

semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif, memperluas wawasan

keilmuan serta menambah khazanah perpustakaan.

Ciputat, 1 Juli 2008

Penulis
DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR........................................................................................... ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah........................................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.....................................................5

C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6

D. Manfaat Penelitian................................................................................ 6

E. Tinjauan Pustaka................................................................................... 6

F. Metodologi Penelitian........................................................................... 7

G. Sistematika Penulisan.......................................................................... 10

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Analisis Wacana ................................................................................. 12

1.Pengertian Analisis Wacana ............................................................ 12

2.Kerangka Analisis Wacana...............................................................14

B. Ruang Lingkup Novel ........................................................................ 16

1.Pengertian Novel ............................................................................. 18

2.Unsur-unsur dalam Novel ................ .............................................. 19

3.Jenis-jenis Novel ............................................................................. 21

C. Pesan Moral ....................................................................................... 23

1. Pengertian Pesan .............................................................................23


2. Pengertian Moral, Etika, Akhlak .................................................... 24

3. Ajaran Moral dan Etika dalam Budaya Keraton Jawa ................... 29

BAB III BIOGRAFI AFIFAH AFRA DAN RINGKASAN NOVEL

A. Biografi Singkat Afifah Afra ............................................................. 31

B. Karya-karyanya .................................................................................. 31

C. Ringkasan Cerita Novel De Winst .................................................... 33

BAB IV TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel

De Wins Karya Afifah Afra ................................................................ 41

1. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Analisis Teks .............. 41

a. Struktur Makro.......................................................................... 41

b. Superstruktur ............................................................................ 49

c. Struktur Mikro .......................................................................... 55

2. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Kognisi Sosial ............. 63

3. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari konteks Sosial ............. 66

B. Bentuk-bentuk Pesan Moral dalam Novel De Winst ......................... 67

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................ 72

B. Saran-saran ........................................................................................ 73

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur selalu terpanjatkan ke

hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Tuhan sekalian

alam. Karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad Saw, beserta keluarganya, sahabatnya dan kepada umatnya hingga

akhir zaman.

Skripsi ini penulis susun sebagai kewajiban setiap mahasiswa dalam

mengembangkan ilmu pengetahuannya selama menempuh pendidikan di

Perguruan Tinggi, dan juga sebagai syarat dalam mencapai gelar Sarjana Ilmu

Sosial Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan banyak

pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

11. Bapak Dr. Murodi, MA. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

12. Ibu Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd selaku dosen pembimbing yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan maupun

pengarahan kepada penulis, baik dari segi keilmuan maupun penulisan.


Semoga beliau senantiasa mendapatkan limpahan karunia dan nikmat

serta perlindungan Allah SWT.

13. Bapak Wahidin Saputra, MA. dan Ibu Umi Musyarofah MA selaku Ketua

Jurusan dan Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

14. Ayahanda tercinta H. Sahnan Pulungan yang telah berjuang dengan sekuat

tenaga untuk mendidik dan menyekolahkan penulis hingga ke perguruan

tinggi, juga nasehat, doa serta motivasi yang selalu diberikan. Ibunda

tercinta Hj. Derliana Lubis yang selalu memberikan cinta dan kasih

sayangnya yang tak terbatas dan ridho maupun doa yang selalu mengiringi

setiap langkah penulis. Skripsi ini penulis persembahkan untuk mereka.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan wal’afiat, umur

yang berkah dan bermanfaat, menjadi orang tua yang baik serta senantiasa

mendapatkan perlindungan Allah SWT.

15. Keluarga tercinta, adik-adikku tersayang Siti Mariam dan Nur Habibah

dan abangku Syaiful Bahri beserta isterinya yang selalu mendukung,

menghibur hati dan membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi

ini. Semoga Allah SWT senantiasa menjadikan mereka sebagai hamba-

Nya yang shaleh dan shalehah, taat dan berbakti kepada nusa, bangsa,

agama terutama orang tua. Juga untuk keponakan pertamaku, Nabila Zahra

semoga kelak jadi anak yang cerdas dan sholehah.

16. Segenap Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan

ilmu, pengalaman dan bimbingannya selama penulis menuntut ilmu di

kampus tercinta ini.


17. Bapak Study Rizal LK, MA selaku penguji yang telah mengoreksi dan

memberikan masukan bagi penulis untuk perbaikan skripsi ini.

18. Teman-temanku seperjuangan di kelas KPI B angkatan 2004, Mut, Mintje,

Ida, Yayu, Mika, Kasih, Ika, Aal, Anis, Zee, Tia, Sarah, Iiq, Ifa, Ulul, Eva,

dan semua teman-teman kelasku yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Terima kasih untuk semua pengalaman dan kenangan manis selama kita

bersama di kelas KPI B yang tercinta.

19. Seluruh staff dan pengelola Perpustakaan Utama dan Perpustakaan

Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, terima kasih untuk fasilitas yang menunjang penulis

dalam pembuatan skripsi ini juga untuk pelayanan yang diberikan.

20. Semua pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini,

yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Dengan hamparan kedua tangan serta ketulusan, penulis mendoakan semoga

bantuan, dukungan, bimbingan, dan perhatian yang telah diberikan oleh semua

pihak akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT disertai

limpahan rahmat, hidayah serta berkah-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna.

Namun penulis tetap berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis, maupun bagi

siapa saja yang meminati analisis wacana dalam berbagi artikulasinya. Dan

semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi positif, memperluas wawasan

keilmuan serta menambah khazanah perpustakaan.

Ciputat, 1 Juli 2008

Penulis
DAFTAR ISI

ABSTRAK ......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR........................................................................................... ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

H. Latar Belakang Masalah........................................................................ 1

I. Pembatasan dan Perumusan Masalah.....................................................5

J. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6

K. Manfaat Penelitian................................................................................ 6

L. Tinjauan Pustaka................................................................................... 6

M. Metodologi Penelitian........................................................................... 7

N. Sistematika Penulisan.......................................................................... 10

BAB II TINJAUAN TEORI

D. Analisis Wacana ................................................................................. 12

1.Pengertian Analisis Wacana ............................................................ 12

2.Kerangka Analisis Wacana...............................................................14

E. Ruang Lingkup Novel ........................................................................ 16

1.Pengertian Novel ............................................................................. 18

2.Unsur-unsur dalam Novel ................ .............................................. 19

3.Jenis-jenis Novel ............................................................................. 21

F. Pesan Moral ....................................................................................... 23

1. Pengertian Pesan .............................................................................23


2. Pengertian Moral, Etika, Akhlak .................................................... 24

3. Ajaran Moral dan Etika dalam Budaya Keraton Jawa ................... 29

BAB III BIOGRAFI AFIFAH AFRA DAN RINGKASAN NOVEL

D. Biografi Singkat Afifah Afra ............................................................. 31

E. Karya-karyanya .................................................................................. 31

F. Ringkasan Cerita Novel De Winst .................................................... 33

BAB IV TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN

C. Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel

De Wins Karya Afifah Afra ................................................................ 41

1. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Analisis Teks .............. 41

a. Struktur Makro.......................................................................... 41

b. Superstruktur ............................................................................ 49

c. Struktur Mikro .......................................................................... 55

2. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Kognisi Sosial ............. 63

3. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari konteks Sosial ............. 66

D. Bentuk-bentuk Pesan Moral dalam Novel De Winst ......................... 67

BAB V PENUTUP

C. Kesimpulan ........................................................................................ 72

D. Saran-saran ........................................................................................ 73

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini telah jauh dan semakin

beragam. Namun teknologi penulisan merupakan tahapan yang tidak pernah

lekang bahkan terus berkembang. Apalagi saat ini ketika “kran” kebebasan

membuka penerbitan dibuka lebar setelah reformasi. Kini semakin banyak media

surat kabar dan majalah. Masyarakat pun bisa leluasa memilah dan memilih media

yang disukainya. 1

Di samping itu mereka juga dapat dengan mudah menerima informasi itu

sambil meminum teh manis atau secangkir kopi. Tanpa harus jauh mencari,

seperti datang ke pusat-pusat pengajian misalnya. Situasi demikian adalah peluang

sekaligus tantangan bagi para dai untuk dapat memanfaatkan berbagai media

untuk berdakwah mengajak kebenaran.

Merebaknya media massa dewasa ini, khususnya media cetak seperti surat

kabar, majalah, tabloid, buletin, dan buku-buku dari era informasi dan

keterbukaan. Berbagai informasi berseliweran tiap hari dan tiap saat. Berbagai

pandangan pun berkembang seakan tiada mengenal henti, semua pesan dari media

massa dikonsumsi oleh masyarakat serta menjadi bahan informasi dan referensi

pengetahuan mereka.

Kekuatan informasi yang disampaikan media massa demikian hebat

sehingga aktivitas dakwah penting untuk bisa masuk ke dalam wilayah itu, artinya

para pelaku dakwah perlu menyiapkan dirinya utnuk memiliki keahlian

berdakwah melalui tulisan di media massa. Setidaknya harus ada sebagian di

1
Aep Kusnawan, Berdakwah Melalui Tulisan, Bandung: Mujahid Press, 2004, h. 23-24
antara mereka yang membidangi aktivitas dakwahnya melalui tulisan, di samping

sejumlah aktivitas di bidang lain, karena jika ini tidak diantisipasi maka

dikhawatirkan masyarakat pembaca akan terbentuk oleh pesan media yang kering

tanpa nilai-nilai agama.2

Oleh karena itu, tidak keliru jika kini kegiatan dakwah bisa dikembangkan

melalui media tulisan. Media tulisan yang dikemas secara popular dan dimuat di

media massa seperti di koran, majalah, tabloid, buletin, maupun dakwah yang

melalui media karya sastra berupa novel. Dengan media tulisan pesan dakwah

dapat tersebar dan diterima banyak kalangan, dalam waktu pengaksesannya

tergantung kepada keluangan mad’u (objek dakwah).

Berdakwah dengan menggunakan sarana media cetak memang memerlukan

bakat mengarang karena media cetak merupakan sarana komunikasi tulisan.

Selain bersifat ketrampilan praktis, pendekatan ini pula sebagai sebuah seni. Sejak

awal sejarahnya, dakwah Islamiyah yang didukung oleh angkatan seniman dan

pasukan sastrawan dengan senjata seni budaya dan seni sastranya telah berjihad

melawan musuh-musuh Islam.di dalam QS Asy Syuara (26):227, dikemukakan

betapa Allah memuji para seniman dan sastrawan Mukmin yang berjihad tanpa

kompromi untuk melawan kejahatan.3

Perkembangan media komunikasi saat ini yang semakin pesat, yang juga

berfungsi sebagai media dakwah tidak membuat media komunikasi yang

sebelumnya tidak berfungsi dan tidak bisa dimanfaatkan lagi. Namun justru

kemajuan teknologi membuat atau pun mendorong para dai yang menggunakan

2
Aep Kusnawan, et. Al, Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bandung: Benang Merah
Press,2004, Cet. Ke-1. h. 24
3
Suf kasman, Jurnalisme Universal: Menelusuri prinsip-Prinsip Dakwah Bi Al Qalam
Dalam Al Qur’an, Jakarta: Teraju, 2004. Cet.ke-1. h. 78
media sebelumnya untuk lebih meningkatkan strategi dan kinerja dakwahnya.

Para pelaku dakwah harus mampu memanfaatkan media massa untuk berdakwah,

salah satunya dengan menggunakan metode dakwah bi al qolam (dakwah dengan

tulisan) melalui media massa cetak. Dengan cara persuasi dan argumentasi yang

baik melalui tulisan dai dapat berdakwah baik secara tersirat(implisit) maupun

terang-terangan.

Dakwah melalui tulisan dilihat dari segi isinya mengalami perluasan yang

sangat penting, ia tidak hanya memuat ajaran-ajaran Islam yang berdimensi

teologis, aqidah dan ibadah tetapi juga memuat aspek-aspek yang lebih kompleks

(seperti sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi).

Seiring dengan perkembangan pengetahuan umat Islam mengenai ajaran-ajaran

Islam itu sendiri dan persoalan kehidupan yang dihadapi. Sebut saja Imam Al

Ghazali, Hasan Al Banna dan Yusuf Qardhawi. Demikian pula para ulama,

sarjana, filsuf, dan cendekiawan muslim lain dari berbagai disiplin ilmu yang juga

mencanangkan dakwah Islam melalui tulisan.

Dalam hal ini, karya sastra merupakan salah satu bentuk tulisan yang dapat

dijadikan sebagai media dakwah. Dalam karya sastra yang menceritakan suatu

kisah baik yang fiksi maupun nonfiksi terdapat pesan-pesan yang bermuatan

dakwah dan moral. Selain itu, memberikan pengetahuan yang memuat aspek-

aspek yang lebih kompleks (seperti sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, ilmu

pengetahuan dan teknologi). Pengetahuan dan pesan-pesan yang disampaikan

pengarang melalui novelnya tersebut diharapkan dapat meningkatkan keimanan

dan ketaqwaan setiap orang yang membacanya.

Sebuah karya fiksi ditulis oleh pengarang untuk, antara lain, menawarkan

model kehidupan yang diidealkannya. Fiksi atau pun novel mengandung


penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan

pandangannya tentang moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh

itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dan pesan-pesan moral yang

disampaikan atau yang diamanatkan. Moral dalam karya sastra dapat dipandang

sebagai amanat, pesan, message. Bahkan, unsur amanat itu, sebenarnya,

merupakan gagasan yang mendasari penulisan karya itu, gagasan yang mendasari

diciptakannya karya sastra sebagai pendukung pesan. Hal itu didasarkan pada

pertimbangan bahwa pesan moral yang disampaikan lewat cerita fiksi tentulah

berbeda efeknya dibanding yang lewat tulisan nonfiksi.

Karya sastra, fiksi, senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan

dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan harkat dan martabat

manusia. Sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut pada hakikatnya bersifat

universal. Artinya, sifat-sifat itu dimiliki dan diyakini kebenarannya oleh manusia

sejagad. Ia tidak hanya bersifat kesebangsaan, apalagi keseorangan, walau

memang terdapat ajaran moral kesusilaan yang berlaku dan diyakini oleh

kelompok tertentu. Sebuah karya fiksi yang menawarkan pesan moral yang

bersifat universal. Biasanya akan diterima kebenarannya secara universal pula dan

memungkinkan untuk menjadi sebuah karya yang bersifat sublim-walau untuk

yang disebut terakhir juga (terlebih) ditentukan oleh berbagai unsur intrinsik yang

lain.4

Afifah Afra merupakan salah satu dari tokoh yang memanfaatkan tulisan

sebagai media dakwah. Di usianya yang belum genap tiga puluh tahun sudah lebih

tiga puluh buku ia hasilkan dan fiksi novel menjadi tulisan yang mendominasi

karyanya. Salah satu novelnya pernah menjadi salah satu karya terbaik FLP

4
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press,1998. h. 321-322
(Forum Lingkar Pena) pada tahun 2002. Selain aktif menulis buku Afifah Afra

juga telah mendirikan penerbitan sendiri yang mendukung kegiatan menulisnya.

Novel De Winst merupakan novel terbarunya sekaligus novel yang menurut

peneliti lebih bersifat universal, dibanding novel-novel sebelumnya atau novel

karya penulis FLP Islami lain pada umumnya.

Berdasarkan pemikiran di atas, peneliti tertarik untuk menganalisis novel

De Winst karya Afifah Afra dilihat dari perspektif Ilmu Komunikasi. Kajian ini

akan diangkat ke dalam sebuah judul penelitian “Analisis Wacana Pesan Moral

dalam Novel De Winst Karya Afifah Afra.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk menghindari terlalu luasnya pembahasan, maka ruang lingkup

masalah yang akan diteliti, dibatasi pada pesan moral yang terdapat dalam novel

De Winst karya Afifah Afra. Penelitian ini mencakup seluruh isi cerita yang dibagi

menjadi 22 bab cerita, menggunakan novel cetakan pertama yang diterbitkan oleh

Afra Publishing.

Adapun perumusan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimanakah wacana pesan moral yang terdapat dalam novel De

Winst karya Afifah Afra?

2. Bagaimanakah bentuk-bentuk pesan moral yang terkandung dalam

novel De Winst karya Afifah Afra?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan

penelitian ini adalah:

1. untuk mengetahui dan mencari jawaban tentang bagaimana wacana

pesan moral yang terdapat dalam Novel De Winst

2. untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk pesan moral yang

terkandung dalam novel De Winst karya Afifah Afra.

D. Manfaat Penelitian

1. Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan

komunikasi, terutama studi tentang analisis wacana, dengan fokus pada

analisis wacana karya sastra, sehingga secara umum dapat bermanfaat dan

memberi kontribusi bagi kajian Komunikasi dan Penyiaran Islam.

2. Praktis

Secara praktis karya skripsi ini diharapkan dapat menjadi pelengkap dan

bahan perbandingan bagi penelitian serupa yang telah ada, dan memberi

masukan serta inspirasi bagi para peminat karya sastra untuk turut

memperkaya karya sastra dengan muatan dakwah dan pesan moral yang

bermanfaat bagi masyarakat Indonesia seperti yang dilakukan oleh Afifah

Afra.

E. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan buku-buku

serta artikel-artikel yang membahas tentang analisis teks media. Pada penelitian
ini akan disampaikan analisis wacana pesan moral dalam novel De Winst karya

Afifah Afra merujuk pada penelitian terdahulu seperti penelitian:

1. Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah

oleh Nurchasanah tahun 2007.

2. Analisis Wacana Pesan Sinetron Santriwati Gaul oleh Nurseha tahun

2007.

3. Analisis Wacana Dakwah melalui Film Koran Gondrong oleh Lisa

Badriah tahun 2006.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menjadikan sinetron atau pun

film sebagai objek penelitian. Penelitian yang peneliti lakukan yakni analisis

wacana pesan moral dalam novel. Walaupun telah ada sebelumnya penelititan

terdahulu yang menganalisis wacana pesan moral dalam novel. Namun penelitian

ini diharapkan dapat menjadi pelengkap dan sebagai bahan perbandingan dari

penelitian serupa yang telah ada.

F. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan menggunakan teknik

analisis wacana tehadap buku novel De Winst karya Afifah Afra. Model analisis

wacana yang digunakan adalah model Teun A Van Dijk, modelnya kerap disebut

sebagai kognisi sosial terutama untuk menjelaskan struktur dan proses

terbentuknya teks. Menurutnya penelitiannya atas wacana tidak cukup hanya

didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktek

produksi yang juga harus diamati.5

5
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media ( Yogyakarta: LKis, 2001 ),
h. 221
Analisis wacana merupakan salah satu alternatif dari analisis isi selain

kuantitatif yang dominan dan banyak dipakai. Jika analisis kuantitatif lebih

memfokuskan pada sisi komunikasi yang tampak (tersurat/manifest/nyata).

Sedangkan untuk menjelaskan hal-hal yang tersirat (latent), misalnya ideologi apa

yang ada di balik suatu berita, maka dilakukan riset analisis isi kualitatif. Dalam

perkembangan Ilmu Komunikasi, metode analisis isi kualitatif berkembang

menjadi beberapa varian metode, analisis wacana salah satunya di samping

analisis framing dan semiotik.6 Pretensi analisis wacana adalah pada muatan,

nuansa dan makna yang latent (tersembunyi) dalam teks media.7

Van Dijk menggambarkan wacana dalam tiga dimensi, yaitu: teks, kognisi

sosial dan konteks sosial. Bila digambarkan maka skema penelitian dan metode

yang bisa dilakukan dalam kerangka Van Dijk adalah sebagai berikut:

Tabel 1.Skema dan Metode Penelitian Van Dijk

Struktur Metode

Teks Critical Linguistik


Menganalisa bagaimana - Tematik
strategi wacana yang dipakai - Skematik
untuk menggambarkan - Semantik
seseorang atau peristiwa - Sintaksis
tertentu. - Stilistik
- Retoris

Kognisi Sosial
Menganalisa bagaimana
peristiwa dipahami,
didefenisikan dan ditafsirkan
dengan memasukkan informasi
yang digunakan untuk menulis
dari suatu wacana tertentu.

6
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis: Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2006. h. 62
7
Alex Sobur, Analisis Teks Media. (Bandung: Rosdakarya. 2004 ), Cet.Ke-4, h.70
Konteks Sosial
Menganalisa bagaimana
wacana menggambarkan teks
dan konteks secara bersama-
sama dalam suatu proses
komunikasi.
1. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data Research Document,

yaitu analisis pada novel De Winst karya Afifah Afra. Sebagai metode ilmiah,

observasi adalah suatu cara penelitian untuk memperoleh data dalam bentuk

pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena yang diselidiki.8 Dalam

penelitian ini, peneliti melakukan observasi teks yaitu pengamatan untuk

menganalisis makna pesan moral yang terdapat dalam teks tersebut. Peneliti

menghimpun data-data dan literatur, baik buku dan internet yang berkaitan dengan

penulisan skripsi ini melalui penelitian kepustakaan.

Pengolahan data akan disesuaikan dengan kerangka analisis wacana yang

ditemukan oleh Teun A. Van Dijk, yaitu meneliti pesan moral dilihat dari analisis

teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Dalam dimensi teks yang diteliti adalah

struktur dari teks yang masing-masing bagian saling mendukung, dalam dimensi

kognisi sosial difokuskan bagaimana sebuah teks diproduksi, sedangkan konteks

sosial melihat bagaimana suatu teks dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial

dan pengetahuan yang berkembang dalam publik atas suatu wacana. Kemudian

dari tiga dimensi di atas peneliti akan melakukan interprestasi–interprestasi

berdasarkan temuan data yang terdapat dalam teks, kognisi, dan konteks sosial.

8
Sutrisno, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h.192
2. Analisis Data

a. Proses penafsiran data

Analisis wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks ketimbang

penjumlahan unit kategori. Dasar dari analisis wacana adalah interprestasi, karena

analisis wacana merupakan bagian dari metode interpretatif yang mengandalkan

interprestasi dan penafsiran peneliti. Setiap teks pada dasarnya dapat dimaknai

secara berbeda, dan dapat ditafsirkan secara beragam.9 Dalam tahap ini, peneliti

akan memperhatikan data-data yang terdapat dalam novel karya Afifah Afra,

kemudian akan ditafsirkan oleh peneliti dengan disesuaikan pada kerangka

analisis wacana yang dikemukakan oleh Van Dijk.

b. Penyimpulan Hasil Penelitian

Kesimpulan hasil penelitian diambil berdasarkan pada interprestasi

peneliti atas obyek yang diteliti dan data yang diperoleh dalam kegiatan

penelitian.

Adapun teknik penulisan dalam skripsi ini mengacu kepada buku Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), cetakan ke-II yang

diterbitkan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan susunan penyusunan laporan akhir (skripsi) maka

dibuatlah sistematika penulisan yang terdiri dari beberapa bab dan bab-bab

tersebut memiliki beberapa sub-bab, yakni sebagai berikut:

9
Alex Sobur. Analisis Teks Media. h. 70
BAB I. Berisi Pendahuluan yang terdiri dari, Latar Belakang Masalah,

Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian dan

Sistematika Penulisan.

BAB II. Berisi Tinjauan Teori yang terdiri dari Analisis Wacana yang

meliputi: Pengertian Analisis Wacana, Kerangka Analisis Wacana:

Teks, Kognisi Sosial, dan Konteks Sosial, Ruang lingkup Novel

meliputi: Pengertian Novel, Unsur-Unsur dalam Novel, Jenis-jenis

Novel, Pesan Moral meliputi Pengertian Pesan, Pengertian Moral,

Etika dan Akhlaq serta Ajaran Moral dan Etika dalam Budaya

Keraton Jawa.

BAB III. Berisi Biografi Afifah Afra yang meliputi Sejarah Singkat Afifah

Afra, Karya-Karya Afifah Afra dan Ringkasan Cerita Novel De

Winst Karya Afifah Afra.

BAB IV. Berisi Analisis Wacana Pesan Moral Dalam Novel De Winst yang

meliputi Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Analisis Teks

yang meliputi Struktur Makro, Super Struktur dan Struktur Mikro,

Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Kognisi Sosial, Analisis

Wacana Pesan Moral dilihat dari Konteks Sosial, dan Bentuk-

Bentuk Pesan Moral dalam Novel De Winst.

BAB V. Berisi Penutup yang memuat tentang Kesimpulan dan Saran

Bagian Terakhir memuat Daftar Pustaka dan Lampiran-Lampiran.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Analisis Wacana

1. Pengertian Analisis Wacana

Analisis Wacana berasal dari dua kata yakni analisis dan wacana. Kata

analisis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat dalam beberapa

pengertian yakni:

1. kata analisis diartikan sebagai penyelidikan terhadap suatu peristiwa


(karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaaan yang
sebenarnya (sebab musabab, duduk perkaranya, dsb)
2. penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian
itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian
yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
3. penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya.10

Sedangkan istilah wacana secara etimologis berasal dari bahasa sansekerta

wac/wak/vak, artinya ’berkata’ atau ’berucap’. Kata tersebut mengalami

perkembangan menjadi wacana. Jadi kata wacana dapat diartikan sebagai

perkataan atau tuturan. Istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para

linguis di Indonesia sebagai terjemahan istilah dari bahasa Inggris discourse. Kata

discourse sendiri berasal dari bahasa latin discursus (lari ke sana ke mari). Kata

ini diturunkan dari dis (dan/dalam arah yang berbeda) dan currere (lari).11

Makna istilah di atas berkembang sehingga kemudian memiliki arti sebagai

pertemuan antar bagian yang membentuk satu kepaduan. Analisis wacana

10
DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Edisi ke-
3, h. 43
11
Dede Oetomo, Kelahiran dan perkembangan analisis wacana, dalam PELLBA,
(Yogyakarta: Kanisius, 1993), h.3
menekankan bahwa wacana adalah juga bentuk interaksi. Analisis wacana adalah

ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun belakangan ini, aliran-aliran

linguistik selama ini membatasi penganalisisannya hanya pada soal kalimat, dan

barulah belakangan ini sebagian ahli bahasa memalingkan perhatian kepada

penganalisisan wacana. 12

Dalam buku Alex Sobur dituliskan pengertian wacana menurut Ismail

Maharimin, yakni sebagai kemampuan untuk maju (dalam pembahasan) menurut

urut-urutan yang teratur dan semestinya, komunikasi buah pikiran, baik lisan

maupun tulisan, yang resmi dan teratur.13

Sedangkan Riyono Pratiko sebagaimana dikutip Alex Sobur dalam bukunya

Analisis Teks Media menjelaskan bahwa wacana adalah sebuah proses berpikir

seseorang yang mempunyai ikatan dengan ada tidaknya sebuah kesatuan dan

koherensi dalam tulisan yang disajikannya.menurutnya, makin baik cara atau pola

pikir seseorang, maka akan terlihat jelas adanya kesatuan dan koherensi itu.14

Alex Sobur dalam bukunya Analisis Teks Media menggambarkan wacana

dalam berbagai aspek makna kebahasaan, di antaranya:

1. Komunikasi pikiran dengan kata-kata, ekspresi ide-ide atau gagasan-


gagasan konversasi atau percakapan
2. Komunikasi secara umum, terutama sebagai suatu subjek studi atau
pokok telaah
3. Risalat tulis, disertasi formal, kuliah, ceramah, khotbah.15

Dari berbagai pengertian analisis dan wacana di atas, peneliti

menyimpulkan bahwa analisis wacana merupakan suatu kegiatan mengkaji dan

menelaah suatu produk komunikasi dari perspektif kebahasaan dengan melihat

12
Hamid Hasan Lubis, Analisis WacanaPragmatik. (Bandung: Angkasa, 1993), h. 121.
13
Alex Sobur, Analisis Teks Media. h. 10
14
Ibid.
15
Ibid.
teks kemudian dikaitkan dengan ideologi dibalik terbentuknya teks tersebut

dengan melihat kognisi dan konteks sosial.

2. Kerangka Analisis Wacana

Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan

dikembangkan oleh beberapa ahli, model van Dijk menjadi model yang paling

banyak dipakai. Hal ini mungkin karena van Dijk mengelaborasi elemen-elemen

wacana sehingga bisa didayagunakan dan dipakai secara praktis.

Menurut van Dijk, sebagaimana yang dikutip Eriyanto penelitian atas

wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks atas teks semata, karena

teks hanya hasil dari suatu proses praktik produksi yang juga harus diamati, dan

harus dilihat juga bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga kita memperoleh

suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu.16 Berikut ini kerangka analisis

wacana sesuai dengan model van Dijk:

a. Teks

Teun A. Van Dijk melihat suatu wacana terdiri atas berbagai

struktur/tingkatan, yang masing-masing bagian saling mendukung. Van Dijk

membaginya dalam tiga tingkatan:

1) Struktur makro. Ini merupakan makna global/umum dari suatu teks

yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang

dikedepankan dalam suatu berita.

2) Superstruktur adalah kerangka suatu teks: bagaimana bagian-

bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh.

16
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKIS, 2006),
Cet. Ke- V, h. 221
3) Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari

bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak

kalimat, parafrase dan gambar.17

Struktur/elemen wacana yang dikemukakan Van Dijk ini dapat

digambarkan seperti berikut18:

ELEMEN WACANA VAN DIJK


Struktur Wacana Hal yang diamati Elemen
Struktur makro TEMATIK Topik (tema dalam
(tema/topik yang novel De Winst)
dikedepankan dalam suatu
berita)
Superstruktur SKEMATIK Skema (struktur tiga
(bagaimana bagian dan urutan babak yaitu: awal,
cerita diskemakan dalam teks konflik dan resolusi)
berita secara utuh)
Struktur Mikro SEMANTIK Latar, detil, dan maksud
(makna yang ingin
ditekankan dalam teks berita)
Struktur Mikro SINTAKSIS Bentuk kalimat,
(bagaimana kalimat (bentuk koherensi, dan kata
susunan) yang dipilih) ganti
Struktur Mikro STILISTIK Leksikon
(bagaimana pilihan kata yang
dipakai dalam teks berita)
Struktur Mikro RETORIS Grafis dan metafora
(bagaimana dan dengan cara
apa penekanan dilakukan)

b. Kognisi Sosial

Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur

teks, tetapi bagaimana suatu teks diproduksi. Dalam pandangan van Dijk

perlu ada penelitian mengenai kognisi sosial yang meneliti kesadaran mental

wartawan, dalam hal karya sastra maka bisa dikatakan kesadaran mental

pengarangnya dalam membentuk teks dalam karyanya.

17
Ibid. h. 226
18
Ibid., h. 228-229
Analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur

wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat,

dan ideologi. Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks,

maka dibutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial.

Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak

mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa. Kognisi

sosial ini penting dan menjadi kerangka yang tidak terpisahkan untuk

memahami teks media.19

c. Konteks Sosial

Konteks sosial berusaha memasukkan semua situasi dan hal yang

berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa. Titik perhatian dari

analisis wacana adalah mengambarkan teks dan konteks secara bersama-sama

dalam suatu proses komunikasi, konteks sangat penting untuk menentukan

makna dari suatu ujaran.

Dalam pandangan Van Dijk, segala teks bisa dianalisis dengan

menggunakan elemen tersebut. Dan untuk memperoleh gambaran ihwal

elemen-elemen struktur wancana (teks) tersebut, berikut adalah penjelasan

singkat:

1) Tematik, secara harfiah tema berarti “sesuatu yang di uraikan,”

kata ini berasal dari kata Yunani ‘tithenai’ yang berarti

meletakkan. Tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan

oleh penulis melalui tulisannya.20

19
Ibid. h. 260
20
Gorys Keraf, Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa, (Ende-Flores: Nusa
Indah, 1980) h. 107
2) Skematik, menggambarkan bentuk wacana umum yang disusun

dengan sejumlah kategori seperti pendahuluan, isi, kesimpulan,

pemecahan masalah, pentutup, dan sebagainya. Struktur skematik

memberikan tekanan: bagian mana yang didahulukan dan bagian

mana yang bisa dikemudiankan sebagai strategi untuk

menyembunyikan informasi penting.

3) Semantik, adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna

satuan lingual, baik makna leksikal (unit semantik terkecil)

maupun makna gramatikal (makna yang terbentuk dari gabungan

satuan-satuan kebahasaan).21

4) Sintaksis, secara etologis berarti menempatkan bersama-sama kata-

kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Sintaksis ialah bagian

dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat,

klausa, dan frase.22

5) Stilistik, pusat perhatiannya adalah style (gaya bahasa ) yaitu cara

yang digunakan penulis untuk menyatakan maksudnya dengan

menggunakan bahasa sebagai sarana.

6) Retoris, adalah gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara

atau menulis. Misalnya dengan pemakaian kata yang berlebihan

(hiperbolik) atau bertele-tele. Retoris mempunyai fungsi persuasif,

dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu disampaikan

kepada khalayak.23

21
Wijana, Dasar-Dasar Pragmatik, (Yogyakarta: ANDI, 1996), h. 1
22
Mansoer Pateda, Linguistik: Sebuah Pengantar, (Bandung : Angkasa. 1994 ),h. 85
23
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 82-84
B. Ruang Lingkup Novel

1. Pengertian Novel

Kata novel berasal dari kata novies yang berarti baru. Dikatakan baru

karena kalau dibandingkan dengan jenis-jenis karya sastra lainnya seperti puisis,

drama, dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian.24 Novel merupakan

sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, biasanya dalam bentuk cerita.

Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan

mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang

aneh dari naratif tersebut. Novel dalam bahasa Indonesia dibedakan dari roman.

Sebuah roman alur ceritanya lebih kompleks dan jumlah pemeran atau tokoh

cerita juga lebih banyak.25

Menurut Abdullah Ambary, novel adalah cerita yang menceritakan suatu

kejadian luar biasa dari kehidupan pelakunya yang menyebabkan perubahan sikap

hidup atau menentukan nasibnya.26

Novel adalah genre sastra dari Eropa yang muncul di lingkungan kaum

borjuis di Inggris dalam abad 18. Novel merupakan produk masyarakat kota yang

terpelajar, mapan, kaya, cukup waktu luang untuk menikmatinya.di Indonesia,

masa perkembangan novel terjadi tahun 1970-an.27

Novel memungkinkan adanya penyajian secara panjang lebar mengenai

tempat (ruang) tertentu. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika posisi

manusia dalam masyarakat jelas berhubungan dengan ruang dan waktu. Sebuah

masyarakat jelas berhubungan dengan dimensi tempat, tetapi peranan seorang

24
Henry Guntur Trigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1993) h. 10
25
www.id.wikipedia.org.
26
Abdullah Ambary, Intisari Sastra Indonesia, (Bandung: Djatmika, 1983) h. 61
27
Jakob Sumardjo, Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977, (Bandung: Penerbit
Alumni, 1999), Cet ke-1, h. 12
tokoh dalam masyarakat berubah dan berkembang dalam waktu. Khasnya, novel

mencapai keutuhannya secara inklusi (inclution), yaitu bahwa novellis

mengukuhkan keseluruhannya dengan kendali tema karyanya.28

Dari berbagai penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa novel

merupakan suatu karya sastra yang isinya menceritakan berbagai masalah

kehidupan manusia, dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama,

interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Novel tercipta

dari hasil penghayatan dan perenungan terhadap hakikat hidup, dan kehidupan

yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab meskipun ia bersifat

imajinatif. Dan melalui sosok tokoh dalam novel pengarang memberikan

gambaran kehidupan yang diidealkannya yang memiliki muatan pesan bagi

pembacanya.

2. Unsur-unsur dalam Novel

Novel sebagai karya sastra yang bersifat fiksi memiliki struktur yang

dibagi dua bagian, yaitu: struktur luar (ekstrinsik) dan stuktur dalam (instrinsik).

Unsur ektrinsik adalah segala macam unsur yang berada di luar suatu karya sastra

yang ikut mempengaruhi kehadiran karya sastra tersebut. Unsur intrinsik adalah

unsur-unsur yang membentuk karya sastra tersebut seperti penokohan atau

perwatakan, tema, alur (plot), pusat pengisahan, latar dan gaya bahasa.

a) Penokohan dan perwatakan

Masalah penokohan dan perwatakan ini merupakan salah satu hal yang

kehadirannya dalam sebuah fiksi amat penting dan bahkan menentukan,

karena tidak akan mungkin ada suatu karya fiksi tanpa adanya tokoh yang

28
Suminto A. Sayuti, Berkenalan dengan Prosa Fiksi, (Yogyakarta: Gama Media, 2000),
cet.ke-1, h.6
diceritakan dan tanpa adanya tokoh yang bergerak yang akhirnya membentuk

alur cerita.

b.) Alur (plot)

Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang

disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan

bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi.29

c.) Latar atau Landas Tumpu

Setelah penokohan atau alur cerita ditetapkan, agar keadaan suatu

peristiwa dan tokoh dalam cerita tersebut dapat tergambarkan dengan jelas

maka diperlukan adanya latar. Latar adalah segala keterangan mengenai

waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra.30

d.) Tema

Tema tidak lain dari suatu gagasan sentral yang menjadi dasar topik atau

pokok pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai pengarang melalui topiknya

tadi.

e.) Gaya Penceritaan

Gaya penceritaan yang dimaksudkan di sini adalah tingkah laku

pengarang dalam menggunakan bahasa. Tingkah laku berbahasa ini

merupakan suatu sarana sastra yang amat penting. Tanpa bahasa, tanpa gaya

bahasa, sastra tidak ada. Betapapun dua atau tiga orang pengarang

mengungkapkan suatu tema, alur, karakter, atau latar yang sama, hasil karya

mereka akan berbeda bila gaya bahasa mereka berbeda.

29
M. Atar Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya), cet. Ke-2, h. 35-43
30
Erwan Juhara, dkk. Cendikia Berbahasa: Bahasa dan Sastra Indonesia, (Jakarta: PT.
Setia Purna Inves.) h. 102
f.) Pusat Pengisahan

Pusat pengisahan adalah posisi dan penempatan diri pengarang dalam

ceritanya, atau dari mana ia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam

ceritanya itu. Terdapat beberapa jenis pusat pengisahan yaitu: Pengarang

sebagai tokoh cerita, pengarang sebagai tokoh sampingan, pengarang sebagai

orang ketiga (pengamat) sekaligus narator, pengarang sebagai pemain dan

narator.31

3. Jenis-jenis Novel

M. Atar Semi dalam bukunya Anatomi Sastra membagi novel sebagai

suatu karya fiksi ke dalam bebrapa jenis di bawah ini:

a) Romantik: secara filosofis, merupakan ketidaksenangan terhadap

kehidupan modern yang artifisial, materialis, kaku, dan kasar ;dan

kemudian lari dari kehidupan modern itu dengan membentuk suatu bentuk

dunia yang lain, biasanya dengan mengagungkan alam, emosi, dan pribadi.

b) Realisme merupakan lawan dari romantik, yakni suatu karya yang

menggambarkan tentang dunia kini dengan segala keadaaan dan kenyataan

yang dimilikinya.

c) Gotik merupakan suatu karya fiksi yang menceritakan tentang horor,

tentang kekerasan, tentang kekacauan, membicarakan tentang kematian,

keajaiban, supernatural, kuburan keramat, hantu yang gentayangan,dan

tentang berbagai keanehan keajaiban alam.

d) Naturalisme, karya fiksi naturalis mengungkapkan segala sesuatu tanpa

harus ada bagian yang disembunyikan, segala kekurangan dan kelebihan

31
M. Atar Semi, Anatomi Sastra. H. 35-58
dipaparkan, misalnya tentang kehidupan seksual, tentang kemiskinan,

tentang pengaruh narkotik.

e) Proletarian, fiksi jenis ini menggambarkan tentang segala bentuk

kepincangan dan ketidakadilan serta mengemukakan cara-cara pemecahan

masalah atau jalan keluar, pada umumnya jalan keluar yang dianjurkan

adalah sosialisme.

f) Alegori adalah suatu dramatisasi dari satu pernyataan yang kompleks

tentang politik, agama, dan moral, dan lain-lain melalui tokoh-tokoh

tertentu seperti binatang, atau dengan menyebutkan pelaku-pelaku seperti

si Tamak, si Korup, si Alim dan sebagainya.

g) Simbolisme adalah mengajak kita untuk mengerti dengan mengetengahkan

persoalan dengan yang cara yang baru.

h) Satire merupakan karya sastra karikatur dengan melebih-lebihkan sesuatu,

dengan menggunakan kecerdasan dan daya kritis untuk menggambarkan

tentang orang atau lembaga yang absurd, yang diperlihatkan atau

dikatakan berbeda dengan kenyataan.

i) Fiksi Sains (Science-Fiction) adalah semacam karangan yang dibuat

berlandaskan prinsip ilmu pengetahuan atau berdasarkan inspirasi yang

ditimbulkan oleh sesuatu penemuan ilmu pengetahuan.

j) Utopia, fiksi utopia mempunyai hubungan yang erat dengan fiksi sains.

Karangan semacam ini menyangkut tentang gambaran masyarakat yang

bertolak dari idealisme politik dan ekonomi pengarangnya.

k) Ekspresionisme adalah suatu teknik pengungkapan pikiran dan perasaan

dengan memanfaatkan psikologi.


l) Psikologi, prinsip pokok fiksi psikologi adalah eksplorasi segi-segi

pemikiran dan kewajiban tokoh-tokoh utama cerita, terutama menyangkut

alam pikiran pada tingkat yang lebih dalam, di tingkat alam bawah sadar.

m) Ekstensialisme, fiksi eksistensialis merupakan fiksi yang memperhatikan

atau menerapkan filsafat eksistensialis.

n) Autobiografi dan Biografi, fiksi autobiografi maupun biografi merupakan

karya fiksi yang memperbincangkan tentang perjalanan hidup sendiri

(autobiografi) atau tentang orang lain (biografi).32

C. Pesan Moral

1. Pengertian Pesan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pesan diartikan sebagai perintah,

nasehat, permintaan, amanat yang harus dilakukan atau disampaikan kepada orang

lain.33 Menurut Onong Uchjana Effendy pesan adalah seperangkat lambang

bermakna yang disampaikan oleh komunikator.

Dalam suatu kegiatan komunikasi, pesan merupakan isi yang disampaikan

oleh komunikator, atau juga keseluruhan daripada apa yang disampaikan oleh

komunikator terhadap komunikannya. Pesan dapat disampaikan secara langsung

dengan lisan atau tatap muka, bisa juga dengan menggunakan media atau saluran.

H.A.W. Widjaja dalam bukunya Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan

Masyarakat menjelaskan bentuk pesan yang dapat bersifat informatif, persuasif,

dan coersif.

1. informatif berarti memberikan keterangan-keterangan dan kemudian


komunikan dapat mengambil kesimpulan sendiri.
32
M. Atar Semi, Anatomi Sastra. h. 63-69
33
DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia. h.761
2. persuasif atau bujukan yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran
seseorang bahwa apa yang disampaikan akan memberikan rupa pendapat
atau sikap sehingga ada perubahan.
3. coersif, memaksa dengan sanksi-sanksi. Bentuk yang terkenal dengan
penyampaian secara ini adalah agitasi dengan penekanan-penekanan yang
menimbulkan tekanan batin dan ketakutan di antara sesamanya dan
kalangan publik. Coersif dapat berbentuk perintah, intruksi dan
sebagainya.34

Dalam hal bentuk pesan yang terdapat di atas, maka peneliti berpendapat

bahwa novel merupakan suatu media komunikasi yang bersifat memberikan

informasi sekaligus bujukan yang memberikan kesadaran bagi pembacanya

melalui pesan-pesan dalam novelnya tersebut.

2. Pengertian Moral, Etika, Akhlaq

Secara umum moral menyaran pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk

yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya:

akhlak, budi pekerti, susila.35

Kata moral dari segi bahasa barasal dari bahasa latin yaitu mores jamak dari

kata mos yang berarti adat kebiasaan. Secara etimologi moral adalah istilah yang

digunakan untuk menentukan batas dari sifat, perangai,kehendak,pendapat atau

perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk. 36

Moral menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya

dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh

manusia di dalam perbuatannya dan menunjukkan jalan untuk melakukan jalan

34
H.A.W. Widjaja. Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat,(Jakarta: Bina
Aksara) h. 14-15
35
Ibid. h. 754
36
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf ,(Jakarta :Rajawali Press,2003 ) Cet.5,h.94
37
untuk melakukan apa yang harus diperbuat. sumber dari ajaran-ajaran moral

adalah tradisi, adat istiadat, ajaran agama dan ideologi-ideologi tertentu.

Moral sebenarnya memuat dua segi yang berbeda, segi batiniah dan segi

lahiriah. Orang-orang baik adalah orang memiliki sikap batin yang baik dan

melakukan perbuatan yang baik pula. Dengan kata lain moral hanya hanya dapat

diukur secara tepat apabila hati maupun perbuatannya ditinjau bersama. 38

Gambaran tentang moral dalam pengertian di atas tidak jauh berbeda

dengan pengertian moral dalam Islam. Dalam agama Islam kata moral lebih

dikenal dengan istilah akhlak. 39

Moral dan akhlak dilihat dari arti kebahasaan mengandung pengertian

yang sama yakni budi pekerti, kelakuan atau kebiasaan. Tetapi dilihat dari

landasan kebahasaan moral berarti adat atau kebiasaan yang bertumpu pada etika,

sementara akhlak berarti budi pekerti (khuluq) yang bertumpu pada nilai-nilai

llahiyah dan Robbaniyah.

Dalam hal ini Zakiah Daradjat mendefenisikan bahwa moral adalah

kelakuan sesuai dengan ukuran (nilai-nilai) masyarakat, yang timbul dari hati dan

bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas kelakuan

tersebut. Tindakan itu haruslah mendahulukan kepentingan umum daripada

kepentingan pribadi.40

37
Ahmad Amin, ETIKA (Ilmu Akhlak ), (Jakarta :Bulan Bintang,1995),Cet. Ke-8, h. 8
38
Purwa,Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya ,(Yogyakarta: Kanisius, 1990), Cet.Ke-
9,h. 13-1
39
Kata akhlak walaupun terambil dalam bahasa Arab (yang biasa diartikan tabi’at,
perangai , kebiasaan, bahkan agama), tetapi kata tersebut tidak dikemukakan dalam al-Qur’an,yang
dikemukakan hanyalah bentuk tunggal yakni surat al-Qalam ayat 4 (penjelasan lebih rinci dapat
dilihat dalam buku Wawasan al-Qur’an karya Quraish Shihab,Bandung , Mizan, 1997 ), h. 253-
273.
40
Zakiah Daradjat, Peranan Agama Islam dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Haji
Masagung,1993), h. 63.
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma yang terdapat di

antara sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah kebaikan manusia sebagai

manusia. Norma moral adalah tentang bagaimana manusia harus hidup supaya

menjadi baik sebagai manusia.41

Moral dalam suatu karya sastra merupakan unsur isi, gagasan inti yang

ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, biasanya mencerminkan

pandangan yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran. Moral

dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message.

Bahkan unsur amanat itu sebenarnya merupakan gagasan yang mendasari

penulisan karya itu, gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra sebagai

pendukung pesan. Hal itu didasarkan pada pertimbangan bahwa pesan moral yang

disampaikan lewat cerita fiksi tentulah berbeda efeknya dibanding yang lewat

tulisan nonfiksi.42

Kategori pesan moral dalam karya sastra meliputi:

1. Kategori hubungan manusia dengan Tuhan

2. Kategori hubungan manusia dengan diri sendiri, seperti ambisi, harga diri,

rasa percaya diri, takut, maut, rindu, dendam, kesepian, dan keterombang-

ambingan dalam pilihan.

3. Kategori hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkungan sosial,

termasuk hubungannya dengan alam.43

Ketiga kategori inilah yang kemudian menjadi landasan bagi peneliti dalam

menentukan bentuk-bentuk pesan moral yang terdapat dalam novel De Winst.

41
Yadi Purwanto, Etika Profesi, (Bandung: PT. Repika Aditama), 2007, h. 45.
42
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press), 1998. h. 321-322
43
Ibid. h. 323.
Moral dalam karya sastra atau hikmah selalu dalam pengertian yang baik.

Dengan demikian, jika dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku

tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis

maupun protagonis, tidaklah berarti bahwa pengarang menyarankan kepada

pembaca untuk bersikap dan bertindak demikian, namun sikap dan tingkah laku

tersebut hanyalah model yang sengaja ditampilkan pengarang agar pembaca dapat

mengambil hikmah dari cerita yang berkaitan. Karena biasanya eksistensi sesuatu

yang baik akan lebih mencolok jika dikonfrontasikan dengan yang sebaliknya.44

Etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti adat istiadat

(kebiasaan), perasaan batin, kecendrungan hati untuk melakukan perbuatan. Etika

juga merupakan ajaran tentang keluhuran budi baik dan buruk.45

Menurut Frans Margin Suseno, etika adalah sarana orientasi bagi usaha

manusia untuk menjawab suatu pertanyaan yang amat fundamental tentang

bagaimana manusia harus bertindak.46

Dalam buku Communicate! Yang ditulis Rudolph F. Verderber

sebagaimana dikutip Richard L. Johansen dalam bukunya Ethics in Human

Commnucations, yang diterjemahkan oleh Dedy Djamaluddin dan Deddy

Mulyana dalam buku Etika Komunikasi dinyatakan bahwa etika adalah standar-

standar moral yang mengatur perilaku kita, bagaimana kita bertindak dan

mengharapkan orang lain bertindak.

Etika pada dasarnya merupakan dialektika antara kebebasan dan tanggung


jawab, antara tujuan yang hendak dicapai dan cara untuk mendapat tujuan itu. Ia
berkaitan dengan penilaian tentang perilaku benar atau tidak benar, yang baik atau

44
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h. 322
45
Abuddin Nata, Akhlaq Tasawuf, h. 11
46
Ibid.
tidak baik, yang pantas atau tidak pantas, yang berguna atau tidak berguna, yang
harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.47

Etika dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang segala

soal kebaikan dalam hidup manusia semuanya, mengenai gerak-gerik pikiran dan

rasa yang dapat merupakan pertimbangan perasaan sampai mengenai tujuannya

yang dapat merupakan perbuatan.

Dari beberapa defenisi di atas tentang moral, peneliti menyimpulkan

bahwa moral merupakan nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dan menjadi

pedoman bagi suatu komunitas atau kelompok masyarakat tertentu dalam

mengatur segala tingkah laku. Sedangkan etika merupakan ilmu yang membahas

suatu upaya dalam menentukan ukuran nilai baik dan buruknya tingkah laku

manusia yang dihasilka oleh akal manusia.

Selain etika yang mempunyai kesamaan makna dengan moral yaitu

akhlaq. Akhlaq menurut Imam Al- Ghazali merupakan suatu sifat yang tetap pada

jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak

membutuhkan kepada pikiran.48

Ahmad Amin mengatakan dalam kitabnya Al- Akhlaq, sebagaimana yang

dikutip Rachmat Djatnika bahwa akhlaq merupakan ilmu yang menjelaskan arti

baik dan buruk, menerangkan apa yang harus dilaksanakan oleh sebagian manusia

terhadap sebagiannya, menjelaskan tujuan yang hendak dicapai oleh manusia

47
Dedy Djamaluddin, Deddy Mulyana, Etika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1996), h. v
48
Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islami: Akhlak Mulia, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1996) h. 27
dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan yang lurus yang harus

diperbuat.49

Dari berbagai pengertian pesan dan moral di atas dapat disimpulkan

bahwa pesan moral merupakan pesan yang isinya mengandung muatan moral atau

nilai-nilai kebaikan. Nilai-nilai kebaikan tersebut bersumber dari akal manusia

dan budaya masyarakat. Namun juga bisa moral yang diadopsi dari agama.

Karena mengenai agama ini dasarnya keyakinan, maka keyakinan itu berkekuatan

untuk menjadi dasar moral bagi pemeluknya. Orang beragama yakin bahwa

agamanya itu benar dan datang dari Tuhan sang pencipta, bukan dari hasil

pemikiran manusia.

Untuk ukuran baik dan buruk, sejarah menunjukkan bahwa agama lah

yang lebih banyak berpengaruh. Karena bagi orang beragama apapun yang

diperintahkan oleh agama ditangkap sebagai akan membawa kebaikan

masyarakat, bahkan kebaikan bagi alam. Kebaikan untuk diri sendiri tidak hanya

terbatas dalam kehidupan dunia tetapi sampai nanti di akhirat.50

Ajaran Moral dan Etika dalam Budaya Keraton Jawa Surakarta

Keraton Surakarta atau dalam bahasa Jawa disebut Karaton Surakarta

Hadiningrat, merupakan bekas Istana Kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat

(1755-1946). Keraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II (Sunan PB II)

pada tahun 1744 sebagai pengganti Istana/Keraton Kartasura yang porak-poranda

akibat Geger Pecinan 1743.

Setelah Perjanjian Giyanti tahun 1755, keraton ini kemudian dijadikan

istana resmi bagi Kasunanan Surakarta sampai dengan tahun 1946, ketika
49
Ibid. h. 30
50
Djoko Pranowo, Masyarakat Desa: Tinjauan Sosiologi. (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1985)h. 71
Pemerintah Indonesia secara resmi menghapus Kasunanan Surakarta dan

menjadikannya sebuah karesidenan langsung di bawah Presiden Indonesia.

Ajaran moral Jawa bersumber pada etika Jawa dengan mengacu pada

tokoh-tokoh leluhur dinasti Mataram (Ki Ageng Tarub, Panembahan Senapati dan

Sultan Agung). Begitu juga larangan-larangan yang disebutkan adalah larangan-

larangan yang berasal dari leluhur dinasti Mataram.51

Hubungan sosial masih berpegang pada sifat tradisional dengan urutan

berdasarkan usia, pangkat, kekayaan, dan awu’tali kekerabatan’. Konflik terbuka

sedapat mungkin dihindari. Dunia lahir yang ideal adalah dunia yang seimbang

dan selaras, seperti keseimbangan dan keselarasan lahir dan batin. Hidup orang

tidak akan mempunyai cacat dan cela apabila batinnya selalu waspada.

Kewaspadaan batin yang terus menerus itu akan mencegah tingkah laku,

bicara dan ucapan yang tercela. Selain kewaspadaan batin juga dihindari watak

yang tidak baik. Sebaliknya seseorang itu haruslah memelihara watak “reh“

bersabar hati dan “ririh“ tidak tergesa-gesa dan berhati-hati. Kelakuan yang

menguntungkan diri sendiri dan merugikan orang lain harus dihindari, berbohong,

kikir, dan sewenang-wenang haruslah dijauhi.

Jika batinnya telah waspada, tingkah lakunya harus sopan, tingkah laku

sopan itu ialah tingkah laku yang :

a) Deduga “ dipertimbangkan masak-masak sebelum melangkah.”


b) Prayoga “ dipertimbangkan baik buruknya “
c) Watara “ dipikir masak-masak sebelum memberi keputusan “
d) Reringa “ sebelum yakin benar akan keputusan itu “52

51
http://apit.wordpress.com, diakses pada 25 Juni 2008
52
Ibid.
BAB III

BIOGRAFI AFIFAH AFRA DAN RINGKASAN NOVEL DE WINST

A. Sejarah Singkat Afifah Afra

Afifah Afra adalah nama pena Yeni Mulati. Belakangan, penulis kelahiran

Purbalingga, 18 Februari 1979 ini, mulai diakui keberadaannya di dunia

perbukuan, terutama fiksi. Salah satu novelnya, Bulan Mati di Javasche Oranje,

menjadi salah satu karya terbaik FLP Award 2002.

Yeni begitu biasa dipanggil oleh orang-orang terdekatnya telah

menyelesaikan sarjananya di FMIPA UNDIP (Universitas Diponegoro) pada

tahun 2002, dan pernah aktif sebagai ketua PPAP (Pemberdayaan Perempuan dan

Anak Pinggiran) Seroja di kota Solo.53

Aktivitas di jalanan ini, ia tekuni bersama teman-teman yang memiliki

kesamaan idealisme. Ia mengaku ingin total dalam menekuni dunianya yang satu

ini. Karena itu, ia sangat intens bergaul dengan kalangan pinggiran meskipun

hanya untuk mendengarkan keluhan mereka. Namun demikian, Yeni tetap akan

menulis karena menulis adalah wujud pengekspresian ide-idenya. Apalagi karya

yang dihasilkan lumayan banyak.

Selain pernah aktif di PPAP Seroja, Yeni juga terlibat secara intensif

dalam proses pengaderan penulis muda yang tergabung dalam Forum Lingkar

Pena (FLP) Surakarta.

53
Biografi dalam Novel Tarian Ilalang karya Afifah Afra, Bandung: Dar! Mizan, 2004
Saat ini penulis yang aktif menulis buku, telah membuat penerbitan sendiri

dan hal ini tentu baginya sangat mendukung kegiatannya dalam menulis buku.

Baginya, penulis yang memiliki penerbitan sendiri diibaratkan seperti seorang

petani yang memiliki tanah dan menggarap sawahnya sendiri, pasti akan mampu

melantunkan lagu kepuasan, saat karyanya menghasilkan sesuatu yang bersinergi

dengan idealismenya. Demikian juga, ketika penulis memiliki publishing sendiri,

bait-bait kebahagiaan, akan mampu dilesatkan dari setiap release buku-bukunya.

Sedangkan ketika kita masih menjadi penulis yang 'menggantungkan' nasib

kepada penerbit, nasibnya akan sama dengan para petani yang bekerja di sebagai

buruh di sawah-sawah. Tentu saja ia tak akan seleluasa para petani yang memiliki

sawahnya sendiri dalam mengaktualisasikan kehendaknya atas sawah tersebut.

Suatu saat, ia mungkin ingin menanami sawahnya dengan jagung, karena beras

mahal, dan jagung bisa menjadi alternatif pangan, akan tetapi keinginannya akan

membentur karang terjal karena sang pemilik sawah tetap bersikeras agar

tanahnya ditanami padi.

B. Karya-karyanya

Karya-karyanya antara lain: Genderuwo Terpasung (Assyamil, 2001),

Bulan Mati di Javasche Oranje (Eranovfis 2001), Syahid Samurai (Eranovfis

2002), Kembang Luruh di Rimbun Jati (Asy-syamil 2002), Serial Elang 1: 100

Bunga Mawar untuk Mr. Valentine; Elang 2: Selebritis (Eranovfis 2002),

Marabunta 1: Topan Marabunta, Marabunta 2: Kudeta Sang Marabunta (GIP

2002), Jangan Panggil Aku Josephine (Eranovfis 2003), Peluru di Matamu

(Eranovfis 2003). Kumcer (kumpulan cerita pendek) Mawar-mawar Adzkiya,


Novel Trilogi: Tersentuh Ilalang (Dar! Mizan, 2003), Tarian Ilalang (Dar! Mizan,

2004), dan Cinta Ilalang (Dar! Mizan, 2004).

Awas Kesetrum Cinta (Afifah Afra dkk.); Bisik-bisik Soal Sex (Afifah Afra

& Dr. Ahmad S); The Secret of Playboy; Gals, PD-mu Masih Memble?; Teman

Tetap Mesra; Datang, Serang, Menan;, Look I’m Very Beauty; Cinta Apa Nafsu;

Nikah Itu Tak Mudah; Mengukir Cinta di Lembar Putih (Afifah Afra & dr.

Ahmad,S.) Lini Pengembangan Diri: How Tobe A Smart Writer; …and The Star

Is Me; De Winst; Kata Orang Aku Mirip Nabi Yusuf (Antologi Cerpen, Izzatul

Jannah, Afifah Afra dkk.)

C. Ringkasan Cerita dalam Novel De Winst: Sebuah Novel Pembangkit

Idealisme

Usai menamatkan sarjana ekonomi dari universitas Leiden sebagai lulusan

terbaik di universitas tertua di Belanda itu, Raden Mas Rangga Puruhita memilih

kembali ke Hindia Belanda untuk mempraktekkan ilmu yang ia miliki demi

kemajuan para pribumi. Walaupun Profesor Johan van De Vondel –salah seorang

guru besar Fakultas Ekonomi Rijksuniversiteit (UN) Leiden telah menawarinya

beasiswa untuk tetap belajar hingga meraih gelar doktor dan pekerjaan di sebuah

bank swasta internasional jika Rangga tetap mau tinggal di negara tempatnya

meraih gelar sarjana ekonomi tersebut. Rangga bersikeras untuk kembali ke

negerinya. Sebuah negeri yang mungkin jauh dari gemah ripah peradaban manusia

modern seperti Nederland tetapi seterbelakang apapun, Indische tetaplah tanah

kelahirannya. Apalagi Sang Rama, Kanjeng Gusti Pangeran Haryosuryanegara


seorang pangeran di Keraton Surakarta, telah menyuratinya untuk tidak berlama-

lama menetap di negeri Kincir Angin itu.

Dalam perjalanan menuju tanah kelahirannya di sebuah kapal api yang

membawanya dari Amsterdam menuju pelabuhan di Tanjung Priok, Rangga

berkenalan dengan seorang wanita cantik bermata biru dan berambut bak jagung.

Rangga mengenal gadis bernama Everdine Kareen Spinoza itu ketika gadis

tersebut meminta pertolongannya dari gangguan dua pemuda bule yang tengah

mabuk dan memaksanya berdansa, pada saat pesta dansa yang khusus di

selenggarakan untuk penumpang kapal kelas satu dan dua. Sejak itu, Everdine

selalu menguntit kemanapun Rangga pergi, antara keduanya pun terjalin interaksi

dan perkenalan yang lebih dekat. Hingga ketika pada akhirnya kapal api telah

berlabuh, perpisahan pun terjadi. Rangga menyadari bahwa ada rasa rindu bahkan

Ia telah jatuh cinta pada gadis bak bidadari itu. Sedangkan Everdine terang-

terangan mengakui perasaannya terhadap Rangga, ketika mereka bersua kembali

di sebuah penginapan sebelum akhirnya berangkat ke tujuan masing-masing.

Berbeda dengan sikap Everdine yang khas gadis barat atau cenderung agresif.

Rangga hanya bisa tersipu saat Everdine menyatakan perasaannya. Sesungguhnya

Rangga berusaha menjaga jarak dengan gadis berambut jagung itu, maka ketika

mereka harus berpisah ada perasaan lega di batin Rangga, karena Rangga memang

tak ingin rasa tertariknya terhadap Everdine semakin jauh lagi. Karena ia tahu,

akan mendapat kesulitan karenanya. Terlebih lagi pihak Keraton Kesunanan pasti

juga akan gempar mendengar Rangga yang seorang dari trah Suryanegara

memiliki pasangan seorang bermata biru. Sebuah penentangan pakem yang pasti

akan menguras energinya. Dengan perpisahan itu Rangga berpikir cerita


tentangnya dan gadis bak bidadari itu berakhir saat itu juga. Terlebih lagi Rangga

telah dijodohkan oleh sang rama dengan Raden Rara Sekar Prembayun yang tak

lain putri dari pamannya sendiri, walaupun Rangga tak sepenuhnya setuju dengan

perjodohan itu. Karena pada saat itu keduanya masih anak-anak. Begitu juga

dengan Sekar, adik sepupunya yang telah dijodohkan dengannya itu ternyata telah

memiliki tambatan hati yang lain.

Setelah kepulangannya di tanah kelahirannya itu Rangga menyempatkan

dirinya untuk berkeliling mengitari kota Solo, ia begitu antusias untuk mengetahui

perkembangan keadaan kota Solo selama delapan tahun sejak kepergiannya ke

Belanda. Rangga begitu menikmati menyaksikan keindahan bangunan-bangunan

seperti gapura-gapura, dalem-dalem para pangeran dan pangageng parentah serta

rumah-rumah loji milik para pejabat gubernemen, administratur perkebunan

maupun pengusaha yang berdiri megah dengan arsitektur menawan perpaduan

Jawa, Tionghoa, Timur Tengah maupun Eropa. Namun ketika Rangga mulai

menyusuri jalan-jalan tak beraspal ke desa-desa pinggiran Solo ia merasakan

perbedaan kondisi yang sangat kentara. Aroma kemiskinan mulai ia rasakan dari

sosok-sosok sulaya yang tampak kekurangan nutrisi serta rumah-rumah yang tak

berdiri kokoh karena hanya dibangun dari dinding-dinding bambu, atap daun

rumbia dan beralas tanah..

Rasa prihatin semakin menghinggapi, ketika Rangga mencoba untuk

mampir di sebuah warung kecil berbentuk gubuk di pinggir perkebunan tebu.

Warung itu sepi hanya ada penjual seorang wanita jawa setengah baya, serta

pembelinya lelaki tua yang sedang menyeruput segelas teh tanpa gula. Ketika

Rangga bertanya mengapa tak memakai gula, lelaki tua itu tertawa sedih. Ternyata
harga segelas teh yang pahit hanya 2 sen, sedangkan jika harus memakai gula,

harganya bisa tiga kali lipatnya. Rangga menggeleng-gelengkan kepala, apalagi

ketika menyadari bahwa di belakang warung itu terbentang puluhan hektar

perkebunan tebu, bahan pokok industri gula pasir.

Setelah Rangga di Indonesia, Ia pun lebih memilih untuk menjadi

pengusaha, karena baginya dengan menjadi pengusaha ia ingin memperbaiki

keadaan perekonomian masyarakat yang tertindas dengan menciptakan peluang

kerja untuk kaum pribumi sebanyak mungkin dengan gaji yang layak dan

mempersiapkan sendi-sendi ekonomi yang kuat. Karena jika suatu bangsa

merdeka maka kemandirian ekonomi menjadi suatu hal yang sangat penting.

Rangga pun mendatangi perusahaan pabrik gula De Winst untuk

menanyakan pekerjaan yang dijanjikan oleh administrur pabrik tersebut terhadap

ramanya. Beruntungnya Rangga dipersilahkan menemui meneer Edward Biljmer

langsung di ruang pribadinya dan mendapat sambutan yang hangat bahkan

terkesan berlebihan dalam menghormatinya. Rangga pun mendapat tempat di

perusahaan sebagai asisten administratur bagian pemasaran.

Belakangan Rangga tahu mengapa Ia begitu mudah bisa masuk di

perusahaan itu, ternyata sang rama memiliki saham sebesar 20%. Namun

walaupun dengan saham yang tak seberapa besar, ayahnya sangat berharap

Rangga bekerja semaksimal mungkin agar mampu menunjukkan kepada

administratur pabrik De Winst lainnya yang semuanya itu Nederlanders, bahwa

inlander seperti Rangga mampu bekerja sebaik bahkan melebihi kehebatan para

Nederlanders itu. Dengan menjadi bagian dari De Winst ayahnya ingin agar

Rangga juga bisa memperjuangkan nasib para buruh yang tertindas. Bisa
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dengan membuka peluang kerja

seluas-luasnya.

Namun menjadi bagian di De Winst juga menjadi suatu dilema tersendiri

bagi Rangga ketika satu persatu permasalahan muncul. Mulai dari permintaan

warga tempat De Winst menyewa tanah sebagai lahan perkebunan tebu untuk

menaikkan sewa tanah 10 kali lipat. Awalnya masalah sewa tanah bukanlah hal

yang terlalu sulit karena tuan Biljmer seorang yang bisa diajak berkompromi.

Mungkin saja perusahaan bisa menaikkan harga sewa walaupun tidak sebesar

permintaan warga. Namun masalah yang muncul kemudian adalah ketika tuan

Biljmer mengundurkan diri dari perusahaan karena Ia akan melanjutkan studinya

dan kembali ke Nederland bersama keluarganya. Saham tuan Biljmer pun telah

dijual kepada William Thijsse seorang kerabatnya, dan anaknya yang akan

menjadi administratur menggantikan tuan Biljmer. Nama yang mengingatkan

Rangga pada peristiwa saat Ia bertemu kembali dengan Everdine Kareen Spinoza

di sebuah hotel, saat itu Kareen meminta bantuan Rangga untuk berpura-pura

menjadi kekasihnya karena ia tak sudi diikuti terus oleh Thijsse yang begitu

menginginkan Kareen. Sejak peristiwa itu Rangga pun yakin bahwa Jan Thijsse

membencinya.

Dugaan Rangga ternyata benar, pada pesta penyambutan administratur

baru, meneer Thijsse yang dimaksud oleh meneer Biljmer adalah orang yang sama

dengan yang ditemuinya saat bersama Kareen. Namun yang membuat Rangga

lebih terkejut lagi Kareen datang bersama Thijsse, dari cerita meneer Biljmer,

Rangga tahu bahwa Everdine Kareen Spinoza gadis yang selalu hinggap di

mimpi-mimpinya kini sudah menjadi nyonya Thijsse.


Setelah pergantian administratur, Rangga begitu terpojok. Karena ia

merasa harus memperjuangkan hak-hak rakyatnya yang tertindas, terutama kaum

buruh, yang pada saat itu mendapat perlakuan tidak wajar karena hanya digaji

dengan upah yang sangat sedikit. Namun Rangga merasa tak berdaya karena harus

berhadapan dengan para administratur yang serakah. Akhirnya ia pun

memutuskan keluar dari pabrik tersebut.

Setelah Rangga keluar dari De Winst, ia membuat rencana besar antara lain

memajukan perusahaan pabrik gula milik pribumi yakni kanjeng Pangeran

Mangkunegara yang memang telah meminta kerjasama Rangga untuk

membesarkan beberapa pabrik gula miliknya. Usaha perbaikan itu antara lain

dengan penambahan modal dan pembenahan infrastuktur serta perluasan produksi

dengan menanam kapas, mendirikan pabrik tekstil untuk menopang industri batik

yang telah lama berkembang di kalangan pribumi. Rangga telah mendapat

bantuan untuk menopang permodalan dari Haji Suranto, seorang pengusaha batik

yang sukses. Untuk pembukaan perkebunan kapas itu maka Rangga akan meminta

pengalihan sewa tanah warga dari De Winst, dan mengabulkan permintaan sewa

tanah 10 kali lipatnya, dengan begitu perang melawan pengusaha asing telah

dimulai.

Sekar pun mulai menaruh simpati terhadap Rangga, karena lelaki yang

telah dijodohkan dengannya sejak kecil itu tidak seperti dugaan sebelumnya.

Selama ini sekar menganggap rangga tak lebih dari seorang bangsawan keraton

berpendidikan barat, memiliki watak seperti Belanda dan tidak mempunyai visi

dan misi hidup untuk memperjuangkan kesejahteraan bangsanya.


Namun akhirnya Rangga pun ditangkap dengan tuduhan melakukan makar

dan ingin menjatuhkan kekuasaan Belanda dengan bersekongkol dengan para

pegiat partai terlarang yakni Partai Rakyat. Selain itu aktivitasnya mendirikan

perkebunan kapas dan pabrik tekstil dinilai hendak menghancurkan pabrik gula

De Winst terkait penyewaan tanah. Ia juga dituduh menghasut para buruh de

Winst yang kebanyakan simpatisan Partai Rakyat untuk memboikot pabrik

tersebut dengan beramai-ramai meninggalkannya.

Persidangan kasus Rangga pun berlangsung cukup alot, pembelaan Kareen

untuk Rangga membuat majelis hakim mengakui bahwa Rangga tidak terbukti

bersekongkol menghancurkan De Winst. Namun Rangga tetap dianggap

membahayakan kekuasaan ratu Belanda karena simpati yang diberikannya

terhadap aktivis partai terlarang itu. Akhirnya Rangga pun tetap dijatuhi hukuman

internering. Sebuah keputusan yang diluar dugaan Kareen, karena sebelumnya ia

begitu optimis bisa membebaskan Rangga.

Sementara itu, setelah persidangan berakhir Everdine pun memutuskan

untuk bercerai, karena usaha ayahnya yang sempat memburuk karena kebiasaan

judinya berangsur membaik. Mereka pun segera melunasi hutang-hutangnya

terhadap keluarga Thijsse. Sedangkan Thijsse mati di tangan KGPH Suryanegara,

ayah Rangga, yang menghunuskan sebilah keris kecil sebagai pembalasan atas

perlakuan Thijsse yang telah memperkosa dan nyaris membunuh Pratiwi, yang

ternyata anak biologis dari ayah Rangga. Namun sayangnya, sebelum

menghembuskan nafas terakhir Thijsse masih bisa bangkit dan menarik pelatuk

pistolnya yang melesatkan pelor tajam hingga menembus kepala KGPH

Suryanegara dan menewaskannya.


Di akhir cerita sebelum keberangkatan kapal yang membawa Rangga

menuju lokasi pembuangannya di Endeh, dua hari sebelumnya Kareen telah

menjadi istri sah Rangga dan memutuskan mengikuti agama Rangga, dan

merubah namanya menjadi Syahidah. Pernikahan itu memang keputusan Rangga

yang sungguh sangat mengejutkan khususnya bagi kareen. Rangga memang telah

beriltizam untuk menghilangkan segala kotoran dihatinya, ia tak ingin virus-virus

cinta mengotori jiwanya, terutama ketika ia berada di pengasingan.

Kegundahan di hati Rangga begitu kuat membebat, terlebih lagi beban

hidupnya terasa semakin berat ketika berita kematian sang ayah sampai di

telinganya. Namun yang menjadi pangkal kegelisahannya adalah munculnya

sebuah kesadaran bahwa ia telah menjadi Rangga yang berbeda dari sebelumnya.

Karena malam sebelum hari keberangkatannya, ia bermimpi aneh, dalam

mimpinya ia tengah menjalani prosesi sebuah upacara pernikahan. Ia menjadi

pengantin dengan busana kejawen yang membuatnya tampak sebagai ksatria

tampan dan memesona. Ia begitu berbahagia dengan pernikahannya itu, namun

yang membuatnya terhenyak adalah ketika ia terbangun dan menyadari bahwa

pengantin wanita yang ada di mimpinya itu bukanlah Everdine Kareeen Spinoza

yang telah mati-matian membelanya di pengadilan, akan tetapi Rara Sekar

Prembayun.

Ketika kapal mulai bergerak meninggalkan pelabuhan, air mata Kareen

mengalir deras. Ia melambaikan tangan yang dibalas Rangga dengan lambaian

serupa. Namun Kareen sama sekali tidak menyadari, bahwa lambaian itu

sesungguhnya keluar tanpa energi cinta. Ia tak menyadari bahwa yang tengah
berada di benak sang pemuda bukanlah dirinya, namun justru seraut wajah yang

lain.
BAB IV

TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Wacana Pesan Moral dalam Novel De Winst karya Afifah Afra

Dalam bab ini peneliti akan menguraikan pesan-pesan yang terdapat

dalam novel De Winst karya Afifah Afra, baik pesan-pesan secara umum

maupun secara khusus (pesan moral). Dalam penelitian ini, peneliti akan

memaparkan temuan-temuan data berdasarkan pesan secara umum,

mewacanakannya dan mendeskripsikan kalimat-kalimat yang memiliki

muatan-muatan sebagai pesan moral. Dan untuk mengetahui pesan-pesan

moral tersebut, terlebih dahulu peneliti akan mendeskripsikan pesan-pesan

secara umum berdasarkan analisis teks.

1. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Analisis Teks

Dalam analisis teks, peneliti memfokuskan pada strategi wacana serta

teknik penulisan yang dipakai untuk menggambarkan peristiwa tertentu,

dengan cara menguraikan struktur kebahasaan secara makro (tematik),

superstruktur (skematik) dan struktur mikro (semantik, sintaksis, stilistik dan

retoris).

a. Struktur Makro

Tema merupakan gagasan inti dari suatu teks yang menggambarkan apa

yang ingin diungkapkan oleh seorang penulis melalui tulisannya dalam melihat

atau memandang suatu peristiwa. Tema dalam suatu karya fiksi atau novel

merupakan gagasan sentral yang menjadi dasar penulisan sebuah karya dan
dalam tema itu tercakup persoalan dan tujuan atau amanat pengarang kepada

pembaca melalui tulisannya tersebut.

Tema secara umum pada novel De Winst adalah menguraikan tentang:

1. Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan

kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan

mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.54

Tema ini menjadi tema utama yang terdapat dalam novel, yang ditunjukkan

melalui kisah tokoh utamanya Rangga yang memiliki semangat juang

untuk melawan imperialisme Belanda dengan usahanya dalam bidang

ekonomi. Selain itu tokoh lainnya yang berjuang keras dalam bidang

pendidikan.

2. Integritas dan Loyalitas, Integritas merupakan Penggabungan dari beberapa

kelompok yang terpisah menjadi satu kesatuan yang mempunyai tujuan dan

cita-cita yang sama.55 Sedangkan loyalitas merupakan setia pada sesuatu

dengan rasa cinta, sehingga dengan rasa loyalitas yang tinggi sesorang

merasa tidak perlu untuk mendapatkan imbalan dalam melakukan sesuatu.

Kedua tema tersebut tampak pada kisah Rangga, Sekar, Jatmiko dan

lainnya yang memiliki kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Rangga seorang bangsawan keturunan Keraton Surakarta yang berhasil

memperoleh gelar doktorandus di bidang ekonomi dengan predikat lulusan

terbaik, setelah selama delapan tahun dihabiskan untuk menempuh studi di

Universitas Leiden Belanda. Setelah kepulangannya ke tanah air, ia harus

menghadapi kenyataan pahit bahwa kehidupan rakyatnya jauh dari

54
http://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme" diakses pada 25 juni 2008
55
Ibid.
kesejahteraan, hidup yang tertindas karena pemerintah kolonial Belanda

mempekerjakan para buruh di pabrik-pabrik milik orang Belanda di tanah

jajahan mereka. Para buruh itu bekerja tanpa jaminan apa-apa dengan upah

yang begitu minim, berbanding tajam dengan para komisaris pabrik yang

notabene kaum penjajah. Kemudian muncul Kresna, Jatmiko, Sekar yang

memprovokasi Rangga yang menjadi salah satu petinggi di Pabrik De

Winst saat itu, untuk bangkit melawan imperialisme dan memperjuangkan

hak-hak rakyatnya atas kepemilikan tanah, perbaikan pendidikan, dan

kehidupan yang lebih baik di tanah air sendiri. Tema loyalitas juga

ditunjukkan dengan perjuangan mereka yang begitu hebat karena kecintaan

mereka terhadap tanah airnya.

3. Tanggung jawab kepemimpinan, merupakan tekanan sosial yang mengikat

sesuai dengan kewajiban dan tugas yang dibutuhkan status sosial itu sendiri

sebagai pemimpin. Tanggung jawab kepemimpinan dapat diartikan sebagai

tanggung jawab sosial yang muncul dari kesadaran seorang pemimpin yang

mendorongnya untuk melaksanakan tugasnya demi kesejahteraan orang-

orang yang dipimpinnya. Tema seperti ini terdapat dalam novel yang

menceritakan Rangga dengan segenap kemampuannya berusaha untuk

memperjuangkan hak-hak buruh yang tertindas. Sebagai pribumi yang

menduduki jabatan tinggi di perusahaan tempatnya bekerja, Rangga merasa

ada tanggung jawab yang dipikulnya. Karena itu walaupun dia menjadi

bagian dari De Winst tidak membuatnya lupa untuk memperjuangkan nasib

saudara sebangsanya. Bahkan kesempatan itu yang dimanfaatkan Rangga


meskipun harus berhadapan dengan keserakahan dan kecongkakan para

petinggi pabrik tempatnya bekerja yang notabenenya penjajah.

4. Persamaan derajat, tema ini ditunjukan pengarang melalui tokoh-tokohnya

yang selalu menghargai orang tanpa memandang jabatan, keadaan status

sosial, ekonomi, pendidikan dan lainnya. Walaupun pada saat itu, sistem

aristokrasi yang berlaku masih menjadi tradisi masyarakat keraton jawa.

Bahkan status sosial yang dimiliki para tokoh justru mereka manfaatkan

untuk menolong saudara-saudara sebangsanya yang tidak seberutung

mereka, baik itu dari segi pendidikan maupun ekonomi.

5. Berusaha dan bekerja keras. Tema ini ditunjukkan dalam cerita pada novel

De Winst yang mengisahkan perjuangan Rangga, Sekar, Jatmiko, Pratiwi

dalam membela hak masyarakat dan usaha untuk memberikan kesejahteraan

bersama dengan melawan tindakan kesewenang-wenangan para penguasa

Belanda yang telah menindas rakyat untuk keuntungan orang Belanda itu

sendiri. Terlepas dari perbedaan cara masing-masing orang dalam

melakukan usaha itu. Dan untuk mendapatkan dan merealisasikan apa yang

mereka inginkan mereka pun bekerja keras tanpa takut akan bahaya yang

mengancam. Melalui tema ini pengarang ingin memberi pandangan bahwa

kita sebagai manusia untuk mencapai suatu keinginan harus berusaha dan

bekerja keras. Segala sesuatu yang kita inginkan tidak akan datang dengan

sendirinya tanpa ada usaha apapun. Dan bila dikaitakan ke agama, mengenai

kerja keras menjadi hal yang dianjurkan sebagaimana Allah SWT

berfirman:
Artinya: ”.......sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri...”
(Q.S Ar-Ra’d: 11)

Semua manusia ingin mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Kebahagiaan duniawi contohnya kecukupan materi, sukses dalam berkarir,

memiliki keluarga yang sejahtera, dan untuk semua itu kita harus berusaha

dan bekerja sebaik-baiknya. Dan untuk mendapatkan kebahagiaan di akhirat

tentunya kita juga harus berusaha dengan melaksanakan segala yang

diperintahkannya dan menjauhi larangan Tuhan Sang Pencipta.

6. Ciri penting menuntut ilmu dan mengamalkannya. Dalam novel ini

dikisahkan tentang Rangga yang dikirim oleh ayahnya kanjeng Gusti

Pangeran Haryo Suryanegara untuk kuliah di Universitas Leiden Belanda.

Dengan suatu tujuan yakni mendapatkan ilmu-ilmu modern yang sama

dengan orang-orang Belanda. Karena pada saat itu Hindia Belanda berada

dalam kekuasaan Nederlanders. Dan dengan ilmu yang didapatkannya,

ayahnya berharap Rangga dapat merealisasikan ilmunya untuk

kesejahteraan saudara sebangsanya yang tertindas. Hal ini dapat dilihat dari

kutipan berikut:

“Ingat, Rama menyekolahkan kamu jauh-jauh ke Nederland adalah


agar kau bisa mencuri ilmu mereka. dan dengan ilmu tersebut, kau
harus bisa menegakkan kehormatan bangsa yang terinjak-injak.”
Pendidikan menjadi aspek penting bagi seseorang untuk bangkit dari

keterpurukan, karena itu masyarakat di mana pun tahu bahwa pendidikan

menjadi suatu yang diharuskan. Jika dikaitkan ke Moral Islam, maka

pendidikan itu sangat penting karena orang yang terdidik dan tidak dididik

akan berbeda dalam tingkah lakunya, karena melalui pendidikan pula moral

terbentuk dalam jiwa seesorang. Allah SWT berfirman:

Artinya: ”Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan.


Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar dengan perantaraan
kalam. Dia telah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.” (QS. Al- ’Alaq: 1-5)

Ayat diatas berisi tentang perintah Allah kepada manusia untuk

membaca dan menulis, karena dengan itu maka manusia dapat mempelajari

berbagai persoalan hingga menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan

yang diperlukan dalam kehidupan. Dan dengan ilmu pengetahuan itulah

yang dapat mengangkat derajat manusia di hadapan Allah SWT.

Allah SWT berfirman:


Artinya: ”....Allah meninggikan orang yang beriman diantara kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan, beberapa derajat......” (QS.Al-
Mujaadalah:11)

Allah menciptakan manusia dengan anugrah kemampuan berpikir

menggunakan akalnya, berbeda dengan makhluk ciptaan lainnya. Seorang

yang berilmu akan tahu apa yang baik dan buruk baginya. Selain pentingnya

untuk menuntut ilmu, mengamalkannya merupakan suatu kewajiban, karena

ilmu tanpa diamalkan akan sia-sia adanya. Dan dengan ilmu yang kita

dapatkan sudah seharusnya kita dapat mengamalkannya agar bermanfaat

bagi diri sendiri dan kesejahteraan umat.

7. Sopan santun dan Keramahan, sopan santun sebagai norma yang mengatur

tata pergaulan sesama manusia di dalam masyarakat. Tema ini ditunjukkan

pengarang melalui tokoh utama Rangga yang senantiasa menjaga sopan

santun dalam berbicara dan bersikap terhadap orang lain terutama orang tua.

Hal ini menurut peneliti sesuai dengan tradisi anjuran keraton Jawa,

sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, dalam keraton jawa

diharuskan untuk menjaga tata kramanya. Tema keramahan juga

diungkapkan pengarang melalui tokohnya. Walaupun memiliki kehebatan

dalam kedudukan tetapi tetap bersikap ramah kepada orang-orang, tanpa

memandang jabatan atau kedudukan seseorang. Hal ini tentu kebalikan dari

sikap angkuh atau sombong yang dinilai menyalahi moral dalam pergaulan.

8. Sabar, tawakkal dan rendah hati. Pengarang mengangkat tema tentang

tawakkal dengan indikator keimanan tokoh dalam novel di tengah persoalan

yang dihadapinya. Yakni Rangga dengan segenap kemampuan yang

dimilikinya senantiasa berusaha mewujudkan apa yang menjadi


idealismenya, namun ia juga tidak lupa kepada Allah SWT Sang Pencipta,

ia tidak lupa bahwa sebagai manusia memang harus berusaha dan berdoa

namun segala hasilnya tidak lepas dari kehendak-Nya.

Manusia untuk mendapatkan apa yang dicita-citakannya harus berusaha

berdoa dan berserah diri kepada Allah, namun jika ternyata kenyataan yang

diterima tidak sesuai dengan apa yang diinginkan maka kita juga harus

bersabar dalam menerimanya, sebagai makhluk yang dianugrahkan akal

sehat dan hati nurani kita harus bisa mengambil hikmah dari semuanya.

Berkaitan dengan tema kesabaran ini tampak dari sosok Rangga yang

bisa menerima kenyataan yang menimpanya, karena kelicikan pembesar

Belanda yang takut dengan gerakan bangkitnya perekonomian pribumi yang

dilancarkan Rangga, pemerintah Belanda pun mencari-cari kesalahannya.

Hingga akhirnya ia dijebloskan ke penjara dan diasingkan. Seperti pada

kutipan:

“Alhamdulillah, baik-baik saja. Meskipun segala sesuatu dibatasi,


saya sungguh merasa lebih dekat dengan Sang Pencipta. Mungkin
peristiwa ini merupakan teguran tuhan karena selama ini saya
cenderung mengabaikan-Nya…..”

Tema tentang tawadhu’ atau kerendahan hati menjadi salah satu yang

ingin ditonjolkan pengarang melalui tulisannya, hal ini tampak pada tokoh-

tokoh dalam novel yang tetap rendah hati dan tidak angkuh dengan

kehebatan yang dimilikinya. Dalam novel ini dikisahkan seorang Rangga

yang berhasil menyelesaikan studinya di Rijksuniversiteit (universitas

negeri) Leiden dengan hasil yang sangat gemilang. namun dengan kehebatan
apapun yang dimilikinya ia tidak lantas merasa menjadi orang hebat dan

berlaku sombong.

Diantaranya pada kutipan berikut:

“Wah…wah, panjenengan terlalu memuji saya. Kekayaan yang


saya peroleh, semata-mata karena izin Allah, Eyang. Senang sekali
rasanya, bertemu dengan Eyang di kampung ini, tetapi tumben
tidak seperti biasanya Eyang berjalan-jalan sejauh ini?”

b. Superstruktur

Skematik merupakan teks atau wacana umumnya yang mempunyai alur

dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-

bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti.

Secara struktur, bangunan novel telah lengkap dan pembaca secara jelas

disodorkan pada suatu nilai pemahaman, bahwa dalam hidup seseorang harus

memiliki idealisme, seseorang harus memiliki cita-cita dalam hidupnya dan

yang terpenting apa yang menjadi cita-citanya bisa diperjuangkan dengan usaha

dan kerja keras untuk mewujudkannya.

Sebagai manusia yang berpendidikan sudah seharusnya memiliki

idealisme untuk kemajuan kehidupan pribadinya dan masyarakat. Idealisme itu

diwujudkan dengan terus berikhtiar, kerja keras dan doa juga tidak lupa

menyerahkan semuanya kepada Allah yang Maha Berkehendak. Struktur

bangunan pada novel ini sebagaimana novel pada umumnya dengan

menggunakan tiga struktur babak yakni, awal, konflik,dan resolusi.

1.) Babak awal: Afifah Afra membangunnya lewat pendeskripsian soal di awal

cerita dengan mengisahkan seorang tokoh bernama Rangga yang berasal dari
keluarga bangsawan di keraton Surakarta. Rangga menyelesaikan studinya di

universitas negeri tertua di Belanda dengan Summa cumlaude. Sebagai

mahasiswa yang cerdas dan aktif, Ia cukup dekat dengan professor Johan

Van De Vondell, guru besar fakultas ekonomi di universitasnya. Karena

kedekatannya itu sang profesor menawarinya untuk tetap tinggal di London,

dan mengusahakan agar Rangga mendapat beasiswa hingga meraih gelar

doktor. Dan jika Rangga ingin bekerja, sebuah bank internasional siap

memberinya pekerjaan. Namun ternyata ia lebih memilih untuk pulang ke

kampung halamannya, selain karena permintaan orangtuanya, ia juga ingin

mengabdikan ilmu yang dimilikinya agar bisa dimanfaatkan untuk

memperjuangkan kesejahteraan masyarakat bangsanya. Di tengah perjalanan

pulang menuju Hindia Belanda (pada saat itu Indonesia berada dalam jajahan

Belanda) dalam kapal api yang membawanya, Rangga berkenalan dengan

seorang gadis Belanda keturunan keluarga Spinoza, bangsawan istana

Oranje. Gadis bernama Everdine Kareen Spinoza itu dikenalnya ketika gadis

itu meminta pertolongan Rangga dari gangguan dua pria bule mabuk yang

memaksanya berdansa pada saat pesta dansa yang diadakan bagi penumpang

kapal kelas satu dan dua. Sejak saat itu keduanya menjadi teman

seperjalanan, dan menumbuhkan rasa saling tertarik bahkan jatuh cinta.

Hingga akhirnya harus berpisah menuju tempat tujuan masing-masing,

perpisahan yang meninggalkan rasa rindu namun sekaligus kelegaan, karena

dengan begitu perasaannya terhadap Everdine tidak berkembang semakin

jauh lagi. Ia tidak bisa membayangkan apa jadinya jika ia yang keturunan

keraton kasunanan memiliki pasangan gadis bermata biru, karena tentunya


akan terjadi penentangan yang bisa menguras energinya. Sesampainya di

Indonesia, Rangga bekerja di sebuah pabrik gula De Winst menjadi asisten

administratur bagian pemasaran. Rangga memilih menjadi pengusaha,

daripada menjadi ambtenaar dan jabatan di pemerintahan lainnya. Karena

dengan menjadi pengusaha ia bisa mensejahterakan masyarakat yang

tertindas dan memperbaiki perekonomian bangsanya.

2.) Babak konflik: pendeskripsian soal pemunculan konflik, yaitu mulai dari

perjodohannya dengan Sekar, adik sepupunya. Perjodohan merupakan harga

mati bagi bangsawan Keraton Surakarta. Sebenarnya Rangga tidak

menyetujui perjodohan itu, namun ia tak pernah punya daya untuk

menentangnya. Berbeda dengan Sekar yang dengan terang-terangan

mengatakan ketidaksetujuannya perihal perjodohan mereka di hadapan

kedua orang tua mereka. Suatu tindakan Sekar yang membuat Rangga

merasa salut luar biasa terhadap keberaniannya. Kemudian permasalahan di

De Winst yang membuat Rangga dilema, antara memenuhi tuntutan Pratiwi

yang menjadi wakil warga dalam pengajuan kenaikan harga sewa tanahnya

menjadi sepuluh kali lipat. Namun sebagai orang De Winst ia harus

mempertimbangkan segala sesuatunya di tengah krisis ekonomi yang

melanda. Awalnya, masalah ini masih bisa ditangani dengan mengabulkan

permintaan warga walaupun tidak sepenuhnya karena tuan Biljmer

Administratur pabrik yang jadi pimpinan pabrik merupakan orang yang bisa

diajak berkompromi. Masalah yang muncul kemudian adalah pergantian

Administratur baru dengan Jan Thijsse, orang yang menaruh dendam

terhadap Rangga, karena Everdine gadis pujaannya telah terpikat pada


Rangga. Rangga juga terbebani dengan amanat Jatmiko dan Kresna yang

memprovokasinya untuk bangkit melawan imperialisme Belanda dengan

memperjuangkan hak-hak masyarakat yang tertindas dan para buruh de

Winst yang bekerja keras agar mendapatkan gaji yang setimpal. Rangga juga

mendapati kenyataan harus bertemu kembali dengan Everdine yang ternyata

telah menjadi istri Jan Thijsse. Walaupun Everdine mengakui bahwa

pernikahannya terpaksa dan tanpa ikatan cinta, karena ayahnya memiliki

banyak hutang kepada keluarga Thijsse. Namun bagi Rangga, Everdine tidak

mungkin lagi menjadi miliknya, ia pun memilih untuk menjaga jarak dengan

gadis berambut pirang itu. Suatu tindakan yang membuat perasaan Everdine

terluka, karena Everdine masih menaruh perasaan dan harapan terhadapnya.

Pada akhirnya Rangga memilih mundur dari De Winst, selain itu Thijsse

memang memecatnya karena melawan keputusannya, pada saat Pratiwi

datang kembali ke perusahaan untuk meminta kepastian persetujuan

kenaikan sewa tanah. Thijsse yang memaki-maki dan mengancam Pratiwi

akan dilaporkan ke polisi dengan tuduhan berani melawan gubernemen dan

perlakuan Thijsse yang mengusir Pratiwi secara kasar membuat Rangga

geram dan tidak tahan saudara sebangsanya diperlakukan semena-mena

terlebih lagi ia hanya seorang wanita remaja. Konflik lainnya yaitu

ditemukannya Pratiwi dalam keadaan mengenaskan. Pratiwi ternyata

menjadi korban pemerkosaan yang tidak dapat diketahui siapa pelakunya

karena setelah musibah yang menimpanya itu dia terbaring koma. Sementara

itu, Jatmiko ditangkap oleh pemerintah beserta rekannya Bung Yasa ketika

sedang mengadakan acara rapat terbuka Partai Rakyat.


3.) Babak resolusi: penyelesaian akhir cerita cukup menyedihkan. Setelah

tertangkapnya Jatmiko serta rekan-rekannya di Partai Rakyat akhirnya

keputusan sidang memberikan hukuman internering yakni diasingkan ke

suatu tempat yang masih terisolir, hutan-hutan berawa yang dengan nyamuk

penyebar malaria di Endeh, Bangka atau Boven Digul, sebuah lokasi yang

tanpa adanya siksaan fisik pun, mampu membuat para buangan menjadi gila

karena tekanan psikologis yang dahsyat. Keputusan Yang Mulia Gubernur

Jenderal De Graeff terhadap Jatmiko dan pembubaran Partai Rakyat yang

dianggap partai terlarang, membuat Sekar semakin marah dan menuangkan

kemarahannya dalam sebuah artikel yang akhirnya dimuat di pekabaran De

Express. Artikel itu berisi tuduhan bahwa gubernemen memang telah

mempersiapkan skenario pemusnahan Partai Rakyat, serta hujatan terhadap

De Graeff yang bersikap sewenang-wenang terhadap para aktivis

pergerakan. Tuduhan Sekar ini bukan tanpa alasan, karena pada saat

mengadili Jatmiko, Majelis hakim tidak membolehkannya untuk mencari

advocaat sendiri, melainkan pembela sudah dipersiapkan sendiri oleh

pemerintah, hanya demi formalitas. Sidang yang diadakan tidak lebih seperti

pengadilan dagelan yang telah disusun skenarionya. Isi artikel Sekar tersebut

memancing reaksi yang dahsyat dari pemerintah Belanda dan berakhir

dengan penangkapan Sekar. Penangkapan Sekar ini membuat perasaan

Rangga kacau balau dan sedih. Terlebih lagi karena Sekar menolak

penawaran Rangga untuk mencarikannya pengacara. Sekar membulatkan

tekadnya bahwa ia akan membela dirinya sendiri dengan pledooi nya.

Rangga begitu sedih karena ia merasa akan sangat kehilangan sosok Sekar
apabila hukuman internering harus dialaminya. Karena belakangan hati

Rangga mulai disusupi rasa kekaguman dan entah mengapa ia merasakan hal

yang berbeda terhadap adik sepupunya itu dari sebelumnya. Ia pun

menyesali mengapa sebelumnya ia tak menjalin komunikasi yang baik

dengan Sekar, jika ia belum bertemu dengan Everdine tentu ia akan

menerima perjodohan itu dengan senang hati. Sementara itu Sekar pun

merasakan hal yang sama terhadap Rangga, ia pun merasakan debaran halus

merambati dadanya dengan perhatian Rangga terhadapnya. Tapi sisi hatinya

yang lain memungkirinya, karena ia berpikir bahwa ia telah menjatuhkan

pilihan terhadap Jatmiko walaupun persatuan antara mereka nyaris mustahil

terjadi, ia pun tak sudi berpindah ke lain hati, terlebih lagi ia tahu bahwa

Rangga mencintai Everdine. Sidang Pengadilan memutuskan hukuman

externering terhadap Sekar, dia diasingkan ke Belanda tanpa batasan waktu.

Meskipun Rangga lega dengan hukuman yang tidak seberat dugaannya, rasa

kehilangan tetap merasuk dahsyat ke rongga dadanya. Selepas kepergian

jeep militer yang membawa Sekar, beberapa polisi datang menangkap

Rangga dengan tuduhan yang membuat dadanya sesak, ia dianggap hendak

melakukan makar, menjatuhkan kekuasaan Belanda dengan bersekongkol

dengan para pegiat Partai Rakyat yang dianggap partai terlarang. Selain itu

aktivitasnya mendirikan perkebunan kapas dan pabrik tekstil dianggap

hendak menghancurkan De Winst terkait dengan pengalihan sewa tanah

yang akan dilakukannya. Rangga pun hanya pasrah dengan kejadian yang

menimpanya itu, tapi berbeda dengan Jatmiko dan Sekar yang tidak

didampingi pengacara, Rangga menerima tawaran Everdine yang ingin


mendampinginya sebagai pembela. Namun sayangnya pembelaan yang

dilakukan Everdine tidak mampu merubah keputusan majelis hakim yang

tetap memberikan hukuman internering kepada Rangga.

c. Struktur Mikro

1. Semantik

Semantik adalah makna yang ingin ditekankan dalam teks dari hubungan

antar kalimat, hubungan antar preposisi yang membangun makna tertentu dalam

bangunan teks. Elemen-elemen semantik adalah sebagai berikut:

a. Latar: merupakan bagian teks yang bisa mempengaruhi semantik (arti kata)

yang ingin ditampilkan. Novel De Winst mangambil latar cerita di kota

Belanda, di sebuah kapal api, hotel di batavia, dan latar pada umumnya di

kota Solo. Sedangkan latar waktu dikisahkan pengarang dengan mengambil

cerita pada zaman Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Dengan latar

tempat dan waktu tersebut, pengarang memberikan gambaran tentang

keadaan dimana tokoh-tokohnya tidak menyukai suatu tradisi jawa yang

membuat mereka terhalang dalam melaksanakan apa yang menjadi

idealismenya. Karena pada zaman itu, khususnya di daerah Jawa strata sosial

masih begitu kental menghiasi adat-adatnya. Imperialisme Belanda pun

semakin melanggengkan tradisi feodalismenya. Dengan berbagai latar

peristiwa tersebut, latar belakang dinovelkannya De Winst menurut peneliti

diawali dari kepedulian pengarang terhadap fenomena sosial, yakni masih


adanya masyarakat yang masih beranggapan adanya perbedaan dalam

mendapatkan hak-hak seseorang, hanya karena perbedaan golongan satu

dengan yang lainnya. Melalui tokoh-tokohnya pengarang menyatakan

ketidaksukaannya terhadap adanya stratifikasi sosial yang berlaku bagi

masyarakat khususnya di daerah keraton jawa.

b. Detail: berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan komunikator

atau pengarang. Pengarang akan menampilkan secara berlebihan informasi

yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan

menampilkan informasi dalam jumlah sedikit, hal yang merugikan dirinya.

Dalam novel De Winst, pengarang banyak menampilkan informasi yang

menguntungkan kedudukannya. Salah satunya detail mengenai perjuangan

para tokoh-tokoh dalam novel yang ingin mewujudkan idealismenya yakni

memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang tertindas, memberikan

keadilan bagi para buruh, membangkitkan semangat bangsanya untuk

melawan imperialisme Belanda dan bangkit untuk merdeka. Yang bisa dilihat

dari kutipan berikut:

“Dengan gaji diturunkan hanya 30%, tak akan membuat Tuan-Tuan


semua menjadi miskin. Ini hanya sementara. Jika malaise berakhir
dan keadaan kembali normal, gaji Tuan-Tuan pasti akan kembali
naik. Janganlah kita menuntut para buruh, yang gajinya tak cukup
untuk hidup layak itu untuk semakin mengencangkan ikat pinggang.
Demi kelangsungan perusahaan, tuan-tuan sekalianlah yang harus
sedikit berkorban. Gaji seorang administratur bidang di pabrik ini,
sama dengan gaji lima puluh orang buruh. Ini sangat tidak adil.
Buruh juga salah satu sektor produksi yang utama. Tanpa
mereka,bisa apa kita?!” h. 128.

Kutipan diatas mengandung pesan moral, bahwa dalam hidup kita tidak boleh

mementingkan kepentingan pribadi diatas kepentingan orang banyak, kita


harus mau berkorban untuk kesejahteraan orang banyak. Selain itu, pesan

moral yang terkandung yakni mengenai perjuangan dengan keberanian dalam

menegakkan kebenaran.

“…..kami akan mendidik saudara-saudara kami, agar mereka


tercerahkan. agar mereka menjadi orang-orang yang pandai,
mengalahkan siapapun kaum di dunia ini. Tuan Hakim, Belanda
adalah sebuah negara kecil, dengan kekayaan yang sangat terbatas.
Anda menjadi makmur karena penduduk negeri Anda pandai.
Dengan kepandaian yang kalian miliki, kalian bodohi kami, sehingga
kekayaan yang kami miliki, kalian keruk sedemikian rupa.....” h. 274.

Pesan moral yang terkandung dalam kutipan di atas yakni mengenai

pentingnya pendidikan. Dengan begitu, kita yang saat ini telah beruntung

dapat mengenyam pendidikan hendaknyan tidak menyia-nyiakan kesempatan

yang ada. Sudah seharusnya kita menuntut ilmu sebaik-baiknya dan yang

lebih penting lagi apabila kita dapat membagi ilmu kita kepada orang-orang

yang tidak seberuntung kita, agar bermanfaat bagi mereka.

Dua kutipan di atas, menurut peneliti merupakan pernyataan pengarang yang

sangat mendukung akan kemampuan dan keseriusannya dalam

memperjuangkan hak-hak orang lemah dan tertindas. Karena selain aktif

dalam dunia tulis menulis yang merupakan wujud pengekspresian ide-idenya,

pengarang juga aktif dalam kegiatan pemberdayaan perempuan dan anak

pinggiran di kota Solo. Sebagaimana yang ditampilkan pengarang melalui

tokoh-tokohnya seperti Jatmiko, Sekar dan Pratiwi yang berjuang dari sektor

pendidikan kemudian perbaikan ekonomi dengan usaha Rangga dalam

memberdayakan masyarakat, memberikan bekal manejemen keuangan yang


baik dan mendirikan perusahaan yang bisa membuka peluang kerja

sebanyak-banyaknya bagi pribumi.

c. Maksud melihat apakah teks yang dibuat oleh pengarang disampaikan secara

eksplisit atau tidak. Elemen maksud dalam novel De Winst banyak yang

disampaikan secara eksplisit, atau terbuka. Salah satu teks yang terdapat

dalam cerita itu adalah mengenai penjelasan tentang pemahaman dari suatu

istilah. Seperti terdapat pada kutipan berikut ini:

"Kapitalis itu berasal dari kata kapital atau modal. Kapitalis adalah
orang-orang yang memiliki modal. Mereka memiliki prinsip, dengan
modal sekecil mungkin, mereka mencoba mencari keuntungan
sebesar-besarnya. Karena prinsip yang mereka anut itulah, pada
praktiknya mereka sering memeras tenaga para buruh untuk
menghasilkan profit melimpah tanpa imbalan yang memadai. h. 157.

Dari kutipan diatas sangat jelas bahwa informasi yang terdapat dalam teks

tersebut disajikan secara terbuka. Dengan begitu pembaca akan mudah dan

cepat mengerti atau memahami akan maksud dari teks tersebut.

2. Sintaksis

Sintaksis adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk

wacana, kalimat, klausa, dan frase. Dalam hal ini menerangkan tentang

bagaimana pengarang menggunakan kalimat hingga menjadi satu kesatuan.

a. Koherensi : merupakan pertalian antar kata/kalimat, biasanya dapat diamati

dengan memaki kata penghubung (konjungsi): dan, atau, tetapi, namun,

karena, meskipun, jika, demikian pula, agar dan sebagainya. Hal ini terlihat

pada kutipan berikut:

“Tuan Rangga tidak terbukti bersekongkol menghancurkan Pabrik


Gula De Winst. Demikian pula, Tuan Rangga tidak terbukti sebagai
anggota Partai Rakyat. Akan tetapi, simpati yang ia berikan kepada
para aktivis partai terlarang itu, membahayakan kekuasaan Ratu
Belanda di negeri ini. Oleh karena itu, kepada Tuan Rangga tetap
dijatuhi hukuman, yakni internering!” h. 311.
Penempatan kata ’demikian pula’ dan ’akan tetapi’ pada keterangan di atas

mempunyai fungsi sebagai kata penghubung antar kalimat satu dengan

lainnya. Fungsi dari kata penghubung ’demikian pula’ mempertegas

pengakuan majelis hakim akan tuduhan terhadap Rangga itu tidak benar.

Sedangkan kata ’akan tetapi’ merupakan kata penghubung yang menjelaskan

sesuatu yang bertentangan. Karena walaupun ternyata rangga tidak terbukti

melakukan kesalahan yang dituduhkan padanya, namun dia tetap dijatuhi

hukuman internering oleh majelis hakim dan pemerintahan Belanda. Karena

mereka takut dengan gerakan bangkitnya perekonomian pribumi yang

dilancarkan Rangga.

b. Bentuk kalimat: adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir

logis. Menjelaskan tentang proposisi-proposisi yang diatur dalam satu

rangkaian kalimat. Maksudnya, proposisi mana yang akan ditempatkan di

awal atau di akhir kalimat. Kutipan berikut dapat menjelaskan dan

membedakan mana subjek, predikat, objek dan keterangan:

“Belanda menaklukan kami dengan kekerasan, memeras hasil bumi


negeri kami dengan kekuatan senjata, memaksa kami melakukan
rodi demi kepentingannya, serta memerangi semua orang yang
memperjuangkan hak-hak kami sendiri dengan senjata pula……...”
h. 272.

Dari kutipan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut:

Belanda menaklukan kami dengan kekerasan


S P O Ket. Cara
memeras hasil bumi negeri kami dengan kekuatan senjata
P O Ket. Cara

Penempatan proposisi tersebut dapat mempengaruhi makna yang timbul

karena akan menunjukkan bagian mana yang lebih ditonjolkan kepada

khalayak. Dari kutipan di atas, yang menempatkan ’Belanda’ sebagai subjek,

dengan penempatan posisi di awal frase, peneliti berpendapat bahwa

pengarang ingin menonjolkan atas kesalahan Belanda. Karena jika

penempatan proposisi tersebut dibalik menjadi ”kami ditaklukan

Belanda......” membuat Belanda ditempatkan secara tersembunyi. Makna

yang muncul dari susunan kalimat ini berbeda. Selain itu kata ’kami’ yang

ditempatkan di awal frase memberi kesan yang menunjukkan kelamahan

’kami’ tersebut, dalam hal ini rakyat Indonesia yang diwakili oleh Jatmiko,

salah satu tokoh dalam novel.

c. Kata ganti: kata ganti yang digunakan dalam novel De Winst adalah kata

ganti ”kami” dalam mengungkapkan perlawanannya terhadap pemerintah

Belanda. Dan pengarang berada sebagai narator atau pencerita. Kekuatan

kata-kata kreatif yang digunakan dalam cerita menimbulkan kesan yang tak

membosankan meski terus menerus membaca, bahkan gaya penceritaannya

membuat pembaca penasaran dengan ending cerita. Contoh kata ganti

”kami” dan pengarang sebagai narator terlihat pada kutipan berikut:

“…kami adalah negeri yang terjajah. Belanda telah menjadikan


kami sebagai sapi perahan. Sangat layak jika kami memberontak.
kami menginginkan hak-hak kami terpenuhi. salah satu hak yang
paling penting adalah, hak untuk merdeka! Sebagai bangsa yang
berdaulat!” h. 272.

“Ketika kapal api yang berangkat dari Amsterdam itu berlabuh di


pelabuhan tanjung Priok, mendadak lelaki muda yang tengah
berdiri di geladak itu merasakan debar hati yang tak biasa. Bak
gumintang di saat malam beranjak kelam, bangunan pelabuhan itu
semakin lama semakin jelas. Tak semegah dan seartistik pelabuhan
di kota-kota Eropa, tetapi sungguh …aura yang dipancarkan
mampu menghadirkan konser piano Mozart yang memainkan Eine
Kleine Nachtmusik ‘Alegro’ di hatinya….” h. 7
3. Stilistik

Stilistik adalah cara yang digunakan pengarang untuk menyatakan maksud

melalui pilihan kata yang digunakan. Dalam menyajikan cerita, pengarang

menggunakan bahasa yang lugas. Pilihan kata yang dipakai pengarang dalam

novel ”De Winst” menunjukkan ideologi dan religiusitasnya. Seperti terdapat

pada kutipan berikut:

“Atau memang bergantung dengan manusia itu sungguh tak ada


gunanya? Seperti perkataan Raden Haji Ngalim Sudarman kemarin.
”Ngger, jangan pernah bergantung kepada manusia. Lakukan semua
karena Allah Azza wa jalla...”
Ya jika semua dilakukan karena motivasi mengabdi kepada Sang
Pencipta, tentu semua akan menjadi lain.semangat itu tak akan pernah
luntur, karena Sang Pencipta pun tak akan luntur.” h. 139.

Dari ungkapan tokoh Rangga di atas, pengarang ingin menunjukkan

bahwa di tengah kegalauan dengan berbagai permasalahan yang dihadapi tokoh

dalam novel De Winst, bahwa kita harus selalu ingat pada Sang Pencipta. Dalam

mewujudkan apa yang kita inginkan, selain usaha dan doa kita juga harus

mengembalikan semuanya pada ketentuan yang Maha Kuasa.

4. Retoris
Retoris adalah gaya yang diungkapkan pengarang untuk menyatakan

sesuatu dengan sebuah intonasi dan penekanan.

a. Grafis: elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan

atau ditonjolkan oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Elemen grafis

ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan

tulisan lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah,

huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar, termasuk di dalamnya

adalah pemakaian caption, raster, grafik, gambar, atau tabel untuk

mendukung arti penting suatu pesan.56

Elemen grafis itu juga muncul dalam bentuk foto, gambar, atau tabel untuk

mendukung gagasan, serta pemakaian angka-angka yang diantaranya

digunakan untuk mensugestikan kebenaran dan ketelitian. Salah satunya

pada kutipan berikut:

“…..hanya kaum terpandang dari pribumi, yang kebanyakan adalah


pengikut setia gubernemen, yang diperbolehkan sekolah hingga
jenjang tinggi. Pada tahun 1925, jumlah pribumi yang tamat sekolah
rendah hanya 3767 orang, yang tamat sekolah menengah pertama 354
orang dan sekolah menengah atas hanya 204 orang, sementara jumlah
tamatan sekolah tinggi bahkan sama sekali tidak ada. Padahal, jumlah
rakyat Indonesia ada berjuta-juta....” h. 274.
Kalimat di atas merupakan pernyataan salah seorang tokoh dalam novel

yakni Jatmiko saat sedang sidang pengadilan. Ia mengungkapkan fakta di

atas –merupakan fakta sejarah terdapat dalam buku Sejarah Pergerakan

Rakyat Indonesia- sebagai perlawanannya terhadap pemerintah Belanda,

yang telah memanfaatkan kebodohan Indonesia untuk menguasai kekayaan

tanah air ini.

56
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 257-259.
b. Metafora: Kalimat yang mendukung kiasan, ungkapan sehari-hari,

pepatah, dan nasehat agama, semuanya digunakan untuk memperjelas

pesan utama, agar orang yang membaca akan mudah mengingt dan

memahami isi pesan tersebut. Pada novel De Winst pengarang menuliskan

kalimat yang mengandung muatan informasi untuk menguatkan pesan

utama. Berikut kutipannya:

Sang belang yang semula melangkah gemulai


Mendadak tergerus kejut
Ia pun melontar langkah seribu
Tak peduli semak penuh onak
…………………. h. 202

Kata sang belang memiliki arti harimau, hal ini berarti tokoh dalam novel

diumpamakan bagai harimau yang dikenal buas. Karena dalam cerita novel,

para tokoh yang berjuang untuk kesejahteraan masyarakatnya bagaikan

harimau bagi para penjajah yang siap menerkam mereka. Maka ketika salah

satu tokoh penjajah berniat jahat terhadap mereka, mereka pun tak gentar

meski harus menghadapi berbagai rintangan.

Strategi retoris dalam novel ini menggunakan pemakaian kata yang tidak

bertele-tele dan lugas sehingga pembaca dapat dengan mudah mengerti.

Jalinan cerita dalam novel pun membuat pembaca terus tertarik untuk

mengetahui jalannya cerita hingga berakhir.

2. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Kognisi Sosial

Pada analisis kognisi sosial difokuskan bagaimana sebuah teks

diproduksi, dipahami dan ditafsirkan. Pada penulisan novel De Winst

pengarang bertindak sebagai pengamat sekaligus narator yang menjelaskan


peristiwa yang berlangsung serta suasana perasaan dan pikiran para pelaku

cerita.

Dari judul novel De Winst orang awam tidak mengerti maksud dan makna

dari kata De Winst. Namun, justru dari judul itulah pembaca dihadapkan pada

suatu istilah yang menarik minat untuk membacanya. Pada bab per bab

diceritakan bahwa De Winst merupakan nama sebuah pabrik gula, tempat

Rangga sang tokoh utama bekerja di De Winst dan menjabat sebagai asisten

administratur bagian pemasaran. Sebagai pribumi pemegang jabatan yang

cukup tinggi di pabrik itu, ia menanggung beban yang cukup berat yakni

memperjuangkan nasib ratusan buruh yang terancam diturunkan gajinya dan

membuat mereka semakin tertindas. Ia juga berhadapan dengan warga desa

yang meminta kenaikan sewa tanah hingga sepuluh kali lipat. Rangga merasa

berdosa jika tak bisa memperjuangkan hak saudara sebangsanya. Sementara

itu dunia tengah dihantam krisis ekonomi, ia pun harus berhadapan dengan

para administratur yang serakah dan congkak. Namun di akhir cerita juga

dijelaskan bahwa ternyata kata De Winst selain nama dai pabrik gula dalam

novel yang mendukungnya sebagai pusat permasalahan, kata ini juga ternyata

merupakan istilah Eropa yang berarti laba. Kata ini memang sesuai, mengingat

kisah dalam novel yang menceritakan kapitalisme yang terwakilkan oleh

pemerintah kolonialisme Belanda, yang memiliki prinsip dengan modal

sekecil mungkin, mereka mencoba mencari keuntungan sebesar-besarnya.

Kognisi sosial yang ditampilkan dalam cerita adalah mengenai hubungan

manusia dengan manusia lain dalam lingkungan sosial. Pengarang

menggambarkan bagaimana seorang tokoh bernama Rangga Puruhita yang


masih cucu Pakubuwono X, pulang belajar Ekonomi dari Negeri Belanda, dan

pulang ke Indonesia harus mengalami ‘benturan peradaban’ antara status

kepangeranannya, mimpi-mimpi modernisasinya, Islamnya dan Cintanya.

Diceritakan pula kisah Rangga, bangsawan Jawa yang tertarik dengan

kecantikan, keramahan, dan kecerdasan seorang gadis Belanda yang baru dia

kenal, namun harus kandas karena Orang tua Everdine –nama gadis itu- harus

merelakan pernikahan anaknya karena hutang, bagaimana perasaan cinta

seorang Sekar Prembayun kepada Jatmiko dan Pratiwi kepada Kresna karena

pertimbangan lelaki pemimpin revolusi yang cerdas dan memiliki visi misi

bahwa hidup itu tidak untuk diri sendiri melainkan untuk segenap umat yang

membutuhkan uluran tangannya. Pengarang juga mengungkapkan definisi

kehormatan dan pengabdian perempuan Jawa dimasa itu, bagaimana cinta

harus terpisah karena tirani dan politik. Dan yang terakhir bagaimana sebuah

pernikahan yang sah secara Syariat (antara Rangga dan Everdine yang menjadi

Islam), namun dalam benak sang laki-laki masih teringat perempuan lain, yang

belakangan memikat hatinya.

Pesan moral yang mengandung tiga kategori dapat pengarang gambarkan

dalam novel De Winst yaitu penyampaian pesan yang bersumber dari nilai-

nilai religi, moral serta adat-istiadat yang berlaku. Dengan harapan agar

pembaca dapat menghayati dan mengambil pelajaran dari apa yang telah

dibaca. Novel ini juga memberikan deskripsi lengkap tentang persoalan moral,

sosial dan budaya keraton jawa saat itu.

Pengarang menyampaikan pesan moral melalui novelnya antara lain semangat

nasionalisme yang dimiliki tokoh-tokoh dalam cerita yang diharapkan dapat


membuka pikiran pembaca untuk selalu berjuang untuk selalu berjuang untuk

mewujudkan kesejahteraan hidupnya dan bangsanya. Selain itu kita harus bisa

menjadi orang yang kaya, kaya hati ,kaya materi, kaya ilmu, misalnya dengan

cara menuntut ilmu sebaik-baiknya agar menjadi orang yang pandai dan

berpikiran maju. Kaya hati dan materi maksudnya dengan kekayaan yang kita

miliki, tidak membuat kita lupa akan saudara-saudara kita yang masih

kekurangan dan membutuhkan uluran tangan kita.

3. Analisis Wacana Pesan Moral dilihat dari Konteks Sosial

Novel De Winst ini mengisahkan penderitaan kaum inlander pada masa

penjajahan Belanda dengan latar belakang budaya keraton jawa yang kental

dan mengambil setting tahun 1930-an, dengan pabrik gula De Winst serta

perkebunan tebu yang mendukungnya sebagai pusat permasalahan. Novel ini

menguraikan masa awal kebangkitan kaum muda Hindia-Belanda untuk

melawan penjajahan, serta dimulainya pemikiran untuk menentang

kapitalisme, yang saat itu terwakilkan oleh pemerintah kolonialisme Belanda.

Dari uraian cerita tersebut pengarang ingin memberikan pesan moral

kepada pembaca bahwa kita sebagai generasi penerus bangsa untuk senantiasa

mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan kita,

dengan perbaikan keadaan bangsa kita di berbagai sektor. Dan untuk itu salah

satu upayanya dengan pendidikan dan tentunya kita harus memanfaatkan

kesempatan yang kita miliki untuk menuntut ilmu sebaik-baiknya. Melalui

novel ini juga pengarang ingin menumbuhkan kesadaran kita untuk

memperjuangkan hak kita atas pendidikan, kemandirian ekonomi dan


kehidupan yang jauh lebih baik lagi di atas tanah air sendiri, sebagai wujud

kemerdekaan yang seutuhnya.

Pengarang memberikan pesan moral dalam novelnya sesuai dengan

konteks sosial saat ini yang sedang berkembang. Dalam novel diceritakan

kisah tokohnya dalam melawan kapitalisme yang diterapkan penjajah Belanda

pada saat itu. Menurut peneliti hal ini sesuai dengan fenomena saat ini, di

mana rakyat kecil kembali tertindas bahkan lebih parah lagi, karena saat ini

kita sudah tidak dijajah bangsa lain, melainkan kebodohan, kemiskinan,

kemelaratan dan sebagainya. Bagi sebagian kalangan kebijakan pemerintah

yang menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) merupakan suatu praktik

kapitalisme, di mana kaum menengah ke bawah akan semakin terpuruk dalam

ketidakberdayaan dengan mahalnya segala fasilitas dan kebutuhan kehidupan.

B. Bentuk-bentuk Pesan Moral dalam Novel De Winst

Sesuai dengan data-data yang ditemukan pada elemen tematik

berdasarkan pesan secara umum, maka terdapat beberapa tema dalam novel De

Winst yang bermuatan pesan moral. Pesan moral dalam suatu karya sastra

merupakan unsur isi, makna yang terkandung dan makna yang disarankan

pengarang kepada pembaca melalui ceritanya. Bahkan pesan moral itu

sebenarnya merupakan gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra

sebagai pendukung pesan.57

a. Kategori hubungan manusia dengan Tuhan

Pesan moral dalam novel De Winst yang terkait dengan wujud pesan pada

kategori ini tampak pada sosok Rangga yang masih mempertahankan

57
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi. h. 321
keyakinannya di tengah pergaulannya sebagai bangsawan modern yang

menuntut ilmu di Belanda. Sepulangnya dari Belanda, ia masih menjalankan

syariat agama yang diyakininya, yakni Islam. Ia memenuhi permintaan Raden

Haji Ngalim Sudarman untuk mengisi khutbah pada saat Shalat Jum’at.

Walaupun ia masih memiliki kekurangan dalam membaca Al Qur’an karena

memang selama sekolah di Belanda, pada masa itu tidak ada yang

mengajarinya lagi membaca Al-Qur’an. Namun setelah kepulangannya dan

bertemu kembali dengan guru mengajinya semasa duduk di kelas terakhir

MULO, ia pun ingin mengejar keterlambatannya untuk belajar membaca dan

memahami Al Qur’an. Dan manakala ia sedang menghadapi berbagai

persoalan ia pun bisa mengambil hikmah bahwa semua yang menimpanya

merupakan teguran tuhan.

Dalam novel ini pengarang juga memberikan pesan moral melalui

gambaran sang tokoh Raden Haji Ngalim Sudarman yang senantiasa

menasehati dan memberikan petuah agama tentang pentingnya untuk selalu

menjalankan sesuatu sesuai syariat agama, mendahulukan shalat jika waktunya

tiba dibanding pekerjaan lainnya dan untuk selalu mengingat Allah SWT,

kepada tokoh-tokoh dalam novel seperti Rangga, Jatmiko dan Haji Suranto,

seperti tampak dari kutipan berikut:

“Tentu saja kami sangat bergembira menerima undangan dari andika,


nakmas Haji. Tetapi ini sudah mau shalat dzuhur, kami mau shalat
dzuhur terlebih dahulu di Masjid Laweyan.”

b. Kategori hubungan manusia dengan diri sendiri

Dalam hubungan manusia dengan diri sendiri, manusia mempunyai

kebebasan pribadi, yaitu kemampuan untuk menentukan tindakan dirinya


sendiri, dalam halini peneliti akan membahas beberapa pesan dalam novel De

Winst yang berhubungan dengan diri sendiri, yaitu: keinginan, suara hati,

tekad moral.58 Adapun pesan moral yang mengandung kategori hubungan

manusia dengan diri sendiri,seperti terdapat pada kutipan berikut:

…..Dan saat ini, ia sedang berusaha mengosongkan hati dari segala


macam cinta yang tak semestinya mengotori hatinya. Ia ingin terlebih
dahulu menjadikan Sang Pencipta sebagai cinta tertinggi baru setelah
itu, atas nama cinta kepada Sang Penggenggam Alam Semesta, ia akan
memberikan cintanya dengan proses-proses yang Dia ridhoi.

Kutipan di atas merupakan bentuk gagasan pengarang dalam

menyampaikan pesan moral yang berkaitan dengan kewajiban terhadap diri

sendiri. Pengarang menggambarkan sosok Rangga yang memilih untuk

mengutamakan pengabdian cintanya kepada ilahi, daripada mengotori hatinya

dengan cinta-cinta syahwati yang bisa menjerumuskannya, di tengah

persoalan cinta yang membebaninya yakni munculnya Everdine, gadis yang

dicintainya di samping lelaki yang menjadi bos barunya di perusahaan sebagai

pasangan suami isteri. Hal yang dilakukan Rangga itu bila dikaitkan kepada

nilai-nilai agama Islam maka sesuai dengan perintah Allah SWT kepada

manusia untuk senantiasa memperhatikan dirinya sendiri. Seseorang tidak

boleh melakukan sesuatu yang akibatnya akan menghancurkan dirinya sendiri.

Melakukan perbuatan maksiat, selain berdosa juga akan membawa dirinya

sendiri ke jurang kehancuran. Semakin banyak seseorang melakukan maksiat

akan semakin sesat jalan hidupnya. Firman Allah SWT:

58
K. Bertens. Etika. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000). h. 111-112
Artinya: ”hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6)

c. Kategori hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkungan

sosial

Pesan moral yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia

lainnya antara lain dapat berwujud persahabatan, kesetiaan, pengkhianatan,

hubungan suami-istri, orang tua-anak, cinta kasih terhadap suami/istri, anak,

orang tua, sesama dan hubungan lainnya yang melibatkan interaksi

antarmanusia. Dalam novel De Winst pengarang memberikan pesan moral

terkait kategori ini diangkat melalui sosok Rangga seorang bangsawan

Keraton Surakarta, namun dia tidak pernah membedakan untuk dapat

menghargai dan menghormati orang, tanpa melihat status sosial dan ekonomi

orang. Ia bisa menghargai persamaan derajat sesama manusia. Bahkan, ia

cenderung tidak menyukai tradisi feodalisme yang berlaku dan adanya strata

sosial yang berlaku saat itu. Justru dengan status sosial, ekonomi dan

pendidikan yang ia miliki, tidak membuatnya lupa akan nasib saudara

sebangsanya yang tertindas lantas mendorongnya untuk dapat

memperjuangkan hak-hak bangsanya. Ia melakukan segala usaha untuk

menolong kaum buruh yang tertindas karena mendapat gaji yang tidak

setimpal dengan kerja keras mereka. Semangat Rangga ini tidak lepas dari

dukungan Sekar, Jatmiko dan Kresna. Karena sebagai orang yang memiliki

kecukupan materi, pendidikan menjadi suatu keharusan bagi kita untuk

berbagi kepada sesama yang kekurangan. Berikut ini firman Allah SWT dalam

Al Qur’an yang berisi anjuran untuk saling tolong menolong:


Artinya: ”......Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)kebajikan


dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat
berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah:2)

. Pesan tersirat juga peneliti temukan dalam kisah Rangga dan Sekar,

putra-putri keraton yang telah dijodohkan pada orang tua mereka. Perjodohan

yang membuat mereka merasa hidupnya sempit karena tak bisa menentukan

pilihannya sendiri. Namun pada akhirnya ketika mereka tiba pada suatu

keadaan dimana keduanya merasa saling tertarik tetapi, mereka berusaha

meyakinkan hatinya untuk memendamnya untuk kebaikan bersama di sini

terdapat pesan mengenai kepasrahan dalam mencintai seseorang, dan

nampaknya pengarang ingin memberikan kesan bahwa ada perbedaan antara

ungkapan cinta dan perasaan untuk memiliki, karena itulah kita harus

mendahulukan cinta kepada Allah melebihi segala cinta lainnya. Sebagaimana

firman Allah SWT:


Artinya: ”Kalau bapak-bapakmu, anak-anakmu, istri-istrimu, kaum


keluargamu, kekayaan yang kamu peroleh, perniagaan yang kamu khawatir
menanggung rugi, tempat tinggal yang kamu sukai, kalau semua itu kamu
cintai lebih dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjuang di jalan Allah, maka
tunggulah sampai Tuhan mendatangkan perintah-Nya (kebinasaan dan lain-
lain). Allah tidak memberikan pimpinan kepada kaum yang fasik, jahat.” (QS.
At-Taubah:24)
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan analisis dan pembahasan pada bab-bab terdahulu,

dibawah ini beberapa kesimpulan yang diperoleh oleh penulis:

1. Dari keseluruhan isi cerita, penyajian wacana novel ini terbilang cukup

baik, hal ini terbukti dari tema-tema yang diangkat yakni mengenai

nasionalisme, integritas dan loyalitas, tanggung jawab kepemimpinan,

persamaan derajat, berusaha dan bekerja keras, pentingnya menuntut ilmu

dan mengamalkannya, sopan santun dan keramahan, serta sabar, tawakal

dan rendah hati. Skema atau alur ceritanya adalah diawali dengan kisah

tokoh-tokohnya dengan berbagai karakter, setelah itu konflik yang muncul

hingga mencapai klimaks kemudian akhir cerita yang cukup tragis dan

mengharukan. Lengkap dengan pemilihan bahasa, kata, bentuk kalimat dan

metafora yang terbilang apik. Dari segi kognisi sosialnya, komunikator

dalam hal ini pengarang novel tampak ingin memberikan pesan moral

mengenai semangat nasionalisme dan berjuang untuk mendapatkan dan

mewujudkan kemerdekaan bangsa kita yang seutuhnya. Dari segi konteks

sosial, penulis berkesimpulan bahwa novel ini dibuat sebagai suatu gagasan

yang menjadi pesan atau amanat pengarang bagi pembacanya, yakni

tentang semangat nasionalisme, perjuangan dan pendidikan. Karena

fenomena yang terjadi saat ini, kurangnya kesadaran masyarakat untuk

mengoptimalkan pendidikan, padahal pendidikan merupakan penunjang


utama bagi seseorang untuk memiliki kehidupan yang lebih baik lagi di

masa depan.

2. Hasil dari analisis wacana pesan moral dalam novel De Winst ini terdapat

beberapa bentuk kategori pesan moral yang meliputi: hubungan manusia

dengan Tuhannya berupa ketaqwaan manusia kepada tuhannya, dalam hal

ini ketaqwaan tokoh kepada Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama

manusia lain dalam lingkungan sosial, berupa tolong menolong,

menghjargai dan menghormati sesama, sopan santun, keramahan, kesetiaan

dan sebagainya. dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri berupa rasa

cinta, rindu, ambisi, cita-cita atau ideologi dan sebagainya

B. Saran-saran

1. Para pelaku dakwah hendaknya lebih menyadari bahwa karya sastra

seperti novel merupakan salah satu alat yang efektif dalam menyampaikan

pesan moral, oleh karenanya para pengarang dapat mempelajari cara

penulisan novel yang lebih menarik dan memanfaatkannya sebagai sarana

dakwah dan penyampaian moral yang tak mungkin ada dalam wacana lain.

2. Kepada para sastrawan muslimin hendaknya sebuah novel ditulis tidak

saja berdasarkan pengembangan imajinasi, akan tetapi juga dilandasi

sebuah riset yang cermat, seperti mencari data-data, karena ada banyak

novel-novel di Indonesia yang berisi hiburan tanpa adanya nilai-nilai sastra

yang bersifat artistik, kultural, etis, moral, religius, dan nilai praktis.

3. Karya yang baik adalah karya yang isinya bermutu, tidak asal menulis,

harus ada pengetahuan yang mengajak kepada kebenaran juga dapat

dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat kelak.


4. Pengemasan buku novel ini terbilang rapi, dengan pilihan desain sampul

yang apik, juga dekorasi yang menghias tiap-tiap halamannya. Hal ini

penting diperhatikan, karena salah satu yang membuat buku itu terlihat

menarik yakni sampulnya. Sayangnya, istilah yang digunakan dalam novel

ini ada beberapa diantaranya yang menggunakan istilah dalam bahasa

Prancis, namun tidak disertai keterangan. Selain itu masih ada kesalahan

ketik dan pengejaan. Memang tidak banyak, namun penulis rasa hal ini

perlu juga diperhatikan demi untuk mendapatkan hasil karya yang

sempurna baik itu bagi pengarang, penerbit dan masyarakat. Maka dari itu,

penulis menyarankan agar dalam penulisan lebih diperhatikan lagi

sebelum naik cetak.

5. Semoga hal-hal yang baik dalam penelitian ini menjadi masukan yang

dapat mengembangkan karya sastra seperti novel yang sarat dengan nilai-

nilai religi, akhlak dan moral agar dapat menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Ambary, Abdullah. Intisari Sastra Indonesia, Bandung: Djatmika, 1983.

Amin, Ahmad. ETIKA: Ilmu Akhlak. Cet. ke-8. Jakarta: Bulan Bintang,1995.

Bertens. K. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.

Daradjat, Zakiah. Peranan Agama Islam dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Haji
Masagung, 1993.

DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005.


Edisi ke-3.

Dewan Bahasa dan Pustaka, Kamus Dewan, Malaysia: Dewan Bahasa dan
Pustaka, 1991. Edisi baru

Djamaluddin, Dedy. Deddy Mulyana. Etika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya, 1996.

Djatnika, Rachmat. Sistem Ethika Islami: Akhlak Mulia. Jakarta: Pustaka


Panjimas, 1996.

Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Cet. ke-


V.Yogyakarta: LKIS, 2006.

Hadiwardoyo, Purwa. Moral dan Masalahnya. Cet.ke-9. Yogyakarta: Kanisius,


1990.

Hasan, Hamid Lubis. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa, 1993.

Juhara, Erwan., dkk., Cendikia Berbahasa: Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta:
PT. Setia Purna Inves.

Kasman, Suf. Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prinsip Dakwah Bi Al


Qalam dalam Al Qur’an, Jakarta: Teraju, 2004.

Keraf, Gorys. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores:


Nusa Indah, 1980.

Kusnawan, Aep et. Al, Komunikasi dan Penyiaran Islam, Bandung: Benang
Merah Press, 2004.

, Berdakwah Melalui Tulisan. Bandung: Mujahid Press,


2004.

Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf , Cet. ke-5. Jakarta: Rajawali Press, 2003.

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada,


University Press, 1998.
Oetomo, Dede. Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana, Dalam PELLBA.
Yogyakarta: Kanisius, 1993.

Pateda, Mansoer. Linguistik: Sebuah Pengantar, Bandung: Angkasa. 1994

Pranowo, Djoko. Masyarakat Desa: Tinjauan Sosiologi. Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1985.
Purwanto, Yadi. Etika Profesi. Bandung: PT. Repika Aditama, 2007.

Sayuti, Suminto A. Berkenalan dengan Prosa Fiksi.Yogyakarta: Gama Media,


2000.

Semi, M. Atar. Anatomi Sastra, Cet. ke-2. Padang: Angkasa Raya.

Shihab, Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1997.

Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Cet.ke-4. Bandung: Rosdakarya. 2004.

Sumardjo, Jakob. Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977. Bandung: Penerbit


Alumni, 1999.

Sutrisno, Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, 1989.

Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa, 1993.

Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah. Cet. ke-2. Jakarta: Gaya Media Pratama,
1997.

Tim Penyusun. AlQur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara


Penterjemah, 1983.

Widjaja, H.A.W. Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta:


Bina Aksara

Wijana, Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: ANDI, 1996.

Internet:

http://apit.wordpress.com, diakses pada 25 Juni 2008

www.id.wikipedia.org.

www.indiva.mediakreasi.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai