Anda di halaman 1dari 126

KETERHUBUNGAN SOSIAL (SOCIAL CONNECTEDNESS)

DAN KESEPIAN PADA LANSIA

SKRIPSI

Oleh:

Shafa Izdihara Minfadlika Failusuf

17320144

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2021
KETERHUBUNGAN SOSIAL (SOCIAL CONNECTEDNESS)
DAN KESEPIAN PADA LANSIA

SKRIPSI

Diajukan kepada Program Studi Psikologi, Jurusan Psikologi,


Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh
Derajat Sarjana S1 Psikologi

Oleh:

Shafa Izdihara Minfadlika Failusuf

17320144

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul:

KETERHUBUNGAN SOSIAL (SOCIAL CONNECTEDNESS) DAN


KESEPIAN PADA LANSIA

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi Program Studi Psikologi,


Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam
Indonesia,
Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
Psikologi

Pada Tanggal

8 Juli 2021

Mengesahkan,
Program Studi Psikologi
Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Ketua Prodi

Resnia Novitasari, S.Psi., M.A

Dosen Penguji Tanda Tangan

1. Fitri Ayu Kusumaningrum, S.Psi., M.A.

2. Ratna Syifa'a Rachmahana, S.Psi., M.Si.

3. Drs Sumedi P Nugraha M.Ed., M.SC., Ph.D.

ii
PERNYATAAN ETIKA AKADEMIK
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :
Nama : Shafa Izdihara Minfadlika Failusuf
No. Mahasiswa : 17320144
Program Studi : Psikologi
Judul Skripsi : Keterhubungan Sosial (Social Connectedness) dan
Kesepian pada Lansia
Melalui surat ini saya menyatakan bahwa :
1. Selama melakukan penelitian dan pembuatan laporan penelitian skripsi saya
tidak melakukan tindak pelanggaran etika akademik dalam bentuk apapun,
seperti penjiplakan, pembuatan skripsi oleh orang lain, atau pelanggaran lain
yang bertentangan dengan etika akademik yang dijunjung tinggi Universitas
Islam Indonesia. Oleh karena itu, skripsi yang saya buat merupakan karya
ilmiah saya sebagai penulis, bukan karya jiplakan atau karya orang lain.
2. Apabila dalam ujian skripsi saya terbukti melanggar etika akademik, maka saya
siap menerima sanksi sebagaimana aturan yang berlaku di Universitas Islam
Indonesia.
3. Apabila di kemudian hari setelah saya lulus dari Fakultas Psikologi dan Ilmu
Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia ditemukan bukti secara
meyakinkan bahwa skripsi ini adalah karya jiplakan atau karya orang lain,
maka saya bersedia menerima sanksi akademis yang ditetapkan Universitas
Islam Indonesia.

Yogyakarta, 18 Juni 2021


Yang Menyatakan,

Shafa Izdihara Minfadlika Failusuf

iii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah Subhanahu wata'ala yang


Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat serta salam kepada junjungan
Nabi besar, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam beserta keluarga dan
para sahabatnya.

Karya tulis sederhana ini penulis persembahkan untuk kedua orangtua saya
tercinta

Drs. Umar Failusuf Achmadi, M.M dan Dra. Turheni Komar, M.Pd

Terimakasih banyak atas segala doa, kasih sayang, cinta, dan dukungan baik
secara moril maupun materil yang tak terhingga. Terimakasih telah selalu ada
untuk penulis. I love you.

Shafa Izdihara Minfadlika Failusuf

Selamat Izdihara kamu sudah bertahan dan kuat dalam mengerjakan segala
sesuatu hal, termasuk skripsi!

iv
HALAMAN MOTTO

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”


(QS. Al-Baqarah: 286)

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila


kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
(urusan) yang lain”
(QS. Al-Insyirah: 5-7)

Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan
pernah menjadi takdirku dan apa yang ditakdirkan untukku takkan pernah
melewatkanku”
(Umar Bin Khattab)

“Orang lain baru berpikir, kita sudah bertindak.”


(unknown)

v
PRAKATA

Alhamdulillaah segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah
Subhanahu wata'ala. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabatnya.
Berbekal dengan usaha, doa, ridha Allah dan kedua orangtua, penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini sebagai salah satu syarat kelulusan tahap sarjana pada
Program Studi Psikologi Universitas Islam Indonesia. Dalam proses penyusunan
tugas akhir ini banyak yang tentunya memberikan bantuan, dukungan, dan arahan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si., Psi. selaku Dekan Program Studi
Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam
Indonesia dan selaku Dosen Pembimbing Akademik atas bimbingan, saran, dan
masukan, serta bersedia meluangkan waktu untuk penulis.
2. Ibu Resnia Novitasari, S.Psi., M.A. selaku Ketua Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.
3. Ibu Fitri Ayu Kusumaningrum, S.Psi., M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
Terima kasih telah meluangkan waktu dan tenaga untuk berbagi ilmu dan
membimbing serta memberikan nasihat, arahan hingga akhirnya tugas akhir ini
telah selesai. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan yang telah Ibu
berikan.
4. Segenap dosen Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam
Indonesia atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menuntut
ilmu di Program Studi Psikologi Universitas Islam Indonesia.
5. Segenap karyawan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas
Islam Indonesia atas segala bantuan yang diberikan selama penulis berkuliah
dan menyelesaikan tugas akhir ini.

vi
6. Dosen penguji skripsi, terima kasih atas kritik, saran, dan nasihat yang telah
diberikan.
7. Teman-teman seperjuangan skripsi yang senantiasa membantu saya dalam
memberikan informasi yang berkaitan dengan tugas akhir kepada penulis.
8. Orangtuaku tercinta Drs. Umar Failusuf Achmadi, M.M dan Dra. Turheni
Komar, M.Pd atas segala do’a yang dan dukungan yang tak pernah berhenti.
9. Saudaraku tercinta Bhima Bhagaskara, S. T., Nifa Anzalta Minfadlika Failusuf,
S.T., dan Tsaqifa Adlina Minfadlika Failusuf yang telah memberikan dukungan
moral kepada penulis hingga saat ini.
10. Sepupu-sepupuku, Alif, Zari, Alma, Ndo, Ciwa, yang selalu mengingatkan
peneliti untuk segera lulus supaya kesopanan dari kalian meningkat kepada
penulis. Semoga sesegera mungkin bisa bercengkrama dengan kalian kembali.
11. My Virtual date, Naufal Setyo Adi Wibowo tidak pernah berhenti memberikan
dukungan kepada penulis serta selalu sabar dan bertahan. Thank you for never
letting me give up on my self.
12. Sahabat seperjuangan “TWMC”, Ardha, Layl, Eka, Fifa, Kiki, Marvia, Bunga,
Rizqia dll atas dukungan, do’a, kepedulian, kebaikan yang diberikan. Semoga
kita dapat menjalin silaturahmi hingga akhir hayat nanti.
13. Seluruh keluarga Marching Band Universitas Islam Indonesia atas segala
pengalaman, keseruannya, kebersamaan, dan rasa kekeluargaan yang
diberikan.
14. Kawan-kawan “Bismillah Cumlaude”, Isti, Sania, Vira, Ajeng, Ayu, Zhafira,
Nurul atas kebahagiannya, kasih sayang, dan kecerian yang kalian berikan.
Semoga silaturahmi kita akan berlangsung terus.
15. Segala pihak yang terkait dalam membantu proses penyelesain tugas akhir ini.

Semoga Allah Subhanahu wata'ala senantiasa memberikan balasan dan


limpahan rahmat serta karunia-Nya kepada semua pihak karena telah membantu
penulis untuk mewujudkan tugas akhir ini. Sekali lagi, penulis ucapkan terimakasih
atas bantuan, dukungan, do’a, dan ketulusan dari teman-teman sekalian.

vii
Wassalamu’alaikum Warrahmatullaahi Wabarakaatuh

Yogyakarta, 18 Juni 2021

Shafa Izdihara Minfadlika Failusuf

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii

PERNYATAAN ETIKA AKADEMIK .............................................................. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv

HALAMAN MOTTO ............................................................................................v

PRAKATA ............................................................................................................ vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiii

INTISARI ........................................................................................................... xiv

BAB I PENGANTAR / PENDAHULUAN ..........................................................1

A. Latar Belakang ..........................................................................................1

B. Tujuan Penelitian ......................................................................................9

C. Manfaat Penelitian ....................................................................................9

D. Keaslian Penelitian .................................................................................10

1. Keaslian Topik ............................................................................12

2. Keaslian Teori.............................................................................13

3. Keaslian Alat Ukur .....................................................................14

4. Keaslian Subjek Penelitian .........................................................14

ix
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................16

A. Kesepian .................................................................................................16

1. Definisi Kesepian .......................................................................16

2. Aspek-aspek Kesepian ................................................................17

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesepian .............................18

B. Keterhubungan Sosial .............................................................................21

1. Definisi Keterhubungan Sosial ...................................................21

2. Aspek-aspek Keterhubungan Sosial ...........................................23

C. Hubungan Antara Kesepian dan Keterhubungan Sosial.........................25

D. Hipotesis Penelitian ................................................................................28

BAB III DESAIN PENELITIAN ........................................................................29

A. Desain Penelitian ....................................................................................29

B. Partisipan Penelitian ...............................................................................30

C. Pengukuran .............................................................................................30

D. Prosedur Penelitian .................................................................................33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI................................................36

A. Deskripsi Responden Penelitian .............................................................36

B. Deskripsi Data Penelitian .......................................................................37

C. Uji Asumsi Data Penelitian ....................................................................39

D. Uji Hipotesis Penelitian ..........................................................................41

E. Uji Analisis Tambahan Penelitian ..........................................................42

F. Pembahasan ............................................................................................45

x
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................53

A. Kesimpulan .............................................................................................53

B. Saran .......................................................................................................53

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................55

LAMPIRAN ..........................................................................................................60

xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Nilai Reliabilitas ................................................................................. 31
Tabel 2 Persebaran Butir Skala Kesepian ........................................................ 31
Tabel 3 Persebaran Butir Skala Keterhubungan Sosial ................................... 32
Tabel 4 Deskripsi Responden Penelitian ......................................................... 36
Tabel 5 Deskripsi Data Penelitian Hipotetik dan Empirik .............................. 37
Tabel 6 Norma Kategorisasi ............................................................................ 38
Tabel 7 Kategorisasi Subjek Variabel Kesepian ............................................. 38
Tabel 8 Kategorisasi Subjek Variabel Keterhubungan Sosial ......................... 38
Tabel 9 Hasil Uji Normalitas ........................................................................... 40
Tabel 10 Hasil Uji Linearitas ............................................................................. 40
Tabel 11 Hasil Uji Hipotesis ............................................................................. 41
Tabel 12 Hasil Uji Beda Kesepian Berdasarkan Jenis Kelamin ........................ 42
Tabel 13 Hasil Uji Beda Kesepian Berdasarkan Status Perkawinan ................. 43
Tabel 14 Hasil Uji Beda Kesepian Berdasarkan Pengaturan Tempat Tinggal .. 43
Tabel 15 Hasil Uji Korelasi Berdasarkan Data Demografi ............................... 44

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Keterhubungan Sosial dan Kesepian ................................. 61


Lampiran 2. Tabulasi Data Penelitian .............................................................. 75
Lampiran 3. Tabel Reliabilitas Aitem Skala .................................................... 86
Lampiran 4. Tabel Data Deskripsi Penelitian .................................................. 90
Lampiran 5. Tabel Hasil Uji Asumsi ............................................................... 96
Lampiran 6. Tabel Hail Uji Hipotesis .............................................................. 99
Lampiran 7. Tabel Hasil Kategorisasi.............................................................. 101
Lampiran 8. Tabel Hasil Uji Analisis Tambahan ............................................ 105
Lampiran 9. Tautan/Link Data Kasar Penelitian ............................................. 111

xiii
KETERHUBUNGAN SOSIAL (SOCIAL CONNECTEDNESS)
DAN KESEPIAN PADA LANSIA

Shafa Izdihara Minfadlika Failusuf


Fitri Ayu Kusumaningrum

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keterhubungan sosial


dan kesepian pada lansia di Bekasi. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat
hubungan negatif antara keterhubungan sosial dan kesepian pada lansia di Bekasi.
Penelitian ini menggunakan social connectedness scale (8 aitem) diadaptasi dan
mengacu pada aspek dari (Lee & Robbins, 1995) serta kesepian yang diadaptasi
dari (Neto, 2014) dan mengacu pada aspek dari (Russell, 1980). Subjek penelitian
ini berjumlah 116 lansia di Bekasi berusia minimal 60 tahun yang berjenis kelamin
laki-laki dan perempuan serta aktif dalam berkomunikasi. Hasil data menunjukkan
koefisien korelasi r = - 0.580 dengan signifikansi p = 0.000 sehingga dapat
dikatakan hipotesis diterima.

Keywords: kesepian, lansia, social connectedness.

xiv
BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dalam menjalani proses kehidupannya pasti melalui masa

perkembangan, dimulai sejak dalam kandungan hingga usia lanjut atau

menua. Proses penuaan ini merupakan salah satu proses alami yang tidak

mampu untuk dicegah sehingga akan menimbulkan kemunduran fisik,

mental, maupun psikososial (Tamher, 2011). Perubahan yang terjadi secara

psikososial pada lansia akan muncul rasa kesepian, seperti proses peralihan

dalam kehidupan dan kehilangan. Peralihan kehidupan selama proses

penuaannya ditandai dengan perubahan keadaan finansial, perubahan

jaringan sosial, relokasi, dan kehilangan suatu hubungan akibat ditinggal

mati oleh pasangan (Kholifah, 2016; Subekti, 2017). Amalia (2013)

menjelaskan bahwa kesepian merupakan keadaan yang terjadi pada lansia

dan bersifat pribadi. Akan tetapi, bagi sebagian lansia akan menanggapi rasa

kesepian dengan cara yang berbeda-beda. Seperti, bagi sebagian lansia yang

memiliki rasa kesepian akan mampu menerima secara normal. Sebaliknya,

jika lansia lainnya tidak mampu menahan rasa kesepian, hal tersebut dapat

menjadi kesedihan yang mendalam.

Perasaan hampa dan kosong yang terjadi pada lansia juga akan

terasa jika indvidu tersebut tidak memiliki kerabat atau orang lain yang

mampu memahami perasaan yang sedang dirasakannya. Pada akhirnya akan

1
2

mengarah pada perasaan kesepian (Caplan, 2003). Di sisi lain, pengalaman

kesepian pada lansia juga memiliki makna lain yaitu penerimaan diri.

Penerimaan diri pada lansia ini yang akan membentuk sifat atau pencerahan

setelah melalui proses pemahaman tertentu yang dilihat melalui sejauh

mana lansia merasa puas terhadap dirinya dan mengetahui batasan-batasan

dalam dirinya sendiri. Dengan demikian, lansia akan memiliki hidup yang

sejahtera jika lansia mampu mengatasi kesepian melalui penerimaan diri

yang baik (Sessiani, 2018).

Dengan bertambahnya peningkatan kesejahteraan masyarakat

secara sosial-ekonomi di Indonesia, dapat diperkirakan bahwa

perkembangan jumlah penduduk akan meningkat dari periode satu ke

periode selanjutnya. Badan Pusat Statistika (2020) menyatakan bahwa

jumlah lansia di Indonesia dalam kurun waktu hampir menuju lima dekade

(1971-2020) diperkirakan akan mengalami peningkatan sekitar dua kali

lipat dengan persentase lansia Indonesia sebesar 9,78% atau sekitar 25 juta-

an. Dengan demikian, ditemukan bahwa Kota Bekasi merupakan kota kedua

yang memiliki jumlah penduduk lansia terbanyak di Provinsi Jawa Barat

(BKKBN, 2017).

Sedangkan angka kesepian yang terjadi pada lansia di Indonesia

telah diteliti beberapa peneliti. Menurut Sri dkk. (2021) kesepian yang

dialami oleh lansia di Posyandu Lansia Melati, di Yogyakarta menunjukkan

bahwa sebagian besar lansia yang mengalami kesepian dengan kategori

tinggi diperoleh sebanyak 22 responden (44 %) dan pada kategori rendah


3

sebanyak 10 responden (20%). Sedangkan Peltzer dan Pengpid (2019)

menjelaskan bahwa populasi di Indonesia yang mengalami kesepian dengan

kategori rendah sebanyak 81.0%. Sedangkan pada kategori sedang dengan

persentase sebesar 8.0% dan pada kategori tinggi dengan persentase 10,6%.

Perbedaan yang dilihat berdasarkan jenis kelamin yaitu wanita 11,0% dan

10,1% untuk pria.

Berdasarkan penelitian Simon dkk. (2014), gambaran prevalensi

kesepian pada lansia di Amerika Serikat mencapai 26,2% dengan prevalensi

perempuan lebih tinggi yaitu 28,4% dan laki laki 23%. Seiring dengan

bertambahnya usia, sebagian besar lansia juga merasa kesepian. Dengan

demikian, dilihat dari tingkat usia menunjukkan bahwa sebanyak 23,1%

lansia yang berusia 60 hingga 69 tahun merasa kesepian. Sedangkan pada

lansia yang berusia 70 hingga 79 tahun 26,6% dan 31,5% lansia yang

berusia 80 ke atas memiliki rasa kesepian yang tinggi.

Usia lanjut pada fase usia akhir kerap membuat lansia merasakan

kesepian sehingga akan menjadi titik rendah dalam kehidupannya.

Gambaran kesepian pada lansia saat ini dapat dilihat melalui pelaksanaan

wawancara singkat pada dua lansia di Bekasi. Berdasarkan hasil wawancara

yang telah dilaksanakan kepada dua orang subjek lansia yang pertama

berjenis kelamin laki-laki berinisial PJ yang berusia 67 tahun. Subjek lansia

kedua yaitu berjenis perempuan yang berinisial YU berusia 82 tahun.

Peneliti memperoleh paparan yang lebih jelas mengenai rasa kesepian yang

dialami. Kedua subjek tersebut diberikan 6 butir pertanyaan yang


4

berdasarkan pada alat ukur UCLA Loneliness Scale versi 6 aitem (ULS-6)

(Neto, 2014).

Berdasarkan hasil wawancara pada subjek PJ didapatkan bahwa rasa

kesepian yang ditunjukkan oleh PJ yaitu dengan merasakan bahwa selama

ini jaringan sosial di lingkungannya semakin kurang sehingga tidak adanya

rasa memiliki sahabat. PJ juga merasa tidak menjadi bagian dari sebuah

komunitas di lingkungannya. Hal tersebut yang membuat PJ tersisih dari

orang-orang. Ditambah dengan orang-orang yang berada di sekitar PJ yang

belum tentu akan senantiasa membantu PJ, sehingga rasa tidak senang yang

dialami oleh subjek PJ menjadi sangat penyendiri semakin meningkat.

Hal serupa yang dirasakan oleh YU yang bermula dari menjadi

bagian dari sebuah komunitas di lingkungan rumahnya kemudian

mengalami perubahan pilihan tempat tinggal sehingga YU perlu beradaptasi

dengan situasi yang baru walaupun tidak mudah mengingat usia YU. Hal

tersebut yang membuat YU merasa sedikit memiliki sahabat di lingkungan

rumahnya sehingga YU merasa tersisih dari orang-orang di sekelilingnya.

YU juga mengaku bahwa YU mengalami rasa kesepian yang meningkat

ketika ditinggalkan oleh keluarganya. Dengan demikian, subjek YU

mengatakan bahwa meningkatnya rasa tidak senang menjadi sangat

penyendiri setelah ditinggal oleh keluarganya.

Berdasarkan uraian hasil wawancara yang telah dilakukan, kedua

subjek mengalami perilaku yang mengindikasikan ke arah yang sama

dengan alat ukur UCLA Loneliness Scale versi 6 aitem (ULS-6) (Neto,
5

2014). Berdasarkan perilaku diatas dapat dianalisis bahwa subjek PJ dan

YU mengalami perilaku kesepian yang sesuai dengan teori alat ukur

kesepian yaitu perasaan yang dialami pada lansia memiliki tidak adanya

keeratan dalam menjalani hubungan dengan orang lain atau kerabat

sehingga tidak mampu untuk menerima perubahan yang terjadi dalam

kehidupan sosialnya (Neto, 2014; Russell, 1996).

Pada kedua subjek juga menunjukkan bahwa perilaku kesepian

dilihat melalui kurangnya jaringan sosial yang tersedia seperti sahabat,

kerabat yang selalu ada, ataupun tetangga yang senantiasa mendukung

lansia dalam menjalani kehidupannya. Sehingga rasa kesepian yang terjadi

juga melibatkan ketidakpuasan dalam menjalin hubungan pada jaringan

sosial tersebut (DiTommaso dkk., 2004; Neto, 2014). Selain itu, perilaku

yang dirasakan oleh subjek juga merupakan salah satu bentuk dari rasa

kesepian ketika lansia tidak memiliki kedekatan dengan teman dekat

melalui jaringan sosial di sekitarnya sehingga tidak adanya keterlibatan

yang terintegrasi dalam dirinya secara sosial (Green dkk., 2001; Neto,

2014).

Berikut adalah tahapan perkembangan lansia. Menurut Erikson

(Santrock, 2011) menjelaskan bahwa lansia akan melampaui tahap ego

integrity vs despair. Ego integrity merupakan tahap saat lansia melihat

kembali (flash back) selama kehidupan yang sudah dijalaninya.

Mengevaluasi dan memaknai dari hasil proses kehidupan. Lansia yang telah

mencapai tahap ego integrity akan merasa dapat beradaptasi dengan baik,
6

telah memiliki hidup yang bermanfaat, mampu menerima berbagai

perubahan dengan tulus, dan merasa bahagia serta damai. Akan tetapi, jika

lansia tidak mampu mencapai ego integrity tersebut tentunya lansia akan

merasa bahwa dirinya tidak berguna (putus asa) dan gagal menghadapi

kenyataan hidup. Hal ini yang dinamakan tahap despair yang tidak mampu

mencapai integritas yang ditandai dengan munculnya rasa tidak puas

terhadap proses kehidupan yang telah dijalani selama kehidupannya.

Gambaran lansia yang mengalami kesepian terkait dengan tahapan

perkembangannya adalah sebagai berikut. Menurut hasil penelitian yang

dilakukan Kim dkk. (2020) lansia yang merasa kesepian memiliki hasil yang

negatif dengan ego integrity (integritas ego). Hal ini disebabkan oleh

kondisi akan semakin kuat jika lansia mampu menghadapi dampak negatif

dari munculnya rasa kesepian yang dihasilkan dari kehidupannya. Han dkk.

(2015) menambahkan bahwa ego integrity (integritas ego) dan kesepian

memiliki korelasi secara negatif.

Kesepian yang terjadi dapat memberikan dampak pada lansia.

Schirmer dan Michailakis (2016) menyatakan bahwa dampak tersebut

terjadi penurunan pada mobilitas fisik maupun mental. Sebagaimana yang

dikatakan oleh Singer (2018) yang menyebutkan bahwa hal-hal yang

dialami oleh lansia ketika timbulnya rasa kesepian yaitu pada fisik yang

ditandai oleh kondisi kesehatan yang menurun, seperti peningkatan tekanan

darah, jantung, dan stroke pada lansia. Selain itu, dapat terjadi juga
7

kesehatan mental yang menurun, seperti depresi, ketidakberdayaan, hingga

muncul pikiran ingin bunuh diri.

Rasa kesepian yang dialami oleh lansia tidak hanya dipengaruhi

faktor internal melainkan juga faktor eksternal. Faktor internal yang dapat

mempengaruhi rasa kesepian menurut para ahli yaitu usia (Alves dkk.,

2014; Rokach & Neto, 2005), gender (Dahlberg, Agahi, & Lennartsson,

2017), kondisi kesehatan (Dahlberg, Agahi, & Lennartsson, 2017), status

perkawinan (marital relationship) (Septiningsih & Tri, 2012), dan self

efficacy (Tripathi & Hari S, 2015).

Selanjutnya, faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kesepian

yaitu, faktor situasional (Cacioppo et al., 2006; Grover et al., 2018), status

sosial ekonomi (Pinquart, 2001), terjadi perubahan tata cara hidup yang

berdasar pada kultur budaya (Mulyadi & Juanita, 2016; Rokach & Neto,

2005), pengaturan tempat tinggal (living arrangement) (Suardiman &

Iswanti, 2006), dan keterhubungan sosial (Frieling et al., 2018).

Secara umum keterhubungan sosial dapat didefinisikan sebagai

mengevaluasi diri secara subjektif tentang sejauh mana individu memiliki

suatu hubungan yang bermakna, memiliki kedekatan, dan konstruktif

dengan sesama individu lainnya, baik secara individu, kelompok, ataupun

masyarakat. Keterhubungan sosial juga mampu memunculkan rasa peduli

dan merasa diperhatikan dengan orang lain serta menjadi bagian dari suatu

komunitas atau kelompok (O'Rourke & Sidani, 2017). Kondisi ini sesuai

dengan penelitian Ashida dan Heaney (2008) yang menyatakan bahwa


8

keterhubungan sosial dapat memengaruhi kesepian yang ditentukan oleh

sejauh mana keterhubungan sosial pada lansia dengan orang lain atau

anggota keluarga. Bahkan ketiadaannya keterhubungan sosial dapat

menyebabkan berbagai penyakit, seperti penyakit paru-paru kronis atau

radang sendi. Selain itu juga mempengaruhi kesejahteraan psikologis dan

perasaan interpersonal yang diterima oleh lansia.

Penelitian-penelitian terdahulu, misalnya, Ang (2015)

mengemukakan bahwa adanya pengaruh keterhubungan sosial pada

kesepian di berbagai kelompok usia dan jenis kelamin pada remaja.

Selanjutnya Ahmet dkk. (2016) juga menyatakan jika terdapat hubungan

negatif antara variabel keterhubungan sosial dengan variabel kesepian pada

mahasiswa di salah satu universitas di Instanbul, Turkey. Selain itu Grover

dkk. (2018) dan Gyasi dkk. (2021) juga mengatakan bahwa hasil dari

penelitian tersebut terdapat hubungan yang negatif secara signifikan antara

keterhubungan sosial dan kesepian dengan subjek lansia.

Berdasarakan uraian tersebut, belum ditemukan adanya publikasi

terkait topik keterhubungan sosial dan kesepian pada lansia di konteks

Indonesia. Maka dari itu, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut apakah

terdapat hubungan yang negatif antara variabel keterhubungan sosial

dengan variabel kesepian pada lansia.


9

B. Tujuan Penelitian

Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris

hubungan antara keterhubungan sosial dengan kesepian pada lansia di

Bekasi.

C. Manfaat Penelitian

Dilihat dari rumusan masalah dan tujuan yang ditetapkan seperti

diatas, maka manfaat dari penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua yakni

manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Peneliti berharap pada penelitian dapat bermanfaat dengan

membagikan informasi baru bagi bidang ilmu psikologi khususnya

psikologi klinis dan psikologi perkembangan dimasa yang akan datang

khususnya terkait keterhubungan sosial dengan kesepian.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Mahasiswa

Peneliti berharap melalui penelitian ini mahasiswa akan

dapat memahami lebih mendalam serta menambah pengetahuan dan

wawasan mengenai kesepian dengan keterhubungan sosial

b. Bagi Peneliti

Peneliti memiliki harapan jika penelitian ini akan dapat

membantu secara langsung menerapkan ilmu-ilmu psikologi yang

diperoleh ketika kuliah serta menambah wawasan terkait psikologi

khususnya keterhubungan sosial dengan kesepian.


10

D. Keaslian Penelitian

Penulis mengetahui terdapat beberapa penelitian terdahulu yang

bertemakan social connectedness yaitu penelitian yang diteliti oleh Ang

(2015) dengan judul “Types of Social Connectedness and Loneliness: the

Joint Moderating Effects of Age and Gender”. Tujuan penelitian ini untuk

memahami hubungan interaksi antara usia dan jenis kelamin berdasarkan

social connectedness pada orang tua, saudara kandung, teman, guru dan

kesepian. Responden pada penelitian ini sebanyak 618 remaja. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pengaruh social connectedness pada

kesepian yang bervariasi di berbagai kelompok usia dan jenis kelamin. Pada

penelitian ini menjelaskan remaja perempuan memiliki pengaruh yang lebih

besar terhadap social connectedness dan remaja perempuan yang paling

merasakan kesepian dibanding pira. Selain itu, hubungan pada orang tua

memiliki hasil r = - 0.23 (p<0.001) dan hubungan pada saudara r = - 0.22

(p<0.001), dari hasil tersebut secara signifikan dan berkorelasi negatif

dengan kesepian.

Penelitian Ahmet dkk. (2016) dengan judul “Linking social

connectedness to loneliness : The mediating role of subjective happiness”

yang memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan social connectedness,

kesepian, dan kebahagiaan subjektif. Responden yang digunakan pada

penelitian ini sebanyak 352 mahasiswa sarjana pada salah universitas di

Istanbul, Turkey. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa variabel

social connectedness mempunyai hubungan positif dengan variabel


11

kebahagiaan subjektif dan berhubungan negatif dengan variabel kesepian.

Di sisi lain, kesepian berkorelasi negatif dengan kebahagiaan secara

subjektif. Kebahagiaan secara subjektif ini menjadi mediator dalam

hubungan antara social connectedness dan kesepian. Dengan demikian,

tingkat social connectedness yang tinggi dapat berdampak negatif pada

kesepian, baik secara langsung maupun melalui kebahagiaan subjektif.

Kemudian penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan

Grover dkk. (2018) dengan judul “Relationship of loneliness and social

connectedness with depression in elderly : A multicentric study under the

aegis of Indian Association for Geriatic Mental Health”. Penelitian ini

bertujuan untuk mengevaluasi prevalensi kesepian dan hubungannya

dengan social connectedness dan depresi pada lansia serta mengevaluasi

faktor demografis dan klinis yang terkait dengan kesepian dan social

connectedness pada lansia dengan depresi. Responden pada penelitian ini

sebanyak 488 lansia yang berusia kurang dari 60 tahun dengan depresi.

Hasil penelitian menunjukkan sekitar tiga perempat (77,3%) dari seluruh

responden menunjukkan adanya kesepian. Prevalensi dalam penelitian ini

yakni 62,5% kurang dalam menjalin persahabatan, 58,7% ditinggal oleh

pasangan hidup, dan 56,5% merasa terisolasi dari orang lain. Tidak ada

perbedaan jenis kelamin dalam penelitian tersebut. Hasil penelitian ini

menyatakan bahwa terdapat hubungan yang postif pada tingkat depresi,

kecemasan, gejala somatik sebagaimana diukur menggunakan alat ukur

GDS-30, PHQ-15, dan GAD-7 dengan social connectedness sedangkan


12

kesepian menunjukkan hubungan negatif yang signifikan dengan social

connectednes.

Penelitian oleh Gyasi dkk. (2021) yang berjudul “Physical activity

and predictors of loneliness in community-dwelling older adults : The role

of social connectedness” memiliki tujuan untuk mengetahui dampak social

connectedness terhadap aktivitas fisik dan kesepian pada lansia di Ghana.

Adapun responden pada penelitian tersebut sebanyak 1200 lansia yang

berusia ≥ 50 tahun di Ghana. Hasil dari penelitian ini mengemukakan bahwa

aktivitas fisik dan kesepian yang dimoderasi oleh social conenctedness,

sehingga orang-orang yang memiliki ikatan yang dekat akan jauh lebih kecil

kemungkinannya untuk mengalami kesepian setelah melakukan aktivitas

fisik. Analisis berdasarkan usia menunjukkan perbedaan efek aktivitas fisik

pada kesepian di antara usia lebih dari 65 tahun dibandingkan dengan usia

antara 50-64 tahun. Social connectedness juga mempengaruhi dampak yang

positif dari aktivitas fisik pada kesepian.

Berdasarkan informasi dari berbagai penelitian terdahulu, maka

penelitian ini dapat dikatakan asli dari berbagai segi antara lain:

1. Keaslian Topik

Terdapat persamaan topik penelitian dengan peneliti-penelitian

terdahulu. Persamaan topik ditemukan dalam penelitian Ang (2015), Ahmet

dkk. (2016), Grover dkk. (2018), dan Gyasi dkk. (2021) yaitu mengenai social

connectedness dan kesepian. Namun, pada penelitian Ahmet dkk. (2016) selain
13

membahas social connectedness dan kesepian penelitian tersebut juga

membahas variabel kebahagaian subjektif.

Kemudian pada penelitian Grover dkk. (2018) juga ditemukan

persamaan topik pada social connectedness dan kesepian, pada penelitian

tersebut juga mengaitkan depresi, kecemasan, dan gejala somatik. Sedangkan

fokus pada penelitian ini adalah penulis hanya membahas variabel social

connectedness dan variabel kesepian saja.

2. Keaslian Teori

Penelitian ini meneliti variabel kesepian berdasarkan teori Russell (1996)

sedangkan untuk variabel social connectedness menggunakan teori Lee dan

Robbins (1995). Perbedaan teori ditemukan pada penelitian Ang (2015) yang

menggunakan teori dari Goossens dkk. (2009) untuk variabel kesepian dan

menggunakan teori Karcher (2011) untuk variabel social connectedness.

Perbedaan juga ditemukan pada penelitian Ahmet dkk. (2016) yang

menggunakan teori Marangoni and Ickes (1989) untuk variabel kesepian dan

Van Bel dkk. (2009) untuk variabel social connectedness.

Pada penelitian Gyasi dkk. (2021) menggunakan teori De Jong-Gierveld

(1998) untuk variabel kesepian serta pada social connectedness menggunakan

teori Due dkk. (1999). Penelitian Grover dkk. (2018) juga ditemukan

perbedaan dimana penelitian ini menggunakan teori dari Weiss (1973) untuk

variabel kesepian sedangkan variabel social connectedness menggunakan teori

Lee dkk. (2001).


14

3. Keaslian Alat Ukur

Penelitian ini memakai alat ukur yang berbeda dari penelitian

sebelumnnya yaitu skala Short-Form UCLA Loneliness Scale versi 6 aitem

(ULS-6) yang di kembangkan oleh Neto (2014) untuk mengukur variabel

kesepian. Sedangkan untuk mengukur variabel social connectedness peneliti

menggunakan menggunakan social connectedness scale yang disusun oleh Lee

& Robbins (1995). Pada alat ukur tersebut terdapat persamaan yang digunakan

peneliti dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmet dkk. (2016).

Adapun perbedaan alat ukur kesepian ditemukan pada penelitian Ahmet

dkk. (2016) menggunakan UCLA Loneliness Scale versi 8 aitem (ULS-8).

Sedangkan pada penelitian Ang (2015) dan Grover dkk. (2018) yang

menggunakan UCLA Loneliness Scale. Penelitian Gyasi dkk. (2021) juga

terdapat perbedaan yaitu dengan menggunakan Three-Item Loneliness Scale.

Kemudian perbedaan alat ukur social connectedness ditemukan pada

penelitian Ang (2015) yang menggunakan Hemingway Measure of Adolescent

Connectedness. Perbedaan alat ukur social connectedness juga ditemukan pada

penelitian Grover dkk. (2018) yang menggunakan skala social connectedness

revised. Sedangkan pada penelitian Gyasi dkk. (2021) menggunakan skala

yang di susun oleh peneliti.

4. Keaslian Subjek Penelitian

Penelitian ini menggunakan subjek lansia yang berusia minimal 60 tahun,

nampak adanya kesamaan dengan berbagai penelitian terdahulu seperti subjek

pada penelitian Grover dkk. (2018) dan Gyasi dkk. (2021) yang sama-sama
15

menggunakan subjek lansia, namun demikian juga terdapat perbedaan

mencolok seperti karakteristik subjek, lokasi pengambilan data, dan rentang

usia. Demikian halnya dengan subjek yang digunakan pada penelitian Ang

(2015) yang mengunakan remaja yang berusia 12 hingga 17 tahun dan pada

penelitian Ahmet dkk. (2016) mengunakan subjek mahasiswa sarjana yang

berusia 18 hingga 28 tahun.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesepian

1. Definsi Kesepian

Telah banyak ahli yang menyampaikan pendapatnya mengenai

definisi sesungguhnya dari kesepian. Kesepian menurut Russell (1996)

adalah perasaan yang dialami pada seseorang yang disebabkan oleh

ketiadaan keeratan dalam menjalani hubungan. Keadaan ini terjadi secara

temporer, dikarenakan perubahan dalam kehidupan sosial. Kesepian juga

dapat terjadi secara emosional yang disebabkan oleh kegagalan dalam

mempertahankan suatu hubungan dan kegagalan dalam berinteraksi secara

sosial. Pinquart (2001) mendefinisikan kesepian sebagai perasaan secara

batin yang menciptakan rasa sedih disertai dengan adanya persepsi

mengenai ketidakpuasan dan tidak terpenuhinya kebutuhan sosial secara

kuantitas yang terletak pada kualitas hubungan dengan individu lainnya.

Tokoh ini Gierveld (2006) menyatakan kesepian merupakan kondisi

yang terjadi secara subjektif dan emosi negatif dari perasaan terputusnya

suatu hubungan. Maka dari itu, terjadi kesulitan dalam mempertahankan

kualitas dari hubungan atau yang disebut dengan lack of relationship.

Hauge & Kirkevold (2010) menambahkan bahwa kesepian diartikan

sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan perasaan negatif dan

dalam keadaan yang menyedihkan.

16
17

Berdasarkan definisi dari beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa kesepian merupakan suatu perasaan sepi, sunyi yang dirasakan oleh

seseorang karena merasa kurang dalam menjaga kualitas hubungan sosial

yang dimiliki seseorang dengan orang lain di lingkungan sekitarnya.

2. Aspek-Aspek Kesepian

Menurut Neto (2014) terdapat alat ukur Short-Form UCLA

Loneliness Scale yang mengukur kesepian pada lansia dengan bentuk

unidimensional yang terdiri dari 6 aitem.

Gierveld (2006) menyebutkan bahwa aspek kesepian terbagi atas

dua aspek, antara lain:

a. Kesepian emosional

Bentuk dari kesepian yang muncul ketika individu tidak

mempunyai ikatan hubungan yang bermakna atau mendalam. Hal ini

dibuktikan melalui sedikitnya kedekatan secara emosional dengan

individu lainnya sehingga tidak akan bergantung pada siapapun.

Misalnya, ditinggal pasangan, perceraian orang tua, individu yang

secara berkala akan mengalami kesepian emosional.

b. Kesepian Sosial

Bentuk dari kesepian yang muncul ketika individu tidak

memiliki keterlibatan yang telah terintegrasi ke dalam dirinya

sehingga tidak adanya relasi pada kelompok yang lebih luas untuk

ikut terlibat dalam suatu komunitas yang menyangkut rasa

kebersamaan. Dengan demikian, individu yang tidak ikut


18

berpartisipasi dalam suatu komunitas akan merasa diasingkan,

bosan, dan pada akhirnya merasa cemas.

Tokoh lain yaitu Joonyup dan Cagle (2017) menyebutkan bahwa

terdapat dua aspek kesepian, yakni:

a. Feeling Isolated

Feeling Isolated terjadi ketika individu merasa terisolasi

meskipun memiliki hubungan sosial dan dapat memicu perasaan dan

pikiran negatif.

b. Available Social Connections

Available Social Connections yaitu adanya hubungan sosial

pada individu yang mana jika individu mengalami kesepian berarti

akibat dari ketidakpuasan hubungan sosialnya terhadap orang-orang

di sekelilingnya.

Dari pendapat di atas mengenai aspek-aspek kesepian, peneliti

mengacu pada aspek unidimensional dari pendapat Neto (2014) yang dapat

menggambarkan konteks penelitian mengenai kesepian pada lansia.

3. Faktor yang mempengaruhi Kesepian

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian dibagi atas dua faktor

yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Pertama, faktor internal yang

dapat mempengaruhi kesepian menurut para ahli antara lain:

a. Usia, sebagian individu menganggap jika individu yang sudah lanjut

usia akan mengalami kesepian. Padahal berdasarkan penelitian

lainnya menjelaskan bahwa kesepian tidak hanya dirasakan oleh


19

lanjut usia melainkan remaja (Alves et al., 2014; Rokach & Neto,

2005).

b. Gender, perempuan menyatakan jika lebih banyak merasa kesepian

dibanding laki-laki. Hal ini terjadi karena kehilangan pasangan

menjadi alasan utama terhadap munculnya rasa kesepian. Penelitian

ini mengemukakan bahwa janda atau duda yang meninggal dunia

akan berdampak pada lansia karena kurang mendapatkan dukungan

sosial dari orang sekitar sehingga akan menghindari kontak sosial

(Dahlberg, Agahi, & Lennartsson, 2017).

c. Kesehatan, kondisi kesehatan yang buruk cenderung mengalami

kesepian, karena kesulitan untuk bergerak secara aktif, sehingga

akan lebih membatasi kehidupan sosialnya (Dahlberg, Agahi, &

Lennartsson, 2017).

d. Hilangnya status hubungan perkawinan (marital relationship)

ataupun ditinggal mati oleh pasangannya (Septiningsih & Tri, 2012).

e. Self efficacy yang terjadi di kalangan lansia umumnya berfokus pada

kapabilitas, baik secara fisik maupun mental dan biasanya terjadi

menurun seiring bertambahnya usia. Dengan demikian, adanya self

efficacy yang baik akan membantu dalam mengkompensasi persepsi

hilangnya kemampuan fisik dan mental dan membantu dalam

menjaga kesehatan fisik dan mental (Tripathi & Hari S, 2015).


20

Kedua, faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kesepian

menurut para ahli yaitu:

a. Faktor situasional, perubahan situasi dari keadaan semula ataupun

perubahan menjalin hubungan dan jaringan sosial dengan orang lain,

pasangan, maupun dengan orang baru. Salah satunya, kehilangan

jaringan sosial terhadap situasi yang tak terduga sehingga

menimbulkan kesepian atau perasaan tidak nyaman (Cacioppo et al.,

2006; Grover et al., 2018).

b. Status sosial ekonomi, penghasilan berhubungan dengan kesepian.

Individu yang memiliki penghasilan rendah akan merasakan

kesepian yang lebih besar dibandingkan dengan individu yang

berada tingkat penghasilan yang tinggi (Pinquart, 2001).

c. Perubahan tata cara hidup berdasarkan kultur budaya di Indonesia

yang mana keluarga lebih memilih menitipkan lansia ke panti yang

menjadi perawatan bagi lansia. Hal ini berdasar pada kesibukan dan

ketidakmampuan bagi keluarga dalam merawat lansia. Sedangkan

budaya di Amerika dan Kanada dilihat berdasarkan perubahan dalam

pencapaian individu, persaingan, dan hubungan sosial impersonal.

Dengan menerapkan budaya tersebut tentunya akan mungkin

menunjukkan rasa kesepian akibat kesulitan dalam menerima

perubahan tersebut (Mulyadi & Juanita, 2016; Rokach & Neto,

2005).
21

d. Pengaturan tempat tinggal (living arrangement) bagi lansia yang

dipengaruhi budaya yang masih berorientasi pada asas kekeluargaan

dan kebersamaan (Suardiman & Iswanti, 2006).

e. Keterhubungan sosial yang diterima lansia dari orang lain berupa

rasa kenyamanan guna menunjang kesejahteraan para lansia

(Frieling et al., 2018).

Berdasarkan penjabaran diatas banyak faktor internal dan eksternal

yang mempengaruhi kesepian adalah usia, gender, kesehatan, status

perkawinan, self efficacy, situasional, status sosial ekonomi, perubahan tata

cara hidup, pengaturan tempat tinggal, dan keterhubungan sosial.

Keterhubungan sosial merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kesepian berdasarkan penelitian (Frieling et al., 2018). Dengan demikian,

peneliti menentukan keterhubungan sosial sebagai faktor yang

mempengaruhi kesepian.

B. Keterhubungan sosial

1. Definisi Keterhubungan Sosial

Keterhubungan Sosial merupakan hasil yang berdasar dari

pengalaman yang berkembang. Seperti hubungan antara orang tua dan anak

sejak dini, selanjutnya ikatan hubungan dengan teman sebaya, kemudian

berlanjut mendapatkan afiliasi pada komunitas. Dengan demikian, melalui

hubungan yang berkembang tersebut dapat menghasilkan kenyamanan

sehingga mengarah pada hubungan yang lebih positif (Lee & Robbins,

1995). Kemudian Lee & Robbins (2001) juga menambahkan bahwa


22

keterhubungan sosial merupakan pengalaman yang terjadi pada masa lalu

hingga kini dan memiliki peran serta secara positif terhadap harga diri nya

dalam menjalin hubungan dengan lingkungan sosialnya. Pendapat tersebut

selaras dengan Van Bel dkk. (2009) yang menjelaskan bahwa

keterhubungan sosial adalah pengalaman secara subjektif terhadap

keterhubungan dan kepemilikan yang berdasar pada penilaian sosial baik

secara kuantitatif ataupun kualitatif serta arti dari suatu hubungan yang

bermakna.

Adapun tokoh lain yang mendefinsikan keterhubungan sosial

dengan tidak berfokus pada kondisi pengalamannya, yaitu Karcher (2011).

Tokoh ini mendifinisikan keterhubungan sosial adalah kedalaman

hubungan suatu relasi yang berkualitas dengan menilai sejauh mana

seseorang dekat secara sosial, saling terikat, ataupun saling berbagi dengan

keluarga, sekolah, lingkungan, kelompok budaya, dan masyarakat.

Berdasarkan penjabaran definisi diatas dapat dikatakan

keterhubungan sosial adalah pengalaman individu yang memiliki kedekatan

secara internal didalam sosial yang termasuk hubungan dengan keluarga,

teman, komunitas, dan masyarakat. Pada penelitian ini teori yang diacu

adalah teori yang dikemukakan oleh Lee & Robbins (1995) yakni melalui

hasil dari pengalaman yang berkembang, Seperti hubungan antara orang tua

dan anak sejak dini kemudian berlanjut memiliki ikatan hubungan dengan

teman sebaya dan mendapatkan afiliasi pada komunitas sehingga dapat

menghasilkan hubungan yang lebih positif.


23

2. Aspek-Aspek Keterhubungan Sosial

Menurut Lee & Robbins (1995) ada tiga aspek pada keterhubungan

sosial yang berdasar pada teori self-psychology, antara lain:

a. Persahabatan (Companionship)

Aspek companionship ini terdapat pada setiap individu yang

berawal dari masa bayi hingga dewasa akhir. Kebutuhan yang

memenuhi companionship bermula dari figur orang tua, saudara,

teman, sahabat, pasangan yang akan berkembang dan berubah

seiring dengan perubahan waktu.

b. Afiliasi (Affiliation)

Aspek Affiliation menunjukkan identifikasi atau

penyesuaian diri dalam suatu kelompok. Fokus utama ketika

individu menjalin hubungan dengan orang lain dalam suatu

kelompok yang dilihat berdasarkan pengembangan dari hubungan

tersebut.

c. Keterhubungan (Connectedness)

Aspek Connectedness akan didapatkan jika individu telah

memperoleh companionship dan affiliation. Pada aspek ini tidak

perlu menyimpan rasa kekhawatiran atas kurangnya kemampuan

dalam menjalin hubungan sosial, karena pada setiap individu

mampu memilih dan mencari affiliation dan companionship di luar

dari zona nyamannya.


24

Sedangkan Karcher (2011) mengungkapkan keterhubungan sosial

terdiri dari tiga aspek yaitu:

a. Connectedness to self

Aspek connectedness to self ini menjelaskan keterhubungan

dengan diri sendiri melalui pengembangan diri. Individu akan

menunjukkan harga diri dan identitas diri melalui penilaian diri

terhadap dirinya sendiri sebagai pribadi yang berharga, disukai, dan

unik.

b. Connectedness to others

Aspek connectedness to others ini menjelaskan

keterhubungan dengan orang lain yang berdasar pada kebutuhan

primer untuk saling memiliki melalui kepercayaan dan rasa

kebersamaan yang dihabiskan bersama orang lain yang tidak lain

merupakan inti dari keterhubungan sosial.

c. Connectedness to society

Aspek connectedness to society ini menjelaskan

keterhubungan dengan masyarakat yang mencerminkan konsep dari

teori ekologi dan perilaku. Teori ekologi ini menjelaskan bahwa

secara timbal balik perkembangan hubungan seseorang memiliki

pengaruh yang cukup besar terhadap dirinya dengan masyarakat

lain. Sedangkan pada perilaku akan ditunjukkan melalui adanya

keterhubungan dari masyarakat tersebut.


25

Berdasarkan pendapat ahli diatas maka diketahui aspek-aspek

keterhubungan sosial. Peneliti ini mengacu kepada pendapat Lee & Robbins

(1995) yang menyatakan aspek-aspek keterhubungan sosial antara lain,

companionship, affiliation, dan connectedness.

C. Hubungan Antara Keterhubungan Sosial dan Kesepian pada


Lansia

Setiap individu memiliki rentang kehidupan manusia (life span

development). Salah satunya individu akan mencapai dewasa akhir atau

yang disebut dengan masa lanjut usia. Tahapan perkembangan (task

development) yang dilewati harus berkembang sesuai dengan usianya, jika

tidak mampu melewatinya akan terjadi perubahan dalam miss development.

Hal ini sesuai dengan tahapan perkembangan lansia yaitu tahap

perkembangan ego integrity berkaitan erat dengan kesepian (Han et al.,

2015). Lansia yang tidak mampu melampaui tahap ego integrity maka akan

merasakan despair, dimana akan merasa tidak mampu menerima dampak

dari tahap perkembangannya, dengan demikian akan muncul rasa kesepian

(Kim et al., 2020).

Menurut Karcher (2011) terdapat tiga cara dalam menilai sejauh

mana keterhubungan sosial pada individu terbentuk yaitu connectedness to

self, connectedness to others, dan connectedness to society. Ang (2015)

menyatakan bahwa ketiga aspek tersebut memberikan efek yang negatif

terhadap individu berupa tingkat kesepian yang rendah. Lee & Robbins
26

(1995) juga menjelaskan bahwa terdapat tiga aspek pada social

connectedness yaitu persahabatan (companionship), afiliasi (affiliation),

dan keterhubungan (connectedness).

Aspek persahabatan (companionship) ini mampu menilai diri

individu terhadap prediksi kesejahteraan, kepuasan sosial, dan mampu

mengurangi kesepian (Lee & Robbins, 1995). Lansia dalam proses menua

cenderung membutuhkan persahabatan untuk menunjang kepuasan dalam

kehidupan sosialnya yang sekaligus menjadi kesempatan untuk menikmati

rasa persahabatan (companionship) di kehidupan tua melalui hubungan

yang sudah terjalin dengan kerabat atau teman yang berada di

lingkungannya. Hal tersebut yang akan mempengaruhi tingkat kesepian

yang tinggi jika lansia tidak dapat mendapatkan rasa memiliki atau

persahabatan (companionship) (Ahmet et al., 2016; Sorkin et al., 2002).

Aspek afiliasi (affiliation) yang menunjukkan bagaimana individu

telah meraih puncak afiliasi dengan melihat kenyamanan dalam menjalin

suatu hubungan dengan individu lainnya. Sedangkan jika individu yang

belum meraih puncak afiliasi tersebut, maka akan memiliki hubungan yang

singkat dan sulit untuk dipertahankan sehingga nantinya akan mengarah

pada rasa kesepian (Lee & Robbins, 1995). Hal tersebut dapat dilihat dari

lansia yang telah memiliki puncak afiliasi berdasarkan ikatan sosial yang

sudah terbentuk melalui terjalinnya hubungan antar individu (O’Rourke &

Sidani, 2017) ketika individu belum mencapai afiliasi, mereka akan

cenderung memiliki dampak yang negatif terhadap diri mereka sendiri


27

(Abbas & Abrar, 2020) sehingga akan menyebabkan rasa tingkat kesepian

dan juga akan menurunkan kualitas hidup, kesejahteraan sosial dan mental.

Aspek keterhubungan (connectedness) dapat diperoleh jika

companionship dan affiliation telah tercapai. Individu yang telah memiliki

connectedness antar sesama individu tentu akan mempertahankan hubungan

tersebut yang dilihat berdasarkan sense of belonging yang ditunjukkan

melalui perasaan saling berhubungan dan menghargai individu dengan yang

lain misalnya, keluarga, teman, komunitas dan lainnya (Frieling et al., 2018;

Lee & Robbins, 1995). Di sisi lain, keterhubungan sosial juga merupakan

faktor protektif yang akan memperkuat kelekatan suatu hubungan. Sehingga

dapat dikatakan jika sense of belonging tidak tercapai secara memuaskan,

maka perasaan kesepian akan cenderung muncul (Frieling dkk., 2018;

Heinrich & Gullone, 2006).

Adapun beberapa penelitian-penelitian sebelumnya yang selaras

dalam meneliti keterhubungan sosial dan kesepian pada lansia. Penelitian

yang dilakukan Gyasi dkk. (2021) menunjukkan bahwa aktivitas fisik dan

kesepian yang dimoderasi oleh keterhubungan sosial memiliki regresi linear

yang negatif (β = -0.709, p <0.05). Hal ini dijelaskan bahwa melalui peran

dari keterhubungan sosial yang dapat mengurangi rasa kesepian pada lansia

ketika melakukan aktivitas fisik bersama dengan individu lain. Dengan

demikian, jika keterhubungan sosial pada lansia semakin optimal, kecil

kemungkinannya untuk mengalami kesepian meskipun aktivitas fisik juga

berkurang.
28

Kemudian Ahmet dkk. (2016) menunjukkan hubungan antara

keterhubungan sosial dan kesepian menghasilkan korelasi yang negatif (r =

−0.56, p <0.01). Berdasarkan informasi di atas, dapat dikatakan peran dari

keterhubungan sosial pada lansia semakin kuat jika diimbangi dengan

jumlah jaringan sosial dan kualitas hubungan dengan teman ataupun

keluarga. Dengan demikian, hal tersebut akan mengurangi rasa kesepian

yang dialami oleh individu. Penelitian lain yaitu Grover dkk. (2018)

menjelaskan jika lansia yang memiliki keterhubungan sosial yang buruk

maka akan meningkatkan rasa kesepian yang tinggi dengan nilai pada laki-

laki sebesar (r = −0.065, p <0.01) dan pada perempuan sebesar (r = −0.203,

p <0.01).

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara keterhubungan sosial dan kesepian sangat signifikan.

Keterhubungan sosial ini mampu memberikan kontribusi terhadap kesepian

pada lansia. Oleh karena itu, penulis merumuskan asumsi bahwa terdapat

korelasi negatif antara keterhubungan sosial dan kesepian pada lansia di

Bekasi.

D. Hipotesis

Adapun hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini adalah

terdapat korelasi negatif antara keterhubungan sosial dan kesepian pada

lansia di Bekasi. Apabila keterhubungan sosial tinggi maka tingkat kesepian

akan rendah. Sebaliknya, semakin rendah keterhubungan sosial maka

tingkat kesepian pada lansia di Bekasi akan semakin tinggi.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan

metode pengumpulan data berupa skala kuesioner yang disebarkan melalui

google form. Google form telah diatur satu akun hanya dapat mengisi satu

kali pengisian dan didalam sudah terletak nomor peneliti. Skala yang telah

disebar oleh peneliti bersifat self report. Variabel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kesepian dan social connectedness.

Kesepian diukur melalui frekuensi terhadap perasaan subjektif yang

disebabkan tidak adanya jaringan sosial dalam kehidupannya. Kondisi ini

terjadi dengan keadaan secara temporer dikarenakan perubahan dalam

kehidupan sosialnya. Sedangkan social connectedness diukur melalui sikap

terhadap keterhubungan yang melekat dengan lingkup sosial yang terdiri

dari hubungan dengan teman, keluarga, komunitas, dan masyarakat.

Penelitian pada kedua skala ini disusun dengan metode skala Likert.

Subjek akan menjawab beberapa pertanyaan yang telah disajikan dengan

memilih salah satu jawaban dari pilihan alternatif jawaban yang telah

disediakan untuk menggambarkan kondisi subjek.

B. Partispian Penelitian

Partisipan dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal di Bekasi. Lansia

yang dianggap memenuhi karakteristik dalam partisipan penelitian yaitu lansia

29
30

yang berusia minimal 60 tahun, berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, serta

aktif dalam berkomunikasi.

C. Pengukuran

1. Skala Kesepian

Skala ini bertujuan untuk mengukur tingkat kesepian menggunakan

hasil adaptasi dari Short-Form UCLA Loneliness Scale versi 6 aitem

(ULS-6) yang dikembangkan oleh Neto (2014). Skala ini terdiri dari satu

aspek (unidimensional) yang menggambarkan rasa kesepian. Jumlah butir

dari skala ini adalah 6 butir yang terdiri dari 5 butir favorable dan 1

unfavorable. Skala ini dilengkapi dengan empat pilihan alternatif jawaban,

yaitu tidak pernah (angka 1), jarang (angka 2), kadang-kadang (angka 3),

dan selalu (angka 4).

Rentang total nilai skala ini berkisar antara 6 hingga 24. Hasil akan

menunjukkan dari perolehan skor pada tiap subjek. Apabila skor yang

diperoleh subjek semakin tinggi maka semakin tinggi pula tingkat

kesepian, begitupun sebaliknya. Pada skala ini alpha cronbach yang

dihasilkan sebesar α = 0.574 dengan nilai korelasi antar butir berkisar

antara 0.043-0.456. Tingkat reliabilitas dari hasil alat ukur penelitian ini

berada pada tingkat kategori koefisien alpha cronbach yaitu moderate

reliability (Hinton et al., 2004). Berikut merupakan tabel tingkat

reliabilitas:
31

Tabel 1
Nilai Reliabilitas
Cronbach’s Alpha Nilai Reliabilitas
α > 0.9 Excellent Reliability
α > 0.7 – 0.9 High Reliability
α > 0.5 – 0.7 Moderate Reliability
α < 0.5 Low Reliability
Neto (2014) menjelaskan bahwa nilai alpha cronbach pada

penelitian ini berada pada kategori high reliability yaitu sebesar 0.82.

Dengan demikian melalui penelitian yang sudah ada, bahwa asumsinya

akan sama tinggi pula. Meskipun hasil alat ukur ini berada pada kategori

moderate reliability, maka dapat dijadikan temuan baru jika alat ukur

kesepian yang digunakan kurang sesuai dengan konteks budaya di

Indonesia. Gambar tabel persebaran butir pada skala Kesepian sebagai

berikut.

Tabel 2
Persebaran Butir Skala Kesepian

Jenis
No Butir
Favorable Unfavorable
1 Secara keseluruhan, saya √
puas dengan diri saya
sendiri
2 Saya merasa menjadi √
bagian dari sebuah
kelompok pertemanan.
3 Saya merasa ditinggalkan. √
4 Saya merasa terisolasi √
(tersisih) dari orang-orang
di sekeliling saya.
5 Saya tidak senang menjadi √
sangat penyendiri.
6 Orang-orang ada di sekitar √
saya, tetapi tidak bersama
dengan saya.
32

2. Keterhubungan Sosial

Skala ini bertujuan untuk mengukur keterhubungan sosial

menggunakan hasil adaptasi dari social connectedness scale (Lee &

Robbins, 1995). Skala ini terdiri dari tiga aspek, yaitu companionship,

affiliation, dan connectedness. Jumlah butir aitem dari skala ini adalah 8

butir pertanyaan. Skala ini dilengkapi dengan enam pilihan alternatif

jawaban, yaitu sangat setuju (angka 1), setuju (angka 2), agak setuju

(angka 3), agak tidak setuju (angka 4), tidak setuju (angka 5), dan sangat

tidak setuju (angka 6).

Rentang total skala ini terentang dari 8 hingga 48. Hasil akan

menunjukkan dari perolehan skor pada tiap subjek. Apabila skor yang

diperoleh subjek semakin tinggi maka semakin tinggi pula tingkat subjek

memiliki keterhubungan sosial, begitupun sebaliknya. Keterhubungan

sosial menghasilkan alpha cronbach sebesar α = 0.871 dengan nilai

korelasi antar butir berkisar antara 0.529-0.7694. Tingkat reliabilitas dari

hasil alat ukur penelitian ini berada pada kategori koefisien alpha

cronbach yaitu high reliability. Berikut adalah gambar tabel distribusi

butir pada skala keterhubungan sosial:

Tabel 3
Persebaran Butir Skala Keterhubungan Sosial
Nomor Aitem
Aspek Jumlah
Favorable Unfavorable
Companionship 2 - 1
Affiliation 4, 7, 8 - 3
Connectedness 1, 3, 5, 6 - 4
Total 8
33

D. Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini tidak menggunakan surat izin penelitian dalam

proses pengambilan data karena peneliti melaksanakan pengambilan data

melalui penyebaran kuesioner secara personal tidak melalui instansi.

Melainkan melalui google form yang dilakukan secara daring. Sehingga

surat izin pada penelitian tidak diperlukan. Namun begitu, dalam proses

penyebaran kuesioner peneliti tetap melakukan prosedur yang sesuai

dengan kode etik penelitian.

Hal yang dilakukan oleh peneliti supaya sesuai dengan kode etik

penelitian yaitu dengan mempersiapkan informed consent yang sudah

tertera pada kueisioner yang disebar. Informed consent merupakan hal

penting untuk diisi oleh subjek sebagai pernyataan kesediaan subjek dalam

berpartisipasi pada penelitian ini untuk mengisi kuesioner secara daring.

Jika subjek tidak bersedia maka subjek berhak tidak mengisi kuesioner

daring tersebut dan peneliti juga tidak melakukan pemaksaan pada subjek.

Setelah subjek mengisi informed consent, subjek dapat mengisi skala pada

kuesioner daring tersebut sesuai dengan kondisi subjek saat ini.

Pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yakni alat ukur

berupa skala kesepian dan skala social connectedness. Skala kesepian di

ukur menggunakan skala Short-Form UCLA Loneliness Scale versi 6

aitem (ULS-6) yang dikembangkan oleh (Neto, 2014). Skala tersebut

berisi 5 butir pernyataan favorable serta 1 butir pernyataan unfavorable

dengan empat alternatif jawaban. Sedangkan skala keterhubungan sosial


34

menggunakan Social Connectedness Scale (Lee & Robbins, 1995). Skala

tersebut terdiri dari 8 butir pernyataan favorable dengan enam alternatif

jawaban.

Pemilihan subjek dan penentuan lokasi pengambilan data di Kota

Bekasi dikarenakan Kota Bekasi merupakan kota kedua yang memiliki

angka tingkat pertumbuhan penduduk pada lansia paling tinggi di Provinsi

Jawa Barat. Profil Kesehatan Indonesia menyatakan bahwa data lansia di

Jawa Barat pada tahun 2017 mencapai 3.347.712 jiwa. Sedangkan jumlah

lansia di Kota Bekasi mencapai 95.796 jiwa (BKKBN, 2017). Kemudian

dilihat melalui data pertumbuhan penduduk lansia di Kota Bekasi berjalan

dengan cepat, hal tersebut selaras dengan meningkatnya usia harapan

hidup pada lansia. Selain itu, Kota Bekasi juga sebagai kota yang ramah

bagi lansia dengan memiliki lingkungan hidup yang memadai sehingga

akan mesejahterakan penduduk lansia (Musa, 2016).

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan google

form secara daring yang berisi kuesioner skala penelitian kepada subjek

yang sudah sesuai dengan karakteristik pada penelitian. Proses yang

dilakukan saat pengambilan data dengan menyebarkan broadcast yang

sudah berisi link dan mencantumkan informed consent sebagai salah satu

bentuk persutujuan dari subjek dalam berpartisipasi pada penelitian ini.

Pemilihan dalam penyebaran kuesioner secara daring karena pandemi

Covid-19 di Indonesia masih berlangsung. Dengan demikian, untuk

mencegah penularan virus covid-19 dan kenyamanan partisipan, peneliti


35

memilih penyebaran secara daring dengan memanfaatkan beberapa situs

jejaring sosial dalam menyebarkan kuesioner seperti whatsapp, line, dan

instagram. Terdapat beberapa proses yang dilakukan peneliti saat

pengambilan data, yaitu membatasi responden dalam melakukan pengisian

data demografik agar dapat menyaring responden yang sesuai dengan

karakteristik pada penelitian. Peneliti juga mengaktifkan pembatasan satu

kali pengisian link google form pada satu akun e-mail. Hal tersebut

bertujuan untuk meminimalisir pengisian google form yang berulang kali.

Selain itu, peneliti juga ikut mencantumkan nomor telepon melalui pesan

broadcast dan awal halaman kuesioner yang bertujuan untuk memudahkan

partisipan dalam menerima informasi jika terdapat pemahaman yang

belum jelas terkait kuesioner.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI

A. Deskripsi Responden Penelitian

Responden penelitian ini adalah lansia yang sesuai dengan

karakteristik yang telah ditentukan pada penelitian. Total responden yang

telah memenuhi syarat dalam penelitian ini yaitu sebanyak 114 lansia.

Berikut tabel di bawah ini merupakan pemaparan mengenai responden

dalam penelitian berdasarkan kriteria demografi:

Tabel 4
Deskripsi Responden Penelitian (N=114)
Aspek
Kategori n %
Demografi
Laki-Laki 50 43.9%
Jenis Kelamin
Perempuan 64 56.1%

60-74 86 75.4%
(Lanjut Usia)
Usia
75 – 90 28 24.6%
(Lanjut Usia tua)

Status Menikah 65 57%


Perkawinan Duda/Janda 49 43%

Pengaturan Keluarga 94 82.5%


Tempat Tinggal Sendiri 20 17.5%

Whatsapp 72 51.8%
Akun Youtube 35 23.7%
Sosial Media Facebook 27 19.4%
Zoom/Google Meet 4 2.9%
Instagram 3 2.2%

36
37

Berdasarkan data dekripsi responden di atas, maka data ini dapat

diketahui bahwa jumlah responden penelitian terbanyak berdasarkan

kriteria demografi adalah responden perempuan dengan persentase 56.1%,

responden berusia lanjut usia sebanyak 75.4%, respondedn yang memiliki

status perkawinan menikah sebanyak 57%, responden yang tinggal bersama

keluarga sebanyak 82.5% dan responden yang sering menggunakan akun

sosial media yaitu whatsapp sebanyak 51.8%.

B. Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data penelitian ini telah diberikan skor yang sesuai aturan

skoring pada masing-masing kedua alat ukur penelitian. Dengan demikian,

didapatkan deskripsi data penelitian berdasarkan fungsi dari statistik secara

umum yaitu:

Tabel 5
Deskripsi Data Penelitian Hipotetik dan Empirik
Hipotetik Empirik
Variabel
Xmin Xmax Mean SD Xmin Xmax Mean SD
Kesepian 6 24 15 3 6 21 12.99 2.973
Social
Connectedness 8 48 28 6.7 23 48 37.96 6.043

Berdasarkan tabel dari pembagian data tersebut, maka data ini

digunakan peneliti dalam membuat kategorisasi. Terdapat lima

pengkategorian yang akan digunakan yaitu sangat rendah, rendah, sedang,

tinggi, dan sangat tinggi. Berikut adalah tabel rumus norma kategorisasi:
38

Tabel 6
Norma Kategorisasi
Kategori Rumus Norma Kategorisasi
Sangat Rendah X < µ - 1.8 SD
Rendah µ - 1.8 SD ≤ X ≤ µ - 0.6 SD
Sedang µ - 0.6 SD < X ≤ µ + 0.6 SD
Tinggi µ + 0.6 SD < X ≤ µ + 1.8 SD
Sangat Tinggi X > µ + 1.8 SD
Keterangan:
X : Skor total subjek
µ : Mean (rata-rata)
SD : Standar deviasi

Berdasarkan rumus norma kategorisasi di atas, maka seluruh data

subjek penelitian yang berjumlah 114 akan dikelompokkan sesuai dengan

lima kelompok kategori. Berikut ini merupakan kategorisasi yang sudah

tertera dalam tabel:

Tabel 7
Kategorisasi Subjek Variabel Kesepian
Kategorisasi Rentang Skor f %
Sangat Rendah X < 9.6 13 11.4 %
Rendah 9.6 ≤ X 13.2 49 43.0%
Sedang 13.2 < X ≤ 16.8 39 34.2%
Tinggi 16.8 < X ≤ 20.4 12 10.5%
Sangat Tinggi X > 20.4 1 0.9%

Berdasarkan tabel kategorisasi subjek pada variabel kesepian di atas

diketahui bahwa terdapat 13 subjek atau sebanyak (11.4%) berada pada

kategori sangat rendah dan subjek yang berada dalam kategori tinggi hingga

sangat tinggi sebanyak 13 subjek atau (11.4)%.

Tabel 8
Kategorisasi Subjek Variabel Keterhubungan Sosial
Kategorisasi Rentang Skor f %
Sangat Rendah X < 15.94 0 0%
Rendah 15.94 ≤ X ≤ 23.98 2 1.8%
39

Sedang 23.98 < X ≤ 32.02 17 14.9%


Tinggi 32.02 < X ≤ 40.06 55 48.2%
Sangat Tinggi X > 40.06 40 35.1%

Sedangkan pada skala keterhubungan sosial diketahui sebanyak 2

subjek penelitian atau (1.8%) termasuk dalam kategori rendah, kategori

sedang sebanyak 17 subjek atau (14.9%), dan kategori tinggi sebanyak 55

subjek atau (48.2%). Sedangkan kategori sangat tinggi berjumlah 40 subjek

atau (35.1%).

C. Uji Asumsi Data Penelitian

Uji asumsi dilakukan sebagai prasyarat sebelum dilakukannya uji

hipotesis. Uji asumsi pada penelitian ini memakai dua pengujian yang terdiri

dari uji normalitas dan uji linearitas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan guna mengetahui normal atau

tidaknya sebaran data penelitian dalam populasi dari variabel

penelitian yang diujikan. Uji normalitas pada penelitian ini melalui

teknik perhitungan Kolmogrof-Smirnov Test. Sebaran data dikatakan

normal, jika hasil yang diperoleh memenuhi standar koefisien

signifikan (p>0.05) dan sebaliknya jika tidak memenuhi koefisien

signifikan (p<0.05) dapat dikatakan data tersebut tidak terdistribusi

normal. Tabel berikut menjelaskan hasil dari uji normalitas pada

variabel social connectedness dan kesepian dalam penelitian ini.


40

Tabel 9
Hasil Uji Normalitas
Variabel P KS-Z Keterangan
Kesepian 0.008 0.099 Tidak Normal
Keterhubungan
Sosial
0.200 0.062 Normal

Berdasarkan tabel di atas, pada variabel kesepian tersebar

secara tidak normal dengan perolehan nilai p = 0.008 (p<0.05) dan

variabel keterhubungan sosial diketahui tersebar secara normal

dengan perolehan nilai p = 0.200 (p>0.05).

2. Uji Linearitas

Uji linearitas pada penelitian ini dilakukan guna melihat

hubungan yang linear antara kedua variabel. Kedua variabel

dikatakan memiliki hubungan yang linier jika nilai Linearity dengan

koefisien signifikansi sebesar p < 0 .05 dan berlaku sebaliknya. Uji

linearitas ini dilakukan dengan menggunakan teknik Compare

Means. Berikut merupakan hasil dari uji linearitas variabel kesepian

dan keterhubungan sosial :

Tabel 10
Hasil Uji Linearitas
Variabel Linearitas f P Keterangan
Kesepian Linearity 58.573 0.000 Linier
Keterhubungan
Sosial Tidak
Deviation
Menyimpang
of 1.727 0.040
dari Garis
Linearity
Linier
41

Berdasarkan tabel hasil uji linearitas pada variabel kesepian

dan keterhubungan sosial diperoleh hasil F linearity = 58.573 dengan

nilai signifikasi p = 0.000 (p<0.05) serta nilai dari deviation from

linearity F = 1.727 dengan nilai p = 0.040. Hasil tersebut diketahui

bahwa variabel kesepian dengan keterhubungan sosial memiliki

hubungan yang linear dan tidak menyimpang dari garis lurus.

D. Uji Hipotesis Penelitian

Setelah melakukan uji asumsi diketahui jika data penelitian tidak

terdistribusi secara normal hipotesis pada penelitian ini untuk mengetahui

hubungan antara kesepian dengan keterhubungan sosial pada lansia dan

mengungkapkan apakah hipotesis yang diajukan diterima atau tidak. Uji

hipotesis dilakukan setelah melakukan uji asumsi yang terdiri dari uji

linearitas dan uji normalitas. Berdasarkan hasil uji linearitas, didapatkan

hasil bahwa kedua variabel memiliki hubungan yang linear. Namun,

berdasarkan hasil uji normalitas, didapatkan hasil bahwa keterhubungan

sosial terdistribusi normal dan kesepian terdistribusi tidak normal. Dengan

demikian, untuk melakukan uji hipotesis ini menggunakan teknik uji

korelasi Non-Parametrik Spearmen Rho dikarenakan uji normalitas yang

dilakukan tidak terpenuhi. Berikut merupakan tabel hasil uji hipotesis:

Tabel 11
Hasil Uji Hipotesis
Variabel r r2 P Keterangan
Kesepian
-0.576 0.331 0.000 Signifikan
Keterhubungan Sosial
42

Berdasarkan tabel hasil uji hipotesis di atas, diketahui nilai r = -

0.576 dan signifikasi sebesar p = 0.000 (p<0.05). Hal ini menunjukkan

korelasi negatif antara keterhubungan sosial dan kesepian pada lansia.

Dengan kata lain, bila semakin tinggi keterhubungan sosial yang dialami

lansia maka kesepian yang dirasakan akan berkurang. Dengan demikian

hipotesis penelitian ini diterima.

E. Uji Analisis Tambahan Penelitian

Penelitian ini juga melakukan analisis tambahan yang dilakukan

oleh peneliti guna meninjau meninjau korelasi antara variabel

keterhubungan sosial dengan kesepian berdasarkan data demografi.

Peneliti juga meninjau perbedaan antara kesepian yang dimiliki oleh

subjek. Uji beda dilakukan menggunakan Mann-Whitney U Test. Berikut

hasil dari masing-masing analisis tambahan terdapat dalam tabel di bawah

ini:

1. Uji Beda Kesepian dengan Jenis Kelamin

Tabel 12
Hasil Uji Beda Kesepian Berdasarkan Jenis Kelamin
Variabel P Mean
Jenis Kelamin 0.545 Laki-laki 59.61
dan Kesepian Perempuan 55.85

Hasil uji beda kesepian berdasarkan jenis kelamin yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa didapatkan nilai p sebesar 0.545

(p>0.05). Hal tersebut menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antara laki-laki dan perempuan pada variabel kesepian.


43

2. Uji Beda Kesepian dengan Status Perkawinan

Tabel 13
Hasil Uji Beda Kesepian Berdasarkan Status Perkawinan
Variabel P Mean
Status 0.000 Menikah 47.84
Perkawinan
dan Kesepian Duda/Janda 70.32

Hasil uji beda kesepian berdasarkan status perkawinan

menunjukkan bahwa didapatkan nilai signifikansi sebesar 0.000

(p<0.05). Hasil mean pada kategori menikah senilai 47.84

sedangkan pada kategori duda/janda senilai 70.32. Hal tersebut

menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara menikah

dan duda/janda pada variabel kesepian. Jika dilihat dari mean

berdasarkan subjek dengan kategori menikah memiliki tingkat

kesepian yang lebih rendah dibandingkan subjek dengan kategori

duda/janda.

3. Uji Beda Kesepian dengan Pengaturan Tempat Tinggal

Tabel 14
Hasil Uji Beda Kesepian Berdasarkan Pengaturan Tempat Tinggal
Variabel p Mean
Pengaturan Keluarga 53.55
0.005
Tempat Tinggal
dan Kesepian Sendiri 76.08

Hasil uji beda kesepian berdasarkan pengaturan tempat

tinggal yang telah dilakukan menunjukkan bahwa didapatkan

nilai signifikansi sebesar 0.005 (p<0.05). Hasil mean pada

kategori subjek yang tinggal bersama dengan keluarga senilai

53.55 dan pada kategori subjek yang tinggal sendiri senilai 76.08.
44

Hal tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan

antara subjek yang tinggal bersama dengan keluarga dan sendiri

pada variabel kesepian. Jika dilihat dari mean berdasarkan subjek

dengan kategori subjek yang tinggal dengan sendiri memiliki

tingkat kesepian yang lebih tinggi dibandingkan subjek yang

tinggal dengan keluarga.

4. Uji Korelasi Berdasarkan Data Demografi

Tabel 15
Hasil Uji Korelasi Tambahan Berdasarkan Data Demografi
Koefisien
Koefisien Koefisien
Variabel Determinan
korelasi (r) Signifikansi (p)
(r2)
Laki-laki -0.612 0.000 0.374
Perempuan -0.554 0.000 0.306
Menikah -0.612 0.000 0.374
Duda/Janda -0.533 0.000 0.284
Keluarga -0.563 0.000 0.316
Sendiri -0.474 0.017 0.224

Berdasarkan hasil uji korelasi yang telah dilaksanakan, dapat

diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (r) pada laki-laki sebesar -

0.612 dan p=0.000 (p<0.05) dan pada perempuan (r) sebesar -0.554

dan p=0.000 (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

korelasi signifikan antara variabel keterhubungan sosial dan

kesepian pada laki-laki maupun perempuan, dimana laki-laki

memiliki nilai korelasi yang lebih kuat.

Sedangkan uji korelasi berdasarkan status perkawinan

memiliki korelasi yang signifikan terhadap keterhubungan sosial

dan kesepian dengan nilai koefisien korelasi (r) pada lansia yang
45

menikah sebesar -0.612 dan p=0.000 (p<0.05). Selanjutnya lansia

yang duda/janda juga memiliki korelasi yang signifikan terhadap

keterhubungan sosial dan kesepian dengan nilai koefisien korelasi

(r) sebesar -0.533 dan p=0.000 (p<0.05). Hal ini dapat dikatakan

lansia yang menikah memiliki korelasi yang lebih kuat

dibandingkan duda/janda terhadap keterhubungan sosial dan

kesepian.

Selanjutnya uji korelasi yang telah dilaksanakan, diketahui

bahwa pengaturan tempat tinggal memiliki korelasi yang

signifikan terhadap keterhubungan sosial dan kesepian dengan

nilai koefisien korelasi (r) pada lansia yang tinggal dengan keluarga

sebesar -0.563 dan p = 0.000 (p<0.05) dan pada lansia yang tinggal

sendiri memiliki nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0.474 dan p =

0.017 (p<0.05).

F. Pembahasan

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengkaji hubungan antara

keterhubungan sosial dan kesepian pada 114 subjek lansia di Bekasi

dengan menggunakan software SPSS For Windows 23.0. Berdasarkan

hasil analisis yang mengggunakan teknik korelasi Spearman’s Rho

didapatkan hasil nilai koefisien korelasi r = - 0.576 dan p = 0.000 (p<0.05).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif antara

keterhubungan sosial dan kesepian pada lansia sehingga hipotesis dalam

penelitian ini diterima. Adapun hasil analisis lainnya juga menunjukkan


46

bahwa keterhubungan sosial dan kesepian memiliki nilai koefisien

determinasi sebesar r2 = 0.331. Berdasarkan hal tersebut maka dapat

dikatakan bahwa keterhubungan sosial memberikan sumbangsih efektif

terhadap kesepian sebesar 33.1%.

Dilihat dari tingkat hubungan antar kedua variabel tersebut

diketahui besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabel keterhubungan

sosial dalam penelitian ini berefek secara langsung pada tingkat rasa

kesepian yang dialami oleh subjek. Hal ini serupa dengan penelitian

terdahulu menyebutkan bahwa keterhubungan sosial pada lansia memiliki

korelasi yang cukup besar sehingga berhubungan secara langsung terhadap

kesepian pada subjek lansia (Grover dkk., 2018).

Hal ini berarti semakin tinggi skor keterhubungan sosial, maka

akan semakin rendah juga skor pada kesepian dan begitupun sebaliknya.

Rendahnya rasa kesepian yang dialami oleh lansia, maka tingkat

keterhubungan sosial akan semakin tinggi. Hasil pada penelitian ini serupa

dengan penelitian berikut yang menunjukkan bahwa keterhubungan sosial

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rasa kesepian. Dengan

demikian, berarti semakin tinggi tingkat keterhubungan sosial, maka akan

semakin rendah rasa kesepian pada lansia (Ahmet dkk., 2016; Ang, 2015;

Gyasi dkk., 2021).

Hal tersebut serupa dengan penelitian telah dulu Grover dkk.

(2018) mengungkapkan bahwa lansia yang kurang memiliki pengalaman

atau merasa kurang puas dalam mempertahankan hubungannya, tentu


47

tidak akan mendapatkan afiliasi dari jaringan sosialnya yang mana hal ini

akan lebih mudah untuk merasakan kesepian. Lee dkk. (2001) menyatakan

jika keterhubungan sosial dan kesepian memiliki hubungan yang negatif

terkait dengan perilaku pada individu yang dinilai berdasarkan kedekatan

hubungan interpersonal dan kehilangan suatu hubungan sehingga secara

emosional akan muncul rasa kesepian.

Data dalam penelitian ini juga mengungkapkan analisis tambahan

untuk mengetahui perbedaan kesepian antara lansia laki-laki dan lansia

perempuan. Uji tambahan dilakukan dengan metode uji beda Mann-

Whitney U. Berdasarkan hasil analisis segi jenis kelamin, didapatkan

bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada lansia laki-laki dan

lansia perempuan di Bekasi. Hal tersebut karena mempunyai nilai

signifikan sebesar 0.545 (p>0.05). Penelitian oleh Novitasari dan Aulia

(2019) mengatakan bahwa jenis kelamin tidak memengaruhi kesepian.

Selain itu, Sakti (2018) menambahkan jika tidak terdapat perbedaan yang

signifikan tingkat rasa kesepian berdasarkan jenis kelamin.

Sedangkan temuan menarik lainnya yaitu dalam penelitian ini

menunjukkan terdapat keterkaitan antara keterhubungan sosial dan

kesepian pada lansia berkorelasi lebih kuat pada lansia laki-laki (r = -

0.612, p < 0.05). Sedangkan pada lansia perempuan memiliki nilai

koefisien korelasi (r = - 0.554, p < 0.05). Hal ini sejalan dengan penelitian

Vicki dkk. (2014) jika lansia laki-laki memiliki tingkat kesepian yang lebih

tinggi terhadap keterhubungan sosial.


48

Analisis selanjutnya yaitu untuk mengetahui perbedaan kesepian

yang ditinjau dari status perkawinan. Berdasarkan status perkawinan, hasil

analisis menunjukkan terdapat perbedaan nilai kesepian yang signifikan

dengan nilai p sebesar 0.000 (p<0.05). Sesuai pada penelitian Septiningsih

dan Tri (2012) yang mengungkapkan bahwa kesepian dapat dipengaruhi

dari status perkawinan pada lansia. Status perkawinan dapat

mempengaruhi rasa kesepian melalui perubahan situasi, yaitu kondisi

dimana ditinggal meninggal oleh pasangan hidup (suami atau istri)

kemudian menjalani hidup sendirian dan adanya perubahan situasi yang

dialaminya (Cacioppo dkk., 2006; Grover dkk., 2018). Hasil penelitian ini

juga di dukung oleh penelitian bahwa sebagian besar lansia yang berstatus

duda/janda cenderung mengalami rasa kesepian yang lebih tinggi karena

tidak terpenuhinya rasa kebutuhan emosional dari pasangan (Gierveld,

2006; Green dkk., 2001).

Selanjunya dalam penelitian ini menganalisis hubungan

keterhubungan sosial dan kesepian pada lansia yang berdasarkan status

perkawinan menunjukkan hasil yang signifikan. Hasil menunjukkan jika

lansia yang berstatus menikah memiliki korelasi yang paling kuat (r = -

0.612 p < 0.05) dibandingkan lansia yang berstatus duda/janda (r = - 0.559

p < 0.05). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sakti (2018) yang

menyatakan bahwa lansia berstatus menikah lebih tinggi daripada lansia

yang memiliki status duda/janda. Hal ini disebabkan oleh kurangnya rasa
49

perhatian dan hilangnya kontak komunikasi dengan orang lain yang

terutama orang yang dicintai (Lake, 1986; Septiningsih & Tri, 2012).

Peneliti juga meninjau perbedaan kesepian antara lansia

berdasarkan pengaturan tempat tinggal. Hasil uji beda menunjukkan nilai

p sebesar 0.005 (p < 0.05). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antara lansia yang tinggal sendiri dengan lansia

yang tinggal dengan keluarga. Sesuai pada penelitian Kristinda (2015)

yang menyatakan jika rasa kesepian dapat dipengaruhi berdasarkan

pengaturan tempat tinggal. Lansia yang tinggal sendiri biasanya

dikarenakan pasca kematian dari pasangan hidup. Hal ini yang menjadi

alasan untuk tinggal sendiri karena tidak ingin menyulitkan anak yang

sudah berkeluarga. Respon emosional yang didapatkan pada lansia

terhadap kondisi ini adalah rasa kesepian (Sessiani, 2018).

Temuan berikutnya dalam penelitian ini meneliti keterkaitan

keterhubungan sosial dan kesepian pada lansia yang berdasarkan

pengaturan tempat tinggal menunjukkan hasil yang signifikan. Hasil

menunjukkan jika lansia yang tinggal dengan keluarga memiliki korelasi

yang paling kuat (r = -0.563, p < 0.05) dibandingkan lansia yang tinggal

sendiri (r = -0.474, p < 0.05). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Dahlberg & Mckee (2014) yang menyatakan masih banyak lansia

yang mengalami kesepian meskipun berada di lingkungan keluarga. Hal

tersebut dipicu oleh beberapa hal seperti kurangnya dukungan dari

keluarga, kurang melibatkan lansia dalam urusan keluarga, serta hubungan


50

yang tidak adekuat antara keluarga. Gunarsa (2004) juga mengungkapkan

bahwa lansia yang tinggal dengan keluarga dapat menjadi memicu

munculnya rasa kesepian akibat kurangnya dukungan sosial yang

bersumber dari anggota keluarga yang memiliki kedekatan emosional.

Pada penelitian ini, hasil pengkategorisasian menunjukkan bahwa

sebagian besar lansia yang menjadi subjek memiliki tingkat rasa kesepian

yang terbagi ke dalam lima kelompok yakni pada kategori sangat tinggi

dengan persentase 0.9%, kategori tinggi dengan persentase 10.5%, sedang

dengan persentase 34.2%, dan rendah dengan persentase 43.0% serta pada

kategori sangat rendah dengan persentase 11.4%.

Kondisi ini dapat diartikan bahwa kesepian yang dialami oleh

lansia di Bekasi sangat beragam. Jika dilihat berdasarkan total subjek

bahwa lansia di Bekasi yang tidak mengalami kesepian sebesar 43.0% atau

berada pada kategori rendah. Namun demikian, lansia yang berada pada

kategori sedang 34.2% yang tentu akan berpotensi untuk tinggi.

Sedangkan 10.5% sudah jelas lansia mengalami kesepian yang tinggi.

Oleh karena itu, peneliti menemukan bahwa adanya sumbangsih pada

lansia untuk mengurangi tingkat kesepian melalui keterhubungan sosial.

Selanjutnya peneliti juga membuat kategorisasi pada variabel

keterhubungan sosial pada lansia yang terbagi ke dalam lima kelompok,

yakni pada kategori sangat tinggi dengan persentase 35.1%, tinggi dengan

persentase 48.2%, kategori sedang dengan persentase 14.9%, kategori

rendah hingga sangat rendah dengan persentase 1.8%. Berdasarkan hasil


51

kategorisasi tersebut diketahui bahwa keterhubungan sosial yang dimiliki

oleh lansia pun beragam.

Berdasarkan dari data analisis di atas dapat disimpulkan bahwa

peran dari keterhubungan sosial dalam penelitian ini cukup besar

pengaruhnya terhadap rasa kesepian, dikarenakan lansia memiliki

keterhubungan sosial yang positif berasal dari pengalaman hubungannya

yang sudah terbentuk melalui companionship, affiliation, dan

connectedness (Frieling dkk., 2018; Heinrich & Gullone, 2006; O’Rourke

& Sidani, 2017; Sorkin dkk., 2002). Oleh karena itu, lansia akan merasa

bahagia terhadap hubungan yang terjalin dalam kehidupannya (Ahmet dkk.,

2016). Pengalaman hubungan sosial yang didapatkan oleh lansia juga

didapatkan dari kedekatan interpersonal melalui saling memahami dan

saling memberikan informasi tentang perasaan ataupun pikiran satu sama

lain. Sehingga lansia cenderung kurang mengalami kesepian jika sudah

memiliki pengalaman sosial yang baik, positif, atau sudah terpenuhi (Lee

dkk., 2001; Van Bel dkk., 2009).

Van Bel dkk. (2009) menjelaskan terdapat dua keterhubungan sosial

yang dapat mengurangi rasa kesepian melalui tumbuhnya rasa memiliki

pada individu yang berdasar pada pengalaman subjektif terhadap

keterhubungan yang dimiliki dengan orang lain. Pertama yaitu

keterhubungan sosial pada tingkat individu yaitu perasaan terhadap orang

tertentu. Kedua keterhubungan sosial pada lingkup jaringan sosial yang

lebih luas. Perbedaan tersebut relevan jika didasarkan pada beberapa


52

aplikasi yang digunakan untuk berkomunikasi, di mana hal tersebut

memang berfokus pada pengalaman sosial secara individu yang satu dengan

individu lainnya melalui pesan teks (chatting) sementara yang lain dalam

mempengaruhi perasaan keterhubungan dengan lingkup jaringan sosial

yang lebih luas melalui media sosial, misalnya facebook (Sinclair & Grieve,

2017; Van Bel dkk., 2009).

Secara keseluruhan pada penelitian ini terdapat beberapa

keterbatasan penelitian, akan tetapi dapat berjalan dengan baik.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah variabel keterhubungan sosial

yang masih termasuk penelitian baru di Indonesia, sehingga masih sulit

menemukan referensi atau kajian literatur yang menimbulkan teori yang ada

pada penelitian ini masih kurang mendalam. Ketika proses pengambilan

data peneliti melakukan penyebaran kuesioner secara daring sehingga

peneliti tidak dapat bertemu secara langsung dengan subjek untuk

memperhatikan proses pengisian kuesioner yang telah diberikan oleh

peneliti. Selain itu, peneliti juga melakukan penyebaran kuesioner secara

lanhsung sehingga peneliti menjelaskan kepada subjek sambil mengisi

kuesioner. Supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam menjawab

kuesioner. Pada penelitian ini menggunakan alat ukur kesepian yaitu Short-

Form UCLA Loneliness Scale versi 6 aitem (ULS-6) yang memiliki nilai

alpha cronbach yang rendah. Dengan demikian alat ukur tersebut dianggap

tidak reliabel.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat

hubungan negatif antara social connectedness dan kesepian. Hal

tersebut dapat dikatakan jika semakin tinggi social connectedness yang

dirasakan oleh lansia, maka semakin rendah rasa kesepian. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini dapat diterima.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti menyadari

masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu supaya penelitian

kedepannya lebih baik lagi, peneliti ingin mengajukan beberapa saran

berupa:

a. Bagi lansia

Peneliti berharap agar lansia tetap mempertahankan dan

menjaga social connecctedness berdasarkan aspek yang terdiri dari

companionship, affiliation, dan connectedness dengan keluarga,

teman, kerabat, dan lainnya untuk mengantisipasi supaya tidak

berpotensi mengalami rasa kesepian yang lebih tinggi.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian serupa

diharapkan dapat memperbanyak kajian teori mengenai hubungan

53
54

antara social connectedness dan kesepian pada lansia dengan

mencari penelitian sebelumnya yang sesuai konteks di Indonesia

dikarenakan penelitian ini masih sangat sedikit. Serta perlu

melakukan pengembangan dengan menganalisa menggunakan

faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi kesepian, seperti

kecemasan, quality of life, atau family attachment. Pengisian

kuesioner oleh subjek juga perlu dipantau secara langsung oleh

peneliti supaya tidak ada yang terlewati dan supaya memudahkan

subjek jika terdapat pemahaman yang belum jelas terkait kuesioner.

Selain itu, peneliti hendaknya melakukan modifikasi alat ukur yang

sesuai dengan konteks budaya di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

Abbas, N., & Abrar, M. (2020). Loneliness among elderly widows and its effect on
social and mental well-being.
Ahmet, S., Uysal, R., & Deniz, M. E. (2016). Linking social connectedness to
loneliness : The mediating role of subjective happiness. PAID, 97, 306–310.
https://doi.org/10.1016/j.paid.2015.11.035
Alves, F., Magalha, P., Viola, L., & Simoes, R. (2014). Loneliness in middle and
old age : Demographics , perceived health , and social satisfaction as
predictors. 59, 613–623. https://doi.org/10.1016/j.archger.2014.06.010
Amalia, A. D. (2013). Kesepian dan isolasi sosial yang dialami lanjut usia: tinjauan
dari perspektif sosiologis loneliness and social isolation experienced by the
elderly: a sociological perspective review ayu diah amalia. Jurnal Informasi,
18(02), 203–210.
Ang, C. (2015). Types of social connectedness and loneliness : the joint moderating
effects of age and gender. https://doi.org/10.1007/s11482-015-9428-5
Ashida, S. (2008). Differential associations of connectedness with structural
features of social networks and the health. 872–893.
Cacioppo, J. T., Hawkley, L. C., Ernst, J. M., Burleson, M., Berntson, G. G.,
Nouriani, B., & Spiegel, D. (2006). Loneliness within a nomological net : An
evolutionary perspective ଝ. 40, 1054–1085.
https://doi.org/10.1016/j.jrp.2005.11.007
Caplan, S. E. (2003). Preference for online social interaction: a theory of
problematic internet use and psychosocial well-being. Communication
Research, 30(6), 625–648. https://doi.org/10.1177/0093650203257842
Clifford Singer. (2018). Health effects of social isolation and loneliness. Journal of
Aging Life Care, 29(1), 1–7. https://www.aginglifecarejournal.org/health-
effects-of-social-isolation-and-loneliness/
Dahlberg, L. (2017). Lonelier than ever ? Loneliness of older people over two
decades Lonelier than ever ? Loneliness of older people over two decades.
Archives of Gerontology and Geriatrics, 75(November), 96–103.
https://doi.org/10.1016/j.archger.2017.11.004
Dahlberg, L., & Mckee, K. J. (2014). Correlates of social and emotional loneliness
in older people: Evidence from an English community study. Aging and
Mental Health, 18(4), 504–514.
https://doi.org/10.1080/13607863.2013.856863
DiTommaso, E., Brannen, C., & Best, L. A. (2004). Measurement and validity
characteristics of the short version of the social and emotional loneliness scale
for adults. Educational and Psychological Measurement, 64(1), 99–119.

55
56

https://doi.org/10.1177/0013164403258450
Due, P., Holstein, B., Lund, R., Modvig, J., & Avlund, K. (1999). Social relations :
network , support and relational strain. 48.
Frieling, M., Krassoi Peach, E., & Cording, J. (2018). The measurement of social
connectedness and its relationship to wellbeing. In Ministry of Social
Development (Issue December).
Gierveld, J. D. J. (2006). A 6-Item Scale for Overall, Emotional, and Social
Loneliness. Research on Aging, 28(5), 582-598.
https://doi.org/10.1177/0164027506289723
Green, L. R., Richardson, D. S., Lago, T., Schatten-jones, E. C., Green, L. R.,
Richardson, D. S., & Schatten-jones, E. C. (2001). Personality and social
psychology bulletin network correlates of social and emotional loneliness in
young and older adults. https://doi.org/10.1177/0146167201273002
Grover, S., Avasthi, A., Sahoo, S., Lakdawala, B., Dan, A., Nebhinani, N., Dutt,
A., Tiwari, S. C., Gania, A. M., Subramanyam, A. A., & Kedare, J. (2018).
Relationship of loneliness and social connectedness with depression in
elderly : A multicentric study under the aegis of Indian Association for
Geriatric Mental Health. 99–106. https://doi.org/10.4103/jgmh.jgmh
Gunarsa, S. D. (2004). Dari anak sampai usia lanjut. BPK Gunung Mulia.
Gyasi, R. M., Phillips, D. R., Asante, F., & Boateng, S. (2021). Physical activity
and predictors of loneliness in community-dwelling older adults : The role of
social connectedness Physical activity and predictors of loneliness in
community-dwelling older adults : The role of social connectedness. Geriatric
Nursing, January. https://doi.org/10.1016/j.gerinurse.2020.11.004
Han, K. H., Lee, Y. J., Gu, J. S., Oh, H., Han, J. H., & Kim, K. B. (2015).
Psychosocial factors for influencing healthy aging in adults in Korea. Health
and Quality of Life Outcomes, 13(1), 1–10. https://doi.org/10.1186/s12955-
015-0225-5
Hauge, S., & Kirkevold, M. (2010). Older Norwegians ’ understanding of
loneliness. 1(0318), 1–8. https://doi.org/10.3402/qhw.v5i1.4654
Heinrich, L. M., & Gullone, E. (2006a). The clinical significance of loneliness : A
literature review. 26, 695–718. https://doi.org/10.1016/j.cpr.2006.04.002
Heinrich, L. M., & Gullone, E. (2006b). The clinical significance of loneliness: A
literature review. Clinical Psychology Review, 26(6), 695–718.
https://doi.org/10.1016/j.cpr.2006.04.002
Hinton, P., McMurray, I., & Brownlow, C. (2004). SPSS Explained. In SPSS
Explained. https://doi.org/10.4324/9780203642597
Joonyup, L., & Cagle, J. G. (2017). Validating the 11-item R-UCLA Scale to Assess
Loneliness among Older Adults : The American Journal of Geriatric
57

Psychiatry. https://doi.org/10.1016/j.jagp.2017.06.004
Karcher, M. J. (2011). The Hemingway: Measure of adolescent connectedness. A
manual for scoring and interpretation. The University of Texas at San Antonio,
TX.
Kholifah, S. N. (2016). Keperawatan Gerontik. Pusdik SDM Kesehatan.
Kim, K., Park, S. Y., & Kang, H. C. (2020). Smartphone proficiency and use,
loneliness, and ego integrity: an examination of older adult smartphone users
in South Korea. Behaviour and Information Technology, 0(0), 1–10.
https://doi.org/10.1080/0144929X.2020.1713213
Kristinda, P. V. (2015). Kesepian pada lansia yang ditinjau dari tempat tinggal.
Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Lake. (1986). Kesepian. Kanisius.
Lee, R. M., Draper, M., & Lee, S. (2001). Social connectedness , dysfunctional
interpersonal behaviors , and psychological distress : testing a mediator model.
48(3), 310–318.
Lee, R. M., & Robbins, S. B. (1995). Measuring belongingness : the social
connectedness and the social assurance scales. 42(2), 232–241.
Mulyadi, A., & Juanita. (2016). Gambaran faktor – faktor yang mempengaruhi
kesepian pada lansia di Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas
Keperawatan., 1(1), 1–9.
Musa, S. (2016). Kota, ramah lansia, pendidikan sepanjang hayat,Bandung. Jurnal
Pendidikan, 7(1), 61–70.
Neto, F. (2014). Psychometric analysis of the short-form UCLA Loneliness Scale (
ULS-6 ) in older adults. Eur J Ageing. https://doi.org/10.1007/s10433-014-
0312-1
Noorkasiani, T. S. (2011). Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Salemba Medika.
Novitasari, R., & Aulia, D. (2019). Kebersyukuran dan kesepian pada lansia yang
menjadi janda/duda. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 7(2), 146.
https://doi.org/10.22219/jipt.v7i2.8951
O’Rourke, H. M., & Sidani, S. (2017). Definition, determinants, and outcomes of
social connectedness for older adults: a scoping review. Journal of
Gerontological Nursing, 43(7), 43–52.
https://doi.org/https://doi.org/10.3928/00989134-20170223-03
Peltzer, K., & Pengpid, S. (2019). Loneliness correlates and associations with health
variables in the general population in Indonesia. International Journal of
Mental Health Systems, 13(1), 1–11. https://doi.org/10.1186/s13033-019-
0281-z
58

Pinquart, M. (2001). Influences on loneliness in older adults : a meta-analysis


influences on loneliness in older adults : a meta-analysis. december.
https://doi.org/10.1207/153248301753225702
Rokach, A., & Neto, F. (2005). Age , culture , and the antecedents of loneliness.
33(5), 477–494.
Russell, D., Peplau, L. A., & Cutrona, C. E. (1980). The revised UCLA loneliness
scale : concurrent and discriminant validity evidence. 39(3), 472–480.
Russell, D. W. (1996). UCLA Loneliness Scale (Version 3): Reliability, validity,
and factor structure. Jounal of Personality Assessment, 66(1), 20–40.
https://doi.org/10.1207/s15327752jpa6601
Sakti, P. A. E. (2018). Kesepian lansia ditinjau dari status pernikahan dan jenis
kelamin. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Santrock. (2011). Life-span development. Jilid II. Erlangga.
Schirmer, W., & Michailakis, D. (2016). Loneliness among older people as a social
problem: The perspectives of medicine, religion and economy. Ageing and
Society, 36(8), 1559–1579. https://doi.org/10.1017/S0144686X15000999
Septiningsih, D. S., & Tri, N. (2012). Kesepian pada lanjut usia: studi tentang
bentuk, faktor pencetus dan strategi koping. Jurnal Psikologi, 11(2), 1–9.
https://doi.org/https://doi.org/10.14710/jpu.11.2.9
Sessiani, L. A. (2018). Studi fenomenologis tentang pengalaman kesepian dan
kesejahteraan subjektif pada janda lanjut usia. Jurnal Studi Gender, 13(2),
203–236. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21580/sa.v13i2.2836
Simon, M. A., Chang, E. S., Zhang, M., Ruan, J., & Dong, X. Q. (2014). The
prevalence of loneliness among U.S. Chinese older adults. Journal of Aging
and Health, 26(7), 1172–1188. https://doi.org/10.1177/0898264314533722
Sinclair, T. J., & Grieve, R. (2017). Facebook as a source of social connectedness
in older adults. Computers in Human Behavior, 66, 363–369.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2016.10.003
Sorkin, D., Rook, K. S., Ph, D., Lu, J. L., & Med, A. B. (2002). Loneliness , lack
of emotional support , lack of companionship , and the likelihood of having a
heart condition in an elderly sample of the association between. 290–298.
Sri, S., Sigit, P., & Maulidiyah, R. I. (2021). Spiritualitas berhubungan dengan
kespian pada lanjut usia. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiiwa, 4, 67–78.
Suardiman, S. P., & Iswanti, S. (2006). Fenomena lanjut usia bertempat tinggal di
rumah anak. In Pengembangan Modul Resosialisasi Budaya Jawa (pp. 1–6).
Subekti, I. (2017). Perubahan psikososial lanjut usia yang tinggal sendiri di rumah.
Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia (JIKI), 3(1), 23.
https://doi.org/10.31290/jiki.v(3)i(1)y(2017).page:23-35
59

Tripathi, M., & Hari S, A. (2015). Loneliness self efficacy and mental health among
elderly. Lnternational Journal of Psychosocial Research, 4(1).
Van Bel, D. T., Smolders, K. C. H. J., Ijsselsteijn, W. A., & De Kort, Y. A. W.
(2009). Social connectedness : concept and measurement social
connectedness : concept and measurement. Research Gate, January, 1–8.
https://doi.org/10.3233/978-1-60750-034-6-67
Vicki, A., Caharlie, C., & Catherine, B. (2014). Men’s Social Connectedness. Hall
& Partnes.
60

LAMPIRAN
61

LAMPIRAN 1

SKALA KETERHUBUNGAN SOSIAL DAN KESEPIAN


62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75

LAMPIRAN 2

TABULASI DATA PENELITIAN


76

A. Tabulasi Data Social Connectedness

Aitem
Subjek
1 2 3 4 5 6 7 8

1 5 4 5 5 5 5 6 5

2 5 4 4 5 5 5 5 6

3 6 5 5 6 5 5 6 6

4 5 5 6 5 5 5 5 5

5 4 6 6 4 3 5 6 3

6 5 4 5 6 6 5 5 5

7 6 6 6 6 6 6 6 6

8 5 5 6 6 6 5 6 6

9 6 6 6 5 6 6 6 6

10 5 5 5 5 5 5 5 5

11 6 3 6 6 6 6 6 6

12 5 6 6 6 6 6 6 5

13 5 4 5 5 6 4 4 5

14 6 6 6 5 5 5 6 5

15 6 6 6 6 6 6 6 6

16 4 6 6 6 6 6 6 4

17 3 5 6 5 6 5 5 3

18 5 5 4 5 6 5 6 6

19 3 6 5 2 6 3 5 3

20 2 3 2 2 4 3 4 3

21 6 6 5 6 6 6 6 6

22 6 4 5 5 6 6 5 5

23 5 5 5 6 5 5 6 5

24 5 5 5 5 6 6 6 6

25 3 6 3 5 5 3 5 2
77

26 3 5 6 5 6 5 5 3

27 6 6 6 6 6 6 6 6

28 4 3 3 3 2 3 2 3

29 6 6 6 6 6 6 6 6

30 5 6 6 6 6 6 6 5

31 5 5 6 5 4 4 6 5

32 4 3 5 6 5 6 3 2

33 5 5 5 5 5 5 6 5

34 4 5 4 4 5 6 5 4

35 5 6 6 5 4 5 6 5

36 5 4 5 5 6 5 6 5

37 5 5 5 6 5 5 6 5

38 5 5 6 5 4 5 5 5

39 3 4 5 4 4 5 4 4

40 6 6 6 4 6 6 6 6

41 3 4 5 5 4 3 4 5

42 3 5 3 3 4 4 4 3

43 3 4 3 4 3 3 5 5

44 4 3 4 5 4 5 5 5

45 4 3 3 3 4 3 5 5

46 4 4 5 5 4 2 5 5

47 5 3 4 4 4 4 5 5

48 5 3 5 5 5 5 5 5

49 5 5 5 6 6 5 5 5

50 5 5 5 5 6 5 5 5

51 4 3 2 3 4 3 5 4

52 4 3 4 4 4 5 5 4

53 4 3 5 4 4 4 5 4
78

54 3 3 4 4 4 4 4 3

55 2 3 4 4 3 4 5 5

56 4 4 3 5 4 3 4 5

57 6 6 6 6 6 6 6 6

58 5 5 5 5 5 5 5 4

59 5 6 6 6 6 6 6 6

60 5 6 4 5 5 5 6 5

61 5 5 5 6 6 6 6 6

62 5 5 6 5 6 6 5 4

63 5 4 5 3 4 6 5 5

64 5 4 4 5 4 4 5 5

65 4 4 5 3 4 4 5 3

66 5 4 5 3 4 5 5 3

67 5 4 5 5 5 5 5 4

68 4 5 5 4 4 4 3 2

69 4 3 4 5 3 4 5 3

70 5 5 5 5 6 3 4 5

71 5 4 3 4 5 4 5 4

72 5 4 5 4 5 4 5 5

73 4 4 5 4 5 5 5 3

74 5 4 3 3 3 3 2 3

75 5 3 4 4 5 5 5 5

76 3 6 6 6 6 6 6 6

77 3 5 6 4 4 5 5 4

78 6 6 6 6 6 6 6 6

79 5 5 5 5 5 5 5 5

80 3 3 4 6 3 2 6 6

81 5 6 6 6 6 6 6 6
79

82 5 4 5 4 5 5 5 5

83 5 4 5 5 5 6 5 5

84 5 5 4 5 5 5 5 4

85 5 4 5 4 4 2 5 3

86 5 5 5 4 5 5 5 5

87 5 5 5 4 4 5 5 5

88 5 3 5 4 4 3 3 4

89 5 4 4 4 4 2 5 5

90 4 4 5 5 6 6 6 5

91 5 5 5 5 5 5 5 5

92 5 5 5 4 5 4 5 5

93 5 5 5 6 5 5 5 5

94 5 5 5 5 4 5 4 4

95 4 4 5 4 4 5 6 5

96 5 5 4 5 3 5 4 3

97 4 5 5 5 4 5 5 3

98 5 5 4 5 4 5 5 5

99 5 4 4 4 5 4 5 4

100 5 5 3 5 5 3 3 4

101 4 3 4 5 4 4 4 3

102 4 5 5 3 4 4 5 5

103 5 6 6 6 6 6 6 6

104 5 5 4 3 5 5 4 5

105 6 6 6 6 6 6 6 6

106 5 3 4 4 3 5 5 4

107 6 6 6 6 6 6 6 6

108 3 3 3 5 4 5 5 5

109 3 4 2 4 3 4 5 2
80

110 5 6 6 6 6 6 6 6

111 6 5 6 5 5 6 6 6

112 5 4 5 5 5 5 6 5

113 5 5 6 5 5 5 5 5

114 3 6 3 5 5 3 5 2
81

B. Tabulasi Data Kesepian

Aitem
Subjek
1 2 3 4 5 6

1 3 2 1 1 4 2

2 3 1 1 3 4 4

3 2 1 1 1 4 2

4 2 3 1 1 2 1

5 2 2 1 1 2 2

6 2 2 1 1 3 2

7 3 3 3 3 2 2

8 3 1 1 1 1 1

9 1 1 1 1 2 2

10 2 1 1 1 1 1

11 1 1 1 1 1 3

12 1 3 1 1 4 1

13 3 1 2 2 2 1

14 1 1 3 1 3 2

15 2 1 1 1 4 1

16 2 2 1 1 3 2

17 1 1 1 1 4 2

18 2 3 2 1 1 1

19 1 1 1 3 4 3

20 2 1 2 2 3 1

21 1 1 1 1 2 1

22 3 1 1 1 3 1

23 2 1 1 1 3 3

24 3 3 1 1 1 2
82

25 2 1 2 1 2 2

26 1 1 1 1 4 2

27 4 1 1 1 1 1

28 2 2 3 2 3 3

29 3 2 1 1 4 3

30 1 1 1 1 1 1

31 2 3 2 2 2 2

32 3 2 2 2 4 3

33 2 3 3 2 2 3

34 3 3 2 1 2 4

35 3 2 2 2 4 3

36 4 2 1 1 3 3

37 2 3 3 3 1 2

38 4 2 1 1 2 3

39 4 3 4 2 2 3

40 4 4 1 1 1 1

41 4 3 1 4 3 2

42 4 4 4 1 4 4

43 3 2 3 2 2 3

44 4 3 2 3 3 4

45 3 2 4 2 3 3

46 2 4 4 2 3 2

47 4 2 2 2 3 2

48 3 4 2 2 2 2

49 2 2 2 1 2 2

50 3 2 2 1 2 2

51 3 1 2 3 3 3

52 3 2 2 2 2 3
83

53 1 4 2 2 2 3

54 3 4 2 2 2 3

55 2 3 2 2 3 3

56 2 3 2 1 2 3

57 3 2 1 1 2 2

58 2 2 2 1 3 3

59 4 4 1 1 1 1

60 2 2 2 2 2 1

61 2 2 1 1 3 1

62 2 2 1 1 4 1

63 1 3 3 2 2 1

64 3 4 2 1 3 2

65 2 4 2 1 3 2

66 4 2 2 2 3 2

67 4 3 2 2 3 3

68 2 4 3 2 3 3

69 3 4 3 2 4 2

70 2 2 2 3 2 2

71 3 3 2 2 2 3

72 2 2 1 2 2 2

73 2 2 2 3 2 3

74 2 3 4 2 2 4

75 2 2 2 2 3 2

76 3 1 1 1 1 2

77 2 3 2 1 2 3

78 1 1 1 1 3 1

79 2 2 2 2 2 3

80 4 1 1 1 3 3
84

81 4 1 1 1 4 1

82 3 4 3 2 3 2

83 1 2 2 2 2 2

84 3 3 2 2 4 2

85 2 4 2 2 3 2

86 2 3 2 1 2 2

87 3 4 2 2 3 2

88 2 3 2 1 2 3

89 2 3 3 2 2 2

90 2 2 1 1 1 2

91 3 2 1 1 4 1

92 3 3 1 2 3 2

93 2 2 1 2 3 2

94 4 3 2 2 2 2

95 4 2 2 2 2 2

96 2 2 3 2 3 2

97 4 3 2 1 3 3

98 3 3 2 2 2 3

99 4 2 4 2 3 3

100 4 4 3 2 3 3

101 4 3 2 2 3 2

102 3 2 2 2 3 3

103 1 1 1 1 3 2

104 2 3 2 2 3 2

105 1 2 1 1 1 1

106 2 3 3 2 2 3

107 1 1 3 1 4 1

108 1 2 2 1 4 2
85

109 2 2 3 3 4 2

110 1 1 1 1 3 2

111 1 2 3 2 3 3

112 3 2 1 1 4 2

113 2 3 1 1 2 1

114 2 1 2 1 2 2
86

LAMPIRAN 3

TABEL RELIABILITAS AITEM SKALA


87

a. Short-Form UCLA Loneliness Scale Version 6 (ULS-6)

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items

,574 ,594 6

Item-Total Statistics

Scale Scale Cronbach's


Mean if Variance Corrected Squared Alpha if
Item if Item Item-Total Multiple Item
Deleted Deleted Correlation Correlation Deleted

1. Saya sedikit
10,5351 6,605 ,260 ,126 ,555
memiliki sahabat
2. Saya merasa
menjadi bagian dari
10,7018 6,176 ,347 ,245 ,512
sebuah kelompok
pertemanan
3. Saya merasa
11,1316 6,151 ,456 ,343 ,463
ditinggalkan
4. Saya merasa
terisolasi (tersisih)
11,3947 6,896 ,420 ,222 ,496
dari orang-orang di
sekeliling saya
5. Saya tidak senang
menjadi sangat 10,3860 7,779 ,043 ,039 ,644
penyendiri
6. Orang-orang
berada di sekitar
saya, tetapi tidak 10,8070 6,370 ,439 ,225 ,475
bersama dengan
saya
88

b. Social Connectedness Scale

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items

,871 ,872 8

Item-Total Statistics

Scale Cronbach's
Scale Mean Variance if Corrected Squared Alpha if
if Item Item Item-Total Multiple Item
Deleted Deleted Correlation Correlation Deleted

1. Saya merasa
tidak terhubung dari 33,3684 29,810 ,529 ,354 ,865
dunia sekitar
2. Meskipun orang-
orang disekitar saya
telah saya kenal,
33,4737 27,597 ,627 ,452 ,855
tetapi saya tidak
merasa bersama
mereka
3. Saya merasa
sangat jauh dari 33,1404 27,892 ,694 ,514 ,847
orang-orang
4. Saya tidak
memiliki rasa
kebersamaan 33,2281 28,868 ,596 ,392 ,858
dengan teman-
teman saya
5. Saya tidak
merasa terhubung 33,1228 28,551 ,660 ,452 ,851
dengan siapa pun
89

6. Saya mendapati
diri saya kehilangan
semua rasa 33,2544 27,395 ,661 ,506 ,851
keterhubungan
dengan masyarakat
7. Bahkan di antara
teman-teman saya,
32,8421 29,851 ,629 ,478 ,856
tidak ada rasa
persaudaraan
8. Saya tidak
merasa saya
berpartisipasi
33,3246 27,920 ,626 ,515 ,855
dengan siapa pun
atau kelompok
mana pun.
90

LAMPIRAN 4

TABEL DATA DESKRIPSI PENELITIAN


91

Deskripsi Data Penlitian

Statistics

Jenis Pengaturan
Kela StatusPer TempatTing SocialConn
Usia min kawinan gal SosialMedia Kesepian ectedness

N Valid 114 114 139 114 139 114 114

Missing 25 25 0 25 0 25 25
Mean 1,245
1,56 1,18 1,8489 12,9912 37,9649
6
Median 1,000
2,00 1,00 1,0000 13,0000 38,0000
0
Std. Deviation ,4323
,498 ,382 1,04197 2,97332 6,04398
5
Variance ,187 ,248 ,146 1,086 8,841 36,530
Minimum 1,00 1 1 1,00 6,00 23,00
Maximum 2,00 2 2 5,00 21,00 48,00
Sum 142,0
178 134 257,00 1481,00 4328,00
0
Percentiles 20 1,000
1,00 1,00 1,0000 10,0000 33,0000
0

40 1,000
1,00 1,00 1,0000 12,0000 37,0000
0

60 1,000
2,00 1,00 2,0000 14,0000 40,0000
0

80 2,000
2,00 1,00 3,0000 16,0000 44,0000
0
92

Deskripsi Data Demografi

a. Jenis Kelamin

JenisKelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 50 43,9 43,9 43,9

Perempuan 64 56,1 56,1 100,0

Total 114 100,0 100,0

b. Usia

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Lanjut Usia 86 75,4 75,4 75,4

Lanjut Usia Tua 28 24,6 24,6 100,0

Total 114 100,0 100,0

c. Status Perkawinan

StatusPerkawinan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Menikah 65 57,0 57,0 57,0

Duda/Janda 49 43,0 43,0 100,0

Total 114 100,0 100,0


93

d. Pengaturan Tempat Tinggal

PengaturanTempatTinggal

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Keluarga 94 82,5 82,5 82,5

Sendiri 20 17,5 17,5 100,0

Total 114 100,0 100,0

e. Aplikasi Sosial Media

SosialMedia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Whatsapp 72 51,8 51,8 51,8

Facebook 27 19,4 19,4 71,2

Youtube 33 23,7 23,7 95,0

Instagram 3 2,2 2,2 97,1

Zoom/GoogleMeet 4 2,9 2,9 100,0

Total 139 100,0 100,0

Statistics

SocialConnecte
Kesepian dness

N Valid 114 114

Missing 25 25
Mean 12,9912 37,9649
Median 13,0000 38,0000
Std. Deviation 2,97332 6,04398
Variance 8,841 36,530
Minimum 6,00 23,00
Maximum 21,00 48,00
94

Sum 1481,00 4328,00


Percentiles 20 10,0000 33,0000

40 12,0000 37,0000

60 14,0000 40,0000

80 16,0000 44,0000

Kesepian

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 6,00 1 ,9 ,9 ,9

7,00 3 2,6 2,6 3,5

8,00 4 3,5 3,5 7,0

9,00 5 4,4 4,4 11,4

10,00 11 9,6 9,6 21,1

11,00 16 14,0 14,0 35,1

12,00 9 7,9 7,9 43,0

13,00 13 11,4 11,4 54,4

14,00 13 11,4 11,4 65,8

15,00 16 14,0 14,0 79,8

16,00 10 8,8 8,8 88,6

17,00 7 6,1 6,1 94,7

18,00 3 2,6 2,6 97,4

19,00 2 1,8 1,8 99,1

21,00 1 ,9 ,9 100,0

Total 114 100,0 100,0

SocialConnectedness

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 23,00 2 1,8 1,8 1,8

26,00 1 ,9 ,9 2,6

27,00 3 2,6 2,6 5,3

28,00 1 ,9 ,9 6,1

29,00 2 1,8 1,8 7,9

30,00 3 2,6 2,6 10,5


31,00 4 3,5 3,5 14,0
95

32,00 3 2,6 2,6 16,7

33,00 11 9,6 9,6 26,3

34,00 6 5,3 5,3 31,6

35,00 4 3,5 3,5 35,1

36,00 5 4,4 4,4 39,5

37,00 7 6,1 6,1 45,6

38,00 11 9,6 9,6 55,3

39,00 3 2,6 2,6 57,9

40,00 8 7,0 7,0 64,9

41,00 9 7,9 7,9 72,8

42,00 6 5,3 5,3 78,1

44,00 4 3,5 3,5 81,6

45,00 5 4,4 4,4 86,0

46,00 3 2,6 2,6 88,6

47,00 6 5,3 5,3 93,9

48,00 7 6,1 6,1 100,0

Total 114 100,0 100,0


96

LAMPIRAN 5

TABEL HASIL UJI ASUMSI


97

A. Uji Normalitas

Variabel Kesepian dan Keterhubungan Sosial (Social Connectedness)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kesepian ,099 114 ,008 ,984 114 ,211


SocialConnectedness ,062 114 ,200* ,975 114 ,030

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

B. Uji Linearitas

ANOVA Table

Sum of Mean
Squares df Square F Sig.

Kesepian * Between Groups (Combined) 509,829 22 23,174 4,311 ,000


SocialConn Linearity 314,856 1 314,856 58,573 ,000
ectedness Deviation
from 194,973 21 9,284 1,727 ,040
Linearity

Within Groups 489,163 91 5,375

Total 998,991 113

Measures of Association

R R Squared Eta Eta Squared

Kesepian *
-,561 ,315 ,714 ,510
SocialConnectedness
98

LAMPIRAN 6

TABEL HASIL UJI HIPOTESIS


99

Correlations

SocialConnecte
Kesepian dness

Spearman's rho Kesepian Correlation Coefficient 1,000 -,576**

Sig. (1-tailed) . ,000

N 114 114

SocialConnectedness Correlation Coefficient -,576** 1,000

Sig. (1-tailed) ,000 .

N 114 114

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).


100

LAMPIRAN 7

TABEL HASIL KATEGORISASI


101

Kategorisasi Kesepian

a) Penormaan Hipotetik

Σbutir =6

Xmin = Σbutir x Terkecil

=6x1

=6

Xmax = Σbutir x Terbesar

=6x4

= 24

µ = (Xmax + Xmin) ÷ 2

= (24+6) ÷ 2

= 15

Range = (Xmax - Xmin)

= (24 - 6)

= 18

σH = 1/6 x Range

= 1/6 x 18

=3
102

b) Deskripsi Data Kategorisasi

KategoriKesepian

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Sangat Rendah 13 11,4 11,4 11,4

Rendah 49 43,0 43,0 54,4

Sedang 39 34,2 34,2 88,6

Tinggi 12 10,5 10,5 99,1

Sangat Tinggi 1 ,9 ,9 100,0

Total 114 100,0 100,0

Kategorisasi Social Connectedness

a) Penormaan Hipotetik

Σbutir =8

Xmin = Σbutir x Terkecil

=8x1

=8

Xmax = Σbutir x Terbesar

=8x6

= 48

µ = (Xmax + Xmin) ÷ 2

= (48+8) ÷ 2

= 28

Range = (Xmax - Xmin)


103

= (48 - 8)

= 40

σH = 1/6 x Range

= 1/6 x 40

= 6.7

b) Deskripsi Data Kategorisasi

KategoriSC

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Rendah 2 1,8 1,8 1,8

Sedang 17 14,9 14,9 16,7

Tinggi 55 48,2 48,2 64,9

Sangat Tinggi 40 35,1 35,1 100,0

Total 114 100,0 100,0


104

LAMPIRAN 8

TABEL HASIL UJI ANALISIS TAMBAHAN


105

a. Uji Beda Kesepian dengan Jenis Kelamin

Ranks

Jenis Kelamin N Mean Rank Sum of Ranks

Kesepian Laki-laki 51 61,24 3123,00

Perempuan 65 56,35 3663,00

Total 116

Test Statisticsa

Kesepian

Mann-Whitney U 1518,000
Wilcoxon W 3663,000
Z -,780
Asymp. Sig. (2-tailed) ,435

a. Grouping Variable: Jenis Kelamin

b. Uji Korelasi Tambahan Berdasarkan Jenis Kelamin

Correlations

Kesepian SCS JK_LakiLaki

Spearman's rho Kesepian Correlation Coefficient 1,000 -,624** .

Sig. (1-tailed) . ,000 .

N 51 51 51
SCS Correlation Coefficient -,624** 1,000 .

Sig. (1-tailed) ,000 . .

N 51 51 51

JK_LakiLaki Correlation Coefficient . . .

Sig. (1-tailed) . . .

N 51 51 51

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).


106

Correlations

Kesepian SCS Jk_Perempuan

Spearman's rho Kesepian Correlation Coefficient 1,000 -,545** .

Sig. (1-tailed) . ,000 .

N 65 65 65

SCS Correlation Coefficient -,545** 1,000 .

Sig. (1-tailed) ,000 . .

N 65 65 65

JK_Perempuan Correlation Coefficient . . .

Sig. (1-tailed) . . .

N 65 65 65

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

c. Uji Beda Kesepian dengan Status Perkawinan

Ranks

StatusPerkawinan N Mean Rank

Kesepian Menikah 65 48,25

Duda/Janda 50 71,86
Belum Menikah 1 56,50

Total 116

Test Statisticsa,b
Kesepian

Chi-Square 14,078
df 2
Asymp. Sig. ,001

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable:
StatusPerkawinan
107

d. Uji Korelasi Tambahan Berdasarkan Status Perkawinan

Correlations

Kesepian SCS Menikah

Spearman's rho Kesepian Correlation Coefficient 1,000 -,612** .

Sig. (1-tailed) . ,000 .

N 65 65 65

SCS Correlation Coefficient -,612** 1,000 .

Sig. (1-tailed) ,000 . .

N 65 65 65

Menikah Correlation Coefficient . . .

Sig. (1-tailed) . . .

N 65 65 65

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Correlations

Kespian SCS DudaJanda

Spearman's rho Kespian Correlation Coefficient 1,000 -,559** .

Sig. (1-tailed) . ,000 .

N 50 50 50

SCS Correlation Coefficient -,559** 1,000 .

Sig. (1-tailed) ,000 . .

N 50 50 50

DudaJanda Correlation Coefficient . . .

Sig. (1-tailed) . . .

N 50 50 50

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).


108

e. Uji Beda Kesepian dengan Pengaturan Tempat Tinggal

Ranks

LivingArrangement N Mean Rank Sum of Ranks

Kesepian Keluarga 96 54,68 5249,00

Sendiri 20 76,85 1537,00

Total 116

Test Statisticsa

Kesepian

Mann-Whitney U 593,000
Wilcoxon W 5249,000
Z -2,697
Asymp. Sig. (2-tailed) ,007

a. Grouping Variable:
LivingArrangement

f. Uji Korelasi Tambahan Berdasarkan Pengaturan Tempat Tinggal

Correlations

Kesepian SCS Keluarga

Spearman's rho Kesepian Correlation Coefficient 1,000 -,570** .

Sig. (1-tailed) . ,000 .

N 96 96 96

SCS Correlation Coefficient -,570** 1,000 .

Sig. (1-tailed) ,000 . .

N 96 96 96

Keluarga Correlation Coefficient . . .

Sig. (1-tailed) . . .

N 96 96 96

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).


109

Correlations

Kesepian SCS Sendiri

Spearman's rho Kesepian Correlation Coefficient 1,000 -,474* .

Sig. (1-tailed) . ,017 .

N 20 20 20

SCS Correlation Coefficient -,474* 1,000 .

Sig. (1-tailed) ,017 . .

N 20 20 20

Sendiri Correlation Coefficient . . .

Sig. (1-tailed) . . .

N 20 20 20

*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).


110

LAMPIRAN 9

Tautan/Link Data Kasar Penelitian


111

https://drive.google.com/file/d/1yOhwYsz8uhbqsQEtl3-

7zCjxGh6vrWBC/view?usp=sharing

Anda mungkin juga menyukai