SKRIPSI
SKRIPSI
Diajukan Kepada Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia
Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi
i
HALAMAN PENGESAHAN
Pada Tanggal:
17 November 2020
Oleh:
Aziza Zulfa Hardiana
16320043
Mengesahkan,
Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia
Ketua Program Studi Psikologi
ii
HALAMAN PERNYATAAN
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Alhamdulillahi Rabbil’alamin
Segala puji bagi Allah Subhanallahu wa ta’ala atas rahmat dan hidayah-Nya yang
selalu memberikan kesabaran serta kekuatan sehingga karya sederhana ini dapat
Terima kasih atas doa, dukungan, perhatian, dan kasing sayang kakak. Semoga
kita selalu menjadi anak yang berbakti, selalu sayang orang tua, sekaligus
menjadi kebanggaan kedua orangtua.
iv
HALAMAN MOTTO
“God’s plans will always be greatest and more beautiful than all your
disappointments.”
(Unknown)
“No matter how hard it is, or how hard it gets, I’m going to make it.”
(Les Brown)
“It does not matter how slowly you go so long as you do not stop.”
(Confucius)
v
PRAKATA
Allah Subhanallahu wa ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan
kemudahan kepada penulis dalam merangkai dan menyelesaikan tugas akhir ini dari
awal hingga selesai. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa ummatnya menuju zaman yang terang dan lebih baik seperti
sekarang ini.
Penulis sangat menyadari bahwa karya ini dapat terselesaikan dengan baik
atas dukungan dari pihak-pihak yang turut memberikan banyak kontribusi baik
berupa motivasi, materi, dan lainnya sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih
setulusnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si., M.Ag., Psikolog selaku Dekan
2. Ibu Yulianti Dwi Astuti, S.Psi., M.Soc. Sc. Selau Ketua Program Studi
Indonesia.
3. Ibu Rr. Indahria Sulistyarini., S.Psi., MA., Psikolog selaku Dosen Pembimbing
Skripsi. Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu karena telah banyak
vi
penyusunan skripsi saya. Terima kasih atas kesediaan Ibu dalam memberikan
masukan, motivasi dan waktu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Saya
mohon maaf setulusnya kepada Ibu apabila selama proses penyelesaian skripsi,
saya berbuat kesalahan dari perkataan maupun sikap yang tidak disengaja.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan Ibu dengan berkali-kali lipat yang
telah membimbing dan memberikan motivasi kepada saya. Terima kasih juga
Ibu atas waktu dan nasihat yang Ibu berikan sehingga saya dapat bersemangat
5. Seluruh Dosen Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial
Budaya terima kasih atas ilmu, bimbingan, motivasi, serta pengalaman yang
telah dibagikan kepada saya. Semoga kebaikan dan ketulusan Ibu dan Bapak
Islam Indonesia. Terima kasih atas bantuan dan kemudahan yang diberikan
7. Kepada kedua orangtua saya, Mama Budi Astuti dan Ayah Suharno. Terima
kasih atas doa, dukungan, nasihat, kasih sayang, dan perhatian yang tiada henti-
hentinya Mama dan Ayah berikan untuk saya sehingga skripsi saya dapat
terselesaikan dengan baik. Terima kasih atas kesabaran mama dan ayah yang
tidak menuntut banyak atas hal yang saya putuskan, terutama pada skripsi ini
vii
serta tidak jenuh untuk selalu mengingatkan dan menegur saya dengan cara
yang lembut dan penuh kasih sayang agar saya selalu bersemangat
menyelesaikan skripsi.
Mba Difta Andina, terima kasih atas dukungannya buat adik, terima kasih
sudah menjadi teman diskusi saat adik tidak mengerti, sekaligus menjadi
9. Andika Nico Arya Rediva, terima kasih sudah selalu ada, menemani setiap
proses yang aku lewati dari awal hingga saat ini. Terima kasih sudah selalu
berbagi cerita saat saya mengalami masalah, memberikan nasihat yang baik,
Terima kasih sudah selalu mendampingi dan berdoa baik untukku. Semangat
10. Leo Wijaya, kucingku satu-satunya yang tersayang, yang selalu setia
terasa, menjadi partner bermain di rumah keadaan sepi. Aku berharap Leo
11. Sahabat-sahabatku Retyan Shinta Palupi dan Zahra Zayyina Yustisia Arief,
terima kasih sudah menjadi teman terbaik sejak SMA, terutama untuk Retyan
Shinta terima kasih sudah menjadi teman baikku sejak TK. Terima kasih untuk
viii
waktu yang diluangkan untukku, mendengar keluh kesahku, menjadi tempat
cerita saat aku mengalami masalah dan merasa sedih. Terima kasih sudah
selalu bersedia untuk aku andalkan saat aku repot dan membutuhkan bantuan.
Terima kasih untuk sikap baik, canda tawa, dan nasihat-nasihat yang diberikan
untukku. Tak henti-hentinya kita selalu memberikan semangat satu sama lain
terutama dalam penyelesaian skripsi untuk tidak menyerah dan siap sedia
saling membantu. Terima kasih juga untuk doa-doa dan kesediaan kalian
12. Sahabatku Amalia Aida Seviana, terima kasih telah menjadi teman baikku
sejak SMP. Kamu selalu bersedia membantu, menjadi teman cerita, dan keluh
kesah, menjadi teman baikku sampai saat ini yang selalu sabar dan selalu
berusaha ada buatku. Terima kasih sudah hadir di hidupku yang Allah pilihkan
13. Untuk sahabat laki-lakiku satu-satunya, Alm. Adik Ivan Kristanto atau biasa
dipanggil Kentung. Terima kasih sudah menjadi sahabat terbaikku sejak SMP.
Terima kasih ya kentung untuk waktu yang sudah kamu beri selama hidupmu,
terima kasih sudah selalu bersedia untuk mendengar keluh kesahku, amarahku,
tangisanku. Terima kasih atas rasa sabar yang tiada usai, perhatian, nasihat-
nasihat yang diberikan untukku, sudah selalu bersedia menjadi tempat cerita
dan menjadi orang yang dapat aku percaya dan aku andalkan. Aku banyak
belajar dari kamu terutama dalam hal sabar, Kentung orang baik, orang yang
sabarnya tiada batas, bahkan selama kita sahabatan sejak SMP tidak pernah
sekalipun marah. Maaf, aku tidak ada disaat terakhirmu, maaf aku banyak
ix
kurangnya saat jadi sahabatmu. Terima kasih sudah pernah hadir di hidupku,
menjadi sahabatku. Kentung adalah salah satu anugrah terbaik yang Allah
Adik Ivan dan diberikan tempat terbaik disisi Allah Subhanallahu wa ta’ala,
14. Terima kasih untuk Farida, Adis, Imma, dan Hanum sudah menjadi teman
menjadi teman yang baik dan kenangan selama menjalani kuliah yang kalian
berikan. Ucapan terima kasih juga untuk Devi, teman satu kos yang selalu
bersikap baik, teman bercerita bersama, dan saling mendukung satu sama lain.
15. Untuk Fathma, Mas Zain, Aulia, Sandya, Afrida, terima kasih sudah banyak
data dan penyebaran kuesioner, bersedia direpotkan oleh saya, dan terima kasih
banyak menyita waktu kalian, tanpa kalian skripsi saya mungkin akan tertunda.
16. Teman seperbimbinganku, Een Nuraeni. Terima kasih banyak atas kerja
samanya, menjadi partner skripsi yang kooperatif sehingga kita dapat bekerja
17. Terima kasih kepada Bu Yanti, Bu Khamsah, Dr.Hary, Mam Yeti dan Mas
Khalil yang telah membantu saya dalam menyebarkan kuesioner dan mencari
responden. Terima kasih telah mengupayakan banyak hal untuk saya agar
x
18. Teman-teman semua yang telah membantu saya dalam mencari responden dan
19. Terima kasih kepada responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.
Semoga Allah memberikan kebaikan berkali lipat dan kesehatan kepada para
responden.
20. Untuk semua pihak yang telah membantu, mendoakan, serta memberikan
dukungan kepada saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima
kasih banyak, semoga Allah memberikan kebaikan yang berkali lipat, Aamiin.
Semoga pengalaman dan pelajaran hidup yang saya peroleh sampai saat ini
dapat bermanfaat bagi diri saya sendiri maupun orang lain. Saya berharap
skripsi ini dapat membawa manfaat baik bagi pembaca maupun untuk diri saya
sendiri.
xi
DAFTAR ISI
xii
B. Penyakit Kanker ......................................................................................... 32
1. Definisi Penyakit Kanker ....................................................................... 32
2. Jenis-jenis Penyakit Kanker ................................................................... 34
4. Dampak Psikologis pada Pasien Kanker ................................................ 37
C. Hubungan Antara Regulasi Emosi dengan Stres Pada Pasien Kanker ...... 40
D. Hipotesis Penelitian.................................................................................... 46
BAB III ................................................................................................................. 47
A. Identifikasi Variabel Penelitian .................................................................. 47
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................................... 47
C. Subjek Penelitian........................................................................................ 48
D. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 49
E. Validitas dan Reliabilitas ........................................................................... 51
F. Metode Analisis Data ................................................................................. 52
BAB IV ................................................................................................................. 54
A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian................................................ 54
1. Orientasi Kancah .................................................................................... 54
2. Persiapan Penelitian ............................................................................... 55
B. Laporan Pelaksanaan Penelitian ................................................................. 59
C. Hasil Penelitian .......................................................................................... 60
1. Deskripsi Responden Penelitian ............................................................. 60
2. Deskripsi Data Penelitian ....................................................................... 63
3. Uji Asumsi .............................................................................................. 66
D. Pembahasan ................................................................................................ 72
BAB V................................................................................................................... 87
A. Kesimpulan ................................................................................................ 87
B. Saran ........................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 89
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
HUBUNGAN REGULASI EMOSI DAN STRES PADA PASIEN KANKER
Aziza Zulfa Hardiana1, Rr. Indahria Sulistyarini2
Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia
Email: 16320043@students.uii.ac.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi dan stres
pada pasien kanker. Hipotesis pada penelitian ini adalah ada hubungan negatif
antara regulasi emosi dan stres. Subjek dalam penelitian ini adalah pasien kanker
yang berada di wilayah Jawa Tengah dan DIY yang terdiri atas 55 responden. Skala
regulasi emosi yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala oleh Gross dan
John (2003) yaitu skala ERQ (Emotion Regulation Questionnaire) yang
diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Salsabiela dkk (2019). Skala stres yang
digunakan dalam penelitian ini adalah skala DASS oleh Lovibond dan Lovibond
(1995). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi Pearson
Corellation yang menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan negatif antara
regulasi emosi dan stres pada pasien kanker dengan nilai koefisien r = - 0,386 dan
nilai signifikansi p = 0,002 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
tingkat regulasi emosi yang dimiliki pasien kanker, semakin rendah stres yang
dialami. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara regulasi emosi dan stres pada pasien kanker sehingga hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini diterima.
xvi
THE RELATIONSHIP BETWEEN EMOTION REGULATION AND
STRESS ON CANCER PATIENTS
ABSTRACT
This research aims to determine the relationship between emotion regulation and
stress on cancer patients. Hypothesis in this research is there is negative relation
between emotion regulation and stress. The subject of this research are patients with
cancer that live in DIY and East Java consisting 55 respondents. The scale used for
measuring emotion regulation on this research developed by Gross and John (2003),
its it ERQ (Emotion Regulation Questionnaire) that transalated by Salsabiela, et al
(2019). The scale used to measured stress on this research is DASS developed by
Lovibond and Lovibond (1995). Data analysis ont this research used Pearson-
Correlation technique shows that there’s a negative relation between emotion
regulation and stress on cancer patients with correlation coefficient r = -0,386 and
significant value p = 0,002 (p<0,05). This suggest that the higher the emotion
regulation among the cancer patients, the lss stress they experienced. Based on these
results can be conclude that there is a relation between emotion regulation and stress
on cancer patients, so this research hypothesis that has been proposed was accepted.
xvii
BAB I
Penyebab dari penyakit ini diantaranya faktor genetik, psikologis, lingkungan dan
kebiasaan sehari-hari. Contoh dari penyakit tidak menular yaitu penyakit jantung,
telah membunuh 41 juta orang tiap tahun atau senilai dengan 71% kematian secara
global (WHO, 2018). Terdapat tujuh penyakit tidak menular yang memiliki angka
hampir semua organ tubuh, dimulai dari tumbuhnya sel-sel abnormal yang tak
terkendali pada suatu organ dan dapat menyebar ke bagian yang terdekat yang
terserang kanker maupun organ lain (WHO, 2018). Pertumbuhan dan penyebaran
sel tumbuh memperbanyak diri dan tak terkontrol (Chandolu & Dass, 2012). Sel
kanker bekerja dengan cara merusak DNA dan menggantikan peran sel normal
(Pathak & Patil, 2019). Kerusakan pada DNA terjadi secara perlahan, disebabkan
oleh agen kimia atau agen fisik yang disebut karsinogen (Morihito, dkk, 2017).
karena banyak pasien dengan stadium awal yang tidak menyadari pertumbuhan sel
1
2
kanker dalam dirinya sehingga sel kanker terus bertumbuh dan semakin ganas.
Terdapat beberapa penyebab kanker, yaitu kelebihan berat badan atau kegemukan,
alkohol, seks beresiko, polusi udara, asap di dalam rumah akibat penggunaan bahan
bakar padat rumah tangga, dan alat-alat kesehatan seperti suntikan yang
terbukti dengan adanya peningkatan jumlah kasus kanker dari tahun 2013 hingga
2018. Tercatat sebanyak 1,4 per 1000 kasus kanker pada tahun 2013 meningkat
hingga 1,79 per 1000 kasus pada tahun 2018 Kanker paru merupakan kanker yang
memiliki angka kejadian terbesar di Indonesia untuk laki-laki yaitu sebesar 19,4 per
100.000 penduduk dan memiliki rata-rata kematian sebesar 10,9 per 100.000
penduduk, diikuti dengan kanker hati dengan angka kejadian sebesar 12,4 per
100.000 penduduk dengan rata-rata angka kematian sebesar 7,6 per 100.000
penduduk. Disisi lain, kanker yang memiliki angka kejadian tersebar pada
perempuan adalah kanker payudara yaitu sebesar 42,1 per 100.000 penduduk, rata-
rata angka kematian akibat kanker payudara sebesar 17 per 100.000 penduduk,
diikuti dengan kanker leher rahim dengan angka kejadian sebesar 23,4 per 100.000
gangguan psikologis. Hal ini berkaitan dengan rasa tidak siap dalam menerima
kanker dan pengobatan kanker dapat menjadi stressor bagi sebagian besar pasien
kanker. Pasien merasa khawatir akan kematian, perubahan secara fisik terutama
pada pasien kanker payudara maupun perawatan jangka panjang (Andreotti, Root,
Ahles, McEwen, & Compas, 2015). Perasaan khawatir, cemas, dan emosi negatif
lainnya dapat menyebabkan stres. Stres tidak hanya dirasakan saat menerima
diagnosis secara medis, tetapi juga saat mejalani pengobatan seperti kemoterapi.
Pasien cenderung merasa trauma dan tertekan selama menjalani kemoterapi. Hal
tersebut akibat rasa sakit yang dirasakan selama kemoterapi dan efek setelahnya
(Wahyuni, Huda, & Utami, 2015). Terdapat beberapa gejala dari stres, yaitu
aktivitas berat, merasa tegang, perasaan gelisah, gangguan tidur dan mimpi buruk
(Jackson, E.F, 1962). Posluszny, Dougall, Johnson, Argiris, Ferris, dkk (2015)
(head and neck cancer) menunjukkan hasil bahwa beberapa pasien mengalami
trauma akibat diagnosis kanker. Perilaku yang biasa muncul yaitu menarik diri,
stres, cemas, bahkan depresi yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kesulitan
dalam beraktivitas. Hasil penelitian oleh Kim, dkk (2017) kemungkinan gangguan
psikologis pada pasien kanker perut menunjukkan hasil bahwa dari 229 pasien
menyatakan bahwa AG sempat merasa terganggu secara fisik dan mental akibat
4
sakit kanker yang dialami. Rasa stres yang dirasakan muncul akibat sakit nyeri yang
tidak berkesudahan. AG mengaku hampir setiap malam tidak dapat tidur dengan
nyenyak akibat nyeri pada lengan kanan dan lengan kanan yang terus
dilakukan dapat berdampak pada perubahan psikis pasien kanker, sehingga pasien
kanker cenderung merasa tertekan karena adanya kewajiban jangka panjang yang
belum diketahui waktu berakhirnya. Pertumbuhan sel kanker secara masif juga
waktu, khususnya pada malam hari ketika akan tidur. Hal ini berkaitan dengan
lengan kanan AG yang terus membesar, tidak terkendali ditambah rasa nyeri yang
Tidak jarang AG merasa tegang akibat gambaran kematian yang dapat menjemput
sewaktu-waktu, dilain sisi, AG masih memiliki impian yang belum dicapai. Akibat
rasa khawatir, cemas, dan stres yang dirasakan setiap hari, menyebabkan AG
adanya perubahan ritme jantung yang bertambah cepat. AG juga mudah merasa
dan cenderung tidak sabar untuk dapat merasakan ketenangan dalam menjalani
11/01/2020).
5
yang tumbuh pada hidungnya. Emosi tidak stabil dirasakan oleh yang SE akibat
bersosialisasi dengan orang lain, bahkan SE juga merasa enggan untuk menatap
kaca. SE mengaku dirinya sering merasa cemas, tegang, dan khawatir akan
perjuangan antara hidup dan mati. Tidak jarang SE menjadi mudah menangis dan
sehari-hari, seperti misalnya pekerjaan rumah. SE sering merasa lemas dan tidak
berdaya serta mudah lelah saat mengerjakan pekerjaan rumah dan mengurus anak,
perasaan tidak berharga pada dirinya saat berperan sebagai seorang istri juga
seorang ibu dan berprasangka bawah SE menjadi beban pada keluarga. Perasaan
tidak pasti, rasa sakit yang dirasakan setiap hari, dan perubahan fisik secara drastis
diakibatkan adanya bahaya atau ancaman dalam diri maupun lingkungan. Ancaman
tersebut disebut stressor. Stressor psikologis dapat berupa merasa sendiri dan
hubungan dengan sosial yang kurang baik. Stres yang berkepanjangan dapat
mengakibatkan stres kronik, stres inilah yang dapat berdampak pada kesehatan.
Stres berkaitan erat dengan hormon kortisol yaitu hormon yang dihasilkan
saat tubuh mengalami stres. Kadar hormon kortisol yang rendah menjadikan tingkat
adrenalin, kedua hormon tersebut muncul ketika terdapat “alarm” berupa suatu hal
yang dirasa tubuh menjadi sebuah ancaman sehingga meningkatkan detak jantung
dan kadar gula dalam darah. (Ma, Abelson, Okada, Taylor, & Liberzon (2017).
Tekanan psikologis seperti stres yang terjadi secara terus-menerus dalam jangka
waktu lama dapat berpengaruh pada kesehatan fisik. Stres kronis dapat mengubah
bentuk fisik otak. Perubahan ini dicirikan oleh perubahan morfologi jaringan saraf
dan struktur otak. Sistem otak berhubungan dengan stresor psikologis dengan
darah dan detak jantung. Hal ini dapat menjadi informasi mengenai asal mula
Matzinger (2002), sistem imun manusia atau sistem kekebalan tubuh berfungsi
untuk memberikan proteksi dari sel-sel asing. Sel imun terlebih dahulu harus
memiliki kemampuan untuk membedakan antara sel-sel dalam tubuh itu sendiri
dengan sel-sel asing sebelum adanya tindakan terhadap suatu organisme yang
menyerang tubuh. Dalam hal ini, protein antigen memiliki peran penting dalam
reaksi kekebalan tertentu. Stres, depresi, dan suasana hati yang buruk memberikan
efek pada fisik pasien kanker. Hal tersebut menjadikan adanya penghambatan pada
respon imun terhadap sel tumor. Respon imun dapat terganggu dengan adanya
Nunes & Morimoto, 2004). Durasi stres mempengaruhi penekanan respon imun.
Stres jangka pendek bersifat adaptif, sedangkan stres kronis bersifat menurunkan
menjadi rusak sehingga proses pembuangan sel-sel yang telah rusak dan
penggantian sel rusak dengan sel baru menjadi tidak berfungsi (Putri, Maramis, &
Annas, 2018).
kecemasan, depresi, dan emosi yang cenderung tidak stabil (Heppner, Spears,
8
Vidrine, & Wetter, 2015). Pasien kanker secara umum memiliki angka prevalensi
stres yang cukup tinggi. Tingkat stres pada pasien kanker dapat berdampak pada
kesehatan mental pasien (Prima, Pangastuti, & Setiyarini, 2020). Tingkat stres pada
pasien kanker dapat memberi pengaruh pada kualitas hidup dan pengobatan yang
sedang dijalani. Oleh karena itu, pentingnya strategi untuk membantu pasien
individu. Mekanisme koping yang baik menjadikan para pasien kanker menjadi
merasa lebih tenang dan dapat mengontrol emosi yang dirasakan seperti stres,
mata, berdoa, dan merasa pasrah atas situasi yang dirasa kurang nyaman sekalipun.
Mekanisme koping yang dimiliki pasien berasal dari diri sendiri atas dukungan dari
lingkungan sekitar, sehingga menjadikan pasien merasa lebih tenang dan menaati
prosedur perawatan yang dijalani (Ismawiyati, 2019). Salah satu strategi koping
stres dapat dilakukan dengan meregulasi emosi. Pasien kanker wanita dengan
beradaptasi secara psikologis atas kondisi mereka (Brandao, Tavares, Schulz, &
Matos, 2016). Regulasi emosi juga dipengaruhi oleh kepercayaan dan tujuan atau
cita-cita masing-masing indivdu. Hal ini menyebabkan perlunya strategi yang tepat
sebab, hal ini dapat mempengaruhi keberhasilan regulasi emosi yang dilakukan
(Schulz & Lazarus, 2012). Terdapat lima proses regulasi emosi menurut Gross &
9
modulation.
Kalat (Prastiti, 2012) menyatakan bahwa strategi regulasi emosi dapat juga
menjadi strategi koping terhadap stres pada seseorang. Kalat lebih lanjut
memaparkan ketika seseorang mengalami stres, maka ia akan mencari sumber dari
atau penilaian ulang yang lebih sesuai yang pada akhirnya memilih strategi
emosional yang lebih sesuai dengan permasalahan yang dialami. Dengan kata lain,
regulasi emosi merupakan akhir dari proses koping. Proses koping diawali dengan
emotion-focused coping. Model teoritis ini disebut dengan model proses regulasi
emosi. Adapun alur yang dapat menjelaskan mengenai stratego koping dengan
regulasi emosi adalah yang pertama pada tahap problem-focused coping meliputi
pengelolaan emosi untuk mengurangi stres pada pasien kanker. Penelitian yang
mengenai mekanisme menentukan tujuan yang jelas setelah menjadi pasien kanker
regulasi emosi dapat menjadi koping dalam mengatur emosi pasien dan mampu
10
menurunkan tingkat emosi negatif seperti stres. Adanya tujuan yang jelas
yang benar, serta mampu bersikap adaptif terhadap emosi yang dirasakan.
Penelitian lain dilakukan oleh Quoidbach, Mikolajczak, & Gross (2015) yang
positif. Hal ini dilakukan dengan cara mengubah emosi negatif dengan menambah
frekuensi intensitas dari emosi positif sehingga hal tersebut menjadi terbiasa. Bagi
sebagian pasien, memiliki kanker merupakan suatu hal yang menyebabkan trauma
dan menjadi stressor di kemudian hari terutama pada pasien yang rentan.
emosi yang dirasakan, cara menunjukkan emosi tersebut serta mengubah prioritas
dan kebutuhan pasien (Ochoa Arnedo, Sanchez, Sumalla, & Casellas-Grau, 2019).
memunculkan sikap yang sesuai. Regulasi emosi diperlukan individu untuk dapat
bertahan atas situasi yang kurang menyenangkan, menerima keadaan, dan pada
akhirnya berpasrah dan tabah. Regulasi emosi adalah proses pengubahan emosi
Banyak pasien kanker yang mengalami emosi negatif seperti kecemasan, stres,
kesedihan, amarah, rasa bersalah maupun ketakutan. Hal ini diakibatkan saat pasien
emosi dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental. Hal ini berkaitan dengan
fisik, psikologis, sosial, dan situasional selama dan setelah melakukan pengobatan.
Tingkat stres juga dipengaruhi oleh usia, pada pasien usia dewasa muda cenderung
stres pada situasi sosial dibanding dengan usia dewasa selanjutnya. Hal ini karena
usia dewasa muda merupakan waktu produktif dan memiliki tanggung jawab secara
sosial. Pasien kanker dewasa yang lebih tua memiliki paparan kumulatif stres dalam
menghadapi kanker dan pengalaman hidup juga menjadi faktor sikap adaptif. Selain
itu, pasien kanker dewasa lebih tua cenderung terus memunculkan emosi positif dan
mengatur emosi negatif demi menjaga kesehatan dan kesejahteraan diri (Martins-
Kelin, Bamonti, Owsiany. Naik, & Moye, 2019). Meredam ekspresi perasaan
negatif dan fokus pada cara mengontrol emosi tersebut menjauhkan individu dari
perasaan yang dirasa tidak nyaman (Brandao, Tavares, Schulz, & Matos, 2016).
Individu dengan kemampuan regulasi emosi yang baik menjadi lebih tangguh. Hal
ini karena individu tersebut dapat mengenali emosi yang dirasakan termasuk emosi
12
negatif, mereka cenderung mengetahui hal yang harus dilakukan untuk mengubah
dan memproses respon dari emosi negatif yang dirasakan. Sikap tangguh tersebut
menjadikan individu lebih siap ketika dihadapkan pada peristiwa yang membuat
B. Tujuan Penelitian
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
maupun stres pada pasien kanker. Hasil penelitian juga digunakan untuk
2. Manfaat Praktis
kehidupan sehari-hari
13
sehingga tingkat stres yang dialami pasien dapat diatasi secara nyata
D. Keaslian Penelitian
stres, namun belum banyak ditemui penelitian mengenai stres pada pasien
kanker. Basińska & Sołtys (2020), melakukan penelitian yang bertujuan untuk
serta kemampuan mengatasi masalah pada pasien kanker dengan variabel stres
kanker rawat inap dengan usia kurang dari 70 tahun. Pada penelitian ini,
mengetahui tingkat stres pada pasien kanker selama satu bulan terakhir serta
pasien. Penelitian lain mengenai stres pada pasien kanker dilakukan oleh Sitepu
& Wahyuni (2018) mengenai gambaran tingkat stres, ansietas, dan depresi pada
kanker payudara yang menjalani kemoterapi di ruang inap RSUP HAM Medan.
pada koping yang digunakan seperti dukungan dari lingkungan maupun mampu
secara finansial.
oleh Fauziyah & Gayatri (2018) mengenai rasa sakit, stres, dan kualitas tidur
pada pasien penyakit kronis. Sebanyak 76 pasien kanker berusia lebih dari 20
nyeri yang dirasakan oleh pasien dengan stres yang menyebabkan adanya
gangguan tidur. Tidak ada pengaruh secara langsung antara rasa nyeri dengan
kualitas tidur, tetapi tingkat stres pada pasien yang mempengaruhi kualitas
tidur. Penelitian mengenai hubungan regulasi emosi dan stres belum banyak
perilaku delay discounting dan stres dengan regulasi emosi sebagai mediator.
Memerlstein.
15
sebelumnya telah dilakukan oleh dilakukan oleh Nurdin (2016). Penelitian ini
emosi dan stres pada 78 responden mahasiswa program studi Pendidikan Dokter
angkatan 2012 yang aktif pada tahun ajaran 2015/2016 di Fakultas Kedokteran
hubungan antara regulasi emosi dengan stres pada responden mahasiswa tingkat
dilakukan oleh Guimond, Ivers, & Savard (2019) yang melibatkan 81 pasien
ini adalah regulasi emosi dapat menjadi alternatif dalam mengatasi gejala-gejala
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti mengenai hubungan regulasi emosi
dan stres pada pasien kanker memiliki perbedaan yang mendasar, yaitu:
1. Keaslian Topik
antara regulasi emosi dan stres pada pasien kanker. Penelitian terdahulu
yang memiliki topik yang sama dilakukan oleh Nurdin (2016) mengenai
16
hubungan regulasi emosi dan stres pada mahasiswa tingkat akhir yang
dilakukan oleh Malesza (2019). Topik yang dibahas dalam penelitian ini
seseorang dalam menunda suatu hal dengan tujuan mendapatkan hal lain
yang dianggap lebih berharga dan penting dengan regulasi emosi dan
Penelitian lain dilakukan oleh Fauziyah & Gayatri (2018) membahas topik
tentang gangguan tidur yang dialami oleh pasien kanker akibat rasa nyeri
yang dimiliki dan menyebabkan timbulnya stres akibat rasa sakit tersebut.
dilakukan oleh Guimond, Ivers, & Savard (2019). Penelitian ini membahas
gangguan tidur, rasa takut pada kanker, dan perubahan detak jantung.
2. Keaslian Teori
milik Lovibond & Lovibond (1995) dan teori regulasi emosi miliki Gross
17
(2002). Pemilihan teori ini berbeda dengan penelitian oleh Nurdin (2016)
yang menggunakan teori Thompson untuk melihat regulasi emosi dan teori
regulation scale). Penelitian lain oleh Guimond, Ivers, & Savard (2019)
(FCRI) untuk mengukur rasa takut, Insomnia Severity Index (ISI) untuk
dilihat dari alat ukur yang digunakan oleh peneliti yaitu DASS
dan ERQ (Emotion Regulation Questionnaire) dari Gross dan John (2003).
stres pada pasien kanker. Subjek penelitian yang dilakukan oleh peneliti
telah yang berusia lebih dari 18 tahun dan tidak ada keluhan secara
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stres
1. Definisi Stres
emosi-emosi seperti mudah marah, tidak sabar dalam mengahadapi sesuatu, dan
sulit untuk menenangkan diri. Adanya tuntutan dari pihak eksternal yang dirasa
tidak dapat terpenuhi karena di luar batas kemampuan dapat menjadi penyebab
stres (Lazarus, 1996). Salah satu contoh tuntutan dari lingkungan sekitar adalah
terbebani dan memikirkan hal tersebut saat suatu hal atau pekerjaan yang
gejala stres seperti kelelahan, cemas, dan gejala-gejala fisik seperti pusing kepala
tuntunan tersebut. Tiga perspektif dalam pengertian stres menurut Lazarus &
Cohen (1977) adalah pertama, emosi stres dan efek yang ditimbulkan oleh stres
merupakan hal paling penting untuk kepuasan dan moral individu. Kedua, emosi
19
20
merupakan tanda bahwa individu tersebut memiliki respon akibat adanya stres
stres sudah menjadi pembicaraan oleh para peneliti sejak lama, terutama pada
kanker (Lee,2012).
nonspesifik terhadap suatu stimulus. Hal ini dapat diartikan ketika tubuh
merespon suatu stimulus dengan baik dan tidak mengganggu fungsi organ tubuh,
maka seseorang tersebut tidak mengalami stres, dan sebaliknya saat seseorang
membedakan stres menjadi dua macam yaitu stres yang merusak dan stres yang
diakibatkan oleh stres dapat berupa fisik maupun psikologis. Stres yang
disebut eustress yang mana dapat membantu seseorang hidup lebih lama dan
Berdasarkan hasil publikasi penelitian dari Seyle pada tahun 1956, 1973
dan 1975, terdapat beberapa manifestasi dari stres. Stres memiliki berbagai
a. Stres tidak hanya berpengaruh langsung pada kesehatan jiwa maupun raga
pada pekerjaan. Pengaruh yang ditimbulkan oleh stres pada pekerjaan yaitu
tingginya angka ketidakhadiran, maupun perubahan pada pola kerja. Hal ini
tanda stres secara medis. Stres menjadi salah satu penyebab kenaikan pada
seperti stroke, gagal jantung, gagal ginjal, dan serangan jantung ( Seke,
lain yang berhubungan dengan kerja hormon kortisol. Perwujudan dari stres
seperti rasa takut dan khawatir. Stres kronik menyebabkan adanya perubahan
mekanisme otomatis kinerja otak agar tubuh dapat berfungsi secara normal
terhadap perubahan yang terjadi dalam tubuh maupun luar tubuh. Paparan
individu dengan stres kronik sudah tidak dapat terkontrol (Juananda, Sari,
respon emosional yang diakibatkan oleh adanya stimulus eksternal yang dapat
memicu emosi negatif seperti marah dan mudah tersinggung akibat dari
2. Aspek-Aspek Stres
stress, yaitu :
a. Difficulty relaxing
Keadaan individu yang sering merasa gelisah terhadap suatu hal yang
merasa tenang.
b. Nervous arousal
c. Easily upset/agigated
Keadaan individu yang mudah merasa kecewa, tidak puas dan putus asa
d. Irritable/over reactive
marah dan mudah merasa tersinggung atas suatu hal yang tidak sesuai
dengan dirinya. Perilaku mudah marah membuat individu cepat stres, dan
e. Impatient
dalam hal apapun. Seperti misalnya berada di lampu lalu lintas untuk
stres, yaitu:
a. Emosi
akan masa depan, perasaan tegang saat akan ujian, maupun phobia
masing-masing individu.
b. Kognitif
kronis.
c. Perilaku Sosial
daerah tertentu dan perilaku pelanggaran lain yang dapat merugikan diri
sendiri maupun orang lain. Hal ini dapat menjadi masalah antar individu
d. Fisiologis
Aspek fisiologis pada stres adalah munculnya gejala fisik akibat adanya
secara emosi yaitu kesulitan dalam merasa santai, ketegangan, tidak sabar,
cepat marah, mudah menyerah. Adapun aspek stres secara kognitif yang
diantaranya :
26
a. Faktor Individu
Faktor penyebab stres ini berasal dari diri individu itu sendiri seperti faktor
yang dimiliki.
b. Faktor Keluarga
hal-hal yang dapat menjadi pemicu stres dalam keluarga adalah adanya
keluarga.
1. Pekerjaan
Stres akibat pekerjaan dapat timbul akibat 2 hal yaitu yang pertama,
2. Lingkungan
memiliki reaksi yang berbeda terhadap stres meskipun dialami pada waktu
yang sama. Ada berbagai faktor yang menjadi penyebab individu mengalami
stres, baik faktor secara psikologis maupun sosial. Beberapa faktor yang dapat
d. Kondisi Individu
Faktor stres yang diakibatkan oleh hal-hal yang berkaitan dengan indicidu
itu sendiri seperti jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, status
e. Kepribadian
lingkungan sosialnya.
g. Sosial-Kognitif
Faktor ini dapat berupa cara berpikir individu yang dipengaruhi oleh
h. Strategi Coping
lingkungan sekitar.
muncul dari individu itu sendiri maupun lingkungan. Faktor individu dapat berupa
maupun latar belakang lain yang berasal dari individu, sedangkan faktor lingkungan
dapat berupa tuntutan maupun ancaman dari pihak luar individu. Faktor lingkungan
dapat berasal dari keluarga, teman, lingkungan tempat tinggal, dan lain-lain.
A. Regulasi Emosi
yang tinggi akan mampu berperilaku yang baik dan benar sehingga
pengalaman emosi positif maupun negatif (Roberto, Daffern, & Bucks, 2012).
dapat terbuka terhadap perasaan, baik perasaan menyenangkan dan yang tidak
emosi yang dirasakan. Hal ini berarti kemampuan inidividu dalam mengenali,
perasaan apa saja yang dirasakan sehingga dapat mengendalikan saat emosi-
situasi emosi berdasarkan emosi yang dinilai individu itu sendiri dan terakhir
mengelola emosi yang ditimbulkan dari diri sendiri maupun orang lain.
emosi yang dirasakan, dan memodifikasi atau melakukan perubahan atas reaksi
emosi dengan baik saat memiliki kemampuan regulasi emosi yang tinggi,
(Thompson, 1994).
acuan mengenai pengambilan sikap yang tepat di kemudian hari saat emosi
Terdapat dua aspek regulasi emosi menurut Gross & John (2003) yang
a. Cognitive reappraisal
b. Expressive suppression
yang dirasakan, hal ini dapat membantu mengurangi respon perilaku dari
emosi negatif.
a. Emotions monitoring
dan menyadari seluruh proses pengalaman yang terjadi pada dirinya sendiri
b. Emotions evaluating
c. Emotions modification
negatif sehingga menjadi emosi yang lebih positif sehingga dapat menjadi
32
motivasi saat mengalami rasa putus asa, marah, atau cemas. Kemampuan ini
sedang dihadapi.
regulasi emosi dapat dilihat dari segi kognitif dan emosi, yaitu melakukan
B. Penyakit Kanker
Kanker atau tumor ganas terjadi akibat adanya pertumbuhan sel atau
keadaan normal. Pada keadaan normal, sel normal secara konstan cenderung
memberi sinyal perintah untuk membelah diri, membedakan jenis dengan sel
lain atau mati. Sel kanker berkembang membentuk otonomi dari sinyal-sinyal
Perkembangan pesat sel ini akan berakibat fatal jika terus menyebar dan
yaitu tumor yang berkembang secara cepat menyebar berproses dalam tubuh
(Hejmadi, 2010).
33
Menurut Clarke & Hass (2006) kanker terdiri dari berbagai macam
biokimiawi yang dapat diamati dan diatur oleh genotipe dan lingkungan juga
interaksi dari keduanya). Sel fenotipe ini berbeda dari yang pada umumnya, sel
ini dapat tumbuh akibat adanya mutasi yang terjadi secara genetik maupun
faktor lingkungan. Kunci penting pada jaringan sel normal dimiliki oleh
jaringan sel kanker, termasuk kemampuan sel untuk memperbarui diri. Sel
merupakan sel yang berbahaya dan memegang kunci penting bagi sel normal
sel normal dengan merusak jaringan normal. Sel tumor memiliki sifat yang
berbeda-beda dan hanya sel induk kanker yang memiliki kemampuan untuk
sel secara tidak terkendali. Sel kanker memiliki potensi untuk menyerang
jaringan biologis yang lain, baik secara invasi atau pertumbuhan langsung di
jaringan yang terdekat, atau dengan metastasis yaitu perpindahan sel ke tempat
yang jauh. Adanya pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel tersebut
pembelahan sel dan menjadi pemicu pertumbuhan sel kanker (Morihito, et al,
2017).
secara besar-besaran dan tak terkendali dan bersifat mengganggu jaringan sel
normal. Kanker dapat tumbuh pada jaringan dan bagian tubuh manapun.
a. Karsinoma adalah jenis kanker yang tumbuh pada permukaan suatu organ,
kerangka tubuh, dan kelenjar, contohnya jaringan sel kulit, bagian vital
yaitu ovarium dan testis, kelenjar mucus, sel payudara, leher rahim,
b. Limfoma adalah kanker yang berasal dari kelenjar sistem limfa di mana
leukemia.
d. Glioma adalah kanker yang menyerang susunan sel saraf, misalnya sel-sel
e. Karsinoma in situ adalah jenis kanker yang masih tergolong paling ringan,
menetap di bagian tubuh tertentu, dan merupakan tahap awal dari penyakit
a. Kanker payudara
nyeri. Jenis kanker ini sebagian besar diderita oleh wanita sekaligus
b. Kanker serviks
Kanker serviks adalah sel kanker yang tumbuh di leher rahim. Kanker jenis
c. Kanker paru-paru
Kanker paru-paru adalah kondisi di mana terdapat sel ganas kanker yang
terbentuk di paru-paru. Kanker jenis ini paling banyak diderita oleh orang
dalam kategori bukan perokok, hal ini karena sering terpapar zat kimia di
lingkungan sekitarnya.
d. Kanker kolokteral
Kanker kolokteral adalah kanker yang tumbuh pada kolon atau usus besar
atau bagian paling bawah usus besar (kolon) yang terhubung ke anus
36
(rektum). Kanker ini dapat dinamai sebagai kanker kolon atau kanker
dapat bermula dari jaringan yang tumbuh di dinding usus besar atau
rektum.
e. Kanker hati
Kanker hati adalah sel kanker yang tumbuh di organ hati dan bermutasi
penyakit hati, seperti hepatitis atau penyakit radang hati dan sirosis.
dan metastasis. Tumour merujuk pada seberapa jauh sel kanker dapat
menyebar ke jaringan paling dekat dan ukuran sel kanker yang tumbuh,
ukuran paling besar. Node merujuk pada sebaran sel kanker ke getah
kanker dalam kelenjar getah bening, dan 3 yaitu banyak ditemukan sel
kanker dalam getah bening. Metastasis merujuk pada sebaran sel kanker
sel kanker atau 1 yang berarti telah ada penyebaran sel kanker.
kanker. Stadium 1 berarti sel kanker masih berukuran relatif kecil dan
37
getah bening yang berlokasi dekat dengan tumbuhnya tumor, namun hal
ini tergantung pada jenis kanker tertentu. Stadium 3 berarti ukuran sel lebih
telah menyebar ke organ tubuh yang lain, stadium ini juga disebut kanker
a. Kecemasan
Perasaan cemas dan khawatir sering dirasakan saat pasien pertama kali
kematian.
b. Perasaan sedih
c. Perasaan takut
a. Kecemasan
b. Ketegangan
menangis.
Adanya perasaan takut yang dialami pasien kanker terjadi saat pasien akan
c. Gangguan tidur
tidur, terbangun saat malam hari, tidak dapat tidur nyenyak, merasakan
d. Gangguan kecerdasan
b. Perasaan depresi
melalui saluran getah bening dan aliran darah sehingga dapat dengan cepat
2004). Kanker bukanlah penyakit yang ringan, perlu adanya deteksi dini
tubuh tertentu. Tidak semua jenis kanker yang telah terdeteksi dapat
dan diobati, maka semakin besar kemungkinan untuk sembuh. Sampai saat
ini masih belum ditemukan secara jelas penyebab kanker, namun terdapat
beberapa perilaku yang menjadi pemicu tumbuhnya sel kanker seperti faktor
psikologis adalah stres, tidak percaya diri, putus asa, dan lain-lainnya.
Lovibond, 1995).
Salah satu penyebab stres yang dialami oleh pasien kanker terutama pada
pasien dengan usia dewasa awal sampai dewasa madya adalah adanya
konflik peran yang dialami oleh pasien kanker dengan status kerja aktif dan
usia yang tergolong produktif. Tuntutan atas pekerjaan, keluarga dan diri
dikarenakan perubahan fisik yang semula sehat menjadi sakit dan secara
mudah mengalami stres. Pasien kanker dituntut untuk selalu menjaga gaya
42
hidup melalui pola makan yang sehat, menghindari hal-hal yang dapat
mengonsumsi obat dalam jangka waktu yang cukup lama dan dilakukan
tingkat stres pada pasien kanker. Mekanisme koping dapat menjadi cara
yaitu pertama adalah tahap denial. Pada tahap ini pasien merasa shock
dengan penyakit yang diderita, terdapat perasaan tidak terima, sedih, dan
denial yang dirasakan, maka akan muncul perasaan marah, tahap ini
Rasa amarah sudah mulai pudar dan asien mulai menerima kondisi atas
menawar dengan diri sendiri atas kondisi yang dialami. Terdapat dua jenis
depresi yang dialami pasien, yaitu depresi reaktif di mana pasien mengalami
kondisi diri, khawatir, menyesal, atau bahkan terdiam dan taka da minat
untuk berbicara maupun bersosialisasi. Adapun jenis depresi yang lain yaitu
sikap sedih. Pasien cenderung memiliki rasa siap untuk melepas beban-
seluruhnya atas kondisi yang dialami. Pasien akan menjadi lebih baik saat
Pada tahap ini, pasien hanya ingin ditemani oleh orang-orang yang
acceptance yaitu keadaan pasien yang telah menerima kondisi diri dengan
segala kekurangan yang ada. Pasien merasa tidak ada lagi rasa marah,
mendatang, termasuk kematian. Pasien telah merasa siap atas kematian yang
dengan tenang.
44
individu untuk memunculkan respon emosi yang tepat. Menurut Gross dan
dengan emosi positif dengan membuat emosi lebih stabil. Pasien kanker
merasa tenang, mudah putus asa, dan adanya ketegangan yang dialami
kekurangan rasa optimisme, dan kesulitan dalam merasa santai. Hal tersebut
emosi negatif individu dengan cara menekan respon negatif untuk tidak
yang positif, rutin melakukan inhale exhale, maupun pengalihan lain yang
rasa sedih. Hal ini sesuai dengan penelitian Richmond, Hasking, & Meaney
dialami di masa depan dan cenderung lebih menerima atas takdir yang
menimpa sebagai upaya penekanan perasaan kecewa (Sari & Hayati, 2015).
emosi menjadi salah satu strategi dalam mengelola emosi, mengubah emosi
negatif menjadi emosi positif sehingga memberikan dampak yang lebih baik
itu dapat dikatakan bahwa regulasi emosi dapat mengurangi simtom stres.
D. Hipotesis Penelitian
antara regulasi emosi dengan stres pada pasien kanker. Semakin tinggi
METODE PENELITIAN
Untuk menjawab tujuan dan hipotesis penelitian yang diajukan, maka variabel
dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1. Stres
mengakibatkan adanya perasaan gugup, putus asa, marah, namun juga dapat
reactive, dan impatient. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin
tinggi stres yang dialami, dan semakin rendah skor yang diperoleh maka
47
48
2. Regulasi Emosi
skala ERQ (Emotion Regulation Questionnaire) yang disusun oleh Gross &
Salsabiela, Iqbal, & Widiasmara (2019). ERQ terdiri dari 10 aitem dan
suppression. Namun, dalam penelitian ini kuesioner ERQ yang digunakan telah
aitem dengan 1 aitem gugur yaitu aitem nomor 1. Semakin tinggi skor regulasi
emosi yang diperoleh maka semakin baik pengelolaan emosi yang dimiliki,
C. Subjek Penelitian
pada usia tersebut individu dianggap telah mampu berpikir secara rasional dan
perkembangan usia dewasa awal. Pada tahap usia tersebut, individu cenderung
berdasarkan kategorisasi usia menurut Hurlock (2001) yang dibedakan menjadi tiga
tahapan yaitu dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa akhir. Dewasa awal dimulai
dari usia 18-40 tahun, dewasa madya dimulai dari usia 41-60 tahun, dan usia dewasa
akhir merupakan individu dengan usia lebih dari 60 tahun (Hurlock, 2001).
Purposive sampling adalah metode di mana subjek telah ditentukan oleh peneliti
sesuai kriteria khusus yang telah ditentukan (Etikan, Musa, & Alkassim, 2016).
Kriteria yang telah ditentukan dalam penelitian ini adalah subjek dengan jenis
kelamin laki-laki atau perempuan, sakit kanker, dengan usia minimal 18 tahun, dan
pengumpulan data berupa kuesioner skala likert. Terdapat dua skala yang
stres pada pasien kanker dalam penelitian ini ialah menggunakan DASS-S
dari 14 aitem. Setiap pertanyaan terdiri dari empat alternatif jawaban yaitu
tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah diberi skor 0, sesuai
dengan saya sampai tingkat tertentu atau kadang-kadang diberi skor 1, sesuai
dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan atau lumayan sering
diberi skor 2, sangat sesuai dengan saya atau sering sekali diberi skor 3.
mengukur tingkat stres pada individu. Semakin tinggi skor yang diperoleh
Tabel 1.
Blueprint skala DASS-S
Aitem
Aspek Total
Favorable Unfavorable
Difficulty relaxing 8,22,29 - 3
Nervous arousal 12,33 - 2
Easily upset/agitated 1,11,39 - 3
Irritable/over-reactive 6,18,27 - 3
Impatient 14,32,35 - 3
Total 14 - 14
Tabel 2.
Kategori Total Skor DASS-S
Jumlah Nilai Tingkat Stres
0-14 Normal
15-18 Ringan
19-25 Sedang
26-33 Parah
>34 Sangat Parah
51
Questionnaire) yang disusun oleh Gross & John (2003) yang telah
aitem, yaitu sangat tidak setuju diberi skor 1, tidak setuju diberi skor 2, agak
tidak setuju diberi skor 3, netral diberi skor 4, agak setuju diberi skor 5, setuju
diberi skor 6, dan sangat setuju diberi skor 7. Semua aitem dalam skala ERQ
Tabel 3.
Blueprint skala ERQ (Emotion Regulation Questionnaire)
Aitem
Aspek Total
Favorable Unfavorable
Cognitive reappraisal 1, 3, 5, 7, 8, 10 - 5
Expressive suppression 2, 4, 6, 9 - 4
Total 9 - 9
1. Validitas
Validitas diartikan sebagai sejauh mana suatu alat ukur tepat dan akurat
untuk digunakan. Tes tersebut dapat dikategorikan valid apabila dapat mengukur
hal yang menjadi tujuan pengukuran. Validitas mengacu pada sejauh mana
52
teoridapat menggambarkan kesimpulan mengenai nilai tes sesuai tujuan tes itu
validitas variabel stres bergerak dari 0.3532 – 0.6665 (Damanik, 2011). Item
pada masing-masing variabel dikatakan valid apabila memiliki nilai lebih dari
2. Reliabilitas
konsisten, dalam artian alat ukur yang digunakan dapat memberikan hasil yang
sama jika digunakan dalam penelitian yang sama walaupun pada waktu yang
pada variabel stres memiliki signifikansi sebesar 0.8806. Nilai Cronbach Alpha
variabel regulasi emosi adalah 0,622 (Gross & John, 2003). Suatu alat ukur
dikatakan reliabel dilihat dari nilai Cronbach Alpha yang dihitung dengan
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
data statistik menggunakan SPSS for Windows 25.0 Version. Terdapat dua teknik
uji data sebelum penentuan korelasi, yaitu uji hipotesis dan uji asumsi.
53
1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
b. Uji Linearitas
linear, sebaliknya, apabila nilai signifikansi kurang dari 0.5 maka data
2. Uji Hipotesis
yang diperolah terdistribusi normal dan pola hubungan yang dimiliki bersifat
linear. Data dikatakan terdapat hubungan antara variabel apabila memiliki nilai
BAB IV
1. Orientasi Kancah
tertinggi yaitu 4,86% per 1000 penduduk (Kemenkes RI, 2019). Data
1,7% per 1000 penduduk. Oleh karena itu, peneliti memilih untuk melakukan
Tengah seperti Kota Semarang dengan angka prevalensi 24,88% resiko tinggi
tertinggi faktor resiko kanker leher rahim dengan presentase 24,54% pada tahun
latar belakang mulai dari usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan,
rumah singgah dan hanya datang ke rumah sakit saat ada jadwal kontrol dan
pengobatan yang sedang dijalani dan memilih alternatif lain sebagai obat yang
merupakan pasien RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan RSUP Dr. Kariadi
Semarang.
2. Persiapan Penelitian
a. Persiapan Administrasi
mempersiapkan alat ukur. Terdapat dua alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu skala DASS (Depression Anxiety Stress Scale) dan ERQ
kecemasan dan stres. Penelitian ini hanya menggunakan hasil skor dan
variabel stres. Aspek-aspek stres terdiri dari difficulty relaxing (sulit merasa
tidak pernah sering, sesuai dengan yang dialami sampai tingkat tertentu atau
kadang-kadang, dan sangat sesuai dengan yang dialami atau hampir setiap
saat.
ukur yang disusun oleh Gross dan John (2003), diterjemahkan oleh
ERQ memiliki 7 alternatif jawaban pada tiap pernyataan yaitu sangat setuju,
57
setuju, agak setuju, netral, agak tidak setuju, tidak setuju, dan sangat tidak
setuju.
Tryout atau uji coba alat ukur yang digunakan bertujuan untuk
menentukan kelayakan skala maupun kuesioner melalui uji validitas dan uji
variabel yang diteliti dalam penelitian ini. Oleh karena itu, perlunya
dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas dalam tryout terpakai sebelum
pengolahan data riset. Analisis data tryout dilakukan melalui program SPSS
for Windows 25.0. Batas minimal koefisian korelasi analisis tryout adalah
0.3, apabila angka yang muncul lebih kecil dari batas minimal, maka aitem
pasien kanker. Uji validitas dan uji reliabilitas menggunakan SPSS for
berkualitas sehingga alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dinyatakan valid dan reliabel. Berikut hasil analisis tryout terpakai pada
Regulation Questionnaire):
bergerak dari 0.382 sampai 0,845. Artinya, tiap aitem dapat digunakan
Tabel 4.
Distribusi aitem skala DASS Setelah Uji Coba
Aitem
Aspek Total
Favorable Unfavorable
Difficulty relaxing 8,22,29 - 3
Nervous arousal 12,33 - 2
Easily upset/agitated 1,11,39 - 3
Irritable/over-reactive 6,18,27 - 3
Impatient 14,32,35 - 3
Total 14 - 14
total correlation skala ERQ bergerak dari angka 0.377 sampai 0.642
memiliki angka lebih besar dari 0,6. Maka dari itu, dari 9 aitem skala
ERQ tidak ada yang gugur. Berikut distribusi aitem skala ERQ setelah
uji coba:
Tabel 5.
Distribusi aitem ERQ Setelah Uji Coba
Aitem
Aspek Total
Favorable Unfavorable
Cognitive reappraisal (1), 3, 5, 7, 8, 10 - 5
Expressive suppression 2, 4, 6, 9 - 4
Total 9 - 9
Catatan: Angka yang diberi tanda kurung ( ) merupakan nomor urut
butir aitem yang gugur.
melalui aplikasi google form. Hal ini dilakukan dalam rangka mematuhi protokol
dengan orang lain. Peneliti menghubungi satu per satu responden yang tidak
termasuk anggota dalam suatu komunitas dan meninggalkan contact person berupa
ada hal yang ditanyakan dan dapat dijawab secara langsung oleh peneliti.
Pengambilan data dimulai pada tanggal 23 Juli 2020 dan berakhir pada tanggal 4
60
Agustus 2020, kurang lebih 2 minggu waktu yang dibutuhkan peneliti dalam
kota-kota lainnya.
pihak yang membantu dalam menyebarkan kuesioner, juga kondisi dan keberadaan
pasien. Lancarnya proses pengambilan data karena banyak terbantu oleh pihak-
baik.
C. Hasil Penelitian
Responden atau subjek dalam penelitian ini adalah pasien kanker yang
kanker dengan jenis kanker apapun dan tidak dibatasi tingkat stadium penyakit
Tabel 6.
Deskripsi Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Responden Presentase (%)
61
Laki-laki 10 18,2%
Perempuan 45 81,8%
Total 55 100%
Tabel 7.
Deskripsi Responden Penelitian Berdasarkan Usia
Usia Jumlah Responden Presentase (%)
Dewasa Awal 11 20%
Dewasa Madya 36 65%
Dewasa Akhir 8 14.5%
Total 55 100%
madya, dan dewasa akhir. Dewasa awal dimulai dari usia 18-40 tahun, dewasa
madya dimulai dari usia 41-60 tahun, dan usia dewasa akhir merupakan
individu dengan usia lebih dari 60 tahun (Hurlock, 2001). Berdasarkan tabel di
orang dalam kategori dewasa awal, 36 responden kategori dewasa madya, dan
penelitian ini merupakan responden dengan usia kategori dewasa madya (41-
60 tahun).
Tabel 8.
Deskripsi Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kanker
Jenis Kanker Jumlah Responden Presentase (%)
62
kanker yang dialami oleh para responden dalam penelitian ini. Berdasarkan
tabel di atas, dari total 55 responden, mayoritas diisi oleh responden dengan
payudara dan kanker darah adalah kanker serviks, sebanyak 3 orang responden
dalam penelitian ini memiliki jenis penyakit kanker yang berbeda-beda yaitu
otak, kanker usus, kanker lambung, kanker dubur, dan kanker selaput otak
63
presentase 1.8%.
Tabel 9.
Deskripsi Responden Berdasarkan Lama Waktu Mengalami Kanker
Lama Mengalami Sakit Jumlah Responden Presentase (%)
< 1 Tahun 7 12.7%
1 ≥ 3 Tahun 26 47.3%
>3 Tahun 22 40%
Total 55 100%
kanker sejak pertama kali mendapat diagnosa kanker secara medis dibedakan
menjadi kurang dari satu tahun, satu sampai sama dengan tiga tahun, dan lebih
dari tiga tahun. Sebanyak 7 responden telah mengalami sakit kanker kurang
dari satu tahun, 26 responden mengalami sakit kanker selama satu sampai
dengan tiga tahun, dan sebanyak 22 responden mengalami sakit kanker selama
lebih dari tiga tahun. Sebagian besar lama sakit kanker yang dimiliki para
responden dalam penelitian ini yaitu selama satu sampai tiga tahun dengan
presentase 47.3%.
stres dan regulasi emosi pada responden dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil
analisis yang telah dilakukan, didapatkan hasil dari deskripsi data penelitian
hipotetik dan empirik berupa nilai Xmin (skor minimal), Xmax (skor
Tabel 10.
Deskripsi Data Penelitian Hipotetik Dan Empiric
Hipotetik Empirik
Variabel
Xmin Xmax Mean SD Xmin Xmax Mean SD
Stres 0 42 21 7 0 38 16.27 9.07
membuat kategorisasi responden pada tiap variabel dalam penelitian ini. Data
rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Berikut ini merupakan tabel
Tabel 11.
Norma Kategorisasi
Kategorisasi Norma Kategorisasi
Sangat Rendah X < µ - 1,8 SD
Rendah µ - 1,8 SD ≤ x ≤ µ - 0,6 SD
Sedang µ - 0,6 SD < x ≤ µ + 0,6 SD
Tinggi µ + 0,6 SD < x ≤ µ + 1,8 SD
Sangat Tinggi X > µ + 1,8 SD
Keterangan:
X = Skor Total Responden
µ = Mean (rata-rata)
SD = Standar Deviasi
kanker dalam penelitian ini dapat dikelompokkan dalam lima kategori pada
65
emosi:
Tabel 12.
Kategorisasi Variabel Regulasi Emosi
Kategorisasi Rentang Skor Jumlah Presentase (%)
Sangat Rendah X < 19.8 0 0%
Rendah 19.8 ≤ X < 30.6 1 1.8%
Sedang 30.6 ≤ X < 41.4 3 5.5%
Tinggi 41.4 ≤ X < 52.2 27 49.1%
Sangat Tinggi X ≥ 52.2 24 43.6%
Total - 55 100%
Pada tabel 11 dapat dilihat bahwa tidak terdapat pasien dalam kategori
sebanyak 24 pasien kanker tergolong sangat tinggi. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar pasien kanker dalam penelitian ini memiliki tingkat
regulasi emosi yang baik yaitu pada kategori tinggi dengan presentase 49.1%.
Adapun variabel stres pada skala DASS oleh Lovibond & Lovibond
skala DASS-S:
Tabel 13.
Norma Kategorisasi Skala DASS-S
Norma Kategorisasi Stres
Kategorisasi
(Total Skor)
Normal 0-14
Ringan 15-18
Sedang 19-25
66
Parah 26-33
Sangat Parah ˃ 34
kanker dalam penelitian ini dapat dikelompokkan dalam lima kategori tersebut
Norma
Kategorisasi Kategorisasi Jumlah Presentase
Total 55 100%
14.5% dalam kategori parah, dan 2 responden pasien kanker dengan presentase
3. Uji Asumsi
Uji asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji normalitas
dan uji linearitas data yang telah terkumpul. Uji asumsi dilakukan dengan
67
(regresi) bersifat tidak bias dan konsisten. Uji asumsi dilakukan dengan
Windows.
a. Uji Normalitas
sebaran data variabel yang dianalisis dan tidak terdapat data yang bersifat
Tabel 14.
Hasil Uji Normalitas
Variabel Koefisiensi Signifikansi (p) Keterangan
Regulasi Emosi 0,200 Normal
Stres 0,74 Normal
stres, diketahui bahwa nilai signifikansi dari variabel regulasi emosi sebesar
variabel regulasi emosi dan variabel stres memiliki sebaran data normal.
b. Uji Linearitas
p > 0,05.
Tabel 15.
Hasil Uji Linearitas
Koefisien
Variabel Koefisien F Keterangan
Signifikansi
Regulasi Emosi x 0,682 0,826 Linear
Stres
stres, diketahui nilai F=0,682 dan p=0,826 (p>0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan linear antara variabel regulasi emosi dengan stres.
c. Uji Hipotesis
hubungan antara regulasi emosi dengan stres pada pasien kanker. Hasil dari
uji normalitas dan uji linearitas, didapatkan hasil bahwa kedua variabel
Parametrik-Pearson Correlation.
Tabel 16.
Hasil Uji Hipotesis
Variabel r r2 p Keterangan
Regulasi
Emosi dan -0,386 0,149 0,002 Signifikan
Stres
(p<0,05). Hal ini dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara
69
regulasi emosi dengan stres secara signifikan pada pasien kanker. Semakin
tinggi regulasi emosi, semakin rendah tingkat stres dalam kategori moderat.
d. Analisis Tambahan
regulasi emosi dengan stres ditinjau dari jenis kelamin, usia, lama
mengalami kanker dan jenis kanker. Peneliti juga melakukan uji korelasi
antara aspek regulasi emosi dengan stres untuk mengetahui tingkat regulasi
emosi mana yang paling berpengaruh terhadap stres pada pasien kanker
Tabel 17.
Hasil Uji Beda Berdasarkan Jenis Kelamin
Mean
Variabel N
Regulasi Emosi Stres
Laki-Laki 44,60 22,50 10
Perempuan 51,80 14,89 45
Sig. (2 tailed) 0,006 0,015 55
variabel regulasi emosi sebesar 0,006 dan 0,015 pada variabel stres (p<0,05)
yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan
memiliki rata-rata 44,60 dan 22,50 pada variabel stres, sedangkan nilai rata-
rata perempuan sebesar 51,80 pada variabel regulasi emosi dan 14,89 pada
70
variabel stres. Hal ini dapat disimpulkan terdapat perbedaan antara laki-laki
dibagi menjadi tiga kelompok usia dewasa yaitu dewasa awal dimulai usia
18-40 tahun, dewasa madya berusia 41-60 tahun dan dewasa akhir berusia
Tabel 18.
Hasil Uji Beda Berdasarkan Usia
Mean
Variabel N
Regulasi Emosi Stres
Dewasa Awal
45,45 18,82 11
(18-40 Tahun)
Dewasa Madya
52,11 14,94 36
(41-60 Tahun)
Dewasa Akhir
50,13 18,75 8
(>60 Tahun)
dewasa awal sebesar 45,65 pada variabel regulasi emosi dan 18,82 pada
variabel stres. Pada kategori dewasa madya memiliki rata-rata 52,11 pada
variabel regulasi emosi dan 14,94 pada variabel stres. Kategori dewasa akhir
memiliki nilai rata-rata 50,13 pada variabel regulasi emosi dan 18,75 pada
variabel stres. Nilai signifikansi uji beda usia sebesar 0,035 (p<0,05) pada
variabel regulasi emosi dan 0,333 (p>0,05) pada variabel stres. Variabel
perbedaan signifikan perbedaan usia pada variabel regulasi emosi, dan tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pada variabel stres antara pasien yang
kategori yaitu kurang dari satu tahun (< 1 tahun), satu sampai tiga tahun (1
Tabel 19.
Hasil Uji Beda Lama Mengalami Kanker
Mean
Variabel N
Regulasi Emosi Stres
< 1 Tahun 48,71 18,86 7
1 ≤ 3 Tahun 48,38 18,62 26
˃ 3 Tahun 53,55 12,68 22
Signifikansi 0,048 0,054 55
sakit kanker dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pasien yang mengalami
sakit kanker kurang dari satu tahun sebesar 48.71 pada variabel regulasi
emosi dan 18,86 pada variabel stres. Pasien dengan lama sakit selama satu
sampai tiga tahun memiliki rata-rata 48.38 pada variabel regulasi emosi dan
18.62 pada variabel stres, sedangkan pasien dengan lama sakit lebih dari
tiga tahun memiliki rata-rata 53.55 pada variabel regulasi emosi dan 12.68
signifikan pada variabel stres dan tidak terdapat perbedaan signifikan pada
variabel regulasi emosi pada lama sakit yang dialami oleh pasien pada
peneltian ini.
Tabel 20.
Hasil Korelasi Aspek VB ke VT
Variabel
Variabel Bebas
r r2 p Keterangan
Tergantung (Regulasi
Emosi)
Cognitive
-0.298 0.088 0.014 Signifikan
reappraisal
Stres
Expressive
-0.380 0.144 0.002 Signifikan
suppression
Berdasarkan uji korelasi yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa nilai
signifikansi antara aspek cognitive appraisal dan stres sebesar 0.014 dengan nilai
signifikansi sebesar 0.002 dengan nilai r = -0.144. Hal ini menunjukkan bahwa
setiap aspek regulasi emosi memiliki hubungan negatif dengan variabel stres dan
D. Pembahasan
dan stres pada pasien kanker. Berdasarkan analisis data menggunakan uji korelasi
hubungan negatif yang signifikan antara regulasi emosi dan stres pada pasien
kanker dalam penelitian ini. Hal ini dapat diartikan semakin tinggi regulasi emosi
maka semakin rendah tingkat stres yang dimiliki. Nilai koefisien korelasi (r) sebesar
-0,386 dengan nilai signifikansi p=0,002 (p<0,05), maka hipotesis dalam penelitian
ini diterima. Hasil uji normalitas dalam melihat sebaran data pada penelitian ini
73
terdistribusi normal dengan nilai koefisiensi variabel regulasi sebesar 0,200 dan
variabel stres sebesar 0,74 (p>0,05). Adanya hubungan antara regulasi emosi
dengan stres juga dapat dilihat dari uji linearitas yang dilakukan pada kedua
variabel. Hasil yang didapatkan bahwa regulasi emosi dan stres memiliki hubungan
yang linear dengan skor linearity p=0,826 (p>0,05). Selain itu, hasil analisis dalam
penelitian ini juga menunjukkan bahwa regulasi emosi dan stres memiliki nilai
koefisiensi determinasi (r2) sebesar 0,149 yang menunjukkan bahwa regulasi emosi
analisis yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa dengan tingginya tingkat
regulasi emosi yang dimiliki, maka pasien kanker dalam penelitian ini memiliki
Conley, Bishop, & Andersen (2016) yang meneliti tentang hubungan emosi dan
regulasi emosi pada pejuang kanker payudara. Penelitian tersebut melibatkan 122
pasien kanker payudara yang telah mendapat diagnosis dan pasien yang sedang
emosi negatif secara terus-menerus. Regulasi dapat membuat efek negatif dari
maupun psikologis. Regulasi emosi dapat meningkatkan kualitas hidup pasien yang
berpengaruh pada kekambuhan kanker payudara. Pasien kanker sering merasa sulit
dalam menunjukkan suasana hati yang sedang dirasakan. Pasien cenderung tidak
sadar bahwa dirinya sedang mengalami kecemasan, atau stres akibat sakit kanker.
74
psikologis agar pasien dapat mengerti emosi yang dialami, serta pengelolaan emosi
yang baik agar pasien dapat mengatasi emosi negatif yang sedang dirasakan.
Regulasi emosi yang baik menjadikan pasien lebih siap terhadap emosi negatif dan
dapat mencegah kemunduran fungsi pasien secara fisik, psikologis, maupun sosial
dan gangguan psikologis lainnya. Stres berkaitan erat dengan hormon kortisol yaitu
hormon yang dihasilkan saat tubuh mengalami stres. Emosi-emosi negatif seperti
amarah, kecewa, dan benci yang terus-menerus dapat menyebabkan stres akibat
tekanan emosi negatif yang dimiliki. Perlu adanya pengontrolan emosi untuk tetap
stabil yang dapat mempengaruhi kadar hormon kortisol dalam tubuh. Pengaturan
emosi dapat dilakukan dengan mengubah aktivitas di otak yang diaktifkan syaraf
yang bertugas pada pengaturan emosi dengan cara mengalihkan perhatian atau
memahami emosi yang dirasakan. Hal ini merupakan salah satu cara dalam
melakukan regulasi emosi yang secara tidak langsung dapat menurunkan kadar
stres dalam tubuh saat dilakukan secara rutin (Ma, Abelson, Okada, Taylor, &
Liberzon (2017).
Tingkat prevalensi stres cukup tinggi dialami oleh pasien kanker secara
umum. Hal ini dapat berdampak pada kesehatan mental pasien yaitu menjadi
mengurangi tingkat stres pasien adalah dengan mengurangi faktor pemicu stres
75
tersebut (Prima, Pangastuti, & Setyarini, 2020). Gangguan stres juga dapat muncul
pada pasien kanker dengan indikasi penyakit lain. Pasien kanker payudara dengan
limfedema rentan mengalami stres. Hal ini akibat adanya perubahan pada tubuh
pasien tersebut yaitu pembengkakan bagian tubuh tertentu. Wanita dengan kanker
negatif terhadap tubuh mereka. Pada kasus ini, dibutuhkan adanya pengelolaan
emosi yang baik pada pasien kanker dengan limfedema (Alcorso & Sherman,
2015). Selain kondisi psikologis yang stres akibat munculnya keluhan penyakit lain,
pasien kanker juga rentan stres akibat pengobatan yang wajib dilakukan. Pasien
kecemasan, stres, kelelahan, takut, gangguan tidur, dan gangguan dalam berpikir.
adanya gejala stres pada pasien kanker (Guimond, Ivers, & Savard, 2018). Regulasi
Penelitian yang dilakukan oleh Brandao, Schulz, Gross, & Matos (2017)
kemampuan untuk berfikir secara matang dalam menentukan sikap pada situasi
stressful lebih mampu meminimalisir pengaruh dari emosi negatif seperti stres dan
76
cemas. Selain itu, regulasi emosi juga dapat menekan emosi negatif yang sedang
dirasakan. Penelitian lain dilakukan oleh Heppner, Spears, Vidrine, & Wetter
menghadapi berbagai situasi, baik situasi yang menyenangkan maupun situasi yang
Regulasi emosi menjadi penentu sikap individu dalam menghadapi hal-hal tersebut.
berlebihan dalam berekspresi, dan saat dihadapkan pada situasi buruk, individu
emosi, dapat meredam emosi yang dirasakan dan tetap sadar pada hal-hal yang akan
depresi terutama setelah dilakukan operasi. Hal ini dapat terjadi akibat kurangnya
kesiapan pasien dalam menjalani operasi. Selain itu, kurangnya perhatian pada sisi
psikologis pasien dengan mengutamakan hasil operasi secara fisik juga dapat
berpengaruh pada psikologis pasien. Gejala psikologis yang sering muncul ialah
kelelahan, rasa nyeri, dan kehilangan nafsu makan. Selain pengobatan secara medis,
pengobatan pada sisi psikologis pasien seperti diterapkannya regulasi emosi juga
diperlukan agar gejala depresi dapat berkurang (Signorelli, Surace, Migliore, &
Aguglia, 2020). Pengobatan kanker menjadi hal yang mengerikan bagi sebagian
besar pasien kanker. Tidak jarang beberapa dari pasien kanker bahkan mengalami
nausea yaitu keadaan di mana ada rasa tidak nyaman pada perut yang menyebabkan
rasa mual ingin muntah. Hal ini disebabkan adanya perasaan nervous yang
77
pasien biasanya dibarengi oleh perasaan cemas, stres, maupun ketakutan akan
kematian. Regulasi emosi yang baik sangat diperlukan dalam menangani kondisi
ini. Regulasi emosi yang baik menjadikan pasien merasa lebih tenang sehingga
dapat mengurangi efek nausea maupun perasaan negatif lainnya yang dirasakan saat
keadaan psikologis yang baik menjadi salah satu faktor penting yang
psikologis memerlukan penanganan lebih lanjut sebab dapat berakibat pada pikiran
gangguan emosional seperti stres, cemas, maupun depresi. Pengelolaan emosi dapat
dilakukan dengan regulasi emosi. Salah satu cara dalam melakukan regulasi emosi
adalah dengan meningkatkan emosi positif. Hal ini dilakukan dengan cara
hal-hal atau pelajaran yang dapat diambil atas peristiwa tersebut, selanjutnya
mengubah cara berikir terhadap hal-hal yang lebih positif yang kemudian
regulasi emosi dapat digunakan untuk mengatur emosi positif. Individu dapat
mengerti apa yang menjadi dasar perilaku atau sikap terhadap situasi menjadi lebih
Emosi negatif seperti stres disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor dari
peningkatan tekanan darah dan dapat berakibat timbulnya gejala fisik seperti
penyakit hipertensi. Terdapat hubungan yang positif antara stres dengan tingkat
hipertensi, semakin tinggi tingkat stres yang dialami dengan durasi stres yang
lebih kronis. (Syavardie, 2015). Regulasi emosi dapat mengubah emosi negatif
seperti stres menjadi perilaku lain yang lebih positif dengan menyalurkannya pada
hal-hal yang lebih baik seperti mengomunikasikan apa yang dirasakan dan
emosi yang baik dapat memunculkan sikap empati seperti pemaafan, dan dapat
memunculkan perilaku positif seperti rasa semangat, optimism dan perasaan positif
lainnya yang dapat berdampak baik kepada diri sendiri maupun lingkungan sekitar
dengan presentase sebesar 60%. Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan
oleh Widiyono, Setiyarini, & Effendy (2017) bahwa sebagian besar responden
Jenis kanker yang banyak dialami oleh responden dalam penelitian ini merupakan
keganasan, 99% terjadi pada perempuan sedangkan hanya 1% terjadi pada laki-laki
(International Agency for Research on Cancer, 2013). Tiap individu memiliki cara
Individu dengan kanker dapat mempengaruhi kualitas hidup dan sosial. Penelitian
yang dilakukan oleh Babore, dkk (2019) memaparkan bahwa seorang ibu yang
memiliki kanker tidak hanya berpengaruh pada kulitas hidupnya, tetapi juga pada
masalah yang muncul dalam keluarga akibat stres secara fisik dan psikis. Ibu
dengan kanker cenderung stres akibat pengobatan-pengobatan yang dijalani dan hal
lain yang berkaitan dengan prosedur perawatan kanker. Regulasi emosi menjadi
strategi individu dalam mengurangi emosi negatif yang dirasakan, sehingga dapat
kanker dalam penelitian ini tidak ada yang memiliki tingkat regulasi emosi pada
kategori sangat rendah. Terdapat satu orang responden dengan tingkat regulasi
emosi rendah (1,8%), 3 responden dengan tingkat regulasi emosi sedang (5,5%), 27
responden dengan tingkat regulasi emosi tinggi (49,1%) dan 24 responden dengan
tingkat regulasi emosi sangat tinggi (43,6%). Sebagian besar responden dalam
penelitian ini memiliki tingkat regulasi emosi pada kategori tinggi. Berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan terhadap salah satu responden pasien kanker
menjelaskan bahwa dirinya tetap memiliki perasaan sedih dan takut. Perasaan
tersebut seringkali dirasakan ketika dirinya melihat kaca dan mendapati terdapat
perubahan yang drastis pada fisiknya dan takut mendapat cemoohan oleh
80
lingkungan. Tidak jarang hal tersebut membuatnya stres dan merasa terganggu. Hal
lain yang menjadi ketakutannya adalah kematian, di mana terdapat penyakit kanker
yang dimiliki dan kemungkinan gagalnya operasi yang akan dilakukan. Namun,
hal-hal tersebut dapat dikelola oleh pasien dengan mencoba mengalihkan perasaan
sedih dengan hal-hal yang lebih menyenangkan seperti melihat anak bermain
maupun hal lainnya. Pasien juga berusaha mengubah pola pikir yang semula
menyalahkan diri sendiri, diubah menjadi perspektif yang lebih positif bahwa
penyakit ini merupakan ujian dari Tuhan yang dapat menggugurkan dosa. Selain
mengubah pola pikir dan mengalihkan perhatian, hal lain yang dilakukan adalah
menerima dengan ikhlas penyakit yang dimiliki dengan kewajiban pengobatan yang
harus dijalani. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Patrika
(2018), pengelolaan emosi yang baik pada individu menjadikannya lebih mudah
beradaptasi terhadap stressor dalam hidup. Penyakit kanker dapat menjadi salah
satu stressor bagi pasien yang mengalami. Peningkatan regulasi emosi dapat
menjadi salah satu alternatif pasien dalam menghadapi stressor sehingga pasien
menjadi lebih adaptif terhadap keadaan baru. Regulasi emosi yang baik menjadikan
pasien memiliki pribadi maupun emosi yang lebih positif sehingga dapat menekan
stressor. Hal ini akan menjadikan keuntungan kepada pasien maupun lingkungan
stres dengan aspek-aspek regulasi emosi. Kedua aspek regulasi emosi dalam
0,14 pada aspek cognitive reappraisal dan 0,002 pada aspek expressive
suppression. Sumbangan efektif dari kedua aspek regulasi emosi adalah sebesar
terhadap stres yaitu sebesar 14,4 % dibanding aspek cognitive reappraisal yaitu
sebesar 8,8%. Aspek-aspek dalam regulasi emosi ini secara umum berhubungan
dan menggantikannya pada emosi yang lebih positif dan dapat berfikir lebih matang
bahwa emosi negatif tidak dapat ditoleransi dan menekan efek buruk dari peristiwa
aspek regulasi emosi terhadap stres lainnya dipengaruhi oleh hal lain seperti
dukungan sosial. Dukungan dari lingkungan sekitar menjadi salah satu penyebab
tingginya tingkat kontrol emosi pasien lebih baik.Hal ini dibuktikan dengan
pernyataan wawancara oleh subjek, “saya merasa lebih semangat waktu ketemu
dengan anak, kumpul dengan keluarga. Saya rasanya nggak bisa jauh dari anak,
anak tu menjadi sumber semangat saya saat ini supaya saya bisa memberikan yang
82
terbaik untuk anak saya, makanya saya berobat kemana-mana suoaya cepat
melihat perbedaan berdasarkan usia, jenis kelamin, dan lama mengalami sakit pada
pasien kanker. Dikaji dari segi usia responden yang dibagi menjadi tiga kategori
yaitu dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir
(>60 tahun). Responden dalam penelitian ini sebagian besar merupakan pasien
kanker pada usia dewasa madya. Hasil menunjukkan bahwa variabel regulasi emosi
memiliki signifikansi sebesar 0,035 (p<0,05) yang artinya terdapat perbedaan yang
signifikan antara pasien kanker pada usia dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa
akhir. Pada variabel stres didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,333 (p>0,05) yang
juga memiliki arti tidak ada perbedaan yang signifikan stres pada pasien kanker
dalam penelitian ini pada tingkatan usia dewasa awal, dewasa madya, maupun
dewasa akhir. Seiring usia bertambah, resiko memiliki penyakit kanker payudara
semakin meningkat, wanita dengan usia di bawah 30 tahun cenderung lebih rendah
resiko memiliki penyakit kanker dibanding dengan wanita dengan usia lebih dari
40 tahun (Faida, 2016). Nilai mean pada usia dewasa awal sebesar 45.45, dewasa
madya sebesar 52.11, dan dewasa akhir sebesar 50.13. Hal ini menunjukkan bahwa
usia dewasa madya memiliki tingkat regulasi emosi paling tinggi dibanding usia
lainnya. Hal ini didukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Monica &
Rinaldi (2020) seseorang pada usia dewasa madya lebih mampu mengelola emosi
emosi dan stres ditinjau dari jenis kelamin. Hasil analisis menunjukkan bahwa
signifikansi variabel regulasi emosi 0,006 dan 0,015 pada variabel stres (p<0,05).
Berdasarkan nilai mean, pada variabel regulasi emosi laki-laki memiliki rata-rata
44,60 dan 22,50 pada variabel stres, sedangkan nilai rata-rata perempuan sebesar
51,80 pada variabel regulasi emosi dan 14,89 pada variabel stres sehingga terdapat
perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Hasil ini serupa dengan penelitian yang
dilakukan oleh. Ditinjau dari nilai mean antara laki-laki dan perempuan, nilai mean
stres pada laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan, hal ini didukung oleh
memaparkan bahwa pasien kanker dengan jenis kelamin laki-laki memiliki tingkat
stres lebih tinggi dibandingkan dengan pasien perempuan. Hal ini dikarenakan laki-
pengendalian stres yang lebih baik pada perempuan karena kadar hormon estrogen
perempuan yang lebih tinggi dibanding laki-laki. Hormon ini berfungsi memblokir
efek negatif dari stres di dalam otak. Regulasi emosi yang cenderung rendah pada
laki-laki dipengaruhi oleh sikap tidak sadar akan emosi yang dirasakan dan
pentingnya regulasi emosi. Hal ini yang menjadi penyebab laki-laki cenderung
mengekspresikan dan menyadarinya. Hal ini juga yang menjadi pembeda antara
laki-laki dan perempuan dalam menghadapi emosi yang dirasakan (Ratnasari &
Suleeman, 2017).
84
Selain melakukan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan usia, peneliti juga
melakukan uji beda pada perbedaan lamanya sakit kanker pada pasien. Berdasarkan
analisis data yang telah dilakukan, terdapat perbedaan pada nilai mean masing-
masing kategori. Pada pasien dengan lama sakit kurang dari satu tahun (< 1 tahun)
memiliki nilai stres sebesar 18,86, pasien dengan lama sakit satu sampai tiga tahun
(1 ≤ 3 tahun) memiliki mean sebesar 18,62, dan pasien dengan lama sakit lebih dari
tiga tahun (>3 tahun) memiliki nilai mean sebesar 12,68. Nilai tingkat stres tertinggi
dimiliki oleh pasien dengan lama sakit kurang dari satu tahun. Hal ini disebabkan
adanya perasaan denial atau tidak menerima atas kondisi penyakit yang dimiliki.
Pasien cenderung merasa syok, tidak mampu berpikir hal apa yang harus dilakukan
untuk dapat keluar dari masalah. Pasien merasa tidak terima atas kondisi
(Rahariyani, 2018). Sedangkan hasil uji beda regulasi emosi pada pasien dengan
lama sakit kurang dari satu tahun (<1 tahun) memiliki nilai mean 48,71, nilai mean
pasien dengan lama sakit satu sampai tiga tahun (1 ≤ 3 tahun) sebesar 48,38, dan
pasien dengan lama sakit lebih dari tiga tahun (>3 tahun) memiliki nilai mean
sebesar 53,55. Hasil ini menunjukkan bahwa pasien dengan lama sakit lebih dari
tiga tahun memiliki regulasi emosi yang paling tinggi. Hal ini serupa dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rahariyani (2018) bahwa pasien telah pada tahap
menerima atas kondisi sakitnya. Pasien merasa sadar bahwa mereka tetap harus
melanjutkan hidup dan mencari makna baru tentang dirinya. Selain itu, pasien juga
cenderung sudah mampu mengalihkan fokus diri dari sakit kankernya dengan hal
disimpulkan bahwa regulasi emosi memiliki hubungan negatif dengan stres yang
dialami oleh pasien kanker. Regulasi emosi berpengaruh secara signifikan terhadap
emosi yang baik membuat individu menjadi lebih mampu mengubah pikiran yang
negatif menjadi positif dan lebih mampu menerima hal-hal dalam hidup, sehingga
dapat merasa semangat dan kembali melanjutkan hidup dengan baik. Regulasi
emosi juga dapat berpengaruh pada pengurangan ekspresi marah yang sering
muncul dengan menghambat emosi tersebut muncul dan mengontrolnya (Sari &
Hayati, 2015). Regulasi emosi memiliki peran cukup penting pada kesehatan
seseorang, terutama pada pasien yang memiliki penyakit kronis (Smyth & Arigo,
2009). Aspek-aspek pada regulasi emosi juga berdasarkan hasil penelitian pengaruh
dalam mengurangi tingkat stres pada pasien kanker dalam penelitian ini.
diinginkan menjadi ikhlas dan berpasrah menerima takdir menjadikan tingkat stres
namun telah berjalan dengan lancar dan baik. Kelemahan dalam penelitian ini
diantaranya dalam pengambilan data tidak dapat secara langsung dipantau oleh
peneliti karena dilakukan secara daring dan tidak dapat memastikan kuesioner
dan tidak dapat dikontrol sehingga terjadi ketimpangan seperti misalnya jumlah
responden laki-laki dan perempuan yang tidak seimbang. Selain itu, kurangnya
86
referensi penelitian yang dapat memperkuat hasil data penelitian regulasi emosi
Keterbatasan lain pada penelitian ini adalah tidak adanya penyertaan ethical
PENUTUP
A. Kesimpulan
regulasi emosi memiliki hubungan negatif dengan stres pada pasien kanker.
Hubungan negatif antara variabel regulasi emosi dan stres menunjukkan bahwa
regulasi emosi dapat membantu seseorang dalam mengatasi stres pada pasien
kanker. Hal ini ditunjukkan dengan korelasi negatif yang didapatkan dari hasil
penelitian yang memiliki arti bahwa semakin tinggi regulasi emosi yang dimiliki
maka semakin rendah tingkat stres, sebaliknya, semakin rendah regulasi emosi
maka semakin tinggi tingkat stres. Hasil uji korelasi memperkuat hipotesis tersebut
antara stres dan regulasi emosi dan masing-masing aspek dari regulasi emosi dan
B. Saran
karena itu, peneliti mengajukan beberapa saran kepada beberapa pihak terkait
87
88
1. Responden Penelitian
responden penelitian yaitu pasien kanker. Pasien kanker dalam penelitian ini
masih menujukkan adanya gejala stres, maka dari itu peneliti menyarankan
bagi pasien kanker dalam penelitian ini dengan indikasi stres untuk mencoba
mengurangi tingkat stres yang dirasakan. Responden dengan tingkat stres pada
2. Peneliti Selanjutnya
Aesijah, S., Prihartanti, N., & Pratisti, W, D. (2016). Pengaruh Pelatihan Regulasi
Emosi Terhadap Kebahagiaan Remaja Panti Asuhan Yatim Piatu. Jurnal
Indigenous, 1(1), 39-47.
89
90
Chauvet-Gelinier, J. C., & Bonin, B. (2017). Stress, anxiety and depression in heart
disease patients: A major challenge for cardiac rehabilitation. Annals of
physical and rehabilitation medicine, 60(1), 6-12.
Clarke, M. F., & Hass, A. T. (2006). Cancer Stem Cells. Encyclopedia of Molecular
Cell Biology and Molecular doi:10.1002/3527600906.mcb.200300130
Conley, C. C., Bishop, B. T., & Andersen, B. L. (2016). Emotions and emotion
regulation in breast cancer survivorship. Healthcare 4(3), p. 56.
Multidisciplinary Digital Publishing Institute.
Crosswell, A. D., & Lockwood, K. G. (2020). Best practices for stress
measurement: How to measure psychological stress in health
research. Health Psychology Open, 7(2), 2055102920933072.
Damanik, E. D. (2011). DASS Translated Questionnaire to Bahasa Indonesia.
http://www2.psy.unsw.edu.au/dass/Indonesian/Damanik.htm
Danaei, G., Vander Hoorn, S., Lopez, A. D., Murray, C. J., Ezzati, M., &
Comparative Risk Assessment collaborating group (Cancers. (2005).
Causes of cancer in the world: comparative risk assessment of nine
behavioural and environmental risk factors. The Lancet, 366(9499), 1784-
1793.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2018). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2018. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Eisenberg, N., Fabes, R. A., Guthrie, I. K., & Reiser, M. (2000). Dispositional
emotionality and regulation: Their role in predicting quality of social
functioning. Journal of Personality and Social Psychology, 78(1), 136-
157.
Faida, E. W. (2016). Analisa Pengaruh Faktor Usia, Status Pernikahan dan Riwayat
Keluarga Keluarga Terhadap Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit
Onkologi Surabaya. Jurnal Manajemen Kesehatan STIKES Yayasan RS. Dr.
Soetomo, 2(1), 1-7.
91
Fauziyah, H., & Gayatri, D. (2018). Pain, stress, and sleep quality in chronic wound
patients. Enfermería Clínica, 28, 176-179.
Gianaros, P. J., & Wager, T. D. (2015). Brain-Body Pathways Linking
Psychological Stress and Physical Health. Current Directions in
Psychological Science, 24(4), 313–321.
Giese-Davis, J., Koopman, C., Butler, L. D., Classen, C., Cordova, M., et al. (2002).
Change in emotion-regulation strategy for women with metastatic breast
cancer following supportive-expressive group therapy. Journal of
consulting and clinical psychology, 70(4), 916.
Gross, J. J., & John, O. P. (2003). Individual differences in two emotion regulation
processes: Implications for affect, relationships, and well-being. Journal
of Personality and Social Psychology, 85(2), 348-362.
Gross, J.J. & Thompson, R.A. (2006). Emotion Regulation: Conceptual foundation.
In J.J. Gross (ed). Handbook of emotion regulation. New York: Guilford
Press.
Guimond, A. J., Ivers, H., & Savard, J. (2019). Is emotion regulation associated
with cancer-related psychological symptoms?. Psychology &
health, 34(1), 44-63.
Handono, O. T., & Bashori, K. (2013). Hubungan antara penyesuaian diri dan
dukungan sosial terhadap stres lingkungan pada santri baru. Empathy,
1(2), 79-89.
Heppner, W. L., Spears, C. A., Vidrine, J. I., & Wetter, D. W. (2015). Mindfulness
and emotion regulation. In Handbook of mindfulness and self-regulation (pp.
107-120). Springer, New York, NY.
Hoyt, M. A., Nelson, C. J., Darabos, K., Marín‐ Chollom, A., & Stanton, A. L.
(2017). Mechanisms of navigating goals after testicular cancer: Meaning
and emotion regulation. Psycho‐ oncology, 26(6), 747-754.
International Agency for Research on Cancer (IARC). Latest world cancer statistics:
Extimated Cancer Incidence 2013.
Juananda, D., Sari, D. C. R., Prakosa, D., Arfian, N., & Romi, M. (2017). Pengaruh
Stres Kronik terhadap Otak: Kajian Biomolekuler Hormon Glukokortikoid
dan Regulasi Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) Pascastres di
Cerebellum. Jurnal ilmu kedokteran, 9(2), 65-70.
Kementrian Kesehatan RI. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2018
Kementrian Kesehatan RI. (2019). Hari Kanker Sedunia. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia 2019
Kim, G. M., Kim, S. J., Song, S. K., Kim, H. R., Kang, B. D., dkk. (2017).
Prevalence and prognostic implications of psychological distress in
patients with gastric cancer. BMC cancer, 17(1), 283.
Kübler-Ross, E., Wessler, S., & Avioli, L. V. (1972). On death and
dying. Jama, 221(2), 174-179.
Kulpa, M., Ziętalewicz, U., Kosowicz, M., Stypuła-Ciuba, B., & Ziółkowska, P.
(2016). Anxiety and depression and cognitive coping strategies and health
locus of control in patients with ovary and uterus cancer during anticancer
therapy. Contemporary Oncology, 20(2), 171.
93
Lazarus, R. S. (1966). Psychological stress and the coping process. New York, NY:
McGraw-Hill.
Lazarus, R. S., & Cohen, J. B. (1977). Environmental Stress. Human Behavior and
Environment, 89–127. doi:10.1007/978-1-4684-0808-9_3
Lewis, M., Jones, J. M. H., & Barret, L. F. (2008). Hand Book of Emotion, 3rd
edition. The Guilford Press: United States
Lovibond, P. F., & Lovibond, S. H. (1995). The structure of negative emotional
states: Comparison of the Depression Anxiety Stress Scales (DASS) with
the Beck Depression and Anxiety Inventories. Behaviour Research and
Therapy, 33(3), 335–343. doi:10.1016/0005-7967(94)00075-u
Ma, S. T., Abelson, J. L., Okada, G., Taylor, S. F., & Liberzon, I. (2017). Neural
circuitry of emotion regulation: Effects of appraisal, attention, and cortisol
administration. Cognitive, Affective, & Behavioral Neuroscience, 17(2),
437-451.
Malesza, M. (2019). Stress and delay discounting: The mediating role of difficulties
in emotion regulation. Personality and Individual Differences, 144, 56-60.
Reya, T., Morrison, S. J., Clarke, M. F., & Weissman, I. L. (2001). Stem cells,
cancer and cancer stem cells. Nature, 414(6859), 105–
111. doi:10.1038/35102167
Richmond, S., Hasking, P., & Meaney, R. (2015). Psychological Distress and Non-
Suicidal Self-Injury: The Mediating Roles of Rumination, Cognitive
Reappraisal, and Expressive Suppression. Archives of Suicide Research,
21(1), 62–72. doi:10.1080/13811118.2015.1008160
Roberton, T., Daffern, M., & Bucks, R. S. (2012). Emotion regulation and
aggression. Aggression and Violent Behavior, 17(1), 72–
82. doi:10.1016/j.avb.2011.09.006
Salsabiela, A., Iqbal, S., & Widiasmara, N. (2019). The relationship between
emotion regulation and academic adjustment among college students in
Indonesia. Proceeding 13th ICLEHI (International Conference on
Language, Education, Humanities and Innovation) & 2nd International
Conference on Open Learning and Education Technologies, 121-127.
Sari, R. A., & Yulianti, A. (2017). Mindfullness dengan kualitas hidup pada lanjut
usia. Jurnal Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim, 13(1), 48-54.
Seke, P. A., Bidjuni, H., & Lolong, J. (2016). Hubungan kejadian stres dengan
penyakit hipertensi pada lansia di balai penyantunan lanjut usia senjah cerah
kecamatan mapanget kota manado. Jurnal Keperawatan, 4(2).
Seprian, D., & Puspitosari, W. A. (2019). Regulasi Emosi dalam Tatalaksana Pasien
Kanker: A Literatur Review. Jurnal Keperawatan Respati
Yogyakarta, 6(2), 597-605.
Signorelli, M. S., Surace, T., Migliore, M., & Aguglia, E. (2020). Mood disorders
and outcomes in lung cancer patients undergoing surgery: a brief
summery. Future Oncology, 16(16s), 41-44.
Sirajuddin, A. L. (2020). Hubungan regulasi emosi dan penerimaan diri pada pasien kanker.
Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya Universitas Islam Indonesia. Skripsi.
Sitepu, Y. E. B., & Wahyuni, S. E. (2018). Gambaran Tingkat Stres, Ansietas Dan
Depresi Pada Pasien Kanker Payudara Yang Menjalani Kemoterapi di RSUP
H. Adam Malik Medan. In Talenta Conference Series: Tropical Medicine
(TM) (Vol. 1, No. 1, pp. 107-113).
Smyth, J. M., & Arigo, D. (2009). Recent evidence supports emotion-regulation
intervention for improving healt in at-risk and clinical populations. Current Opinion
in Psychiatry, 22(2), 205-210.
Widiyono, S., Setiyarini, S., & Effendy, C. (2017). Tingkat Depresi pada Pasien
Kanker di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, dan RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo, Purwokerto: Pilot Study. Indonesian Journal of Cancer, 11(4)
171-177.
Widyastuti, M., Yuliastuti, C., Farida, I., Rinarto, N. D., & Firmansyah, I. R. (2020).
Relaksasi Progresif Sebagai Penurun Tingkat Stres Pasien Kanker Dengan
Kemoterapi. Jurnal Ilmiah Keperawatan, 15(1), 1-16.
Wulandari, N., Bahar, H., & Ismail, C. S. (2017). Gambaran kualitas hidup pada
penderita kanker payudara di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara tahun 2017. (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat), 2(6).
97
Yan, L. S., Marisdayana, R., & Irma, R. (2017). Hubungan penerimaan diri dan
tingkat stres pada penderita diabetes mellitus. Jurnal Endurance, 2(3),
312-322.
LAMPIRAN
98
LAMPIRAN 1
SKALA TRY OUT
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
LAMPIRAN 2
126
127
131
132
43 1 47 51 17
44 2 22 37 18
45 1 45 46 2
46 1 76 45 22
47 1 41 63 25
48 2 62 44 27
49 1 38 45 24
50 2 51 47 38
51 1 44 46 21
52 1 69 47 33
53 1 62 50 33
54 1 46 46 27
55 2 39 45 32
LAMPIRAN 4
HASIL ANALISIS AITEM TRY OUT
134
135
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Based on
Standardized
Cronbach's Alpha Items N of Items
.776 .797 9
Item-Total Statistics
Scale Corrected Squared Cronbach's
Scale Mean if
Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item
Item Deleted
Item Deleted Correlation Correlation Deleted
VAR0000 44.82 45.448 .438 .384 .759
1
VAR0000 44.65 49.638 .377 .413 .766
2
VAR0000 45.64 43.828 .444 .446 .761
3
VAR0000 44.47 47.365 .507 .539 .749
4
VAR0000 45.47 43.328 .468 .517 .757
5
VAR0000 44.80 47.089 .497 .463 .750
6
VAR0000 44.49 47.143 .642 .490 .737
7
VAR0000 45.05 46.978 .410 .453 .763
8
VAR0000 44.53 49.884 .523 .555 .754
9
136
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based
on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
.932 .932 14
Item-Total Statistics
Scale Corrected Squared Cronbach's
Scale Mean if Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted
VAR000 14.93 72.624 .641 .603 .928
01
VAR000 15.11 70.580 .742 .674 .925
02
VAR000 15.27 70.869 .736 .605 .925
03
VAR000 15.11 72.062 .694 .692 .926
04
VAR000 15.29 69.988 .698 .719 .926
05
VAR000 15.00 75.333 .386 .456 .936
06
VAR000 15.11 74.803 .542 .381 .931
07
VAR000 14.76 69.962 .650 .668 .928
08
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
LAMPIRAN 6
165
166
170
171
43 1 47 51 17
44 2 22 37 18
45 1 45 46 2
46 1 76 45 22
47 1 41 63 25
48 2 62 44 27
49 1 38 45 24
50 2 51 47 38
51 1 44 46 21
52 1 69 47 33
53 1 62 50 33
54 1 46 46 27
55 2 39 45 32
LAMPIRAN 8
HASIL ANALISIS DATA SETELAH TRY OUT
173
174
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based
on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
.776 .797 9
Item-Total Statistics
Scale Corrected Squared Cronbach's
Scale Mean if
Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item
Item Deleted
Item Deleted Correlation Correlation Deleted
VAR000 44.82 45.448 .438 .384 .759
01
VAR000 44.65 49.638 .377 .413 .766
02
VAR000 45.64 43.828 .444 .446 .761
03
VAR000 44.47 47.365 .507 .539 .749
04
VAR000 45.47 43.328 .468 .517 .757
05
VAR000 44.80 47.089 .497 .463 .750
06
VAR000 44.49 47.143 .642 .490 .737
07
VAR000 45.05 46.978 .410 .453 .763
08
VAR000 44.53 49.884 .523 .555 .754
09
175
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based
on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
.932 .932 14
Item-Total Statistics
Scale Corrected Squared Cronbach's
Scale Mean if Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted
VAR000 14.93 72.624 .641 .603 .928
01
VAR000 15.11 70.580 .742 .674 .925
02
VAR000 15.27 70.869 .736 .605 .925
03
VAR000 15.11 72.062 .694 .692 .926
04
VAR000 15.29 69.988 .698 .719 .926
05
VAR000 15.00 75.333 .386 .456 .936
06
VAR000 15.11 74.803 .542 .381 .931
07
VAR000 14.76 69.962 .650 .668 .928
08
176
177
178
A. Regulasi Emosi
1. Skor Hipotetik
a. Total aitem =9
b. Xmin = ∑aitem x skor terkecil pada skala
=9x1
=9
c. Xmax = ∑aitem x skor terbesar pada skala
=9x7
= 63
d. Mean = ½ (Xmax + Xmin)
= ½ (63 + 9)
= 36
1
e. SD = 6 (Xmax – Xmin)
1
= 6 (63- 9)
=9
2. Skor Empiris
Statistics
Regulasi_Emosi
N Valid 55
Missing 0
Mean 50.49
Median 51.00
Std. Deviation 7.586
Range 37
Minimum 26
Maximum 63
B. Stres
1. Skor Hipotetik
a. Total Aitem = 14
b. Xmin = ∑aitem x skor terkecil pada skala
= 14 x 0
=0
c. Xmax = ∑aitem x skor terbesar pada skala
= 14 x 3
= 42
d. Mean = ½ (Xmax + Xmin)
= ½ (42 + 0)
= 21
1
f. SD = 6 (Xmax – Xmin)
1
g. = 6 (42 – 0)
=7
180
2. Skor Empirik
Statistics
Stres
N Valid 55
Missing 0
Mean 16.27
Median 14.00
Std. Deviation 9.071
Range 38
Minimum 0
Maximum 38
= x < (21-1,8x7)
= x < 8,4
181
182
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
Regulasi Emosi .071 55 .200 .960 55 .065
Stres .114 55 .074 .967 55 .139
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
LAMPIRAN 11
UJI LINEARITAS
183
184
ANOVA Table
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Stres * Between (Combined) 1960.059 24 81.669 .987 .508
Regulasi Groups Linearity 662.023 1 662.023 7.999 .008
Emosi Deviation 1298.036 23 56.436 .682 .826
from
Linearity
Within Groups 2482.850 30 82.762
Total 4442.909 54
Measures of Association
R R Squared Eta Eta Squared
Stres * Regulasi -.386 .149 .664 .441
Emosi
LAMPIRAN 12
UJI HIPOTESIS
185
186
Correlations
Regulasi
Stres
Emosi
Pearson
1 -.386**
Correlation
Regulasi Emosi
Sig. (1-tailed) .002
N 55 55
Pearson
-.386** 1
Correlation
Stres
Sig. (1-tailed) .002
N 55 55
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Correlations
RE_1 STRESS
RE_1 Pearson 1 -.298*
Correlation
Sig. (1-tailed) .014
N 55 55
STRESS Pearson -.298* 1
Correlation
Sig. (1-tailed) .014
N 55 55
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-
tailed).
Correlations
STRESS RE_2
STRESS Pearson 1 -.380**
Correlation
Sig. (1-tailed) .002
N 55 55
**
RE_2 Pearson -.380 1
Correlation
Sig. (1-tailed) .002
N 55 55
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-
tailed).
LAMPIRAN 13
UJI BEDA
187
188
A. Jenis Kelamin
Group Statistics
Std. Std. Error
Jenis Kelamin N Mean Deviation Mean
Regulasi_Emosi Laki-laki 10 44.60 6.753 2.135
Perempuan 45 51.80 7.188 1.071
Stres Laki-laki 10 22.50 8.410 2.659
Perempuan 45 14.89 8.703 1.297
189
Equal variances
not assumed 2.572 13.635 .023 7.61111 2.95893 1.24888 13.97334
Equal variances
not assumed -3.014 13.922 .009 -7.20000 2.38916 -12.32693 -2.07307
190
B. Usia
Descriptives
95% Confidence Interval
for Mean
Std. Std. Lower Upper
N Mean Deviation Error Bound Bound Minimum Maximum
Regulasi_ 18-40 Tahun 11 45.45 8.202 2.473 39.94 50.96 26 58
Emosi 41-60 Tahun 36 52.11 7.386 1.231 49.61 54.61 32 63
>60 Tahun 8 50.13 4.643 1.641 46.24 54.01 44 56
Total 55 50.49 7.586 1.023 48.44 52.54 26 63
Stres 18-40 Tahun 11 18.82 10.196 3.074 11.97 25.67 0 34
41-60 Tahun 36 14.94 8.043 1.340 12.22 17.67 2 38
>60 Tahun 8 18.75 11.683 4.131 8.98 28.52 6 33
Total 55 16.27 9.071 1.223 13.82 18.72 0 38
191
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Regulasi_Emosi Between 374.588 2 187.294 3.563 .035
Groups
Within Groups 2733.158 52 52.561
Total 3107.745 54
Stres Between 183.884 2 91.942 1.123 .333
Groups
Within Groups 4259.025 52 81.904
Total 4442.909 54
192
Descriptives
95% Confidence Interval
Std. Std. for Mean
N Mean Minimum Maximum
Deviation Error Lower Upper
Bound Bound
<1 Tahun 7 48.71 8.770 3.315 40.60 56.82 32 58
ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Regulasi_Emosi Between 342.708 2 171.354 3.223 .048
Groups
Within Groups 2765.037 52 53.174
Total 3107.745 54
Stres Between 473.125 2 236.563 3.099 .054
Groups
Within Groups 3969.784 52 76.342
Total 4442.909 54
LAMPIRAN 14
INFORMED CONSENT
194
195
Informed Consent
Menjadi seorang penyintas kanker bukanlah hal yang mudah dan hanya dapat
dilalui oleh manusia-manusia yang kuat. Tuhan tidak akan memberikan suatu
cobaan kecuali hamba-Nya dapat melaluinya. Kami, selaku peneliti sangat
berterimakasih atas waktu yang telah diberikan untuk mengisi kuesioner ini,
semoga menjadi salah satu amalan baik untuk Saudara. Kuesioner ini juga menjadi
salah satu metode untuk mengetahui gambaran psikologis penyintas kanker,
sehingga harapan kami dapat bermanfaat di kemudian hari dalam penelitian
psikologi dan dapat memberikan terapi atau sikap yang tepat saat bersama penyintas
kanker.