Anda di halaman 1dari 214

HUBUNGAN REGULASI EMOSI DAN STRES PADA PASIEN KANKER

SKRIPSI

AZIZA ZULFA HARDIANA


16320043

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2020
HUBUNGAN REGULASI EMOSI DAN STRES PADA PASIEN KANKER

SKRIPSI
Diajukan Kepada Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia
Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi

AZIZA ZULFA HARDIANA


16320043

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul:


REGULASI EMOSI DAN STRES PADA PASIEN KANKER

Telah dipertahankan di depan Dosen Penguji Skripsi Program Studi Psikologi,


Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia
Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Guna Memperoleh
Derajat Sarjana S1 Psikologi

Pada Tanggal:

17 November 2020
Oleh:
Aziza Zulfa Hardiana
16320043

Mengesahkan,
Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia
Ketua Program Studi Psikologi

(Resnia Novitasari, S.Psi., MA.)

Dewan Penguji Tanda Tangan

1. Rr. Indahria Sulistyarini, S.Psi., MA., Psikolog

2. RA. Retno Kumolohadi, S.Psi., M.Si., Psikolog

3. Libbie Annatagia, S.Psi., M.Psi., Psikolog

ii
HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :


Nama : Aziza Zulfa Hardiana
No. Mahasiswa : 16320043
Program Studi : Psikologi
Judul Skripsi : Hubungan Regulasi Emosi dan Stres Pada Pasien Kanker

Melalui surat ini saya menyatakan bahwa :

1. Selama melakukan penelitian dan pembuatan laporan penelitian skripsi, saya


tidak melakukan tindak pelanggaran etika akademik dalam bentuk apapun
seperti penjiplakkan, pembuatan skripsi oleh orang lain, atau pelanggaran lain
yang bertentangan dengan etika akademik yang dijunjung tinggi Universitas
Islam Indonesia. Oleh karena itu, skripsi yang saya buat merupakan karya
ilmiah saya sebagai penulis, bukan karya jiplakan atau karya orang lain.
2. Apabila dalam ujian skripsi saya terbukti melanggar etika akademik, maka saya
akan siap menerima sanksi sebagaimana aturan yang berlaku di Universitas
Islam Indonesia.
3. Apabila di kemudian hari setelah saya lulus dari Fakultas Psikologi dan Ilmu
Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia ditemukan bukti secara
meyakinkan bahwa skripsi ini adalah karya jiplakan atau karya orang lain,
maka saya bersedia menerima sanksi akademis yang ditetapkan Universitas
Islam Indonesia.

Yogyakarta, 20 Oktober 2020

Aziza Zulfa Hardiana

iii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi Rabbil’alamin
Segala puji bagi Allah Subhanallahu wa ta’ala atas rahmat dan hidayah-Nya yang

selalu memberikan kesabaran serta kekuatan sehingga karya sederhana ini dapat

terselesaikan dengan baik

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Mamaku Budi Astuti dan Ayahku Suharno


Beribu ucapan terima kasih atas segala doa, dukungan, perhatian,
pendampingan, cinta, kasih sayang, keridhaan, kepercayaan, nasihat, dan
pengorbanan yang telah diberikan kepadaku. Karya kecilku ini menjadi bentuk
terima kasihku atas semua yang telah Mama dan Ayah berikan untuk
keberhasilanku dan mencapai cita-citaku.

Kakakku satu-satunya Muhamad Yulio Harisson

Terima kasih atas doa, dukungan, perhatian, dan kasing sayang kakak. Semoga
kita selalu menjadi anak yang berbakti, selalu sayang orang tua, sekaligus
menjadi kebanggaan kedua orangtua.

iv
HALAMAN MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya bersama


kesulitan itu terdapat kemudahan.”

(QS. Al Insyirah : 5-6)

“God’s plans will always be greatest and more beautiful than all your
disappointments.”

(Unknown)

“No matter how hard it is, or how hard it gets, I’m going to make it.”

(Les Brown)

“It does not matter how slowly you go so long as you do not stop.”

(Confucius)

v
PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat

Allah Subhanallahu wa ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan

kemudahan kepada penulis dalam merangkai dan menyelesaikan tugas akhir ini dari

awal hingga selesai. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang

telah membawa ummatnya menuju zaman yang terang dan lebih baik seperti

sekarang ini.

Penulis sangat menyadari bahwa karya ini dapat terselesaikan dengan baik

atas dukungan dari pihak-pihak yang turut memberikan banyak kontribusi baik

berupa motivasi, materi, dan lainnya sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.

Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih

setulusnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si., M.Ag., Psikolog selaku Dekan

Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.

2. Ibu Yulianti Dwi Astuti, S.Psi., M.Soc. Sc. Selau Ketua Program Studi

Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam

Indonesia.

3. Ibu Rr. Indahria Sulistyarini., S.Psi., MA., Psikolog selaku Dosen Pembimbing

Skripsi. Saya mengucapkan terima kasih kepada ibu karena telah banyak

membantu dan memberikan bimbingan dalam proses penyelesaian dan

vi
penyusunan skripsi saya. Terima kasih atas kesediaan Ibu dalam memberikan

masukan, motivasi dan waktu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Saya

mohon maaf setulusnya kepada Ibu apabila selama proses penyelesaian skripsi,

saya berbuat kesalahan dari perkataan maupun sikap yang tidak disengaja.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan Ibu dengan berkali-kali lipat yang

lebih mulia, Aamiin.

4. Ibu Hazhira Qudsyi, S.Psi., MA selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

telah membimbing dan memberikan motivasi kepada saya. Terima kasih juga

Ibu atas waktu dan nasihat yang Ibu berikan sehingga saya dapat bersemangat

menjalani kuliah dan dapat menyelesaikan skripsi saya.

5. Seluruh Dosen Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial

Budaya terima kasih atas ilmu, bimbingan, motivasi, serta pengalaman yang

telah dibagikan kepada saya. Semoga kebaikan dan ketulusan Ibu dan Bapak

dosen dalam memberikan ilmu dan membimbing mahasiswa menjadi amalan

baik dan dibalas oleh Allah SWT dengan banyak kebaikan.

6. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas

Islam Indonesia. Terima kasih atas bantuan dan kemudahan yang diberikan

kepada saya dalam mengurus segala hal kebutuhan skripsi saya.

7. Kepada kedua orangtua saya, Mama Budi Astuti dan Ayah Suharno. Terima

kasih atas doa, dukungan, nasihat, kasih sayang, dan perhatian yang tiada henti-

hentinya Mama dan Ayah berikan untuk saya sehingga skripsi saya dapat

terselesaikan dengan baik. Terima kasih atas kesabaran mama dan ayah yang

tidak menuntut banyak atas hal yang saya putuskan, terutama pada skripsi ini

vii
serta tidak jenuh untuk selalu mengingatkan dan menegur saya dengan cara

yang lembut dan penuh kasih sayang agar saya selalu bersemangat

menyelesaikan skripsi.

8. Kakak laki-lakiku satu-satunya, Muhamad Yulio Harisson, serta kakak iparku

Mba Difta Andina, terima kasih atas dukungannya buat adik, terima kasih

sudah menjadi teman diskusi saat adik tidak mengerti, sekaligus menjadi

pendengar dan problem solver untuk adik.

9. Andika Nico Arya Rediva, terima kasih sudah selalu ada, menemani setiap

proses yang aku lewati dari awal hingga saat ini. Terima kasih sudah selalu

bersedia mendengar keluh kesah yang tak henti-hentinya dan selalu

menghiburku selama pengerjaan skripsi ini, selalu bersedia menjadi tempat

berbagi cerita saat saya mengalami masalah, memberikan nasihat yang baik,

dan memberikan semangat yang tak henti-hentinya diberikan kepadaku untuk

tidak menyerah dan berani menghadapi tantangan-tantangan dalam hidup.

Terima kasih sudah selalu mendampingi dan berdoa baik untukku. Semangat

ya sebentar lagi lulus dan mulai berlayar.

10. Leo Wijaya, kucingku satu-satunya yang tersayang, yang selalu setia

menemani saat mengerjakan skripsi, menjadi penghibur saat jenuh mulai

terasa, menjadi partner bermain di rumah keadaan sepi. Aku berharap Leo

diberikan umur panjang dan selalu sehat.

11. Sahabat-sahabatku Retyan Shinta Palupi dan Zahra Zayyina Yustisia Arief,

terima kasih sudah menjadi teman terbaik sejak SMA, terutama untuk Retyan

Shinta terima kasih sudah menjadi teman baikku sejak TK. Terima kasih untuk

viii
waktu yang diluangkan untukku, mendengar keluh kesahku, menjadi tempat

cerita saat aku mengalami masalah dan merasa sedih. Terima kasih sudah

selalu bersedia untuk aku andalkan saat aku repot dan membutuhkan bantuan.

Terima kasih untuk sikap baik, canda tawa, dan nasihat-nasihat yang diberikan

untukku. Tak henti-hentinya kita selalu memberikan semangat satu sama lain

terutama dalam penyelesaian skripsi untuk tidak menyerah dan siap sedia

saling membantu. Terima kasih juga untuk doa-doa dan kesediaan kalian

untukku sampai saat ini. Semangat ya skripsinya, aku sayang kalian!

12. Sahabatku Amalia Aida Seviana, terima kasih telah menjadi teman baikku

sejak SMP. Kamu selalu bersedia membantu, menjadi teman cerita, dan keluh

kesah, menjadi teman baikku sampai saat ini yang selalu sabar dan selalu

berusaha ada buatku. Terima kasih sudah hadir di hidupku yang Allah pilihkan

untuk jadi sahabatku. Aku sayang Sevi.

13. Untuk sahabat laki-lakiku satu-satunya, Alm. Adik Ivan Kristanto atau biasa

dipanggil Kentung. Terima kasih sudah menjadi sahabat terbaikku sejak SMP.

Terima kasih ya kentung untuk waktu yang sudah kamu beri selama hidupmu,

terima kasih sudah selalu bersedia untuk mendengar keluh kesahku, amarahku,

tangisanku. Terima kasih atas rasa sabar yang tiada usai, perhatian, nasihat-

nasihat yang diberikan untukku, sudah selalu bersedia menjadi tempat cerita

dan menjadi orang yang dapat aku percaya dan aku andalkan. Aku banyak

belajar dari kamu terutama dalam hal sabar, Kentung orang baik, orang yang

sabarnya tiada batas, bahkan selama kita sahabatan sejak SMP tidak pernah

sekalipun marah. Maaf, aku tidak ada disaat terakhirmu, maaf aku banyak

ix
kurangnya saat jadi sahabatmu. Terima kasih sudah pernah hadir di hidupku,

menjadi sahabatku. Kentung adalah salah satu anugrah terbaik yang Allah

berikan untukku sebagai sahabatku. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa

Adik Ivan dan diberikan tempat terbaik disisi Allah Subhanallahu wa ta’ala,

Aamiin. Dea sayang Kentung.

14. Terima kasih untuk Farida, Adis, Imma, dan Hanum sudah menjadi teman

selama masa kuliah serta memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi.

Terima kasih juga sudah membantu menyebarkan kuesioner penelitian saya,

menjadi teman yang baik dan kenangan selama menjalani kuliah yang kalian

berikan. Ucapan terima kasih juga untuk Devi, teman satu kos yang selalu

bersikap baik, teman bercerita bersama, dan saling mendukung satu sama lain.

15. Untuk Fathma, Mas Zain, Aulia, Sandya, Afrida, terima kasih sudah banyak

membantu banyak dalam pengerjaan skripsi saya terutama pada pengolahan

data dan penyebaran kuesioner, bersedia direpotkan oleh saya, dan terima kasih

sudah mengajarkan saya mengolah data menggunakan SPSS, maaf sudah

banyak menyita waktu kalian, tanpa kalian skripsi saya mungkin akan tertunda.

16. Teman seperbimbinganku, Een Nuraeni. Terima kasih banyak atas kerja

samanya, menjadi partner skripsi yang kooperatif sehingga kita dapat bekerja

sama dengan baik dan dapat menyelesaikan skripsi kita.

17. Terima kasih kepada Bu Yanti, Bu Khamsah, Dr.Hary, Mam Yeti dan Mas

Khalil yang telah membantu saya dalam menyebarkan kuesioner dan mencari

responden. Terima kasih telah mengupayakan banyak hal untuk saya agar

responden saya mencapai target.

x
18. Teman-teman semua yang telah membantu saya dalam mencari responden dan

menyebarkan kuesioner, terima kasih banyak. Bantuan kalian sangat berarti

untuk penyelesaian skripsi saya.

19. Terima kasih kepada responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

Semoga Allah memberikan kebaikan berkali lipat dan kesehatan kepada para

responden.

20. Untuk semua pihak yang telah membantu, mendoakan, serta memberikan

dukungan kepada saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima

kasih banyak, semoga Allah memberikan kebaikan yang berkali lipat, Aamiin.

Semoga pengalaman dan pelajaran hidup yang saya peroleh sampai saat ini

dapat bermanfaat bagi diri saya sendiri maupun orang lain. Saya berharap

skripsi ini dapat membawa manfaat baik bagi pembaca maupun untuk diri saya

sendiri.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Yogyakarta, 20 Oktober 2020

Aziza Zulfa Hardiana

xi
DAFTAR ISI

HUBUNGAN REGULASI EMOSI DAN STRES PADA PASIEN KANKER ..... i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................................. v
PRAKATA ............................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
ABSTRAK ........................................................................................................... xvi
ABSTRACT ........................................................................................................ xvii
BAB I ...................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 12
C. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 12
1. Manfaat Teoritis ..................................................................................... 12
2. Manfaat Praktis ....................................................................................... 12
D. Keaslian Penelitian ..................................................................................... 13
1. Keaslian Topik ....................................................................................... 15
2. Keaslian Teori ........................................................................................ 16
3. Keaslian Alat ukur .................................................................................. 17
4. Keaslian Subjek penelitian ..................................................................... 18
BAB II ................................................................................................................... 19
A. Stres ............................................................................................................ 19
1. Definisi Stres .......................................................................................... 19
2. Aspek-Aspek Stres ................................................................................. 23
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres ............................................... 25
A. Regulasi Emosi .......................................................................................... 28
1. Definisi Regulasi Emosi ......................................................................... 28
2. Aspek-aspek Regulasi Emosi ................................................................. 30

xii
B. Penyakit Kanker ......................................................................................... 32
1. Definisi Penyakit Kanker ....................................................................... 32
2. Jenis-jenis Penyakit Kanker ................................................................... 34
4. Dampak Psikologis pada Pasien Kanker ................................................ 37
C. Hubungan Antara Regulasi Emosi dengan Stres Pada Pasien Kanker ...... 40
D. Hipotesis Penelitian.................................................................................... 46
BAB III ................................................................................................................. 47
A. Identifikasi Variabel Penelitian .................................................................. 47
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ................................................... 47
C. Subjek Penelitian........................................................................................ 48
D. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 49
E. Validitas dan Reliabilitas ........................................................................... 51
F. Metode Analisis Data ................................................................................. 52
BAB IV ................................................................................................................. 54
A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian................................................ 54
1. Orientasi Kancah .................................................................................... 54
2. Persiapan Penelitian ............................................................................... 55
B. Laporan Pelaksanaan Penelitian ................................................................. 59
C. Hasil Penelitian .......................................................................................... 60
1. Deskripsi Responden Penelitian ............................................................. 60
2. Deskripsi Data Penelitian ....................................................................... 63
3. Uji Asumsi .............................................................................................. 66
D. Pembahasan ................................................................................................ 72
BAB V................................................................................................................... 87
A. Kesimpulan ................................................................................................ 87
B. Saran ........................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 89

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blueprint skala DASS-S (Depression Anxiety Stress Scale-Stress) ....... 50

Tabel 2. Kategori Total Skor DASS-S ....................................................................51

Tabel 3. Blueprint skala ERQ (Emotion Regulation Questionnaire)....................53

Tabel 4. Distribusi aitem skala DASS Setelah Uji Coba .......................................58

Tabel 5.Distribusi aitem ERQ Setelah Uji Coba ...................................................59

Tabel 6. Deskripsi Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin .................59

Tabel 7. Deskripsi Responden Penelitian Berdasarkan Usia ................................61

Tabel 8. Deskripsi Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kanker ...................61

Tabel 9. Deskripsi Responden Berdasarkan Lama Waktu Mengalami Kanker .....62

Tabel 10. Deskripsi Data Penelitian Hipotetik Dan Empiric ................................63

Tabel 11. Norma Kategorisasi ...............................................................................64

Tabel 12. Kategorisasi Variabel Regulasi Emosi ..................................................64

Tabel 13. Norma Kategorisasi Skala DASS-S .......................................................65

Tabel 14. Hasil Uji Normalitas ..............................................................................67

Tabel 15. Hasil Uji Linearitas ...............................................................................67

Tabel 16. Hasil Uji Hipotesis .................................................................................68

Tabel 17. Hasil Uji Beda Berdasarkan Jenis Kelamin ..........................................69

Tabel 18. Hasil Uji Beda Berdasarkan Usia ..........................................................70

Tabel 19. Hasil Uji Beda Lama Mengalami Kanker .............................................71

Tabel 20. Hasil Uji Korelasi VB ke VT ..................................................................72

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Try Out ................................................................................ 99

Lampiran 2. Tabulasi Data Try Out ............................................................... 126

Lampiran 3. Data Induk Try Out ................................................................... 131

Lampiran 4. Hasil Analisis Aitem Try Out ..................................................... 134

Lampiran 5. Skala Penelitian Setelah Try Out ............................................... 138

Lampiran 6. Tabulasi Data Setelah Try Out................................................... 165

Lampiran 7. Data Induk Penelitian ................................................................ 170

Lampiran 8. Hasil Analisis Data Setelah Try Out .......................................... 173

Lampiran 9. Kategorisasi Data Penelitian ...................................................... 177

Lampiran 10. Uji Normalitas ......................................................................... 181

Lampiran 11. Uji Linearitas ........................................................................... 183

Lampiran 12. Uji Hipotesis ............................................................................ 185

Lampiran 13. Uji Beda ................................................................................... 187

Lampiran 14. Informed Consent .................................................................... 194

xv
HUBUNGAN REGULASI EMOSI DAN STRES PADA PASIEN KANKER
Aziza Zulfa Hardiana1, Rr. Indahria Sulistyarini2
Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia
Email: 16320043@students.uii.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi dan stres
pada pasien kanker. Hipotesis pada penelitian ini adalah ada hubungan negatif
antara regulasi emosi dan stres. Subjek dalam penelitian ini adalah pasien kanker
yang berada di wilayah Jawa Tengah dan DIY yang terdiri atas 55 responden. Skala
regulasi emosi yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala oleh Gross dan
John (2003) yaitu skala ERQ (Emotion Regulation Questionnaire) yang
diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Salsabiela dkk (2019). Skala stres yang
digunakan dalam penelitian ini adalah skala DASS oleh Lovibond dan Lovibond
(1995). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi Pearson
Corellation yang menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan negatif antara
regulasi emosi dan stres pada pasien kanker dengan nilai koefisien r = - 0,386 dan
nilai signifikansi p = 0,002 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
tingkat regulasi emosi yang dimiliki pasien kanker, semakin rendah stres yang
dialami. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara regulasi emosi dan stres pada pasien kanker sehingga hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini diterima.

Kata Kunci: Regulasi Emosi, stres, pasien kanker

xvi
THE RELATIONSHIP BETWEEN EMOTION REGULATION AND
STRESS ON CANCER PATIENTS

Aziza Zulfa Hardiana1, Rr. Indahria Sulistyarini2


Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia
Email: 16320043@students.uii.ac.id

ABSTRACT

This research aims to determine the relationship between emotion regulation and
stress on cancer patients. Hypothesis in this research is there is negative relation
between emotion regulation and stress. The subject of this research are patients with
cancer that live in DIY and East Java consisting 55 respondents. The scale used for
measuring emotion regulation on this research developed by Gross and John (2003),
its it ERQ (Emotion Regulation Questionnaire) that transalated by Salsabiela, et al
(2019). The scale used to measured stress on this research is DASS developed by
Lovibond and Lovibond (1995). Data analysis ont this research used Pearson-
Correlation technique shows that there’s a negative relation between emotion
regulation and stress on cancer patients with correlation coefficient r = -0,386 and
significant value p = 0,002 (p<0,05). This suggest that the higher the emotion
regulation among the cancer patients, the lss stress they experienced. Based on these
results can be conclude that there is a relation between emotion regulation and stress
on cancer patients, so this research hypothesis that has been proposed was accepted.

Keyword: Emotion regulation, stress, cancer patients

xvii
BAB I

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit Tidak Menular (PTM) atau disebut juga penyakit kronis

merupakan jenis penyakit yang membutuhkan pengobatan dalam waktu lama.

Penyebab dari penyakit ini diantaranya faktor genetik, psikologis, lingkungan dan

kebiasaan sehari-hari. Contoh dari penyakit tidak menular yaitu penyakit jantung,

kanker, stroke, diabetes, dan penyakit paru-paru kronis. Penyakit-penyakit tersebut

telah membunuh 41 juta orang tiap tahun atau senilai dengan 71% kematian secara

global (WHO, 2018). Terdapat tujuh penyakit tidak menular yang memiliki angka

tertinggi di Indonesia, yaitu hipertensi, diabetes mellitus, stroke, penyakit sendi,

gagal ginjal kronis, asma, dan kanker (Riskesdas, 2018).

Kanker atau tumor ganas merupakan penyakit yang dapat menyerang

hampir semua organ tubuh, dimulai dari tumbuhnya sel-sel abnormal yang tak

terkendali pada suatu organ dan dapat menyebar ke bagian yang terdekat yang

terserang kanker maupun organ lain (WHO, 2018). Pertumbuhan dan penyebaran

sel-sel abnormal kanker dikarenakan adanya penyimpangan genetik sehingga sel-

sel tumbuh memperbanyak diri dan tak terkontrol (Chandolu & Dass, 2012). Sel

kanker bekerja dengan cara merusak DNA dan menggantikan peran sel normal

(Pathak & Patil, 2019). Kerusakan pada DNA terjadi secara perlahan, disebabkan

oleh agen kimia atau agen fisik yang disebut karsinogen (Morihito, dkk, 2017).

Pertumbuhan tumor yang cenderung membutuhkan waktu cukup lama tetapi

mematikan, menyebabkan kanker disebut juga silent killer (Mansoor-Ali, 2020)

karena banyak pasien dengan stadium awal yang tidak menyadari pertumbuhan sel

1
2

kanker dalam dirinya sehingga sel kanker terus bertumbuh dan semakin ganas.

Terdapat beberapa penyebab kanker, yaitu kelebihan berat badan atau kegemukan,

kurangnya konsumsi buah dan sayur, kurang berolahraga, merokok, peminum

alkohol, seks beresiko, polusi udara, asap di dalam rumah akibat penggunaan bahan

bakar padat rumah tangga, dan alat-alat kesehatan seperti suntikan yang

terkontaminasi (Danaei, dkk, 2005).

Prevalensi kanker di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Hal ini

terbukti dengan adanya peningkatan jumlah kasus kanker dari tahun 2013 hingga

2018. Tercatat sebanyak 1,4 per 1000 kasus kanker pada tahun 2013 meningkat

hingga 1,79 per 1000 kasus pada tahun 2018 Kanker paru merupakan kanker yang

memiliki angka kejadian terbesar di Indonesia untuk laki-laki yaitu sebesar 19,4 per

100.000 penduduk dan memiliki rata-rata kematian sebesar 10,9 per 100.000

penduduk, diikuti dengan kanker hati dengan angka kejadian sebesar 12,4 per

100.000 penduduk dengan rata-rata angka kematian sebesar 7,6 per 100.000

penduduk. Disisi lain, kanker yang memiliki angka kejadian tersebar pada

perempuan adalah kanker payudara yaitu sebesar 42,1 per 100.000 penduduk, rata-

rata angka kematian akibat kanker payudara sebesar 17 per 100.000 penduduk,

diikuti dengan kanker leher rahim dengan angka kejadian sebesar 23,4 per 100.000

penduduk dengan rata-rata angka kematian 13,9 per 100.000 penduduk

(Kementrian Kesehatan RI, 2019).

Kondisi individu dengan kanker seringkali berkaitan dengan gangguan-

gangguan psikologis. Hal ini berkaitan dengan rasa tidak siap dalam menerima

diagnosis maupun pengobatan yang akan dijalani. Pengalaman menerima diagnosis


3

kanker dan pengobatan kanker dapat menjadi stressor bagi sebagian besar pasien

kanker. Pasien merasa khawatir akan kematian, perubahan secara fisik terutama

pada pasien kanker payudara maupun perawatan jangka panjang (Andreotti, Root,

Ahles, McEwen, & Compas, 2015). Perasaan khawatir, cemas, dan emosi negatif

lainnya dapat menyebabkan stres. Stres tidak hanya dirasakan saat menerima

diagnosis secara medis, tetapi juga saat mejalani pengobatan seperti kemoterapi.

Pasien cenderung merasa trauma dan tertekan selama menjalani kemoterapi. Hal

tersebut akibat rasa sakit yang dirasakan selama kemoterapi dan efek setelahnya

(Wahyuni, Huda, & Utami, 2015). Terdapat beberapa gejala dari stres, yaitu

pertama, kesehatan menjadi terganggu, pusing, gangguan pencernaan, telapak

tangan mudah berkeringat, hilangnya nafsu makan, gangguan pergerakan tangan

(tremor), kehilangan berat badan, nafas terengah-engah walau tidak melakukan

aktivitas berat, merasa tegang, perasaan gelisah, gangguan tidur dan mimpi buruk

(Jackson, E.F, 1962). Posluszny, Dougall, Johnson, Argiris, Ferris, dkk (2015)

meneliti tentang stres yang berkelanjutan pada 65 pasien kanker kerongkongan

(head and neck cancer) menunjukkan hasil bahwa beberapa pasien mengalami

trauma akibat diagnosis kanker. Perilaku yang biasa muncul yaitu menarik diri,

stres, cemas, bahkan depresi yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kesulitan

dalam beraktivitas. Hasil penelitian oleh Kim, dkk (2017) kemungkinan gangguan

psikologis pada pasien kanker perut menunjukkan hasil bahwa dari 229 pasien

diantaranya mengalami gangguan tidur, stres, kecemasan, dan depresi.

Hasil wawancara pada subjek berinisial AG yang merupakan pasien kanker,

menyatakan bahwa AG sempat merasa terganggu secara fisik dan mental akibat
4

sakit kanker yang dialami. Rasa stres yang dirasakan muncul akibat sakit nyeri yang

tidak berkesudahan. AG mengaku hampir setiap malam tidak dapat tidur dengan

nyenyak akibat nyeri pada lengan kanan dan lengan kanan yang terus

menggembung secara tidak normal. Nyeri yang dirasakan sering mengganggu AG

dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Pertumbuhan sel kanker secara masif,

konsumsi obat-obatan yang wajib dikonsumsi, dan pengobatan yang wajib

dilakukan dapat berdampak pada perubahan psikis pasien kanker, sehingga pasien

kanker cenderung merasa tertekan karena adanya kewajiban jangka panjang yang

belum diketahui waktu berakhirnya. Pertumbuhan sel kanker secara masif juga

menyebabkan AG merasa mudah gelisah. Kegelisahan AG dirasakan hampir setiap

waktu, khususnya pada malam hari ketika akan tidur. Hal ini berkaitan dengan

lengan kanan AG yang terus membesar, tidak terkendali ditambah rasa nyeri yang

menyebabkan AG khawatir rasa sakit tersebut terus dirasakan sepanjang hidup.

Tidak jarang AG merasa tegang akibat gambaran kematian yang dapat menjemput

sewaktu-waktu, dilain sisi, AG masih memiliki impian yang belum dicapai. Akibat

rasa khawatir, cemas, dan stres yang dirasakan setiap hari, menyebabkan AG

menjadi mudah marah. Rasa marah yang dirasakan AG terkadang menyebabkan

adanya perubahan ritme jantung yang bertambah cepat. AG juga mudah merasa

tersinggung terhadap perkataan maupun perilaku dari lingkungan terhadap dirinya

dan cenderung tidak sabar untuk dapat merasakan ketenangan dalam menjalani

kehidupan sehari-hari serta hilangnya rasa sakit yang dirasakan (Wawancara,

11/01/2020).
5

Pasien kanker berinisial SE berjenis kelamin perempuan dengan kanker

yang tumbuh pada hidungnya. Emosi tidak stabil dirasakan oleh yang SE akibat

adanya perubahan fisik pada wajahnya. SE beranggapan bahwa lingkungan

memiliki pandangan yang berbeda terhadap dirinya. Perubahan secara fisik

berdampak besar pada kehidupan sehari-hari, terutama pada tingkat kepercayaan

diri. SE mengaku dirinya sudah tidak memiliki kepercayaan diri untuk

bersosialisasi dengan orang lain, bahkan SE juga merasa enggan untuk menatap

kaca. SE mengaku dirinya sering merasa cemas, tegang, dan khawatir akan

kesembuhan penyakitnya. Rasa cemas SE juga dipengaruhi oleh pernyataan dokter

yang mengatakan bahwa saat dilakukan pengangkatan sel kanker, merupakan

perjuangan antara hidup dan mati. Tidak jarang SE menjadi mudah menangis dan

sering menyendiri. SE sering merasa tidak mampu untuk melakukan pekerjaan

sehari-hari, seperti misalnya pekerjaan rumah. SE sering merasa lemas dan tidak

berdaya serta mudah lelah saat mengerjakan pekerjaan rumah dan mengurus anak,

terlebih setelah dilakukan pengobatan kemoterapi. Hal ini berakibat adanya

perasaan tidak berharga pada dirinya saat berperan sebagai seorang istri juga

seorang ibu dan berprasangka bawah SE menjadi beban pada keluarga. Perasaan

tidak pasti, rasa sakit yang dirasakan setiap hari, dan perubahan fisik secara drastis

menyebabkan SE sempat akan menyerah dengan keadaan dan memberhentikan

pengobatan. (Wawancara, 13/01/2020).

Gangguan psikologis seperti stres yang berkepanjangan dapat

mempengaruhi kesehatan. Crosswell & Lockwood (2020) mengatakan bahwa stres

dapat menyebabkan adanya perubahan secara fisiologis dan psikologis. Stres


6

diakibatkan adanya bahaya atau ancaman dalam diri maupun lingkungan. Ancaman

tersebut disebut stressor. Stressor psikologis dapat berupa merasa sendiri dan

kesepian, sedangkan stressor fisik dapat berupa peristiwa traumatis maupun

hubungan dengan sosial yang kurang baik. Stres yang berkepanjangan dapat

mengakibatkan stres kronik, stres inilah yang dapat berdampak pada kesehatan.

Stres kronik dapat mengakibatkan berbagai penyakit. Hal ini dikarenakan

berkurangnya respon adaptif tubuh terhadap ancaman dari lingkungan dan

perubahan dalam tubuh. Stres berkepanjangan juga mengakibatkan melemahkan

sistem respon dan menjadikan munculnya pola maladaptif terhadap stressor.

Perilaku maladaptif mempengaruhi dalam fungsi tubuh dalam proses perubahan

perbaikan DNA, meningkatnya peradangan kronis, disfungsi metabolik, dan

gangguan proses dalam tubuh lainnya.

Stres berkaitan erat dengan hormon kortisol yaitu hormon yang dihasilkan

saat tubuh mengalami stres. Kadar hormon kortisol yang rendah menjadikan tingkat

stres menjadi kurang terkendali. Hormon kortisol bekerja bersama hormon

adrenalin, kedua hormon tersebut muncul ketika terdapat “alarm” berupa suatu hal

yang dirasa tubuh menjadi sebuah ancaman sehingga meningkatkan detak jantung

dan kadar gula dalam darah. (Ma, Abelson, Okada, Taylor, & Liberzon (2017).

Tekanan psikologis seperti stres yang terjadi secara terus-menerus dalam jangka

waktu lama dapat berpengaruh pada kesehatan fisik. Stres kronis dapat mengubah

bentuk fisik otak. Perubahan ini dicirikan oleh perubahan morfologi jaringan saraf

dan struktur otak. Sistem otak berhubungan dengan stresor psikologis dengan

mengendalikan sistem kontrol otak yang berakibat adanya peningkatan tekanan


7

darah dan detak jantung. Hal ini dapat menjadi informasi mengenai asal mula

penyakit yang timbul akibat stres (Gianaros & Wager, 2015).

Pertumbuhan sel kanker salah satunya dipengaruhi oleh sistem imun.

Matzinger (2002), sistem imun manusia atau sistem kekebalan tubuh berfungsi

untuk memberikan proteksi dari sel-sel asing. Sel imun terlebih dahulu harus

memiliki kemampuan untuk membedakan antara sel-sel dalam tubuh itu sendiri

dengan sel-sel asing sebelum adanya tindakan terhadap suatu organisme yang

menyerang tubuh. Dalam hal ini, protein antigen memiliki peran penting dalam

reaksi kekebalan tertentu. Stres, depresi, dan suasana hati yang buruk memberikan

efek pada fisik pasien kanker. Hal tersebut menjadikan adanya penghambatan pada

respon imun terhadap sel tumor. Respon imun dapat terganggu dengan adanya

aktivasi kronis aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal akibat stres dan depresi yang

berkepanjangan mengakibatkan sel tumor terus tumbuh dan berkembang (Reiche,

Nunes & Morimoto, 2004). Durasi stres mempengaruhi penekanan respon imun.

Stres jangka pendek bersifat adaptif, sedangkan stres kronis bersifat menurunkan

sistem kekebalan tubuh. Stres mengakibatkan adanya peningkatan glukokortikoid,

yaitu salah satu hormon yang mempengaruhi metabolism nutrisi. Tingginya

glukokortiod menyebabkan proses penyaringan sel-sel yang tidak diperlukan

menjadi rusak sehingga proses pembuangan sel-sel yang telah rusak dan

penggantian sel rusak dengan sel baru menjadi tidak berfungsi (Putri, Maramis, &

Annas, 2018).

Pasien kanker rentan mengalami emosi negatif seperti gejala stres,

kecemasan, depresi, dan emosi yang cenderung tidak stabil (Heppner, Spears,
8

Vidrine, & Wetter, 2015). Pasien kanker secara umum memiliki angka prevalensi

stres yang cukup tinggi. Tingkat stres pada pasien kanker dapat berdampak pada

kesehatan mental pasien (Prima, Pangastuti, & Setiyarini, 2020). Tingkat stres pada

pasien kanker dapat memberi pengaruh pada kualitas hidup dan pengobatan yang

sedang dijalani. Oleh karena itu, pentingnya strategi untuk membantu pasien

mengatasi masalah psikologis dan efeknya sehingga pengobatan tetap efektif

(American Journal of Clinical Hypnosis, 2017). Strategi coping yang baik

diperlukan dalam mengontrol maupun mencegah gejala-gejala stres yang dimiliki

individu. Mekanisme koping yang baik menjadikan para pasien kanker menjadi

merasa lebih tenang dan dapat mengontrol emosi yang dirasakan seperti stres,

cemas, maupun ketakutan-ketakutan lain. Pasien kanker cenderung memejamkan

mata, berdoa, dan merasa pasrah atas situasi yang dirasa kurang nyaman sekalipun.

Mekanisme koping yang dimiliki pasien berasal dari diri sendiri atas dukungan dari

lingkungan sekitar, sehingga menjadikan pasien merasa lebih tenang dan menaati

prosedur perawatan yang dijalani (Ismawiyati, 2019). Salah satu strategi koping

stres dapat dilakukan dengan meregulasi emosi. Pasien kanker wanita dengan

kanker payudara yang dapat meregulasi emosi mereka memiliki kemampuan

beradaptasi secara psikologis atas kondisi mereka (Brandao, Tavares, Schulz, &

Matos, 2016). Regulasi emosi juga dipengaruhi oleh kepercayaan dan tujuan atau

cita-cita masing-masing indivdu. Hal ini menyebabkan perlunya strategi yang tepat

dalam melakukan regulasi emosi berdasar latar belakang masing-masing pasien,

sebab, hal ini dapat mempengaruhi keberhasilan regulasi emosi yang dilakukan

(Schulz & Lazarus, 2012). Terdapat lima proses regulasi emosi menurut Gross &
9

Thompson (2006) yaitu pertama, situation selection kedua, situation modification

ketiga, attentional deployment keempat, cognitive change serta terkahir, response

modulation.

Kalat (Prastiti, 2012) menyatakan bahwa strategi regulasi emosi dapat juga

menjadi strategi koping terhadap stres pada seseorang. Kalat lebih lanjut

memaparkan ketika seseorang mengalami stres, maka ia akan mencari sumber dari

permasalahan stres tersebut kemudian menelaahnya untuk memberikan evaluasi

atau penilaian ulang yang lebih sesuai yang pada akhirnya memilih strategi

emosional yang lebih sesuai dengan permasalahan yang dialami. Dengan kata lain,

regulasi emosi merupakan akhir dari proses koping. Proses koping diawali dengan

problem-focused coping, selanjutnya appraisal-focused coping, dan terakhir adalah

emotion-focused coping. Model teoritis ini disebut dengan model proses regulasi

emosi. Adapun alur yang dapat menjelaskan mengenai stratego koping dengan

regulasi emosi adalah yang pertama pada tahap problem-focused coping meliputi

situation selection dan situation modification pada regulasi emosi, selanjutnya

appraisal-focused coping meliputi attention deployment dan diakhiri dengan

emotion-focused coping yang meliputi cognitive change dan response modulation.

dilanjutkan dengan Para peneliti telah melakukan banyak penelitian hubungan

pengelolaan emosi untuk mengurangi stres pada pasien kanker. Penelitian yang

dilakukan oleh Hoyt, Nelson, Darabos, Marin-Chollom, & Stanton (2016)

mengenai mekanisme menentukan tujuan yang jelas setelah menjadi pasien kanker

testis yang melibatkan regulasi emosi. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa

regulasi emosi dapat menjadi koping dalam mengatur emosi pasien dan mampu
10

menurunkan tingkat emosi negatif seperti stres. Adanya tujuan yang jelas

menjadikan pasien memiliki harapan baru setelah mendapat diagnosis kanker.

Tujuan hidup yang dimaksud seperti peningkatan rasa kebermaknaan diri,

memotivasi untuk mampu mengekspresikan emosi yang dirasakan dengan cara

yang benar, serta mampu bersikap adaptif terhadap emosi yang dirasakan.

Penelitian lain dilakukan oleh Quoidbach, Mikolajczak, & Gross (2015) yang

meneliti tentang adanya hubungan regulasi emosi dengan kemampuan

memunculkan atau mempertahankan emosi positif. Regulasi emosi dapat menjadi

mekanisme individu dalam mengatur emosi negatif dan mempertahankan emosi

positif. Hal ini dilakukan dengan cara mengubah emosi negatif dengan menambah

frekuensi intensitas dari emosi positif sehingga hal tersebut menjadi terbiasa. Bagi

sebagian pasien, memiliki kanker merupakan suatu hal yang menyebabkan trauma

dan menjadi stressor di kemudian hari terutama pada pasien yang rentan.

Pendekatan secara psikologis diperlukan terutama pada pasien rentan dengan

memperhatikan perkembangan tingkat stres dengan cara menyadari dan mengerti

emosi yang dirasakan, cara menunjukkan emosi tersebut serta mengubah prioritas

dan kebutuhan pasien (Ochoa Arnedo, Sanchez, Sumalla, & Casellas-Grau, 2019).

Perlu adanya kontrol terhadap emosi yang dirasakan sehingga

memunculkan sikap yang sesuai. Regulasi emosi diperlukan individu untuk dapat

bertahan atas situasi yang kurang menyenangkan, menerima keadaan, dan pada

akhirnya berpasrah dan tabah. Regulasi emosi adalah proses pengubahan emosi

individu dalam mempertahankan emosi yang stabil (Thompson, 1994). Regulasi

emosi dapat meminimalisir adanya perasaan-perasaan negatif dari pasien kanker.


11

Banyak pasien kanker yang mengalami emosi negatif seperti kecemasan, stres,

kesedihan, amarah, rasa bersalah maupun ketakutan. Hal ini diakibatkan saat pasien

megalami tekanan untuk dapat menerima dan menyesuaikan terhadap kanker.

Emosi negatif yang ekstrim dapat bermanifestasi menjadi gangguan psikologis

seperti kecemasan situasional, depresi berat, dan stres berkelanjutan. Regulasi

emosi dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental. Hal ini berkaitan dengan

pengaturan emosi yang dapat mengurangi efek negatif perasaan kurang

menyenangkan yang berpengaruh pada kesehatan fisik dan psikologis (Conley,

Bishop, & Andersen, 2016).

Terdapat beberapa sumber stres pasien kanker, diantaranya stres secara

fisik, psikologis, sosial, dan situasional selama dan setelah melakukan pengobatan.

Tingkat stres juga dipengaruhi oleh usia, pada pasien usia dewasa muda cenderung

stres pada situasi sosial dibanding dengan usia dewasa selanjutnya. Hal ini karena

usia dewasa muda merupakan waktu produktif dan memiliki tanggung jawab secara

sosial. Pasien kanker dewasa yang lebih tua memiliki paparan kumulatif stres dalam

menghadapi kanker dan pengalaman hidup juga menjadi faktor sikap adaptif. Selain

itu, pasien kanker dewasa lebih tua cenderung terus memunculkan emosi positif dan

mengatur emosi negatif demi menjaga kesehatan dan kesejahteraan diri (Martins-

Kelin, Bamonti, Owsiany. Naik, & Moye, 2019). Meredam ekspresi perasaan

negatif dan fokus pada cara mengontrol emosi tersebut menjauhkan individu dari

perasaan yang dirasa tidak nyaman (Brandao, Tavares, Schulz, & Matos, 2016).

Individu dengan kemampuan regulasi emosi yang baik menjadi lebih tangguh. Hal

ini karena individu tersebut dapat mengenali emosi yang dirasakan termasuk emosi
12

negatif, mereka cenderung mengetahui hal yang harus dilakukan untuk mengubah

dan memproses respon dari emosi negatif yang dirasakan. Sikap tangguh tersebut

menjadikan individu lebih siap ketika dihadapkan pada peristiwa yang membuat

stres (Vaughan, dkk, 2019).

Ditinjau dari pentingnya regulasi emosi seperti yang dipaparkan pada

penelitian sebelumnya, maka peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai

hubungan regulasi emosi dan stres pada pasien kanker.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan regulasi emosi dan

stres pada pasien kanker.

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberi sumbangan berupa ilmu

pengetahuan khususnya bidang ilmu psikologi mengenai regulasi emosi

maupun stres pada pasien kanker. Hasil penelitian juga digunakan untuk

melakukan pengkajian terkait stres dan regulasi emosi.

2. Manfaat Praktis

1. Manfaat praktis bagi peneliti yaitu menambah pengetahuan dan

pengalaman dalam menerapkan regulasi emosi dalam mengatasi stres pada

kehidupan sehari-hari
13

2. Manfaat praktis bagi pasien kanker diharapkan adanya hasil penelitian

dapat menjadi acuan dalam mempertahankan regulasi emosi yang tinggi

sehingga tingkat stres yang dialami pasien dapat diatasi secara nyata

D. Keaslian Penelitian

Beberapa peneliti sebelumnya telah melakukan penelitian mengenai

stres, namun belum banyak ditemui penelitian mengenai stres pada pasien

kanker. Basińska & Sołtys (2020), melakukan penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara resiliensi, harapan, dan kesejahteraan spiritual

serta kemampuan mengatasi masalah pada pasien kanker dengan variabel stres

sebagai moderator. Responden dalam penelitian ini merupakan 108 pasien

kanker rawat inap dengan usia kurang dari 70 tahun. Pada penelitian ini,

pengukuran dilakukan menggunakan The Global Measure of Stress Scale dari

Cohen, Kamarck, and Mermelstein yang terdiri dari 10 pertanyaan untuk

mengetahui tingkat stres pada pasien kanker selama satu bulan terakhir serta

efektivitas dalam mengatasi stres tersebut. Penelitian tersebut menunjukkan

hasil bahwa stres mempengaruhi resiliensi, harapan, dan kesejahteraan spiritual

pasien. Penelitian lain mengenai stres pada pasien kanker dilakukan oleh Sitepu

& Wahyuni (2018) mengenai gambaran tingkat stres, ansietas, dan depresi pada

pasien kanker payudara. Responden dalam penelitian ini sebanyak 41 pasien

kanker payudara yang menjalani kemoterapi di ruang inap RSUP HAM Medan.

Kesimpulan penelitian tersebut tingkat stres yang dialami pasien tergantung


14

pada koping yang digunakan seperti dukungan dari lingkungan maupun mampu

secara finansial.

Penelitian lain mengenai stres pada pasien penyakit kronis dilakukan

oleh Fauziyah & Gayatri (2018) mengenai rasa sakit, stres, dan kualitas tidur

pada pasien penyakit kronis. Sebanyak 76 pasien kanker berusia lebih dari 20

tahun RS Dharmais menjadi responden dalam penelitian ini. Pengambilan data

stres menggunakan the Questinnaire on Stress in Cancer Patients, Revised 23

(QSC-R23). Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan antara rasa

nyeri yang dirasakan oleh pasien dengan stres yang menyebabkan adanya

gangguan tidur. Tidak ada pengaruh secara langsung antara rasa nyeri dengan

kualitas tidur, tetapi tingkat stres pada pasien yang mempengaruhi kualitas

tidur. Penelitian mengenai hubungan regulasi emosi dan stres belum banyak

ditemukan. Penelitian lain mengenai regulasi emosi dilakukan oleh Malesza

(2019) dengan judul Stress and delay discounting:The mediating role of

difficulties in emotion regulation. Penelitian ini meneliti hubungan antara

perilaku delay discounting dan stres dengan regulasi emosi sebagai mediator.

Penelitian ini melibatkan 418 responden dengan kriteria tidak memiliki

penyakit psikologis apapun. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur

kesulitan dalam regulasi emosi adalah DERS ( Difficulties in emotion

regulation scale) dari Gratz & Roemer. Pengukuran stres dilakukan

menggunakan PSS (Perceived Stress Scale) oleh Cohen, Kamarck, &

Memerlstein.
15

Penelitian mengenai hubungan antara regulasi emosi dengan stres juga

sebelumnya telah dilakukan oleh dilakukan oleh Nurdin (2016). Penelitian ini

merupakan penelitian korelasional untuk mengetahui hubungan antara regulasi

emosi dan stres pada 78 responden mahasiswa program studi Pendidikan Dokter

angkatan 2012 yang aktif pada tahun ajaran 2015/2016 di Fakultas Kedokteran

Universitas Syiah Kuala. Penelitian ini memberikan hasil bahwa terdapat

hubungan antara regulasi emosi dengan stres pada responden mahasiswa tingkat

akhir pendidikan dokter Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda

Aceh. Penelitian lain mengenai hubungan regulasi emosi dengan stres

dilakukan oleh Guimond, Ivers, & Savard (2019) yang melibatkan 81 pasien

wanita dengan kanker payudara yang sedang menjalani pengobatan radioterapi.

Pasien pada penelitian ini mengisi self-report selama 10 hari sebelum

radioterapi dan 10 hari setelah dilakukannya radioterapi. Hasil dari penelitian

ini adalah regulasi emosi dapat menjadi alternatif dalam mengatasi gejala-gejala

psikologis dari pasien kanker payudara.

Berdasarkan uraian di atas mengenai penelitian-penelitian sebelumnya,

penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti mengenai hubungan regulasi emosi

dan stres pada pasien kanker memiliki perbedaan yang mendasar, yaitu:

1. Keaslian Topik

Belum banyak topik dalam penelitian ini yang digunakan pada

penelitian terdahulu. Adapun penelitian ini, peneliti ingin melihat hubungan

antara regulasi emosi dan stres pada pasien kanker. Penelitian terdahulu

yang memiliki topik yang sama dilakukan oleh Nurdin (2016) mengenai
16

hubungan regulasi emosi dan stres pada mahasiswa tingkat akhir yang

sedang mengerjakan skripsi. Penelitian lain mengenai regulasi dan stres

dilakukan oleh Malesza (2019). Topik yang dibahas dalam penelitian ini

mengenai adanya pengendalian sikap delay discounting atau kemampuan

seseorang dalam menunda suatu hal dengan tujuan mendapatkan hal lain

yang dianggap lebih berharga dan penting dengan regulasi emosi dan

pengaruhnya pada tingkat stres subjek.

Penelitian mengenai stres pada pasien kanker dilakukan oleh Basińska

& Sołtys (2020), mengangkat topik tentang hubungan stres dengan

resiliensi, harapan, dan kesejahteraan spiritual pasien kanker. Sitepu &

Wahyuni (2018) meneliti tentang koping pada pasien kanker payudara

dalam menghadapi ansietas, stres, maupun drepresi yang dirasakan.

Penelitian lain dilakukan oleh Fauziyah & Gayatri (2018) membahas topik

tentang gangguan tidur yang dialami oleh pasien kanker akibat rasa nyeri

yang dimiliki dan menyebabkan timbulnya stres akibat rasa sakit tersebut.

Penelitian sebelumnya mengenai regulasi emosi dan gejala stres telah

dilakukan oleh Guimond, Ivers, & Savard (2019). Penelitian ini membahas

adanya hubungan antara regulasi emosi dengan gejala psikologis pada

pasien kanker seperti kecemasan, depresi, kecenderungan stres seperti

gangguan tidur, rasa takut pada kanker, dan perubahan detak jantung.

2. Keaslian Teori

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan teori stres

milik Lovibond & Lovibond (1995) dan teori regulasi emosi miliki Gross
17

(2002). Pemilihan teori ini berbeda dengan penelitian oleh Nurdin (2016)

yang menggunakan teori Thompson untuk melihat regulasi emosi dan teori

Robert untuk melihat tingkat stres pasien kanker.

3. Keaslian Alat ukur

Pada penelitian Malesza (2019), stres diukur menggunakan PSS

(Perceived Stress Scale) oleh Cohen, Kamarck, & Mermelstein, sedangkan

regulasi emosi diukur menggunakan DERS (Difficulties in emotion

regulation scale). Penelitian lain oleh Guimond, Ivers, & Savard (2019)

menggunakan beberapa alat ukur untuk mengukur variabel tergantung,

yaitu HADS (Hospital Anxiety and Depression Scale) untuk mengukur

tingkat kecemasan dan depresi, Fear of Cancer Recurrence Inventory

(FCRI) untuk mengukur rasa takut, Insomnia Severity Index (ISI) untuk

mengukur intensitas gangguan tidur, Fatigue Symptom Inventory (FSI)

untuk mengukur tingkat dan intensitas kelelahan pada pasien, Physical

Symptoms Questionnaire (PSQ) untuk mengukur gejala-gejala secara fisik

pada pasien, dan Functional Assessment of Cancer Therapy–Cognitive

Function (FACT-Cog) untuk mengukur fungsi kognitif pasien. Selain itu,

terdapat pula beberapa alat ukur penelitian untuk mengukur variabel

bebas, yaitu Emotion Regulation Questionnaire (ERQ) untuk mengukur

tingkat regulasi pasien, Acceptance and Action Questionnaire-II (AAQ-II)

untuk mengukur keluwesan secara psikologis, dan Heart Rate Variability

(HRV) menggunakan alat ukur perekam detak jantung (Polar RS800CX)

untuk mengukur ritme jantung. Keaslian penelitian yang dilakukan dapat


18

dilihat dari alat ukur yang digunakan oleh peneliti yaitu DASS

(Depression, Anxiety, Stress Scale) dari Lovibond dan Lovibond (1995)

dan ERQ (Emotion Regulation Questionnaire) dari Gross dan John (2003).

4. Keaslian Subjek penelitian

Belum terdapat penelitian mengenai hubungan regulasi emosi dan

stres pada pasien kanker. Subjek penelitian yang dilakukan oleh peneliti

adalah pasien kanker berusia 18 tahun keatas. Pada penelitian Nurdin

(2016), menggunakan subjek mahasiswa tingkat akhir, sedangkan

penelitian Malesza (2019) menggunakan masyarakat secara umum yang

telah yang berusia lebih dari 18 tahun dan tidak ada keluhan secara

psikologis. Penelitian Guimond, Ivers, & Savard (2019) menjadikan

wanita dengan kanker payudara yang sedang melakukan pengobatan

radioterapi sebagai subjek penelitian dengan usia 18 – 75 tahun.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stres

1. Definisi Stres

Lovibond & Lovibond (1995) mendefinisikan stres merupakan

rmunculnya respon emosi yang diakibatkan peristiwa-peristiwa yang membuat

hidup menjadi tertekan. Stres yang dialami individu cenderung menunjukkan

emosi-emosi seperti mudah marah, tidak sabar dalam mengahadapi sesuatu, dan

sulit untuk menenangkan diri. Adanya tuntutan dari pihak eksternal yang dirasa

tidak dapat terpenuhi karena di luar batas kemampuan dapat menjadi penyebab

stres (Lazarus, 1996). Salah satu contoh tuntutan dari lingkungan sekitar adalah

adanya time pressure atau batasan waktu dalam menyelesaikan atau

mengerjakan sesuatu. Adanya batasan waktu membuat seseorang merasa

terbebani dan memikirkan hal tersebut saat suatu hal atau pekerjaan yang

menjadi target belum terselesaikan. Hal ini menyebabkan munculnya berbagai

gejala stres seperti kelelahan, cemas, dan gejala-gejala fisik seperti pusing kepala

maupun gangguan pencernaan (Lehto, 1998).

Lazarus & Cohen (1977) mendefinisikan bahwa stres disebabkan oleh

tuntutan lingkungan yang membutuhkan sikap adaptif utama individu terhadap

tuntunan tersebut. Tiga perspektif dalam pengertian stres menurut Lazarus &

Cohen (1977) adalah pertama, emosi stres dan efek yang ditimbulkan oleh stres

merupakan hal paling penting untuk kepuasan dan moral individu. Kedua, emosi

19
20

stres dapat mempengaruhi fungsi adaptif seseorang, misalnya pemecahan

masalah, kesehatan fisik, maupun kemampuan bersosialisasi. Ketiga, ketika

gejala-gejala stres terjadi seperti adanya kecemasan, ketakutan dan amarah

merupakan tanda bahwa individu tersebut memiliki respon akibat adanya stres

akibat tuntutan lingkungan yang menyebabkan efek negatif secara psikologis.

Menurut Cohen, Janicki-Deverts, Miller, Johnson, Perry, dan Rozensky, konsep

stres sudah menjadi pembicaraan oleh para peneliti sejak lama, terutama pada

hubungannya dengan kesehatan, stres sering dihubungkan dengan penyakit-

penyakit seperti diabetes, asma, kardiovaskular, rheumatioid arthritis, dan

kanker (Lee,2012).

Menurut Hawari (2011) stres merupakan respon tubuh yang bersifat

nonspesifik terhadap suatu stimulus. Hal ini dapat diartikan ketika tubuh

merespon suatu stimulus dengan baik dan tidak mengganggu fungsi organ tubuh,

maka seseorang tersebut tidak mengalami stres, dan sebaliknya saat seseorang

menerima suatu stimulus dan tidak dapat mengatasinya sehingga mengganggu

kinerja organ tubuh, maka seseorang tersebut mengalami distress. Selye

membedakan stres menjadi dua macam yaitu stres yang merusak dan stres yang

menguntungkan. Stres yang merusak disebut distress yang dapat menyebabkan

seseorang merasa kecewa, tidak berdaya, maupun frustrasi. Kerusakan yang

diakibatkan oleh stres dapat berupa fisik maupun psikologis. Stres yang

menguntungkan adalah stres yang dapat memberikan kebaikan berupa perasaan

bahagia, bermakna, puas dan perasaan positif lainnya. Stres menguntungkan


21

disebut eustress yang mana dapat membantu seseorang hidup lebih lama dan

memiliki perasaan-perasaan positif ( Handono & Bashori, 2013).

Berdasarkan hasil publikasi penelitian dari Seyle pada tahun 1956, 1973

dan 1975, terdapat beberapa manifestasi dari stres. Stres memiliki berbagai

manifestasi yang menggambarkan stres sebagai fenomena negatif (Occupational

Stress in Social Work, 1989) manifestasi tersebut yaitu :

a. Stres tidak hanya berpengaruh langsung pada kesehatan jiwa maupun raga

seseorang, tetapi juga mempengaruhi pada aktivitas sehari-hari, contohnya

pada pekerjaan. Pengaruh yang ditimbulkan oleh stres pada pekerjaan yaitu

tingginya angka ketidakhadiran, maupun perubahan pada pola kerja. Hal ini

dikarenakan lingkungan kerja, maupun beban kerja yang diberikan

menyebabkan seseorang mudah jatuh sakit, sulit berkonsentrasi maupun

adanya penurunan produktivitas kerja (Ibrahim, Amansyah & Yahya, 2016).

b. Adanya kenaikan kolesterol, tekanan darah, dan adrenalin sebagai tanda-

tanda stres secara medis. Stres menjadi salah satu penyebab kenaikan pada

tekanan darah. Kenaikan pada tekanan darah dapat menyebabkan berbagai

penyakit seperti hipertensi yang dapat memicu timbulnya penyakit lain

seperti stroke, gagal jantung, gagal ginjal, dan serangan jantung ( Seke,

Bidjuni, & Lolong, 2016).

c. Mengetahui adanya tanda-tanda stres seperti gangguan mental bahkan

kematian. Tubuh memiliki kontrol emosi melalui hormon kortisol. Selain

berfungsi sebagai pengontrol emosi, hormon kortisol juga menyediakan

energi. Paparan stres secara fisik maupun psikologis menyebabkan


22

peningkatan pada hormon kortisol. Peningkatan ini mempengaruhi sel-sel

lain yang berhubungan dengan kerja hormon kortisol. Perwujudan dari stres

sebagai respon biologis adalah kelelahan atau manifestasi gejala kejiwaan

seperti rasa takut dan khawatir. Stres kronik menyebabkan adanya perubahan

struktur pada otak dan perubahan secara kimiawi. Perubahan tersebut

merupakan bentuk dari adaptasi otak dalam mempertahankan kestabilan

mekanisme otomatis kinerja otak agar tubuh dapat berfungsi secara normal

terhadap perubahan yang terjadi dalam tubuh maupun luar tubuh. Paparan

stres kronik menyebabkan gangguan pada kemampuan otak dalam melakukan

penyusunan kembali syaraf-syaraf yang saling berkaitan. Individu dengan

stres ringan cenderung masih dapat mengendalikannya, sedangkan pada

individu dengan stres kronik sudah tidak dapat terkontrol (Juananda, Sari,

Prakosea, Arfian, & Romi, 2017).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa stres adalah

respon emosional yang diakibatkan oleh adanya stimulus eksternal yang dapat

memicu emosi negatif seperti marah dan mudah tersinggung akibat dari

peristiwa-peristiwa yang dialami. Stres dapat menyebabkan dampak negatif dan

positif yang dapat mempengaruhi secara fisik maupun psikologis seseorang.


23

2. Aspek-Aspek Stres

Lovibond & Lovibond (1995) memaparkan terdapat lima aspek dari

stress, yaitu :

a. Difficulty relaxing

Keadaan individu yang sering merasa gelisah terhadap suatu hal yang

berjalan tak sesuai harapannya dapat menimbulkan stres. Ketika individu

dihadapkan dengan suatu peristiwa yang tidak diharapkan, misalnya

bertemu dengan hewan buas tanpa adanya keahlian khusus dapat

menimbulkan perasaan tegang yang akhirnya membuat kesulitan untuk

merasa tenang.

b. Nervous arousal

Stres dapat muncul akibat adanya perasaan tegang. Seperti misalnya

individu yang tidak biasa pada keramaian, dirinya merasa telah

mengeluarkan banyak energi saat berinteraksi di lingkungan sekitarnya

sehingga cenderung merasa tertekan saat berada di keramaian.

c. Easily upset/agigated

Keadaan individu yang mudah merasa kecewa, tidak puas dan putus asa

atas kejadian atau tindakan yang dilakukannya dapat menimbulkan stres.

Perasaan kecewa terhadap hal-hal spele, membuat adanya perasaan tidak

puas dan mudah menyerah atas peristiwa yang tidak diharapkan.

d. Irritable/over reactive

Individu sering berperilaku over reactive terhadap situasi yang

berhubungan dengan emosinya. Tidak jarang individu merasa mudah


24

marah dan mudah merasa tersinggung atas suatu hal yang tidak sesuai

dengan dirinya. Perilaku mudah marah membuat individu cepat stres, dan

dapat menimbulkan keluhan lain baik secara fisik maupun psikologis.

e. Impatient

Keadaan stres diakibatkan karena individu cenderung merasa tidak sabar

dalam hal apapun. Seperti misalnya berada di lampu lalu lintas untuk

menunggu, berada di lift ataupun menunggu sesuatu dianggap sebagai

sesuatu yang dapat menghambat keperluannya dan cenderung tidak

menyukai jika diganggu atau dihentikan kegiatan yang sedang kerjakan.

Menurut Sarafino (2012) terdapat empat aspek yang mempengaruhi

stres, yaitu:

a. Emosi

Setiap hari, emosi individu cenderung berubah-ubah. Seperti misalnya

merasa sedih karena kehilangan sesuatu, takut akan ketinggian, cemas

akan masa depan, perasaan tegang saat akan ujian, maupun phobia

terhadap benda, binatang dan benda-benda lainnya. Emosi-emosi tersebut

dapat menyebabkan stres pada kadar yang berbeda sesuai kemampuan

masing-masing individu.

b. Kognitif

Sumber stres kognitif berasal dari pikiran-pikiran negatif yang dimiliki

masing-masing individu. Pikiran-pikiran negatif dapat berasal dari

peristiwa traumatis seperti pelecehan dan kecelakaan yang membuat

adanya perasaan tidak nyaman dan terus membayangi individu tersebut.


25

Peristiwa kurang menyenangkan tersebut dapat menimbulkan stres, dan

jika hal tersebut berkelanjutan, maka dapat menimbulkan stres yang

kronis.

c. Perilaku Sosial

Perilaku negatif seperti pelanggaran norma-norma pada suatu wilayah

maupun budaya dapat menyebabkan munculnya stres. Pelanggaran norma

yang dimaksud seperti tidak menghargai budaya lain, melanggar aturan

daerah tertentu dan perilaku pelanggaran lain yang dapat merugikan diri

sendiri maupun orang lain. Hal ini dapat menjadi masalah antar individu

saat tidak adanya kesadaran masing-masing untuk saling menyesuaikan.

d. Fisiologis

Aspek fisiologis pada stres adalah munculnya gejala fisik akibat adanya

stressor seperti meningkatnya detak jantung, tekanan darah dan nadi

maupun sistem pernafasan. Hal tersebut merupakan reaksi yang dirasakan

secara langsung oleh tubuh.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek dari stress

secara emosi yaitu kesulitan dalam merasa santai, ketegangan, tidak sabar,

cepat marah, mudah menyerah. Adapun aspek stres secara kognitif yang

mempengaruhi cara berpikir seseorang, dan aspek fisiologis yang ditimbulkan

akibat stres seperti detak jantung dan tekanan darah meningkat.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres

Sarafino (2011) memaparkan beberapa faktor penyebab stres,

diantaranya :
26

a. Faktor Individu

Faktor penyebab stres ini berasal dari diri individu itu sendiri seperti faktor

usia, kondisi kesehatan secara fisik, motivasi diri, maupun konflik-konflik

yang dimiliki.

b. Faktor Keluarga

Hubungan dengan keluarga dapat mempengaruhi tingkat stres seseorang.

hal-hal yang dapat menjadi pemicu stres dalam keluarga adalah adanya

perselisihan antaranggota keluarga, perbedaan pendapat, sikap acuh, dan

kurangnya afeksi yang diperlihatkan dan dilibatkan dalam interaksi

keluarga.

c. Faktor Masyarakat dan Komunitas

Lingkup lebih besar setelah keluarga yang dihadapi dalam kehidupan

sehari-hari adalah lingkup komunitas atau masyarakat. Faktor penyebab

stres berdasarkan lingkup komunitas atau masyarakat adalah:

1. Pekerjaan

Stres akibat pekerjaan dapat timbul akibat 2 hal yaitu yang pertama,

pekerjaan yang menumpuk ataupu pekerjaan yang membutuhkan

banyak waktu dalam penyelesaiannya dapat menjadikan individu

menjadi tertekan. Selain tuntutan pekerjaan yang berat, lingkungan

fisik, dan faktor-faktor lain dapat menjadi penyebab stres,

2. Lingkungan

Lingkungan tempat individu tinggal dapat menjadi penyebab stres

seperti temperatur, kebisingan, bencana alam, maupun hal lain.


27

lingkungan secara makro juga dapat menjadi penyebab stres seperti

migrasi, kecelakaan lalu lintas, bencana nuklir, dan lainnya.

Faktor lain dipaparkan oleh Smet (1994) bahwa tiap individu

memiliki reaksi yang berbeda terhadap stres meskipun dialami pada waktu

yang sama. Ada berbagai faktor yang menjadi penyebab individu mengalami

stres, baik faktor secara psikologis maupun sosial. Beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi stres antara lain:

d. Kondisi Individu

Faktor stres yang diakibatkan oleh hal-hal yang berkaitan dengan indicidu

itu sendiri seperti jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, status

ekonomi, genetik, intelegensi, maupun secara fisik.

e. Kepribadian

Faktor kepribadian meliputi karakteristik dari kepribadian seseorang

seperti introvert atau ekstrovert, stabilitas emosi, ketabahan, maupun

ketahanan dalam menghadapi masalah.

f. Hubungan dengan Lingkungan Sosial

Faktor ini dapat berupa hubungan individu dengan lingkungannya,

bagaimana individu tersebut dapat bergaul dan beradaptasi dengan

lingkungan sosialnya.

g. Sosial-Kognitif

Faktor ini dapat berupa cara berpikir individu yang dipengaruhi oleh

lingkungan karena adanya informasi yang diperoleh dan kemampuan

adaptasi atau belajar individu yang melibatkan orang lain.


28

h. Strategi Coping

Unsur-unsur pemikiran sebagai rangkaian sikap dalam mengatasi suatu

masalah yang dihadapi pada kehidupan sehari-hari maupun stressor

tertentu yang menyangkut ancaman maupun tuntutan yang berasal dari

lingkungan sekitar.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor stres dapat

muncul dari individu itu sendiri maupun lingkungan. Faktor individu dapat berupa

keadaan fisik, genetik, kepribadian, jenis kelamin, latar belakang pendidikan,

maupun latar belakang lain yang berasal dari individu, sedangkan faktor lingkungan

dapat berupa tuntutan maupun ancaman dari pihak luar individu. Faktor lingkungan

dapat berasal dari keluarga, teman, lingkungan tempat tinggal, dan lain-lain.

A. Regulasi Emosi

1. Definisi Regulasi Emosi

Regulasi emosi adalah kemampuan individu dalam melakukan

pengendalian, pemantauan, dan evaluasi pada emosi yang dirasakan

(Gross,2002). Regulasi emosi selalu berlangsung berbeda-beda tergantung

pada masing-masing individu. Hal ini karena tiap individu memiliki

pengalaman yang berbeda-beda dalam merasakan dan mengendalikan emosi

(Gross,1999). Thompson (1990) memaparkan bahwa regulasi emosi

melibatkan adanya perubahan pada perilaku, pengalaman hidup, juga reaksi

psikologis. Regulasi emosi adalah proses dalam mengendalikan atau

memelihara intensitas dan proses emosi yang berkaitan dengan fisiologis

manusia (Eisenberg et al, 2000). Individu dengan kemampuan regulasi emosi


29

yang tinggi akan mampu berperilaku yang baik dan benar sehingga

memberikan keuntungan kepada diri sendiri juga lingkungan seperti perilaku

berbagi, bekerjasama, menolong, dan kemampuan sosial lainnya dan berlaku

sebaliknya. Dampak negatif dari ketidakmampuan dalam mengelola emosi

dapat menyebabkan individu sulit dalam memodifikasi emosi dalam proses

penyelesaian masalah, regulasi emosi juga dapat dijadikan pedoman

pengalaman emosi positif maupun negatif (Roberto, Daffern, & Bucks, 2012).

Ada beberapa pengertian regulasi emosi menurut Lewis, Jones, &

Barret (2008) pertama, regulasi emosi sebagai kemampuan individu untuk

dapat terbuka terhadap perasaan, baik perasaan menyenangkan dan yang tidak

menyenangkan, perasaan menyenangkan berupa emosi-emosi positif seperti

rasa senang dan bahagia, sedangkan perasaan yang tidak menyenangkan

merupakan perasaan-perasaan negatif seperti amarah dan takut. Kedua,

regulasi emosi merupakan kemampuan dalam memantau dan merefleksikan

emosi yang dirasakan. Hal ini berarti kemampuan inidividu dalam mengenali,

memerhatikan perasaan emosi yang muncul serta meninjau kembali perasaan-

perasaan apa saja yang dirasakan sehingga dapat mengendalikan saat emosi-

emosi tersebut muncul di lain waktu. Ketiga, regulasi emosi adalah

kemampuan individu untuk melibatkan, memperpanjang, atau melepaskan

situasi emosi berdasarkan emosi yang dinilai individu itu sendiri dan terakhir

yang keempat, regulasi emosi merupakan kemampuan individu dalam

mengelola emosi yang ditimbulkan dari diri sendiri maupun orang lain.

Regulasi emosi juga dapat diartikan sebagai kemampuan individu dalam


30

memonitor atau memantau, meninjau kembali atau melakukan evaluasi atas

emosi yang dirasakan, dan memodifikasi atau melakukan perubahan atas reaksi

emosional untuk mencapai tujuan. Individu dikatakan dapat melakukan kontrol

emosi dengan baik saat memiliki kemampuan regulasi emosi yang tinggi,

sehingga dapat menjadikan suasana lingkungan menjadi lebih positif

(Thompson, 1994).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa regulasi

emosi merupakan kemampuan individu dalam mengenali, mengendalikan, dan

meninjau kembali emosi-emosi yang dirasakan. Hal tersebut dapat menjadi

acuan mengenai pengambilan sikap yang tepat di kemudian hari saat emosi

yang sama muncul kembali.

2. Aspek-aspek Regulasi Emosi

Terdapat dua aspek regulasi emosi menurut Gross & John (2003) yang

dapat menjadi skema kemampuan regulasi emosi seseorang, yaitu:

a. Cognitive reappraisal

Cognitive reappraisal diartikan sebagai salah satu bentuk perubahan

kognitif di mana melibatkan emosi utama individu agar dapat mengubah

cara berpikir yang memiliki potensi memunculkan emosi-emosi tertentu

sehingga dapat mengubah pengaruh emosionalnya. Keseluruhan tahapan

emosi dapat diubah dan disesuaikan sebelum akhirnya terbentuk utuh.

Cognitive reappraisal menjadikan ekspresi emosi negatif dalam diri

individu menjadi berkurang dengan melakukan peninjauan kembali emosi-

emosi yang dirasakan.


31

b. Expressive suppression

Expressive suppression adalah proses adanya modifikasi perilaku atas

pengubahan respon saat mengalami kondisi emosional tanpa mengurangi

pengalaman kurang menyenangkan yang dirasakan. Dibutuhkan usaha

cukup ekstra dalam mengontrol tendensi emosi yang sering muncul.

Expressive suppression merupakan bentuk dari penekanan ekspresi negatif

yang dirasakan, hal ini dapat membantu mengurangi respon perilaku dari

emosi negatif.

Aspek-aspek regulasi emosi juga dipaparkan oleh Thompson (1994) yaitu:

a. Emotions monitoring

Emotion monitoring merupakan kemampuan individu dalam memahami

dan menyadari seluruh proses pengalaman yang terjadi pada dirinya sendiri

meliputi perasaan, pikiran maupun latarbelakang tindakan yang dilakukan.

b. Emotions evaluating

Emotion evaluating adalah kemampuan individu dalam melakukan

pengelolaan dan menyeimbangkan emosi-emosi yang dialami. Kemampuan

ini khususnya pada pengelolaan emosi-emosi negatif yang muncul seperti

rasa marah, kekecewaan, rasa sedih, dendam, dan emosi-emosi negatif

lainnya sehingga individu tidak terpengaruh perasaan negatif tersebut yang

dapat mengakibatkan kerugian pada diri individu itu sendiri.

c. Emotions modification

Emotions modification ialah kemampuan individu dalam mengubah emosi

negatif sehingga menjadi emosi yang lebih positif sehingga dapat menjadi
32

motivasi saat mengalami rasa putus asa, marah, atau cemas. Kemampuan ini

menjadikan individu mampu bertahan dan dapat melewati masalah yang

sedang dihadapi.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek

regulasi emosi dapat dilihat dari segi kognitif dan emosi, yaitu melakukan

perubahan dalam berpikir maupun perilaku secara emosi dengan melakukan

penekanan emosi dan memodifikasi emosi yang dirasakan.

B. Penyakit Kanker

1. Definisi Penyakit Kanker

Kanker atau tumor ganas terjadi akibat adanya pertumbuhan sel atau

jaringan yang terus bertumbuh dengan tidak terkendali (Kementrian Kesehatan

RI, 2013). Kanker merupakan penyakit yang tergolong dalam kelompok

pertumbuhan sel abnormal dengan mengabaikan aturan pembelahan sel pada

keadaan normal. Pada keadaan normal, sel normal secara konstan cenderung

memberi sinyal perintah untuk membelah diri, membedakan jenis dengan sel

lain atau mati. Sel kanker berkembang membentuk otonomi dari sinyal-sinyal

ini, menyebabkan pertumbuhan tak terkontrol dan berkembang pesat.

Perkembangan pesat sel ini akan berakibat fatal jika terus menyebar dan

berkelanjutan. Kurang lebih 90% dari data lapangan menyatakan bahwa

penyebab kematian pada pasien kanker diakibatkan adanya proses metastasis

yaitu tumor yang berkembang secara cepat menyebar berproses dalam tubuh

(Hejmadi, 2010).
33

Menurut Clarke & Hass (2006) kanker terdiri dari berbagai macam

fenotipe (karakteristik organisme secara struktural, fisiologis, perilaku maupun

biokimiawi yang dapat diamati dan diatur oleh genotipe dan lingkungan juga

interaksi dari keduanya). Sel fenotipe ini berbeda dari yang pada umumnya, sel

ini dapat tumbuh akibat adanya mutasi yang terjadi secara genetik maupun

faktor lingkungan. Kunci penting pada jaringan sel normal dimiliki oleh

jaringan sel kanker, termasuk kemampuan sel untuk memperbarui diri. Sel

kanker penting untuk dideteksi dengan segera dikarenakan sel kanker

merupakan sel yang berbahaya dan memegang kunci penting bagi sel normal

lainnya. Kanker didefinisikan sebagai sel abnormal karena pertumbuhan yang

cenderung berlangsung cepat tetapi tidak terkondisikan dan menggantikan sel-

sel normal dengan merusak jaringan normal. Sel tumor memiliki sifat yang

berbeda-beda dan hanya sel induk kanker yang memiliki kemampuan untuk

berkembang biak secara besar-besaran dan membentuk tumor baru (Reya,

Clarke, &Weissman, 2001).

Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya pembelahan

sel secara tidak terkendali. Sel kanker memiliki potensi untuk menyerang

jaringan biologis yang lain, baik secara invasi atau pertumbuhan langsung di

jaringan yang terdekat, atau dengan metastasis yaitu perpindahan sel ke tempat

yang jauh. Adanya pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel tersebut

menyebabkan kerusakan DNA yang menyebabkan perpindahan di gen penting

yang mengontrol pembelahan sel. Hal tersebut berakibat tidak terkendalinya


34

pembelahan sel dan menjadi pemicu pertumbuhan sel kanker (Morihito, et al,

2017).

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa kanker adalah

penyakit yang disebabkan adanya pertumbuhan sel abnormal yang tumbuh

secara besar-besaran dan tak terkendali dan bersifat mengganggu jaringan sel

normal. Kanker dapat tumbuh pada jaringan dan bagian tubuh manapun.

2. Jenis-jenis Penyakit Kanker

Menurut Akmal, Indahaan, Widhawati, & Sari (2010) terdapat liima

jenis klasifikasi penyakit kanker, yaitu:

a. Karsinoma adalah jenis kanker yang tumbuh pada permukaan suatu organ,

kerangka tubuh, dan kelenjar, contohnya jaringan sel kulit, bagian vital

yaitu ovarium dan testis, kelenjar mucus, sel payudara, leher rahim,

lambung, pankreas, dan lain-lain.

b. Limfoma adalah kanker yang berasal dari kelenjar sistem limfa di mana

kelenjar tersebut berfungsi menghasilkan sel darah putih dan

membersihkan cairan tubuh, contohnya adalah kanker sumsum tulang dan

leukemia.

c. Sarkoma adalah kanker yang tumbuh di jaringan penyambung yang

mengakibatkan kerusakan pada jaringan penunjang jaringan ikat seperti

otot, tulang, lemak, dan tulang rawan.

d. Glioma adalah kanker yang menyerang susunan sel saraf, misalnya sel-sel

jaringan panjang (glia) yang berada di susunan saraf pusat.


35

e. Karsinoma in situ adalah jenis kanker yang masih tergolong paling ringan,

menetap di bagian tubuh tertentu, dan merupakan tahap awal dari penyakit

kanker yang lebih ganas.

Terdapat lima jenis kanker dengan penderita paling banyak di Indonesia

(Global Cancer Observatory, 2018) :

a. Kanker payudara

Kanker payudara merupakan terbentuknya sel kanker di jaringan

payudara. Sel tersebut membentuk benjolan yang mengakibatkan rasa

nyeri. Jenis kanker ini sebagian besar diderita oleh wanita sekaligus

menjadi kanker paling mematikan di Indonesia.

b. Kanker serviks

Kanker serviks adalah sel kanker yang tumbuh di leher rahim. Kanker jenis

ini merupakan salah satu kanker mematikan setelah kanker payudara di

mana penderitanya mayoritas adalah wanita.

c. Kanker paru-paru

Kanker paru-paru adalah kondisi di mana terdapat sel ganas kanker yang

terbentuk di paru-paru. Kanker jenis ini paling banyak diderita oleh orang

yang memiliki kebiasaan merokok. Namun, tetap ada kemungkinan orang

dalam kategori bukan perokok, hal ini karena sering terpapar zat kimia di

lingkungan sekitarnya.

d. Kanker kolokteral

Kanker kolokteral adalah kanker yang tumbuh pada kolon atau usus besar

atau bagian paling bawah usus besar (kolon) yang terhubung ke anus
36

(rektum). Kanker ini dapat dinamai sebagai kanker kolon atau kanker

rektum, tergantung pada lokasi tumbuhnya sel kanker. Kanker kolorektal

dapat bermula dari jaringan yang tumbuh di dinding usus besar atau

rektum.

e. Kanker hati

Kanker hati adalah sel kanker yang tumbuh di organ hati dan bermutasi

membentuk tumor. Kanker ini dapat disebabkan karena adanya komplikasi

penyakit hati, seperti hepatitis atau penyakit radang hati dan sirosis.

3. Stadium Penyakit Kanker

Tingkatan stadium pada kanker dapat digolongkan menjadi 2 yang

digunakan oleh ahli medis, yaitu:

a. TNM staging systems adalah pengelompokkan berdasarkan tumour, node,

dan metastasis. Tumour merujuk pada seberapa jauh sel kanker dapat

menyebar ke jaringan paling dekat dan ukuran sel kanker yang tumbuh,

tingkatannya dapat berupa 1 yaitu ukuran paling kecil sampai 4 yaitu

ukuran paling besar. Node merujuk pada sebaran sel kanker ke getah

bening, tingkatannya dapat berupa 0 yang berarti tidak ditemukan sel

kanker dalam kelenjar getah bening, dan 3 yaitu banyak ditemukan sel

kanker dalam getah bening. Metastasis merujuk pada sebaran sel kanker

ke organ tubuh lain, tingkatakannya berupa 0 yaitu belum ada penyebaran

sel kanker atau 1 yang berarti telah ada penyebaran sel kanker.

b. Number staging system menjadikan TNM sebagai pembagi stadium

kanker. Stadium 1 berarti sel kanker masih berukuran relatif kecil dan
37

berlokasi di dalam organ tempat pertama kalinya muncul sel kanker

tersebut. Stadium 2 berarti telah ada penyebaran sel-sel kanker ke kelenjar

getah bening yang berlokasi dekat dengan tumbuhnya tumor, namun hal

ini tergantung pada jenis kanker tertentu. Stadium 3 berarti ukuran sel lebih

besar dibanding stadium sebelumnya da nada kemungkinan telah

menyebar ke jaringan sekitarnya dan terdapat sel kanker di kelenjar getah

bening. Stadium 4 merupakan stadium paling ganas di mana sel kanker

telah menyebar ke organ tubuh yang lain, stadium ini juga disebut kanker

sekunder atau metastasis.

4. Dampak Psikologis pada Pasien Kanker

Dampak psikologis pada pasien kanker menurut Wulandari, Bahar, &

Ismail (2017), yaitu:

a. Kecemasan

Perasaan cemas dan khawatir sering dirasakan saat pasien pertama kali

mendapatkan diagnosa dari dokter. Berbagai hal menjadi kekhawatiran

tersendiri bagi pasien, yaitu mengenai pengobatan yang akan dilakukan,

ketakutan terhadap kemungkinan menyebarnya sel-sel kanker ke organ

lain, maupun persepsi dari lingkungan masyarakat mengenai kanker

merupakan penyakit ganas yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan

kematian.

b. Perasaan sedih

Diagnosis kanker memunculkan perasaan sedih pada pasien karena

pemikiran mengenai perawatan medis yang akan dilakukan. Kesedihan


38

yang dialami juga dikarenakan tidak mampu kembali menjalankan

aktivitas sehari-hari secara normal.

c. Perasaan takut

Perasaan takut muncul terhadap pengobatan berupa tindakan medis yang

akan dilakukan, salah satunya adalah operasi pengangkatan sel-sel kanker.

Ketakutan juga dirasakan terkait adanya kemungkinan penyebaran sel

kanker menjalar ke organ yang lain.

Yolanda & Karwur (2013) memaparkan terdapat beberapa dampak

psikologis pada pasien kanker, yaitu:

a. Kecemasan

Perasaan cemas muncul akibat banyaknya hal yang menjadi kekhawatiran

pasien, seperti misalnya mengenai biaya yang akan dikeluarkan selama

melakukan pengobatan. Ketakutan ini muncul pada pasien-pasien umum

yang tidak mendapatkan jaminan kesehatan oleh pemerintah. Selain

kecemasan terhadap biaya, pasien juga cemas terhadap efek samping

kemoterapi, adanya rasa pesimis terhadap pengobatan yang tidak berhasil,

dan pemikiran mengenai perubahan kondisi keluarga.

b. Ketegangan

Pasien kanker cenderung mengalami rasa tegang, mudah merasa lelah,

sulit tenang saat beristirahat, mudah terkejut, gelisah, gemetar, dan

menangis.

b. Perasaan takut (fobia) pada suatu peristiwa atau situasi tertentu


39

Adanya perasaan takut yang dialami pasien kanker terjadi saat pasien akan

melakukan pengobatan kemoterapi di mana tidak ada wali yang

diperbolehkan mendampingi pasien selama proses kemoterapi dilakukan.

c. Gangguan tidur

Pasien kanker juga tidak jarang yang mengalami gangguan tidur.

Gangguan ini dirasakan dengan tanda-tanda kesulitan untuk memulai

tidur, terbangun saat malam hari, tidak dapat tidur nyenyak, merasakan

lesu saat bangun pagi, dan sering mengalami mimpi buruk.

d. Gangguan kecerdasan

Gangguan kecerdasan berkaitan dengan kognitif pada pasien kanker.

Pasien kanker tidak jarang mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi,

juga menurunnya daya ingat dibanding sebelum menjalani proses

kemoterapi dan pengobatan yang lain.

b. Perasaan depresi

Perasaan depresi sering muncul pada pasien yang sedang menjalani

pengobatan kemoterapi. Gejala depresi pada pasien kanker ditandai

dengan kehilangan minat, kurangnya minat atau kesenangan pada hobi,

merasa sedih, dan perasaan yang mudah berubah-ubah sepanjang hari.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat

beberapa dampak psikologis yang dirasakan oleh pasien kanker, yaitu

kecemasan, perasaan takut, ketegangan, depresi, hingga berpengaruh pada

kehidupan sehari-hari yaitu kesulitan untuk tidur, kehilangan minat, dan

kesulitan dalam berkonentrasi.


40

C. Hubungan Antara Regulasi Emosi dengan Stres Pada Pasien Kanker

Kanker adalah jenis tumor ganas yang menyerang jaringan tubuh

dengan menggerogoti jaringan tubuh lainnya dan berkembang dengan cepat.

Sel tersebut melakukan pengerusakan dan menyerang jaringan dalam tubuh

melalui saluran getah bening dan aliran darah sehingga dapat dengan cepat

tumbuh dan berkembang pesat di bagian tubuh yang baru (Wijayakusuma,

2004). Kanker bukanlah penyakit yang ringan, perlu adanya deteksi dini

kanker dengan benar ketika ditemukan gejala-gejala yang memiliki

kecenderungan dengan gejala kanker seperti adanya benjolan pada bagian

tubuh tertentu. Tidak semua jenis kanker yang telah terdeteksi dapat

sepenuhnya sembuh. Namun, semakin dini melakukan pendeteksian kanker

dan diobati, maka semakin besar kemungkinan untuk sembuh. Sampai saat

ini masih belum ditemukan secara jelas penyebab kanker, namun terdapat

beberapa perilaku yang menjadi pemicu tumbuhnya sel kanker seperti faktor

genetik, stres, gaya hidup tidak sehat, penggunaan obat-obatan terlarang,

dan lain-lain (Mangan, 2003).

Proses penyembuhan pada penyakit kanker tidak terlepas dari obat-

obatan maupun kemoterapi yang memiliki efek samping baik secara

fisiologis maupun secara psikologis. Beberapa efek yang muncul secara

fisiologis adalah adanya mual, muntah, kerontokan rambut, perubahan

bentuk tubuh, dan lain-lain, sedangkan efek yang diakibatkan secara

psikologis adalah stres, tidak percaya diri, putus asa, dan lain-lainnya.

Adanya cara berpikir yang salah menjadikan pasien cenderung memiliki


41

pemikiran-pemikiran negatif yang dapat memunculkan emosi negatif

seperti stres. Stres merupakan rmunculnya respon emosi yang diakibatkan

peristiwa-peristiwa yang membuat hidup menjadi tertekan mengakibatkan

munculnya emosi-emosi negatif seperti mudah marah, tidak sabar dalam

mengahadapi sesuatu, dan sulit untuk menenangkan diri (Lovibond &

Lovibond, 1995).

Terdapat beberapa penyebab munculnya stres pada pasien kanker.

Salah satu penyebab stres yang dialami oleh pasien kanker terutama pada

pasien dengan usia dewasa awal sampai dewasa madya adalah adanya

konflik peran yang dialami oleh pasien kanker dengan status kerja aktif dan

usia yang tergolong produktif. Tuntutan atas pekerjaan, keluarga dan diri

sendiri maupun lingkungan menjadikan beban tersendiri. Hal ini

dikarenakan perubahan fisik yang semula sehat menjadi sakit dan secara

bersamaan tidak mampu memenuhi kewajiban terhadap pekerjaan maupun

keluarga. Selain adanya tuntutan dan kewajiban, pengobatan kanker yang

dilakukan terus menerus dan menimbulkan efek samping juga menjadi

faktor stres bagi sebagian pasien kanker (Widyastuti, Yuliastuti, Farida,

Rinarto, & Firmansyah, 2020). Ketika pasien memasuki tahap pengobatan

selanjutnya yang memungkinkan adanya perubahan lingkungan, pasien

cenderung kesulitan dalam penyesuaian diri. Efek yang ditimbulkan adalah

perasaan cemas selama menghadapi masa pengobatan sehingga muncul

perasaan tidak percaya diri saat menghadapi realita menjadikan pasien

mudah mengalami stres. Pasien kanker dituntut untuk selalu menjaga gaya
42

hidup melalui pola makan yang sehat, menghindari hal-hal yang dapat

memicu kekambuhan kanker dan melakukan pengobatan kemoterapi serta

mengonsumsi obat dalam jangka waktu yang cukup lama dan dilakukan

dengan rutin. Perubahan fisik secara drastis juga menjadikan munculnya

emosi-emosi negatif yang menjadikan pasien merasa enggan melanjutkan

pengobatan. Perlunya mekanisme koping yang tepat agar dapat menurunkan

tingkat stres pada pasien kanker. Mekanisme koping dapat menjadi cara

dalam penyelesaian masalah pasien kanker yang mengalami stres dengan

melakukan penyesuaian diri dan sikap terhadap situasi yang kurang

menyenangkan (Nadatien & Mulayyinah, 2019).

Kubler-Ross, Wessler, & Avioli (1972) memaparkan terdapat

tahapan-tahapan proses pasien penyakit kronis menghadapi terminal illness,

yaitu pertama adalah tahap denial. Pada tahap ini pasien merasa shock

dengan penyakit yang diderita, terdapat perasaan tidak terima, sedih, dan

tidak nyaman. Kedua, ketika pasien tidak dapat mengendalikan perasaan

denial yang dirasakan, maka akan muncul perasaan marah, tahap ini

dinamakan anger. Pasien cenderung merasakan amarah terhadap

kondisinya, ketergantungan dengan lingkungan sekitar, menjadi mudah

tersinggung, dan mencela penyakitnya. Ketiga, bargaining merupakan

tahap di mana seseorang ingin memperoleh kembali kontrol dalam dirinya.

Rasa amarah sudah mulai pudar dan asien mulai menerima kondisi atas

penyakitnya dan berusaha menjadi seseorang yang lebih berguna bagi

lingkungan sekitar. Keempat, depression yaitu tahap setelah adanya tawar-


43

menawar dengan diri sendiri atas kondisi yang dialami. Terdapat dua jenis

depresi yang dialami pasien, yaitu depresi reaktif di mana pasien mengalami

guncangan kembali atas kondisinya dan timbul perilaku-perilaku yang

menimbulkan kerugian seperti menangis terus-menerus saat menyadari

kondisi diri, khawatir, menyesal, atau bahkan terdiam dan taka da minat

untuk berbicara maupun bersosialisasi. Adapun jenis depresi yang lain yaitu

keadaan di mana pasien tidak menunjukkan adanya kemarahan maupun

sikap sedih. Pasien cenderung memiliki rasa siap untuk melepas beban-

beban dan perasaan-perasaan amarahnya dan selanjutnya menerima

seluruhnya atas kondisi yang dialami. Pasien akan menjadi lebih baik saat

adanya kehadiran dari keluarga maupun orang tersayang untuk memberikan

dukungan berupa pelukan, pujian, maupun hal lainnya. Tahap selanjutnya

adalah decathexis yaitu tahap di mana pasien mulai menyelesaikan urusan-

urusannya dengan dirinya sendiri maupun orang lain, pasien memilih

memisahkan diri dan mengurangi intensitas berbicara kepada siapapun.

Pada tahap ini, pasien hanya ingin ditemani oleh orang-orang yang

menyayanginya sehingga pasien merasa nyaman. Tahap terakhir adalah

acceptance yaitu keadaan pasien yang telah menerima kondisi diri dengan

segala kekurangan yang ada. Pasien merasa tidak ada lagi rasa marah,

khawatir, maupun ketakutan terhadap hal yang akan dihadapi di masa

mendatang, termasuk kematian. Pasien telah merasa siap atas kematian yang

akan menjemput dan telah menyelesaikan urusan-urusannya dan hidup

dengan tenang.
44

Salah satu strategi strategi koping yang dapat dilakukan adalah

dengan regulasi emosi. Regulasi emosi merupakan kemampuan individu

dalam melakukan pengendalian, pemantauan, dan evaluasi pada emosi yang

dirasakan (Gross,2002). Regulasi emosi memiliki peran penting dalam

perilaku adaptif individu. Regulasi emosi dapat memberikan arah pada

individu untuk memunculkan respon emosi yang tepat. Menurut Gross dan

John (2003) aspek-aspek regulasi emosi terdiri dari cognitive reappraisal

dan expressive suppression. Cognitive reappraisal adalah tahap

pengubahan emosi dengan mengubah pola pikir pengalaman emosi negatif

yang dirasakan. Pada proses ini, individu mengurangi intensitas emosi

negatif yang dirasakan dan berusaha mengubah emosi negatif tersebut

dengan emosi positif dengan membuat emosi lebih stabil. Pasien kanker

melalui strategi cognitive reappraisal dapat mengurangi aspek stres

kesulitan merasa tenang, mudah merasa putus asa, dan ketegangan.

Berdasarkan aspek-aspek tersebut individu cenderung kesulitan untuk

merasa tenang, mudah putus asa, dan adanya ketegangan yang dialami

terus-menerus. Perasaan-perasaan negatif tersebut dapat diakibatkan adanya

pemikiran yang salah serta sulitnya dalam mengendalikan emosi-emosi

negatif dalam individu. Strategi cognitive reappraisal dapat menjadi

alternatif cara mengendalikan emosi-emosi negatif seperti ketegangan,

kekurangan rasa optimisme, dan kesulitan dalam merasa santai. Hal tersebut

didukung penelitian yang dilakukan oleh Greeson, dkk (2018) bahwa

cognitive reappraisal dapat mengurangi efek stres.


45

Expressive suppression cukup efektif dalam mengurangi emosi-

emosi negatif individu dengan cara menekan respon negatif untuk tidak

muncul. Ketidaksabaran dan reaksi berlebihan terhadap suatu hal dapat

diatasi dengan expressive suppression. Keadaan individu cenderung mudah

marah, tidak dapat mengendalikan kesabaran, dan tidak adanya kontrol

emosi negatif tersebut dapat dihambat dengan cara mengalihkan kepada

kegiatan yang lebih positif, bertemu dan berkumpul dengan orang-orang

yang positif, rutin melakukan inhale exhale, maupun pengalihan lain yang

dapat meminimalisir emosi negatif yang dimiliki. Expressive suppression

mampu mengurangi tekanan psikologis seperti amarah, kecewa, maupun

rasa sedih. Hal ini sesuai dengan penelitian Richmond, Hasking, & Meaney

(2017) bahwa expressive suppression dapat mengurangi adanya tekanan

psikologis dengan melakukan regulasi emosi.

Aspek-aspek pada regulasi emosi dapat menurunkan aspek-aspek

stres. Cognitive reappraisal menjadikan individu memiliki insight baru

mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidup. Individu menjadi

memiliki pengetahuan baru mengenai cara menghadapi permasalahan yang

dialami di masa depan dan cenderung lebih menerima atas takdir yang

dimiliki. Individu dengan expressive suppression melakukan penekanan

atas emosi, menghindari situasi yang dapat memunculkan emosi yang

berlebihan. Individu juga cenderung melupakan hal-hal buruk yang

menimpa sebagai upaya penekanan perasaan kecewa (Sari & Hayati, 2015).

Kedua aspek tersebut memiliki kesamaan dalam mengurangi emosi negatif


46

yang dirasakan dan dapat melakukan pengelolaan menjadi lebih positif.

Regulasi emosi menjadikan langkah strategis dalam upaya kontrol emosi

sehingga menghindari timbulnya masalah psikologis lain yang tidak

diinginkan. Regulasi emosi dapat memembuat kehidupan individu menjadi

lebih baik (Seprian & Puspitosari, 2019).

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa individu

dengan kanker cenderung merasakan stres dan memiliki kesulitan dalam

pengelolaan emosi serta pengendalian diri. Pengenalan emosi yang

cenderung belum sepenuhnya dapat dipahami, kurangnya pengetahuan

mengenai cara mengendalikan emosi dapat menjadi faktor stres. Regulasi

emosi menjadi salah satu strategi dalam mengelola emosi, mengubah emosi

negatif menjadi emosi positif sehingga memberikan dampak yang lebih baik

pada kehidupan. Emosi positif contohnya mindfulness dapat mengurangi

gejala-gejala stres sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan

peningkatakan kesejahteraan psikologis (Sari & Yulianti, 2017). Maka dari

itu dapat dikatakan bahwa regulasi emosi dapat mengurangi simtom stres.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif

antara regulasi emosi dengan stres pada pasien kanker. Semakin tinggi

regulasi emosi maka semakin rendah tingkat stres. Begitupun sebaliknya,

semakin rendah regulasi emosi maka semakin tinggi tingkat stres.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Untuk menjawab tujuan dan hipotesis penelitian yang diajukan, maka variabel

dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Variabel Tergantung : Stres

2. Variabel Bebas : Regulasi Emosi

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Stres

Stres merupakan reaksi dari tubuh yang muncul saat individu

menghadapi tekanan, ancaman, maupun suatu perubahan yang dapat

mengakibatkan adanya perasaan gugup, putus asa, marah, namun juga dapat

membuat individu menjadi lebih bersemangat. Stres dalam penelitian ini

diukur menggunakan Depression Anxiety Stress Scale (Lovibond & Lovibond,

1995), DASS-S berjumlah 14 aitem berdasarkan aspek-aspek stres yang terdiri

dari difficulty relaxing, nervous arousal, easily upset/agitated, irritable/over-

reactive, dan impatient. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin

tinggi stres yang dialami, dan semakin rendah skor yang diperoleh maka

semakin rendah pula stres yang dialami.

47
48

2. Regulasi Emosi

Regulasi emosi adalah kemampuan yang dimiliki individu dalam

mengendalikan emosi yang dirasakan. Regulasi emosi diukur menggunakan

skala ERQ (Emotion Regulation Questionnaire) yang disusun oleh Gross &

John (2003) dan telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh

Salsabiela, Iqbal, & Widiasmara (2019). ERQ terdiri dari 10 aitem dan

memiliki aspek-aspek meliputi cognitive reappraisal dan expressive

suppression. Namun, dalam penelitian ini kuesioner ERQ yang digunakan telah

melalui proses tryout oleh Siradjuddin (2020) di mana hanya menggunakan 9

aitem dengan 1 aitem gugur yaitu aitem nomor 1. Semakin tinggi skor regulasi

emosi yang diperoleh maka semakin baik pengelolaan emosi yang dimiliki,

sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka semakin rendah

kemampuan pengelolaan emosi.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah laki-laki dan/atau perempuan yang

merupakan pasien kanker. Usia responden dibatasi diatas 18 tahun dikarenakan

pada usia tersebut individu dianggap telah mampu berpikir secara rasional dan

konkret. Usia minimal 18 tahun tahun dapat dikatakan memasuki tahap

perkembangan usia dewasa awal. Pada tahap usia tersebut, individu cenderung

menghadapi permasalahan yang lebih kompleks yang dapat mengakibatkan

ketegangan emosional dan rasa khawatir yang dapat mempengaruhi dinamika

psikologis individu dalam mengelola stress. Pemilihan minimal usia subjek


49

berdasarkan kategorisasi usia menurut Hurlock (2001) yang dibedakan menjadi tiga

tahapan yaitu dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa akhir. Dewasa awal dimulai

dari usia 18-40 tahun, dewasa madya dimulai dari usia 41-60 tahun, dan usia dewasa

akhir merupakan individu dengan usia lebih dari 60 tahun (Hurlock, 2001).

Pemilihan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.

Purposive sampling adalah metode di mana subjek telah ditentukan oleh peneliti

sesuai kriteria khusus yang telah ditentukan (Etikan, Musa, & Alkassim, 2016).

Kriteria yang telah ditentukan dalam penelitian ini adalah subjek dengan jenis

kelamin laki-laki atau perempuan, sakit kanker, dengan usia minimal 18 tahun, dan

berada di Provinsi DIY dan Jawa Tengah.

D. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan metode

pengumpulan data berupa kuesioner skala likert. Terdapat dua skala yang

digunakan, yaitu skala DASS-S (Depression Anxiety Stress Scale-Stress) untuk

mengukur variabel tergantung dan skala ERQ (Emotion Regulation Questionaire)

untuk mengukur variabel bebas.

1. Skala DASS-S (Depression Anxiety Stress Scale-Stress)

Metode pengumpulan data yang dilakukan untuk mengetahui tingkat

stres pada pasien kanker dalam penelitian ini ialah menggunakan DASS-S

(Depression Anxiety Stress Scale-Stress) oleh Lovibond & Lovibond (1995)

yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Damanik (2011).

Terdapat 42 aitem DASS (Depression Anxiety Stress Scale) dengan 3 variabel


50

psikologis yaitu depresi, kecemasan, dan stres. Masing-masing variabel terdiri

dari 14 aitem. Setiap pertanyaan terdiri dari empat alternatif jawaban yaitu

tidak sesuai dengan saya sama sekali, atau tidak pernah diberi skor 0, sesuai

dengan saya sampai tingkat tertentu atau kadang-kadang diberi skor 1, sesuai

dengan saya sampai batas yang dapat dipertimbangkan atau lumayan sering

diberi skor 2, sangat sesuai dengan saya atau sering sekali diberi skor 3.

Masing-masing aitem dalam skala DASS merupakan aitem favorable. Pada

penelitian ini, peneliti hanya menggunakan DASS-S yang secara spesifik

mengukur tingkat stres pada individu. Semakin tinggi skor yang diperoleh

maka semakin tinggi tingkat depresi yang dialami individu.

Tabel 1.
Blueprint skala DASS-S
Aitem
Aspek Total
Favorable Unfavorable
Difficulty relaxing 8,22,29 - 3
Nervous arousal 12,33 - 2
Easily upset/agitated 1,11,39 - 3
Irritable/over-reactive 6,18,27 - 3
Impatient 14,32,35 - 3
Total 14 - 14

Tabel 2.
Kategori Total Skor DASS-S
Jumlah Nilai Tingkat Stres
0-14 Normal
15-18 Ringan
19-25 Sedang
26-33 Parah
>34 Sangat Parah
51

2. Skala ERQ (Emotion Regulation Questionnaire)

Metode pengumpulan data dalam mengukur tingkat regulasi emosi

dalam penelitian ini menggunakan skala ERQ (Emotion Regulation

Questionnaire) yang disusun oleh Gross & John (2003) yang telah

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Salsabiela, Iqbal, &

Widiasmara (2019). Terdapat tujuh alternatif jawaban pada setiap aitem

pernyataan dan dengan pemberian skor yang berbeda untuk masing-masing

aitem, yaitu sangat tidak setuju diberi skor 1, tidak setuju diberi skor 2, agak

tidak setuju diberi skor 3, netral diberi skor 4, agak setuju diberi skor 5, setuju

diberi skor 6, dan sangat setuju diberi skor 7. Semua aitem dalam skala ERQ

merupakan aitem favorable. Semakin tinggi tingkat regulasi emosi, maka

semakin baik regulasi emosi yang dimiliki, dan berlaku sebaliknya.

Tabel 3.
Blueprint skala ERQ (Emotion Regulation Questionnaire)
Aitem
Aspek Total
Favorable Unfavorable
Cognitive reappraisal 1, 3, 5, 7, 8, 10 - 5
Expressive suppression 2, 4, 6, 9 - 4
Total 9 - 9

E. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Validitas diartikan sebagai sejauh mana suatu alat ukur tepat dan akurat

untuk digunakan. Tes tersebut dapat dikategorikan valid apabila dapat mengukur

hal yang menjadi tujuan pengukuran. Validitas mengacu pada sejauh mana
52

teoridapat menggambarkan kesimpulan mengenai nilai tes sesuai tujuan tes itu

sendiri (Heale & Twycross, 2015). Validitas keseluruhan item berdasarkan

corrected item-total correlation bergerak dari angka 0.2385 – 0.6658, sedangkan

validitas variabel stres bergerak dari 0.3532 – 0.6665 (Damanik, 2011). Item

pada masing-masing variabel dikatakan valid apabila memiliki nilai lebih dari

0.3 ( > 0.3 ).

2. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan sejauh mana perolehan skor tes terbebas dari

keselahan pengukuran maupun bias sehingga menentukan skor tes tersebut

akurat (APA Standards, 1985). Reliabilitas merupakan pengukuran yang

konsisten, dalam artian alat ukur yang digunakan dapat memberikan hasil yang

sama jika digunakan dalam penelitian yang sama walaupun pada waktu yang

berbeda. Reliabilitas keseluruhan item skala DASS (Damanik, 2011)

berdasarkan nilai signifikansi Cronbrach Alpha sebesar 0.9483, sedangkan

pada variabel stres memiliki signifikansi sebesar 0.8806. Nilai Cronbach Alpha

variabel regulasi emosi adalah 0,622 (Gross & John, 2003). Suatu alat ukur

dikatakan reliabel dilihat dari nilai Cronbach Alpha yang dihitung dengan

SPSS apabila bernilai lebih dari 0,6.

F. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

data statistik menggunakan SPSS for Windows 25.0 Version. Terdapat dua teknik

uji data sebelum penentuan korelasi, yaitu uji hipotesis dan uji asumsi.
53

1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk melihat distribusi data dapat

dikatakan normal atau tidak. Peneliti menggunakan analisis Kolmogrov-

Smirnov, data dikatakan terdistribusi normal apabila memiliki nilai

signifikansi di atas 0.05, dan berlaku sebaliknya, jika signifikansi data

kurang dari 0.05 maka data tersebut tidak terdistribusi normal.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk melihat pengaruh atau linearitas pola

hubungan variabel bebas dengan variabel tergantung. Pada uji linearitas,

peneliti menggunakan analisis deviation from linearity. Apabila data

menunjukkan nilai signifikansi di atas 0.05, maka data dapat dikatakan

linear, sebaliknya, apabila nilai signifikansi kurang dari 0.5 maka data

tersebut tidak linear.

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis digunakan untuk melihat korelasi antara variabel bebas

dengan variabel tergantung. Peneliti menggunakan teknik korelasi uji

parametrik dengan Analisis Korelasi Pearson Product Moment karena data

yang diperolah terdistribusi normal dan pola hubungan yang dimiliki bersifat

linear. Data dikatakan terdapat hubungan antara variabel apabila memiliki nilai

signifikansi di atas 0.05, dan berlaku pula sebaliknya.


54

BAB IV

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian

1. Orientasi Kancah

Sebelum melakukan proses pengambilan data, peneliti melalui tahap

orientasi kancah untuk mengetahui probabilitas pengambilan data secara online

dengan menyebarkan kuesioner penelitian melalui perwakilan dari komunitas-

komunitas di beberapa kota. Berdasar hasil data Kementrian Kesehatan tahun

2019, DI Yogyakarta menjadi provinsi yang memiliki prevalensi kanker

tertinggi yaitu 4,86% per 1000 penduduk (Kemenkes RI, 2019). Data

Kementrian Kesehatan RI tahun 2018 menunjukkan Provinsi Jawa Tengah

termasuk dalam 10 provinsi tertinggi angka prevalensi kanker, yaitu sebesar

1,7% per 1000 penduduk. Oleh karena itu, peneliti memilih untuk melakukan

penelitian di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan beberapa kota di Jawa

Tengah seperti Kota Semarang dengan angka prevalensi 24,88% resiko tinggi

kanker payudara dan Kota Temanggung yang memiliki angka prevalensi

tertinggi faktor resiko kanker leher rahim dengan presentase 24,54% pada tahun

2018 (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah) dan kota-kota lainnya.

Responden penelitian ini adalah pasien kanker yang memiliki beragam

latar belakang mulai dari usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan,

jenis penyakit kanker, hingga lama waktu pasien mengalami kanker.


55

Berdasarkan wawancara kepada beberapa pasien, saat ini pasien berada di

tempat tinggal masing-masing karena situasi pandemi yang tidak kondusif

sehingga pasien memilih tinggal di rumah masing-masing dibanding menetap di

rumah singgah dan hanya datang ke rumah sakit saat ada jadwal kontrol dan

pengobatan. Situasi pandemi covid-19 menyebabkan beberapa pasien menunda

pengobatan yang sedang dijalani dan memilih alternatif lain sebagai obat yang

dianggap lebih mudah dijangkau. Responden dalam penelitian ini rata-rata

merupakan pasien RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan RSUP Dr. Kariadi

Semarang.

2. Persiapan Penelitian

a. Persiapan Administrasi

Sebelum melakukan proses pengambilan data, peneliti

mempersiapkan perihal administrasi seperti menghubungi secara informal

pengurus, anggota, maupun pihak-pihak terkait yang menjadi tujuan

pengambilan data. Izin dilakukan dengan menghubungi perseorangan

secara informal melalui sosial media, sekaligus mematuhi protokol

kesehatan untuk menghindari bertemu orang lain. Persiapan selanjutnya

peneliti melakukan penyusunan informed consent, skala online, dan media

lain guna penyebaran skala. Penyebaran skala dilakukan secara daring

melalui sosial media menggunakan poster, maupun tautan. Pengisian skala

dilakukan dengan mengisi informed consent yang selanjutnya mengisi skala

online yang telah dibagikan melalui link.


56

b. Persiapan Alat Ukur

Tahap selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti adalah

mempersiapkan alat ukur. Terdapat dua alat ukur yang digunakan dalam

penelitian ini, yaitu skala DASS (Depression Anxiety Stress Scale) dan ERQ

(Emotion Regulation Questionnaire). Skala DASS mengacu pada teori

Lovibond & Lovibond (1995) dan telah diterjemahkan oleh Damanik

(2011), terdiri dari 42 aitem yang mengukur 3 variabel yaitu depresi,

kecemasan dan stres. Penelitian ini hanya menggunakan hasil skor dan

variabel stres. Aspek-aspek stres terdiri dari difficulty relaxing (sulit merasa

tenang), nervous arousal (mudah panik), easily upset/agigated (mudah

gelisah), irritable/over reacting (mudah marah), dan impatient (tidak sabar).

Di setiap pernyataan dalam skala tersebut terdapat 4 alternatif jawaban yaitu

tidak pernah sering, sesuai dengan yang dialami sampai tingkat tertentu atau

kadang-kadang, dan sangat sesuai dengan yang dialami atau hampir setiap

saat.

Skala ERQ (Emotion Regulation Questionnaire) merupakan alat

ukur yang disusun oleh Gross dan John (2003), diterjemahkan oleh

Salsabiela, Iqbal, & Widiasmara (2019) dan telah dimodifikasi oleh

Siradjudin (2020). Aspek-aspek regulasi diantaranya cognitive reappraisal

(perubahan kognitif) dan expressive suppression (penakanan perasaan).

ERQ memiliki 7 alternatif jawaban pada tiap pernyataan yaitu sangat setuju,
57

setuju, agak setuju, netral, agak tidak setuju, tidak setuju, dan sangat tidak

setuju.

c. Uji Coba Alat Ukur

Tryout atau uji coba alat ukur yang digunakan bertujuan untuk

menentukan kelayakan skala maupun kuesioner melalui uji validitas dan uji

reliabilitas. Pada skala DASS (Depression Anxiety Stress Scale) peneliti

menggunakan tryout terpakai sebanyak 55 kuesioner yang telah disebarkan

kepada para responden melalui daring. Peneliti memilih tryout terpakai

dengan pertimbangan bahwa sulitnya responden yang diteliti dan sulitnya

akses dalam mencari responden-responden baru. Data tryout akan dianalisis

dan dilihat kelayakannya untuk dapat dijadikan instrumen pengukuran

variabel yang diteliti dalam penelitian ini. Oleh karena itu, perlunya

dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas dalam tryout terpakai sebelum

pengolahan data riset. Analisis data tryout dilakukan melalui program SPSS

for Windows 25.0. Batas minimal koefisian korelasi analisis tryout adalah

0.3, apabila angka yang muncul lebih kecil dari batas minimal, maka aitem

tersebut dinyatakan gugur dan tidak terpakai.

d. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Penelitian ini menerapkan tryout terpakai kepada 55 responden

pasien kanker. Uji validitas dan uji reliabilitas menggunakan SPSS for

Windows 25.0, aitem-aitem yang tidak memenuhi batas minimal koefisien

korelasi tidak akan digunakan guna menyeleksi aitem-aitem yang


58

berkualitas sehingga alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini dapat

dinyatakan valid dan reliabel. Berikut hasil analisis tryout terpakai pada

skala DASS (Depression Anxiety Stress Scale) dan ERQ (Emotion

Regulation Questionnaire):

1) Skala DASS (Depression Anxiety Stress Scale)

Berdasarkan analisis data tryout yang telah dilakukan,

didapatkan koefisien validitas menunjukkan bahwa dari 14 aitem tidak

terdapat aitem yang gugur. Koefisien corrected item-total correlation

bergerak dari 0.382 sampai 0,845. Artinya, tiap aitem dapat digunakan

dan dinyatakan valid. Selanjutnya, pada uji reliabilitas didapatkan

koefisien reliabilitas pada Cronbach’s Alpha sebesar 0.932. Hal ini

berarti skala DASS dinyatakan reliabel karena memiliki nilai koefisien

diatas 0.6 dan semakin mendekati angka 1. Berikut distribusi aitem

skala DASS setelah uji coba:

Tabel 4.
Distribusi aitem skala DASS Setelah Uji Coba
Aitem
Aspek Total
Favorable Unfavorable
Difficulty relaxing 8,22,29 - 3
Nervous arousal 12,33 - 2
Easily upset/agitated 1,11,39 - 3
Irritable/over-reactive 6,18,27 - 3
Impatient 14,32,35 - 3
Total 14 - 14

2) ERQ (Emotional Regulation Questinnaire)


59

Berdasarkan analisis data SPSS 25.0, koefisien corrected item-

total correlation skala ERQ bergerak dari angka 0.377 sampai 0.642

yang berarti aitem dinyatakan valid. Sementara pada hasil uji

reliabilitas didapatkan koefisien reliabilitas pada Cronbach’s Alpha

sebesar 0.776, berarti aitem skala ERQ dinyatakan reliabel karena

memiliki angka lebih besar dari 0,6. Maka dari itu, dari 9 aitem skala

ERQ tidak ada yang gugur. Berikut distribusi aitem skala ERQ setelah

uji coba:

Tabel 5.
Distribusi aitem ERQ Setelah Uji Coba
Aitem
Aspek Total
Favorable Unfavorable
Cognitive reappraisal (1), 3, 5, 7, 8, 10 - 5
Expressive suppression 2, 4, 6, 9 - 4
Total 9 - 9
Catatan: Angka yang diberi tanda kurung ( ) merupakan nomor urut
butir aitem yang gugur.

B. Laporan Pelaksanaan Penelitian

Proses pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan secara daring

melalui aplikasi google form. Hal ini dilakukan dalam rangka mematuhi protokol

kesehatan covid-19 yang mengharuskan mengurangi tatap muka dan bertemu

dengan orang lain. Peneliti menghubungi satu per satu responden yang tidak

termasuk anggota dalam suatu komunitas dan meninggalkan contact person berupa

nomor telepon sehingga responden dapat sewaktu-waktu menghubungi peneliti jika

ada hal yang ditanyakan dan dapat dijawab secara langsung oleh peneliti.

Pengambilan data dimulai pada tanggal 23 Juli 2020 dan berakhir pada tanggal 4
60

Agustus 2020, kurang lebih 2 minggu waktu yang dibutuhkan peneliti dalam

mengumpulkan data. Sebanyak 55 responden pasien kanker berhasil dikumpulkan

yang berasal dari berbagai kota di provinsi DI Yogyakarta, Semarang, maupun

kota-kota lainnya.

Proses pengambilan data dilakukan secara berturut-turut selama 2 minggu

penuh di mana kuesioner diberikan kepada salah satu perwakilan anggota

komunitas, lalu menyebarkannya kepada anggota komunitas yang lain.

Pengambilan data yang dilakukan secara berturut-turut menyesuaikan kesanggupan

pihak yang membantu dalam menyebarkan kuesioner, juga kondisi dan keberadaan

pasien. Lancarnya proses pengambilan data karena banyak terbantu oleh pihak-

pihak yang mengusahakan penyebaran dan pengisian kuesioner berjalan dengan

baik.

C. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Responden Penelitian

Responden atau subjek dalam penelitian ini adalah pasien kanker yang

berusia minimal 17 tahun, berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, pasien

kanker dengan jenis kanker apapun dan tidak dibatasi tingkat stadium penyakit

kankernya. Jumlah responden yang terkumpul dalam penelitian ini sebanyak

55 pasien kanker. Di bawah ini merupakan gambaran umum mengenai

deskripsi responden yang dikategorikan melalui tabel:

Tabel 6.
Deskripsi Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Responden Presentase (%)
61

Laki-laki 10 18,2%
Perempuan 45 81,8%
Total 55 100%

Pada tabel 5, dapat disimpulkan bahwa responden yang berjenis

kelamin laki-laki sebanyak 10 responden dengan presentase 18,2% dan

responden perempuan yang berjumlah lebih banyak sekaligus dengan

presentase yang lebih besar yaitu 45 responden dengan presentase 81,8%.

Tabel 7.
Deskripsi Responden Penelitian Berdasarkan Usia
Usia Jumlah Responden Presentase (%)
Dewasa Awal 11 20%
Dewasa Madya 36 65%
Dewasa Akhir 8 14.5%
Total 55 100%

Kategorisasi usia dibedakan menjadi tiga yaitu dewasa awal, dewasa

madya, dan dewasa akhir. Dewasa awal dimulai dari usia 18-40 tahun, dewasa

madya dimulai dari usia 41-60 tahun, dan usia dewasa akhir merupakan

individu dengan usia lebih dari 60 tahun (Hurlock, 2001). Berdasarkan tabel di

atas dapat disimpulkan bahwa responden dalam penelitian ini berjumlah 11

orang dalam kategori dewasa awal, 36 responden kategori dewasa madya, dan

8 responden dalam kategori dewasa akhir. Sebagian besar responden dalam

penelitian ini merupakan responden dengan usia kategori dewasa madya (41-

60 tahun).

Tabel 8.
Deskripsi Responden Penelitian Berdasarkan Jenis Kanker
Jenis Kanker Jumlah Responden Presentase (%)
62

Kanker Payudara 33 60%


Kanker Darah 6 10.9%
Kanker Serviks 3 5.5%
Kanker Rahim 2 3.6%
Kanker Nasofaring 2 3.6%
Kanker Sublingual 1 1.8%
Kanker Polip 1 1.8%
Kanker Endometrium 1 1.8%
Kanker Saraf 1 1.8%
Kanker Otak 1 1.8%
Kanker Usus 1 1.8%
Kanker Lambung 1 1.8%
Kanker Dubur 1 1.8%
Kanker Selaput Otak 1 1.8%
Total 55 100%

Pada tabel 7, dapat disimpulkan bahwa terdapat 14 jenis penyakit

kanker yang dialami oleh para responden dalam penelitian ini. Berdasarkan

tabel di atas, dari total 55 responden, mayoritas diisi oleh responden dengan

diagnosis kanker payudara dengan presentase sebesar 60% dari 100%,

kemudian diikuti oleh responden dengan diagnosis kanker darah sebanyak 6

orang dengan presentase 10.9%. Jenis kanker terbanyak setelah kanker

payudara dan kanker darah adalah kanker serviks, sebanyak 3 orang responden

dengan presentase 5.5%, selanjutnya kanker rahim dan kanker nasofaring

masing-masing 2 orang responden dengan presentase 3.6%. Responden lain

dalam penelitian ini memiliki jenis penyakit kanker yang berbeda-beda yaitu

kanker sublingual, kanker polip, kanker endometrium, kanker saraf, kanker

otak, kanker usus, kanker lambung, kanker dubur, dan kanker selaput otak
63

berjumlah 1 orang untuk masing-masing jenis kanker dengan masing-masing

presentase 1.8%.

Tabel 9.
Deskripsi Responden Berdasarkan Lama Waktu Mengalami Kanker
Lama Mengalami Sakit Jumlah Responden Presentase (%)
< 1 Tahun 7 12.7%
1 ≥ 3 Tahun 26 47.3%
>3 Tahun 22 40%
Total 55 100%

Pada tabel 8, terdapat 3 kategori lama responden dalam mengalami

kanker sejak pertama kali mendapat diagnosa kanker secara medis dibedakan

menjadi kurang dari satu tahun, satu sampai sama dengan tiga tahun, dan lebih

dari tiga tahun. Sebanyak 7 responden telah mengalami sakit kanker kurang

dari satu tahun, 26 responden mengalami sakit kanker selama satu sampai

dengan tiga tahun, dan sebanyak 22 responden mengalami sakit kanker selama

lebih dari tiga tahun. Sebagian besar lama sakit kanker yang dimiliki para

responden dalam penelitian ini yaitu selama satu sampai tiga tahun dengan

presentase 47.3%.

2. Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data penelitian bertujuan untuk melihat tinggi rendahnya skor

stres dan regulasi emosi pada responden dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil

analisis yang telah dilakukan, didapatkan hasil dari deskripsi data penelitian

hipotetik dan empirik berupa nilai Xmin (skor minimal), Xmax (skor

maksimal), Mean (rata-rata), dan Standar Deviasi, sebagai berikut:


64

Tabel 10.
Deskripsi Data Penelitian Hipotetik Dan Empiric
Hipotetik Empirik
Variabel
Xmin Xmax Mean SD Xmin Xmax Mean SD
Stres 0 42 21 7 0 38 16.27 9.07

Regulasi 9 63 36 9 26 63 50.49 7.57


Emosi

Tabel deskripsi data penelitian di atas menjadi acuan peneliti untuk

membuat kategorisasi responden pada tiap variabel dalam penelitian ini. Data

penelitian responden dikategorisasikan menjadi lima yaitu sangat rendah,

rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Berikut ini merupakan tabel

kategorisasi masing-masing variabel:

Tabel 11.
Norma Kategorisasi
Kategorisasi Norma Kategorisasi
Sangat Rendah X < µ - 1,8 SD
Rendah µ - 1,8 SD ≤ x ≤ µ - 0,6 SD
Sedang µ - 0,6 SD < x ≤ µ + 0,6 SD
Tinggi µ + 0,6 SD < x ≤ µ + 1,8 SD
Sangat Tinggi X > µ + 1,8 SD
Keterangan:
X = Skor Total Responden
µ = Mean (rata-rata)
SD = Standar Deviasi

Berdasarkan norma kategorisasi di atas, maka 55 responden pasien

kanker dalam penelitian ini dapat dikelompokkan dalam lima kategori pada
65

variabel regulasi emosi. Berikut adalah tabel kategorisasi variabel regulasi

emosi:

Tabel 12.
Kategorisasi Variabel Regulasi Emosi
Kategorisasi Rentang Skor Jumlah Presentase (%)
Sangat Rendah X < 19.8 0 0%
Rendah 19.8 ≤ X < 30.6 1 1.8%
Sedang 30.6 ≤ X < 41.4 3 5.5%
Tinggi 41.4 ≤ X < 52.2 27 49.1%
Sangat Tinggi X ≥ 52.2 24 43.6%
Total - 55 100%

Pada tabel 11 dapat dilihat bahwa tidak terdapat pasien dalam kategori

sangat rendah, 1 pasien kanker tergolong rendah, 3 pasien kanker dengan

kategori sedang, 27 pasien kanker termasuk dalam kategori tinggi, dan

sebanyak 24 pasien kanker tergolong sangat tinggi. Hal ini dapat disimpulkan

bahwa sebagian besar pasien kanker dalam penelitian ini memiliki tingkat

regulasi emosi yang baik yaitu pada kategori tinggi dengan presentase 49.1%.

Adapun variabel stres pada skala DASS oleh Lovibond & Lovibond

(2015) memiliki kategorisasi tersendiri. Berikut tabel penjabara kategorisasi

skala DASS-S:

Tabel 13.
Norma Kategorisasi Skala DASS-S
Norma Kategorisasi Stres
Kategorisasi
(Total Skor)
Normal 0-14
Ringan 15-18
Sedang 19-25
66

Parah 26-33
Sangat Parah ˃ 34

Berdasarkan norma kategorisasi di atas, sebanyak 55 responden pasien

kanker dalam penelitian ini dapat dikelompokkan dalam lima kategori tersebut

untuk melihat tingkat stres masing-masing responden. Berikut tabel

kategorisasi dari variabel stres:

Norma
Kategorisasi Kategorisasi Jumlah Presentase

Normal 0-14 28 50.9%

Ringan 15-18 7 12.7%

Sedang 19-25 10 18.2%

Parah 26-33 8 14.5%

Sangat Parah >34 2 3.6%

Total 55 100%

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 28

responden pasien kanker dengan presentase 50.9% termasuk dalam kategori

normal, 7 responden dengan presentase 12.7% tergolong ringan, 10 responden

dengan presentase 18.2% tergolong sedang, 8 responden dengan presentase

14.5% dalam kategori parah, dan 2 responden pasien kanker dengan presentase

3.6% termasuk ke dalam kategori sangat parah.

3. Uji Asumsi

Uji asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji normalitas

dan uji linearitas data yang telah terkumpul. Uji asumsi dilakukan dengan
67

tujuan untuk mengetahui kepastian adanya pengaruh antara dua variabel

(regresi) bersifat tidak bias dan konsisten. Uji asumsi dilakukan dengan

menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) version 25 for

Windows.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas betujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya

sebaran data variabel yang dianalisis dan tidak terdapat data yang bersifat

ekstrim. Teknik perhitungan uji normalitas dalam penelitian ini

menggunakan Kolmogorov Smirnov. Penyebaran data dapat dikatakan

normal apabila memenuhi standar koefisien signifikansi p lebih besar dari

0.05 (p > 0.05).

Tabel 14.
Hasil Uji Normalitas
Variabel Koefisiensi Signifikansi (p) Keterangan
Regulasi Emosi 0,200 Normal
Stres 0,74 Normal

Berdasarkan hasil uji normalitas pada variabel regulasi emosi dan

stres, diketahui bahwa nilai signifikansi dari variabel regulasi emosi sebesar

p = 0,200 dan pada variabel stres memiliki nilai signifikansi sebesar p =

0,74. Berdasarkan data signifikansi tersebut, dapat disimpulkan bahwa

variabel regulasi emosi dan variabel stres memiliki sebaran data normal.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan linear antara

kedua variabel. Uji linearitas penelitian ini menggunakan teknik Compare

Means dengan membaca Deviation from Linearity. Kedua variabel


68

dikatakan linear atau memiliki hubungan apabila memiliki nilai signifikansi

p > 0,05.

Tabel 15.
Hasil Uji Linearitas
Koefisien
Variabel Koefisien F Keterangan
Signifikansi
Regulasi Emosi x 0,682 0,826 Linear
Stres

Berdasarkan hasil uji linearitas pada variabel regulasi emosi dan

stres, diketahui nilai F=0,682 dan p=0,826 (p>0,05). Hal ini menunjukkan

bahwa terdapat hubungan linear antara variabel regulasi emosi dengan stres.

c. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan

hubungan antara regulasi emosi dengan stres pada pasien kanker. Hasil dari

uji normalitas dan uji linearitas, didapatkan hasil bahwa kedua variabel

memiliki hubungan yang linear dan sebaran data yang didapatkan

terdistribusi normal. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dalam

melakukan uji hipotesis, peneliti menggunakan teknik uji korelasi

Parametrik-Pearson Correlation.

Tabel 16.
Hasil Uji Hipotesis
Variabel r r2 p Keterangan
Regulasi
Emosi dan -0,386 0,149 0,002 Signifikan
Stres

Berdasarkan hasil uji hipotesis di atas menunjukkan bahwa nilai

koefisien korelasi (r) sebesar -0,386 dengan nilai signifikansi p=0,002

(p<0,05). Hal ini dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara
69

regulasi emosi dengan stres secara signifikan pada pasien kanker. Semakin

tinggi regulasi emosi, semakin rendah tingkat stres dalam kategori moderat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima.

d. Analisis Tambahan

Analisis tambahan kemudian dilakukan oleh peneliti mengenai

regulasi emosi dengan stres ditinjau dari jenis kelamin, usia, lama

mengalami kanker dan jenis kanker. Peneliti juga melakukan uji korelasi

antara aspek regulasi emosi dengan stres untuk mengetahui tingkat regulasi

emosi mana yang paling berpengaruh terhadap stres pada pasien kanker

dalam penelitian ini.

Tabel 17.
Hasil Uji Beda Berdasarkan Jenis Kelamin
Mean
Variabel N
Regulasi Emosi Stres
Laki-Laki 44,60 22,50 10
Perempuan 51,80 14,89 45
Sig. (2 tailed) 0,006 0,015 55

Berdasarkan hasil uji beda yang dilakukan menggunakan

Independent Sample T-Test berdasarkan hasil data pada equal variances

assumed, dapat diketahui bahwa nilai signifikansi jenis kelamin pada

variabel regulasi emosi sebesar 0,006 dan 0,015 pada variabel stres (p<0,05)

yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan

perempuan. Berdasarkan nilai mean, pada variabel regulasi emosi laki-laki

memiliki rata-rata 44,60 dan 22,50 pada variabel stres, sedangkan nilai rata-

rata perempuan sebesar 51,80 pada variabel regulasi emosi dan 14,89 pada
70

variabel stres. Hal ini dapat disimpulkan terdapat perbedaan antara laki-laki

dan perempuan secara signifikan.

Subjek dalam penelitian ini minimal berusia 18 tahun, kemudian

dibagi menjadi tiga kelompok usia dewasa yaitu dewasa awal dimulai usia

18-40 tahun, dewasa madya berusia 41-60 tahun dan dewasa akhir berusia

lebih dari 60 tahun.

Tabel 18.
Hasil Uji Beda Berdasarkan Usia

Mean
Variabel N
Regulasi Emosi Stres

Dewasa Awal
45,45 18,82 11
(18-40 Tahun)

Dewasa Madya
52,11 14,94 36
(41-60 Tahun)

Dewasa Akhir
50,13 18,75 8
(>60 Tahun)

Signifikansi 0,035 0,333

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kategori

dewasa awal sebesar 45,65 pada variabel regulasi emosi dan 18,82 pada

variabel stres. Pada kategori dewasa madya memiliki rata-rata 52,11 pada

variabel regulasi emosi dan 14,94 pada variabel stres. Kategori dewasa akhir

memiliki nilai rata-rata 50,13 pada variabel regulasi emosi dan 18,75 pada

variabel stres. Nilai signifikansi uji beda usia sebesar 0,035 (p<0,05) pada

variabel regulasi emosi dan 0,333 (p>0,05) pada variabel stres. Variabel

regulasi emosi memiliki nilai signifikansi p<0,05 dan variabel stres

memiliki nilai signifikansi p>0,05, maka dapat disimpulkan terdapat


71

perbedaan signifikan perbedaan usia pada variabel regulasi emosi, dan tidak

terdapat perbedaan yang signifikan pada variabel stres antara pasien yang

mengalami kanker pada penelitian ini.

Lama mengalami sakit pada masing-masing pasien berbeda, dalam

hal ini, peneliti mengategorisasikan lama sakit mengalami menjadi tiga

kategori yaitu kurang dari satu tahun (< 1 tahun), satu sampai tiga tahun (1

≤ 3 tahun), dan lebih dari tiga tahun (> 3 tahun).

Tabel 19.
Hasil Uji Beda Lama Mengalami Kanker
Mean
Variabel N
Regulasi Emosi Stres
< 1 Tahun 48,71 18,86 7
1 ≤ 3 Tahun 48,38 18,62 26
˃ 3 Tahun 53,55 12,68 22
Signifikansi 0,048 0,054 55

Berdasarkan uji beda One Way Anova, berdasarkan lama mengalami

sakit kanker dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pasien yang mengalami

sakit kanker kurang dari satu tahun sebesar 48.71 pada variabel regulasi

emosi dan 18,86 pada variabel stres. Pasien dengan lama sakit selama satu

sampai tiga tahun memiliki rata-rata 48.38 pada variabel regulasi emosi dan

18.62 pada variabel stres, sedangkan pasien dengan lama sakit lebih dari

tiga tahun memiliki rata-rata 53.55 pada variabel regulasi emosi dan 12.68

pada variabel stres. Nilai signifikansi variabel regulasi emosi p = 0.048

(p<0,05) dan variabel stres sebesar p = 0.054 (p>0.05). Berdasarkan

pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang


72

signifikan pada variabel stres dan tidak terdapat perbedaan signifikan pada

variabel regulasi emosi pada lama sakit yang dialami oleh pasien pada

peneltian ini.

Tabel 20.
Hasil Korelasi Aspek VB ke VT
Variabel
Variabel Bebas
r r2 p Keterangan
Tergantung (Regulasi
Emosi)
Cognitive
-0.298 0.088 0.014 Signifikan
reappraisal
Stres
Expressive
-0.380 0.144 0.002 Signifikan
suppression

Berdasarkan uji korelasi yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa nilai

signifikansi antara aspek cognitive appraisal dan stres sebesar 0.014 dengan nilai

r = -0.298. Selanjutnya, pada aspek expressive appraisal memiliki nilai

signifikansi sebesar 0.002 dengan nilai r = -0.144. Hal ini menunjukkan bahwa

setiap aspek regulasi emosi memiliki hubungan negatif dengan variabel stres dan

semua aspek berpengaruh secara signifikan.

D. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi

dan stres pada pasien kanker. Berdasarkan analisis data menggunakan uji korelasi

dengan analisis parametrik pearson-correlation, didapatkan hasil bahwa terdapat

hubungan negatif yang signifikan antara regulasi emosi dan stres pada pasien

kanker dalam penelitian ini. Hal ini dapat diartikan semakin tinggi regulasi emosi

maka semakin rendah tingkat stres yang dimiliki. Nilai koefisien korelasi (r) sebesar

-0,386 dengan nilai signifikansi p=0,002 (p<0,05), maka hipotesis dalam penelitian

ini diterima. Hasil uji normalitas dalam melihat sebaran data pada penelitian ini
73

terdistribusi normal dengan nilai koefisiensi variabel regulasi sebesar 0,200 dan

variabel stres sebesar 0,74 (p>0,05). Adanya hubungan antara regulasi emosi

dengan stres juga dapat dilihat dari uji linearitas yang dilakukan pada kedua

variabel. Hasil yang didapatkan bahwa regulasi emosi dan stres memiliki hubungan

yang linear dengan skor linearity p=0,826 (p>0,05). Selain itu, hasil analisis dalam

penelitian ini juga menunjukkan bahwa regulasi emosi dan stres memiliki nilai

koefisiensi determinasi (r2) sebesar 0,149 yang menunjukkan bahwa regulasi emosi

memberi kontribusi pengaruh kepada stres sebesar 14,9%. Berdasarkan hasil

analisis yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa dengan tingginya tingkat

regulasi emosi yang dimiliki, maka pasien kanker dalam penelitian ini memiliki

tingkat stres yang cenderung rendah, begitu juga sebaliknya.

Pernyataan ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Conley, Bishop, & Andersen (2016) yang meneliti tentang hubungan emosi dan

regulasi emosi pada pejuang kanker payudara. Penelitian tersebut melibatkan 122

pasien kanker payudara yang telah mendapat diagnosis dan pasien yang sedang

menjalani pengobatan. Penelitian tersebut memaparkan bahwa sebagian besar

pasien kanker mengalami penurunan emosi, dan sebagian diantaranya mengalami

emosi negatif secara terus-menerus. Regulasi dapat membuat efek negatif dari

emosi-emosi negatif tersebut menjadi berkurang dan mempengaruhi secara fisik

maupun psikologis. Regulasi emosi dapat meningkatkan kualitas hidup pasien yang

berpengaruh pada kekambuhan kanker payudara. Pasien kanker sering merasa sulit

dalam menunjukkan suasana hati yang sedang dirasakan. Pasien cenderung tidak

sadar bahwa dirinya sedang mengalami kecemasan, atau stres akibat sakit kanker.
74

Hal tersebut mengakibatkan munculnya keluhan-keluhan lain, dan menujukkan

gejala somatisasi seperti nyeri kanker. Perlu adanya pendampingan secara

psikologis agar pasien dapat mengerti emosi yang dialami, serta pengelolaan emosi

yang baik agar pasien dapat mengatasi emosi negatif yang sedang dirasakan.

Regulasi emosi yang baik menjadikan pasien lebih siap terhadap emosi negatif dan

dapat mencegah kemunduran fungsi pasien secara fisik, psikologis, maupun sosial

(Kulpa, Zietalewicz, Kosowicz, Stypula-Ciuba, & Ziolkowska, 2016). Emosi

negatif yang dirasakan secara terus-menerus dapat mengakibatkan timbulnya stres

dan gangguan psikologis lainnya. Stres berkaitan erat dengan hormon kortisol yaitu

hormon yang dihasilkan saat tubuh mengalami stres. Emosi-emosi negatif seperti

amarah, kecewa, dan benci yang terus-menerus dapat menyebabkan stres akibat

tekanan emosi negatif yang dimiliki. Perlu adanya pengontrolan emosi untuk tetap

stabil yang dapat mempengaruhi kadar hormon kortisol dalam tubuh. Pengaturan

emosi dapat dilakukan dengan mengubah aktivitas di otak yang diaktifkan syaraf

yang bertugas pada pengaturan emosi dengan cara mengalihkan perhatian atau

memahami emosi yang dirasakan. Hal ini merupakan salah satu cara dalam

melakukan regulasi emosi yang secara tidak langsung dapat menurunkan kadar

stres dalam tubuh saat dilakukan secara rutin (Ma, Abelson, Okada, Taylor, &

Liberzon (2017).

Tingkat prevalensi stres cukup tinggi dialami oleh pasien kanker secara

umum. Hal ini dapat berdampak pada kesehatan mental pasien yaitu menjadi

terganggu dan butuh pendampingan. Hal-hal yang dapat dilakukan dalam

mengurangi tingkat stres pasien adalah dengan mengurangi faktor pemicu stres
75

tersebut (Prima, Pangastuti, & Setyarini, 2020). Gangguan stres juga dapat muncul

pada pasien kanker dengan indikasi penyakit lain. Pasien kanker payudara dengan

limfedema rentan mengalami stres. Hal ini akibat adanya perubahan pada tubuh

pasien tersebut yaitu pembengkakan bagian tubuh tertentu. Wanita dengan kanker

lebih rentan mengalami stres akibat limfedema karena berhubungan dengan

gangguan citra tubuh. Gangguan citra tubuh memunculkan berbagai perspektif

negatif terhadap tubuh mereka. Pada kasus ini, dibutuhkan adanya pengelolaan

emosi yang baik pada pasien kanker dengan limfedema (Alcorso & Sherman,

2015). Selain kondisi psikologis yang stres akibat munculnya keluhan penyakit lain,

pasien kanker juga rentan stres akibat pengobatan yang wajib dilakukan. Pasien

kanker payudara seringkali mengalami berbagai gejala psikologis selama menjalani

pengobatan radiotherapy. Gejala-gejala yang sering muncul diantaranya

kecemasan, stres, kelelahan, takut, gangguan tidur, dan gangguan dalam berpikir.

Pasien dengan kemampuan regulasi emosi yang rendah cenderung memiliki

keluhan-keluhan psikologis tersebut. Regulasi emosi erat kaitannya dengan

kecemasan, stres, dan depresi. Kemampuan regulasi emosi dapat mengurangi

adanya gejala stres pada pasien kanker (Guimond, Ivers, & Savard, 2018). Regulasi

emosi menjadikan pasien kanker memiliki kemampuan dalam beradaptasi,

mengekspresikan emosi, dan lebih mengerti mengenai emosi yang dirasakan.

Penelitian yang dilakukan oleh Brandao, Schulz, Gross, & Matos (2017)

memaparkan bahwa pasien kanker yang memiliki regulasi emosi seperti

kemampuan untuk berfikir secara matang dalam menentukan sikap pada situasi

stressful lebih mampu meminimalisir pengaruh dari emosi negatif seperti stres dan
76

cemas. Selain itu, regulasi emosi juga dapat menekan emosi negatif yang sedang

dirasakan. Penelitian lain dilakukan oleh Heppner, Spears, Vidrine, & Wetter

(2015) yang memaparkan bahwa regulasi emosi menjadikan individu dapat

menghadapi berbagai situasi, baik situasi yang menyenangkan maupun situasi yang

kurang menyenangkan seperti misalnya stres, kecemasan, dan gejala depresi.

Regulasi emosi menjadi penentu sikap individu dalam menghadapi hal-hal tersebut.

Ketika dihadapkan pada situasi yang menyenangkan, individu cenderung tidak

berlebihan dalam berekspresi, dan saat dihadapkan pada situasi buruk, individu

tidak bersikap meledak-ledak. Regulasi emosi juga berdampak pada stabilitas

emosi, dapat meredam emosi yang dirasakan dan tetap sadar pada hal-hal yang akan

dilakukan sehingga perilaku yang muncul tetap kondusif.

Pasien dengan kanker paru-paru rentan mengalami stres, kecemasan dan

depresi terutama setelah dilakukan operasi. Hal ini dapat terjadi akibat kurangnya

kesiapan pasien dalam menjalani operasi. Selain itu, kurangnya perhatian pada sisi

psikologis pasien dengan mengutamakan hasil operasi secara fisik juga dapat

berpengaruh pada psikologis pasien. Gejala psikologis yang sering muncul ialah

kelelahan, rasa nyeri, dan kehilangan nafsu makan. Selain pengobatan secara medis,

pengobatan pada sisi psikologis pasien seperti diterapkannya regulasi emosi juga

diperlukan agar gejala depresi dapat berkurang (Signorelli, Surace, Migliore, &

Aguglia, 2020). Pengobatan kanker menjadi hal yang mengerikan bagi sebagian

besar pasien kanker. Tidak jarang beberapa dari pasien kanker bahkan mengalami

nausea yaitu keadaan di mana ada rasa tidak nyaman pada perut yang menyebabkan

rasa mual ingin muntah. Hal ini disebabkan adanya perasaan nervous yang
77

dirasakan pasien sesaat sebelum dilakukan pengobatan kemoterapi. Kondisi nausea

pasien biasanya dibarengi oleh perasaan cemas, stres, maupun ketakutan akan

kematian. Regulasi emosi yang baik sangat diperlukan dalam menangani kondisi

ini. Regulasi emosi yang baik menjadikan pasien merasa lebih tenang sehingga

dapat mengurangi efek nausea maupun perasaan negatif lainnya yang dirasakan saat

pengobatan kemoterapi (Ashkhaneh, Mollazadeh, Aflakseir, & Goudarzi, 2015).

Chauvet-Gelinier & Bonin (2017) dalam penelitiannya memaparkan bahwa

keadaan psikologis yang baik menjadi salah satu faktor penting yang

mempengaruhi kesehatan, terutama pada penyakit kronis seperti misalnya

kardiovaskular. Respon psikologis dan biologis terhadap stres dapat berperan

sebagai pemicu yang mempengaruhi hasil jantung. Pasien dengan gangguan

psikologis memerlukan penanganan lebih lanjut sebab dapat berakibat pada pikiran

dan tubuh pasien. Kemampuan pengelolaan emosi diperlukan untuk memperbaiki

gangguan emosional seperti stres, cemas, maupun depresi. Pengelolaan emosi dapat

dilakukan dengan regulasi emosi. Salah satu cara dalam melakukan regulasi emosi

adalah dengan meningkatkan emosi positif. Hal ini dilakukan dengan cara

memodifikasi situasi yang kurang menyenangkan lalu memusatkan atensi terhadap

hal-hal atau pelajaran yang dapat diambil atas peristiwa tersebut, selanjutnya

mengubah cara berikir terhadap hal-hal yang lebih positif yang kemudian

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini membuktikan bahwa

regulasi emosi dapat digunakan untuk mengatur emosi positif. Individu dapat

mengerti apa yang menjadi dasar perilaku atau sikap terhadap situasi menjadi lebih

positif (Quoidbach, Mikolajczak, & Gross, 2015).


78

Emosi negatif seperti stres disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor dari

dalam diri maupun lingkungan. Stres berkepanjangan dapat menyebabkan adanya

peningkatan tekanan darah dan dapat berakibat timbulnya gejala fisik seperti

penyakit hipertensi. Terdapat hubungan yang positif antara stres dengan tingkat

hipertensi, semakin tinggi tingkat stres yang dialami dengan durasi stres yang

panjang maka semakin tinggi kemungkinan timbulnya penyakit hipertensi menjadi

lebih kronis. (Syavardie, 2015). Regulasi emosi dapat mengubah emosi negatif

seperti stres menjadi perilaku lain yang lebih positif dengan menyalurkannya pada

hal-hal yang lebih baik seperti mengomunikasikan apa yang dirasakan dan

menghindari situasi yang dapat memperburuk emosi negatif tersebut. Regulasi

emosi yang baik dapat memunculkan sikap empati seperti pemaafan, dan dapat

memunculkan perilaku positif seperti rasa semangat, optimism dan perasaan positif

lainnya yang dapat berdampak baik kepada diri sendiri maupun lingkungan sekitar

(Dwityaputri & Sakti, 2015).

Berdasarkan data yang telah dianalisis, menunjukkan bahwa sebagian besar

responden dalam penelitian ini merupakan pasien kanker berjenis kelamin

perempuan dengan presentase 81,8% yang didominasi jenis kanker payudara

dengan presentase sebesar 60%. Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan

oleh Widiyono, Setiyarini, & Effendy (2017) bahwa sebagian besar responden

penelitian tersebut berjenis kelamin perempuan dengan presentase sebesar 72,85%.

Jenis kanker yang banyak dialami oleh responden dalam penelitian ini merupakan

kanker payudara dengan presentase sebesar 31,42%. Kanker payudara di seluruh

dunia cenderung mengalami peningkatan yaitu sebesar 20% dari seluruh


79

keganasan, 99% terjadi pada perempuan sedangkan hanya 1% terjadi pada laki-laki

(International Agency for Research on Cancer, 2013). Tiap individu memiliki cara

masing-masing dalam melakukan regulasi emosi untuk mengurangi tingkat stres.

Individu dengan kanker dapat mempengaruhi kualitas hidup dan sosial. Penelitian

yang dilakukan oleh Babore, dkk (2019) memaparkan bahwa seorang ibu yang

memiliki kanker tidak hanya berpengaruh pada kulitas hidupnya, tetapi juga pada

kehidupan sosialnya terutama keluarga. Diagnosis kanker dapat menjadi suatu

masalah yang muncul dalam keluarga akibat stres secara fisik dan psikis. Ibu

dengan kanker cenderung stres akibat pengobatan-pengobatan yang dijalani dan hal

lain yang berkaitan dengan prosedur perawatan kanker. Regulasi emosi menjadi

strategi individu dalam mengurangi emosi negatif yang dirasakan, sehingga dapat

mengurangi efek negatif akibat emosi negatif yang muncul.

Berdasarkan deskripsi data penelitian, diketahui bahwa responden pasien

kanker dalam penelitian ini tidak ada yang memiliki tingkat regulasi emosi pada

kategori sangat rendah. Terdapat satu orang responden dengan tingkat regulasi

emosi rendah (1,8%), 3 responden dengan tingkat regulasi emosi sedang (5,5%), 27

responden dengan tingkat regulasi emosi tinggi (49,1%) dan 24 responden dengan

tingkat regulasi emosi sangat tinggi (43,6%). Sebagian besar responden dalam

penelitian ini memiliki tingkat regulasi emosi pada kategori tinggi. Berdasarkan

hasil wawancara yang dilakukan terhadap salah satu responden pasien kanker

menjelaskan bahwa dirinya tetap memiliki perasaan sedih dan takut. Perasaan

tersebut seringkali dirasakan ketika dirinya melihat kaca dan mendapati terdapat

perubahan yang drastis pada fisiknya dan takut mendapat cemoohan oleh
80

lingkungan. Tidak jarang hal tersebut membuatnya stres dan merasa terganggu. Hal

lain yang menjadi ketakutannya adalah kematian, di mana terdapat penyakit kanker

yang dimiliki dan kemungkinan gagalnya operasi yang akan dilakukan. Namun,

hal-hal tersebut dapat dikelola oleh pasien dengan mencoba mengalihkan perasaan

sedih dengan hal-hal yang lebih menyenangkan seperti melihat anak bermain

maupun hal lainnya. Pasien juga berusaha mengubah pola pikir yang semula

menyalahkan diri sendiri, diubah menjadi perspektif yang lebih positif bahwa

penyakit ini merupakan ujian dari Tuhan yang dapat menggugurkan dosa. Selain

mengubah pola pikir dan mengalihkan perhatian, hal lain yang dilakukan adalah

dengan menenangkan diri, mencoba mengontrol emosi yang dirasakan, dan

menerima dengan ikhlas penyakit yang dimiliki dengan kewajiban pengobatan yang

harus dijalani. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Patrika

(2018), pengelolaan emosi yang baik pada individu menjadikannya lebih mudah

beradaptasi terhadap stressor dalam hidup. Penyakit kanker dapat menjadi salah

satu stressor bagi pasien yang mengalami. Peningkatan regulasi emosi dapat

menjadi salah satu alternatif pasien dalam menghadapi stressor sehingga pasien

menjadi lebih adaptif terhadap keadaan baru. Regulasi emosi yang baik menjadikan

pasien memiliki pribadi maupun emosi yang lebih positif sehingga dapat menekan

stressor. Hal ini akan menjadikan keuntungan kepada pasien maupun lingkungan

mejadi lebih positif.

Selanjutnya, peneliti melakukan analisis untuk melihat hubungan antara

stres dengan aspek-aspek regulasi emosi. Kedua aspek regulasi emosi dalam

penelitian ini memiliki hubungan negatif dengan masing-masing nilai signifikansi


81

0,14 pada aspek cognitive reappraisal dan 0,002 pada aspek expressive

suppression. Sumbangan efektif dari kedua aspek regulasi emosi adalah sebesar

29,2% dengan aspek expressive suppression memiliki pengaruh lebih besar

terhadap stres yaitu sebesar 14,4 % dibanding aspek cognitive reappraisal yaitu

sebesar 8,8%. Aspek-aspek dalam regulasi emosi ini secara umum berhubungan

dengan bagaimana seseorang mampu mengontrol dirinya dari emosi-emosi negatif

dan menggantikannya pada emosi yang lebih positif dan dapat berfikir lebih matang

sebelum bersikap. Tingkat kontribusi expressive suppression pada stres disebabkan

seseorang melakukan expressive suppression cenderung memiliki keyakinan

bahwa emosi negatif tidak dapat ditoleransi dan menekan efek buruk dari peristiwa

yang menyebabkan stres (Dryman & Heimberg, 2018). Melalui expressive

suppression seseorang dapat menekan emosi negatif yang dirasakan sehingga

berdampak pada perilaku yang dimunculkan untuk mencegah perilaku maladaptif.

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (Giese-Davis,

dkk, 2002) expressive suppression dapat menjadi pertahanan diri untuk

menghindari perasaan maupun masalah yang mengganggu. Sumbangan efektif

aspek regulasi emosi terhadap stres lainnya dipengaruhi oleh hal lain seperti

dukungan sosial. Dukungan dari lingkungan sekitar menjadi salah satu penyebab

tingginya tingkat kontrol emosi pasien lebih baik.Hal ini dibuktikan dengan

pernyataan wawancara oleh subjek, “saya merasa lebih semangat waktu ketemu

dengan anak, kumpul dengan keluarga. Saya rasanya nggak bisa jauh dari anak,

anak tu menjadi sumber semangat saya saat ini supaya saya bisa memberikan yang
82

terbaik untuk anak saya, makanya saya berobat kemana-mana suoaya cepat

sembuh dan bisa bermain dengan anak saya lagi.”

Peneliti selanjutnya melakukan uji beda pada masing-masing variabel untuk

melihat perbedaan berdasarkan usia, jenis kelamin, dan lama mengalami sakit pada

pasien kanker. Dikaji dari segi usia responden yang dibagi menjadi tiga kategori

yaitu dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir

(>60 tahun). Responden dalam penelitian ini sebagian besar merupakan pasien

kanker pada usia dewasa madya. Hasil menunjukkan bahwa variabel regulasi emosi

memiliki signifikansi sebesar 0,035 (p<0,05) yang artinya terdapat perbedaan yang

signifikan antara pasien kanker pada usia dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa

akhir. Pada variabel stres didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,333 (p>0,05) yang

juga memiliki arti tidak ada perbedaan yang signifikan stres pada pasien kanker

dalam penelitian ini pada tingkatan usia dewasa awal, dewasa madya, maupun

dewasa akhir. Seiring usia bertambah, resiko memiliki penyakit kanker payudara

semakin meningkat, wanita dengan usia di bawah 30 tahun cenderung lebih rendah

resiko memiliki penyakit kanker dibanding dengan wanita dengan usia lebih dari

40 tahun (Faida, 2016). Nilai mean pada usia dewasa awal sebesar 45.45, dewasa

madya sebesar 52.11, dan dewasa akhir sebesar 50.13. Hal ini menunjukkan bahwa

usia dewasa madya memiliki tingkat regulasi emosi paling tinggi dibanding usia

lainnya. Hal ini didukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Monica &

Rinaldi (2020) seseorang pada usia dewasa madya lebih mampu mengelola emosi

dan menyalurkannya pada hal lebih positif dalam menghadapi kehidupan.


83

Selanjutnya, peneliti melakukan analisis untuk melihat perbedaan regulasi

emosi dan stres ditinjau dari jenis kelamin. Hasil analisis menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dengan

signifikansi variabel regulasi emosi 0,006 dan 0,015 pada variabel stres (p<0,05).

Berdasarkan nilai mean, pada variabel regulasi emosi laki-laki memiliki rata-rata

44,60 dan 22,50 pada variabel stres, sedangkan nilai rata-rata perempuan sebesar

51,80 pada variabel regulasi emosi dan 14,89 pada variabel stres sehingga terdapat

perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Hasil ini serupa dengan penelitian yang

dilakukan oleh. Ditinjau dari nilai mean antara laki-laki dan perempuan, nilai mean

stres pada laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan, hal ini didukung oleh

penelitian Widyastuti, Yuliastuti, Farida, Rinarto, & Firmansyah (2020) yang

memaparkan bahwa pasien kanker dengan jenis kelamin laki-laki memiliki tingkat

stres lebih tinggi dibandingkan dengan pasien perempuan. Hal ini dikarenakan laki-

laki kurang mampu mengendalikan stres dibanding perempuan. Kemampuan

pengendalian stres yang lebih baik pada perempuan karena kadar hormon estrogen

perempuan yang lebih tinggi dibanding laki-laki. Hormon ini berfungsi memblokir

efek negatif dari stres di dalam otak. Regulasi emosi yang cenderung rendah pada

laki-laki dipengaruhi oleh sikap tidak sadar akan emosi yang dirasakan dan

pentingnya regulasi emosi. Hal ini yang menjadi penyebab laki-laki cenderung

menekan dan melupakan pengalaman emosi yang dirasakan dibanding

mengekspresikan dan menyadarinya. Hal ini juga yang menjadi pembeda antara

laki-laki dan perempuan dalam menghadapi emosi yang dirasakan (Ratnasari &

Suleeman, 2017).
84

Selain melakukan uji beda berdasarkan jenis kelamin dan usia, peneliti juga

melakukan uji beda pada perbedaan lamanya sakit kanker pada pasien. Berdasarkan

analisis data yang telah dilakukan, terdapat perbedaan pada nilai mean masing-

masing kategori. Pada pasien dengan lama sakit kurang dari satu tahun (< 1 tahun)

memiliki nilai stres sebesar 18,86, pasien dengan lama sakit satu sampai tiga tahun

(1 ≤ 3 tahun) memiliki mean sebesar 18,62, dan pasien dengan lama sakit lebih dari

tiga tahun (>3 tahun) memiliki nilai mean sebesar 12,68. Nilai tingkat stres tertinggi

dimiliki oleh pasien dengan lama sakit kurang dari satu tahun. Hal ini disebabkan

adanya perasaan denial atau tidak menerima atas kondisi penyakit yang dimiliki.

Pasien cenderung merasa syok, tidak mampu berpikir hal apa yang harus dilakukan

untuk dapat keluar dari masalah. Pasien merasa tidak terima atas kondisi

penyakitnya yang menyebabkan stres, cemas, dan melakukan penolakan-penolakan

(Rahariyani, 2018). Sedangkan hasil uji beda regulasi emosi pada pasien dengan

lama sakit kurang dari satu tahun (<1 tahun) memiliki nilai mean 48,71, nilai mean

pasien dengan lama sakit satu sampai tiga tahun (1 ≤ 3 tahun) sebesar 48,38, dan

pasien dengan lama sakit lebih dari tiga tahun (>3 tahun) memiliki nilai mean

sebesar 53,55. Hasil ini menunjukkan bahwa pasien dengan lama sakit lebih dari

tiga tahun memiliki regulasi emosi yang paling tinggi. Hal ini serupa dengan

penelitian yang dilakukan oleh Rahariyani (2018) bahwa pasien telah pada tahap

menerima atas kondisi sakitnya. Pasien merasa sadar bahwa mereka tetap harus

melanjutkan hidup dan mencari makna baru tentang dirinya. Selain itu, pasien juga

cenderung sudah mampu mengalihkan fokus diri dari sakit kankernya dengan hal

lain yang lebih baik.


85

Berdasarkan pemaparan hasil analisis dan pembahasan di atas, dapat

disimpulkan bahwa regulasi emosi memiliki hubungan negatif dengan stres yang

dialami oleh pasien kanker. Regulasi emosi berpengaruh secara signifikan terhadap

peningkatan kebahagiaan (Aesijah, Prihartani, & Pratisti, 2016). Tingkat regulasi

emosi yang baik membuat individu menjadi lebih mampu mengubah pikiran yang

negatif menjadi positif dan lebih mampu menerima hal-hal dalam hidup, sehingga

dapat merasa semangat dan kembali melanjutkan hidup dengan baik. Regulasi

emosi juga dapat berpengaruh pada pengurangan ekspresi marah yang sering

muncul dengan menghambat emosi tersebut muncul dan mengontrolnya (Sari &

Hayati, 2015). Regulasi emosi memiliki peran cukup penting pada kesehatan

seseorang, terutama pada pasien yang memiliki penyakit kronis (Smyth & Arigo,

2009). Aspek-aspek pada regulasi emosi juga berdasarkan hasil penelitian pengaruh

dalam mengurangi tingkat stres pada pasien kanker dalam penelitian ini.

Kemampuan emosional pasien kanker dalam memaafkan keadaan yang tidak

diinginkan menjadi ikhlas dan berpasrah menerima takdir menjadikan tingkat stres

para pasien tergolong rendah.

Secara keseluruhan, penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan,

namun telah berjalan dengan lancar dan baik. Kelemahan dalam penelitian ini

diantaranya dalam pengambilan data tidak dapat secara langsung dipantau oleh

peneliti karena dilakukan secara daring dan tidak dapat memastikan kuesioner

dikerjakan dengan sungguh-sungguh juga pemilihan responden yang kurang merata

dan tidak dapat dikontrol sehingga terjadi ketimpangan seperti misalnya jumlah

responden laki-laki dan perempuan yang tidak seimbang. Selain itu, kurangnya
86

referensi penelitian yang dapat memperkuat hasil data penelitian regulasi emosi

dengan stres, kurangnya penelitian mengenai stres pada pasien kanker.

Keterbatasan lain pada penelitian ini adalah tidak adanya penyertaan ethical

clearance sebagai syarat pengambilan data pada subjek klinis.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa

regulasi emosi memiliki hubungan negatif dengan stres pada pasien kanker.

Hubungan negatif antara variabel regulasi emosi dan stres menunjukkan bahwa

regulasi emosi dapat membantu seseorang dalam mengatasi stres pada pasien

kanker. Hal ini ditunjukkan dengan korelasi negatif yang didapatkan dari hasil

penelitian yang memiliki arti bahwa semakin tinggi regulasi emosi yang dimiliki

maka semakin rendah tingkat stres, sebaliknya, semakin rendah regulasi emosi

maka semakin tinggi tingkat stres. Hasil uji korelasi memperkuat hipotesis tersebut

antara stres dan regulasi emosi dan masing-masing aspek dari regulasi emosi dan

masing-masing aspek dari regulasi emosi berkorelasi negatif dengan stres.

B. Saran

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan, oleh

karena itu, peneliti mengajukan beberapa saran kepada beberapa pihak terkait

dalam penelitian ini, yaitu:

87
88

1. Responden Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi

responden penelitian yaitu pasien kanker. Pasien kanker dalam penelitian ini

masih menujukkan adanya gejala stres, maka dari itu peneliti menyarankan

bagi pasien kanker dalam penelitian ini dengan indikasi stres untuk mencoba

menerapkan pengontrolan emosi dengan regulasi emosi dengan harapan dapat

mengurangi tingkat stres yang dirasakan. Responden dengan tingkat stres pada

kategori normal diharapkan untuk tetap mempertahankan kondisi tersebut.

2. Peneliti Selanjutnya

Saran bagi peneliti selanjutnya yaitu diharapkan untuk dapat

menyertakan ethical clearance sebagai syarat pengambilan data klinis. Selain

itu, peneliti selanjutnya sebaiknya meneliti aspek-aspek lain yang memberikan

sumbangan pada stres.


DAFTAR PUSTAKA

Aesijah, S., Prihartanti, N., & Pratisti, W, D. (2016). Pengaruh Pelatihan Regulasi
Emosi Terhadap Kebahagiaan Remaja Panti Asuhan Yatim Piatu. Jurnal
Indigenous, 1(1), 39-47.

Ahmad Effendri, A. E. (2020). Pengaruh Art Drawing Therapy Terhadap Tingkat


Stres Pasien Kanker Payudara Di Rsud Dr. Moewardi.
Disertasi.Universitas Kusuma Husada Surakarta.
Akmal, M., Indahaan, Z., Widhawati, & Sari, S. (2010). Ensiklopedi kesehatan
untuk umum. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
American Journal of clinical Hypnosis. (2017). Breast cancer statistics, 2017, racial
disparity in mortality by state. CA: A Cancer Journal for Clinicians, 67(6),
439–448.
Andreotti, C., Root, J. C., Ahles, T. A., McEwen, B. S., & Compas, B. E. (2015).
Cancer, coping, and cognition: a model for the role of stress reactivity in
cancer‐ related cognitive decline. Psycho‐ Oncology, 24(6), 617-623.
Ashkhaneh, Y., Mollazadeh, J., Aflakseir, A., & Goudarzi, M. A. (2015). Study of
difficulty in emotion regulation as a predictor of incidence and severity of
nausea and vomiting in breast cancer patients. Journal of Fundamentals of
Mental Health, 17(3), 123-128.
Babore, A., Bramanti, S. M., Lombardi, L., Stuppia, L., Trumello, C., et al (2019).
The role of depression and emotion regulation on parenting stress in a
sample of mothers with cancer. Supportive Care in Cancer, 27(4), 1271-
1277.
Basińska, M. A., & Sołtys, M. (2020). Personal resources and flexibility in coping
with stress depending on perceived stress in a group of cancer
patients. Health Psychology Report, 8(2), 107-119.
Brandão, T., Tavares, R., Schulz, M. S., & Matos, P. M. (2016). Measuring emotion
regulation and emotional expression in breast cancer patients: A
systematic review. Clinical Psychology Review, 43, 114-127.
Brandão, T., Schulz, M. S., Gross, J. J., & Matos, P. M. (2017). The emotion
regulation questionnaire in women with cancer: A psychometric
evaluation and an item response theory analysis. Psycho‐
oncology, 26(10), 1647-1653.
Chandolu, V., & Dass, C. R. (2012). Cell and molecular biology underpinning the
effects of PEDF on cancers in general and osteosarcoma in
particular. Journal of Biomedicine and Biotechnology, 2012.

89
90

Chauvet-Gelinier, J. C., & Bonin, B. (2017). Stress, anxiety and depression in heart
disease patients: A major challenge for cardiac rehabilitation. Annals of
physical and rehabilitation medicine, 60(1), 6-12.
Clarke, M. F., & Hass, A. T. (2006). Cancer Stem Cells. Encyclopedia of Molecular
Cell Biology and Molecular doi:10.1002/3527600906.mcb.200300130
Conley, C. C., Bishop, B. T., & Andersen, B. L. (2016). Emotions and emotion
regulation in breast cancer survivorship. Healthcare 4(3), p. 56.
Multidisciplinary Digital Publishing Institute.
Crosswell, A. D., & Lockwood, K. G. (2020). Best practices for stress
measurement: How to measure psychological stress in health
research. Health Psychology Open, 7(2), 2055102920933072.
Damanik, E. D. (2011). DASS Translated Questionnaire to Bahasa Indonesia.
http://www2.psy.unsw.edu.au/dass/Indonesian/Damanik.htm
Danaei, G., Vander Hoorn, S., Lopez, A. D., Murray, C. J., Ezzati, M., &
Comparative Risk Assessment collaborating group (Cancers. (2005).
Causes of cancer in the world: comparative risk assessment of nine
behavioural and environmental risk factors. The Lancet, 366(9499), 1784-
1793.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2018). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2018. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Dryman, M. T., & Heimberg, R. G. (2018). Emotion regulation in social anxiety


and depression: A systematic review of expressive suppression and
cognitive reappraisal. Clinical Psychology Review, 65, 17-42.

Dwityaputri, Y. K. & Sakti, H. (2015). Hubungan Antara Regulasi Emosi Dengan


Forgiveness Pada Siswa di SMA Islam Cikal Harapan BSD-Tangerang
Selatan. Jurnal Empati 4(2), 20-25.

Eisenberg, N., Fabes, R. A., Guthrie, I. K., & Reiser, M. (2000). Dispositional
emotionality and regulation: Their role in predicting quality of social
functioning. Journal of Personality and Social Psychology, 78(1), 136-
157.

Etikan, I., Musa, S. A., & Alkassim, R. S. (2016). Comparison of convenience


sampling and purposive sampling. American Journal of Theoretical and
Applied Statistics, 5(1), 1-4.

Faida, E. W. (2016). Analisa Pengaruh Faktor Usia, Status Pernikahan dan Riwayat
Keluarga Keluarga Terhadap Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit
Onkologi Surabaya. Jurnal Manajemen Kesehatan STIKES Yayasan RS. Dr.
Soetomo, 2(1), 1-7.
91

Fauziyah, H., & Gayatri, D. (2018). Pain, stress, and sleep quality in chronic wound
patients. Enfermería Clínica, 28, 176-179.
Gianaros, P. J., & Wager, T. D. (2015). Brain-Body Pathways Linking
Psychological Stress and Physical Health. Current Directions in
Psychological Science, 24(4), 313–321.

Giese-Davis, J., Koopman, C., Butler, L. D., Classen, C., Cordova, M., et al. (2002).
Change in emotion-regulation strategy for women with metastatic breast
cancer following supportive-expressive group therapy. Journal of
consulting and clinical psychology, 70(4), 916.

Greeson, J. M., et al (2018). Mindfulness meditation targets transdiagnostic


symptoms implicated in stress-related disorders: Understanding
relationships between changes in mindfulness, sleep quality, and physical
symptoms. Evidence-Based Complementary and Alternative
Medicine, 2018.

Gross, J. J. (1999). Emotion Regulation: Past, Present, Future. Cognition &


Emotion, 13(5), 551–573. doi:10.1080/026999399379186

Gross, J. J. (2002). Emotion regulation: Affective, cognitive and social


consequences. Psychophysiology, 39, 281-291.

Gross, J. J., & John, O. P. (2003). Individual differences in two emotion regulation
processes: Implications for affect, relationships, and well-being. Journal
of Personality and Social Psychology, 85(2), 348-362.

Gross, J.J. & Thompson, R.A. (2006). Emotion Regulation: Conceptual foundation.
In J.J. Gross (ed). Handbook of emotion regulation. New York: Guilford
Press.

Guimond, A. J., Ivers, H., & Savard, J. (2019). Is emotion regulation associated
with cancer-related psychological symptoms?. Psychology &
health, 34(1), 44-63.

Handono, O. T., & Bashori, K. (2013). Hubungan antara penyesuaian diri dan
dukungan sosial terhadap stres lingkungan pada santri baru. Empathy,
1(2), 79-89.

Hawari, D. (2011). Stress management, anxiety, and depression. Jakarta: FKUI.

Heale, R. & Twycross, A. (2015). Validity and Reability In Quantitative Studies.


Emergency Medicine Journal, 18(3), 66-67. http://dx.doi.org/10.1136/eb-
2015-102129

Hejmadi, M. (2010). Introduction to Cancer Biology 2nd edition. Ebook


92

Heppner, W. L., Spears, C. A., Vidrine, J. I., & Wetter, D. W. (2015). Mindfulness
and emotion regulation. In Handbook of mindfulness and self-regulation (pp.
107-120). Springer, New York, NY.
Hoyt, M. A., Nelson, C. J., Darabos, K., Marín‐ Chollom, A., & Stanton, A. L.
(2017). Mechanisms of navigating goals after testicular cancer: Meaning
and emotion regulation. Psycho‐ oncology, 26(6), 747-754.

Hurlock, E. 2001. Psikologi Perkembanga. Edisi 5 Erlangga: Jakarta

Ibrahim, H., Amansyah, M., & Yahya, G. N. (2016). Faktor-Faktor yang


Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada Pekerja Factory 2 PT. Maruki
Internasional Indonesia Makassar Tahun 2016. Al-sihah: The Public
Health Science Journal, 8(1).

International Agency for Research on Cancer (IARC). Latest world cancer statistics:
Extimated Cancer Incidence 2013.

Ismawiyati, I. (2019). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Mekanisme Koping


Pasien Kanker Yang Menjalani Kemoterapi Di Rs Pku Muhammadiyah
Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiah
Yogyakarta.

Jackson, E. F. (1962). Status consistency and symptoms of stress. American


Sociological Review, 469-480.

Juananda, D., Sari, D. C. R., Prakosa, D., Arfian, N., & Romi, M. (2017). Pengaruh
Stres Kronik terhadap Otak: Kajian Biomolekuler Hormon Glukokortikoid
dan Regulasi Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) Pascastres di
Cerebellum. Jurnal ilmu kedokteran, 9(2), 65-70.
Kementrian Kesehatan RI. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2018
Kementrian Kesehatan RI. (2019). Hari Kanker Sedunia. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia 2019
Kim, G. M., Kim, S. J., Song, S. K., Kim, H. R., Kang, B. D., dkk. (2017).
Prevalence and prognostic implications of psychological distress in
patients with gastric cancer. BMC cancer, 17(1), 283.
Kübler-Ross, E., Wessler, S., & Avioli, L. V. (1972). On death and
dying. Jama, 221(2), 174-179.

Kulpa, M., Ziętalewicz, U., Kosowicz, M., Stypuła-Ciuba, B., & Ziółkowska, P.
(2016). Anxiety and depression and cognitive coping strategies and health
locus of control in patients with ovary and uterus cancer during anticancer
therapy. Contemporary Oncology, 20(2), 171.
93

Lazarus, R. S. (1966). Psychological stress and the coping process. New York, NY:
McGraw-Hill.

Lazarus, R. S., & Cohen, J. B. (1977). Environmental Stress. Human Behavior and
Environment, 89–127. doi:10.1007/978-1-4684-0808-9_3

Lee, E. H. (2012). Review of the psychometric evidence of the perceived stress


scale. Asian nursing research, 6(4), 121-127.

Lehto, A. M. (1998). Time pressure as a stress factor. Loisir et société/Society and


leisure, 21(2), 491-511.

Lewis, M., Jones, J. M. H., & Barret, L. F. (2008). Hand Book of Emotion, 3rd
edition. The Guilford Press: United States
Lovibond, P. F., & Lovibond, S. H. (1995). The structure of negative emotional
states: Comparison of the Depression Anxiety Stress Scales (DASS) with
the Beck Depression and Anxiety Inventories. Behaviour Research and
Therapy, 33(3), 335–343. doi:10.1016/0005-7967(94)00075-u
Ma, S. T., Abelson, J. L., Okada, G., Taylor, S. F., & Liberzon, I. (2017). Neural
circuitry of emotion regulation: Effects of appraisal, attention, and cortisol
administration. Cognitive, Affective, & Behavioral Neuroscience, 17(2),
437-451.
Malesza, M. (2019). Stress and delay discounting: The mediating role of difficulties
in emotion regulation. Personality and Individual Differences, 144, 56-60.

Mangan, Y. (2003). Cara bijak menaklukkan kanker. AgroMedia.


Mansoor-Ali, V. M. (2020). Cancer Research-Basic Science Vs Clinical
Trials. IJCMCR. 2020; 2 (1): 004 DOI: 10.46998/IJCMCR, 29.
Martins-Klein, B., Bamonti, P. A., Owsiany, M., Naik, A., & Moye, J. (2019). Age
differences in cancer-related stress, spontaneous emotion regulation, and
emotional distress. Aging & Mental Health, 1-10.
Matzinger, P. (2002). The danger model: a renewed sense of self. Science,
296(5566), 301-305.
Monica, W., & Rinaldi, R. (2020). Resiliensi pada Wanita Minangkabau Dewasa
Madya Setelah Kematian Pasangan Hidup. Jurnal Halaqah, 2(3), 536-
546.

Morihito, R. V., Chungdinata, S. E., Nazareth, T. A., Pulukadang, M. I., Makalew,


R. A., & Pinontoan, B. (2017). Identifikasi Perubahan Struktur Dna terhadap
Pembentukan Sel Kanker Menggunakan Dekomposisi Graf. Jurnal Ilmiah
Sains, 17(2), 153-160.
94

Nadatien, I., & Mulayyinah, M. (2019). Hubungan Mekanisme Koping Dengan


Tingkat Stres Pada Pasien Kanker Di Yayasan Kanker Indonesia Cabang
Jawa Timur. JI-KES (Jurnal Ilmu Kesehatan), 2(2).
Occupational Stress in Social Work. (1989). The British Journal of Social
Work.doi:10.1093/oxfordjournals.bjsw.a055517
Ochoa Arnedo, C., Sánchez, N., Sumalla, E. C., & Casellas-Grau, A. (2019). Stress
and growth in cancer: Mechanisms and psychotherapeutic interventions to
facilitate a constructive balance. Frontiers in Psychology, 10, 177.
Pathak, S., & Patil, S. (2019). Immunotherapy for Cancer. International Journal of
Science and Research (IJSR), 8(3), 423-428.
Posluszny, D. M., Dougall, A. L., Johnson, J. T., Argiris, A., Ferris, R. L., et al
(2015). Posttraumatic stress disorder symptoms in newly diagnosed
patients with head and neck cancer and their partners. Head & neck, 37(9),
1282-1289.
Pratisti, W. D. (2012). Peran kehidupan emosional Ibu, Budaya dan Karakteristik
Remaja Pada Regulasi Emosi Remaja. Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Prima, A., Pangastuti, H. S., & Setiyarini, S. (2020). Karakteristik Demografi dan
Kondisi Kesehatan Sebagai Prediktor Stress pada Pasien Kanker. Jurnal
Keperawatan, 4(01), 06-12.
Putri, A. B. R., Maramis, M. M., Annas, J. Y. (2018). Pengaruh Stres Kronis
Terhadap Apoptosis Sel Granulosa Folikel Antral Rattus
Norvegicus. Jurnal Biosains Pascasarjana, 20(2).
Quoidbach, J., Mikolajczak, M., & Gross, J. J. (2015). Positive interventions: An
emotion regulation perspective. Psychological bulletin, 141(3), 655.
Ratnasari, S., & Suleeman, J. (2017). Perbedaan regulasi emosi perempuan dan
laki-laki di perguruan tinggi. Jurnal Psikologi Sosial, 15(1), 35-46.
Rahariyani, L. D. (2018). Lama sakit dan proses berduka pada pasien
kanker. Jurnal Keperawatan, 10(1), 6-10.

Reya, T., Morrison, S. J., Clarke, M. F., & Weissman, I. L. (2001). Stem cells,
cancer and cancer stem cells. Nature, 414(6859), 105–
111. doi:10.1038/35102167

Richmond, S., Hasking, P., & Meaney, R. (2015). Psychological Distress and Non-
Suicidal Self-Injury: The Mediating Roles of Rumination, Cognitive
Reappraisal, and Expressive Suppression. Archives of Suicide Research,
21(1), 62–72. doi:10.1080/13811118.2015.1008160

Rieche, E. M. V., Nunes, S. O. V., Morimoto, H. K. (2004). Stress, depression, the


immune system, and cancer. Lancet Oncol 5(10), 617-625.
95

Roberton, T., Daffern, M., & Bucks, R. S. (2012). Emotion regulation and
aggression. Aggression and Violent Behavior, 17(1), 72–
82. doi:10.1016/j.avb.2011.09.006

Salsabiela, A., Iqbal, S., & Widiasmara, N. (2019). The relationship between
emotion regulation and academic adjustment among college students in
Indonesia. Proceeding 13th ICLEHI (International Conference on
Language, Education, Humanities and Innovation) & 2nd International
Conference on Open Learning and Education Technologies, 121-127.

Sarafino, EP., Smith, T.W. (2011). Health Psychology: Biopsychosocial


Interactions seventh edition. USA: John Wiley & Sons, Inc.

Sari, M. D. I., & Hayati, E. N. (2015). Regulasi emosi pada penderita


HIV/AIDS. Jurnal Fakultas Psikologi, 3(1), 23-30.

Sari, R. A., & Yulianti, A. (2017). Mindfullness dengan kualitas hidup pada lanjut
usia. Jurnal Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim, 13(1), 48-54.

Schulz, M. S., & Lazarus, R. S. (2012). Regulating emotion in adolescence: A


cognitive-mediational conceptualization.

Seke, P. A., Bidjuni, H., & Lolong, J. (2016). Hubungan kejadian stres dengan
penyakit hipertensi pada lansia di balai penyantunan lanjut usia senjah cerah
kecamatan mapanget kota manado. Jurnal Keperawatan, 4(2).

Seprian, D., & Puspitosari, W. A. (2019). Regulasi Emosi dalam Tatalaksana Pasien
Kanker: A Literatur Review. Jurnal Keperawatan Respati
Yogyakarta, 6(2), 597-605.

Signorelli, M. S., Surace, T., Migliore, M., & Aguglia, E. (2020). Mood disorders
and outcomes in lung cancer patients undergoing surgery: a brief
summery. Future Oncology, 16(16s), 41-44.
Sirajuddin, A. L. (2020). Hubungan regulasi emosi dan penerimaan diri pada pasien kanker.
Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya Universitas Islam Indonesia. Skripsi.

Sitepu, Y. E. B., & Wahyuni, S. E. (2018). Gambaran Tingkat Stres, Ansietas Dan
Depresi Pada Pasien Kanker Payudara Yang Menjalani Kemoterapi di RSUP
H. Adam Malik Medan. In Talenta Conference Series: Tropical Medicine
(TM) (Vol. 1, No. 1, pp. 107-113).
Smyth, J. M., & Arigo, D. (2009). Recent evidence supports emotion-regulation
intervention for improving healt in at-risk and clinical populations. Current Opinion
in Psychiatry, 22(2), 205-210.

Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Grasindo.


96

Syavardie, Y. (2015). Pengaruh Stres Terhadap Kejadian Hipertensi Di Puskesmas


Matur, Kabupaten Agam. Jurnal Ilmu Kesehatan ‘Afiyah 2(1)

Thompson , R .A . (1990). Emotion and self-regulation. In R. A. Thompson (E d.).


Socioemotional development. Nebraska symposium on motivation l(36),
367-467. L incoln, N E: University of Nebraska Press.

Thompson, R. A. (1994). Emotion Regulation: A Theme in Search of Definition.


Monographs of the Society for Research in Child Development, 59(2/3),
25. doi:10.2307/1166137
Thompson, R.A. (1994). Emotion regulation: A theme in search of definition.
Monogr. Soc. Res. Child Dev, 59, 25–52.
Vaughan, E., Koczwara, B., Kemp, E., Freytag, C., Tan, W., dkk (2019). Exploring
emotion regulation as a mediator of the relationship between resilience and
distress in cancer. Psycho‐ oncology, 28(7), 1506-1512.
Wahyuni, D., Huda, N., & Utami, G. T. (2015). Studi fenomenologi: pengalaman
pasien kanker stadium lanjut yang menjalani kemoterapi. Jom, 2(2), 1041-
1047.

Widiyono, S., Setiyarini, S., & Effendy, C. (2017). Tingkat Depresi pada Pasien
Kanker di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, dan RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo, Purwokerto: Pilot Study. Indonesian Journal of Cancer, 11(4)
171-177.

Widyastuti, M., Yuliastuti, C., Farida, I., Rinarto, N. D., & Firmansyah, I. R. (2020).
Relaksasi Progresif Sebagai Penurun Tingkat Stres Pasien Kanker Dengan
Kemoterapi. Jurnal Ilmiah Keperawatan, 15(1), 1-16.

Wijayakusuma, H. (2004). Atasi kanker dengan tanaman obat. Niaga Swadaya.


World Health Organization (2018). Cancer.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cancer
World Health Organization. (2018). Noncommunicable disease.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/noncommunicable-
diseases

World Health Organization. Global Health Observatory. Geneva: World Health


Organization; 2018. who.int/gho/database/ en/.

Wulandari, N., Bahar, H., & Ismail, C. S. (2017). Gambaran kualitas hidup pada
penderita kanker payudara di Rumah Sakit Umum Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara tahun 2017. (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat), 2(6).
97

Yan, L. S., Marisdayana, R., & Irma, R. (2017). Hubungan penerimaan diri dan
tingkat stres pada penderita diabetes mellitus. Jurnal Endurance, 2(3),
312-322.
LAMPIRAN

98
LAMPIRAN 1
SKALA TRY OUT

99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
LAMPIRAN 2

TABULASI DATA TRY OUT

126
127

A. Tabulasi Data Try Out Regulasi Emosi


128
129

B. Tabulasi Data Try Out DASS


130
LAMPIRAN 3
DATA INDUK TRY OUT

131
132

C. Tabulasi Data Induk Try Out


Responden JK Usia Regulasi Emosi Stres
1 1 55 55 13
2 1 53 45 13
3 1 56 54 13
4 1 49 63 8
5 1 48 52 15
6 1 61 50 6
7 1 62 56 7
8 1 35 48 34
9 1 73 56 6
10 1 57 57 8
11 1 54 62 12
12 1 51 54 4
13 1 39 49 13
14 1 44 57 13
15 1 49 55 4
16 1 40 58 0
17 1 54 54 19
18 1 50 63 13
19 2 20 51 13
20 2 61 53 16
21 1 44 52 6
22 1 57 57 27
23 2 49 32 29
24 1 52 61 7
25 1 34 47 8
26 1 57 63 14
27 1 21 49 27
28 1 57 59 5
29 1 56 43 12
30 1 54 53 10
31 1 49 42 19
32 1 44 53 23
33 1 52 53 22
34 2 49 52 16
35 2 25 45 20
36 1 22 26 18
37 1 47 49 11
38 1 52 57 11
39 1 45 44 14
40 1 47 43 23
41 2 53 40 16
42 1 48 53 8
133

43 1 47 51 17
44 2 22 37 18
45 1 45 46 2
46 1 76 45 22
47 1 41 63 25
48 2 62 44 27
49 1 38 45 24
50 2 51 47 38
51 1 44 46 21
52 1 69 47 33
53 1 62 50 33
54 1 46 46 27
55 2 39 45 32
LAMPIRAN 4
HASIL ANALISIS AITEM TRY OUT

134
135

A. Hasil Analisis Regulasi Emosi Try Out

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 55 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 55 100.0
a. Listwise deletion based on all variables
in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Based on
Standardized
Cronbach's Alpha Items N of Items
.776 .797 9

Item-Total Statistics
Scale Corrected Squared Cronbach's
Scale Mean if
Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item
Item Deleted
Item Deleted Correlation Correlation Deleted
VAR0000 44.82 45.448 .438 .384 .759
1
VAR0000 44.65 49.638 .377 .413 .766
2
VAR0000 45.64 43.828 .444 .446 .761
3
VAR0000 44.47 47.365 .507 .539 .749
4
VAR0000 45.47 43.328 .468 .517 .757
5
VAR0000 44.80 47.089 .497 .463 .750
6
VAR0000 44.49 47.143 .642 .490 .737
7
VAR0000 45.05 46.978 .410 .453 .763
8
VAR0000 44.53 49.884 .523 .555 .754
9
136

B. Hasil Analisis DASS-S Try Out

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 55 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 55 100.0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based
on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
.932 .932 14

Item-Total Statistics
Scale Corrected Squared Cronbach's
Scale Mean if Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted
VAR000 14.93 72.624 .641 .603 .928
01
VAR000 15.11 70.580 .742 .674 .925
02
VAR000 15.27 70.869 .736 .605 .925
03
VAR000 15.11 72.062 .694 .692 .926
04
VAR000 15.29 69.988 .698 .719 .926
05
VAR000 15.00 75.333 .386 .456 .936
06
VAR000 15.11 74.803 .542 .381 .931
07
VAR000 14.76 69.962 .650 .668 .928
08
137

VAR000 15.04 68.813 .845 .803 .921


09
VAR000 15.02 72.129 .725 .776 .926
10
VAR000 15.18 72.448 .653 .712 .927
11
VAR000 15.24 68.036 .756 .726 .924
12
VAR000 15.35 71.601 .666 .593 .927
13
VAR000 15.15 69.164 .778 .817 .923
14
LAMPIRAN 5

SKALA PENELITIAN SETELAH TRY OUT

138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
LAMPIRAN 6

TABULASI DATA SETELAH TRY OUT

165
166

A. Tabel Tabulasi Data Regulasi Emosi


167
168

B. Tabel Tabulasi Data DASS-S


169
LAMPIRAN 7

DATA INDUK PENELITIAN

170
171

Tabulasi Data Induk Penelitian


Responden JK Usia Regulasi Emosi Stres
1 1 55 55 13
2 1 53 45 13
3 1 56 54 13
4 1 49 63 8
5 1 48 52 15
6 1 61 50 6
7 1 62 56 7
8 1 35 48 34
9 1 73 56 6
10 1 57 57 8
11 1 54 62 12
12 1 51 54 4
13 1 39 49 13
14 1 44 57 13
15 1 49 55 4
16 1 40 58 0
17 1 54 54 19
18 1 50 63 13
19 2 20 51 13
20 2 61 53 16
21 1 44 52 6
22 1 57 57 27
23 2 49 32 29
24 1 52 61 7
25 1 34 47 8
26 1 57 63 14
27 1 21 49 27
28 1 57 59 5
29 1 56 43 12
30 1 54 53 10
31 1 49 42 19
32 1 44 53 23
33 1 52 53 22
34 2 49 52 16
35 2 25 45 20
36 1 22 26 18
37 1 47 49 11
38 1 52 57 11
39 1 45 44 14
40 1 47 43 23
41 2 53 40 16
42 1 48 53 8
172

43 1 47 51 17
44 2 22 37 18
45 1 45 46 2
46 1 76 45 22
47 1 41 63 25
48 2 62 44 27
49 1 38 45 24
50 2 51 47 38
51 1 44 46 21
52 1 69 47 33
53 1 62 50 33
54 1 46 46 27
55 2 39 45 32
LAMPIRAN 8
HASIL ANALISIS DATA SETELAH TRY OUT

173
174

A. Hasil Analisis Regulasi Emosi

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 55 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 55 100.0
a. Listwise deletion based on all variables
in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based
on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
.776 .797 9
Item-Total Statistics
Scale Corrected Squared Cronbach's
Scale Mean if
Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item
Item Deleted
Item Deleted Correlation Correlation Deleted
VAR000 44.82 45.448 .438 .384 .759
01
VAR000 44.65 49.638 .377 .413 .766
02
VAR000 45.64 43.828 .444 .446 .761
03
VAR000 44.47 47.365 .507 .539 .749
04
VAR000 45.47 43.328 .468 .517 .757
05
VAR000 44.80 47.089 .497 .463 .750
06
VAR000 44.49 47.143 .642 .490 .737
07
VAR000 45.05 46.978 .410 .453 .763
08
VAR000 44.53 49.884 .523 .555 .754
09
175

B. Hasil Analisis DASS-S

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 55 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 55 100.0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based
on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
.932 .932 14

Item-Total Statistics
Scale Corrected Squared Cronbach's
Scale Mean if Variance if Item-Total Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Correlation Deleted
VAR000 14.93 72.624 .641 .603 .928
01
VAR000 15.11 70.580 .742 .674 .925
02
VAR000 15.27 70.869 .736 .605 .925
03
VAR000 15.11 72.062 .694 .692 .926
04
VAR000 15.29 69.988 .698 .719 .926
05
VAR000 15.00 75.333 .386 .456 .936
06
VAR000 15.11 74.803 .542 .381 .931
07
VAR000 14.76 69.962 .650 .668 .928
08
176

VAR000 15.04 68.813 .845 .803 .921


09
VAR000 15.02 72.129 .725 .776 .926
10
VAR000 15.18 72.448 .653 .712 .927
11
VAR000 15.24 68.036 .756 .726 .924
12
VAR000 15.35 71.601 .666 .593 .927
13
VAR000 15.15 69.164 .778 .817 .923
14
LAMPIRAN 9
KATEGORISASI DATA PENELITIAN

177
178

A. Regulasi Emosi

1. Skor Hipotetik
a. Total aitem =9
b. Xmin = ∑aitem x skor terkecil pada skala
=9x1
=9
c. Xmax = ∑aitem x skor terbesar pada skala
=9x7
= 63
d. Mean = ½ (Xmax + Xmin)
= ½ (63 + 9)
= 36
1
e. SD = 6 (Xmax – Xmin)
1
= 6 (63- 9)

=9
2. Skor Empiris

Statistics
Regulasi_Emosi
N Valid 55
Missing 0
Mean 50.49
Median 51.00
Std. Deviation 7.586
Range 37
Minimum 26
Maximum 63

3. Kategorisasi Skor Regulasi Emosi


Sangat rendah = x < (µ - 1,8 σ)
= x < (36 – 1,8 x 9)
= x < (36 – 16,2) = x < 19,8
Rendah = (µ - 1,8 σ) ≤ x < (µ - 0,6 σ)
179

= (36 – 1,8 x 9) ≤ x < (36 – 0,6 x 9)


= (36 – 16,2) ≤ x ≤ (36 – 5,4) = 19,8 ≤ x < 30,6
Sedang = (µ - 0,6 σ) ≤ x < (µ + 0,6 σ)
= (36 – 0,6 x 9) ≤ x < (36 + 0,6 x 9)
= (36 – 5,4) ≤ x < (36 + 5,4) = 30,6 ≤ x < 41,4
Tinggi = (µ + 0,6 σ) ≤ x < (µ + 1,8 σ)

= (36 + 0,6 x 9) ≤ x < (36 + 1,8 x 9)

= (36 + 5,4) ≤ x < (36 + 16,2) = 41,4 ≤ x < 52,2


Sangat Tinggi = x  (µ + 1,8 σ)
= x  (36 + 1,8 x 9)
= x  (36 + 16,2)
= x  52,2

B. Stres

1. Skor Hipotetik
a. Total Aitem = 14
b. Xmin = ∑aitem x skor terkecil pada skala
= 14 x 0
=0
c. Xmax = ∑aitem x skor terbesar pada skala
= 14 x 3
= 42
d. Mean = ½ (Xmax + Xmin)
= ½ (42 + 0)
= 21
1
f. SD = 6 (Xmax – Xmin)
1
g. = 6 (42 – 0)

=7
180

2. Skor Empirik
Statistics
Stres
N Valid 55
Missing 0
Mean 16.27
Median 14.00
Std. Deviation 9.071
Range 38
Minimum 0
Maximum 38

3. Kategorisasi Skor Stres


Sangat rendah = x < (µ - 1,8σ)

= x < (21-1,8x7)
= x < 8,4

Rendah = (µ - 1,8 σ) ≤ x < (µ -0,6 σ)

= (21-1,8x7) ≤ x < (21 – 0,6 x 7)


= (21 – 12,6) ≤ x ≤ (21 – 4,2)
= 8,4 ≤ x < 16.8
Sedang = (µ - 0,6 σ) ≤ x < (µ + 0,6 σ)
= (21 – 0,6 x 7) ≤ x < (21 + 0,6 x 7)
= (21 – 4,2) ≤ x < (21 + 4,2)
= 16,8 ≤ x < 25,2
Tinggi = (µ + 0,6 σ) ≤ x < (µ + 1,8 σ)
= (21 + 0,6 x 7) ≤ x < (21 + 1,8 x 7)
= (21 + 4,2) ≤ x < (21 + 12.6)
= 25,2 ≤ x < 33,6
Sangat tinggi = x  (µ + 1,8 σ)
= x  (21 + 1,8 x 7)
= x  (21 + 12,6)
= x  33,6
LAMPIRAN 10
UJI NORMALITAS

181
182

Hasil Uji Normalitas

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Regulasi Emosi 55 100.0% 0 0.0% 55 100.0%
Stres 55 100.0% 0 0.0% 55 100.0%

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
Regulasi Emosi .071 55 .200 .960 55 .065
Stres .114 55 .074 .967 55 .139
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
LAMPIRAN 11
UJI LINEARITAS

183
184

Hasil Uji Linearitas

Case Processing Summary


Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
Stres * Regulasi 55 100.0% 0 0.0% 55 100.0%
Emosi

ANOVA Table
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Stres * Between (Combined) 1960.059 24 81.669 .987 .508
Regulasi Groups Linearity 662.023 1 662.023 7.999 .008
Emosi Deviation 1298.036 23 56.436 .682 .826
from
Linearity
Within Groups 2482.850 30 82.762
Total 4442.909 54

Measures of Association
R R Squared Eta Eta Squared
Stres * Regulasi -.386 .149 .664 .441
Emosi
LAMPIRAN 12
UJI HIPOTESIS

185
186

Hasil Uji Hipotesis

Correlations
Regulasi
Stres
Emosi
Pearson
1 -.386**
Correlation
Regulasi Emosi
Sig. (1-tailed) .002
N 55 55
Pearson
-.386** 1
Correlation
Stres
Sig. (1-tailed) .002
N 55 55
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Aspek Regulasi Emosi 1

Correlations
RE_1 STRESS
RE_1 Pearson 1 -.298*
Correlation
Sig. (1-tailed) .014
N 55 55
STRESS Pearson -.298* 1
Correlation
Sig. (1-tailed) .014
N 55 55
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-
tailed).

Aspek Regulasi Emosi 2

Correlations
STRESS RE_2
STRESS Pearson 1 -.380**
Correlation
Sig. (1-tailed) .002
N 55 55
**
RE_2 Pearson -.380 1
Correlation
Sig. (1-tailed) .002
N 55 55
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-
tailed).
LAMPIRAN 13

UJI BEDA

187
188

Hasil Uji Beda

A. Jenis Kelamin

Group Statistics
Std. Std. Error
Jenis Kelamin N Mean Deviation Mean
Regulasi_Emosi Laki-laki 10 44.60 6.753 2.135
Perempuan 45 51.80 7.188 1.071
Stres Laki-laki 10 22.50 8.410 2.659
Perempuan 45 14.89 8.703 1.297
189

Independent Samples Test


Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Difference
Sig. (2- Mean Std. Error
F Sig. t df tailed) Difference Difference Lower Upper
Stress Equal variances
assumed .001 .978 2.516 53 .015 7.61111 3.02534 1.54304 13.67918

Equal variances
not assumed 2.572 13.635 .023 7.61111 2.95893 1.24888 13.97334

Regulasi_ Equal variances


Emosi assumed .095 .760 -2.894 53 .006 -7.20000 2.48769 -12.18967 -2.21033

Equal variances
not assumed -3.014 13.922 .009 -7.20000 2.38916 -12.32693 -2.07307
190

B. Usia

Descriptives
95% Confidence Interval
for Mean
Std. Std. Lower Upper
N Mean Deviation Error Bound Bound Minimum Maximum
Regulasi_ 18-40 Tahun 11 45.45 8.202 2.473 39.94 50.96 26 58
Emosi 41-60 Tahun 36 52.11 7.386 1.231 49.61 54.61 32 63
>60 Tahun 8 50.13 4.643 1.641 46.24 54.01 44 56
Total 55 50.49 7.586 1.023 48.44 52.54 26 63
Stres 18-40 Tahun 11 18.82 10.196 3.074 11.97 25.67 0 34
41-60 Tahun 36 14.94 8.043 1.340 12.22 17.67 2 38
>60 Tahun 8 18.75 11.683 4.131 8.98 28.52 6 33
Total 55 16.27 9.071 1.223 13.82 18.72 0 38
191

ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Regulasi_Emosi Between 374.588 2 187.294 3.563 .035
Groups
Within Groups 2733.158 52 52.561
Total 3107.745 54
Stres Between 183.884 2 91.942 1.123 .333
Groups
Within Groups 4259.025 52 81.904
Total 4442.909 54
192

C. Lama Mengalami Kanker

Descriptives
95% Confidence Interval
Std. Std. for Mean
N Mean Minimum Maximum
Deviation Error Lower Upper
Bound Bound
<1 Tahun 7 48.71 8.770 3.315 40.60 56.82 32 58

1≤ 3 Tahun 26 48.38 7.653 1.501 45.29 51.48 26 63


Regulasi_
Emosi
>3 Tahun 22 53.55 6.323 1.348 50.74 56.35 40 63

Total 55 50.49 7.586 1.023 48.44 52.54 26 63

<1 Tahun 7 18.86 14.542 5.496 5.41 32.31 0 38

1≤ 3 Tahun 26 18.62 7.360 1.443 15.64 21.59 4 33


Stres
>3 Tahun 22 12.68 8.008 1.707 9.13 16.23 2 34

Total 55 16.27 9.071 1.223 13.82 18.72 0 38


193

ANOVA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Regulasi_Emosi Between 342.708 2 171.354 3.223 .048
Groups
Within Groups 2765.037 52 53.174
Total 3107.745 54
Stres Between 473.125 2 236.563 3.099 .054
Groups
Within Groups 3969.784 52 76.342
Total 4442.909 54
LAMPIRAN 14
INFORMED CONSENT

194
195

Informed Consent

Saudara yang kami hormati,


Kami adalah mahasiswa Psikologi 2016 Fakultas Psikologi dan Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia,
Nama : Aziza Zulfa Hardiana dan Een Nuraeni
No. Mhs. : 16320043 dan 16320110

Laman ini merupakan kuesioner penelitian, kami sebagai peneliti meminta


Saudara untuk mengisi laman kuesioner ini.Demi memperlancar pengisian, sangat
dibutuhkan kerja sama dari pihak Saudara. Beberapa hal yang penting diketahui
adalah:
1. Prinsip kesukarelaan
Keterlibatan Saudara dalam pengisian ini adalah berdasarkan prinsip kesukarelaan,
tanpa ada paksaan dan ancaman dari siapapun.
2. Masalah kerahasiaan
Kami akan merahasiakan informasi dari Saudara dan kami berharap bahwa
informasi yang diberikan adalah kenyataan yg sebenarnya. Kerahasiaan data
maupun jawaban dalam bentuk apapun menjadi tanggung jawab peneliti dan tidak
akan disebarluaskan.
3. Lingkup kompetensi
Peneliti masih dapat dikatakan sebagai pemula, dalam perkuliahan telah
mendapatkan materi yang mendukung ilmu Psikologi, namun demikian, Saudara
dapat memberikan komentar atas performa kuesioner maupun kata-kata peneliti
dalam menjelaskan maupun memberikan kuesioner apabila masih terdapat hal-hal
yang kurang berkenan.
4. Resiko
Apabila di tengah pengisian kuesioner terdapat pertanyaan yang kurang dimengerti,
Saudara dapat secara langsung menghubungi dan menanyakan lebih lanjut kepada
peneliti.
196

Menjadi seorang penyintas kanker bukanlah hal yang mudah dan hanya dapat
dilalui oleh manusia-manusia yang kuat. Tuhan tidak akan memberikan suatu
cobaan kecuali hamba-Nya dapat melaluinya. Kami, selaku peneliti sangat
berterimakasih atas waktu yang telah diberikan untuk mengisi kuesioner ini,
semoga menjadi salah satu amalan baik untuk Saudara. Kuesioner ini juga menjadi
salah satu metode untuk mengetahui gambaran psikologis penyintas kanker,
sehingga harapan kami dapat bermanfaat di kemudian hari dalam penelitian
psikologi dan dapat memberikan terapi atau sikap yang tepat saat bersama penyintas
kanker.

Apakah anda menyetujui untuk mengisi kuesioner yang terlampir?


1. Setuju
2. Tidak setuju

Anda mungkin juga menyukai