Anda di halaman 1dari 6

ISSN 2442-7659

di wilayah perdesaan pada umumnya memiliki akes terhadap informasi dan edukasi kesehatan
yang lebih rendah dibandingkan penduduk di perkotaan. Upaya promotif dan preventif
diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini melalui
pengukuran tekanan darah secara rutin serta kepatuhan untuk mengkonsumsi obat secara rutin.
Langkah ini diyakini sebagai bentuk pengendalian penyakit hipertensi berupa penurunan jumlah
kasus, komplikasi, dan kematian akibat hipertensi.
Tidak semua penderita hipertensi
menyadari penyakit yang dideritanya.
Hal ini yang membuat hipertensi kerap
disebut sebagai “silent killer”atau
“pembunuh senyap”.

180
110
160
110 140
110

Sumber : Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

2019
Referensi Tim Redaksi
 Kementerian Kesehatan RI. 2009. Hipertensi: Prevalensi dan
Determinannya di Indonesia. Jakarta: Ekowati Rahajeng dan Sulistyo Penanggung Jawab
Tuminah Didik Budijanto
 Kementerian Kesehatan RI. 2008. Laporan Riskesdas 2007. Jakarta: Redaktur
Badan Litbangkes, Kemenkes Rudy Kurniawan
 Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Teknis Penemuan dan Penyunting
Tatalaksana Hipertensi. Jakarta: Ditjen Pengendalian Penyakit, Kemenkes Winne Widiantini
 Kementerian Kesehatan RI. 2014. Laporan Riskesdas 2013. Jakarta: Penulis
Badan Litbangkes, Kemenkes Supriyono Pangribowo
 Kementerian Kesehatan RI. 2019. Laporan Riskesdas 2018. Jakarta: Desain Gras/Layouter
Badan Litbangkes, Kemenkes Dian Mulya

Kementerian Kesehatan RI
Pusat Data dan Informasi
Jl. HR Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9
Jakarta Selatan Hipe r t e n s i
pusdatin.kemkes.go.id pusdatin kemenkes pusdatin kemkes Si Pembunuh Senyap
untuk melakukan pengukuran. Hipertensi ditandai dengan hasil pengukuran tekanan darah yang
110
180/ Gambar 1 menunjukkan tekanan sistolik sebesar > 140 mmhg atau dan tekanan diastolik sebesar > 90
l Prevalensi Hipertensi di Dunia mmhg. Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar British Society of
A. Beban GlobiaKasus Sumber : WHO, 2019 Hypertension mengunakan alat sphygmomanometer air raksa, digital atau anaeroid yang telah
dan Definis ditera.
Prevalensi Hipertensi
Berdasarkan Gambar 3
Hipertensi merupakan penyakit tidak menular Kisaran Tekanan Darah Normal dan Hipertensi Menurut WHO
Wilayah WHO
yang menjadi salah satu penyebab utama Sumber : Joint National Committee on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High Pressure VII/JNC-VII, 2003
ASIA
kematian prematur di dunia. Organisasi TENGGARA
kesehatan dunia (World Health AFRIKA 25%
27%
Organization/WHO) mengestimasikan saat ini Sistolik <120 120-139 140-159 >160 >140
prevalensi hipertensi secara global sebesar dan atau atau atau dan
22% dari total penduduk dunia. Dari sejumlah 140
90
EROPA Diastolik <80 80-89 90-99 >100 <90
AMERIKA 23%
penderita tersebut, hanya kurang dari 18%
s e p e r l i m a ya n g m e l a k u k a n u p aya
pengendalian terhadap tekanan darah yang Hipertensi
PASIFIK Pre Hipertensi Hipertensi
dimiliki. DUNIA BARAT
MEDITERANIA
TIMUR Normal Hipertensi Tingkat 1 Tingkat 2 sistolik
22% 19% 26% terisolasi
Wilayah Afrika memiliki prevalensi hipertensi Berdasarkan penyebab, hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu :
tertinggi sebesar 27%. Asia Tenggara berada di posisi ke-3 tertinggi dengan prevalensi sebesar
1. Hipertensi esensial atau primer yang tidak diketahui penyebabnya.
25% terhadap total penduduk. WHO juga memperkirakan 1 di antara 5 orang perempuan di
seluruh dunia memiliki hipertensi. Jumlah ini lebih besar diantara kelompok laki-laki, yaitu 1 di 2. Hipertensi sekunder yang penyebabnya dapat ditentukan melalui tanda-tanda di antaranya
antara 4. kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), dan penyakit kelenjar
Gambar 2
adrenal (hiperaldosteronisme).
Proporsi Penderita Hipertensi di Dunia Menurut Jenis Kelamin Tidak semua penderita hipertensi menyadari penyakit yang dideritanya. Hal ini yang membuat
Sumber : WHO, 2019 hipertensi kerap disebut sebagai “silent killer”atau “pembunuh senyap”.
Kebanyakan Kebanyakan Gambar 4
penderita hipertensi penderita hipertensi Gejala Hipertensi
TIDAK MENYADARI MEREKA TIDAK MENYADARI MEREKA Sumber : Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

MENDERITA HIPERTENSI. MENDERITA HIPERTENSI. #KetahuiTekananDarahmu


#KnowYOURNumbers

Komplikasi
pada Hipertensi :
Tidak semua penderita hipertensi mengenali atau merasakan keluhan maupun gejala,
sehingga hipertensi sering dijuluki sebagai pembunuh diam-diam (silent killer)

Keluhan-keluhan pada penderita hipertensi antara lain :

1 dari 4 1 dari 5
Jantung
Sakit Gangguan Gangguan Gangguan Gangguan
Gelisah berdebar- Pusing
Kepala penglihatan
pria menderita hipertensi wanita menderita hipertensi debar
saraf jantung ginjal

Gangguan serebral (otak)


Hipertensi menjadi ancaman kesehatan masyarakat karena potensinya yang mampu Penglihatan Rasa sakit mudah yang mengakibatkan kejang,
mengakibatkan kondisi komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal. Kabur di dada lelah perdarahan pembuluh darah otak
yang mengakibatkan kelumpuhan,
Penegakkan diagnosa dapat dilakukan melalui pengukuran tekanan darah oleh tenaga gangguan kesadaran hingga koma
kesehatan atau kader kesehatan yang telah dilatih dan dinyatakan layak oleh tenaga kesehatan www.p2ptm.kemkes.go.id @p2ptmKemenkesRI @p2ptmKemenkesRI @p2ptmKemenkesRI

01 02
Prevalensi hipertensi pada Riskesdas 2018 menghasilkan angka prevalensi yang lebih Angka prevalensi di atas diperoleh melalui pengukuran tekanan darah pada responden
diukur dengan wawancara dan pengukuran. lebih besar karena berhasil menjaring Riskesdas dengan berdasarkan pada kriteria JNC VII yaitu bila tekanan darah sistolik > 140
M e l a l u i wa wa n c a ra r e s p o n d e n a k a n responden yang merupakan penderita mmHg atau tekanan darah diastolic > 90 mmHg. Prevalensi ini lebih tinggi dibandingkan
ditanyakan apakah pernah didiagnosis hipertensi namun tidak menyadari jika mereka prevalensi pada tahun 2013 sebesar 25,8%.
menderita hipertensi. Selain itu, juga memiliki tekanan darah yang tinggi.
ditanyakan mengenai kepatuhan meminum Sedangkan angka prevalensi berdasarkan Gambar 6
obat hipertensi. Sehingga Riskesdas 2018 diagnosis atau minum obat sangat bergantung Prevalensi Hipertensi di Indonesia di Indonesia
menghasilkan tiga angka prevalensi, yaitu pada kemampuan mengingat responden, dan pada Riskesdas Tahun 2013 dan Tahun 2018
berdasarkan diagnosis (D), diagnosis atau tidak mampu menjaring responden yang Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
sedang minum obat (D/O), dan pengukuran memiliki tekanan darah tinggi namun tidak
(U). Metode pengukuran secara umum menyadarinya. 100
2018
80 2013
Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan angka prevalensi hipertensi pada penduduk > 18 tahun 60
berdasarkan pengukuran secara nasional sebesar 34,11%. 34,11
40

Gambar 5 20 25,8
Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Pengukuran pada Riskesdas Tahun 2018 0
Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat

Indonesia
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepualauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
NTB
NTT
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
INDONESIA 34,11
Kalimantan Selatan 44,13
Jawa Barat 39,60
Kalimantan Timur 39,30
Jawa Tengah 37,57
Kalimantan Barat 36,99
Jawa Timur 36,32
Sulawesi Barat 34,77 Pe n i n g k a t a n p r e v a l e n s i h i p e r t e n s i Riskesdas 2007, prevalensi hipertensi di
Kalimantan Tengah 34,47
DKI Jakarta 33,43 berdasarkan cara pengukuran juga terjadi di Indonesia pada tiga jenis metode menunjukkan
Sulawesi Utara 33,12 hampir selur uh provinsi di Indonesia. peningkatan.
Kalimantan Utara 33,02
DI Yogyakarta 32,86 Peningkatan prevalensi tertinggi terdapat di
Sulawesi Selatan 31,68 Gambar 7
Sumatera Selatan 30,44 Provinsi DKI Jakar ta sebesar 13,4%,
Bali 30,97 Kalimantan Selatan sebesar 13,3%, dan Prevalensi Hipertensi Berdasarkan
Lampung 29,94
Kep. Bangka Belitung 29,90 Sulawesi Barat sebesar 12,3%. Diagnosis, Konsumsi Obat, dan
Selawesi Tenggara 29,75 Pengukuran pada Riskesdas
Sulawesi Tengah 29,75
Gorontalo 29,64 Tahun 2007, 2013, dan 2018 (%)
Banten 29,47 Hasil Riskesdas 2018 menunjukan bahwa Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
Sumatera Utara 29,19
Riau 29,14 Provinsi Kalimantan Selatan memiliki
Jambi 40
28,99 prevalensi tertinggi sebesar 44,13% diikuti 34,11
Maluku 28,99
Bengkulu 28,14 oleh Jawa Barat sebesar 39,6%, Kalimantan 31,7
Nusa Tenggara Barat 27,80 Timur sebesar 39,3%. Provinsi Papua memiliki 30
Nusa Tenggara Timur 27,72 25,8
Aceh 26,45 prevensi hipertensi terendah sebesar 22,2%
Papua Barat 25,90
Kepulauan Riau 25,84 diikuti oleh Maluku Utara sebesar 24,65% dan 20
Sumatera Barat 25,16 Sumatera Barat sebesar 25,16%.
Maluku Utara 24,65 9,4 9,5 8,84
Papua 22,22 10 7,2 8,36 7,6
0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 50,0
Secara nasional prevalensi hipertensi
menunjukkan kecenderungan peningkatan dari 0
D D/O U
Riskesdas tahun 2007. Berdasarkan hasil 2007 2013 2018

03 04
Gambar 11
110
180/ Proporsi Hipertensi Berdasarkan Pengukuran Menurut Tingkat Pendidikan
pada Riskesdas Tahun 2013 dan 2018
o
B. Faktor Risik Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
Hipertensi 60
51,6
50 42,0 46,3
Beberapa studi menunjukkan adanya hubungan bermakna antara penyakit tidak menular 40,0
40 34,7
dengan faktor sosio demogra, perilaku, kondisi sik, dan riwayat penyakit lainnya. Hal ini 29,7 29,1 28,3
sejalan dengan analisis lanjut yang dilakukan terhadap hasil Riskesdas 2007 oleh Ekowati 30 25,9
20,6 18,6 22,1
Rahajeng dan Sulistyo Tuminah. Studi tersebut menunjukkan bahwa hipertensi berhubungan 20
dengan faktor-faktor risiko seperti umur, jenis kelamin, tingkat Pendidikan, pekerjaan, tempat 2013 10
tinggal, perilaku merokok, konsumsi alkohol, konsumsi sayur dan buah, konsumsi makanan 0
2018 Tidak/Belum Tidak Tamat Tamat Tamat Tamat Tamat
berkafein, dan aktitas sik. Pernah Sekolah SD/MI SD/MI SLTP/MTS SLTA/MA D1/D2/D3/PT

Gambar 8 Proporsi hipertensi menurut tingkat pendidikan menunjukkan kecenderungan penurunan seiring
Proporsi Hipertensi Berdasarkan Pengukuran pada Riskesdas Tahun 2013 dan 2018 dengan meningkatnya tingkat pendidikan. Pada Riskesdas 2013 dan 2018, proporsi hipertensi
Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019 pada kelompok penduduk tidak/belum pernah sekolah sebesar 42% dan 51,6% yang
menunjukkan penurunan hingga 22,1% dan 28,3% pada kelompok yang tamat D1/D2/D3/PT.
2013 2018
Gambar 12 Gambar 13
Proporsi Hipertensi Berdasarkan Proporsi Hipertensi Berdasarkan
31,34 36,85 Gambar di samping menunjukkan bahwa Pengukuran Menurut Jenis Perkerjaan Pengukuran Menurut Jenis Pekerjaan
kelompok perempuan memiliki proporsi pada Riskesdas 2013 pada Riskesdas 2018
22,80 28,80 hipertensi lebih besar dibandingkan laki-laki. Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019 Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
Pola ini terjadi pada hasil Riskesdas tahun Tidak Bekerja 39,73
2013 dan tahun 2018. PNS/TNI/POLRI/ 36,91
Tidak Bekerja 29,2 BUMN/BUMD
Petani/Buruh Tani 36,14
Gambar 9 Gambar 10 Petani/Nelayan 25,0 Lainnya 34,79
Proporsi Hipertensi Berdasarkan Proporsi Hipertensi Berdasarkan /Buruh
Pengukuran Menurut Kelompok Umur Pengukuran Menurut Kelompok Umur Wiraswasta 24,7
Wiraswasta 34,03
pada Riskesdas 2013 pada Riskesdas 2018 Buruh/sopir/ 30,22
Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019 Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019 asisten rumah tangga
Lainnya 24,1 Nelayan 27,85
15-24 8,7 18-24 13,2 Pegawai swasta 24,37
Pegawai 20,6
25-34 14,7 25-34 20,1 Sekolah 14,84
35-44 24,8 35-44 31,6 0 10 20 30 40 50 0 10 20 30 40 50

45-54 35,6 45-54 45,3 Kelompok penduduk tidak bekerja memiliki proporsi hipertensi tertinggi diantara kelompok
55-64 45,9 55-64 55,2 lainnya baik pada Riskesdas 2013 maupun Riskesdas 2018.
65-74 57,6 65-74 63,2
Gambar 14 50
75+ 63,8 75+ 69,5 Proporsi Hipertensi Berdasarkan 40
0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Pengukuran Menurut Tempat Tinggal 26,1 30 25,5
pada Riskesdas 2013
Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019 20
Proporsi Hipertensi juga meningkat seiring dengan peningkatan kelompok umur. Pola ini terjadi 10
pada dua Riskesdas terakhir di tahun 2013 dan 2018. Secara siologis semakin tinggi umur
seseorang maka semakin berisiko untuk mengidap hipertensi. Perkotaan 0 Perdesaan

05 06
Gambar 15 Dalam hal peningkatan persentase, perilaku merokok memiliki peningkatan tertinggi di antara
Proporsi Hipertensi Berdasarkan dua pelaksanaan survei hampir sebesar 100%, yaitu dari 12,3% menjadi 24,3%. Maraknya
Pengukuran Menurut Tempat Tinggal Proporsi penderita hipertensi pada penduduk iklan rokok di media massa yang sangat massif dalam membentuk persepsi publik dalam dekade
pada Riskesdas 2018 d i w i l a ya h p e r k o t a a n l e b i h b e s a r terakhir diasumsikan berkontribusi terhadap peningkatan tersebut.
Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019 dibandingkan di wilayah perdesaan. Pada
50 tahun 2013 proprosi di kedua wilayah tersebut
110
sebesar 26,1% dan 25,5% yang meningkat 180/
40
34,4 menjadi 34,4% dan 33,7% di tahun 2018.
30 33,7 Pola ini dapat diasumsikan terjadi karena C. Upaya ipertensi
20 faktor risiko perilaku yang berpotensi Pengendalian H
10
menyebabkan hipertensi lebih banyak
d i t e m u k a n d i w i l aya h p e r ko t a a n Pengendalian hipertensi bertujuan untuk mencegah dan menurunkan probabilitas kesakitan,
Perkotaan 0 Perdesaan dibandingkan di wilayah perdesaan. komplikasi, dan kematian. Langkah ini dapat dikelompokkan menjadi pendekatan farmakologis
Selain faktor sosio-demogra seperti jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan, dan non-farmakologis.
penyakit tidak menular sangat terkait dengan gaya hidup dan perilaku. Gaya hidup sedentary
yang hanya sedikit mengeluarkan energi, konsumsi makanan instan dengan kandungan bahan Pendekatan farmakologis merupakan upaya pengobatan untuk mengontrol tekanan darah
kimia, perilaku merokok, konsumsi alkohol, dan rendahnya konsumsi buah dan sayur merupakan penderita hipertensi yang dapat diawali dari pelayanan kesehatan tingkat pertama seperti
faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi. puskesmas atau klinik. Terapi farmakologis dimulai dengan obat tunggal yang mempunyai masa
kerja panjang sehingga dapat diberikan sekali sehari dan dosisnya dititrasi. Obat berikutnya
Gambar 16
dapat ditambahkan selama beberapa bulan pertama selama terapi dilakukan.
Persentase Perilaku Berisiko PTM pada Riskesdas Tahun 2013 dan 2018
Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
Jenis obat hipertensi terdiri dari diuretic, penyekat beta, golongan penghambat Angiotensin Converting
100 93,5 95,4
90 Enzyme (ACE), dan Angiotensin Receptor Blocker (ARB), golongan Calcium Channel Blockers (CCB), dan
80
golongan anti hipertensi lain.
70
60 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengobatan hipertensi antara lain :
50  Pengobatan esensial dilakukan untuk menurunkan tekanan darah dengan tujuan
40 33,5
memperpanjang harapan hidup dan mengurangi komplikasi.
30 26,1 26,2 29,7 24,3
20 12,3  Pengobatan sekunder lebih ditujukan untuk mengendalikan penyebab hipertensi.
10  Pemilihan kombinasi obat anti-hipertensi didasarkan pada keparahan dan respon penderita
0 terhadap obat yang diberikan.
Kurang Konsumsi Kurang Konsumsi Merokok
Buah Sayur Aktivitas Fisik Makanan Asin  Pengobatan hipertensi dilakukan dalam waktu yang lama, bahkan mungkin sampai seumur
hidup.
Perilaku yang menjadi faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM) pada gambar di atas adalah  Pasien yang berhasil mengontrol tekanan darah, maka pemberian obat hipertensi di
kurang konsumsi buah dan sayur, kurang aktivitas sik, konsumi makanan asin, dan merokok. puskesmas diberikan pada saat kunjugan, dengan catatan obat yang baru diberikan untuk
Seluruh perilaku tersebut mengalami peningkatan pada Riskesdas 2013 dan Riskesdas 2018. pemakaian selama 30 hari bila tanpa keluhan baru.
 Penderita yang baru didiagnosis, disarankan melakukan kontrol ulang 4 kali dalam sebulan
Perilaku kurang konsumsi buah dan sayur memiliki persentase yang sangat tinggi di antara atau seminggu sekali, bila tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 100 mmH
perilaku sedentary lainnya, yaitu 93,5% pada tahun 2013 menjadi 95,4% di tahun 2018. Hal ini sebaiknya diberikan terapi kombinasi setelah kunjungan kedua (dalam 2 minggu) tekanan
menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Indonesia sangat kurang mengkonsumsi buah darah tidak dapat dikontrol.
dan sayur. Kecenderungan peningkatan kurang masyarakat mengkonsumsi buah dan sayur dapat  Kasus hipertensi atau tekanan darah tidak dapat dikontrol setelah pemberian obat pertama,
disebabkan semakin maraknya produk makanan kemasan dan cepat saji yang cenderung lebih maka langsung diberikan terapi pengobatan kombinasi bila tidak dapat dirujuk ke fasyankes
disukai oleh masyarakat karena kenikmatan rasa dan kemudahan cara memperoleh yang yang lebih tinggi.
ditawarkan.

07 08
Gambar 17 Gambar 18 Kesadaran dan partisipasi masyarakat yang rendah dalam melakukan deteksi dini dan upaya
Kepatuhan Minum Obat Hipertensi Alasan Tidak Minum Obat Hipertensi pencegahan terhadap hipertensi dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengetahuan, dan
Penduduk >_ 18 Tahun _ 18 Tahun
Secara Rutin Penduduk > akses terhadap pelayanan kesehatan.
pada Riskesdas 2018 pada Riskesdas 2018
Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019 Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019 Gambar 20 Gambar 21
_ 18 Tahun
Penduduk Usia > Penduduk Usia >_ 18 Tahun
59,8 yang Tidak Melakukan Pengukuran yang Tidak Melakukan Pengukuran
Tidak Minum Obat 60
13,33 Tekanan Darah Rutin Tekanan Darah Rutin
50
Menurut Umur, Riskesdas 2018 Menurut Jenis Kelamin,Riskesdas 2018
54,4 Rutin 40 Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019 Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
31,3
% 30 100 100
20 14,5 12,5 90 90
Tidak Rutin 32,27 11,5
10 8,1 80 80
4,5 2,0
70 70
0 50,5
Merasa Tidak Minum Lain- Sering Tidak Tidak Obat 60 55,3 60
sudah rutin obat nya lupa mampu tahan tidak 50 50
sehat berobat tradisional beli obat ESO tersedia 44,2
40 40 40 31,3
35,5 32,4 30,7 33,4
Dalam hal kepatuhan minum obat, sebagian besar penderita hipertensi rutin minum obat yaitu 30 30
sebanyak 54,4%. Sementara penduduk yang tidak rutin minum obat dan tidak minum obat sama 20 20
sekali masing-masing sebesar 32,27% dan 13,33%. 10 10
0 0
18-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65-74 75+ Laki-laki Perempuan
Dari seluruh penderita hipertensi yang tidak minum obat secara rutin, sebagian besar beralasan
karena merasa dirinya sudah sehat, yaitu sebanyak 59,8%. Faktanya, terdapat selisih antara Berdasarkan variabel umur dan jenis kelamin, kelompok yang banyak berkontribusi terhadap
penderita hipertensi berdasarkan pengukuran sebesar 34,11% dengan penderita hipertensi ketidakpatuhan pengukuran tekanan darah adalah kelompok umur 18-24 tahun dengan proporsi
berdasarkan diagnosis sebesar 8,36%. Hal ini mengindikasikan sedikitnya 25% penduduk yang sebesar 55,3% dan lak-laki sebesar 50,5%.
memiliki tekanan darah tinggi namun belum didiagnosa atau belum menyadari mengidap Gambar 22 Gambar 23
hipertensi. Pengukuran tekanan darah merupakan salah satu upaya pengendalian untuk Penduduk Usia >_ 18 Tahun yang _ 18 Tahun
Penduduk Usia >
mencegah hipertensi dan mengurangi komplikasi. Tidak Melakukan Pengukuran yang Tidak Melakukan Pengukuran
Tekanan Darah Rutin Menurut Tekanan Darah Rutin Menurut
Tingkat Pendidikan, Riskesdas 2018 Tempat Tinggal, Riskesdas 2018
Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
Gambar 19 Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
Kerutinan Mengukur Tekanan Darah 50
44,6 43,7
Penduduk >_ 18 Tahun 40 41,6 41,8 41,6 50 44
pada Riskesdas 2018 38,6
30 28,8 40
Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019
20
Tidak Sebagian besar penduduk >18 tahun hanya 30
Melakukan kadang-kadang melakukan pengukuran tekanan 10
20
Pengukuran Rutin
12 darah secara rutin sebesar 47%, diikuti oleh yang 0
10
41 tidak melakukan pengukuran sebesar 41%.
Sedangkan penduduk >18 tahun yang melakukan Tidak/ Tidak Tamat Tamat Tamat Tamat 0
Belum Tamat SD/MI SLTP/MTS SLTA/MA Diploma Perkotaan Perdesaan
pengukuran darah secara rutin hanya sebesar Pernah SD/MI ke Atas
Sekolah
12%. Pada kelompok yang tidak melakukan
47 pengukuran tekanan darah secara rutin, dapat Penduduk yang tidak pernah sekolah dan penduduk yang tinggal di wilayah perdesaan memiliki
Kadang-
dilihat menurut kelompok umur, jenis kelamin, proporsi yang tinggi pada ketidakpatuhan pengukuran darah secara rutin, yaitu masing-masing
kadang tingkat pendidikan, dan tempat tinggal. sebesar 44,6% dan 44%. Hal ini dapat diasumsikan karena perilaku sehat dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan dan akses terhadap informasi dan edukasi kesehatan. Penduduk

09 10

Anda mungkin juga menyukai