Anda di halaman 1dari 80

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS KEPANITERAAN

KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN DIARE


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGLEWAS

Oleh:
Sahda Vania Salsabiila G4A020078
Amanah Sekar Kinasih G4A020130
Zevic Aulia Noor G4A020132

Pembimbing Fakultas
dr. Agung Saprasetya Dwi Laksana, M.Sc.PH
Pembimbing Puskesmas
dr. Rendi Retissu

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN UMUM
PURWOKERTO
2021

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN DIARE


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGLEWAS

Oleh:
Sahda Vania Salsabiila G4A020078
Amanah Sekar Kinasih G4A020130
Zevic Aulia Noor G4A020132

Disusun dan diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mengikuti ujian
Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Jurusan Kedokteran
Umum Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Telah diterima dan disahkan


Pada November 2021

Diketahui oleh,

Pembimbing Fakultas Pembimbing Puskesmas

dr. Agung Saprasetya Dwi Laksana, M.Sc.PH dr. Rendi Retissu


NIP. 196709052000121000 NIP. 198810162019021002
PRAKATA

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Community Health Analysis.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan
Masyarakat atas bimbingannya sehingga penulis dapat menjalani kegiatan dengan lancar,
mulai dari perencanaan, pengambilan data, pengolahan data, hingga melaksanakan plan
of action di masyarakat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, yaitu dr.
Rendi Retissu dan dr. Agung Saprasetya Dwi Laksana, M.Sc.PH atas segala arahan dan
masukan dalam mengerjakan laporan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
keluarga besar Puskesmas Karanglewas yang telah memberi kesempatan bagi penulis
untuk mengikuti dan mempelajari banyak hal secara langsung selama empat minggu di
Puskesmas. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun
masyarakat. Penulis menyadari laporan ini memiliki banyak kekurangan, sehingga
penulis terbuka akan segala kritik dan saran demi perbaikan laporan ini.

Penulis
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diare adalah buang air besar dengan feses tidak berbentuk atau cair dengan frekuensi
lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Diare akut jika diare berlangsung kurang dari 2 minggu,
jika lebih dari sama dengan 2 minggu adalah diare kronis (Amin, 2015). Diare dapat
mengakibatkan demam, sakit perut, penurunan nafsu makan, rasa lelah dan penurunan
berat badan. Diare dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak,
sehingga dapat terjadi berbagai macam komplikasi yaitu dehidrasi, renjatan hipovolemik,
kerusakan organ bahkan sampai koma (Utami, 2016). Kehilangan elektrolit merupakan
komplikasi yang sering terjadi terutama pada anak-anak. Jika terjadi kehilangan elektrolit
melalui feses dapat menyebabkan terjadinya hipokalemia dan asidosis metabolik (Farrar,
et al., 2013).
Diare merupakan salah satu penyakit yang paling sering dijumpai baik pada balita
hingga orang dewasa. Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang penting karena merupakan penyumbang utama angka kesakitan dan
kematian di berbagai Negara termasuk Indonesia. Menurut data World Health
Organization (WHO) tahun 2013 dalam Sukardi (2016) diare merupakan penyebab kedua
morbiditas dan mortalitas untuk di bawah 5 tahun di dunia.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan
bahwa prevalensi kejadian diare dari tahun 2013–2018 mengalami peningkatan yaitu dari
2,4% pada tahun 2013 meningkat menjadi 11,0% pada tahun 2018 (Riskesdas, 2018).
Sementara di Jawa Tengah, penyakit diare menjadi lima besar penyumbang KLB setelah
keracunan makanan, leptospirosis, demam berdarah, dan chikungunya. Prevalensi diare
pada anak di Jawa Tengah pada tahun 2018 menurut diagnosis oleh tenaga kesehatan
sebesar 8,4% (Kemenkes RI, 2018). Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Sidqi
et al. (2021) pada tahun 2019, untuk kategori kerentanan tinggi kejadian diare pada balita
di Kabupaten Banyumas berada di 10 kecamatan, yaitu kecamatan Pekuncen, Ajibarang,
Kedungbanteng, Karanglewas, Patikraja, Purwokerto Barat, Purwokerto Timur,
Sumbang, Kembaran, dan Kemranjen. Kecamatan Karanglewas merupakan salah satu
daerah dengan risiko tinggi diare (Sidqi et al., 2021). Untuk itu perlu dilakukan penelitian
faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Karanglewas.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas atau Community Health Analysis (CHA) di
wilayah kerja Puskesmas Karanglewas.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas
Karanglewas.
b. Mencari alternatif pemecahan masalah diare di wilayah kerja Puskesmas
Karanglewas.
D. Manfaat
1. Manfaat Praktis
a. Menjadi bahan pertimbangan bagi Puskesmas Karanglewas untuk melakukan
evaluasi kinerja program penemuan penderita diare.
b. Menjadi bahan untuk perbaikan program kerja penemuan penderita diare ke arah
yang lebih baik guna mengoptimalkan mutu pelayanan kepada masyarakat dan
individu di wilayah kerja Puskesmas Karanglewas.
2. Manfaat Teoritis
a. Menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya bagi pihak yang membutuhkan.
II. ANALISIS SITUASI
A. Gambaran Umum
1. Keadaan Geografi
Keadaan Karanglewas adalah salah satu bagian wilayah Kabupaten Banyumas
dengan luas wilayah 3247,34 Ha atau 2,45% dari luas Kabupaten Banyumas.
Kecamatan Karanglewas terdiri dari 13 desa yang terbagi dalam 297 Rt. Dari 13
desa di wilayah Kecamatan Karanglewas desa Sunyalangu dan Babakan
merupakan daerah pegunungan dengan luas wilayah masing-masing 978,69 Ha
dan 301 Ha. Letak geografis kecamatan Karanglewas, terletak melintang dari
utara ke selatan yang berbatasan dengan beberapa kecamatan, yaitu:
a. Sebelah Utara : Kecamatan Kedungbanteng
b. Sebelah Selatan : Kecamatan Patikraja
c. Sebelah Timur : Kecamatan Purwokerto Barat
d. Sebelah Barat : Kecamatan Cilongok
Topografi kecamatan Karanglewas lebih dari 45% merupakan dataran yang
tersebar di bagian selatan. Ketinggian wilayah Karanglewas 422 meter dari
permukaan air laut. Luas penggunaan lahan di kecamatan Karanglewas dapat
diperjelas sebagai berikut.
a. Tanah sawah : 839,47 Ha
b. Tanah pekarangan : 960,14 Ha
c. Tanah tegalan : 139,10 Ha
d. Tanah perkebunan : 311,31 Ha
e. Tanah hutan negara : 612,00 Ha
f. Lain-lain : 241,35 Ha
Gambar 2.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Karanglewas
2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
Data hasil registrasi jumlah penduduk akhir tahun 2020 menunjukkan jumlah
penduduk Kecamatan Karanglewas adalah 67.889 jiwa yang terdiri dari 34.321
jiwa laki-laki (50,03%) dan 33.568 jiwa perempuan (49,99%), tercakup dalam
20.572 kartu keluarga, dengan kepadatan penduduk sebesar 2.079. Jumlah
penduduk tertinggi di desa Tamansari 6.738 jiwa (9,8%) sedangkan jumlah
terendah di desa Pasir Lor 3.746 jiwa (5,5%).

Grafik 2.1 Jumlah Penduduk Kecamatan Karanglewas


b. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur
Data jumlah penduduk menurut golongan umur di Kecamatan Karanglewas
pada tahun 2020 menunjukkan kelompok umur dengan jumlah terbanyak
adalah 30–34 tahun yaitu sebesar 5.701 jiwa, artinya penduduk Kecamatan
Karanglewas tergolong pada usia muda atau produktif, sedangkan jumlah
penduduk lanjut usia adalah sebesar 1.757 jiwa.

Grafik 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur


c. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk Kecamatan Karanglewas pada tahun 2020 sebesar
2.079/km2. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di desa Pasir Lor dengan
angka kepadatan 5.351/km2, sedangkan kepadatan penduduk terendah dimiliki
desa Sunyalangu sebesar 547/km2.

Grafik 2.3 Kepadatan penduduk


3. Keadaan Sosial Ekonomi
a. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan data dari masing-masing desa jumlah penduduk laki-laki dan
perempuan sebagai berikut.
Tabel 2.1 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Karanglewas
No Variabel Perempuan Laki-laki Jumlah
1 Tidak memiliki ijazah 7.844 8.086 15.912
2 SD/MI 8.214 8.786 17.000
3 SLTP/MTs 5.209 4.923 10.132
4 SMA/MA 4.935 4.360 9.295
5 Akademi/Diploma III 393 357 750
6 Universitas/Diploma IV 638 631 1269
7 S2/S3 (Master/doktor) 39 29 68

Dari tabel tersebut diatas tingkat pendidikan paling banyak adalah tamat SD
sebesar 30.151 (44,25%) kemudian Tamat SLTP/Sederajat 10.030 (14,72%).
Tamat SLTA/Sederajat 8.541 (12,53%), Tidak Tamat SD sebesar 6.854
(10,06%). Sedangkan untuk tamat Akademi/Diploma sebesar 1.204 (1,76 %),
tamat Universitas sebesar 1.099 (2,01%) dan tamat Master/Doktor sebesar 7
orang (0,01%).

Grafik 2.4 Grafik Penduduk Berumur 10 Keatas yang Melek Huruf di


Kecamatan Karanglewas Kabupaten Banyumas

Grafik 2.5 Grafik Tingkat Pendidikan di Kecamatan Karanglewas


B. Situasi Derajat Kesehatan
Gambaran derajat kesehatan masyarakat Kecamatan Karanglewas pada tahun 2020
disajikan situasi mortalitas dan morbiditas.
1. Mortalitas
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari kejadian
kematian dalam masyarakat. Kematian dapat digunakan sebagai indikator dalam
penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan
lainnya.
a. Angka Kematian Bayi
Pada tahun 2020 terdapat 999 kelahiran hidup terdiri dari 481 laki-laki dan
518 perempuan, sedangkan jumlah lahir mati sebanyak 15 orang, sedangkan
jumlah kematian bayi (AKB) sebesar 15 atau 10 per 1000 kelahiran. Jika
dibandingkan dengan Indikator Indonesia Sehat terhitung mendekati (IIS 2010
= 40 per 1.000 kelahiran).
b. Angka Kematian Ibu
Jumlah kematian ibu bersalin, ibu hamil, dan ibu nifas nihil, artinya tidak ada
Angka kematian Ibu (AKI) di tahun 2020.
2. Morbiditas
a. Diare
Pada tahun 2020 di Kecamatan Karanglewas terdapat 1.207 kasus penemuan
diare atau 17,37%.
b. Penyakit Malaria
Pada tahun 2020 di Kecamatan Karanglewas terdapat 1 suspek Malaria positif
yaitu di Desa Kediri dan sudah dinyatakan sembuh.
c. TB Paru
Pada tahun 2020 di Kecamatan Karanglewas terdapat 19 Kasus TB paru
Positif atau 27,89% per 100.000 penduduk. Jumlah seluruh kasus TB sebesar
46 kasus, atau 67,52% per 100.000 penduduk.
d. HIV
Di Kecamatan Karanglewas pada tahun 2020 tidak ditemui kasus HIV
demikian juga pada tahun 2020.
e. Demam Berdarah Dengue
Jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di tahun 2020 terdapat 4
penderita atau sebesar 5,9 per 100.000 penduduk yang masing-masing berasal
dari desa Kediri, Karanglewas Kidul, Tamansari dan Pasir Wetan.
III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan


Masalah didefinisikan sebagai kesenjangan antara harapan dan kenyataan sehingga
menimbulkan rasa tidak puas. Beberapa kriteria yang dapat menjadikan suatu hal
menjadi sebuah masalah adalah sebagai berikut:
1. Adanya kesenjangan yang nyata
2. Ada konsekuensi serius
3. Berdampak pada banyak orang
4. Menunjukan tren yang meningkat
5. Bisa diselesaikan (ada intervensi yang terbukti efektif)
Kegiatan Kepaniteraan Ilmu Kesehatan (IKM) di Puskesmas Karanglewas
mengidentifikasi permasalahan yang dilihat dari angka kesakitan penyakit yang diambil
dari kasus penyakit 10 besar di Puskesmas Karanglewas. Berikut data penyakit 10 besar
di Puskesmas Karanglewas.
Tabel 3.1 Data Penyakit di Puskesmas Karanglewas
No Penyakit Total
1 Myalgia 1916
2 Hipertensi primer 1292
3 Diare 1207
4 Diabetes Melitus 949
5 ISPA 919
6 Dermatitis 782
7 Congestive heart failure 357
8 Dyspepsia 328
9 DBD 103
10 TB 23

B. Penentuan Prioritas Masalah


Penentuan prioritas masalah di wilayah kerja Puskesmas Karanglewas dengan
menggunakan metode Hanlon Kuantitatif dengan empat kelompok kriteria, yaitu
sebagai berikut.
Tabel 3.2 Penentuan Prioritas Masalah
No Kelompok Penjelasan
Kriteria
1 A Besarnya masalah (Magnitude of the problem)
2 B Kegawatan masalah, penilaian terhadap dampak, urgensi dan biaya
3 C Kemudahan dalam penanggulangan, yaitu penilaian terhadap tingkat
kesulitan penanggulangan masalah
4 D PEARL factor, yaitu penilaian terhadap propriety, economic,
acceptability, resources availability dan legality

Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di Puskesmas


Karanglewas adalah sebagai berikut.
1. Kriteria A (Besar Masalah)
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya populasi
yang mengalami masalah tersebut. Besarnya masalah kesehatan dapat diartikan
sebagai angka kejadian penyakit. Populasi di Kecamatan Karanglewas pada tahun
2020 adalah sebesar 69.485 jiwa.
Tabel 3.3 Persentase Populasi dengan Masalah Kesehatan

Tabel 3.4 Nilai Kriteria A Metode Hanlon Kuantitatif


No Penyakit Total Prevalens Skor
i
1 Myalgia 1916 2,76% 5
2 Hipertensi primer 1292 1,86% 5
3 Diare 1207 1,74% 5
4 Diabetes Melitus 949 1,13% 5
5 ISPA 919 1,32% 5
6 Dermatitis 782 1,37% 5
7 Congestive heart failure 357 0,03% 3
8 Dyspepsia 328 0,51% 3
9 DBD 103 0,15% 3
10 TB 23 0,47% 3
2. Kriteria B (Keseriusan Masalah)
Untuk menentukan keseriusan masalah dilihat dari tiga aspek, yaitu
urgency/urgensi, severity/keparahan, dan cost/biaya. Urgensi yaitu apakah
masalah tersebut menuntut penyelesaian segera, atau menjadi perhatian publik.
Keparahan yaitu masalah yang memberikan mortalitas atau fatalitas yang tinggi.
Biaya yaitu terkait dampak masalah tersebut terhadap ekonomi kepada
masyarakat.
Tabel 3.5 Skor Severity/Keparahan
Severity / Keparahan Skor
Very severe 10
Severe 8
Moderate 6
Minimal 4
None 2

Tabel 3.6 Skor Urgency/Urgensi


Urgency Skor
Very urgent 10
Urgent 8
Some urgent 6
Little urgent 4
None 2

Tabel 3.6 Skor Cost/Biaya


Urgency Skor
Very costly 10
Costly 8
Some costly 6
Little costly 4
None 2

Tabel 3.7 Kriteria B Hanlon Kuantitatif


Masalah Keparahan Urgensi Biaya Nilai
Myalgia 2 2 4 2.67
Hipertensi primer 6 6 6 6.00
Diare 6 4 6 5.33
Diabetes Melitus 6 6 4 5.33
ISPA 6 6 4 5.33
Dermatitis 4 4 4 4.00
Congestive heart failure 8 6 4 6.00
Dyspepsia 2 2 4 2.67
DBD 8 6 4 6.00
TB 8 8 4 6.67

3. Kriteria C (Ketersediaan Solusi)


Untuk menilai ketersediaan solusi yang efektif untuk menyelesaikan masalah.
pertanyaan yang harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang
tersedia mampu menyelesaikan masalah. Semakin tersedia solusi efektif diberikan
skor yang semakin tinggi.
Tabel 3.8 Skor Ketersediaan Solusi
Ketersediaan Solusi Skor
Sangat efektif ( 80-100%) 10
Efektif (60-80%) 8
Cukup efektif (40-60 %) 6
Kurang efektif(20-40%) 4
Tidak efektif (0-20%) 2

Pada tahap ini seluruh anggota kelompok melakukan diskusi dan menentukan
skor pada setiap permasalahan sebagai berikut.
Tabel 3.9 Kriteria C Hanlon Kuantitatif
Penyakit Penanggulangan Masalah
Myalgia 4
Hipertensi primer 6
Diare 8
Diabetes Melitus 6
ISPA 4
Dermatitis 6
Congestive heart failure 6
Dyspepsia 6
DBD 6
TB 6

4. Kriteria D (P, E, A, R, L)
Propriety : Kesesuaian (1/0)
Economic : Ekonomi murah (1/0)
Acceptability : Dapat diterima (1/0)
Resources Availability : Tersedianya sumber daya (1/0)
Legality : Legalitas terjamin (1/0)
Tabel 3.10 Kriteria P.E.A.R.L. Hanlon Kuantitatif
Masalah P E A R L Hasil
Myalgia 1 1 1 1 1 1
Hipertensi primer 1 1 1 1 1 1
Diare 1 1 1 1 1 1
Diabetes Melitus 1 1 1 1 1 1
ISPA 1 1 1 1 1 1
Dermatitis 1 1 1 1 1 1
Congestive heart failure 1 1 1 1 1 1
Dyspepsia 1 1 1 1 1 1
DBD 1 1 1 1 1 1
TB 1 1 1 1 1 1

Penentuan nilai
Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai tersebut
dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
a. Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C
b. Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D
Tabel 3.11 Penetapan Prioritas Masalah
A B C D NPD NPT Prioritas
P E A R L Total D
Myalgia 5 2.67 4 1 1 1 1 1 1 53,4 53,4 9
Hipertensi primer 5 6.00 6 1 1 1 1 1 1 180 180 2
Diare 5 5.33 8 1 1 1 1 1 1 213,2 213,2 1
Diabetes Melitus 5 5.33 6 1 1 1 1 1 1 159,9 159,9 3
ISPA 5 5.33 4 1 1 1 1 1 1 106,6 106,6 8
Dermatitis 5 4.00 6 1 1 1 1 1 1 120 120 5
Congestive heart failure 3 6.00 6 1 1 1 1 1 1 108 108 6
Dyspepsia 3 2.67 6 1 1 1 1 1 1 48,06 48,06 10
DBD 3 6.00 6 1 1 1 1 1 1 108 108 7
TB 3 6.67 6 1 1 1 1 1 1 120,1 120,1 4
IV. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diare merupakan buang air besar dengan feses tidak berbentuk atau cair dengan
frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Diare akut jika diare berlangsung kurang
dari 2 minggu, jika lebih dari sama dengan 2 minggu adalah diare kronis (Amin,
2015).
B. Epidemiologi
Diare merupakan penyakit endemis dan juga merupakan penyakit yang berpotensi
Kejadian Luar Biasa (KLB) disertai dengan kematian Kejadian Luar Biasa (KLB) di
Indonesia. Diare yang terjadi terjadi pada tahun 2017 tercatat sebanyak 21 kali yang
tersebar di 12 provinsi dan 17 kabupaten/kota dengan jumlah penderita 1725 orang
dan kematian sebanyak 34 orang (case fatality rate/CFR sebesar 1,97%). Pada tahun
2018 terjadi 10 kali KLB yang tersebar di 8 provinsi, 8 kabupaten/kota dengan
jumlah penderita 756 orang dan kematian 36 orang (CFR 4,76%) (Kemenkes RI,
2018). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018
menunjukkan bahwa prevalensi kejadian diare dari tahun 2013–2018 mengalami
peningkatan yaitu dari 2,4% pada tahun 2013 meningkat menjadi 11,0% pada tahun
2018 (Riskesdas, 2018).
Sementara di Jawa Tengah, penyakit diare menjadi lima besar penyumbang KLB
setelah keracunan makanan, leptospirosis, demam berdarah, dan chikungunya.
Prevalensi diare pada anak di Jawa Tengah pada tahun 2018 menurut diagnosis oleh
tenaga kesehatan sebesar 8,4% (Kemenkes RI, 2018). Angka kejadian diare pada
anak usia sekolah di Jawa Tengah menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun
2017 sebesar 408.858 kasus dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 menjadi
sebesar 584.259 kasus. Sementara itu, angka kejadian diare pada anak usia sekolah
di Semarang pada tahun 2017 sebanyak 25.578 kasus dan mengalami peningkatan
pada tahun 2018 sebesar 33.195 kasus (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2018).
C. Etiologi
1. Virus
Virus merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70–80%). Beberapa
jenis virus penyebab diare akut, diantaranya adalah rotavirus serotype 1, 2, 8, dan
9, adenovirus tipe 40 dan 41, astrovirus, cytomegalovirus (Amin, 2015).
2. Bakteri
Bakteri penyebab diare diantaranya adalah bakteri enterotoksigenik Escherichia
coli (ETEC), enteropathogenic Escherichia coli (EPEC), enteroaggregative
Escherichia coli (EAggEC), enteroinvasive Escherichia coli (EIEC),
enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC), Shigella sp., Campylobacter jejuni,
Vibrio cholera, Salmonella sp. (Amin, 2015).
3. Protozoa
Protozoa penyebab diare diantaranya adalah Giardia lamblia, Entamoeba
histolytica, Microsporidia spp. (Amin, 2015).
4. Helmintes
Helminthes penyebab diare diantaranya adalah Strongyloides stercoralis,
Schistosoma spp., Trichuris trichiura (Amin, 2015).
D. Faktor Risiko
1. Gizi
Kondisi gizi pada balita dapat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh balita. Pada
balita dengan kondisi gizi yang buruk dapat menyebabkan penurunan imunitas
sehingga rentan terkena penyakit, salah satunya adalah diare. Namun diare juga
dapat menjadi faktor risiko dari gizi buruk, karena saat diare konsumsi balita
relatif menurun sehingga menurunkan asupan gizi balita (Legi, 2019).
2. Pengetahuan ibu
Menurut Emilia (2008), meskipun tidak ada formula tertentu, kecenderungan
seseorang untuk memiliki motivasi berperilaku kesehatan yang baik
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilannya. Hal ini
didukung juga oleh intensif yang diperoleh dari masyarakat/ lingkungan (social
environment) agar perilaku tersebut berlanjut atau hilang. Pendapat umum
menyatakan bahwa adanya pengetahuan yang cukup akan memotivasi individu
untuk berperilaku sehat. Penelitian yang dilakukan oleh Khasanah et al. (2016),
hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan ibu tentang definisi diare,
bahaya diare, kapan harus mencari bantuan medis, dan tiga manajemen
berpengaruh terhadap kejadian diare.
3. Perilaku hidup bersih dan sehat
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku
kesehatan yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga dapat
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat (Depkes RI, 2016). Pada balita
faktor risiko terjadinya diare sangat dipengaruhi oleh perilaku ibu atau pengasuh
balita karena balita masih belum bisa menjaga dirinya sendiri dan sangat
tergantung pada lingkungannya, jadi apabila ibu balita atau pengasuh balita
tidak bisa mengasuh balita dengan baik maka kejadian diare pada balita tidak
dapat dihindari (Handayani, 2020).
Menurut Kemenkes RI (2011), indikator PHBS Tatanan Rumah Tangga
yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita adalah ASI eksklusif,
menimbang bayi setiap bulan, menggunakan air yang bersih, penggunaan
jamban sehat dan mencuci tangan dengan air dan sabun. ASI Eksklusif adalah
ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan pertama
kehidupan, tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau
minuman lain. Bayi berusia kurang dari enam bulan belum memiliki enzim
pencernaan sempurna untuk mencerna makanan atau minuman lain.
Menimbang balita setiap bulan dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan
balita setiap bulan dan mengetahui apakah balita berada pada kondisi gizi
kurang atau gizi buruk.
4. Sanitasi lingkungan kurang baik
Sanitasi lingkungan merupakan status kesehatan lingkungan yang mencakup
perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya. Sanitasi
lingkungan ditujukan untuk memenuhi persyaratan lingkungan yang sehat dan
nyaman. Upaya sanitasi dasar adalah sarana pembuangan kotoran manusia, sarana
pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah dan penyediaan air bersih
(Sidhi et al, 2016). Sarana pembuangan kotoran manusia atau jamban harus
dimiliki setiap keluarga dan harus selalu terawat atau bersih dan sehat. Syarat
pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah tidak mengotori
permukaan tanah di sekitarnya, tidak mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak
mengotori air dalam tanah di sekitarnya, kotoran tidak boleh terbuka sehingga
dapat dipakai sebagai tempat vektor bertelur dan berkembang biak. Tidak
tersedianya jamban dapat menyebabkan peningkatan diare karena jika jamban
tidak tersedia maka masyarakat akan buang air besar (BAB) sembarangan, hal
tersebut menyebabkan penularan bakteri yang ada di tinja melalui lalat (Rahman
et al., 2016).
Pembuangan sampah yang kurang baik kerap menyebabkan berkumpulnya
vektor yang menyebabkan bakteri penyebab penyakit tersebar. Syarat
pembuangan sampah yang baik adalah memiliki tutup, kedap air, tidak menjadi
sarang serangga atau vektor, tidak mengotori lingkungan sekitar, serta
dikumpulkan ke tempat pembuangan sampah sementara. Pembuangan air limbah
berperan dalam menampung air bekas aktivitas mencuci, memasak, mandi dan
lainnya. Limbah air tersebut harus diusahakan agar tidak mencemari lingkungan
sekitar karena berbahaya bagi kesehatan. Syarat saluran pembuangan air limbah
yang baik adalah memiliki jarak lebih dari 10 meter dari sumber air, tertutup,
mengalir dengan lancar dan tidak berbau. Kondisi saluran pembuangan air limbah
yang tidak baik dapat meningkatkan risiko diare dengan peningkatan penularan
bakteri penyebab diare oleh vektor. Kualitas air rumah tangga yang baik harus
memenuhi beberapa syarat antara lain syarat fisis, syarat kimiawi, dan syarat
bakteriologis. Syarat fisis air rumah tangga yaitu harus jernih, tidak berwarna,
tidak berasa, tidak berbau. Syarat kimiawi adalah tidak mengandung zat-zat yang
berbahaya untuk kesehatan seperti zat-zat racun, serta tidak mengandung mineral
mineral serta zat organik lebih tinggi dari jumlah yang ditentukan. Syarat
Bakteriologi air tidak boleh mengandung bibit penyakit yang sering menular
dengan perantaraan air adalah penyakit yang tergolong dalam golongan water
borne diseases, salah satunya seperti penyakit diare (Rahman et al., 2016).
E. Klasifikasi
Diare infeksi akut diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non
inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan
sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindrom disentri dengan diare disertai lendir
dan darah (Amin, 2015). Selain itu, berdasarkan patofisiologinya, diare dapat
diklasifikasikan menjadi osmotik, eksudatif, sekretorik, atau motorik (Gambar 4.1)
(Tatsumi, 2019).

Gambar 4.1 Klasifikasi dan patomekanisme diare (Tatsumi, 2019)


F. Patomekanisme
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme, yaitu peningkatan sekresi
usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang
invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. Pada dasarnya
mekanisme diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel
epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi
enterotoksin atau sitotoksin. Satu jenis bakteri dapat menggunakan satu atau lebih
mekanisme tersebut untuk mengatasi pertahanan mukosa usus (Amin, 2015; Wiffen
et al., 2017).
Diare osmotik ditemukan pada malabsorbsi dan defisiensi laktase. Makanan yang
tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus, isi
rongga usus berlebihan sehingga timbul diare. Diare sekretorik terjadi oleh karena
usus halus dan usus besar tidak menyerap air dan garam, tetapi mensekresikan air
dan elektrolit. Fungsi yang terbalik ini dapat disebabkan oleh pengaruh toksin
bakteri, garam empedu, prostaglandin, dan lain-lain, melalui rangsangan oleh cAMP
(cyclic AMP) pada sel mukosa usus. Diare eksudatif ditemukan pada inflamasi
mukosa seperti pada kolitis ulseratif, atau pada tumor yang menimbulkan adanya
serum, darah, dan mukus. Diare motorik disebabkan oleh peningkatan sekresi usus
akibat dekonjugasi asam empedu dan gangguan absorpsi lemak. Akibat dari diare itu
sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik dan hipokalemia), gangguan
gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia, dan gangguan sirkulasi darah
(Tatsumi, 2019).
G. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis pasien diare akut perlu ditanyakan mengenai onset, durasi, frekuensi,
serta kuantitas dan karakteristik feses. Feses dapat mengandung darah atau
mukus. Adanya demam merupakan temuan diagnostik yang penting karena
menandakan adanya infeksi bakteri invasif seperti Salmonella, Shigella, dan
Campylobacter, berbagai virus enterik, atau suatu patogen sitotoksik seperti, C.
difficile dan E. histolytica. Adanya feses yang berdarah mengarahkan
kemungkinan infeksi oleh patogen invasif dan yang melepaskan sitotoksin;
infeksi EHEC bila tidak terdapat leukosit pada feses; serta bukan infeksi virus
atau bakteri yang melepaskan enterotoksin. Muntah sering terjadi pada diare yang
disebabkan oleh infeksi virus atau toksin bakteri misalnya S. aureus, dan
tenesmus merupakan penanda dari diare inflamasi. (Eppy, 2009; Amin, 2015)
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu dinilai keadaan umum, kesadaran, berat badan, suhu
tubuh, frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan darah, turgor kulit, kelopak mata,
serta mukosa lidah. Selain itu, perlu dicari tanda-tanda dehidrasi dan kontraksi
volume ekstraseluler, seperti denyut nadi lebih dari 90 kali/menit dan lemah,
hipotensi postural/ortostatik, lidah kering, kelopak mata cekung, serta kulit yang
dingin dan lembab (Eppy, 2009; Amin, 2015)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaannya antara lain pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin,
hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit serum, ureum dan
kreatinin, pemeriksaan tinja, pemeriksaan enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA) mendeteksi giardiasis dan tes serologi amoebiasis, dan foto x-ray
abdomen. Pasien dengan diare karena virus, biasanya mempunyai jumlah dan
hitung jenis leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri
terutama bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan
darah putih muda. Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis. Ureum dan
kreatinin diperiksa untuk mengetahui adanya kekurangan volume cairan dan
mineral tubuh. Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat adanya leukosit dalam
tinja yang menunjukkan adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit
dewasa. Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotik dalam tiga bulan
sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya diperiksa tinja
untuk pengukuran toksin Clostridium difficile. Rektoskopi atau sigmoidoskopi
perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik, pasien dengan diare
berdarah atau pasien dengan diare akut persisten. Pada sebagian besar pasien,
sigmoidoskopi mungkin adekuat sebagai pemeriksaan awal. Pada pasien dengan
AIDS yang mengalami diare, kolonoskopi dipertimbangkan karena kemungkinan
penyebab infeksi atau limfoma di daerah kolon kanan. Biopsi mukosa sebaiknya
dilakukan juga jika mukosa terlihat inflamasi berat (Wawan, 2013).
H. Penatalaksanaan
Menurut Alwi (2014), penatalaksanaan diare untuk anak adalah sebagai berikut.
1. Rencana terapi A, yaitu terapi diare tanpa dehidrasi
a. Beri cairan lebih banyak dari biasanya
1) Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
2) Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau minum air matang
sebagai tambahan
3) Anak yang tidak ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum dan oralit
atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air
matang)
4) Beri oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan
dilanjutkan sedikit demi sedikit (Tabel 4.1)
Tabel 4.1 jumlah cairan oralit yang harus diberi sesuai umur (WHO, 2005)
Umur Jumlah Cairan Oralit Yang Harus Diberikan
<1 tahun 50–100 ml
2–10 tahun 100–200 ml
>10 tahun >200 ml atau sebanyak yang anak inginkan

5) Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila:


a) Telah diobati dengan rencana terapi B atau C
b) Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare memburuk
6) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit dengan komposisi larutan
oralit:
a) Natrium klorida 2,6 gram/liter
b) Glukosa 13,5 gram/liter
c) Kalium klorida 1,5 gram /liter
d) Trisodium sitrat 2,9 gram/liter
e) Obat Zinc
b. Obat Zinc
Beri zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti, dapat diberikan
dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI.
Tabel 4.2 Jumlah tablet zinc yang harus diberi Sesuai Umur (WHO 2005)
Umur Jumlah tablet zinc yang harus diberikan
<6 bulan 10 mg (½ tablet/hari)
>6 bulan 10 mg (1 tablet/hari)

c. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi


1) Beri makanan sesuai umur dengan menu yang sama pada waktu anak sehat
2) Tambahkan 1–2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
3) Beri makanan kaya kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau
4) Beri makanan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (3–4 jam)
5) Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan
selama 2 minggu
d. Antibiotik hanya diberikan sesuai indikasi
e. Nasihat ibu atau pengasuh
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila:
1) Berak cair lebih sering
2) Muntah berulang
3) Sangat haus
4) Makan dan minum sangat dikit
5) Timbul demam
6) BAB berdarah
7) Tidak membaik dalam 3 hari
2. Rencana terapi B, yaitu terapi diare dengan dehidrasi ringan atau sedang.
a. Jika berat badan anak diketahui maka hal ini harus digunakan untuk
menentukan jumlah larutan yang tepat
ORALIT → 75 ml x BB anak
b. Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel 4.3
Tabel 4.3 Pemberian oralit dengan dehidrasi ringan atau sedang dengan umur
yang tidak diketahui berat badan (WHO, 2005).
Umur Jumlah Oralit
<1 tahun 300 ml
1–4 tahun 600 ml
>5 tahun 1200 ml

1) Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah


2) Bujuk ibu untuk meneruskan ASI
3) Untuk bayi <6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100–200 ml air
masak selama masa ini
4) Untuk anak >6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI dan
oralit
5) Beri obat Zinc selama 10 hari berturut-turut
c. Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit
1) Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan
2) Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas
3) Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah
4) Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air
masak atau ASI
5) Beri oralit sesuai Rencana Terapi A bila pembengkakan telah hilang
d. Setelah 3–4 jam nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian
pilih rencana terapi A, B, C untuk melanjutkan terapi
1) Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah
hilang, anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur
2) Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan atau sedang, ulangi Rencana
Terapi B
3) Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah
4) Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C
e. Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B
1) Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam Terapi 3 jam di
rumah
2) Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah
3) Jelaskan 5 langkah Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah
3. Rencana terapi C, yaitu terapi diare dehidrasi berat
a. Beri cairan intravena segera
Ringer Laktat atau NaCl 0,9% (bila RL tidak tersedia) 100 ml/kgBB, dibagi
juga cairan intravena dalam bentuk tabel 4.4. Diulangi bila denyut nadi masih
lemah atau tidak teraba (WHO, 2005)
Tabel 4.4 Pemberian cairan intravena (WHO, 2005).
Umur Pemberian I 30 ml/kgBB Kemudian 70 ml/kgBB
Bayi <1 tahun 1 jam 5 jam
Anak >1 tahun 30 menit 2,5 jam

b. Nilai kembali tiap 15–30 menit. Bila nadi belum teraba, beri tetesan lebih cepat
c. Juga beri oralit (5 ml/kg/jam) bila penderita bisa minum; biasanya setelah 3–4
jam (bayi) atau 1–2 jam (anak)
d. Berikan obat zinc selama 10 hari berturut-turut
e. Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi derajat dehidrasi. Kemudian

pilihlah rencana terapi yang sesuai (A, B atau C) untuk melanjutkan terapi
(Depkes, 2007)

I. Kerangka Teori
Gambar 4.2 Kerangka teori penelitian
J. Kerangka Konsep
Gambar 4.3 Kerangka konsep penelitian
K. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian Diare pada Balita di
wilayah kerja Puskesmas Karanglewas
2. Terdapat hubungan status gizi dengan kejadian Diare pada Balita di wilayah kerja
Puskesmas Karanglewas
3. Terdapat hubungan perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian Diare pada
Balita di wilayah kerja Puskesmas Karanglewas
4. Terdapat hubungan ketersediaan jamban sehat dengan kejadian Diare pada Balita
di wilayah kerja Puskesmas Karanglewas
5. Terdapat hubungan pembuangan sampah dengan kejadian Diare pada Balita di
wilayah kerja Puskesmas Karanglewas
6. Terdapat hubungan pembuangan air limbah dengan kejadian Diare pada Balita di
wilayah kerja Puskesmas Karanglewas
7. Terdapat hubungan ketersediaan air bersih dengan kejadian Diare pada Balita di
wilayah kerja Puskesmas Karanglewas
V. METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik observasional dengan
studi cross-sectional di mana tiap subjek penelitian hanya diobservasi sebanyak
satu kali dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut
tanpa adanya tindak lanjut atau follow up.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
a. Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah anak bawah lima tahun (balita) di
kabupaten Banyumas.
b. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah anak bawah lima tahun (balita)
yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Karanglewas.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau, yaitu 6.775 anak balita di wilayah
kerja Puskesmas Puskesmas yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria inklusi
1) Anak usia balita (0–60 bulan) (Ariani, 2017)
2) Orangtua subjek bersedia menjadi sampel penelitian yang dibuktikan
dengan persetujuan pada lembar informed consent
3) Orangtua subjek yang bisa berbahasa Indonesia
4) Orangtua subjek usia produktif umur 20–40 tahun (Aprilyanti, 2017)
b. Kriteria eksklusi
1) Orangtua subjek tidak kooperatif dalam proses pengisian kuesioner
penelitian
3. Pemilihan dan Besar Sampel

N
n=
(
1+ N (e )2 )
Keterangan:
n : Besar sampel
N : Jumlah Populasi = 6.775 orang
e : Kesalahan sampling yang masih dapat ditoleransi = 15%

6775
n=
(
1+6.775(0,15)2 )
6775 ❑
n= ( 152,46) = 44,43

Dengan demikian, berdasarkan hasil perhitungan besar sampel di atas, maka jumlah
sampel minimal pada penelitian ini adalah 44,43 yang dibulatkan menjadi 44 orang.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas meliputi status gizi, pengetahuan ibu, perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS), ketersediaan jamban sehat, pembuangan sampah, pengelolaan air
limbah, ketersediaan air bersih.
2. Variabel terikat
Variabel terikat yaitu kejadian diare pada anak balita.
D. Definisi Operasional Variabel
Tabel 5.1 Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Data
1 Kejadian diare Buang air besar dengan feses Kuesioner Kategorik
tidak berbentuk atau cair kejadian nominal
dengan frekuensi lebih dari 3 diare
kali dalam 24 jam (Amin et al.,
2015).
Kategori:
1. Ya: terdapat 1 atau lebih Ya
2. Tidak: tidak ada jawaban
“Ya”
2 Status gizi Status gizi adalah ekspresi dari WHZ- Kategorik
keadaan keseimbangan nutrisi score ordinal
yang diukur dengan WHZ-
score menggunakan berat dan
panjang/tinggi badan dari data
sekunder
1. Gizi buruk/kurang : < -2 SD
2. Normal/ Baik : -2 sd + 1 SD
3. Berisiko gizi lebih/ gizi
lebih/obesitas : > +1SD
3 Pengetahuan ibu Pengetahuan ibu mengenai Kuesioner Kategorik
penyakit diare meliputi gejala, pengetahua nominal
penyebab, dampak, pencegahan n ibu
dan penanggulangan.
Pengetahuan ibu dinilai
berdasarkan hasil skoring dari
kuesioner pengetahuan
Kategori :
1. Baik bila skor ≥7,5
2. Kurang baik bila skor <7,5
4 PHBS Perilaku kesehatan yang Kuesioner Kategorik
dilakukan atas kesadaran PHBS nominal
sehingga anggota keluarga
dapat menolong dirinya sendiri
di bidang kesehatan dan
berperan aktif dalam kegiatan-
kegiatan kesehatan di
masyarakat (Depkes RI, 2016).
Kategori:
1. Ya: terdapat 1 atau lebih Ya
2. Tidak: tidak ada jawaban
“Ya”
5 Ketersediaan jamban Jamban sehat merupakan Kuesioner Kategorik
sehat jamban yang memenuhi syarat. jamban nominal
Syarat pembuangan kotoran sehat
yang memenuhi aturan
kesehatan adalah tidak
mengotori permukaan tanah di
sekitarnya, tidak mengotori air
permukaan di sekitarnya, tidak
mengotori air dalam tanah di
sekitarnya, kotoran tidak boleh
terbuka sehingga dapat dipakai
sebagai tempat vektor bertelur
dan berkembang biak.
Kategori:
1. Memenuhi syarat
2. Tidak memenuhi syarat:
terdapat satu atau lebih
yang tidak memenuhi syarat
6 Pembuangan sampah Pewadahan sampah sebelum Kuesioner Kategorik
dikumpulkan, dipindahkan, pengelolaa nominal
diangkut dan dibuang ke tempat n sampah
pembuangan akhir, persyaratan
meliputi terdapat tutup atau
tidak, kedap air, mudah
dibersihkan.
Kategori:
1. Memenuhi syarat
2. Tidak memenuhi syarat:
terdapat satu atau lebih
yang tidak memenuhi syarat
7 Pembuangan air limbah Pembuangan air limbah dalam Kuesioner Kategorik
menampung air bekas aktivitas pengelolaa nominal
mencuci, memasak, mandi, dan n air
lainnya. Saluran pembuangan limbah
air limbah yang baik adalah
memiliki jarak lebih dari 10
meter dari sumber air, tertutup,
mengalir dengan lancar dan
tidak berbau.
Kategori:
1. Memenuhi syarat
2. Tidak memenuhi syarat:
terdapat satu atau lebih
yang tidak memenuhi syarat
8 Ketersediaan air bersih Air yang memenuhi kriteria air Kuesioner Kategorik
tidak berwarna, tidak berbau, air bersih nominal
dan tidak berasa.
1. Memenuhi syarat
2. Tidak memenuhi syarat:
terdapat satu atau lebih
yang tidak memenuhi syarat

E. Instrumen Pengambilan Data


Sumber data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari pengisian
kuesioner oleh responden dan juga pemeriksaan langsung status gizi pada responden,
seperti pengukuran berat dan tinggi badan sesuai umur, berat badan per tinggi badan.
F. Rencana Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik dari masing-
masing variabel dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase serta
ditampilkan dengan tabel.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas
dengan variabel terikat. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi-
square, apabila syarat tidak terpenuhi menggunakan alternatif uji Fisher.
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat menggunakan regresi logistik dan regresi ordinal dilakukan
untuk menentukan kekuatan masing-masing variabel terhadap kejadian diare.
Regresi logistik digunakan untuk variabel terikat berskala kategorik nominal dan
regresi ordinal digunakan untuk variabel terikat berskala kategorik ordinal.
G. Waktu dan Tempat
1. Waktu
Penelitian dilakukan pada tanggal 2–3 November 2021.
2. Tempat
Tempat penelitian di Puskesmas Karanglewas.
VI. HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH
A. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
Jenis penelitian ini berupa observasional deskriptif dengan pendekatan cross
sectional untuk mencari faktor yang mempengaruhi kejadian diare di wilayah
kerja Puskesmas Karanglewas. Pengambilan data dilakukan tanggal 2–3
November 2021 menggunakan kuesioner. Sebanyak 47 orang yang hadir diambil
sebagai sampel. Analisis univariat mendeskripsikan variabel penelitian
diantaranya usia dan jenis kelamin balita, usia orangtua, kejadian diare, status
gizi, pengetahuan orangtua, PHBS, ketersediaan jamban sehat, pembuangan
sampah, pembuangan air limbah, dan ketersediaan air bersih. Karakteristik
responden dijelaskan pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden (n = 47)
Variabel Kategori Frekuen Persenta
Usia balita 0–12 bulan 14 29,8%
13–24 bulan 9 19,1%
25–36 bulan 14 29,8%
37–48 bulan 5 10,6%
49–60 bulan 5 10,6%
Jenis kelamin balita Laki-laki 15 31,9%
Perempuan 32 68,1%
Usia orangtua 21–30 tahun 27 57,4%
31–40 tahun 20 42,6%
Kejadian diare Ya 8 17%
Tidak 39 83%
Status gizi Kurang 14 29,8%
Baik 32 68,1%
Lebih 1 2,1%
Pengetahuan orangtua Baik 37 78,7%
Kurang 10 21,3%
PHBS Ber-PHBS 13 27,7%
Tidak ber-PHBS 34 72,3%
Ketersediaan jamban Memenuhi syarat 29 61,7%
sehat Tidak memenuhi syarat 18 38,3%
Pembuangan sampah Memenuhi syarat 13 27,7%
Tidak memenuhi syarat 34 72,3%
Pembuangan air limbah Memenuhi syarat 16 34,1 %
Tidak memenuhi syarat 31 65,9%
Ketersediaan air bersih Memenuhi syarat 47 100%
Tidak memenuhi syarat 0 0%
Sumber: Data primer penelitian, 2021

Tabel 6.2 Karakteristik Data Numerik


Mean Minimu Median Maksimum
m
Usia balita 26,59 2 25 59
Usia ibu 29,06 21 28 40
Sumber: Data primer penelitian, 2021
Tabel 6.1 menunjukan hasil bahwa mayoritas sampel tidak mengalami
diare 83%. Mayoritas anak balita berjenis kelamin perempuan (68,1%) dengan
usia termuda 2 bulan dan usia tertua 59 bulan. Sebagian besar ibu berada di
kelompok usia 21–30 tahun (57,4%) dengan usia termuda 21 tahun dan usia tertua
40 tahun. Karakteristik status gizi, yang dikategorikan berdasarkan kurang, baik,
atau lebih didapatkan hasil mayoritas responden memiliki status gizi baik, yaitu
sebesar 68,1%. Karakteristik pengetahuan ibu terhadap diare dikategorikan
menjadi pengetahuan baik dan kurang menunjukan hasil bahwa mayoritas
orangtua memiliki tingkat pengetahuan baik, yakni sebanyak 78,7% responden.
Karakteristik PHBS menunjukan bahwa mayoritas responden (72,3%) tidak
memiliki perilaku hidup bersih dan sehat yang baik. Semua responden telah
memiliki dan memanfaatkan sarana air bersih. Responden yang sudah memiliki
dan memanfaatkan jamban sehat sebesar 38,3%. Mayoritas responden tidak
memenuhi syarat dalam aspek pembuangan sampah dan air limbah.
2. Analisis Bivariat
Tabel 6.3 Hasil Analisis Uji Bivariat (n = 47)
Variabel Kategori Kejadian Diare p-
value
Ya Tidak
N % N %
Status gizi Kurang 2 12
Baik 6 26 0,841
Pengetahuan orang tua Lebih 0 1
Baik 0 37 0,000
Kurang 8 2
PHBS Ber-PHBS 2 11 0,614
Tidak ber-PHBS 6 28
Ketersediaan jamban Memenuhi syarat 1 28 0,002
sehat
Tidak memenuhi 7 11
syarat
Pembuangan sampah Memenuhi syarat 2 11 0,854
Tidak memenuhi 6 28
syarat
Pembuangan air limbah Memenuhi syarat 2 14 0,697
Tidak memenuhi 2 6
syarat 5
Ketersediaan air bersih Memenuhi syarat 8 39 -
Tidak memenuhi 0 0
syarat
Sumber: Data primer penelitian, 2021
a. Hubungan status gizi dengan kejadian diare
Status gizi dengan nilai p=0,841 (p>0,05). Hal ini menunjukan bahwa
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian
diare di wilayah kerja Puskesmas Karanglewas.
b. Hubungan pengetahuan orangtua dengan kejadian diare
Pengetahuan orang tua dengan nilai p=0,000 (p<0,05). Hal ini
menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan
orang tua dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Karanglewas.
c. Hubungan PHBS dengan kejadian diare
PHBS dengan nilai p=0,841 (p>0,05). Hal ini menunjukan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara PHBS dengan kejadian diare di
wilayah kerja Puskesmas Karanglewas.
d. Hubungan ketersediaan jamban sehat dengan kejadian diare
Analisis hubungan ketersediaan jamban sehat dengan kejadian diare
menunjukan hasil nilai p=0,002. Hal tersebut menunjukan terdapat hubungan
yang signifikan antara ketersediaan jamban sehat dengan kejadian diare di
wilayah kerja Puskesmas Karanglewas
e. Hubungan pembuangan sampah dengan kejadian diare
Analisis hubungan pembuangan sampah sehat dengan kejadian diare
menunjukan hasil nilai p=0,854. Hal tersebut menunjukan terdapat hubungan
yang signifikan antara pembuangan sampah dengan kejadian diare di wilayah
kerja Puskesmas Karanglewas
f. Hubungan pembuangan air limbah dengan kejadian diare
Analisis hubungan pembuangan sampah sehat dengan kejadian diare
menunjukan hasil nilai p=0,697. Hal tersebut menunjukan terdapat hubungan
yang signifikan antara saluran pembuangan air limbah dengan kejadian diare di
wilayah kerja Puskesmas Karanglewas
g. Hubungan ketersediaan air bersih dengan kejadian diare
Analisis hubungan ketersediaan air bersih dengan kejadian diare
menunjukan hasil nilai p konstan. Hal tersebut menunjukan tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara ketersediaan air bersih dengan kejadian diare
di wilayah kerja Puskesmas Karanglewas dikarenakan semua responden telah
memiliki air bersih.
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk menilai faktor yang paling
berhubungan dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Karanglewas. Model yang digunakan dalam penelitian ini berupa model prediksi.
Variabel dependen dalam penelitian ini berupa data kategorik nominal sehingga
analisis multivariat yang dipilih adalah uji regresi logistik biner. Uji regresi
logistik diawali dengan tahap uji kelayakan untuk menyeleksi variabel bebas yang
layak masuk (Tabel 6.4). Syarat variabel bebas untuk masuk uji multivariat adalah
nilai p<0,25 pada uji bivariat.
Tabel 6.4 Seleksi Bivariat
Variabel p
Status gizi 0,841
Pengetahuan orang tua 0,000*
PHBS 0,614
Ketersediaan jamban sehat 0,002*
Pembuangan sampah 0,854
Pembuangan air limbah 0,697
Ketersediaan air bersih -
Keterangan: *variabel yang dianalisis (p<0,25)
Berdasarkan Tabel 6.4 terdapat 2 variabel bebas yang memenuhi syarat
untuk masuk ke dalam analisis multivariat dengan nilai p <0,25. Variabel tersebut
adalah pengetahuan orangtua dan ketersediaan jamban sehat. Hasil analisis
multivariat pada Tabel 6.5 menunjukkan bahwa pengetahuan orang tua
merupakan faktor yang paling signifikan terhadap kejadian diare pada anak balita
di wilayah kerja Puskesmas Karanglewas (p<0,05).
Tabel 6.5 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Biner
Variabel B S.E. Wal df Sig. Exp(B)
d
Pengetahuan orang tua -4,555 1,355 11, 1 0,00 0,011
3 1
Ketersediaan jamban -1,428 1,508 0,8 1 0,34 0,240
sehat 97 4
Keterangan: p<0,005 signifikan
B. Pembahasan
1. Analisis Univariat
a. Karakteristik balita
Karakteristik usia balita sebagian besar berada dalam kelompok usia 0–12
bulan dan 25–36 bulan. Hal ini serupa dengan penelitian dari Maidartati dan
Anggraeni (2017), sampel penelitian terbanyak adalah anak balita berusia 25–
36 bulan. Karakteristik ini berbeda dengan penelitian Muhlisan et al. (2021)
dengan sebagian besar anak balita berada di kelompok usia 12–24 bulan
(58,8%).
Diare lebih sering terjadi pada anak usia 2 tahun karena usus anak-anak
sangat peka terutama pada tahun-tahun pertama dan kedua. Berdasarkan
karakteristik penduduk pada kelompok umur, data insiden diare dan periode
prevalensi diare yang paling tinggi adalah kelompok umur <1 tahun dengan
insiden 7% periode prevalensi 11,2% dan kelompok umur 1-4 tahun dengan
insiden 6,7% periode prevalensi 12,2%. Kurang lebih 80% kematian terjadi
pada balita kurang dari 1 tahun dan risiko menurun dengan bertambahnya usia
(Hernayati, 2019).
Jumlah anak balita berjenis kelamin perempuan pada penelitian ini lebih
banyak daripada laki-laki, yaitu sebesar 68,1%. Karakteristik ini serupa
dengan penelitian Muhlisan et al. (2021) dengan jumlah anak balita berjenis
kelamin perempuan sebesar 54,4%. Penelitian Maidartati dan Anggraeni
(2017) memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu 57,8% anak balita berjenis
kelamin laki-laki. Data dari Kemenkes RI (2019) dalam Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) untuk tahun 2018, kelompok umur 1–4 tahun (12,8%) dan
jenis kelamin perempuan (8,3%) adalah kelompok yang paling banyak
menderita diare pada usia balita.
b. Usia orangtua
Sekitar 57,4% ibu pada penelitian ini berada di kelompok usia 21–30
tahun. Karakteristik ini berbeda dengan penelitian Yasin (2018) yang
memiliki responden orangtua terbanyak di kelompok usia 31–35 tahun.
Penelitian dari Susanti dan Sunarsih (2016) memiliki karakteristik usia ibu
yang tidak jauh berbeda dengan penelitian ini, yaitu sebesar 51,7% ibu berusia
25–34 tahun.
c. Status gizi
Karakteristik status gizi pada responden yang mengalami diare maupun
yang tidak mengalami diare sebagian besar berada dalam status gizi yang
baik. Hal ini sesuai dengan Zulkifli (2003) yang menyatakan bahwa status gizi
kurang mempunyai peluang yang lebih besar untuk menderita diare,
sedangkan balita dengan status gizi baik mempunyai peluang yang lebih kecil
untuk menderita diare. Hasil penelitian Maidartati dan Anggraeni (2018)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara faktor gizi
dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Babakansari Kota Bandung.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya balita dengan status gizi bermasalah yang
mengalami diare dengan dehidrasi.
Menurut Maidartati dan Anggraeni (2018), status gizi balita yang
bermasalah akan berakibat menurunnya imunitas penderita terhadap berbagai
infeksi terutama bakteri penyebab diare. Karena pada dasarnya tubuh
memiliki 3 macam untuk menolak infeksi yaitu melalui sel (imunitas seluler),
melalui cairan (imunitas humoral), dan aktivitas leukosit polimer fonukleus.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Tedi (2015) bahwa ada hubungan
antara status gizi balita dengan kejadian diare pada balita.
Balita yang mengalami status gizi bermasalah dapat dikarenakan oleh
keterbatasan wawasan dan pengetahuan ibu tentang gizi pada balita,
pengelolaan makanan untuk balita tidak memenuhi syarat gizi yang baik, dan
keadaan ekonomi keluarga yang tidak mencukupi kebutuhan gizi balita. Status
gizi merupakan salah satu indikator kesehatan dan kesejahteraan anak.
Permasalahan status gizi balita masih merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat di negara-negara berkembang. Anak kurang gizi memiliki resiko
diare yang lebih tinggi (Handayani dan Arsiani, 2015).
d. Pengetahuan orangtua
Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan orang tua yang baik
sebanyak 37 responden (78,7%) sedangkan responden dengan pengetahuan
kurang sebanyak 10 responden (21,3%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Kosasih et al., 2015) yang menyatakan bahwa pengetahuan
ibu terhadap tanda dan gejala diare, komplikasi, penanganan, dan pencegahan,
berhubungan dengan kejadian diare pada balita. Penelitian lain yang dilakukan
oleh (Lina, 2016) menyatakan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang
khususnya ibu sangat mempengaruhi sikap ibu dalam mengatasi diare pada
balita. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh (Herwidasari, 2013)
menyatakan bahwa tindakan penanganan diare di rumah oleh ibu dipengaruhi
oleh tingkat pengetahuan ibu, semakin baik tingkat pengetahuan, semakin
baik pula penanganan terhadap dia. Tingkat pengetahuan ibu merupakan
peranan yang terpenting terhadap kejadian diare. Seperti pengetahuan perilaku
hidup bersih dan sehat, pengetahuan dalam mencegah risiko kejadian diare
(Yulianto, 2012).

e. PHBS
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 13 responden (27,7%) ber-PHBS
dan 34 responden (72,3%) tidak ber-PHBS. Hal ini tidak sejalan dengan
penelitian (Nuraeni, 2012) yang menyatakan terdapat hubungan yang
signifikan antara kejadian diare dengan PHBS keluarga. Salah satu
pencegahan diare adalah dengan menerapkan PHBS keluarga.
PHBS keluarga meliputi persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan,
memberi bayi ASI eksklusif, menimbang balita setiap bulan, menggunakan air
bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, menggunakan jamban
sehat, memberantas jentik di rumah sekali seminggu, makan buah dan sayur
setiap hari, dan tidak merokok di dalam rumah. Penerapan PHBS yang baik
dapat berdampak kepada perilaku untuk mencegah diare pada balita yang
lebih baik. Kondisi tersebut dapat secara langsung berhubungan dengan
penurunan insiden diare di masyarakat. Penerapan PHBS keluarga yang dapat
mencegah terjadinya diare adalah dengan memberikan ASI secara eksklusif,
rutin menimbang balita setiap bulan, dan rutin mencuci tangan. Sedangkan
untuk faktor lingkungan adalah dengan menggunakan jamban dan
menggunakan sarana air bersih (Nuraeni, 2012).
f. Ketersediaan jamban sehat
Data menunjukan jamban sehat dimiliki oleh 29 responden (61,7%),
sedangkan 18 responden lainya (38,3%) tidak memiliki jamban sehat, hal
tersebut sesuai dengan hasil penelitian dari Widyastutik (2016) yaitu sebanyak
62,7% memiliki jamban sehat dan 37,2% tidak memiliki jamban sehat. Syarat
jamban sehat adalah tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya, tidak
mengotori air permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air dalam tanah di
sekitarnya, kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat
vektor bertelur dan berkembang biak. Jamban yang tidak memenuhi standar
jamban sehat akan menyebabkan peningkatan kejadian diare (Rahman et al.,
2016).

g. Pembuangan sampah
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 13 responden atau sebanyak
27,7% memenuhi persyaratan tempat pembuangan sampah yang sehat, namun
sebanyak 34 responden atau 72,3% responden tidak memiliki tempat
pembuangan sampah yang memenuhi syarat kesehatan. Hal tersebut
menunjukan sebagian besar responden tidak memiliki pembuangan sampah
yang sesuai standar kesehatan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian
Handayani (2021) yang menunjukan bahwa 55,7% masyarakat atau sebagian
besar masyarakat tidak memiliki tempat pembuangan sampah yang baik.
Syarat pembuangan sampah yang baik adalah memiliki tutup, kedap air, tidak
menjadi sarang serangga atau vektor, tidak mengotori lingkungan sekitar,
serta dikumpulkan ke tempat pembuangan sampah sementara. Tempat
pembuangan sampah yang tidak baik akan meningkatkan kemungkinan
penularan penyakit oleh vektor (Rahmat et al., 2016).
h. Saluran pembuangan air limbah
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 16 responden atau sebanyak
34,1 % memenuhi persyaratan saluran pembuangan air limbah yang sehat,
namun sebanyak 31 responden atau 65,9 % responden tidak memiliki tempat
pembuangan sampah yang memenuhi syarat kesehatan. Hal tersebut sesuai
dengan hasil penelitian Handayani (2021) yang menunjukan 41% responden
memiliki saluran pembuangan air limbah yang baik, sedangkan 59%
responden tidak memiliki saluran pembuangan air limbah yang baik. Syarat
saluran pembuangan air limbah yang baik adalah memiliki jarak lebih dari 10
meter dari sumber air, tertutup, mengalir dengan lancar dan tidak berbau.
Kondisi saluran pembuangan air limbah yang kurang baik dapat menjadi
tempat berkembang biaknya vektor penyakit salah satunya adalah diare
(Rahman et al., 2021).
i. Ketersediaan air bersih
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 47 responden atau 100%
responden memiliki air bersih. Mayoritas responden memiliki sumber air
PDAM dan sumber air yang berasal dari mata air pegunungan yang terjaga.
Air yang berasal dari mata air adalah air tanah yang muncul sendiri ke
permukaan. Keadaanya tidak dipengaruhi oleh perubahan musim.
Pemanfaatan mata air sebagai sumber air bersih pada masyarakat pegunungan
dapat dilakukan untuk keperluan sehari hari asalkan air yang tersedia tidak
tercemar (Ifandi, 2017).
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan status gizi dengan kejadian diare
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa responden dengan status gizi
dengan kejadian diare tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai p
yang diperoleh yaitu 0,841 (P>0,05). Sebanyak 32 responden atau 68,1%
responden telah memiliki status gizi yang baik. Hal ini terjadi karena status
sosial ekonomi masyarakat semakin meningkat sehingga dapat memilih asupan
nutrisi bagi bayi dan balita. Selain itu, para responden juga sangat aktif dalam
kegiatan posyandu dan melakukan penimbangan rutin tiap bulan. Dengan
meningkatnya status gizi akan meningkatkan imunitas dan mencegah
terjadinya penularan penyakit pada bayi dan balita (Fahmi, 2013; Asmiati
2017).
b. Hubungan pengetahuan orangtua dengan kejadian diare
Pengetahuan ibu terhadap diare pada penelitian ini dikategorikan menjadi
baik dan kurang. Hasil uji statistik antara pengetahuan ibu dengan kejadian
diare menunjukkan hubungan yang sangat signifikan dengan nilai p = 0,000.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kosasih et al (2015) yang
menyatakan bahwa pengetahuan ibu terhadap tanda dan gejala diare,
komplikasi, penanganan, dan pencegahan, berhubungan dengan kejadian diare
pada balita. Penelitian lain yang dilakukan oleh Lina (2012) menyatakan
bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang khususnya ibu sangat
mempengaruhi sikap ibu dalam mengatasi diare pada balita. Penelitian lainnya
yang dilakukan oleh Herwidasari (2013) menyatakan bahwa tindakan
penanganan diare di rumah oleh ibu dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu,
semakin baik tingkat pengetahuan, semakin baik pula penanganan terhadap
diare.
c. Hubungan PHBS dengan kejadian diare
Pada penelitian ini mengakategorikan PHBS rumah tangga menjadi ber-
PHBS dan tidak ber-PHBS. Hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara PHBS dengan kejadian diare dengan nilai p =
0,614. Berdasarkan wawancara, bahwa ibu balita telah mencuci botol susu
dengan sabun di air mengalir dan menyimpan di tempat tertutup, tetapi tidak
disterilkan menggunakan air panas. Peralatan makan yang digunakan ibu balita
seperti piring, sendok, dan gelas/cangkir untuk minum balita di cuci
menggunakan sabun dan air mengalir, tetapi banyak ibu balita yang tidak
menyimpan peralatan makan balita di wadah tertutup karena tidak memiliki
tempat untuk menyimpan peralatan makan balita juga beranggapan bahwa
peralatan makan lebih baik disimpan di luar karena lebih cepat kering dan
mudah untuk digunakan sewaktu-waktu.
Penelitian ini ini sejalan dengan (Siregar, 2016), di Lingkungan Pintu
Angin Kelurahan Sibolga Hilir Kecamatan Sibolga Utara Kota Sibolga, bahwa
kebiasaan PHBS, yang tidak memenuhi syarat sebanyak 16 ibu balita (54,3%)
dan memenuhi syarat sebanyak 19 ibu balita (45, 7%). Berdasarkan hasil
analisis menunjukan tidak terdapat hubungan antara kebiasaan PHBS dengan
kejadian diare dimana nilai p=0.068.
Penelitian ini bertentangan dengan penelitian (Nurfadhila, 2014) tentang
hubungan sanitasi lingkungan dan personal hygiene ibu dengan kejadian diare
pada balita wilayah kerja Puskesmas 23 Hilir Kota Palembang tahun 2014 yang
menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara
kebiasaan mencuci peralatan makan dengan kejadian diare pada balita
(p=0.024).
d. Hubungan ketersediaan jamban sehat dengan kejadian diare
Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan antara ketersediaan
jamban sehat dengan kejadian diare (Nilai p= 0,002). Hal tersebut sesuai
dengan hasil penelitian Rohmah dan Sahrul (2016) bahwa terdapat hubungan
antara jamban sehat dengan kejadian diare. Jamban yang sehat merupakan
sarana pencegahan penyakit infeksius yang berasal dari tinja manusia. Hasil
wawancara menunjukan responden yang tidak memiliki jamban sehat karena
belum memiliki septic tank dan tinja langsung dibuang menuju kolam atau
sungai. Septic tank adalah tempat pengendapan yang kedap air untuk
menampung feses dan air buangan.
Fungsi jamban dari aspek kesehatan lingkungan antara lain dapat
mencegah berkembangnya berbagai penyakit yang disebabkan oleh kotoran
manusia. Sementara dampak serius membuang kotoran di sembarang tempat
menyebabkan pencemaran tanah, air dan udara karena menimbulkan bau.
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan risiko terjadinya diare sebesar 2,55 kali lipat dibandingkan
dengan keluarga yang membuang tinjanya secara baik. Tinja manusia
merupakan media yang baik untuk penularan penyakit salah satunya adalah
diare, dimana bakteri yang terdapat pada tinja manusia dapat mengkontaminasi
makanan atau minuman melalui vektor dan menyebabkan diare (Ifandi, 2017)
e. Hubungan pembuangan sampah dengan kejadian diare
Hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan antara pembuangan
sampah dengan kejadian diare (Nilai p=0,854). Hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Handayani (2021) yang menunjukan bahwa tidak ada
hubungan antara pembuangan sampah dengan kejadian diare. Responden pada
penelitian ini mayoritas tidak memiliki tempat pembuangan sampah yang
tertutup dan membakar sampah.
Pembuangan sampah yang kurang baik dapat menyebabkan tempat
berkumpulnya vektor penyakit, salah satunya adalah diare. Vektor tersebut
dapat mengkontaminasi makanan dan dapat menyebabkan diare. Tempat
sampah harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dengan tujuan agar tempat
sampah tidak menjadi sarang atau berkembang biaknya serangga ataupun
binatang penular penyakit (vector). Upaya yang dapat dilakukan masyarakat
agar tempat pembuangan sampah tidak menjadi sarang vektor penyakit adalah
dengan menyediakan dan menutup tempat sampah rapat-rapat. Sedangkan bagi
masyarakat yang membuang sampah di kebun, disarankan untuk membakar
atau menimbun tumpukan sampah dan menutup dengan tanah agar tidak
dihinggapi lalat (Langit, 2016)
f. Hubungan saluran pembuangan air limbah dengan kejadian diare
Hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan antara saluran
pembuangan air limbah dengan kejadian diare (Nilai p=0,697) . Hal ini tidak
sesuai dengan penelitian Puspitasari et al (2015) yang menunjukan terdapat
hubungan antara saluran pembuangan air limbah dengan kejadian diare.
Namun penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Dewi dan Hidayati (2017)
yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara saluran pembuangan air
limbah dengan kejadian diare. Air limbah yang tidak diolah dengan baik dapat
menjadi media transmisi penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor-
vektor penyakit (Puspitasari et al, 2015)
Tidak adanya hubungan antara saluran pembuangan air limbah dengan
kejadian diare menurut Dewi dan Hidayati (2017) dapat disebabkan oleh
beberapa hal yaitu karena sekalipun kondisi saluran pembuangan air limbah
tidak memenuhi syarat seperti terbuka, atau tergenang namun tidak sampai
mencemari sarana air bersih karena berjarak lebih dari 10 meter dari sarana air
bersih. Selain itu ibu berperilaku baik sehingga dapat mencegah terjadinya
diare seperti selalu mencuci tangan dengan menggunakan sabun, merebus air
minum hingga mendidih dan sebagainya.
g. Hubungan ketersediaan air bersih dengan kejadian diare
Hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan antara ketersediaan air
bersih dengan kejadian diare. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Izati
(2017) yang menunjukan terdapat hubungan antara air bersih dengan kejadian
diare. Namun penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Ifandi (2017) yang
menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara air bersih dengan kejadian diare.
Air memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia yaitu untuk
minum, kebersihan dan lainya, namun air berperan sebagai media dalam water
borne disease salah satunya diare. Air yang terkontaminasi dan digunakan
sebagai air minum, air untuk memasak dan lainya dapat menyebabkan diare
(Ifandi, 2017). Responden pada penelitian ini seluruhnya mempunyai air bersih
untuk kehidupan sehari-hari, mayoritas dari responden menggunakan sumber
air dari PDAM (Perusahaan daerah air minum) dan berasal langsung dari
sumber mata air karena lokasi rumah responden yang berada pada area
pegunungan. Menurut Ifandi (2017) sesuai dengan prinsip teknologi tepat guna
di pedesaan maka air minum yang berasal dari mata air dan sumur dalam dapat
diterima sebagai air yang sehat, dan memenuhi ketiga persyaratan diatas,
asalkan tidak tercemar oleh kotoran-kotoran terutama kotoran manusia dan
binatang. Oleh karena itu, mata air atau sumur yang ada di pedesaan harus
mendapatkan pengawasan dan perlindungan agar tidak tercemar. Pengawasan
dan perlindungan yang dilakukan, diantaranya air disimpan dalam wadah yang
bersih dan tertutup dan pengambilan air dalam wadah menggunakan gayung
bertangkai panjang dan bersih. Melalui penyediaan air bersih baik dari segi
kualitas maupun kuantitasnya di suatu daerah maka penyebaran penyakit
menular terutama dalam hal penyakit perut seperti diare bisa ditekan seminimal
mungkin.
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk menilai faktor yang paling
berhubungan dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Karanglewas. Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa pengetahuan orangtua
merupakan variabel yang paling signifikan terhadap kejadian diare pada anak
balita di wilayah kerja Puskesmas Karanglewas.
VI. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah
Hasil analisis bivariat data menunjukkan bahwa kejadian diare pada balita
di Kecamatan Karanglewas mempunyai hubungan dengan pengetahuan ibu dan
ketersediaan jamban sehat. Beberapa alternatif pemecahan masalah terkait
dengan pengetahuan tentang diare terutama mengenai pencegahan yang dapat
diaplikasikan kepada masyarakat Kecamatan Karanglewas, yaitu:
1. Menyebarkan poster mengenai diare dan pencegahannya melalui kegiatan
posyandu balita.
2. Menyebarkan video edukasi mengenai diare dan pencegahannya melalui
kegiatan posyandu balita.
3. Mengadakan penyuluhan mengenai diare dan pencegahannya melalui
kegiatan posyandu balita dan KIA Puskesmas.
Diantara tiga alternatif pemecahan masalah tersebut dipilih salah satu
alternatif dengan menggunakan metode prioritasisasi. Hal tersebut harus
dilakukan karena adanya keterbatasan pada berbagai macam hal seperti sarana,
tenaga, dana, serta waktu. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam
pemilihan prioritas pemecahan masalah yaitu melalui metode Rinke yang
mempunyai dua kriteria, yaitu efektivitas dan efisiensi jalan keluar.
B. Penyusunan Alternatif Terpilih
Metode yang digunakan untuk menentukan prioritas masalah adalah
metode Rinke. Metode ini menggunakan dua kriteria yaitu efektivitas dan
efisiensi jalan keluar. Kriteria efektivitas metode Rinke terdiri dari
pertimbangan mengenai besarnya masalah yang dapat diatasi (M),
kelanggengan selesainya masalah (I), dan kecepatan penyelesaian masalah (V).
Efisiensi dikaitkan dengan jumlah biaya yang diperlukan untuk menyelesaikan
masalah (C).
1. Kriteria efektifitas jalan keluar
a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi):
1) Masalah yang dapat diatasi sangat kecil (2)
2) Masalah yang dapat diatasi kecil (4)
3) Masalah yang dapat diatasi cukup besar (6)
4) Masalah yang diatasi besar (8)
5) Masalah yang diatasi dapat sangat besar (12)
b. I (pentingnya jalan keluar yang dikaitkan dengan kelanggengan
selesainya masalah):
1) Sangat tidak langgeng (2)
2) Tidak langgeng (4)
3) Cukup langgeng (6)
4) Langgeng (8)
5) Sangat langgeng (12)
c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan
penyelesaian masalah):
1) Penyelesaian masalah sangat lambat (2)
2) Penyelesaian masalah lambat (4)
3) Penyelesaian cukup cepat (6)
4) Penyelesaian masalah cepat (8)
5) Penyelesaian masalah sangat cepat (12)
2. Kriteria efisiensi jalan keluar (yang dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan
dalam menyelesaikan masalah)
a.Biaya sangat mahal (12)
b.Biaya mahal (8)
c.Biaya cukup mahal (6)
d.Biaya murah (4)
e.Biaya sangat murah (2)
Berikut penyusunan prioritas penyelesaian masalahnya dijelaskan pada tabel
7.1.
Tabel 7.1 Kriteria dan Skoring Efektivitas dan Efisiensi Pemecahan Masalah
No Alternatif Jalan Keluar Efektivitas Efisiensi MIV/C Urutan
M I V C Priorita
s
Masalah
1. Menyebarkan poster mengenai 4 6 4 8 12 3
diare dan pencegahannya
melalui kegiatan posyandu
balita.
Menyebarkan video edukasi 6 6 6 6 36 2
2. mengenai diare dan
pencegahannya melalui
kegiatan posyandu balita
3. Mengadakan penyuluhan 8 4 8 6 42,67 1
mengenai diare dan
pencegahannya melalui
kegiatan posyandu balita dan
KIA Puskesmas.

Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah menggunakan


metode Rinke, maka didapat prioritas pemecahan masalah, yaitu mengadakan
penyuluhan mengenai diare dan pencegahannya melalui kegiatan posyandu balita
dan KIA Puskesmas.
VII. RENCANA KEGIATAN DAN LAPORAN HASIL PELAKSANAAN

A. Latar Belakang
Diare merupakan salah satu penyakit yang paling sering dijumpai baik pada
balita hingga orang dewasa. Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang penting karena merupakan penyumbang utama angka
kesakitan dan kematian di berbagai Negara termasuk Indonesia. Menurut data
World Health Organization (WHO) tahun 2013 dalam Sukardi (2016) diare
merupakan penyebab kedua morbiditas dan mortalitas untuk di bawah 5 tahun di
dunia.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018
menunjukkan bahwa prevalensi kejadian diare dari tahun 2013–2018 mengalami
peningkatan yaitu dari 2,4% pada tahun 2013 meningkat menjadi 11,0% pada
tahun 2018 (Riskesdas, 2018). Sementara di Jawa Tengah, penyakit diare menjadi
lima besar penyumbang KLB setelah keracunan makanan, leptospirosis, demam
berdarah, dan chikungunya. Prevalensi diare pada anak di Jawa Tengah pada
tahun 2018 menurut diagnosis oleh tenaga kesehatan sebesar 8,4% (Kemenkes RI,
2018).
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Sidqi et al. (2021) pada tahun
2019, Kecamatan Karanglewas merupakan salah satu daerah dengan risiko tinggi
diare (Sidqi et al., 2021). Beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare,
yaitu pengetahuan orangtua dan ketersediaan jamban sehat. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan di Puskesmas Karanglewas mengenai faktor risiko
terjadinya diare pada balita, didapatkan faktor pengetahuan orangtua dan
ketersediaan jamban sehat merupakn faktor yang berhubungan dengan kejadian
diare. Untuk itu, peneliti akan mengadakan penyuluhan mengenai diare dan
pencegahannya kepada masyarakat khususnya yang memiliki anak balita.
B. Tujuan
1. Sebagai upaya meningkatkan pengetahuan mengenai diare.
2. Memberikan informasi mengenai faktor risiko diare sebagai upaya promotif
dan preventif terhadap kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas
Karanglewas.
3. Memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai penyebab, faktor risiko,
dan pencegahan diare.
C. Bentuk Materi Kegiatan
Kegiatan yang akan dilaksanakan disajikan dalam bentuk penyuluhan tentang
diare terutama mengenai penyebab, faktor risiko, dan pencegahannya. Kegiatan
akan dilaksanakan di Puskesmas Karanglewas.
Materi:
Narasumber:
D. Sasaran
Masyarakat khususnya yang memiliki anak balita di wilayah kerja Puskesmas
Karanglewas.
E. Pelaksanaan
1. Personil
a. Kepala Puskesmas: dr. Nuniek Marlina
b. Pembimbing Puskesmas: dr. Rendi Retissu
c. Pembimbing fakultas: dr. Agung Saprasetya Dwi Laksana, M.Sc.PH
d. Pelaksana: Sahda Vania Salsabiila, Amanah Sekar Kinasih, Zevic Aulia
Noor
2. Waktu dan Tempat
a. Hari/tanggal: Rabu, 10 November 2021
b. Tempat: Puskesmas Karanglewas
c. Waktu: 09.00–selesai
d. Media: Microphone, speaker
F. Rencana Evaluasi Program
1. Input
a. Sasaran
Masyarakat khususnya yang memiliki anak balita di wilayah kerja
Puskesmas Karanglewas.
b. Sumber Daya
Materi, microphone, speaker
2. Proses
a. Pretest dan posttest
Pertanyaan pretest dan posttest menggunakan pertanyaan yang terdapat
pada kuesioner pengetahuan dari penelitian Aswad (2020).
b. Penyampaian Materi
Materi disampaikan kepada masyarakat Kecamatan Karanglewas.
c. Jadwal pelaksanaan kegiatan
Kegiatan direncanakan berlangsung pada tanggal 10 November 2021.
Adapun alokasi waktu pembuatan kegiatan yang akan dilakukan dicantumkan
dalam Tabel 7.1.
Tabel 7.1 Jadwal kegiatan
Waktu Alokasi Kegiatan
09.00–09.05 5 menit Persiapan kegiatan
09.05–09.20 15 menit Pembukaan, pretest
09.20–09.50 30 menit Penyuluhan tentang diare
09.50–10.05 15 menit Posttest, Sesi tanya jawab
10.05–10.10 5 menit Penutupan

3. Output
Peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai diare dan pencegahannya
khususnya pada balita yang diukur dengan posttest.
IX. PELAKSANAAN DAN EVALUASI PROGRAM

A. Pelaksanaan
Kegiatan penyuluhan mengenai diare dilakukan di Puskesmas
Karanglewas. Kegiatan dilakukan dalam bentuk penyuluhan kepada masyarakat
Kecamatan Karanglewas terutama yang memiliki anak balita. Pelaksanaan
kegiatan dibagi menjadi tahapan-tahapan sebagai berikut.
1. Tahap Persiapan
1. Perizinan
Perizinan dilakukan secara lisan oleh dokter muda kepada kepala
Puskesmas Karanglewas, pembimbing lapangan, dan bidan desa.
b. Materi
Materi yang disiapkan berupa materi penyuluhan mengenai pengertian,
faktor risiko, penyebab, dan pencegahan diare.
c. Sarana
Sarana yang dipersiapkan berupa mikrofon dan speaker.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Judul Kegiatan
“Penyuluhan Melawan Diare”
b. Waktu
Rabu, 10 November 2021 pukul 09.00 s.d. selesai.
c. Tempat
Posyandu Balita Desa Jipang, Kecamatan Karanglewas.
d. Penanggung Jawab
1. dr. Agung Saprasetya Dwi Laksana, M.Sc.PH selaku pembimbing
fakultas.
2. dr. Nuniek Marlina selaku kepala Puskesmas Karanglewas.
3. dr. Rendi Retissu selaku pembimbing lapangan. 
4. Denok Amd. Keb selaku bidan Desa 
e. Pelaksana
Dokter Muda Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman.
f. Peserta
Masyarakat Kecamatan Karanglewas yang memiliki anak balita.
g. Penyampaian Materi
Penyuluhan dilanjutkan dengan sesi diskusi dan posttest.
B. Evaluasi 
Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu evaluasi
sumber daya, evaluasi proses, evaluasi hasil. Berikut ini akan dijelaskan mengenai
hasil evaluasi masing-masing aspek.
1. Evaluasi sumber daya
Evaluasi sumber daya meliputi evaluasi terhadap 5M yaitu man, money, method,
material, machine.
a. Man
Narasumber pembinaan secara umum baik karena memiliki pengetahuan yang
cukup memadai terhadap materi yang disampaikan dan berinteraksi dengan
baik kepada para peserta.
b. Money
Sumber pendanaan cukup menunjang pelaksanaan kegiatan.
c. Method
Metode pembinaan yang digunakan adalah melalui pemberian materi secara
lisan serta dilakukan diskusi. Sebelum pembinaan dilakukan pretest
mengetahui sejauh mana para peserta penyuluhan mengetahui tentang diare dan
pencegahannya dan sesudah penyuluhan dilakukan posttest untuk mengetahui
apakah materi yang disampaikan oleh narasumber dapat diterima, pretest dan
posttest dilakukan dengan metode menggunakan soal tertulis mengenai
pengetahuan tentang diare yang dikerjakan pada selembar kertas. Evaluasi pada
metode ini termasuk cukup baik dan peserta pembinaan tertarik untuk
mengikuti dan mendengarkan penjelasan narasumber. Penyuluhan dilakukan
dalam 2 gelombang, yaitu peserta yang datang diawal posyandu dan peserta
yang datang diakhir posyandu.
d. Material
Tersedia sarana yang menunjang terlaksananya penyuluhan seperti
microphone dan speaker. 
e. Machine
Kegiatan diikuti oleh 39 warga. Jumlah tersebut kurang dikarenakan beberapa
responden pulang lebih awal.
2.  Evaluasi Proses 
a. Sasaran
Target kegiatan yaitu 50 orang, Target tersebut belum tercapai pada kegiatan
yaitu hanya sebanyak 39 orang yang hadir.
b. Waktu
Kegiatan dilakukan pada Rabu, 10 November 2021 pukul 09.00–selesai. Tidak
ada hambatan yang berarti selama kegiatan berlangsung.
c. Tempat
Balai Desa Jipang.
d. Kegiatan
Kegiatan dilaksanakan pada Rabu, 10 November 2021 pukul 09.00 WIB.
Kegiatan berjalan lebih lama daripada waktu yang sudah ditentukan sebelumnya
dikarenakan terdapat 2 sesi. Proses kegiatan berlangsung kurang lebih 2 jam
dengan kegiatan penyuluhan mengenai diare bersih dilanjutkan dengan diskusi
atau tanya jawab. Metode penyuluhan yang digunakan yaitu dengan metode
presentasi dan diskusi interaktif. Evaluasi pada metode secara umum baik karena
peserta tampak antusias untuk menyimak pembinaan dan saat diskusi dinilai
cukup aktif.
3. Evaluasi Hasil
Rerata nilai posttest peserta setelah mengikuti pembinaan adalah 81,98 dari skala
100. Hal ini menunjukkan peningkatan sebanyak 13,65 poin jika dibandingkan
rerata nilai pretest yaitu 68,3 dari skala 100. Peserta penyuluhan antusias dan
memiliki keinginan untuk melakukan tindakan pencegahan diare.
X. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa pengetahuan orangtua
merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita
di wilayah kerja Puskesmas Karanglewas.
2. Tindak lanjut terhadap hasil penelitian tersebut adalah dengan mengadakan
penyuluhan mengenai diare kepada warga masyarakat wilayah kerja Puskesmas
Karanglewas khususnya yang memiliki anak balita.
3. Diharapkan dengan adanya penyuluhan mengenai diare, masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas Karanglewas memiliki kesadaran dan komitmen untuk
melakukan tindakan pencegahan diare.
B. Saran
1. Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Karanglewas perlu untuk meningkatkan
pengetahuan terkait diare dan mulai membiasakan diri hidup lebih sehat untuk
mengontrol faktor risiko diare dengan cara:
a. Mengadakan penyuluhan secara periodik dan terpadu kepada masyarakat
Karanglewas tentang pentingnya sanitasi lingkungan, higiene perorangan dan
ketersediaan jamban.
b. Pihak Puskesmas Puskesmas dapat melakukan penyuluhan secara berkala
mengenai pencegahan dan faktor risiko diare pada masyarakat.
c. Melakukan survey dan pendataan kejadian diare di masyarakat.
d. Rutin melakukan kegiatan kebersihan lingkungan di lingkup RT/RW minimal
1 minggu sekali.
e. Menempelkan poster 6 langkah cara mencuci tangan di tiap rumah warga.
2. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk melakukan home visit langsung ke
responden untuk melihat secara langsung kondisi air bersih, ketersediaan jamban
sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, I., Sudoyono, A.W., Setiyahadi, B., Simadibrata, M., Setiati, S. 2014. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam.
Amin, L.Z. 2015. Tatalaksana Diare Akut. CDK. 42(7):504–8.
Aprilyanti, S. 2017. Pengaruh Usia dan Masa Kerja Terhadap Produktivitas Kerja.
Jurnal Sistem dan Manajemen Industri. 1(2): 68-72.
Aswad. 2020.
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. 2019. Profil Kesehatan Tahun 2019
Kabupaten Banyumas. Banyumas: Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten
Banyumas.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2018. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2018. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Departemen Kesehatan R.I. 2007. Tatalaksana Diare. Jakarta: Depkes RI.
Eppy. 2009. Aspek Terjadinya Diare akut. Medicinus. 22(3):91–100.
Fahmi. 2013. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare Pada Balita Usia 2-5
tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Zulkifli. 2003. Analisis Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Diare Untuk Menentukan Kebijakan Penanggulangan Diare di Wilayah Kerja
Puskesmas Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie Tahun 2003. Tesis. Medan :
Universitas Sumatera Utara.
Anggraeni, Maidartati.2018.Pengaruh penyuluhan Kesehatan Terhadap Peningkatan
Pengetahuan Tentang Diare Pada Ibu Yang Mempunyai Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Sei Selincah Palembang Tahun 2017. Jurnal Aisyiyah
Medika, 2(1), pp.28-37. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Diare
Pada Balita Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Rajagaluh Kabupaten
Majalengka Tahun 2015. Jurnal Keperawatan dan Kesehatan Medisina AKPER
YPIB. 2(3). pp:1-11.
Handayani dan Arsani. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Diare Pada Balita
Usia 0-59 Bulan Di Puskesmas Gedangan Kecamatan Gedangan Kabupaten
Malang. Jurnal Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang. 3(2). pp: 9-21.
Kosasih, C. 2015. Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Diare Pada Anak Balita Di
Kelurahan Padasuka. Universitas Pendidikan Indonesia. 2(3). pp: 12-17
Lina, H. P. (2016). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Siswa DI SDN 42
Korong Gadang Kecamatan Kuranji Padang. Jurnal Promkes vol 4. no 1, 92-
103.
Nuraeni. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita
di Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogon Provinsi Jawa Barat Tahun 2012.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Depok
Hernayanti, M.R. dan Wahyuning, H.P. 2019. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Diare pada Anak Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Sewon 1 Kabupaten Bantul. Tesis. Yogyakarta: Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta.
Khasanah, U. dan Sari, G.K. 2016. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang
Diare dengan Perilaku Pencegahan Diare pada Balita. Jurnal Kesehatan
Samodra Ilmu. 7(3):149–60.
Kementerian Kesehatan RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI.
Muhlisan., Joko, T., Dewanti, N.A.Y. 2021. Perbedaan Faktor-faktor Kejadian Diare
pada Balita di Desa ODF (Open Defecation Free) dan Non ODF di Wilayah
Kerja Puskesmas Sape Kabupaten Bima. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
9(2):208–14.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2269/MENKES/PER/XI/2011 tentang. Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Putri, A.A. 2017. Ilmu Gizi Dilengkapi dengan Standar Penilaian Status Gizi Dan
Daftar Komposisi Bahan Makanan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sidhi., Nugrahani, A., Raharjo, M., Dewanti, N.A.Y. 2016. Hubungan Kualitas
Sanitasi Lingkungan dan Bakteriologis Air Bersih Terhadap Kejadian Diare
pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Adiwerna Kabupaten Tegal. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. 4(3): 665–77.
Sukardi, D. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Balita
Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Tahun 2016. 2016; 31–
48.
Tatsumi, H. 2019. Enteral Tolerance in Critically Ill Patients. Tatsumi Journal of
Intensive Care. 7(30):1–10.
Wiffen, P., Mitchell, M., Snelling, M., Stoner, N. 2017. Oxford Handbook of
Clinical Pharmacy. 3rd Edition. Oxford: Oxford University Press.
Wawan, I.W. 2013. Probiotics as Treatment of Acute Diarrhea in Infant and
Children. E-Journal Medika Udayana. 2(10):1789–1812.
Yulianto, W. 2012. Faktor Risiko Kejadian Diare Balita di Sekitar TPS Banaran
Kampus Unnes. Unnes Journal of Public Health. 1(2):1–8.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Informasi dan Kesediaan
(Information and Consent Form)

Kami Sahda Vania Salsabiila, Amanah Sekar Kinasih, dan Zevic Aulia Noor dari
Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman. Saya ingin mengajak
Ibu/Saudara/i untuk berpartisipasi dalam penelitian kami yang berjudul “Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas
Karanglewas” yang akan dilaksanakan oleh tim peneliti sebagai berikut.
Peneliti : Sahda Vania Salsabiila G4A020078
Amanah Sekar Kinasih G4A020130
Zevic Aulia Noor G4A020132
Pembimbing Puskesmas : dr. Rendi Retissu
Pembimbing Fakultas : dr. Agung Saprasetya Dwi Laksana, M.Sc.PH

1. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian diare di wilayah kerja puskesmas karanglewas.
2. Keikutsertaan sukarela
Partisipasi Anda dalam penelitian ini adalah sukarela tanpa paksaan. Anda berhak
untuk menolak keikutsertaan dan berhak pula untuk mengundurkan diri dari
penelitian ini, meskipun Anda sudah menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi.
Tidak akan ada kerugian atau sanksi apa pun (termasuk kehilangan perawatan
kesehatan maupun terapi yang seharusnya Anda terima) yang akan Anda alami
akibat penolakan atau pengunduran diri Anda. Jika Anda memutuskan untuk tidak
berpartisipasi atau mengundurkan diri dari penelitian ini, Anda dapat
melakukannya kapan pun.
3. Durasi (lama) penelitian, prosedur penelitian, dan tanggungjawab partisipan
Prosedur yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Anda melakukan pengisian lembar informasi dan kesediaan, berikutnya
mengisi lembar data pribadi, kuesioner faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian diare di wilayah kerja puskesmas karanglewas. Data yang akan diteliti
diambil dari kuesioner yang anda isi.
b. Lembar data pribadi dan kuesioner akan dibagikan oleh peneliti. Pengisian
kuesioner juga akan dipandu oleh peneliti secara langsung dan membutuhkan
waktu selama kurang lebih 30 menit.
4. Manfaat penelitian
Partisipasi Anda dalam penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk Anda dan
orang lain berupa mengetahui kondisi kesehatan mental dan deteksi dini apabila
terdapat tanda-tanda gangguan kecemasan atau tidak supaya dapat mendapatkan
pencegahan dan/atau terapi yang tepat, serta tidak membahayakan diri Anda atau
janin Anda. Akan tetapi penelitian ini tidak untuk memberi diagnosis karena
diagnosis harus diberikan oleh dokter. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
memberi informasi kepustakaan untuk penelitian selanjutnya.
5. Risiko dan ketidaknyamanan
Pada penelitian ini risiko dan ketidaknyamanan minimal yaitu diketahuinya data
dari kuesioner yang diisi, akan tetapi kami akan menjaga kerahasiaan informasi
dan data tersebut.
6. Kompensasi
Tidak ada kompensasi dalam penelitian ini. Kami sangat berterima kasih atas
kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/I dalam mengikuti penelitian ini.
7. Kerahasiaan
Kami menjamin kerahasiaan seluruh data dan tidak akan mengeluarkan atau
mempublikasikan informasi tentang data diri Anda tanpa izin langsung dari Anda
sebagai partisipan. Data penelitian hanya dapat diakses oleh tim peneliti.
8. Klarifikasi
Jika Anda memiliki pertanyaan apapun terkait prosedur penelitian, atau
membutuhkan klarifikasi serta tambahan informasi tentang penelitian ini, Anda
dapat menghubungi kami Tim Peneliti (081329883525).
9. Kesediaan
Jika Anda bersedia untuk berpartisipasi maka Anda akan mendapatkan satu
salinan dari lembar informasi dan kesediaan ini. Tandatangan Anda pada lembar
ini menunjukkan kesediaan Anda untuk menjadi partisipan dalam penelitian.

Tanggal: ……………………………..

Tandatangan Partisipan,

…………………………………….......
(Nama lengkap dengan huruf balok)

Yang bertanda tangan adalah:


Nama : …………………………………………………………….
Usia : …………………………………………………………….
Alamat : ………………………………………………………….....
No. telepon : …………………………………………………………….

Yang menyampaikan informasi:

………………………………………
(TIM PENELITI)
Lampiran 2. Kuesioner
KUESIONER PENELITIAN
KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN
DIARE DI WILAYAH KERJA KECAMATAN KARANGLEWAS

A. Identitas Responden
Nama Balita
Usia Balita
Jenis kelamin ▢ Laki-laki
▢Perempuan
Status Antropometri dan BB anak sekarang : gram
Status Gizi TB anak sekarang : cm
(diisi oleh petugas) WAZ :
HAZ :
WHZ :

Nama Ibu
Usia Ibu
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Pendapatan ▢ <1.970.000
▢ ≥1.970.000
Alamat (RT/RW)
Nomor HP

B. Kejadian Diare
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anak Anda mengalami diare pada satu bulan terakhir?
2 Apakah anak Anda dalam 1 hari BAB lebih dari 3 kali?
3 Apakah tinja anak Anda cair (lembek) dengan atau tanpa lendir?

C. Pengetahuan
Cara mengisi: centang kotak yang menurut Anda sesuai.
No Pertanyaan Benar Salah
1 Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan terjadinya
perubahan bentuk tinja balita dengan frekuensi lebih dari 3 kali
sehari
2 Jika diare tidak segera ditangani maka anak akan kekurangan cairan
tubuh dan lemas
3 Jika anak mengalami diare dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehari
harus segera dibawa ke puskesmas terdekat
4 Cara mencegah diare adalah dengan melakukan perilaku hidup
bersih dan sehat
5 Pengobatan yang pertama kali yang harus dilakukan adalah dengan
memberikan larutan oralit
6 Oralit merupakan cairan yang dapat membantu balita saat
mengalami diare
7 Mata cekung dan mulut kering pada balita adalah tanda gejala
dehidrasi
8 Jika bayi mengalami diare, ibu harus menghentikan pemberian ASI
9 Pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini salah satu
penyebab anak terkena diare
10 Sumber air minum yang tidak memenuhi syarat menjadi salah satu
penyebab bayi terkena diare
11 Pemberian ASI ketika bayi terkena diare dapat membantu bayi
terhindar dari dehidrasi
12 Pengobatan diare dapat dilakukan ibu dirumah dengan memberikan
larutan pengganti oralit yaitu larutan gula-garam
13 Kebersihan lingkungan yang buruk dapat menyebabkan balita
terkena diare
14 Menjaga kebersihan tangan ketika memberikan makan pada anak
dapat mencegah anak terkena diare
15 Manfaat pemberian oralit pada anak ialah mengembalikan cairan
tubuh yang hilang
(Aswad, 2020)

D. PHBS
Cara mengisi: jawablah dengan Ya atau Tidak.
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Bapak/Ibu membuang tinja balita setelah tempat pembuangan popok
penuh ke tempat sampah diluar rumah
2 Ibu memberikan ASI saja selama bayi berusia 0-6 bulan kemudian
ASI dilanjutkan hingga 2 tahun dengan dibantu MP-ASI
3 Ibu rutin membawa balita untuk ditimbang setiap bulannya mulai dari
balita umur 1 bulan di posyandu
4 Ibu menggunakan air PDAM dalam mencuci peralatan balita,
membuat makanan dan minum balita.
5 Ibu mencuci tangan dengan sabun atau antiseptik sebelum memegang
balita dan mencuci tangan setelah membersihkan kotoran balita.
6 Dirumah ibu menggunakan jamban yang sehat yaitu tertutup, jauh
dari vektor penyakit dan tersedianya air yang cukup untuk menyiram
7 Bapak/Ibu menggunakan air PDAM untuk seluruh kegiatan dirumah
setiap hari
8 Bapak/Ibu membangun SPAL (sarana pembuangan air limbah)
dengan jarak 5-10 meter dari sumber air minum
9 Ibu melahirkan ditolong oleh tenaga kesehatan yaitu bidan di
puskesmas ataupun di rumah sakit
10 Bapak/Ibu rutin seminggu sekali membersihkan jentik nyamuk di tiap
tempat penampungan air
11 Bapak/Ibu melarang anggota keluarga merokok didalam rumah
(Aswad, 2020)

E. Sarana jamban sehat


No Pertanyaan
1 Apakah anda memiliki jamban? ▢ Ya ▢ Tidak
2 Dimana anggota keluarga jika ingin buang air besar? ▢ Jamban
▢ Sungai
▢ Lainnya: ………
3 Kemana tempat penyaluran buangan akhir tinja? ▢ Tangki septik
▢Cubluk/lubang
tanah/tanah
▢ Lainnya: ………
4 Apakah jenis jamban anda? ▢ Leher angsa
▢ Tabah/lubang
▢ Lainnya
5 Apakah jamban anda mudah dibersihkan? ▢ Ya ▢ Tidak
(Handayani, 2021)

F. Sarana pengelolaan sampah


No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anda memiliki tempat pembuangan sampah?
2 Apakah sampah rumah tangga dibuang setiap hari?
3 Apakah dilakukan pemisahan sampah organik (dedaunan) dan sampah
anorganik (plastik)?
4 Apakah tempat sampah anda memiliki tutup/tertutup?
5 Apakah tempat sampah anda mudah dibersihkan?
6 Apakah tempat sampah anda kedap air?
(Handayani, 2021)

G. Sarana saluran pembuangan air limbah (SPAL)


No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anda memiliki saluran pembuangan air limbah?
2 Apakah pembuangan air limbah tidak menimbulkan genangan air atau
becek?
3 Apakah pembuangan air limbah menjadi tempat sarang serangga?
4 Apakah pembuangan air limbah menimbulkan bau?
5 Apakah pembuangan air limbah tidak menimbulkan pandangan yang
tidak menyenangkan?
(Handayani, 2021)

H. Sarana penyediaan air bersih


No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah air bersih yang anda gunakan berbau?
2 Apakah air bersih yang anda gunakan berasa?
3 Apakah air bersih yang anda gunakan berwarna?
4 Apakah air yang anda gunakan keruh?
(Izati, 2017)
Lampiran 3. Data primer penelitian
Status gizi
Jenis Nama Usia Kejadian Kate- Penge- Air
No Nama Usia kelamin Ibu Ibu diare WHZ gori tahuan PHBS Jamban Sampah SPAL bersih
1 A 3 th L Q 38 2 -1.35 2 1 2 1 2 2 1
2 AAN 2 th 4 bl L M 38 1 0.19 2 2 1 2 1 1 1
3 AN 3 th P A 36 2 -3 1 2 2 1 2 2 1
4 ADN 3 th P A 25 2 -2.04 1 1 1 1 2 1 1
5 AN 3 th P A 36 1 -2.95 1 2 2 2 2 2 1
6 IS 3 th P S 39 2 -0.56 2 2 2 1 2 1 1
7 M 1 th L NA 35 2 -1.11 2 1 1 1 2 2 1
8 FAM 4 th L Y 36 2 -0.88 2 1 2 1 2 2 1
9 F 2 th 6 bl P F 29 2 -1.92 2 1 2 1 1 2 1
10 AR 1 th 4 bl P S 37 2 -0.12 2 2 2 1 2 1 1
11 A 4 th P U 29 2 -0.7 2 1 2 1 2 2 1
12 S 2 th P A 32 2 -1.59 2 1 2 1 2 2 1
13 N 9 bl P A 23 2 -1.62 2 1 1 1 1 1 1
14 O 2 th L S 40 1 -1.6 2 2 2 2 2 2 1
15 S 4 th P H 27 2 0.76 2 1 2 1 1 1 1
16 MRA 5 th L ES 38 2 -1.57 2 1 1 1 1 2 1
17 AS 3 th L N 26 1 -1.26 2 2 1 2 2 2 1
18 A 3 th P L 31 2 -0.46 2 1 2 2 2 2 1
19 A 4 th P S 32 2 -0.26 2 1 2 1 2 2 1
20 MSUA 4 th 6 bl L TA 34 1 -0.77 2 2 2 2 1 2 1
21 A 3 th L E 37 2 -2.15 1 2 2 2 1 2 1
22 A 9 bl p D 22 2 -1,03 1 2 1 1 1 1 1
23 AR 4 th 3 bl p D 22 2 -0,73 2 1 1 1 1 1 1
24 FUM 2 th 11 bl L K 27 2 -0.64 2 1 2 2 2 2 1
25 AM 3 TH p AH 28 2 -1,64 1 1 2 1 2 1 1
26 N 6 bln P A 26 2 -0.64 2 1 2 1 2 2 1
27 Z 6 bln P YM 21 2 -0.91 2 2 1 2 1 2 1
28 A 4 th 5 bl P D 24 2 -0.46 2 1 2 1 2 2 1
29 S 2 th p m 32 2 -1.15 1 1 2 2 2 2 1
30 F 4 th P N 24 2 -3. 25 1 1 2 1 2 2 1
31 H 7 bl P N 28 2 3.14 3 1 2 2 2 1 1
32 MAM 1 th 7 bl L SN 22 1 -1.84 1 2 2 2 2 2 1
33 F 3 th P S 34 1 -1.28 2 2 2 2 2 1 1
34 A 1 th 2 bl P S 35 2 -0.03 2 1 2 1 1 2 1
35 F 4 th P N 25 2 -0.21 1 2 2 2 2 1 1
36 S 2 Th P M 28 2 -1,15 1 1 2 2 2 2 1
37 A 4 th 5 bl p D 25 2 -0.45 2 1 2 1 2 2 1
38 Z 6 bl P YM 21 2 -0.91 2 2 1 1 2 2 1
39 N 6 bl p A 22 2 -0.64 2 1 2 1 2 2 1
40 AM 3 th P AH 25 2 -1.64 1 1 2 1 2 1 1
41 FUM 2 th 11 bl P K 24 2 -0.64 1 2 2 2 2 1 1
42 A 4 th 3 bl P H 22 2 -0.73 1 1 1 1 1 1 1
43 A 9 bl P D 22 2 -1,03 2 1 1 1 1 1 1
44 MAB 1 th L NH 21 2 1.67 2 1 1 2 2 2 1
45 AN 1 th 10 bl L A 23 2 -1. 61 2 2 2 2 2 2 1
46 US 1 th 1 bl L SK 33 1 -0. 8 2 2 2 2 2 2 1
47 KA 2 th 10 bl L SB 32 2 -1. 58 2 1 2 1 2 2 1
Lampiran 4. Hasil pengolahan data

Univariat

Statistics
USIA BALITA USIA IBU
N Valid 47 47
Missing 0 0
Mean 26,59 29,06
Median 25,00 28,00
Std. Deviation 16,987 5,976
Minimum 2 21
Maximum 59 40

KEJADIAN DIARE
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid YA 8 17,0 17,0 17,0
TIDAK 39 83,0 83,0 100,0
Total 47 100,0 100,0

USIA BALITA
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 2 1 2,1 2,1 2,1
3 1 2,1 2,1 4,3
4 1 2,1 2,1 6,4
5 1 2,1 2,1 8,5
6 4 8,5 8,5 17,0
7 1 2,1 2,1 19,1
9 3 6,4 6,4 25,5
12 2 4,3 4,3 29,8
13 2 4,3 4,3 34,0
14 1 2,1 2,1 36,2
16 1 2,1 2,1 38,3
19 1 2,1 2,1 40,4
24 4 8,5 8,5 48,9
25 2 4,3 4,3 53,2
30 1 2,1 2,1 55,3
35 1 2,1 2,1 57,4
36 10 21,3 21,3 78,7
48 5 10,6 10,6 89,4
51 2 4,3 4,3 93,6
53 1 2,1 2,1 95,7
54 1 2,1 2,1 97,9
59 1 2,1 2,1 100,0
Total 47 100,0 100,0

JENIS KELAMIN BALITA


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid LAKI-LAKI 15 31,9 31,9 31,9
PEREMPUAN 32 68,1 68,1 100,0
Total 47 100,0 100,0

USIA IBU
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 21 3 6,4 6,4 6,4
22 6 12,8 12,8 19,1
23 2 4,3 4,3 23,4
24 3 6,4 6,4 29,8
25 4 8,5 8,5 38,3
26 2 4,3 4,3 42,6
27 2 4,3 4,3 46,8
28 3 6,4 6,4 53,2
29 2 4,3 4,3 57,4
31 1 2,1 2,1 59,6
32 4 8,5 8,5 68,1
33 1 2,1 2,1 70,2
34 2 4,3 4,3 74,5
35 2 4,3 4,3 78,7
36 3 6,4 6,4 85,1
37 2 4,3 4,3 89,4
38 3 6,4 6,4 95,7
39 1 2,1 2,1 97,9
40 1 2,1 2,1 100,0
Total 47 100,0 100,0

STATUS GIZI
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid GIZI BURUK 14 29,8 29,8 29,8
GIZI BAIK 32 68,1 68,1 97,9
GIZI LEBIH 1 2,1 2,1 100,0
Total 47 100,0 100,0

PENGETAHUAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid BAIK 37 78,7 78,7 78,7
KURANG 10 21,3 21,3 100,0
Total 47 100,0 100,0
PHBS
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid BAIK 13 27,7 27,7 27,7
BURUK 34 72,3 72,3 100,0
Total 47 100,0 100,0

JAMBAN
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid MEMENUHI SYARAT 29 61,7 61,7 61,7
TIDAK MEMENUHI 18 38,3 38,3 100,0
Total 47 100,0 100,0

PENGELOLAAN SAMPAH
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid MEMENUHI SYARAT 13 27,7 27,7 27,7
TIDAK MEMENUHI 34 72,3 72,3 100,0
Total 47 100,0 100,0

AIR BERSIH
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid MEMENUHI SYARAT 47 100,0 100,0 100,0
Bivariat

Hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian diare


Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 35,672a 1 ,000
b
Continuity Correction 30,233 1 ,000
Likelihood Ratio 32,877 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear Association 34,913 1 ,000
N of Valid Cases 47
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,70.
b. Computed only for a 2x2 table

Hubungan PHBS dengan Kejadian Diare


Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square ,034a 1 ,854
b
Continuity Correction ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,035 1 ,852
Fisher's Exact Test 1,000 ,614
Linear-by-Linear Association ,033 1 ,855
N of Valid Cases 47
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,21.
b. Computed only for a 2x2 table

Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare


Value df Asymptotic Significance (2-sided)
Pearson Chi-Square ,347a 2 ,841
Likelihood Ratio ,517 2 ,772
Linear-by-Linear Association ,028 1 ,868
N of Valid Cases 47
a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,17.

Hubungan Jamban sehat dengan Kejadian diare


Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 9,877a 1 ,002
b
Continuity Correction 7,527 1 ,006
Likelihood Ratio 10,128 1 ,001
Fisher's Exact Test ,003 ,003
Linear-by-Linear Association 9,667 1 ,002
N of Valid Cases 47
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,06.
b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan Pengelolaan Sampah dengan Kejadian Diare
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square ,034a 1 ,854
b
Continuity Correction ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,035 1 ,852
Fisher's Exact Test 1,000 ,614
Linear-by-Linear Association ,033 1 ,855
N of Valid Cases 47
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,21.
b. Computed only for a 2x2 table

Hubungan Saluran Pembuangan Air Limbah dengan Kejadian Diare


Asymptotic
Value Significance (2-
df sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square ,351a 1 ,553
Continuity Correctionb ,033 1 ,855
Likelihood Ratio ,366 1 ,545
Fisher's Exact Test ,697 ,440
Linear-by-Linear Association ,344 1 ,558
N of Valid Cases 47
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,72.
b. Computed only for a 2x2 table

Hubungan ketersediaan air bersih dengan Kejadian diare


Pearson Chi-Square .a
N of Valid Cases 47
a. No statistics are computed because AIR BERSIH is a constant.

Multivariat

Variables in the Equation


B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a PENGETAHUAN -4,555 1,355 11,300 1 ,001 ,011
JAMBAN -1,428 1,508 ,897 1 ,344 ,240
Constant 10,184 2,942 11,982 1 ,001 26486,565
a. Variable(s) entered on step 1: PENGETAHUAN, JAMBAN.
Lampiran 5. Soal pretest dan posttest
Cara mengisi: centang kotak yang menurut Anda sesuai.
No Pertanyaan Benar Salah
1 Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan terjadinya perubahan bentuk
tinja balita dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehari
2 Jika diare tidak segera ditangani maka anak akan kekurangan cairan tubuh
dan lemas
3 Jika anak mengalami diare dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehari harus
segera dibawa ke puskesmas terdekat
4 Cara mencegah diare adalah dengan melakukan perilaku hidup bersih dan
sehat
5 Pengobatan yang pertama kali yang harus dilakukan adalah dengan
memberikan larutan oralit
6 Oralit merupakan cairan yang dapat membantu balita saat mengalami diare
7 Mata cekung dan mulut kering pada balita adalah tanda gejala dehidrasi
8 Jika bayi mengalami diare, ibu harus menghentikan pemberian ASI
9 Pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini salah satu penyebab anak
terkena diare
10 Sumber air minum yang tidak memenuhi syarat menjadi salah satu penyebab
bayi terkena diare
11 Pemberian ASI ketika bayi terkena diare dapat membantu bayi terhindar dari
dehidrasi
12 Pengobatan diare dapat dilakukan ibu dirumah dengan memberikan larutan
pengganti oralit yaitu larutan gula-garam
13 Kebersihan lingkungan yang buruk dapat menyebabkan balita terkena diare
14 Menjaga kebersihan tangan ketika memberikan makan pada anak dapat
mencegah anak terkena diare
15 Manfaat pemberian oralit pada anak ialah mengembalikan cairan tubuh yang
hilang
Skoring: (Jumlah benar / 15) x 100%
Lampiran 6. Materi penyuluhan 

A. Pengertian 
Diare merupakan buang air besar dengan feses tidak berbentuk atau cair dengan frekuensi
lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Diare akut jika diare berlangsung kurang dari 2 minggu, jika
lebih dari sama dengan 2 minggu adalah diare kronis (Amin, 2015).
B. Faktor risiko
1. Gizi 
Kondisi gizi pada balita dapat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh balita. Pada
balita dengan kondisi gizi yang buruk dapat menyebabkan penurunan imunitas sehingga
rentan terkena penyakit, salah satunya adalah diare. Namun diare juga dapat menjadi
faktor risiko dari gizi buruk, karena saat diare konsumsi balita relatif menurun sehingga
menurunkan asupan gizi balita (Legi, 2019).  
2. Pengetahuan ibu 
Menurut Emilia (2008), meskipun tidak ada formula tertentu, kecenderungan
seseorang untuk memiliki motivasi berperilaku kesehatan yang baik dipengaruhi oleh
tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilannya. Hal ini didukung juga oleh intensif yang
diperoleh dari masyarakat/ lingkungan (social environment) agar perilaku tersebut
berlanjut atau hilang. Pendapat umum menyatakan bahwa adanya pengetahuan yang
cukup akan memotivasi individu untuk berperilaku sehat. Penelitian yang dilakukan oleh
Khasanah et al. (2016), hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan ibu tentang
definisi diare, bahaya diare, kapan harus mencari bantuan medis, dan tiga manajemen
berpengaruh terhadap kejadian diare.
3. Perilaku hidup bersih dan sehat 
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang
dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga dapat menolong dirinya sendiri di
bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat
(Depkes RI, 2016). Pada balita faktor risiko terjadinya diare sangat dipengaruhi oleh
perilaku ibu atau pengasuh balita karena balita masih belum bisa menjaga dirinya sendiri
dan sangat tergantung pada lingkungannya, jadi apabila ibu balita atau pengasuh balita
tidak bisa mengasuh balita dengan baik maka kejadian diare pada balita tidak dapat
dihindari (Handayani, 2020). 
Menurut Kemenkes RI (2011), indikator PHBS Tatanan Rumah Tangga yang
berhubungan dengan kejadian diare pada balita adalah ASI eksklusif, menimbang bayi
setiap bulan, menggunakan air yang bersih, penggunaan jamban sehat dan mencuci
tangan dengan air dan sabun. ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak
dilahirkan selama enam bulan pertama kehidupan, tanpa menambahkan dan atau
mengganti dengan makanan atau minuman lain. Bayi berusia kurang dari enam bulan
belum memiliki enzim pencernaan sempurna untuk mencerna makanan atau minuman
lain. Menimbang balita setiap bulan dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan balita
setiap bulan dan mengetahui apakah balita berada pada kondisi gizi kurang atau gizi
buruk.
4. Sanitasi lingkungan kurang baik 
Sanitasi lingkungan merupakan status kesehatan lingkungan yang mencakup
perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya. Sanitasi
lingkungan ditujukan untuk memenuhi persyaratan lingkungan yang sehat dan nyaman.
Upaya sanitasi dasar adalah sarana pembuangan kotoran manusia, sarana pembuangan
sampah, sarana pembuangan air limbah dan penyediaan air bersih (Sidhi et al, 2016).
Sarana pembuangan kotoran manusia atau jamban harus dimiliki setiap keluarga dan
harus selalu terawat atau bersih dan sehat. Syarat pembuangan kotoran yang memenuhi
aturan kesehatan adalah tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya, tidak mengotori
air permukaan di sekitarnya, tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya, kotoran tidak
boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat vektor bertelur dan berkembang
biak. Tidak tersedianya jamban dapat menyebabkan peningkatan diare karena jika
jamban tidak tersedia maka masyarakat akan buang air besar (BAB) sembarangan, hal
tersebut menyebabkan penularan bakteri yang ada di tinja melalui lalat  (Rahman et al.,
2016).
 Pembuangan sampah yang kurang baik kerap menyebabkan berkumpulnya
vektor yang menyebabkan bakteri penyebab penyakit tersebar. Syarat pembuangan
sampah yang baik adalah memiliki tutup, kedap air, tidak menjadi sarang serangga atau
vektor, tidak mengotori lingkungan sekitar, serta dikumpulkan ke tempat pembuangan
sampah sementara. Pembuangan air limbah berperan dalam menampung air bekas
aktivitas mencuci, memasak, mandi dan lainnya. Limbah air tersebut harus diusahakan
agar tidak mencemari lingkungan sekitar karena berbahaya bagi kesehatan. Syarat saluran
pembuangan air limbah yang baik adalah memiliki jarak lebih dari 10 meter dari sumber
air,  tertutup, mengalir dengan lancar dan tidak berbau. Kondisi saluran pembuangan air
limbah yang tidak baik dapat meningkatkan risiko diare dengan peningkatan penularan
bakteri penyebab diare oleh vektor. Kualitas air rumah tangga yang baik harus memenuhi
beberapa syarat antara lain syarat fisis, syarat kimiawi, dan syarat bakteriologis. Syarat
fisis air rumah tangga yaitu harus jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau.
Syarat kimiawi adalah tidak mengandung zat-zat yang berbahaya untuk kesehatan seperti
zat-zat racun, serta tidak mengandung mineral mineral serta zat organik lebih tinggi dari
jumlah yang ditentukan. Syarat Bakteriologi air tidak boleh mengandung bibit penyakit
yang sering menular dengan perantaraan air adalah penyakit yang tergolong dalam
golongan water borne diseases, salah satunya seperti penyakit diare (Rahman et al.,
2016). 
C. Pencegahan 
 Rajn mencuci tangan dengan sabun (6 langkah cuci tangan WHO)
 Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan 
 Gunakan bahan makanan sehat 
 Cegah kontaminasi pada alat makan
 Makanan dan minuman matang dan bersih
 Berikan vaksin rotavirus 
 Waspadai makanan yang pedas
D. Tatalaksana awal 
Tatalaksana awal yang penting guna mencegah terjadinya dehidrasi 
 Memberikan ASI lebih sering dan lebih lama dari biasanya.
 Pemberian oralit untuk mencegah dehidrasi sampai diare berhenti.
 Memberikan obat Zinc yang tersedia di apotek, Puskesmas, dan rumah sakit.
Diberikan sekali sehari selama 10 hari berturut-turut meskipun diare sudah berhenti.
Zinc dapat mengurangi parahnya diare, mengurangi dursi dan mencegah
berulangnya diare 2 sampai 3 bulan ke depan.
 Memberikan cairan rumah tangga, seperti sayur, kuah sup, dan air mineral.
 Segera membawa Balita diare ke sarana kesehatan.
 Pemberian makanan sesuai umur:
 Bayi berusia 0-6 bulan: hanya diberikan ASI sesuai keinginan anak, paling sedikit 8
kali sehari (pagi, siang, maupun malam hari). Jangan berikan makanan atau
minuman lain selain ASI.
 Bayi berusia 6-24 bulan: Teruskan pemberian ASI, mulai memberikan Makanan
Pendamping ASI (MP ASI) yang teksturnya lembut seperti bubur, susu, dan pisang.
 Balita umur 9 sampai 12 bulan: Teruskan pemberian ASI, berikan MP ASI lebih
padat dan kasar seperti nasi tim, bubur nasi, tambahkan
telur/ayam/ikan/tempe/wortel/kacang hijau.
 Balita umur 12 sampai 24 bulan: teruskan pemberian ASI, berikan makanan keluarga
secara bertahap sesuai dengan kemampuan anak.
 Balita umur 2 tahun lebih: berikan makanan keluarga 3x sehari, sebanyak 1/3-1/2
porsi makan orang dewasa. Berikan pula makanan selingan kaya gizi 2x sehari di
antara waktu makan.
Lampiran 7. Skor Nilai pretest dan posttest
Responden Pretest Posttest Responden Pretest Posttest
01 66,6 86.6 21 66,6 86,6
02 73,3 93,3 22 60 73,3
03 60 93.3 23 46,6 73.3
04 80 100 24 53,3 73.3
05 53,3 73,3 25 46,6 73.3
06 66,6 80 26 53,3 80
07 60 86.6 27 73,3 80
08 53,3 80 28 80 86,6
09 60 80 29 60 73,3
10 73,3 86,6 30 73,3 80
11 66,6 80 31 66,6 80
12 53,3 73.3 32 80 100
13 46,6 73,3 33 73,3 93,3
14 80 93,3 34 66,6 86,6
15 60 80 35 53,3 73,3
16 66,6 93,3 36 73,3 86,6
17 66,6 80 37 73,3 93,3
18 53,3 73,3 38 60 86,6
19 73,3 86,6 39 80 93,3
20 73,3 80

Rata-rata
Pretest: 68,3
Posttest: 81,98
Selisih: 13,65
Lampiran 8. Dokumentasi Pengambilan Data Responden

Lampiran 9. Dokumentasi Pretest dan Posttest


Lampiran 10. Dokumentasi Penyuluhan

Anda mungkin juga menyukai