Disusun oleh:
Naufal Sipta Nabilah G4A016112
Pembimbing Puskesmas:
dr. Esti Haryati
2018
1
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Naufal Sipta Nabilah G4A016112
Pembimbing Puskesmas
2
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anemia merupakan masalah yang dialami oleh 38,2% ibu hamil di dunia
pada tahun 2011. Sekitar setengah dari kejadian anemia tersebut disebabkan
karena defisiensi besi (WHO 2015). Anemia defisiensi besi menjadi penyebab
115.000 kematian ibu per tahun, sehingga program penanggulangan anemia
defisiensi besi merupakan langkah yang tepat dalam membantu menurunkan
angka kematian ibu (Sanghvi et al. 2010). Anemia pada ibu hamil berhubungan
dengan meningkatnya risiko kelahiran prematur, kematian ibu dan bayi, serta
penyakit infeksi (WHO 2010). Di Indonesia, hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan angka anemia pada ibu hamil sebesar
37,1% (Kemenkes 2013), yang menunjukkan bahwa anemia masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat (WHO 2010).
Rekomendasi WHO untuk mengurangi risiko berat bayi lahir rendah
(BBLR), anemia pada ibu hamil dan defisiensi besi adalah dengan
suplementasi besi-folat harian sebagai bagian dari pelayanan antenatal care
(ANC). Suplemen-tasi besi dan asam folat efektif untuk mencegah anemia dan
defisiensi besi (Peña-Rosas & Viteri 2009), dimana ibu hamil yang menerima
suple-men besi harian memiliki risiko yang lebih rendah terhadap anemia
(Peña-Rosas et al. 2012).
Di Indonesia dosis suplemen besi yang diberikan adalah sebesar 60 mg
besi elemental dan 0,25 mg asam folat per hari atau 1 butir tablet tambah darah
(TTD) melalui kegiatan ANC (Depkes RI 1995) dan pemerintah berencana
untuk mening-katkan kandungan asam folat pada suplemen tersebut sehingga
menjadi 60 mg besi elemental dan 0,4 mg asam folat dalam 1 butir TTD
(Kemenkes RI 2015). Selama ini pemerintah menilai keberhasilan program
suplementasi dengan indikator cakupan distribusi suplemen besi. Padahal,
cakupan suplementasi belum tentu menggambarkan keberhasilan program bila
dilihat dari masih tingginya angka anemia saat ini. Selain ketersediaan tablet
besi dan akses terhadap pelayanan, terdapat dua hal lain-nya yang dapat
memengaruhi keefektifan program suplementasi besi yaitu dari sisi penyedia
3
layanan, yang mencakup kualitas konseling tentang suplemen besi, serta dari
sisi ibu hamil yaitu kemauan ibu untuk mengonsumsi suplemen besi (WHO,
2012).
Pada wilayah kerja Puskesmas Jatilawang tahun 2017 kasus anemia pada
ibu hamil sebesar 73.3% dimana belum mencapai target Dinkes Jateng yaitu
sebesar <40%. Sasaran ibu hamil tahun 2017 sebanyak 1200 orang namun
hanya 1184 orang yang diperiksa kadar Hb nya dan 869 orang di antaranya
menderita anemia atau sekitar 73.3%. Pemberian suplemen besi di Puskesmas
Jatilawang sudah mencapai 96.6% pada tahun 2017 sehingga sudah melebihi
standar pelayanan minimal yaitu 90% pada tahun 2017. Walaupun pemberian
suplemen besi sudah melebihi standar pelayanan minimal namun angka
kejadian anemia masih belum mencapai target.
4
3. Manfaat bagi Puskesmas Jatilawang
a. Bahan pertimbangan bagi Puskesmas Jatilawang dalam melakukan
evaluasi lebih lanjut terkait anemia pada ibu hamil.
b. Bahan pertimbangan bagi Puskesmas Jatilawang dalam melakukan
peningkatan mutu pelayanan anemia pada ibu hamil.
5
II. ANALISIS SITUASI
6
Bila dilihat dari jaraknya maka desa Gunungwetan merupakan desa terjauh
dengan jarak 5 km dari pusat kota Jatilawang dan Desa Tunjung adalah
desa terdekat dengan jarak 0,15 km. Sebagian besar tanah pada Kecamatan
Jatilawang dimanfaatkan sebagai tanah sawah dengan rincian:
a. Tanah sawah : 1.637 Ha
b. Tanah pekarangan : 591.02 Ha
c. Tanah kebun : 1.565 Ha
d. Kolam : 9 Ha
e. Hutan negara : 433 Ha
f. Perkebunan rakyat : 142 Ha
g. Lain-lain : 245,17 Ha
2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk Kecamatan Jatilawang pada tahun 2017
adalah 72.485 jiwa yang terdiri dari laki-laki 32.602 jiwa (44,98%) dan
perempuan sebanyak 39.883 jiwa (55,02%) dengan jumlah rumah
tangga 16.492. Jumlah penduduk terbanyak yaitu di desa Tinggarjaya
sebesar 11.476 jiwa atau sebesar 15,83% dari keseluruhan jumlah
penduduk Kecamatan Jatilawang. Desa Margasana merupakan desa
dengan jumlah penduduk terkecil yaitu 2.278 atau hanya sebesar
3,14% dari keseluruhan jumlah penduduk.
b. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur
Jumlah penduduk menurut golongan umur di Kecamatan
Jatilawang dibagi menjadi 16 kelompok umur dengan variasi yang
tidak begitu besar. Penduduk terbanyak ada pada kelompok umur 20-
24 tahun yaitu sebesar 6.995 jiwa atau 9,65% dan sebagian besar
penduduk berada pada usia produktif. Berikut rincian jumlah penduduk
menurut golongan umur:
7
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur dan Jenis
Kelamin di Kecamatan Jatilawang tahun 2017
c. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk di Kecamatan Jatilawang pada tahun
2017 yaitu sebesar 1.506,34 jiwa/km2. Desa terpadat adalah Desa
Tinggarjaya sebesar 2.002,79 jiwa/km2, sedangkan Desa Karanglewas
merupakan desa dengan kepadatan penduduk terendah yaitu 591,44
jiwa/km2
8
3. Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya
a. Agama
Sebagian besar masyarakat Jatilawang adalah pemeluk agama
Islam yaitu sebesar 70.497 orang (99,50%), sedangkan lainnya adalah
pemeluk agama Katolik, Protestan, Budha, dan Hindu.
9
Tabel 2.3 Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Kecamatan
Jatilawang Tahun 2017
No Tingkat Pendidikan Jumlah penduduk
1 Tidak/Belum tamat SD 14.937
2 SD/MI 23.473
3 SLTP/MTS 7.051
4 SLTA/MA 7.952
5 Akademi/Universitas 664
Sumber: Kecamatan Jatilawang dalam Angka Tahun 2017
10
b. Sumber daya puskesmas
1) Sarana dan prasarana
a) Puskesmas pembantu : 2 buah
b) PKD : 19 buah
c) Posyandu : 95 buah
2) Sumber dana
a) Dana dari pemerintah daerah : APBD I dan II
b) Bantuan operasional kesehatan : BOK
c. Ketenagaan
Jumlah tenaga kesehatan pada Puskesmas Jatilawang pada
tahun 2017 berjumlah 68 orang dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2.4 Jenis Ketenagaan di Puskesmas Jatilawang Tahun 2017
No Jenis Ketenagaan Jumlah (orang)
I Puskesmas Induk
1 Kepala Puskesmas 1
2 Kasubag TU 1
3 Dokter 3
4 Dokter gigi 1
5 Ahli gizi 1
6 Petugas Promkes 1
7 Apoteker 1
8 Asisten Apoteker 1
9 Perawat 13
10 Perawat Gigi 1
11 Bidan 5
12 Petugas Kesehatan 2
Lingkungan
13 Analis Kesehatan 1
14 Pranata Lab 1
15 Pengadministrasi Umum 11
16 Pengadministrasi 1
Keuangan/Akuntan
17 Tenaga Kebersihan 2
18 Tenaga Pengemudi 2
II Puskesmas Pembantu
1 Bidan 2
2 Perawat 0
3 Tenaga Administrasi 0
III Bidan di Desa
1 Bidan Desa 17
11
B. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat
Permasalahan kesehatan yang ada di kecamatan Jatilawang dapat
dilihat dari terpenuhi atau tidaknya target dari setiap program yang mengacu
pada Indikator Indonesia Sehat (IIS) tahun 2010.
1. Angka kematian (mortalitas)
Angka kematian bayi baru lahir berdasarkan laporan kegiatan
program KIA selama tahun 2017 tercatat 2 kematian bayi dari 1.158
kelahiran hidup. Apabila dibandingkan dengan IIS tahun 2010 (40 per
1000 kelahiran hidup) terhitung masih rendah. Angka kematian ibu
maternal atau melahirkan pada tahun 2017 terdapat 1 kematian ibu hamil,
namun tidak ditemukan kematian ibu bersalin ataupun kematian ibu nifas.
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 86,65 per 100.000 kelahiran hidup.
Apabila dibandingkan dengan IIS tahun 2010 (AKI 150 per 100.000
kelahira hidup) maka AKI di kecamatan Jatilawang di bawah IIS.
2. Angka Kesakitan (morbiditas)
Angka kesakitan pada penyakit tidak menular yang diamati dan
dicatat selama tahun 2017 terdiri dari hipertensi (2.633 kasus), kanker
serviks (0 kasus), kanker payudara (0 kasus), Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) (287 kasus), Acute Myocard Infark (AMI) (0
kasus), decompensatio cordis (7 kasus), stroke non haemorrhagic (476
kasus), PPOK (58 kasus), dan asma bronkial (59 kasus).
3. Status Gizi Bayi dan Balita
Pada tahun 2017 berdasarkan hasil kegiatan program gizi, tercatat
43 bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dari 1.105 bayi lahir
hidup atau sebesar 3,9%. Desa dengan BBLR tertinggi adalah Desa Bantar
(8 bayi), Desa Kedungwringin (7 bayi), dan Desa Pekuncen (7 bayi) dari
seluruh bayi BBLR di Kecamatan Jatilawang. Selama tahun 2017 tercatat
4.416 balita dan yang ditimbang sebanyak 3.602 balita atau sebesar 81,6%
maka sudah melebihi target IIS tahun 2010 sebesar 80%. Balita bawah
garis merah (BGM) ditemukan sebanyak 35 balita atau sebesar 1% dari
seluruh balita yang ditimbang, berarti sudah di bawah target IIS tahun
2010 yaitu <15%.
12
4. Kesehatan Lingkungan
Berdasarkan hasil kegiatan pendataan sanitasi dasar tahun 2017
tercatat jmlah rumah sehati di Kecamatan Jatilawang sebanyak 15.602 atau
sebesar 89,73% dari 17.388 rumah yang diperiksa. Angka ini sudah
melampaui target IIS tahun 2010 sebesar 65% untuk kategori rumah sehat
pedesaan. Jamban sehat pada Kecataman Jatilawang tahun 2017 sudah
mencapai 91,22%.
5. Posyandu
Kecamatan Jatilawang terdapat 104 posyandu yang terdiri dari:
a. Posyandu pratama 14,4% (15 buah)
b. Posyandu madya 12,50% (13 buah)
c. Posyandu purnama 43,27% (45 buah)
d. Posyandu mandiri 29,81% (31 buah)
Angka posyandu aktif (posyandu strata purnama dan mandiri) Kecamatan
Jatilawang sebesar 73,08%. Hal ini berarti sudah di atas target IIS tahun
2010 di mana persentase posyandu purnama dan mandiri 40%.
Pencapaian cakupan yang belum sesuai dengan Indikator Indonesia
Sehat (IIS) tahun 2010, antara lain sebagai berikut:
1. Peserta KB aktif
Pelayanan Keluarga Berencana (KB) pada tahun 2017 tercatat
9.949 peserta KB aktif dari 12.840 pasangan usia subur atau sebesar
77,5%. Apabila dibandingkan dengan target IIS tahun 2010 sebesar 80%
maka angka peserta KB aktif belum memenuhi target.
2. Pelayanan kesehatan usila (>60 tahun)
3. Murid SD/MI mendapat perawatan (UKGS)
4. TPM Sehat
13
III. ANALISIS POTENSI DAN IDENTIFIKASI ISU STRATEGIS
1. Input
a. Man (Sumber Daya Manusia)
Berdasarkan data sekunder dari Puskesmas Jatilawang tahun 2017
didapatkan jumlah tenaga kesehatan sebagai berikut:
1) Dokter umum
Dokter umum yang ada di Puskesmas Jatilawang berjumlah 4 orang.
Menurut standar Indikator Indonesia Sehat (IIS) tahun 2010 rasio
tenaga medis per 100.000 penduduk adalah 40 tenaga medis, sehingga
jumlah tenaga medis masih kurang.
2) Dokter gigi
Dokter gigi di Puskesmas Jatilawang ada 1 orang. Standar IIS 2010,
11 per 100.000 penduduk, maka jumlah dokter gigi masih kurang.
3) Perawat
Tenaga perawat kesehatan yang ada di Puskesmas Jatilawang
sebanyak 13 orang dan perawat gigi 1 orang. Standar IIS tahun 2010
adalah 117,5 per 100.000 penduduk, oleh karena itu jumlah perawat
belum sesuai standar.
4) Bidan
Tenaga Kebidanan jumlahnya 24 orang. Standar IIS 2010
menyebutkan jumlah tenaga bidan 100 per 100.000, dengan demikian
jumlah bidan di wilayah Puskesmas Jatilawang masih kurang.
5) Farmasi
Tenaga farmasi di Puskesmas Jatilawang ada 1 orang. Menurut
standar Indikator Indonesia Sehat (IIS) tahun 2010, rasio apoteker per
100.000 penduduk adalah 10, dengan demikian jumlah tenaga farmasi
di wilayah Puskesmas Jatilawang juga masih kurang.
6) Ahli gizi
Tenaga Gizi di Puskesmas Jatilawang jumlahnya 1 orang. Standar IIS
2010 menyatakan 22 per 100.000 penduduk, dengan demikian jumlah
tenaga gizi di wilayah Puskesmas Jatilawang masih kurang.
14
Program pengelolaan anemia pada ibu hamil Puskesmas Jatilawang
memiliki 1 orang penanggung jawab yang merupakan koordinator
penyelenggaraan program serta pelaksana program yaitu Ibu Wiwin,
AMG yang memiliki latar belakang pendidikan Ahli Madya Gizi.
7) Sanitasi
Tenaga Kesehatan Lingkungan ada 2 orang. Sesuai standar IIS tahun
2010, jumlah kebutuhan tenaga kesehatan 40 per 100.000 penduduk.
Oleh karena itu, jumlah tenaga kesehatan lingkungan di wilayah
Puskesmas Jatilawang masih belum mencukupi.
8) Promosi Kesehatan
Tenaga Promosi Kesehatan dari bidang kesehatan masyarakat
berjumlah 1 orang. Standar IIS tahun 2010 menyebutkan 40 per
100.000 penduduk, sehingga jumlah tenaga kesehatan lingkungan di
wilayah Puskesmas Jatilawang masih kurang.
b. Money
Sumber pembiayaan Puskesmas Jatilawang yakni dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK), dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang
terdiri atas retribusi umum, klaim dan kapitasi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS), serta klaim Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Program pengelolaan anemia pada ibu hamil Puskesmas Jatilawang
memiliki sumber pembiayaan dari BOK untuk Pemberian suplementasi
besi pada ibu hamil dengan kadar Hb <11 gr/dl dan dana BLUD untuk
pemeriksaan ibu hamil oleh bidan dan kegiatan konseling gizi.
c. Material
Pelaksanaan pengelolaan anemia pada ibu hamil memiliki sarana
dan prasarana yang dibutuhkan seperti pengukuran Hb di Laboratorium
menggunakan Hb sahli atau fotometri. Puskesmas Jatilawang, meja,
kursi, alat tulis, buku catatan kegiatan, alat peraga untuk edukasi
makanan bergizi, pentingnya patuh minum suplementasi besi.
15
d. Method
Program pengelolaan anemia pada ibu hamil di Puskesmas
Jatilawang merupakan lintas program yang bekerjasama dengan KIA dan
laboratorium. Kegiatannya meliputi pemeriksaan ibu hamil oleh bidan,
periksa Hb di Laboratorium, konseling gizi, pemberian suplementasi
besi, pencatatan ibu hamil dengan anemia untuk dilaporkan ke bidan
desa. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan
melaporkan ke koordinator program dan kepala puskesmas setiap bulan.
Kemudian pencatatan dan pelaporan program gizi Puskesmas Jatilawang
dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas.
e. Minute
Program pengelolaan anemia pada ibu hamil di Puskesmas
Jatilawang meliputi pemeriksaan ibu hamil oleh bidan, periksa Hb di
Laboratorium, konseling gizi, pencatatan ibu hamil dengan anemia untuk
dilaporkan ke bidan desa lalu bidan Desa memantau dan mencatat
perkembangan ibu hamil tersebut yang dilakukan setiap 1 bulan sekali.
Kegiatan pemberian suplementasi besi juga diberikan dalam waktu 1
bulan sekali selama 3 bulan. Pemberian suplementasi besi diberikan oleh
Ahli gizi di Puskesmas.
f. Market
Program pengelolaan anemia pada ibu hamil di Puskesmas
Jatilawang memiliki sasaran yaitu ibu hamil dengan Hb < 11 gr/dl. Ibu
hamil dengan anemia di wilayah Puskesmas Jatilawang pada Mei tahun
2018 sebanyak 77 orang, yang terdiri dari Desa Gunung Wetan 2 orang,
Pekuncen 10 orang, Karanglewas 1 orang, Karanganyar 8 orang,
Margasana 1 orang, Adisara 4 orang, Kedungwringin 6 orang, Bantar 7
orang, Tinggarjaya 7 orang, Tunjung 14 orang, dan Gentawangi 17
orang.
2. Proses
a. Perencanaan (P1)
Pada Peraturan Pemerintah nomor 88 tahun 2014 tentang Standar
tablet tambah darah bagi wanita subur dan ibu hamil pasal 4 ayat 1
16
menyatakan bahwa pembinaan terhadap standar tablet tambah darah bagi
wanita usia subur dan ibu hamil dilaksanakan oleh Menteri, kepala
dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing secara terpadu.
Tahap perencanaan atau penyusunan program penanggulangan ibu
hamil dengan anemia di Puskesmas Jatilawang adalah melalui rapat
perencanaan program yang mengacu kepada Dinkes Kabupaten, Dinkes
Jateng, dan Menteri Kesehatan sebagai dasar untuk menjalankan
program tersebut yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
b. Pelaksanaan dan Pengorganisasian (P2)
Tahap pengorganisasian program pengelolaan anemia pada ibu
hamil di Puskesmas Jatilawang pada tahun 2017 terdiri dari:
1) Petugas melakukan koordinasi lintas program seperti kerja sama
dengan bidang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), petugas
laboratorium, dan bidan-bidan desa.
2) Petugas menyusun kesepakatan tentang program pengelolaan ibu
hamil dengan anemia.
3) Petugas mempertimbangkan jumlah tenaga, dan sarana prasarana
yang dibutuhkan.
Tahap pelaksanaan program pengelolaan anemia pada ibu hamil di
Puskesmas Jatilawang pada tahun 2017 terdiri dari:
1) Bidan desa merujuk ke bagian KIA Puskesmas untuk melakukan
Antenatal Care (ANC)
2) Petugas Laboratorium memeriksa kadar Hb ibu hamil.
3) Petugas gizi melakukan konseling gizi dan pemberian suplementasi
besi pada ibu hamil dengan anemia.
4) Petugas gizi melaporkan hasil kegiatan ke kepala puskesmas dan
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas.
c. Pengawasan, Pengendalian, dan Penilaian (P3)
Tahap pengawasan program pengelolaan anemia pada ibu hamil di
Puskesmas Jatilawang dilakukan oleh penanggung jawab dan pelaksana
kegiatan. Pengawasan anemia pada ibu hamil meliputi pengawasan pada
17
jumlah ibu hamil dengan anemia, angka kunjungan ibu hamil dengan
anemia dan jumlah ibu hamil dengan anemia yang mendapat suplemen
besi. Selama proses kegiatan penanggulangan anemia, sistem
pelaporannya dilakukan setiap bulan oleh bagian gizi. Setiap bidan desa
melaporkan jumlah ibu hamil dengan anemia setiap minggu kepada
bagian gizi, lalu gizi membuat rekapitulasinya pada akhir bulan
kemudian hasilnya dilaporkan kepada kepala puskesmas dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Banyumas.
3. Output
Output program pengelolaan anemia pada ibu hamil di Puskesmas
Jatilawang dinilai dari data laporan kejadian anemia pada ibu hamil.
Berdasarkan laporan data di Puskesmas Jatilawang tahun 2018 Bulan
Januari sampai dengan Mei dari 541 ibu hamil terdapat 225 ibu hamil
dengan anemia dan sudah mendapatkan suplemen besi. Sasaran ibu
hamil tahun 2017 sebanyak 1200 orang namun hanya 1184 orang yang
diperiksa kadar Hb nya dan 869 orang di antaranya menderita anemia
atau sekitar 73.3%. Pada wilayah kerja Puskesmas Jatilawang tahun
2017 kasus anemia pada ibu hamil sebesar 73.3% dimana belum
mencapai target Dinkes Jateng yaitu sebesar <40%.
4. Outcome
Dampak program yang diharapkan adalah menurunnya angka
kematian ibu dan angka bayi dengan kelahiran prematur akibat anemia
pada ibu hamil di Puskesmas Jatilawang.
B. Identifikasi Isu Strategis (Analisis SWOT)
Analisis masalah pada program kesehatan puskesmas dilakukan
berdasarkan pendekatan sistem. Sistem terdiri dari input (masukan), proses
dan output (luaran). Analisis masalah pada program kesehatan puskesmas
dilakukan dengan mengetahui masalah pada output kemudian dilakukan
analisis penyebab masalah pada input dan proses program kesehatan
puskesmas tersebut.
1. Strength
a. Input
18
1) Man
Program pengelolaan anemia pada ibu hamil merupakan
lintas program dimana bekerja sama dengan tenaga kesehatan
lainnya yang meliputi ahli gizi, bidan puskesmas, petugas
laboratorium, bidan desa yang memiliki kompetensi melakukan
pemeriksaan, penatalaksanaan, dan edukasi dalam penanganan
terhadap ibu hamil dengan anemia. Jumlah ahli gizi yang mampu
melakukan konseling gizi yaitu terdapat 2, bidan puskesmas
terdapat 5, petugas laboratorium terdapat 2, dan 17 bidan desa
sangat cukup untuk melakukan kegiatan penganggulangan ibu
hamil dengan anemia. Selain itu, Penanggung jawab program
pengelolaan anemia pada ibu hamil Puskesmas Jatilawang
memiliki latar belakang pendidikan Ahli Madya Gizi yang
memiliki kompetensi dalam mengelola program pengelolaan
anemia.
2) Material
Puskesmas Jatilawang memiliki sarana seperti KIA, unit
farmasi, unit laboratorium serta klinik gizi untuk melaksanakan
pemeriksaan, penatalaksanaan, asuhan nutrisi pada ibu hamil
dengan anemia. Puskesmas Jatilawang memiliki ruangan yang
cukup untuk melakukan pemeriksaan, penatalaksanaan dan
edukasi pada ibu hamil dengan anemia. Puskesmas Jatilawang
juga memiliki alat-alat yang cukup memadai untuk melakukan
pemeriksaan ibu hamil dengan anemia seperti adanya pengadaan
buku KIA untuk memantau kesehatan ibu hamil, alat peraga
untuk edukasi makanan bergizi, alat laboratorium untuk periksa
Hb menggunakan metode Hb sahli atau fotometri.
3) Method
Pelaksanaan pengelolaan anemia pada ibu hamil sudah cukup
baik dengan susunan kegiatan berupa pemeriksaan ibu hamil oleh
bidan, periksa Hb di Laboratorium, konseling gizi, pemberian
suplementasi besi, pencatatan ibu hamil dengan anemia untuk
19
dilaporkan ke bidan desa. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan
dilakukan dengan melaporkan ke koordinator program dan
kepala puskesmas setiap bulan.
4) Minute
Waktu pelaksanaan program pengelolaan anemia pada ibu hamil
di Puskesmas Jatilawang mengikuti jadwal puskesmas yaitu hari
senin-sabtu dikarenakan pemeriksaan kadar Hb hanya dapat
dilakukan di Puskesmas. Kegiatan pemberian suplementasi besi
juga diberikan dalam waktu 3 bulan sekali. Untuk pemantauan
ibu hamil dengan anemia yang dilakukan oleh Bidan Desa setiap
1 bulan sekali.
b. Proses
Pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan penangulangan anemia
pada ibu hamil sudah bekerja sama dengan sector lain seperti bidang
KIA, petugas laboratorium, bidan-bidan desa, maupun dengan dinas
kesehatan sehingga dapat menunjang kegiatan berjalan dengan baik.
Perencanaan dan Pengorganisasian dalam penanggulangan anemia
pada ibu hamil sudah cukup baik dimana telah direncanakan dan
dipersiapkan sudah cukup matang dan baik sebelum pelaksanaannya.
2. Weakness
a. Input
1) Market
Sasaran pemantauan evaluasi anemia pada ibu hamil di seluruh
desa Jatilawang sering lost follow up oleh pihak Puskesmas
sehingga penanggulangan anemia pada ibu hamil belum bisa
tertangani dengan baik. Hal ini menyebabkan angka kejadian
anemia pada ibu hamil belum mencapai target yang diharapkan.
2) Material
Alat yang digunakan untuk mengukur Hb yaitu Hb Sahli dan
Fotometri dimana alat tersebut bukan merupakan standar WHO
sehingga kesalahan pada alat tersebut lebih besar. Kesalahan Hb
sahli sekitar 15 % sedangkan fotometri sebesar 5-10%.
20
b. Proses
Pada proses pelaksanaan kegiatan pemberian suplemen besi
untuk ibu hamil dengan anemia sudah berjalan dengan baik dengan
diberikan selama 3 bulan namun angka kejadian anemia pada ibu
hamil masih meningkat karena suplemen besi yang diberikan selama
3 bulan pada ibu hamil tidak selalu diminum setiap harinya.
Pemantauan perkembangan ibu hamil dengan anemia belum
sepenuhnya terlaksana dengan baik karena ibu hamil yang sudah
terdiagnosis anemia dan sudah mendapat suplemen besi, tidak semua
ibu hamil tersebut diperiksa kembali kadar Hb nya pada bulan-bulan
berikutnya. Evaluasi rutin tentang program penanggulangan anemia
maupun kejadian anemia setiap tahunnya juga belum berjalan di
Puskesmas Jatilawang. Pelaporan hasil evaluasi rutin kadar Hb tidak
sepenuhnya dilaporkan oleh bidan desa kepada pihak ahli gizi
Puskesmas sehingga Ahli gizi tidak mengetahui perkembangan ibu
hamil dengan anemia apakah masih anemia atau tidak.
3. Opportunity
a. Pembiayaan untuk program pengelolaan anemia pada ibu hamil
Puskesmas Jatilawang berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD), Bantuan Operasional Kesehatan (BOK),
dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Program pengelolaan
anemia pada ibu hamil Puskesmas Jatilawang memiliki sumber
pembiayaan dari BOK untuk Pemberian suplementasi besi pada ibu
hamil dengan kadar Hb <11 gr/dl dan dana BLUD untuk
pemeriksaan ibu hamil oleh bidan dan kegiatan konseling gizi.
b. Patuhnya ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan pada antenatal
care (ANC) baik di bidan desa maupun di puskesmas.
c. Dukungan dari setiap desa untuk menyediakan tempat bagi kegiatan
ibu hamil (kelas ibu hamil dan penyuluhan).
d. Antusiasme ibu hamil dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh
Puskesmas Jatilawang.
21
e. Adanya kelas ibu hamil yang diselenggarakan setiap bulan oleh
bidan desa dan puskesmas.
4. Threat
a. Kurangnya kepatuhan ibu hamil dengan anemia dalam mengonsumsi
suplemen besi yang sudah diberikan.
b. Pola makan ibu hamil yang kurang memenuhi protein.
c. Adanya mitos yang masih dipercayai oleh masyarakat setempat jika
ibu hamil tidak boleh makan makanan yang amis.
d. Kurangnya pengetahuan masyarakat khususnya ibu hamil dan calon
ibu hamil/wanita usia subur tentang asupan makanan bergizi sebelum
dan saat hamil.
a. Kurangnya peran dan dukungan keluarga maupun masyarakat dalam
mengawasi ibu hamil di lingkungannya.
22
IV. PEMBAHASAN ISU STRATEGIS DAN ALTERNATIF
PEMECAHAN MASALAH
23
Jatilawang pendataan monitoring ibu hamil dengan anemia belum berjalan
maksimal. Hal ini sangat penting karena dengan data yang lengkap, analisis
penyebab permasalahan dapat dilakukan dengan maksimal. Pengawasan dan
pelaporan masyarakat tentang adanya ibu hamil juga sangat penting untuk
melengkapi data. Alat yang digunakan untuk mengukur Hb yaitu Hb Sahli
dan Fotometri dimana alat tersebut bukan merupakan standar WHO sehingga
kesalahan pada alat tersebut dalam menginterpretasikan lebih besar.
Patuhnya ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan pada antenatal
care (ANC) baik di bidan desa maupun di puskesmas.Dukungan dari setiap
desa untuk menyediakan tempat bagi kegiatan ibu hamil (kelas ibu hamil dan
penyuluhan) mendukung program dapat berjalan dengan baik.
Kurangnya kepatuhan ibu hamil dengan anemia dalam mengonsumsi
suplemen besi yang sudah diberikan. Pola makan ibu hamil yang kurang
memenuhi protein. Adanya mitos yang masih dipercayai oleh masyarakat
setempat jika ibu hamil tidak boleh makan makanan yang amis. Hal ini
dikarenakan kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang makanan bergizi yang
dikonsumsi pada ibu hamil.
B. Alternatif Pemecahan Masalah
1. Melakukan pemantauan perkembangan ibu hamil dengan anemia yang
lebih komprehensif sehingga pendataannya lengkap dan mudah dianalisis.
2. Pengadaan suplemen besi dapat mencukupi untuk ibu hamil dan remaja
putri.
3. Meningkatkan kerjasama antara bidan desa dan puskesmas lebih terarah
dan terpadu sehingga dapat memantau ibu hamil dengan anemia.
4. Melakukan evaluasi program penanggulangan ibu hamil dengan anemia
secara periodik.
5. Memberikan edukasi kepada ibu hamil dengan anemia beserta suami
maupun keluarganya tentang pentingnya makanan bergizi dan suplemen
besi pada ibu hamil dengan anemia.
6. Melibatkan ahli gizi dalam kelas ibu hamil.
24
7. Melakukan edukasi tentang pentingnya asupan makanan bergizi sebelum
dan saat hamil pada ibu hamil ataupun calon ibu hamil/wanita usia subur
yang dapat dilakukan dalam konseling calon pengantin.
8. Menguji validitas alat yang digunakan untuk mengukur Hb.
25
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Ketidakcapaian program Kesehatan Ibu dan Anak serta Gizi dalam
penanganan terhadap ibu hamil dengan anemia berdasarkan angka
kejadian ibu hamil dengan anemia sebesar 73.3% pada tahun 2017.
2. Belum tercapainya target program penanggulangan ibu hamil dengan
anemia di Puskesmas Jatilawang karena beberapa faktor, yaitu:
a. Kurangnya pengetahuan masyarakat khususnya ibu hamil dan calon
ibu hamil/wanita usia subur tentang asupan makanan bergizi sebelum
dan saat hamil.
b. Ketidakdisiplinan ibu hamil dengan anemia dalam mengonsumsi
makanan yang bergizi dan suplemen besi.
c. Adanya mitos yang masih dipercayai oleh masyarakat setempat jika
ibu hamil tidak boleh makan makanan yang amis.
d. Kurangnya peran dan dukungan keluarga maupun masyarakat dalam
mengawasi ibu hamil di lingkungannya.
e. Kurangnya monitoring dan evaluasi ibu hamil dengan anemia sesudah
pemberian suplemen besi.
B. Saran
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya ibu hamil dan calon
ibu hamil/wanita usia subur tentang asupan makanan bergizi sebelum dan
saat hamil dengan melakukan penyuluhan atau konseling yang inovatif dan
menarik dalam kelas calon pengantin atau kegiatan lainnya.
2. Meningkatkan kesadaran ibu hamil untuk mengonsumi makanan yang
bergizi kaya protein dan suplemen besi
3. Melakukan monitoring secara komprehensif pada ibu hamil dengan
anemia
4. Melakukan evaluasi rutin terhadap program penanggulangan ibu hamil
dengan anemia
26
5. Meningkatkan kerjasama antara bidan desa dan puskesmas lebih terarah
dan terpadu sehingga dapat memantau ibu hamil dengan anemia.
6. Melibatkan ahli gizi dalam kelas ibu hamil.
7. Menguji validitas alat yang digunakan untuk mengukur Hb.
27
DAFTAR PUSTAKA
28