Anda di halaman 1dari 82

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS KEPANITERAAN

KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN


ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN


THALASSEMIA DI PUSKESMAS KEMRANJEN I

Pembimbing Fakultas : dr. Joko Mulyanto, M.Sc, PhD


Pembimbing Lapangan : dr. Dri Kusrini

Disusun Oleh :

Indinintias Winura Putri G4A021058


Refisthia Ayu Erwanda Putri G4A021065

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2022
LEMMBAR PENGESAHAN
LAPORAN COMMUNITY ANALYSIS KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU
KEDOKTERAN KOMUNITAS

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN


THALASSEMIA DI PUSKESMAS KEMRANJEN I

Disusun Oleh :

Indinintias Winura Putri G4A021058


Disusun dan diajukan dalam
Refisthia Ayu Erwanda Putri G4A021065
rangka memenuhi
persyaratan untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu
Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Jurusan Kedokteran
Umum Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Telah diperiksa, disetujui dan disahkan:


Pada tanggal, Juni 2022

Pembimbing Lapangan Pembimbing Fakultas

dr. Dri Kusrini dr. Joko Mulyanto, M.Sc, PhD


NIP.19720112.200212.1.004 NIP. 19790502.200312.1.001
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Thalassemia merupakan gangguan sintesis hemoblobin (Hb), terutama

pada rantai globin. Penyakit thalassemia merupakan penyakit genetik yang

memiliki jenis dan frekuensi terbanyak di dunia. Thalassemia memiliki

manifestasi klinis yang bervariasi mulai dari asimtomatik hingga bergejala

berat. Berdasarkan data dunia terdapat 7% populasi dunia yang merupakan

pembawa sifat thalassemia. Setidaknya terdapat 300.000-500.000 bayi baru

lahir yang disertai kelainan hemoblobin berat, 50.000-100.000 anak meninggal

akibat talasemia β dan 80% dari angka tersebut berasal dari negara bekembang

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

Indonesia termasuk negara dalam sabuk thalassemia dunia, yaitu negara

dengan frekuensi gen pembawa thalassemia yang tinggi. Hal ini dapat dilihat

dari hasil penelitian epidemiologi di Indoensia yang menunjukkan bahwa

frekuensi gen thalassemia β berkisar 3-10%. Pada tahun 2019 terdapat 10.531

pasien thalassemia di Indonesia dan diperkirakan 2.500 bayi baru lahir dengan

thalassemia setiap tahunnya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2019). Di Kecamatan Kemranjen didapati 7 kasus thalassemia (Laporan PTM

di Puskesmas Kabupaten Banyumas).


Gambar 1.1. Distribusi thalassemia mayor di Indonesia (sumber: Data Unit Koordinasi
Hematologi Onkologi Anak Indonesia 2014)

Terdapat 7.670 pasien dengan thalassemia mayor di seluruh Indonesia,

jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan jumlah

sebenarnya. Hal ini dapat diesebabkan karena jenis mutsi gen thalassemia di

Indonesia dangat beragam mulai dari asimtomatis hingga berat, ataupun

dikarenakan kurangnya pengetahuan tenaga kesehatan maupun fasilitas

laboratoriun diagnositik, sehingga thalassemia tidak terdeteksi.

Thalassemia merupakan penyakit yang pengobatannya belum sampai

tahap penyembuhan, dan bersifat simtomatik berupa tranfusi darah terus

menerus seumur hidup. Selain pengobatan yang berjalan terus menerus seumur

hidup biaya yang dibutuhkan juga besar. Jika dibandingkan dengan biaya untuk

skrining, maka biaya pengobatan thalassemia setara dengan screening pada

750 orang. Oleh karena itu, peneliti melaksanakan penelitian di wilayah kerja

Puskesmas Kemranjen 1 untuk mengetahui pengaruh tingkat pengetahuan

mengenai thalassemia dengan angka kejadian thalassemia di wilayah kerja


Puskemas Kemrajen 1 serta melaksanakan tindak lenjut berupa pencegahan

primer.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Melakukan analisis kesehatan komunitas (community health analysis) di

wilayah kerja Puskesmas Kemranjen 1 Kabupaten Banyumas

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui angka kejadian thalassemia di wilayah kerja Puskesmas

Kemranjen 1.

b. Mengetahui tingkat pengetahuan mengenai thalassemia di wilayah

kerja Puskesmas Kemranjen 1.

c. Mencari alternatif pemecahan masalah thalassemia di wilayah kerja

Puskesmas Kemranjen 1.

C. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah ilmu pengetahuan di bidang promosi kesehatan terutama

mengenai penyakit thalassemia.

b. Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang

permasalah kesehatan yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas

Kemranjen 1.
3. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kesehatan (promotif, preventif, dan

rehabilitatif) kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan

thalassemia.

b. Bagi Puskemas

Mambantu program terkait, sehingga dapat digunakan sebagai bahan

pertimbahan menentukan kebijakan yang harus diambil unutk

menyelesaikan masalah.

c. Bagi Mahasiswa

Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah

kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Kemranjen 1.


II. ANALISIS SITUASI

A. Gambaran Umum Puskesmas Kemranjen 1

Puskesmas Kemranjen I merupakan salah satu bagian dari wilayah

Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas Propinsi Jawa Tengah, dengan

luas wilayah total ± 3.571,283 Ha. Wilayah kerja Puskesmas Kemranjen I

terdiri dari 8 desa binaan:

1. Desa Sibalung : ± 452,223 Ha (6.488 jiwa)

2. Deesa Kecila : ± 417,517 Ha (6.845 jiwa)

3. Desa Kedungpring : ± 272,672 Ha (3.532 jiwa)

4. Desa Sibrama : ± 278,421 Ha (3.161 jiwa)

5. Desa Karangjati : ± 172,324 Ha (2.002 jiwa)

6. Desa Petarangan : ± 603,601 Ha (6.035 jiwa)

7. Desa Karanggintung : ± 480,725 Ha (3.985 jiwa)

8. Desa Karangsalam : ± 893,800 Ha (6.075 jiwa)

Batas Wilayah Kerja Puskesmas Meliputi:

1. Utara : Kec. Somagede Kab. Banyumas

2. Selatan : Kec. Nusawunggu Kab. Cilacap

3. Barat : Kec. Kebasen Kab. Banyumas

4. Timur : Kec. Sumpiuh Kab. Banyumas


Gambar 2.1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Kemranjen 1
Desa binaan dalam wilayah kerja Puskesmas Kemranjen 1 memiliki luas

total sebesar ± 3.571,283 Ha. Desa terluas diwilayah kerja Puskesmas

Kemranjen 1 adalah Desa Karangsalam, sedangkan desa terkecil adalah Desa

Karangjati. Desa yang memiliki kepadatan penduduk terbanyak adalah Desa

Kecila sebesar 1.358,75 per km2.

Topografi wilayah kerja Puskesmas KEmranjen 1 sekitar 40%

merupakan daerah dataran tinggi/pegunungan.

Transportasi dan komunikasi:

1. Jarak Puskesmas ke Kapupaten : 100% aspal ± 32 km

2. Jarak Puskesmas ke Desa : 0.5 km s.d. 7 km

3. Jarak Puskesmas ke Desa (8 Desa) : dapat dijangkau kendaraan

roda dua/mobil
4. Komunikasi berita : Kantor Pos, Telephone

Radio, Telepon

Genggam/seluler, Televisi

dan Surat Kabar

B. Keadaan Demografi Kecamatan Kemranjen

1. Jumlah Penduduk

Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

Kabupaten Banyumas, jumlah penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas

Kemranjen 1 sebanyak 38.123 jiwa, terdiri dari 19.161 jiwa laki-laki

(50,26%) dan 18.962 jiwa perempuan (49,74%). Jumlah penduduk

terbesar adalah Desa Kecila sebanyak 6.845 jiwa dan desa yang terendah

adalah Desa Karangjati sebanyak 2.002 jiwa.

2. Jumlah Penduduk menurut Golongan Umur

Jumlah penduduk menurut golongan umur di wilayah kerja

Puskesmas Kemranjen 1 Kabupaten Banyumas 2021 dapat dilihat pada

tabel berikut :
Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kemranjen 1 Tahun 2021. Sumber: Kantor Statistik
Kabupaten/Kota tahun 2021 dan bidan desa (8 desa wilayah Puskesmas
Kemranjen I)
Kelompok Jumlah Penduduk
No Umur
(Tahun) Laki-laki Perempuan L+P Presentase

1 2 3 4 5 6
1 0-4 1.235 1.257 2.652 98,2
2 5-9 1.672 1.555 2.233 107,5
3 10 - 14 1.365 1.283 2.647 106,4
4 15 - 19 1.445 1.391 2.836 103,9
5 20 - 24 1.411 1.224 2.635 115,3
6 25 - 29 1.424 1.490 2.914 95,6
7 30 - 34 1.337 1.282 2.619 104,3
8 35 - 39 1.454 1.416 2.870 102,7
9 40 - 44 1.375 1.374 2.749 100,1
10 45 - 49 1.278 1.327 2.605 96,3
11 50 - 54 1.241 1.326 2.567 93,6
12 55 - 59 1.109 1.205 2.314 92,0
13 60 - 64 902 887 1.829 101,7
14 65 - 69 755 717 1.492 105,3
15 70 - 74 409 407 996 100,5
16 75+ 749 821 1.570 91,2
Jumlah 19.161 18.962 38.123 101,0

Tabel diata menunjukkan bahwa penduduk berjenis kelamin laki-

laki lebih tinggi, sebesar 19.161 jiwa atau 50,26%.


Gambar 2.2. Jumlah penduduk Menurut Golongan Umur di Wilayah
Kerja Puskesmas Kemranjen 1 Tahun 2021

3. Kepadatan Penduduk

Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kemranjen 1 untuk tahun

2021 belum menyebar dan merata. Pada umumnya penduduk banyak

menumpuk di daerah perkotaan dan didataran rendah. Rata-rata kepadatan

penduduk di Kecamatan Kemranjen 1 sebesar 10,8 jiwa setiap kilometer

persegi. Desa kepadatan terendah adalah Desa Sibalung dengan tingkat

kepadatan sebesar 16,1 setiap kilometer persegi, sedangkan kepadatan

tertinggi pada Desa Karangsalam sebesar 623 setiap kilometer persegi

dikarenakan desa terluas serta daerahnya pegunungan.

C. Keadaan Sosial Ekonomi

1. Tingkat Pendidikan

Berdasarkan data Kemranjen dalam Angka tahun 2021

menunjukkan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan usia 15 tahun

keatas yang melek huruf sebesar22.366 (47,8%), tidak memiliki ijazah SD

sebesar 4..719 (15,7%), tamat SD/MI sebesar 5.832 (19,4%), tamat

SLTP/MTS sederajat sebesar 7.073 (26,6%), tamat SMU/SMK sebesar


6..293 (21,0%), tamat sekolah menengah kejuruan 2.838 (9,5%), tamat

diploma I/diploma II 528 (1,8%), tamat Akademi/Diploma sebesar 275

(0,9%), tamat S1/Diploma IV 604 (2,0%) dan tamat S2/S3

(Master/Doktor) 158 (0,5%).

Laki-laki
PENDUDUK BERUMUR >15
137 296 TAHUN
289
PENDUDUK >15 YANG
84
3,548 3,207 1,512 MELEK HURUF
2,834 TIDAK MEMILIKI IJAZAH SD
15,039

11,340 SD/MI

2,372
SMP/ MTs

SMA/ MA

SEKOLAH MENENGAH
KEJURUAN

138 Perempuan
1.326 308 PENDUDUK BERUMUR
3.086 >15 TAHUN
PENDUDUK >15 YANG
MELEK HURUF
3.525 14.957 TIDAK MEMILIKI IJAZAH
SD
2.998
SD/MI

2.347 SMP/ MTs


11.026
SMA/ MA

Gambar 2.3. Jumlah Penduduk Laki-Laki dan Perempuan Usia 15 Tahun


ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Tahun 2021
Dilihat dari gambar di atas menunjukkan bahwa tingkat Pendidikan

di Kecamatan Kemranjen tergolong rendah dimana 30.42% (9.593 jiwa)

dari jenjang Pendidikan formal yang ditempuh. Rendahnya tingkat

pendidikan disebabkan karena sosial ekonomi masyarakat yang rendah.

2. Mata Pencaharian Penduduk

Berdasarkan data Kecamatan Kemranjen dalam Angka tahun 2021

mata pencaharian penduduk di wilayah kerja Puskesmas Kemranjen 1

terdiri dari :

a. Petani : 31,54%

b. Buruh Tani : 23,96%

c. Nelayan : 0,04%

d. Pengusaha : 1,66%

e. Buruh Industri : 3,39%

f. Buruh Bangunan : 4,67%

g. Pedagang : 6,63%

h. PNS / TNI / POLRI : 2,76%

i. Jasa Angkutan : 1,16%

j. Pensiunan : 1,26%

k. Lain-lain : 22,84

Mata pencaharian penduduk masih didominasi oleh kaum petani dan

kaum buruh tani yaitu sebesar 55,5% atau setengah dari mata pencaharian

yang ada.
D. Situasi Derajat Kesehatan dan Upaya Kesehatan

Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat, terdapat beberapa indikator

yang dapat digunakan. Indikator-indikator tersebut pada umumnya tercermin

dalam kondisi angka kematian, angka kesakitan dan status gizi. Pada bagian

ini, derajat kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kemranjen I

digambarkan melalui Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita

(AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI), angka morbiditas beberapa penyakit

dan status gizi. Derajat kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh banyak

faktor. Faktor-faktor tersebut tidak hanya berasal dari sektor kesehatan seperti

pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan,

melainkan juga dipengaruhi faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial,

keturunan dan faktor lainnya.

1. Angka Kematian

a. Angka Kematian Neonatal

Angka Kematian Neonatal (AKN) merupakan jumlah

kematian bayi umur kurang dari 28 hari (0-28 hari) per 1.000

kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun.

Tahun 2021 terdapat 3 kasus kematian neonatal, hal ini

menggambarkan tingkat pelayanan kesehatan ibu dan anak

termasuk antenatal care, pertolongan persalinan, dan postnatal

ibu hamil di Puskesmas Kemranjen I masih perlu ditingkatkan

lagi.
b. Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 Kelahiran Hidup

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah

kematian bayi (0-12 bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam

kurun waktu satu tahun. AKB menggambarkan tingkat

permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan

faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal,

status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB,

serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. Apabila AKB di

suatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan di wilayah tersebut

rendah.

Adapun Jumlah Kematian Bayi sebanyak 3 kasus dari 527

kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi di wilayah Puskesmas

Kemranjen I tahun 2021 sebesar 5,69 / 1000 / KH , penyebab

kematian karena asfiksia dan BBLR.

c. Angka Kematian Balita (AKABA) per 1.00 Kelahiran Hidup

Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan suatru

jumlah kematian usia 0–59 bulan per 1000 kelahiran hidup

dalam kurun waktu satu tahun. AKABA menggambarkan

tingkat permasalahan kesehatan balita, tingkat pelayanan KIA /

Posyandu, tingkat keberhasilan program KIA / Posyandu dan

kondisi sanitasi lingkungan. Tahun 2021 tidak terdapat kasus

kematian anak balita di Puskesmas Kemranjen I.


d. Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 Kelahiran Hidup

Angka Kematian Ibu (AKI) mencerminkan risiko yang

dihadapi ibu-ibu selama kehamilan sampai dengan paska

persalinan yang dipengaruhi oleh status gizi ibu, keadaan sosial

ekonomi, keadaan kesehatan yang kurang baik menjelang

kehamilan, kejadian berbagai komplikasi pada kehamilan dan

kelahiran, tersedianya dan penggunaan fasilitas pelayanan

kesehatan terrnasuk pelayanan prenatal dan obstetri. Tingginya

angka kematian ibu menunjukkan keadaan sosial ekonomi yang

rendah dan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan

prenatal dan obstetri yang rendah pula.

Kematian ibu biasanya terjadi karena tidak mempunyai

akses ke pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, terutama

pelayanan kegawatdaruratan tepat waktu yang dilatar belakangi

oleh terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil

keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, serta

terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan. Selain

itu penyebab kematian maternal juga tidak terlepas dari kondisi

ibu itu sendiri dan merupakan salah satu dari kriteria 4 “terlalu”,

yaitu terlalu tua pada saat melahirkan (>35 tahun), terlalu muda

pada saat melahirkan (<20 tahun), terlalu banyak anak (>4

anak), terlalu rapat jarak kelahiran/paritas (<2 tahun). Pada

tahun 2021 tidak ada kasus kematian ibu di Puskesmas

Kemranjen 1.
2. Angka Kesakitan

a. Malaria

Pada tahun 2021 tidak ditemukan kasus malaria. Hal ini

karena didukung partisipasi penuh oleh petugas dan masyarakat,

dengan mengaktifkan survailen migrasi di masing-masing desa.

b. TB Paru

Jumlah kasus penderita BTA Positif tahun 2021 sebanyak

25 kasus dan telah ditangani. Angka kematian 3 kasus. Dengan

demikian penemuan kasus masih perlu ditingkatkan antara lain

dengan meningkatkan sosialisasi dan penyebaran informasi

tentang penyakit TB Paru kepada masyarakat, disamping

adanya partisipasi aktif dari tokoh masyarakat dalam hal

penemuan TB Paru di Puskesmas Kemranjen 1.

c. HIV/AIDS

Jumlah kasus penderita HIV/AIDS tahun 2021 sebanyak

5 kasus dan telah ditangani. Angka kematian 0 kasus. Untuk

meningkatkan penemuan kasus, perlu meningkatkan sosialisasi

tentang HIV/AIDS kepada masyarakat.

d. Acute Flaccid Paralysis (AFP)

Tahun 2021 kasus AFP tidak ditemukan.

e. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Tahun 2021 kasus DBD tidak ditemukan.


f. Persentase Balit adengan Pneumonia Ditangani

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan

paru (alveoli). Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus

maupun jamur. Pneumonia juga dapat terjadi akibat kecelakaan

karena menghirup cairan atau bahan kimia. Populasi yang

rentan terserang Pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari

2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau orang yang

memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi).

Sasaran pneumonia adalah jumlah balita ( L+P ) = 2.124 X 10%

= 212, Penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada

balita tahun 2021 sebanyak 6 kasus dan ditangani sebanyak 6

kasus (100%), dengan persentase 6 : 212 X 100 = 2,83%. Target

Standar Pelayanan Minimal (SPM) tahun 2021 (100%).

g. Kasus Diare ditemukan dan ditangani

Target kasus diare di Puskesmas Kemranjen I tahun 2021

sebesar 1.029. Penemuan diare Januari sampai Desember 232,

jadi 232 : 1.029 X 100 % = 22,55 %. Hal ini menunjukkan

penemuan dan pelaporan masih perlu ditingkatkan. Disamping

itu, perlu memasukkan laporan kasus diare dari semua fasilitas

pelayanan kesehatan tingkat pertama yang ada di wilayah kerja

Puskesmas. Untuk kasus berdasarkan gender antara laki-laki

dan perempuan lebih banyak perempuan, hal ini disebabkan

bahwa perempuan lebih banyak berhubungan dengan faktor

risiko diare, yang penularannya melalui vekal oral, terutama


berhubungan dengan sarana air bersih, cara penyajian makanan

dan PHBS.

h. Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) per 100.000

Penduduk

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor

nyamuk aedes aegypty. Penyakit ini sebagian besar menyerang

anak berumur <15 tahun, namun dapat juga menyerang orang

dewasa. Di tahun 2021 tidak ditemukan kasus demam berdarah

dengue di Puskesmas Kemranjen 1.

3. Upaya Kesehatan

Tujuan umum dari program ini adalah untuk meningkatkan

pemerataan dan mutu upaya kesehatan yang berhasil guna dan

berdaya guna serta terjangkau oleh segenap anggota masyarakat.

Adapun tujuan khususnya adalah sebagai berikut.

a. Mencegah terjadinya dan menyebarnya penyakit menular

sehingga tidak terjadi masalah kesehatan masyarakat.

b. Menurunkan angka kesakitan, kematian, dan kecacatan

dari penyakit menular dan penyakit tidak menular

termasuk Kesehatan gigi.

c. Meningkatkan dan mempeluas jangkauan dan pemerataan

pelayanan kesehatan dasar.


d. Meningkatkan dan menetapkan mutu pelayanan

Kesehatan dasar, rujukan dan penunjangnya agar efisien

dan efektif.

e. Meningkatkan penggunaan obat tradisional yang aman

dan bermanfaat baik secara tersendiri ataupun terpadu

dalam jaringan pelayanan kesehatan paripurna.

f. Meningkatkan status kesehatan reproduksi bagi wanita

usia subur termasuk anak, remaja, ibu hamil dan ibu

menyusui.

g. Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan

manusia dalam menghadapi kondisi mitra yang berubah

secara bermakna, sehingga tetap dapat bertahan dalam

kehidupan serta mampu mengatasi permasalahan secara

mandiri.

h. Menghindarkan manusia dan lingkungannya dari dampak

bencana yang terjadi baik akibat ulah manusia maupun

alam melalui upaya upaya kewaspadaan, pencegahan dan

penanggulangan bencana yang dilakukan secara terpadu,

dengan peran serta masyarakat aktif.

i. Mengembangkan pelayanan rehabilitasi bagi kelompok

yang memerlukan pelayanan khusus.

j. Meningkatkan pelayanan kesehatan bagi kelompok usia

lanjut. Upaya Kesehatan yang dilakukan di Puskesmas

Kemranjen I diantaranya sebagai berikut.


Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal

yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan pada

masyarakat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara

lebih cepat, tepat dan lebih baik, diharapkan sebagaian besar

masalah kesehatan sudah dapat diatasi. Berbagai pelayanan

kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan

kesehatan adalah sebagai berikut.

a. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Setiap ibu hamil diharapkan dapat menjalankan

kehamilannya dengan sehat, bersalin dengan selamat serta

melahirkan bayi yang sehat. Oleh karena itu, setiap ibu

hamil harus dapat dengan mudah mengakses fasilitas

kesehatan untuk mendapatkan pelayanan sesuai standar,

termasuk kemungkinan adanya masalah atau penyakit

yang dapat berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan

janinnya. Pelayanan kesehatan ibu hamil diwujudkan

melalui pemberian pelayanan antenatal sekurang-

kurangnya 4 kali selama masa kehamilan dengan

distribusi waktu minimal 1 kali pada trimester pertama

(usia kehamilan 0-12 minggu), minimal 1 kali pada

trimester kedua (usia kehamilan 12-24 minggu) dan

minimal 2 kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24

minggu – lahir). Standar waktu pelayanan tersebut

dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap ibu


hamil dan atau janin, berupa deteksi dini faktor risiko,

pencegahan dan penanganan dini komplikasi kebidanan.

Pengertian pelayanan antenatal adalah pelayanan

kesehatan oleh tenaga kesehatan ibu selama masa

kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar

pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar

Pelayanan Kebidanan. Pelayanan antenatal terpadu adalah

pelayanan antenatal komprehensif dan berkualitas yang

diberikan kepada semua ibu hamil. Setiap kehamilan

dalam perkembangannya mempunyai risiko mengalami

penyulit dan komplikasi oleh karena itu pelayanan

antenatal harus dilakukan secara rutin, terpadu dan sesuai

standar pelayanan antenatal yang berkualitas. Pelayanan

antenatal diupayakan agar memenuhi standar kualitas

adalah sebagai berikut.

1) Peni Penimbangan berat badan dan pengukuran

tinggi badan;

2) Pengukuran tekanan darah;

3) Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA);

4) Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri);

5) Penentuan status imunisasi tetanus dan

pemberian imunisasi tetanus toxoid sesuai

status imunisasi;
6) Pemberian tablet tambah darah minimal 90

tablet selama kehamilan;

7) Penentuan presentasi janin dan denyut jantung

janin (DJJ);

8) Pelaksanaan temu wicara (pemberian

komunikasi interpersonal dan konseling,

termasuk Keluarga Berencana);

9) Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal

tes hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan

protein urin dan pemeriksaan golongan darah

(bila belum pernah dilakukan sebelumnya);

10) Tata laksana kasus

Capaian pelayanan kesehatan ibu hamil dapat

dinilai dengan menggunakan indikator cakupan K1 dan

K4. Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang telah

memperoleh pelayanan antenatal pertama kali oleh tenaga

kesehatan, dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di

suatu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun.

Indikator ini digunakan untuk mengetahui jangkauan

pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam

menggerakkan masyarakat.

Jumlah Ibu Hamil / K1 di wilayah kerja Puskesmas

Kemranjen I pada tahun 2021 sebanyak 553 ibu hamil,

adapun ibu hamil yang mendapat pelayanan K-4 adalah


sebesar 547 atau 98,91% ibu hamil. Dibandingkan tahun

2020 ibu hamil sebanyak 542 dan yang mendapatkan

pelayanan K-4 sejumlah 505.

Jumlah ibu hamil dengan komplikasi yang ditangani

sebanyak 137 dan mendapatkan pelayanan 137 jadi hasil

pencapaian 100 %. Upaya – upaya telah dilakukan oleh

Puskemas Kemranjen I yang dibantu bidan-bidan didesa,

dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya

pemeriksaan kesehatan pada waktu hamil sudah bagus.

Standart Pelayanan Minimal untuk cakupan kunjungan

K–4 sebesar 100 % dari pencapaian riil, sedang untuk

estimasi masih 98,91%.

b. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (Nakes)

Jumlah sasaran ibu yang bersalin tahun 2021

sebanyak 547 orang. Jumlah Ibu nifas tahun 2021

sebanyak 547 orang dan Jumlah yang ditolong nakes 547

atau sebesar 100%. Standart Pelayanan Minimal untuk

pertolongan persalinan oleh nakes tahun 2021 sebesar 100

% dari data riil.

c. Bayi dan Bayi BBLR

Jumlah bayi lahir hidup tahun 2021 sebanyak 527

bayi dan yang memiliki Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR) sebanyak 36 bayi atau sebesar 6,8% dari bayi

yang lahir. Bayi BBLR yang ditangani sebanyak 36 atau


100 % ditangani. Penanganan kasus BBLR berdasarkan

standart Dinas Kesehatan Kabupaten sudah memenuhi

target yang diharapkan.

Target program kasus BBLR adalah 3 %. Dengan

demikian kasus BBLR di Puskesmas Kemranjen I lebih

tinggi dari target yang ditetapkan. Tingginya kasus BBLR

disebabkan oleh tingginya kasus anemia pada ibu hamil,

KEK dan banyaknya kasus kehamilan diusia kurang dari

20 tahun.

d. Pelayanan Keluarga Berencana

Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) tahun 2021

berdasarkan sumber dari Koordinator Penyuluh KB

Kecamatan Kemranjen, didapatkan jumlah PUS di

wilayah kerja Puskesmas Kemranjen I sebesar 5.590.

Jumlah PUS tertinggi di Desa Kecila sebesar 1.005 PUS

atau sebesar 17.97 % dari jumlah PUS yang ada. Dari

jumlah PUS tersebut, peserta aktif KB sejumlah 4.217

atau 75,4%.

e. Pelayanan Imunisasi

Jumlah desa dalam wilayah kerja Puskesmas

Kemranjen I sebanyak 8 desa. Desa Universal Child

Immunization (UCI) sebanyak 8 atau memenuhi Standart

Pelayanan Minimal (SPM) sebesar 100 %. Dengan


demikian Puskesmas Kemranjen 1 pada tahun 2021 telah

memenuhi target SPM tersebut.

f. Cakupan Pelayanan Nifas

Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan

kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42

hari paska persalinan oleh tenaga kesehatan. Untuk

deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan

pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan

melakukan kunjungan nifas minimal 3 kali dengan

ketentuan waktu;

1) Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam

sampai dengan 3 hari setelah persalinan.

2) Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu

setelah persalinan (8-14 hari).

3) Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu 6 minggu

setelah persalinan (36- 2 hari).

Target cakupan ibu nifas yang mendapat pelayanan

kesehatan nifas tahun 2021 adalah 100%. Standar

Pelayanan Minimal telah memenuhi sebesar 100%.

g. Cakupan Pelayanan Anak Balita

Anak balita adalah anak berumur 12–59 bulan.

Setiap anak umur 12–59 bulan memperoleh pelayanan

pemantauan pertumbuhan setiap bulan, minimal 8x dalam

setahun yang tercatat dikelompok Anak Balita dan


Prasekolah, Buku KIA/KMS atau buku pencatatan dan

pelaporan lainnya. Pemantauan pertumbuhan adalah

pengukuran berat badan, tinggi/panjang badan (BB/TB).

Ditingkat masyarakat pemantauan pertumbuhan adalah

pengukuran berat badan per umur (BB/U) setiap bulan di

Posyandu, Taman Bermain, Pos PAUD, Taman Penitipan

Anak dan Taman Kanak-Kanak, serta Raudatul Athfal dll.

Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan berturut-turut

atau berat badan anak balita di bawah garis merah harus

dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan untuk menentukan

status gizinya dan upaya tindak lanjut. Pemantauan

perkembangan meliputi penilaian perkembangan gerak

kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan

kemandirian, pemeriksaan daya dengar, daya lihat. Jika

ada keluhan atau kecurigaan terhadap anak, dilakukan

pemeriksaan untuk gangguan mental emosional, autisme

serta gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas.

Bila ditemukan penyimpangan atau gangguan

perkembangan harus dilakukan rujukan kepada tenaga

kesehatan yang lebih memiliki kompetensi.

Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan setiap

anak usia 12-59 bulan dilaksanakan melalui pelayanan

Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang

(SDIDTK) minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan) dan


tercatat pada kelompok Anak Balita dan Prasekolah atau

pencatatan pelaporan lainnya. Pelayanan SDIDTK

dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, ahli gizi, penyuluh

kesehatan masyarakat dan petugas sektor lain yang dalam

menjalankan tugasnya melakukan stimulasi dan deteksi

dini penyimpangan tumbuh kembang anak. Suplementasi

Vitamin A dosis tinggi yaitu dosis 100.000 IU berwarna

biru diberikan pada anak usia 6-11 bulan dan 200.000 IU

berwana merah diberikan pada anak usia 12–59 bulan,

diberikan 2 kali per tahun (bulan Februari dan Agustus).

Persentase anak balita yang mendapat pelayanan

kesehatan (minimal 8 kali) di Puskesmas Kemranjen I

beserta jaringannya sebesar 100%. Standar Pelayanan

Minimal Tahun 2021 sebesar 100 %. Dengan demikian

sudah mencapai target yang diharapkan.

h. Cakupan Balita Ditimbang

Jumlah balita ditimbang di Posyandu merupakan

data indikator terpantaunya pertumbuhan balita melalui

pengukuran perubahan berat badan setiap bulan sesuai

umur. Balita yang rutin menimbang adalah balita yang

selalu terpantau pertumbuhannya. Secara kuantitatif

indikator balita ditimbang menjadi indikator pantauan

sasaran (monitoring covered), sedangkan secara kualitatif

merupakan indikator cakupan deteksi dini (surveilance


covered). Semakin besar persentase balita ditimbang

semakin tinggi capaian sasaran balita yang terpantau

pertumbuhannya, dan semakin besar peluang masalah gizi

bisa ditemukan secara dini. Dalam ruang lingkup yang

lebih luas balita di timbang atau D/S merupakan gambaran

dari keterlibatan masyarakat dalam mendukung kegiatan

pemantauan pertumbuhan di Posyandu. Kehadiran balita

di Posyandu merupakan hasil dari akumulasi peran serta

ibu, keluarga, kader, dan seluruh komponen masyarakat

dalam mendorong, mengajak, memfasilitasi, dan

mendukung balita agar ditimbang di Posyandu untuk

dipantau pertumbuhannya. Dengan demikian indikator

D/S dapat dikatakan sebagai indikator partisipasi

masyarakat dalam kegiatan Posyandu.

Berdasarkan data yang ada penimbangan balita

(F/III/Gizi) selama tahun 2020 adalah sebagai berikut.

a. Jumlah seluruh balita (S) = 2.475 anak

b. Jumlah balita yang terdaftar dan punya

KMS(K) = 2.475 anak

c. Jumlah Balita yang ditimbang (D) = 2.009 anak

d. Jumlah balita yang naik berat badannya (N) =

1.790 anak

e. KEP Total (Gizi kurang + Gizi buruk) =143

anak
Berdasarkan data diatas, maka jangkauan program

penimbangan (K/S) mencapai 100% Tingkat partisipasi

masyarakat (D/S) = 81,17%. Efek penyuluhan (N/D) =

89,09%. Tingkat partisipasi masyarakat dan efek

penyuluhan bila dibandingkan dengan SPM sudah sesuai

standart. Upaya yang ditempuh antara lain meningkatkan

penyuluhan fungsi Kelompok Kerja (Pokja) Posyandu

Desa untuk mendapatkan peran serta masyarakat.

i. Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan

Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini

melalui intensifikasi pemantauan tumbuh kembang balita

di Posyandu, dilanjutkan dengan penentuan status gizi

oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya.

Penemuan kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti

dengan rencana tindak lanjut yang jelas, sehingga

penanggulangan gizi buruk memberikan hasil yang

optimal.

Pendataan gizi buruk di Jawa Tengah didasarkan

pada 2 kategori yaitu dengan indikator membandingkan

berat badan dengan umur (BB/U) dan kategori kedua

adalah membandingkan berat badan dengan tinggi badan

(BB/TB). Skrining pertama dilakukan di Posyandu

dengan membandingkan berat badan dengan umur

melalui kegiatan penimbangan, jika ditemukan balita


yang berada di bawah garis merah (BGM) atau dua kali

tidak naik (2T), maka dilakukan konfirmasi status gizi

dengan menggunakan indikator berat badan menurut

tinggi badan. Jika ternyata balita tersebut merupakan

kasus buruk, maka segera dilakukan perawatan gizi buruk

sesuai pedoman di Posyandu dan Puskesmas. Jika ternyata

terdapat penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat

ditangani di Puskesmas maka segera dirujuk ke rumah

sakit. Pada tahun 2021 angka kejadian balita gizi buruk

menurut indikator BB/TB ada 5 anak dan semuanya sudah

mendapatkan perawatan melalui pemeriksaan kesehatan

dan pemberian PMT Balita.

j. Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat

Penjaringan kesehatan siswa Sekolah Dasar (SD)

dan setingkat adalah pemeriksaan kesehatan terhadap

murid baru kelas 1 SD dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang

meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan,

pemeriksaan ketajaman mata, ketajaman pendengaran,

kesehatan gigi, kelainan mental emosional dan kebugaran

jasmani. Pelaksanaan penjaringan kesehatan dikoordinir

oleh puskesmas bersama dengan guru sekolah dan kader

kesehatan/konselor kesehatan. Setiap Puskesmas

mempunyai tugas melakukan penjaringan kesehatan


siswa SD/MI di wilayah kerjanya dan dilakukan satu kali

pada setiap awal tahun ajaran baru sekolah.

Siswa SD dan setingkat ditargetkan 100%

mendapatkan pemantauan kesehatan melalui penjaringan

kesehatan. Melalui penjaringan kesehatan siswa SD dan

setingkat diharapkan dapat menapis atau menjaring anak

yang sakit dan melakukan tindakan intervensi secara dini,

sehingga anak yang sakit menjadi sembuh dan anak yang

sehat tidak tertular menjadi sakit.

Target cakupan penjaringan kesehatan siswa SD

dan setingkat oleh tenaga kesehatan/ guru UKS/ kader

kesehatan sekolah tahun 2021 sebesar 100 %. Jumlah

siswa kelas satu SD/MI sebanyak 470 siswa dan yang

dijaring sebanyak 470 siswa, hal ini sudah memenuhi

Standar Pelayanan Minimal tahun 2021 sebesar 100 %.

4. Pelayanan Pengobatan atau Perawatan

Jumlah kunjungan rawat jalan yang ada di Puskesmas

Kemranjen I sebesar 33.691 di tahun 2021 meliputi kunjungan baru

dan lama. Jumlah pasien rawat inap tahun 2021 sebanyak 433 orang.

Penyakit tertinggi di Puskesmas Kemranjen I adalah penyakit

hipertensi primer sebanyak 1.718 penderita. Data sepuluh penyakit

terbanyak pada tahun 2021 adalah sebagai berikut.


Tabel 2.2 Sepuluh Penyakit Terbanyak Tahun 2021

No Nama Penyakit Jumlah


1 Essential(primary) hypertension 1.718
2 Non-insulin-dependent diabetes mellitus 1.571
3 Acute upper respiratory infection 1.539
4 Dyspepsia 1.402
5 Myalgia 932
6 Headache 527
7 Dermatitis 465
8 Fever, unspecified 256
9 Pulpitis 240
10 Periapical abscess 237

5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

a. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Polio

Kasus Polio di Puskesmas Kemranjen 1 tidak ditemukan.

b. Pencegahan dan Pemberantasan TB Paru

Data yang diolah tahun 2021 kasus TB Paru (Klinis dan

Positif) sebanyak 25 kasus, yang ditangani sebanyak 25 kasus

atau 100% Standart Pelayanan Minimal untuk terduga TBC

yang dilayani sesuai standar sebanyak 109 terduga.

c. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA

Sasaran pneumonia adalah jumlah balita (L+P) = 2.124 X

10% = 212, Penemuan dan penanganan penderita pneumonia

pada balita tahun 2019 sebanyak 6 kasus dan ditangani sebanyak

6 kasus (100%), dengan persentase 6:212x100 = 2,83%. Target

Standar Pelayanan Minimal (SPM) tahun 2021 (100%). Kondisi


tersebut dapat diatasi melalui pertemuan pemantapan program

dan pelatihan MTBS (Managemen Terpadu Balita Sakit) untuk

dokter, perawat dan bidan.

d. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV – AIDS

Kasus HIV – AIDS di Puskesmas Kemranjen I ditemukan

5 kasus, Puskesmas Kemranjen 1 selalu mengupayakan

pencegahan dengan pendekatan kepada masyarakat dengan

penyuluhan secara berkelanjutan untuk mencegah terjadinya

penularan di wilayah Puskesmas Kemranjen 1.

e. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD

Kasus penyakit DBD tahun 2021 tidak ditemukan. Upaya

Puskesmas untuk pemberantasan demam berdarah terdiri dari 3

hal yaitu (a). Peningkatan surveilance penyakit dan vektor, (b).

Diagnosis dini dan pengobatan dini, (c). Peningkatan upaya

pemberantasan vektor penularan DBD. Dalam rangka

pemberantasan penyakit DBD Puskesmas Kemranjen I beserta

lintas sektor telah melaksanakan langkah-langkah kongkrit

antara lain, abatisasi selektif, penggerakan PSN dan penyuluhan

kesehatan yang dilaksanakan di setiap desa.

f. Pengendalian Penyakit Malaria

Kasus penyakit Malaria tahun 2021 tidak ditemukan.

Malaria sebagai salah satu penyakit menular yang masih

menjadi masalah kesehatan yang berdampak pada penurunan

kualitas sumber daya manusia yang dapat menimbulkan


berbagai masalah sosial-ekonomi. Penegakan diagnosis

penderita secara tepat dan pengobatan sesuai hasil pemeriksaan

mikroskopis merupakan hal penting dalam pemberantasan

penyakit Malaria untuk tahun 2021. Dan yang tidak kalah

penting, senantiasa mengaktifkan surveilan migrasi untuk

mencegah penularan kasus import ke penduduk lokal di wilayah

kerja Puskesmas Kemranjen 1.

g. Penyelenggaraan Penyelidikan Epidemiologi dan

Penanggulangan KLB (Kejadian Luar Biasa)

Kasus KLB tahun 2021 tidak ada dan tidak ditemukan,

Penanganan dan penyuluhan selalu dilakukan antara lain

tentang perilaku hidup bersih dan sehat, maupun tentang

gerakan masyarakat untuk hidup sehat.

6. Persentase Rumah Tangga Ber-PHBS

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga

merupakan upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar

sadar mau dan mampu melakukan PHBS dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatannya, mencegah risiko terjadinya penyakit

dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif

dalam gerakan kesehatan masyarakat.

Yang dimaksud rumah tangga sehat adalah proporsi rumah

tangga yang memenuhi minimal 11 indikator dari 16 indikator PHBS

tatanan rumah tangga, Adapun 16 indikator PHBS tatanan rumah

tangga tersebut meliputi:


a. Variabel KIA dna gizi: perslainan nakes; ASI eksklusif;

penimbangan balita; gizi seimbang.

b. Variable Kesling; air bersih; jamban; sampah; kepadatan

hunian; lantai rumah.

c. Variabel gaya hidup: aktifitas fisik; tidak merokok; cuci

tangan; Kesehatan gigi dan mulut; miras/narkoba.

d. Variable upaya Kesehatan masyarakat: Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan (JPK) dan Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN).

Berdasarkan data hasil pengkajian PHBS Tatanan Rumah

Tangga di Puskesmas Kemranjen 1 thaun 2021 dari 7.366 rumah

tangga yang ada, yang dpantau sebanyak 6.283 rumah (85,3%) dan

jumlah yang ber-PHBS 5.709 (77,5%) menurun bila dibandingkan

tahun 2018 dari 6.792 rumah tangga yang ada, diperiksa 6.577

rumah tangga (96,8%).

Jumlah rumah yang memenuhi syarat rumah sehat tahun 2021

sebanyak 5.655 (76,86%) meningkat dibandingkan pada tahun 2020

sebanyak 5.037 (68,45%) dari rumah yang diperiksa dan jumlah

rumah yang belum memenuhi syarat sebanyak 2.321 (46,07%) dari

rumah yang diperiksa.

Cakupan tertinggi dicapai di desa Karang Gedang (94,89%),

sedangkan cakupan terendah adalah di desa Ketanda (58,67%).

Perubahan perilaku idak dapat terjadi dalam waktu singkat, tetapi


memerlukan proses yang panajng termasuk didalamnya perlu upaya

pemberdayaan masyaarkat yang berkesinambungan.

7. Pembinaan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar

a. Jumlah KK dengan Akses Terhadap Fasilitas Sanitasi

yang Layak

Jumlah KK dengan akses terhadap fasilitas sanitasi

yang layak di tahun 2021 sebanyak 10.914 KK atau 100

%. Jumlah KK dengan akses terhadap fasilitas sanitasi

yang layak adalah seluruh wilayah binaan kami, hasil

cakupan berdasarkan pada jumlah KK yang dipantau.

b. Pelayanan Hygiene Sanitasi Tempat Tempat Umum

Cakupan TTU yang memenuhi syarat ada 73,8 %

atau 118 TTU dari 160 TTU. Dari TTU yang diperiksa

kebanyakan masalah yang ada adalah berhubungan

dengan pengelolaan sampah. Untuk beberapa sekolah,

Puskesmas sudah memberikan saran untuk bekerjasama

dengan DLH/Dinas Lingkungan Hidup tetapi sampai

akhir tahun ternyata belum semua merespon atau

menindaklanjuti. Untuk itu perlu peningkatan kerjasama

lintas program untuk melakukan upaya promosi kesehatan

tentang pengelolaan sampah yang baik.

8. Perbaikan Gizi Masayarakat

Berdasarkan data yang ada penimbangan balita (F/III/Gizi)

selama tahun 2020 adalah sebagai berikut.


a. Jumlah seluruh balita (S) = 2.475
anak
b. Jumlah balita yang terdaftar dan punya KMS (K) = 2.475
anak
c. Jumlah Balita yang ditimbang (D) = 2.009
anak
d. Jumlah balita yang naik berat badannya (N)
= 1.790 anak
e. KEP Total (Gizi kurang + Gizi buruk) = 143
anak

Berdasarkan data diatas, maka jangkauan program

penimbangan (K/S) mencapai 100% Tingkat partisipasi masyarakat

(D/S) = 81,17%. Efek penyuluhan (N/D) = 89.09%.


9. Pencapaian Standar Pelayanan Minimal

Tabel 2.3 Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan


Puskesmas Kemranjen I Bulan Januari - Desember 2021
Jenis Realisasi Presen
Pernyataan Target
No Pelayanan Tase Ket
Standar 2020 Pembi Peny
Dasar lang ebut (%)

1 2 3 4 5 6 7 8
1 Pelayanan Setiap ibu hamil
kesehatan ibu mendapatkan
hamil pelayanan 100% 547 547 100,00
antenatal sesuai
standar
2 Pelayanan Setiap ibu bersalin
kesehatan ibu mendapatkan
bersalin pelayanan 100% 544 547 99,45
persalinan sesuai
standar

3 Pelayanan Setiap bayi baru


kesehatan lahir mendapatkan
bayi baru pelayanan 100% 515 527 97,72
lahir kesehatan sesuai
standar
4 Pelayanan Setiap balita
kesehatan mendapatkan
balita pelayanan 100% 2.243 2.243 100,00
kesehatan sesuai
standar
5 Pelayanan Setiap anak pada
kesehatan usia pendidikan
pada usia dasar
100% 5.412 5.412 100,00
pendidikan mendapatkan
dasar skrining kesehatan
sesuai standar
6 Pelayanan Setiap warga
kesehatan negara Indonesia
pada usia usia 15 s.d. 59
produktif tahun 100% 10.011 10.011 100,00
mendapatkan
skrining kesehatan
sesuai standar
7 Pelayanan Setiap warga
kesehatan negara Indonesia
pada usia usia 60 tahun ke
100% 4.488 6.035 74,37
lanjut atas mendapatkan
skrining kesehatan
sesuai standar
8 Pelayanan Setiap penderita
kesehatan hipertensi
pada mendapatkan
100% 2.124 2.124 100,00
penderita pelayanan
hipertensi kesehatan sesuai
standar
9 Pelayanan Setiap penderita
kesehatan Diabetus Mellitus
pada mendapatkan
100% 388 388 100,00
penderita pelayanan
Diabetus kesehatan sesuai
Mellitus standar
10 Pelayanan Setiap orang
kesehatan dengan gangguan
pada orang jiwa (ODGJ) berat
dengan mendapatkan 100% 83 83 100,00
gangguan pelayanan
jiwa berat kesehatan sesuai
standar
11 Pelayanan Setiap orang
kesehatan dengan terduga
pada orang TB mendapatkan 100% 109 234 46,58
dengan pelayanan TB
terduga TB sesuai standar

12 Pelayanan Setiap orang


kesehatan berisiko terinfeksi
pada orang HIV (ibu hamil,
dengan risiko pasien TB, pasien
terinfeksi IMS,
HIV waria/transgender,
pengguna napza, 100% 535 582 91,92
dan warga binaan
lembaga
pemasyarakatan)
mendapatkan
pemeriksaan HIV
sesuai standar
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

menyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat

dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya

pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun

rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah,

dan/atau masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan yang dibahas pada

bagian ini terdiri dari Puskesmas, dan Upaya Kesehatan

Bersumberdaya Masyarakat (UKBM). Peningkatan ketersediaan dan

keterjangkauan sumber daya kesehatan serta efektifitas dan efisiensi

penggunaannya dengan sasaran:

a. Terdapatnya kebijakan dan rencana pengembangan tenaga

kesehatan dari masyarakat dan pemerintah,

b. Didayagunakan tenaga kesehatan yang ada dan

dikembangkan pembinaan karier seluruh tenaga kesehatan

c. Tersedianya peralatan kesehatan baik medik maupun non

medik yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan

masyarakat akan pelayanan kesehatan.

Tenaga kesehatan merupakan sumber daya yang sangat penting

untuk memacu keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan. Jumlah

tenaga kesehatan di Puskesmas Kemranjen I tahun 2021 menurut jenis

dan status ketenagaan adalah.


Tabel 2.4 Jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Kemranjen I menurut
jenis, status tahun 2021
Status
No Jenis Tenaga Jumlah
PNS CPNS PTT Kontrak
1 Dokter Umum 2 0 0 2 4
2 Dokter Gigi 1 0 0 0 1
3 Tata Usaha 1 0 0 0 1
4 Apoteker 1 0 0 0 1
Asisten
5 0 0 0 1 1
Apoteker
6 Bidan Klinis 7 0 0 2 9
7 Perawat 11 0 0 4 15
8 Terapis Gigi 1 0 0 0 1
9 Gizi 2 0 0 0 2
Kesehatan
10 1 0 0 1 2
Lingkungan
11 Surveilan 1 0 0 1 2
Laboratorium
12 0 0 0 1 1
Medis
Promosi
13 0 0 0 2 2
Kesehatan
14 Rekam Medis 0 0 0 1 1
15 Administrasi 0 0 0 2 2
16 Bidan Desa 8 0 0 0 8
Loket
17 0 0 0 2 2
Pendaftaran
18 Sopir 1 0 0 0 1
Penjaga
19 0 0 0 1 1
keamanan
20 OB 0 0 0 4 4
Jumlah 37 0 0 24 61
Berdasarkan data tersebut jumlah tenaga yang ada untuk saat ini

secara umum tenaga kesehatan yang ada sudah mencukupi.


E. Keadaan Lingkungan

Lingkungan merupakan factor yang sangat berpengaruh terhadap

derajat Kesehatan, disamping perilaku dan pelayanan Kesehatan. Program

Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang

lebih sehat melalui pengembangan system kesehatan kewilayahan untuk

menggerakkan pembangunan lintas sector berwawasan kesehatan. Adapun

kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:

1. Penyediaan Saran Air Bersih dan Sanitasi Dasar

2. Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan

3. Pengendalian Dampak Risiko Lingkungan

4. Pengembangan Wilayah Sehat

Pencapaian tujuan penyehatan liingkungan merupakan akumulasi

berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sector, peran swasta dan

masyarakat. Pengelolaan kesehtan lingkungan merupakan penanganan yang

paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang

lainnya, berbagai lintas sector ikut serta berperan (Bappeda, Bapermas,

Perindustrian, Lingkungan Hidup, Pertanian, Cipta Karya dan Dinas

Kesehatan).

F. Situasi Sumber Daya Kesehatan

1. Sarana Kesehatan

a. Ketersediaan Obat menurut Jenis Obat

Pada tahun 2021 sebanyak 210 jenis obat dengan

penggunaan terbanyak adalah Paracetamol 500 mg sebanyak

78.800 tablet. Penggunaan terendah adalah Metilergometrin amleat


injeksi 0,200 mg-1ml sebanyak nol ampul. Persentase ketersediaan

tertinggi adalah Metilergometrin maleat injeksi 74%, persentase

ketersediaan terendah adalah Natrium Bikarbonat tablet (Nol %).

Tahun 2017 dari 239 jenis obat dengan penggunaan terbanyak

adalah Paracetamol 500 mg sebanyak 80.400 tablet. Penggunaan

terendah adalah Metilergometrin Maleat injeksi 0,200 mg-1ml

sebanyak 5 ampul. Persentase ketersediaan tertinggi adalah Anti

Hemoroid Suppositoria (1.390%), persentase ketersediaan

terendah adalah Obat Batuk Hitam (7,45%).

b. Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan menurut

Kepemilikan/Pengelola

Sarana Pelayanan Kesehatan dengan kepemilikan

Pemerintah Kabupaten/Kota terdiri dari 1 Puskesmas Rawat Inap

(26 tempat tidur) dan 1 Puskesmas Pebantu. Sarana Pelayanan

Kesehatan dengan kepemilikan swasta terdiri dari 1 Rumah

Bersalin dan 1 Balai Pengobatan/Klinik.

2. Sarana Pelayanan Kesehatan dengan Kemampuan Labkes dan

Memiliki Empat Spesialis Dasar

Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan laboratorium

kesehatan yang dapat diakses masayarakat adalah cakupan sarana

kesehatan yang telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan

pelayanan laboratorium Kesehatan sesuai standar dan dapat diakses

oleh masyarakat dalam waktu tertentu. Kemampuan pelayanan

laboratorium kesehatan yang dimaksud adalah upaya pelayanan


penunjang medik untuk mendukung dalam pelayanan medik, untuk

menegakkan diagnosis dokter di Puskesmas.

Sarana Kesehatan di Puskesmas 1 Kemranjen tahun 2021 dengan

kemampuan pelaynan 1 buah laboratorium yang dapat diakses

masyarakat.

3. Posyandu menurut Strata

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan

Bersumberdaya Masayarkat (UKBM) yang dikelola dan

diselenggarakan dari, oleh, dan bersama masyarakat dalam

penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan

masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam

memperoleh pelayanan kesehatan dasar, utamanya lima program

prioritas yang meliputi (KB; KIA; Gizi; Imunisasi dan penanggulangan

diare dan ISPA) dengan tujuan mempercepat penurunan angka

kematian ibu dan bayi.


III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan

Masalah merupakan kesenjangan antara realita dengan keinginan atau

target sehingga menimbulkan rasa tidak puas dan memiliki syarat-syarat

tersendiri sehingga dapat disebut suatu masalah yakni adanya kesenjangan,

rasa tidak puas, dan rasa tanggung jawab untuk menanggulangi masalah

tersebut. Kegiatan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) di Puskesmas

Kemranjen I, Kabupaten Banyumas mengidentifikasi permasalah yang dinilai

berdasarkan angka kesakitan penyakit dan diperoleh 10 besar kasus penyakit

tidak menular yang ada di Puskesmas Kemranjen I, Kabupaten Banyumas.

Berikut data 10 besar kasus penyakit tidak menular di Puskesmas Kemranjen

I, Kabupaten Banyumas periode Januari – Mei 2022:

Tabel 3.1 Data Penyakit Tidak Menular di Puskesmas Kemranjen I Bulan


Januari – Mei 2022
No Masalah Jumlah
1 Hipertensi 804
2 Diabetes Melitus Non-Insulin 193
3 Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) 82
4 Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) 29
5 Stroke 22
6 Asma Bronkial 14
7 Ca Mammae 8
8 Chronic Kidney Disease (CKD) 7
9 Thalasemia 7
10 Ca Servix 3

B. Penentuan Prioritas Masalah

Penentuan prioritas masalah ditentukan menggunakan metode Hanlon

Kuantitatif dengan empat kelompok kriteria. Kelompok kriteria 1 yaitu

besarnya masalah (magnitude), kelompok kriteria 2 yaitu tingkat kegawatan


masalah (emergency/seriousness), kelompok 3 yaitu biaya penanggulangan

(cost), kelompok 4 yaitu menentukan dapat atau tidaknya program

dilaksanakan menggunakan istilah PEARL (Symond, 2013).

1. Kriteria A: Besarnya masalah

Menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya

penduduk yang terkena efek secara langsung.

Tabel 3.2 Kriteria A Metode Hanlon


Besarnya Masalah (Jumlah Populasi yang Skor
Terkena)
>25% 10
10-24,9% 8
1-9,9% 6
0,1-0,9% 4
<0,1% 2

Tabel 3.3 Analisis Hanlon A


No Masalah Jumlah Presentase Skor
1 Hipertensi 804 2,11% 6
2 Diabetes Melitus Non-Insulin 193 0,51% 4
3 Orang Dengan Gangguan Jiwa 82 0,21% 4
(ODGJ)
4 Penyakit Paru Obstruktif Kronis 29 0,08% 2
(PPOK)
5 Stroke 22 0,06% 2
6 Asma Bronkial 14 0,04% 2
7 Ca Mammae 8 0,02% 2
8 Chronic Kidney Disease (CKD) 7 0,02% 2
9 Thalasemia 7 0,02% 2
10 Ca Servix 3 0,008% 2

2. Kriteria B (Kegawatan Masalah)


Kriteria B digunakan untuk menentukan kegawatan masalah maka

diukur dari seberapa cepat masalah kesehatan tersebut harus ditangani

(urgency), seberapa cepat masalah tersebut dapat menyebabkan kematian

(severity), dan seberapa besar biaya penanggulangan masalah kesehatan


tersebut (cost). Skor yang diberikan pada setiap masalah disesuaikan

dengan tabel berikut:

Tabel 3.4 Kriteria B Metode Hanlon


Urgency Skor Severity Skor Cost Skor
Very Urgent 10 Very Severe 10 Very Cost 10
Urgent 8 Severe 8 Costly 8
Moderate 6 Moderate 6 Moderate 6
Urgent Cost
Little Urgent 4 Minimal 4 Minimal 4
Cost
Not Urgent 2 None 2 No Cost 2

a. Severity: paling cepat mengakibatkan kematian


Skor:
2 : Tidak parah
4 : Kurang parah
6 : Cukup parah
8 : parah
10 : Sangat parah
Tabel 3.5 Nilai Kriteria Severity Metode Hanlon
No Penyakit Nilai Severity Skor
1 Hipertensi Morbiditas dan mortalitas 20-50% 8
2 Diabetes Melitus Morbiditas:30% 8
Non-Insulin Mortalitas:26%
3 Orang Dengan Morbiditas:1,8% 8
Gangguan Jiwa Mortalitas:2,4%
(ODGJ)
4 Penyakit Paru Morbiditas:35% 6
Obstruktif Kronis Mortalitas:6%
(PPOK)
5 Stroke Morbiditas:7,4% 8
Mortalitas: 17,7%
6 Asma Bronkial Morbiditas: 2,4% 2
Mortalitas: 1,7%
7 Ca Mammae Morbiditas: 20% 8
Mortalitas: 14%
8 Chronic Kidney Morbiditas: 16,8% 4
Disease (CKD) Mortalitas: 2,99%
9 Thalasemia Morbiditas: 3,8% 10
Mortalitas: 7%
10 Ca Servix Morbiditas: 0,8% 8
Mortalitas: 8,2%
b. Urgency: harus segera ditangani, apabila tidak menyebabkan
kematian.
Skor
2 : tidak gawat
4 : kurang gawat
6 : cukup gawat
8 : gawat
10 : sangat gawat
Tabel 3.6 Nilai Kriteria Urgency Metode Hanlon
No Penyakit Nilai Urgency Skor
1 Hipertensi Dalam 10 tahun menyebabkan penyakit 8
kardiovaskular (SPM)
2 Diabetes Melitus Prognosis DM dipengaruhi dari 8
Non-Insulin managemen glukosa. Hiperglikemia kronis
akan meningkatkan komplikasi DM
(mikrovaskuler dan makrovaskuler)
3 Orang Dengan Apabila tidak segera ditangani maka bisa 8
Gangguan Jiwa membahayakan lingkungan sekitar dan
(ODGJ) kematian karena pasien bunuh diri
4 Penyakit Paru Prognosis buruk, tidak bisa sembuh 6
Obstruktif Kronis
(PPOK)
5 Stroke Prognosis buruk apabila terjadi komplikasi 10
6 Asma Bronkial Prognosis baik jika terkontrol, jika tidak 6
terkontrol dapat mengakibatkan PPOK
7 Ca Mammae Prognosis buruk 8
8 Chronic Kidney Prognosis buruk karena mudah terjadi 8
Disease (CKD) komplikasi
9 Thalasemia Prognosis buruk 8
10 Ca Servix Prognosis buruk apabila tidak ditangani 8
sejak dini
c. Cost: biaya penanggulangan

Tabel 3.7 Klasifikasi biaya penanggulangan

No Biaya Skor Ket


1 4.000.000-5.000.000 10 Sangat Mahal
2 3.000.000-3.999.999 8 Mahal
3 2.000.000-2.999.999 6 Cukup Mahal
4 1.000.000-1.999.999 4 Murah
5 0-999.999 2 Sangat Murah

Tabel 3.8 Nilai Kriteria Cost Metode Hanlon


No Penyakit Tarif INA-CBG Skor
1 Hipertensi Rp 3.183.653 8
2 Diabetes Melitus Non- Rp 3.388.164 8
Insulin
3 Orang Dengan Rp 3.836.762 8
Gangguan Jiwa (ODGJ)
4 Penyakit Paru Rp 3.081.659 8
Obstruktif Kronis
(PPOK)
5 Stroke Rp 2.212.010 6
6 Asma Bronkial Rp 3.343.770 6
7 Ca Mammae Rp 3.045.412 8
8 Chronic Kidney Rp 3.265.412 8
Disease (CKD)
9 Thalasemia Rp 3.969.090 8
10 Ca Servix Rp 4.355.483 10
Tabel 3.9 Analisis Hanlon B
Masalah Urgency Severity Cost Rata-
Rata
Hipertensi 8 8 8 8
Diabetes Melitus Non-Insulin 8 8 8 8
Orang Dengan Gangguan Jiwa 6 8 8 7,3
(ODGJ)
Penyakit Paru Obstruktif Kronis 6 6 8 6,6
(PPOK)
Stroke 8 10 10 9,3
Asma Bronkial 2 6 6 4,6
Ca Mammae 8 8 8 8
Chronic Kidney Disease (CKD) 4 8 8 6,6
Thalasemia 10 8 8 8,6
Ca Servix 8 8 10 8,6

3. Kriteria C (Ketersediaan Solusi)

Kriteria C untuk menilai apakah aspek sumber-sumber dan teknologi

yang tersedia dapat menyelesaikan masalah tersebut. Selain itu,

ketersediaan solusi terbukti efektif untuk mencegah masalah kesehatan.

Semakin sulit dalam penanggulangan, maka skor yang diberikan makin

kecil. Skor kriteria metode Hanlon dapat dilihat pada Tabel 3.10 Hasil

Penelitian 10 besar masalah menurut Kriteria C dapat dilihat pada Tabel

3.11.

Tabel 3.10 Kriteria C Metode Hanlon


Ketersediaan Solusi Efektif untuk Pencegahan Skor
Masalah Kesehatan
Sangat Efektif (80 – 100%) 10
Efektif (60 – 80%) 8
Cukup Efektif (40 – 60%) 6
Kurang Efektif (20 – 40%) 4
Tidak Efektif (0 -20%) 2
Tabel 3.11 Skoring Hanlon C
Masalah Skor
Hipertensi 8
Diabetes Melitus Non-Insulin 6
Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) 8
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) 4
Stroke 2
Asma Bronkial 4
Ca Mammae 2
Chronic Kidney Disease (CKD) 2
Thalasemia 4
Ca Servix 2

4. Kriteria D (Kriteria PEARL)

Kriteria D digunakan untuk menilai:

P (Propiety) : Kesesuaian program dengan masalah

E (Economic) : Apakah secara ekonomi bermanfaat

A (Acceptability) : Apakah bisa diterima masyarakat

R (Resources) : Adakah sumber daya untuk menyelesaikan masalah

L (Legality) : Tidak bertentangan dengan aturan hukum yang ada

Apabila setiap kriteria dengan jawaban Ya, maka skornya 1, apabila

jawabannya Tidak, maka skornya 0. Hasil penilaian 10 besar masalah

berdasarkan Kriteria D dapat dilihat pada Tabel 3.12.

Tabel 3.12 Kriteria P.E.A.R.L Metode Hanlon


Masalah P E A R L TOTAL
Hipertensi 1 1 1 1 1 1
Diabetes Melitus Non-Insulin 1 1 1 1 1 1
Orang Dengan Gangguan Jiwa 1 1 1 1 1 1
(ODGJ)
Penyakit Paru Obstruktif Kronis 1 1 1 1 1 1
(PPOK)
Stroke 1 1 1 1 1 1
Asma Bronkial 1 1 1 1 1 1
Ca Mammae 1 1 1 1 1 1
Chronic Kidney Disease (CKD) 1 1 1 1 1 1
Thalasemia 1 1 1 1 1 1
Ca Servix 1 1 1 1 1 1
5. Penetapan Nilai
Nilai kriteria A, B, C dan D yang sudah didapatkan kemudian

dimasukan kedalam formula sebagai berikut:

a. Nilai Prioritas Dasar (NPD) = (A+B) x C

b. Nilai Prioritas Total (NPT) = (A+B) x C x D

Berdasarkan 10 besar masalah yang kami dapatkan dari data di

Puskesmas Kemranjen I, maka apabila dinilai menggunakan metode Hanlon

akan didapatkan hasil masalah yang prioritas sebagai berikut. Data penilaian

metode Hanlon dapat dilihat pada Tabel 3.13.

Tabel 3.13 Penetapan Prioritas Masalah


Masalah A B C D NP NPT Priorit
D as
Hipertensi 6 8 8 1 112 112 1
Diabetes Melitus Non- 4 8 6 1 72 72 3
Insulin
Orang Dengan Gangguan 4 8 8 1 96 96 2
Jiwa (ODGJ)
Penyakit Paru Obstruktif 2 6,6 4 1 34,4 34,4 5
Kronis (PPOK)
Stroke 2 9,3 2 1 22,6 22,6 7
Asma Bronkial 2 4,6 4 1 26,4 26,4 6
Ca Mammae 2 8 2 1 20 20 9
Chronic Kidney Disease 2 6,6 2 1 17,2 17,2 10
(CKD)
Thalasemia 2 8,6 4 1 42,4 42,4 4
Ca Servix 2 8,6 2 1 21,2 21,2 8

Berikut urutan 10 besar prioritas masalah berdasarkan metode Hanlon

kuantitatif (Tabel 3.14).


Tabel 3.14 Urutan Prioritas Masalah berdasarkan Hanlon
Prioritas Masalah
ke-
1 Hipertensi
2 Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)
3 Diabetes Melitus Non-Insulin
4 Thalasemia
5 Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
6 Asma Bronkial
7 Stroke
8 Ca Servix
9 Ca Mammae
10 Chronic Kidney Disease (CKD)
IV. KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH

A. Tinjauan Pustaka

1. Definisi Thalassemia

Thalassemia adalah suatu penyakit keturunan yang diakibatkan

oleh kegagalan pembentukan salah satu dari empat rantai asam amino

yang membentuk hemoglobin, sehingga hemoglobin tidak terbentuk

sempurna. Tubuh tidak dapat membentuk sel darah merah yang normal,

sehingga sel darah merah mudah rusak atau berumur pendek kurang

dari 120 hari dan menyebabkan kondisi klinis anemia kronis dengan

semua gejala dan tanda klinis serta komplikasi yang menyertainya

(Rahayu, et al 2015).

Thalassemia diturunkan dari orang tua kepada anaknya melalui

gen. Jika kedua orang tua adalah pembawa sifat thalassemia ada

kemungkinan 50% anak pembawa sifat thalassemia (minor) sedangkan

25% menderita thalassemia mayor dan 25% lagi anak akan akan

normal. Namun, maka kemungkinan 50% anak menjadi pembawa sifat,

dan satunya lagi normal, maka kemungkinan 50% anak menjadi

pembawa sifat thalassemia sedangkan 50% lagi kemungkinan anak

akan normal (Indiyah & Meri, 2019).

Menurut Genie (2005) dalam Lazuana (2014) menyatakan bahwa

thalassemia dibedakan menjadi thalassemia α jika menurunnya sintesis

rantai α globin dan thalassemia β jika terjadi penurunan sintesis rantai

β globin. Thalassemia dapat terjadi dari ringan sampai berat.


Thalassemia β diturunkan dari kedua orang tua pembawa thalassemia

dan menunjukkan gejala klinis yang paling berat, keadaan ini disebut

juga thalassemia mayor. Penderita thalassemia mayor akan mengalami

anemia dikarenakan penghancuran hemoglobin dan membuat penderita

harus menjalani transfusi darah seumur hidup setiap satu bulan sekali.

2. Epidemiologi Thalassemia

Thalassemia menjadi penyakit hemolitik herediter dengan

prevalensi dan insidensi paling tinggi di seluruh dunia. Penyakit ini

menjadi salah satu masalah kesehatan yang sangat serius mengingat

ratusan ribu anak meninggal setiap tahunnya. Prevalensi thalassemia

terbanyak dijumpai di daerah-daerah yang disebut sebagai sabuk

thalassemia, yaitu Mediterania, Timur Tengah, Asia Selatan,

Semenanjung Cina, Asia Tenggara, dan Kepulauan Pasifik. Saat ini

insidensi thalassemia menyebar secara cepat ke berbagai daratan

termasuk Amerika, Eropa, dan Australia. Hal ini akibat migrasi

penduduk yang semakin meluas dan perkawinan antara kelompok-

kelompok etnis yang berbeda. World Health Organization (WHO)

memperkirakan sekitar 7% dari populasi global (80 sampai 90 juta

orang) adalah pembawa thalassemia β, dengan Sebagian besar terdapat

di negara berkembang. Data di Indonesia meyebutkan bahwa penyakit

genetik ini paling sering ditemukan diantara penyakit genetik lainnya,

dengan prevalensi pembawa gen thalassemia tersebar 3-10% di

berbagai daerah (Sawitri, 2018) .


Secara epidemiologi, kelainan genetik ini dikenal sebagai penyakit

monogen yang paling umum di populasi dunia. Thalassemia β tersebar

di negara sabuk thalassemia dengan frekuensi karier tertinggi adalah

Siprus (14 %), Sardinia (10,3 %), dan Asia Tenggara. Tingginya

frekuensi Talasemia di regio ini berhubungan kuat dengan penyebaran

Plasmodium falcifarum. Populasi yang endemik dengan penyakit

malaria, 3 sampai 40 % penduduknya membawa hemoglobin varian,

dengan prevalensi penyakit ini sebesar 0,3 sampai 25 per 1000

kelahiran hidup. Literatur menyebutkan bahwa dari jumlah tersebut,

hanya sekitar 200.000 pasien dengan gejala klinis Talasemia mayor

yang teregistrasi dan memperoleh tatalaksana regular (Agustina, 2020).

Pada populasi Asia Tenggara dilaporkan bahwa frekuensi karier

hemoglobinopati dan thalassemia adalah 45,5 % dengan 1,34 anak dari

1000 kelahiran terlahir dengan kondisi klinis. Thailand memiliki

frekuensi karier thalassemia α sebesar sebesar 30-40%, thalassemia β

sebesar 1-9 %, dan tertinggi adalah HbE sebesar 50-60%. Skrining pada

populasi wanita yang melakukan perawatan selama kehamilan di Laos

menemukan bahwa 2,3 % populasi adalah karier thalassemia β dan 30,1

% memiliki alel HbE. Pembawa sifat thalassemia di Malaysia tercatat

3,5-5 % dengan pasien yang melakukan transfusi rutin sebesar 40 %

(Rujito, et al., 2015).

Frekuensi pembawa sifat thalassemia di Indonesia yang dilaporkan

adalah sebagai berikut: Medan dengan pembawa sifat thalassemia β

sebesar 4,07 %, Yogyakarta sebesar 6 %, Banyumas 8 %, Ambon


sebesar 6,5 %, Jakarta sebesar 7% , Ujung Pandang sebesar 8 %,

Banjarmasin sebesar 3 %, Maumere dan Bangka sebesar 6 %, dan

beberapa daerah memiliki prevalensi hingga 10 %, dengan rata-rata

frekuensi secara keseluruhan adalah 3-10 %. Dari gambaran tersebut

mengindikasikan bahwa tiap-tiap daerah memiliki jumlah pembawa

sifat yang berbeda-beda (Rejeki, et al., 2012).

3. Etiologi dan Faktor Resiko Thalassemia

Sebagian besar penderita thalassemia terjadi karena faktor

turunan/genetic pada sintesis hemoglobin yang diturunkan oleh orang

tua. Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal

(hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya

gangguan pembentukan yang disebabkan oleh gangguan struktural

pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misalnya pada HbS,

HbF, HbD dan sebagainya. Selain itu, gangguan jumlah (salah

satu/beberapa) rantai globin seperti pada thalassemia (Ngastiyah,

2006).

Faktor-faktor risiko yang dapat memicu terjadinya thalassemia:

a. Usia

Pada umumnya, thalassemia menunjukkan tanda-tanda

dan gejala pada penderita ketika berusia 6 hingga 24 bulan.

Namun, kondisi ini biasanya lebih banyak ditemukan pada

jenis thalassemia β.

b. Riwayat Penyakit Keluarga


Thalassemia adalah penyakit yang diturunkan dari orang

tua ke anak melalui gen hemoglobin yang bermutasi. Jika

memiliki anggota keluarga yang menderita penyakit ini,

kemungkinan besar untuk terkena.

c. Etnis Tertentu

Thalassemia paling banyak ditemukan pada pasien yang

berdomisili atau keturunan ras Afrika-Amerika, Afrika, Asia

dan Mediterania.

4. Klasifikasi Thalassemia

Klasifikasi dari thalassemia menurut Suriadi (2006):

a. Thalassemia α

Thalassemia α merupakan jenis thalassemia yang

mengalami penurunan sintesis dalam rantai α.

b. Thalassemia β

Thalassemia β merupakan jenis thalassemia yang

mengalami penurunan pada rantai beta.

Sedangkan berdasarkan jumlah gen yang mengalami gangguan,

menurut Hockenberry & Wilson (2009) mengklasifikasikan:

a. Thalassemia minor

Thalassemia minor merupakan keadaan yang terjadi pada

seseorang yang sehat namun orang tersebut dapat mewariskan

gen thalassemia pada anak-anaknya. Thalassemia trait sudah

ada sejak lahir dan tetap akan ada sepanjang hidup penderita.

Penderita tidak memerlukan transfusi darah dalam hidupnya.


b. Thalassemia intermedia

Thalassemia intermedia merupakan kondisi antara

thalassemia mayor dan minor. Penderita thalassemia ini

mungkin memerlukan transfusi darah secara berkala, dan

penderita thalassemia jenis ini dapat bertahan hidup sampai

dewasa.

c. Thalassemia mayor

Thalassemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan

terjadi apabila kedua orangtua mempunyai sifat pembawa

thalassemia (Carrier). Anak-anak dengan thalassemia mayor

tampak normal saat lahir, tetapi akan menderita kekurangan

darah pada usia 3-18 bulan. Penderita thalassemia mayor akan

memerlukan transfusi darah secara berkala seumur hidupnya

dan dapat meningkatkan usia hidup hingga 10-20 tahun.

Namun apabila penderita tidak dirawat penderita thalassemia

ini hanya bertahan hidup sampai 5-6 tahun. Thalassemia

mayor biasanya menjadi bergejala sebagai anemia hemolitik

kronis yang progresif selama 6 bulan kehidupan. Transfusi

darah reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah

kelemahan yang amat dan gagal jantung yang disebabkan oleh

anemia.

5. Patofisiologi Thalassemia

Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada thalassemia β dan

kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada thalassemia 𝛼.


Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presippitasi dalam sel

eritrosit. Tujuh belas globin intra eritrosik yang mengalami presipitasi,

yang terjadi sebagai rantai polipeptida alfa dan beta, atau terdiri dari

hemoglobin tak stabil badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan

menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi

bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang

konstan pada bone marrow, produksi RBC secara terus-menerus pada

suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan

tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan

destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.

Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone marrow

menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh (Rujito, 2019).

Penyebab anemia pada thalassemia bersifat primer dan sekunder.

Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis

yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler.

Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat, bertambahnya

volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan

destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.

Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen

sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.

Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi

berulang, peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis

yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis (Rujit0, 2019).
6. Diagnosis Thalassemia

Diagnosis thalassemia dibedakan menurut tiga jenis kriteria utama,

yaitu kriteria klinis, kriteria laboratorium, dan kriteria DNA. Diagnosis

klinis hanya focus pada thalassemia mayor atau yang bergantung

transfuse. Rangkaian Tindakan diagnosis thalassemia mayor diuraikan

dalam panduan berikut (Rujito, 2019).

a. Diagnosis klinis

1) Anamnesis

a) The hallmark adalah pucat kronik atau berlangsung

lama; usia awitan terjadinya pucat penting untuk

diagnosis. Umumnya awitan terjadi pada awal usia

pertumbuhan yaitu 6 bulan sampai usia 2 tahunan.

Hal ini sesuai dengan konsep hemoglobin swithcing

yang terjadi pada awal tahun pertumbuhan, mulai usia

6 bulan.

b) Pada thalassemia mayor dengan tipe mutasi beta yang

moderat atau ringan, pada mutasi β/HbE, dan

campuran mutasi tipe berat ringan, usia awitan pucat

umumnya didapatkan pada usia yang lebih dewasa

seperti usia 3-10 tahunan.

c) Riwayat transfusi berulang; anemia yang berulang,

memerlukan transfusi berkala. Fasilitas kesehatan

perifer yang tidak lengkap, terkadang melewatkan

diagnosis utama thalassemia mayor.


d) Riwayat keluarga dengan thalassemia dan transfusi

berulang. Satu saudara lain yang terdiagnosis

thalassemia dapat menjadi catatan penting rekam

medis.

e) Perut buncit; perut tampak buncit karena adanya

hepatosplenomegali, terutama pada kasus anemia

lama yang tidak mendapatkan transfusi.

f) Etnis dan suku tertentu; angka kejadian thalassemia

lebih tinggi pada ras Mediterania, Timur Tengah,

India, dan Asia Tenggara.

g) Gen penyebab thalassemia paling banyak di

Indonesia ditemukan di Palembang 9%, Jawa 6-8%,

dan Makasar 8%. Namun dengan perkawinan antar

suku dan pergerakan migrasi penduduk memperluas

sebaran kasus.

h) Riwayat tumbuh kembang dan pubertas terlambat.

Hal ini akibat disturbansi hormon-hormon yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan.

2) Pemeriksaan Fisik

a) Pucat; dokter harus memeriksa bagian konjungtiva

bagian bawah.

b) Sklera tampak ikterik kekuningan akibat bilirubin

yang meningkat.
c) facies Cooley seperti dahi menonjol, mata menyipit,

jarak kedua mata melebar, maksila hipertrofi,

maloklusi gigi.

d) hepatosplenomegali, akibat proses eritropoiesis yang

berlebih dan destruksi sel darah merah pada sistem

retikuloendostelial (RES).

e) gagal tumbuh, periksa dengan mengukur TB dan BB

kemudian bandingkan dengan persentil anak normal

lainnya

f) gizi kurang, perawakan pendek.

g) pubertas terlambat akibat gangguan hormon

pertumbuhan karena deposit besi pada jaringan.

h) hiperpigmentasi kulit, akibat timbunan besi yang

berlebih.

b. Diagnosis hematologi

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk

diagnosis thalassemia adalah sebagai berikut (Rujito, 2019):

1) Darah perifek lengkap (DPL)

a) Anemia atau kadar hemoglobin rendah dijumpai

pada thalassemia mayor cukup berat. dengan

kadar hemoglobin mencapai 8 atau 9 g/dL.

b) Hemoglobinopati seperti Hb constant spring

dapat memiliki MCV dan MCH yang normal,

sehingga nilai normal belum dapat


menyingkirkan kemungkinan thalassemia trait

dan hemoglobinopati.

c) Indeks eritrosit merupakan langkah pertama

yang penting untuk skrining pembawa sifat

thalassemia (trait), thalassemia dß, dan high

persistent fetal hemoglobine (HPFH).

d) Mean corpuscular volume (MCV) < 80 fL

(mikrositik) dan mean corpuscular haemoglobin

(MCH) < 27 pg (hipokromik). Thalassemia

mayor biasanya memiliki MCV 50 – 60 fL dan

MCH 12 – 18 pg.

e) Nilai MCV dan MCH yang rendah ditemukan

pada thalassemia, dan juga pada anemia

defisiensi besi. MCH lebih dipercaya karena

lebih sedikit dipengaruhi oleh perubahan

cadangan besi (less suscpetible to storage

changes). Oleh karena itu pada MCV dan MCH

yang sedikit lebih rendah dari normal, untuk

memastikan apakah hal tersebut disebabkan oleh

thalassemia (minor) atau defiseiensi besi, maka

perlu dilakukan uji suplementasi besi.

2) Gambaran darah tepi

Uji gambaran darah tepi dapat dilakukan untuk

memperkuat diagnosis hematologi rutin. Pada


laboratorium skala puskesmas teknik ini dapat

membantu klinisi untuk mendiagnosis thalassemia

baik minor maupun mayor.

a) Pada thalassemia mayor hampir dapat

ditemukan semua jenis kelainan eritrosit.

Anisositosis dan poikilositosis yang nyata

(termasuk fragmentosit dan tear-drop),

mikrositik hipokrom, basophilic stippling,

badan Pappenheimer, sel target, dan eritrosit

berinti (menunjukan defek hemoglobinisasi

dan diseritropoiesis).

b) Total hitung dan neutrofil meningkat. Bila

telah terjadi hipersplenisme dapat ditemukan

leukopenia, neutropenia, dan

trombositopenia.

c) Pada thalassemia α terutama pada karier dan

badan inklusi HbH (heinz body) dapat

ditemukan pada pemeriksaan. Badan iklusi

ini terjadi akibat gambaran hemoglobin yang

terdenaturasi atau tidak aktif.

d) Red cell distribution width (RDW). RDW

menyatakan variasi ukuran eritrosit dalam

darah. RDW didapatkan pada waktu

pemeriksaan hematologi rutin. Anemia


defisiesi besi memiliki RDW yang

meningkat >14,5%, tetapi tidak setinggi

seperti pada thalassemia mayor.

Thalassemia trait memiliki eritrosit

mikrositik yang uniform sehingga

tidak/hanya sedikit ditandai dengan

peningkatan RDW. Thalassemia mayor dan

intermedia menunjukkan peningkatan RDW

yang tinggi nilainya.

e) Jumlah retikulosit menunjukkan aktivitas

sumsum tulang. Pasien thalassemia

memiliki aktivitas sumsum tulang yang

meningkat, sedangkan pada anemia

defisiensi besi akan diperoleh hasil yang

rendah.

3) Diagnosis DNA

Diagnosis DNA dilakukan untuk memastikan

jenis mutasi apa yang terkandung dalam setiap sel

individu thalassemia. Pada beberapa kasus diagnosis

DNA menjadi diagnosis definitif karena gambaran

darah dan elektroforesis hemoglobin yang

meragukan. Secara umum, diagnosis DNA tidak

dilakukan secara rutin di tingkat pelayanan.

Diagnosis yang dilakukan pada tingkat pelayanan


rumah sakit secara umum sampai pada tingkat

elektroforesis hemoglobin untuk mendapatkan data

jenis dan kadar hemoglobin.

Diagnosis DNA dilakukan dengan teknik

polymerase chain reaction (PCR), restriction

fragment length polymorphism (RFLP), amplification

refractory mutation scanning (ARMS). Beberapa

teknik lain menggunakan teknik hibridisasi dot blot

ataupun reverse dot blot, sampai teknik sekuencing

pada gen. Mutasi Talasemia β banyak dikarakterisasi

dengan menggunakan teknik tersebut karena banyak

bertipe mutasi titik (point mutation). Sedangkan

mutasi pada Thalassemia α dideteksi dengan teknik

GAP-PCR, mengikuti banyaknya kelainan delesi

pada gen α. Beberapa manufaktur memproduksi kit

deteksi dengan dasar PCR yang disesuaikan dengan

etnik tertentu sehingga dapat dikenal kit untuk deteksi

Thalassemia Asia Tenggara, Kit deteksi India, Kit

Thalassemia untuk Mediterania, dan lain sebagainya.

Pada uji diagnosis dan uji tapis skrining

thalassemia perlu diperhatikan tahapan penegakan

diagnosis dengan kaskade. Kaskade dimulai dengan

anamnesis terkait dengan keluhan sakit, yaitu

umumnya akibat anemia pada thalassemia mayor,


ataupun tujuan pemeriksaan dalam rangka skrining

pembawa sifat pada individu sehat. Tahap selanjutnya

adalah pemeriksaan darah lengkap rutin dan

gambaran darah tepi. Skrining karier Thalassemia

atau minor cukup memperhatikan 3 indeks eritrosit

utama yaitu Hb, MCV, dan MCH, serta akan lebih

baik jika ditambah gambaran darah tepi dan nilai

RDW.

Gambar 4.1. Alur Klasifikasi Thalassemia


7. Pencegahan Thalassemia

Thalassemia mayor belum dapat disembuhkan, oleh karena itu program

uang umum dilakukan adalah mencegah lahirnya penderita baru

thalassemia mayor. Pencegahan thalassemia ada 3, yaitu (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2017):

a. Pencegahan primer

1) Promosi dan komunikasi informasi edukasi (KIE)

pengetahuan mengenai penyakit thalassemia memegang

peranan yang penting dalam program pencegahan thalassemia

di masyarakat. Edukasi tentang penyakit thalassemia yang

bersifat genetik dan diturunkan, serta gen pembawa perlu

dilakukan di masyarakat. Pendidikan ini sebaiknya sudah mulai

dikenalkan sejak di sekolah beserta pendidikan mengenai

gejala thalassemia. Selain itu, dapat dilakukan edukasi pada

pasangan yang ingin menikah terutama mengenai penyakit

yang diturunkan.

Tujuan dilakukannya KIE adalah untuk menumbuhkan sikap

dan merubah perilaku masyarakat dalam pengendalian

penyakit thalassemia, untuk meningkatkan kemandirian

masyarakat dalam pengendalian penyakit thalassemia, dan

untuk meningkatkan motivasi dan partisispasi masyarakat

dalam pengendalian penyakit thalassemia. Kegiatan yang dapat

dilakukan berupa:
a) Menyiapkan materi penyuluhan serta mengadakan

pelatihan KIE dan penanggulangan penyakit thalassemia

pada petugas kesehatan, kader kesehatan, maupun tokok

masyarakat.

b) Melaksanakan KIE tentang penyakit thalassemia dan

faktor risiko melalui berbagai jalur media penyuluhan.

c) Penyuluhan perorangan atau kelompok yang idlaksanakan

oleh petugas puskesmas, posbindu PTM, kader kesehatan

seperti layanan konseling edukasi penyakit thalassemia.

d) Penyuluan bagi pasien dan keluarga tentang pencegahan

dan penanggulangan penyakit thalassemia.

e) Pengendalian populasi berisiko dengan kriteria berupa

Riwayat anggota keluarga menderita thalassemia,

seseorang dengan anemia disertai MCV dan MCH rendah

(MCV<80fl, MCH<27pg), seseorang dengan kadar Hb

normal dengan MCV dan MCH rendah.

b. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan setelah mengetahui bahwa

seseorang menderita thalassemia ataupun dapat menurunkan

thalassemia ke keturunannya. Oleh karena itu, perlu dilakukan

screening untuk mengetahui kondisi tersebut. Bila ditemukan ada

gen pembawa thalassemia, maka perlu dilakukan konseling

pasangan. Sedangkan pada wanita hamil dapat dilakukan

amniocentesis, chorionic villoius material extraction, dan DNA-


sequencing fetal untuk mendeteksi keberadaan thalassemia. Bila

fetus ditemukan memiliki thalassemia dapat dilakukan tatalaksana

awal pada bayi. Pada anak usia dini dapat dilakuakn pengecekan

darah rutin untuk screening adanya gen pembawa.

c. Pencegahan tersier

Bagi penyandang thalassemia pencegahan ini bertujuan agar tidak

timbul komplikasi yang makin memperberat kondisi kesehatannya.

Misalnya dalam tatalaksana tranfusi darah diupayakan agar tidak

terjadi penumpukan zat besi yang berlebihan dan jika terjadi

penumpukan zat besi maka terapi kelasi besi harus dikuasai oleh

petugas kesehtan di rumah sakit dengan baik unutk mencegah

terjadinya kerusakan hati dan ginjal.

8. Komplikasi Thalassemia

Komplikasi pada thalassemia dapat terjadi akibat penyakit dasar, akbat

pengobatan, dan akibat terapi kelasi besi. Komplikasi akibat penyakit

dasar dapat berupa (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2018):

a. Anemia berat

b. Komplikasi jantung akibat anemia

c. Fraktur patologis

d. Komplikasi endokrin

e. Gagal tumbuh

f. Gizi kurang

g. Perawakan pandek
h. Pembesaran organ yang menekan organ sekitar

Komplikasi akibat pengobatan (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2018):

a. Penunpukan zat besi pada organ janting (kardiomiopati)

b. Hemosiderosis hati, paru, dan organ endokrin

c. Transmisi virus dalam upaya tranfusi (hepatitis B, hepatitis C,

malaria, HIV)

d. Risiko kelebihan darah, gagal jantung akibat tranfusi cepat

e. Reaksi hemolitik akibat ketidak cocokan darah.

Komplikasi akibat terapi kelasi besi bergantung pada kelator yang

diberikan. Desferoksamin dapat menyebabkan komplikasi

pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan fungsi hati dna ginjal.

Sedangkan pemberian deferasiroks dapat menyebabkan komlikasi

gangguan fungsi hati dan ginjal (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2018).

B. Kerangka Teori

Tingkat
Pendidikan rendah

Pengetahuan Peningkatan risiko


mengenai thalassemia dan
thalassemia rendah komplikasi

Gambar 4.2. Kerangka teori


C. Kerangka Konsep

Tingkat Kejadian
pengetahuan thalasemia
masyarakat

Gambar 4.3. Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat terhadap angka

kejadian thalassemia di wilayah kerja Puskemas Kemranjen 1.


V. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penlitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional

deskriptif dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian untuk

mempelajari dinamika korelasi faktor dengan efek, dengan cara pendekatan

observasi atau pengumpulan data sekaligus pada satu waktu. Penelitian

deskriptif merupakan metode penelitian yang dilakukan untuk membuat

gambaran atau mendeskripsikasn suatu keadaan secara objektif (Satroasmoro

dan Ismael, 2014)

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

a. Populasi target

Populasi penduduk yang berada di Kecamatan Kemranjen

b. Populasi terjangkau

Populasi penduduk yang datang ke screening thalassemia di

Puskesmas Kemranjen 1.

2. Sampel

a. Cara pengambilan sampel

Sampel diambil dari populasi yang karakteristiknya diteliti. Sampel

dalam penelitian ini adalah masyarakat yang sesuai dengan kriteria

inklusi dan diluar kriteria eksklusi. Pemilihan sampel dilakukan

dengan total sampling, yaitu teknik pengumpulan sampel yang

merupakan jenis non probability sampling yang jumlahnya sama

dengan populasi (Sugiyono, 2019).


b. Kriteria inklusi dan eksklusi

1) Kriteria inklusi

a) Pasien yang datang ke screening thalassemia di Puskesmas

Kemranjen 1

b) Pasien yang bersedia menjadi responden setelah

menandatangani informed consent.

c) Pasien yang memiliki kesadaran yang baik dan dapat

menjawab pertanyaan.

2) Kriteria eksklusi

a) Pasien yang tidak mengisi keusioner sacara keseluruhan.

b) Pasien yang memiliki alamt tidak jelas

C. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variable bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan mengenai

thalassemia.

2. Variabel terikat

Variable terikat dalam penelitian ini adalah kejadian thalassemia.


D. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Skala Ukur


Kejadian thalassemia Pasien yang memiliki Nominal
hasil screening positif
untuk thalassemia
mayor dan minor.
Tingkat pengetahuan Pemahaman tentang Ordinal
thalassemia meliputi
pengertian, gejala,
penyebab, faktor risiko,
pengobatan,
komplikasi, dan
pentingnya screening
yang diukur
menggunakan
kuesioner. Hasil
pengukuran dinyatakan
sebagai berikut:
a. Baik: 75-100%
b. Cukup: 26-74%
c. Kurang: 0-25%

A. Instrumen Penelitian

1. Jenis data

Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah

indikator pengetahuan mengenai thalassemia. Data diperoleh melalui

wawancara terstruktur menggunakan kuesioner yang telas teruji validitias

dan reabilitasnya. Data sekunder adalah data penderita thalassemia yang

diperoleh melalui rekam medis pasien di Puskesmas Kemranjen 1.

2. Alat pengumpulan data

Kuesioner pada penelitian ini menggunakan kuesioner yang telah diuji

validitas dan reabilitasnya oleh Novianti (2019) yang memiliki

karakteristik yang serupa dengan penelitian kami. Pertanyaan yang

dianggap valid jika responden memiliki r statistik > r table dengan tingakat
kepercayaan 90%. Berdasarakan uji validitas didapatkan 15 pertanyaan

menyenai pengetahuan dinyatakan valid. Sedangkan, pertanyaan yang

dianggap reabilitas jika nilai Cronbach Alpha lebih dari 0.6 (Ghozali,

2011). Berdasarkan uji reabilitas didapatkan seluruh variable kuesioner

reliabel.

3. Cara pengumpulan data

Pengambilan data menggunakan kuesioner yang diberikan langsung

kepada responden. Kuesioner tersebut akan berisi tentang lembar informed

consent serta lebar kuesioner penelitian. Data yang diperoleh kemudian

dikumpulkan dan dilakukan analisis data.

B. Analisis Data

1. Analisis univariat

Analisis univariat digunakan untuk memperoleh gambaran dan

menentukan distribusi frekuensi variable bebas dan terikat. Data disajikan

dalam bentuk frekuensi distribusi untuk semua variable yang diteliti.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang

hubungan antara variable bebas dan variable terikat yang terdapat dalam

hipotesis penelitian. Uji statistik yang digunakan adalah Kruskal-Walls

dengan syarat:

a. Variable independent berskala kategorik, lebih dari dua kategorik.

b. Variable dependent berskala ordinal.

Uji alternatif yang dapat digunakan apabila syarat tidak terpenuhi adalah

uji Friedman’s 2 way.


3. Analisis multivariat

C. Waktu dan Tempat

1. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juni-Juli tahun 2022.

2. Tempat Penelitian

Tempat penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kemranjen 1.


VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, R., Zulhafis, M., Rewina, L. 2020. Kadar Ferritin dengan Status Gizi
Pasien Thalassemia B Mayor Anak di RSAM Bandar Lampung. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. 11(1):219-224.

Indiyah, S. & Meri, R. M. 2019. Faktor-Faktor yang berhubungan Transfusi Pada


Pasien Thalasmeia. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus. Jakarta.

Rahayu, Y. et al. 2015. Dukungan Keluarga dalam Kepatuhan Terapi pada Pasien
Thalassemia di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis 2015.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. DI Yogyakarta.

Rejeki, D., S., S., Nunung, N., Supriyanto, Elva, K. 2012. Studi Epidmeiologi
Deskriptif Talasemia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 7(3):139-
144.

Rujito, L. 2019. Thalasemia: Genetik Dasar dan Pengelolaan Terkini. Universitas


Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Sawitri., H. & Cut, A. H. 2018. Karakteristik Pasien Thalasemia Mayor di Blud


RSU Cut Meutia Aceh Utara Tahun 2018. Jurnal Averrous. 4(2).

Suriadi & Yuliana. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai