Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PORTOFOLIO

COMMUNITY ASSESSMENT

“RENDAHNYA PENGETAHUAN ANAK SDN KREBETSENGGRONG 02


TENTANG KEBIASAAN MENYIKAT GIGI”

Periode : 3 – 22 Oktober 2022

Oleh :

DANIELLA LUNETTA SEKAR MAHESWARI


220160100111022

Instruktur Profesi IKGM-P :


(1) drg. Dyah Nawang Palupi P, M.Kes
(2) drg. Halida Hisbiatun Ni’mah

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
I. Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Penyakit gigi dan mulut merupakan salah satu kelompok penyakit yang
paling banyak dialami oleh masyarakat dunia. Kondisi di Indonesia sendiri, hasil
RISKESDAS tahun 2018 menunjukkan prevalensi penyakit gigi dan mulut di
Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu sebesar 57,6%. Namun, dari data tersebut,
hanya sebesar 10,2% yang mendapatkan penanganan dari tenaga kesehatan di
bidang gigi dan mulut. Tingginya prevalensi penyakit gigi dan mulut yang tidak
tertangani dapat menyebabkan timbulnya masalah kesehatan lain yang memiliki
dampak lebih besar untuk tubuh. Karies merupakan salah satu penyakit gigi dan
mulut yang sangat umum dialami, dengan tandanya yaitu terjadinya kerusakan gigi
yang menyebabkan timbulnya gigi sensitif dan gigi berlubang. Hasil interaksi dari
empat faktor utama yaitu mikroorganisme, substrat, host, dan waktu menyebabkan
terjadinya demineralisasi jaringan keras gigi (Hutami et al., 2019). Kebiasaan
menyikat gigi yang tidak teratur makan makanan yang manis dapat meningkatkan
risiko terjadinya karies (Mardelita, 2017).
Hingga saat ini karies gigi masih menjadi masalah utama anak usia sekolah.
Prevalensi karies pada anak usia 10-14 tahun adalah 73,4% (Riskesdas 2018).
Diantara gigi permanen muda gigi molar satu merupakan gigi yang paling berisiko
terjadi karies. Menurut penelitian Abdat tahun 2018 dari gigi geligi permanen muda
yang diperiksa, terdapat satu di antaranya karies pada insisivus sentral dan 133 gigi
molar satu yang karies. Hal ini dikarenakan gigi molar satu merupakan gigi tetap
yang pertama erupsiyaitu usia 6-7 tahun. Bila gigi tersebut terkena karies, dapat
berakibat pencabutan, yang menimbulkan risiko baru seperti perubahan posisi gigi,
mempengaruhi oklusi, sendi rahang, dan proses mastikasi yang berdampak pada
penyerapan nutrisi makanan (Abdat, 2018).
Anak sekolah dasar merupakan kelompok yang rentan terhadap penyakit
gigi karena umumnya anak-anak pada umur tersebut masih mempunyai perilaku
atau kebiasaan diri yang kurang menunjang terhadap kesehatan gigi. Oleh karena
itu usia tersebut merupakan suatu kelompok yang sangat strategis untuk diberikan
pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut. Selain itu usia 12 tahun
merupakan usia masa sekolah yang dinilai dapat menjadi indikator oleh WHO
untuk memantau karies gigi secara global (Abdat, 2018; Hutami et al., 2019).
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian karies gigi adalah tingkat
pengetahuan, perilaku dan tindakan. Pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan
mulut bisa didapatkan anak dari lingkungan sekolah. Perilaku merupakan suatu
pengetahuan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan
pengetahuan itu. Oleh karena itu peran guru, sarana dan prasarana dalam
memberikan informasi mengenai perilaku kesehatan gigi dan mulut penting untuk
mengecah peningkatan risiko karies pada anak (Nisa dan Fitriyah, 2021).
Berdasarkan uraian diatas, maka laporan portofolio ini ditulis dengan tujuan
untuk mengetahui tahapan penentuan diagnosis komunitas, yang terdiri dari tahap
awal yaitu identifikasi masalah, penentuan penyebab masalah, menentukan
pemecahan masalah, dan menyusun rencana usulan kegiatan. Tahapan diagnosis
komunitas dimulai dengan mengidentifikasi status karies gigi permanen muda,
tingkat pengetahuan, kebiasaan dan perilaku kesehatan gigi dan mulut siswa SD
Senggrong 2 kelas 5 dan 6, tingkat pengetahuan guru SD Senggrong 2 serta sarana
dan prasarana mengenai kesehatan gigi dan mulut di SD Senggrong 2 yang berada
di wilayah kerja Puskesmas Bululawang, Kabupaten Malang. Selanjutnya,
berdasarkan hasil identifikasi, maka dilakukan penentuan masalah, penentuan
penyebab masalah, penentuan pemecahan masalah, dan penyusunan rencana usulan
kegiatan jangka pendek dan jangka panjang untuk menyelesaikan masalah yang
ditemukan.
1.2 Analisa situasi (Profil Puskesmas Bululawang)
1.2.1 Data umum
UPT Puskesmas Bululawang yang didirikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Malang, terletak di Jl. Stasiun no. 11-13, Bululawang, kabupaten
Malang, Jawa Timur 65171. Puskesmas Bululawang melayani pengobatan,
perawatan, persalinan, memberikan rujukan dan konsultasi, dengan prioritas
penanganan baik pencegahan, pengobatan maupun pemberantasannya.
VISI
Terwujudnya kabupaten Malang yang bersatu, berdaulat, mandiri,
sejahtera, dan berkepribadian, dengan semangat gotong royong,
berdasarkan Pancasila, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
Bhineka Tunggal Ika.
MISI
Mewujudkan kesejahteraan rakyat, membangun sumber daya manusia
unggul
TATA NILAI
S.E.G.A.R (Sepenuh hati, Edukatif, Gerak cepat, Akuntabel, Responsif)
MOTTO
(Puskesmas sehat dan bugar)
Puskesmas sehat bagi yang sakit, dan bugar bagi yang sehat
BUDAYA KERJA
5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun)
1.2.2 Data geografis
A. Luas wilayah
Puskesmas Bululawang terletak di desa Bululawang, kabupaten
Malang. Luas wilayah desa Bululawang adalah 49,36 km2.
B. Batas wilayah
1. Utara : Wilayah kerja Puskesmas Pagelaran
2. Selatan : Wilayah kerja Puskesmas Bantur
3. Timur : Wilayah kerja Puskesmas Gedangan
4. Barat : Wilayah kerja Puskesmas Pagak

Gambar 1. Peta wilayah desa Bululawang


C. Jumlah Desa, Dusun/Dukuh, RT dan RW

DESA Luas JUMLAH Rata-rata Kepadata


wilaya jumlah n
h jiwa/KK penduduk
DUSUN RW RT (Jiwa/km2
(km2)
)

Bululawang 2,58 2 8 44 4 2.570

Sempalwadak 1,24 2 3 15 5 2.464

Wandanpuro 2,39 4 11 38 4 3.399

Lumbangsari 2,92 3 3 13 4 1.884

Sukonolo 4,36 4 4 20 3 978

Gading 3,45 3 4 17 4 1.302

Krebet 3,78 3 7 40 4 1.714

Krebet 2,61 3 6 23 4 2.124


Senggrong

Kuwolu 3,56 2 6 22 4 1.214

Bakalan 7,76 6 10 26 4 815

Sudimoro 3,54 3 6 26 4 1.541

Kasri 3,96 4 7 20 4 1.009

Pringu 3,46 4 9 23 4 1.454


Kasembon 3,71 4 5 21 4 1.106

JUMLAH 49,36 47 89 348 45

1.2.3 Data penduduk tahun 2022


Jumlah penduduk : 74201 orang
Jumlah penduduk laki-laki : 37035 orang
Jumlah penduduk perempuan : 37166 orang
Jumlah penduduk menurut kelompok umur:
- 0-14 tahun : 15.371
- 15-64 tahun : 50800
- >65 tahun : 8029
1.2.4 Data ketenagaan

No Ketenagaan Tenaga PNS Tenaga Total


Non-PNS

L P L P L P Jml

`1 MEDIS

Dokter umum 1 2 1 2 2 4

Dokter gigi 1 1 1 2

2 PERAWAT

Perawat 1 7 2 9 3 16 19

Perawat gigi 0
3 BIDAN

Bidan Puskesmas 4 4 8

Bidan Desa 13 1 14

4 FARMASI

Apoteker 1 1

Asisten apoteker 1 1

5 SANITARIAN 1 1

6 GIZI 1 1

7 TEKNISI MEDIS

Analisis kesehatan 1 1 2

8 REKAM MEDIS 1 1

9 NON
KESEHATAN

Sopir ambulan 2 2

Pramusaji 1 1

Petugas administrasi 2 2
Akuntan 1 1

IT 1 1

Total tenaga kerja 62

1.2.5 Data sarana dan prasarana

No Nama sarana dan prasarana Jumlah

1 Gedung Puskesmas Induk 1

2 Rumah Dinas 1 1

3 Rumah Dinas 2 1

4 Puskesmas Pembantu Bakalan 1

5 Puskesmas Pembantu Kasembon 1

6 Puskesmas Pembantu Sukonolo 1

7 Puskesmas Pembantu Kasri 1

8 Pondok Kesehatan Desa Wandanpuro 1

9 Pondok Kesehatan Desa Sempalwadak 1

10 Pondok Kesehatan Desa Lumbang 1

11 Pondok Kesehatan Desa Gading 1

12 Pondok Kesehatan Desa Bululawang 1

13 Pondok Kesehatan Desa Pringu 1

14 Pondok Kesehatan Desa Kuwolu 1


15 Pondok Kesehatan Desa Bakalan 1

16 Pondok Kesehatan Desa Krebet 1

17 Pondok Kesehatan Desa Senggrong 1

18 Mobil Ambulans 2

19 Mobil Puskesmas Keliling 1

20 Sepeda motor 2

21 IPAL 1

1.2.6 Daftar upaya pelayanan kesehatan Puskesmas


A. UKM Esensial :
- Pelayanan promosi kesehatan termasuk UKS
- Pelayanan kesehatan lingkungan
- Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKM
- Pelayanan gizi yang bersifat UKM
- Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
- Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat
B. UKM Pengembangan :
- Pelayanan kesehatan jiwa
- Pelayanan kesehatan gigi masyarakat
- Pelayanan kesehatan tradisional komplementer
- Pelayanan kesehatan olahraga
- Pelayanan kesehatan indera
- Pelayanan kesehatan lansia
- Pelayanan kesehatan kerja
- Pelayanan kesehatan lainnya
C. UKP, kefarmasian, dan laboratorium :
- Pelayanan pemeriksaan umum
- Pelayanan kesehatan gigi dan mulut
- Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKP
- Pelayanan gawat darurat
- Pelayanan gizi yang bersifat UKP
- Pelayanan persalinan
- Pelayanan rawat inap untuk Puskesmas yang menyediakan
pelayanan rawat inap
- Pelayanan kefarmasian
- Pelayanan laboratorium
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui tahapan penentuan diagnosis komunitas berdasarkan
permasalahan utama yang ditemukan, mengenai kesehatan gigi dan mulut pada gigi
permanen siswa sekolah dasar di lingkungan wilayah kerja Puskesmas Bululawang,
Kabupaten Malang.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui tahapan penentuan diagnosis komunitas
2. Mengetahui prioritas, penyebab, serta solusi jangka pendek dan panjang
dari masalah kesehatan gigi dan mulut pada gigi permanen siswa
sekolah dasar di lingkungan wilayah kerja Puskesmas Bululawang,
Kabupaten Malang.
II. Tinjauan pustaka
2.1 Diagnosis Komunitas
2.1.1 Definisi
Diagnosis komunitas adalah kegiatan menggali permasalahan utama yang
dihadapi oleh komunitas berdasarkan fakta yang ada dan pengambilan strategi serta
rencana tindak lanjut untuk penyelesaian masalah tersebut. Menurut WHO,
diagnosis komunitas adalah penjelasan secara kuantitatif dan kualitatif mengenai
kondisi kesehatan di komunitas serta faktor- faktor yang mempengaruhi kondisi
kesehatannya.
Tujuan diagnosis komunitas adalah agar teridentifikasi permasalahan yang
mendasar dan menyusun solusi pemecahan masalah kemudian dicarikan alternatif
pemecahan masalah. Diagnosis komunitas diawali dengan melakukan analisis
situasi, identifikasi masalah, penyebab masalah, prioritas masalah, kemudian
dipikirkan suatu solusi atau intervensi untuk pemecahan masalah yang ada dalam
komunitas tersebut. Suatu diagnosis komunitas yang baik diharapkan dapat bersifat
luas dan mencakup berbagai aspek komunitas seperti budaya, struktur sosial, peran
komunitas, dan lain sebagainya. Diagnosis komunitas yang baik harus dapat
memberikan suatu bayangan bagi para perencana program akan bagaimana
kehidupan di daerah tersebut, masalah-masalah kesehatan yang penting, intervensi
yang paling mungkin berhasil, dan cara evaluasi program yang baik.

2.1.2 Tujuan
Mampu memahami dan mengaplikasikan konsep-konsep epidemiologi
terapan untuk melakukan diagnosis komunitas suatu wilayah kerja tertentu,
sehingga teridentifikasi permasalahan yang mendasar dan solusi pemecahan
permasalahan disusun secara sistematis dan terstruktur secara utuh dan benar.
2.1.3 Tahapan
Proses untuk menentukan diagnosis komunitas mencakup 4 tahapan :
1. Tahap inisiasi
Komite atau kelompok kerja yang berkomitmen harus dibentuk untuk
mengawasi dan mengkoordinasikan proyek diagnosis komunitas sebelum dapat
dimulai. Departemen pemerintah, pakar kesehatan, dan organisasi non-pemerintah
semuanya harus diwakili dalam komite. Sangat penting untuk menilai luasnya
diagnostik sejak dini dengan menentukan dana dan sumber daya yang tersedia.
Status kesehatan, gaya hidup, situasi kehidupan, kondisi sosial ekonomi,
infrastruktur fisik dan sosial, disparitas, dan layanan dan kebijakan kesehatan
masyarakat adalah beberapa bidang khas yang akan diteliti. Setelah ruang lingkup
telah diidentifikasi, garis waktu untuk melakukan diagnosis komunitas, pembuatan
laporan, dan penyebarluasannya harus ditetapkan.
2. Pengumpulan dan analisis data
Baik data kuantitatif maupun kualitatif harus dikumpulkan sebagai bagian dari
penelitian. Selanjutnya, data demografi dan statistik, seperti ukuran populasi,
distribusi gender dan usia, layanan medis dan kesehatan masyarakat, pelayanan
sosial, pendidikan, perumahan, keamanan publik, dan transportasi, dapat
memberikan konteks mengenai daerah tersebut. Survei, kuesioner yang dikelola
sendiri, wawancara tatap muka, kelompok fokus, dan wawancara melalui telepon
seluruhnya dapat digunakan untuk mengumpulkan data masyarakat. Organisasi
yang berpengalaman, seperti lembaga akademis, dapat digunakan untuk melakukan
penelitian guna memastikan kelayakan temuan tersebut. Prosedur pengambilan
sampel harus direncanakan dengan baik, dan ukuran sampel harus cukup besar
untuk memungkinkan penarikan kesimpulan yang dapat dipercaya. Hasilnya,
temuan studi dapat digunakan untuk mengevaluasi masyarakat setempat. Para ahli
kemudian dapat menganalisis dan mengevaluasi informasi yang dikumpulkan.
Berikut adalah beberapa analisis data yang berguna dan cara penyajiannya:
- sebagai perbandingan, data statistik paling baik disajikan sebagai tarif atau
rasio
- trend dan proyeksi sangat penting untuk melacak perubahan dari waktu ke
waktu untuk perencanaan masa depan
- data dari kabupaten setempat dapat dibandingkan dengan data dari
kabupaten lain atau seluruh penduduk
- penyajian grafis direkomendasikan untuk memudahkan pemahaman
3. Diagnosis
Diagnosis kesimpulan yang dikumpulkan dari analisis data digunakan untuk
mendiagnosis komunitas. Idealnya harus mencakup tiga bagian :
- Status kesehatan masyarakat
- Faktor kesehatan masyarakat
- Kemungkinan pembangunan kota yang sehat
4. Diseminasi
Pembuatan laporan diagnosis komunitas bukanlah tujuan itu sendiri; upaya
untuk meningkatkan komunikasi sehingga tindakan terfokus perlu dilakukan.
Pembuat kebijakan, profesional kesehatan, dan masyarakat umum di masyarakat
termasuk di antara audiens yang dituju untuk diagnosis komunitas.
Secara singkat, alur untuk menentukan diagnosis komunitas adalah sebagai berikut:
- Analisis situasi dan identifikasi masalah
- Menentukan prioritas masalah
- Menentukan penyebab masalah
- Analisis dan penilaian masalah
- Menentukan solusi dan alternatif pemecahan masalah
- Menentukan prioritas solusi
- Melakukan intervensi dan evaluasi keberhasilan dari intervensi yang sudah
dilaksanakan

2.2 Karies Gigi


Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian penting dari kesehatan tubuh
secara menyeluruh. Masalah pada kesehatan gigi dan mulut akan menyebabkan
seseorang mengalami kesulitan saat makan. Permasalahan gigi dan mulut yang
paling banyak dialami masyarakat adalah karies (Anil et al., 2017). Karies
merupakan penyakit rusaknya jaringan keras gigi oleh aktivitas metabolisme
bakteri dalam plak yang menyebabkan terjadinya demineralisasi (Listrianah, 2017).
WHO menetapkan usia 12 tahun sebagai Global Monitoring of Dental
Caries, dikarenakan pada usia 12 tahun semua gigi permanen telah tumbuh kecuali
gigi molar ketiga (Wardani et al., 2017). Prevalensi masyarakat yang bermasalah
gigi dan mulut di Indonesia menurut Riskesdas tahun 2018 sebesar 57,6% dengan
indeks DMF-T Nasional sebesar 7,1 (Kemenkes RI, 2018). Indeks DMF-T
merupakan indikator yang secara luas digunakan untuk menilai karies dalam suatu
populasi. Indeks DMF-T merupakan indeks irreversible yang mengukur
pengalaman karies berdasarkan jumlah gigi yang karies (Decay), gigi yang hilang
(Missing), dan gigi yang ditumpat (Filling) melalui pemeriksaan menyeluruh
(Ryzanur et al., 2022)
2.2.1 Klasifikasi
Pengelompokan atau klasifikasi gigi menurut G. V. Black dilakukan untuk
memudahkan mendeteksi penyakit karies gigi. Pengelompokan tersebut yaitu:
- Kelas 1: Kavitas pada semua pit dan fissure gigi, terutama pada premolar
dan molar.
- Kelas 2: Kavitas pada permukaan approksimal gigi posterior yaitu pada
permukaan halus/lesi mesial dan atau distal biasanya berada di bawah titik
kontak yang sulit dibersihkan. Dapat digolongkan sebagai kavitas MO
(mesio-oklusal) dan DO (disto-oklusal).
- Kelas 3: Kavitas pada permukaan approksimal gigi-gigi depan dan terjadi
di bawah titik kontak, bentuknya bulat dan kecil.
- Kelas 4: Kavitas sama dengan kelas 3 tetapi meluas sampai sudut insisal.
- Kelas 5: Kavitas pada bagian sepertiga gingival permukaan bukal atau
lingual, lesi lebih dominan timbul dipermukaan yang menghadap ke
bibir/pipi dari pada lidah. Selain mengenai email, juga dapat mengenai
sementum.
- Kelas 6: Terjadi pada ujung gigi posterior dan ujung edge insisal incisive.
Biasanya pembentukan yang tidak sempurna pada ujung tonjo/edge insisal
rentan terhadap karies
2.2.2 Etiologi
Karies merupakan penyakit multifaktorial yang dapat disebabkan oleh
empat faktor utama. Empat faktor utama yang berpern dalam terjadinya karies yaitu
host, mikrooroganisme, substrat, dan waktu. Keempat faktor tersebut saling
berpengaruh dalam terjadinya karies.
1) Host
Struktur dan komposisi gigi berperan penting terhadap terbentuknya karies.
Keadaan morfologi gigi juga memiliki pengaruh terhadap perkembangan karies, pit
dan fissure yang dalam pada permukaan gigi yang dapat menjadi tempat masuknya
bakteri, debris dan sisa-sisa makanan. Jika gigi tidak dibersihkan secara tepat maka
akan menyebabkan karies berkembang dengan cepat (Shafer, 2012). Saliva
merupakan salah satu faktor yang memiliki peranan penting terhadap terjadinya
karies. Saliva berfungsi untuk mempertahankan integritas enamel dengan modulasi
remineralisasi yang akan mencegah terbentuknya karies gigi. Saliva mengatur
keseimbangan demineralisasi dan remineralisasi gigi yang berkaitan dengan pH
saliva dan pH plak rongga mulut (Tarigan, 2015).

2) Mikroorganisme
Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi,
terdiri dari mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik interseluler
jika seseorang tidak memperhatikan kebersihan gigi dan mulutnya. Plak gigi hanya
dapat dibersihkan secara menyeluruh dengan cara mekanis, tidak cukup dengan
hanya berkumur ataupun menyikat gigi. Bakteri yang terdapat di dalam plak
berperan penting dalam proses terbentuknya kerusakan gigi. Bakteri Streptococcus
mutans merupakan penyebab utama terbentuknya karies karena mempunyai sifat
asidogenik dan asidurik (Putri, 2017).

3) Substrat
Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang setiap hari
dikonsumsi dan menempel pada gigi. Konsumsi gula yang berlebihan akan
berpengaruh pada pertumbuhan plak dan jumlah bakteri Streptococcus mutans di
dalamnya. Sukrosa merupakan gula yang bersifat kariogenik dan paling banyak
dikonsumsi sehari-hari, maka sukrosa termasuk penyebab karies yang utama (Azis,
2018).

4) Waktu
Karies berkembang dalam jangka waktu beberapa bulan ataupun beberapa
tahun. Fungsi saliva yang berperan untuk mendepositkan kembali mineral selama
proses perkembangan karies, menandakan bahwa proses tersebut terdiri atas
perbaikan dan perusakan yang saling bergantian (Kidd, 2013)
Selain faktor langsung di dalam mulut yang berhubungan dengan terjadinya karies,
terdapat pula faktor tidak langsung atau faktor predisposisi yang juga disebut
sebagai resiko luar (Tarigan, 2015). Beberapa faktor yaitu:
1) Ras (suku bangsa)
Pengaruh ras terhadap angka kejadian karies gigi sangat sulit untuk
dipastikan. Namun demikian, bentuk tulang rahang suatu ras bangsa mungkin dapat
berpengaruh terhadap persentase terjadinya karies yang semakin meningkat atau
menurun. Misalnya, pada ras tertentu dengan bentuk rahang yang sempit, gigi geligi
pada rahang akan tumbuh berjejal kemudian menyebabkan kesulitan untuk
membersihkan gigi-geligi secara keseluruhan yang akan berpengaruh pada
peningkatan persentase karies pada ras tersebut (Tarigan, 2015).

2) Usia
Seiring dengan bertambahnya usia akan menyebabkan prevalensi karies
meningkat. Gigi akan lebih lama berinteraksi dengan faktor resiko penyebab karies,
oleh karena itu mengetahui dan mengendalikan faktor resiko penyebab karies
sangat penting untuk memperlambat perkembangan lesi karies yang sudah ada dan
mencegah timbulnya lesi karies baru (Heymann, 2013).

3) Keturunan
Orang tua dengan angka karies yang rendah cenderung memiliki anak-anak
dengan angka karies yang rendah, sedangkan orang tua dengan angka karies yang
tinggi cenderung memiliki anak-anak dengan angka karies yang tinggi pula.
(Shafer, 2012).

4) Status sosial ekonomi


Anak-anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi memiliki indeks
DMF-T lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga dengan status
sosial ekonomi rendah (Tulongow, 2013). Tingkat pendidikan, pekerjaan dan
pendapatan orang tua berpengaruh pada status sosial ekonomi keluarga dapat
berpengaruh pada perubahan sikap dan perilaku seseorang dalam upaya
pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut (Heymann, 2013).

2.2.3 Patogenesis
Karies gigi merupakan akibat interaksi beberapa faktor yaitu saliva, plak,
diet, dan kebersihan rongga mulut, sehingga karies disebut penyakit multifaktorial.
Patogenesis karies berawal dari perlekatan agregasi bakteri di permukaan enamel.
Selanjutnya, bakteri akan melakukan metabolisme sisa makanan yang ada pada
permukaan gigi dan memfermentasi sukrosa menjadi asam laktat. Produksi asam
akan menyebabkan penurunan pH hingga kurang dari 5,5. Jika penurunan pH ini
terjadi terus-menerus, maka akan menyebabkan terjadinya demineralisasi pada
enamel gigi (Bilqis, 2018). Pada tahap awal demineralisasi, kavitas belum terbentuk
di permukaan enamel, namun mineral enamel sudah mulai larut sehingga secara
klinis terlihat perubahan warna menjadi lebih putih. Lesi awal karies dapat kembali
normal melalui proses remineralisasi. Kavitas pada permukaan gigi terjadi bila
demineralisasi sudah sedemikian luas sehingga permukaan enamel tidak mendapat
dukungan yang cukup dari jaringan dibawahnya. Bila proses demineralisasi tidak
diatasi, maka kerusakan akan berlanjut lebih dalam lagi sehingga dapat
mempengaruhi vitalitas gigi (Sibarani, 2014).

2.2.4 Perawatan Karies


Beberapa perawatan untuk gigi karies adalah (Listrianah et al, 2018):
1) Penambalan: dilakukan untuk mencegah proses karies lebih lanjut,
perawatan penambalan adalah salah satu cara yang dilakukan terutama pada
karies yang ditemukan pada email dan dentin.
2) Perawatan Saluran Akar: dilakukan bila sudah terjadi pulpitis atau
peradangan dimana karies sudah mencapai pulpa. Dilakukan preparasi
untuk membuang jaringan pulpa, saraf, dan pembuluh darah yang terinfeksi
untuk dilakukan pengisian saluran akar yang diatasnya diletakkan tambalan
sementara baru kunjungan berikutnya dapat dilakukan penambalan
permanen atau pembuatan mahkota tiruan.
3) Pencabutan gigi: pencabutan gigi dapat dilakukan karena berbagai macam
seperti pada gigi berlubang atau dengan kerusakan yang terlalu parah
sehingga tidak dapat direstorasi
2.2.5 Pencegahan Karies
Pencegahan karies gigi dapat dilakukan dengan mengurangi pertumbuhan
bakteri patogen sehingga hasil metabolismenya berkurang, meningkatkan
ketahanan permukaan gigi terhadap proses demineralisasi, dan meningkatkan pH
plak. Untuk mengurangi pertumbuhan bakteri patogen dapat dilakukan
pembuangan struktur gigi yang sudah rusak pada seluruh gigi dengan karies aktif
dan dilakukan restorasi gigi. Salah satu bahan yang efektif untuk mencegah karies
adalah sealants. Ada tiga keuntungan penggunaan sealants. Pertama, sealants akan
mengisi pits dan fissures dengan resin yang tahan terhadap asam. Kedua, karena
pits dan fissures sudah diisi dengan sealents, maka bakteri kehilangan habitat.
Ketiga, sealants yang menutupi pits dan fissures mempermudah pembersihan gigi.
Pencegahan lainnya dapat dilakukan dengan fluoridasi, yang membuat permukaan
gigi lebih tahan terhadap serangan asam dan pada kondisi tertentu dapat
menghentikan proses karies aktif. Faktor kesehatan pasien, riwayat fluoridasi,
fungsi sistem imun dan kelenjar liur merupakan faktor penting pembentukan karies,
namun pasien tidak selalu memperhatikan hal tersebut. Pasien dapat mengatur
faktor risiko lainnya seperti pola makan, kebersihan rongga mulut, penggunaan obat
kumur, dan perawatan gigi.
2.3 Media Promosi Kesehatan
Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk
menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik
melalui media cetak, elektronika seperti radio, TV, komputer dan sebagainya, serta
media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang
kemudian diharapkan menjadi perubahan pada perilaku ke arah positif di bidang
kesehatan (Jatmika, dkk. 2019).
Pada suatu media, pesan yang disampaikan haruslah efektif dan kreatif,
maka dari itu harus memenuhi hal-hal berikut :

a. Command attention, adalah mengembangkan satu ide/pesan pokok yang


dapat direfleksikan menjadi suatu pesan
b. Clarify the massage, pesan yang digunakan haruslah mudah dimengerti,
sederhana dan jelas, pesan yang disampaikan harus dapat dipercaya, tidak
bohong dan terjangkau
c. Create trust, pesan yang disampaikan harus dapat dipercaya, tidak bohong
dan terjangkau
d. Communicate a benefit, pesan yang disampaikan dapat memberikan
keuntungan terutama bagi kedua belah pihak
e. Consistency, pesan yang disampaikan harus memiliki satu pesan utama di
media apapun
f. Cater to the heart and head, pesan yang disampaikan dapat menyentuh akal
dan rasa (emosi) sasaran
g. Call to action, pesan yang disampaikan dapat mendorong dan
mempengaruhi saran untuk bertindak ke hal positif
2.3.1 Tujuan Media Promosi Kesehatan
Tujuan dari penggunaan media promosi kesehatan adalah untuk menjadi
media dalam mempermudah penyampaian informasi, media untuk menghindari
kesalahan persepsi, media untuk memperjelas informasi yang disampaikan, media
untuk mempermudah pengertian, media untuk mengurangi komunikasi secara
verbal, media untuk menampilkan objek yang dapat ditangkap dengan mata, serta
media dapat memperlancar komunikasi, dan lain-lain (Jatmika, dkk. 2019).
2.3.2 Jenis Media Promosi Kesehatan
Media promosi kesehatan dikelompokkan menjadi beberapa jenis.
Berdasarkan penggunaannya, media promosi kesehatan dibedakan menjadi bahan
bacaan dan bahan peraga. Bahan bacaan diantaranya, seperti modul, buku, folder,
brosur, majalah, buletin dan lain sebagainya. Bahan peraga berupa poster tunggal,
poster seri, flipchart, transparan, slide, film, dan lain-lain.
Media promosi kesehatan berdasarkan peran-fungsinya sebagai penyaluran
pesan atau informasi kesehatan dibedakan menjadi media cetak, media elektronik,
media luar ruangan, dan media lain. Media elektronik merupakan media yang
bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar dan penyampaiannya melalui alat
bantu elektronika. Media elektronik mencakup televisi, radio, video film, kaset,
CD, VCD, internet (komputer dan modem), dan SMS (telepon seluler). Kelebihan
media elektronik antara lain lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal
masyarakat, bertatap muka, mengikutsertakan seluruh panca indera, penyajiannya
dapat dikendalikan dan diulang-ulang serta jangkauannya lebih besar. Kelemahan
dari media ini adalah biayanya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat
canggih untuk produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang
dan berubah, perlu keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk
mengoperasikannya.

Media luar ruang merupakan media metode penyampaian pesannya berada


di luar ruang,, bisa melalui media cetak maupun elektronik. Contoh media luar
ruang antara lain adalah papan reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi
layar lebar, umbul-umbul, yang berisi pesan, slogan atau logo. Kelebihan dari
media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum
dan hiburan, bertatap muka, mengikutsertakan seluruh panca indera, penyajian
dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar. Kelemahan dari media ini
adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu alat canggih untuk produksinya,
persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah, memerlukan
keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya.

Selain ketiga media tersebut, terdapat beberapa media promosi kesehatan


lainnya. Media lain tersebut dapat berupa iklan di bus. Pengadaan kegiatan/event
berupa bentuk kegiatan di pusat perbelanjaan atau hiburan yang menarik perhatian
pengunjung juga dapat dijadikan media promosi kesehatan. Event tersebut dapat
berupa (a) Roadshow, suatu kegiatan yang diadakan di beberapa tempat/kota. (b)
Sampling, contoh produk yang diberikan kepada sasaran secara gratis. (c) Pameran,
suatu kegiatan untuk menunjukkan informasi program dan pesan-pesan promosi.

Media promosi kesehatan memiliki banyak pengembangan inovasinya.


Inovasi tersebut diantaranya dapat berupa brosur, poster, audio visual, flip chart,
booklet, buku saku, SMS broadcast, media sosial, permainan, seperti permainan
engklek, ular tangga, puzzle, kartu bergambar, maupun seni, contohnya lagu,
jathilan, wayang gantung, besutan, serta khotbah (Jatmika, dkk. 2019).

III. Pembahasan
Tahapan pertama yang dilakukan untuk menentukan diagnosis komunitas
adalah pengambilan data sekunder mengenai profil Puskesmas serta diagnosis
penyakit gigi dan mulut yang paling banyak terjadi di Poli Gigi dan Mulut
Puskesmas Bululawang. Data profil Puskesmas didapatkan melalui ruang tata usaha
dan data yang dipajang di depan ruang rapat Puskesmas Bululawang pada hari
Senin, 3 Oktober 2022. Data yang diambil yaitu : Data geografis, data umum, data
sumber daya kesehatan, dan data program pelayanan Puskesmas Bululawang, serta
data dusun/dukuh dan jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Bululawang.
Kemudian pada hari yang sama, saya mengambil data sekunder mengenai
diagnosis penyakit gigi dan mulut yang paling banyak terjadi di Poli Gigi dan Mulut
Puskesmas Bululawang. Data ini saya dapatkan melalui drg. Rizky di poli gigi
Puskesmas Bululawang. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa diagnosis 5
penyakit yang paling banyak adalah :
1. Pulpitis pada gigi permanen
2. Gangguan erupsi gigi
3. Abses periapikal
4. Periodontitis kronis
5. Nekrosis pulpa
Setelah mendapatkan data tersebut, maka saya melakukan penetapan prioritas
masalah dengan menggunakan metode USG (Urgency, Serioussness, Growth).
Metode USG dilakukan pada 7 responden, yaitu dr. Titis Ari Respatilatsih selaku
Kepala Puskesmas Bululawang, drg. Halida Hisbiatun Ni’mah selaku penanggung
jawab UKM, drg. Rizky Dwi Rachmayanti selaku penanggung jawab UKP, dan 5
mahasiswa koas FKG UB. Kegiatan USG dilaksanakan pada hari Selasa, 4 Oktober
2022. Hasil USG tersebut yaitu :

Masalah Total Rank

Pulpitis 110 1

Gangguan Erupsi Gigi 83 5

Abses Periapikal 100 2

Periodontitis Kronis 86 4

Nekrosis Pulpa 88 3

Berdasarkan hasil USG, maka ditetapkan masalah yang menjadi prioritas yaitu
pulpitis pada gigi permanen.
Selanjutnya, saya melakukan konsultasi bersama drg. Halida pada hari
Rabu, 5 Oktober 2022, mengenai hasil USG. Dokter Halida setuju dengan pendapat
dokter Riris, yaitu untuk mengangkat masalah pulpitis pada gigi permanen sebagai
masalah prioritas, dan menyarankan kami untuk segera mengumpulkan data primer
dengan melakukan screening. Mengenai sasaran screening, dokter Halida
menyarankan untuk mengambil sasaran anak SD kelas 5 dan 6. Alasan pemilihan
sasaran adalah pada usia anak kelas 5 dan 6 (sekitar 10-12 tahun), merupakan masa
akhir gigi campuran atau baru tumbuhnya beberapa gigi permanen. Sehingga
penting untuk mengetahui tingkat kariesnya, agar dapat dilakukan perencanaan
tindakan promotif dan preventif yang sesuai sebelum kondisi karies dapat
bertambah parah. Pada konsultasi ini, ditentukan sasaran adalah siswa kelas 5 dan
6 di SDN Krebetsenggrong 2, dan kegiatan screening akan dilaksanakan pada
tanggal 10 Oktober 2022.
Saya melakukan penyusunan lembar kuesioner dan lembar screening yang
berisi skor DMF-T, nama siswa, jenis kelamin, dan usia. Selanjutnya melakukan
penyusunan lembar kuesioner untuk siswa yang berisi 5 pertanyaan untuk menilai
pengetahuan siswa mengenai kesehatan gigi dan mulut, serta 5 pertanyaan untuk
mengetahui kebiasaan menjaga kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan oleh siswa
tersebut. Penyusunan lembar tersebut selesai pada hari Rabu, 5 Oktober 2022.
Setelah menyusun lembar screening dan kuesioner, saya menunjukkan hasil
penyusunan tersebut konsultasi kepada dokter Halida pada hari Kamis, 6 Oktober
2022. Dalam konsultasi ini, dokter Halida memberi saran untuk mengubah format
penulisan form screening agar dapat lebih efektif serta menambahkan kolom
“Keterangan” pada form untuk menuliskan jika ada anak yang dapat dilakukan
rujukan perawatan ke Puskesmas. Berikut merupakan hasil penyusunan lembar
kuesioner dan screening :
Pada hari Minggu, 9 Oktober 2022, kami melakukan konsultasi lembar
screening dan kuesioner dengan drg. Dyah Nawang Palupi P., M.Kes secara online
melalui Whatsapp. Dalam konsultasi ini, drg. Dyah memberi saran untuk
menambahkan sasaran kuesioner kepada guru-guru di sekolah sasaran. Kuesioner
yang ditujukan kepada guru ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan
guru mengenai kesehatan gigi dan mulut serta ketersediaan sarana prasarana atau
ABP mengenai kesehatan gigi dan mulut di sekolah. Maka selanjutnya, saya
melakukan penyusunan kuesioner untuk guru, dengan rincian 8 pertanyaan
mengenai pengetahuan dan 2 pertanyaan mengenai ketersediaan sarana prasarana
kesehatan gigi dan mulut di sekolah. Berikut merupakan hasil penyusunan lembar
kuesioner guru :

Kegiatan screening dilakukan di SDN Krebetsenggrong 2 pada hari Senin,


10 Oktober 2022 mulai pukul 11.00 siang. Kegiatan screening dilakukan dengan
memeriksa gigi permanen siswa sesuai dengan kriteria DMF-T, yaitu decay,
missing, dan filling. Jumlah siswa yang diperiksa adalah 67 siswa, dengan rincian
32 siswa kelas 5 dan 35 siswa kelas 6. Terdapat 1 siswa kelas 5 dan 1 siswa kelas 6
yang tidak hadir pada hari pemeriksaan. Dalam agenda screening sekaligus
dilakukan pengisian kuesioner siswa dan guru. Jumlah siswa yang mengisi
kuesioner adalah 67 siswa, dan jumlah guru yang mengisi kuesioner adalah 11
orang.
Setelah selesai melakukan screening dan pengisian kuesioner, saya
melakukan rekap hasil screening dan kuesioner yang telah didapatkan. Berdasarkan
rekap hasil screening, ditemukan skor DMF-T untuk kelas 5 adalah 1,4 dan kelas 6
sebesar 0,9. Skor DMF-T ini termasuk dalam kisaran sangat rendah. Berdasarkan
rekap hasil kuesioner siswa, ditemukan skor pengetahuan siswa tinggi, yaitu
mayoritas siswa mendapat nilai lebih dari sama dengan 80. Sebagian besar siswa
menjawab salah pada pertanyaan mengenai waktu dan frekuensi menyikat gigi yang
benar. Sedangkan berdasarkan rekap hasil kuesioner guru, skor pengetahuan tinggi,
yaitu mayoritas mendapat skor 87,5. Sebagian besar guru menjawab salah pada
pertanyaan mengenai teknik menyikat gigi yang benar.
Selanjutnya saya melakukan konsultasi mengenai hasil screening dan
pengisian kuesioner yang telah direkap, yaitu pada hari Selasa, 11 Oktober
2022. Berdasarkan hasil data tersebut, drg. Dyah dan drg. Halida memberi saran
untuk penyusunan rencana jangka pendek dan jangka panjang nantinya lebih
berfokus pada masalah kurang tepatnya pola perilaku kesehatan gigi dan mulut
siswa dan guru SDN Krebetsenggrong 2
Saya melakukan analisa penyebab masalah dengan menggunakan diagram
fishbone pada hari Selasa, 11 Oktober 2022. Dalam diagram ini, bagian kepala ikan
dituliskan masalah yang diangkat, yaitu rendahnya pengetahuan anak SDN
Krebetsenggrong 02 tentang kebiasaan menyikat gigi. Kemudian melakukan
pengisian penyebab masalah pada bagian duri ikan, berdasarkan 6 faktor utama
yaitu man, money, method, machine, material, dan environment. Berikut
merupakan hasil penyusunan diagram fishbone :
Setelah menyusun diagram fishbone, saya melakukan penentuan prioritas
penyebab masalah menggunakan metode NGT (Nominal Group Technique).
Metode NGT dilakukan dengan menggunakan diskusi dalam kelompok kecil,
kemudian setiap anggota kelompok menentukan skor dengan rentang 1-5 untuk
setiap penyebab masalah yang telah disepakati. Berdasarkan hasil NGT, penyebab
masalah yang menjadi prioritas yaitu kurangnya informasi mengenai kesehatan gigi
dan mulut. Berikut merupakan hasil dari NGT:

Kemudian saya melakukan penentuan prioritas pemecahan masalah dengan


menggunakan metode CARL (Capability, Assesibility, Readiness, Leverage).
Metode CARL dilakukan untuk mencari pemecahan masalah yang menjadi
prioritas, berdasarkan 4 kategori, yaitu :
- Capability atau kesiapan kemampuan sumber daya, dana, maupun alat
dalam melaksanakan suatu program.
- Accessibility atau kemudahan program tersebut dilakukan atau tidak.
- Readiness, merupakan kesiapan dari sumber daya manusia, motivasi,
kompetensi, kesiapan sasaran/masyarakat
- Leverage, merupakan pengaruh masalah yang satu terhadap yang lain
Berdasarkan hasil perhitungan skor, maka pemecahan masalah yang menjadi
prioritas yaitu mengadakan penyuluhan kepada guru dan anak mengenai perilaku
kesehatan gigi dan mulut. Hasil dari metode CARL adalah sebagai berikut:

Setelah mendapatkan pemecahan masalah yang menjadi prioritas, saya melakukan


penyusunan rencana usulan kegiatan (RUK) jangka pendek dan jangka panjang.
Berikut merupakan hasil penyusunan RUK :
Pada akhir kegiatan diagnosis komunitas, saya melakukan presentasi hasil
penyusunan laporan pada hari Jumat, 14 Oktober 2022. Dalam hasil presentasi,
dokter Dyah dan dokter Latifah memberikan saran untuk menyusun judul diagnosis
komunitas yang lebih sesuai, sehingga judul diagnosis komunitas yang ditentukan
yaitu rendahnya pengetahuan anak SDN Krebetsenggrong 02 tentang kebiasaan
menyikat gigi.
Dalam kegiatan diagnosis komunitas ini, saya dapat mempelajari tahapan
dan proses dalam penentuan diagnosis dalam komunitas. Selama kegiatan ini,
masih banyak kekurangan yang saya lakukan. Salah satunya kurangnya komunikasi
dengan dosen pembimbing, yaitu drg. Dyah. Sehingga sempat terjadi
miskomunikasi, yaitu penentuan sasaran yang kurang tepat karena pada anak
sekolah sedang menjalani jadwal ujian akibatnya waktu yang tersedia terlalu mepet
dan hasil pemeriksaan tidak sesuai dengan harapan. Untuk mengatasi masalah
tersebut, kami akhirnya mengolah kembali data yang sudah diperoleh dalam
kuesioner, sehingga mendapatkan bahwa salah satu hal yang menjadi masalah
adalah kurangnya pengetahuan mengenai kebiasaan menyikat gigi, sehingga hal
tersebut yang kami angkat dalam diagnosis komunitas ini.
IV. Daftar pustaka

Ariyanti, Nova S., Adha, Maulana A., Sumarsono, Raden B., Sultoni. 2020.
Strategy To Determine The Priority Of Teachers' Quality Problem Using Usg
(Urgency, Seriousness, Growth) Matrix. International Research-Based
Education Journal. 2(2): 54-62.

Andayasari, L. Et Al. (2017) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Karies


Gigi Pada Anak Taman Kanak-Kanak Di Kota Bekasi Tahun 2016’, Jurnal
Biotek Medisiana Indonesia, 6(1): 67–76.

Hutai, Meilani Y., Himawati, M., Widyasari, R. (2019). Indeks Karies Gigi Murid
Usia 12 Tahun Dengan Tingkat Pendapatan Orangtua Rendah Dan Tinggi.
Padjadjaran J Dent Res Student. 3(1): 1-6

Hasibuan, R. (2021). Perencanaan Dan Evaluasi Kesehatan . Penerbit Nem.

Kementerian Kesehatan. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Pedoman Manajemen Puskesmas Dengan
Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Lestary, E. S. J. ., & Lia Idealistiana. (2022). Pengaruh Pengetahuan Ibu Tentang


Kesehatan Gigi Dan Kebiasaan Gosok Gigi Terhadap Kejadian Karies Gigi
Pada Anak: The Effect Of Mother Knowledge About Dental Health And
Brushing Teeth Habits On Incidence Of Dental Caries In Children. Jurnal
Ilmiah Keperawatan (Scientific Journal Of Nursing), 8(3), 85-70.
Https://Doi.Org/10.33023/Jikep.V8i3.1170

Mardelita, S. (2017). Hubungan Pengetahuan Dengan Terjadinya Karies Gigi Pada


Masyarakat Desa Pante Kecamatan Simpang Tiga Kabupaten Pidie. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Dan Lingkungan Hidup, 2(1), 84-88. Retrieved From
Http://E-Journal.Sari-
Mutiara.Ac.Id/Index.Php/Kesehatan_Masyarakat/Article/View/631
Novitasari Eviyanti (2021). Analisis Fishbone Diagram Untuk Mengevaluasi
Pembuatan Peralatan Aluminium Studi Kasus Pada Sp Aluminium
Yogyakarta. Jurnal Audit Dan Akuntansi Fe Untan, Vol 10 No. 1
Luca Liliana. (2016). A New Model Of Ishikawa Diagram For Quality Assessment.
Iop Conf. Ser.: Mater. Sci. Eng. 161 012099

Anda mungkin juga menyukai