Anda di halaman 1dari 11

Daniella Lunetta S M

14100015

TUGAS I : CELLS AND TISSUE IN THE IMMUNE SYSTEM


1. Sebutkan sel-sel yang terlibat dalam imunitas alami dan apa fungsi masing-masing
sel tsb?
Sistem imunitas alami (innate immunity) atau sistem imun non-spesifik adalah sistem
pertahanan utama tubuh dari mikroorganisme, patogen, dan benda-benda asing yang masuk
ke dalam tubuh. Imunitas alami bekerja dengan sistem antigen-dependent dan non-spesifik,
sehingga seluruh antigen asing yang masuk ke dalam tubuh akan segera dihancurkan oleh
sel-sel yang terlibat dalam imunitas alami. Sel yang terlibat dalam imunitas alami berasal dari
hematopoietic system, terdiri dari :
a. Makrofag
Makrofag adalah komponen fagosit utama dari sistem imunitas alami yang
berfungsi untuk menghancurkan molekul antigen non-self, virus, dan mikroba. Makrofag
yang belum diaktivasi dan bersirkulasi dalam darah disebut sebagai sel darah putih
monosit. Setelah mengalami aktivasi pada jaringan yang mengalami trauma atau infeksi,
makrofag akan melakukan beberapa mekanisme untuk regulasi innate immunity,
memicu jalur anti-inflamasi, dan melakukan fagositosis dari sel apoptosis sebagai usaha
untuk mempertahankan homeostasis jaringan. Beberapa fungsi makrofag :
- Melakukan metabolisme mikroba melalui proses fagositosis, kemudian membunuh
mikroba yang sudah dimetabolisme.
- Makrofag pada jaringan berfungsi sebagai pertahanan utama yang dapat
mendeteksi hadirnya mikroba dan memberikan respon berupa sekresi sitokin yang
memulai dan menggandakan respon protektif dari tubuh terhadap mikroba
- Makrofag yang sudah membunuh mikroba dapat diinduksi oleh molekul dari mikroba
untuk mengalami pyroptosis (kematian sel dalam inflamasi) yang dapat melepaskan
sitokin untuk meningkatkan respon inflamasi host terhadap patogen
- Makrofag dapat mencerna sel host yang nekrotik karena efek toksin, trauma, atau
gangguan suplai darah, dan neutrofil yang mati setelah terkumpul pada lokasi
infeksi.
- Makrofag dapat mendorong penyembuhan jaringan dengan stimulasi pertumbuhan
pembuluh darah baru (angiogenesis) dan sintesis matriks ekstraselular yang kaya
kolagen.
Selain berfungsi sebagai fagosit utama di sistem imun, makrofag memiliki fungsi
sebagai antigen presenting cell (APC). Makrofag sebagai professional APC dapat
mempresentasikan antigen eksogenus menggunakan molekul MHC klas II kepada sel
Daniella Lunetta S M
14100015

CD4 T helper (Th cells), sekaligus dengan costimulatory molecules yang diperlukan
seperti CD86 dan CD83, yang kemudian akan mengaktifkan sistem imunitas adaptif.
Setelah makrofag bekerja sebagai APC, sel Th akan mengaktifkan sel T yang lain, serta
mengaktifkan kembali makrofag sebagai salah satu efektor dari sistem imun adaptif.
Makrofag yang diaktifkan kembali dapat dikenali dalam 2 jenis sub fenotip : Makrofag
M1 dan M2. M1 diaktifkan oleh sitokin Th1, contohnya interferon (IFN)-y dan bacterial
products. M2 diaktifkan oleh sitokin Th2, contohnya IL-4 dan IL-13. Makrofag M1 banyak
berperan dalam pertahanan terhadap patogen, sedangkan M2 terlibat dalam proses
anti-inflamasi, alergi, dan perbaikan jaringan.
b. Sel dendritik
Sel dendritik merupakan salah satu sel sistem imun yang terletak pada jaringan dan
sirkulasi darah. Sel dendritik memiliki fungsi untuk mendeteksi keberadaan patogen
asing, memulai reaksi pertahanan imunitas alami, dan mengambil contoh protein atau
antigen dari patogen untuk dipresentasikan kepada sel T yang akan mengaktifkan
sistem imunitas adaptif. Sebagian besar sel dendritik terletak pada jaringan limfoid,
epitelium mukosa, dan parenkim organ. Sel dendritik memiliki kemampuan fagositosis,
namun fungsi utamanya adalah sebagai antigen-presenting cells (APC).
- Classical dendritic cells (cDCs) atau sel dendritik konvensional adalah jenis utama
dari sel dendritik yang memiliki fungsi untuk menangkap protein antigen dari mikroba
untuk dipresentasikan kepada sel T. Sel dendritik konvensional berasal dari stem cell
di bone marrow, kemudian berkembang menjadi prekursor untuk cDC (pre-cDC).
Pre-cDC akan mengalami migrasi ke jaringan perifer dan mengalami maturasi
menjadi sel dendritik konvensional (cDC). Sel dendritik konvensional dapat dibagi
menjadi 2 subset utama : Sel dendritik konvensional mayor (cDC2) dan sel dendritik
konvensional cross-presenting (cDC1). cDC2 adalah subset yang berjumlah paling
banyak dan berfungsi untuk menangkap antigen asing dan stimulasi respon dari sel
T CD4+. Sedangkan cDC1 memiliki kemampuan untuk mempresentasikan antigen
kepada naïve CD8+ T cells melalui proses yang dinamakan cross-presentation,
namun sel dendritik ini juga dapat presentasi antigen kepada sel CD4+.
- Plasmacytoid dendritic cells (pDCs)
Sel dendritik plasmasitoid memproduksi sitokin antivirus tipe I interferon (IFN)
sebagai respon dari infeksi virus dan dapat menangkap mikroba dalam darah, serta
mempresentasikan antigennya ke sel T dalam limpa. Sel dendritik plasmasitoid
berkembang dalam bone marrow, berasal dari prekursor yang berbeda dari sel
Daniella Lunetta S M
14100015

dendritik konvensional. Sel ini ditemukan dalam darah dan sebagian kecil di organ
limfoid.
c. Neutrofil
Neutrofil adalah jenis populasi sel darah putih yang paling banyak beredar dan
merupakan tipe sel utama dalam reaksi inflamasi akut. Fungsi utamanya adalah untuk
mencerna dan menghancurkan mikroba atau jaringan yang rusak melalui proses
fagositosis, degranulasi, atau NETs. Neutrofil diproduksi dalam bone marrow, kemudian
mengalami sirkulasi dalam darah, dan direkrut pada lokasi inflamasi saat terjadi trauma
pada jaringan. Beberapa perbedaan dari neutrofil dan makrofag sebagai fagosit antara
lain :
- Neutrofil memiliki waktu hidup yang lebih singkat setelah masuk ke dalam jaringan,
yaitu selama 1-2 hari. Sedangkan makrofag dapat bertahan hingga beberapa hari
atau minggu (inflammatory macrophage)
- Neutrofil menggunakan cytoskeletal rearrangements dan aktivasi enzim (kolagenase,
elastase, lisozim, defensin) untuk menghasilkan respon yang cepat dan transien.
- Dapat menghasilkan NETs (neutrophil extracellular trap) projection sebagai salah
satu usaha untuk melawan mikroba.
NETs merupakan kemampuan neutrofil untuk mensekresikan isi granule dan
mengeluarkan isi dari nukleus sel yang membentuk jaring-jaring ekstraselular untuk
menangkap dan membunuh mikroba. Namun NETs juga dapat merusak jaringan yang
sehat.
d. NK Cells
Sel natural-killer (Sel NK) merupakan sel sitotoksik sebagai efektor non-spesifik
yang dapat membunuh sel tumor dan sel yang terinfeksi dengan virus. Sel NK tidak
dapat mengenali antigen spesifik dan terprogram untuk langsung membunuh segala
jenis sel asing. Fungsi dari sel NK adalah membunuh sel terinfeksi dan memproduksi
IFN-y yang dapat mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba. Saat sel NK
mengalami aktivasi, sel NK akan mengeluarkan perforin dan granzyme. Perforin
berfungsi untuk melubangi membran sel target, sedangkan granzyme masuk ke
membran sel target dan merangsang sel target untuk mengalami apoptosis.
Pada fase awal dari infeksi virus, sel NK dapat diaktivasi dengan mengenali ligan
pada sel terinfeksi oleh sitokin IL-12 dan IL-15. Sel NK dapat membunuh sel yang
terinfeksi sebelum sel T sitotoksik diaktivasi, biasanya butuh waktu 5-7 hari. Pada fase
Daniella Lunetta S M
14100015

akhir infeksi virus, sel NK juga dapat berperan untuk membunuh sel terinfeksi yang lolos
dari sel T sitotoksik, dengan cara mengurangi ekspresi MHC klas I.
Untuk mencegah sel NK membunuh sel yang sehat, sel normal memiliki molekul
MHC-I yang mencegah NK sel untuk membunuh sel tersebut. Sel NK dapat dideteksi
dalam darah melalui ekspresi CD56 dan ekspresi negatif marker sel T (CD3). Sebagian
besar sel NK pada manusia juga mengekspresikan CD16, sebuah reseptor IgG Fc yang
berperan dalam pengenalan antibody-coated cells.
e. Sel mast
Sel mast adalah sel imun yang berasal dari bone marrow, paling banyak terdapat pada
kulit dan epitel mukosa, memiliki fungsi untuk melepaskan mediator inflamasi yang
bertahan melawan infeksi dari parasit atau menyebabkan timbulnya gejala dari alergi.
Beberapa jenis stimulus dapat mendorong sel mast untuk melepaskan isi granula
sitoplasmik ke ekstraselular dan mensintesis sitokin dan mediator inflamasi lipid. Isi dari
granula termasuk histamin yang menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler, dan enzim proteolitik yang dapat membunuh bakteri atau inactive
microbial toxins. Sel mast juga dapat melakukan sintesis lipid mediator (leukotrien dan
prostaglandin) dan sitokin (TNF). Sel mast memiliki high affinity plasma membrane
reseptor untuk jenis antibodi IgE. Ketika antibodi pada permukaan sel mast mengikat
antigen, terjadi proses pensinyalan yang akan mengaktivasi sel mast.
f. Eosinofil
Eosinofil adalah granulosit yang mengekspresikan butiran sitoplasma yang mengandung
enzim yang berbahaya bagi dinding sel parasit tetapi juga dapat merusak jaringan tubuh.
Granula eosinofil mengandung protein dasar yang mengikat pewarna asam, seperti
eosin, sehingga tampak berwarna merah pada noda darah dan bagian jaringan.
Berbagai reseptor membran pada eosinofil, termasuk reseptor Fc untuk IgA dan IgG,
TLRs, dan reseptor IL-5, dapat menghasilkan sinyal yang mengaktifkan sel untuk
melepaskan isi granulanya. Beberapa eosinofil biasanya terdapat di jaringan perifer,
terutama di lapisan mukosa saluran pernapasan, gastrointestinal, dan saluran
genitourinaria.
g. Basofil
Basofil adalah sel darah putih bergranulosit yang merupakan bentuk immature dari sel
mast. Saat terjadi inflamasi dan basofil direkrut ke jaringan, maka disebut sebagai sel
mast. Seperti sel mast, basofil mengekspresikan reseptor IgE, mengikat IgE, dan dapat
dipicu oleh pengikatan antigen ke IgE.
Daniella Lunetta S M
14100015

2. Apa tanda sel makrofag yang teraktifasi ???


Makrofag adalah fagosit utama dari sistem imunitas alami yang berfungsi untuk
menghancurkan mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan infeksi pada tubuh.
Makrofag berasal dari sel prekursor di bone marrow yang mengalami perkembangan menjadi
monosit, yang kemudian akan bersirkulasi dalam aliran darah dengan waktu hidup 1-7 hari.
Saat terjadi infeksi, monosit akan direkrut ke jaringan yang terinfeksi, disebut sebagai
monocyte-derived macrophage.
Makrofag dapat diaktivasi oleh produk dari mikroba seperti lipopolisakarida dan oleh
interferon-y yang berasal dari NK cells. Proses aktivasi makrofag mengarah pada aktivasi
faktor transkripsi, transkripsi berbagai gen, dan sintesis protein yang memediasi fungsi sel-
sel tersebut. Dalam sistem imun adaptif, makrofag diaktivasi oleh stimuli dari limfosit T (ligan
CD40 dan IFN-y). Molekul aktivasi ini mengikat pada reseptor signaling spesifik pada
permukaan sel makrofag, contohnya Toll-like receptors (TLRs). Makrofag dapat diaktivasi
saat plasma membran dari reseptor mengikat opsonins di permukaan mikroba sebagai tanda
untuk melakukan fagositosis. Contoh reseptor opsonin adalah reseptor komplemen yang
mengikat fragmen dari protein komplemen di permukaan mikroba dan reseptor IgG Fc yang
mengikat antibodi IgG yang sudah berikatan dengan mikroba di sisi lainnya. Makrofag yang
teraktivasi dapat menyatu untuk membentuk sel raksasa berinti banyak, yang sering terjadi
pada jenis infeksi mikroba tertentu, seperti mycobacteria, dan sebagai respons terhadap
benda asing yang tidak dapat dicerna.

3. Sebutkan klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masing-masing limfosit tersebut
Sel limfosit adalah sel dari sistem imunitas adaptif yang dapat mengenali antigen spesifik
dalam tubuh. Limfosit terdiri dari 2 klas utama, yaitu limfosit B dan limfosit T. Sel B adalah
limfosit yang mengalami maturasi pada bone marrow, memiliki fungsi utama sebagai
penghasil antibodi. Sel T mengalami maturasi pada thymus, memiliki fungsi utama sebagai
mediator imunitas selular. Masing-masing sel B dan sel T memiliki beberapa jenis subset
yang berbeda, memiliki fenotip dan karakter fungsional yang berbeda.
A. Subset Limfosit B
Pembagian subset utama dari sel B adalah follicular B cells, marginal zone B cells, dan
B-1 cells. Sel B folikel ditemukan pada jaringan limfoid dan darah, jenis sel ini
mengekspresikan kelompok antibodi yang berfungsi sebagai antigen reseptor pada
permukaan sel dan sebagai molekul efektor dari respon imunitas humoral. Sel B folikel
Daniella Lunetta S M
14100015

menghasilkan sebagian besar antibodi dengan afinitas tinggi dan sel B memori yang
melindungi tubuh dari infeksi berulang oleh mikroba yang sama.
Sel B-1 dan sel B marginal menghasilkan antibodi yang keragamannya lebih terbatas
daripada sel B folikel. Sel B-1 dapat ditemukan pada jaringan mukosa dan rongga
peritoneal dan pleura, sedangkan sel B marginal hanya ditemukan pada organ limpa dari
hewan pengerat dan pada sirkulasi manusia.
Klas Fungsi Reseptor Marker fenotip
antigen dan
Spesifitas
Sel B folikel Produksi antibodi Permukaan Ig Reseptor Fc, MHC klas
Spesifitas untuk II, CD19, CD23
berbagai macam
tipe molekul
Sel B marginal Produksi antibodi Permukaan Ig IgM, CD27
zone Spesifitas untuk
tipe molekul
terbatas
Sel B-1 Produksi antibodi Permukaan Ig IgM, CD43, CD20,
Spesifitas untuk CD27, dan CD70
tipe molekul negatif
terbatas

B. Subset Limfosit T
Pada sel T, pembagian kelompok subset yaitu berdasarkan ekspresi dari protein CD4
atau CD8 pada permukaan sel. Sel T CD4 merupakan sel T helper atau prekursornya,
sedangkan sel T CD8 merupakan sel T sitotoksik atau prekursornya. Keduanya memiliki
ekspresi antigen reseptor yaitu alfa beta T cell receptors (TCRs). Sel T helper (CD4)
mensekresi sitokin yang dapat mengaktifkan sel lain seperti sel T, sel B, dan makrofag.
Sel T sitotoksik (CD8) berfungsi untuk mengenali dan membunuh sel yang terinfeksi virus
dan mikroba lain yang dapat hidup dalam sel host, dan membunuh sel kanker. Subset
dari sel T yang ketiga yaitu sel T CD4 regulator (Treg), fungsinya untuk menghambat
atau menghentikan respon imun.
Klas Fungsi Reseptor Marker fenotip
Daniella Lunetta S M
14100015

antigen dan
Spesifitas
Sel limfosit T Aktivasi sel B αβ heterodimer CD3+
CD4+ Aktivasi makrofag Spesifikasi luas CD4+
Stimulasi inflamasi untuk kompleks Negatif CD8
MHC klas II
Sel limfosit T Membunuh sel yang αβ heterodimer CD3+
CD8+ terinfeksi dengan Spesifikasi untuk CD8+
mikroba intraselular kompleks MHC Negatif CD4
dan sel tumor klas I
Sel limfosit T Menghambat fungsi sel αβ heterodimer CD3+
regulator T yang lain dan sel Spesifik untuk CD4+
imun yang lain self antigen dan CD25+
(regulasi sistem imun, beberapa antigen Foxp3
pemeliharaan self- asing (kompleks
tolerance) MHC klas II)

4. Apa fungsi sumsum tulang, thymus dan lien dalam sistem imun?
Organ limfoid utama (central lymphoid organ) adalah sumsum tulang dan thymus, sebagai
tempat utama limfosit mengekspresikan antigen reseptor, mendapatkan fenotip, dan
mengalami maturasi fungsional. Fungsi utama dari organ limfoid adalah menyediakan faktor
pertumbuhan dan sinyal molekul lain yang dibutuhkan untuk maturasi limfosit.
Organ limfoid sekunder (peripheral lymphoid organ) adalah limfa nodi, lien, dan komponen
sistem imun mukosa. Organ limfoid sekunder adalah tempat untuk perkembangan dan
pembentukan respon limfosit terhadap antigen asing. Limfosit dan APC terkonsentrasi di
area anatomis dari organ-organ ini, yang juga merupakan tempat di mana antigen asing
diangkut dan terkonsentrasi.
A. Bone marrow (sumsum tulang)
Sumsum tulang adalah organ tempat pembentukan sel darah yang bersirkulasi
dalam tubuh, melalui proses hematopoiesis, dan tempat maturasi sel limfosit B. Proses
hematopoiesis banyak terjadi pada sumsum tulang dari flat bones; sternum, vertebrae,
iliac, dan tulang iga. Sumsum merah pada tulang-tulang ini terdiri dari kerangka retikuler
seperti spons yang terletak di antara trabekula tulang panjang. Ruang-ruang dalam
Daniella Lunetta S M
14100015

kerangka ini berisi jaringan sinusoid berisi darah yang dilapisi oleh sel-sel endotel yang
melekat pada membran basal yang terputus-putus. Di luar sinusoid adalah kelompok
prekursor sel darah dalam berbagai tahap perkembangan, serta sel-sel lemak.
Prekursor sel darah akan mengalami maturasi dan kemudian bermigrasi melalui
membran basal sinusoidal dan antara sel-sel endotel untuk memasuki sirkulasi dalam
pembuluh darah.
RBC, granulosit, monosit, dendritic cells, sel mast, platelets, sel B dan T, dan ILC
seluruhnya berasal dari HSC (hematopoietic stem cells) dalam sumsum tulang. HSC
bersifat mutipotent, sehingga dapat menghasilkan berbagai macam jenis sel. HSC
memiliki sifat self-renewing, karena setiap pembelahan sel untuk menjadi jenis sel
tertentu, salah satu hasil divisi akan tetap mempertahankan sifat dari stem cells.
(asymmetric division). HSC dapat diidentifikasi dengan adanya surface marker, seperti
protein CD34 dan c-KIT, dan tidak adanya lineage-specific markers yang hanya
diekspresikan dalam sel matur.
Proliferasi dan maturasi dari sel prekursor dalam sumsum tulang distimulasi oleh
sitokin, disebut colony-stimulating factors. Sitokin hematopoietik dihasilkan oleh sel
stroma dan makrofag di sumsum tulang, sehingga akan menyediakan lingkungan lokal
untuk hematopoiesis. Sitokin ini juga diproduksi oleh antigen-stimulated limfosit T,
sehingga dapat menyediakan mekanisme untuk meningkatkan produksi leukosit bila
diperlukan untuk reaksi imun dan inflamasi dan untuk mengisi kembali leukosit yang
mungkin sudah hilang selama reaksi ini
B. Thymus
Thymus adalah lokasi maturasi dari sel T. Organ ini terletak pada mediastinum
anterior. Setiap lobus dari thymus dibagi menjadi beberapa lobulus oleh septum fibrous,
dan setiap lobulus mengandung outer cortex dan inner medulla. Bagian korteks
mengandung kumpulan padat sel T dari bone marrow. Bagian medulla juga
mengandung makrofag dan sel dendritik. Sel epitel kortikal thymus menghasilkan IL-7,
yang diperlukan pada tahap awal perkembangan sel T, dan sel-sel ini juga menyediakan
self-antigen untuk sel T yang sedang berkembang dalam proses pematangannya. Jenis
sel epitel yang berbeda hanya ditemukan di medula, yang disebut medullary thymic
epithelial cells (MTECs), sel ini memiliki peran khusus dalam menghadirkan self-antigen
untuk sel T yang sedang berkembang dan eliminasi sel T yang terlalu mengenali self-
antigen.
Daniella Lunetta S M
14100015

Limfosit di thymus, disebut sebagai thymocytes, adalah sel T pada berbagai


tahap pematangan.Sel T yang immature dari sumsum tulang memasuki thymus melalui
darah, dan pematangannya dimulai di korteks. Saat thymocytes matang, mereka
bermigrasi ke arah medula, sehingga medula mengandung sebagian besar sel T
matang. Hanya naïve T cells yang matur dapat keluar dari thymus dan masuk ke darah
serta jaringan limfoid perifer.
C. Spleen (Lien)
Limpa/lien adalah organ dengan vaskularisasi tinggi yang fungsi utamanya
adalah membuang sel darah dan partikel yang sudah tua dan rusak (seperti kompleks
imun dan mikroba yang sudah teropsonisasi) dari sirkulasi dan untuk memulai respons
imun adaptif terhadap antigen yang dibawa darah. Limpa terletak di kuadran kiri atas
dari abdomen. Parenkim dari lien dibagi menjadi red pulp (terdiri dari sinusoid vaskular
berisi darah) dan white pulp yang kaya akan limfosit. Beberapa cabang arteriol dari arteri
lien berakhir di sinusoid vaskular yang diisi dengan sejumlah besar eritrosit dan dilapisi
oleh makrofag dan sel lain.
Makrofag pada red pulp berfungsi sebagai filter untuk darah; menghilangkan
mikroba, sel yang rusak, dan sel dan mikroba yang telah teropsonisasi (dilapisi antibodi).
Sel pada white pulp memiliki fungsi mediasi respon imun adaptif terhadap antigen yang
dibawa melalui aliran darah. Arteri sentral dikelilingi oleh sel limfosit, yang sebagian
besar adalah sel T, lokasi ini disebut sebagai periarteriolar lymphoid sheaths. Folikel
yang banyak berisi sel B terletak pada ruang antara sinus marginal dan selubung
periarteriolar. Antigen dalam darah dikirim ke sinus marginal melalui sel dendritik yang
bersirkulasi atau diambil sampelnya oleh makrofag di zona marginal.

5. Apa kepentingan sel dendritik?


Sel dendritik memiliki fungsi untuk mendeteksi keberadaan patogen asing, memulai
reaksi pertahanan imunitas alami, dan mengambil contoh protein atau antigen dari patogen
untuk dipresentasikan kepada sel T yang akan mengaktifkan sistem imunitas adaptif.
Sebagian besar sel dendritik terletak pada jaringan limfoid, epitelium mukosa, dan parenkim
organ. Sel dendritik memiliki kemampuan fagositosis, namun fungsi utamanya adalah
sebagai antigen-presenting cells (APC). Beberapa jenis sel dendritik yaitu :
a. Sel dendritik konvensional, yang memiliki fungsi untuk menangkap protein antigen dari
mikroba untuk dipresentasikan kepada sel T. Sel dendritik konvensional dapat dibagi
menjadi 2 subset utama : Sel dendritik konvensional mayor (cDC2) dan sel dendritik
Daniella Lunetta S M
14100015

konvensional cross-presenting (cDC1). cDC2 adalah subset yang berjumlah paling


banyak dan berfungsi untuk menangkap antigen asing dan menstimulasi respon dari sel
T CD4+. Sedangkan cDC1 memiliki kemampuan untuk mempresentasikan antigen
kepada naïve CD8+ T cells melalui proses yang dinamakan cross-presentation, namun
sel dendritik ini juga dapat memberikan presentasi antigen kepada sel CD4+.
b. Sel dendritik plasmasitoid memproduksi sitokin antivirus tipe I interferon (IFN) sebagai
respon dari infeksi virus dan dapat menangkap mikroba dalam darah, serta
mempresentasikan antigennya ke sel T dalam lien. Sel dendritik plasmasitoid
berkembang dalam bone marrow, berasal dari prekursor yang berbeda dari sel dendritik
konvensional. Sel ini ditemukan dalam darah dan sebagian kecil di organ limfoid.

6. Apa kepentingan sel T reg dalam sistem imun? Apa petanda permukaannya?
Sistem imun tubuh dapat menghasilkan mekanisme kompleks untuk mendeteksi dan
membunuh mikroorganisme patogen yang masuk ke dalam tubuh. Mekanisme ini memiliki
manfaat yang baik, namun manfaat ini juga dapat menjadi ancaman bagi sel tubuh yang
normal akibat adanya peradangan yang berlebihan atau kerusakan jaringan terkait dengan
respon imun yang salah atau berlebihan. Tubuh telah mengembangkan mekanisme untuk
membatasi konsekuensi negatif dari respon imun terhadap sel tubuh. Komponen utama dari
sistem homeostasis imun tubuh melibatkan salah satu subset dari sel T CD4+ dengan sifat
immunosupresif, disebut dengan sel T regulator (Treg). Marker utama dari Treg adalah
ekspresi dari Foxp3 dan CD25 pada permukaannya.
Sel Treg dapat mensupresi reaksi imun melalui jalur langsung (direct) maupun jalur tidak
langsung (indirect). Salah satu mekanisme supresi langsung yang paling banyak dipelajari
adalah produksi sitokin antiinflamasi IL-10, yang dapat menghambat fungsi fagosit,
presentasi antigen, ekspresi molekul co-stimulator, proliferasi sel T, dan mengganggu
produksi IL-2 dan IFNγ. Ketika Treg bertemu sel T efektor (Teff) dan mengalami interaksi,
salah satu mekanisme supresi adalah sekresi granzyme dan perforin melalui eksositosis. Hal
ini akan menginduksi terjadinya apoptosis pada sel target, contohnya sel T efektor CD4+.
Treg mampu menurunkan reaksi imun secara tidak langsung dengan mengganggu
lingkungan optimal untuk respon imun, yaitu dengan mengganggu ketersediaan IL-2,
keseimbangan ATP/AMP, dan reaksi antara sel T dan sel dendritik. Treg dapat mengganggu
microenvironment di sinaps imunologi yang disediakan oleh sel dendritik yang penting untuk
proliferasi sel T. Treg bertindak baik dengan mengurangi enzim pembatas untuk sintesis
glutathione (GSH) atau dengan mengkonsumsi sistein ekstraseluler yang diperlukan untuk
Daniella Lunetta S M
14100015

perkembangan siklus sel T dan sintesis DNA. Treg juga mampu menghilangkan molekul
permukaan dari APC selama sinapsis imunologis, Treg dapat menelan bagian dari membran
sel dendritik yang mengandung pMHC klas II dan molekul co-stimulator yang menyebabkan
pada kerusakan priming sel T.

Sumber referensi :
1. Abbas, Abul K., Lichtman, Andrew H., Pillai, Shiv. 2022. Cellular and Molecular
Immunology 10th Edition. Philadelphia : Elsevier.
2. Arce-Sillas, Asiel., et al. 2016. Regulatory T Cells: Molecular Actions on Effector Cells in
Immune Regulation, Journal of Immunology Research, vol. 2016, Article ID 1720827, 12
pages, 2016. DOI: 10.1155/2016/1720827
3. Eiz-Vesper, Britta and Schmetzer, Helga Maria. 2020. Antigen-Presenting Cells :
Potential Proven und New Players in Immune Therapies. Tranfus Med Hemother
2020;47;429-431. DOI:10.1159/000512729
4. Gasteiger, Georg., et al. 2017. Cellular Innate Immunity : An Old Game with New
Players. J Innate Immun 2017;9:111-125. DOI: 10.1159/000453397
5. Marshall, J.S., Washington, R., Watson, W., et al. 2018. An Introduction to immunology
and immunopathology. Allergy Asthma Clin Immunol 14, 49 (2018). DOI:
doi.org/10.1186/s13223-018-0278-1
6. Plitas, George and Alexander Y. Rudensky. 2016. Regulatory T Cells: Differentiation and
Function. Cancer Immunol Res 2 Sept 2016; 4 (9): 721-725. DOI: 10.1158/2326-
6066.CIR-16-0193
7. Rocamora-Reverte, Lourdes., et al. 2021. The Complex Role of Regulatory T Cells in
Immunity and Aging, Front. Immunol. 11:616949. DOI: 10.3389/fimmu.2020.616949

Anda mungkin juga menyukai