Disusun Oleh:
Ahmad Agus Faisal G4A015129
Isnaini Putri Sholikhah G4A015204
Patminingsih G4A016035
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Ahmad Agus Faisal G4A015129
Isnaini Putri Sholikhah G4A015204
Patminingsih G4A016035
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
disebabkan oleh banyak faktor, sehingga memerlukan perhatian dari banyak
pihak. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 54 % kematian
anak disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk. Masalah gizi di Indonesia
mengakibatkan lebih dari + 80% kematian anak (Depkes, 2015).
Faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita salah satunya adalah
sanitasi lingkungan yang merupakan faktor tidak langsung, tetapi ada juga
faktor lain yang mempengaruhi status gizi. Keadaan sanitasi lingkungan yang
kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain
diare, cacingan dan infeksi saluran pernafasan. Apabila anak menderita
infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat gizi akan terganggu yang
menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi (Depkes, 2015).
Periode dua tahun pertama kehidupan seorang anak merupakan masa
kritis, karena mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.
Oleh karena itu, dapat terjadi gangguan gizi yang bersifat permanen dan tidak
dapat pulih walaupun kebutuhan gizi di masa selanjutnya terpenuhi. Secara
nasional, prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak balita sebesar 19,6%,
yang berarti 212 masalah gizi buruk dan kurang di Indonesia masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat dan mendekati prevalensi tinggi, sedangkan
sasaran Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2019 yaitu 17%. Oleh
karena itu, prevalensi gizi buruk dan kurang secara nasional harus diturunkan
sebesar 2,6% dalam periode 2015 sampai 2019 (Depkes, 2015).
Kejadian gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen diketahui
terdapat 5 kasus pada 4 bulan pertama tahun 2017. Pola asuh, pola makan
yang kurang baik dan penyakit infeksi pada balita dimungkinkan dapat
menjadi faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk pada balita dan
meningkatnya kasus gizi buruk.
2
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas mengenai faktor risiko gizi
buruk di Desa Petaranganwilayah kerja Puskesmas I Kemranjen,
Banyumas.
2. Tujuan khusus
a. Menentukan faktor resiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian
gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen, Banyumas.
b. Mencari alternatif pemecahan masalah gizi buruk di wilayah kerja
Puskesmas I Kemranjen, Banyumas.
c. Memberikan informasi mengenai faktor risiko gizi buruk sebagai
upaya promotif dan preventif terhadap penyakit gizi buruk di wilayah
kerja Puskesmas I Kemranjen, Banyumas.
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menambah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat
terutama faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit gizi buruk.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi masyarakat
Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai penyakit gizi
buruk, faktor risiko, dan cara untuk mencegah penyakit tersebut
sehingga diharapkan dapat mengurangi angka kejadian gizi buruk.
b. Manfaat bagi puskesmas
Membantu program enam dasar pelayanan kesehatan puskesmas
berkaitan dengan promosi kesehatan terutama masalah gizi buruk
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan menentukan
kebijakan yang harus diambil untuk menyelesaikan masalah.
c. Manfaat bagi mahasiswa
Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah
kesehatan diwilayah kerja Puskesmas I Kemranjen, Banyumas.
3
BAB II
ANALISIS SITUASI
A. Gambaran Umum
1. Keadaan Geografi
Kecamatan Kemranjen terletak di bagian selatan Kabupaten
Banyumas yang dibatasi oleh Kecamatan Banyumas dan Kecamatan
Somagede pada bagian utara. Sementara itu, pada bagian selatan terdapat
Kabupaten Cilacap, sebelah timur terdapat Kecamatan Sumpiuh, dan di
sebelah barat terdapat Kecamatan Kebasen. Kecamatan Kemranjen
memiliki 15 desa, yaitu Desa Alasmalang, Desa Grujugan, Desa
Karanggintung, Desa Kecila, Desa Karangsalam, Desa Kebarongan, Desa
Karang jati, Desa Kedungpring, Desa Nusamangir, Desa Pageralang, Desa
Petarangan, Desa Sibalung, Desa Sibrama, Desa Sidamulya dan Desa
Sirau.
2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan penduduk
Berdasarkan data Kecamatan dalam Angka Tahun 2016
didapatkan hasil registrasi Penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas
1 Kemranjen terdiri dari 36,352 jiwa yang terdiri dari 18,051 jiwa
laki-laki ( 49,65 persen ) dan 18.301 jiwa perempuan (50,34 persen)
tergabung dalam 10.460 Rumah Tangga / Kepala Keluarga. Jumlah
penduduk terbesar adalah Desa Kecila sebanyak 6.131 jiwa dan desa
yang terendah adalah Desa Karangjati sebanyak 1.795 jiwa.
5
b. Kepadatan penduduk
Penduduk di wilayah kerja Puskemas 1 Kemranjen untuk tahun
2016 belum menyebar dan merata. Pada umumnya penduduk banyak
menumpuk di daerah perkotaan dan di dataran rendah. Rata-rata
kepadatan penduduk di Kecamatan Kemranjen sebesar 988 jiwa setiap
kilometer persegi. Desa terpadat adalah Desa Kecila dengan tingkat
kepadatan sebesar 1477 setiap kilometer persegi, sedangkan
kepadatan terendah pada Desa Karangsalam sebesar 623 setiap
kilometer persegi dikarenakan desa terluas serta daerahnya
pegunungan.
c. Tingkat pendidikan
Dari data Kemranjen dalam Angka tahun 2016 menunjukan
jumlah penduduk laki-laki dan perempuan usia 10 tahun keatas
menurut pendidikan yang tidak / belum pernah sekolah sebesar 3.617
(10,62 %), tidak belum tamat SD sebesar 9712 ( 28,49 %) tamat
SD/MI sebesar 13.315 (39,06 %) tamat SLTP/MTs/ sederajat sebesar
4433 ( 13 % ), tamat SMU/ MA/SMK sebesar 2562 ( 7,51 %), tamat
Akademi/ Diploma sebesar 258 ( 7,57% ) dan tamat Universitas
sebesar 187 (5,49 % ).
dan lebih baik, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan sudah dapat
diatasi.
Berbagai pelayan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas
pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :
a. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Jumlah Ibu Hamil di wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen
pada tahun 2016 sebanyak 579 ibu hamil, adapun ibu hamil yang
mendapat pelayanan K-4 adalah sebesar 522 atau 90,16 % ibu hamil.
Dibandingkan tahun 2015 ibu hamil sebanyak 574 dan yang
mendapatkan pelayanan K-4 sejumlah 547 atau 95,3 %. Disini terjadi
penurunan sebesar 0,9 persen.
e. Pelayanan Imunisasi
Jumlah desa dalam wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen
sebanyak 8 desa. Desa Universal Child Immunization (UCI)
sebanyak 8 atau memenuhi Standart Pelayanan Minimal (SPM)
sebesar 100 %. Dengan Demikian Puskesmas 1 Kemranjen pada
tahun 2016 telah memenuhi target SPM tersebut.
f. Cakupan Pelayanan Nifas
Cakupan ibu nifas yang mendapat pelayanan kesehatan nifas
tahun 2016 adalah 104,1 persen. Standart Pelayanan Minimal sebesar
100% telah terpenuhi
g. Cakupan Pelayanan Anak Balita
Persentase anak balita yang mendapat pelayanan kesehatan
(minimal 8 kali) di Puskesmas 1 Kemranjen beserta jaringannnya
sebesar 99,6%. Standar Pelayanan Minimal tahun 2016 sebesar 95
%, hal ini sudah mencapai target yang diharapkan.
h. Cakupan Balita ditimbang
Berdasarkan data yang ada penimbangan balita (F/III/Gizi)
selama tahun 2016 adalah sebagai berikut :
BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH
Di bidang gizi, didapatkan data pada bulan April 8 kasus baru bayi
dengan status gizi buruk. Hal ini tentunya perlu mendapatkan perhatian
khusus terkait penanganan dan pencegahan terhadap komplikasi.
Berikut ini adalah data permasalahan terbesar di Puskesmas I
Kemranjen bulan Januari-April 2017.
4. Kriteria D (P.E.A.R.L)
Propriety : kesesuaian (1/0)
Economic : ekonomi murah (1/0)
Acceptability : dapat diterima (1/0)
Resourcesavailability : tersedianya sumber daya (1/0)
Legality : legalitas terjamin (1/0)
5. Penetapan nilai
Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai tersebut
dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
a. Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C
b. Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D
17
BAB IV
KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH
A. Dasar Teori
1. Definisi Gizi Buruk
Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang memiliki nutrisi di bawah
rata-rata. Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan
oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Balita disebut gizi buruk
apabila indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) <- 3 SD dan
atau ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-
kwashiorkor. Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan
tampak sangat kurus, iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua
dan kulit keriput. Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk yang ditandai
dengan edema seluruh tubuh terutama di punggung kaki, wajah membulat
dan sembab, perut buncit, otot mengecil, pandangan mata satu dan rambut
tipiskemerahan. Marasmus-Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk
dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan kwashiorkor (WHO,
2013)
2. Pengukuran Gizi Buruk
Gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain
(Novitasari, 2012):
a. Pengukuran klinis : metode ini penting untuk mengetahui status gizi
balita tersebut buruk atau tidak. Kekurangan zat gizi dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, rambut, atau mata. Misalnya pada balita
marasmus kulit akan menjadi keriput sedangkan pada balita
kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih atau merah muda
(crazy pavement dermatosis).
b. Pengukuran antropometrik : dilakukan beberapa pengukuran antara
lain pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar lengan atas.
Hasil pengukuran BB atau TB tidak hanya disesuaikan dengan usia
tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi
dari ketiganya.
19
Faktor langsung
a. Asupan makanan
b. Penyakit infeksi
BAB V
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
E. Data Penelitian
1. Wawancara atau Interview
Wawancara atau interview bertujuan untuk mencatat opini, perasaan,
emosi, pengalaman, pengetahuan dan hal lain yang berkaitan dengan
individu. Dengan melakukan wawancara, peneliti dapat memperoleh data
yang lebih banyak sehingga peneliti dapat memahami budaya melalui
bahasa dan ekspresi pihak yang diwawancarai, selain itu dapat melakukan
klarifikasi atas hal-hal yang tidak diketahui (Chariri, 2009). Cara
melakukan wawancara adalah dengan melakukan percakapan terarah.
Wawancara diawali dengan mengemukakan topik secara umum untuk
membantu peneliti memahami perspektif makna responden. Hal ini sesuai
dengan asumsi penelitian kualitatif, bahwa jawaban yang diberikan harus
dapat membeberkan perspektif yang diteliti (Sarwono,2006).Peneliti
menggunakan metode wawan cara semi terstruktur dengan panduan
wawancara berupa pertanyaan. Panduan wawancara digunakan untuk
membantu peneliti dalam mengembangkan pertanyaan dan
mengarahkan responden kepada pokok bahasan. Waktu yang dibutuhkan
dalam melakukan wawancara pada penelitian ini kurang lebih 30-60 menit
dan dimungkinkan untuk dilakukan proses wawancara dilain waktu
apabila peneliti membutuhkan data lebih dalam lagi atau peneliti merasa
data yang didapatkan sebelumya masih belum cukup. Proses wawancara
akan direkam menggunakan alat perekam dan membuat catatan
hasil wawancara.
2. Observasi
Kegiatan observasi meliputi melakukan pencatatan secara sistematik
suatu peristiwa, perilaku, obyek-obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang
diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Salah
satu hal penting dalam melakukan observasi adalah untuk menemukan
interaksi yang kompleks dengan latar belakang sosial yang alami
(Sarwono, 2006). Menurut Chariri (2009), dalam kegiatan observasi,
peneliti harus terlibat dalam kegiatan sehari-hari subyek yang dipelajari,
dengan demikian peneliti dapat memperoleh informasi mengenai subyek
26
penelitian. Data yang diobservasi pada penelitian ini adalah situasi dan
ekspresi responden. Peneliti juga mengamati kesesuaian antara apa yang
dikatakan/disampaikan oleh responden dengan bahasa tubuh responden.
Penelitiakan mencatat situasi dan ekspresi responden pada buku catatan
kecil. Observasi terhadap responden akan dilakukan bersamaan
dengan jalannya wawancara.
F. KredibilitasData
Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep
kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas) menurut faham positivisme
dan disesuaikan dengan tuntutan ilmu pengetahuan. Dalam penelitian
kualitatif, validitas dan reliabilitas sering dinamakan kredibilitas
(Moleong,2006). Teknik yang digunakan untuk pemeriksaan keabsahan data
pada penelitian ini adalah triangulasi waktu. Menurut Moleong (2006) dan
Chariri (2009), triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Artinya, dalam penelitian kualitatif, peneliti
dapat menggunakan berbagai sumber data, teori, metode dan investigator agar
informasiyang disajikan konsisten.
G. Analisis Data
Analisis data merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, menemukan hal yang penting dan apa yang dipelajari dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan ke orang lain (Moleong, 2006).
Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data adalah sebagai berikut :
1. Transkrip Wawancara
Merupakan catatan hasil wawancara antara peneliti dengan subyek
penelitia
2. Pengkodean Data (Coding) dan Penemuan Tema Penelitian
Datayang diperoleh dari hasil wawancara, kemudian dikelompokkan ke
dalam tema tertentu dan diberi kode untuk melihat kesamaan pola
temuan. Data kemudian dicoba dicari maknanya/ diintepretasikan.
27
3. Penyajian Data
Data kemudian disajikan dalam hasil dan pembahasan penelitian yang
lebih mendalam. Hasilnya kemudian dikaitkan dengan teori yang ada
sehingga intepretasi data tidak bersifat bias tetapi dapat dijelaskan oleh
teori tersebut.
4. Kesimpulan
Data yang telah didapatkan kemudian disimpulkan untuk menghasilkan
informasi yang jelas.
28
BAB VI
A. Hasil
1. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dimulai sejak tanggal 9 Juni sampai dengan 12 Juni
2017 setelah mendapat izin pelaksanaan penelitian dari Dokter
Pembimbing Fakultas dan Dokter Pembimbing Puskesmas I Kemranjen.
Peneliti mulai melakukan survey di Puskesmas I Kemranjen Kabupaten
Banyumas, kemudian membuat daftar nama calon informan penelitian.
Daftar nama didapatkan dari hasil laporan temuan kejadian balita dengan
gizi buruk selama bulan Januari- Apriltahun 2017 dan ditemukan 5
laporan dimana kelima kasus tersebut langsung masuk ke dalam daftar
nama calon informan penelitian.
Peneliti kemudian menemui kelima calon informan untuk meminta
persetujuan. Dari lima calon informan yang berhasil ditemui, 1 balita
didapatkan telah pindah rumah mengikuti orangtuanya ke Jakarta. Peneliti
hanya dapat menemui keempat calon informan. Sedangkan calon
informan selanjutnya menyetujui mengikuti penelitian.
Peneliti memperoleh data penelitian dengan menggunakan
teknikwawancara semi terstruktur dengan bantuan alat perekam suara dan
catatanlapangan. Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis
menggunakananalisis data kualtatif. Proses analisis data yang dilakukan
meliputi beberapatahapan yakni penulisan transkrip hasil wawancara dan
catatan lapangan,kemudian peneliti membaca ulang guna menemukan ide
yang dimaksud olehinforman berupa kata kunci. Kemudian peneliti
mengelompokkan kata kunciyang serupa ke dalam kategori, kategori ke
dalam sub tema, kemudianmenemukan tema utama dari sub tema. Hasil
analisis tema kemudiandiintegrasikan dalam bentuk deskriptif. Proses
pelaksanaan wawancara dirangkum dalam tabel 6.1
29
2. Karakteristik Informan
a. Informan I
Informan I dalam penelitian ini memiliki samaran X. Peneliti
bertemu dengan Ny. X setelah mencari tahu alamat pasien dari daftar
pasien dengan gizi buruk Puskesmas 1 Kemranjen. Pertemuan pertama
kali antara peneliti dan X dilakukan di rumah X. X tampak
berpenampilan sederhana layaknya ibu rumah tangga lainnya ketika di
rumah. Ia mengenakan kemeja dan rok sederhana serta mengenakan
jilbab. X tampak berusia sekitar 40 tahun dengan postur tubuh sedang,
tidak begitu gemuk dan kulit sawo matang.
Pertama kali datang menemui X, X mengatakan sedang
memasak di dapur menyiapkan buka puasa. Peneliti mencoba
menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan dan X menanggapi dengan
baik serta terbuka. Raut mukanya menunjukkan wajah ramah. X
memberikan tanggapan yang positif dan bersedia menjadi calon informan.
X mengaku pernah menerima kunjungan serupa dari Petugas Puskesmas
sehingga X merasa sudah biasa dan menerima dengan baik kedatangan
dan maksud peneliti.
X merupakan seorang ibu kandung dari pasien anak berumur 4
tahun 4 bulan yang didiagnosis dengan gizi buruk. X berumur 38 tahun
dan bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan keseharian membuat gula
jawa yang nantinya di jual ke warung dekat rumah dengan produksi sekitar
5 kilogram sekali produksi dan X biasanya hingga 2 sampai 3 kali
30
membuat gula jawa dalam satu minggu. Bahan gula jawa didapat dari
nderes oleh suami di sekitar rumah. Pendidikan terakhir X adalah Sekolah
Menengah Pertama (SMP).
Suami X berumur 45 tahun dan bekerja sebagai tukang kayu
pesanan. Pendidikan terakhir suami X adalah Sekolah Dasar (SD). Suami
X biasa menerima pesanan dari tetangga untuk membuat pintu, jendela
dan almari. Namun pesanan tidak menentu, sedangkan bahan kayu
didapat dari pemilik tokok kayu di dekat rumah yang nantinya dibayar
bila sudah mendapat bayaran dari pemesan.
Pernikahan X dengan suaminya dikaruniai dua anak bernama A
yakni anak kedua dan sebagai pasien gizi buruk dan B berjenis kelamin
perempuan berusia 11 tahun. Anak pertama X saat ini bersekolah di SD
Desa Karanggintung. X mengatakan pada saat melahirkan anak
pertamanya dikatakan oleh bidan mengalami perdarahan dan sempat
dirujuk ke RSUD Banyumas dan kemudia sehat tidak ada keluhan apapun.
b. InformanII
Informan II dalam penelitian ini memiliki samaran Y. Peneliti
bertemu dengan Ny.Y pada siang hari setelah mencari tahu alamat pasien
dari daftar pasien dengan gizi buruk Puskesmas 1 Kemranjen. Pertemuan
pertama kali antara peneliti dan Y dilakukan dirumah Y. Y tampak
berpenampilan sederhana mengenakan kemeja dan rok sederhana serta
kerudung. Y berusia sekitar 34 tahun dengan postur tubuh sedang warna
kulit coklat muda.
c. Informan III
Informan III dalam penelitian ini memiliki samaran Z. Peneliti
bertemu dengan Ny.Z setelah mencari tahu alamat pasien dari daftar
pasien dengan gizi buruk Puskesmas 1 Kemranjen. Pertemuan pertama
kali antara peneliti dan Z dilakukan dirumah Z. Z tampak berusia sekitar
37 tahun dengan postur tubuh sedang, kurus dan kulit sawo matang. Z
tampak berpenampilan sederhana seperti ibu rumah tangga lainnya ketika
dirumah. Ia mengenakan kemeja dan celana pendek sederhana.
d. Informan IV
a. Informan I
1) Asupan Makanan
a) Asupan ASI Eksklusif
X mengatakan memberikan ASI eksklusif dan tetap
memberikan ASI sampai 2 tahun. Setelah 6 bulan ditambah
dengan makanan sesuai panduan bidan desa dan beberapa kali
ditambah susu formula bila memiliki uang untuk membeli.
2) Riwayat Penyakit
Pas saya hamil anak saya ini (A) saya sehat sehat saja kok
mba, gak sakit apa apa. Kadang ya dikasih obat kalo habis
ke bidan. Ya saya minum, tapi kalo bosen ya enggak saya
minum, orang katanya vitamin, hehehe.
(62)
waktu lahir sih biasa mba, gak operasi Cuma dipacu aja.
Lama katanya. Terus pas lahiran si adek tu gak nangis
langsung, Cuma hek sekali katanya. (12)
habis itu dirawat di RS Banyumas sampe 18 hari, katanya
si paru parunya ada infeksi apa apa gitu kurang paham
saya. Habis itu dikasih obat, dibawa pulang terus kontrol
36
kalo di keluarga gak ada kok mba, ya nasib saya mba suruh
sabar. Sehat sehat semua kok, saya juga pas tau juga kaget, kan
anak yang pertama normal. (88)
X juga mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada yang
kalo main ya enggak, kan Cuma di kasur saja mba. Dari kecil
dulu ya Cuma di kasur saja. Gak pernah main. (66)
kalo cuci tangan ya pasti, terutama pas mau makan, habis dari
WC (67)
Alhamdulillah kalo WC sudah ada dari dulu mba, mas. Punya
sendiri WCnya. Gak gabung gabung apalagi di kali (68)
6) Status Ekonomi
oleh A.
Kalo penyakit anak saya, saya sendiri juga gak paham. Orang
sekolahnya gak tinggi. Cuma dulu katanya sih sakit sarafnya,
pas kecil juga pernah melotot gitu matanya, nglirik ke atas,
tapi gak demam. Itu juga Cuma dua kali pas masih umur 5
bulanan lah mba (71)
saya sih seringnya dikasih tau masalah kurus sama gizi aja,
kalo masalah sarafnya tidak pernah mba seinget saya (72-73)
b) Perilaku penangan penyakit Cerebral palsy
38
membeli susu.
Kalau ada ya saya mau mba. Tapi ya biasa aja sih yang saya
liat, dikasih susu ya tetap seperti itu
8) Perilaku terhadap sosial
botol. Pada 6 bulan pertama bayi mendapat ASI namun tidak ASI
dulu itu saya bingung ASI saya keluar sedikit ga banyak lho
mbak. Daripada anak saya nangis saya belikan susu itu. Saya juga
bingung mbak kenapa ASInya ga keluar banyak. Padahal saya
nggak sakit juga nggak kok mbak. Makan ya biasa, eh tapi dulu
saya nggak terlalu doyan makan mbak. Ngga tau kenapa juga ini
mbak. Ada yang ngasih tau saya karena makan saya kurang mbak.
Jadi saya pas itu berusaha makan ditambah, tapi ya ga banyak juga
mbak. Emang makannya segitu
seadanya.
2) Riwayat Penyakit
malah bebelen. Apa kenapa ya mbak. Cuma anak saya aja apa
yang lain juga ya mbak. Saya trus jarang kasih pisang mbak.
nggak ada mbak, ya sakit biasa lah trus sembuh lagi. Mencret
ya nggak.
nggak ada (ketika ditanyakan riwayat keluarga dengan
pengobatan 6 bulan atau mengonsumsi obat yang
menyebabkan pipis berwarna merah).
3) Riwayat Imunisasi
Kalo ASI sih dikasih terus sampai sekarang, cuma ini ASI
saya itu sedikit mba, saya rasa kok kurang buat F. Makanya
saya kasih makanan tambahan sejak usia 4 bulan. Ya saya
kasih pisang, buah-buahan, makanan bubur juga mba, bubur
jadi gitu.
ya kadang juga saya kasih susu mba, susu kotak cair itu mba,
soalnya sejak usia 3 bulan kok mulai kecil, tapi ya gitu,
kadang kadang aja saya ngasihnya mba, gak bisa belinya. Saya
kasih susu kotak cair yang katanya sih buat nambah gizi.
b) Komposisi dan Porsi Makanan
2) Riwayat Penyakit
a) Penyakit Infeksi pada Balita
1) Asupan Makanan
Kalo 6 bulan pas sih enggak mas, kan waktu I usia 5 bulan tu
masuk bulan puasa, jadinya ya saya mulai ngasih susu formula
waktu itu, kasian soalnya ASI saya mulai sedikit saya kuatir
kalo gak cukup. Tapi ya ASI sih masih dikasih mas. Sampe
sekarang juga masih kok ngasih ASI. (33)
b) Komposisi dan Porsi Makanan
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan W didapatkan
bahwa W memberikan makanan kepada I seperti layaknya
memberikan makanan kepada anak pertamanya.
Lah ini malah gak pernah sakit, beda mas sama anak adik
saya, gendut dia tapi suka panas. Kalo anak saya panasnya cuma
pas mau tumbuh gigi, yang belakang mau keluar ya panas, malah
sekarang sudah pada ompong giginya (55)
Batuk, pilek ya biasa aja mas, paling ya pilek pilek biasa, kalo
agak lama dikit, 3 hari apa 2 hari belum sembuh, tak bawa
langsung ke puskesmas, dikasih obat sama dokter, ya
Alhamdulillah sembuh. Kadang kalo panas habis mau tumbuh
gigi, tapi gak turun turun ya tak bawa ke bidan apa puskesmas,
sembuh lagi, seneng lagi
7) Status Ekonomi
mengalami kejang yang dituturkan oleh A berupa mata melirik ke atas dan
terjadi dua kali. Hal tersebut mengarah pada epilepsi yang sering
menyertai pasien dengan cerbral palsy. Selain itu, cerbral palsy dapat
memberikan resiko komplikasi berupa pneumonia aspirasi oleh karena
makanan. A mengatakan anaknya sering batuk dan pilek. Hal ini belum
dapat dipastikan merupakan pneumonia aspirasi akan tetapi dapat menjadi
perkiraan salah satu penyebab susahnya A mencapai status gizi normal.
sedang ada uang saja. Status ekonomi merupakan faktor penting untuk
menunjang kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan gizi pasien gizi
buruk.
Pola asuh yang baik dari ibu akan memberikan kontribusi yang
besar pada pertumbunhan dan perkembangan balita sehingga akan
menurunkan angka kejadian gangguan gizi. Ibu harus memahami cara
memberikan perawatan dan perlindungan terhadap anaknya agar anak
menjadi nyaman, meningkat nafsu makannya, terhindar dari cedera dan
penyakit yang akan menghambat pertumbuhan. Apabila pengasuhan anak
baik makan status gizi anak juga akan baik. Peran ibu dalam merawat
sehari-hari mempunyai kontribusi yang besar dalam pertumbuhan anak
karena dengan pola asuh yang baik anak akan terawat dengan baik dan
gizi terpenuhi. Masa balita merupakan masa emas dimana bisa menjadi
penentu masa depan. Masa balita merupakan periode perkembangan otak
dan kecerdasan yang pesat.Sebagai orang tua pengasuh harus mampu
menjaga agar masa balita ini tidak terjadi hal-hal yang menyebabkan
balita menjadi terhambat pertumbuhan dan perkembangannya (Wake, et
al, 2007; Attorp,et al 2014). Kadang ibu kurang menyadari bahwa anak
yang tidak dapat bertambah tinggi badannya perlu diwaspadai sebagai
gangguan pertumbuhan dan anak yang pendek menggambarkan status gizi
yang jelek.
C. Prioritas Permasalahan
BAB VII
4) Langgeng (skor 4)
5) Sangat langgeng (skor 5)
Selain itu menurut penelitian, sebagian besar ibu yang mengasuh anak
mengatakan bahwa mereka tidak mengerti bagaimana cara membuat makanan
yang bergizi bagi anaknya, ibu hanya memberikan anaknya makanan sesuai
dengan kebiasaan dan seadanya. Harapannya dengan pemberian salinan contoh
resep makanan yang juga didapatkan dari salinan Pedoman Gizi Departemen
Kesehatan RI tahun 2016, ibu yang memiliki balita dapat mempraktikan apa yang
didapatkan dari penyuluhan dan tidak lagi kebingungan dalam pengolahan
makanan yang baik. Ibu juga bias mengkreasikannya sesuai dengan keinginan
anaknya. Pemberian salinan contoh resep masakan bernutrisi akan lebih efektif
jika diberikan setelah dilakukan penyuluhan mengenai gizi balita secara personal
(konseling).
Penyuluhan kader posyandu atau bidan desa dapat menjadi alternative
sehingga kader posyandu dapat memberikan edukasi kepada seluruh masyarakat
yang dinaunginya mengenai ilmu yang sudah didapatkan. Penyuluhan kader
posyandu atau bidan desa dapat berimbas lebih luas karena cakupan kerja yang
menyeluruh pada seluruh wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen. Pemasangan
poster mengenai gizi pada bayi dan balita bias dijadikan alternative dengan
sasaran yang jauh lebih luas karena bias dibaca oleh semua orang, namun hanya
pemasangan poster tidak menjamin adanya pemahaman atau transfer ilmu yang
efektif kepada pembaca.
Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Rinke untuk
masalah pengetahuan ibu tentang nutrisi anak di wilayah kerja Puskesmas I
Kemranjen adalah sebagai berikut:
Tabel 7.1 Prioritas Pemecahan Masalah Metode Rinke
No Daftar Alternatif Jalan Efektivitas Efisiensi MxIxV/ Urutan
Keluar M I V (C) C Prioritas
Pemecahan
Masalah
1 Penyuluhan mengenai 4 4 4 3 16 3
pemberian nutrisi pada
balita pada wilayah
berisiko di posyandu
balita
2 Konseling mengenai 5 5 4 4 25 1
pemberian nutrisi pada
bayi dan balita khusus
gizi buruk
64
BAB VIII
RENCANA KEGIATAN
A. Latar Belakang
materi gizi balita dan gizi buruk kepada bidan desa dan kader agar dapat
disampaikan pada seluruh Posyandu di wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen
sehingga nantinya dapat tersebar luas kepada seluruh anggota posyandu balita
dan dapat diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari.
B. TujuanKegiatan
1. Meningkatkan pengetahuan ibu mengenai pedoman gizi seimbang bagi
bayi dan balita dan cara memenuhi gizi seimbang.
2. Memberikan motivasi kepada ibu dengan balita gizi buruk untuk
melakukan penimbangan dan pemantauan gizi balita melalui posyandu
dengan rutin.
3. Meningkatkan dan menyegarkan pengetahuan kader dan bidan desa terkait
pemberian MP-ASI dalam pemenuhan gizi balita.
4. Menekan angka kejadian gizi buruk dan penanganan awalnya.
C. Bentuk dan Materi Kegiatan
Kegiatan akan disajikan dalam bentuk konseling kepada informan dan
penyampaian materi tentang pedoman gizi seimbang pada bayi dan balita
terutama cara untuk mencapai pemenuhan gizi seimbang dan pembagian
handover contoh resep MP-ASI kepada kader posyandu dan bidan desa di
wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen.
D. Sasaran
Informan penelitian, kader Posyandu, dan Bidan Desa di wilayah kerja
Puskesmas 1 Kemranjen.
E. Pelaksanaan
1. Personil
a. Kepala Puskesmas : dr. Anggoro Supriyo
b. Pembimbing : dr. Anggoro Supriyo
c. Pelaksana :Ahmad Agus Faisal, Isnaini Putri Solikhah,
Patminingsih
2. Waktu dan Tempat Konseling Personal:
a. Hari : Rabu
b. Tanggal : 21 Juni 2017
c. Tempat : Ruang tamu rumah informan.
68
BAB IX
A. Pelaksanaan
1. Tahap Persiapan
a. Perizinan
b. Materi
RI 2016.
71
c. Sarana
2. Tahap Pelaksanaan
a. Judul Kegiatan
b. Waktu
c. Tempat
d. Penanggung Jawab
Patminingsih.
e. Penyampaian Materi
bergizi, dan cara monitoring status gizi pada bayi dan balita.
B. Evaluasi
1. Input
a. Sasaran
1) Konseling
2) Penyuluhan
b. Sumber daya
2. Proses
a. Keberlangsungan acara
MP-ASI
posyandu dan bidan desa dilaksanakan pada Kamis, 22 Juni 2017 pada
BAB X
A. Kesimpulan
diambil.
kedua orang tua yang kurang dan status ekonomi menengah ke bawah.
mengenai pedoman gizi seimbang bagi bayi dan balita serta pemberian
B. Saran
masyarakat mengenai gizi seimbang pada bayi dan balita di wilayah kerja
Puskesmas I Kemranjen.
dan balita.
76
DAFTAR PUSTAKA
Novitasari, D. 2012. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk pada Balita yang
Dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Rendra.2010.Beyond Bordes: Communication Modernity and History. STIKOM
The Landon School of Public Relatations,London : 321-322 l.
7. Apakah yang Anda ketahui mengenai penyakit yang diderita oleh balita
Anda?
78
Informed Consent
Purwokerto, saat ini sedang malakukan penelitian dengan judul Faktor Resiko
penyusunan penelitian ini. Atas kesediaan anda dan anak anda menjadi
Nama :
Usia :
Alamat :
Informan
80