Anda di halaman 1dari 87

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN MASYARAKAT


PUSKESMAS I KEMRANJEN

FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI BURUK


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I KEMRANJEN

Disusun Oleh:
Ahmad Agus Faisal G4A015129
Isnaini Putri Sholikhah G4A015204
Patminingsih G4A016035

Perseptor Fakultas : dr. Madya Ardi Wicaksono, M. Si


Perseptor Lapangan : dr. Anggoro Supriyo

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS


KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN MASYARAKAT
PUSKESMAS I KEMRANJEN

FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI BURUK


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I KEMRANJEN

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari


Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Jurusan Kedokteran
Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman

Disusun oleh:
Ahmad Agus Faisal G4A015129
Isnaini Putri Sholikhah G4A015204
Patminingsih G4A016035

Telah dipresentasikan dan disetujui :


Tanggal Juni 2017
Preseptor Lapangan Preseptor Fakultas

dr. Anggoro Supriyo dr. Madya Ardi Wicaksono, M. Si


NIP. 19710112 200212 1 002 NIP. 198105112010121003
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
disebabkan oleh banyak faktor, sehingga memerlukan perhatian dari banyak
pihak. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 54 % kematian
anak disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk. Masalah gizi di Indonesia
mengakibatkan lebih dari + 80% kematian anak (Depkes, 2015).
Faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita salah satunya adalah
sanitasi lingkungan yang merupakan faktor tidak langsung, tetapi ada juga
faktor lain yang mempengaruhi status gizi. Keadaan sanitasi lingkungan yang
kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain
diare, cacingan dan infeksi saluran pernafasan. Apabila anak menderita
infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat gizi akan terganggu yang
menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi (Depkes, 2015).
Periode dua tahun pertama kehidupan seorang anak merupakan masa
kritis, karena mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.
Oleh karena itu, dapat terjadi gangguan gizi yang bersifat permanen dan tidak
dapat pulih walaupun kebutuhan gizi di masa selanjutnya terpenuhi. Secara
nasional, prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak balita sebesar 19,6%,
yang berarti 212 masalah gizi buruk dan kurang di Indonesia masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat dan mendekati prevalensi tinggi, sedangkan
sasaran Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2019 yaitu 17%. Oleh
karena itu, prevalensi gizi buruk dan kurang secara nasional harus diturunkan
sebesar 2,6% dalam periode 2015 sampai 2019 (Depkes, 2015).
Kejadian gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen diketahui
terdapat 5 kasus pada 4 bulan pertama tahun 2017. Pola asuh, pola makan
yang kurang baik dan penyakit infeksi pada balita dimungkinkan dapat
menjadi faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk pada balita dan
meningkatnya kasus gizi buruk.
2

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas mengenai faktor risiko gizi
buruk di Desa Petaranganwilayah kerja Puskesmas I Kemranjen,
Banyumas.
2. Tujuan khusus
a. Menentukan faktor resiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian
gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen, Banyumas.
b. Mencari alternatif pemecahan masalah gizi buruk di wilayah kerja
Puskesmas I Kemranjen, Banyumas.
c. Memberikan informasi mengenai faktor risiko gizi buruk sebagai
upaya promotif dan preventif terhadap penyakit gizi buruk di wilayah
kerja Puskesmas I Kemranjen, Banyumas.

C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menambah ilmu pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat
terutama faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit gizi buruk.

2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi masyarakat
Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai penyakit gizi
buruk, faktor risiko, dan cara untuk mencegah penyakit tersebut
sehingga diharapkan dapat mengurangi angka kejadian gizi buruk.
b. Manfaat bagi puskesmas
Membantu program enam dasar pelayanan kesehatan puskesmas
berkaitan dengan promosi kesehatan terutama masalah gizi buruk
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan menentukan
kebijakan yang harus diambil untuk menyelesaikan masalah.
c. Manfaat bagi mahasiswa
Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah
kesehatan diwilayah kerja Puskesmas I Kemranjen, Banyumas.
3

BAB II
ANALISIS SITUASI

A. Gambaran Umum
1. Keadaan Geografi
Kecamatan Kemranjen terletak di bagian selatan Kabupaten
Banyumas yang dibatasi oleh Kecamatan Banyumas dan Kecamatan
Somagede pada bagian utara. Sementara itu, pada bagian selatan terdapat
Kabupaten Cilacap, sebelah timur terdapat Kecamatan Sumpiuh, dan di
sebelah barat terdapat Kecamatan Kebasen. Kecamatan Kemranjen
memiliki 15 desa, yaitu Desa Alasmalang, Desa Grujugan, Desa
Karanggintung, Desa Kecila, Desa Karangsalam, Desa Kebarongan, Desa
Karang jati, Desa Kedungpring, Desa Nusamangir, Desa Pageralang, Desa
Petarangan, Desa Sibalung, Desa Sibrama, Desa Sidamulya dan Desa
Sirau.

Gambar 2.1 Peta Kecamatan Kemranjen


4

Batas wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen meliputi :


a. Utara : Kecamatan Somagede, Kabupaten Banyumas
b. Selatan : Kecamatan Nusawungu, Kabupaten Cilacap
c. Barat : Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas
(Wilayah kerja Puskesmas 2 Kemranjen)
d. Timur : Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas
Terdapat dua Puskesmas di Kecamatan Kemranjen yaitu Puskesmas
1 Kemranjen dan Puskesmas 2 Kemranjen.Wilayah kerja Puskesmas 1
Kemranjen merupakan salah satu bagian dari wilayah Kecamatan
Kemranjen, Kabupaten Banyumas, Propinsi Jawa Tengah, dengan luas
wilayah total 3.571.293 Ha. Wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen
terdiri dari 8 desa binaan:
1. Desa Sibalung : + 452.223 Ha ( 5.681 jiwa )
2. Desa Kecila : + 417.517 Ha ( 6.131 jiwa )
3. Desa Kedungpring : + 272.672 Ha ( 3.644 jiwa )
4. Desa Sibrama : + 278.421 Ha ( 3.390 jiwa )
5. Desa Karangjati : + 172.324 Ha ( 1.795 jiwa )
6. Desa Petarangan : + 603.601 Ha ( 5.826 jiwa )
7. Desa Karanggintung : + 480.725 Ha ( 4.279 jiwa )
8. Desa Karangsalam : + 893.800 Ha ( 5.606 jiwa )

2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan penduduk
Berdasarkan data Kecamatan dalam Angka Tahun 2016
didapatkan hasil registrasi Penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas
1 Kemranjen terdiri dari 36,352 jiwa yang terdiri dari 18,051 jiwa
laki-laki ( 49,65 persen ) dan 18.301 jiwa perempuan (50,34 persen)
tergabung dalam 10.460 Rumah Tangga / Kepala Keluarga. Jumlah
penduduk terbesar adalah Desa Kecila sebanyak 6.131 jiwa dan desa
yang terendah adalah Desa Karangjati sebanyak 1.795 jiwa.
5

b. Kepadatan penduduk
Penduduk di wilayah kerja Puskemas 1 Kemranjen untuk tahun
2016 belum menyebar dan merata. Pada umumnya penduduk banyak
menumpuk di daerah perkotaan dan di dataran rendah. Rata-rata
kepadatan penduduk di Kecamatan Kemranjen sebesar 988 jiwa setiap
kilometer persegi. Desa terpadat adalah Desa Kecila dengan tingkat
kepadatan sebesar 1477 setiap kilometer persegi, sedangkan
kepadatan terendah pada Desa Karangsalam sebesar 623 setiap
kilometer persegi dikarenakan desa terluas serta daerahnya
pegunungan.
c. Tingkat pendidikan
Dari data Kemranjen dalam Angka tahun 2016 menunjukan
jumlah penduduk laki-laki dan perempuan usia 10 tahun keatas
menurut pendidikan yang tidak / belum pernah sekolah sebesar 3.617
(10,62 %), tidak belum tamat SD sebesar 9712 ( 28,49 %) tamat
SD/MI sebesar 13.315 (39,06 %) tamat SLTP/MTs/ sederajat sebesar
4433 ( 13 % ), tamat SMU/ MA/SMK sebesar 2562 ( 7,51 %), tamat
Akademi/ Diploma sebesar 258 ( 7,57% ) dan tamat Universitas
sebesar 187 (5,49 % ).

B. Pencapaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat


Program pelayanan kesehatan yang dilakukan Puskesmas sebagai
pelayanan kesehatan dasar harus dilakukan secara cepat, tepat, dan
diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat dapat diatasi dan
sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Tujuan dari program ini adalah
untukmeningkatkan pemerataan dan mutu upaya kesehatan yang berhasil
serta terjangkau oleh segenap anggota masyarakat.
Upaya Kesehatan yang dilakukan di Puskesmas 1 Kemranjen
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan Kesehatan Dasar
Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang
sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat.
Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara lebih cepat, tepat
6

dan lebih baik, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan sudah dapat
diatasi.
Berbagai pelayan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas
pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :
a. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Jumlah Ibu Hamil di wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen
pada tahun 2016 sebanyak 579 ibu hamil, adapun ibu hamil yang
mendapat pelayanan K-4 adalah sebesar 522 atau 90,16 % ibu hamil.
Dibandingkan tahun 2015 ibu hamil sebanyak 574 dan yang
mendapatkan pelayanan K-4 sejumlah 547 atau 95,3 %. Disini terjadi
penurunan sebesar 0,9 persen.

Upaya-upaya telah dilakukan oleh Puskemas 1 Kemranjen


yang dibantu bidan-bidan didesa, namun hal itu menunjukkan bahwa
kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan
pada waktu hamil belum maksimal termasuk dalam memberikan
motivasi kepada ibu hamil. Standart Pelayanan Minimal untuk
cakupan kunjungan K 4 sebesar 95 %. Dengan demikian
Puskesmas 1 Kemranjen belum memenuhi standart pelayanan yang
diharapkan.

b. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan


Jumlah sasaran ibu bersalin tahun 2016 sebanyak 531 orang.
Sedangkan jumlah pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan tahun 2016 544
orang bersalin atau sebesar 102,45 %. Standart Pelayanan Minimal
untuk pertolongan persalinan oleh nakes tahun 2016 sebesar 90 %.
Dengan demikian cakupan persalinan Nakes di wilayah Puskesmas 1
Kemranjen tahun 2016 telah memenuhi standart pelayanan minimal.
c. Bayi dan Bayi BBLR
Jumlah bayi lahir tahun 2016 sebanyak 561 bayi dan yang
memiliki Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 54 bayi atau
sebesar 9.6 persen dari bayi yang lahir. Bayi BBLR yang ditangani
sebanyak 54 atau 100 % ditangani. Penanganan kasus BBLR
7

berdasarkan standart Dinas Kesehatan Kabupaten sudah memenuhi


target yang diharapkan.
d. Pelayanan Keluarga Berencana
Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) tahun 2016 berdasarkan
sumber Badan Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana
Kecamatan Kemranjen sebesar 6097.

Jumlah PUS tertinggi di Desa Kecila sebesar 1029 PUS atau


sebesar 16.87 % dari jumlah PUS yang ada. Peserta KB Aktif tahun
2016 sebesar 4725 atau 77.5 % dari Jumlah Pasangan Usia Subur
yang ada dalam wilayah Kerja Puskesmas 1 Kemranjen.

e. Pelayanan Imunisasi
Jumlah desa dalam wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen
sebanyak 8 desa. Desa Universal Child Immunization (UCI)
sebanyak 8 atau memenuhi Standart Pelayanan Minimal (SPM)
sebesar 100 %. Dengan Demikian Puskesmas 1 Kemranjen pada
tahun 2016 telah memenuhi target SPM tersebut.
f. Cakupan Pelayanan Nifas
Cakupan ibu nifas yang mendapat pelayanan kesehatan nifas
tahun 2016 adalah 104,1 persen. Standart Pelayanan Minimal sebesar
100% telah terpenuhi
g. Cakupan Pelayanan Anak Balita
Persentase anak balita yang mendapat pelayanan kesehatan
(minimal 8 kali) di Puskesmas 1 Kemranjen beserta jaringannnya
sebesar 99,6%. Standar Pelayanan Minimal tahun 2016 sebesar 95
%, hal ini sudah mencapai target yang diharapkan.
h. Cakupan Balita ditimbang
Berdasarkan data yang ada penimbangan balita (F/III/Gizi)
selama tahun 2016 adalah sebagai berikut :

1) Jumlah seluruh balita (S) = 2608 anak


2) Jumlah balita yang terdaftar dan punya KMS (K) = 2608 anak
3) Jumlah Balita yang ditimbang (D) = 2323 anak
8

4) Jumlah balita yang naik berat badannya (N) = 1555 anak


5) KEP Total (Gizi kurang + Gizi buruk) = 15 anak

Berdasarkan data diatas, maka jangkauan program


penimbangan (K/S) mencapai 100 % . Tingkat partisipasi
masyarakat (D/S) = 89,07 %. Efek penyuluhan (N/D) = 66,93 %.
Tingkat partisipasi masyarakat dan efek penyuluhan bila
dibandingkan dengan SPM masih dibawah standart. Hal ini
disebabkan karena antara lain : anak setelah mencapai usia 3 > tahun
sudah enggan ditimbang dan usianya sudah masuk sekolah Taman
Kanak-kanak (TK).
Upaya yang ditempuh antara lain meningkatkan penyuluhan
fungsi Kelompok Kerja (Pokja) Posyandu Desa untuk mendapatkan
peran serta masyarakat.
i. Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan
Kasus gizi buruk selama tahun 2016 ada 15 kasus dan semuanya
sudah ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur yang ada.
j. Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat
Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga
kesehatan/guru UKS/kader kesehatan sekolah tahun 2016 sebesar
100%. Hal ini sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal tahun
2016 sebesar 100 persen.
2. Pelayanan Pengobatan / Perawatan
Jumlah kunjungan rawat jalan di Puskesmas 1 Kemranjen sebesar
25.750 di tahun 2016 Cakupan kunjungan pasien sebesar 72.96 persen dari
jumlah penduduk, dari kunjungan pasien baru dan pasien lama. Jumlah
kunjungan pasien rawat inap sebanyak 633 pasien atau sebesar 1.7 % dari
jumlah penduduk.
Penyakit tertinggi tahun 2016 di Puskesmas 1 Kemranjen adalah
penyakit Infeksi Akut pada Saluran Pernafasan Bagian Atas sebanyak 6.136
penderita. Data 10 penyakit terbanyak tahun 2016 adalah sebagai berikut :
9

Tabel 2.1. Sepuluh Penyakit Terbanyak Tahun 2016

NO NAMA PENYAKIT JUMLAH


1 ISPA 6.136
2 Dispepsia 2.512
3 Demam yang tidak diketahui sebabnya 2.149
4 Dermatitis 1.706
5 Myalgia 1.348
6 Hipertensi 1.619
7 Nyeri kepala 1.378
8 Diare dan Gastroenteritis 1.315
9 Artritis 778
10 Diabetes Mellitus 772

3. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular


a. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Polio
Kasus Polio di Puskesmas 1 Kemranjen tidak diketemukan /kosong.
b. Pencegahan dan Pemberantasan TB Paru
Data yang diolah tahun 2016 kasus TB Paru (Klinis dan Positif)
sebanyak 23 kasus, sedangkan yang sembuh 17 orang (73,91%), masih
dalam pengobatan 5 orang, dan drop out 1 orang.

Standart Pelayanan Minimal untuk kesembuhan penderita TBC BTA


positif adalah >85%. Angka kesembuhan pasien pada akhir tahun 2016
masih di bawah target, yaitu 73,91%. Angka ini belum tercapai karena ada
5 pasien yang masih dalam masa pengobatan. Sedangkan dibandingkan
target penemuan kasus yaitu 39 kasus, penemuan kasus TB Paru baru
mencapai 59,25%.

c. Pencegahan dan pemberantasan Penyakit Pneumonia


Kasus pneumonia balita di Puskesmas 1 Kemranjen sebanyak 85
kasus dari target penemuan 217 kasus, atau tercapai 39,12%. Standart
Pelayanan Minimal untuk balita dengan pneumonia yang ditangani 100
%sudah tercapai tetapi dalam hal penemuan kasus belum mencapai target.
Jumlah perkiraan penderita pneumonia yaitu 10 % X jumlah balita
(2.172)= 217 kasus. Kondisi tersebut dapat diatasi melalui pertemuan
10

pemantapan program dan pelatihan MTBS (Managemen Terpadu Balita


Sakit) untuk dokter, perawat dan bidan.
d. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV / AIDS
Kasus HIV /AIDS di Puskesmas 1 Kemranjen tidak diketemukan /
kosong, Namun Puskesmas 1 Kemranjen selalu mengupayakan
pencegahan dengan pendekatan kepada masyarakat dengan bimbingan
atau penyuluhan secara berkelanjutan untuk mencegah terjadinya kasus
dan penularan di wilayah Puskesmas 1 Kemranjen.
e. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD.
Kasus penyakit DBD tahun 2016 tidak diketemukan. Upaya
Puskesmas untuk pemberantasan demam berdarah terdiri dari 3 hal yaitu
1) Peningkatan surveilance penyakit dan vektor,
2) Diagnosis dini dan pengobatan dini jika ada kasus
3) Peningkatan upaya pemberantasan vektor penularan DBD.
Dalam rangka pemberantasan penyakit DBD Puskesmas 1 Kemranjen
beserta lintas sektor telah melaksanakan langkah-langkah konkrit antara
lain : abatisasi selektif, penggerakan PSN dan penyuluhan kesehatan yang
dilaksanakan di setiap desa.
f. Pengendalian Penyakit Malaria
Malaria sebagai salah satu penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan yang berdampak pada penurunan kualitas sumber daya
manusia yang dapat menimbulkan berbagai masalah sosial-ekonomi.
Penegakan diagnosis penderita secara tepat, lebih cepat dan lebih baik
dalam pengobatan sesuai fakta yang ada merupakan hal penting dalam
pemberantasan penyakit malaria. Saat ini tidak ditemukan kasus malaria.
Namun Puskesmas harus tetap mewaspadai kemungkinan munculnya
kembali penyakit tersebut dengan cara penyuluhan tentang pentingnya
surveilan migrasi.
g. Penyelenggaraan Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB
Kejadian Luar Biasa (KLB) di tahun 2016 tidak ada.
11

4. Pembinaan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar


a. Pelayanan Kesehatan Lingkungan.
Pada tahun 2016 dari 9.430 rumah yang diperiksa sebanyak 1.913
rumah, yang memenui syarat kesehatan sebanyak 1.199 atau 62.7 persen
dari jumlah rumah yang diperiksa. Dibanding tahun 2015 yang diperiksa
sebanyak 800 dan yang memenuhi syarat sebanyak 531 rumah atau 66,4
persen. Cakupan rumah sehat ini tidak dapat menggambarkan kondisi
rumah sehat seluruh wilayah binaan kami, mengingat hasil cakupan hanya
berdasarkan pada jumlah rumah yang diperiksa (tidak seluruh rumah
diperiksa).
b. Pelayanan Hygiene Sanitasi Tempat Tempat Umum
Pada tahun 2016 jumlah tempat-tempat umum (TTU) yang diperiksa
kesehatannya sebanyak 30 tempat dari 30 tempat yang ada (100%). TTU
yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 27 buah (90 %) dari jumlah
yang diperiksa.
5. Perbaikan Gizi Masyarakat
Berdasarkan data yang ada penimbangan balita (F/III/Gizi) selama tahun
2016 adalah sebagai berikut :
a. Jumlah seluruh balita (S) = 2608 anak
b. Jumlah balita yang terdaftar dan punya KMS (K) = 2608 anak
c. Jumlah Balita yang ditimbang (D) = 2323 anak
d. Jumlah balita yang naik berat badannya (N) = 1555 anak
e. KEP Total (Gizi kurang + Gizi buruk) = 15 anak
Berdasarkan data diatas, maka jangkauan program penimbangan (K/S)
mencapai 100 % . Tingkat partisipasi masyarakat (D/S) = 89,07 %. Efek
penyuluhan (N/D) = 61,69 %.
12

BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan

Kepanitraan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) di Puskesmas I


Kemranjen mengidentifikasi permasalahan dari segi angka rujukan RGD
terbanyak, sepuluh penyakit menular dan tidak menular. Berikut ini adalah
data rujukan terbanyak dan sepuluh penyakit menular dan tidak menular, data
rujukan terbanyak RGD (Ruang Gawat Darurat) di wilayahkerja Puskesmas I
Kemranjen bulan Januari - April 2017.
Tabel 3.1. Rujukan terbanyak di RGD Puskesmas Kemranjen I Januari - April 2017

No Penyakit Kasus Presentase


1 Hipertensi + vertigo 9 16%
2 Gastroenteritis 9 16%
3 Kejang demam 7 12%
4 Fraktur 7 12%
5 SNH 6 10.5%
6 CHF 6 10.5%
7 Decomp cordis 4 7%
8 Observasi febris tifoid 4 7%
9 CKR 3 5%
10 KAD 2 4%
Total 57 100
Sumber : data sekunder Puskesmas I Kemranjen.
Tabel 3.2. Data Sepuluh Penyakit Tertinggi di Wilayah Kerja Puskesmas I Kemranjen Bulan
Januari - April 2017
No Penyakit Kasus Presentase
1 ISPA 1565 21
2 Dispepsia 1159 16
3 Kehamilan Normal 873 12
4 Demam 695 9
5 Batuk 691 9
6 Arthritis lain 652 9
7 Dermatitis 516 7
8 Nyeri kepala 447 6
9 Pemeriksaan umum 416 6
10 Hipertensi primer 400 5
Total 7414 100%
Sumber : data sekunder Puskesmas Kemranjen I.
13

Di bidang gizi, didapatkan data pada bulan April 8 kasus baru bayi
dengan status gizi buruk. Hal ini tentunya perlu mendapatkan perhatian
khusus terkait penanganan dan pencegahan terhadap komplikasi.
Berikut ini adalah data permasalahan terbesar di Puskesmas I
Kemranjen bulan Januari-April 2017.

Tabel 3.3 Data permasalahan terpilih di Puskesmas I Kemranjen bulan Januari-


April 2017
No Permasalahan Jumlah Prosentasi
1. ISPA 1565 57 %
2. Dispepsia 1159 42%
3. SNH 6 0.22%
4. KAD 2 0.07%
5. Gizi Buruk 5 0.1%
Sumber : Data Sekunder Puskesmas Kemranjen I

B. Penentuan Prioritas Masalah

Penentuan prioritas masalah di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen


dengan menggunakan metode Hanlon Kuantitatif dengan empat kelompok
kriteria, yaitu:
Tabel 3.4. Penentuan Prioritas Masalah (Metode Hanlon)
No Kelompok Kriteria Penjelasan
1. A besarnya masalah (magnitude of the problem)
2. B kegawatan masalah, penilaian terhadap dampak,
urgensi dan biaya
3. C kemudahan dalam penanggulangan, yaitu penilaian
terhadap tingkat kesulitan penanggulangan masalah
4. D PEARL factor, yaitu penilaian terhadap propriety,
economic, acceptability, resources availability,
legality
Perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di
Puskesmas I Kemrajen adalah sebagai berikut:
1. Kriteria A (besarnya masalah)
Kriteria A untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur
dari besarnya penduduk yang terkena efek langsung. Penyakit ditentukan
14

besarnya maslah melalui kategori presentase kasus. Kategori kasus yang


dimaksud adalah sebagai berikut:
Tabel 3.5. Kategori kasus pada Kriteria A
Skor Persentase
1-2 0,01% - 0,09%
3-4 0,1% - 0,9%
5-6 1% - 9,9%
7-8 10% - 24,9%
9-10 Lebih dari sama dengan 25%

Tabel 3.6. Hasil Penilaian Kriteria A Hanlon Kuantitatif


No Penyakit Kasus Presentase Skor
1 ISPA 1565 57 % 10
2 Dispepsia 1159 42% 10
3 SNH 6 0.22% 3
4 KAD 2 0.07% 2
5 Gizi Buruk 5* 0.1% 4
Sumber :Data Sekunder Puskesmas I Kemranjen

2. Kriteria B (kegawatan masalah)


Kriteria B digunakan untuk menentukan kegawatan masalah. Skor
yang digunakan adalah 1 untuk yang paling ringan sampai skor 5 untuk
masalah yang paling gawat. Kriteria B memiliki 3 (tiga) poin yang dinilai,
yaitu kegawatan, urgensi, dan biaya.
15

Tabel 3.7. Poin-poin pada Kriteria B


Sko
No. Poin Interpretasi
r
1 Kegawatan (paling 1 Tidak gawat
cepat mengakibatkan 2 Kurang gawat
kematian) 3 Cukup gawat
4 Gawat
5 Sangat gawat
2 Urgensi (harus segera 1 Tidak urgen
ditangani, apabila 2 Kurang urgen
tidak menyebabkan 3 Cukup urgen
kematian) 4 Urgen
5 Sangat urgen
3 Biaya (Kebutuhan 1 Sangat murah
biaya terapi) 2 Murah
3 Cukup mahal
4 Mahal
5 Sangat mahal

Tabel 3.8. Hasil Penilaian Kriteria B Hanlon Kuantitatif


No Masalah Kegawatan Urgensi Biaya Nilai
rata-
rata
1. ISPA 1 1 2 1.3
2. Dispepsia 2 2 2 2
3. SNH 5 5 3 4.3
4. KAD 5 5 3 4.3
5. Gizi Buruk 3 5 5 4.6

2. Kriteria C (Penanggulangan Masalah)


Kriteria C menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan
yang harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang
tersedia mampu menyelesaikan masalah makin sulit dalam
penanggulangan, skor yang diberikan makin kecil.
Tabel 3.9. Kategori kasus pada Kriteria C
Skor Persentase
2 Sangat sulit
ditanggulangi
4 Sulit ditanggulangi
6 Cukup bisa
ditanggulangi
8 Mudah ditanggulangi
10 Sangat mudah
16

Tabel 3.10.Hasil Penilaian Kriteria C Hanlon Kuantitatif


No Masalah Nilai
1. ISPA 4
2. Dispepsia 4
3. SNH 6
4. KAD 6
5. Gizi Buruk 6

4. Kriteria D (P.E.A.R.L)
Propriety : kesesuaian (1/0)
Economic : ekonomi murah (1/0)
Acceptability : dapat diterima (1/0)
Resourcesavailability : tersedianya sumber daya (1/0)
Legality : legalitas terjamin (1/0)

Tabel 3.11. Kriteria P.E.A.R.L. Hanlon Kuantitatif


No Masalah P E A R L Hasil
1. ISPA 1 1 1 1 1 1
2. Dispepsia 1 1 1 1 1 1
3. SNH 1 1 1 1 1 1
4. KAD 1 1 1 1 1 1
5. Gizi
Buruk 1 1 1 1 1 1

5. Penetapan nilai
Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai tersebut
dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
a. Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C
b. Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D
17

Tabel 3.12. Penetapan Prioritas Masalah


B
KASUS JUMLAH % A Rerata C D NPD NPT Prioritas
a b C
ISPA 1565 57 % 10 1 1 2 1.3 4 1 45.2 45.2 3
Dispepsia 1159 42% 10 2 2 2 2 4 1 48 48 2
SNH 6 0.21% 3 5 5 3 4.3 6 1 43.8 45.6 4
KAD 2 0.07% 2 5 5 3 4.3 6 1 37.8 39.6 5
Gizi Buruk 5 0.1% 4 3 5 5 4.6 6 1 42 51.6 1

Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.


Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan
prioritas masalahnya adalah Gizi Buruk, Dispepsia, ISPA, Stroke Non
Hemoragik, ISPA, dan Ketoasidosis Diabetikum. Sehingga, dalam hal ini
peneliti memilih kejadian Gizi Buruk sebagai kasus untuk dilakukan
analisis.
18

BAB IV
KERANGKA KONSEPTUAL MASALAH

A. Dasar Teori
1. Definisi Gizi Buruk
Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang memiliki nutrisi di bawah
rata-rata. Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan
oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Balita disebut gizi buruk
apabila indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) <- 3 SD dan
atau ditemukan tanda-tanda klinis marasmus, kwashiorkor dan marasmus-
kwashiorkor. Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan
tampak sangat kurus, iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua
dan kulit keriput. Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk yang ditandai
dengan edema seluruh tubuh terutama di punggung kaki, wajah membulat
dan sembab, perut buncit, otot mengecil, pandangan mata satu dan rambut
tipiskemerahan. Marasmus-Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk
dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan kwashiorkor (WHO,
2013)
2. Pengukuran Gizi Buruk
Gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain
(Novitasari, 2012):
a. Pengukuran klinis : metode ini penting untuk mengetahui status gizi
balita tersebut buruk atau tidak. Kekurangan zat gizi dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, rambut, atau mata. Misalnya pada balita
marasmus kulit akan menjadi keriput sedangkan pada balita
kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih atau merah muda
(crazy pavement dermatosis).
b. Pengukuran antropometrik : dilakukan beberapa pengukuran antara
lain pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar lengan atas.
Hasil pengukuran BB atau TB tidak hanya disesuaikan dengan usia
tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi
dari ketiganya.
19

Berdasarkan Berat Badan menurut Umur (BB/U) diperoleh


kategori:
1) Gizi buruk : < -3 SD
2) Gizi kurang : -3 SD s.d. < -2 SD
3) Gizi baik : -2 SD s.d. 2 SD
4) Gizi lebih : > 2 SD
Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 60 bulan) atau
Panjang Badan (0 24 bulan) menurut Umur (TB/U, PB/U) diperoleh
kategori:
1) Sangat pendek : < -3 SD
2) Pendek : -3 SD s.d. < -2 SD
3) Normal : -2 SD s.d. 2 SD
4) Tinggi : > 2 SD
Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi Badan atau
Panjang Badan (BB/TB, BB/PB) diperoleh kategori:
1)Sangat kurus : < -3 SD
2) Kurus : -3 SD s.d. < -2 SD
3) Normal : -2 SD s.d. 2 SD
4) Gemuk : > 2 SD
Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat
kurus, sedangkan balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal.
3. Etiologi dan Faktor Resiko
Masalah gizi merupakan masalah yang disebabkan oleh banyak
faktor. Menurut bagan yang diperkenalkan oleh UNICEF dan telah
disesuaikan dengan kondisi Indonesia terlihat kerangka pikir tahapan
penyebab timbulnya kekurangan gizi ibu dan anak adalah penyebab
langsung, tidak langsung, akar masalah, dan pokok masalah.
20

Gambar 4.1 Kerangka Pikir Penyebab Masalah Gizi, sumber UNICEF


1990 dan sudah disesuaikan dengan kondisi Indonesia

Faktor-faktor yang dianalisis dapat menyebabkan masalah gizi


(Novitasari, 2012):
a. Faktor langsung
Dua faktor langsung yang mempengaruhi status gizi individu,
yaitu faktor makanan dan penyakit infeksi dan keduanya saling
berpengaruh. Sebagai contoh, bayi dan anak yang tidak mendapat air
susu ibu (ASI) dan makanan pendamping ASI yang tepat memiliki
daya tahan yang rendah sehingga mudah terserang infeksi. Sebaliknya
penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA) mengakibatkan asupan zat gizi tidak dapat diserap tubuh
dengan baik.
1) Faktor makanan
Konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah dan
komposisi zat gizi yang memenuhi syarat makanan beragam,
bergizi seimbang, dan aman merupakan faktor penyebab langsung
pertama. Pada tingkat makro, konsumsi makanan individu dan
keluarga dipengaruhi oleh ketersediaan pangan yang ditunjukkan
21

oleh tingkat produksi dan distribusi pangan. Ketersediaan pangan


beragam sepanjang waktu dalam jumlah yang cukup dan harga
terjangkau oleh semua rumah tangga sangat menentukan ketahanan
pangan di tingkat rumah tangga dan tingkat konsumsi maknan
keluarga.
Khusus untuk bayi dan anak telah dikembangkan standar
emas makanan bayi, yaitu:
a) inisiasi menyusu dini;
b) memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan;
c) pemberian makanan pendamping ASI yang berasal dari
makanan keluarga, diberikan tepat waktu mulai bayi berusia 6
bulan; dan
d) ASI terus diberikan sampai anak berusia 2 tahun.
2) Penyakit infeksi
Faktor penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi
yang berkaitan dengan tingginya kejadian penyakit menular dan
buruknya kesehatan lingkungan. Untuk itu, cakupan universal
untuk imunisasi lengkap pada anak sangat memperngaruhi
kejadian kesakiitan yang perlu ditunjang dengan tersedianya air
minum bersih dan higienis sanitasi yang merupakan salah satu
faktor penyebab tidak langsung.
b. Faktor penyebab tidak langsung
1) Sanitasi dan penyediaan air bersih
2) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kelurga dari mulai
kebiasaan cuci tangan dengan sabun, buang air besar di jamban,
tidak merokok dan memasak di dalam rumah, sirkulasi udara
dalam rumah yang baik, ruangan dalam rumah terkena sinar
matahari dan lingungan rumah yang bersih.
3) Pola asuh bayi dan anak yang juga dipengaruhi oleh pengetahuan
atau pendidikan kedua orang tua.
4) Jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat.
22

5) Kesehatan maternal saat ibu mengandung seperti asupan nutrisi,


adakah penyulit persalinan atau komplikasi kehamilan.
6) Berat Badan Lahir Rendah
7) Kelengkapan imunisasi
Pola asuh, sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan, akses informasi dan tingkat pendapatan keluarga.
Ketidakstabilan ekonomi, politik, dan sosial dapat disebabkan oleh
rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat, yang tercermin dari rendahnya
konsumsi pangan dan status gizi masyarakat. Oleh karena itu, mengatasi
masalah gizi masyarakat merupakan salah satu tumpuan penting dalam
pembangunan ekonomi, politik, dan kesejahteraan sosial yang
berkelanjutan. 5 pilar pendekatan analisis pangan dan gizi:
a. Gizi Masyarakat
b. Akses Pangan
c. Mutu dan Keamanan Pangan
d. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
e. Kelembagaan Pangan dan Gizi
B. Skema Kerangka Konseptual

Faktor langsung
a. Asupan makanan
b. Penyakit infeksi

Faktor Tidak Langsung


a. Sanitasi dan penyediaan air bersih Kejadian gizi buruk pada
b. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
balita di Wilayah Kerja
(PHBS)
c. Pola asuh bayi dan anak Puskesmas I Kemranjen
d. Pendidikan kedua orang tua
e. Jangkauan dan kualitas fasilitas
kesehatan
f. Kesehatan maternal
g. BBLR
h. Kelengkapan imunisasi
i. Status ekonomi
j. Akses informasi

Bagan 4.1 Skema Kerangka Konseptual Faktor Risiko Kejadian Gizi


Buruk di Wilayah Kerja Puskesmas I Kemranjen
23

BAB V

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif deskriptif.


Penelitian kualitatif ialah penelitian yang bertujuan mengkaji dan memahami
fenomena tertentu secara holistik-kontekstual, misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, dan tindakan. Disajikan dalam bentuk deskriptif berupa kata-kata
dan bahasa, pada konteks khusus yang ada pada kehidupan nyata dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Sugiarto, 2017).
Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara semi terstruktur.
Wawancara semi terstruktur ialah teknik wawancara dimana susunan
pertanyaan akan termuat pada panduan wawancara. Urutan pertanyaan untuk
setiap narasumber akan berbeda tergantung pada respon setiap narasumber.
Panduan wawancara akan berguna untuk memastikan bahwa informasi yang
diperoleh dari setiap narasumber adalah hal yang serupa dan terarah. Panduan
wawancara masih dapat dikembangkan oleh peneliti menjadi pertanyaan-
pertanyaan lain untuk mengeksplorasi topik dan mengendalikan wawancara
(Rendra, 2010).
B. Subyek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah keluarga dari
pasien yang didiagnosis mengalami gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas I
Kemranjen. Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan menentukan
sejumlah kriteria responden. Adapun kriteria responden yang menjadi subjek
penelitian dalam penelitian ini adalah:
1. Ibu dari pasien yang didiagnosis mengalami gizi buruk dalam 3 bulan
terakhir yaitu bulan Januari sampai dengan April 2017 baik yang sudah
ditangani atau belum ditangani secara langsung oleh tenaga kesehatan.
2. Usia responden lebih dari 18 tahun.
3. Responden yang tidak memiliki gangguan pendengaran dan atau
gangguan bicara.
24

4. Bersedia menjadi subyek penelitian dengan menandatangani informed


consent.
Metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
non-probability sampling. Non-probability sampling merupakan cara
pemilihan sampel yang tidak berdasarkan peluang. Cara ini lebih praktis dan
mudah dilakukan. Jenis non-probability sampling yang digunakan adalah
judgmental sampling atau purposive sampling. Dengan metode ini, peneliti
memilih responden berdasarkan pada pertimbangan subyektif dan praktis,
bahwa responden tersebut dapat memberikan informasi yang dibutuhkan
(Sarwono, 2006).
Besar sampel pada penelitian bukan menjadi hal utama, karena dalam
penelitian kualitatif informasi yang digali berfokus pada pendalaman atas
fenomena yang dialami oleh responden (Sarwono, 2006). Dari jumlah sampel
yang ditetapkan peneliti diharapkan sudah dapat menjelaskan permasalahan
penelitian yang dibahas oleh peneliti hingga ditemukan data jenuh. Data
dikatakan jenuh apabila tidak ada lagi informasi baru atau data baru yang
relevan dengan hal yang diteliti. Kejadian akan muncul bila suatu teori
sepenuhnya dapat menjelaskan banyak hal dalam data (Bungin, 2007).
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di tiap rumah responden atau keluarga
pasien yang telah didiagnosis mengalami gizi buruk di wilayah kerja
Puskesmas I Kemranjen. Sebelumnya peneliti melihat alamat pasien untuk
menemukan keluarga dari pasien dari data pelaporan balita dengan gizi buruk
di Puskesmas I Kemranjen.
D. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
didapatkan dari teks hasil wawancara dan diperoleh melalui wawancara
dengan responden. Data sekunder merupakan data yang berupa data-data yang
sudah tersedia dan dapat diperoleh peneliti dengan cara membaca, melihat dan
mendengar (Sarwono, 2006). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendataan gizi balita di Puskesmas I Kemranjen.
25

E. Data Penelitian
1. Wawancara atau Interview
Wawancara atau interview bertujuan untuk mencatat opini, perasaan,
emosi, pengalaman, pengetahuan dan hal lain yang berkaitan dengan
individu. Dengan melakukan wawancara, peneliti dapat memperoleh data
yang lebih banyak sehingga peneliti dapat memahami budaya melalui
bahasa dan ekspresi pihak yang diwawancarai, selain itu dapat melakukan
klarifikasi atas hal-hal yang tidak diketahui (Chariri, 2009). Cara
melakukan wawancara adalah dengan melakukan percakapan terarah.
Wawancara diawali dengan mengemukakan topik secara umum untuk
membantu peneliti memahami perspektif makna responden. Hal ini sesuai
dengan asumsi penelitian kualitatif, bahwa jawaban yang diberikan harus
dapat membeberkan perspektif yang diteliti (Sarwono,2006).Peneliti
menggunakan metode wawan cara semi terstruktur dengan panduan
wawancara berupa pertanyaan. Panduan wawancara digunakan untuk
membantu peneliti dalam mengembangkan pertanyaan dan
mengarahkan responden kepada pokok bahasan. Waktu yang dibutuhkan
dalam melakukan wawancara pada penelitian ini kurang lebih 30-60 menit
dan dimungkinkan untuk dilakukan proses wawancara dilain waktu
apabila peneliti membutuhkan data lebih dalam lagi atau peneliti merasa
data yang didapatkan sebelumya masih belum cukup. Proses wawancara
akan direkam menggunakan alat perekam dan membuat catatan
hasil wawancara.
2. Observasi
Kegiatan observasi meliputi melakukan pencatatan secara sistematik
suatu peristiwa, perilaku, obyek-obyek yang dilihat dan hal-hal lain yang
diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Salah
satu hal penting dalam melakukan observasi adalah untuk menemukan
interaksi yang kompleks dengan latar belakang sosial yang alami
(Sarwono, 2006). Menurut Chariri (2009), dalam kegiatan observasi,
peneliti harus terlibat dalam kegiatan sehari-hari subyek yang dipelajari,
dengan demikian peneliti dapat memperoleh informasi mengenai subyek
26

penelitian. Data yang diobservasi pada penelitian ini adalah situasi dan
ekspresi responden. Peneliti juga mengamati kesesuaian antara apa yang
dikatakan/disampaikan oleh responden dengan bahasa tubuh responden.
Penelitiakan mencatat situasi dan ekspresi responden pada buku catatan
kecil. Observasi terhadap responden akan dilakukan bersamaan
dengan jalannya wawancara.
F. KredibilitasData
Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep
kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas) menurut faham positivisme
dan disesuaikan dengan tuntutan ilmu pengetahuan. Dalam penelitian
kualitatif, validitas dan reliabilitas sering dinamakan kredibilitas
(Moleong,2006). Teknik yang digunakan untuk pemeriksaan keabsahan data
pada penelitian ini adalah triangulasi waktu. Menurut Moleong (2006) dan
Chariri (2009), triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Artinya, dalam penelitian kualitatif, peneliti
dapat menggunakan berbagai sumber data, teori, metode dan investigator agar
informasiyang disajikan konsisten.
G. Analisis Data
Analisis data merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, menemukan hal yang penting dan apa yang dipelajari dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan ke orang lain (Moleong, 2006).
Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data adalah sebagai berikut :
1. Transkrip Wawancara
Merupakan catatan hasil wawancara antara peneliti dengan subyek
penelitia
2. Pengkodean Data (Coding) dan Penemuan Tema Penelitian
Datayang diperoleh dari hasil wawancara, kemudian dikelompokkan ke
dalam tema tertentu dan diberi kode untuk melihat kesamaan pola
temuan. Data kemudian dicoba dicari maknanya/ diintepretasikan.
27

3. Penyajian Data
Data kemudian disajikan dalam hasil dan pembahasan penelitian yang
lebih mendalam. Hasilnya kemudian dikaitkan dengan teori yang ada
sehingga intepretasi data tidak bersifat bias tetapi dapat dijelaskan oleh
teori tersebut.
4. Kesimpulan
Data yang telah didapatkan kemudian disimpulkan untuk menghasilkan
informasi yang jelas.
28

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dimulai sejak tanggal 9 Juni sampai dengan 12 Juni
2017 setelah mendapat izin pelaksanaan penelitian dari Dokter
Pembimbing Fakultas dan Dokter Pembimbing Puskesmas I Kemranjen.
Peneliti mulai melakukan survey di Puskesmas I Kemranjen Kabupaten
Banyumas, kemudian membuat daftar nama calon informan penelitian.
Daftar nama didapatkan dari hasil laporan temuan kejadian balita dengan
gizi buruk selama bulan Januari- Apriltahun 2017 dan ditemukan 5
laporan dimana kelima kasus tersebut langsung masuk ke dalam daftar
nama calon informan penelitian.
Peneliti kemudian menemui kelima calon informan untuk meminta
persetujuan. Dari lima calon informan yang berhasil ditemui, 1 balita
didapatkan telah pindah rumah mengikuti orangtuanya ke Jakarta. Peneliti
hanya dapat menemui keempat calon informan. Sedangkan calon
informan selanjutnya menyetujui mengikuti penelitian.
Peneliti memperoleh data penelitian dengan menggunakan
teknikwawancara semi terstruktur dengan bantuan alat perekam suara dan
catatanlapangan. Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis
menggunakananalisis data kualtatif. Proses analisis data yang dilakukan
meliputi beberapatahapan yakni penulisan transkrip hasil wawancara dan
catatan lapangan,kemudian peneliti membaca ulang guna menemukan ide
yang dimaksud olehinforman berupa kata kunci. Kemudian peneliti
mengelompokkan kata kunciyang serupa ke dalam kategori, kategori ke
dalam sub tema, kemudianmenemukan tema utama dari sub tema. Hasil
analisis tema kemudiandiintegrasikan dalam bentuk deskriptif. Proses
pelaksanaan wawancara dirangkum dalam tabel 6.1
29

Tabel 6.1 Pelaksanaan Penelitian


Informan Wawancara Tempat Tanggal Durasi
I Pertama Rumah Informan 9 Juni 2017 25:00 menit
Kedua Rumah Informan 11 Juni 2017 30:00 menit
II Pertama Rumah Informan 9 Juni 2017 30:00 menit
Kedua Rumah Informan 11 Juni 2017 30:00 menit
III Pertama Rumah Informan 9 Juni 2017 30:00 menit
Kedua Rumah Informan 11 Juni 2017 20:00 menit
IV Pertama Rumah Informan 11 Juni 2017 30:00 menit
Kedua Rumah Informan 12 Juni 2017 20:00 menit

2. Karakteristik Informan
a. Informan I
Informan I dalam penelitian ini memiliki samaran X. Peneliti
bertemu dengan Ny. X setelah mencari tahu alamat pasien dari daftar
pasien dengan gizi buruk Puskesmas 1 Kemranjen. Pertemuan pertama
kali antara peneliti dan X dilakukan di rumah X. X tampak
berpenampilan sederhana layaknya ibu rumah tangga lainnya ketika di
rumah. Ia mengenakan kemeja dan rok sederhana serta mengenakan
jilbab. X tampak berusia sekitar 40 tahun dengan postur tubuh sedang,
tidak begitu gemuk dan kulit sawo matang.
Pertama kali datang menemui X, X mengatakan sedang
memasak di dapur menyiapkan buka puasa. Peneliti mencoba
menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan dan X menanggapi dengan
baik serta terbuka. Raut mukanya menunjukkan wajah ramah. X
memberikan tanggapan yang positif dan bersedia menjadi calon informan.
X mengaku pernah menerima kunjungan serupa dari Petugas Puskesmas
sehingga X merasa sudah biasa dan menerima dengan baik kedatangan
dan maksud peneliti.
X merupakan seorang ibu kandung dari pasien anak berumur 4
tahun 4 bulan yang didiagnosis dengan gizi buruk. X berumur 38 tahun
dan bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan keseharian membuat gula
jawa yang nantinya di jual ke warung dekat rumah dengan produksi sekitar
5 kilogram sekali produksi dan X biasanya hingga 2 sampai 3 kali
30

membuat gula jawa dalam satu minggu. Bahan gula jawa didapat dari
nderes oleh suami di sekitar rumah. Pendidikan terakhir X adalah Sekolah
Menengah Pertama (SMP).
Suami X berumur 45 tahun dan bekerja sebagai tukang kayu
pesanan. Pendidikan terakhir suami X adalah Sekolah Dasar (SD). Suami
X biasa menerima pesanan dari tetangga untuk membuat pintu, jendela
dan almari. Namun pesanan tidak menentu, sedangkan bahan kayu
didapat dari pemilik tokok kayu di dekat rumah yang nantinya dibayar
bila sudah mendapat bayaran dari pemesan.
Pernikahan X dengan suaminya dikaruniai dua anak bernama A
yakni anak kedua dan sebagai pasien gizi buruk dan B berjenis kelamin
perempuan berusia 11 tahun. Anak pertama X saat ini bersekolah di SD
Desa Karanggintung. X mengatakan pada saat melahirkan anak
pertamanya dikatakan oleh bidan mengalami perdarahan dan sempat
dirujuk ke RSUD Banyumas dan kemudia sehat tidak ada keluhan apapun.
b. InformanII
Informan II dalam penelitian ini memiliki samaran Y. Peneliti
bertemu dengan Ny.Y pada siang hari setelah mencari tahu alamat pasien
dari daftar pasien dengan gizi buruk Puskesmas 1 Kemranjen. Pertemuan
pertama kali antara peneliti dan Y dilakukan dirumah Y. Y tampak
berpenampilan sederhana mengenakan kemeja dan rok sederhana serta
kerudung. Y berusia sekitar 34 tahun dengan postur tubuh sedang warna
kulit coklat muda.

Pertama kali datang menemui Y, Y sedang menggedong by. Y


di depan rumahnya dan bermain bersama anak-anak yang lain. Peneliti
mencoba menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan dan Y menanggapi
dengan baik serta terbuka. Rautmukanya menunjukkan wajah ramah.Y
memberikan tanggapan yang positif dan bersedia menjadi calon
informan. Y mengaku pernah menerima kunjungan serupa dari Petugas
Puskesmas.
31

Y adalah seorang ibu kandung dari pasien anak berumur 9 bulan


yang didiagnosis dengan gizi buruk. Y berumur 34 tahun dan bekerja
sebagai ibu rumah tangga. Pendidikan terakhir X adalah Sekolah
Menengah Pertama (SMP).

Suami Y berumur 38 tahun dan bekerja sebagai penjual buah di


pasar. Pendidikan terakhir suami Y adalah Sekolah Dasar (SD). Suami Y
membeli buah untuk dagangan dari Gombong kemudian dijual di pasar
Kemranjen.

Pernikahan Y dengan suaminya dikaruniai empat anak. Anak


pertama laki-laki bernama C SMP usia 14 tahun, D merupakan anak
kedua usia 7 tahun, anak ketiga E 5 tahun, anak terakhir F 9 bulan.

c. Informan III
Informan III dalam penelitian ini memiliki samaran Z. Peneliti
bertemu dengan Ny.Z setelah mencari tahu alamat pasien dari daftar
pasien dengan gizi buruk Puskesmas 1 Kemranjen. Pertemuan pertama
kali antara peneliti dan Z dilakukan dirumah Z. Z tampak berusia sekitar
37 tahun dengan postur tubuh sedang, kurus dan kulit sawo matang. Z
tampak berpenampilan sederhana seperti ibu rumah tangga lainnya ketika
dirumah. Ia mengenakan kemeja dan celana pendek sederhana.

Pertama kali datang menemui Z, Z mengatakan bahwa beliau


baru selesai menghadiri acara arisan di sekitar ligkungan rumahnya.
Peneliti mencoba menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan dan Z
menanggapi dengan baik serta terbuka. Z menunjukkan wajah ramah dan
santai. Z memberikan tanggapan yang positif dan bersedia menjadi calon
informan. Z mengaku pernah menerima kunjungan serupa dari Petugas
Puskesmas, sehingga Z merasa sudah biasa dan menerima dengan baik
kedatangan dan maksud peneliti.

Z merupakan seorang ibu kandung dari pasien anak berumur 2


tahun 2 bulan yang didiagnosis dengan gizi buruk. Z berumur bekerja
32

sebagai ibu rumah tangga. Pendidikan terakhir Z adalah Sekolah


Menengah Pertama (SMP).

Suami Z berumur 40 tahun dan bekerja sebagai buruh pabrik di


Semarang. Suami Z biasanya pulang 1 bulan sekali. Pendidikan terakhir
suami X adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Pernikahan Z dengan suaminya dikaruniai dua anak bernama H


yakni anak kedua dan sebagai pasien gizi buruk serta anak pertama
bernama G yang berjenis kelamin perempuan berusia 8 tahun. Anak
pertama Z saat ini bersekolah di SD Desa Petarangan. Z mengatakan pada
saat melahirkan anak pertamanya dikatakan oleh bidan lahir normal tidak
ada kelainan.

d. Informan IV

Informan IV dalam penelitian ini memiliki samaran W. Peneliti


bertemu dengan Ny. W setelah mencari tahu alamat pasien dari daftar
pasien dengan gizi buruk Puskesmas 1 Kemranjen. Pertemuan pertama
kali antara peneliti dan W dilakukan di rumah W. W tampak
berpenampilan sederhana layaknya ibu rumah tangga lainnya ketika di
rumah. Ia mengenakan kaos polos berwarna merah dan celana tiga
perempat. Rambut W berwarna hitam, sebahu, dan diikat satu. W tampak
berusia sekitar 35 tahun dengan postur tubuh sedang, tidak begitu gemuk
dan kulit sawo matang.

Peneliti mencoba menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan dan W


menanggapi dengan baik serta terbuka. Raut mukanya menunjukkan
wajah ramah dan menanyakan asal dari penelitia. W memberikan
tanggapan yang positif dan bersedia menjadi calon informan.

W merupakan seorang ibu kandung dari pasien anak berumur 1


tahun 5 bulan yang didiagnosis dengan gizi buruk. W berumur 34 tahun
dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pendidikan terakhir W adalah
Sekolah Menengah Pertama (SMP).
33

Suami W berumur 45 tahun dan bekerja sebagai petani. Pendidikan


terakhir suami W adalah Sekolah Dasar (SD). Suami W menggarap tanah
milik orang tuanya, dan hasilnya dibagi atau untuk keluarga W saja.

Pernikahan W dengan suaminya dikaruniai dua anak bernama


(Samaran) K yakni anak pertama laki-laki berusia 8 tahun dan D berjenis
kelamin perempuan berusia 1 tahun 5 bulan. Anak laki-laki pertama W
saat ini bersekolah di SD Desa Kedung pring.

3. Faktor Risiko Kejadian Gizi buruk

a. Informan I

1) Asupan Makanan
a) Asupan ASI Eksklusif
X mengatakan memberikan ASI eksklusif dan tetap
memberikan ASI sampai 2 tahun. Setelah 6 bulan ditambah
dengan makanan sesuai panduan bidan desa dan beberapa kali
ditambah susu formula bila memiliki uang untuk membeli.

Ya kalo ASI sih dikasih terus sampai umur 2 tahun, kalo


yang Cuma ASI ya awal saja tuh 6 bulan apa ya mba. Iya 6
bulan. Habis itu kok anak saya mulai keliatan beda,
sebenernya dari 3 bulan sudah keliatan beda, gak kaya bayi
normal gitu mba. Dan saya ya tetep ngasih ASI saja
sampai 6 bulan, kan katanya gak boleh. (33)

ya kadang setelah itu (6 bulan) saya kasih susu formula


mba, tapi ya gitu, kadang kadang gak bisa belinya. Kalo
gitu ya gimana lagi ya mba, memang gak bisa ngasih susu
formula terus terusan. Kalo susu ya beli aja yang gambar
bendera yang bubuk itu, katanya sih buat nambah gizi
(34)
b) Komposisi dan Porsi Makanan
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan X
didapatkan bahwa X memberikan makanan kepada X seperti
layaknya memberikan makanan kepada anak pertamanya.

makan nasi ya biasa.. mulai makan dari usia 7 bulanan,


nasi lembek gitu mba dicampur sayur seadanya sama tahu
34

tempe yang sering, tapi kadang gak mau makan. Sukanya


dari dulu ya makan telor asin, dulu dikit-dikit, kalo
sekarang ya lumayan satu butir bisa habis. Tapi telor aja,
gak pake nasi, suka gak mau kalo pake nasi sih (23-24)
c) Pengetahuan mengenai asupan makanan yang baik
X tampak tidak terlalu memahami bagaimana asupan
makanan yang baik terlebih pada anak-anak yang memiliki
kekurangan gizi, sehingga Ibu X memberikan makanan kepada
X sama seperti anak pertamanya tanpa ada perbedaan hanya
menunya disesuaikan dengan kemauan A.
Kalau buat anak saya ini (A) sih saya gak tau pastinya
mba, tapi kalo buat anak yang normal ya sedikit tahu saya.
Paling 6 bulan awal tu pake ASI saja, habis itu bubur, terus
nasi halus, habis itu ya kaya makan biasa, kaya kita. Tapi
kalau buat anak saya ini ya saya gak paham, taunya ya itu,
dikasih susu formula saja, kalau bisa beli. (77)

dari puskesmas ya sudah pernah bantu mba, sampe ada bu


dokternya kesini bareng petugas gizi sama bidan. Ya
ngasih susu buat anak saya, katanya susu formula. Mau
minum ya mau, tapi kadang satu gelas saja habisya sehari,
paling banter ya setengah gelas gitu mba sekali minum
(78)

X pernah mendapatkan pengetahuan dari Puskesmas


mengenai bagaimana caranya memberikan makanan. Akan
tetapi X kurang paham pelaksanaanya dan kadang A tidak
menyukainya.
kalau menu apa gitu ya saya gak paham mba, dari petugas
juga sudah ngasih tau, kaya yang saya bilang tadi mba,
makan bergizi kaya kita, lauk sayur, tapi saya ya bingung
orang makanya juga susah tuh si anak saya, sukanya telur
asin aja dari dulu, paling dikasih tahu kalo ditambah nasi
sama sayuran. Ya saya kasih kalo mau. (79)

2) Riwayat Penyakit

a) Penyakit Infeksi pada Balita

Berdasarkan wawancara yang dilakukan X mengatakan

bahwa A tidak pernah memiliki riwayat infeksi serius.


35

ya sakit biasa sih mba, kalo panas panas gitu ya paling


habis imunisasi, tapi ya biasa saja. Kalo mencret gitu ya
biasa anaklah mba. Batuk lama juga gak ada, Cuma pilek
tuh yang agak sering. Tapi sih ya biasa kaya anak anak
(55)

Ya kalo sakit ya saya bawa ke bidan aja, kadang ya ilang


sendiri ya gak dibawa ke bidan. Kalo ke puskesmas jarang
mba, jauh sama kasian kalo dibawa-bawa jauh ini anak
saya.

b) Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Ibu X mengatakan bahwa selama hamil dan bersalin

merasa tidak ada kelainan apa pun. Selama kehamilan Ibu X

mengonsumsi makanan dan berperilaku yang tidak jauh

berbeda dari kehamilan pertama. Anak pertamanya saat ini

sudah kelas 5 SD atau berusia 11 tahun, selisih kehamilan

pertama dan kedua sekitar 7 tahun.

Pas saya hamil anak saya ini (A) saya sehat sehat saja kok
mba, gak sakit apa apa. Kadang ya dikasih obat kalo habis
ke bidan. Ya saya minum, tapi kalo bosen ya enggak saya
minum, orang katanya vitamin, hehehe.
(62)

Persalinan juga tidak ada komplikasi apa pun menurut Ibu

X, hanya berat badan lahirnya kecil. Namun menurut

pernyataan Ibu X, memang di keluarga Ibu X memiliki riwayat

berat lahir kecil, hanya saja di keluarga Ibu X pertumbuhannya

tetap baik walaupun berat lahirnya kecil.

waktu lahir sih biasa mba, gak operasi Cuma dipacu aja.
Lama katanya. Terus pas lahiran si adek tu gak nangis
langsung, Cuma hek sekali katanya. (12)
habis itu dirawat di RS Banyumas sampe 18 hari, katanya
si paru parunya ada infeksi apa apa gitu kurang paham
saya. Habis itu dikasih obat, dibawa pulang terus kontrol
36

berapa kali gitu, terus sudah tidak berobat lagi ke rumah


sakit apa dokter (13)
3) Riwayat Penyakit Keluarga

X mengatakan bahwa di keluarganya baik dari Ibu X maupun

keluarga suaminya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit

seperti yang dialami A.

kalo di keluarga gak ada kok mba, ya nasib saya mba suruh
sabar. Sehat sehat semua kok, saya juga pas tau juga kaget, kan
anak yang pertama normal. (88)
X juga mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada yang

memiliki riwayat penyakit infeksi yang berarti.

ga ada sih, paling yang modelnya batuk 2atau 3 hari. batuk


pilek biasa. Tapi ya jarang mba, kan jarang berobat juga,
palinh ya beli obat warung sudah sembuh (59)
ga ada (ketika ditanyakan riwayat keluarga dengan
pengobatan 6 bulan atau mengonsumsi obat yang
menyebabkan pipis berwarna merah) (60)
4) Riwayat Imunisasi

Berdasarkan hasil wawancara dikatakan bahwa X memberikan

imunisasi yang lengkap bagi A ini.

kalo imunisasi ya rutin mba, kan sudah ada jadwalnya, itu di


buku juga lengkap. Gak ada yang kosong (sembari
menunjukan KMS). Kan ya gak bagus kalo imunisasinya gak
lengkap, takut sakit apa apa (82)
5) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Menurut X, A tidak pernah bermain kotor kotoran terkait

kondisinya, hanya berbaring di rumah saja. Rumah pasien

beralaskan keramik, memiliki pencahayaan cukup dan memiliki

jamban sendiri, namun rumah keluarga bergabung dengan tempat

kerja suami, shingga banyak debu dari serpihan kayu.


37

kalo main ya enggak, kan Cuma di kasur saja mba. Dari kecil
dulu ya Cuma di kasur saja. Gak pernah main. (66)
kalo cuci tangan ya pasti, terutama pas mau makan, habis dari
WC (67)
Alhamdulillah kalo WC sudah ada dari dulu mba, mas. Punya
sendiri WCnya. Gak gabung gabung apalagi di kali (68)

6) Status Ekonomi

X bekerja sebagai ibu rumah tangga dan memproduksi gula

jawa rumahan dan suaminya bekerja sebegai tukang kayu pesanan.

X mengatakan penghasilan keluarga kurang lebih satu juta rupiah.

Untuk memenuhi kebutuhan keluarga sudah cukup, walaupun

terkadang menghutang tetangga bila ada kebutuhan besar.

kalo penghasilan ya cukup mba, dicukup cukupin. Buat


makan ya bisa sama buat terapi si A ya cukup. Yang kadang
gak bisa ya beli susu formula itu mba, kadang ya gak bisa beli,
kalo kaya gitu ya gimana lagi ya mba (sembari menganggukan
kepala). paling ya kalau buat urusan apa gitu yang mendadak
dan pas gak punya duit ya minjem sedikit ke tetangga (52-54)
7) Perilaku Penanganan Penyakit

a) Pengetahuan mengenai penyakit

X tidak memiliki pengetahuan yang pasti mengenai

hubungan penyakit saraf dengan kekurangan gizi yang dialami

oleh A.

Kalo penyakit anak saya, saya sendiri juga gak paham. Orang
sekolahnya gak tinggi. Cuma dulu katanya sih sakit sarafnya,
pas kecil juga pernah melotot gitu matanya, nglirik ke atas,
tapi gak demam. Itu juga Cuma dua kali pas masih umur 5
bulanan lah mba (71)
saya sih seringnya dikasih tau masalah kurus sama gizi aja,
kalo masalah sarafnya tidak pernah mba seinget saya (72-73)
b) Perilaku penangan penyakit Cerebral palsy
38

X kurang memperhatikan pengobatan Cerebral Palsy A. X

hanya terapi alternatif pijat terkait kesehatan A.

Kalo buat sarafnya saya bawa ke cilacap mba mas, terapi.


Bukan (saat ditanyakan fisioterapi). Terapi pijet namanya. Ya
dipijet gitu mba, habis itu pulang. Cuma ya akhir akhir ini
sudah gak kesana, kasian kalo naik motor jauh kesana. Pas
kecil ya rutin tiap bulan. Cuma pijet aja mba, gak dikasih obat
apa apa
c) Perilaku penangan kekurangan gizi

X rutin meninmbang A di posyandu.

rutin banget Mba dibawa ke posyandu buat ditimbang,


kanbiar tau naik apa turun, makananya bener apa enggak.
(37)

X merasa sangat senang dengan pemberian susu dari

Puskesmas yang diberikan selama 3 bulan dan mengharapkan

bantuan tersebut terus diberikan karena terkadang tidak dapat

membeli susu.

kalo susu ya pernah dikasih mba, katanya buat gizinya itu.


Habis itu ya beli sendiri kalo punya uang. Gak ada lagi sih
mba kalo buat gizinya, paling makan biasa aja yang dia suka.
(18-19)

Kalau ada ya saya mau mba. Tapi ya biasa aja sih yang saya
liat, dikasih susu ya tetap seperti itu
8) Perilaku terhadap sosial

X mengatakan hubungan sosial keluarga baik. Hanya saja,

anaknya tidak bisa bermain dengan anak seusianya. Terkadang

keluarga atau tetangga yang bermain ke rumah.

kalo saya ya sedih mba melihat anak saya, tapi ya bagaimana


lagi. Makanya sama tetangga ya biasa saja, kadang ya
diomongin. Kadang ya merasa sedih sakit hati. Tapi ya sudah
lah, sudah biasa, sudah empat tahun. Kalau adek ya gak bisa
39

main mba, paling sama mbanya (anak pertama) ini, suka


diajak main, suka kadang tetangga lagi main, anaknya suka liat
anak saya terus ya main, tapi ya Cuma di kasur aja mba gak
kemana kemana. Kalo sehat ya pasti bisa lari-lari ya mba,
(sembari tersenyum).
b. Informan II
1) Asupan Makanan

a) Asupan ASI Eksklusif

Ibu Y masih memberikan asupan ASI dan diberikan susu

formula kadang kadang 2-3 kali sehari rata-rata sebanyak setengah

botol. Pada 6 bulan pertama bayi mendapat ASI namun tidak ASI

Eksklusif selama 6 bulan karena ibu mengaku ASI keluar namun

tidak begitu banyak.

Dari kecil sudah minum susu. Sejak 6 bulan pertama ya


sudah di bantu susu warung, jadinya dobel ASI dan susu itu.
Ya biasanya susunya botol ga mesti juga, tapi kadang-
kadang kalau ada, ya begitu lah mbak seadanya. Kalau pas ada
ya dikasih, kalau ngga ya nunggu ada dulu hehe. Dia mau
minum susu kok mbak.

Ibu Y mengaku ASI Ibu tidak lancer

dulu itu saya bingung ASI saya keluar sedikit ga banyak lho
mbak. Daripada anak saya nangis saya belikan susu itu. Saya juga
bingung mbak kenapa ASInya ga keluar banyak. Padahal saya
nggak sakit juga nggak kok mbak. Makan ya biasa, eh tapi dulu
saya nggak terlalu doyan makan mbak. Ngga tau kenapa juga ini
mbak. Ada yang ngasih tau saya karena makan saya kurang mbak.
Jadi saya pas itu berusaha makan ditambah, tapi ya ga banyak juga
mbak. Emang makannya segitu

b) Komposisi dan Porsi Makanan

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Ibu Y,

didapatkan bahwa Ibu Y memberikan makanan kepada Y seperti


40

layaknya memberikan makanan kepada anak pertama, kedua, dan

ketiga Ibu Y memberikan makanan seadanya kepada Y.

sekarang makan nasi lembek

kadang ya sama sayuran, tempe, tahu. Seadanya lah mbak


wong ya kaya gini adanya mbak, hehehe. Tapi ya ngga pake
menu menuan, seketemunya. Harusnya kan pakai menu
menuan ya. dulu saya dikasih tau sama orang puskesmas buat
ngasih makan pake menu menu gitu. Tp ya gimana mbak.
Makan ya biasa 3x. Kalau mau pakai menu-menuan ga
sanggup mbak...

c) Pengetahuan mengenai asupan makanan yang baik

Menurut Ibu Y tampak tidak terlalu memahami bagaimana

asupan makanan yang baik terlebih pada anak-anak yang memiliki

kekurangan gizi, sehingga Ibu Y memberikan makanan kepada Y

seadanya.

dulu petugas puskesmas sudah kesini menjelaskan, tapi ya


begitu lah mbak menu yang baik hehe begitu mbak, saya
nggak terlalu ngerti

2) Riwayat Penyakit

a) Penyakit Infeksi pada Balita

Berdasarkan wawancara yang dilakukan, Ibu Y mengatakan

bahwa Y tidak pernah memiliki riwayat infeksi serius.

ya sakitnya ya ini aja, pilek pilek biasa, sebentar sebentar


sembuh mbak. Biasa mbak kayak anak lain sering pilek. Kalau
diare ehmm malah kebebelen mbak ini pernah sekali.
Kebebelen tiap saya kasih pisang mbak. Apa karena pisang itu
ya mbak. Padahal saya ngasihnya pisang raja mbak disisir, tapi
41

malah bebelen. Apa kenapa ya mbak. Cuma anak saya aja apa
yang lain juga ya mbak. Saya trus jarang kasih pisang mbak.

alhamdulillah mbak sehat hehe

b) Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Ibu Y mengatakan bahwa selama hamil dan bersalin merasa


tidak ada kelainan apa pun. Selama kehamilan Ibu Y mengonsumsi
makanan dan berperilaku yang tidak jauh berbeda dari kehamilan
pertama, kedua dan ketiga. Anak pertamanya saat ini sudah SMP
kelas 1, usia 14 tahun. Jarak anak pertama dan kedua 7 tahun,
jarak anak kedua dan ketiga 2 tahun, jarak antara anak ke tiga dan
keempat 5 tahun.
pas hamil sehat mbak ngga ada sakit apa-apa. Perdarahan ya
ngga.
sama kaya hamil-hamil sebelumnya, tapi kok yang ini
timbangannya susah naik
pas hamil makan ya biasa, ke bidan dikasih obat hamil itu
disuruh minum saya minum juga
anak pertama saya 14 tahun, trus jaraknya sama yang kedua
7 tahun, trus sama adeknya 2 tahun, trus terakhir yang ini
jaraknya 5 tahun

Tidak ada komplikasi apa pun dalam persalinan menurut Ibu


Y.
waktu lahir sih normal keliatannya
lahir di Puskesmas
lahirnya pas bulan, lahirnya 3 kg, umur 2 bulan baru krasa
anaknya kecil. Iya mbak lahir langsung nangis

c) Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu Y mengatakan bahwa di keluarganya baik dari Ibu Y


maupun keluarga suaminya tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit apapun.
ngga ada sakit di keluarga sakit lama gitu biasa-biasa aja
mbak
42

Ibu Y juga mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada yang


memiliki riwayat penyakit infeksi yang berarti.

nggak ada mbak, ya sakit biasa lah trus sembuh lagi. Mencret
ya nggak.
nggak ada (ketika ditanyakan riwayat keluarga dengan
pengobatan 6 bulan atau mengonsumsi obat yang
menyebabkan pipis berwarna merah).
3) Riwayat Imunisasi

Berdasarkan hasil wawancara dikatakan bahwa imunisasi


lengkap bagi Y sesuai usia.
imunisasi ya lengkap mbak. Kurang yang 9 bulan nanti itu
mbak 2 minggu lagi
lengkap mbak, ga pernah kelewat imunisasinya. Panas-panas
ya nggak pernah lho mbak. Habis di imunisasi biasa aja lho
sebenernya. Saya rutin bawa buat imunisasi mbak.
4) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Rumah Ibu Y beralaskan semen, atap genteng dan dinding


masih amyaman bambu. Luas rumah tidak memadai untuk seluruh
anggota keluarga. Ventilasi, penerangan masih belum baik
sehingga memungkinkan terjadinya penyebaran penyakit infeksi
dengan mudah di antara seluruh anggota keluarga yang tinggal
satu atap.
cuci tangan ya biasa mbak cuci tangan
kalau sumber airnya dari sumur mbak, iya itu ada sumur
yang buat masak, nyuci sayur juga
jamban? Kakus oo ini mbak pake WC umum dibawah situ.
Belum punya sih mbak jadi ya pake WC umum
5) Status Ekonomi

Ibu Y adalah seorang ibu rumah tangga, sedangkan suaminya


bekerja menjual buah seperti jeruk dan salak ke pasar kemranjen.
Penghasilan tidak menentu.
yang kerja ya bapak aja mbak jualan buah itu
43

kalau penghasilan berapa kira-kira nggak tau mbak, sehari


ada trus habis lagi gitu terus mbak palingan. Hehe. Kayak gitu
terus.
Ibu Y mengaku bahwa ia memikirkan anak pertamanya laki-
laki dan mulai sekolah SMP

anak saya sekolah SMP yang pertama. Apalagi dia laki-laki


mbak. Saya kepikiran terus. Mau nggak dipikirin tapi nggak
bisa. Dulu ada yang pernah ngasih tau saya jangan dipikirin
banget gitu. Tapi ya gimana mbak orang anak udah mulai gede
saya ya mikirin. Mana ini adeknya kan 3 juga mbak
6) Perilaku Penanganan Penyakit

a) Perilaku penangan kekurangan gizi

Ibu Y rutin meninmbang Y di posyandu, namun kadang ibu


mengaku malas membawa ke posyandu karena beberapa tetangga
mencibirnya.

ya saya bawa terus mbak nimbang. Tapi kadang males mbak.


Beratnya ga naik saya kadang dimarahin tetangga dihina. Kan
saya ga enak, males saya kadang mbak. Biasa lah mbak orang
susah gini. Saya itu diem aja mbak kalau kayak gini. Lha ya
gimana saya udah kasih makan tapi ga naik beratnya susah.
Orang-orang tetep nghina saya gitu mbak.
7) Perilaku terhadap sosial
Ibu Y tidak pernah membatasi interaksi sosial Y, bahkan Ibu Y
sangat senang apabila Y kedatangan teman untuk bermain.
ya main biasa mbak anaknya, sama kakanya sama tetangga
juga.
c. Informan III
1) Asupan Makanan
a) Asupan ASI Eksklusif

Z mengatakan memberikan ASI sampai sekarang. Z mengaku


produksi ASI sedikit ,sehingga sebelum uisa 6 bulan sudah
ditambah dengan makanan pendamping ASI seperti buah-buahan
dan bubur instan. Hal ini dilakukan dengan alasan ingin memenuhi
44

kebutuhan pertumbuhan H. H beberapa kali juga diberikan susu


formula bila memiliki uang untuk membeli.

Kalo ASI sih dikasih terus sampai sekarang, cuma ini ASI
saya itu sedikit mba, saya rasa kok kurang buat F. Makanya
saya kasih makanan tambahan sejak usia 4 bulan. Ya saya
kasih pisang, buah-buahan, makanan bubur juga mba, bubur
jadi gitu.

ya kadang juga saya kasih susu mba, susu kotak cair itu mba,
soalnya sejak usia 3 bulan kok mulai kecil, tapi ya gitu,
kadang kadang aja saya ngasihnya mba, gak bisa belinya. Saya
kasih susu kotak cair yang katanya sih buat nambah gizi.
b) Komposisi dan Porsi Makanan

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Z didapatkan


bahwa Zmemberikan makanan kepada H seperti saat memberikan
makanan kepada anak pertamanya.

makannya H ya nasi biasa, ya saya kasih sejak usia 4 bulan


gitu mba. Kalo sekarang ya nasi lembek mba dicampur sayur
seadanya sama tahu tempe yang sering, kadang ya daging. H
ini agak susah mba kalau makan. Dari usia 4 bulan sudah saya
kasih bubur juga mba, kadang ya pisang, buah juga. Kalau
sekarang yasudah macam-macam makanannya. H juga suka
roti sama makanan ringan juga mba, tapi ya sebenernya susah
makan juga sih mba H ini, sedikit banget makannya.
c) Pengetahuan mengenai asupan makanan yang baik

Z tampak tidak terlalu memahami bagaimana asupan makanan


yang baik terlebih pada anak-anak yang memiliki kekurangan gizi,
sehingga Z memberikan makanan kepada H sama seperti anak
pertamanya tanpa ada perbedaan hanya menunya disesuaikan
dengan kemauan H.
Kalau buat menu makanan pendamping anak saya ini saya
kurang tau gimana cara membuat yang baiknya mba. Saya
kasih aja semaunya H mba, kadang nasi kadang bubur, terus
nasi halus, habis itu ya kaya makan biasa, kaya kita. Tapi
kalau buat anak saya ini ya saya gak paham, taunya ya itu,
dikasih susu formula saja,susu kotak itu mbaa, tapi yaa H ini
susah mba makannya.
45

dari puskesmas ya sudah pernah bantu mba, petugas gizi


sama bidan. Ya bilangin katanya makanannya disuruh
bervariasi mba, tapi yaa tetep saya ngasihnya seadanya lah.

Z pernah mendapatkan pengetahuan dari Puskesmas mengenai


bagaimana caranya memberikan makanan yang baik. Akan tetapi
Z kurang paham pelaksanaanya.
kalau menu apa gitu ya saya paham mba, dari petugas juga
sudah ngasih tau, kaya yang saya bilang tadi mba, makan
bergizi lah pokoknya. Kalo bisa ya ada terus lauk sayurnya,
tapi makanya juga susah kadang mba, akhirnya yaa semaunya
H lah mba, suka makan jajan

2) Riwayat Penyakit
a) Penyakit Infeksi pada Balita

Berdasarkan wawancara yang dilakukan Z mengatakan


bahwa H tidak pernah memiliki riwayat infeksi serius.

kalo sakit ya biasa sih mba, paling panas panas gitu


ya. Cuma dulu waktu usia 2 bulanan itu sering batuk-
batuk mba. Kalo mencret alhamdulillah ngga ko mba.

Kalo sakit ya saya bawa ke bidan aja mba , tapi


kadang ya ilang sendiri. Kalo ke puskesmas jarang mba,
jauh sih mba.

b) Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Ny. Z mengatakan bahwa selama hamil dan bersalin
merasa tidak ada kelainan apa pun. Selama kehamilan Ibu
Satu mengonsumsi makanan dan berperilaku yang tidak jauh
berbeda dari kehamilan pertama. Ny Z hanya mengaku bahwa
selama hamil berat badannya kurang sehigga disarankan oleh
bidan untuk menambah konsumsi makanannya ketika hamil.
Anak pertamanya saat ini sudah kelas 3 SD atau berusia 8
tahun, selisih kehamilan pertama dan kedua sekitar 6 tahun.
Pas saya hamil anak saya ini saya sehat sehat saja
kok mba, gak sakit apa apa. Cuma ini saya emang kurus
mba, sama bu bidan semat disuruh untuk menaikan berat
badan saya mba, Kadang ya dikasih obat kalo habis ke
bidan. Tapi ya gini mba, saya makan banyak juga tetep
kurus, hhehe
46

Persalinan juga tidak ada komplikasi apa pun menurut


Ny.Z.
lahirnya sih biasa mba, gak operasi kok. Pokoknya
normal lah mba, ndak kecil juga, beratnya 2,7 Kg apa ya
mba, langsung nangis, sehat mba pokoknya.
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Ny. Z mengatakan bahwa di keluarganya baik dari Ny.Z
maupun suaminya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit
seperti yang dialami H.
kalo di keluarga gak ada kok mba, yaa ini H aja yang
kecil, dulu ini anak pertama saya ga kecil kayak gini mba,
tapi apa karena keturunan ya mba, ini dari ibu saya ya
kurus, saya ya kurus, hhehehh
Ny Z juga mengatakan bahwa nenek H sering menderita
batuk-batuk yang lama, batuk tidak kunjung sembuh.

ini sih mba, saya kan sebelumnya tinggal di rumah


mertua, ya baru-baru ini mba pindahan, terus mertua saya
itu memang batuk-batuk terus mba, ga sembuh-sembuh.
Kalo H ya kadang-kadang aja batuknya, tapi dulu ya
sering panas mba
ga ada mba (ketika ditanyakan riwayat keluarga
dengan pengobatan 6 bulan atau mengonsumsi obat yang
menyebabkan pipis berwarna merah)
3) Riwayat Imunisasi

Berdasarkan hasil wawancara dikatakan bahwa X


memberikan imunisasi yang lengkap bagi Z ini.
ini kalo imunisasi ya rutin kok mba, itu di buku juga
lengkap, sudah terjadwal sih ya mba. Ini mba kalau mau lihat
bukunya (sambil mengambilkan buku KIA). Khawatir kenapa-
kenapa sih mba kalau ga imunisasi.
4) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Menurut Ny Z, H memang suka bermain kotor-kotoran


bersama teman-temannya. Keadaan lingkungan sekitar rumah
H juga masih banyak yang terbuat dari tanah. Rumah pasien
47

masih terbuat dari tanah, belum kedap air, memiliki


pencahayaan cukup dan belum memiliki jamban sendiri.
namanya ya anak-anak mba, kalo main ya kemana-
mana sama temen-temennya. Suka main tanah, kotor-kotoran.
kalo cuci tangan ya pasti mba, apalgi pas mau makan,
habis dari WC juga
ini mba , kalo WC ya kami belum ada lah mba, masih
pakai kolam, itu biasanya di kolam mba BAB.nya, WC umum
ya terbatas
5) Status Ekonomi

Ny. Z bekerja sebagai ibu rumah tangga. Untuk


memenuhi kebutuhan keluarga sudah cukup, walaupun
terkadang sebatas hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
kalo penghasilan ya cukup lah mba, tapi ya cukupnya
buat kebutuhan sehari-hari aja, kalo ada lebihnya ya paling
dikit mba, namanya juga Cuma buruh pabrik mba
6) Perilaku Penanganan Penyakit

a) Pengetahuan mengenai penyakit

Ny.Z tidak memiliki pengetahuan yang pasti


mengenai dengan kekurangan gizi yang dialami oleh A.
Saya ya tahunya cuma ini anak saya kok berat
badannya ga naik-naik ya mba, ga ada keluhan sakit serius
sih mba, lha mikirnya saya ini ngga papa, wong dulu saya
juga kecil, heheh
ini kalo misal nimabnag gitu juga sering dibilangi
mba, buat nambahin makanannya si F, dari pihak gizi
puskesmas juga memberikan nasihat mba, buat ngasih F
makanan yang bervariasi

b) Perilaku penangan penyakit infeksi sebelumnya

Ny.Z mengaku tidak mengetahui cara penanganan


penyakit infeksi sebelumnya , hanya memberikan obat dari
bu bidan seadanya, Ny Z mengaku masih menganggap
batuk-batuk itu sebagai hal yang bisa sembuh sendiri,
48

ya kalo misal dulu sakit gitu mba, pas panas pilek


batuk gitu ya kalo ga sembuh ya saya bawa ke bidan, tapi
biasanya sembuh sendiri ko mba, makanya jarang saya
obati

c) Perilaku penangan kekurangan gizi

Ny. Z rutin meninmbang F di posyandu. Ny.Z mengaku


sering mendapat nasehat dari pihak gizi puskesmas mengenai
cara pemberian makanan yang bergizi dan seimbang.

ini saya rutin banget mba buat nimbangin ke


posyandu bu bidan mba, ya biar taulah ini anak saya
gimana berat badannya naik apa engga, yaa meskipun
nyatanya ini anak saya paling kecil sih mba diantara temen
sebarengannya, tapi yaa saya tetep semangat aja buat
nimbangin. Kalo udah kayak gini ya jadinya saya mba
yang usaha, tak kasih susu juga lah meskipun ga rutin, tapi
kalo bisa saya beliin mba
7) Perilaku terhadap sosial

Z mengatakan hubungan sosial antar keluarga baik. Ny Z


mengaku senang kalau misal berhubungan dengan tetangga
sekitar. F juga sangat senang bermain dengan teman-teman
sebayanya. Ny Z mengaku tidak merasa tersinggung jika saat
berkumpul banyak yang memberikan saran mengenai keadaan
F.
ya kalo saya ya biasa aja mba sama tetangga sekitar, sering
bnaget kadang kumpul kumpul gitu mba, ya kalau kumpul gitu
kadang juga diomongin sih mba, tapi saya yaa ga pernah ambil
hati mba, hhehhe, wong emang disarankannya baik, saya ya
terima-terima aja.
d. Informan IV

1) Asupan Makanan

a) Asupan ASI Eksklusif


W mengatakan tidak memberikan ASI eksklusif karena pada saat
usia 5 bulan menjalani ibadan puasa ramadhan dan akhirnya
49

memberikan susu formula, saat ini W masih memberikan ASI pada


anaknya disertai susu formula.

Kalo 6 bulan pas sih enggak mas, kan waktu I usia 5 bulan tu
masuk bulan puasa, jadinya ya saya mulai ngasih susu formula
waktu itu, kasian soalnya ASI saya mulai sedikit saya kuatir
kalo gak cukup. Tapi ya ASI sih masih dikasih mas. Sampe
sekarang juga masih kok ngasih ASI. (33)
b) Komposisi dan Porsi Makanan
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan W didapatkan
bahwa W memberikan makanan kepada I seperti layaknya
memberikan makanan kepada anak pertamanya.

Kalo makan anak saya mulai makan sesuai panduan dari


bidan mas. Mulai umur 7 bulan mulai latian bubur, terus nasi.
Kalo sekarang ya sudah makan semua, ciki, jajan, nasi ya
dimakan. Tapi ya sedikit, paling kalo dulu pas bikin nasi
lembek itu, baru 2 apa 3 sendok, ya sudah, gak mau. Malah
kalo dipaksa suka muntah. Ya saya gak ngasih lagi, takut
malah sakit kalo dikasih makan terus. (23-24)

c) Pengetahuan mengenai asupan makanan yang baik

W tampak tidak terlalu memahami bagaimana asupan makanan


yang baik terlebih pada anak-anak yang memiliki kekurangan gizi,
sehingga Ibu Satu memberikan makanan kepada W sama seperti
anak pertamanya tanpa ada perbedaan hanya menunya disesuaikan
dengan kemauan I.

Hahaha, ya gak apal mba. Ya cukup 4 sehat 5 sempurna.


Terus ya ASI eksklusif sampe 6 bulan, terus habis itu latian
makan, pisang, nasi, bubur gitu. Kalo makanya saya ya yang
dimakan anak saya ini. Ibu gizi dari Puskesmas juga udah pernah
ngasih tau mas, dibuku kan juga ada, terus saya pernah itu dikasih
tau, kalori, karbohidrat, protein gitu, segini segini, tapi ya susah ya
mba, gak bisa ngitungnya sama ya kadang gak sesuai sama yang
saya masak, hehehe namanya juga orang desa (77)
2) Penyakit Infeksi pada Balita

Berdasarkan wawancara yang dilakukan W mengatakan bahwa I


tidak pernah memiliki riwayat infeksi serius.
50

Lah ini malah gak pernah sakit, beda mas sama anak adik
saya, gendut dia tapi suka panas. Kalo anak saya panasnya cuma
pas mau tumbuh gigi, yang belakang mau keluar ya panas, malah
sekarang sudah pada ompong giginya (55)

Batuk, pilek ya biasa aja mas, paling ya pilek pilek biasa, kalo
agak lama dikit, 3 hari apa 2 hari belum sembuh, tak bawa
langsung ke puskesmas, dikasih obat sama dokter, ya
Alhamdulillah sembuh. Kadang kalo panas habis mau tumbuh
gigi, tapi gak turun turun ya tak bawa ke bidan apa puskesmas,
sembuh lagi, seneng lagi

3) Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Ibu Satu mengatakan bahwa selama hamil dan bersalin merasa


tidak ada kelainan apa pun. Selama kehamilan Ibu Satu mengonsumsi
makanan dan berperilaku yang tidak jauh berbeda dari kehamilan
pertama. Anak pertamanya saat ini sudah kelas 2 SD atau berusia 8
tahun, selisih kehamilan pertama dan kedua sekitar 6,5 tahun.
Hamilnya sehat mas, sehat banget, makan enak, gak sakit, gak
ada apa apa, berat badan? Ya naik bagus kata bidan (saat
ditanyakan terkait kenaikan berat badan saat hamil) (62)

W mengatakan saat melahirkan mengalami komplikasi berupa


persalinan tidak maju. W lalu dibawa ke RS Banyumas dan
dilakukan persalinan dibantu vakum. Hal tersebut dilakukan pada
kedua anak W.

Lahirnya RS Banyumas ini dua duanya. Saya kan lahiran di


puskesmas, terus udah lengkap, disuruh ngejen gak bisa bisa
keluar, terus ya akhirnya dirujuk sama bu bidan ke Banyumas. Di
banyumas di vacum mba. Dua duanya ini anak saya vacum semua
(12)
4) Riwayat Penyakit Keluarga

W mengatakan bahwa di keluarganya baik dari Ibu Satu maupun


keluarga suaminya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit seperti
yang dialami I.
gak ada mba yang suka sakit sakitan serumah. Palingan itu,
anak adik saya yang rumahnya diatas tadi buat parkir itu, nah kalo
dia ya sering panas panas gitu. (88)
51

W juga mengatakan bahwa di keluarganya tidak ada yang


memiliki riwayat penyakit infeksi yang berarti.

gak ada lho mba, sehat semua lah (59)


ga ada (ketika ditanyakan riwayat keluarga dengan
pengobatan 6 bulan atau mengonsumsi obat yang menyebabkan
pipis berwarna merah) (60)
5) Riwayat Imunisasi

Berdasarkan hasil wawancara dikatakan bahwa W


memberikan imunisasi yang lengkap bagi I ini.
Imunisasinya lengkap mba, saya rajin bawa ke posyandu, gak
sampe telat. Semuanya lah pokoknya. (82)
6) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Rumah pasien beralaskan keramik, memiliki pencahayaan


cukup. W belum memiliki jamban keluarga di rumahnya. Jamban
tersedia di rumah mertua W yang berjarak sekitar 20 meter dari
rumah W. Sumber air berasal dari mata air desa dan harus
mengambil air di mata air bersama warga lainya.
ya kaya anak kecil biasa mas, main main di rumah, malah dia
aktif banget, main di luar ya main, biasa gak yang aneh aneh,
blepotan gitu ya enggak. Gampang dia lah momongnya, jarang
rewel, bayi ceria apa ya mba, tapi kurus terus yaa hahahaha
(sembari menggendong anaknya) (66)
kalau kaya cuci tangan ya iya mba, mas, tapi kan ya gak yang
rutin pasti gitu, Cuma ya kalo kerasa kotor saja kalo gak ya
kalo makan gitu. (67)
ya begini sih mba, saya belum punya WC di rumah, kalau
mau buang air ya ke tempat rumah mertua saya tuh diatas tadi,
bareng sama keluarga orang tua sama adek saya mba mas,
nanti lah bikin, biar gak repot. Nah yang masih repot sih
masalah air sebenarnya, kan disini pakenya itulah namanya,
yang sumur alami itu, tuk, nah mata air (setelah diberikan
clue mata air). Tapi ya repot juga sih, kan itu air buat masak
sama bikin minum, kalo nyuci ya di tempat orang tua yang
airnya sudah ada dari dulu, hehehe. Pernah ya mba, pas hamil
si anak pertama, jadi tu pas kemarau panjang, airnya di mata
air tu sampe mau kering gitu, udah hamil besar, ngantri air,
kan suami kerja ya, jadi ya saya yang ngantri, paling dapet
satu ember kecil, lah susah. (68)
52

7) Status Ekonomi

W bekerja sebagai ibu rumah dan suaminya bekerja sebegai


petani. W mengatakan penghasilan keluarga cukup untuk
membeli kebutuhan keluarga, dan susu formula anaknya.
kan saya Cuma di rumah, kalo yang nyari uang ya bapak
mba, petani mba, nggarap tanah orang tua sih masih, sambil coba
cari tanah, kan masih lumayan murah lah. Hasilnya sih ya
lumayan, kan tanah orang tua lumayan banyak, nah saya disuruh
nggarap aja gitu, hasilnya ya kalo lebih dibagi sama orang tua,
kalo gak ya gak. Cukupan mba alhamdulillah, biasanya ya berapa
ya, hehehehe. Gak tau lah kalo uangnya, kan biasanya ya segitu
lah, cukup kok tapi buat makan, kebutuhan anak, beli susu ya
bisa, hahaha kalo anaknya lagi mau minum ya diminum, susah sih
mas anaknya, suka makan ciki. (52-54)

8) Perilaku Penanganan Penyakit

a) Pengetahuan mengenai penyakit

W mengetahui perkembangan gizi anaknya kurang baik, I


mengalami peningkatan berat badan yang kurang baik, hanya
2 sampai 3 ons per bulan hingga pada bulan ke tujuh sudah
dibawah garis merah pada KMS. W tidak mengerti penyebab
pasti I mengalami gizi buruk, hanya mengetahui karena I susah
makan.
wah kalo namanya sih katanya gizi buruk, lah tapi kan ya
udah tak kasih ini itu mas, mungkin ya namanya susah makan
ya bukan gizi buruk, hehehe. Kalo saya taunya dari pas
timbang mas, pas timbang bulan 7. Taunya dari KMS mas, kan
ada tuh, tuh mas lewat garis merah itu dibawahnya. Awalnya
sih saya sudah curiga mas, soalnya tiap bulan tu naik, tapi dikit
banget. Paling ya 2 ons 3 ons, jadinya ya pas bulan tuju itu
udah dibawah garis, saya juga bingung ini anak kenapa,
kayanya sih ya sama kaya adik saya yang laki laki dulu mas,
katanya dulu gitu, perutnya malah buncit, badanya kurus, gak
doyan makan, padahal udah disediaiin, dan pas kelas 3 SD
badanya mulai gede gitu mas, malah sekarang badanya paling
53

gede, kaya tentara. Mungkin nanti anak saya kaya gitu ya


mas. (71)
kalo kenapa anak saya kaya gini, ya karena susah mas
makanya. Saya sampe bingung itu, kenapa ya ini anak.
Soalnya sudah tak kasih makan, tak kasih ini itu, sekarang
malah sukanya chiki.
b) Perilaku penangan kekurangan gizi

W rutin meninmbang A di posyandu.

Kalo urusan posyandu sama nimbang ya saya paling


rajin mas, hehehehe. Kan saya tau tu anak saya timbanganya
gak bagus, malah itu yang bikin saya penasaran, udah naik
apa turun gitu timbanganya. (37)

W membelikan susu formula untuk anaknya, namun


yang menjadi masalah adalah anak W tidak mau
meminumnya dengan rutin. W merasa bingung dengan hal
tersebut dan akhirnya hanya menuruti kemauan anaknya saja.
Kalo dari puskesmas ya gitu mba, saya dikasih
penyuluhan, dikasih formulir gizi, ada takeranya, ada
itunganya, ada menunya. Tapi ya kaya yang saya bilang tadi,
anaknya kan yang gak mau, saya sih sudah berusaha ngasih
susu mas, ngasih makan, ngasih apa aja. Semampu saya sih
udah mas, tapi makan aja paling 2 sendok terus dilepeh, gak
mau lagi, minum susu juga gitu, kalo lagi mau sih ya mau,
seneng saya, tapi kalo lagi gak mau, duh bikin bingung, ya
nunggu mau aja lah. Yang penting ya tetep usaha,nyari cara
biar anak saya yang lucu ini mau makan lah mas, masalahnya
sih ya gak makan itu mas. Pusing, hahahahaha (18-19)
9) Perilaku terhadap sosial

W mengatakan hubungan sosial keluarga baik. Anak anak


bermain dengan ceria dan wajar, I juga tergolong anak yang
aktif, terlihat saat peneliti mengunjunginya, awalnya terlihat
malu, namun setelah itu kembali bermain dan beberapa kali
mengajak bermain bersama.
Kalo anak saya yang kedua ini malah bagus mas anaknya
aktif, kalo lagi main, udah gak bisa dicegah. Anaknya juga
cepet paham, perkembanganya juga baik, mudengan, tuh mas
disuruh ambil HP aja dia udah paham, main HP juga bisa, ya
walopun pencet pencet tapi dia udah tau, terus kalo main sama
54

temenya ya gitu, loncat loncat, tapi kok ya kecil aja ya mas.


Saya ya jadinya biasa aja mas, kan suka ada yang bilang gizi
buruk gizi buruk, tapi ya kan bukan karena saya gak ngasih
makan apa makananya kurang, si anak aja yang gak suka
makan ya mas.
B. Pembahasan

Cerebral palsy adalah kelainan neurologis permanen berupa


gangguan sistem muskuloskeletal yang mengakibatkan perubahan postur,
keterbatasan gerak dan perkembangan. Selain itu, cerebral palsy dapat
disertai dengan gangguan kognisi, gangguan sensasi, persepsi, komunikasi
dan sering disertai dengan epilepsi (Kuperminc, 2008).

Cerebral palsy dapat mengakibatkan perubahan status gizi pasien.


Beberapa penyebab yang dapat menyebabkan hal tersebut adalah
malnutrisi dan gangguan sistem endokrin. Pada pasien dengan serebral
palsy, dapat terjadi malnutrisi terus menerus yang dikarenakan oleh defek
sistem muskuloskeletal yang terjadi pada area oral dan faringeal
sebagaimana fungsi normalnya sebagai organ yang berperan dalam proses
menelan. Gangguan menelan ini mengakibatkan penurunan intake
makanan. Sehingga dalam jangka waktu tertentu dapat terjadi malnutrisi.
Selain itu, pada pasien dengan cerebral palsy ditemukan penurunan kadar
hormon pertumbuhan (growth hormon). Sehingga, perkembangan tubuh
pasien akan mengalami penurunan secara umum, terlebih sistem
muskuloskeletal. Resiko komplikasi berupa pneumonia aspirasi oleh
karena makanan dapat terjadi pasda pasien dengan cerebral palsy dan hal
ini dapat mengakibatkan kesulitan pencapaian status gizi normal karena
adanya faktor infeksi berulang (Kuperminc, 2008).

A memiliki kelainan cerebral palsy yang diketahui sejak usia 3


bulan. Pasien mengalami tetraplegia spastik, disertai dengan gangguan
postur, gerak dan kesulitan menelan makanan. Defek muskuloskeletal
menyebabkan kesulitan menelan yang terus menerus. Berdasarkan
penuturan A, anaknya memang sulit menelan sehingga A kesulitan
memberikan makanan yang cukup kepada anaknya. A juga pernah
55

mengalami kejang yang dituturkan oleh A berupa mata melirik ke atas dan
terjadi dua kali. Hal tersebut mengarah pada epilepsi yang sering
menyertai pasien dengan cerbral palsy. Selain itu, cerbral palsy dapat
memberikan resiko komplikasi berupa pneumonia aspirasi oleh karena
makanan. A mengatakan anaknya sering batuk dan pilek. Hal ini belum
dapat dipastikan merupakan pneumonia aspirasi akan tetapi dapat menjadi
perkiraan salah satu penyebab susahnya A mencapai status gizi normal.

Faktor resiko lain yang ditemukan adalah rendahnya pemahaman


dan pendidikan orang A pada kondisi anaknya. Awalnya A rutin kontrol A
ke RSUD Banyumas, namun hal tersebut tidak dilanjutkan sehingga
secara medis perkembangan penyakit A tidak diketahui. A lebih memilih
pengobatan terapi alternatif berupa pijat untuk mengobati anaknya.
Pengobatan alternatif yang dilakukan beberapa bulan terakhir tidak
dilanjutkan karena A merasa kasian apabila anaknya dibawa perjalanan
jauh menuju cilacap untuk terapi. Selain itu, A hanya memberikan
makanan sesuai dengan kesukaan A saja yakni telur asin. A menuturkan
telur asin kadang dimakan bersama nasi dan kadang hanya telur asin saja.
Sebelumnya A pernah mendapatkan pengarahan terkait pemenuhan gizi
dari Puskesmas, namun A hanya menangkap untuk memberikan susu
formula. A menuturkan hanya memberikan susu formula sebagai
penambah makanan utama dan hal tersebut dilakukan bila A mampu
membeli susu saja. Pengetahuan pemberian susu formula juga cukup
rendah, A memberikan susu formula tanpa memperhatikan takaran susu
yang ada.

Faktor resiko tidak langsung lainya adalah faktor ekonomi. Dimana


A bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan sampingan sebagai pembuat
gula jawa dengan produksi 5 kg setiap produksi dan A memproduksi gula
jawa dua sampai tiga kali dalam satu minggu. Suami A bekerja sebagai
tukang kayu pesanan dengan sumber bahan kayu membeli di toko kayu.
Intensitas kerja suami A bergantung pada pesanan yang ada. A
mengatakan penghasilan rata-rata keluarga adalah satu juta perbulan. Hal
ini dikatakan A membuat dirinya hanya memberikan susu formula bila
56

sedang ada uang saja. Status ekonomi merupakan faktor penting untuk
menunjang kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan gizi pasien gizi
buruk.

Kemiskinan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya


masalah gizi buruk di Indonesia (Depkes, 2015). Indonesia merupakan
negara berkembang yang memiliki banyak jumlah penduduk di bawah
Garis Kemiskinan. Pada bulan September 2016, jumlah penduduk miskin
(penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis
Kemiskinan) di Indonesia mencapai 27,76 juta orang (Riskesdas, 2013).

Kondisi krisis ekonomi sejak tahun 1997 dan terus berkelanjutan


sampai saat ini, menyebabkan daya beli pada masyarakat secara umum
menjadi menurun, karena disatu pihak relatif banyak yang kehilangan
sumber mata pencaharian sementara dipihak lain adanya peningkatan
harga barang dan jasa. Hal ini dapat mengakibatkan dampak buruk
terhadap kesehatan dan gizi masyarakat, terutama balita (Almatsier,
2004).

Pada anak F, gizi buruk yang terjadi kemungkinan besar


dikarenakan faktor ekonomi. Ibu F adalah seorang ibu rumah tangga, dan
ayah F bekerja sebagai penjual buah dengan penghasilan yang tidak
menentu. Ibu F mengatakan bahwa penghasilan suaminya cukup untuk
makan sehari kemudian keesokan harinya harus mencari penghasilan lagi,
begitu seterusnya. Apalagi jumlah anak dalam keluarga ini ada 4 orang
anak. Faktor kemiskinan sebagai penyebab utama sulitnya kenaikan berat
badan F, hal ini diperkuat oleh pengakuan ibu yang memberikan makanan
kepada F seadanya, dan tempat tinggal yang masih jauh dari kriteria
rumah sehat.

Kemiskinan merupakan akar masalah terjadinya keadaan kurang gizi


terlebih stunting yang merupakan keadaan kurang gizi yang sudah
berlangsung lama (kronis). Kemiskinan adalah keadaan sebuah keluarga
yang tidak sanggup memelihara dirinya dan keluarganya dengan taraf
kehidupan, dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental, maupun
57

fisiknya untuk memenuhi kebutuhannya. Keluarga miskin yang memiliki


anak balita tidak dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan
perkembangannya, dimana anak mengalami penyimpangan dari
pertumbuhan dan perkembangan normal (Almatsier, 2004).

Menurut hasil Penelitian Fuada et.al, menyatakan faktor tingkat


ekonomi (OR=1,44 CI 95% ; 1,272-1,637), merupakan faktor yang paling
berhubungan dengan status gizi kronis pada anak balita di perkotaan,
setelah dikontrol variabel pendidikan dan tinggi badan orang tua.
Sedangkan faktor paling berhubungan dengan status gizi kronis pada anak
di pedesaan adalah tingkat ekonomi (OR=1.45 CI 95% ; 1,293-1,636),
setelah dikontrol variabel pemanfaatan pelayanan kesehatan, tinggi badan
orang tua dan kecukupan energi protein. Perlu diketahui, status gizi kronis
merupakan status gizi berdasarkan indikator TB/U yang menggambarkan
status gizi masa lalu, oleh karenanya faktor tingkat ekonomi, terlihat lebih
signifikan (Fuada et.al, 2010).

Gizi buruk yang disebabkan oleh faktor ekonomi ini sulit


diintervensi karena harus melibatkan banyak sektor. Selain diperlukan
pembiayaan dari pemerintah untuk mempebaiki status gizi, juga
diperlukan pemberdayaan kepada keluarga agar dapat meningkatkan
status ekonomi sehingga dengan demikian kebutuhan pangan dengan gizi
yang baik dapat diberikan.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada Informan III dan IV,


didapatkan faktor risiko yang mempengaruhi kejadian gizi buruk adalah
pola pengasuhan anak dari orang tua. Pola pengasuhan anak berupa sikap
dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak,
cara memberikan makan maupun pengetahuan tentang jenis makanan
yang harus diberikan sesuai umur dan kebutuhan, memberi kasih sayang
dan sebagainya (Supariasa et al,2002). Menurut Soekirman (2000), pola
asuh gizi merupakan perubahan sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain
dalam hal memberi makan, kebersihan, memberi kasih sayang dan
58

sebagainya dan semuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal


kesehatan fisik dan mental.

Pola asuh yang baik dari ibu akan memberikan kontribusi yang
besar pada pertumbunhan dan perkembangan balita sehingga akan
menurunkan angka kejadian gangguan gizi. Ibu harus memahami cara
memberikan perawatan dan perlindungan terhadap anaknya agar anak
menjadi nyaman, meningkat nafsu makannya, terhindar dari cedera dan
penyakit yang akan menghambat pertumbuhan. Apabila pengasuhan anak
baik makan status gizi anak juga akan baik. Peran ibu dalam merawat
sehari-hari mempunyai kontribusi yang besar dalam pertumbuhan anak
karena dengan pola asuh yang baik anak akan terawat dengan baik dan
gizi terpenuhi. Masa balita merupakan masa emas dimana bisa menjadi
penentu masa depan. Masa balita merupakan periode perkembangan otak
dan kecerdasan yang pesat.Sebagai orang tua pengasuh harus mampu
menjaga agar masa balita ini tidak terjadi hal-hal yang menyebabkan
balita menjadi terhambat pertumbuhan dan perkembangannya (Wake, et
al, 2007; Attorp,et al 2014). Kadang ibu kurang menyadari bahwa anak
yang tidak dapat bertambah tinggi badannya perlu diwaspadai sebagai
gangguan pertumbuhan dan anak yang pendek menggambarkan status gizi
yang jelek.

Salah satu pola pengasuhan yang berhubungan dengan status gizi


anak adalah pola asuh makan. Attorp, et al (2014) mendefinisikan pola
asuh makan sebagai praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan oleh ibu
kepada anak yang berkaitan dengan cara dan situasi makan. Praktek pola
asuh dalam memberikan makanan pada anak meliputi pemberian makanan
yang sesuai umur, kepekaan ibu mengetahui saat anak makan (waktu
makan), upaya menumbuhkan nafsu makan anak dengan cara membujuk
anak sehingga nafsu makan anak meningkat, menciptakan suasana makan
anak yang baik, hangat dan nyaman (Arrendodo, et al 2011). Mengajak
anak bermain sambil makan membuat anak meningkat nafsu makannya.
Nafsu makan anak dipengaruhi oleh rasa lapar dan emosi (Santoso dan
Ranti, 1995 dalam Emiralda, 2008). Pemberian makan pada anak
59

sebaiknya pada saat anak lapar sehingga ia dapat menikmatinya, tidak


perlu membuat jadwal makan yang terlalu kaku karena mungkin saja anak
belum merasa lapar sehingga tidak nafsu makan (Pudjiadi, 2005 dalam
Emiralda, 2008). Pemberian makan sebaiknya juga tidak sekali sehari asal
anak sudah makan. Kecukupan gizi dipengaruhi oleh umur anak sehingga
semakin bertambah usia anak, juga semakin tambah jumlah kebutuhan
gizi yang diperlukan.

C. Prioritas Permasalahan

Prioritas permasalahan pada faktor risiko terjadinya gizi buruk di


wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen selain dari penyakit yang mendasari
adalah adanya pengatahuan yang kurang mengenai bagaimana cara
pemberian makanan yang baik dan benar pada balita khususnya pemberian
makanan untuk kepentingan tumbuh kejar pada balita yang sudah
mengalami gizi buruk. Faktor pola asuh orang tua juga menjadi faktor
resiko yang cukup berpengaruh pada kejadian gizi buruk terkair dengan
asuhan keseharian dan pengawasan tumbuh kembang anak.
D. Keterbatan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan


yangmenghambat dalam proses pengumpulan dan analisis data, yaitu :
1. Topik penelitian merupakan isu yang sensitif bagi informan, peneliti
sempat kesulitan mencari informan yang bersedia berpartisipasi dalam
penelitian. Sehingga peneliti harus melakukan pendekatan secara
personal kepada calon informan.
2. Penulisan catatan lapangan yang belum maksimal karena sulitnya
membagi konsentrasi antara mendengarkan pernyataan informan dan
mencatat bahasa non-verbal dari informan.
3. Hasil rekaman yang kurang jelas akibat banyak suara-suara selain dari
informan dan peneliti menyebabkan peneliti kesulitan saat menuliskan
transkrip wawancara.
60

4. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif pertama bagi peneliti


sehingga peneliti mengalami kesulitan dalam menganalisis data yang
diperoleh dari hasil wawancara.
5. Informan penelitian merupakan figur dengan latar belakang pendidikan
dan sosial yang rendah, sehingga peneliti harus menggunakan kata-kata
yang mudah dipahami dalam berkomunikasi selama wawancara
berlangsung.
61

BAB VII

ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah


Berdasarkan penjelasan di atas, factor risiko yang berpengaruh terhadap
kejadian gizi buruk di Wilayah Kerja Puskesmas Kemranjen I Kecamatan
Kemranjen adalah factor ekonomi, pola asuh, pengetahuan, dan penyakit
bawaan. Masalah ekonomi cukup sulit untuk diintervensi dengan pendekatan
masyarakat, sehingga pemecahan masalah yang dapat dibuat beberapa
alternative adalah mengenai pengetahuan Ibu mengenai kebutuhan nutrisi
pada anak baik dengan penyakit bawaan maupun tidak. Metode yang
digunakan untuk menentukan prioritas alternative pemecahan masalah adalah
dengan metode Rinke. Metode ini menggunakan dua criteria yaitu efektifitas
dan efisiensi jalan keluar.

Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,


pentingnya jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan
biaya yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar.

1. Kriteria efektifitas jalan keluar


a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :
1) Masalah yang dapat diatasi sangat kecil (skor 1)
2) Masalah yang dapat diatasi kecil (skor 2)
3) Masalah yang dapat diatasi cukup besar (skor 3)
4) Masalah yang diatasi besar (skor 4)
5) Masalah yang diatasi dapat sangat besar (skor 5)
b. I (pentingnya jalan keluar yang dikaitkan dengan kelanggengan
selesainya masalah):
1) Sangat tidak langgeng (skor 1)
2) Tidak langgeng (skor 2)
3) Cukup langgeng (skor 3)
62

4) Langgeng (skor 4)
5) Sangat langgeng (skor 5)

c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan


penyelesaian masalah):
1) Penyelesaian masalah sangat lambat (skor 1)
2) Penyelesaian masalah lambat (skor 2)
3) Penyelesaian cukup cepat (skor 3)
4) Penyelesaian masalah cepat (skor 4)
5) Penyelesaian masalah sangat cepat (skor 5)
2. Kriteria efisiensi jalan keluar (yang dikaitkan dengan biaya yang
dikeluarkan dalam menyelesaikan masalah)
a. Biaya sangat mahal (skor 1)
b. Biaya mahal (skor 2)
c. Biaya cukup mahal (skor 3)
d. Biaya murah (skor 4)
e. Biaya sangat murah (skor 5)
Beberapa alternatif pemecahan masalah yang bias dilakukan diantaranya
adalah penyuluhan mengenai pemberian nutrisi pada bayi dan balita secara umum
dan spesifik pada balita dengan gizi buruk yakni berupa konseling personal.
Pengetahuan mengenai pemberian nutrisi secara umum diharapkan dapat
membuat ibu lebih awas mengenai status gizi anak agar tidak salah menjadi gizi
berlebih atau gizi kurang. Penyuluhan secara umum dapat memberikan
pemahaman secara langsung kepada masyarakat. Akan tetapi, saat ini terjadi
kesulitan karena wahana seperti Posyandu yang biasanya efektif dapat
menghimpun ibu dengan balita berjalan kurang efektif yang dikarenakan oleh
bulan Puasa. Sedangkan pengetahuan mengenai pemberian nutrisi spesifik pada
balita dengan gizi buruk diberikan agar ibu yang memiliki balita dengan gizi
buruk mengetahui bagaimana usaha untuk mengejar pertumbuhan balita agar
tidak terlalu lama berada dalam kondisi gizi buruk.
Pemberian salinan contoh resep masakan bernutrisi untuk ibu yang memiliki
balita juga dapat menjadi alternative pemecahan masalah kejadian gizi buruk.
63

Selain itu menurut penelitian, sebagian besar ibu yang mengasuh anak
mengatakan bahwa mereka tidak mengerti bagaimana cara membuat makanan
yang bergizi bagi anaknya, ibu hanya memberikan anaknya makanan sesuai
dengan kebiasaan dan seadanya. Harapannya dengan pemberian salinan contoh
resep makanan yang juga didapatkan dari salinan Pedoman Gizi Departemen
Kesehatan RI tahun 2016, ibu yang memiliki balita dapat mempraktikan apa yang
didapatkan dari penyuluhan dan tidak lagi kebingungan dalam pengolahan
makanan yang baik. Ibu juga bias mengkreasikannya sesuai dengan keinginan
anaknya. Pemberian salinan contoh resep masakan bernutrisi akan lebih efektif
jika diberikan setelah dilakukan penyuluhan mengenai gizi balita secara personal
(konseling).
Penyuluhan kader posyandu atau bidan desa dapat menjadi alternative
sehingga kader posyandu dapat memberikan edukasi kepada seluruh masyarakat
yang dinaunginya mengenai ilmu yang sudah didapatkan. Penyuluhan kader
posyandu atau bidan desa dapat berimbas lebih luas karena cakupan kerja yang
menyeluruh pada seluruh wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen. Pemasangan
poster mengenai gizi pada bayi dan balita bias dijadikan alternative dengan
sasaran yang jauh lebih luas karena bias dibaca oleh semua orang, namun hanya
pemasangan poster tidak menjamin adanya pemahaman atau transfer ilmu yang
efektif kepada pembaca.
Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Rinke untuk
masalah pengetahuan ibu tentang nutrisi anak di wilayah kerja Puskesmas I
Kemranjen adalah sebagai berikut:
Tabel 7.1 Prioritas Pemecahan Masalah Metode Rinke
No Daftar Alternatif Jalan Efektivitas Efisiensi MxIxV/ Urutan
Keluar M I V (C) C Prioritas
Pemecahan
Masalah
1 Penyuluhan mengenai 4 4 4 3 16 3
pemberian nutrisi pada
balita pada wilayah
berisiko di posyandu
balita
2 Konseling mengenai 5 5 4 4 25 1
pemberian nutrisi pada
bayi dan balita khusus
gizi buruk
64

3. Pemberian salinan contoh 4 3 3 3 12 4


resep masakan bernutrisi
untuk ibu yang memiliki
balita
4. Penyuluhan kepada kader 5 4 3 3 20 2
posyandu dan bidan desa
5. Pemasangan poster 3 3 2 3 6 5
mengenai gizi pada bayi
dan balita

B. Alternatif Pemecahan Masalah

Berdasarkan perhitungan prioritas pemecahan masalah dengan metode


Rinke, diperoleh prioritas pemecahan masalah yaitu: Konseling mengenai
pemberian nutrisi pada bayi dan balita khusus gizi buruk menempati peringkat
satu, dan penyuluhan mengenai pemberian nutrisi kepada kader posyandu atau
bidan desa pada urutan kedua.
65

BAB VIII

RENCANA KEGIATAN

A. Latar Belakang

Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang disebabkan


oleh banyak faktor, sehingga penanggulangannya tidak cukup dengan
pendekatan medis maupun pelayanan kesehatan saja. Badan kesehatan dunia
(WHO) memperkirakan bahwa 54 % kematian anak disebabkan oleh keadaan
gizi yang buruk. Masalah gizi di Indonesia mengakibatkan lebih dari + 80%
kematian anak (Depkes, 2015).Keadaan kurang gizi menjadi penyebab
sepertiga dari seluruh penyebab kematian anak diseluruh dunia.
Faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita salah satunya adalah
sanitasi lingkungan yang merupakan faktor tidak langsung, tetapi ada juga
faktor lain yang mempengaruhi status gizi. Keadaan sanitasi lingkungan yang
kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain
diare, cacingan dan infeksi saluran pernafasan. Apabila anak menderita
infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat gizi akan terganggu yang
menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi (Depkes, 2015).
Periode dua tahun pertama kehidupan seorang anak merupakan masa
kritis, karena mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.
Oleh karena itu, terjadinya gangguan gizi di masa tersebut dapat bersifat
permanen dan tidak dapat pulih walaupun kebutuhan gizi di masa selanjutnya
terpenuhi. Secara nasional, prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak balita
sebesar 19,6%, yang berarti 212 masalah gizi buruk dan kurang di Indonesia
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan mendekati prevalensi
tinggi, sedangkan sasaran Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2019
yaitu 17%. Oleh karena itu, prevalensi gizi buruk dan kurang secara nasional
harus diturunkan sebesar 2,6% dalam periode 2015 sampai 2019 (Depkes,
2015).
66

Berdasarkan hasil Community Health Analysis di Kecamatan Kemranjen


melalui pendekatan kualitatif, diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi
kejadi gizi buruk disana adalah karena adanya penyakit kongenital (yang
mendasari), pola asuh, dan kurangnya pengetahuan ibu mengenai cara
pemenuhan gizi seimbang bagi anaknya. Diketahui berdasarkan data
pendekatan kualitatif bahwa keluarga pasien memiliki PHBS yang tidak
terlalu buruk dan pasien jarang mengalami infeksi berulang. Faktor tidak
langsung yang dapat menyebabkan kejadian gizi buruk yang didapatkan
adalah kurangnya pendidikan kedua orang tua dan status ekonomi keluarga
menengah ke bawah.
Berdasarkan hasil analisis tersebut diperlukan konseling kepada informan
secara khusus dan penyampaian materi gizi balita kepada kader dan bidan
desa. Peningkatan pengetahuan dan intervensi berbasis masyarakat agar
mengetahui mengenai gizi seimbang yang diperlukan bayi dan balita serta
yang lebih penting adalah mengenai cara mencapai dan mempertahankan
status gizi normal. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan
konseling dan penyuluhan mengenai hal tersebut. Pertumbuhan manusia
paling pesat terjadi pada 1000 hari pertama kehidupan dari mulai kehamilan
sampai usia 2 tahun, sehingga pemberian gizi yang baik sangat diperlukan
selama 1000 hari pertama kehidupan tersebut. Alasan ini yang mendasari
pemberian materi pada kegiatan penyuluhan difokuskan kepada gizi bayi dan
balita khususnya sampai usia 2 tahun.
Berdasarkan hasil pendekatan kualitatif juga ditemukan bahwa ibu
sebenarnya mengetahui bahwa anaknya harus mendapatkan gizi yang baik
namun tidak mengerti bagaimana cara mengolah makanan yang tepat agar
gizi anaknya bias terpenuhi. Hal ini mendasari pemberian handover resep
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ibu dengan balita gizi buruk. Selain itu,
pendayagunaan kader posyandu dan bidan desa sebagai pendamping
masyarakat secara umum juga perlu ditingkatkan. Hal tersebut bertujuan
untuk memberikan pemahaman lebih terkait pemberian gizi seimbang dan
penanganan gizi buruk kepada masyarakat secara luas melalui wahana
Posyandu. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan pemberian dan penyegaran
67

materi gizi balita dan gizi buruk kepada bidan desa dan kader agar dapat
disampaikan pada seluruh Posyandu di wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen
sehingga nantinya dapat tersebar luas kepada seluruh anggota posyandu balita
dan dapat diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari.
B. TujuanKegiatan
1. Meningkatkan pengetahuan ibu mengenai pedoman gizi seimbang bagi
bayi dan balita dan cara memenuhi gizi seimbang.
2. Memberikan motivasi kepada ibu dengan balita gizi buruk untuk
melakukan penimbangan dan pemantauan gizi balita melalui posyandu
dengan rutin.
3. Meningkatkan dan menyegarkan pengetahuan kader dan bidan desa terkait
pemberian MP-ASI dalam pemenuhan gizi balita.
4. Menekan angka kejadian gizi buruk dan penanganan awalnya.
C. Bentuk dan Materi Kegiatan
Kegiatan akan disajikan dalam bentuk konseling kepada informan dan
penyampaian materi tentang pedoman gizi seimbang pada bayi dan balita
terutama cara untuk mencapai pemenuhan gizi seimbang dan pembagian
handover contoh resep MP-ASI kepada kader posyandu dan bidan desa di
wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen.
D. Sasaran
Informan penelitian, kader Posyandu, dan Bidan Desa di wilayah kerja
Puskesmas 1 Kemranjen.
E. Pelaksanaan
1. Personil
a. Kepala Puskesmas : dr. Anggoro Supriyo
b. Pembimbing : dr. Anggoro Supriyo
c. Pelaksana :Ahmad Agus Faisal, Isnaini Putri Solikhah,
Patminingsih
2. Waktu dan Tempat Konseling Personal:
a. Hari : Rabu
b. Tanggal : 21 Juni 2017
c. Tempat : Ruang tamu rumah informan.
68

d. Waktu : 13.00 17.00 WIB

3. Waktu dan Tempat Penyampaian materi gizi:


a. Hari : Kamis
b. Tanggal : 22 Juni 2017
c. Tempat : Aula Puskesmas 1 Kemranjen.
d. Waktu : 11.30 12.30 WIB
F. Rencana Anggaran
Handover resep : 75.000
Total : 75.000
G. Rencana Evaluasi Kegiatan
1. Input
a. Sasaran : 70% dari keseluruhan kader dan bidan desa di wilayah kerja
Puskesmas 1 Kemranjen.
a. Sumberdaya :ruangan, proyektor, laptop, speaker, pemateri, materi
yang diberikan, dan handover resep MP-ASI.
2. Proses
a. Keberlangsungan acara
Evaluasi keberlangsungan konseling personal adalah tersampaikanya
materi konseling dan handover resp MP-ASI kepada informan. Serta
partisipasi aktif informan saat konseling berupa pertanyaan ataupun
tanggapan terhadap materi yang diberikan.
Evaluasi keberlangsungan acara penyuluhan gizi meliputi kehadiran
para pengisi acara yaitu pemberi sambutan dan pemateri, pelaksanaan
kegiatan, serta antusiasme peserta yang dinilai dari partisipasi aktif
peserta untuk bertanya. Selain itu juga seluruh peserta yang hadir
mendapatkan handover resep MP-ASI yang sudah disiapkan
pelaksana kegiatan.
b. Jadwal pelaksanaan kegiatan
Evaluasi jadwal pelaksanaan kegiatan dinilai dari ketepatan tanggal,
waktu, serta alokasi waktu pada saat berlangsungnya acara. Kegiatan
konseling direncanakan pada Rabu, 21 Juni 2017 pukul 13.00-17.00
69

dan penyuluhan materi gizi direncanakan berlangsung pada hari Kamis


22 Juni 2017 pukul 11.30 WIB di Aula Puskesmas 1 Kemranjen,
Kecamatan Kemrajen, Kabupaten Banyumas.
Adapun alokasi waktu serta rincian kegiatan yang akan dilakukan
dicantumkan dalam Tabel 8.1.
Tabel 8.1. Jadwal Kegiatan
Jam Alokasi Kegiatan
11.30 11.15 5 menit Absensi
11.15 11.30 5 menit Pembukaan
11.30 11.45 5 menit Sambutan kepala Puskesmas
11.45 12.15 30 menit Penyampaian materi Gizi
12.15 13.30 10 menit Sesi Diskusi
13.30 13.40 5 menit Penutupan
70

BAB IX

PELAKSANAAN DAN EVALUASI KEGIATAN

A. Pelaksanaan

Konseling tentang Gizi ditujukan kepada informan. Konseling yang

dilakukan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan informan mengenai

pemenuhan gizi seimbang bagi bayi dan balita. Pelaksanaan kegiatan

konseling aktif dengan memberikan kesempatan kepada informan untuk

menyampaikan masalah gizi yang dihadapi oleh balitanya, kemudian

dilakukan pemberian informasi terkait pemberian gizi yang baik, dan

pemberian handover resep MP-ASI yang dilaksanakan melalui tahap, yaitu:

1. Tahap Persiapan

a. Perizinan

Perizinan diajukan dalam bentuk lisan oleh dokter muda kepada

Kepala Puskesmas I Kemranjen, Petugas Gizi Puskesmas I

Kemranjen, dan Pembimbing Fakultas.

b. Materi

Materi yang disiapkan adalah materi konseling tetang gizi seimbang

dan handover resep Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang

didapatkan dari Buku Pedoman Gizi Seimbang Departemen Kesehatan

RI 2016.
71

c. Sarana

Sarana konseling yang digunakan yaitu ruang tamu informan, dan

handover resep MP-ASI. Sarana penyuluhan yang digunakan adalah

Aula Puskesmas 1 Kemranjen dan handover resep MP-ASI.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Judul Kegiatan

Konseling dan Penyuluhan Pedoman Gizi Seimbang bagi Balita

b. Waktu

1) Konseling personal: Selasa, 21 Juni 2017 pukul 13.00 -17.00 WIB

2) Penyuluhan Gizi : Kamis, 22 Juni 2017 pukul 11.30-12.40 WIB

c. Tempat

1) Konseling personal : Ruang tamu masing-masing informan

2) Penyuluhan gizi : Aula Puskesmas 1 Kemranjen

d. Penanggung Jawab

1) dr. Madya Ardi Wicaksono, M. Si selaku pembimbing fakultas

2) dr. Anggoro Supriyo selaku Kepala Puskesmas I Kemranjen,

sekaligus sebagai pembimbing lapangan

3) Ibu Chotimah selaku petugas gizi.

4) Pelaksana Ahmad Agus Faisal, Isnaini Putri Solikhah,

Patminingsih.

e. Penyampaian Materi

1) Konseling tentang pedoman gizi seimbang bagi balita dilakukan

kepada informan yang mencakup konseling megenai masalah gizi

balita yang dihadapi informan dan pengaruh status gizi bagi


72

kehidupan, prinsip gizi seimbang, pengelolaan pemberian makanan

bergizi, dan cara monitoring status gizi pada bayi dan balita.

Handover resep MP-ASI diberikan kepadaa informan.

2) Penyuluhan tentang gizi seimbang dan makanan pendamping ASI

(MP-ASI), serta penanganan yang harus dilakukan saat ada kasus

gizi buruk (kewaspadaan gizi buruk)

B. Evaluasi

1. Input

a. Sasaran

1) Konseling

Kegiatan konseling terlaksana dan mencapai target. Sebanyak 4

ibu selaku informan yang memiliki balita gizi buruk terlihat

antusias saat diberikan kesempatan untuk berkonseling. Hal ini

dapat dilihat dari perhatian selama konseling, interaksi aktif

selama penyampaian masalah dan pemberian materi konseling.

2) Penyuluhan

Kegiatan Penyuluhan terlaksana namun tidak mencapai target.

Sebanyak 37 pegawai puskesmas hadir, yang meliputi bidan,

perawat, petugas gizi , dan petugas kesehatan lingkungan . Petugas

Kader tidak ada yang hadir dikarenakan berbenturan dengan tradisi

mudik dan lebaran.

b. Sumber daya

1) Konseling dilakukan oleh Ahmad Agus faisal, Isnaini Putri

Solikhah dan Patminingsih. Pelaksana kegiatan juga memberikan


73

handover resep MP-ASI ke seluruh peserta yang hadir. Sumber

pembiayaan yang digunakan cukup untuk menunjang terlaksananya

kegiatan dengan lancar.

2. Proses

a. Keberlangsungan acara

1) Kegiatan konseling dilaksanakan di ruang tamu rumah masing-

masing informan dan berlangsung kondusif, hanya terkadang ada

beberapa informan yang tidak fokus karena anaknya menangis

atau rewel. Acara konseling diawali dengan pemberian informasi

pengantar mengenai MP-ASI, kemudian dilakukan konseling aktif,

informan secara aktif memberikan tanggapan atas apa yang

disampaikan pelaksana, informan mendapatkan handover resep

MP-ASI

2) Kegiatan penyuluhan gizi seimbang, kewaspadaa gizi buruk , dan

MP ASI dilaksanakan di Aula Puskesmas I Kemranjen, meskipun

dari peserta ada yang datang terlambat namun kegiatan

berlangsung kondusif dan antusias terlihat dari peserta, hal ini

dibuktikan dengan adanya pertanyaan dari peserta dalam diskusi.

b. Jadwal pelaksanaan kegiatan

Kegiatan konseling kepada informan berhasil dilaksanakan pada hari

Senin, 19 Juni 2017. Acara penyuluhan dimulai pukul 13.00 17.00

WIB. Sedangkan kegiatan penyuluhan materi gizi pada kader

posyandu dan bidan desa dilaksanakan pada Kamis, 22 Juni 2017 pada

pukul 11.00 10.30 WIB.


74

BAB X

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hasil analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis) di

wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen Kabupaten Banyumas

menunjukkan bahwa kejadian gizi buruk menjadi prioritas masalah yang

diambil.

2. Berdasarkan hasil pendekatan kualitatif didapatkan faktor risiko yang

menyebabkan kejadian gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas I

Kemranjen Kabupaten Banyumas adalah adanya penyakit bawaan yang

dialami oleh pasien dan kurangnya pengetahuan ibu mengenai cara

pemenuhan gizi seimbang bagi anaknya.

3. Faktor risiko tidak langsung yang berpengaruh adalah tingkat pendidikan

kedua orang tua yang kurang dan status ekonomi menengah ke bawah.

4. Alternatif pemecahan masalah yang dipilih adalah melakukan konseling

kepada informan dan penyuluhan kepada bidan atau kader Posyandu

mengenai pedoman gizi seimbang bagi bayi dan balita serta pemberian

handover resep makanan pendamping ASI (MP-ASI).

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian kuantitatif yang meneliti tentang pengetahuan

masyarakat mengenai gizi seimbang pada bayi dan balita di wilayah kerja

Puskesmas I Kemranjen.

2. Perlu dilakukan evaluasi mengenai kegiatan kesadaran gizi pada

masyarakat Puskesmas I Kemranjen.


75

3. Perlu dilakukan optimalisasi posyandu dalam screening status gizi bayi

dan balita.
76

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Pustaka Umum


Bungin,B.2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta:53 hal.
Chariri,A.2009.Landasan Filsafat dan Metode Penelitian Kualitatif. Paper
disampaikan pada workshop metodologi penelitian kuantitatif dan
kualitatif, Laboratorium Pengembangan Akutansi (LPA), Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang
Depkes. 2008. Sistem Kewaspadaan Dini Gizi Buruk. Jakarta: Kementeria
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes, 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Kementeria Kesehatan
Republik Indonesia.
Fuada et.al. 2010. Hubungan Sanitasi Lingkungan, Morbiditas dan Status Gizi
Balita di Indonesia.Panel Gizi Makan. 34(2) hal 104-113.

Moleong, J.L. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. PT Remaja

Rosdakarya,Bandung: 6; 330 hal.

Novitasari, D. 2012. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk pada Balita yang
Dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Rendra.2010.Beyond Bordes: Communication Modernity and History. STIKOM
The Landon School of Public Relatations,London : 321-322 l.

Riskesdas. 2013.Riset kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Balitbang

Sarwono,J.2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif . Graha ilmu,


Yogyakarta: 209-210 hal.

Sugiarto, E. 2017. Menyusun Penelitian Kualitatif: Skripsi dan tesis. Jakarta:


Suaka Media.

WHO. 2013. Guideline Update of The Management of Severe Acute Malnutrition


in Infants and Children. Geneva: WHO.
77

Lampiran 1. Lembar Panduan Wawancara

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI,


DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
PURWOKERTO
Kampus Unsoed RSUD Prof. dr. Margono Soekardjo Jl. dr. Gumbreg No.1
Purwokerto 53123 Telp. (0281)641522 Fax. (0281)631208

Lembar Panduan Wawancara

1. Bagaimana asupan makanan yang diberikan pada balita Anda?

2. Apakah Anda mengetahui bagaimana asupan makanan yang baik?

3. Bagaimana riwayat kondisi kesehatan balita dan keluarga Anda?

4. Bagaimana riwayat kehamilan dan persalinan balita Anda?

5. Bagaimana Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) balita Anda?

6. Bagaimana perilaku penanganan penyakit yang terjadi pada balita Anda?

7. Apakah yang Anda ketahui mengenai penyakit yang diderita oleh balita
Anda?
78

Lampiran 2. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI,


DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
PURWOKERTO
Kampus Unsoed RSUD Prof. dr. Margono Soekardjo Jl. dr. Gumbreg No.1
Purwokerto 53123 Telp. (0281)641522 Fax. (0281)631208

Informed Consent

Kami dokter muda Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Purwokerto, saat ini sedang malakukan penelitian dengan judul Faktor Resiko

Kejadian Gizi Buruk di Desa Pesantren Wilayah Kerja Puskesmas I Kemranjen.

Penelitian ini diselenggarakan dalam rangka pelaksanaan Community Health

Analysis pada Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran

Universitas Jenderal Soedirman. Kesediaan anda sangat berarti dalam

penyusunan penelitian ini. Atas kesediaan anda dan anak anda menjadi

responden, kami ucapkan terimakasih.

Kemranjen, Juni 2017


Tim Peneliti
Ahmad Agus Faisal, Isnaini Putri Solikhah, Patminingsih
79

LEMBAR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN

Setelah membaca surat pemberitahuan dan mendengar penjelasan

sebelumnya, maka saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama :

Usia :

Alamat :

Secara sukarela bersedia berpartisipasi dalam penelitian Faktor Resiko

Kejadian Gizi Buruk pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas I Kemranjen.

Kemranjen, Juni 2017

Informan
80

Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan

Gambar 11.1. Kegiatan Penyuluhan di Aula Puskesmas I Kemranjen

Gambar 11.2. Kegiatan Konseling ke informan


81

Lampiran 4. Handove Resep


82
83
84
85

Anda mungkin juga menyukai