Anda di halaman 1dari 103

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN MASYARAKAT


PUSKESMAS II TAMBAK

FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS II TAMBAK
KABUPATEN BANYUMAS

Oleh:
M. Rifqi Fauzan N. G1A016010
Dwiastini Ayu Wardhana T.T. G1A016011
Maharani Kartika D. G1A016012
Silvymay Nurbasuki G1A016013
Marhamdani G1A016014
Aviasenna Andriand G1A016015
Rania Nisrina Alifah G1A016016
Damar Pandurizky G1A016017

Pembimbing Fakultas:
dr. Galuh Yulieta Nitihapsari, M.Biomed.
Pembimbing Lapangan:
dr. Kuntoro

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
DESEMBER 2019
ii

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS


KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN MASYARAKAT
PUSKESMAS II TAMBAK

FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS II TAMBAK
KABUPATEN BANYUMAS
Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Jurusan Kedokteran
Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman

Disusun oleh:
M. Rifqi Fauzan N. G1A016010
Dwiastini Ayu Wardhana T.T. G1A016011
Maharani Kartika D. G1A016012
Silvymay Nurbasuki G1A016013
Marhamdani G1A016014
Aviasenna Andriand G1A016015
Rania Nisrina Alifah G1A016016
Damar Pandurizky G1A016017

Telah dipresentasikan dan disetujui :


Tanggal, Desember 2019

Pembimbing Lapangan Pembimbing Fakultas

dr. Kuntoro dr. Galuh Yulieta Nitihapsari, M.Biomed.


NIP. 19880214 201502 1 001 NIP. 19880722 201504 2 001
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran selang waktu pengukuran 5 menit dalam
keadaan tenang atau cukup tenang (Kemenkes, 2014). Hipertensi dapat
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu hipertensi primer atau esensial yang
penyebabnya tidak diketahui, dan hipertensi sekunder yang disebebkan
karena disebabkan oleh suatu penyakit yang mendasarinya (Sudarsono,
2017).
Hipertensi tidak berbeda dengan penyakit degeneratif lain yang sering
dialami seseorang sehubungan dengan bertambahnya usia. Hipertensi
merupakan dianggap sebagai penyakit silent killer yang merupakan penyakit
yang baru dirasakan akibatnya saat seseorang mengalami komplikasi dari
meningkatnya tekanan darah dengan gejala-gelaja yang dianggap sepele
seperti nyeri pada tengkuk dan nyeri kepala. Penyakit hipertensi pada
umumnya menyerang lebih banyak perempuan dari pada laki-laki, dan pada
usia lebih dari 40 tahun memiliki resiko untuk terkena penyakit hipertensi
(Tangiran, 2018)
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) dalam Global
Status Report On Non-Communicable Disease (2014), prevalensi hipertensi
tahun 2014 pada orang dewasa berusia 18 tahun keatas sekitar 22%.
Penyakit hipertensi juga bertanggung jawab atas 40% kematian akibat
penyakit jantung dan 51% kematian yang disebabkan stroke. Penderita
hipertensi di Indonesia diperkirakan sebesar 15 juta tetapi hanya 4% yang
hipertensi terkendali. Hipertensi terkendali adalah mereka yang menderita
hipertensi dan mereka tahu sedang berobat untuk itu. Sebaliknya sebesar
50% penderita tidak menyadari diri sebagai penderita hipertensi, sehingga
mereka cenderung untuk menderita hipertensi yang lebih berat (Riskesdas,
2013).
2

Prevalensi hipertensi di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 27,4%


dari jumlah penduduk Indonesia berdasarkan pengukuran usia di atas 18
tahun. Angka tersebut meningkat dari hasil riset tahun 2013 yang hanya
mencapai 25,8%. Selain itu hipertensi di provinsi Jawa Tengah juga
menunjukkan angka kejadian yang tertinggi sebesar 64,83 % yang
berdasarakn proporsi kasus penyakit tidak menular yang telah dilaporkan,
yang pada kabupaten banyumas sendiri menyumbang prosentase hipertensi
sebesar 8,53% (Pusdatin, 2017).
Penyakit hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang tidak
dapat diubah dan diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain
umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik. Sementara faktor risiko yang
dapat diubah antara lain seperti kebiasaan merokok, konsumsi garam,
konsumsi lemak jenuh, kebiasaan mengonsumsi minum minuman
beralkohol obesitas, kurang aktivitas fisik, stress, dan penggunaan estrogen
(Kemenkes RI, 2014).

B. Tujuan
1) Tujuan Umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis) di
wilayah kerja Puskesmas II Tambak Kabupaten Banyumas.

2) Tujuan Khusus
a. Menentukan faktor risiko hipertensi di wilayah kerja Puskesmas II
Tambak.
b. Mencari alternatif pemecahan masalah hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas II Tambak.
c. Menyusun solusi sebagai upaya pencegahan adanya peningkatan
prevalensi prioritas masalah di wilayah kerja Puskesmas II Tambak.

C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
3

Menambah ilmu dan wawasan di bidang kesehatan dalam mencegah


penyakit hipertensi, dan faktor risiko yang dapat menimbulkan terjadinya
penyakit hipertensi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi mahasiswa
Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah
kesehatan di wilayah desa cakupan Puskesmas II Tambak Kabupaten
Banyumas.
b. Bagi masyarakat desa
Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai penyakit hipertensi,
faktor risiko, dan cara yang tepat untuk mencegah penyakit tersebut
sehingga diharapkan dapat mengontrol tekanan darah dan mengurangi
komplikasi hipertensi.
c. Bagi instansi terkait
Membantu program enam dasar pelayanan kesehatan puskesmas
berkaitan dengan promosi kesehatan terutama masalah hipertensi
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan menentukan
kebijakan yang harus diambil untuk menyelesaikan masalah.
4

II. ANALISIS SITUASI


A. Deskripsi Situasi dan Kondisi Puskesmas dan Wilayah Kerja

1. Keadaan Geografis

Puskesmas II Tambak merupakan wilayah tenggara dari Kabupaten

Banyumas, dengan luas wilayah 14.7 km² atau sekitar 1,1% dari luas

kabupaten Banyumas. Wilayah Puskesmas Tambak II terdiri dari 5 desa

yaitu; Pesantren, Karangpucung, Prembun, Purwodadi dan Buniayu. Desa

yang paling luas adalah Purwodadi yaitu 374 ha, sedangkan desa yang

wilayahnya paling sempit adalah Pesantren yaitu sekitar 220 ha.

Wilayah Puskesmas II Tambak terletak dipojok Kabupaten Banyumas,

dan berbatasan dengan :

 Disebelah utara : Desa Watuagung

 Sebelah timur : Kabupaten Kebumen

 Sebelah Selatan : Desa Gebangsari

 Sebelah Barat : Desa Kamulyan, Desa Karangpetir.

Wilayah Puskesmas II Tambak terletak pada ketinggian 15 mdpl – 35

mdpl dengan suhu udara rata – rata sekitar 27 0 C dengan kelembaban udara

sekitar 80 %. Sekitar 50 % dari luas tanah adalah daerah persawahan, 43 %

pekarangan dan tegalan dan 7 % lain-lain.

2. Keadaan Demografis

a. Pertumbuhan Penduduk

Jumlah penduduk dalam wilayah Puskesmas II Tambak tahun

2018 berdasarkan data yang dari masing-masing desa adalah 20.437

jiwa. Terdiri dari 10.173 (49,77%) laki-laki dan 10.264 (50,23%)

perempuan. Jumlah keluarga sebanyak 6.835 dan kepadatan

penduduk 1.392 jiwa/km². Apabila dibandingkan dengan tahun


5

2017 jumlah penduduk dalam wilayah Puskesmas II Tambak

mengalami penurunan.

b. Kepadatan Penduduk

Jumlah penduduk tahun 2018 paling banyak adalah Desa

Purwodadi sebesar 6.364 jiwa, dengan kepadatan penduduk 1.701

jiwa/km2, sedangkan yang paling sedikit penduduknya adalah Desa

Pesantren sebesar 2.731 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.241

jiwa/km2. Kepadatan penduduk total wilayah Puskesmas II Tambak

adalah1.392 jiwa/km2. Penyebaran penduduk cukup merata, mulai

dari daerah yang dekat jalan raya sampai ke daerah perdesaan.


6

c. Keadaan Sosial Ekonomi

1) Tingkat Pendidikan

Jenis Kelamin Jumlah


No Jenis Pendidikan
Laki-laki Perempuan

1. Tidak Tamat SD 2,245 2,353 4,598

2. SD/MI 2,446 3,066 5,512

3. SMP/MTs 2,156 2,092 4,248

4. SMA/MA 2,335 1,978 4,313

5. SMK 353 227 580

6. Diploma II 54 61 115

7. Diploma III 303 318 621

8. Uiversitas/DIV 227 218 445

9. S2 / S3 5 0 5

Dilihat dari data pendidikan, masyarakat dalam wilayah

Puskesmas II Tambak pendidikannya masih rendah. Prosentase

tertinggi adalah yang tamat SD/MI yaitu 5.512 orang (26,97%).


7

GAMBAR 1.
Grafik Penduduk Usia 10 tahun Keatas Menurut Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan Tahun 2018

6,000 5,512

5,000 4,598
4,248 4,313
4,000

3,000

2,000

1,000 580 621 445


115 5
0
8

3. Wilayah Kerja

Wilayah kerja pada Puskesmas Tambak II terdiri dari 5 desa yaitu

Desa Pesantren (3 RW), Desa Karangpucung (5 RW), Desa Prembun

(4RW), Desa Purwodadi (4 RW), dan Desa Buniayu (4 RW), dengan jarak

tempuh terjauh dari desa ke Puskesmas 5 km.

4. Sumber Daya Kesehatan

a. Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan merupakan tenaga kunci dalam mencapai

keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Jumlah tenaga

kesehatan dalam wilayah Puskesmas II Tambak adalah sebagai berikut:

1) Tenaga Medis

Tenaga Medis atau dokter yang ada di sarana kesehatan dalam

wilayah Puskesmas II Tambak ada 2 (dua) orang dokter umum

yang bekerja di wilayah Puskesmas II Tambak atau dengan

rasio sebesar 9,78/100.000 penduduk.

2) Dokter Gigi

Dokter gigi sebanyak 1 (satu)orang atau rasio terhadap 100.000

penduduk sebesar 4,89 dan untukStandar IIS 2010, 11/100.000

penduduk.

3) Tenaga Farmasi

Tenaga farmasi pada Puskesmas II Tambak sebanyak 1 (satu)

orang atau rasio terhadap 100.000 penduduk sebesar 4,89 dan

untuk standar IIS 2010, 10/100.000 penduduk.


9

4) Tenaga Bidan

Tenaga Kebidanan jumlahnya 11 orang.Berarti ratio tenaga

bidan adalah 53,82/100.000 penduduk. Standar IIS 2010,

jumlah tenaga bidan 100/100.000 atau 16 bidan.

5) Tenaga Perawat

Tenaga perawat kesehatan yang ada di Puskesmas II Tambak

lulusan SPK ada 4 orang dan D-III Keperawatan 6 orang,

jumlah seluruhnya ada 10 orang perawat (ratio 48,93/100.000

jumlah penduduk). Standar IIS tahun 2010, adalah

117,5/100.000 penduduk (sekitar 19 perawat).

6) Tenaga Gizi

Tenaga Gizi di Puskesmas II Tambak jumlahnya1 orang,

lulusan D-III Gizi, ratio 4,8202/100.000 penduduk. Standar IIS

2010, 22/100.000 penduduk.

7) Tenaga Sanitasi

Tenaga kesehatan masyarakat ada 1 (satu) orang dengan ratio

4,791/100.000 penduduk dan untuk tenaga Sanitasi ada 1 orang

dengan pendidikan D-III dengan ratio4,89/100.000 penduduk.

Standar IIS 2010, 40/100.000 penduduk (6,5 tenaga sanitasi).


10

Tabel: Ratio Jumlah Tenaga Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk di Puskesmas II

Tambak, tahun 2016

Jumlah
Ratio per 100.000 Target IIS per
No Jenis Tenaga Tenaga
pddk 100.000 pddk
Kesh

1. Dokter Umum 2 9,7862 40

2. Dokter Spesialis 0 0 6

3. Dokter Gigi 1 4,89 11

4. Farmasi 1 4,89 10

5. Bidan 11 53,82 100

6. Perawat 10 48,93 117,5

7. Ahli Gizi 1 4,89 22

8. Sanitasi 1 4,89 40

9. Kesh. Masy 2 9,78 40

b. Sarana Kesehatan

1) Sarana Kesehatan Dengan Kemampuan Labkes

Puskesmas II Tambak adalah satu satunya sarana Kesehatan

yang mempunyai kemampuan Labkes di wilayah Tambak.

2) Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan 4 Pelayanan Dasar

Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan 4 Pelayanan Dasar tidak

ada.
11

3) Pelayanan Gawat Darurat

Pelayanan Gawat Darurat di wilayah Puskesmas II Tambak

hanya ada di Puskesmas

c. Pembiayaan Kesehatan

Penyelenggaraan pembiayaan di Puskesmas terdiri dari

operasional umum, BPJS, Jamkesmas, Jamkesda dan dana BOK.

Semua anggaran ini tujuannya adalah agar semua program kesehatan

di puskesmas bisa berjalan sesuai yang diharapkan dan bisa mencapai

target target yang telah ditentukan. Oleh karena itu semua anggaran

ini saling melengkapi satu sama lain.

Anggaran dana operasional umum di Rencana Kerja Anggaran

tahun 2018berasal dari APBD KAB/KOTA yaitu belanja langsung

(BLUD) sebesar 1.128.568.606 dan dari penambahan operasional

sebesar 252.271.000 dan dari APBN (Dana Alokasi Khusus) sebesar

520.000.000 (lima ratus dua puluh juta rupiah).

B. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat

1. Mortalitas

Angka kematian dapat dipergunakan untuk menilai derajat kesehatan

masyarakat di wilayah tertentu dalam waktu tertentu. Disamping untuk

mengetahui derajat kesehatan, juga dapat digunakan sebagai tolok ukur

untuk menilai tingkat keberhasilan dari program pembangunan kesehatan

dan pelayanan kesehatan di suatu wilyah tertentu.Angka kematian

berdasarkan data yang dihimpun dari berbagai sumber dipaparkan sebegai

berikut dibawah ini.


12

a. Angka Kematian Bayi

Angka kelahiran hidup di wilayah Puskesmas II Tambak tahun

2018 adalah 306 (156 laki-laki dan149 perempuan). Sedangkan kasus

bayi mati ada ditemukan 2 bayi. Berarti angka kematian bayi (AKB)

di wilayah Puskesmas II Tambak adalah 6,8per 1.000 kelahiran hidup.

Jika dibandingkan dengan AKB Puskesmas II Tambak tahun

2017yaitu 9,7/1.000 kelahiran maka terjadi penurunan menjadi

6,8/1000kelahiran hidup. Dan jika dibandingkan dengan target

Millenium Development Goals (MDGS) tahun 2015 sebesar 17/1000

kelahiran hidup maka AKB di Puskesmas II Tambak termasuk baik

karena telah melampaui target.

Grafik Angka Kematian Neonatal,bayi Dan


Balita Per 1000 Kelahiran Hidup Di
Puskesmas Ii Tambak Tahun 2014-2018
16
15
14
12
10 9.7
9.5
8
6.8
6 6.1
4
2
0
2014 2015 2016 2017 2018

b. Angka Kematian Ibu

Angka Kematian Ibu (AKI) adalah kematian yang terjadi pada ibu

karena peristiwa kehamilan, persalinan, dan masa nifas.Pada tabel 6

dapat dilihat bahwa angka kematian ibu (AKI) tahun 2018 terdapat 2

kasus, tahun 2017 tidak ada kasus, sedangkan tahun 2016 terdapat 1

kasus, pada tahun 2015 terdapat 1 kasus, Tahun 2014 tidak ada kasus.
13

c. Angka Kematian Balita

Dilihat dari tabel 5 angka kematian balitapada tahun 2018 terdapat 1

kasus, pada tahun 2017 terdapat 2 kasus sedangkan tahun 2016 ada

5,pada tahun 2015 ada 3, tahun 2014ada 3.Ini menunjukan adanya

penurunan angka kematian balita di wilayah puskesmas II Tambak.

2. Morbiditas

a. Malaria

Pada tahun 2018 ditemukan kasus malaria positif maupun

malaria klinis sebanyak 1 kasus di desa Buniayu. Sedangkan pada

tahun 2017 ada 1 kasus, pada tahun2016 ada 1 kasus, tahun 2014 dan

2015 tidak ditemukan kasus malaria. Kasus malaria terakhir pada

tahun 2010 ditemukan malaria klinis sebanyak 32 atau 1,61 per 1000

penduduk. Positif malaria 3 kasus (1,6/1000 pddk) atau 9 % dari

jumlah malaria klinis dan semua mendapatkan pengobatan.

b. TB Paru

Jumlah penemuan TB Paru BTA positif tahun 2018 sebanyak

10 kasus atau CNR 48,93/100.000 penduduk.Kasus TB Paru BTA

positif diobati 10, sembuh 5, pengobatan lengkap 1. Dengan angka

kesuksesan (seccess rate/sr) 60%.Tahun 2017 sebanyak 8 kasus atau

CNR 38,56/100.000 penduduk, Tahun 2016 sebanyak 4 kasus atau

CDR 38,33/100.000 penduduk, 2015 adalah 6 kasus atau CDR

28/100.000 penduduk, tahun 2014adalah sebanyak 6 kasus atau CDR

35/100.000 penduduk.
14

c. HIV/AIDS

Kasus HIV tidak pernah ada yang terdeteksi dalam wilayah

kerja atau tidak pernah ada kasus positif HIV.Hal ini tidak bisa

menunjukan secara pasti tidak adanya kasus HIV, sebab bisa

dimungkinkan ada kasus tetapi tidak karena pemeriksaan laborat

untuk penderita HIV sementara baru dilakukan pada klinik VCT atau

di PMI pada waktu donor darah.Dan Puskesmas selaku yang

mempunyai wilayah belum pernah mendapatkan tembusan hasil

pemeriksaan laborat dari klinik VCT maupun PMI karena laporan

langsung ke tingkat kabupaten.

4) Acute Flaccid Paralysis (AFP)

Tidak ditemukan kasus AFP dalam wilayah kerja Puskesmas II

Tambak tahun 2018 maupun tahun sebelumnya. Hal ini dapat

dijadikan indikator keberhasilan program, baik program immunisasi

polio maupun program penemuan penderita AFP. Namun demikian

kita harus tetap waspada akan terjadinya AFP.

5) Demam Berdarah Dengue (DBD)

Dari tabel 21 yaitu kasus DBD pada tahun 2018 tidak

ditemukan kasus DBD, pada tahun 2017 ditemukan 3 kasus atau

14,5/100.000 penduduk sedangkan pada tahun 2016 ditemukan 7

kasus atau 33/100.000 penduduk. Pada tahun 2015ditemukan 3 kasus

(14,4/100.000 pddk), pada tahun 2014 ditemukan4 kasus

(21,2/100.000 pddk), Hal ini menunjukan terjadinya penurunan kasus

DBD pada tahun 2018.Ini perlu diwaspadai terutama masalah


15

penularan penyakit DBD ini terkait erat dengan masalah lingkungan.

Program pemberantasan sarang nyamuk tentunya perlu ditingkatan

lagi selain dilakukan fogging apabila terjadi kasus DBD di wilayah

tertentu.

3. Status Gizi

Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi di Posyandu melalui

penimbangan rutin tahun 2018, diperoleh hasil sebagai berikut :

a. Jumlah balita yang ada : 1.336 anak

b. Jumlah balita ditimbang :1050 anak (78,59%)

c. Jumlah balita yang naik BB-nya : 802 anak (76,38%)

d. Jumlah BGM :11 anak (1,3%)

e. Jumlah Gizi buruk : 1 anak (0,07%).

Dari hasil tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa balita yang

ditimbang pada tahun 2018 mencapai78,59%. Ini menunjukan

penurunanapabila dibandingkan tahun 2017 yang mencapai 78,93%. Angka

balita yang naik berat badanya mencapai 76,38%, ini menunjukan terjadi

kenaikan apabila dibandingkan dengan tahun 2017 yang mencapai 77,94%.

Angka BGM mencapai 1,3%dan baik karena masih jauh dari angka 15%

sebagai angka batasan maksimal BGM. Hal ini menunjukan bahwa program

gizi sudah cukup berhasil, namun demikian perlu ditingkatkan kinerja

posyandu terutama untuk mengaktifkan peran serta untuk meningkatkan

angka kehadiran balita di masing-masing posyandu.


16

C. Situasi Upaya Kesehatan

1. Pelayanan Kesehatan Dasar

a. Pelayanan K-4

Berdasarkan tabel 29, Ibu hamil di wilayah Puskesmas II

Tambak tahun 2018 adalah 336 ibu hamil dan yang mendapat

pelayanan K-4 sebesar 309 atau 92,0%. Apabila dibandingkan

dengan tahun 2017jumlah ibu hamil adalah 362 dan yang mendapat

pelayanan K-4 sebesar 298 atau 82,3%. Pada tahun 2016 jumlah ibu

hamil adalah 349, yang mendapat pelayanan K-4 adalah sebesar

105,4% ibu hamil sedangkan pada tahun 2015 yang mendapatkan

pelayanan K-4 adalah 98,8% maka pada tahun 2018 mengalami

kenaikandibandingkan tahun lalu. Dari data ini menunjukan bahwa

cakupan ibu hamil K-4 belummemenuhi standar pelayanan minimal

(SPM) yaitu sebesar 95%.

b. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (Nakes)

Pertolongan persalilan oleh Nakes memang diharapkan bisa

mencapai 100% pada tahun 2018 belum mencapai target SPM. Jumlah

ibu hamil diwilayah Puskesmas II Tambak tahun 2018 adalah 336 dan

ibu bersalin ditolong Nakes adalah 298 atau 94,9%.

Prosentase angka persalinan ditolong Nakes mengalami

kenaikan apabila dibandingkan tahun 2017 yaitu 302. Prosentase yang

ditolong oleh tenaga kesehatan mengalami kenaikan karena pada

tahun 2017 yang ditolong oleh Nakes prosentasenya mencapai

87,28%, Bila dibandingkan dengan Standar Pelayanan Minimal tahun

2018 sebanyak 100% angka ini berarti belum mencapai target


17

Gambar 4

Prosentase Pertolongan Persalinan Oleh Nakes Tahun 2014– 2018

Chart Title
105

101
100 100

95 94.9

90 90
87.25
85

80
2014 2015 2016 2017 2018

c. Pelayanan Ibu Nifas

Cakupan pelayanan pada ibu nifas pada Puskesmas II Tambak

tahun 2018 sebanyak 298 ibu nifas atau 94,9% bila dibandingkan

tahun lalu mengalami kenaikan, dan belum mencapai target SPM

tahun 2018sebesar 100 %.

d. Ibu Hamil Mendapat Tablet Fe

Program Penanggulangan Anemia dengan pemberian tablet FE

3 (90 tablet Fe) kepada ibu hamil selama periode kehamilannya.

Selain itu juga dilakukan dengan pemberian preparat Fe yang

bertujuan untuk menurunkan angka anemia pada balita, remaja putri

dan wanita usia subur (WUS). Cakupan ibu hamil yang mendapat

tablet Fe 1 (30 tablet) tahun 2018 sebanyak 99,70%, sedangkan untuk

Fe 3 (90 tablet) sebanyak 91,9%.


18

e. Pelayanan Keluarga Berencana

Pelayanan Keluarga Berencana (KB) tingkat keberhasilannya

dapat dilihat dari jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) yang menjadi

peserta KB baru dan peserta KB aktif. Hal ini dapat dilihat dari tabel

36 yang menggambarkan jumlah PUS yang menjadi peserta KB baru

serta prosentase penggunaan alat kontrasepsi. Berdasarkan tabel

tersebut dapat dilihat bahwa jumlah PUS diwilayah Puskesmas II

Tambaktahun 2018 sebanyak 3.458. Sedangkan tahun2017 sebanyak

3.613, pada tahun 2016 sebanyak 3.485, dan pada tahun 2015

sebanyak 3.306 danpeserta KB baru tahun 2018 sebanyak 436 atau

12,6% , pada tahun 2017 sebanyak 678 atau 18,8%, sedangkan tahun

2016 sebanyak 442 atau 12,7% dan untuk tahun 2015 sebanyak 446

atau 13,5%.

Sedangkan untuk peserta KB aktif tahun 2018 sebanyak 2.697

atau 78%, pada tahun 2017 sebanyak 2.877 atau 79,6% sedangkan

tahun 2016 sebanyak 2.729 atau 78,3%. Dan tahun 2015 sebanyak

2.516 atau 76,1% maka peserta KB aktif di wilayah Puskesmas II

Tambak mengalami penurunan disbanding tahun lalu.

f. Pelayanan Immunisasi

Pelayanan Immuniasi tingkat keberhasilannya dapat dilihat

dari tercapainya UCI disetiap desa. Untuk wilayah Puskesmas II

Tambak dari tahun 2014 sampai tahun 2018 target UCI untuk setiap

desa selalu tercapai atau 100% desa telah mencapai target UCI.
19

2. Pelayanan Kesehatan Puskesmas, Rujukan dan Penunjang

Dalam pelayanan kesehatan Puskesmas merupakan tempat pelayanan

kesehatan dasar sebagai tempat pelayanan yang paling bersentuhan

langsung dengan masyarakat. Tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan

dapat dilihat dari prosentase kunjungan pasien ke tempat pelayanan

kesehatan dalam hal ini Puskesmas.

Jumlah kunjungan rawat jalan tahun 2018 berdadarkan table 54

adalah sebanyak 31.472 atau 154% dari jumlah penduduk. Untuk

kunjungan rawat inap tahun 2018 sebanyak 952 atau 4,7% dari jumlah

penduduk dan pada tahun 2017 sebanyak 933 atau 4,6% dari jumlah

penduduk.

3. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

a. Pencegahan dan Pemberantasan Polio

Pencegahan penyakit polio diantaranya adalah dengan

immunisasi polio. Untuk pencapaian immunisasi polio wilayah

Puskesmas II Tambak sudah cukup baik. Sedangkan penemuan

penderita polio tidak pernah ditemukan diwilayah Puskesmas II

Tambak selama 5 tahun terakhir ini atau AFP rate nol. Hal ini juga

menunjukan hasil yang baik.

b. Pencegahan dan Pemberantasan TB Paru

Penyakit TB Paru adalah penyakit menular yang sangat

berbahaya, namun demikian pada saat ini TB Paru merupakan

penyakit yang sudah ada obatnya dan pemerintah telah menyediakan

obat paket TB Paru secara gratis. Berdasarkan data pada tabel 7, 8, 9


20

kasus TB Paru BTA+ tahun 2018 adalah sebanyak 10 kasus atau

48,93/100.000 penduduk, jumlah seluruh kasus TB Paru adalah 18

kasus, BTA+ diobati sebanyak 10kasus. Angka kesembuhan adalah 5

atau 50%, pengobatan lengkap 1 kasus atau 10% dan angka

keberhasilan pengobatan adalah 60%.

c. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA

Dari tabel 10, angka perkiraan pneumonia di wilayah

Puskesmas II Tambak tahun 2018 adalah 202 balita sedangkan jumlah

ditemukan dan ditangani sebanyak 31 balita atau 15,34%. Sedangkan

pada tahun 2017 adalah sebanyak 43 balita yaitu 15,24% dari jumlah

perkiraan penderita 282 balita. Sedangkan tahun 2016 adalah

130balita atau 7,3% dari jumlah balita yang ada yaitu sebanyak 1.300

balita.Sedangkan angka penemuan pnemonia untuk balita th 2016

adalah 96 kasus atau 28,35% dari angka perkiraan 130 balita. Semua

balita pnemonia yang ditemukan 100% ditangani oleh Puskesmas.

d. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV – AIDS

Pencegahan penyakit HIV-AIDS yang dilakukan dengan cara

memberikan edukasi yang benar melalui penyuluhan tentang segala

sesuatu yang berhubungan dengan penyakit HIV-AIDS. Hal ini

terutama ditujukan pada generasi muda terutama disekolah-sekolah

dengan cara penyuluhan. Penyuluhan ini dilakukan dengan kegiatan

UKS lainnya misalnya pemeriksaan kesehatan anak sekolah.

Sedangkan untuk pemberantasan penyakit HIV-AIDS upaya yang

dilakukan adalah dengan merujuk ke klinik VCT yang ada di RSUD

Banyumas maupun RS. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.


21

Selama ini belum pernah ada kasus HIV-AIDS yang ditemukan

di wilayah Puskesmas II Tambak. Hal ini bukan berarti tidak pernah

ada kasus, tetapi mungkin juga ada kasus tetapi langsung ditangani

oleh rumah sakit, sehingga Puskesmas tidak mempunyai data tentang

pasien HIV-AIDS yang ditemukan di Klinik VCT rumah sakit. Hal

ini dilakukan biasanya mengingat etika untuk menjaga kerahasiaan

pasien untuk privasi dan menjaga keresahan masyarakat dalam

menyikapi kasus HIV-AIDS tersebut.

e. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD

Penyakit Demam Berdarah (DBD) adalah penyakit yang

disebabkan oleh Virus Dengue yang penyebarannya melalui vektor

nyamuk aedes aygypti. Penyakit ini mempunyai ciri khas tersendiri

dan spesifik bila dibanding dengan nyamuk yang lain. Diantara ciri

yang menonjol adalah nyamuk ini menggigit pada siang hari, dan suka

hidup dan bertelur pada air yang jernih yang tidak berhubungan

langsung dengan tanah. Upaya pemberantasan penyakit demam

berdarah yang dilakukan adalah :

1) Peningkatan kegiatan surveylan penyakit dan vektor

2) Diagnosis dini dan pengobatan dini

3) Peningkatan upaya pemberantasan vektor DBD.

Dengan peningkatan kegiatan surveylan yang baik maka dapat

dianalisa dengan baik kapan saat munculnya penyakit DBD yang

perlu diwaspadai dan ditindaklanjuti. Diagnosis dini, selanjutnya

pengobatan dini juga sangat menentukan dalam menekan angka

kesakitan dan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit DBD.

Tidak kalah pentingnya adalah upaya pemberantasan vektor DBD


22

yang bisa dilakukan dengan berbagai cara dan bisa dilakukan oleh

masyarakat sendiri, diantaranya adalah dengan PSN, 3M, ataupun

dengan membunuh nyamuk dewasa yaitu dengan fogging atau

pengasapan bila terjadi kasus DBD di daerah tertentu. Fogging ini

juga bisa dilakukan dengan biaya swadaya dari masyarakat.

Penemuan kasus DBD diwilayah Puskesmas II Tambak tahun

2018 tidak ada kasus DBD, sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 3

kasus atau ICR 14,5/100.000 penduduk. Sedangkan tahun 2016

sebanyak 7 kasus sedangkan pada tahun 2015 ditemukan 3 kasus DBD

atau incidence rate per 100.000 penduduk adalah 14,4%.

f. Pengendalian Penyakit Malaria

Malaria disebabkan oleh parasit yang disebut Plasmodium yang

ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles yang telah terinfeksi.

Dalam tubuh manusia parasit berkembangbiak dalam hati dan

kemudian menginfeksi sel darah merah.Intervensi kunci dalam

mengendalikan malaria adalah :

1) Pengobatan yang cepat dan efektif

2) Penggunaan kelabu pada orang yang berisiko tertular

3) Pengendalian nyamuk vektor dengan penyemprotan insektisida.

Pada tahun 2018 angka kesakitan malaria positif di wilayah

Puskesmas II Tambak adalah 1 kasus, sedangkan 2017 angka

kesakitan malaria positif di wilayah Puskesmas II Tambak adalah 1

kasus. Pada tahun 2016angka kesakitan malaria positif di wilayah

Puskesmas II Tambak adalah 1 kasus, sedangkan pada tahun 2015

angka kesakitan malaria positif di wilayah Puskesmas II Tambak


23

adalah nihil, malaria klinis juga nihil. Pada Tahun 2012 dan 2013 juga

tidak ditemukan kasus malaria positif.

g. Penyelenggaraan Penyelidikan Epidemologi dan Penanggulangan

KLB

Berdasarkan data yang adapada Puskesmas II Tambak tahun

2018 nihil tidak ada kasus, sedangkan pada tahun 2017ditemukan

kasus DBD di Desa Karangpucung 2 kasus dan dapat ditangani dalam

waktu kurag dari 24 jam dan tidak mengakibatkan kematian. Tahun

2016 ditemukan 1 kasus DBD yaitu di Desa Buniayu dan dapat

ditangani kurang dari 24 jam dan tidak menimbulkan kematian.

Sedangkan untuk tahun 2014 dan 2015 tidak ditemukan kasusDBD di

wilayah Puskesmas II Tambak. Tahun 2013 ditemukan 2 kasus DBD

yaitudi Desa Purwodadi 1 kasus dan Desa Karangpucung 1 kasus.

Keduanya dapat ditangani kurang dari 24 jam dan tidak menimbulkan

kematian.

4. Pembinaan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar

a. Pelayanan Kesehatan Lingkungan

Pelayanan kesehatan lingkungan dapat dilihat pada tabel 63.

Tahun 2018 jumlah institusi yang dibina ada 24 atau 104,3% dari

semua institusi yang ada yaitu 23. Institusi tersebut meliputi sarana

pendidikan, sarana kesehatan, dan tempat-tempat umum lainnya.

b. Pelayanan Hygiene Sanitasi Tempat Umum dan Pengolahan

Makanan (TUPM)

Pada tahun 2018 Tempat Umum di wilayah Puskesmas II

Tambak terdapat 12 dan Pengolahan Makanan (TPM) yang ada di


24

wilayah Puskesmas II Tambak sejumlah 182, dibina sejumlah 42 dan

yang memenuhi syarat hygiene sanitasi sejumlah 8 atau 4,40% dari

jumlah yang diperiksa.

c. Rumah Sehat

Hasil pencapaian pemeriksaan rumah sehat di wilayah

Puskesmas II Tambak pada tahun 2018sudah cukup baik, karena

prosentase rumah sehatdi wilayah Puskesmas II Tambak sudah

mencapai 79,88% (425 rumah) dari seluruh rumah yang diperiksadan

dibina(518 rumah). Sedangkan jumlah keseluruhan yang ada adalah

4.867 rumah.

5. Perbaikan Gizi Masyarakat

a. Pemantauan Pertumbuhan Balita

Data pemantauan pertumbuhan balita dapat dilihat pada tabel 47, data

tahun 2018 adalah sebagai berikut :

1) Jumlah balita yang ada : 1.336anak

2) Jumlah balita ditimbang :1050 anak (78,59%)

3) Jumlah balita yang naik BB-nya : 802anak (76,38%)

4) Jumlah BGM :11 anak (1,3%)

5) Jumlah Gizi buruk : 1 anak (0,07%).

Jika dilihat dari data tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa

tingkat partisipasi masyarakat (D/S) adalah78,59% jika dibandingkan

dengan tahun 2017 (78,93%) mengalami penurunansebesar 0,34%.

Sedangkan untuk jumlah BGM tahun2018 ditemukan 11 anak atau

1,3% dan pada tahun 2017 ditemukan 7 anak balita atau 0,7% dan

mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2016 sebanyak


25

20 anak atau 1,8%. Sedangkan balita gizi buruk ditemukan 1 balita

selama tahun 2016 atau 0,07% dan pada tahun 2015 juga ditemukan 1

balita gizi buruk.

b. Pemberian Kapsul Vitamin A

Vitamin A, yang juga dikenal dengan nama retinol, merupakan

vitamin yang berperan dalam pembentukkan indra penglihatan yang

baik, terutama di malam hari, dan sebagai salah satu komponen

penyusun pigmen mata di retina. Selain itu, vitamin ini juga berperan

penting dalam menjaga kesehatan kulit dan imunitas tubuh. Sumber

makanan yang banyak mengandung vitamin A, antara

lain susu, ikan, sayur-sayuran (terutama yang berwarna hijau dan

kuning), dan juga buah-buahan (terutama yang berwarna merah dan

kuning, seperti cabai merah, wortel, pisang, dan pepaya).

Namun demikian konsumsi vitamin A yang alami kadang masih

kurang dan untuk mengatasi kekurangan vitamin A pada balita maka

diberikan kapsul vitamin A dosis tinggi pada Balita yang diberikan

setahun 2 kali yaitu pada bulan Februari dan Agustus. Data profil

tahun 2018 angka pencapaian pemberian Vitamin A pada bayi dan

balita dapat dilihat pada table 44. Bayi 6-11 bulan sejumlah 111

(100%) bayi mendapat kapsul Vit A 1 kali dan balita 12-59 bulan

sejumlah 989 (100%) balita mendapat Vit A 2 kali. Sedangkan balita

6-59 bulan sejumah 1.100 dan angka pencapaiannya juga 100%.


26

c. Pemberian Tablet Besi (Fe)

Zat besi adalah mineral yang dibutuhkan untuk membentuk sel

darah merah (hemoglobin). Selain itu, mineral ini juga berperan

sebagai komponen untuk membentuk mioglobin (protein yang

membawa oksigen ke otot), kolagen (protein yang terdapat di tulang,

tulang rawan, dan jaringan penyambung), serta enzim. Zat besi juga

berfungsi dalam sistim pertahanan tubuh.

Saat hamil, kebutuhan zat besi sangat meningkat. Beberapa

literatur mengatakan kebutuhan tersebut mencapai dua kali lipat dari

kebutuhan sebelum hamil. Hal ini terjadi karena selama hamil, volume

darah meningkat sampai 50%, sehingga perlu lebih banyak zat besi

untuk membentuk hemoglobin. Selain itu, pertumbuhan janin dan

plasenta yang sangat pesat juga memerlukan banyak zat besi.

Berdasarkan tabel 32, jumlah ibu hamil di wilayah Puskesmas II

Tambak tahun 2018 sebanyak 336 ibu hamil dan yang mendapatkan

tablet Fe 1 (30 tablet) sebanyak 335 atau 99,70% sedangkan yang

mendapat tablet Fe 3 (90 tablet) sebanyak 309 atau 91,96%. Bila

dibandingkan dengan tahun 2017 angka ini menunjukan kenaikan

karena pada tahun 2017 dari jumlah ibu hamil 355 dan yang

mendapatkan tablet Fe 90 tablet adalah sebanyak 298 atau 83,94%.


27

III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan


Masalah merupakan kesenjangan antara realitas dan keinginan dan adanya

upaya untuk menyelesaikan kesenjangan tersebut, dalam permasalahan terbagi

dalam bentuk input, proses, dan output.

Berdasarkan kriteria masalah tersebut, kami merumuskan 10 daftar

permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan yang paling sering dijumpai

pada Puskesmas Tambak II pada bulan November 2019 yaitu :

1. ISPA

2. Hipertensi

3. Dermatitis

4. Myalgia

5. Dispepsia

6. Febris

7. Diare

8. Cepalgia

9. Pharingitis

10. Arthritis
28

B. Penentuan Prioritas Masalah


Penentuan prioritas masalah di wilayah kerja Puskesmas II Tambak

dengan menggunakan metode Hanlon Kuantitatif dengan empat kelompok

kriteria, yaitu:

1. Kelompok kriteria A : besarnya masalah (magnitude of the


problem)
2. Kelompok kriteria B : kegawatan masalah, penilaian terhadap
dampak, urgensi dan biaya
3. Kelompok kriteria C : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu
penilaian terhadap tingkat kesulitan
penanggulangan masalah
4. Kelompok kriteria D : PEARL factor, yaitu penilaian terhadap
propriety, economic, acceptability,
resources availability, legality
Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di
Puskesmas II Tambak adalah sebagai berikut:
1. Komponen A (besarnya masalah)
Tabel 3.1 Presentase populasi dengan masalah kesehatan

Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari

banyaknya penduduk yang memiliki masalah kesehatan. Skor yang

diberikan pada setiap masalah kesehatan disesuaikan dengan tabel di

atas.
29

Tabel 3.2 Kriteria A Hanlon Kuantitatif


No Penyakit Persentase Kategori Skor A
1 ISPA 12,91% 10 – 24.9% 8
2 Hipertensi 4,41% 1 – 9,9 % 6
3 Dermatitis 4,13% 1 – 9,9 % 6
4 Myalgia 3,99% 1 – 9,9 % 6
5 Dispepsia 2,76% 1 – 9,9 % 6
6 Febris 2,37% 1 – 9,9 % 6
7 Diare 2,07% 1 – 9,9 % 6
8 Cepalgia 2,02% 1 – 9,9 % 6
9 Pharingitis 1,78% 1 – 9,9 % 6
10 Arthritis 1,52% 1 – 9,9 % 6

Sumber : Data Sekunder Puskesmas II Tambak

2. Komponen B (Kegawatan Masalah)


Tabel 3.3 Presentase Kegawatan Dengan Masalah Kesehatan
Urgency Severity Cost Score
Very urgent Very severe Very costly 10
Urgent Severe Costly 8
Some urgency Moderate Moderate cost 6
Little urgency Minimal Minimal cost 4
No urgency None No cost 2
Untuk menentukan kegawatan masalah maka diukur dari seberapa

cepat masalah kesehatan tersebut harus ditangani (urgency), seberapa

cepat masalah kesehatan tersebut dapat menyebabkan kematian (severity),

dan seberapa besar biaya penagnggulangan masalah kesehatan tersebit


30

(cost). Skor yang diberikan pada setiap masalah kesehatan disesuaikan

dengan tabel di atas.

Tabel 3.4 Kriteria B Hanlon Kuantitatif


No Penyakit Kegawatan Urgensi Biaya Skor B Rata-Rata
1 ISPA 2 2 4 8 2,7
2 Hipertensi 8 8 6 22 67,3
3 Dermatitis 2 4 4 10 3,3
4 Myalgia 2 2 4 8 2,7
5 Dispepsia 4 6 4 14 4,7
6 Febris 6 6 4 16 5,3
7 Diare 6 6 6 18 6
8 Cepalgia 4 4 4 12 4
9 Pharingitis 4 4 4 12 4
10 Arthritis 6 4 4 14 4,7
S
Sumber : Data Sekunder Puskesmas II Tambak

3. Komponen C (Ketersediaan Solusi Masalah)

Tabel 3.5 Presentase ketersediaan solusi terhadap masalah kesehatan


31

Untuk menentukan kegawatan masalah maka diukur dari seberapa

cepat masalah kesehatan tersebut harus ditangani (urgency), seberapa

cepat masalah kesehatan tersebut dapat menyebabkan kematian (severity),

dan seberapa besar biaya penagnggulangan masalah kesehatan tersebit

(cost). Skor yang diberikan pada setiap masalah kesehatan disesuaikan

dengan tabel di atas.

Tabel 3.6 Kriteria C Hanlon Kuantitatif


No Penyakit Skor C
1 ISPA 6
2 Hipertensi 4
3 Dermatitis 4
4 Myalgia 4
5 Dispepsia 4
6 Febris 6
7 Diare 2
8 Cepalgia 4
9 Pharingitis 2
10 Arthritis 2

Sumber : Data Sekunder Puskesmas II Tambak

4. Komponen D (PEARL factor)


Propriety : kesesuaian program dengan masalah (1/0)
Economic : apakah secara ekonomi bermanfaat (1/0)
Acceptability : apakah bisa diterima masyarakat (1/0)
Resourcesavailability : Adakah sumber daya untuk menyelesaikan
masalah (1/0)
Legality : Tidak bertentangan dengan aturan hukum yang
ada (1/0)
32

Tabel 3.7 Kriteria P.E.A.R.L. Hanlon Kuantitatif

Masalah P E A R L Hasil
ISPA 1 1 1 1 1 1
Hipertensi 1 1 1 1 1 1
Dermatitis 1 1 1 1 1 1
Myalgia 1 1 1 1 1 1
Dispepsia 1 1 1 1 1 1
Febris 1 1 1 1 1 1
Diare 1 1 1 1 1 1
Cepalgia 1 1 1 1 1 1
Pharingitis 1 1 1 1 1 1
Arthritis 1 1 1 1 1 1

Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai


tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
a. Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C
b. Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D
33

Tabel 3.8 Penetapan Prioritas Masalah


Masalah A B C D NPD NPT Prioritas
kesehatan
ISPA 8 8 6 1 96 96 2
Hipertensi 6 22 4 1 112 112 1
Dermatitis 6 10 4 1 64 64 5
Myalgia 6 8 4 1 56 56 6
Dispepsia 6 14 2 1 40 40 7
Febris 6 16 4 1 80 80 3
Diare 6 18 4 1 96 96 2
Cepalgia 6 12 4 1 72 72 4

Pharingitis 6 12 2 1 36 36 8
Arthritis 6 14 2 1 40 40 7

Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan

prioritas masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Hipertensi
2. ISPA
3. Diare
4. Febris
5. Cepalgia
6. Dermatitis
7. Myalgia
8. Dispepsia
9. Arthritis
10. Faringitis
34

IV. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Hipertensi dikenal juga sebagai tekanan darah tinggi. Berdasarkan

JNC VII, seseorang dikatakan hipertensi bila tekanan sistolik yang menetap

di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik yang menetap di atas 90 mmHg

(The Eight Joint National Commitee, 2014; Sapitri et al., 2016). Hipertensi

adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum,

hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang

abnormal tinggi didalam arteti menyebabkan meningkatnya resiko tekanan

stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal

(LIPI UPT, 2009).

B. Faktor Risiko

Faktor-faktor yang mempengaruhi hiertensi antara lain (ESH dan

ESC, 2013; Yogiantoro. 2009)

1. Genetik

Peran faktor genetik terhadap hipertensi esensial dibuktikan

bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita

kembar monozigot dari pada heterozigot, apabila salah satu diantara

menderita hipertensi. Riwayat keluarga dengan hipertensi memberikan

resiko terkena hipertensi sebanyak 75%.

2. Usia

Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia.

Lansia sering mengalami hipertensi yang disebabkan oleh kekauan

arteri (Mardiana, 2014). Batasan usia lanjut usia menurut WHO


35

dibagi dalam empat tahapan yaitu: usia pertengahan (middle age) usia

45-59 tahu, lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun, lanjut usia tua (old)

usia 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) > 90 tahun.

Hipertensi pada lansia berkaitan dengan elastisitas pembuluh

darah yang berkurang. Usia merupakan faktor resiko yang tidak dapat

diubah. Insiden hipertensi meningkat dengan pertambahan umur

(Oktora, 2007). Kumar (2005) juga menyatakan bahwa pertambahan

umur meningkatkan tekanan darah. Pada usia 45 tahun dinding arteri

akan mengalami penebalan karena adanya penumpukan zat kolagen di

lapisan otot yang menyebabkan penyempitan dan kekakuan. Tekanan

darah sistolik akan meningkat karena kelenturan pembuluh darah

besar berkurang karena pengaruh umur hingga dekade ketujuh

sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai dengan dekade

kelima kemudian menetap atau cenderung menurun (Saputra, 2013).

Peningkatan umur menyebabkan beberapa perubahan fisiologis,

yaitu penyempitan pembuluh darah yang mengakibatkan resistensi

perifer dan aktifitas simpatik. Refleks baroreseptor pada usia lanjut

mengalami penurunan sensitivitas (Saputra, 2013). Pada usia lanjut

ginjal juga mengalami penurunan aliran dan laju filtrasi glomerulus.

3. Jenis kelamin

Komplikasi hipertensi meningkat pada seseorang dengan jenis

kelamin laki-laki.

4. Obesitas
36

Adanya penumpukan lemak terutama pada pembuluh darah

mengakibatkan penurunan tahanan perifer sehingga meningkatkan

aktivitas saraf simpatik yang mengakibatkan peningkatan

vasokontriksi dan penurunan vasodilatasi dimana hal tersebut dapat

merangsang medula adrenal untuk mensekresi epinerpin dan

norepineprin yang dapat menyebabkan hipertensi.

5. Hiperkolesterol

Lemak pada berbagai proses akan menyebabkan pembentukan

plaque pada pembuluh darah. Pengembangan ini menyebabkan

penyempitan dan pengerasan yang disebut aterosklerosis.

6. Asupan Garam

Kerusakan ekskresi natrium ginjal merupakan perubahan

pertama yang ditemukan pada proses terjadinya HT. Retensi

Na+ diikuti dengan ekspansi volume darah dan kemudian peningkatan

output jantung. Autoregulasi perifer meningkatkan resistensi

pembuluh darah perifer dan berakhir dengan HT.

7. Rokok

Tiap rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia, dan

hampir 200 diantaranya beracun. Racun utama pada rokok adalah

sebagai berikut (Setyanda et al., 2015):

a. Nikotin

Komponen ini paling banyak dijumpai di dalam rokok. Nikotin

merupakan alkaloid yang bersifat stimulant dan pada dosis tinggi

beracun. Nikotin bekerja secara sentral di otak dengan


37

mempengaruhi neuron dopaminergik yang akan memberikan efek

fisiologis seperti rasa nikmat, tenang dan nyaman dalam sesaat.

b. Karbonmonoksida (CO)

Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang

terdapat dalam sel darah merah, lebih kuat dibandingkan oksigen,

sehingga setiap ada asap tembakau, disamping kadar oksigen udara

yang sudah berkurang, ditambah lagi sel darah merah akan semakin

kekurangan oksigen karena yang diangkut adalah CO dan bukan

oksigen.

c. Tar

Tar merupakan komponen padat asap rokok yang bersifat

karsinogen. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga

mulut dalam bentuk uap padat. Setelah dingin, tar akan menjadi

padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan

gigi, saluran pernafasan dan paru.

Nikotin memacu pengeluaran adrenalin yang merangsang denyutan

jantung dan tekanan darah. Selain itu rokok mengandung karbon

monoksida yang memiliki kemampuan lebih kuat dari pada Hb

dalam menarik oksigen. Sehingga jaringan kekurangan oksigen

termasuk ke jantung. Semakin lama seseorang memiliki kebiasaan

merokok, maka semakin tinggi kemungkinan menderita hipertensi

(Bonow et al., 2008; Sani, 2005).


38

8. Alkohol

Penggunaan alkohol atau etanol jangka panjang dapat

menyebabkan peningkatan lipogenesis (terjadi hiperlipidemia) sintesis

kolesterol dari asetil ko enzim A, perubahan seklerosis dan fibrosis

dalam arteri kecil.

9. Stres psikologis

Stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan

katekolamin yang tinggi, yang bersifat memperberat kerjaya arteri

koroner sehingga suplay darah ke otot jantung terganggu. Stres dapat

mengaktifkan saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah

secara intermiten.

C. Etiologi

Berdasarkan etiologinya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua

golongan, yaitu (The Eight Joint National Commitee, 2014):

1. Hipertensi primer/essensial

Sekitar 80-95% hipertensi jenis ini tidak diketahui penyebabnya.

Hipertensi jenis ini dipengaruhi oleh multifaktorial yang masing-

masing akan saling berinteraksi mengganggu hemoestasis secara

bersama (Black dan Hawks, 2005). Hipertensi jenis ini memiliki

kecenderungan faktor genetik yang kuat dan diengaruhi factor

kontribusi, seperti obesitas, merokok, konsumsialcohol, stress, dan

konsumsi garam berlebih (Sherwood, 2014).


39

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder disebabkan oleh gangguan system tubuh

lainnya, seperti system vascular (arteriosclerosis), system renal

(stenosis arteri renalis), system endokrin (hipertiroidisme), dan system

neuron (peningkatan tekanan intracranial), dan sebagainya

(Braverman dan Braverman, 2004).

D. Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi berdasarkan derajat hipertensi dibagi dalam

beberapa kategori menurut 2 klasifikasi yaitu yang Pertama, dari Seventh

Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,

Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), dan yang kedua

dari European Society of Cardiology (ESC) and European Society of

Hypertension (ESH) guidelines tahun 2013. Pembagian hipertensi

berdasarkan klasifikasinya dibagi berdasarkan tabel dibawah ini (Mancia et

al., 2013):

Tabel 4.1 Klasifikasi Hipertensi berdasarkan Derajat Hipertensi


menurut JNC 7
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 dan < 80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi Stadium 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi Stadium 2 ≥160 atau ≥100
Hipertensi Sistolik ≥140 dan <90
Terisolasi
40

Tabel 4.2 Klasifikasi Hipertensi berdasarkan Derajat Hipertensi


menurut ESC and ESH Guidelines tahun 2013
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal <120 dan <80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Prehipertensi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi Stadium 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi Stadium 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi Stadium 3 ≥180 dan/atau ≥110
Hipertensi Sistolik ≥140 dan <90
Terisolasi

E. Patomekanisme

Hipertensi merupakan penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor.

Secara fisiologis kenaikan tekanan darah diakibatkan oleh adanya

peningkatan curah jantung dan resistensi perifer total. Curah jantung

dipengaruhi oleh adanya kecepatan jantung dan isi sekuncup. Resistensi

perifer salah satunya dipengaruhi oleh jari-jari arteriol dimana hal ini

dipengaruhi oleh adanya mekanisme konstriksi dan relaksasi dari pusat

vasomotor (Sherwood, 2013).

Pusat vasomotor berada di medulla otak yang diteruskan oleh saraf

simpatis meuju ke korda spinalis dan keluar ke kolumna medulla spinalis ke

ganglia simpatis di thoraks dan abdomen . implus yang bergerak dari

vasomotor akan menyebabkan pelepasan asetilkolin di neuron preganglion

yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah kapiler

yang menyebabkan dilepaskannya norepenefrin. Norepinefrin akan

menyebabkan konstriksi pembuluh darah dan kapiler (Mancia et al., 2013).


41

Vasokonstriksi mengakibatkan penurunan darah ke ginjal hal ini

mengakibatkan ginjal melepaskan renin. Renin yang terbentuk

mengakibatkan perubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I.

angiotensin I berubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin I converting

enzyme (ACE). Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat yang

merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Aldosterone

mengakibatkan retensi Na+ yang meningkatkan volume intravaskuler

(Sylvestris, 2014).

Mekanisme pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Terdapat

sistem pengendalian cepat yaitu adanya refleks kardiovaskuler, refleks

kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat melalui atrium, arteri

pulmonalis otot polos. Pengendalian krang cepat cepat misalnya

perpindahan cairan antara sirkulasi dan kapiler dan rongga intersisial

melalui control angiotensin dan vasopressin. Pengendalian jangka panjang

yaitu dengan pertahanan jumlah cairan tubuh yang dipegang oleh berbagai

organ (Mina, 2005).

Hipertensi primer dipengaruhi oleh faktr genetic dapat menimbulkan

perubahan pada ginjal dan membrane sel, aktivitas simpatis, renin,

angiotensin, metabolism natrium, obesitas dan faktor endotel (Mina, 2005).

Faktor yang menyebabkan adanya peningkatan tekanan darah salah satunya

adalah stres. Stres yang terjadi akan merangsang kelenjar adrenal untuk

menghasilkan epinefrin yang menyebabkan adanya vasokonstriksi

pembuluh darah dan memicu timbulnya sistem renin angiotensin

aldosterone (RAA) (Corwin, 2005).


42

Perubahan struktural meliputi adanya aterosklerosis, menurunnya

elastisistas pembuluh darah, penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah

yang menyebabkan distensi. Aorta dan arteri besar kan mengalami

penurunan akomodasi volume sekuncup, yang berakibat pada penurunan

curah jantung dan meningkatkan tahanan perifer.

Pathogenesis terjadinya hipertensi pada usia lanjut dan dewasa dapat

diakibatkan oelh beberapa faktor yang dimiliki. Faktor-faktor tersebut

adalah (Geriatri, 2012).

1. Perubahan dinding aorta dan pembuluh darah yang menyebabkan

peningkatan pada tekanan darah. Peningkatan tekanan ini

mengakibatkan penebalan dinding ventrikel kiri sebagai upaya

kompensasi.

2. Hipertrofi ventrikel akan terjadi akibat penambahan beban kerja

jantung.

3. Penurunan fungsi ginjal yang mengakibatkan penurunan pelepasan

renin, sehingga sistem RAA bukan merupakan utama hipertensi pada

usia lanjut.

4. Peningkatan sensitivitas terhadap Na+.

5. Terjadi perubahan pengendalian sistem simpatis vaskular yaitu

melalui α adrenergic masih menunjukkan adanya respon namun β

adrenergic mengalami penurunan respon.

6. Disfungsi endotel yang mengakibatkan penurunan elastisitas

pembuluh darah yang mengakibtakan penngkatan resistensi pembuluh

darah perifer.
43

7. Penurunan sensitivitas baroreseptor dan volume plasma yang

mengakibatkan adanya hipotensi ortostatik.

Proses ateroskelrosis.

F. Diagnosis

Pada anamnesis, sebagian besar pasien hipertensi bersifat

asimptomatik. Beberapa pasien datang dengan keluhan berupa sakit kepala,

rasa seperti 8 berputar, atau penglihatan kabur. Hal yang dapat memberikan

kecurigaan ke arah hipertensi sekunder antara lain yaitu penggunaan obat-

obatan seperti kontrasepsi hormonal, kortikosteroid, dekongestan maupun

NSAID, sakit kepala paroksismal, berkeringat atau takikardi serta adanya

riwayat penyakit ginjal sebelumnya. Pada anamnesis bisa ditemukan dengan

menggali mengenai faktor resiko kardiovaskular seperti merokok, obesitas,

aktivitas fisik yang kurang, dislipidemia, diabetes milletus,

mikroalbuminuria, penurunan laju GFR, dan riwayat keluarga (ESH & ESC,

2013).

Pemeriksaan fisik, dinilai tekanan darah pasien diambil rerata dua kali

pengukuran pada setiap kali kunjungan ke dokter. Apabila tekanan darah

≥140/90 mmHg pada dua atau lebih kunjungan maka hipertensi dapat

ditegakkan. Pemeriksaaan tekanan darah harus dilakukan menggunakan alat

yang baik, ukuran dan posisi manset yang tepat (setingkat dengan jantung)

serta dengan teknik yang benar. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk

memeriksa apakah ada komplikasi yang telah atau sedang terjadi yaitu

pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap, kadar ureum, kreatinin,

gula darah, elektrolit, kalsium, asam urat dan urinalisis. Pemeriksaan lain
44

juga bisa dilakukan berupa pemeriksaan fungsi jantung berupa

elektrokardiografi (EKG), funduskopi, USG ginjal, foto thoraks dan

ekokardiografi. Pada kasus dengan kecurigaan hipertensi sekunder dapat

dilakukan pemeriksaan sesuai indikasi dan diagnosis banding yang dibuat

(Kotchen, 2012).

G. Penatalaksanaan

Tatalaksana hipertensi meliputi modifikasi gaya hidup namun untuk

hipertensi grade 1 dengan penyerta dan grade 2 dapat disertai dengan

pemberian terapi. Tujuan dari pengobatan pasien hipertensi adalah <150

mmHg, namun pada penderita diabetes, gagal ginjal, dan individu dengan

usia >60 tahun adalah <140/90 mmHg (JNC 8, 2014).

Gambar 4.1 Alur Inisiasi Terapi Obat Sesuai dengan Klasifikasi Hipertensi
45

Gambar 4.2 Strategi pengobatan hipertensi tanpa komplikasi

Jenis obat antihipertensi (Katzung, 2010):

1. Diuretik

Obat-obatan jenis diuretic bekerja dengan mengeluarkan cairan

tubuh (lewat kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang

mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan dan berefek

pada turunnya tekanan darah. Contoh obat-obatan ini adalah:

Bendroflumethiazide, chlorthizlidone, hydrochlorothiazide, dan

indapamide.

2. ACE-Inhibitor

Kerja obat golongan ini menghambat pembentukan zat

angiotensin II (zat yang dapat meningkatkan tekanan darah). Efek

samping yang sering timbul adalah batuk kering, pusing sakit kepala

dan lemas. Contoh obat yang tergolong jenis ini adalah Catopril,

enalapril, dan lisinopril.


46

3. Calsium Channel Blocker

Golongan obat ini berkerja menurunkan menurunkan daya

pompa jantung dengan menghambat kontraksi otot jantung

(kontraktilitas). Contoh obat yang tergolong jenis obat ini adalah

amlodipine, diltiazem dan nitrendipine.

4. ARB

Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat

angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya

pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk golongan ini adalah

eprosartan, candesartan, dan losartan.

5. Beta blocker

Mekanisme obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan

daya pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita

yang telah diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma

bronchial. Contoh obat yang tergolong ke dalam beta blocker adalah

atenolol, bisoprolol, dan beta metoprolol.


47

H. Kerangka Teori

Rokok Obesitas Konsumsi Konsumsi


Usia > 45 th
garam lemak
jenuh
Vaskular kaku, Aktivitas simpatis Perempuan
sensitivitas ↓
Keseimbangan
garam dan air Peningkatan
Katekolamin Premenopause LDL

Elastisitas
Pelepasan Renin Disfungsi Volume darah
vaskular ↓ Plaque
endotel meningkat
Aterosklerosis
Angiotensin I
Aktivitas
fisik
Angiotensin II

Vasokontriksi Volume Sekuncup

Resistensi Tahanan
Perifer Curah Jantung Riwayat Keluarga

Hipertensi

Gambar 4.1 Kerangka Teori

I. Kerangka Konsep

Faktor Risiko yang Tidak Dapat


Diubah
Usia
Jenis Kelamin
Riwayat Keluarga Kejadian Hipertensi Pada
Lansia di Wilayah Kerja
Faktor Risiko yang Dapat Diubah Puskesmas II Tambak Tahun
Indeks Massa Tubuh 2019
Obesitas
Kebiasaan Merokok
Asupan Garam
Konsumsi Lemak

Gambar 4.2 Kerangka Konsep

J. Hipotesis

Terdapat hubungan antara faktor risiko yang teridentifikasi dengan

kejadian hipertensi di Puskesmas II Tambak Kabupaten Banyumas.


48

V. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

rancangan belah lintang (cross sectional). Notoadmodjo (2005) mengatakan

bahwa penelitian observasional analitik bertujuan untuk mengetahui korelasi

dalam bentuk perbandingan atau hubungan antara variabel bebas dengan

variabel terikat dengan pendekatan observasi atau pengukuran data dilakukan

pada satu waktu.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

a. Populasi target

Semua lansia yang mengidap hipertensi di Puskesmas Tambak II

b. Populasi Terjangkau

Semua lansia yang mengidap hipertensi di Puskesmas Tambak II

pada bulan Januari-November 2019.

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

purposive sampling. Purposive sampling berarti responden dipilih secara

subjektif sesuai dengan kehendak peneliti (Syahdrajat, 2019). Sampel

dalam penelitian ini adalah semua lansia yang mengidap hipertensi

Puskesmas Tambak II pada bulan Januari-November 2019 yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi.


49

a. Kriteria inklusi dan ekslusi

1) Kriteria inkusi :

a) Lansia yang menderita hipertensi pada bulan Januari-November

2019.

b) Bersedia menjadi subyek penelitian membaca lembar informed

consent.

c) Subjek penelitian merupakan lansia yang tinggal di wilayah kerja

Puskesmas Tambak II.

2) Kriteria ekslusi :

a) Tidak kooperatif dalam melakukan tahap wawancara dan

pengisian kuesioner.

b) Lansia yang mengidap hipertensi disertai penyakit metabolik

lainnya.

b. Besar sampel
𝑍 21−𝛼/2 𝑃(1 − 𝑃)𝑁
𝑛=
𝑑 2(𝑁 − 1) + 𝑍 21−𝛼/2 𝑃(1 − 𝑃)

(1,96)2 (0,5)(1 − 0,5)138


𝑛=
(0,1)2 (138 − 1) + (1,96)2(0,5)(1 − 0,5)

132,53
𝑛=
1,37 + 0,9604

132,53
𝑛=
2,3304

𝑛 = 57,87 = 58 responden
50

C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah usia, jenis kelamin,
genetik, IMT, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi makanan asin,
dan konsumsi makanan berlemak. Variabel bebas termasuk skala
kategorik nominal.

2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian hipertensi pada
lansia. Variabel terikat termasuk skala kategorik nominal.

D. Definisi Operasional
Tabel 5.1. Definisi Operasional

Variabel Keterangan Skala


Kejadian Keadaan seseorang memiliki tekanan darah Nominal
Hipertensi sistolik ≥140 mmHg dan atau diastolik ≥90
mmHg yang diukur dengan menggunakan
sphygmomanometer dalam kondisi istirahat
pada posisi duduk.
Dikategorikan menjadi:
1. Hipertensi (≥140/≥90)
2. Tidak hipertensi (≤140/≤90)
Usia Lamanya waktu hidup subjek penelitian ketika Nominal
Pengambilan Data. Dikategorikan menjadi :
1. <60 tahun
2. >60 tahun
Alkohol Kebiasaan mengonsumsi alkohol subjek Nominal
penelitian. Dikategorikan menjadi
1. Iya
2. Tidak
Stres Respon non spesifik tubuh terhadap berbagai
51

perintah terhadapnya. Dinilai menggunakan


kuesioner PSS-10 (Perceived Stress Scale).
Dikategorikan menjadi :
1. Stress (skor>14)
2. Tidak stress (skor<14)
Riwayat Ada atau tidaknya keluarga yang menderita Nominal
Keluarga hipertensi, yaitu kakek dan atau nenek, bapak
dengan dan atau ibu kandung.
Hipertensi Dikategorikan menjadi:
1.Ya : Memiliki riwayat keluarga
2. Tidak : Tidak memiliki riwayat keluarga
Jenis Pengelompokan jenis manusia secara biologis Nominal
Kelamin yang dibawa sejak lahir.
Dikategorikan menjadi:
1. Laki-laki
2. Perempuan
Obesitas Kelebihan berat badan yang diukur Nominal
menggunakan IMT dengan rumus berat badan
dalam kilogram dibagi kuadrat tinggi badan
dalam meter.
Dikategorikan menjadi:
1. Obesitas (IMT ≥ 25,0)
2. Tidak obesitas (IMT < 25,0)
Kebiasaan Kebiasaan/perilaku menghisap rokok dan atau Nominal
merokok pernah merokok dalam sehari-hari
1. Ya : Merokok
2. Tidak : Tidak Merokok
52

Aktivitas Melakukan olahraga teratur minimal tiga kali Nominal


fisik seminggu selama 30 menit dengan jenis
olahraga aerobik (berjalan, berenang,
bersepeda, atau jogging).
Dikategorikan menjadi:
1. Ya : Olahraga rutin
2. Tidak : Olahraga tidak rutin
Asupan Merupakan asupan garam dalam sehari Nominal
Garam Dikategorikan menjadi:
1. Rendah: < 3 g (Kurang dari setengah sendok
teh)
2. Tinggi : > 3 g (Lebih dari setengah sendok
teh)
Konsumsi Kebiasaan makanan berlemak yang diukur Nominal
makanan dengan melakukan pengisian kuesioner tentang
berlemak sering atau tidaknya konsumsi makanan
berlemak.
Dikategorikan menjadi:
1. Sering : konsumsi makanan berlemak 3x
seminggu atau lebih
2. Tidak sering : konsumsi makanan berlemak
kurang dari 3x seminggu.

D. Instrumen Pengambilan Data


Instrumen penelitian yang digunakan untuk pengambilan data dengan
menggunakan kuesioner yang telah dilakukan uji validitas dengan hasil

E. Rencana Analisis Data


Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik
responden.
53

2. Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan variabel bebas dan


variabel terikat menggunakan uji Chi Square.
3. Metode Hanlon digunakan untuk menentukan faktor risiko yang akan
dijadikan sebagai prioritas, apabila terdapat beberapa faktor risiko yang
berhubungan signifikan dengan kejadian hipertensi pada lansia.

F. Tata Urutan Kerja


1. Tahap persiapan
a. Analisis situasi.
b. Identifikasi dan analisis penyebab masalah.
c. Pencarian responden yang sesuai dengan kriteria ekslusi dan inklusi.
2. Tahap pelaksanaan
a. Mencatat dan menentukan nama responden.
b. Pengambilan data primer.
c. Menyusun alternatif pemecahan masalah sesuai hasil pengolahan data
d. Melakukan pemecahan masalah
e. Penyusunan laporan CHA
f. Tahap pengolahan dan analisis data.
g. Tahap penyusunan laporan.

G. Waktu dan Tempat


Tanggal : Desember 2019
Tempat : Rumah masing-masih warga
54

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Analisis Univariat

Responden penelitian ini adalah peserta Program Pengelolaan

Penyakit Kronis (Prolanis) di Puskesmas II Tambak, Banyumas yang

berjumlah 58 responden dengan karakteristik sebagai berikut:

Tabel 6.1. Karakteristik Responden


Karakteristik Frekuensi Presentase
Usia < 60 tahun 15 25,86%
≥ 60 tahun 43 74,14%
Jenis Kelamin Laki-laki 8 13,79%
Perempuan 50 86,21%
2
Obesitas Ya (IMT < 25 kg/m ) 33 56,90%
Tidak (≥ 25 kg/m )
2
25 43,10%
Riwayat Penyakit Ya 34 58,62%
Keluarga dengan
Hipertensi Tidak 24 41,38%

Konsumsi Rokok Ya 11 18,97%


Tidak 47 81,03%
Olahraga Ya 28 48,28%
Tidak 30 51,72%
Konsumsi Makanan Sering 32 55,17%
Berlemak
Tidak Sering 26 44,83%
Asupan Garam Ringan 30 51,72%
Tinggi 28 48,28%
Konsumsi Alkohol Berisiko 0 0,00%
Tidak Berisiko 58 100,00%
Stress Ya 35 60,34%

Tidak 23 39,66%
55

Berdasarkan tabel 6.1 didapatkan responden penelitian yang menderita

hipertensi berjumlah 58 responden dengan 29 responden yang menderita

hipertensi dan 29 responden lainnya tidak menderita hipertensi. Responden

didominasi oleh perempuan yaitu sebanyak 53 (96,4%), berusia ≥ 60 tahun

sebesar 43 (74,14%), serta mengalami obesitas (IMT < 25 kg/m2) sebanyak

33 (56,90%). Responden sebagian besar mempunyai pola kebiasaan

konsumsi garam kurang dari 3 gram per hari, yakni 30 responden (51,72%)

dan sering mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak sebanyak 32

responden (55,17%). Sebanyak 34 responden (58,62%) mempunyai riwayat

penyakit keluarga dengan hipertensi, 47 responden (81,03%) tidak

merokok, dan 35 responden (60,34%) mengalami stress. Responden

penelitian ini tidak memiliki kebiasaan berolahraga teratur sebanyak 30

responden (51,72%) dan seluruh responden (100%) tidak memiliki perilaku

konsumsi alkohol yang berisiko menimbulkan kejadian hipertensi (≤ 6

gelas/minggu).

2. Analisis Bivariat

a. Usia

Tabel 6.1 Hubungan Hipertensi dengan Usia

Kejadian Hipertensi
Hipertensi Tidak hipertensi p
n % N %
<60 7 12,07 8 13,79 0,764
Usia
≥60 22 37,93 21 36,21
29 50,00 29 50,00
(Sumber : Data Primer Penelitian)

Pengujian variabel hipertensi terhadap usia dapat dilihat pada tabel

6.1 memenuhi syarat Chi-Square menunjukkan nilai p 0,764 (p>0,05)


56

yang menunjukkan hasil tidak signifikan. Jadi secara statistik dapat

dikatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara hipertensi

dan usia.

b. Jenis Kelamin

Tabel 6.2 Hubungan Hipertensi dengan Jenis Kelamin

Kejadian Hipertensi
Hipertensi Tidak hipertensi p
n % n %
Jenis P 24 41,38 26 44,83 0,706
Kelamin L 5 8,62 3 5,17
29 50,00 29 50,00
(Sumber : Data Primer Penelitian)

Pengujian terhadap data pada tabel 6.2 tidak memenuhi syarat uji

Chi-Square karena ditemukan expected count kurang dari 5 pada 2 sel

(50%). Analisis dilakukan menggunakan uji Fisher dengan nilai p 0,706

(p>0,05). Secara statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara usia dengan kejadian hipertensi.

c. Obesitas

Tabel 6.3 Hubungan Obesitas dengan Kejadian Hipertensi

Kejadian Hipertensi
Hipertensi Tidak hipertensi p
n % n %
Ya 26 44,83 7 12,07 0,000
Obesitas
Tidak 3 5,17 22 37,93
29 50,00 29 50,00

Pengujian terhadap data pada tabel 6.3 memenuhi syarat uji Chi-
Square dengan nilai p<0,000 (p < 0,05). Jadi, secara statistik
menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat
keluarga dengan kejadian hipertensi.
57

d. Riwayat Penyakit Keluarga dengan Hipertensi

Tabel 6.4 Hubungan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi

Kejadian Hipertensi
Hipertensi Tidak hipertensi p
n % n %
Ya 26 44,83 8 13,79 0,000
RPK
Tidak 3 5,17 21 36,21
29 50,00 29 50,00
Pengujian terhadap data pada tabel 6.4 memenuhi syarat uji Chi-
Square dengan nilai p 0,000 (p < 0,05). Jadi, secara statistik
menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat
keluarga dengan kejadian hipertensi.

e. Konsumsi Rokok

Tabel 6.5 Hubungan Konsumsi Rokok dengan Kejadian Hipertensi

Kejadian Hipertensi
Hipertensi Tidak hipertensi p
n % n %
Konsumsi Ya 6 10,34 5 8,62 0,738
Rokok Tidak 23 39,66 24 41,38
29 50,00 29 50,00

Berdasarkan Tabel 6.5 didapatkan hasil p 0,738 (p>0.05) yang

secara analisa statistik menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan

antara hipertensi dengan kebiasaan merokok.


58

f. Olahraga

Tabel 6.6 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Kebiasaan

Olahraga Rutin di Wilayah Kerja Puskesmas II Tambak Bulan

Desember 2019 (n=58)

Variabel Kejadian Hipertensi OR P


Hipertensi Tidak Hipertensi 95 % CI
n % n %
Kebiasaan Tidak 20 68,97 10 34,42
Olah Raga Ya 9 31,03 19 65,52 4,22 0,009
Jumlah 29 50,00 29 50,00
Sumber : Data Primer (Kuesioner)
Hasil analisis hubungan antara kebiasaan olah raga dengan

hipertensi menunjukkan bahwa sebanyak 20 dari 29 (68,97 %) pasien

hipertensi yang tidak berolahraga rutin. Subjek penelitian yang tidak

hipertensi, 19 dari 29 (65,52 %) diantaranya sering berolahraga rutin.

Hasil uji Chi Square menunjukkan nilai p<0,05 (p=0,009) sehingga

terdapat hubungan bermakna antara kebiasaan berolahraga dengan

kejadian hipertensi. Subjek penelitian yang tidak berolahraga rutin

mempunyai peluang 4,222 kali menderita hipertensi dibandingkan yang

berolahraga rutin.

g. Konsumsi Makanan Berlemak

Berdasarkan konsumsi makanan berlemak responden di wilayah

kerja Puskesmas II Tambak Kabupaten Banyumas yang diperoleh

dengan menggunakan metode kuesioner disajikan pada tabel 6.7

sebagai berikut:
59

Tabel 6.7 Hubungan Konsumsi Makanan Berlemak dengan Kejadian

Hipertensi

Kejadian Hipertensi
Hipertensi Tidak hipertensi p
n % n %
Konsumsi Sering 22 37,93 10 17.24 0,002
Makanan
Jarang 7 12.07 19 32,76
Berlemak
29 50,00 29 50,00

Tabel 6.7 menunjukkan bahwa nilai p=0,002 (p<0,05) menunjukkan

hubungan yang secara statistik signifikan, antara konsumsi makanan

berlemak dengan kejadian hipertensi pada lansia di wilayah kerja

Puskesmas II Tambak Kabupaten Banyumas.

h. Asupan Garam

Tabel 6.8 Hubungan Asupan Garam dengan Kejadian Hipertensi

Kejadian Hipertensi
Hipertensi Tidak Hipertensi P
n % n %
Asupan Ringan 7 12,06 23 39,65 0,000
Garam Tinggi 22 37,9 6 10,35
29 50,00 29 50,00
Pengujian terhadap data pada tabel 6.8 memenuhi syarat uji Chi-

Square dengan nilai p 0,000 (p < 0,05). Jadi, secara statistik

menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat

keluarga dengan kejadian hipertensi.


60

i. Konsumsi Alkohol

Tabel 6.10 Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Hipertensi


Kejadian Hipertensi
Hipertensi Tidak hipertensi p
n % n %
Berisiko 0 0,00 0 0,00
Konsumsi
Tidak
Alkohol 29 50% 29 50%
Berisiko
Total 29 50,00 29 50,00
Pengujian terhadap data pada tabel 6.10 tidak bisa dilakukan

karena variabel konsumsi alkohol adalah variabel yang konstan. Jadi,

secara statistik data tidak dapat menunjukkan ada atau tidaknya

hubungan yang bermakna antara konsumsi alkohol dengan kejadian

hipertensi.

j. Stress

Tabel 6.11 Hubungan Stress dengan Kejadian Hipertensi

Kejadian Hipertensi
Hipertensi Tidak hipertensi p
n % n %
Ya 11 44,83 12 13,79 0,788
Stress
Tidak 18 5,17 17 36,21
29 50,00 29 50,00

Berdasarkan Tabel 6.11 Didapatkan hasil p 0,788 (p>0,05) yang

secara statistik menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara

stress dengan kejadian hipertensi.


61

B. Pembahasan
1. Hubungan Usia dengan Kejadian Hipertensi
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan

Antara usia dengan kejadian hipertensi. Hasil ini sejalan dengan penelitian

Novitaningtyas (2014) yang menunjukan hasil bahwa tidak ada hubungan

antara umur lansia dengan tekanan darah dengan p=0,148 (p<0,05).

Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Rahayu (2012) yang

menunjukan bahwa terdapat hubungan Antara usia dengan kejadian

hipertensi dengan p=0,000 (p<0,05). Begitu pun dengan penelitian

Sulistiyowati (2009) yang menunjukan bahwa terdapat hubungan antara

usia dengan kejadian hipertensi dengan p=0,033 (p<0,05).

Hipertensi pada lansia berkaitan dengan elastisitas pembuluh darah

yang berkurang. Usia merupakan faktor resiko yang tidak dapat diubah.

Insiden hipertensi meningkat dengan pertambahan umur (Oktora, 2007).

Kumar (2005) juga menyatakan bahwa pertambahan umur meningkatkan

tekanan darah. Pada usia 45 tahun dinding arteri akan mengalami

penebalan karena adanya penumpukan zat kolagen di lapisan otot yang

menyebabkan penyempitan dan kekakuan. Tekanan darah sistolik akan

meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar berkurang karena

pengaruh umur hingga dekade ketujuh sedangkan tekanan darah diastolik

meningkat sampai dengan dekade kelima kemudian menetap atau

cenderung menurun (Saputra, 2013).

Adapun, hubungan yang tidak bermakna pada penelitian ini

mungkin dapat diakibatkan karena faktor lain yang secara langsung

mempengaruhi tekanan darah pada lansia seperti asupan makanan


62

(Novitaningtyas, 2014). Widyaningrum (2014) menyatakan bahwa

terdapat hubungan antara asupan natrium, kalium dan magnesium dengan

tekanan darah pada lansia di Kelurahan Makamhaji. Konsumsi natrium

yang berlebihan cairan ekstraselular meningkat sehingga meningkatkan

volume darah dalam tubuh yang berpengaruh terhadap peningkatan

tekanan darah (Dalimartha, 2008). Adapun konsumsi kalium dapat

menurunkan volume darah dan tekanan darah, selain itu magnesium juga

berpengaruh dalam tekanan darah, menurut Andarini (2012), apabila

kebutuhan magnesium tidak terpenuhi maka akan terjadi penurunan

tekanan darah.

2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi


Pada tabel 6.2 dari karakteristik data subjek penelitian

menunjukkan bahwa presentase laki-laki adalah 13,79% dan wanita

86,20%. Hal ini menunjukkan bahwa wanita memiliki presentase yang

lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.

Prasetyaningrum (2014) menyatakan bahwa pada usia <45 tahun

laki-laki lebih beresiko dibandingkan dengan wanita. Pada usia >65 tahun

wanita memiliki resiko yang lebih besar karena telah memasuki masa

menopause. Penelitian Wahyuni dan Eksanoto (2013) menyatakan bahwa

wanita cenderung menderita hipertensi daripada laki-laki. Wanita memiliki

resiko yang lebih tinggi ketika memasuki usia menopause. Meningkatnya

resiko tersebut diakibatkan karena saat menopause terjadi penurunan

hormon esterogen yang menurunkan kadar high density lipoprotein

(HDL). Kadar HDL yang rendah ini merupakan faktor resiko terjadinya

tekanan darah tinggi (Anggraini et al., 2009).


63

Menurut Everett dan Zajacova (2015) menyatakan hasil yang

berbeda bahwa laki-laki memiliki tingkat hipertensi yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan wanita namun laki-laki cenderung memiliki

kewaspadaan yang lebih rendah terhadap penyakit hipertensi tersebut.

Kewaspadaan yang rendah tersebut mengakibatkan laki-laki cenderung

tidak melakukan pemeriksaan tekanan darahnya pada fasilitas kesehatan.

Hal tersebut menyebabkan pada penelitian ini didapatkan presentase yang

rendah pada laki-laki. Hasil yang tidak signifikan pada penelitian ini

diakibatkan bahwa hipertensi tidak hanya dipengaruhi oleh jenis kelamin

saja terdapat faktor lainnya yang memepngaruhi (Sari, 2016).

3. Hubungan Obesitas dengan Kejadian Hipertensi


Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna

antara obesitas (IMT >25) dengan hipertensi. Dengan demikian obesitas

menjadi salah satu faktor risiko hipertensi yang mempengaruhi kejadian

hipertensi. Hasil penelitian ini bersesuaian dengan penelitiaan Sihombing

(2009) yang menyatakan bahwa peningkatan IMT berkaitan erat dengan

peningkatan tekanan darah baik pada perempuan maupun laki-laki.

Seorang individu yang obesitas berisiko 4,02 kali menderita hipertensi

dibandingkan dengan individu yang obeitas (Sugiharto,2007). hasil

penelitian Andhana (2013) dan Syahrini (2012) juga menyebutkan bahwa

ada hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi dengan masing-

masing nilai p=0,001 dan p=0,003. Kondisi obesitas akan menyebabkan

peningkatan volume darah untuk menyuplai nutrisi dan oksigen. Hal ini

yang menyebabkan peningkatan tekanan pada dinding endotel sehingga

terjadi hipertensi (Syukraini, 2009).


64

4. Hubungan Riwayat Penyakit Keluarga dengan Kejadian Hipertensi

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara riwayat keluarga dengan hipertensi. Subyek penelitian

yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi mempunyai

presentase kejadian hipertensi yang lebih besar dibandngkan dengan ubyek

yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi. Hasil ini

bersesuaian dengan pernyataan Black and Hawks (2005) yang menyatakan

bahwa seseorang yang memiliki riwayag keluarga dengan hipertensi

memiliki risiko yang lebih besar mengalami hipertensi. Hal ini

dikarenakan seseorang yang mempunyai riwayat keluarga dengan

hipertensi, beberapa gennya akan berinteraksi dengan lngkungnan dan

menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah. Namun hasil

penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Kalangi et al tahun 2015, bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara kejadian hipertensi dengan faktor genetik pada 80 responden. Studi

ini menyatakan individu homozigot dengan alel D mempunyai konsentrasi

ACE (Angiotension Converting Enzyme) yang lebih tinggi dibandingkan

dengan individu heterozigot ID atau homozigot II.Bertambahnya kadar

ACE dalam darah dan jaringan, maka kadar Ang II (angiotensin II) juga

meningkat. Dua pengaruh utama Angiotensin II dalam meningkatkan

tekanan arteri yaitu vasokonstriksi diseluruh pembuluh darah tubuh dan

penurunan mengakibatkan ekskresi garam dan air oleh ginjal (Kalangi et

al., 2015).
65

5. Hubungan Konsumsi Rokok dengan Kejadian Hipertensi

Tabel 6.5 Menunjukkan bahwa dari 29 responden hipertensi,

responden yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak 6 responden

(10,34%) dan tidak memiliki kebiasaan merokok sebanyak 23 responden

(39,66%). Sedangkan dari 29 responden yang tidak hipertensi, responden

yang memiliki kebiasaan merokok sebanyak 5 responden (8,62%) dan

tidak memiliki kebiasaan merokok sebanyak 24 responden (41,38%). Hasil

Analisa statistik diperoleh nilai p 0,738 (p>0,05), menunjukkan bahwa

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan

kebiasaan merokok.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rachman (2011) dan

Agustina et al. (2014) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

bermakna antara kebiasaan merokok dengan hipertensi. Namun, hasil

kedua penelitian ini bertolak belakang dengan teori yang dikemukakan

oleh Sani (2005), Bonow et al. (2008), dan Familia dan Dewi (2010) yang

menyatakan bahwa salah satu faktor resiko dari hipertensi adalah

kebiasaan merokok dan faktor risiko ini termasuk ke dalam golongan

faktor hipertensi yang bisa dirubah (modifiabel). Hal ini dikarenakan

sampel yang diambil mayoritas berjenis kelamin perempuan sehingga

banyak sampel yang tidak merokok.

6. Hubungan Olahraga dengan Kejadian Hipertensi

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara

kebiasaan olahraga dengan kejadian hipertensi. Hasil ini sejalan dengan

penelitian (Harahap et al., 2017) bahwa tidak berolahraga memiliki


66

perkiraan risiko 3 kali terkena hipertensi dibandingkan dengan yang

berolahraga rutin (p=0,01). Penelitian Hasanudin et al. (2018)

menunjukkan hasil uji speraman rank antara aktivitas fisik dengan tekanan

darah pada masyarakat penderita hipertensi di wilayah Tlogosuryo

memiliki nilai p=0,005 yang berarti memiliki hubungan bermakna.

Kebiasaan olahraga telah dikaitkan dengan penurunan signifikan

tekanan darah sistolik. Penurunan tekanan darah setelah latihan ini dapat

bertahan selama 24 jam dan disebut sebagai post-exercise hypotension

dengan efek yang paling jelas terlihat pada mereka yang memiliki tekanan

darah awal yang lebih tinggi (Pescatello et al., 2014). Mekanisme aktivitas

fisik dalam mengurangi tekanan darah dan mencegah perkembangan

hipertensi masih belum jelas. Hal ini dikarenakan bahwa etiologi

hipertensi bersifat multifaktorial dan masih belum jelas bagaimana faktor-

faktor ini berinteraksi untuk berkontribusi pada perkembangan

hipertensi. Penelitian pada hewan coba menunjukkan bahwa aktivitas

aerobik dapat mencegah peningkatan tekanan darah melalui regulasi

fungsi sistem saraf otonom. Aktivitas fisik dapat mengoptimalkan

vasodilatasi pembuluh darah yang dapat menurunkan after load, dengan

hasil akhir berupa penurunan tekanan darah (Araujo et al., 2013).

Penurunan tekanan darah melalui aktivitas fisik disebabkan oleh

pengurangan total peripheral resistance akibat pengurangan aktivitas saraf

simpatis dan peningkatan diameter lumen arteri (Hamer,

2011). Mekanisme lain yang diusulkan untuk pengurangan tekanan darah

termasuk perubahan dalam stres oksidatif, inflamasi, fungsi endotel, massa


67

tubuh, aktivitas sistem renin-angiotensin, aktivitas parasimpatis, fungsi

ginjal, dan sensitivitas insulin (Diaz et al., 2013).

7. Hubungan Konsumsi Makanan Berlemak dengan Kejadian Hipertensi

Lemak (lipid) merupakan komponen struktural dari semua sel-sel

tubuh yang dibutuhkan oleh ratusan bahkan ribuan fungsi fisiologis tubuh.

Lemak terdiri dari trigliserida, fosfolipid dan sterol yang masing-masing

mempunyai fungsi khusus bagi kesehatan manusia. Asupan lemak

berfungsi sebagai sumber pembangun jika sesuai dengan kebutuhan

asupan lemak yang dibutuhkan tetapi asupa lemak akan menjadi maslah

ketika asupan lemak yang masuk berlebih dari asupan lemak yang

dibutuhkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara

konsumsi makanan berlemak dengan kejadian hipertensi pada lansia di

wilayah kerja Puskesmas II Tambak Kabupaten Banyumas. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian terkait yang dilakukan oleh

Sangadji & Nurhayati (2014) menunjukkan bahwa proporsi kejadian

hipertensi lebih tinggi pada responden yang sering mengkonsumsi lemak

lebih besar dibandingkan responden yang jarang mengkonsumsi lemak.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan Ramayulis (2010) yang

mengatakan pola makan yang salah dapat menyebabkan peningkatan

tekanan darah seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak

terutama pada asupan lemak jenuh dan kolesterol. Penelitian Sugiharto

(2007) di Karanganyar menunjukkan adanya hubungan yang signifikan

antara konsumsi lemak dengan peningkatan tekanan darah atau hipertensi

dibuktikan dengan nilai p=0,024. Begitu juga penelitian yang dilakukan


68

oleh Fathina (2007) di Klinik Rawat Jalan di RSU Kodia bahwa terdapat

hubungan yang signifikan (p=0,00) antara asupan lemak dengan hipertensi,

asupan lemak dapat meningkatkan kadar tekan darah diastolik dan sistolik.

Hal ini disebabkan, kebiasaan mengkonsumsi lemak terutama lemak jenuh

sangat erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang dapat berisiko

terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga dapat meningkatkan

risiko aterosklerosis yang berkaitannya dengan tekanan darah (Sheps,

2005). Asupan tinggi lemak jenuh dapat menyebabkan dislipidemia yang

merupakan salah satu faktor utama risiko aterosklerosis yang dapat

meningkatkan resistensi dinding pembuluh darah dan memicu terjadinya

peningkatan denyut jantung. Peningkatan denyut jantung dapat

meningkatkan volume aliran darah yang berefek terhadap peningkatan

tekanan darah. Kelebihan asupan lemak mengakibatkan kadar lemak

dalam tubuh meningkat, terutama kolesterol yang menyebabkan kenaikan

berat badan sehingga volume darah mengalami peningkatan tekanan y ang

lebih besar. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam

makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi asam

lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-

bijian dan makanan yang lain yang bersumber dapat menurunkan tekanan

darah (Hull, 1996). Makin tinggi lemak mengakibatkan kadar kolesterol

dalam darah meningkat yang akan mengendap dan menjadi plak yang

menempel pada dinding arteri, plak tersebut menyebabkan penyempitan

arteri sehingga memaksa jantung bekerja lebih berat dan tekanan darah

menjadi lebih tinggi. Tinggi lemak dapat menyebabkan obesitas yang


69

dapat memicu timbulnya hipertensi. Penelitian ini menunjukan bahwa

responden yang memiliki asupan lemak baik masih ada yang terkena

hipertensi. Hipertensi yang terjadi pada seseorang tidak hanya disebabkan

oleh asupan lemak tetapi dapat diakibatkan oleh faktor lain. Seperti yang

di kemukakan oleh (Mahmudah, 2017) semakin meningkatnya alat

teknologi produksi makanan dan perubahan sosial ekonomi menyebabkan

masyarakat modern saat ini cenderung memilih makanan yang cepat

disajikan, murah, dan mengenyangkan. Hal tersebut menggeser pola

makan masyarakat yang tradisional ke pola makan barat sehingga

masyarakat lebih cenderung memilih makanan yang tinggi natrium, lemak

dan rendah vitamin, mineral, serat. Faktor lain yang menunjang terjadinya

hipertensi yaitu aktifitas fisik. Dimana dari hasil distribusi responden

berdasarkan pekerjaan pada lansia di wilayah Poasia Kota Kendari paling

banyak responden adalah ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga memiliki

aktifitas fisik sangat rendah karna dengan adanya alat–alat teknologi dapat

memudahkan melakukan pekerjaan. Hal tersebut dapat menyebabkan

terjadinya keseimbangan energi positif, apabila keadaan ini terjadi terus-

menerus maka dapat berdampak terjadinya obesitas. Obesitas menjadi

faktor risiko terjadinya hipertensi karena menyebabkan berbagai

perubahan fisiologis dalam tubuh yang mempengaruhi peningkatan

tekanan darah (Lestari & Lelyana, 2010). Beberapa fakta dalam studi

epidemiologi menunjukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara

tingginya asupan lemak jenuh dengan tekanan darah, dan pada beberapa

populasi dengan darah dibawah rata -rata mengkonsumsi lemak total dan
70

asam lemak jenuh rendah. Selain itu, konsumsi lemak jenuh meningkatkan

resiko kenaikan berat badan yang merupakan faktor resiko hipertensi.

Asupan lemak jenuh yang kemudian menyebabkan hipertensi. Keberadaan

lemak jenuh yang berlebihan dalam tubuh akan menyebabkan

penumpukan dan pembentuk plat di pembuluh darah sehingga pembuluh

darah menjadi semakin sempit dan elastisnya berkurang.

8. Hubungan Asupan Garam dengan Kejadian Hipertensi

Hasil penelitian ini meunjukan bahwa terdapat kejadian hipertensi

sebesar 37,9 % pada subjek yang mengonsumsi garam melebihi batas

harian. Pada subjek penelitian yang mengonsumsi garam melebihi kadar

harian cenderung mengalami hipertensi, dibandingkan subjek yang

mengonsumsi garam dibawah batas harian. Hasil penelitian statistik, pada

penelitian Mahmudah, Maryusman, Arini, dan Ibnu (2016) menunjukan

adanya hubungan yang bermakna dengan nilai P=0,001 pada kejadian

hipertensi dengan asupan garam, selain itu pada penelitian Ginting,

Surdayanti, dan Sarumpret (2018) juga mendapatkan hasil yang signifikan

mengenai hubungan asupan garam yang berlebihan dengan kejadian

hipertensi dengan nilai P=0,000.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahawa

garam dapat memicu peningkatan tekanan darah. Garam dapur

mengandung natrium yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan fungsi

tubuh, zat ini diantaranya berfungsi sebagai pengatur volume darah, tekan

darah, dan fungsi sel. Namun apabila asupan garam yang berlebihan

melebihi batas harian dapat memicu hipertensi (Michael et al., 2014).


71

9. Hubungan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Hipertensi

Pada penelitian ini, variabel konsumsi alkohol tidak dapat dinilai

sehingga secara statistik data tidak dapat menunjukkan ada atau tidaknya

hubungan yang bermakna antara konsumsi alkohol dengan kejadian

hipertensi. Penelitian oleh Komaling et al. (2013) menunjukkan adanya

hubungan bermakna antara konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi

pada laki-laki di Desa Tompasobaru II Kabupaten Minahasa Selatan.

Penelitian lainnya juga menunjukkan adanya hubungan yang bermakna

dengan p = 0,000 pada kejadian hipertensi dengan konsumsi alkohol di

RSU Sari Mutiara Medan pada tahun 2014 (Situmorang, 2015).

Alkohol merupakan minuman keras yang dihasilkan dari

fermentasi karbohidrat dan ragi. Di dalam peredaran darah, bagian tubuh

tertentu akan menyerap alkohol lebih banyak dibandingkan dengan bagian

tubuh yang lain. Peminum alkohol yang berat sangat berisiko terjadinya

hipertensi (Situmorang, 2015). Alkohol memiliki efek yang hampir sama

dengan karbon monoksida (CO), yaitu dapat menurunkan pH darah. Darah

dengan pH rendah akan menjadi lebih kental sehingga jantung dipaksa

untuk memompa lebih kuat agar perfusi jaringan tetap adekuat, hal

tersebut juga menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah

(Komaling, 2013).

Kandungan alkohol bukan dilihat dari jumlah alkohol yang

dikonsumsi, tetapi dari kadar alkohol dalam minuman tersebut. Kadar

Alkohol menentukan seberapa banyak alkohol yang diserap tubuh. Pada

kadar alkohol yang berbeda, kecepatan penyerapan dalam tubuh juga akan
72

berbeda. Alkohol yang paling cepat diserap tubuh adalah alkohol yang

memiliki kadar 10-30% (Memah et al., 2019).

10. Hubungan Stress dengan Kejadian Hipertensi

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara kejadian hipertensi dengan stress. Hasil penelitian

ini sejalan dengan penelitian Rahayu (2012) pada masyarakat RW 01

Srengseng Sawah untuk menganalisis faktor stress pada kelompok

hipertensi dan tidak hipertensi dengan p=1,000 (p>0,05) yang secara

statistik bermakna bahwa tidak terdapat hubungan antara stress dengan

kejadian hipertensu. Adapun penelitian menunjukan hasil yang

bertentangan dengan nilai p=0,001 (p<0,05) yang bermakna secara

statistik bahwa terdapat hubungan antara stress dengan kejadian hipertensi

(Sulistiyowati, 2009).

Stres merupakan rasa takut dan cemas dari perasaan dan tubuh

seseorang terhadap perubahan pada lingkungannya. Kondisi stress

cenderung membuat seseorang mengalami kejadian hipertensi (Sugiharto,

2007). Hal ini akan merangsang peran hipothalamus terhadap stres

meliputi empat fungsi spesifik. Fungsi tersebut adalah; 1) menginisiasi

aktivitas sistem saraf otonom, 2) merangsang hipofisis anterior

memproduksi hormon ACTH, 3) memproduksi ADH atau vasopressin, 4)

merangsang pengeluaran hormon adrenalin (Subramaniam, 2012).

Aktivasi sistem saraf simpatis akan meningkatkan heart rate (HR)

dan stroke volume (SV) sehingga akan berpengaruh pada peningkatan

cardiac output (CO). Selanjutnya, peningkatan CO akan meningkatkan


73

tekanan darah (Sherwood, 2014). Selain itu, diketahui bahwa hormon

ACTH yang merangsang pengeluaran hormon kortisol pada korteks

adrenal dan hormon adrenalin memiliki peran dalam peningkatan denyut

jantung dan tekanan darah (Sugiharto, 2007). Hormon ADH akan

merangsang peningkatan volume darah sehingga mampu meningkatkan

aliran balik vena dan SV. Pada akhirnya peningkatan SV berpengaruh

pada peningkatan CO dan peningkatan CO akan meningkatkan tekanan

darah (Sherwood, 2014).

Adapun pada penelitian ini hasil yang tidak berhubungan mungkin

dapat disebabkan karena responden memiliki mekanisme coping stress

yang efektif yang mana tidak diteliti dalam penelitian ini. Selain itu,

mungkin dapat disebabkan karena ketidakjujuran responden dalam

mengisi kuesioner yang berhubungan dengan stress.


74

VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah


Berdasarkan hasil dan pembahasan tentang faktor risiko yang
berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Tambak II, maka dapat diketahui riwayat penyakit keluarga, obesitas, asupan
garam, olahraga, dan asupan lemak yang rutin menjadi pengaruh paling besar
terhadap kejadian hipertensi di wilayah tersebut. Oleh karena riwayat
penyakit keluarga merupakan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi,
maka alternatif pemecehan masalah dibuat berdasarkan faktor risiko yang
dapat dimodifikais. Melihat analisis data maka dapat dibuat beberapa
alternatif pemecahan masalah yaitu :
1. Penyuluhan tentang faktor risiko hipertensi terutama diet sehat (cukup
sayur buah, rendah garam dan lemak) dan aktivitas fisik yang kurang
kepada masyarakat Commented [u1]: Alternatif pemecahan masalah yang diajukan
tidak mengubah gaya hidup seseorang tetapi harapannya hanya
2. Senam lansia mengubah pengetahuan seseorang padahal di kuesioner juga
tidak dijelaskan apakah gaya hidup yg jelek akibat pengetahuan
3. Home Visit yang kurang
Commented [u2]: Apakah anda yakin dari home visit bisa
4. Sebaiknya ditambahkan Optimalisasi kader melalui penambahan mengubah gaya hidup. Misal akan tetap dilakukan---tidak ada
kesinambungannya. Pikirlah kegiatan yg efektif, efisien, dan
kegiatan hidup sehat yang rutin pada tiap pertemuan kader atau kesinambungan. Jangan hanya membuang-membuang anggaran.
Jadi intinya bagaimana bisa memanfaatkan sumberdaya yg sudah
pertemuan di desa (misal healthy cooking class atau senam bersama atau ada seperti bidan desa, kader dll...jadi rancanglah program yang
bisa diterapkan secara berkesinambungan jangan membuat
jalan sehat bersama atau penyuluhan).( nanti ini yg dipilih ) program baru

B. Penentuan Alternatif Terpilih


Adanya berbagai keterbatasan meliputi sarana, tenaga, dana, dan
waktu membuat perlunya dilakukan pemilihan prioritas alternatif pemecahan
masalah. Metode Rinke merupakan salah satu metode yang dapat digunakan
dalam memilih prioritas pemecahan masalah. Metode tersebut menggunakan
dua kriteria, yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar.
Kriteria efektifitas terdiri dari pertimbangan mengenai besarnya
masalah yang dapat diatasi (magnitude), kelanggengan selesainya masalah
(importancy), dan kecepatan penyelesaian masalah (vulnerability).Efisiensi
dikaitkan dengan jumlah biaya (cost) yang diperlukan untuk menyelesaikan
75

masalah.Penentuan skoring kriteria-kriteria tersebut dapat dilihat pada tabel


7.1.

Tabel 7.1. Kriteria dan Skoring Efektivitas dan Efisiensi Jalan Keluar
C
M I V (jumlah biaya
(besarnya (kelanggengan (kecepatan yang diperlukan
Skor
masalah yang selesainya penyelesaian untuk
dapat diatasi) masalah) masalah) menyelesaikan
masalah)
1 Sangat kecil Sangat tidak Sangat Sangat murah
langgeng lambat
2 Kecil Tidak langgeng Lambat Murah
3 Cukup besar Cukup langgeng Cukup cepat Cukup murah
4 Besar Langgeng Cepat Mahal
5 Sangat besar Sangat langgeng Sangat cepat Sangat mahal

Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Rinke untuk masalah


faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi pada lansia di desa
Panembangan, Kecamatan Cilongok, Banyumas adalah sebagai berikut:
Tabel 7.2. Prioritas Pemecahan Masalah dengan Metode Rinke
No Alternatif Efektivitas Efisiensi MxIxV/C Prioritas
Pemecahan M I V
Masalah
1 Penyuluhan 4 3 3 4 6 2
Hipertensi
2 Home visit 2 4 3 2 12 1
3 Senam 3 2 2 2 6 2

Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah menggunakan


metode Rinke, maka urutan prioritas pemecahan masalah adalah sebagai berikut
home visit, penyuluhan hipertensi, dan senam.
76

VIII. RENCANA KEGIATAN (PLAN OF ACTION)

A. Latar Belakang

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan peningkatan tekanan


darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran selang waktu pengukuran 5 menit dalam
keadaan tenang atau cukup tenang (Kemenkes, 2014). Hipertensi dapat
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu hipertensi primer atau esensial yang
penyebabnya tidak diketahui, dan hipertensi sekunder yang disebebkan
karena disebabkan oleh suatu penyakit yang mendasarinya (Sudarsono,
2017).
Hipertensi tidak berbeda dengan penyakit degeneratif lain yang sering
dialami seseorang sehubungan dengan bertambahnya usia. Hipertensi
merupakan dianggap sebagai penyakit silent killer yang merupakan penyakit
yang baru dirasakan akibatnya saat seseorang mengalami komplikasi dari
meningkatnya tekanan darah dengan gejala-gelaja yang dianggap sepele
seperti nyeri pada tengkuk dan nyeri kepala. Penyakit hipertensi pada
umumnya menyerang lebih banyak perempuan dari pada laki-laki, dan pada
usia lebih dari 40 tahun memiliki resiko untuk terkena penyakit hipertensi
(Tangiran, 2018)
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) dalam Global
Status Report On Non-Communicable Disease (2014), prevalensi hipertensi
tahun 2014 pada orang dewasa berusia 18 tahun keatas sekitar 22%.
Penyakit hipertensi juga bertanggung jawab atas 40% kematian akibat
penyakit jantung dan 51% kematian yang disebabkan stroke. Penderita
77

hipertensi di Indonesia diperkirakan sebesar 15 juta tetapi hanya 4% yang


hipertensi terkendali. Hipertensi terkendali adalah mereka yang menderita
hipertensi dan mereka tahu sedang berobat untuk itu. Sebaliknya sebesar
50% penderita tidak menyadari diri sebagai penderita hipertensi, sehingga
mereka cenderung untuk menderita hipertensi yang lebih berat (Riskesdas,
2013).
Prevalensi hipertensi di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 27,4%
dari jumlah penduduk Indonesia berdasarkan pengukuran usia di atas 18
tahun. Angka tersebut meningkat dari hasil riset tahun 2013 yang hanya
mencapai 25,8%. Selain itu hipertensi di provinsi Jawa Tengah juga
menunjukkan angka kejadian yang tertinggi sebesar 64,83 % yang
berdasarakn proporsi kasus penyakit tidak menular yang telah dilaporkan,
yang pada kabupaten banyumas sendiri menyumbang prosentase hipertensi
sebesar 8,53% (Pusdatin, 2017).
Penyakit hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang tidak
dapat diubah dan diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain
umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik. Sementara faktor risiko yang
dapat diubah antara lain seperti kebiasaan merokok, konsumsi garam,
konsumsi lemak jenuh, kebiasaan mengonsumsi minum minuman
beralkohol obesitas, kurang aktivitas fisik, stress, dan penggunaan estrogen
(Kemenkes RI, 2014).

B. Tujuan

1. Meningkatkan pengetahuan penderita hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas II Tambak mengenai hipertensi terutama mengenai faktor

risiko hipertensi mengenai konsumsi garam berlebih, konsumsi lemak

jenuh, dan aktivitas fisik yang kurang kepada masyarakat

2. Meningkatkan motivasi penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas II

Tambak untuk bisa menjaga diet yang sehat.


78

3. Meningkatkan motivasi penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas II

Tambak untuk tetap berolahraga secara rutin.

C. Bentuk Kegiatan

Kegiatan akan dilaksanakan disajikan dalam Home Visit dengan materi

konseling mengenai faktor resiko hipertensi berserta tata cara mencegah

komplikasi penyakit, pentingnya pengobatan teratur, menjaga pola makan,

aktivitas fisik, dan melakukan cek up tensi rutin. Kegiatan ini bertujuan untuk

memonitor dan mencegah timbulnya komplikasi pada penderita hipertensi di

wilayah kerja Puskesmas II Tambak khususnya di Desa Pesantren dan

Permbun Kecamatan Tambak Banyumas.

D. Sasaran

Sasaran kegiatan ini adalah seluruh penderita hipertensi yang mengikuti

prolanis di Desa Pesantren dan Permbun Kecamatan Tambak Banyumas di

wilayah kerja Puskesmas II Tambak

E. Pelaksanaan

1. Personil

a. Penanggung jawab : dr. Kuntoro

b. Pembimbing : dr. Galuh Yulieta Nitihapsari, M.Biomed

c. Pelaksana : M. Rifqi Fauzan N.

Dwiastini Ayu Wardhana T.T.

Maharani Kartika D.

Silvymay Nurbasuki

Marhamdani

Aviasenna Andriand
79

Rania Nisrina Alifah

Damar Pandurizky

2. Waktu dan Tempat

a. Hari : Sabtu

b. Tanggal : 04 Januari 2020-04 Maret 2020

c. Waktu : Setiap minggu 1x selama 3 bulan

d. Tempat : Rumah kader posyandu lansia Desa Panembangan

Kecamatan Cilongok, Banyumas

F. Rencana Anggaran

Biaya:

Bensin : RP. 100.000,00

Total : Rp. 100. 000,00

G. Rencana Evaluasi Program

1. Input

a. Sasaran : Seluruh penderita hipertensi yang mengikuti

prolanis di Desa Pesantren dan Permbun Kecamatan Tambak

Banyumas di wilayah kerja Puskesmas II Tambak

b. Sumber daya : Visitor

c. Alat : Tensi meter, steteskop

2. Proses

Keberlangsungan acara yang dilakukan adalah home visit dengan materi

konseling mengenai faktor resiko hipertensi berserta tata cara mencegah


80

komplikasi penyakit, pentingnya pengobatan teratur, menjaga pola makan,

aktivitas fisik, dan dilannjutkan melakukan cek tensi rutin.

Evaluasi jadwal pelaksanaan kegiatan dinilai dari ketepatan tanggal dan

waktu pelaksanaan kegiatan. Kegiatan direncanakan berlangsung pada hari

Sabtu, 04 Januari 2020 pukul 08.00 WIB – selesai bertempat di masing-

masing rumah anggota prolanis yang menderita hipertensi di wilayah kerja

Puskesmas II Tambak.

3. Output

Penambahan pengetahuan tentang hipertensi dan sikap yang akan

dilakukan.

IDENTITAS RESPONDEN

Silahkan lingkari/beri tanda silang pada opsi yang sesuai

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : 1. Laki-laki

2. Perempuan

Tingkat Pendidikan : 1. Tidak Sekolah 4. Tamat SLTP

2. Tidak Tamat SD 5. Tamat SLTA

3. Tamat SD 6. Tamat PT

Pekerjaan : 1. PNS 5. Nelayan

2. Swasta 6. Buruh

3. Pensiunan 7. Tidak Bekerja

4. Petani 8. Lain-lain

Tingkat Pendapatan : 1. ≤2.500.000


81

2. ≥2.500.000

Tanda Tangan :

FAKTOR RISIKO

Riwayat keluarga, kebiasaan mengonsumsi makanan asin, kebiasaan

mengonsumsi makanan lemak jenuh, kebiasaan meroko, kebiasaan olahraga

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan menulis tanda checklist (V) pada

pilihan jawaban ya atau tidak.

No Pertanyaan Ya Tidak
Bagian 1
1. Keluarga saya mempunyai riwayat tekanan darah
tinggi (≥140/90 mmHg)
2. Saya suka makanan asin dan memakanannya >1
sendok makan atau >3 gram dalam seminggu
3. Saya suka makan-makanan berlemak seperti
gorengan, jeroan, daging kambing, telur ayam,
daging sapi dan memakannya >3x dalam seminggu
4. Saya saat ini adalah perokok
5. Saya mempunyai kebiasaan merokok >2 bungkus
setiap hari
6. Anggota keluarga saya ada yang merokok
7. Saya sering terpapar dengan asap rokok
8. Saya saat ini adalah peminum alkohol
9. Saya mempunyai kebiasaan meminum alkohol >6
gelas per minggu
Bagian 2
10. Saya terbiasa berolahraga rutin 2-3x dalam
seminggu
11. Saya terbiasa menggunakan waktu 30-45 menit
untuk berolahraga
82

Stress
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan menulis tanda checklist (V) pada

pilihan jawaban ya atau tidak

No Di satu bulan yang lalu Tidak Hampir Kadang- Cukup Sangat


seberapa sering Anda pernah Tidak Kadang Sering Sering
merasakan hal ini : Pernah
Bagian 1
1. Saya merasa kecewa karena
mengalami hal yang tidak
diharapkan
2. Saya merasa tidak mampu
mengatasi hal yang penting
dalam hidup saya
3. Saya merasa gugup dan
tertekan
4. Saya merasa tidak mampu
mengatasi segala sesuatu
yang seharusnya dapat saya
atasi
5. Saya marah karena sesuatu
di luar control saya telah
terjadi
6. Saya merasa kesulitan-
kesulitan menumpuk
semakin berat sehingga saya
tidak mampu mengatasinya
Bagian 2
7. Saya merasa percaya
kepada kemampuan sendiri
untuk mengatasi masalah
pribadi
8. Saya merasa segala sesuatu
telah berjalan sesuai dengan
rencana saya
9. Saya mampu mengatasi
semua masalah dalam hidup
saya
10. Saya merasa sukses
83

Format Hasil Uji Bivariat

RPK

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
RPK * Tensi 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%

RPK * Tensi Crosstabulation


Tensi
Hipertensi Normal Total
RPK Ya Count 26 8 34
Expected Count 17.0 17.0 34.0
Tidak Count 3 21 24
Expected Count 12.0 12.0 24.0
Total Count 29 29 58
Expected Count 29.0 29.0 58.0

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 23.029a 1 .000
Continuity Correctionb 20.542 1 .000
Likelihood Ratio 25.220 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
N of Valid Cases 58
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.00.
b. Computed only for a 2x2 table
84

Jenis Kelamin

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jenis_kelamin * Hipertensi 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%

Jenis_kelamin * Hipertensi Crosstabulation


Count
Hipertensi
hipertensi tidak hipertensi Total
Jenis_kelamin perempuan 5 3 8
laki-laki 24 26 50
Total 29 29 58

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .580a 1 .446
Continuity Correctionb .145 1 .703
Likelihood Ratio .585 1 .444
Fisher's Exact Test .706 .353
Linear-by-Linear Association .570 1 .450
N of Valid Cases 58
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.00.
b. Computed only for a 2x2 table
85

Obesitas
86

Asupan Garam
87

Olahraga

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Olahraga * Tensi 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%

Olahraga * Tensi Crosstabulation


Tensi
Hipertensi Normal Total
Olahraga Ya Count 9 19 28
Expected Count 14.0 14.0 28.0
Tidak Count 20 10 30
Expected Count 15.0 15.0 30.0
Total Count 29 29 58
Expected Count 29.0 29.0 58.0

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.905a 1 .009
Continuity Correctionb 5.593 1 .018
Likelihood Ratio 7.049 1 .008
Fisher's Exact Test .017 .009
N of Valid Cases 58
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.00.
b. Computed only for a 2x2 table
88

Asupan Lemak

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Asupan_Lemak * Tensi 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%

Asupan_Lemak * Tensi Crosstabulation


Tensi
Hipertensi Normal Total
Asupan_Lemak Ya Count 22 10 32
Expected Count 16.0 16.0 32.0
Tidak Count 7 19 26
Expected Count 13.0 13.0 26.0
Total Count 29 29 58
Expected Count 29.0 29.0 58.0

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 10.038a 1 .002
Continuity Correctionb 8.435 1 .004
Likelihood Ratio 10.366 1 .001
Fisher's Exact Test .003 .002
N of Valid Cases 58
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.00.
b. Computed only for a 2x2 table
89

Kebiasaan Merokok

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kebiasaan_Merokok * Tensi 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%

Kebiasaan_Merokok * Tensi Crosstabulation


Tensi
Hipertensi Normal Total
Kebiasaan_Merokok Ya Count 6 5 11
Expected Count 5.5 5.5 11.0
Tidak Count 23 24 47
Expected Count 23.5 23.5 47.0
Total Count 29 29 58
Expected Count 29.0 29.0 58.0

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .112a 1 .738
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .112 1 .738
Fisher's Exact Test 1.000 .500
N of Valid Cases 58
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.50.
b. Computed only for a 2x2 table
90

Usia

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Usia * Tensi 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%

Usia * Tensi Crosstabulation


Tensi
Hipertensi Normal Total
Usia <60 Count 7 8 15
Expected Count 7.5 7.5 15.0
>60 Count 22 21 43
Expected Count 21.5 21.5 43.0
Total Count 29 29 58
Expected Count 29.0 29.0 58.0

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .090a 1 .764
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .090 1 .764
Fisher's Exact Test 1.000 .500
N of Valid Cases 58
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.50.
b. Computed only for a 2x2 table
91

Stress

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Stress * Tensi 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%

Stress * Tensi Crosstabulation


Tensi
Hipertensi Normal Total
Stress Tidak Stress Count 18 17 35
Expected Count 17.5 17.5 35.0
Stress Count 11 12 23
Expected Count 11.5 11.5 23.0
Total Count 29 29 58
Expected Count 29.0 29.0 58.0

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .072a 1 .788
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .072 1 .788
Fisher's Exact Test 1.000 .500
N of Valid Cases 58
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.50.
b. Computed only for a 2x2 table
92

Alkohol

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Alkohol * Tensi 58 100.0% 0 0.0% 58 100.0%

Alkohol * Tensi Crosstabulation


Tensi
Hipertensi Normal Total
Alkohol Tidak Count 29 29 58
Expected Count 29.0 29.0 58.0
Total Count 29 29 58
Expected Count 29.0 29.0 58.0

Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square .a
N of Valid Cases 58
a. No statistics are computed
because Alkohol is a constant.
93

Lampiran Foto Kegiatan


94

DAFTAR PUSTAKA

Adhana, R., Gupta, R., Dvivedi, J., and Ahmad, S. 2013. The influence of the 2:1
yogic breathing technique on essential hypertension. Indian Journal
Physilogy and Pharmacology, 57 (1): 38-44
Agustina, S., Sari, S.M., Savita, R. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Hipertensi pada Lansia di Atas Umus 65 Tahun. Jurnal Kesehatan
Komunitas. Vol. 2(4): 180-186.
Andarini. 2012. Terapi Nutrisi Pasien Usia Lanjut yang Dirawat di RS. Dalam :
Harjodisastro D, Syam AF, Sukrisman L, editor. Dukungan nutrisi pada
kasus penyakit dalam. Jakarta : Departemen ilmu penyakit dalam Fakultas
Kedokteran UI.
Anggraini, A.D., Waren, S., Situmorang, E., Asputra, H., dan Siahaan, S.S. 2009.
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien
Yang Berobat Di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari
Sampai Juni 2008. Fakultas Kesehatan. Universitas Riau. Hal. 1-41
Araujo, A.J., Santos, A.C., Souza, K.D., Aires, M.B., Santana-Filho, V.J., Fioretto,
E.T. 2013. Resistance Training Controls Arterial Blood Pressure in Rats
with L-Name-Induced Hypertension. Brasil Cardiology. 100(4): 339-46.
Balai Informasi Teknologi LIPI. 2009. Hipertensi. Jakarta: LIPI.
Black, J.M., Hawks, J.H. 2005. Medical Surgical Nursing: Clinical Management
For Positive Outcomes. Edisi 7. St. Loius: Elsevier Saunders.
Black, J.M., Hawks, J.H. 2005. Medical surgical nursing: clinical management for
positive outcomes. Edisi 7. St. Loius: Elsevier Saunders.
Black,J.M., dan Hawks,J.H.2005. Medical Surgical Nursing. New York. Elsevier
Bonow, R.O., Libby, P., Mann, D.L., Zipes, D.P. 2008. Braunwald’s Heart
Disease. USA: Sanders Elsevier.
Bonow, R.O., Libby, P., Mann, D.L., Zipes, D.P. 2008. Braunwald’s Heart
Disease. USA: Sanders Elsevier.
Braverman, E.R., Braverman, D. 2004. Penyakit Jantung dan Penyembuhannya
Secara Alami. Jakarta: PT. Bhuana.
Corwin E. 2005. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
95

Dalimartha, S. 2008. Care Your self Hipertension. Penebar Plus : Jakarta.


Diaz, K.M. & Shimbo, D. 2013. Physical Activity and the Prevention of
Hypertension. Currative Hypertension Report. 15(4): 659-68.
Dinkes. 2017. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2017. Semarang:
Dinkes Jateng
ESH and ESC. 2013. ESH/ESC Guidelines For the Management Of Arterial
Hypertension. Journal Of hypertension 2013, vol 31, 1281-1357.
Everett, B., Zajacova, A. 2015. Gender Differences in Hypertension and
Hypertension Awareness Among Young Adult. Bioderrmography Soc Biol.
Vol.16(1):1-17.
Familia, D., Dewi, S. 2010. Hidup Bahagia dengan Hipertensi. Jogjakarta: Aplus
Books.
Fathina, UA. 2007. Hubungan Asupan Sumber Lemak dan Indeks Massa Tubuh
(IMT) dengan Tekanan Darah Penderita Hipertensi. Semarang: UNDIP.
Geriatri KK. 2012. Hipertensi dan Stroke pada Lansia. Panti Werdha Kristen
Hana: Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara.
Ginting Wira Maria, Surdayanti Etti, dan sarumpret Sorimuda. 2018. Pengaruh
Asupan Protein Dan Asupan Garam Terhadap Kejadian Hipertensi Pada
Wanita Usia Subur Dengan Obesitas Di Wilayah Kerja Puskesmas
Patumbak Tahun 2017. Jurnal Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran,
dan Ilmu Kesehatan. Vol2 (2). Hal: 356-361.
Hamer, M. 2011. The Anti-Hypertension Effects of Exercise: Integrating Acute
and Chronic Mechanisms. Sports Medicine. 36(6): 109-16.
Harahap, R.A., Rochadi, R.K., Sarumpaet, S. 2017. Pengaruh Aktivitas Fisik
Terhadap Kejadian Hipertensi Pada Laki-Laki Dewasa Di Wilayah
Puskesmas Bromo Medan Tahun 2017. Jurnal Muara Sains, Teknologi,
Kedokteran, dan Ilmu Kesehatan. 1(2): 68-73.
Hasanudin, Ardiyani, V.M., Perwiraningtyas, P. 2018. Hubungan Aktivitas Fisik
Dengan Tekanan Darah Pada Masyarakat Penderita Hipertensi Di Wilayah
Tlogosuryo Kelurahan Tlogomas Kecamatan Lowokwaru Kota Malang.
Nursing News. 3(1) : 787-99.
Hull, A. 1996. Penyakit Jantung, Hipertensi, dan Nutrisi. Jakarta: Bumi Aksara.
96

Kalangi, J. A., A. Umboh, dan V. Pateda. 2015. Hubungan Faktor Genetik dengan
Tekanan Darah Pada Remaja. Journal e-Clinic, 3 (1): 66-70
Katzung, B.G. 2010. Basic and Clinical Pharmacology 10th edition. USA :
McGraw Hill.
Kemenkes RI. 2014. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan
RI Hipertensi. Jakarta : kemenkes RI
Komaling, J., Suba, B., Wongkar, D. 2013. Hubungan Mengonsumsi Alkohol
dengan Kejadian Hipertensi pada Laki-Laki di Desa Tompasobaru II
Kecamatan Tompasobaru Kabupaten Minahasa Selatan. E-Jurnal
Keperawatan. Vol. 1(1): 1-7.
Kotchen, T. A.2012. Harrison’s Principles Of Internal Medicine. 18th ed. USA:
The McGraw-Hill Companies.
Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N. 2005. Pathologic basic of disease 7th ed.
Philadelphia: Elsavier Saunders. Hal: 270-5.
Lestari, D dan Lelyana, R. 2010. Hubungan Asupan Kalium, Kalsium, Magnesium
dan Natrium, IMT Serta Aktifitas Fisik Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Wanita Usia 30 -40 Tahun. Semarang: Universitas Diponegoro.
Mahmudah Solehatul, Maryusman Taufik, Arini Firlia Ayu, Malkan Ibnu. 2016.
Hubungan Gaya Hidup Dan Pola Makan Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Lansia Di Kelurahan Sawangan Baru Kota Depok Tahun 2015. Biomedika.
Vol 7 (2). Hal 43-51.
Mahmudah, S., et al. 2016. Hubungan Gaya Hidup dan Pola Makan dengan
Kejadian Hipertensi pada Lansia di Kelurahan Sawangan Baru Kota Depok
tahun 2015. Biomedika 8(2): 1-9.
Mancia G., Fagard, R., Narkiewicz, K. Zanchetti, A. Bohm, M. Christiaens, T., et
al. 2013. ESH/ESC Guidelines For the Management Of Arterial
Hypertension. Journal Of hypertension. Vol. 31(7):1281-1357.
Mardiana, Y., Zelfino. 2014. Hubungan Antara Tingkat Stres Lansia Dan
Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di RW 01 Kunciran Tangerang. Forum
Ilmiah. Vol.11(2):261-267.
97

Memah, M., Kandou, G., Nelway, J. 2019. Hubungan antara Kebiasaan Merokok
dan Konsumsi Alkohol dengan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Kombi
Kecamatan Kombi Kabupaten Minahasa. Jurnal KESMAS. Vol. 8(1): 68-74.
Michael et al. 2014. Tata Laksana Terkini Pada Hipertensi. Jurnal Kedokteran
Meditek. 20 (52): 1-6.
Minna J. 2005. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA :
McGraw-Hill Companies.Hal.506- 509.
Novitaningtyas, Tri. 2014. Hubungan Karakteristik (Umur, Jenis Kelamin,
Tingkat Pendidikan) Dan Aktivitas Fisik Dengan Tekanan Darah Pada
Lansia Di Kelurahan Makamhaji Kecamatan Kartasura Kabupaten
Sukoharjo. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Oktora R. 2007. Gambaran Penderita Hipertensi Yang Dirawat Inap di Bagian
Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari Sampai
Desember 2005. Skripsi. FK UNRI. Hal: 41-42.
Oktora R. 2007. Gambaran Penderita Hipertensi Yang Dirawat Inap di Bagian
Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari Sampai
Desember 2005. Skripsi. FK UNRI. Hal: 41-42.
Pescatello, L.S., Franklin, B.A., Fagard, R., Farquhar, W.B., Kelley, G.A., Ray,
C.A. 2014. Exercise and Hypertension. Medical Science Sport Exercise.
36(5): 533-53.
Prasetyaningrum, Y.I. 2014. Hipertensi bukan untuk ditakuti. Fmedia (Imprint
AgroMedia Pustaka): Jakarta.
Rachman, F. 2011. Berbagai Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada
Lansia. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Tahun 2011.
Rahayu, Hesti. 2012. Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat RW 01
Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ramayulis, R 2010. Menu dan resep untuk penderita hipertensi. Jakarta: Penebar
Plus.
Sangadji, NW & Nurhayati. 2014. Hipertensi Ada Ramusaji Bus Transjakarta Di
PT. Bianglala Metropolitan Tahun 2013. BIMKMI. 2 (2): 1-10.
98

Sani, A. 2005. Rokok dan Hipertensi. Jakarta: Yayasan Jantung Indonesia.


Sapitri N, Suyanto, Ristua W. 2016. Analisis Faktor Risiko Kejadian Hipertensi
Pada Masyarakat Di Pesisir Sungai Siak Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru. Jom FK. Vol. 1(3):1-15.
Sapitri N, Suyanto, Ristua W. 2016. Analisis Faktor Risiko Kejadian Hipertensi
Pada Masyarakat Di Pesisir Sungai Siak Kecamatan Rumbai Kota
Pekanbaru. Jom FK. Vol. 1(3):1-15.
Saputra, B.R. , Rahayu, Indrawanto, I.S. 2013. Profil Penderita Hipertensi di
RSUD Jombang Perode Januari-Desember 2011. Ejournal UMM.
Vol.9(2):116-120.
Sari, Y.K. 2016. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi pada
Lansia di Puskesma Nglegok Kabupaten Blitar (The Correlation of Sexes
and Hypertention of Elderly in Nglegok Public Health Centre Kabupaten
Blitar). Jurnal Ners dan Kebidanan. Vol.3(3):262-265.
Setyanda, Y.O.G., Sulastri, D., Lestari, Y. 2015. Hubungan Merokok dengan
Kejadian Hipertensi pada Laki-Laki Usia 35-65 Tahun di Kota Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas. Vol. 4(2): 434-440.
Sheps, SG. 2005. Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi.
Jakarta.
Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem. Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Sihombing M. 2010. Hubungan Perilaku merokok, Konsumsi Makanan/Minuman
dan Aktifitas Fisik dengan Penyakit Hipertensi pada Responden Obes
Usia Dewasa diIndonesia. e-Jurnal Kedokteran Indonesia. Vol 60 n0 9
406-412.
Situmorang, P. 2015. Faktor – Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian
Hipertensi pada Penderita Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara
Medan Tahun 2014. Jurnal Ilmiah Keperawatan. Vol. 1(1): 67-72.
Sudarsono Erika Kusuma, Sasmita Aji Juliusf Fajar, Hyndasto Albertus Bayu,
Arssaputra Stefanus Sofian, Kuswatiningsih Natalia. 2017. Peningkatan
Pengetahuan tentang Hipertensi Guna Perbaikan Tekanan Darah pada Anak
99

Muda di Dusun Japanan, Margodadi, Sayegan, Sleman, Yogyakarta. Jurnal


Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol 3 (1). No: 26-38
Sugiharto, A. 2007. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat
(Studi Kasus di Kabupaten Karananyar). Semarang: Universitas
Diponegoro.
Sulistiyowati. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Hipertensi di Kampung Botton, Kelurahan Magelang, Kecamatan Magelang
Tengah, Kota Magelang Tahun 2019. Skripsi. Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang.
Syahrini, E. N., H. S. Susanto, dan A. Udiyono. 2012. Faktor-Faktor Risiko
Hipertensi Primer di Puskesmas Tlogosari Kulon Kota Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 1 (2) : 315-325
Sylvestris, A. 2014. Hipertensi dan Retinopati Hipertensi. Ejournal UMM.
Vol.10(1):1-9.
Syukarini, I. 2009. Analisis Faktor Resiko Hipertensi pada Masyarakat Nagari
Bungo Tanjung, Sumatera Barat. Skripsi. Universitas Sumatera Utara
Tangiran Almia Rspitaria, Lubis Zulhaida, Syarifah. 2018. Pengaruh
Pengetahuan, Sikap Dan Dukungan Keluarga Terhadap Diet Hipertensi Di
Desa Hulu Kecamatan Pancur Batu Tahun 2016. Jurnal Kesehatan. Vol
11(1). No: 9-17
The Eight Joint National Commitee. 2014. Evidence Based Guideline For The
Management Of High Blood Pressure In Adults-Report From The Panel
Members Appointed To The Eight Joint National Commitee. Clinical
Review And Education. Vol. 311 (5): 507-520.
Wahyuni, dan Eksanoto, D. 2013. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Jenis
Kelamin dengan Kejadian Hipertensi di Kelurahan Jagalan di Wilayah Kerja
Puskesmas Pucang Sawit Surakarta. Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia.
Vol.1(1): 79-85.
Wahyuni, dan Eksanoto, D. 2013. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Jenis
Kelamin dengan Kejadian Hipertensi di Kelurahan Jagalan di Wilayah Kerja
Puskesmas Pucang Sawit Surakarta. Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia.
Vol.1(1): 79-85.
100

Widyaningrum, TA. 2014. Hubungan Asupan Natrium, Kalium, Magnesium dan


Status Gizi dengan Tekanan Darah pada Lansia di Kelurahan Makamhaji
Kartasura. Skripsi.Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
World Health Organization. 2014. Global status report on noncommunicable
diseases 2014. Geneva: World Health Organization
Yogiantoro, M. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Hipertensi Esensial.
Jakarta: Perhipunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai