KASUS I :
Info 1
Anamnesis
Tn.Y datang diantar ke rumah sakit oleh keluarganya dengan keluhan kelemahan pada
anggota gerak kiri. keluhan dirasa sejak 6 jam yang lalu. Saat ia bangun pagi 6 jam yang
lalu, tiba-tiba tn.Y merasa tangan dan kaki kirinya terasa lemah namun masih bisa berjalan
dan makan sendiri. Keluhan disertai dengan mulut menceng ke kanan dan bicaranya pelo.
2 jam kemudian Tn.Y merasakan bahwa tangan dan kaki kirinya semakin lemah, bahkan
tidak dapat mengangkat gelas, Tn.Y merasa kelemahannya semakin berat. Dan tidak bisa
berjalan tanpa bantuan.
RPD : Hipertensi sejak 10 tahun yang lalu, tidak kontrol rutin, DM (-)
Pasien seorang ibu rumah tangga, mempunyai 2 orang anak yang masih bersekolah,
suaminya bekerja sebagai penjaga malam. Biaya pengobatan ditanggung BPJS.
Sasaran Belajar
a. Frontalis
Lobus frontalis mencakup bagian dari korteks serebrum ke depan dari sulkus
sentralis (suatu fisura atau alur) dan di alas sulkus lateralis. Bagian ini
mengandung daerah-daerah motorik dan pramotorik. Daerah Broca terletak di
lobus frontalis dan mengontrol ekspresi bicara. Banyak daerah-daerah asosiasi di
lobus frontalis menerima informasi dari seluruh otak dan menggabungkan
informasi-informasi tersebut menjadi pikiran, rencana, dan perilaku. Lobus
frontalis bertanggung jawab untuk perilaku bertujuan, penentuan keputusan moral,
dan pemikiran yang kompleks. Lobus frontalis memodifikasi dorongan -
dorongan emosional yang dihasilkan oleh sistem limbik dan refleks refleks
vegetatif dari batang otak (Snell, 2007).
Badan-badan sel di daerah motorik primer lobus frontalis mengirim tonjolan-
tonjolan akson ke korda spinalis,yang sebagian besar berjalan dalam jalur yang
disebut sebagai sistem piramidalis. Pada sistem piramidalis, neuron-neuron motorik
menyeberang ke sisi yang berlawanan. Informasi motorik dari sisi kiri korteks
serebrum berjalan ke bawah ke sisi kanan korda spinalis dan mengontrol
gerakan motorik sisi kanan tubuh, demikian sebaliknya. Akson-akson lain dari
daerah motorik berjalan dalam jalur ekstrapiramidalis. Serat-serat ini
mengontrol gerakan motorik halus dan berjalan di luar piramid ke korda spinalis
(Snell, 2007).
b. Parietalis
Lobus parietalis adalah daerah korteks yang terletak di belakang sulk-us sentralis,
di atas fisura lateralis, dan meluas ke belakang ke fisura parieto-oksipitalis.
Lobus ini merupakan daerah sensorik primer otak untuk rasa raba dan
pendengaran. Sel-sel lobus parietalis bekerja sebagai daerah asosiasi sekunder
untuk menginterpretasikan rangsangan-rangsangan yang datang. Lobus
parietalis menyampaikan informasi sensorik ke banyak daerah lain di otak,
termasuk daerah asosiasi motorik dan visual di sebelahnya (Snell, 2007).
c. Occipitalis
Lobus oksipitalis adalah lobus posterior korteks serebrum. Lobus ini terletak di
sebelah posterior dari lobus parietalis dan di atas fisura parieto-oksipitalis, yang
memisahkannya dari serebelum. Lobus ini adalah pusat asosiasi visual utama.
Lobus ini menerima informasi yang berasal dari retina mata (Snell, 2007).
d. Temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke bawah
dari fisura lateralis dan ke sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis. Lobus
temporalis adalah daerah asosiasi primer untuk informasi auditorik dan mencakup,
daerah Wernicke tempat interpretasi bahasa. Lobus ini juga terlibat dalam
interpretasi bau dan penyimpanan ingatan (Snell, 2007).
a. Sulcus centralis
b. Sulcus parietooccipitalis
c. Sulcus lateralis
b. Patofisiologi
1) Hipestesia atau hipostesia
Merupakan suatu disestesia mencakup sensitivitas yang menurun
secara abnormal, terutama pada perabaan. Hemihipestesia terjadi karena
korteks sensorik primer tidak menerima impuls sensorik dari belahan tubuh
kontralateral. Di klinik, hemihipestesia merupakan gejala utama atau gejala
penyerta cerebrovascular disease. Infark yang mengenai seluruh kapsula
interna krus posterior sesisi mengakibatkan hemiplegi kontralateral yang
disertai hemihipestesia kontralateral juga. Infark pada daerah tersebut
terjadi karena penyumbatan a. lentikulostriata. Apabila cabang a.
lentikulostriata yang tersumbat, mungkin bagian ujung belakang kapsula
interna krus posterior saja yang mengalami infark. Pada keadaan tersebut,
hemihipestesia kontralateral merupakan gejala utama, tanpa hemiplegia,
karena kawasan tersebut hanya dilintasi serabut-serabut aferen yang
berproyeksi pada bagian sensorik primer dan tidak ada traktus kortikospinal
yang ikut terkena.
2) Hemiparesis/hemiplegia
Hemiparesis merupakan kelemahan otot atau paralysis parsial
mengenai satu sisi tubuh. Pada umumnya kelumpuhan Upper Motor Neuron
(UMN) melanda sebelah tubuh sehingga dinamakan hemiparesis,
hemiplegia, atau hemiparalisis karena lesinya menempati kawasan susunan
piramidal sesisi. Ketiga istilah digunakan secara bebas, walaupun
hemiparesis sebenarnya kelumpuhan sesisi badan yang ringan dan
hemiplegi atau hemiparalisis merupakan kelumpuhan sesisi badan yang
berat. Kelumpuhan UMN dibagi menjadi :
Hemiplegi karena hemilesi di korteks motorik primer
a) Hemiparesis dekstra (jika lesi di hemispherium sinistra) atau
hemiparesis sinistra (jika lesi di hemispherium dekstra)
b) Terdapat perbedaan derajat kelumpuhan antara lengan dan tungkai
c) Kelumpuhan otot-otot wajah, pengunyah dan penelan
d) Afasia motorik dan afasia sensorik
e) Hipertoni yang bersifat spastik
f) Forced crying dan forced laughing
g) Deviasi konjugat
Hemiplegi karena hemilesi di kapsula interna
a) Hemiplegia
b) Rigiditas
c) Atetosis
d) Distonia
e) Tremor
f) Hemianopsia
g) Disartria (pelo)
Hemiplegi alternan karena hemilesi pada batang otak
a) Sindrom hemiplegi alternan di mesenchepalon
b) Sindrom hemiplegi alternan di pons
c) Sindrom hemiplegi alternan di medula oblongata
3) Nervus hipoglossus
Nervus hipoglosus merupakan nervus cranial yang bersifat motorik
dan mempersarafi semua otot instrinsik lidah, m. styloglossus, m.
hyoglossus, dan m. genioglossus. Nukleus hipoglossus terletak dekat line
mediana, di bawah lantai ventrikel quartus. Nukleus menerima serabut
corticonuclear dari kedua hemispherium cerebri. Serabut nervus
hipoglossus berjalan ke anterior melalui medula oblongata dan muncul pada
alur antara pyramis dan oliva. Nervus ini menyilang fossa cranii posterior
dan meninggalkan tengkorak melalui canalis hipoglossus. Nervus berjalan
ke bawah lalu ke depan di dalam leher, di antara a. carotis interna dan vena
jugular interna sampai mencapai pinggir bawah venter posterior m.
digastricus. Nervus hipoglossus kemudian membelok ke depan dan
menyilang arteri carotis interna dan eksterna serta mengait arteri lingualis.
Nervus ini berjalan dalam pinggir posterior m. mylohyoideus yang
terletak lateral dari m. hyoglossus dan kemudian bercabang-cabang ke otot-
otot lidah. Untuk memeriksa keutuhan nervus hipoglossus, pasien diminta
menjulurkan lidahnya, dan jika terdapat lesi LMN, lidah akan berdeviasi
kearah lesi. Lidah pada sisi lesi akan menjadi lebih kecil akibat atropi, dan
fasikulasi dapat menyertai atau mendahului atropi. Sebagian besar nucleus
hipoglossus menerima serabut-serabut kortikonuklear dari kedua
hemispherium serebri. Akan tetapi, nucleus yang mempersarafi m.
genioglossus hanya menerima serabut kortikonuklear dari hemispherium
serebri dari sisi kontralateral. Apabila terdapat lesi pada serabut-serabut
kortikonuklear, tidak terjadi atropi atau fibrilasi lidah. Apabila dkeluarkan,
lidah akan berdeviasi ke sisi yang berlawanan dengan lesi.
Keterangan :
C = Consciousness atau kesadaran
Alert 0
Drowsy & stupor 1
Semicoma & coma 2
V = Vomiting atau muntah
No = 0
Yes = 1
H = Headache atau nyeri kepala within 2 hours
No 0
Yes 1
A = Atheroma (riwayat diabetes, angina)
No 0
Salah satu ada 1
DBP = Diastolic Blood Pressure
Penilaian :
> 1 Perdarahan intraserebral
< -1 Infark serebri
1 s/d 1 pakai CT Scan/kurva probability
Diagnosa etiologi
Stroke Iskemia
7. Faktor resiko dan pencegahan stroke
Klasifikasi faktor risiko stroke:
1) Tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga terkena
stroke, riwayat TIA, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
2) Dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus (DM), rokok, drug abuse,
kontrasepsi oral, dan dislipidemia
Capsula
interna
Mecencephalo
n
Pons
Medula
Oblongat
Chiasma a
Opticum
Decussatio
Pyramidali
s
Mat Mat
a a Medull
a
Spinali
s
Gambar 13. Gambar skema traktus kortikospinalis dan nervus II, VII, XII
Keterangan:
= Tractus pyramidalis (kortikospinal) = N XII
= nucleus N XII
= N VII = N II
= nucleus N II
Dari skema di atas tampak bahwa baik jalur jalur N II, N VII, jalur N XII,
maupun tractus pyramidalis melewati jalur yang sama hingga mencapai capsula
interna. Setelah melewati capsula interna, jalur N II sudah tidak melewati jalur
yang sama. Apabila terjadi lesi diantara cortex cerebri dan capsula interna, maka
kemungkinan terjadi kerusakan pada fungsi N II (penglihatan), N VII (pergerakan
otot wajah), N XII (pergerakan lidah) dan tractus pyramidalis (fungsi motorik
ekstrimitas).
Gejala yang ditunjukkan pada kasus mengarah pada karakteristik lesi sentral
(Upper Motor Neuron), di antaranya: hemiparesis spastik, refleks fisiologis yang
meningkat, dan ditemukannya refleks patologis babinsky. Daerah Upper Motor
Neuron sendiri yaitu dari cortex cerebri hingga pons. Dalam hal ini, daerah antara
cortex cerebri dan capsula interna memasuki wilayah Upper Motor Neuron. Oleh
karenanya dapat disimpulkan bahwa kemungkinan letak lesi berada di atas capsula
interna (antara cortex cerebri dan capsula interna).
Namun untuk mendiagnosis pada struktur lesi perlu dipahami berbagai tanda dan
gejala lainnya. Untuk mempermuah maka diagnosis topis terletak pada hemisfer
cerebri dextra.
5) Pencitraan:
- CT-scan harus dilakukan sesegera mungkin untuk mengetahui adanya
pecah pembuluh darah di otak dan menentukan jenis stroke. CT-scan
untuk stroke iskemik dilakukan secara berkala karena tanda iskemik
baru didapat 48 jamsetelah onset. Stroke hemoraik akan memberikan
gambaran hiperdensitas dan stroke non-hemoragik akan memberikan
gambaran hipodensitas pada jaringan yang mengalami iskemik.
- Ultrasonografi dilakukan untuk melihat adakah gangguan aliran darah
arteri di leher.
- MRI (Magnetic Resonace Imaging) untuk melihat pembuluh darah dan
jaringan otak, adakah gangguan pada aliran darah otak atau perdarahan
pada otak.
- Angiogram dilakukan juga untuk mendeteksi gangguan aliran darah
yang ke otak.
Semua pemeriksaan tersebut merupakan sebuah pilihan bagi klinisi.
Pemeriksaan dipilih berdasarkan hasil anamnesis dan disesuaikan dengan kondisi
ekonomi dari pasien. Namun beberapa sumber mengatakan bahwa untuk
pemeriksaan stroke yang menjadi goal standar adalah CT-scan (Hakan, 2010).
9. Tata laksana stroke dan penatalaksanaan faktor resiko
a. Tata Laksana Stroke
1) Penanganan Kegawatdaruratan
Stabilisasi Pasien dengan ABC :
- Airway, menjaga jalan nafas
- Breathing, memastikan ventilasi berjalan dengan baik
- Circulation, jaga sirkulasi darah pasien
2) Terapi Umum (5B)
Breathing, jalan nafas harus terbuka lega, hisap lender dan slem. Jaga
oksigenasi dan ventilasi agar tidak terjadi aspirasi, Intubasi pada pasien
dengan GCS <8. Penderita sebaiknya berbaring dalam posisi miring kiri-
kanan bergantian setiap 2 jam, bila ada radang atau asma cepat diatasi.
Blood, tekanan darah pada tahap awal tidak boleh diturunkan untuk
membantu pengibatan, kecuali jika tekanan sistol >220 mmHg dana tau
diastole >120 mmHg untuk stroke iskemik. Penurunan tekanan darah
maksimal 20%.
Brain, edem otak, peningkatan TIK, harus diatasi dengan mannitol 20% 1-
1,5 gr/kgBB dilanjutkan dengan 6x100 cc (0,5 gr/kgBB), dalam 15-20 menit
dengan pemantauan osmolalitas antara 300-320 mOsm.
Bladder, Hindari infeksi saluran kemih, bila terjadi retensi urin pasang
kateter intermitten. Miksi dan keseimbangan cairan harus diperhatikan,
Bowel, pasang NGT bila kesultan menelan makan.
3) Tata Laksana Farmakologi
IVFD RL 20tpm (Terapi cairan)
Ranitidin 3x1 amp (Terapi tukak lambung pada pasien stroke asam
lambung seringkali tinggi karena asupan makanan yang melalui selang)
Heparin dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam (antikoagulasi)
Aspirin 80-1200 mg/hari (anti agregasi trombosit menghambat
siklooksigenase)
Piracetam 3x1 gr IV (Neuroprotektan memperbaiki integritas sel,
memperbaiki fluiditas membra, dan menormalkan fungsi membrane)
Citicolin 2x500 mg (Neuroprotektan membantu pembentukan membrane
sel di otak)
Neurode 1x1 (Neuroprotektan dapat digunakan pada pasien dengan
gangguan neurologi)
4) Tata Laksana Non Farmakologi
Konsul Rehab Medik
Konsul Spesialis Sarad
5) Edukasi
Tirah baring
Edukasi gaya hidup : pola makan, olahraga, rehabilitasi medik, komunikasi,
mobilisasi, aktivitas sehari-hari.
b. Tata laksana faktor risiko
1) Dislipidemia
Simvastatin
- Menurunkan jumlah kolesterol total dan LDL pada hiperkolresterolemia
primer dan sekunder
- Meningkatkan HDL
- Dosis awal 10 mg/hari dosis tunggal pada malam hari. Maksimal 40
mg/hari dosis tunggal (malam hari)
- Diberikan setelah makan
- Jangan diperikan pada pasien dengan penyakit hati aktif
2) Hipertensi
Candesartan
- Obat antihipertensi golonga ARBs (Angiotensin Reseptor Blocker),
bekerja dengan memblok reseptor angiotensin yang melemaskan
pembuluh darah sehingga darah dapat mengalir lebih mudah.
- Dosis awal 16 mg oral 1x1 Dosis lanjutan 8-32 mg 1-2x1 tablet
10. Menjelaskan rehabilitasi yang dibutuhkan penderita stroke
Rehabilitasi adalah pemulihan ke bentuk atau fungsi yang normal setelah terjadi luka
atau sakit, atau pemulihan pasien yang sakit atau cedera pada tingkat fungsional optimal di
rumah dan masyarakat, dalam hubungan dengan aktivitas fisik, psikososial, kerja dan rekreasi
(Dorland)
Tujuan Rehabilitasi Stroke ( WHO ) :
1) Memperbaiki fungsi motorik, wicara, kognitif dan fungsi lain yang terganggu.
2) Readaptasi sosial dan mental untuk memulihkan hubungan interpersonal dan aktivitas
sosial.
3) Dapat melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari
Tujuan Akhir rehabilitasi stroke KEMANDIRIAN
5) Psikolog.
a. Perlu menilai kondisi emosional / afek penderita stroke saat itu, apakah pasien
dalam Fase syok, Fase penolakan, Fase putus asa, atau Fase penerimaan.
b. Memberikan suport mental pada penderita, keluarga, lingkungan.
6) Terapi Wicara.
Pasien dianjurkan untuk secepatnya memulai mengadakan dan memulihkan
kemampuana bicaranya dengan jalan mengemukakan segala hal yang ingin ia katakan
dengan ucapan yang terdengara, walaupun timbul berbagai kesulitan dalam
mengemukakannya kepada orang lain. Terapi wicara terdiri dari :
a. Menilai fungsi menelan : perlu latihan otot-otot menelan
b. Memberikan aktifitas makan dengan komposisi makanan yang berbeda ( keras,
lunak, cair ) , minum, dsb.
c. Berkomunikasi : vokal, verbal, konsonan
d. Latihan peningkatan kognitif
7) Pekerja Sosial.
Sosial medik berfungsi untuk menangani masalah pada pasien maupun lingkungan
sekitarnya dengan memberikan solusi. Contoh masalah yang ditangani social workers
(pekerja dari sosial medik) adalah apakah si pasien kekurangan uang saat mengalami
rehabilitasi, nantinya petugas ini akan mencarikan caranya dengan mencari donatur.
Lalu apabila pasien mengalami kecacatan, social workers ini nantinya akan
berusaha menjadi pihak yang mengedukasi keluarga pasien dan tempat kerja si pasien
terkait dengan kondisinya
8) Perawat.
Mereka khusus bertugas untuk merawat orang-orang cacat, penderita pasca-stroke,
penderita diabetes agar mereka dapat menyesuaikan diri setelah serangan penyakit
tersebut muncul.
Ratih Bahari
Aditya Eka Oktavian
Marhamdani
Aulia Q.A
Mahayu
Pramesa Juan
Hawariyyun Sastranegara
Jarwati
Citra Kharisma
Aulia Q.A
Rania Nisrina A
Silvymay N
Ariesta R