Anda di halaman 1dari 49

1

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas limpahan
rahmat serta anugerah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan laporan
Community Health Analysis (CHA) dengan judul “Faktor Risiko Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas I
Wangon Kabupaten Banyumas”. Shalawat serta salam tidak lupa kami haturkan
kepada junjungan nabi agung kita, yaitu Nabi Muhammas SAW.
Terimakasih kami ucapkan kepada pihak kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan tugas kepada kami sehingga kami
bisa lebih memahami seluruh proses yang terjadi di dalamnyasejak pembuatan
prioritas masalah, proses pengolahan data, hingga membuat planning ofaction
kepada masyarakat.
Kami mengucapkan terimakasih kepada pembimbing kami dr.Tulus Budi
Purwanto sebagai pembimbing puskesmas dan dr. Dwi Arini Ernawati, MPH
sebagai pembimbing fakultas yang telah membimbing kami, memberikan saran,
arahan serta masukan kepada kami. Kami juga mengucapkan terimasih kepada
segenap karyawan Puskesmas I Wangon yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan informasi, arahan, dukungan selama pembuatan laporan ini.
Laporan ini berisi faktor risiko penyakit DM yang kami amati di wilayah
kerja Puskesmas I Wangon. Kami berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan masyarakat.
Penulis memohon maaf apabila masih terdapat banyak kekurangan di
dalam penyusunan laporan ini. Kami membutuhkan kritik dan saran yang
membangun untuk menjadikan laporan ini lebih baik lagi kedepannya.

Penulis

I. PENDAHULUAN
2

A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi
masalah utama dalam kesehatan baik di dunia maupun di Indonesia. DM
adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Lebih dari 90 persen dari semua populasi diabetes adalah diabetes melitus tipe
2 yang ditandai dengan penurunan sekresi insulin karena berkurangnya fungsi
sel beta pankreas secara progresif yang disebabkan oleh resistensi insulin
(American Diabetes Association, 2012).
Menurut World Health Organization/ WHO (2012) bahwa jumlah klien
dengan DM di dunia mencapai 347 juta orang dan lebih dari 80% kematian
akibat DM terjadi pada negara miskin dan berkembang. Pada tahun 2020 nanti
diperkirakan akan ada sejumlah 178 juta penduduk Indonesia berusia diatas 20
tahun dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta
klien yang menderita DM. Hasil penelitian yang dilakukan pada seluruh
provinsi yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi nasional untuk
toleransi glukosa tertanggu (TGT) adalah sebesar 10,25% dan untuk DM
adalah sebesar 5,7% (Balitbang Depkes RI, 2008).
Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan berupa Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
menyebutkan 2 terjadi peningkatan prevalensi klien diabetes melitus pada
tahun 2007 yaitu 1,1% meningkat pada tahun 2013 menjadi 2,4%. Sementara
itu prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2013
sebesar 2,1% prevalensi yang tertinggi adalah pada daerah Sulawesi Tengah
(3,7%) dan paling rendah pada daerah Jawa Barat (0,5%). Data Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 prevalensi DM adalah 0,6%.
Data Riskesdas tersebut menyebutkan bahwa prevalensi klien DM cenderung
meningkat pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dimana terjadi
peningkatan prevalensi penyakit DM sesuai dengan pertambahan umur namun
pada umur ≥ 65 tahun prevalensi DM cenderung menurun. Prevalensi DM
cenderung lebih tinggi bagi klien yang tinggal di perkotaan dibandingkan
3

dengan di pedesaan. Ditinjau dari segi pendidikan menurut Riskesdas bahwa


prevalensi DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat
pendidikan tinggi (Balitbang Depkes RI, 2013).
Penyakit DM merupakan suatu penyakit kronis yang mempunyai dampak
negatif terhadap fisik maupun psikologis klien, gangguan fisik yang terjadi
seperti poliuria, polidipsia, polifagia, mengeluh lelah dan mengantuk (Price &
Wilson, 2005). Disamping itu klien juga dapat mengalami penglihatan kabur,
kelemahan dan sakit kepala. Dampak psikologis yang terjadi pada klien dengan
DM seperti kecemasan, kemarahan, berduka, malu, rasa bersalah, hilang
harapan, depresi, kesepian, tidak berdaya (Potter & Perry 2010), ditambah lagi
klien dapat menjadi pasif, tergantung, merasa tidak nyaman, bingung dan
merasa menderita (Purwaningsih & Karlina, 2012).
Salah satu dampak psikologis yang dialami pada klien dengan DM
adalah 3 stres. Stres merupakan perasaan yang diciptakan ketika seseorang
bereaksi terhadap peristiwa tertentu. Reaksi tersebut merupakan cara tubuh
meningkatnya untuk suatu tantangan dan bersiap-siap untuk memenuhi situasi
yang sulit dengan berfokus, kekuatannya, stamina, dan kewaspadaan yang
meningkat. Peristiwa yang memicu stres disebut stresor, dan mereka mencakup
berbagai macam situasi fisik, seperti cedera atau sakit. Tubuh bersiap untuk
mengambil tindakan dalam menanggapi stres. Persiapan ini disebut respon
fight or flight. Diabetes itu sendiri juga merupakan penyebab stres (Eom et al,
2011).
Stres pada klien DM dibandingkan dengan populasi umum, memiliki
tingkat stres yang lebih tinggi, dan sebagaimana tingkat stres meningkat,
kontrol glikemik semakin memburuk dapat berakibat gangguan pada
pengontrolan kadar gula darah (Eom et al, 2011). Pada keadaan stres akan
terjadi peningkatan hormon-hormon stres epinefrin dan kortisol. Hormon
epinefrin dan kortisol keduanya meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak
dalam darah sehingga meningkatkan kadar gula darah (Sherwood, 2001).

B. Rumusan Masalah
4

1. Apa saja faktor risiko terjadinya peningkatan kasus diabetes mellitus tipe 2
di wilayah kerja PuskesmasI Wangon Kabupaten Banyumas?
2. Apa faktor risiko paling dominan dalam peningkatan kasus diabetes mellitus
tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas I Wangon Kabupaten Banyumas?
3. Bagaimana alternatif pemecahan masalah peningkatan kasus diabetes
mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas I Wangon Kabupaten
Banyumas?
4. Bagaimana intervensi yang sesuai terhadap penyebab masalah peningkatan
kasus diabetes mellitus tipe 2 untuk mengatasi masalah kesehatan di wilayah
kerja Puskesmas I Wangon Kabupaten Banyumas?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas (Community Health
Analysis) faktor yang mempengaruhi pengendalian kadar gula darah pasien
diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas I Wangon Kabupaten B
anyumas.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pengendalian kadar gula darah p
asien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.
b. Mencari alternatif pemecahan masalah pengendalian gula darah pasien
diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.
c. Melakukan intervensi terhadap penyebab masalah pengendalian gula dara
h pasien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang permas
alahan kesehatan yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi mahasiswa
5

Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah


kesehatan di wilayah kerja Puskesmas I Wangon.
b. Bagi masyarakat desa
Memberikan informasi kesehatan (promotif, preventif, dan rehabilit
atif) kepada masyarakat yang ada di wilayah kerja Puskesmas I Wangon
khususnya berkaitan dengan pengendalian gula darah pada pasien diabete
s mellitus tipe 2.
c. Bagi instansi terkait
Membantu memberikan bahan pertimbangan menentukan kebijaka
n yang harus diambil untuk menyelesaikan masalah, terutama program p
engelolaan penyakit kronis.
d. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
Untuk menambah bahan referensi yang dapat digunakan sebagai ac
uan dalam penelitian selanjutnya.
6

II. ANALISIS SITUASI

A. Gambaran Umum
1. Keadaan Geografi
Puskesmas I Wangon adalah salah satu bagian dari wilayah kabupaten
Banyumas, dengan luas wilayah kerja kurang lebih 40 km2. Wilayah kerja
Puskesmas I Wangon terdiri atas 7 desa, dengan desa yang memiliki
wilayah paling luas yaitu Randegan dengan luas 10,4 km2, dan yang
tersempit adalah Banteran dengan luas 2,5 km2.

Gambar 2.1 Peta Desa Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon


Batas Wilayah Puskesmas I Wangon :
a. Utara : Wilayah Puskesmas I Wangon
b. Selatan : Wilayah Kabupaten Cilacap
c. Timur : Wilayah Puskesmas Jatilawang
d. Barat : Wilayah Puskesmas Lumbir.
Luas lapangan lahan di wilayah Puskesmas I Wangon dirinci
sebagai berikut:
a.Tanah Sawah : 8.625,00 Ha
b.Tanah Pekarangan : 57,16 Ha
c.Tanah tegalan : 1.889,79 Ha
d.Tanah Hutan Negara : 209,00 Ha
e.Tanah Perkebunan Rakyat : 85,00 Ha
f. Lain-lain : 241,00 Ha
7

2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk

2018
14000

12000

10000

8000

6000

4000

2000

go
n ng on an ng an an
di ul er he eg eg
an ag
a K nt a ad nd
W ap ng Ba Ra
w
ng Ra
Kl adi Pe
ag
lap
K

Gambar 2.2 Grafik Jumlah Penduduk Desa Wilayah Kerja


Puskesmas I Wangon Tahun 2018

Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon pada


Tahun 2018 jumlah penduduk tertinggi terdapat di Desa Klapagading
Kulon yaitu 11.899 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terendah ada
pada Desa Banteran yaitu sebanyak 5.524 jiwa.
8

b. KepadatanPenduduk

2018
4000

3500

3000

2500

2000

1500

1000

500

0
Wangon Klapagading Klapagading Banteran Rawaheng Pengadegan Randegan
Kulon

Gambar 2.3 Grafik Kepadatan Penduduk Desa Wilayah Kerja


Puskesmas I Wangon Tahun 2018

Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas I Wangon pada


tahun 2018 Desa Klapagading Kulon memiliki kepadatan penduduk
tertinggi yakni 3390 jiwa per km 2, sedangkan kepadatan penduduk
terendah terdapat pada Desa Rawaheng sebesar 574 jiwa per km2.
9

c. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin


7000

6000 5796 5912


5345
5000

4000 3884
3360
2943
3000 2750

2000

1000

0
Wangon Klapagading Klapagading Banteran Randegan Rawaheng Pengadegan
Kulon

Gambar 2.4 Jumlah penduduk Laki-laki dan Perempuan


di Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon Tahun 2018

Berdasarkan Gambar 2.4 Pada Tahun 2018 Desa Klapagading Kulon


merupakan desa dengan jumlah penduduk terbanyak di wilayah
Puskesmas I Wangon dengan jumlah laki-laki 5.987 jiwa dan perempuan
sebanyak 5912 jiwa.
10

d. Kelompok Usia

75+

70 - 74

65 - 69

60 - 64

55 - 59

50 - 54

45 - 49

40 - 44

35 - 39

30 - 34

25 - 29

20 - 24

15 - 19

10 - 14

5 -9

0 -4
-3000 -2000 -1000 0 1000 2000 3000

Gambar 2.5 Grafik Jumlah penduduk menurut Kelompok Usia dan Jenis
Kelamin tahun 2018

Berdasarkan Gambar 2.5 grafik piramida termasuk jenis ekspansive,


jumlah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi dan tingkat kelahiran
yang meningkat setiap tahunnya. Pada Tahun 2018 Kelompok usia 5-9
tahun merupakan kategori dengan jumlah penduduk terbanyak sebesar
2483 jiwa laki-laki dan 2286 jiwa perempuan.

B. Situasi Derajat Kesehatan


Untuk memberikan gambaran derajat kesehatan masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas I Wangon pada tahun 2018 terdapat beberapa indikator yang
dapat digunakan. Indikator yang disajikan yaitu situasi angka kematian
(mortalitas), angka kesakitan (morbiditas) dan status gizi
1. Mortalitas
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat
dari kejadian kematian di masyarakat. Di samping itu kejadian kematian
11

juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan


pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan lainnya. Angka
kematian pada umumnya dapat dihitung dengan melakukan berbagai
survei dan penelitian. Perkembangan tingkat kematian dan penyakit-
penyakit yang terjadi pada periode tahun 2018 akan diuraikan di bawah ini
a. Jumlah Kasus Kematian Bayi
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi (0-
12 bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun.
AKB dapat menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan
masyarakat berkaitan dengan faktor penyebab, pelayanan antenatal,
status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB
serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi.
25
20
20
14 13
15
AKB
10

0
2016 2017 2018

Gambar 2.6 Grafik Angka Kematian Bayi di Wilayah Kerja


Puskesmas I Wangon

Berdasarkan Gambar 2.6 Jumlah kasus kematian Bayi di Wilayah


Puskesmas I Wangon Tahun 2018 mengalami penurunan dari tahun
sebelumnya, Angka Kematian Bayi Tahun 2018 sebanyak 13 kasus
b. Angka Kematian Ibu
Angka Kematian Ibu (AKI) mencerminkan risiko yang dihadapi
ibu selama kehamilan, melahirkan dan nifas, yang dipengaruhi baik
oleh penyebab langsung maupun tak langsung. Penyebab langsung
terbesar adalah komplikasi obstetrik seperti perdarahan, eklampsia-
preeklampsia, dan infeksi, sedangkan penyebab tak langsung erat
hubungannya dengan sosial budaya seperti keyakinan, kepercayaan,
sikap dan perilaku masyarakat terhadap perawatan selama hamil,
melahirkan dan nifas.
12

1.2
1
1

0.8

0.6 AKI

0.4

0.2
0 0
0
2016 2017 2018

Gambar 2.7 Grafik Angka Kematian Ibu


di Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon

Berdasarkan Gambar 2.8 tidak ada kematian ibu di wilayah kerja


Puskesmas I Wangon Tahun 2018.
2. Mobiditas
a. Tuberkulosis
Angka kesembuhan pederita TB Paru BTA (+) dievaluasi dengan
melakukan pemeriksaan dahak mikroskopis pada akhir fase intensif
satu bulan sebelum akhir pengobatan dengan hasil pemeriksaan dahak
akhir pengobatan ditambah minimal satu kali pemeriksaan
sebelumnya (sesudah fase awal atau satu bulan sebelum akhir
pengobatan) hasilnya negatif. Bila pemeriksaan follow up tidak
dilksanakan, namun pasien telah menyelesaikan pengobatan, maka
eveluasi pengobatan pasien dinyatakan sebagai pengobatan lengkap.
Kegagalan pengobatan TB sebagian besar karena pasien berobat
secara tidak teratur, sehingga menimbulkan kasus-kasus MDR
maupun XDR, WHO telah menetapkan strategi untuk mengatasi
kegagalan pengobatan TB yaitu dengan strategi DOT (Directly
Observed Treatment Short Course) yang telah dimulai sejak tahun
1995.
13

120
100
100
80
53.66
60 46.51
40
20
0
2016 2017 2018

Angka Kesembuhan TB

Gambar 2.8 Grafik Persentase Angka Kesembuhan TB Paru


di Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon

Berdasarkan Gambar 2.9 Jumlah Angka Kesembuhan (Cure Rate)


Penderita TB Paru BTA (+) di Tahun 2018 sebesar 53,66% menurun
dibandingkan tahun 2017 yang mencapai 100%.

b. Pneumonia
Cakupan penemuan pneumonia dan di-
tangani
40 Cakupan penemuan
30 pneumonia dan di-
20 tangani
10
0
2016 2017 2018
Gambar 2.9 Cakupan Penemuan Pneunomia dan Ditangani
di Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon

Berdasarkan gambar 2.9 cakupan penemuan pneumonia dan


ditangani selama tahun 2018 di Puskesmas I Wangon ditemukan
sebanyak 37.2% meningkat dibandingkan tahun 2017 sebesar 27%.
14

c. Penyakit HIV/AIDS

Prevalensi HIV
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
2016 2017 2018
Gambar 2.10 Prevalensi HIV di Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon

Berdasarkan 2.10 di atas menunjukkan trend kasus HIV dan


AIDSmengalami peningkatan pada tahun 2018 sebanyak 2 kasus HIV
dan 6 kasus AIDS sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 2 kasus
(HIV) dan 2 kasus (AIDS) setelah pada tahun sebelumnya tahun 2016
1 kasus.

d. Penyakit Diare
Angka Kasus diare yang ditangani
68
66
64
62
60 Angka Kasus diare yang
58 ditanganni
56
54
52
50
48
2016 2017 2018

Gambar 2.11 Angka Kasus Diare yang Ditangani pada semua umur
di Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon

Berdasarkan gambar 2.11 angka kasus diare yang ditangani pada


semua umur di wilayah kerja puskesmas I Wangon mengalami
penurunan di tahun 2018 yaitu 54.5% dibandingkan tahun 2017 yaitu
65.2%.
15

e. Penyakit Kusta
Berdasarkan data di puskesmas I Wangon tidak ada kasus kusta
selama tahun 2018.

f. Hepatitis B

Angka Kasus Hepatitis B


14
12
10 Angka Kasus
8 Hepatitis B
6
4
2
0
2016 2017 2018
Gambar 2.12 Kasus Hepatitis B di Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon

Berdasarkan gambar 2.12 kasus hepatitis B di wilayah kerja


puskesmas I Wangon mengalami peningkatan di tahun 2018 yaitu 13
kasus dibandingkan tahun 2017 yaitu 0 kasus.

g. DBD
60

50

40

30

20

10

0
2016 2017 2018
Gambar 2.13 Jumlah Kasus DB dan Angka Kematian
di Wilayah kerja Puskesmas I Wangon

Berdasarkan gambar 2.13 di atas jumlah kasus DBD pada tahun


2018 mengalami peningkatan yaitu 3 kasus dibandingkan pada tahun
16

2017 jumlha kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas I Wangon I tidak


ada.

h. Malaria
Kasus malaria
1.2
1
0.8
Kasus malaria
0.6
0.4
0.2
0
2016 2017 2018
Gambar 2.14 Jumlah kasus malaria di wilayah kerja puskesmas I Wangon

Berdasarkan gambar 2.14 di atas jumlah kasus malaria pada tahun


2018 mengalami peningkatan yaitu 1 kasus dibandingkan pada tahun
2017 jumlah kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas I Wangon
tidak ada.

i. Deteksi Kanker leher rahim dan kanker payudara

Pemeriksaan leher rahim dan payudara


2.5
2
Pemeriksaan leher
1.5 rahim dan payudara
1
0.5
0
2016 2017 2018
Gambar 2.15 Persentase pemeriksaan leher rahim dan payudara di
wilayah kerja I Puskesmas Wangon

Berdasarkan gambar 2.15 di atas persentase pemeriksaan leher


rahim dan payudara pada tahun 2018 mengalami penurunan yaitu
0.3% dibandingkan pada tahun 2017 (1%) dan 2016 (2%).
17

12

10

0
2016 2017 2018

Gambar 2.16 Persentase IVA positif dan tumor/benjolan di


wilayah kerja Puskesmas I Wangon

Berdasarkan gambar 3.6 persentase IVA positif mengalami peningkatan


di tahun 2018 yaitu 3.6% dibandingkan tahun 2017 dan 2016 yaitu 0%,
sedangkan tumor/benjolan juga mengalami peningkatan dari 2.35% di tahun
2017 menjadi pada tahun 2018.

C. Pelayanan Kesehatan Anak


1. Angka Balita Bawah Garis Merah (BGM)
Angka Balita Bawah Garis Merah
0,8
0,7 0,76
0,6 0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,2
0,1
0
2016 2017 2018

Gambar 2.17 Angka Kasus Balita Bawah Garis Merah di Wilayah Kerja
Puskesmas I Wangon
Berdasarkan Gambar 3.7 Angka Kasus Balita Bawah
Garis Merah di Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon Tahun
2018 sebesar 0,76% meningkat dari tahun sebelumnya di Tahun
2017 yaitu 0,6%.
18

2. Angka Balita Gizi Buruk

Angka Balita Gizi Buruk


4 4
3,5
3
2,5
2 2 2
1,5

1
0,5
0
2016 2017 2018
Gambar 2.18 Angka Kasus Balita Gizi Buruk yang ditemukan di Wilayah
Kerja Puskesmas I Wangon

Berdasarkan Gambar 3.8 Angka Kasus Balita Gizi Buruk


yang ditemukan di Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon Tahun
2018 sebesar 2 balita meningkat sama dengan dtahun
sebelumnya yaitu 2 balita di taun 2017.
3. Cakupan Asi Eksklusif

Angka Balita Bawah Garis Merah


80

70 67,4
60

50 46,8
40

30
33,1

20

10

0
2016 2017 2018
Cakupan Asi Eksklusif

Gambar 2.19 Cakupan Asi Eksklusifdi Wilayah Kerja


Puskesmas I Wangon

Berdasarkan Gambar 3.9 Cakupan Asi Eksklusif di


Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon pada tahun 2018
sebesar 67,4% meningkat di banding tahun 2017 sebesar
33,1%.
19

4. Angka kasus Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR)


5.
Angka Kasus BBLR
8 8,3
7 7,3
6 6,6
5
4
3
2
1
0
2016 2017 2018
Gambar

Angka Kasus BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon

Berdasarkan Gambar 4.0 Angka Kasus BBLR di Wilayah Kerja


Puskesmas I Wangon tahun 2018 sebesar 7,1% menurun dibandingkan
tahun 2017 angka kasusnya sebesar 8,3%.

D. Jumlah Kasus Tersering di Balai Pengobatan Puskesmas I Wangon


Berikut 10 besar Penyakit pada di wilayah Puskesmas I Wangon,
Bulan September-November 2019.
Tabel 2.21 Data 10 Besar Penyakit di Puskesmas I Wangon Bulan
September – November 2019
No Penyakit JUMLAH KASUS
1 ISPA 2598
2 Myalgia 868
3 Dermatitis Kontak Alergi 678
4 Cephalgia 505
5 Demam, Unspesified 475
6 Hipertensi Esensial 465
7 DM Tipe II 410
8 Gagal Jantung 288
9 Asma 179
10 Bronkhitis Akut 158
TOTAL 6624
20

III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan


Berikut ini adalah daftar sepuluh penyakit terbesar di Puskesmas I
Wangon bulan September - November 2019.
Tabel 3.1 Data 10 Penyakit Terbesar Penyakit di Puskesmas Puskesmas I
Wangon bulan September - November 2019.

No Penyakit JUMLAH KASUS


1 ISPA 2598
2 Myalgia 868
3 Dermatitis Kontak Alergi 678
4 Cephalgia 505
5 Demam, Unspesified 475
6 Hipertensi Esensial 465
7 DM Tipe II 410
8 Gagal Jantung 288
9 Asma 179
10 Bronkhitis Akut 158
TOTAL 6624

Sumber : Data Sekunder SPM Puskesmas I Wangon

B. Penentuan Prioritas Masalah


Penentuan prioritas masalah output di wilayah kerja Puskesmas I
Wangon dengan menggunakan metode Hanlon Kuantitatif dengan empat
kelompok kriteria, yaitu:
1. Kelompok kriteria A : besarnya masalah (magnitude of the problem)
2. Kelompok
A A kriteria B : kegawatan masalah, penilaian terhadap
dampak, urgensi dan biaya
3. Kelompok kriteria C : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu
penilaian terhadap tingkat kesulitan
penanggulangan masalah
21

4. Kelompok kriteria D : PEARL factor, yaitu penilaian terhadap


propriety, economic, acceptability, resources
availability, legality
Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas
masalah di Puskesmas I Wangon adalah sebagai berikut :
1. Kriteria A (besarnya masalah)
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari jumlah
penduduk yang terkena efek langsung.
a. 25% atau lebih : 10
b. 10% - 24,9% :8
c. 1% - 9,99 % :6
d. 0,1% - 0,99% :4
e. 0,01% - 0,09% :2
f. Kurang dari 0,01 :0
Tabel 3.2 Kriteria A Hanlon Kuantitatif
N Penyakit Jumlah Kasus Prevalensi Besarnya
1o ISPA 2598 5,19 Masalah
6
2 Myalgia 868 1,73 6
3 DKA 678 1,35 6
4 Cephalgia 505 1,01 6
5 Demam,Unspesified 475 0,94 4
6 Hipertensi Esensial 465 0,92 4
7 DM Tipe II 410 0,81 4
8 Gagal Jantung 288 0,57 4
9 Asma 179 0,35 4
1 Bronkhitis Akut 158 0,31 4
0 Sumber : Data Sekunder Puskesmas I Wangon
2. Kriteria B (kegawatan masalah)
Kegawatan (paling cepat mengakibatkan kematian):
Skor : 1-2 = Tidak gawat
3-4 = Kurang gawat
5-6 = Cukup gawat
7-8 = Gawat
9-10 = Sangat gawat
Urgensi (harus segera ditangani karena dapat menyebabkan kematian) :
22

Skor : 1-2 = Tidak urgen


3-4 = Kurang urgen
5-6 = Cukup urgen
7-8 = Urgent
9-10 = Sangat urgen
Biaya :
Skor : 1-2 = Sangat murah
3-4 = Murah
5-6 = Cukup mahal
7-8 = Mahal
9-10 = Sangat mahal

Tabel 3.3 Kriteria B Hanlon Kuantitatif


No. Masalah Kegawatan Keparahan Biaya Nilai
1 ISPA 2 2 4 2,6
2 Myalgia 4 2 4 3,2
3 DKA 4 2 4 3,3
4 Cephalgia 4 2 4 3,3
5 Demam, Unspesified 4 4 4 4
6 Hipertensi Esensial 6 8 8 7,33
7 DM Tipe II 8 8 7 7,66
8 Gagal Jantung 8 8 8 8
9 Asma 6 6 4 5,33
10 Bronkhitis Akut 4 4 6 4,67

3. Kriteria C (penanggulangan masalah)


Untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan yang
harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia
mampu menyelesaikan masalah: makin sulit dalam penanggulangan, skor
yang diberikan makin kecil.
Skor : 1-2 = Sangat sulit ditanggulangi
3-4 = Sulit ditanggulangi
5-6 = Cukup bisa ditanggulangi
7-8 = Mudah ditanggulangi
9-10 = Sangat mudah ditanggulangi
23

Tabel 3.4 Kriteria C Hanlon Kuantitatif


No. Masalah Efisiensi
1 ISPA 6
2 Myalgia 8
3 DKA 6
4 Chepalgia 6
5 Demam, Unspisified 6
6 Hipertensi Esensial 6
7 Dm Tipe II 6
8 Gagal Jantung 4
9 Asma 7
10 Bronkhitis Akut 6
4. Kriteria D (P.E.A.R.L)
Propriety : kesesuaian (1/0)
Economic : ekonomi murah (1/0)
Acceptability : dapat diterima (1/0)
Resources availability : tersedianya sumber daya (1/0)
Legality : legalitas terjamin (1/0)
Tabel 3.5 Kriteria P.E.A.R.L. Hanlon Kuantitatif

No. Masalah P E A R L Hasil


1 ISPA 1 1 1 1 1 1
2 Myalgia 1 1 1 1 1 1
3 DKA 1 1 1 1 1 1
4 Chepalgia 1 1 1 1 1 1
5 Demam, Unspesified 1 1 1 1 1 1
6 Hipertensi Esensial 1 1 1 1 1 1
7 Dm Tipe II 1 1 1 1 1 1
8 Gagal Jantung 1 1 1 1 1 1
9 Asma 1 1 1 1 1 1
10 Bronkhitis Akut 1 1 1 1 1 1

5. Penetapan Nilai
Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai
24

tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut:


a. Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) xC
b. Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D
Tabel 3.6 Tabel Kumulatif Hanlon
Masalah A B C D NPD NPT Prioritas
P EAR L
ISPA 6 2,6 6 1 1 1 1 1 51,6 51,6 8
Myalgia 6 3,2 8 1 1 1 1 1 73,6 73,6 2
DKA 6 3,3 6 1 1 1 1 1 55,8 55,8 6
Cephalgia 6 3, 6 1 1 1 1 1 55,8 55,8 5
3
Demam, 4 4 6 1 1 1 1 1 48 48 9
Unspesified
Hipertensi 4 7,33 6 1 1 1 1 1 67,98 67.98 3
Esensial
Dm Tipe II 4 7,66 6 1 1 1 1 1 69,9 69,9 1
Gagal Jantung 4 8 4 1 1 1 1 1 48 48 10
Asma 4 5,33 7 1 1 1 1 1 65,3 65,3 4
Bronkhitis Akut 4 4,67 6 1 1 1 1 1 52,1 52,1 7

Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.


Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon Kuantitatif urutan prioritas
masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Myalgia

2. Dm Tipe II

3. Hipertensi

4. Asma

5. Cephalgia

6. DKA

7. Bronkithis Akut

8. ISPA
25

9. Demam, Unspesified

10. Gagal Jantung

IV. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
26

Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan adanya


hiperglikemia yang disebabkan oleh ketidak mampuan dari organ
pancreas untuk memproduksi insulin atau kurangnya sensitivitas insulin
pada sel target tersebut. Abnormalitas pada metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein yang ditemukan pada penderita penyakit diabetes
mellitus terjadi dikarenakan kurangnya aktivitas insulin pada sel target.
(Kerner and Brückel, 2014)

B. Klasifikasi
1. Diabetes Mellitus tipe-1
Diabetes mellitus tipe-1 adalah penyakit kronis yang ditandai
dengan ketidak mampuan tubuh untuk menghasilkan atau
memproduksi insulin yang diakibatkan oleh rusaknya sel-β pada
pancreas. Diabetes mellitus tipe-1 disebut dengan kondisi autoimun
oleh karena sistem imun pada tubuh menyerang sel-sel dalam
pankreas yang dikira membahayakan tubuh. Reaksi autoimunitas
tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.Diabetes
mellitus tipe-1 sering terjadi pada masa anak-anak tetapi penyakit ini
dapat berkembang pada orang dewasa.(Kerner and Brückel, 2014)
2. Diabetes Mellitus tipe-2
Diabetes mellitus tipe-2 adalah jenis yang paling umum dari
diabetes mellitus .Diabetes tipe-2 ditandai dengan cacat progresif dari
fungsi sel-β pankreas yang menyebabkan tubuh kita tidak dapat
memproduksi insulin dengan baik. Diabetes mellitus tipe-2 terjadi
ketika tubuh tidak lagi dapat memproduksi insulin yang cukup untuk
mengimbangi terganggunya kemampuan untuk memproduksi insulin.
Pada diabetes mellitus tipe-2 tubuh kita baik menolak efek dari
insulin atau tidak memproduksi insulin yang cukup untuk
mempertahankan tingkat glukosa yang normal.(Kerner and Brückel,
2014).
Beberapa pasien dengan diabetes tipe ini akan tetap tidak
terdiagnosis selama bertahun-tahun karena gejala jenis ini dapat
27

berkembang sedikit demi sedikit dan itu tergantung pada pasien .


Diabetes tipe-2 sering terjadi pada usia pertengahan dan orang tua,
tetapi lebih umum untuk beberapa orang obesitas yang memiliki
aktivitas fisik yang kurang. (Kerner and Brückel, 2014).
Diabetes Mellitus Gestational Definisi diabetes mellitus
gestational adalah intoleransi glukosa pada waktu kehamilan, pada
wanita normal atau yang mempunyai gangguan toleransi glukosa
setelah terminasi kehamilan.Diabetes melitus gestational terjadi di
sekitar 5–7% dari semua kasus pada kehamilan.(Kerner and Brückel,
2014).
Diabetes Mellitus Tipe Lain Diabetes tipe lain ini disebabkan
oleh karena kelainan genetic pada kerja insulin, kelainan pada sel- β,
penyakit pancreas, endocrinopathies, infeksi, dank arena obat atau zat
kimia dan juga sindroma penyakit lain.(Kerner and Brückel, 2014).

C. Patofisiologi Diabetes Melitus


Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di
dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau
menggunakan insulin secara cukup sehingga mengakibatkan
terjadinya penumpukan gula dalam darah yang menyebabkan
terjadinya hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam
jumlah tertentu dalam darah.Glukosa dalam tubuh dibentuk di dalam
hati dari makanan yang dikonsumsi ke dalam tubuh. Insulin
merupakan hormon yang diproduksi oleh pankreas yang berfungsi
untuk memfasilitasi atau mengendalikan kadar glukosa dalam darah
dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Defisiensi insulin ini
menyebabkan penggunaan glukosa dalam tubuh menurun yang akan
menyebabkan kadar glukosa darah dalam plasma tinggi atau
hiperglikemi. Keadaan hiperglikemi ini akan menyebabkan terjadinya
glukosuria dikarenakan glukosa gagal diserap oleh ginjal ke dalam
sirkulasi darah dimana keadaan ini akan menyebabkan gejala umum
28

diabetes mellitus yaitu polyuria, polydipsia, dan polyphagia.(Kerner


and Brückel, 2014 ,Ozougwu, 2013).

D. Faktor Resiko
1. Faktor Gaya Hidup Memberatkan DM
a) Kebiasaan konsumsi makanan berlemak
Perilaku makan yang buruk seperti terlalu banyak
mengkonsumsi makanan berlemak dan makanan manis ternyata
bisa merusak kerja organ pankreas. Organ tersebut mempunyai
sel beta yang berfungsi memproduksi hormon insulin. Insulin
berperan membantu mengangkut glukosa dari aliran darah ke
dalam sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai energi. Glukosa
yang tidak dapat diserap oleh tubuh karena ketidakmampuan
hormon insulin mengangkutnya, mengakibatkan terus
bersemayam dalam aliran darah, sehingga kadar gula menjadi
tinggi. Sebagian glukosa juga bisa terbuang melalui urin sehingga
air seni menjadi manis (Soegondo, 2010).
Penyakit DM, hampir 90 % orang dengan DM tipe2
mengalami resisten insulin. Artinya, meski tubuh mampu
menghasilkan insulinnya sendiri, namun tubuh tidak dapat
menggunakan sebagaimana mestinya, dikarenakan sensitivitas
reseptor terganggu sehingga kadar gula dalam darah menjadi
meningkat, dan akibatnya tubuh tidak mendapat asupan glukosa,
menyebabkan timbul keinginan untuk makan dan minum terus
(Soegondo, 2010).
Hal yang perlu diwaspadai adalah walaupun sering makan,
berat badan malah turun drastis. Bila kondisi itu tidak segera 24
diantisipasi, maka organ pankreas akan mengalami kelelahan dan
memperberat kerja sel beta. Diabetes tipe dua yang semakin parah
karena resistensi insulin dan disfungsi beta sel akan menyebabkan
tubuh sulit mengendalikan kadar glukosa dalam darah (Soegondo,
2010).
29

Kelainan lemak darah sering dijumpai pada penderita DM,


oleh karena itu asupan lemak yang disarankan 20-25% dari total
kalori. Bila tidak terdapat kelainan lemak darah maka, kurang dari
10% total kalori didapat dari asam lemak jenuh dan asupan
kolesterol kurang dari 300 mg/hari (Riskesdas, 2007; Pudjiadi,
2009).
Bila terdapat kelainan lemak darah, disarankan tidak lebih
dari 7% total kalori berasa1 dari asam lemak jenuh dan asupan
kolesterol kurang dari 200mg/hari. Bila terdapat
hipertrigliseridemia disarankan untuk mengkonsumsi
Monounsaturated Fatty Acid (MUFA). MUFA terdapat di olive
oil, canola oil dan minyak kacang (Pudjiadi, 2009).
b) Kebiasaan merokok Perokok dapat dikategorikan menjadi 2
kelompok yakni perokok aktif dan perokok pasif. Perokok pasif
adalah asap rokok yang dihisap oleh seseorang yang tidak
merokok (Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi
manusia dan lingkungan sekitarnya. Menurut Bustan (1997; 86)
perokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari isapan perokok
atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream).
Berdasarkan pendapat di atas diketahui bahwa perokok aktif
adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta
bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun
lingkungan sekitar. Tingkatan perokok dapat dibagi atas 3
kelompok yaitu: Perokok Ringan yaitu apabila merokok kurang
dari 10 batang per hari. Perokok sedang yaitu apabila merokok
10- 20 batang per hari. Perokok berat yaitu merokok lebih dari 20
batang Dr. Carole Willi dari University of Lausanne di Swiss dan
rekannya menganalisis 25 kajian yang menyelidiki hubungan
antara merokok dan diabetes yang disiarkan antara tahun 1992
dan 2006, dengan sebanyak 1,2 juta peserta yang ditelusuri
selama 30 tahun. Mereka mendapati resiko bahkan lebih tinggi
bagi perokok berat. Mereka yang menghabiskan sedikitnya 20
30

batang rokok sehari memiliki resiko terserang DM 62% lebih


tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Berhenti
merokok akan mengurangi resiko itu (Pudjiadi, 2009).
Bekas perokok menghadapi resiko 23% lebih tinggi
dibandingkan dengan yang bukan perokok, jauh lebih rendah
dibandingkan dengan yang masih merokok saat ini (American
Medical Association, 2009). Merokok dapat mengakibatkan
kondisi yang tahan terhadap insulin, kata para peneliti tersebut.
Itu berarti merokok dapat mencampuri cara tubuh memanfaatkan
insulin. Kebal terhadap insulin biasanya mengawal DM tipe 2
(Pudjiadi, 2009).
Usia mulai merokok (lama merokok) merupakan faktor risiko
DM, Mangku Sitepoe (1997) yang menyatakan bahwa beberapa
zat kimia dalam rokok bersifat kumulatif (dijumlahkan), sehingga
pada kurun waktu yang lama dosis racun akan mencapai titik
toksin sehingga kelihatan gejala yang ditimbulkannya. Zat kimia
dalam rokok seperti nikotin dapat meningkatkan glukosa dalam
darah sehingga semakin banyak nikotin yang masuk ke tubuh
maka kadar gula darahnya akan semakin tinggi.
Adanya dampak lama merokok dengan kejadian DM sangat
beralasan, sebab semakin awal seseorang merokok, makin sulit
untuk berhenti merokok. Kondisi tersebut ditegaskan oleh Smet,
Bart (1994), bahwa risiko kematian bertambah sehubungan
dengan banyaknya merokok dan lama merokok. Orang yang
mulai merokok sebelum usia 16 tahun akan lebih besar risikonya
terkena DM dibandingkan orang-orang yang mulai merokok pada
usia >> 16 tahun (WHO, 2002).
c) Kebiasaan konsumsi alkohol Terhadap tubuh, alkohol dapat
menyebabkan perlemakan hati sehingga dapat merusak hati
secara kronis, merusak lambung, merusak pankreas,
meningkatkan resiko kanker saluran cerna, mengurangi produksi
sperma, menigkatkan tekanan darah, menyebabkan gagal
31

jantung, menurunkan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi,


mempengaruhi keseimbangan elektrolit tubuh dan masih banyak
lagi akibat lainnya (Riskesdas, 2007).
Efek alkohol pada kadar gula darah, tidak hanya tergantung
pada alkohol yang dikonsumsi, tapi juga berhubungan dengan
asupan makanan. Pada keadaan puasa alkohol dapat
menyebabkan hipoglikemia pada penderita diabetes yang
menggunakan insulin, tapi tidak mengkonsumsi makanan.
Alkohol tidak dapat dikonversikan menjadi glukosa, walaupun
alkohol dapat digunakan sebagai sumber kalori. Penderita
dengan hipertrigliseridemia, sebaiknya menghindari
mengkonsumsi alkohol (Pudjiadi, 2009).
d) Kurangnya aktivitas fisik Besarnya cadangan energi bergantung
pada asupan makanan dan total penggunaan energi, dalam hal
ini basal metabolic rate (BMR), exercise, dan thermogenesis.
Kegiatan jasmani yang kurang merupakan salah satu resiko
penyebab terjadinya DM tipe 2. Kurangnya kegiatan jasmani
dapat mempengaruhi kerja insulin pada tingkat reseptor yang
dapat mengakibatkan resistensi insulin sehingga timbul DM tipe
2 (Depkes, 1993).
Saat ini level aktivitas fisik telah menurun secara dramatis
dalam 50 tahun terakhir, seiring dengan pengalihan buruh
manual dengan mesin dan peningkatan penggunaan alat bantu di
rumah tangga, transportasi dan rekreasi. Rendahnya aktivitas
fisik merupakan faktor resiko untuk peningkatan berat badan
dan sekali atau dua kali jalan-jalan pendek setiap minggu tidak
cukup untuk mengompensasi hal ini. Sebagai contoh, latihan
fisik selama 30 menit per hari yang dianjurkan oleh American
Heart Foundation dan WHO tidak cukup untuk mencegah
peningkatan berat badan dan obesitas; latihan fisik yang
dibutuhkan adalah selama 45-60 menit per hari (Astrup, 2005).
Cara Melakukan aktivitas fisik, yaitu:
32

1. Lakukan aktifitas fisik sekurang-kurangnya 30 menit per hari


dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi kesehatan dan
kebugaran tubuh, misalnya:
a) Turun bus lebih awal menuju tempat kerja yang kira-kira
menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan saat pulang
berhenti di halte yang menghabiskan kira-kira 10 menit
berjalan kaki menuju rumah.
b) Membersihkan rumah selama 10 menit, dua kali dalam
sehari ditambah 10 menit bersepeda.
c) Berdansa selama 30 menit.
2. Dilakukan secara bertahap dimulai dari pemanasan 5 - 10
menit, diikuti dengan latihan inti minimal 20 menit dan
diakhiri dengan pendinginan selama 5 - 10 menit. 3. Aktifitas
fisik dianjurkan minimal 30 menit, lebih lama akan lebih
baik. 4. Aktifitas fisik dapat dilakukan dimana saja, dengan
memperhatikan lingkungan yang aman dan nyaman, bebas
polusi, tidak menimbulkan cedera, misalnya : dirumah,
sekolah, tempat kerja, dan tempat-tempat umum (sarana
olahraga, lapangan, taman, tempat rekreasi, dll.) 5. Aktifitas
fisik dapat dimulai sejak usia muda hingga usia lanjut dan
dapat dilakukan setiap hari.
E. Diagnosis
Ada banyak keluhan yang terjadi pada pasien Diabetes
mellitus .Tes diagnostik untuk diabetes mellitus harus dipertimbangkan
jika ada salah satu gejala umum dari diabetes terjadi yaitu adalah
poliuria, polidipsia, dan polifagia (Kerner and Brückel, 2014).
1. Polifagia
Polifagia adalah keadaan di mana pasien merasa lapar atau
nafsu makan mereka meningkat, tetapi berat dari pasien tidak
meningkat melainkan berat badan mereka menurun.Kondisi ini
terjadi karena glukosa dalam darah tidak dapat ditransfer ke sel
dengan baik oleh insulin.Sel perlu glukosa untuk menghasilkan
33

energi, karena glukosa terjebak dalam darah, keadaan inilah yang


memicu respon kelaparan ke otak.
2. Polidipsia
Polydipsia adalah keadaan dimana pasien merasakan haus
yang berlebih.Keadaan ini merupakan efek dari polifagia.Glukosa
yang terjebak dalam darah menyebabkan tingkat osmolaritas
meningkat.Karena glukosa darah perlu diencerkan, inilah yang
menyebabkan respon haus ke otak.
3. Poliuria
Poliuria adalah keadaan di mana pasien mengalami perasaan
inginbuang air kecil yang berlebihan.Kondisi ini terjadi ketika
osmolaritas darah tinggi, sehingga perlu dibuang oleh ginjal.Ketika
glukosa darah dibuang itu membutuhkan air untuk menurunkan
osmolaritas dari glukosa darah, inilah yang memicu terjadinya
poliuria.
Keluhan lain yang mungkin termasuk adalahbadan lemah,
kesemutan, gatal, mata kabur dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan.
Tes diagnosis yang dapat digunakan untuk pasien diabetes
dapat dibagi dalam tiga cara (table.2.1)(Diagnosis and Classification
of Diabetes Mellitus, 2011).
Tes Diagnosis Nilai
1). Gejala klasik DM + Kadar ≥200 mg/dl (11,1 mmol/L)
glukosa darah sewaktu
2). Gejala klasik DM + Kadar ≥126 mg/dl (7.0 mmol/L)
glukosa darah puasa
3). Kadar glukosa darah 2 jam PP ≥126 mg/dl (7.0 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar
WHO, menggunakan beban
glukosa yang setara dengan 75 gr
glukosa anhidrus yang dilarutkan
ke dalam air
34

Selain tiga cara tes diagnostik tersebut, terdapat tes skrining


untuk mendeteksi orang dengan risiko tinggi terkena diabetes mellitus
tetapi belum terinfeksi. Tes skrining dapat dilakukan dengan glukosa
darah puasa dan pengujian glukosa darah sewaktu (Tabel.2.2 dan
Tabel.2.3).(Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus, 2011)
Tabel.2.2 Glukosa darah sewaktu
Bukan DM Belum DM
pasti DM
Kadar Plasna Vena <100 100-199 ≥200
glukosa
darah Darah Kapiler <90 90-199 ≥200
sewaktu
(mg/dl)

Tabel.2.3 Glukosa darah puasa


Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar Plasna Vena <100 100-125 ≥126
glukosa
darah Darah Kapiler <90 90-99 ≥100
puasa
(mg/dl)

F. Komplikasi
Secara umum komplikasi daripada diabetes mellitus dibagi menjadi
2 yaitu:
1. Komplikasi Macrovaskular
Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai
pembuluh darah arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan
atherosklerosis. Akibat atherosklerosis antara lain timbul penyakit
jantung koroner, hipertensi, dan stroke.Komplikasi makrovaskular
35

yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit


jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit
pembuluh darah perifer.Komplikasi makrovaskular ini sering
terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe-2 yang umumnya
menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan (Fowler,
2011).
2. Komplikasi Microvaskular
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita
diabetes mellitus tipe-1.Hiperglikemia yang persisten dan
pembentukan protein yang terglikasi menyebabkan dinding
pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi
penyumbatan pada pembuluh-pembuluh darah kecil.Hal inilah
yang mendorong timbulnya komplikasi-komplikasi mikrovaskuler,
antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati.(Fowler, 2011).
G. Terapi
Tujuan daripada penatalaksanaan diabetes mellitus adalah untuk
meningkatkan tingkat daripada kualitas hidup pasien penderita
diabetes mellitus, mencegah terjadinya komplikasi pada penderita, dan
juga menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit diabetes
mellitus. Penatalaksanaan diabetes mellitus dibagi secara umum
menjadi lima yaitu: (PERKENI, 2015).
H. Edukasi
Diabetes mellitus umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup
dan perilaku telah terbentuk dengan kuat. Keberhasilan pengelolaan
diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan
masyarakat.Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju
perubahan perilaku.Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan
dan motivasi.Edukasi merupakan bagian integral asuhan perawatan
diabetes.Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan
penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang
berhasil. Perubahan Perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang
36

memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan


evaluasi.
Edukasi terhadap pasien diabetes mellitus merupakan
pendidikan dan pelatihan yang diberikan terhadap pasien guna
menunjang perubahan perilaku, tingkat pemahaman pasien sehingga
tercipta kesehatan yang maksimal dan optimal dan kualitas hidup
pasien meningkat. (PERKENI, 2015).
1. Terapi Nutrisi Medis (Diet)
Tujuan umum terapi gizi adalah membantu orang dengan
diabetes memperbaiki kebiasaan aktivitas sehari-hari untuk
mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik, mempertahankan
kadar glukosa darah mendekati normal, mencapai kadar serum lipid
yang optimal, memberikan energi yang cukup untuk mencapai atau
mempertahankan berat badan yang memadai dan meningkatkan
tingkat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal.
Standar dalam asupan nutrisi makanan seimbang yang sesuai
dengan kecukupan gizi baik adalah sebagai berikut : (PERKENI,
2015)
a. Protein : 10 – 20 % total asupan energy
b. Karbohidrat : 45 – 65 % total asupan energy
c. Lemak : 20 – 25 % kebutuhan kalori, tidak boleh melebihi 30 %
total asupan energi
d. Natrium : < 2300 mg perhari
e. Serat : 20 – 35 gram/hari
Salah satu kunci keberhasilan pengaturan makanan ialah
asupan makanan dan pola makan yang sama sebelum maupun
sesudah diagnosis,serta makanan yang tidak berbeda dengan teman
sebaya atau denganmakanan keluarga.Jumlah kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh disesuaikan dengan faktor-faktor jenis
kelamin, umur, aktivitas fisik, stress metabolic, dan berat badan.
Untuk penentuan status gizi, dipakai penghitungan Indeks Massa
37

Tubuh (IMT). Rumus yang dipakai dalam penghitungan adalah


IMT = BB(kg)/TB(m2 ).(PERKENI, 2015).
2. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani dilakukan
teratur sebanyak 3 - 4 kali seminggu selama kurang lebih 30 - 45
menit, dengan total kurang lebih 150 menit perminggu. Latihan
jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dimaksud ialahjalan,
bersepeda santai, jogging, berenang (PERKENI, 2015).
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan
status kesegaran jasmani.Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
kadar glukosa darah sebelum melakukan kegiatan jasmani. Jika
kadar glukosa darah 250 mg/dl dianjurkan untuk tidak melakukan
aktivitas jasmani (PERKENI, 2015).
3. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pola
pengaturan makanan dan latihan jasmani.Terapi farmakologis
terdiri dari obat hipoglikemik oral dan injeksi insulin.Pemberian
obat oral atau dengan injeksi dapat membantu pemakaian gula
dalam tubuh penderita diabetes Obat Hipoglikemik Oral (OHO).
Golongan sulfonilurea dapat menurunkan kadar gula darah
secara adekuat pada penderita diabetes tipe-2, tetapi tidak efektif
pada diabetes tipe-1. Contohnya adalah glipizid, gliburid,
tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula
darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan
meningkatkan efektivitasnya.Obat lainnya, yaitu metformin, tidak
mempengaruhi pelepasan insulin tetapi meningkatkan respon tubuh
terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara menunda
penyerapan glukosa di dalam usus.Obat hipoglikemik per-oral
biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe-2 jika diet dan oleh
38

raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup.


(PERKENI, 2015).
4. Injeksi Insulin
Terapi insulin digunakan ketika modifikasi gaya hidup dan
obat hipoglikemik oral gagal untuk mengontrol kadar gula darah
pada pasien diabetes.Pada pasien dengan diabetes tipe-1, pankreas
tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin
pengganti.Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui
suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak
dapat diberikan peroral.Ada lima jenis insulin dapat digunakan
pada pasien dengan diabetes mellitus berdasarkan pada panjang
kerjanya. Ada Insulin Kerja Cepat, Kerja Pendek, Kerja Menengah,
Kerja Panjang, dan Campuran (PERKENI, 2015).
Table.2.4 Onset, Puncak efek, dan Durasi Insulin
Insulin Onset Puncak Efek Lama Kerja
Kerja Cepat -Aspart 5-15 menit 30-90 menit <5 jam
-Lispro
Kerja Pendek 30-6 menit 2-3 jam 5-8 menit
-Regular
Kerja Menengah 2-4 Jam 4-10 jam 10-16 jam
-NPH
Kerja Panjang 2-4 Jam No Peak 20-24 jam
-Glargine
Campuran
75%NPL/25%lispro 5-15 menit Dual 10-16 jam
70%APS/30%aspart 5-15 menit Dual 10-16 jam
70%NPH/30%regular/NPH 30-60 menit Dual 10-16 jam

5. Pemantauan Kadar Glukosa


Tujuan utama dalam pengelolaan pasien diabetes adalah
kemampuan mengelola penyakitnya secara mandiri, penderita
39

diabetes dan keluarganya mampu mengukur kadar glukosa


darahnya secara cepat dan tepat karena pemberian insulin
tergantung kepada kadar glukosa darah. Dari beberapa penelitian
telah dibuktikan adanya hubungan bermakna antara pemantauan
mandiri dan kontrol glikemik. Pengukuran kadarglukosa darah
beberapa kali per hari harus dilakukan untuk menghindari
terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia, serta untuk penyesuaian
dosis insulin. Kadar glukosa darah preprandial, post prandial dan
tengah malam sangat diperlukan untuk penyesuaian dosis
insulin.Perhatian yang khusus terutama harus diberikan kepada
anak pra-sekolah dan sekolah tahap awal yang sering tidak dapat
mengenali episode hipoglikemia dialaminya. Pada keadaan seperti
ini diperluka pemantauan kadar glukosa darah yang lebih sering
(PERKENI, 2015).
40

D. Kerangka Teori
E. Kerangka Konsep

Faktor risiko yang Faktor risiko yang


dapat dimodifikasi tidak dapat
- Tingkat Pendidikan dimodifikasi
- Tingkat - Jenis Kelamin
Pengetahuan - Usia
- Pola makan - Riwayat DM pada
- Aktivitas fisik keluarga
- Obesitas
- Hipertensi
- Merokok
- Stress
- Pelayanan kesehatan

DM

= Variabel yang diteliti

F. Hipotesis
Terdapat hubungan antara factor risiko diabetes melitus
dengan kejadian diabetes melitus.
42

V. METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian menggunakan studi observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
faktor risiko diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas Wangon I,
Banyumas.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
a. Populasi target
Populasi target pada penelitian ini adalah warga Desa pada
wilayah kerja Puskesmas Wangon I pada bulan Septemberi-
November 2019.
b. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh warga
desa x RT x RW x pada wilayah kerja Desa Wangon pada bulan
September- November 2019.
2. Sampel
a. Kriteria inklusi dan ekslusi
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
warga desa x RT x RW x pada wilayah kerja Desa Wangon pada
bulan September-November 2019 yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi.
1) Kriteria inkusi kasus:
a) Bersedia menjadi subyek penelitian dengan menandatangani
lembar persetujuan menjadi subyek penelitian setelah membaca
lembar informed consent.
b) Subjek penelitian berdomisili di Kecamatan Wangon,
Banyumas.
2) Kriteria ekslusi kasus:
a) Pasien dalam terapi insulin
43

b) Besar sampel
Besar sampel minimal yang digunakan berdasarkan
jumlah minimal sampel penelitian dihitung dengan cara sebagai
berikut (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

n1  n2  n  (Z 2PQ  Z P1Q1  P2Q2 ) 2

(P1  P2) 2
n1 = n2 = n = 20

Keterangan :
Zα = deviasi baku Alfa (ditentukan 5% = 1,96)
Zβ = deviasi baku Beta (ditentukan 20% = 0,85)
P2 = proporsi efek standar dari penelitian yang dilakukan oleh
Zahtamal, 2007, persentase kejadian DM dengan tidak ada
faktor risiko (14,7% = 0,14)
Q2 = 1 – P2 = 1 – 0,14 = 0,86
P1 = proporsi efek yang diteliti (Clinical judgment) (38 % =
0,38)
Q1 = 1 – P1 = 1 – 0,38 = 0,62
P = ½ (P1+P2) = ½ (0,38 + 0,14) = 0,26
Q = 1 – P = 1 – 0,26 = 0,74
b. Cara pengambilan sampel
Sampel penelitian menggunkaan teknik consecutive
sampling yaitu sampel yang digunakan dalam penelitian ini
memenuhi kriteria pemilihan dalam kurun waktu tertentu sehingga
memenuhi jumlah sampel dalam penelitian ini (Sastroasmoro dan
Ismael, 2011).
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian diabetes melitus diantaranya jenis kelamin,
44

usia, riwayat DM pada keluarga, kegemukan/obesitas, pola makan,


olahraga, hipertensi, tingkat pengetahuan, merokok, stress, dan
pelayanan kesehatan. Variabel bebas termasuk skala kategorik.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian diabetes
melitus. Variabel termasuk skala kategorik (nominal)
D. Definisi
Tabel 5.1 Definisi Operasional
Variabel Keterangan Skala

Merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin,
Diabetes kerja Nominal
mellitus insulin dan keduanya (PERKENI, 2015).
(DM) (nanti kuisi lewat WA)

Jenis
kelamin Merupakan jenis kelamin responden penderita DM dan kelompok control Nominal
a. Laki-laki
b. Wanita
Usia Lama waktu hidup responden dalam tahun sejak lahir sampai tahun terakhir pada saat penelitian Nominal
a. ≥45 tahun
b. <45 tahun
Riwayat DM Ada atau tidak adanya keluarga kandung responden yang menderita DM Nominal
pada a. Ada
keluarga b. Tidak ada
46

Kegemukan adalah peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan skeletal dan fisik sebagai akibat
Kegemukan akumulasi Nominal
lemak berlebihan di dalam tubuh. Kegemukan atau obesitas diukur dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh
/obesitas ataus
Body Mass Index (BMI).
Status Gizi : BB (kg/m2)

TB2
Ket.: BB = Berat Badan (kilogram)

TB = Tinggi Badan (meter)


Interpretasi:

Obesitas = IMT ≥ 25
Tidak Obesitas = IMT < 25

Pola makan merupakan asupan gizi yang dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok yang dikelompokan menjadi
Nominal Ordinal
47

a. Seimbang: makan secara teratur, konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan >2 porsi sehari, dan
gula <5 sendok sehari
b. Tidak seimbang: Tidak sesuai dengan kriteria Gizi seimbang
Adalah kegiatan setiap gerakan tubuh yang reguler bertujuan meningkatkan dan mengeluarkan energi yang
Olahraga dilakukan Nominal
sehari-hari bertujuan menjaga kesehatan. Olahraga dikelompokan menjadi :
a. Teratur: latihan fisik selama 30 menit atau lebih dan dilakukan minimal 3 kali seminggu
b. Tidak teratur: : latihan fisik selama kurang dari 30 menit atau dilakukan kurang dari 3 kali seminggu
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah dengan tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
Hipertensi diastolik lebih Nominal
dari 90 mmHg
Interpretasi:
Hipertensi = TD ≥ 140/90 mmHg
Tidak Hipertensi = TD < 140/90 mmHg
Tingkat Pengetahuan yang dimiliki responden tentang DM dari hasil kuesioner pengetahuan, dikelompokkan menjadi : Ordinal
pengetahuan .a. Kurang: skor ≤ 10
.b. Baik: skor > 10
Responden digolongkan apakah merokok atau tidak merokok. Apabila merokok diukur dengan indeks
Merokok brinkmen Nominal
a. Tidak merokok
48

b. Merokok
Stres Perasaan, pikiran, tekanan hati yang terbawa dalam kegiatan sehari-hari diukur dari kuesioner stres Nominal
a. Stres = skor > 14
b. Tidak stres = skor ≤ 14
Peran fasilitas kesehatan, program kesehatan, petugas kesehatan, serta partisipasi peserta dalam program
Pelayanan kesehatan Ordinal
Kesehatan yang berpengaruh terhadap kesehatan peserta Prolanis
Kategori:

a. Kurang: skor 1-3


b. Baik: skor 4-5
49

E. Instrumen Pengambilan Data


Sumber data adalah primer yang diperoleh dari wawancara
terstruktur dengan menggunakan kuesioner dan pemeriksaan gula darah
sewaktu menggunakan alat cek gula darah. Wawancara dilakukan saat
kunjungan ke rumah responden.

F. Rencana Analisis Data


Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Analisis Deskriptif
Dilakukan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi
tentang karakteristik sampel. Data disajikan dalam bentuk tabel
frekuensi distribusi untuk semua variabel yang diteliti.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mendapatkan informasi
tentang hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yang
terdapat dalam hipotesis penelitian. Uji statistik yang digunakan
adalah chi square untuk hipotesis komparatif variabel kategorik
tidak berpasangan.
3. Analisis multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui faktor risiko
yang paling berhubungan dengan kejadian diabetes melitus,
dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik
karena variabel terikat pada penelitian ini merupakan variabel
kategorik.

G. Waktu dan Tempat


Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : Bulan Desember 2019
Tempat :Wilayah Kerja Puskesmas I Wangon, Kabupaten
Banyumas.

Anda mungkin juga menyukai