Anda di halaman 1dari 8

Tatalaksana Hepatoma

Terdapat beberapa modalitas pengelolaan karsinoma hepatosleuler. Pada


dasarnya modalitas tersebut dapat dibagi menjadi modalitas yang bertujuan untuk
kuratif, paliatif, dan suportif. Pemilihan pengelolaan didasarkan pada penyakit
hati yang mendasari, status kapasitas fungsi hati, status fisik pasien, ukuran dan
jumlah nodul. Staging system tersebut sangat penting selain untuk menilai
keberhasilan terapi juga berguna untuk menilai prognosis (Budihusodo, 2007).
Beberapa staging system yang dikenal saat ini adalah klasifikasi TNM,
Okuda Staging, The Chinese University Prognostic Index (CUPI), Cancer of the
Liver Italian Program (CLIP), French staging system, dan The Barcelona-Clinic
Liver Cancer (BCLC) staging . Klasifikasi TNM bukan merupakan gold standard.
Di antara klasifikasi-klasifikasi baru, keberagamanan gambaran survival
didiskripsikan pada stadium terbaik (3-year survival dari 80% hingga 25%) yang
merefleksikan bahwa beberapa penelitian termasuk kebanyakan pasien dengan
penyakit stadium lanjut, dengan sedikit pasien yang mendapatkan pengelolaan.
CUPI, CLIP, dan French Staging System disusun untuk pasien dengan stadium
lanjut (El-serag, 2011).
Sistem BCLC merupakan sistem yang banyak dianut saat ini. Sistem
BCLC ini telah disahkan oleh beberapa kelompok di Eropa dan Amerika Serikat,
dan direkomendasikan sebagai klasifikasi yang terbaik sebagai pedoman
pengelolaan, khususnya untuk pasien dengan stadium awal yang bisa
mendapatkan terapi kuratif. Sistem ini menggunakan variabel-variabel yang
berhubungan dengan stadium tumor, status fungsional hati, status fisik pasien, dan
gejala-gejala yang berhubungan kanker. Hubungan antara keempat variabel
tersebut akan menggambarkan hubungannya dengan algoritma pengelolaan
(Ryder, 2006).
Gambar 1. Klasifikasi Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) dan jadwal
pengelolaan. PST adalah Tes Status Performan; CLT/LDLT, transplantasi hati
cadaver/transplantasi hati dengan donor hidup; PEI/RF, injeksi ethanol
perkutan/ablasi termal radiofrekuensi; ttc, terapi; yr, tahun (Ryder, 2006).

Pada stage 0, pasien karsinoma hepatoseluler stadium sangat awal


merupakan kandidat yang tepat untuk reseksi. Untuk stage A, pasien karsinoma
hepatoseluler stadium awal mendapatkan terapi radikal (reseksi, transplantasi hati,
atau pengobatan perkutan). Stage B, pasien dengan stadium menengah dapat
dilakukan terapi kemoembolisasi. Stage C, pasien dengan stadium lanjut
kemungkinan mendapatkan agen baru dalam randomized controlled trials (RCTs).
Sedangkan pada stage D, pasien dengan stadium akhir akan menerima pengobatan
simptomatik (Soresi, 2003).
Klasifikasi Child-Pugh merupakan klasifikasi untuk menilai prognosis
pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi
bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi (Ryder,
2006).
Gambar 2. Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh (Ryder, 2006).
Terapi karsinoma hepatoseluler tergantung dari stadium penyakit dan
fungsi hati. Pembedahan merupakan satu-satunya terapi yang mempunyai potensi
sembuh. Pada kasus yang terseleksi dengan baik, angka ketahanan hidup dapat
mencapai 70%. Reseksi merupakan terapi pilihan bagi penderita karsinoma
hepatoseluler tanpa sirosis. Transplantasi hati merupakan pilihan bagi penderita
karsinoma hepatoseluler stadium awal yang tidak cocok untuk reseksi (tumor
multifocal, sirosis yang disertai disfungsi hati berat) (Soresi, 2003).
Ablasi lokal atau ablasi radiofrekuensi biasanya diberikan pada penderita
karsinoma hepatoseluler stadium awal yang tidak cocok untuk tindakan
pembedahan. PEI atau Percunateus etanol injection dilakukan dengan cara
menyuntikkan ethanol murni (95%) ke dalam tumor dengan panduan radiologis
untuk mendapatkan efek nekrosis dari tumor. Tindakan ini efektif untuk tumor
berukuran kecil (<3 cm). Kemudian transarterial chemoembolization (TACE)
merupakan terapi pilihan bagi penderita karsinoma hepatoseluler stadium
menengah yang tidak dapat dilakukan reseksi, tidak ditemukan adanya invasi
vascular maupun penyebaran ekstrahepatik (El-serag, 2011).
Terapi lainnya adalah dengan radiasi internal dnegan menggunakan 90 Y-
labelled glass microspheres. Kemudian terapi medik target molekul dengan cara
mengganggu pensinyalan jalur yang melibatkan progresi dan survival sel kanker
(El-serag, 2011).
Prognosis Hepatoma
Sistem BCLC menghubungkan antara stadium dan rekomendasi strategi
terapi serta prognosis. Angka ketahanan hidup 3 tahun untuk stadium A (60-75%),
stadium B (50%), stadium C (10%) dan stadium D (0%) (El-serag, 2011).
Survival terbaik tanpa pengobatan adalah sekitar 65% pada 3 tahun untuk
pasien kelas Child-Pugh A dengan tumor tunggal, sedangkan setelah terapi
radikal, survival mencapai 70% pada 5 tahun. Pada perjalanan alami karsinoma
hepatoseluler stadium lanjut lebih diketahui. Pada survival rate 1 tahun dan 2
tahun pada pasien yang tidak diobati secara random dalam 25 percobaan
terkontrol secara acak (RCTs) adalah sekitar 10-72% dan 8-50%. Pasien dalam
penelitian ini, merupakan bagian terbaik dari pasien karsinoma hepatosleuler yang
tidak dioperasi. Ini menjelaskan adanya perbedaan dibandingkan dengan hasil
yang dilaporkan dalam seri retrospektif atau dibandingkan dengan perkiraan
survival dikumpulkan dari pendaftar kanker berbasis populasi. Pasien pada tahap
terminal memiliki survival kurang dari 6 bulan (Hamid, 2009).

Tatalaksana Hipoglikemia
Penatalaksanaan hipoglikemia tergantung pada derajat keparahan
hipoglikemia itu sendiri. Hipoglikemia ringan hingga sedang lebih mudah
ditangani yaitu dengan intake oral karbohidrat aksi cepat seperti minuman
glukosa, tablet, atau makanan ringan. Hipoglikemia derajat berat memerlukan
tindakan segera dan khusus (Treatment of severe diabetic hyplogicemia with: an
underutilizes therapeutic approach, 2011).
a. Dekstrosa
Pada pasien yang tidak dapat mengkonsumsi glukosa oral seperti pada
pasien penurunan kesadaran, kejang, atau perubahan status mental dapat
diberikan cairan dekstrosa secara intra vena baik perifer maupun sentral.
Konsentrasi dekstrosa 50% pada air dapat diberikan pada pasien dewasa,
sementara dekstrosa dengan konsentrasi 25% biasa digunakan sebgai terapi
pada pasien anak. Perlu diperhatikan pada cairan dekstrosa 50% dan 25%
dapat menyebabkan nekrosis jaringan jika diberikan pada jalur intra vena
yang tidak benar, oleh karena itu, cairan tersebut harus diberikan pada jalur
IV yang paten (Treatment of severe diabetic hyplogicemia with: an
underutilizes therapeutic approach, 2011).
b. Glukagon
Glukagon merupakan lini pertama terapi hipoglikemi pada pasien
hipoglikemi dengan terapi insulin karena glukagon merupakan hormon utama
pengatur insulin. Tidak seperti dekstrosa, glukagon diberikan melalui
subkutan atau intra muskular. Hal ini menjadi penting karena glucagon dapat
dijadikan pilihan terapi selagi menunggu paramedis datang untuk
memberikan dekstrosa (Treatment of severe diabetic hyplogicemia with: an
underutilizes therapeutic approach, 2011).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa glucagon efektif dalam
menyediakan kembali glukosa darah dan dapat mengembalikan kesadaran,
serta sifatnya aman dalam penanganan hipoglikemia berat baik diberikan
secara intra vena, subkutan, ataupun intra muskular. Glukagon yang diberikan
secara parenteral biasa diberikan pada pasien DM tipe 1 dengan riwayat
hipoglikemia berat. Glukagon yang diberikan secara intra vena biasa
diberikan pada pasien hipoglikemia berat dengan DM tipe 2.
Mengingat bahwa glukagon menstimulasi sekresi insulin berkaitan
dengan glikogenolisis maka sangat perlu diperhatikan pemberian glukagon
pada pasien DM tipe 2 dengan terapi insulin atau dengan komplikasi tertentu.
Glukagon sangat tidak disarankan diberikan secara infus intra vena atau
dengan pasien yang menggunakan sulfonilurea; pada pasein tersebut lebih
baik diberikan glukosa secara bolus kemudian diikuti dengan infus hingga
efek dari sulfonilurea telah habis.
Mual dan muntah sering dilaporkan sebagai efek samping terhadap
penggunaan glucagon dengan dosis >1mg, namun menurut penelitian yang
pernah dilaporkan sangat jarang membahas tentang kejadian mual dan
muntah tersebut, selain itu mual dan muntah tetap akan dapat terjadi
walaupun tanpa penggunaan glukagon. Ada juga laporan mengenai reaksi
alergi setelah pemberian glukagon, namun hal ini biasanya terjadi apabila
glukagon diberikan sebagai terapi selain untuk hipoglikemia (Treatment of
severe diabetic hyplogicemia with: an underutilizes therapeutic approach,
2011).

Manajemen Hipoglikemia Menurut Perkeni


a. Stadium permulaan (sadar)
1) Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop atau permen,
gula murni (bukan pemanis pengganti gula) atau gula diet atau gula
diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat
2) Hentikan obat hipoglikemik sementara
3) Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
4) Pertahankan glukosa darah sekitar 200 mg/dl (bila sebelumnya tidak
sadar)
5) Cari penyebab

b.Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga


hipoglikemia)

1) Diberikan larutan Dextrose 40% sebanyak 2 flakon (=50 ml) bolus intravena
2) Diberikan cairan Dextrose 10% per infus, 6 jam per kolf
3) Periksa glukosa darah sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan
glukometer:
a) Bila GDs < 50 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 50ml IV
b) Bila GDs < 100 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 25ml IV
4) Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dextrose 40%
a) Bila GDs < 50 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 50ml IV
b) Bila GDs < 100 mg/dl ditambah bolus Dextrose 40% 25ml IV
c) Bila GDs 100-200 mg/dl, tanpa bolus Dextrose 40%
d) Bila GDs > 200 mg/dl, pertimbangkan menurunkan kecepatan drip
Dextrose 10%
e) Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs


 setiap 2 jam, dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dl, 


pertimbangkan mengganti infuse dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%


f) Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs
setiap 4 jam, dengan protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dl, 


pertimbangkan mengganti infuse dengan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%


14
g) Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap
6 jam :

h) Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis


insulin seperti adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glucagon 0,5-1 mg
IV/IM (bila penyebabnya insulin)
i) Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dl : Hidrokortison 100 mg
per 4 jam selama 12 jam atau Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan
2 mg tiap 6 jam dan Manitol 1,5-2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Cari
penyebab lain kesadaran menurun.

Komplikasi Hipoglikemia
Komplikasi dari pada gangguan tingkat kesadaran yang berubah selalu
dapat menyebabkan gangguan pernafasan, selain itu hipoglikemia juga dapat
mengakibatkan kerusakan otak akut, hipoglikemia berkepanjangan parah bahkan
dapat menyebabkan gangguan neuropsikologis sedang sampai dengan gangguan
neuropsikologis berat karena efek hipoglikemia berkaitan dengan system saraf
pusat yang biasanya ditandai oleh perilaku dan pola bicara abnormal (jevon, 2010)
dan menurut Kedia (2011) hipoglikemia yang berlangsung lama bisa
menyebabkan kerusakan otak yang permanen, hipoglikemia juga dapat
menyebabkan koma sampai kematian.
Budihusodo U..2007. Karsinoma Hati dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1
Edisi Keempat.Jakarta: Balai Pernerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.Pp 455-59.
El-Serag H.B. 2011. Hepatocellular Carcinoma.N Engl J Med 2011; 365:1118-
1127.
Hamid NA. Update to risk factors for hepatocellular carcinoma. Int J. Med. Med.
Sci. 2009; 1 (3): 038-043Blum HE. Hepatocellular carcinoma. Theraphy
and prevention. World J. gastroenterol. 2005; 11 (47): 7391-7400
Ryder S D. 2006. Guidelines For The Diagnosis And Treatment Of
Hepatocellular Carcinoma(HCC) In Adults. Gut 2003; 52 – 56.
Soresi M., Maglirisi C., Campgna P. 2003. Alphafetoprotein In The
Diagnosis Of Hepatocellular Carcinoma. Anticancer Research.
2003;23;1747-53.
Treatment of severe diabetic hyplogicemia with: an underutilizes therapeutic
approach. (2011, September 6). Dipetik January 8, 2012, dari Dovepress
open acces to scientific and medical research:
http://www.dovepress.com/diabetes-metabolic-syndrome-and-obesity-
targets-and-therapy-journal

Anda mungkin juga menyukai