Anda di halaman 1dari 11

A.

Definisi

Virus hepatitis C adalah nama yang telah diberikan salah satu jenis virus

hepatitis dari virus hepatitis lainnya (Hepatitis A, B, D, G, tt). Virus ini ditemukan

pada tahun 1989, dan menjadi penyebab kasus hepatitis NANB pasca transfusi.

Pada tahun 1970 dikenal kasus kasus hepatitis pasca transfusi. Virus hepatitis C

merupakan virus hepatitis dengan masa inkubasi yang lama dan sering ditandai

dengan gejala subklinis yang ringan , tetapi dengan tingkat kronisitas dan

progresifitas kearah sirosis (Li & Lo, 2015).

Kira-kira sepertiga kanker hati disebabkan oleh hepatitis C. Hepatitis C yang

menjadi kanker hati terus meningkat diseluruh dunia karena banyak orang terinfeksi

virus hepatitis C tiap tahunnya. Saat hati menjadi rusak, maka hati tersebut akan

memperbaiki sendiri dengan membentuk jaringan parut, jaringan parut ini disebut

fibrosis. Semakin banyaknya jaringan parut menunjukan semakin parahnya

penyakit, sehingga hati menjadi sirosis.

B. Epidemiologi

Menurut WHO tahun 1999 kira-kira 170 juta orang terinfeksi hepatitis C atau

3% dari populasi dunia dan akan berkembang menjadi sirosis hepar dan kanker hati.

. Secara keseluruhan ada 130 negara dimana yang melaporkan terinfeksi HCV.

Data di Indonesia, pravelensi HCV Berkisar antara 0,5 – 3,4% menunjukkan sekitar

1 – 7 juta penduduk Indonesia mengidap infeksi virus C. Di Asia,infeksi HCV

diperkirakan bervariasi dari 0,3 % di Selandia Baru sampai 4% di Kamboja. Data

didaerah Pasifik diperkirakan sekitar 4,9%.Di Timur Tengah angka yang pernah

dilaporkan adalah 12% pada beberapa pusat penelitian. Transmisi HCV terjadi

terutama melalui paparan darah yang tercemar. Paparan ini biasanya terjadi pada

pengguna narkoba suntik, transfusi darah (sebelum 1992), pencangkokan organ dari
donor yang terinfeksi, praktek medis yang tak aman, paparan okupasional terhadap

darah yang tercemar, kelahiran dari ibu yang terinfeksi, hubungan seksual dengan

orang yang terinfeksi, perilaku seksual resiko tinggi dan kemungkinan penggunaan

kokain intranasal, di Amerika lebih dari 60% dari penderita hepatitis C yang baru

disebabkan oleh pemakaian obat obatan intravena (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2014).

Virus ini baru-baru ini ditemukan sebagai penyebab utama hepatitis non A,

non B yang diperoleh secara parenteral terutama melalui transfusi darah (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

C. Faktor Resiko

Penularan Hepatitis C biasanya melalui kontak langsung dengan darah atau

produknya dan jarum atau alat tajam lainnya yang terkontaminasi. Dalam kegiatan

sehari-hari banyak resiko terinfeksi Hepatitis C seperti berdarah karena terpotong atau

mimisan, atau darah menstruasi. Perlengkapan pribadi yang terkena kontak oleh

penderita dapat menularkan virus Hepatitis C (seperti sikat gigi, alat cukur atau alat

manicure). Resiko terinfeksi Hepatitis C melalui hubungan seksual lebih tinggi pada

orang yang mempunyai lebih dari satu pasangan.

Penularan Hepatitis C jarang terjadi dari ibu yang terinfeksi Hepatitis C ke bayi

yang baru lahir atau anggota keluarga lainnya. Walaupun demikian, jika sang ibu juga

penderita HIV positif, resiko menularkan Hepatitis C sangat lebih memungkinkan.

Menyusui tidak menularkan Hepatitis C.

Orang yang memiliki resiko tinggi penularan adalah :

1) Pengguna narkoba suntik.

2) Bayi yang dilahirkan oleh wanita yang menderita hepatitis C.

3) Pasien Hemodialisa.
4) Petugas Kesehatan.

5) Orang yang menggunakan tattoo atau menindik tubuh dirumah dengan alat yang

tidak steril.

D. Patogenesis

Target utama HVC ini adalah sel-sel hati, setelah berada dalam sitoplasma hati

VHC akan melepaskan selubung virusnya dan RNA virus siap untuk melakukan

translasi protein dan kemudian replikasi RNA. Kecepatan replikasi VHC sangat besar,

melebihi HIV maupun VHB.

Reaksi cytotoxic T-cell (CTL) spesifik diperlukan untuk terjadinya eleminasi

meyeluruh HCV pada infeksi akut. Pada infeksi kronik, reaksi CTL yang relatif lemah

masih mampu merusak sel-sel hati dan melibatkan respon inflamasi hati tetapi tidak

bias menghilangkan virus maupun menekan revolusi genetic HCV sehingga kerusakan

sel hati berjalan terus menerus.

Reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin pro-inflamasi seperti

TNF-α, TGF-β1, akan menyebabkan rekrutmen sel-sel inflamasi lainnya dan

menyebabkan aktivitas sel-sel stelata diruang disse hati. Sel-sel yang khas ini mula-

mula dalam keadaan ‘tenang’ (quiscent) kemudian berproliferasi dan aktif menjadi sel-
sel miofibroblas yang dapat menghasilkan matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dan

berperan aktif dalam menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi.

Virus hepatitis C memiliki angka mutasi atau perubahan genetik yang tinggi

sehingga sering muncul virus mutan yang dapat menghindari antibodi tubuh. Belum

lagi ditambah dengan tingginya produksi virus hepatitis C (mencapai 10 triliun kopi

virus perhari) sehingga memunculkan generasi virus yang beraneka ragam dan

memungkinkan meloloskan diri dari sergapan sistem kekebalan tubuh dan akibatnya

adalah belum ditemukannya vaksin yang berhasil dibuat untuk mencegah infeksi virus

hepatitis C.

E. Manifestasi Klinis

Beberapa referensi ( membagi manifestasi klinis Hepatitis C menjadi 3 (tiga)

stadium, yaitu :

1. Stadium praikterik berlangsung selama 4-7 hari. Pasien mengeluh sakit

kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah, demam, nyeri otot, dan nyeri

diperut kanan atas. Urin menjadi lebih coklat.

2. Stadium ikterik yang berlangsung selama 3-6 minggu. Ikterus mula-mula

terlihat pada sclera, kemudian pada kulir seluruh tubuh. Keluhan-keluhan

berkurang, tetapi pasien masih lemas, anoreksia, dan muntah. Tinja

mungkin berwarna kelabu atau kuning muda. Hati membesar dan nyeri

tekan.

3. Stadium pascaikterik (rekonvalesensi). Ikterus mereda, warna urin dan tinja

menjadi normal lagi. Penyembuhan pada anak-anak lebih cepat dari dewasa,

yaitu pada akhir bulan kedua, karena penyebab yang biasa berbeda.
Umumnya infeksi akut HCV tidak memberi gejala atau hanya bergejala

minimal. Hanya 20-30% kasus saja yang menunjukan tanda-tanda hepatitis akut 7-8

minggu setelah terjadi paparan. Dari beberapa laporan yang berhasil mengidentifikasi

pasien dengan infeksi hepatitis C akut, didapatkan adanya gejala malaise, mual-mual

dan ikterus seperti halnya hepatitis akut akibat infeksi virus-virus hepatitis lainnya.

ALT meninggi sampai beberapa kali diatas batas normal tetapi umunya tidak sampai

lebih dari 1000 U/L. Umumnya, berdasarkan gejala klinis dan laboratorik saja tidak

dapat dibedakan antara infeksi oleh virus hepatitis A, B maupun C.

F. Komplikasi

Infeksi HCV merupakan masalah besar karena sebagian besar kasus menjadi

hepatitis kronik yang dapat membawa pasien pada sirosis hati dan kanker hati. (7)

G. Diagnosa

Tes darah termasuk

• Antibodi terhadap virus C (menunjukkan bahwa orang tersebut telah terekspos pada

virus ini sebelumnya, tetapi tidak menunjukkan apakah virus ini masih ada di dalam

darah – bayi yang dilahirkan oleh wanita yang pernah menderita hepatitis C dapat

mempunyai antibodi dari ibunya pada kurang lebih tahun pertama hidupnya, tetapi ini

tidak berarti bahwa bayi tersebut terinfeksi)

• Tes asam nukleik, misalnya PCR (menunjukkan bahwa virus ini ada di dalam darah)

• Tes jumlah virus (menunjukkan berapa banyak virus ada di dalam darah)

• Tes genotipe (menujukkan jenis mana virus ada di dalam darah – yang dapat

membantu dalam merencanakan perawatan)


• Tes fungsi hati, yang mungkin menunjukkan kerusakan hati pada saat ini.

Biopsi hati (di mana sedikit hati diambil dan diperiksa dengan mikroskop)

menunjukkan jenis dan parahnya kerusakan hati dan mungkin membantu dalam

merencanakan perawatan.

Beberapa jenis pemeriksaan utama yang biasa dilakukan untuk mendiagnosa

dan memantau infeksi hepatitis C yaitu uji ELISA anti-HCV, HCV kualitatif, tes

genotif, dan tes kesehatan hati.

Telah digunakan suatu pemeriksaan imun enzim untuk mendeteksi antibodi

terhadap HCV (anti-HCV), namun pemeriksaan ini banyak menghasilkan negatif-

palsu, sehingga digunakan juga pemeriksaan rekombinan suplemental (recombinant

assay, RIBA). Pemeriksaan ini diperkenalkan pada bulan Mei 1990 sebagai suatu tes

donor darah, dan telah menurunkan secara bermakna angka HCV yang berkaitan

dengan transfuse. Setelah virus hepatitis C dapat diklon, maka selayaknya vaksin untuk

hepatitis ini menjadi tujuan praktis.

H. Pengobatan

Pengobatan hepatitis C kronik telah berkembang sejak interferon alfa pertama

kali disetujui untuk dipakai pada penyakit ini lebih dari sepuluh tahun yang lalu.

Pada waktu itu obat ini diberikan 24 sampai 48 minggu sebagai kombinasi

Pegylated alfa interferon dan Ribavirin. Pegylated alfa interferon (penginterferon)

adalah modifikasi kimia dengan penambahan molekul dari polyethylene glycol.

Penginterferon dapat diberikan satu kali per minggu dan keuntungannya kadarnya

konstan di dalam darah. Ribavirin adalah suatu obat antivirus yang mempunyai

efek sedikit pada virus hepatitis C, tetapi penambahan Ribavirin dengan interferon
menambah respon 2 – 3 kali lipat. Kombinasi terapi ini dianjurkan untuk pengobatan

hepatitis C (Li & Lo, 2015).

Terapi dengan Interferon 3 juta unit 3x perminggu selama 12-18 bulan, yang

diberikan kepada pasien dengan aminotransferase tinggi, biopsi menunjukkan kronik

hepatitis berat atau lanjut, HCV RNA, 50% mengalami remisi atau perbaikan 50%

pasien kembali diantara 12 bulan pengobatan dan perlu mengulang pengobatan

kembali. Respon yang baik yaitu hilangnya HCV RNA yang tinggi pada genotip

HCV 1a dan 1b. lebih menguntungkan dengan penambahan ribavirin (Li & Lo, 2015).

Kriteria yang harus dipenuhi sebelum pemberian terapi Interferon: (Li &

Lo, 2015)

1. Anti HCV [+] dengan informasi

stadium dan aktivitas penyakit, HCV

RNA [+], genotip virus, biopsi.

2. Ada / tidaknya manifestasi ekstra

hepatic.

3. Kadar SGOT/ SGPT berfluktuasi

diatas normal.

4. Tidak ada dekompensasi hati.

5. Pemeriksaan laboratorium:

a. Granulosit > 3000/ cmm

b. Hb > 12 g/dl

c. Trombosit > 50000/ cmm.

d. Bilirubin total < 2 mg/ dl

e. Protrombin time < 3 menit.


Berdasarkan rekomendasi konsensus FKUI – PPHI (Perhimpunan Peneliti

Hati Indonesia, 2017):

1. Terapi antivirus diberikan bila ALT >2 N

2. Untuk pengobatan hepatitis C diberikan kombinasi Interferon dengan

Ribavirin

3. Ribavirin diberikan tiap hari,tergantung berat badan selama

pemberian interferon dengan dosis :

a. < 55 kg diberikan 800 mg/hari

b. 56 – 75 kg diberikan 1000 mg/hari

c. > 75 kg diberikan 1200 mg/hari

4. Dosis Interferon konvensional 3,41/2,5 MU seminggu 3 kali,

tergantung kondisi pasien

5. Pegylated Intenfenon Alfa 2a diberikan 180 ug seminggu sekali

selama 12 bulan pada genotipe 1&4,dan 6 bulan pada genotipe 2 dan

3.pada Pegylated Interferon Alfa 2b diberikan dengan dosis 1,5ug/kg

BB/kali selama 12 bulan atau 6 bulan tergantung genotip

6. Dosis Ribavirin sedapat mungkin dipertahankan. Bila terjadi efek

samping anemia, dapat diberikan enitropoitin

Efek samping dari pengobatan Hepatitis C

Efek samping dari interferon meliputi gejala flu yang parah, iritasi, depresi,

kurang konsentrasi dan insomnia. Ribavirin dapat menyebabkan anemia, gout dan

mempengaruhi persalinan. Kedua obat tersebut dapat menyebabkan iritasi kulit dan

kelelahan.
Sejumlah kecil orang yang menggunakan obat kombinasi ini akan mengalami

psikosis dan keinginan bunuh diri. Untuk alasan tersebut, pengobatan dengan

interferon tidak direkomendasikan untuk penderita dengan riwayat depresi mayor tak

tekontrol.

Anda juga bukan penderita yang tepat untuk obat ini jika anda menderita

penyakit tiroid yang belum diobati, penyakit sel darah rendah atau autoimun, atau

anda pecandu alcohol atau obat yang tidak ingin berhenti.

Efek samping dari kombinasi obat ini biasanya menjadi parah pada minggu

pertama pengobatan Hepatitis C, tetapi dapat dibantu dengan obat anti sakit dan

antidepresan. Walaupun demikian, beberapa orang perlu menurunkan dosis interferon

karena efek samping yang berat, bahkan harus menghentikannya.

Transplantasi hati

Pengobatan Hepatitis C terbaik pada penderita tingkat akhir adalah

transplantasi hati. Walaupun demikian, jumlah orang yang menunggu untuk

tranplantasi hati jauh lebih banyak daripada orang yang mendonasikan hatinya.

I. Pencegahan

Belum ada vaksin untuk HCV. Cara terbaik untuk mencegah infeksi HCV

adalah menghindari terkena darah yang terinfeksi HCV, misalnya tidak memakai

peralatan suntik narkoba bergantian.

Kita dapat mencegah penularan Hepatitis C. Cara penyebaran yang paling

efesien Hepatitis C adalah melalui suntikan yang terkontaminasi oleh darah, misalnya

di saat memakai obat suntik. Jarum suntik dan alat suntik sebelum digunakan harus
steril dengan demikian menghentikan penyebaran penyakit Hepatitis C di antara

pengguna obat suntik.

Meskipun resiko penularan melalui hubungan seksual kecil, anda seharusnya

menjalankan kehidupan seks yang aman. Penderita Hepatitis C yang memiliki lebih

dari satu pasangan atau berhubungan dengan orang banyak harus memproteksi diri

(misalnya dengan kondom) untuk mencegah penyebaran Hepatitis C.

Jangan pernah berbagi alat seperti jarum, alat cukur, sikat gigi, dan gunting

kuku, dimana dapat menjadi tempat potensial penyebaran virus Hepatitis C. Bila

melakukan manicure, tato dan tindik tubuh pastikan alat yang dipakai steril dan tempat

usahanya resmi.

Orang yang terpapar darah dalam pekerjaannya, seperti pekerja kesehatan,

teknisi laboratorium, dokter gigi, dokter bedah, perawat, pekerja ruang emergensi,

polisi, pemadam kebakaran, paramedis, tentara atau siapapun yang hidup dengan orang

yang terinfeksi, seharusnya sangat berhati-hati agar tidak terpapar darah yang

terkontaminasi.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Situasi dan Analisis Hepatitis. Infodatin, 1-8.

Li, H. C., & Lo, S. Y. (2015). Hepatitis C Virus: Virology, Diagnosis and Treatment. World Journal of
Hepatology, 1377-1389.

Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. (2017). The 10th Liver Update & The Annual Scientific Meeting
Of Ina ASL/PPHI 2017. Jakarta: Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai