Anda di halaman 1dari 18

RSUD Prof. Dr.

MARGONO SOEKARJO
SMF ILMU BEDAH

KEPANITERAAN KLINIK
FK UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN/ FK UPN VETERAN JAKARTA

NOTULENSI KULIAH DARING

Hari / Tanggal : Senin, 18 Mei 2020


Waktu : 20.00 s.d 22.00
Materi : Fracture of Forearm
Pemateri : dr. Bambang Agus Teja Kusumah, Sp.BO
Notulen : Kus Patrisia Brilianti
Peserta : KOASS FK UNSOED

KOASS FK UNSOED
JUNIOR
1. Rizki Agung Nugraha
2. Nur Fitria Zahro
3. Balqis Amatullah
4. Nur Amalia
5. Dikwan Ardiansyah
6. Henida Dwi Sari
7. Ifadatul Khoiriah
8. Nurinda Iffatus Sa'idah
9. Ayu Pertiwi Nurulfitri
10. Inka Putri Kosita
11. Sinta Triagustina
12. Lintang Sandya
13. Kus Patrisia B
14. Tiara Asri Nurillah
15. Farhan Ichsan
16. Hasna Hanief Nabilah
17. Muhammad Iqbal S

1
MATERI

A. DASAR – DASAR FRAKTUR

Fraktur yaitu putusnya hubungan / diskontinuitas tulang atau tulang rawan. Fraktur dibagi
menjadi 2 yaitu :

1. Fraktur tertutup : bila kulit tidak robek (bila kulit sekitar intak)
2. Fraktur terbuka : bila ada luka, sehingga ada hubungan dengan hubungan dengan
dunia luar sehingga terjadi kontaminasi atau infeksi (tidak harus sampai tulang
terlihat, asal terdapat luka)

Klasifikasi fraktur terbuka (Gustillo – Anderson) :

1. Grade I : Luka <1 cm


2. Grade II : Luka 1 – 10 cm
3. Grade III : Luka > 10cm
a. Grade IIIa : masih tertutup jaringan lunak
b. Grade IIIb : tulang terlihat, tidak tertutup oleh jaringan lunak
c. Grade IIIc : terdapat pembuluh darah besar yang rusak

Macam – macam fraktur :

1. Fraktur bisa terjadi secara langsung (pada tempatnya) maupun tidak langsung (tidak
pada tempatnya, terpelintir).
2. Stres fraktur yaitu fraktur yang terjadi karena trauma yang berulang – ulang, sering
pada orang yang sering baris berbaris, pada tentara, dancer.
3. Pathological fracture yaitu tulang patah karena ada penyakit yang mendasarinya,
seperti diabetes, tumor, terdapat kelainan metabolism tulang, sehingga walaupun
trauma minimal dapat menyebabkan patah tulang.

Fraktur dibagi menjadi 2 :

1. Complete, harus mengetahui bentuk frakturnya :


a. Transverse
b. Oblique atau spiral

2
c. Impacted
d. Comminuted fractured
2. Incomplete, fraktur sebagian, satu sisi periosteumnya rusak tetapi di sisi lain tulang
masih utuh
a. Greenstick fracture, biasanya pada anak – anak
b. Compression fracture, seing kali terjadi pada tulang belakang

Bentuk-bentuk fraktur menunjukkan prognosis, semakin complicated maka semakin sulit


sembuh, semakin ada kecenderungan terjadi infeksi.

Lokasi fraktur :

1. Tulang panjang
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 tengah
c. 1/3 distal
2. Tulang melintang
a. 1/4 medial
b. 1/4 lateral

Pada diagnose fraktur kita harus mendiagnosis displaced atau undisplaced.

Bagaimana tulang menyambung terdapat beberapa fase :

1. Perusakan jaringan dan hematoma


2. Inflamasi dan proliferasi sel
3. Callus
4. Konsolidasi
5. Remodelling

Awalnya terdapat hematom lalu konsolidasi, setelah fix pada akhirnya jadi remodeling.

Penyembuhan fraktur terdapat dua macam yaitu langsung dan tidak langsung:

1. Tidak langsung : melewati fase – fase konsolidasi, remodeling, pada tulang panjang

3
2. Langsung : bisa terjadi pada tulang kompak, misalnya pada tulang kepala, tulang
belakang.

Penyembuhan fraktur tergantung dari beberapa faktor :

1. Tipe tulang : biasanya cancellous lebih cepat menyambung daripada tulang cortical
2. Tipe fraktur : transverse fraktur lebih lama disbanding dengan spiral fraktur, karena
transverse permukaan yang disambung itu lebih kecil dibandingkan spiral, jika spiral
permukaan patahannya lebih banyak jadi proses penyembuhannya lebih cepat
3. Suplai darah : pada sirkulasi mempengaruhi suplai darah karena dengan suplai darah
terganggu otomatis nutrisi ke tulang berkurang, sehingga proses penyembuhan buruk,
jika sirkulasi buruk maka healing buruk, terutama pada pasien diabetes atau pasien
kelainan darah, dan juga pada orang tua
4. Proses penyembuhan pada orang yang sehat lebih cepat daripada orang yang sakit
5. Umur

Perkin’s Time table untuk mengetahui waktu kapan sembuh :

Upper limb Lower Limb


Callus visible on X-ray 2-3 weeks 2-3 weeks
Union (fracture firm) 4-6 weeks 8-12 weeks
Consolidation (bone secure) 6-8 weeks 12-16 weeks
Upper limb proses penyembuhannya lebih cepat dari lower limb, lower limb tulangnya
lebih besar sehingga proses penyambungannya lebih lama.

Kegagalan penyambungan fraktur disebabkan oleh :

1. Distraksi dan jarak antara kedua fragmen ujung patahan agak panjang sehingga tidak
menempel jadi sulit menyambung
2. Interposisi, jika ujung-ujung patahan tidak menempel
3. Orang yang banyak gerak pada saat fraktur
4. Suplai darah kurang
B. Anamnesa

Bagaimana melakukan anamnesa suatu fraktur :

4
1. Tetap harus tahu umur, karena umur mempengaruhi prognosis, dimana saat umur
anak anak dan dewasa proses penyambungannya berbeda, lebih cepat anak anak
2. Jenis kelamin, tulang laki laki lebih kuat, lebih tebal korteksnya
3. Pekerjaan
4. Waktu kejadian, mempengaruhi golden period (waktu paling bagus untuk menangani
luka)
5. Mekanisme kejadian
6. Jenis – jenis lukanya, contohnya bacok atau tabrakan
7. Lokasi nyeri juga harus diketahui
8. Apakah terjadi gangguan fungsi atau tidak

Contoh anamnesa

1. Keluhan utama : keluhan yg menyebabkan pasien datang ke RS,mis nyeri pada


tungkai bawah kanan
2. Riwayat :
a. Nyeri tungkai bawah kanan sejak……jam dari kejadian os datang ke RS ( golden
period) ,
b. Nyeri akibat…jatuh,kll,bagaimana jatuhnya ( mekanisme injury)
c. Setelah kejadian apakah os masih bisa menggerakkan ke2 tungkai/ bisa berjalan
( loss of function)contohnya yang tadinya bisa jalan jadi gak bisa jalan
d. Pasien diangkut dengan ? Ambulance/mobil box, karena kalau ambulan sudah
pasti pasien lebih aman, kalau mobil biasa tidak diketahui siapa yang
mengengkut, apakah tenaga medis atau bukan, karena bisa terjadi keadaan dimana
proses membawa pasien tidak benar sehingga fraktur yang tadinya sedikit bisa
menyebabkan pergeseran yang lebih serta komplikasi yang lebih banyak.
e. Keluhan lain :Pingsan,muntah,PTHT (perdarahan telinga hidung tenggorokan)
jika terdapat PTHT maka dicurigai terdapat kerusakan di otak seperti di basis
cranii ? dan biasanya kondisinya jelek
f. Riwayat penyakit sebelumnya? Apakah ada diabetes, hipertensi, dan penyakit lain
C. Pemeriksaan

5
Meskipun yang terluka atau fraktur satu bagian tubuh saja seperti paha atau kaki, kita
harus tetap memeriksa keseluruhan tubuh dari mulai tensi, nadi, respirasi,
pemeriksaan head to toe. Pada daerah yang patah juga dilakukan pemeriksaan apakah
ada kondisi yang complicated, apakah ada syok, perdarahan, atau kerusakan lain,
apakah ada fraktur yang lain juga, apakah ada predisposisi yang menyebabkan kondisi
semakin memburuk.
Jiks di orthopaedi selain pemeriksaan head to toe, juga harus membuat suatu
pemeriksaan status lokalis, yaitu lokasi yang mana yang terjadi fraktur, dan harus
memenuhi 3 kriteria, yaitu :
1. Look, maka kita lihat :
a. Swelling
b. Bruising
c. Deformitas
d. Kerusakan kulit, apabila terjadi kerusakan kulit maka terdapat
kemungkinan open fraktur
2. Feel
a. Nyeri tekan
b. Cek pulsasi
c. Apakah ada tanda-tanda kompartemen sindrom
d. Dilihat apakah ada hypoesthesia, anesthesia, atau paresthesi, untuk
menunjukkan bagaimana kondisi pasien
3. Move

Pemeriksaan dilakukan dengan menggerakkan tulang, tetapi apabila curiga patah


maka tidak perlu digerakkan maka sudah bisa diketahui, tidak perlu diminta gerak
karena tulang biasanya sudah “ngaplek-ngaplek”, untuk pemeriksaan move
biasanya dilakukan pada keadaan selain fraktur.

4. X-ray
Pemeriksaan paling menunjang untuk kejadian fraktur merupakan x-ray.
Meskipun pemeriksaan lain juga banyak, misalkan MRI, CT scan. MRI dan CT
scan biasanya dilakukan pada kasus tulang belakang, tetapi jika tulang panjang

6
maka x-ray saja sudah cukup. Persyaratan penting untuk suatu x-ray yang baik,
dengan mengingat rule of two :
a. 2 proyeksi, AP lateral
b. 2 sendi
c. 2 ekstremitas, biasanya pada anak – anak karena anak-anak memiliki
bentuk tulang yang berbeda dengan dewasa, jadi memerlukan
pembanding, contohnya apabila terdapat fraktur pada siku, maka
dilakukan foto pada kedua siku untuk membandingkan kelainan yang
terjadi seperti apa, karena pada anak-anak masih banyak lempeng
epifisisnya, sehingga harus lebih teliti dalam melakukan tindakan
radiologi.
d. 2 waktu yang berbeda, misalkan pada pemeriksaan pertama belum terlihat
frakturnya maka ditunggu 2 minggu lalu dilakukan foto x-ray lagi.
D. Menulis diagnosa suatu fraktur
1. Harus selalu tentukan fraktur terbuka atau tertutup
2. Jenis tulang yang fraktur
3. Lokasi : dextra/sinistra
4. Bagian tulang yang fraktur :
a. 1/3 distal
b. 1/3 tengah
c. 1/3 proksimal
5. Tentukan konfigurasinya
a. Oblique
b. Transverse
c. Kominuted
d. Spiral
6. Segmental
7. Displaced/undisplaced
8. Neglected ditulis bila pasien sebelumnya berobat ke dukun/alternative (bukan
tenaga kesehatan) apabila langsung dibawa ke tenaga kesehatan maka tidak perlu
ditulis unneglected.

7
Contohnya : closed fracture tibia dx 1/3 tengah comminuted displaced neglected.

Dari diagnose tersebut dapat ditentukan bagaimana prognosisnya, sulit atau tidak
frakturnya, jika neglected prognosisnya tidak sebagus apabila langsung ke tenaga
medis.

E. Prinsip Penanganan Fraktur


1. Pertolongan pertama

Pastikan airway, breathing, circulationnya terlebih dahulu. Pasien ortophedi


jangan langsung dilihat tulangnya dulu, tetapi dilihat posisinya dulu, karena
apabila posisi pasien pingsan dan tidak sadar tetapi kita konsentrasi memasang
spalk dulu tiba tiba pasien meninggal karena itu lebih penting ABC terlebih
dahulu, setelah itu baru ada kelainan maka dilakukan tindakan selanjutnya apakah
perlu diberi infus, spalk atau yang lainnya

2. Pada saat di rumah sakit

Periksa semua sampai detail terutama ABC dahulu, apabila pasien sudah aman
maka bisa menangani frakturnya.

3. Penanganan fraktur
Untuk fraktur tertutup maka harus mengembalikan ke posisi sebelumnya, apabila
bengkok maka diluruskan, kemudian dilakukan pemasangan spalk, lakukan
pemasangan besi atau operasi. Cara mengembalikan kedudukan tulang yaitu
dengan :
a. manual pasang gips,
b. lakukan traksi supaya lurus atau dengan
c. operatif dengan pemasangan pen.

Apabila penanganan fraktur dari awal sudah buruk pada fraktur yang mengenai
permukaan sendi dapat mengalami orteoartritis.

4. Reposisi hasil operasi harus sesuai dari persyaratan berikut ini :


a. Alignment

8
b. Kontak >50%
c. Ada rotasi atau tidak
d. Ada pemendekan atau tidak
e. Sudut <15
5. Indikasi konservatif
a. Biasanya tidak dilakukan operasi pada pasien anak – anak pada masa
pertumbuhan, biasanya ditarik tidak perlu dipasang pen, dipasang gips sudah
cukup
b. infeksi yang sangat luas,
c. fraktur yang tidak perlu dilakukan pemasangan pen. Sehinggga tidak perlu
digerak-gerakkan.
d. Pasien dengan kondisi memiliki penyakit berat seperti penyakit jantung berat,
stroke tidak bisa bergerak
e. Pasien menolak operasi
6. Indikasi Operasi
Dilakukan operasi apabila :
a. Reposisi tidak berhasil
b. Multiple fraktur
c. Fraktur patologis
d. Fraktur intra articular

Operasi harus dilakukan semaksimal mungkin, jadi apabila tulang sudah


menyambung maka tidak mengganggu fungsi. Tulang harus ditahan (hold
reduction) dilakukan untuk :

a. mengurangi nyeri,
b. mempercepat penyambungan tulang, karena jika tidak ditahan maka tulang
akan banyak goyang dan nyeri akan dirasakan terus menerus.
7. Imobilisasi (mempertahankan reposisi)
a. Fiksasi eksterna
i. Gips
ii. Roger Anderson

9
b. Fiksasi Interna
i. Pasang pen /ORIF
8. ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
Pada pasien dengan fraktur tertutup terdapat indikasi :
a. Tidak bisa di reposisi
b. Pasien ddengan fraktur tidak stabil
c. Fraktur yang memerlukan penyatuan yang lama
d. Pathological fraktur
e. Multiple fraktur
f. Perawatan sulit
9. Komplikasi pemasangan pen
a. Infeksi
b. Tidak menyatu
c. Kegagalan implant
d. Fraktur kembali
10. OREF (Open Reduction External Fixation) pen terdapat diluar, indikasi :
a. Terdapat kerusakan yang luasdari soft tissue
b. Kerusakan pembuluh darah
c. Kerusakan tulang yang berat sehingga tidak bisa dipasang pen
d. Fraktur pelvis
e. Infeksi
11. Fraktur terbuka
a. Bersifat emergency, semakin cepat ditangani semakin baik, karena
penyebab infeksi semakin berkurang
b. Golden Period 6-8 jam
c. Prinsip penanganan sama dengan fraktur tertutup yaitu :
i. Primary survey, ABC,
ii. Secondary survey head to toe
iii. Histori, anamnesa kenapa
iv. Status lokalis, Look, Feel, Move

10
v. Debridement dan irigasi, dicuci lukanya, keluarkan debris debris,
kotoran, tanah, dibersihkan sampai bersih
vi. Antibiotik apabila luka kotor maka perlu ditambahkan gram
negative gentamisin, gram positif bisa cefotaxim, ampicilin,
anaerob biasanya metronidazol, analgetik, ATS,
vii. Tutup luka dengan kasa setebal mungkin
viii. Reposisi,
ix. Imobilisasi pemasangan spalk
x. X-ray
xi. Konsultasi ke dokter ortopedi
12. Komplikasi fraktur
a. Shock, terutama apabila fraktur tulang besar
b. Crush sindrom
c. Sumbatan paru – paru
d. Tetanus
e. Gas gangrene
f. Emboli lemak
13. Komplikasi yang mengenai tulang
a. Infeksi
b. Menghambat penyambungan dan tidak menyambung
c. Malunion, tulang menyambung tidak pada bentuk yang diharapkan
d. Gangguan pertumbuhan
e. Avaskular nekrosis, bila fraktur pada tulang tulang besar
14. Komplikasi pada jaringan lunak
a. Vascular injury
b. Compartement syndrome
c. Nerve injury
d. Visceral injury
e. Myositis Osificans tulang tumbuh di jaringan lunak
15. Sindrom kompartemen

11
Terjadi karena peningkatan tekanan di ruangan oseofacial, sehingga menyebabkan
kerusakan di dalam ruangan kompartemen, sehingga timbul 5P (pale, painful,
pulseless, paresthetic, paralyzed). Contohnya kompartemen di paha ada 4,
kemudian di cruris ada 6 kompartemen.
16. Komplikasi fraktur mengenai sendi
a. Joint stiffness
b. Osteoarthritis
c. Atrophy
17. Imobilisasi
Tujuan imobilisasi pada fraktur yaitu :
a. Mengurangi nyeri
b. Mencegah kerusakan lebih jauh
18. Komplikasi open fraktur
a. Infeksi, sepsis
b. Osteomyelitis
c. Gas gangrene
d. Etanus
e. Crush syndrome
f. Skin loss
g. Non union
F. Sindrom kompartemen
1. Keadaan darurat
2. Sering terjadi pada fraktur tibia, tetapi bisa juga terjadi di daerah tangan
3. Etiologi sindroma kompartemen :
a. Direct blow
b. Luka bakar
c. Crush injury
d. Gigitan ular
e. Fraktur
f. Hematoma
g. Prolonged pressure

12
4. Tanda-tanda lanjut sindroma kompartemen
a. Nyeri
b. Pallor
c. Nadi hilang
d. Paresthesia
e. Paralisi
f. Poikolothermia

Sindroma kompartemen terjadi karena peningkatan tekanan intrakompartemen,


dan indikasi untuk faciotomi, dibuka semua kompartemen lalu kalau sudah kemps
baru dijahit.

G. Emboli lemak
Masuknya gelembung lemak ke dalam saluran paru sehingga pasien mengalami sesak
napas, sehingga mengganggu sirkulasi. Biasanya setelah terjadi fraktur pada tulang
panjang. Gejala timbul setelah 1-2 hari kemudian, pasien mengeluhkan sesak nafas.
1. Gejala emboli lemak :
a. Respiratory distress sering terjadi
b. Gelisah
c. Selalu ada ptechiae
d. Meracau
e. Indikasi langsung ICU
H. Arterial Injury
Tanda paling jelas yaitu nadinya hilang.

13
Dari lokasi patah dan lokasi kelainan tulang maka dapat diperkirakan arteri mana
yang mengalami kerusakan.
I. Gas Gangren
Gas gangrene merupakan keadaan darurat, biasanya pasien datang ke IGD sudah
terlambat karena sebelumnya ditangani oleh dukun, ditarik tarik dan akhirnya
bengkak, bau busuk. Indikasi amputasi, jika ditunda maka dapat menyebabkan
kematian, sehingga harus cepat. Biasanya pada daerah patah tulang akan terasa seperti
kerupuk yang ditekan, ada krepitasi.
Klinis :
1. Nyeri
2. Bengkak
3. Discharge
4. Bau luka khas
5. Apabila terjadi sepsis maka dapat menimbulkan kematian
J. Crush syndrome
Terjadi tabrakan (KLL), setelah adanya himpitan lama, otot rusak dan mengeluarkan
myohematin, kerusakan sirkulasi, masuk ke ginjal dan menyebabkan gagal ginjal.
Bila ekstremitas telah hancur maka segera lakukan amputasi. Apabila gagal ginjal
maka dilakukan dialisa.
K. Fraktur antebrachii
Secara anatomi pada antebrachii terdapat 2 tulang, yaitu tulang ulna dan tulang radius.
Jika kerusakan fraktur mengenai nervusnya maka nanti akan terkena dampak pada
nervus mana yang putus. Untuk otot juga harus diketahui karena ada otor fleksor dan
otot ekstensor. Ada beberapa kriteria fraktur antebrachii :
1. Fraktur radius dan ulna
Pada saat x ray terlihat fraktur pada radius dan ulna, jika dua duanya maka masing
masing tulang harus di deskripsi, bisa saja pada satu tangan radiusnya mengalami
fraktur transverse dan ulna comminuted, sehingga harus di deskripsi satu persatu.
Letaknya, bentuknya, displace bila fraktur bergeser, undisplaced bila fraktur tidak
bergeser..
2. Fraktur ulna saja atau radius saja (single forearm)

14
Jarang terjadi, karena biasanya jika ada impact ada trauma biasanya terjadi fraktur
keduanya, tetapi bisa juga terjadi fraktur pada satu tulang saja. Biasanya dipakai
pen karena apabila direposisi menggunakan gips tidak berhasil karena salah satu
tulang tidak patah, kecuali pada anak anak karena masih ada pertumbuhan
sehingga tulang yang agak bengkok bisa lurus. Penatalaksanaannya :
a. Bracing, dipasang dari luar saja menggunakan elastic perban
b. Casting. Dipasang gips
c. Biasanya 8 minggu sudah sembuh
d. Dilakukan pemasangan internal fiksasi seperti pen, bisa dipasang kawat
tergantung kondisinya
3. Fraktur montegia
Merupakan salah satu contoh yang khas yaitu fraktur pada batang ulna atau
dislokasi dari proksimal radioulnar joint. Dilakukan pemasangan pen, apabila
dokter umum maka hal yang perlu dilakukan adalah konsultasi ke spesialis
ortopedi. Komplikasi yang terjadi :
a. Saraf terjepit, sehingga tangan tidak bisa digerakkan ekstensi
4. Fraktur galeazi
Adanya suatu fraktur dimana radiusnya sebelah bawah ketiga dan adanya
subluksasi dari radioulnar joint. Terjadi fraktur di daerah radius.
5. Fraktur colle
Salah satu fraktur yang sering terjadi, biasanya pada orang yang mengalami
osteoporosis pada daerah distal radius, berhubungan dengan keropos tulang, diatas
pergelangan tangan. Berbentuk seperti sendok, angulasi ke dorsal. Biasanya
dilakukan pemasangan gips. Di ruang operasi biasanya pasien dibius, ditarik dan
dipasang gips. Jika tidak berhasil dilakukan pemasangan gips maka dilakukan
pemasangan pen. Komplikasi yang terjadi :
a. Komplikasi saraf
b. Gangguan sirkulasi
Jari-jarinya rusak
c. Reflek simpatis distrofi
d. Malunion

15
e. Delayed union
f. Stiffnes of shoulder, elbow and fingers from neglected is common.

6. Fraktur smith
Merupakan kebalikan dari fraktur Colle’s, apabila Colle’s keatas kedepan, maka
smith ke bawah, dilakukan reposisi dengan gips saja. Tidak ada dinner-fork
deformity. Jika gagal dilakukan reposisi maka dilakukan pemasangan pen.

Penatalaksanaan umum fraktur antebrachii

1. Primary survey : A,B, C, D, E


2. Secondary survey : Head to toe
3. Lokal :
a. Look : Deformitas, warna kulit, edema, bone eksposed, wound or bruis
b. Feel : tenderness, krepitasi (tidak semua fraktur terdapat krepitasi, tetapi biasanya
tangan terasa karena tulang tidak terlalu besar tidak seperti di paha), pulse,
rasakan dingin atau panas apabila dingin maka ada kecurigaan putus arteri,
biasanya pasien datang dengan kesakitan
c. Move : Limited movement

16
4. Imobilisasi menggunakan spalk,
5. Infus nyeri
6. Antibiotik jika ada luka terbuka, jika tidak ada luka tidak perlu diberikan antibiotic
7. X-ray
8. Konsultasi ortopedi

17
DISKUSI

1. Jika dari penjelasan berarti kalau fraktur tidak selalu terdapat krepitasi?
Iya, kalau fraktur tidak geser darimana krepitasi akan terjadi, krepitasi terjadi karena
adanya pecah tulangnya, karena jika geser saja tidak bisa terdapat krepitasi.
2. Apa yang membedakan dengan dislokasi?
Jika dislokasi itu sendinya lepas sehingga tidak masuk ke areasendinya, sedangkan
fraktur masuk ke area subluksasi, sehingga masih masuk dalam area sendi tetapi
geser, sedangkan dislokasi benar-benar lepas sendinya
3. Apakah bisa mendiagnosis dari pemeriksaan fisik saja atau harus dari x-ray?
Harus yakin bahwa itu merupakan fraktur, apabila tidak ada x-ray maka di diagnosis
suspek, apabila sudah ada x-ray maka jangan menulis suspek fraktur.
4. Jika pemeriksaan krepitasi tetap dilakukan pada fraktur?
Iya, ditekan, akan terasa “kretek kretek” tetapi tidak semua terasa.
5. Ada beberapa hal yang menyebabkan tulang sulit menyambung, jadi pasien tidak
boleh bergerak, jadi tidak boleh bergerak nya pasien itu seberapa sering atau
memang benar-benar tidak diperbolehkan bergerak?
Jika tulang, selama masih bergerak tidak terimobilisasi maka tulang tidak akan
menyambung, itulah kenapa dilakukan pemasangan pen, gips, karena bila tidak
dilakukan imobilisasi maka proses terjadinya penyatuan tulang akan sulit
berlangsung, fase konsolidasi, konstriksi, hematom tidak akan berjalan karena
goyang terus, efek dari tulang tidak di imobilisasi dan dipasang spalk maka terjadi
peradangan, akibatnya bengkak, produksi cairan bertambah, perdarahan bertambah
dan jadi koloni kuman, lalu jadi infeksi osteomyelitis, karena itu sering terjadi di
dukun pasien patah tulang menjadi osteomyelitis karena imobilisasi tidak benar,
sehingga setiap fraktur harus di imobilisasi sehingga harus benar benar istirahat,
menunggu ujung ujung tulang menyambung.

Anda mungkin juga menyukai