Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA

LONG CASE STUDY


OSTEOATRITIS

Disusun Oleh
Kus Patrisia Brilianti
G4A019008

Pembimbing
Preseptor Fakultas : dr. Diah Krisnansari, M.Si
Preseptor Lapangan : dr. Hariyo Saloka Wahyu Nugroho

KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA


JURUSAN KEDOKTERAN UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NEGERI JENDRAL SOEDIRMAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN LONG CASE STUDY
KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA
“OSTEOATRITIS”

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari


Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Keluarga
Jurusan Kedokteran Umum
Fakultas Kedokteran
Universitas Jendral Soedirman

Disusun Oleh:
Kus Patrisia Brilianti G4A019008

Telah diperiksa, disetujui dan disahkan:


Tanggal, April 2021

Preseptor Lapangan Preseptor Fakultas

dr. Hariyo Saloka Wahyu N dr. Diah Krisnansari, M.Si


NIP. 197107082015031001 NIP.197702022005012001

i
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan …………………………………………………….. i


Daftar Isi ……………………………………………………………....... ii
Kata Pengantar ………………………………………………………… iv
I. Karakteristik Demografi Keluarga …………………………………... 1
II. Status Penderita ……………….……………………………………. 2
A. Pendahuluan …………………………………………………... 2
B. Identitas Pasien ……………...………………………………… 2
C. Anamnesis ……………………………………………………... 2
D. Pemeriksaan Fisik ………………………………...…………… 6
E. Pemeriksaan Penunjang ……………………………………….. 8
F. Resume ………………………………………………………… 8
G. Diagnosis Holistik …………………………………………….. 9
H. Penatalaksanaan Komprehensif ………………………………... 10
III. Identifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga ……………..………………… 13
A. Fungsi Holistik ………………………………………………… 13
B. Fungsi Fisiologis (APGAR) …………………………………… 14
C. Fungsi Patologis (SCREEM) …………………………………... 17
D. Family Genogram ………………………………………………. 18
E. Pola Interaksi Keluarga ………………………………………... 19
IV. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan ………. 20
A. Identifikasi Faktor Perilaku & Nonperilaku Keluarga ………… 20
B. Identifikasi Lingkungan Rumah ………………………………. 23
V. Daftar Masalah dan Pembinaan Keluarga ………………………….. 24
A. Masalah Medis ………………………………………………… 24
B. Masalah Non Medis ……………………………………………. 24
C. Diagram Permasalahan Pasien ………………………………… 24
D. Matrikulasi Masalah …………………………………………… 24

ii
VI. Rencana Pembinaan Keluarga ……………………………………. 26
A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah …………………….. 26
B. Rencana Pembinaan Keluarga ………………………………….. 27

VII. Tinjauan Pustaka …………………………………………………... 31


VIII. Resume …………………………………………………………... 49
IX. Penutup …………………………………………………………….. 50
Daftar Pustaka ………………………………………………………….. 53
Lampiran ……………………………………………………………….. 54

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Osteoatritis” ini. Terima
kasih yang sebesar-besarnya juga penulis haturkan kepada dr. Diah Krisnansari,
Msi dan dr. Hariyo Saloka Wahyu Nugroho selaku pembimbing penulis
sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih juga
penulis tunjukan kepada segenap dokter-dokter dan civitas Puskesmas Wangon
I yang telah memberikan dukungan baik secara moral dan keilmuan sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.

Demikian penulis sampaikan, mohon maaf apabila terdapat kesalahan


baik dalam tutur kata maupun tulisan yang mungkin tidak berkenan. Penulis
berharap supaya laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para dokter, dokter
muda, ataupun para medis lainnnya.

Purwokerto, April 2021

Penulis

iv
v
BAB I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama Kepala Keluarga : Tn. S


Alamat lengkap : Desa Klapagading Wetan RT 02 RW 11
Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas
Bentuk Keluarga : Nuclear Family

Tabel 1.1.Daftar anggota keluarga


No Nama Keduduka L/P Umur Pendidikan Pekerjaan
n Terakhir
1. Tn. S Kepala L 54 tahun SD/ Pedagang
keluarga Sederajat
2. Ny. R Istri P 52 tahun SD/ Pedagang
Sederajat
3. Sdr. T Anak P 23 tahun SMA/ Pedagang
Sederajat
4. Sdr. N Anak P 21 tahun S1 Mahasiswa
5. Sdr. R Anak L 18 tahun SMA/ Pelajar
Sederajat
6. An. C Anak P 14 tahun SD/ Pelajar
Sederajat
Sumber : Data Primer, April 2021

Kesimpulan dari demografi keluarga diatas adalah bentuk keluarga dari


Ny. R berbentuk Nuclear Family. dengan Tn. S sebagai kepala keluarga dalam
keluarga dan bekerja sebagai Pedagang. Saat ini Ny. R tinggal bersama suami dan
empat orang anaknya. Ny. R mempunyai satu orang anak yang tinggal terpisah
dan pada saat dilakukan home visit anaknya yang pertama sedang berkunjung
kerumah Ny. R. Ny. R merupakan penderita osteoatritis dan datang berobat ke
balai pengobatan Puskesmas Wangon I diantar oleh anaknya.

1
BAB II
STATUS PENDERITA

A. PENDAHULUAN
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang
perempuan berusia 52 tahun yang datang ke balai pengobatan Puskesmas 1
Wangon. Pasien ini datang dengan keluhan nyeri pada kedua lutut.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. R
Usia : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Kawin
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan : SD
Penghasilan/bulan : Rp 3.000.000,-
Alamat : Desa Klapagading Wetan RT02/RW11
Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas
Pengantar (Pasien) :Anak
Tanggal Periksa : 28 April 2021
C. ANAMNESIS (diambil melalui autoanamnesis)
1. Keluhan Utama
Nyeri kedua lutut
2. Keluhan Tambahan
Nyeri ulu hati
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan usia 52 tahun datang balai pengobatan Puskesmas
Wangon I karena mengeluh nyeri pada kedua lutut yang dirasakan sejak 3
tahun terakhir. Nyeri lutut dirasakan terus menerus sampai mengganggu
aktivitas. Pasien mengaku keluhan dirasakan saat beraktivitas atau sedang

2
bekerja. Keluhan terasa memberat saat berdiri lama, sholat, atau berjalan
dan membaik jika pasien beristirahat dan minum obat. Pasien juga
mengeluhkan nyeri ulu hati sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengaku BAK
dan BAB normal, tidak ada sesak nafas, maupun kelemahan anggota
gerak.
Pasien mempunyai riwayat asam urat tinggi sejak 3 bulan yang lalu
namun sekarang sudah membaik. Pasien tinggal bersama suami dan empat
orang anak, anak pertama pasien telah menikah dan tinggal dalam satu RT.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan yang sama :diakui 3 tahun yang lalu
b. Riwayat mondok :disangkal
c. Riwayat darah tinggi :disangkal
d. Riwayat kolesterol :disangkal
e. Riwayat kencing manis :disangkal
f. Riwayat penyakit jantung :disangkal
g. Riwayat alergi makanan/obat :disangkal
h. Riwayat Operasi :diakui, SC saat anak ke 5
i. Riwayat Anemia :disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : diakui, Ayah
b. Riwayat kencing manis : disangkal
c. Riwayat darah tinggi : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat alergi makanan/obat : disangkal
6. Riwayat Sosial dan Exposure:
a. Community : Pasien tinggal di lingkungan pedesaan di desa
Klapagading Wetan. Penduduk desa ini mayoritas
bekerja sebagai buruh tani dan pedagang dengan tingat
ekonomi yang rendah dan pendidikan SD/SMP. Pasien
tinggal di pedesaan tidak padat penduduk. Lingkungan
sekitar tempat tinggal pasien dikelilingi pesawahan
yang subur.

3
b. Home : Pasien tinggal disebuah rumah dengan luas rumah
12x13 m2 , dengan jumlah penghuni enam orang.
Rumah pasien memiliki ventilasi udara, cahaya
matahari yang masuk ke rumah kurang, lantai rumah
terbuat dari ubin namun ada satu kamar dengan lantai
keramik, dinding rumah terbuat dari tembok. Tidak
semua kamar memiliki jendela. Kebersihan rumah
kurang terjaga dengan baik. Atap rumah terbuat dari
genting, kayu dan plafon. Tingkat kelembapan rumah
terkesan lembab terutama di kamar pasien Ny. R.
Rumah terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, 6 kamar
tidur, 1 ruang dapur, dan 2 kamar mandi. Pasien
memasak dengan menggunakan kompor gas. Sumber
air bersih berasal dari PDAM dan air sumur. Terdapat
septic tank dengan jarak lebih dari 4 meter dari rumah
untuk pembuangan feses. Antara rumah pasien dan
rumah tetangga cukup berdekatan. Jarak antar rumah
sekitar 2-3 meter. Lingkungan tempat tinggal Ny. R
berada di jalan yang dapat dilalui oleh mobil dan
motor. Tempat sampah keluarga diletakkan di halaman
samping rumah dan dibakar. Kesan kebersihan
lingkungan rumah kurang baik.
c. Hobby : Pasien tidak memiliki hobi tertentu, sehari hari pasien
mengisi waktu luangnya untuk membersihkan rumah
dan berinteraksi dengan warga sekitar.
d. Occupational : Pasien merupakan seorang yang lulusan SD, keseharian
pasien adalah pedagang ayam di pasar bergantian
dengan suami, pasien berangkat ke pasar setiap hari
jam 03.00 pagi dan kembali pulang ke rumah jam 08.00
sampai jam 10.00 untuk membersihkan rumah dan
istirahat, lalu kembali lagi ke pasar jam 10.00 dan
menggantikan suami berjualan ayam sampai jam 13.00

4
dan akan pulang ke rumah jam 13.00 untuk istirahat
kembali, lalu kembali ke pasar jam 15.00 untuk
menutup kios di pasar. Pasien biasa menggunakan
transportasi motor.
e. Personal Habit: Dalam sehari pasien lebih sering beraktivitas di pasar
untuk berdagang dan dirumah untuk membereskan
rumah, menyapu, dan mencuci baju. Pasien jarang
mencuci tangan sebelum dan setelah makan kecuali
tangan terlihat kotor. Pasien mengerjakan segala
sesuatu pekerjaan rumah sendirian dan menyapu dan
mengepel posisi membungkuk. Pasien memiliki
kebiasaan berdiri lama saat berjualan dan membantu
suami dalam mengangkat ember berisi ayam.
f. Drug : Pasien tidak rutin control untuk nyeri lutut. Pasien
hanya minum obat jika memiliki keluhan saja.
7. Riwayat Gizi
Pola makan pasien teratur, rata-rata pasien makan 3-4 kali sehari
dengan nasi, lauk tahu tempe, daging, sayur. Pasien jarang mengkonsumsi
buah, lebih sering mengkonsumsi gorengan dan daging dimasak rendang.
Pasien sering makan makanan pedas dan kecut sehingga sering
mengeluhkan nyeri perut. Kesan gizi lebih.
8. Riwayat Psikologi
Pasien mengaku saat ini sedang memikirkan pendidikan anak
keempat nya karena akan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, dan
anak ke 5 nya yang akan melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA. Pasien
juga memikirkan anak ke 3 nya yang baru lulus kuliah dan belum
mendapat pekerjaan. Pasien tidak memiliki masalah dengan lingkungan
sekitar tempat tinggal, pasien merasa persaingan dalam lingkup pekerjaan
sebagai pedagang merupakan hal biasa.
9. Riwayat Ekonomi
Pasien berasal dari keluarga ekonomi kelas menengah keatas. Pasien
bekerja sebagai pedagang. Suami pasien juga merupakan seorang

5
pedagang di pasar. Dari hasil jualan pasien dapat mencukupi kebutuhan
sehari-hari dan juga mencukupi kebutuhan pendidikan anak-anaknya.
Pasien dan keluarganya merupakan menggunakan BPJS mengakses
pelayanan kesehatan.
10. Riwayat Demografi
Hubungan antara pasien dengan keluarganya cukup harmonis. Pasien
memiliki komunikasi yang baik dengan anaknya yang tinggal bersama
dalam satu rumah maupun yang tidak tinggal bersama. Menurut pasien
seluruh keluarga saling memperhatikan kesehatan anggota keluarga yang
lain, bahkan saling mendukung memberikan suplemen makanan maupun
kebutuhan tambahan lain.
11. Riwayat Sosial
Pasien berhubungan baik dengan tetangga disekitar rumahnya. Pasien
mengikui kegiatan ibu ibu di desa seperti pengajian dan arisan.
12. Anamnesis Sistemik
a. Keluhan Utama : nyeri di kedua lutut
b. Kulit : tidak ada keluhan
c. Kepala : tidak ada keluhan
d. Leher : tidak ada keluhan
e. Mata : tidak ada keluhan
f. Hidung : tidak ada keluhan
g. Telinga : tidak ada keluhan
h. Mulut : tidak ada keluhan
i. Tenggorokan : tidak ada keluhan
j. Pernafasan : tidak ada keluhan
k. Sistem Kardiovaskuler : Hipertensi
l. Sistem Gastrointestinal : nyeri ulu hati
m. Sistem Saraf : tidak ada keluhan
n. Sistem Muskuloskeletal : Nyeri kedua lutut
o. Sistem Genitourinaria : tidak ada keluhan
p. Ekstremitas Atas : tidak ada keluhan
Bawah : nyeri kedua lutut

6
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Baik, kesadaran Composmentis, status gizi kesan lebih.
2. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 130/90 mmHg
b. Nadi : 82x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
c. Pernafasan : 20x/menit, reguler
d. Suhu : 36,7oC
3. Status gizi
a. BB : 78 kg
b. TB : 158 cm
c. IMT : 31,25 kg/m2
d. Kesan status gizi : Obesitas II (Kemenkes)
4. Kulit : Sianosis (-), turgor <2 detik), ikterus(-)
5. Kepala : Bentuk kepala mesocephal
6. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
7. Telinga : Bentuk normal, sekret (-/-)
8. Hidung : Napas cuping hidung (-), sekret (-/-)
9. Mulut : Bibir sianosis (-), mulut basah (+), Lidah
kotor (-)
10. Tenggorokan : Hiperemis (-)
11. Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar limfe (-)
12. Thoraks : Simetris, retraksi (-/-)
a. Cor : Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II LPSS
batas kiri bawah : SIC V 2 jari lateral LMCS
batas kanan atas : SIC II LPSD
batas kanan bawah : SIC IV LPSD
Auskultasi: S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-)
b. Pulmo
Inspeksi : Bentuk dada normal, retraksi (-), gerakan paru simetris,

7
Palpasi :Vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi: Vesikular normal, wheezing (-), ronkhi (-)
13. Abdomen
Inspeksi : Cembung, asites (-), benjolan (-), lesi (-), jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan(-), hepar dan lien tidak teraba pembesaran
Perkusi : Timpani
14. Collumna Vertebralis
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
Palpasi :nyeri tekan (-)
15. Genitalia : Tidak dilakukan
16. Anorektal : Tidak dilakukan
17. Ekstremitas
Superior : Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)
Inferior : Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-), nyeri lutut +/+
18. Pemeriksaan Neurologik
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
Fungsi Sensorik : dalam batas normal
Fungsi Motorik :
K 5 5 T N N RF + + RP - -
5 5 N N + + - -
19. Pemeriksaan Psikiatrik
Penampilan : sesuai umur, perawatan diri cukup
Kesadaran : kualitatif tidak berubah; kuantitatif composmentis
Afek :appropriate
Psikomotor : normoaktif
Insight : baik

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Usulan pemeriksaan penunjang:

8
1. Pemeriksaan Rontgen Genu Bilateral
2. Rheumatoid faktor
3. Asam urat
RESUME
Pasien perempuan usia 52 tahun datang ke balai pengobatan Puskesmas 1
Wangon karena mengeluh nyeri di kedua lutut yang dirasakan sejak 3 tahun
yang lalu. Pasien mengaku keluhan dirasakan saat bekerja atau berjalan.
Keluhan terasa memberat saat beraktivitas dan sholat dan membaik jika pasien
beristirahat serta minum obat. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut
setelah makan pedas atau kecut. Pasien mengaku BAK dan BAB normal,
tidak ada sesak nafas, maupun kelemahan anggota gerak.
Pasien memiliki kebiasaan makan daging dimasak rendang dan gorengan,
jarang makan buah dan jarang berolahraga. Pasien tinggal bersama suami dan
empat orang anaknya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak baik,
composmentis, status gizi obesitas II. TD: 130/90 mmHg, N : 82x/menit,
irama regular, RR : 20x/menit, S : 36,7oC. Pada pemeriksaan fisik lainnya
dalam batas normal.
F. DIAGNOSIS HOLISTIK
 Aspek Personal
Pasien mengeluh nyeri di kedua lutut sejak 1 tahun terakhir.
Idea :Pasien ingin memeriksakan dirinya dengan nyeri di kedua
lutut
Concern : Pasien merasakan penyakitnya mengganggu aktivitas
Expectacy : Pasien mempunyai harapan penyakitnya dapat segera
disembuhkan dan mendapatkan obat yang efisien untuk
menghilangkan keluhan
Anxiety : Pasien merasa takut akan kondisi kesehatanya yang belum
stabil dan dapat menyebabkan kelumpuhan. Keadaan ini
sangat mengganggu aktifitas dalam kehidupannya sehari-
hari.
 Aspek Klinis

9
a. Diagnosa Kerja : Osteoatritis
Gejala klinis : Nyeri di kedua lutut
Diagnosis Banding : Gout, Rematoid atritis
 Aspek Faktor Risiko Intrinsik Individu
Penyakit tampak mengganggu psikologis pasien, hal itu dapat
diketahui dari pasien yang sangat mengkhawatirkan kondisi
kesehatannya.Apabila ditinjau dari faktor usia, usia pasien merupakan usia
yang sudah memasuki masa rentan untuk mengidap penyakit degeneratif.
Usia seseorang yang telah memasuki usia 50 tahun keatas memiliki
kecenderungan mengidap penyakit osteoatritis lebih tinggi dari pada yang
berusia kurang dari 50 tahun. Pasien merupakan seorang pedagang ayam
potong yang memiliki kebiasaan berdiri lama,. Kebiasaan hidup pasien
yang tidak baik seperti jarang berolah raga dan dan sering beraktivitas
yang bertumpu pada sendi lutut juga merupakan salah satu faktor risiko.
Pasien memiliki berat badan berlebih yang membuat sendi lutut menahan
beban yang lebih dari kapasitasnya.
a. Faktor resiko yang
tidak dapat diubah
i. Usia pasien 53
tahun
ii. Jenis Kelamin
perempuan
b. Faktor resiko yang
dapat diubah
i. Pasien senang
mengkonsumsi makanan daging, gorengan
ii. Pasien jarang
berolahraga
iii. Bekerja terlalu
banyak
iv. Mengangkat
beban berat

10
v. Berat badan
lebih
 Aspek Faktor Risiko Ekstrinsik Individu
a. Pendidikan Ny. R hanya sampai SD
b. Pengetahuan yang kurang mengenai penyakit osteoatritis dan
komplikasinya
c. Lokasi berjualan yang menyebabkan pasien lebih banyak berdiri dan
berjalan dalam waktu lama
d. Kebiasaan membawa beban berat sekitar 20 kg.
 Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 2, karena pasien mulai
terganggu dalam melakukan aktivitas dan kegiatan sehari-hari.
G. PENATALAKSANAAN
1. Personal Care
a. Aspek kuratif
a) Initial Plan
Pemeriksaan Rontgen Genu bilateral
b) Medikamentosa
Analgetik : Meloxicam 1x 7.5 mg
Vitamin : Vitamin B kompleks 3x1 tab
PPI : Lansoprazole 1x30 mg
c) Non-Medikamentosa
 Modifikasi pola hidup
 Edukasi terkait faktor risiko, gejala, dan penanganan awal
keluhan.
 Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban
pada sendi
 Modifikasi aktivitas : kurangi naik turun tangga, menggunakan
alat bantu saat berjalan, tidak mengangkat beban berat, berjalan
terlalu jauh.
 Menurunkan berat badan
 Rehabilitasi medik/ fisioterapi

11
o Latihan statis dan memperkuat otot-otot
o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri,
menguatkan otot, dan menambah luas pergerakan sendi
d) KIE (konseling, informasi dan edukasi)
 Kurangi terlalu banyak naik turun tangga.
 Hindari sering mengangkat barang-barang berat.
 Segera istirahat jika telah merasakan nyeri saat berdiri atau
berjalan.
 Saat menyapu atau mengepel lantai pergunakan gagang sapu
atau pel yang panjang, sehingga saat menyapu atau mengepel
tidak jongkok.
 Kompres air dingin jika lutut terasa nyeri.
b. Aspek Preventif
a) Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai osteoatritis
b) Pola hidup sehat (olah raga) 3 kali seminggu durasi 10-30 menit.
c) Mengajarkan posisi ergonomis dalam mengerjakan pekerjaan rumah
c. Aspek Promotif
a) Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai osteoatritis
b) Pola hidup sehat (olah raga)
c) Posisi ergonomis dalam mengerjakan pekerjaan rumah
d. Aspek Rehabilitatif
Monitoring terhadap keadaan umum, kemajuan terapi kemajuan dan
efek samping obat. Selain itu, berikan informasi diet yang sesuai,
hindari stress dan olah raga teratur.
2. Family Care
a. Memberikan edukasi pengetahuan kepada keluarga mengenai
osteoatritis terkait etiologi, faktor resiko, tanda dan gejala,
penatalaksanaan, pencegahan, komplikasi, prognosis.
b. Rutin berolahraga seperti berenang, jalan santai, peregangan minimal
10-30 menit 3 kali dalam 1 minggu
c. Memberikan edukasi kepada keluarga untuk mengawasi posisi pasien
dalam bekerja.

12
d. Dukungan moral dari keluarga selama proses pengobatan penyakit
pasien dan dalam kepatuhan minum obat.
3. Community Care
a. Memberikan edukasi pengetahuan kepada masyarakat dan lingkungan
kerja pasien mengenai definisi osteoatritis, etiologi, faktor resiko,
tanda dan gejala, penatalaksanaan, pencegahan, komplikasi,
prognosis.
b. Melakukan pola hidup sehat seperti berolahraga 3 kali dalam
seminggu selama 10-30 menit.
c. Tidak mengangkat beban terlalu berat, tidak berjalan terlalu jauh,
mengistirahatkan sendi setelah beraktivitas.

13
BAB III
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

A. Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis
Keluarga terdiri dari pasien (Ny. C, 67 tahun), yang merupakan
seorang petani dan An. M adalah cucu dari Ny. C, yang berusia 12
tahun. Ny.C mempunyai tujuh orang anak yang sudah menikah. Anak
ke empat dari Ny. C sering berkunjung hamper setiap hari ke rumah Ny.
C untuk memantau kondisi kesehatan dari ibunya. Semua anak Ny. C
saling membantu untuk memenuhin setiap kebutuhan Ny. C termasuk
mengantar ke puskesmas untuk berobat.
Keluarga Ny. C merupakan keluarga yang memiliki pengetahuan
yang kurang tentang kesehatan. Pada awal diketahui menderita
osteoatritis sejak 12 bulan yang lalu, pasien mengeluhkan nyeri pada
kedua lutut dan saat itu pasien didiagnosis osteoatritis. Pasien juga
memiliki riwayat osteoatritis sejak 18 tahun yang lalu. Pasien juga
mengaku sering mengamali tekanan darah tinggi, namun pasien jarang
control untuk menangani darah tingginya..
2. Fungsi Psikologis
Hubungan pasien dan keluarga secara umum terjalin baik. Pasien
memiliki komunikasi yang baik dengan anak dan cucunya walaupun
beberapa anak dan cucu pasien tinggal di luar kota.
3. Fungsi Sosial
Pasien bekerja sebagai Petani. Pasien cukup aktif dalam mengikuti
kegiatan di luar rumah, Ny, C mengikuti arisan tiap bulannya dan
pengajian tiap minggunya. Sejauh ini hubungan sosial Ny, C dengan
tetangga dan masyarakat sekitar masih terbilang baik.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari hasil tani. Penghasilan keluarga tidak
menentu setiap bulannya tergantung dari sukses atau tidaknya hasil panen
setiap 3 bulannya, Penghasilan ini dirasa cukup untuk keperluan hidup

14
sehari-hari dan pasien mengaku bisa menabung setiap bulannya. Terkadang
anak-anak juga memberikan uang untuk orang tuanya. Biaya pengobatan
pasien di Puskesmas dan Rumah Sakit menggunakan fasilitas BPJS.
Kesimpulan :
Ny. C merupakan seorang petani, tinggal di rumah bersama cucunya. Ny.
C memiliki tujuh orang anak yang sudah bekeluarga dan beberapa anak
mempunyai tempat tinggal diluar kota. Keluarga Ny, C tampak harmonis,
terbukti dengan semua anaknya sering berkunjung ke rumah Ny. C untuk
silaturhmi dengan ibunya di liburan akhir tahun atau saat idul fitri dan ikut
menemani Ny. C kontrol ke puskesmas. Ny. C sering terlibat dalam kegiatan
ke masyarakat. Ny. C berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Penghasilan yang didapatkan tidak menentu.
B. Fungsi Fisiologis (A.P.G.A.R Score)
Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R
SCORE dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0.
A.P.G.A.R SCORE disini akan dilakukan pada masing-masing anggota
keluarga dan kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis
keluarga secara keseluruhan. Nilai rata-rata 1-5 = jelek, 5-7 = sedang, 8-10 =
baik.
1. Adaptation
Dalam menghadapi masalah selama ini pasien selalu mendapatkan
dukungan berupa nasehat dari suaminya dan salah satu cucunya, Jika
penderita menghadapi suatu masalah selalu menceritakan kepada
suaminya.Penyakitnya ini kadang mengganggu aktivitasnya sehari-hari
sebagai ibu rumah tangga.
2. Partnership
Komunikasi terjalin satu sama lain. Setiap ada permasalahan jarang
didiskusikan bersama dengan anggota keluarga lainnya karena kondisi
tempat tingggal yang bebeda dan bahkan ada yang diluar kotra.
komunikasi dengan anaknya dan anggota keluarga lainnya berjalan dengan
baik.
3. Growth

15
Pasien merasa bersyukur masih dapat mengurusi kebutuhan rumah
tangganya dengan penghasilan yang dirasa masih kurang.
4. Affection
Pasien merasa hubungan kasih sayang dan interaksi dengan suaminya
berjalan lancar, dengan anak-anak dan cucu-cucunya juga berjalan dengan
lancar. Pasien juga sangat menyayangi keluarganya.
5. Resolve
Rasa kasih sayang yang diberikan kepada pasien dirasa cukup dari
suami dan anak anaknya,
Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R Score
dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0.
A.P.G.A.R Score dilakukan pada masing-masing anggota keluarga dan dirata-
rata untuk menentukan fungsi fisiologis keluarga secara keseluruhan. Nilai
rata-rata 1-4 = jelek, 4-6 = sedang, 7-10 = baik. Penilaian A.P.G.A.R.
Tabel 3.1. Nilai APGAR dari Ny. C (Pasien)
A.P.G.A.R Hampi Kadan Hampir
r selalu g- tidak
kadang pernah
A Saya puas bahwa saya dapat √
kembali ke keluarga saya bila saya
menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga √
saya membahas dan membagi
masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga 
saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup yang
baru
A Saya puas dengan cara keluarga √
saya mengekspresikan kasih
sayangnya dan merespon emosi
saya seperti kemarahan, perhatian
dll

16
R Saya puas dengan cara keluarga √
saya dan saya membagi waktu
bersama-sama
Total nilai skor APGAR Ny. C adalah 10

Tabel 3.2. Nilai APGAR dari An. M (Cucu)


A.P.G.A.R Hampi Kadan Hampir
r selalu g- tidak
kadang pernah
A Saya puas bahwa saya dapat √
kembali ke keluarga saya bila saya
menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga √
saya membahas dan membagi
masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga 
saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah hidup yang
baru
A Saya puas dengan cara keluarga √
saya mengekspresikan kasih
sayangnya dan merespon emosi
saya seperti kemarahan, perhatian
dll
R Saya puas dengan cara keluarga √
saya dan saya membagi waktu
bersama-sama
Total nilai skor APGAR An. C adalah 10

A.P.G.A.R SCORE keluarga pasien = 10


= 10
Kesimpulan : fungsi fisiologis keluarga pasien baik
Dalam komunikasi sehari-hari, pasien dan cucunya termasuk suka
berkomunikasi yang disempatkan saat sedang bersantai di rumah. Jika ada
17
masalah, pasien mendiskusikannya dengan semua anaknya. Secara
keseluruhan total poin dari skor APGAR keluarga pasien adalah 10, sehingga
rata-rata skor APGAR dari keluarga pasien adalah 10 Hal ini menunjukkan
bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga pasien berada dalam keadaan
baik.
C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M)
Fungsi patologis dari keluarga Ny.C dinilai dengan menggunakan
S.C.R.E.E.M sebagai berikut :
Tabel 3.4. Nilai SCREEM dari keluarga pasien
Sumber Patologi Ke
t
Social Interaksi yang baik antara anggota keluarga serta -
masyarakat sekitar. Keluarga pasien sering mengikuti
kegiatan di lingkungan tempat tinggalnya
Cultural Dalam sehari-hari keluarga ini menggunakan budaya -
jawa, hal ini terlihat pada pergaulan mereka sehari – hari
yang menggunakan bahasa Jawa, tata krama Jawa dan
kesopanan.
Religion Pemahaman agama baik. Penerapan ajaran juga baik, hal ini -
dapat dilihat dari pasien dan keluarga rutin menjalankan
sholat lima waktu dan sering mengikuti pengajian.
Economic Ekonomi keluarga ini tergolong menengah kebawah, untuk +
kebutuhan primer sudah bisa terpenuhi, meski belum
mampu mencukupi kebutuhan sekunder, diperlukan skala
prioritas untuk pemenuhan kebutuhan hidup
Education Pendidikan anggota keluarga kurang. Latar belakang
pendidikan pasien adalah SD. Pasien dan keluarga kurang +
mengetahui tentang bahaya osteoatritis namun masih
bingung dalam penerapan penatalaksanaannya
Medical Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga menggunakan -
pelayanan puskesmas dengan jenis pembiayaannyaBPJS

Keterangan :
1. Education (+) artinya bahwa keluarga pasien kurang memiliki edukasi
yang cukup terutama terhadap penyakitnya.

18
2. Economic (+) artinya bahwa keluarga pasien kurang memilki
penghasilan yang cukup sehingga berpengaruh terhadap penyakit pasien
Kesimpulan :
Dalam keluarga Ny, C fungsi patologis yang positif adalah fungsi edukasi
dan ekonomi
D. Family Genogram
Alamat :Desa Pengadegan RT/RW : 01/06
Kecamatan Wangon
Kabupaten Banyumas
Provinsi Jawa Tengah
Bentuk Keluarga : Extended Family

Keterangan :
:Tinggalsatu rumah : Laki-laki
: Meninggal : Perempuan
: Pasien Warna : Penderita Osteoatritis

19
abu
Sumber : Data Primer,15 Januari 2020
Kesimpulan :
E. Pola Interaksi Keluarga

Ny. C
An M

Gambar3.2. Pola Interaksi Keluarga Ny. C


Keterangan : hubungan
Kesimpulan :
Hubungan pasien dengan cucu pasien baik.
BAB IV
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN

A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga


1. Faktor Perilaku
Pasien kesehariannya bekerja sebagai petani, cara pasien dalam melakukan
kegiatan rumah tangga dalam beberapa hal berdampak bagi kesehatan pasien,
beberapa yaitu berjalan ke sawah yang berjarak 2 km dengan berjalan kaki
ditambah dengan medan ke sawah yang memiliki kontur naik turun,
mengangkat gabah hasil pertanian yang cukup berat, dan kegiatan mengepel
dengan posisi jongkok, hal ini mengakibatkan beban yang besar pada sendi
lutut pasien. Pasien tidak memiliki aktivitas olahraga rutin, jarang berjalan
jalan keluar rumah untuk olahraga dan lebih sering menghabiskan waktunya
dirumah.
Faktor beban yang tinggi terhadap sendi lutut yang berkelanjutan
merupakan faktor yang paling penting dalam mempengaruhi terjadinya
osteoatritis.
2. Faktor Non Perilaku
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya osteoatritis pada pasien adalah
faktor pengetahuan, pendidikan, ekonomi, dan lingkungan. Keluarga ini
menyadari arti penting kesehatan, hal itu terbukti dengan kesadaran untuk

20
berobat ketika sakit dan kontrol kesehatan rutin tiap bulannya dalam kegiatan
posbindu, namun belum menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan di bidang kesehatan. Menurut
anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat adalah keadaan
terbebas dari sakit yang dapat menghalangi aktivitasnya. Keluarga ini
menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka sakit, mereka
menjadi tidak dapat beraktivitas lagi. Pasien dan keluarga masih belum
memahami penyakit osteoatritis secara menyeluruh dari penyebab, faktor
risiko, pencegahan, komplikasi, serta pengobatannya.
Pasien termasuk orang dengan latar belakang pendidikan yang kurang
karena pendidikannya hanya sampai SD. Pengetahuan pasien mengenai
osteoatritis kurang. Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk
keluarga kelas menengahke bawah. Keluarga ini memiliki sumber
penghasilan dari hasil panen setiap 3 bulan. Keluarga ini dapat memenuhi
kebutuhan primernya dengan cukup. Keluarga ini mengakses pelayanan
kesehatan menggunakan biaya BPJS.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi adalah kondisi rumah pasien.
Rumah Ny. C masih belum termasuk kriteria rumah sehat. Keluarga ini
menjaga kebersihan lingkungan rumahnya dengan baik dan cukup rapi.
Kegiatan menyapu rumah dan halaman, membersihkan rumah dilakukan
sendiri oleh Ny. C setiap hari. Sampah rumah tangga dibuang dilubang
khusus yang kemudian akan dibakar.

21
Diagram 3. Faktor Perilaku dan Non Perilaku

Pengetahuan : Lingkungan:
Kurangnya Rumah dalam
pengetahuan baik lingkungan cukup
pasien itu sendiri padat penduduk,
maupun keluarga dan belum
mengenai penyakit termasuk kriteria
osteoatritis rumah sehat

Sikap:
Penderita tidak Pelayanan
mematuhi pola diet Kesehatan:
yang baik, dan tidak Jika sakit langsung
membiasakan Ny. C berobat ke dokter
berolahraga teratur, dan puskesmas
namun patuh kontrol
dan minum obat

Tindakan:
Keluarga tidak
mengontrol makan Keturunan:
dengan baik serta tidak
berolahraga rutin Tidak ada faktor
keturunan yang berarti.

Ekonomi:
Termasuk status 22
ekonomi menengah
kebawah
Psikologis/Stress

Tidak ada faktor


: Faktor Perilaku psikologi yang berarti

: Faktor Non Perilaku

B. Identifikasi Lingkungan Rumah


1. Gambaran Lingkungan
Pasien tinggal disebuah rumah sederhana dengan luas rumah 6x9 m2 ,
dengan jumlah penghuni dua orang. Rumah pasien memiliki ventilasi
udara, namun cahaya matahari yang masuk ke rumah kurang, lantai
rumah terbuat dari ubin, dinding rumah terbuat dari kayu. Tidak semua
kamar memiliki jendela. Kebersihan rumah cukup terjaga dengan baik
namun. Atap rumah terbuat dari genting dan kayu. Tingkat kelembapan
rumah terkesan lembab terutama di kamar dan di dapur. Rumah terdiri
dari ruang tamu, ruang keluarga, 3 kamar tidur, dan 1 ruang dapur, dan 1
kamar mandi. Pasien memasak dengan menggunakan tungku kayu bakar.
Sumber air bersih berasal dari air sumur. Terdapat septic tank untuk
pembuangan feses dengan jarak cukup jauh. Antara rumah pasien dan
rumah tetangga saling berdekatan. Jarak antar rumah sekitar 2-3 meter.
Lingkungan tempat tinggal Ny. C berada di jalan yang dapat dilalui oleh
dua kendaraan roda empat. Tempat sampah keluarga diletakkan di
halaman belakang rumah dan dibakar. Kesan kebersihan lingkungan
rumah cukup.
Kesan: Kebersihan rumah dan lingkungannya cukup.
2. Denah Rumah

23
KM
KMR 1
Dapur

Ruang KMR 2
Keluarga

Gambar 4.1. Denah rumah


KMR 3
Ny. R

Ruang Tamu

BAB V
DAFTAR MASALAH DAN PEMBINAAN KELUARGA

A. Masalah medis :
Osteoatritis
B. Masalah nonmedis :
1. Pengetahuan pasien tentang penyakit osteoatritis kurang.
2. Angkat beban berat.
3. Kebiasaan olahraga yang kurang.
4. Aktivitas terlalu berat.
C. Diagram Permasalahan Pasien

Pengetahuan kurang

Angkat beban berat


Ny. C, 67 tahun
Kurangnya kebiasaan dengan osteoatritis
olah raga

Aktivitas berat

24
Gambar 5.1.Diagram Hubungan Penyakit dengan Faktor Risiko

D. Matrikulasi Masalah
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks.
Tabel 5.1.Matrikulasi Masalah
No Daftar Masalah I T R Jumlah
IxTxR
P S SB Mn Mo Ma
1. Pengetahuan pasien 5 5 5 4 4 4 4 720
tentang penyakit
osteoatritis kurang.
2. Kurangnya kebiasaan olah 4 4 4 3 4 2 2 288
raga
3. Angkat beban terlalu berat 4 4 4 2 3 4 4 264
4. Aktivitas berat 5 5 4 4 4 3 4 616
Tabel 5.1 Matrikulasi Masalah (Azrul, 1996).
Keterangan
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (pentingnya masalah)
Kriteria Penilaian
1 : Tidak penting
2 : Agak penting
3 : Cukup penting
4 : Penting
5 : Sangat penting

25
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga
Ny. Radalah sebagai berikut :
1. Pengetahuan tentang osteoatritis kurang
2. Aktivitas Berat
3. Pendidikan terakhir pasien SD
4. Ekonomi keluarga pasien menengah kebawah
Kesimpulan :
Prioritas masalah yang diambil adalah pengetahuan tentang osteoatritis
yang kurang dan aktivitas berat.

26
BAB VI
RENCANA PEMBINAAN KELUARGA

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah


Metode pemecahan masalah yang pada Ny. C dapat dibuat beberapa
alternatif. Metode yang digunakan adalah metode RINKE. Metode ini
menggunakan dua kriteria yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar.
Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,
pentingnya jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan
biaya yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar.
1. Kriteria efektifitas jalan keluar
a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :
1) Masalah yang dapat diatasi sangat kecil
2) Masalah yang dapat diatasi kecil
3) Masalah yang dapat diatasi cukup besar
4) Masalah yang diatasi besar
5) Masalah yang diatasi dapat sangat besar
b. I (pentingnya jalan keluar yang dikaitkan dengan kelanggengan
selesainya masalah):
1) Sangat tidak langgeng
2) Tidak langgeng
3) Cukup langgeng
4) Langgeng
5) Sangat langgeng
c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan
penyelesaian masalah):
1) Penyelesaian masalah sangat lambat
2) Penyelesaian masalah lambat
3) Penyelesaian cukup cepat
4) Penyelesaian masalah cepat
5) Penyelesaian masalah sangat cepat

27
2. Kriteria efisiensi jalan keluar (yang dikaitkan dengan biaya yang
dikeluarkan dalam menyelesaikan masalah)
a. Biaya sangat murah
b. Biaya murah
c. Biaya cukup murah
d. Biaya mahal
e. Biaya sangat mahal
Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode RINKE
untuk penyakit Ny. Rdi Desa Klapagading Kecamatan Wangon adalah
sebagai berikut :
Tabel 5.2 Kriteria dan Skoring Efektivitas dan Efisiensi Jalan Keluar
Efektivita Urutan
Efi MxIxV
No Daftar Alternatif Jalan Keluar s Prioritas
M I V C C
Masalah
1 Pembinaan Keluarga meliputi 4 3 3 2 18 1
penyakit osteoatritis dari faktor
risikonya, tata cara
penatalaksanaan, mengontrol
penyakit, serta mencegah
terjadinya komplikasi sedini
mungkin penyakit tersebut
2 Pembagian poster mengenai 4 2 2 3 5,3 2
osteoatritis

Berdasarkan hasil perhitungan penentuan alternatif terpilih menggunakan


metode Rinke, didapatkan alternatif terpilih yaitu Pembinaan Keluarga
meliputi penyakit osteoatritis dan faktor risikonya, tata cara penatalaksanaan,
mengontrol penyakit, serta mencegah terjadinya komplikasi sedini mungkin
dari penyakit tersebut dengan skor 18.
B. Rencana Pembinaan Keluarga
1. Tujuan

28
Tujuan dari pembinaan keluarga ini adalah untuk meningkatkan
pengetahuan pasien dan keluarga mengenai penyakit osteoatritis.
2. Materi
Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit
osteoatritis misalnya :
a. Penjelasan mengenai definisi osteoatritis.
b. Penjelasan mengenai gejala-gejala dan komplikasi dari penyakit
tersebut.
c. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai posisi kerja
ergonomis kepada pasien.
d. Menjelaskan agar pasien berolah-raga teratur.
e. Memberikan dukungan kepada pasien dan keluarga agar fungsi
keluarga meningkat.
3. Cara Pembinaan
Pembinaan dilakukan di rumah pasien dalam waktu yang telah
ditentukan bersama. Pembinaan dilakukan dengan cara memberikan
konseling kepada pasien dan keluarga, dalam suatu pembicaraan santai
sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima oleh pasien dan
keluarga.
4. Sasaran
Sasaran dari pembinaan keluarga ini adalah pasien dan keluarganya.
5. Rencana Evaluasi
a. Input : terdiri dari 1 orang pemberi
(pembina) materi pembinaan keluarga
b. Proses : proses pembinaan diikuti dari awal
sampai dengan akhir
c. Output : Perubahan perilaku dan
penambahan pengetahuan tentang osteoatritis yang diukur melalui
pertanyaan yang diberikan oleh pelaksana pembinaan keluarga di
akhir proses pembinaan keluarga.
d. Angka keberhasilan:
>80% : baik

29
60%-80% : cukup
<60% : kurang
6. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan memberikan 5 pertanyaan berdasarkan materi
yang disampaikan kepada pasien dan anggota keluarga lain yang hadir.
Apabila setiap anggota keluarga dapat menjawab pertanyaan yang
diajukan, maka dapat disimpulkan sudah mengetahui dan memahami
materi.
Tabel Hasil Pembinaan Keluarga
No Tanggal Kegiatan yang Anggota Hasil kegiatan
dilakukan keluarga
yang
terlibat
1 15 Membina Pasien, Pasien bersedia
Januari hubungan saling anak untuk dikunjungi
2019 percaya dengan pasien lebih lanjut untuk

pasien, dan cucu dipantau

diantaranya pasien perkembangannya.

perkenalan dan
bercerita mengenai
kehidupansehari-
hari.

Mendiskusikan
dengan pasien
untuk kedatangan
berikutnya

2 15 Menggali Pasien,
Pasien bersedia
Januari pengetahuan dan anak
untuk dilakukan
2020 pemahaman pasien pasien
konseling dan
mengenai dan cucu
edukasi lebih lanjut
penyakitnya dan pasien

30
mencari faktor
risiko yang
menyertai pasien
dan keluarga serta
mendiskusikan
untuk dilakukan
konseling dan
edukasi

3 20 Memberikan Pasien Pasien dan keluarga


Januari penjelasan dan memahami tentang
2020 mengenai suami osteoatritis,
pengertian, faktor pentingnya
risiko dan menghindari faktor
pencetus, tanda- pencetus dan
gejala, mengenali tanda dan
pencegahan, gejalanya
komplikasi dari Pasien memahami
penyakit prinsip – prinsip
osteoatritis dasar ergonomis
Mengajarkan
posisi ergonomis
saat melakukan
pekerjaan rumah
kepada pasien.
Menempelkan
poster ergonomis
dirumah pasien
atas seizin pasien.

31
BAB VII
TINJAUAN PUSTAKA
1 Anatomi dan fisiologi
Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang-tulang
tersebut dapatbergerak satu sama lain, maupun tidak dapat bergerak satu sama lain.pada sendi
sinovial dilapisi oleh suatu kartilago yang terbagi atas dua bagian yaitu kondrosit dan matriks
ekstraseluler. Matriksekstraseluler yang mengandung banyak kolagen tipe II, IX, dan XI serta
proteoglikan (terutama agregat). Agregat adalah hubungan antara terminal sentral protein dengan
asam hialuronatmebentuk agreratyang dapat menghisap air. Sesudah kekuatan kompresi hilang
maka air akan kembali pada matriks dan kartilago kembali seperti semula. Jaringan kolagen
merupakan molekulprotein yang kuat. Kolagen ini berfungsi sebagai kerangka dan mencegah
pengembangan berlebihan dari agregat proteoglikan (Christine et al, 2008).
Rawan sendi hanya mempunyai sedikit kemampuan untuk penyembuhan (reparasi).
Agar tetap berfungsi dengan baik, rawan sendi hanya dapat menanggung perubahan sebab fisis
sedikit yaitusebesar 25kg/cm3. Fungsi utama rawan sendi yaitu disamping memungkinkan
gesekan padagerakan, juga menyerap energi beban dengan mengubah bentuk dan dengan efektif
menyebarkan beban tersebut pada suatu daerah yang luas ( Fauci et al., 2012).

Gambar 2.1 Sendi normal


Sumber : www.emedicine.com

32
Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu :
Kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya.
Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak
(Range of motion) sendi.
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan
sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein
yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi
sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan
peradangan pada sendi
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu
mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik
yang dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan
tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak. Otot-otot dan
tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung sendi. Kontraksi
otot yang terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi yang
cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut
turut meringankan stres yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi
sebelum terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan
ke seluruh permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang
di balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima
(Iannone, 2003).
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh
cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi
ketika bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai
penyerap tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum
timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting untuk mengetahui
lebih lanjut tentang kartilago.
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe
dua dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul –
molekul aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul
proteoglikan yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan
pada kartilago. Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis

33
seluruh elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan
enzim pemecah matriks, sitokin { Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor
(TNF)}, dan faktor pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut
akan merangsang kondrosit untuk melakukan sintesis dan membentuk molekul-
molekul matriks yang baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga
keseimbangannya oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan.
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah
kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang
dikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari
MPM menyebar hingga ke bagian permukaan (superficial) dari kartilago.
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi
pergantian matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu proses
degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin
(PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis
dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan mempercepat proses pembentukan
tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis aggrekan dan
meningkatkan proses pemecahan protein pada jaringan. Hal ini berlangsung pada
proses awal timbulnya OA (Christine G, 1992).
2 Definisi Osteoarthritis
Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat lokal,
progresif dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada struktur
sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago hialin. Hal
tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis dari subchondral
yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian sendi,
peregangan kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian, dan lemahnya
otot-otot yang menghubungkan persendian (Fauci, et al., 2012).
3 Etiologi
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam
proses terjadinya osteoarthritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan
mekanisme protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian,
serabut aferen, dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu

34
akibat terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa
terjadi akibat komplikasi dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis,
dan sebagainya (Fauci, et al., 2012).
4 Klasifikasi
Menurut penyebabnya osteoarthritis dikategorikan menjadi (David, 2005) :
a. Osteoarhritis primer adalah degeneratif artikular sendi yang terjadi pada sendi tanpa
adanya abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering menyerang sendi penahan
beban tubuh (weight bearing joint), atau tekanan yang normal pada sendi dan
kerusakkan akibatproses penuaan. Paling sering terjadi pada sendi lutut dan sendi
panggul, tapi ini juga ditemukan pada sendi lumbal, sendi jari tangan, dan jari pada
kaki
b. Osteoarthritis sekunder, paling sering terjadi pada trauma atau terjadi akibat
dari suatu pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada kongenital dan adanya penyakit
sistem sistemik. Osteoarthritis sekunder biasanya terjadi pada umur yang lebih awal
daripada osteoarthritis primer.
5 Epidemiologi
Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang
tua. Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Di Amerika
Serikat, prevalensi osteoartritis pada populasi dengan usia di atas 65 tahun
mencapai 80% dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020 (Fauci, et
al., 2012., Lawrence et al., 2008) OA terjadi pada 13,9% orang dewasa
berusia lebih dari 25 tahun dan 33,6% dari mereka yang berusia lebih dari 65
tahun. Prevalensi sendi yang terkena OA menurut temuan radiologis adalah
pada tangan 7,3%, kaki 2,3%, lutut 0,9%, dan panggul 1,5%. Prevalensi OA
menurut gejala yang ditemui yaitu pada tangan 8%, kaki 2%, lutut 12,1%
pada orang dewasa berusia lebih dari 60 tahun dan 16% pada orang dewasa
berusi 45 – 60 tahun, dan panggul 4,4%.
Angka kematian yang diakibatkan osteoarthritis adalah sekitar 0,2
hingga 0,3 kematian per 100.000 (1979-1988). Angka kematian akibat OA
sekitar 6% dari semua kematian akibat arthritis. Hampir 500 kematian per tahun
disebabkan OA dan angka tersebut meningkat selama 10 tahun terakhir
(Lawrence et al., 2008, Dilon et al.,2006).

35
6 Faktor resiko
a. Faktor resiko sistemik
1. Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses
penuaan meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai
mekanisme. Kartilago pada sendi orang tua sudah kurang
responsif dalam mensintesis matriks kartilago yang distimulasi oleh
pembebanan (aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada orang tua
memiliki kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang tipis ini akan
mengalami gaya gesekan yang lebih tinggi pada lapisan basal dan
hal inilah yang menyebabkan peningkatan resiko kerusakan sendi.
Selain itu, otot-otot yang menunjang sendi menjadi semakin lemah
dan memiliki respon yang kurang cepat terhadap impuls. Ligamen
menjadi semakin regang, sehingga kurang bisa mengabsorbsi
impuls. Faktor-faktor ini secara keseluruhan meningkatkan
kerentanan sendi terhadap OA.
2. Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa
prevalensi OA pada perempuan usila lebih banyak daripada laki-
laki usila. Resiko ini dikaitkan dengan berkurangnya hormon
pada perempuan pasca menopause.
3. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya
mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-
unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam
timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.
b. Faktor intrinsik
1. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.
2. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.
c. Faktor beban pada persendian
1. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat
kerusakan pada sendi.
2. Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan
berulang pada sendi dapat menyebabkan lelahnya otot-otot
yang membantu pergerakan sendi (David, 2006. Lozada, 2009.

36
Iannone, 2003).
7 Patogenesis
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan
tidak dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh
kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme
lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera (Iannone, 2003).
Pada Osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan sendi.
Perubahan tersebut berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak makromolekul
matriks tulang rawan sendi, disertai penurunan sintesis proteoglikan dan kolagen. Hal ini
menyebabkan penurunan kadar proteoglikan, perubahan sifat-sifat kolagen dan berkurangnya
kadar air tulang rawan sendi. Pada proses degenerasi dari kartilago artikular menghasilkan suatu
substansi atau zat yang dapat menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang merangsang makrofag
untuk menhasilkan IL-1 yang akan meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi matriks
ekstraseluler (David, 2005).
Gambaran utama pada Osteoarthritis adalah (Tjokroprawiro, 2007) :
1. Dektruksi kartilago yang progresif 
2. Terbentuknya kista subartikular
3. Sklerosis yang mengelilingi tulang
4. Terbentuknya osteofit
5. Adanya fibrosis kapsul
Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari tulang rawan untuk
menahan kekuatan tekanan dari sendi Penurunan kekuatan dari tulang rawan disertai degradasi
kolagen memberikan tekanan yang berlebihan pada serabut saraf dan tentu saja
menimbulkan kerusakan mekanik. Kondrosit sendiri akan mengalami kerusakan. Selanjutnya
akan terjadi perubahan komposisi molekuler dan matriks rawan sendi, yang diikuti oleh kelainan
fungsi matriks rawan sendi. Melalui mikroskop terlihat permukaan mengalami fibrilasi dan
berlapis-lapis. Hilangnya tulang rawan akan menyebabkan penyempitan rongga sendi. Pada tepi
sendi akan timbul respons terhadap tulang rawan yang rusak dengan pembentukan osteofit.
Pembentukan tulang baru (osteofit) dianggap suatu usaha untuk memperbaiki dan membentuk
kembali persendian. Dengan menambah luas permukaan sendi yang dapat menerima beban,

37
osteofit diharapkan dapat memperbaiki perubahan-perubahan awal tulang rawan sendi pada
Osteoarthritis. Lesi akan meluas dari pinggir sendi sepanjang garis permukaan sendi. Adanya
pengikisan yang progresif menyebabkan tulang yang dibawahnya juga ikut terlibat. Hilangnya
tulang-tulang tersebut merupakan usaha untuk melindungi permukaan yang tidak terkena.
Sehingga tulang subkondral merespon dengan meningkatkan selularitas dan invasi
vaskular,akibatnya tulang menjadi tebal dan padat (eburnasi). Pada akhirnya rawan sendi menjadi
aus, rusak dan menimbulkan gejala-gejala Osteoarthritis seperti nyeri sendi, kaku, dan deformitas
(Lozada, 2009. Iannone et al., 2003. Tjokroprawiro 2007).
Patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan
mengalami fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses
peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini
menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh
darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti
prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat
subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat
menghantarkan rasa sakit (Lozada. 2009).
Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator
kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi,
peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat
kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit
yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta
kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses
remodelling pada trabekula dan subkondral.
Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta
proses keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak
dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak
kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari tulang
subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada
ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat
sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran
seolah persendian yang terkena itu bengkak (David, 2006).

38
Gambar 2.2 Osteoarthritis
Sumber: www.emedicine.com

8. Tanda dan Gejala Klinis


Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut
adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan
tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain.
Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara radiologis
). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi
hanya bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat
konsentris ( seluruh arah gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja
) (Iannone, 2003).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada
sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa
nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago (Iannone, 2003).
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari

39
nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi,
dan edema sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit
tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke
kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan
nyeri (David, 2006).
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi.
Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan sindrom
iliotibial band (Iannone, 2003).
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri (Iannone, 2003).
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu
yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari (Iannone, 2003).
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan
akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang
memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar
hingga jarak tertentu (Iannone, 2003).
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar (Iannone, 2003).
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk
permukaan sendi berubah (Iannone, 2003).
g. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak,
rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena
adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan timbul pada

40
perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut
(Iannone, 2003).
h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut
usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat
badan terutama pada OA lutut (Iannone, 2003).
9 Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta
klinis dan laboratoris (JH Klippel, 2001) :
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang

41
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.
Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau
kaku dan disertai 3 atau 4 kriteria berikut ( Daniel, 2001).
1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan
2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1
masing-masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.
10 Pemeriksaan penunjang
10.1Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan

gambaran radiologis
, yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya
osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral (Daniel, 2001).

Gambar 2.3. Pencitraan radiologis sinar-


x pada osteoarthritis lutut.
Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger.
2001. Radiographic Assessment of

42
Keterangan :
a. Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan
menyempitnya celah sendi (tanda panah)
b. Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis yang
ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah)
c. Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah
putih) menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral (tanda
panah terbuka)
d. Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)

Gambar 2.4 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki.


Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis
:Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 252(3) : 737-747.
Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan
menyempitnya celah sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan
pembentukan osteofit (panah).

43
Gambar 2.5. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut.
Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 252(3) : 737-747.
Keterangan :Gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan penyempitan
ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah)

Gambar 2.6. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul.


Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 252(3) : 737-747.
Keterangan : Kedua gambar di atas menunjukkan penyempitan ruang
superolateral sendi, sklerosis, kista subkondral, dan pembentukan osteofit (panah).

44
10.2 Pemeriksaan Laboratorium dan MRI
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas normal. Pemeriksaan
imunologi masih dalam batas – batas normal. Pada OA yang disertai peradangan
sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan
peningkatan nilai protein.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu
untuk mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang
dilakukan sebagai penunjang diagnostik dalam osteoarthritis, karena sebagian
besar gambaran penyakit ini sudah bisa dinilai berdasarkan pemeriksaan
sinar-x.

11 Penatalaksanaan
Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh
letak sendi yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing
serta kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi
dan pasiennya secara keseluruhan, agar pengelolaannya aman, sederhana,
memperhatikan edukasi pasien serta melakukan pendekatan multidisiplin atau
holistic.11
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas
hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
Penatalaksanaan pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:
11.1 Nonfarmakologis:
a. Modifikasi pola hidup
b. Edukasi
c. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi
d. Modifikasi aktivitas

45
e. Menurunkan berat badan
f. Rehabilitasi medik/ fisioterapi
o Latihan statis dan memperkuat otot-otot
o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan
otot, dan menambah luas pergerakan sendi
g. Penggunaan alat bantu (Mairunzi, 2010).
11.2 Farmakologis
1. Sistemik
a. Analgetik
- Non narkotik: parasetamol
- Opioid (kodein, tramadol)
b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
- Oral
- injeksi
- suppositoria
c. Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan
yang dapat menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi
pada pasien OA, sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut
dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease
Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat,
kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase dan
sebagainya.
a. Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja
enzime MMP. Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat
ini baru dipakai oleh hewan belum dipakai pada manusia.
b. Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang
berperan dalam degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase,
protease, elastase dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang
sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan
sendi. Pada penelitian Rejholec tahun 1987

46
c. pemakaian GAG selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan
dalam rasa sakit pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja
(mangkir), yang secara statistik bermakna.
d. Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan
kelompok vertebra, dan terutama terdapat pada matriks
ekstraseluler sekeliling sel. Menurut penelitian Ronca dkk (1998),
efektivitas kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 3
mekanisme utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik
terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti degeneratif
melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat oksigen
reaktif.
e. Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas
enzim lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA
f. Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam
mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan
hydroxyl radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu
merusak asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang
hydrogen peroxyde dapat merusak kondroitin secara langsung.
Dalam percobaan klinis dilaporkan bahwa pemberian superoxide
dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan pada pasien OA.
2. Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara
kerja pada umumnya bersifat counter irritant.
b. Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu
diperhatikan campuran yang dipergunakan untuk
penetrasi kulit. Salah satu yang dapat digunakan adalah gel
piroxicam, dan sodium diclofenac.
3. Injeksi intraartikular/intra lesi
Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan
utama dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas

47
dalam penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang
bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra
artikular yakni penanganan simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi
dengan hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan
ini yang sebaiknya melakukan tindakan, adalah dokter yang telah melalui
pendidikan tambahan dalam bidang reumatologi.
a. Steroid: ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan
inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat
mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi
terhadap pemberian NSAIDs. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar
untuk menghindari penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak
menganjurkan dilakukanpenyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau
setahun 3 kali terutama untuk sendi besar penyangga tubuh. Dosis untuk sendi
besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi kecil
biasanya digunakan dosis 10 mg.
b. Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra
artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa.
Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-
masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan
benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis
jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan
dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur. Ada 3
sediaan di Indonesia diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.
4. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan
terlebih dahulu risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan
medikamentosa dan rehabilitatif

48
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint
1. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan
merubah sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat
menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan
ligamen atau meniscus repair (Thomas, 2000).
2. . Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang
baru ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada
dalam high-density polyethylene (Thomas, 2000).
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :
a. Partial replacement/unicompartemental

b. High tibial osteotmy : orang muda

c. Patella &condyle resurfacing

d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi


dilakukan sebagian oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi
buatan.

e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang


hilang&severe instability

Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri,


deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan
kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular
dysfunction, Infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion

49
BAB VIII

RESUME

Ny. C datang ke Poli Umum Puskesmas Wangon I dengan keluhan nyeri


lutut kanan dan kiri sejak 1 tahun sebelum masuk Poli Umum Puskesmas. Pasien
mengaku keluhan dirasakan terus menerus. Keluhan terasa memberat saat
beraktivitas dan membaik jika pasien beristirahat. Pasien juga mengeluhkan nyeri
pada perut jika memakan makanan pedas dan kecut. Pasien mengaku BAK dan
BAB normal, tidak ada sesak nafas, maupun kelemahan anggota gerak.
Pasien memiliki kebiasaan makan gorengan jarang makan buah dan sayur dan
jarang berolahraga. Pasien tinggal berdua dengan cucunya nya di rumahnya,
sedangkan anaknya sudah berkeluarga.

Pasien bekerja sebagai petani. Lingkungan sekitar pasien padat penduduk


dan rumah saling berdekatan. Penduduk mayoritas memiliki tingkat ekonomi dan
pendidikan menengah ke bawah. Komunikasi pasien dengan tetangga juga relatif
sering dan baik. Dinding rumah sudah menggunakan kayu, sedangkan atap rumah
menggunakan genteng. Lantai rumah sudah terbuat dari ubin.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak baik, compos


mentis, status gizi berlebih. TD: 160/90 mmHg, N : 96x/menit, irama regular,
RR : 20x/menit, S : 36,7oC. Pada pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa Ny. C menderita osteoatritis yang dicetuskan oleh aktivitas
berat, berjalan jauh, dan sering mengangkat beban berat. Diagnosis banding yang
bisa dipikirkan adalah gout dan rheumatoid atritis.

Terapi farmakologis yang bisa diberikan adalah Meloxicam 1x7.5 mg,


Amlodipine 1x10 mg, vitamin B komplek 3x1 tablet dan lansoprazole 1x30 mg.
Sementara itu, terapi non farmaklogis yang bisa disarankan adalah pemanasan
lutut setiap bangun tidur, berjalan selama 10-30 menit, dan berenang setiap 3 kali
dalam seminggu serta edukasi mengenai posisi ergonomis saat melakukan
pekerjaan rumah.

50
51
BAB IX

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa Ny. C adalah seorang pasien yang menderita


osteoatritis

1. Aspekpersonal

a) Keluhan Utama : nyeri di kedua lutut

b) Keluhan tambahan : nyeri perut

c) Idea : pasien berpikir bahwa dengan berobat penyakitnya bisa


membaik dan tidak kambuh kembali
d) Concern : pasien merasa penyakit tersebut sangat mengganggu
aktivitas sehari-harinya
e) Expectacy: pasien mempunyai harapan penyakitnya sembuh total
f) Anxiety : pasien pada awalnya merasa cemas pada penyakitnya,
namun setelah diobati pasien merasa sedikit berkurang cemasnya.
Pasien percaya bahwa penyakit ini dapat disembuhkan.
2. Aspekklinis

Diagnosa : Osteoatritis

Gejala klinis yang muncul :nyeri di kedua lutut

Differentialdiagnosis : Gout, RA

3. Aspek factor intrinsik

a. Usia tua

b. Pasien jarang berolahraga

c. Jenis kelamin :perempuan

d. Posisi tidak ergonomis saat bekerja

e. Mengangkat beban terlalu berat (40kg)

52
f. Berjalan terlalu jauh (3km)

4. Aspek factor ekstrinsik


a. Pendidikan Ny. C hanya sampai SD
b. Pengetahuan yang kurang mengenai penyakit osteoatritis dan
komplikasinya
c. Keadaan ekomoni yang termasuk ekonomi menengah kebawah
d. Jarak rumah dan sawa cukup jauh sekitar 3km
e. Membawa beban berat sekitar 40 kg.

5. Aspek skala penilaian fungsi sosial

Skala penilaian fungsi sosial pasien adalah 2 dikarenakan pasien sering


merasa nyeri pada kedua lutut dan aktivitas terganggu, namun pasien
masih dapat melakukan pekerjaan seperti biasanya.

6. Tatalaksana komprehensif yang diberikan kepada Ny. C antara lain:

a. Personal care

1) Kuratif berupa terapi medikamentosa dan


nonmedikamentosa

2) Konseling yaitu dengan memberikan edukasi


tentang penyakit osteoatritis, bahaya, gejala,
pencegahan, serta komplikasi yang bisa terjadi,
dukungan psikologis dari keluarga, menganjurkan
mengganti alat pekerjaan rumah seperti sapu, serta
mengajarkan posisi ergonomis dalam bekerja.
3) Rehabilitatif dengan mengajarkan pasien terapi
fisik.
4) Monitoring terhadap perbaikan nyeri, kemajuan
terapi, kemajuan aktivitas fisik pasien, serta efek
samping yang timbul dari pengobatan.
b. Family care

Memberikan pengetahuan kepada keluarga tentang


penyakit osteoatritis, penyebab, faktor risiko,

53
pengobatan, dan pencegahannya, mengajarkan posisi
ergonomis kepada seluruh anggota keluarga agar dapat
saling mengingatkan satu sama lain. Menempelkan
poster posisi ergonomi di rumah pasien agar dapat
mengingatkan pasien dan keluarga saat bekerja.

c. Community care

Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang


penyakit osteoatritis, penyebab, pengobatan hingga
pencegahan penyakit osteoatritis, menghimbau untuk
mendukung proses pengobatan pasien dan

B. Saran

Menjaga kebersihan lingkungan rumah serta mencegah pasien


melakukan pekerjaan dengan posisi yang tidak ergonomis. Pemberian
edukasi dan poster kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit
osteoatritis, penyebab, faktor risiko, faktor pencetus, dan
pencegahannya

1. Edukasi tentang posisi ergonomis dalam pekerjaan


rumah
2. Penempelan poster ergonomis dirumah pasien
3. Edukasi tentang latihan aerobik dan pemanasan sebelum
beraktivitas.

54
DAFTAR PUSTAKA

Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrison’s


Principles Of Internal Medicine Eighteenth Edition. The
McGraw-Hill Companies.
Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the
prevalence of arthritis and other rheumatic conditions in the
United States. Part II. Arthritis Rheum. 58(1):26–35.
Christine G, 1922, Bones and Joint. A Guide for student, second edition, Tokyo,
Churchill Livingstone.
Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the
United States: arthritis data from the Third National Health and
Nutrition Examination Survey 1991–1994. J Rheumatol.
33(11):2271–2279.
David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of
Medicine.
Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com. Diakses
tanggal 15 maret 2013.
Iannone F, Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis.
Aging Clin Exp Res. 15(5):364–372.
Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press.
Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 252(3):737–
747.
LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of
Osteoarthritis. American Family Physician. 64(2):279–286
Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi,
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto
Mangunkusumo, Jakarta

55
LAMPIRAN

56

Anda mungkin juga menyukai