Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular berbahaya jika
tidak diatasi, DM adalah kelainan sekresi insulin yang mengakibatkan gangguan
kerja insulin tidak bisa stabil serta menimbulkan terjadinya komplikasi jika tdak
segera ditangani. Lansia sering terkena DM karena kinerja organ tubuh sudah
tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup (Nugroho, 2012).
Diabetes melitus pada usia lanjut terjadi akibat organ tubuh lansia terus
bekerja dan pola hidup yang tidak dijaga menyebabkan lansia terkena diabetes
melitus. Hal ini sesuai dengan prevalensi Diabetes Mellitus pada Riset Kesehatan
Dasar (Riskedas) tahun 2018 yaitu pada umur 15-24 tahun sebesar 0.1%, umur
25-34 tahun sebesar 0,2%, umur 35-44 tahun sebesar 1,1%, umur 45-48 tahun
sebesar 3.9 %, 55-64 tahun sebesar 6.3%, umur 65-74 tahun sebesar 6.0 %, dan
untuk >75 tahun sebesar 3.3% (Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI,
2019. Menurut riskesdas jumlah prevelensi kasus diabetes melitus di provinsi
Kalimantan Barat menunjukkan peningkatan prevalensi DM sebesar 1,1%
(Riskesdas, 2018) dengan kritera kabupaten/kota dengan penderita DM tertinggi
adalah kota Pontianak yaitu 37,2% (Dinkes Prov. Kalbar, 2018)
Permasalahan perubahan psikologis, sosial dan penurunan fungsional tubuh
adalah masalah utama lansia. Akibat penurunan fungsional ini lansia tidak
merespons rangsangan selefektif. Beberapa upaya pemerintah mengatasi
fenomena DM, seperti akselerasi penemuan dini faktor resiko PTM melalui
program Pos Binaan Terpadu (Posbindu), peningkatan pemantauan keberhasilan
program pengobatan DM dengan HbA1C, penguatan intervensi modifikasi
peilaku beresiko DM melalui posbindu PTM, penguatan penatalaksanaan DM
sesuai standar di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), akselerasi
penemuan dini kasus berpotensi DM ke FKTP dengan sasaran penduduk >
15tahun keatas, dan perluasan pobindu PTM di 7 tatanan yaitu tatanan tempat
kerja, tatanan sekolah, tatanan kesehatan, tatanan khusus rutan/lapas, tatanan
lembaga keagamaan, tatanan khusus haji. (Kartinah dan Agus, S. 2008)
Diabetes Melitus diderita lansia karena lansia telah mengalami proses
perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru,
saraf dan jaringan tubuh lainnya sehingga menimbulkan permasalahan berupa
penyakit tidak menular seperti hipertensi, osteo artritis, masalah gigi-mulut,
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dan DM. Masalah utama lansia
adalah pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan, oleh karena itu perlu
dikembangkan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan upaya
peningkatan, pencegahan, dan pemeliharaan kesehatan di samping upaya
penyembuhan dan pemulihan.Salah satu upaya untuk memberdayakan lanjut
usia di masyarakat adalah melalui pembentukan dan pembinaan Kelompok
Lanjut Usia yang di beberapa daerah disebut dengan Kelompok Usia Lanjut
(Poksila), Pos Pelayanan Terpadu Lanjut Usia (Posyandu Lansia) atau Pos
Pembinaan Terpadu Lanjut Usia (Posbindu Lansia). Pelaksanaan Kelompok
Lanjut Usia ini, selain mendorong peran aktif masyarakat, dan Lembaga
Swadaya Masyarakat, juga harus melibatkan lintas sektor terkait.
(Kemenkes , 2019)
Berdasarkan gambaran masalah diatas maka diperlukan perhatian
terhadap lansia yang dengan asuhan keperawatan yang khusus. Keperawatan
adalah bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada
ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio,psiko,sosio,kultual dan
spiritual yang berdasarkan pada pencapaian kebutuan dasar manusia. Dalam
memberikan asuhan keperawatan lansia, perawat memerlukan pendekatan
khusus, dikarenakan lanjut usia memiliki berbagai masalah kesehatan yang
khusus akbiat dari penurunan faal di berbagai organ tubuh dan biasanya
banyak mengonsumsi berbagai obat (multifarmasi).Oleh karena itu, asuhan
keperawatan pada lansia lebih di fokuskan pada peningkatan kesehatan lansia,
pncegahan penyakit (preventif), mengoptimalkan fungsi mental, dan
mengatasi gangguan kesehatan secara umum. (Ratnawati, E. 2017)
Berdasarkan gambaran dari Puskesmas Pal Lima pada tahun 2021, DM
termasuk dalam 10 penyakit terbesar yaitu menempati posisi ke 6 dengan jumlah
pasien 69 orang yang tediri dari 35 orang laki-laki dan 34 orang perempuan.
Upaya yang dilakukan puskesmas terhadap lansia dengan DM yaitu MMD
(Musyawarah Masyarakat Desa). Selain itu, juga dilakukan skrining kesehatan,
home visit, dan evaluasi masalah kesehatan yang masyarakat alami. (Badan Pusat
Statistik, 2017)
Untuk mendukung program pemerintah diperlukan suatu upaya Edukasi
Suportif Terstruktur (EST). EST merupakan tindakan pendidikan kesehatan dengan
cara konseling untuk memotivasi klien untuk aktif menyatakan kebutuhan dan
masalah kepada konselor. Informasi yang diterima oleh lasia dengan DM sangat
bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran diri sendiri dalam hal ini untuk
mengatasi permasalahan yang ditimbulkan dari penderita DM terutama untuk
masalah defisit nutrisi dan cairan dengan cara ‘Implementasi Edukasi Suportif
Terstruktur Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Dan Cairan Lansia”.
(Wayunah., Muhammad, S., Wiwin, N. 2016)
Sebagai profesi keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dengan EST
bertujuan untuk memecahkan masalah diabetes melitus pada lansia baik dari segi
aktivitas, gaya hidup maupun pola makan. Dengan harapan mencegah terjadi
komplikasi serius pada lansia dengan DM. Berdasarkan latar belakang tersebut,
penulis merasa tertarik untuk mengambil sebuah judul tentang “Implementasi
Edukasi Suportif Terstruktur Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pada
Lansia Dengan Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Pal Lima
Pontianak”.
B. Tujuan Penulis
1. Tujuan Umum
Mengetahui hasil Implementasi Edukasi Suportif Terstruktur Terhadap
Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Lansia Pada Tn.M penderita Diabetes Melitus
Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Pal Lima Pontianak
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan kepada Tn.M di wilayah kerja
puskesmas pal lima Pontianak.
b. Menetapkan diagnosa keperawatan kepada Tn.M di wilayah kerja
puskesmas pal lima Pontianak.
c. Merencanakan intervensi keperawatan dengan program Implementasi
Edukasi Suportif Terstruktur Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
Lansia Pada Tn.M penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja
Puskesmas Pal Lima Pontianak
d. Melakukan implementasi keperawatan geronntik pada Tn.M di wilayah
kerja puskesmas pal lima Pontianak.
e. Mengetahui hasil evaluasi keperawatan gerontik pada Tn.M di wilayah kerja
puskesmas pal lima Pontianak..
C. Manfaat Peneliti
1. Bagi Lansia
Hasil karya ilmiah ini diharapkan lansia terlibat dan mampu melasanakan
program Implementasi Edukasi Suportif Terstruktur Terhadap Pemenuhan
Kebutuhan Nutrisi Lansia Pada penderita Diabetes Melitus Tipe II.
2. Bagi Penulis
Penulis dapat mengaplikasikan teori-teori atau karya inovasi yang
diperoleh di pelayanan kesehatan dan dapat meningkatkan pengetahuan serta
wawasan mengenai asuhan keperawatan pada klien diabetes melitus dengan
pemberian Implementasi Edukasi Suportif Terstruktur Terhadap Pemenuhan
Kebutuhan Nutrisi Lansia Pada penderita Diabetes Melitus Tipe II.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi panduan dan bahan ajar
untuk mengenal asuhan keperawatan gerontik dengan penerapan Implementasi
Edukasi Suportif Terstruktur Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Lansia
Pada penderita Diabetes Melitus Tipe II (Kemenkes, 2019).

Anda mungkin juga menyukai