Latar Belakang : Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Jumlah lansia yang menderita DM di
UPT Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia Budi Agung Kupang Wisma Kenanga yaitu sebanyak 1
orang. Tujuan :Untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada lansia dengan DM yang
meliputi pengkajian, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.
Hasil : Masalah keperawatan didapatkan pada Tn M.W adalah Resiko ketidakstabilan kadar
glukosa darah, keletihan fisik, Resiko Jatuh, defisiensi pengetahuan dan nyeri kronis yang
dirawat selama 4 hari dengan melakukan Manajemen Hiperglikemia yang belum dapat teratasi,
Manajemen nyeri : non farmakologi yang teratasi sebagian, Latihan otot progresif yang tidak
teratasi dan Pencegahan resiko jatuh yang tidak terjadi.
Kata Kunci :Lansia, Hiperglikemia, Keletihan Fisik, Resiko Jatuh, defisiensi pengetahuan Nyeri
Kronis
1
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu kemajuan suatu bangsa dipandang dari usia harapan hidup yang meningkat pada
lansia. Menurut WHO lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau
lebih. Secara global pada tahun 2013 proporsi dari populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun
adalah 11,7% dari total populasi dunia dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus meningkat seiring
dengan peningkatan usia harapan hidup. Jumlah proporsi lansia di Indonesia juga bertambah setiap
tahunnya. Data WHO pada tahun 2009 menunjukan lansia berjumlah 7,49% dari total populasi,
tahun 2011 menjadi 7,69% danpada tahun 2013 didapatkan proporsi lansia sebesar 8,1% dari total
populasi(WHO, 2015). Masalah kesehatan yang sering dialami lanjut usia adalah Diabetes Melitus.
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pada diabetes melitus kemampuan tubuh untuk bereaksi
terhadap insulin dapat menurun atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin
(Brunner and Suddarth, 2015) International Diabetes Federation mengatakan terdapat 38 juta orang
hidup dengan diabetes di dunia pada tahun 2013. Pada tahun 2015 Indonesia menempati peringkat
ketujuh prevalensi penderita diabetes tertinggi didunia bersama denganNegara China, India, Amerika
Serikat,Brazil, Rusia dan mexico, dengan jumlah estimasi orang dengan diabetse sebesar 10 juta
jiwa. Di Indonesia, prevalensi DM yang terdiagnosis dokter atau gejala tertinggi terdapat di Sulawesi
Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan(3,4%), danNusa Tenggara Timur (3,3 %)
(Kemenkes, 2013). Di provinsi NTT Prevelensi penyakit Diabetes Melitus sebanyak 1,2 % yang
terdiagnosa oleh dokter dan diperkirakan gejala akan meningkat seiring bertambahnya usia
(Riskesdas 2013).
Berdasarkan data dari UPT Dinas Sosial Lanjut Usia Budi Agung Kupang tahun 2018 penyakit
DM menjadi urutan ke-8 dari 17 gangguan kesehatan terbesar di Panti yaitu sebesar 4,83 %.
Penderita DM penting untuk mematuhi serangkaian pemeriksaan seperti pengontrolan gula darah.
Mematuhi pengontrolan gula darah pada DM merupakan tantangan yang besar supaya tidak terjadi
keluhan subyektif yang mengarah pada kejadian komplikasi. Diabetes melitus apabila tidak
tertangani secara benar, maka dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi.
Adapun Program Kementerian Kesehatan dalam upaya untuk meningkatkan status kesehatan
para lanjut usia adalah peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan para Lanjut Usia di pelayanan
2
kesehatan dasar, khususnya Puskesmas dan kelompok Lanjut Usia melalui konsep Puskesmas Santun
Lanjut Usia. Saat ini data yang masuk di Kementerian Kesehatan baru terdapat 437 Puskesmas
Santun Lanjut Usia, Peningkatan upaya rujukan kesehatan bagi Lanjut Usia melalui pengembangan
Poliklinik Geriatri di Rumah Sakit, Peningkatan penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan
dan gizi bagi Usia Lanjut dan sudah disosialisasikan Program Kesehatan lanjut usia ini ke semua
provinsi, pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan dan pembinaan Kelompok Usia
Lanjut/Posyandu Lansia di masyarakat.
Undang-undang Kesehatan dan kesejahteraan lanjut usia ini dituangkan dalam Undang –
Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, Undang – Undang Nomor 11
Tahun 2009, tentang Kesejahteraan Sosial, Undang – undang Nomor 36 Tahun 2009, tentang
Kesehatan, Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia, Rencana Aksi Nasional Kesejahteraan Lanjut Usia tahun 2010-
2014 yang disusun dibawah koordinasi Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat dan
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 52. Tahun 2004 Tentang Komisi Nasional Lanjut Usia.
Peran perawat dalam penatalaksanaan diabetes yaitu memberikan asuhan keperawatan.Dalam
hal ini perawat dapat melakukan pengkajian (pengumpulan data, identitas, riwayat kesehatan, dan
pemeriksaan kesehatan yang lengkap).Selanjutnya perawat dapat menegakan diagnosa keperawatan
berdasarkan hasil pengkajian, merencanakan tindakan dan melakukan tindakan sesuai dengan
masalah yang nampak pada pasien dan mengevaluasi seluruh tindakan yang telah dilakukan.
Berdasarkan hasil tersebut di atas kelompok tertarik untuk mengetahui secara lebih mendalam
tentang “Asuhan Keperawatan Gerontik Komperhensif Pada Tn. M.W Yang Menderita Diabetes
Melitus di wilayah kerja UPT Dinas Sosial Lanjut Usia Budi Agung Kupang”
3
3. Menyusun rencana keperawatan pada Tn.M.W denganDiabetes Melitus di UPT.
Panti Sosial Penyantun lanjut usia budi agung Kupang di wisma Kenanga.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn.M.W dengan Diabetes Melitus di
UPT. Panti Sosial Penyantun lanjut usia budi agung Kupang di wisma Kenanga.
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada Tn.M.W dengan Diabetes Melitus di UPT.
Panti Sosial Penyantun lanjut usia budi agung Kupang di wisma Kenanga.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
5
b. Depkes RI (2005) dibagi tiga kategori,
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas dengan
masalah kesehatan.
c. Batasan Usia lansia era baru,menurut WHO
1) Setengah baya : 66- 79 tahun,
2) Orang tua : 80- 99 tahun,
3) Orang tua berusia panjang
6
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk.Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian
diri lansia menjadi buruk pula.Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering
tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno,
kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat
tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.
7
mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel
kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel)
2) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus.
Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga
jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus
kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
5) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal,
kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
6) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik
seperti karbohidrat dan protein.Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel
tidak dapat regenerasi.
7) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.
8) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah
sel-sel tersebut mati.
8
a. Permasalahan umum
1) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
2) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
3) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
4) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut
usia.
5) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan
lansia.
b. Permasalahan khusus :
1) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,
mental maupun sosial
2) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
3) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
4) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
5) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistik.
6) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia.
9
2.2. Konsep Diabetes Militus
2.2.1. Definisi Diabetes Militus
Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi
insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah
(hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis
yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut /
relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000). Diabetes
mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang
dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary, 2009).
2.2.2. Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi
terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas
glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas
fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-
obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin
resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini masih
belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun
kemampuan insulin terutama pada post reseptor
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena
mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan
penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya
diabetes mellitus.
10
Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam
dua besar :
a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan
fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi
dengan baik).
b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum
alkohol, dan lain-lain.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab
terjadinya diabetes mellitus. Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan
keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk
mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air
kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak
diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal
tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.
2.2.3. Klarifikasi
a. Diabetes melitus tipe I
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui
proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
1) Mudah terjadi ketoasidosis
2) Pengobatan harus dengan insulin
3) Onset akut
4) Biasanya kurus
5) Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6) Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7) Didapatkan antibodi sel islet
8) 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
11
b. Diabetes melitus tipe II :
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Karakteristik DM tipe II :
1) Sukar terjadi ketoasidosis
2) Pengobatan tidak harus dengan insulin
3) Onset lambat
4) Gemuk atau tidak gemuk
5) Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6) Tidak berhubungan dengan HLA
7) Tidak ada antibodi sel islet
8) 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9) ± 100% kembar identik terkena.
12
NIDDM, bentuk penyakit yang paling sering diantara lansia, adalah ancaman
serius terhadap kesehatan karena beberapa alasan. Pertama, komplikasi kronis yang
dialami dalam hubungannya dengan fungsi penglihatan, sirkulasi, neurologis, dan
perkemihan dapat lebih menambah beban pada sistem tubuh yang telah mengalami
penurunan akibat penuaan. Kedua, sindrom hiperglikemia hipeosmolar nonketotik,
suatu komplikasi diabetes yang dapat mengancam jiwa meliputi hiperglikemia,
peningkatan osmolalitas serum, dan dehidras, yang terjadi lebih sering di antara lansia
(Stanley, Mickey, 2006).
2.2.5. Pathway
DM Tipe 1 DM Tipe 2
Sel β pancreas
Jumlah sel pancreas
hancur
menurun
Defisiensi insulin
Hipoksia perifer
Perfusi jaringan
perifer tidak
efektif
Nyeri akut
13
2.2.6. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia
umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang
ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,
akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi
polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu
pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan
saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi
yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka
pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
1) Katarak
2) Glaukoma
3) Retinopati
4) Gatal seluruh badan
5) Pruritus Vulvae
6) Infeksi bakteri kulit
7) Infeksi jamur di kulit
8) Dermatopati
9) Neuropati perifer
10) Neuropati viseral
11) Amiotropi
12) Ulkus Neurotropik
13) Penyakit ginjal
14) Penyakit pembuluh darah perifer
15) Penyakit koroner
14
16) Penyakit pembuluh darah otak
17) Hipertensi
2.2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, yakni :
penatalaksanaan secara medis dan penatalaksanaan secara keperawatan.
Penatalaksanaan secara medis adalah sebagai berikut:
a. Obat Hipoglikemik oral
1) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn obat
golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat
golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel
beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II dengan
berat badan yang berlebihan. Obat – obat yang beredar dari kelompok ini adalah:
Glibenklamida (5mg/tablet).
Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
Glikasida (80 mg/tablet).
Glikuidon (30 mg/tablet).
2) Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki ambilan
glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat tunggal pada
pasien dengan kelebihan berat badan.
3) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan,
sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien
dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human
Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang beredar adalah
Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe II yang
15
kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak berhasil dengan penggunaan
obat – obatan anti DM dengan dosis maksimal, atau mengalami kontraindikasi
dengan obat – obatan tersebut, bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar, dana
sidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat, wanita
hamil dengan gejala DM gestasional yang tidak dapat dikontrol dengan
pengendalian diet.
2) Jenis Insulin
a. Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink, dan
semilente.
b. Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon)
c. Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin)
d. Sedangkan untuk penatalaksanaan secara keperawatan adalah sebagai berikut:
Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan.
Walaupun telah mendapat tentang penyuluhan perencanaan makanan,
lebih dari 50 % pasien tidak melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya
mempertahankan menu diet seimbang, dengan komposisi idealnya sekitar
68 % karbohidrat, 20 % lemak dan 12 % protein. Karena itu diet yang
tepat untuk mengendalikan dan mencegah agar berat badan tidak menjadi
berlebihan dengan cara : Kurangi kalori, kurangi lemak, konsumsi
karbohidrat komplek, hindari makanan yang manis, perbanyak konsumsi
serat.
Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin
bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan,
memperkuat jantung, dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan
olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga
yang berat – berat.
16
2.2.8. Pemeriksaan Diagnostik
Glukosa darah sewaktu
2.2.9. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang
termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA),
dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam
komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati,
dislipidemia, dan hipertensi.
a. Komplikasi akut
1) Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat
pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk
sangat sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh
infeksi ( penyakit)
b. Komplikasi kronis:
1) Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah
retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh
darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah
dan dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa
17
mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan
permanen.
2) Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang
nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-
Wilson. Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan
hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
3) Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic yang
paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
4) Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
5) Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi
bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin
dan ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit
makrovaskular.
6) Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan
sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki
mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler
dan makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis.
Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
7) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,
yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik
oral. Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin
eksogen atau hipoglikemik oral.
18
2.3. Konsep Asuhan Keperawatan
2.3.1. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian.Dalam pengkajian perlu di
data biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa.Data-data tersebut harus
yang seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam tahap berikutnya. Misalnya meliputi
nama pasien (agar tidak salah pasien dalam pemberian terapi), umur (agar terapi yang
diberikan sesuai usia, misalnya: anak, dewasa, atau lansia), JK (menjaga privasi klien)
Alamat (agar mengetahui tempat tinggal pasien sebagai syarat administrasi) keluhan utama
(agar terapi yang diberikan dapat mengatasi masalah pasien )dan masih banyak lainnya
a. Keadaan Umum :
1) Tingkat kesadaran: komposmentis, apatis, delirium, somnolen, sopor, semi-
coma, coma.
2) Gcs : Eye(4) mampu membuka mata secara spontan , verbal (5) mampu
berkomunikasi secara baik, motorik (6) mampu menunjukan tempat yang sakit.
3) TTV : tanda-tanda vital yaitu tekanan darah kadang meningkat atau hipertensi,
frekuensi nadi, pengukuran suhu, dan status pernapasan.
4) Status Nutrisi : terjadi penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas.
5) Terjadi penurunan penglihatan dengan jarak tertentu
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola
mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan,
lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
2) Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti
Infart miokard
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
19
c. Pengkajian Pola Gordon
1) Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki
diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan
yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan
terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi
2) Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan
sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan
mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
penderita.Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai
terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai
bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-
hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga
klien mengalami kesulitan tidur.
20
6) Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan .
7) Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
8) Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu
dan menarik diri dari pergaulan.
9) Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya
peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten
pada pria.risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan
nefropati
10)Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif / adaptif.
11)Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.
21
d. Pemeriksaan Fisik (head to toe)
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara IPPA yaitu Inspeksi, Palpasi, Perkusi,
Auskultasi.
1) Kepala dan leher
Dilakukan dengan cara Inspeksi bentuk kepala, keadaan rambut, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh. Palpasi adakah
pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah
2) Sistem integumen
Dilakukan dengan cara Inspeksi turgor kulit menurun, adanya luka atau warna
kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, palpasi elastisitas kulit.
3) Sistem pernafasan
Dilakukan dengan cara Inspeksi adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri
dada. Auskultasi bunyi nafas abnormal. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
4) Sistem kardiovaskuler
Dilakukan dengan cara Inspeksi keadaan dada simetris, atau ada kebiruan
pada kulit, Palpasi apakah nyeri,atau teraba masa, auskultasi bunyi jantung
dan paru, perkusi batas paru dan jantung.
5) Sistem gastrointestinal
Dilakukan dengan cara Inspeksi, terdapat polifagi, polidipsi, , perubahan berat
badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas. Palpasi letak organ dalam
kuadran abdomen, auskultasi bising usus dan perkusi bunyi abdomen.
6) Sistem urinary
Dilakukan dengan cara Inspeksi poliuri, rasa panas atau sakit saat berkemih.
Palpasi resistensi urin.
22
7) Sistem muskuloskeletal
Dilakukan dengan cara Inspeksi penyebaran lemak, penyebaran masa otot,
perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan palpasiadanya nyeri, adanya
gangren di ekstrimitas.
8) Sistem neurologis
Dilakukan dengan cara Inspeksi terjadi penurunan sensoris, parasthesia,
anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
Palpasi refleks ekstermitas.
e. Pengkajian Psikogerontik
1) Pengkajian status fungsional
Pengukuran kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Penentuan kemandirian mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien
dan menciptakan pemilihan intervensi yang tepat.
a. Barthel Indeks
No Jenis aktivitas Nilai Penilaian
Bantuan Mandir
i
1 Makan/minum 10
2 Berpindah dari kursi roda ke
15
tempat tidur/sebaliknya
3 Kebersihan diri: cuci muka,
5
menyisir, dll
4 Keluar/masuk kamar mandi 10
5 Mandi 5
6 Berjalan (jalan datar) 15
7 Naik turun tangga 5
8 Berpakaian/bersepatu 10
9 Mengontrol defekasi 10
10 Mengontrol berkemih 10
Jumlah 95
Penilaian :
0-20 : ketergantungan
21-61 : ketergantungan berat/sangat tergantung
91-99 : ketergantungan berat
91-99 : ketergantungan ringan
100 : mandiri
23
b. Posisi keseimbangan (sullivan)
NO TES KOORDINASI NILAI KET
1 Berdiri dengan postur Normal
2 Berdiri dengan postur Normal dan menutup mata
3 Berdiri dengan posisi kedua kaki rapat
4 Berdiri dengan posisi satu kaki
5 Berdri fleksi turnk keposisi netral
6 Berdiri lateran dengan fleksii trunk
7 Berjalan dgn cara menemmpatkan tumit didepan
jari kaki yg lain
8 Berjalan di sepanjang garis lurus
9 Berjalan mengikuti tanda gambar pada lantai
10 Berjalan menyamping
11 Berjalan mundur
12 Berjalan mengikuti lingkaran
13 Berjalan dengan tumit
14 Berjalan dengan ujung jari kaki
24
8 Siapa nama presiden Indonesia
sebelumnya?
9 Siapa nama kecil ibu anda?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap
pengurangan 3 dari setiap angka
baru semua secara menurun
Total nilai kesalahan (-)
Kesimpulan :
Keterangan
0-2 : Fungsi intelektual utuh
3-4 : Fungsi intelektual ringan
5-6 : Kerusakan intelektual sedang
9-10 : Kerusakan intelektual berat
3. Pemeriksaan aspek kiginitif dan fungsi mental mini mental state exam
(MMSE)
Test Penilaian Skor Skor
maksimal minimal
Orientasi Tanyakan pada lansia tentang waktu :
- Jam
- Hari
- Tanggal
- Bulan
- Tahun
Tanyakan tentang tempat( dimana
kita sekarang)
- Nama tempat
- Kelurahan
- Kecamatan
- Kabupaten
- Provinsi
Registrasi Pemeriksaan membutuhkan 3 benda
meja kursi lemari
25
Perhatian Menghitung mundur mulai dari angka
dan 100 dikurangi 7, berhenti setelah
perhitungan jawaban ke lima
1. 100 - 7 = 93
2. 93 - 7 = 86
3. 86 – 7 = 79
4. 79 – 7 = 72
5. 72 – 7 = 65
Total skore
Kesimpulan :
26
Keterangan
24-30 : Kognitif normal
17-23 : Gangguan kognitif ringan
0-16 : Gangguan kognitif berat
27
1 Saya merasa buruk/tak berharga sebagai bagian
dari waktu yang baik
0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah
F. Tidak menyukai diri
sendiri
3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri saya sendiri
G. Membahayakan diri
sendiri
3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya
mempunyai kesempatan
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan
bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai
membahayakan diri sendiri
H. Menarik diri dari sosial
3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada
orang lain dan tidak peduli pad mereka semuanya
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada
orang lain dan mempunyai sedikit perasaan pada
mereka
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada
sebelumnya
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain
I. Keragu-raguan
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam
membuat keputusan
1 Saya berusaha mengambil keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik
J. Perubahan gambar diri
3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak
menjijikan
2 Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan
yang permanen dalam penampilan saya dan ini
membuat saya tak menarik
1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tidak
28
menarik
0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk
dari pada sebelumnya
K. Kesulitan kerja
3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali
2 Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan
dengan keras untuk melakukan sesuatu
1 Saya memerlukan upaya tambahan untuk mulai
melakukan sesuatu
0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya
L. Keletihan
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya
0 Saya tidak merasa lebih lelah dari biasanya
M. Anoreksia
3 Saya tidak lagi mempunyai napsu makan sama
sekali
2 Napsu makan saya sangat memburuk sekarang
1 Napsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 Napsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya
Total skore : Kesimpulan :
Keterangan
0-4 : Tidak ada depresi
5-7 : Depresi ringan
8-15 : Depresi Sedang
> 16 : Depresi berat
No Fungsi Uraian
1 Adaption Saya puas bahwa saya dapat kembali bersama teman-
teman/ keluarga saya untuk membantu pada waktu
sesuatu menyusahkan saya
2 Paetherenship Saya puas dengan cara teman-teman/keluarga saya
membicarakan dan mendukung keinginan saya
melakukan aktivitas
3 Growth Saya puas bahwa teman-teman/keluarga saya menerima
dan mendukung keinginan saya melakukan aktivitas
29
4 Affection Saya puas bahwa teman-teman/keluarga saya
mengekspresikan efek dan merespon terhadap emosi
saya seperti marah, sedih dan mencintai
5 Resolve Saya puas dengan cara teman-teman/keluarga saya dan
saya menyediahkan waktu bersama-sama
Total skore
Kesimpulan :
Keterangan
0 : Jika tidak pernah
1 : Jika kadang-kadang
2 : Jika selalu
Total skore :
<3 : Disfungsi keluarga sangat tinggi
4-6 : Disfungsi keluarga sedang
7-10 : Disfungsi keluarga sehat
30
7) Keletihan berhubungan dengan kondisi fisik kurang.
8) Risiko kerusakan integritas kulit.
9) Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis. (NANDA, 2006)
b. Aspek psikososial
1) Koping tidak efektif berhubungan dengan percaya diri tidak adekuat dalam
kemampuan koping, dukungan social tidak adekuat yang dibentuk dari
karakteristik atau hubungan.
2) Isolasi social berhubungan dengan perubhaan penampilan fisik, peubahan
keadaan sejahtera, perubahan status mental.
3) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.
4) Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, status kesehatan,
pola interaksi, fungsi peran, lingkungan, status ekonomi.
5) Resiko kesendirian (NANDA, 2006)
c. Aspek spiritual
Distress spiritual berhubungan dengan peubahan hidup, kematian atau sekarat diri
atau orang lain, cemas, mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan social,
kurang sosiokultural (NANDA, 2006).
No
Diagnosa keperawatan NOC NIC
.
31
memasukkan, 1. Asupan nutrisi tidak anggota tim kesehatan
memasukan, mencerna, bermasalah untuk memuat
mengabsorbsi makanan 2. Asupan makanan dan perencanaan
karena factor biologi. cairan tidak perawatan jika sesuai.
bermasalah 2. Diskusikan dengan
3. Energy tdak tim dan pasien untuk
bermasalah membuat target berat
4. Berat badan ideal badann, jika berat
badan pasien tdak
sesuia dengan usia
dan bentuk tubuh.
3. Diskusikan dengan
ahli gizi untuk
menentukan asupan
kalori setiap hari
supaya mencapai dan
atau mempertahankan
berat badan sesuai
target.
4. Ajarkan dan kuatkan
konsep nutrisi yang
baik pada pasien
5. Kembangkan
hubungan suportif
dengna pasien.
6. Dorong pasien untuk
memonitor diri sendiri
terhadap asupan
makanan dan
kenaikan atau
pemeliharaan berat
32
badan.
7. Gunakan teknik
modifikasi tingkah
laku untuk
meningkatkan berat
badan dan untuk
menimimalkan berat
badan.
8. Berikan pujian atas
peningkatan berat
badan dan tingkah
laku yang mendukung
peningkatan berat
badan.
2. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan Peningkatan tidur
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24
1. Tetapkan pola
insomnia dalam waktu jam pasien diharapkan
kegiatan dan tidur
lama, terbangun lebih dapat memperbaiki pola
pasien.
awal atau terlambat tidurnya dengan kriteria :
2. Monitor pola tidur
bangun dan penurunan
1. Mengatur jumlah jam pasien dan jumlah
kemampuan fungsi yng
tidurnya jam tidurnya.
ditandai dengan penuaan
2. Tidur secara rutin 3. Jelaskan pentingnya
perubahan pola tidur dan
3. Miningkatkan pola tidur selama sakit dan
cemas.
tidur stress fisik.
4. Meningkatkan kualitas 4. Bantu pasien untuk
tidur menghilangkan situasi
5. Tidak ada gangguan stress sebelum jam
tidur tidurnya.
3. Inkontinensia urin Setelah dilakukan intervensi Perawatan inkontinensia
fungsional berhubungan keperawatan selama 3x24 urin
dengan keterbatasan jam diharapkan pasien
33
neuromuskular yang mampu : 1. Monitor eliminasi
ditandai dengan waktu urin.
1. Kontinensia urin
yang diperlukan ke toilet 2. Bantu klien
2. Merespon dengan
melebihi waktu untuk mengembangkan
cepat keinginan buang
menahan pengosongan sensasi keinginan
air kecil (BAK)
bladder dan tidak mampu BAK.
3. Mampu mencapai
mengontrol pengosongan. 3. Modifikasi baju dan
toilet dan
lingkungan untuk
mengeluarkan urin
memudahkan klien ke
secara tepat waktu
toilet.
4. Mengosongkan bladder
4. Instruksikan pasien
dengan lengkap
untuk mengonsumsi
5. Mampu memprediksi
air minum sebanyak
pengeluaran urin
1500 cc/hari.
4. Gangguan proses berpikir Setelah dilakukan intervensi Latihan daya ingat
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24
1. Diskusi dengan pasien
kemunduran atau jam pasien diharapkan
dan keluarga beberapa
kerusakan memori dapat meningkatkan daya
masalah ingatan.
sekunder. ingat dengan kriteria :
2. Rangsang ingatan
1. Mengingat dengan dengan mengulang
segera informasi yang pemikiran pasien
tepat kemarin dengan
2. Mengingat inormasi cepat.
yang baru saja 3. Mengenangkan
disampaikan tentang pengalaman
3. Mengingat informasi di masalalu dengan
yang sudah lalu pasien.
34
struktur tubuh/fungsi kenyamanan mengekspresikan
yang ditandai dengan 2. Mengekspresikan perubahan fungsi
perubahan dalam kepercayaan diri tubuh termasuk organ
mencapai kepuasan seksual seiring
seksual. dengan bertambahnya
usia.
2. Diskusikan beberapa
pilihan agar dicapai
kenyamanan.
6. Kelemahan mobilitas Level mobilitas (mobility Latihan dengan terapi
fisik berhubungan dengan level) gerakan (exercise
kerusakan Setelah dilakukan intervensi therapy ambulation)
musculoskeletal dan keperawatan selama 2x24
1. Kosultasi kepada
neuromular. jam diharapkan pasien
pemberi terapi fisik
dapat :
mengenai rencana
1. Memposisikan gerakan yang sesuai
penampilan tubuh dengan kebutuhan.
2. Ambulasi : berjalan 2. Dorong untuk
3. Menggerakan otot bergerak secara bebas
4. Menyambung namun masih dalam
gerakan/mengkolabora batas yang aman.
sikan gerakan 3. Gunakan alat bantu
untuk bergerak, jika
tidak kuat untuk
berdiri (mudah
goyah/tidak kokoh).
35
jam diharapkan pasien sumber energi yang
dapat: adekuat.
2. Tentukan
1. Memonitor usaha
keterbatasan fisik
bernapas dalam respon
pasien.
aktivitas
3. Tentukan penyebab
2. Melaporkan aktivitas
kelelahan.
harian
4. Bantu pasien untuk
3. Memonitor ECG dalam
jadwal istirahat.
batas normal
4. Memonitor warna kulit
8. Risiko kerusakan Kontrol risiko (risk control) Penjagaan terhadap kulit
integritas kulit (skin surveillance)
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 2x24 1. Monitor area kulit
jam diharapkan pasien yang terlihat
dapat : kemerahan dan
adanya kerusakan.
1. Kontrol perubahan
2. Monitor kulit yang
status kesehatan
sering mendapat
2. Gunakan support
tekanan dan gesekan.
system pribadi untuk
3. Monitor warna kulit.
mengontrol risiko
4. Monitor suhu kulit.
3. Mengenal perubahan
5. Periksa pakaian, jika
status kesehatan
pakaian terlihat terlalu
4. Monitor factor risiko
ketat.
yang berasal dari
lingkungan
9. Kerusakan memori Orientasi kognitif Pelatihan memori
berhubungan dengan (memory training)
Setelah dilakukan intervensi
gangguan neurologis.
keperawatan selama 2x24 1. Stimulasi memory
jam diharapkan pasien dengan mengulangi
dapat : pembicaraan secara
36
1. Mengenal diri sendiri jelas di akhir
2. Mengenal orang atau pertemuan dengan
hal penting pasien.
3. Mengenal tempatnya 2. Mengenang
sekarang pengalaman masa lalu
4. Mengenal hari, bulan, dengan pasien.
dan tahun dengan 3. Menyediakan gambar
benar untuk mengenal
ingatannya kembali.
4. Monitor perilaku
pasien selama terapi.
Aspek psikososial
37
perkembangan yang mempunyai latar
7. Menggunakan belakang pengalaman
dukungan social yang yang sama.
tersedia
8. Melaporkan
peningkatan
kenyamanan psikologis
2. Isolasi social Lingkungan keluarga : Keterlibatan keluarga
berhubungan dengan internal (family (family involvement)
perubhaan penampilan environment: interna)
1. Mengidentifikasikan
fisik, peubahan keadaan
Setelah dilakukan intervensi kemampuan anggota
sejahtera, perubahan
keperawatan selama 3x24 keluarga untuk
status mental.
jam pasien secara konsisten terlibat dalam
diharapkan mampu : perawatan pasien.
2. Menentukan sumber
1. Berpatisipasi dalam
fisik, psikososial dan
aktifitas bersama
pendidikan pemberi
2. Berpatisipasi dalam
pelayanan kesehatan
tradisi keluarga
yang utama.
3. Menerima kunjungan
3. Mengidentifkasi
dari teman dan anggota
deficit perawatan diri
keluarga besar
pasien.
4. Memberikan dukungan
4. Menentukan tinggat
satu sama lain
ketergantungan pasien
5. Mengekspresikan
terhadap keluarganya
perasaan dan masalah
yang sesuai dengan
kepada yang lain.
umur atau
6. Mendorong anggota
penyakitnya.
keluarga untuk tidak
ketergantungan
7. Berpatisipasi dalam
38
rekreasi dan acara
aktifitas komunitas
8. Memecahkan masalah
3. Gangguan harga diri Setelah dilakukan tindakan Peningkatan harga diri
berhubungan dengan intervensi keperawatan
1. Kuatkan rasa percaya
ketergantungan, selama 2x24 jam pasien
diri terhadap
perubahan peran, diharapkan akan bisa
kemampuan pasien
perubahan citra tubuh dan memperbaiki konsep diri
mengndalikan situasi.
fungsi seksual. dengan criteria :
2. Menguatkan tenaga
1. Mengidentifikasi pola pribadi dalam
koping terdahulu yang mengenal dirinya.
efektif dan pada saat 3. Bantu pasien untuk
ini tidak mungkin lagi memeriksa kembali
digunakan akibat persepsi negative
penyakit dan tentang dirinya.
penanganan
(pemakaian alkohol
dan obat-obatan;
penggunaan tenaga
yang berlebihan)
2. Pasien dan keluarga
mengidentifikasi dan
mengungkapkan
perasaan dan reaksinya
terhadap penyakit dan
perubahan hidup yang
diperlukan
3. Mencari konseling
profesional, jika perlu,
untuk menghadapi
perubahan akibat
39
penyakitnya
4. Melaporkan kepuasan
dengan metode
ekspresi seksual
4. Cemas berhubungan Anxiety control Anxiety reduction
dengan perubahan dalam
Setelah dilakukan intervensi 1. Bantu pasien untuk
status peran, status
keperawatan selama 2x24 menidentifikasi
kesehatan, pola interaksi,
jam diharapkan pasien situasi percepatan
fungsi peran, lingkungan,
dapat: cemas.
status ekonomi.
2. Dampingi pasien
1. Memonitor intensitas
untuk
cemas
mempromosikan
2. Melaporkan tidur yang
kenyamanan dan
adekuat
mengurangi
3. Mengontrol respon
ketakutan.
cemas
3. Identifikasi ketika
4. Merencanakan strategi
perubahan level
koping dalam situasi
cemas.
stress
4. Instuksikan pasien
dalam teknik
relaksasi.
5. Resiko kesendirian Family Coping Family support
40
pengurangan stress 4. Dengarkan untuk
4. Menghadapi masalah berhubungan dengan
keluarga, perasan dan
pertanyaan.
6. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan intervensi Peningkatan citra tubuh
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24
1. Bantu pasien untuk
perubahan dan jam pasien diharapkan
mendiskusikan
ketergantungan fisik meningkatkan citra
perubahan karena
(ketidakseimbangan tubuhnya dengan criteria :
penyakit atau
mobilitas) serta
1. Merasa puas dengan pembedahan.
psikologis yang
penampilan tubuhnya 2. Memutuskan apakah
disebabkan penyakit atau
2. Merasa puas dengan perubahan fisik yang
terapi.
fungsi anggota baru saja diterima
badannya dapat masuk dalam
3. Mendiskripsikan citra tubuh pasien.
bagian tubuh tambahan 3. Memudahkan
hubungan dengan
individu lain yang
mempunyai penyakit
yang sama.
Aspek spiritual
41
2. Mengekspresikan arti perawatan diri.
kehidupan 3. Mengajarkan keluarga
3. Mengekspresikan rasa tentang aspek positif
optimis pengharapan.
4. Mengekspresikan
perasaan untuk
mengontrol diri sendiri
5. Mengekspresikan
kepercayaan
6. Mengekspresikan rasa
percaya pada diri
sendiri dan orang lain
DAFTAR PUSTAKA
42
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Dinkes Kota Semarang. 2010. Profil Kesehatan Kota Semarang. Semarang : Dinkes Kota
Semarang.
NANDA, 2005/2006, Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, Alih Bahasa Budi Santosa, Prima
Medika, NANDA.
Stanley, Mickey dan Patricia Gauntlett Beare. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Edisi
2., Jakarta: EGC.
Tandra. (2007). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
43