Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. M.

W DENGAN DIABETES MELITUS DI UPT


KESEJAHTERAAN SOSIAL LANJUT USIA BUDI AGUNG KUPANG.

Latar Belakang : Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Jumlah lansia yang menderita DM di
UPT Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia Budi Agung Kupang Wisma Kenanga yaitu sebanyak 1
orang. Tujuan :Untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada lansia dengan DM yang
meliputi pengkajian, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.

Hasil : Masalah keperawatan didapatkan pada Tn M.W adalah Resiko ketidakstabilan kadar
glukosa darah, keletihan fisik, Resiko Jatuh, defisiensi pengetahuan dan nyeri kronis yang
dirawat selama 4 hari dengan melakukan Manajemen Hiperglikemia yang belum dapat teratasi,
Manajemen nyeri : non farmakologi yang teratasi sebagian, Latihan otot progresif yang tidak
teratasi dan Pencegahan resiko jatuh yang tidak terjadi.

Kesimpulan : Masalah keperawatan Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah, keletihan


fisik, Resiko Jatuh, defisiensi pengetahuan dan nyeri kronis perlu perawatan lanjutan baik
dilakukan oleh perawat maupun keluarga.

Kata Kunci :Lansia, Hiperglikemia, Keletihan Fisik, Resiko Jatuh, defisiensi pengetahuan Nyeri
Kronis

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Salah satu kemajuan suatu bangsa dipandang dari usia harapan hidup yang meningkat pada
lansia. Menurut WHO lanjut usia (lansia) adalah kelompok penduduk yang berumur 60 tahun atau
lebih. Secara global pada tahun 2013 proporsi dari populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun
adalah 11,7% dari total populasi dunia dan diperkirakan jumlah tersebut akan terus meningkat seiring
dengan peningkatan usia harapan hidup. Jumlah proporsi lansia di Indonesia juga bertambah setiap
tahunnya. Data WHO pada tahun 2009 menunjukan lansia berjumlah 7,49% dari total populasi,
tahun 2011 menjadi 7,69% danpada tahun 2013 didapatkan proporsi lansia sebesar 8,1% dari total
populasi(WHO, 2015). Masalah kesehatan yang sering dialami lanjut usia adalah Diabetes Melitus.
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pada diabetes melitus kemampuan tubuh untuk bereaksi
terhadap insulin dapat menurun atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin
(Brunner and Suddarth, 2015) International Diabetes Federation mengatakan terdapat 38 juta orang
hidup dengan diabetes di dunia pada tahun 2013. Pada tahun 2015 Indonesia menempati peringkat
ketujuh prevalensi penderita diabetes tertinggi didunia bersama denganNegara China, India, Amerika
Serikat,Brazil, Rusia dan mexico, dengan jumlah estimasi orang dengan diabetse sebesar 10 juta
jiwa. Di Indonesia, prevalensi DM yang terdiagnosis dokter atau gejala tertinggi terdapat di Sulawesi
Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan(3,4%), danNusa Tenggara Timur (3,3 %)
(Kemenkes, 2013). Di provinsi NTT Prevelensi penyakit Diabetes Melitus sebanyak 1,2 % yang
terdiagnosa oleh dokter dan diperkirakan gejala akan meningkat seiring bertambahnya usia
(Riskesdas 2013).
Berdasarkan data dari UPT Dinas Sosial Lanjut Usia Budi Agung Kupang tahun 2018 penyakit
DM menjadi urutan ke-8 dari 17 gangguan kesehatan terbesar di Panti yaitu sebesar 4,83 %.
Penderita DM penting untuk mematuhi serangkaian pemeriksaan seperti pengontrolan gula darah.
Mematuhi pengontrolan gula darah pada DM merupakan tantangan yang besar supaya tidak terjadi
keluhan subyektif yang mengarah pada kejadian komplikasi. Diabetes melitus apabila tidak
tertangani secara benar, maka dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi.
Adapun Program Kementerian Kesehatan dalam upaya untuk meningkatkan status kesehatan
para lanjut usia adalah peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan para Lanjut Usia di pelayanan

2
kesehatan dasar, khususnya Puskesmas dan kelompok Lanjut Usia melalui konsep Puskesmas Santun
Lanjut Usia. Saat ini data yang masuk di Kementerian Kesehatan baru terdapat 437 Puskesmas
Santun Lanjut Usia, Peningkatan upaya rujukan kesehatan bagi Lanjut Usia melalui pengembangan
Poliklinik Geriatri di Rumah Sakit, Peningkatan penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan
dan gizi bagi Usia Lanjut dan sudah disosialisasikan Program Kesehatan lanjut usia ini ke semua
provinsi, pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan dan pembinaan Kelompok Usia
Lanjut/Posyandu Lansia di masyarakat.
Undang-undang Kesehatan dan kesejahteraan lanjut usia ini dituangkan dalam Undang –
Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, Undang – Undang Nomor 11
Tahun 2009, tentang Kesejahteraan Sosial, Undang – undang Nomor 36 Tahun 2009, tentang
Kesehatan, Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia, Rencana Aksi Nasional Kesejahteraan Lanjut Usia tahun 2010-
2014 yang disusun dibawah koordinasi Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat dan
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 52. Tahun 2004 Tentang Komisi Nasional Lanjut Usia.
Peran perawat dalam penatalaksanaan diabetes yaitu memberikan asuhan keperawatan.Dalam
hal ini perawat dapat melakukan pengkajian (pengumpulan data, identitas, riwayat kesehatan, dan
pemeriksaan kesehatan yang lengkap).Selanjutnya perawat dapat menegakan diagnosa keperawatan
berdasarkan hasil pengkajian, merencanakan tindakan dan melakukan tindakan sesuai dengan
masalah yang nampak pada pasien dan mengevaluasi seluruh tindakan yang telah dilakukan.
Berdasarkan hasil tersebut di atas kelompok tertarik untuk mengetahui secara lebih mendalam
tentang “Asuhan Keperawatan Gerontik Komperhensif Pada Tn. M.W Yang Menderita Diabetes
Melitus di wilayah kerja UPT Dinas Sosial Lanjut Usia Budi Agung Kupang”

1.2. TUJUAN STUDI KASUS


1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari studi kasus ini yaitu untuk mengetahui proses “Asuhan
Keperawatan Pada Tn M.W Dengan Senam Kaki Diabetik di UPT Kesejahteraan
Sosial Lanjut Usia Budi Agung Kupang”.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian keperawatan pada Tn M.W dengan Diabetes Melitus di
UPT. Panti Sosial Penyantun lanjut usia budi agung Kupang di wisma Kenanga.
2. Menetapkan diagnosa keperawatan pada Tn M.W denganDiabetes Melitus di UPT.
Panti Sosial Penyantun lanjut usia budi agung Kupang di wisma Kenanga.

3
3. Menyusun rencana keperawatan pada Tn.M.W denganDiabetes Melitus di UPT.
Panti Sosial Penyantun lanjut usia budi agung Kupang di wisma Kenanga.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn.M.W dengan Diabetes Melitus di
UPT. Panti Sosial Penyantun lanjut usia budi agung Kupang di wisma Kenanga.
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada Tn.M.W dengan Diabetes Melitus di UPT.
Panti Sosial Penyantun lanjut usia budi agung Kupang di wisma Kenanga.

1.3. Manfaat Studi Kasus


1.3.1. Manfaat Teoritis
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan ilmu terutama pada
bagian ilmu gerontologi dan keperawatan gerontik,sehingga para tenaga kesehatan
dapat mengetahui proses perawatan lansia dengan demesia secara benar.
1.3.2. Manfaat Praktis
1. Bagi Lansia
Agar asuhan keperawatan yang diberikan kepada lansia dapat bermanfaat untuk
kebutuhan lansia terpenuhi.
2. Bagi Panti Werda Budi Agung
Memberikan informasi dan masukan secara objektif dalam penanganan lansia
Diabetes Melitus di panti
3. Bagi Perawat Gerontik.
Dapat mengenal asuhan keperawatan lansia dan dapat menerapkan asuhan
keperawatan dengan baik, mempelajari kognitif lansia Diabetes Melitus.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. KONSEP LANSIA


2.1.1. Pengertian Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua
bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam Undang-
Undang No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan
nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial
masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin meningkat, sehingga
jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak diantara lanjut usia yang masih produktif
dan mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan
pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan,
yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006).
Keperawatan Gerontik adalah Suatu bentuk pelayanan profesional yang
didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosio-
spritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun
sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

2.1.2. Batasan Lansia


a. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
2) Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia> 90 tahun.

5
b. Depkes RI (2005) dibagi tiga kategori,
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas dengan
masalah kesehatan.
c. Batasan Usia lansia era baru,menurut WHO
1) Setengah baya : 66- 79 tahun,
2) Orang tua : 80- 99 tahun,
3) Orang tua berusia panjang

2.1.3. Ciri-Ciri Lansia


a. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis.Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.
Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan,
maka akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang
memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama
terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap
lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih
senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi
negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain
sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran
dalam segala hal.Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar
keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.Misalnya lansia
menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat
tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.

6
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk.Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian
diri lansia menjadi buruk pula.Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering
tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno,
kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat
tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.

2.1.4. Perkembangan Lansia


Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia di
dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan. Lansia merupakan
istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan mengalami proses menjadi
tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana
pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi
sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap penurunan).
Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh,
jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional.Pada manusia,
penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung,
pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya.
Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap
berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain.
Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini, terdapat berbagai perbedaan teori,
namun para ahli pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak ditemukan
pada faktor genetik.

2.1.5. Teori Proses Menua


a. Teori-Teori Biologi
1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies –
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan

7
mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel
kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel)
2) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus.
Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga
jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus
kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
5) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal,
kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
6) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik
seperti karbohidrat dan protein.Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel
tidak dapat regenerasi.
7) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.
8) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah
sel-sel tersebut mati.

2.1.6. Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia


Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia,
antara lain: (Setiabudhi,1999)

8
a. Permasalahan umum
1) Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.
2) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
3) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
4) Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional pelayanan lanjut
usia.
5) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan
lansia.
b. Permasalahan khusus :
1) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,
mental maupun sosial
2) Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
3) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
4) Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
5) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistik.
6) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia.

9
2.2. Konsep Diabetes Militus
2.2.1. Definisi Diabetes Militus
Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi
insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah
(hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis
yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut /
relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000). Diabetes
mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang
dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary, 2009).

2.2.2. Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi
terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas
glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas
fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-
obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin
resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini masih
belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun
kemampuan insulin terutama pada post reseptor
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena
mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan
penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya
diabetes mellitus.

10
Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam
dua besar :
a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan
fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi
dengan baik).
b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum
alkohol, dan lain-lain.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab
terjadinya diabetes mellitus. Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan
keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk
mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air
kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak
diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal
tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.

2.2.3. Klarifikasi
a. Diabetes melitus tipe I
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui
proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
1) Mudah terjadi ketoasidosis
2) Pengobatan harus dengan insulin
3) Onset akut
4) Biasanya kurus
5) Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6) Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7) Didapatkan antibodi sel islet
8) 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga

11
b. Diabetes melitus tipe II :
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Karakteristik DM tipe II :
1) Sukar terjadi ketoasidosis
2) Pengobatan tidak harus dengan insulin
3) Onset lambat
4) Gemuk atau tidak gemuk
5) Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6) Tidak berhubungan dengan HLA
7) Tidak ada antibodi sel islet
8) 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9) ± 100% kembar identik terkena.

2.2.4. Patofisiologi penyakit diabetes akibat penuaan


Diabetes mellitus adalah “suatu gangguan metabolik yang melibatkan berbagai
sistem fisiologi, yang paling kritis adalah melibatkan metabolisme glukosa.” Fungsi
vaskular, renal, neurologis dan penglihatan pada orang yang mengalami diabetes dapat
terganggu dengan proses penyakit ini, walaupun perubahan-perubahan ini terjadi pada
jaringan yang tidak memerlukan insulin untuk berfungsi (Stanley, Mickey, 2006).
Beberapa kondisi dapat menjadi predisposisi bagi seseorang untuk mengalami
diabetes, walaupun terdapat dua tipe yang dominan. Diabetes mellitus tergantung
insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)), atau diabetes tipe I, terjadi bila
seseorang tidak mampu untuk memproduksi insulin endigen yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Tipe diabetes ini terutama dialami oleh orang yang lebih
muda. Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM)) atau diabetes tipe II, adalah bentuk yang paling sering pada
penyakit ini. Antara 85-90 % orang dengan diabetes memiliki tipe NIDDM, yang lebih
dekat dihubungkan dengan obesitas daripada dengan ketidakmampuan untuk
memproduksi insulin (Stanley, Mickey, 2006).

12
NIDDM, bentuk penyakit yang paling sering diantara lansia, adalah ancaman
serius terhadap kesehatan karena beberapa alasan. Pertama, komplikasi kronis yang
dialami dalam hubungannya dengan fungsi penglihatan, sirkulasi, neurologis, dan
perkemihan dapat lebih menambah beban pada sistem tubuh yang telah mengalami
penurunan akibat penuaan. Kedua, sindrom hiperglikemia hipeosmolar nonketotik,
suatu komplikasi diabetes yang dapat mengancam jiwa meliputi hiperglikemia,
peningkatan osmolalitas serum, dan dehidras, yang terjadi lebih sering di antara lansia
(Stanley, Mickey, 2006).

2.2.5. Pathway
DM Tipe 1 DM Tipe 2

Reaksi autoimun Idiopatik,usia,genetik, dll

Sel β pancreas
Jumlah sel pancreas
hancur
menurun

Defisiensi insulin

hiperglikemia Ketabolisme protein Liposis meningkat


meningkat

Pembatasan diit Penurunan BB


Fleksibilitas
darah merah Intake tidak
Resiko nutrisi kurang
adekuat
dari kebutuhan
Pelepasan O2
poliuria Kekurangan volume
cairan

Hipoksia perifer
Perfusi jaringan
perifer tidak
efektif
Nyeri akut

13
2.2.6. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia
umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang
ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,
akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi
polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu
pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan
saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi
yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena
katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka
pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
1) Katarak
2) Glaukoma
3) Retinopati
4) Gatal seluruh badan
5) Pruritus Vulvae
6) Infeksi bakteri kulit
7) Infeksi jamur di kulit
8) Dermatopati
9) Neuropati perifer
10) Neuropati viseral
11) Amiotropi
12) Ulkus Neurotropik
13) Penyakit ginjal
14) Penyakit pembuluh darah perifer
15) Penyakit koroner

14
16) Penyakit pembuluh darah otak
17) Hipertensi

2.2.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, yakni :
penatalaksanaan secara medis dan penatalaksanaan secara keperawatan.
Penatalaksanaan secara medis adalah sebagai berikut:
a. Obat Hipoglikemik oral
1) Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn obat
golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat
golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel
beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II dengan
berat badan yang berlebihan. Obat – obat yang beredar dari kelompok ini adalah:
 Glibenklamida (5mg/tablet).
 Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
 Glikasida (80 mg/tablet).
 Glikuidon (30 mg/tablet).
2) Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki ambilan
glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat tunggal pada
pasien dengan kelebihan berat badan.
3) Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan,
sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien
dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b. Insulin
1) Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human
Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang beredar adalah
Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe II yang

15
kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak berhasil dengan penggunaan
obat – obatan anti DM dengan dosis maksimal, atau mengalami kontraindikasi
dengan obat – obatan tersebut, bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar, dana
sidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat, wanita
hamil dengan gejala DM gestasional yang tidak dapat dikontrol dengan
pengendalian diet.
2) Jenis Insulin
a. Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink, dan
semilente.
b. Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon)
c. Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin)
d. Sedangkan untuk penatalaksanaan secara keperawatan adalah sebagai berikut:
 Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan.
Walaupun telah mendapat tentang penyuluhan perencanaan makanan,
lebih dari 50 % pasien tidak melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya
mempertahankan menu diet seimbang, dengan komposisi idealnya sekitar
68 % karbohidrat, 20 % lemak dan 12 % protein. Karena itu diet yang
tepat untuk mengendalikan dan mencegah agar berat badan tidak menjadi
berlebihan dengan cara : Kurangi kalori, kurangi lemak, konsumsi
karbohidrat komplek, hindari makanan yang manis, perbanyak konsumsi
serat.
 Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin
bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan,
memperkuat jantung, dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan
olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga
yang berat – berat.

16
2.2.8. Pemeriksaan Diagnostik
Glukosa darah sewaktu

a. Kadar glukosa darah puasa


b. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

2.2.9. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang
termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA),
dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam
komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati,
dislipidemia, dan hipertensi.

a. Komplikasi akut
1) Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat
pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk
sangat sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh
infeksi ( penyakit)
b. Komplikasi kronis:
1) Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina.
Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah
retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh
darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah
dan dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa

17
mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan
permanen.

2) Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang
nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-
Wilson. Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan
hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
3) Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic yang
paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
4) Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
5) Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi
bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin
dan ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit
makrovaskular.
6) Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan
sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki
mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler
dan makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis.
Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
7) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl,
yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik
oral. Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin
eksogen atau hipoglikemik oral.

18
2.3. Konsep Asuhan Keperawatan
2.3.1. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian.Dalam pengkajian perlu di
data biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa.Data-data tersebut harus
yang seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam tahap berikutnya. Misalnya meliputi
nama pasien (agar tidak salah pasien dalam pemberian terapi), umur (agar terapi yang
diberikan sesuai usia, misalnya: anak, dewasa, atau lansia), JK (menjaga privasi klien)
Alamat (agar mengetahui tempat tinggal pasien sebagai syarat administrasi) keluhan utama
(agar terapi yang diberikan dapat mengatasi masalah pasien )dan masih banyak lainnya
a. Keadaan Umum :
1) Tingkat kesadaran: komposmentis, apatis, delirium, somnolen, sopor, semi-
coma, coma.
2) Gcs : Eye(4) mampu membuka mata secara spontan , verbal (5) mampu
berkomunikasi secara baik, motorik (6) mampu menunjukan tempat yang sakit.
3) TTV : tanda-tanda vital yaitu tekanan darah kadang meningkat atau hipertensi,
frekuensi nadi, pengukuran suhu, dan status pernapasan.
4) Status Nutrisi : terjadi penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas.
5) Terjadi penurunan penglihatan dengan jarak tertentu
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola
mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan,
lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
2) Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti
Infart miokard
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

19
c. Pengkajian Pola Gordon
1) Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki
diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan
yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan
terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi
2) Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan
sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan
mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
penderita.Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai
terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai
bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-
hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga
klien mengalami kesulitan tidur.

20
6) Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan .
7) Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
8) Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu
dan menarik diri dari pergaulan.
9) Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya
peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten
pada pria.risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan
nefropati
10)Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif / adaptif.
11)Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.

21
d. Pemeriksaan Fisik (head to toe)
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara IPPA yaitu Inspeksi, Palpasi, Perkusi,
Auskultasi.
1) Kepala dan leher
Dilakukan dengan cara Inspeksi bentuk kepala, keadaan rambut, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh. Palpasi adakah
pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah
2) Sistem integumen
Dilakukan dengan cara Inspeksi turgor kulit menurun, adanya luka atau warna
kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah  sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, palpasi elastisitas kulit.
3) Sistem pernafasan
Dilakukan dengan cara Inspeksi adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri
dada. Auskultasi bunyi nafas abnormal. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
4) Sistem kardiovaskuler
Dilakukan dengan cara Inspeksi keadaan dada simetris, atau ada kebiruan
pada kulit, Palpasi apakah nyeri,atau teraba masa, auskultasi bunyi jantung
dan paru, perkusi batas paru dan jantung.
5) Sistem gastrointestinal
Dilakukan dengan cara Inspeksi, terdapat polifagi, polidipsi, , perubahan berat
badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas. Palpasi letak organ dalam
kuadran abdomen, auskultasi bising usus dan perkusi bunyi abdomen.
6) Sistem urinary
Dilakukan dengan cara Inspeksi poliuri, rasa panas atau sakit saat berkemih.
Palpasi resistensi urin.

22
7) Sistem muskuloskeletal
Dilakukan dengan cara Inspeksi penyebaran lemak, penyebaran masa otot,
perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan palpasiadanya nyeri, adanya
gangren di ekstrimitas.
8) Sistem neurologis
Dilakukan dengan cara Inspeksi terjadi penurunan sensoris, parasthesia,
anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
Palpasi refleks ekstermitas.
e. Pengkajian Psikogerontik
1) Pengkajian status fungsional
Pengukuran kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Penentuan kemandirian mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien
dan menciptakan pemilihan intervensi yang tepat.
a. Barthel Indeks
No Jenis aktivitas Nilai Penilaian
Bantuan Mandir
i
1 Makan/minum 10
2 Berpindah dari kursi roda ke
15
tempat tidur/sebaliknya
3 Kebersihan diri: cuci muka,
5
menyisir, dll
4 Keluar/masuk kamar mandi 10
5 Mandi 5
6 Berjalan (jalan datar) 15
7 Naik turun tangga 5
8 Berpakaian/bersepatu 10
9 Mengontrol defekasi 10
10 Mengontrol berkemih 10
Jumlah 95
Penilaian :
0-20 : ketergantungan
21-61 : ketergantungan berat/sangat tergantung
91-99 : ketergantungan berat
91-99 : ketergantungan ringan
100 : mandiri

23
b. Posisi keseimbangan (sullivan)
NO TES KOORDINASI NILAI KET
1 Berdiri dengan postur Normal
2 Berdiri dengan postur Normal dan menutup mata
3 Berdiri dengan posisi kedua kaki rapat
4 Berdiri dengan posisi satu kaki
5 Berdri fleksi turnk keposisi netral
6 Berdiri lateran dengan fleksii trunk
7 Berjalan dgn cara menemmpatkan tumit didepan
jari kaki yg lain
8 Berjalan di sepanjang garis lurus
9 Berjalan mengikuti tanda gambar pada lantai
10 Berjalan menyamping
11 Berjalan mundur
12 Berjalan mengikuti lingkaran
13 Berjalan dengan tumit
14 Berjalan dengan ujung jari kaki

Intepretasi: Nilai 1 tidak mampu melakukan aktivitas, 2, Mampu melakukan


aktivias dengan bantuan maximal, 3 Mampu melakukan aktivitas dengan
bantuan dan 4 Mampu melakukan aktivitas dengan lengkap.

2. Pemeriksaan status kognitif (SPMSQ)

No Pertanyaan Jawaban Nilai +/-


1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apakah sekarang?
3 Apa nama tempat ini?
4 Berapa nomer telepon anda?
Dimana alamat anda? ( jika tidak
memiliki nomer telepon)
5 Berapa umur anda sekarang?
6 Kapan anda lahir?
7 Siapa nama presiden Indonesia
sekarang?

24
8 Siapa nama presiden Indonesia
sebelumnya?
9 Siapa nama kecil ibu anda?
10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap
pengurangan 3 dari setiap angka
baru semua secara menurun
Total nilai kesalahan (-)
Kesimpulan :
Keterangan
0-2 : Fungsi intelektual utuh
3-4 : Fungsi intelektual ringan
5-6 : Kerusakan intelektual sedang
9-10 : Kerusakan intelektual berat

3. Pemeriksaan aspek kiginitif dan fungsi mental mini mental state exam
(MMSE)
Test Penilaian Skor Skor
maksimal minimal
Orientasi Tanyakan pada lansia tentang waktu :
- Jam
- Hari
- Tanggal
- Bulan
- Tahun
Tanyakan tentang tempat( dimana
kita sekarang)
- Nama tempat
- Kelurahan
- Kecamatan
- Kabupaten
- Provinsi
Registrasi Pemeriksaan membutuhkan 3 benda
meja kursi lemari

(tiap benda disebutkan dalam 1 detik


kemudian meminta pasien mengingat
dan mengulang kembali tiga objek
yang disebutkan pemeriksaan)

25
Perhatian Menghitung mundur mulai dari angka
dan 100 dikurangi 7, berhenti setelah
perhitungan jawaban ke lima
1. 100 - 7 = 93
2. 93 - 7 = 86
3. 86 – 7 = 79
4. 79 – 7 = 72
5. 72 – 7 = 65

Atau mengeja kata K A R T U dari


belakang U T R A K
Mengingat Pasien diminta kembali mengulang 3
kembali nama yang disebutkan dinomer
sebelumnya Meja Kursi Lemari
Bahasa Responden menyebutkan 3 benda
yang ditunjukkan oleh pemeriksa
Pengulangan Responden mengulang kata-kata yang
diucapkan pemeriksa : NAMUN
JIKA AKAN TETAPI
Pengertian Pemeriksa meminta pasien
verbal melakukan tiga perintah
1. Ambil kertas dengan tangan
kanan
2. Lipat kertas menajadi 2
bagian
3. Letakkan kertas dilantai
Perintah Pemeriksa menulis atu kata
tertulis “TUTUP MATA“

Minta responden melakukan perintah


tertulis pemeriksa
Menulis Pemeriksa meminta pasien menulis
kalimat satu kalimat yang bermakna
(subyek+predikat+obyek+keterangan)
Menggambar Pasien diminta menirukan gambar
konstruksi dibawah ini

Total skore
Kesimpulan :

26
Keterangan
24-30 : Kognitif normal
17-23 : Gangguan kognitif ringan
0-16 : Gangguan kognitif berat

4. Pemeriksaan inventaris depresi (BECK)


Skore Uraian
A. Kesedihan
3 Saya sangat sedih/tidak bahagia dimana saya tak
dapat menghadapinya
2 Saya galau/sedih sepanjang waktu dan saya tidak
dapat keluar darinya
1 Saya merasa sedih atau galau
0 Saya tidak merasa sedih
B. Pesimisme
3 Saya merasa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu
tidak dapat membaik
2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk
memandang ke depan
1 Saya merasa kecil hati mengenai masa depan
0 Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang
masa depan
C. Rasa kegagalan
3 Saya merasa benar-benar gagal sebagai orangtua
(suami/istri)
2 Bila melihat kehidupan kebelakang, semua yang
dapat saya lihat hanya kegagalan
1 Saya merasa telah gagal melebihi orang pada
umumnya
0 Saya tidak merasa gagal
D. Ketidakpuasan
3 Saya tidak puas dengan segalanya
2 Saya tidal lagu mendapatkan kepuasan dari apapun
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 Saya tidak merasa tidak puas
E. Rasa bersalah
3 Saya merasa seolah-olah sangat buruk atau tak
berharga
2 Saya merasa sangat bersalah

27
1 Saya merasa buruk/tak berharga sebagai bagian
dari waktu yang baik
0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah
F. Tidak menyukai diri
sendiri
3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri saya sendiri
G. Membahayakan diri
sendiri
3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya
mempunyai kesempatan
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan
bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai
membahayakan diri sendiri
H. Menarik diri dari sosial
3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada
orang lain dan tidak peduli pad mereka semuanya
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada
orang lain dan mempunyai sedikit perasaan pada
mereka
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada
sebelumnya
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain
I. Keragu-raguan
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam
membuat keputusan
1 Saya berusaha mengambil keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik
J. Perubahan gambar diri
3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak
menjijikan
2 Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan
yang permanen dalam penampilan saya dan ini
membuat saya tak menarik
1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tidak

28
menarik
0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk
dari pada sebelumnya
K. Kesulitan kerja
3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali
2 Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan
dengan keras untuk melakukan sesuatu
1 Saya memerlukan upaya tambahan untuk mulai
melakukan sesuatu
0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya
L. Keletihan
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya
0 Saya tidak merasa lebih lelah dari biasanya
M. Anoreksia
3 Saya tidak lagi mempunyai napsu makan sama
sekali
2 Napsu makan saya sangat memburuk sekarang
1 Napsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 Napsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya
Total skore : Kesimpulan :
Keterangan
0-4 : Tidak ada depresi
5-7 : Depresi ringan
8-15 : Depresi Sedang
> 16 : Depresi berat

5. Pemeriksaan APGAR keluarga dengan lansia

No Fungsi Uraian
1 Adaption Saya puas bahwa saya dapat kembali bersama teman-
teman/ keluarga saya untuk membantu pada waktu
sesuatu menyusahkan saya
2 Paetherenship Saya puas dengan cara teman-teman/keluarga saya
membicarakan dan mendukung keinginan saya
melakukan aktivitas
3 Growth Saya puas bahwa teman-teman/keluarga saya menerima
dan mendukung keinginan saya melakukan aktivitas

29
4 Affection Saya puas bahwa teman-teman/keluarga saya
mengekspresikan efek dan merespon terhadap emosi
saya seperti marah, sedih dan mencintai
5 Resolve Saya puas dengan cara teman-teman/keluarga saya dan
saya menyediahkan waktu bersama-sama
Total skore
Kesimpulan :
Keterangan
0 : Jika tidak pernah
1 : Jika kadang-kadang
2 : Jika selalu

Total skore :
<3 : Disfungsi keluarga sangat tinggi
4-6 : Disfungsi keluarga sedang
7-10 : Disfungsi keluarga sehat

2.3.2. Diagnosa Keperawatan


a. Aspek fisik atau biologis
1) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak mampu dalam memasukkan, memasukan, mencerna, mengabsorbsi
makanan karena factor biologi.
2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama,
terbangun lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi
yng ditandai dengan penuaan perubahan pola tidur dan cemas.
3) Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan keterbatasan neuromuskular
yang ditandai dengan waktu yang diperlukan ke toilet melebihi waktu untuk
menahan pengosongan bladder dan tidak mampu mengontrol pengosongan.
4) Gangguan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran atau kerusakan
memori sekunder.
5) Seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang ditandai
dengan perubahan dalam mencapai kepuasan seksual.
6) Kelemahan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal dan
neuromular.

30
7) Keletihan berhubungan dengan kondisi fisik kurang.
8) Risiko kerusakan integritas kulit.
9) Kerusakan memori berhubungan dengan gangguan neurologis. (NANDA, 2006)

b. Aspek psikososial
1) Koping tidak efektif berhubungan dengan percaya diri tidak adekuat dalam
kemampuan koping, dukungan social tidak adekuat yang dibentuk dari
karakteristik atau hubungan.
2) Isolasi social berhubungan dengan perubhaan penampilan fisik, peubahan
keadaan sejahtera, perubahan status mental.
3) Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran,
perubahan citra tubuh dan fungsi seksual.
4) Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, status kesehatan,
pola interaksi, fungsi peran, lingkungan, status ekonomi.
5) Resiko kesendirian (NANDA, 2006)

c. Aspek spiritual
Distress spiritual berhubungan dengan peubahan hidup, kematian atau sekarat diri
atau orang lain, cemas, mengasingkan diri, kesendirian atau pengasingan social,
kurang sosiokultural (NANDA, 2006).

2.3.3. Intervensi Keperawatan

No
Diagnosa keperawatan NOC NIC
.

Aspek fisik atau biologis

1. Ketidakseimbangan Status nutrisi Manajemen


nutrisi : kurang dari ketidakteraturan makan
Setelah dilakukan intervensi
kebutuhan tubuh (eating disorder
keperawatan selama 3x24
berhubungan dengan management)
jam pasien diharapkan
tidak mampu dalam
mampu: 1. Kolaborasi dengan

31
memasukkan, 1. Asupan nutrisi tidak anggota tim kesehatan
memasukan, mencerna, bermasalah untuk memuat
mengabsorbsi makanan 2. Asupan makanan dan perencanaan
karena factor biologi. cairan tidak perawatan jika sesuai.
bermasalah 2. Diskusikan dengan
3. Energy tdak tim dan pasien untuk
bermasalah membuat target berat
4. Berat badan ideal badann, jika berat
badan pasien tdak
sesuia dengan usia
dan bentuk tubuh.
3. Diskusikan dengan
ahli gizi untuk
menentukan asupan
kalori setiap hari
supaya mencapai dan
atau mempertahankan
berat badan sesuai
target.
4. Ajarkan dan kuatkan
konsep nutrisi yang
baik pada pasien
5. Kembangkan
hubungan suportif
dengna pasien.
6. Dorong pasien untuk
memonitor diri sendiri
terhadap asupan
makanan dan
kenaikan atau
pemeliharaan berat

32
badan.
7. Gunakan teknik
modifikasi tingkah
laku untuk
meningkatkan berat
badan dan untuk
menimimalkan berat
badan.
8. Berikan pujian atas
peningkatan berat
badan dan tingkah
laku yang mendukung
peningkatan berat
badan.
2. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan Peningkatan tidur
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24
1. Tetapkan pola
insomnia dalam waktu jam pasien diharapkan
kegiatan dan tidur
lama, terbangun lebih dapat memperbaiki pola
pasien.
awal atau terlambat tidurnya dengan kriteria :
2. Monitor pola tidur
bangun dan penurunan
1. Mengatur jumlah jam pasien dan jumlah
kemampuan fungsi yng
tidurnya jam tidurnya.
ditandai dengan penuaan
2. Tidur secara rutin 3. Jelaskan pentingnya
perubahan pola tidur dan
3. Miningkatkan pola tidur selama sakit dan
cemas.
tidur stress fisik.
4. Meningkatkan kualitas 4. Bantu pasien untuk
tidur menghilangkan situasi
5. Tidak ada gangguan stress sebelum jam
tidur tidurnya.
3. Inkontinensia urin Setelah dilakukan intervensi Perawatan inkontinensia
fungsional berhubungan keperawatan selama 3x24 urin
dengan keterbatasan jam diharapkan pasien

33
neuromuskular yang mampu : 1. Monitor eliminasi
ditandai dengan waktu urin.
1. Kontinensia urin
yang diperlukan ke toilet 2. Bantu klien
2. Merespon dengan
melebihi waktu untuk mengembangkan
cepat keinginan buang
menahan pengosongan sensasi keinginan
air kecil (BAK)
bladder dan tidak mampu BAK.
3. Mampu mencapai
mengontrol pengosongan. 3. Modifikasi baju dan
toilet dan
lingkungan untuk
mengeluarkan urin
memudahkan klien ke
secara tepat waktu
toilet.
4. Mengosongkan bladder
4. Instruksikan pasien
dengan lengkap
untuk mengonsumsi
5. Mampu memprediksi
air minum sebanyak
pengeluaran urin
1500 cc/hari.
4. Gangguan proses berpikir Setelah dilakukan intervensi Latihan daya ingat
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24
1. Diskusi dengan pasien
kemunduran atau jam pasien diharapkan
dan keluarga beberapa
kerusakan memori dapat meningkatkan daya
masalah ingatan.
sekunder. ingat dengan kriteria :
2. Rangsang ingatan
1. Mengingat dengan dengan mengulang
segera informasi yang pemikiran pasien
tepat kemarin dengan
2. Mengingat inormasi cepat.
yang baru saja 3. Mengenangkan
disampaikan tentang pengalaman
3. Mengingat informasi di masalalu dengan
yang sudah lalu pasien.

5. Seksual berhubungan Fungsi seksual Konseling seksual


dengan perubahan
1. Mengekspresikan 1. Bantu pasien untuk

34
struktur tubuh/fungsi kenyamanan mengekspresikan
yang ditandai dengan 2. Mengekspresikan perubahan fungsi
perubahan dalam kepercayaan diri tubuh termasuk organ
mencapai kepuasan seksual seiring
seksual. dengan bertambahnya
usia.
2. Diskusikan beberapa
pilihan agar dicapai
kenyamanan.
6. Kelemahan mobilitas Level mobilitas (mobility Latihan dengan terapi
fisik berhubungan dengan level) gerakan (exercise
kerusakan Setelah dilakukan intervensi therapy ambulation)
musculoskeletal dan keperawatan selama 2x24
1. Kosultasi kepada
neuromular. jam diharapkan pasien
pemberi terapi fisik
dapat :
mengenai rencana
1. Memposisikan gerakan yang sesuai
penampilan tubuh dengan kebutuhan.
2. Ambulasi : berjalan 2. Dorong untuk
3. Menggerakan otot bergerak secara bebas
4. Menyambung namun masih dalam
gerakan/mengkolabora batas yang aman.
sikan gerakan 3. Gunakan alat bantu
untuk bergerak, jika
tidak kuat untuk
berdiri (mudah
goyah/tidak kokoh).

7. Keletihan berhubungan Activity tolerance Energy management


dengan kondisi fisik
Setelah dilakukan intervensi 1. Monitor intake nutrisi
kurang.
keperawatan selama 2x24 untuk memastikan

35
jam diharapkan pasien sumber energi yang
dapat: adekuat.
2. Tentukan
1. Memonitor usaha
keterbatasan fisik
bernapas dalam respon
pasien.
aktivitas
3. Tentukan penyebab
2. Melaporkan aktivitas
kelelahan.
harian
4. Bantu pasien untuk
3. Memonitor ECG dalam
jadwal istirahat.
batas normal
4. Memonitor warna kulit
8. Risiko kerusakan Kontrol risiko (risk control) Penjagaan terhadap kulit
integritas kulit (skin surveillance)
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 2x24 1. Monitor area kulit
jam diharapkan pasien yang terlihat
dapat : kemerahan dan
adanya kerusakan.
1. Kontrol perubahan
2. Monitor kulit yang
status kesehatan
sering mendapat
2. Gunakan support
tekanan dan gesekan.
system pribadi untuk
3. Monitor warna kulit.
mengontrol risiko
4. Monitor suhu kulit.
3. Mengenal perubahan
5. Periksa pakaian, jika
status kesehatan
pakaian terlihat terlalu
4. Monitor factor risiko
ketat.
yang berasal dari
lingkungan
9. Kerusakan memori Orientasi kognitif Pelatihan memori
berhubungan dengan (memory training)
Setelah dilakukan intervensi
gangguan neurologis.
keperawatan selama 2x24 1. Stimulasi memory
jam diharapkan pasien dengan mengulangi
dapat : pembicaraan secara
36
1. Mengenal diri sendiri jelas di akhir
2. Mengenal orang atau pertemuan dengan
hal penting pasien.
3. Mengenal tempatnya 2. Mengenang
sekarang pengalaman masa lalu
4. Mengenal hari, bulan, dengan pasien.
dan tahun dengan 3. Menyediakan gambar
benar untuk mengenal
ingatannya kembali.
4. Monitor perilaku
pasien selama terapi.
Aspek psikososial

1. Koping tidak efektif Koping (coping) Koping enhancement


berhubungan dengan
Setelah dilakukan intervensi 1. Dorong aktifitas
percaya diri tidak adekuat
keperawatan selama 3x24 social dan komunitas
dalam kemampuan
jam pasien secara konsisten 2. Dorong pasien untuk
koping, dukungan social
diharapkan mampu : mengembangkan
tidak adekuat yang
hubungan.
dibentuk dari 1. Mengidentifikasi pola
3. Dorong berhubungan
karakteristik atau koping efektif
dengan seseorang
hubungan. 2. Mengedentifikasi pola
yang memiliki tujuan
koping yang tidak
dan ketertarikan yang
efektif
sama.
3. Melaporkan penurunan
4. Dukung pasein untuk
stress
menguunakan
4. Memverbalkan control
mekanisme
perasaan
pertahanan yang
5. Memodifikasi gaya
sesuai.
hidup yang dibutuhkan
5. Kenalkan pasien
6. Beradaptasi dengan
kepada seseorang
perubahan

37
perkembangan yang mempunyai latar
7. Menggunakan belakang pengalaman
dukungan social yang yang sama.
tersedia
8. Melaporkan
peningkatan
kenyamanan psikologis
2. Isolasi social Lingkungan keluarga : Keterlibatan keluarga
berhubungan dengan internal (family (family involvement)
perubhaan penampilan environment: interna)
1. Mengidentifikasikan
fisik, peubahan keadaan
Setelah dilakukan intervensi kemampuan anggota
sejahtera, perubahan
keperawatan selama 3x24 keluarga untuk
status mental.
jam pasien secara konsisten terlibat dalam
diharapkan mampu : perawatan pasien.
2. Menentukan sumber
1. Berpatisipasi dalam
fisik, psikososial dan
aktifitas bersama
pendidikan pemberi
2. Berpatisipasi dalam
pelayanan kesehatan
tradisi keluarga
yang utama.
3. Menerima kunjungan
3. Mengidentifkasi
dari teman dan anggota
deficit perawatan diri
keluarga besar
pasien.
4. Memberikan dukungan
4. Menentukan tinggat
satu sama lain
ketergantungan pasien
5. Mengekspresikan
terhadap keluarganya
perasaan dan masalah
yang sesuai dengan
kepada yang lain.
umur atau
6. Mendorong anggota
penyakitnya.
keluarga untuk tidak
ketergantungan
7. Berpatisipasi dalam

38
rekreasi dan acara
aktifitas komunitas
8. Memecahkan masalah
3. Gangguan harga diri Setelah dilakukan tindakan Peningkatan harga diri
berhubungan dengan intervensi keperawatan
1. Kuatkan rasa percaya
ketergantungan, selama 2x24 jam pasien
diri terhadap
perubahan peran, diharapkan akan bisa
kemampuan pasien
perubahan citra tubuh dan memperbaiki konsep diri
mengndalikan situasi.
fungsi seksual. dengan criteria :
2. Menguatkan tenaga
1. Mengidentifikasi pola pribadi dalam
koping terdahulu yang mengenal dirinya.
efektif dan pada saat 3. Bantu pasien untuk
ini tidak mungkin lagi memeriksa kembali
digunakan akibat persepsi negative
penyakit dan tentang dirinya.
penanganan
(pemakaian alkohol
dan obat-obatan;
penggunaan tenaga
yang berlebihan)
2. Pasien dan keluarga
mengidentifikasi dan
mengungkapkan
perasaan dan reaksinya
terhadap penyakit dan
perubahan hidup yang
diperlukan
3. Mencari konseling
profesional, jika perlu,
untuk menghadapi
perubahan akibat

39
penyakitnya
4. Melaporkan kepuasan
dengan metode
ekspresi seksual
4. Cemas berhubungan Anxiety control Anxiety reduction
dengan perubahan dalam
Setelah dilakukan intervensi 1. Bantu pasien untuk
status peran, status
keperawatan selama 2x24 menidentifikasi
kesehatan, pola interaksi,
jam diharapkan pasien situasi percepatan
fungsi peran, lingkungan,
dapat: cemas.
status ekonomi.
2. Dampingi pasien
1. Memonitor intensitas
untuk
cemas
mempromosikan
2. Melaporkan tidur yang
kenyamanan dan
adekuat
mengurangi
3. Mengontrol respon
ketakutan.
cemas
3. Identifikasi ketika
4. Merencanakan strategi
perubahan level
koping dalam situasi
cemas.
stress
4. Instuksikan pasien
dalam teknik
relaksasi.
5. Resiko kesendirian Family Coping Family support

Setelah dilakukan intervensi 1. Bantu pekembangan


keperawatan selama 2x24 harapan yang realistis.
jam diharapkan pasien 2. Identifikasi alami
dapat: dukungan spiritual
bagi keluarga.
1. Mendemontrasikan
3. Berikan kepercayaan
fleksibelitas peran
dalam hubungan
2. Mengatur masalah
dengan keluarga.
3. Menggunakan strategi

40
pengurangan stress 4. Dengarkan untuk
4. Menghadapi masalah berhubungan dengan
keluarga, perasan dan
pertanyaan.
6. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan intervensi Peningkatan citra tubuh
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24
1. Bantu pasien untuk
perubahan dan jam pasien diharapkan
mendiskusikan
ketergantungan fisik meningkatkan citra
perubahan karena
(ketidakseimbangan tubuhnya dengan criteria :
penyakit atau
mobilitas) serta
1. Merasa puas dengan pembedahan.
psikologis yang
penampilan tubuhnya 2. Memutuskan apakah
disebabkan penyakit atau
2. Merasa puas dengan perubahan fisik yang
terapi.
fungsi anggota baru saja diterima
badannya dapat masuk dalam
3. Mendiskripsikan citra tubuh pasien.
bagian tubuh tambahan 3. Memudahkan
hubungan dengan
individu lain yang
mempunyai penyakit
yang sama.
Aspek spiritual

1. Distress spiritual Pengharapan (hope) Penanaman harapan


berhubungan dengan (hope instillation)
Setelah dilakukan intervensi
peubahan hidup,
keperawatan selama 3x24 1. Mengkaji pasian atau
kematian atau sekarat diri
jam pasien secara luas keluarga untuk
atau orang lain, cemas,
diharapkan mampu : mengidentifikasi area
mengasingkan diri,
pengharapan dalam
kesendirian atau 1. Mengekspresikan
hidup.
pengasingan social, orientasi masa depan
2. Melibatkan pasien
kurang sosiokultural. yang positif
secara aktif dalam

41
2. Mengekspresikan arti perawatan diri.
kehidupan 3. Mengajarkan keluarga
3. Mengekspresikan rasa tentang aspek positif
optimis pengharapan.
4. Mengekspresikan
perasaan untuk
mengontrol diri sendiri
5. Mengekspresikan
kepercayaan
6. Mengekspresikan rasa
percaya pada diri
sendiri dan orang lain

2.3.4. Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan aktivitas pasien,
keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk mengawasi dan mencatat respon
pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Nettina, 2002).
Jadi, implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat yang
berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk
membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan kriteria
hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat respon pasien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

2.3.5. Evaluasi Keperawatan


Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian peoses
menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009)
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah.
(Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui seberapa jauh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan telah tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

42
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Dinkes Kota Semarang. 2010. Profil Kesehatan Kota Semarang. Semarang : Dinkes Kota
Semarang.

Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Erlangga : Jakarta.

NANDA, 2005/2006, Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, Alih Bahasa Budi Santosa, Prima
Medika, NANDA.

Stanley, Mickey dan Patricia Gauntlett Beare. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Edisi
2., Jakarta: EGC.

Tandra. (2007). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

WHO., 2008. Integrated Chronic Disease Prevention and Control. www.who.int.

43

Anda mungkin juga menyukai