Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS

KEPANITERAAN KLINIK

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Faktor – Faktor Perilaku yang Berhubungan dengan Diagnosis Leptospirosis

di Wilayah Kerja Puskesmas I Kemranjen

Disusun oleh :

Muhammad ‘Uzair Rifa’i G4A021046

Raditya Irfan Pradhana G4A021049

Pembimbing Fakultas :

dr. Joko Mulyanto, M. Sc. Ph. D

Pembimbing Puskesmas :

dr. Dri Kusrini

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

JURUSAN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

2022
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Leptospirosis pada manusia pertama kali diidentifikasi di Indonesia

pada tahun 1892 oleh Van der Scheer, tetapi baru diisolasi pada tahun

1922 oleh Vervoort. Leptospirosis masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat sejak pertama kali ditemukan hingga saat ini karena tidak

dapat dikendalikan. Menurut catatan Kementerian Kesehatan, kejadian

leptospirosis dilaporkan terjadi di tujuh provinsi antara tahun 2014 hingga

2016, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa

Timur, Banten, dan Kalimantan Selatan (Pusat Data dan Informasi

Kementerian Kesehatan RI. Data dan Informasi Profil Kesehatan

Indonesia 2016. Jakarta; 2017).

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh

spirochetes dari genus Leptospira. Ada 20 spesies Leptospira, terdiri dari

lebih dari 200 serotipe, hadir dalam berbagai inang, termasuk tikus, hewan

pengerat lainnya, ternak, dan hewan peliharaan. Beberapa serotipe ini

diketahui bersifat patogen pada manusia. Penularannya melalui kontak

langsung dengan hewan atau tidak langsung melalui lingkungan yang

terkontaminasi urin hewan. Infeksi dapat terjadi melalui konsumsi

makanan atau air yang terkontaminasi, permukaan mukosa, atau kontak

kulit, terutama jika ada luka pada kulit. Faktor risiko penyakit ini antara

lain pajanan pekerjaan (penggunaan APD), aktivitas rekreasi (berenang),

faktor budaya (mandi di sungai, memelihara hewan) dan kondisi sosial

ekonomi (PHBS, kemiskinan).

2
Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis menular yang dapat

menimbulkan wabah jika tidak dilakukan upaya pencegahan sedini

mungkin. Kasus leptospirosis di Puskesmas 1 Kemranjen menunjukkan

adanya tren peningkatan kasus, terhitung dari Januari – Juni 2022 terdapat

empat kasus yang sudah positif terdiagnosis leptospirosis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, didapatkan

rumusan masalah yaitu apakah terdapat hubungan antara penggunaan

APD, dan PHBS terhadap kejadian leptospirosis pada masyarakat wilayah

kerja Puskesmas 1 Kemranjen.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor perilaku yang herbuhungan dengan kejadian

leptospirosis di wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen

2. Tujuan Khusus

Mencari alternatif solusi pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas

1 Kemranjen

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Menambah ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan dan menjadi

dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait angka kejadia

leptospirosis

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat Bagi Masyarakat

3
Meningkatkan pengetahuan terkait penyebaran dan cara mencegah

penyebaran leptospirosis

b. Manfaat Bagi Puskesmas

Membantu puskesmas dalam menentukan kebijakan yang akan

dilakukan dengan tujuan meminimalisir penyebaran leptospira

c. Manfaat Bagi Mahasiswa

Menjadi ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan sebagai dasar

untuk penelitian

4
II. ANALISIS SITUASI

A. Gambaran Umum Wilayah Puskesmas

1. Keadaan Geografi

Puskesmas Kemranjen I merupakan salah satu bagian dari wilayah

Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas Propinsi Jawa Tengah,

dengan luas wilayah total ± 3.571,283 Ha. Wilayah kerja Puskesmas

Kemranjen I terdiri dari 8 desa binaan:

1. Desa Sibalung : + 452,223 Ha ( 6.488 jiwa )

2. Desa Kecila : + 417,517 Ha ( 6.845 jiwa )

3. Desa Kedungpring : + 272,672 Ha ( 3.532 jiwa )

4. Desa Sibrama : + 278,421 Ha ( 3.161 jiwa )

5. Desa Karangjati : + 172,324 Ha ( 2.002 jiwa )

6. Desa Petarangan : + 603,601 Ha ( 6.035 jiwa )

7. Desa Karanggintung : + 480,725 Ha ( 3.985 jiwa )

8. Desa Karangsalam : + 893,800 Ha ( 6.075 jiwa )

BatasWilayah Kerja Puskesmas Kemranjen Imeliputi :

 Utara : Kec. Somagede Kab. Banyumas.

 Selatan : Kec. Nusawunggu Kab. Cilacap

 Barat : Kec. Kebasen Kab. Banyumas

 Timur : Kec. Sumpiuh Kab. Banyumas

5
Gambar 1 :

Peta wilayah kerja Puskesmas Kemranjen I

6
Desa binaan dalam wilayah kerja Puskesmas Kemranjen I memiliki

luas total sebesar +3.571,283 Ha. Desa terluas di wilayah kerja Puskesmas

Kemranjen I adalah Desa Karangsalam, sedangkan desa terkecil adalah

Desa Karangjati. Desa yang memiliki kepadatan penduduk terbanyak

adalah Desa Kecila sebesar 1.358,75 per km 2.

Topografi wilayah kerja Puskesmas Kemranjen I sekitar 40 %

merupakan daerah dataran tinggi/pegunungan.

Transportasi dan komunikasi :

1. Jarak Puskesmas ke kabupaten : 100 % Aspal ± 32 Km.

2. Jarak Puskesmas ke desa : 0.5 km s.d. 7 km

3. Jarak Puskesmas ke desa (8 desa) : dapat dijangkau kendaraan roda

dua/mobil

4. Komunikasi berita : Kantor Pos, Telephone, Radio,

Telepon Genggam / selular,

Televisi dan Surat Kabar.

B. KEADAAN DEMOGRAFI KECAMATAN KEMRANJEN

1. Jumlah Penduduk

Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

Kabupaten Banyumas, jumlah penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas

7
1 Kemranjen sebanyak 38.123 jiwa, terdiri dari 19.161 jiwa laki-laki

(50,26%) dan 18.962 jiwa perempuan (49,74%). Jumlah penduduk

terbesar adalah Desa Kecila sebanyak 6.845 jiwa dan desa yang terendah

adalah Desa Karangjati sebanyak 2.002 jiwa.

2. Jumlah penduduk menurut golongan umur

Jumlah penduduk menurut golongan umur di wilayah kerja

Puskesmas Kemranjen I Kabupaten Banyumas tahun 2021 dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 1 :

Jumlah Penduduk menurut Golongan Umur

Di Wilayah Kerja Puskesmas1 Kemranjen tahun 2021

KELOMPOK JUMLAH PENDUDUK

NO UMUR LAKI-
PEREMPUAN L+P PROSENTASE
(TAHUN) LAKI

1 2 3 4 5 6

1 0-4 1.235 1.257 2.652 98,2

2 5-9 1.672 1.555 2.233 107,5

3 10 - 14 1.365 1.283 2.647 106,4

4 15 - 19 1.445 1.391 2.836 103,9

5 20 - 24 1.411 1.224 2.635 115,3

KELOMPOK JUMLAH PENDUDUK

NO UMUR LAKI-
PEREMPUAN L+P PROSENTASE
(TAHUN) LAKI

8
1 2 3 4 5 6

6 25 - 29 1.424 1.490 2.914 95,6

7 30 - 34 1.337 1.282 2.619 104,3

8 35 - 39 1.454 1.416 2.870 102,7

9 40 - 44 1.375 1.374 2.749 100,1

10 45 - 49 1.278 1.327 2.605 96,3

11 50 - 54 1.241 1.326 2.567 93,6

12 55 - 59 1.109 1.205 2.314 92,0

13 60 - 64 902 887 1.829 101,7

14 65 - 69 755 717 1.492 105,3

15 70 - 74 409 407 996 100,5

16 75+ 749 821 1.570 91,2

JUMLAH 19.161 18.962 38.123 101,0

Sumber: - Kantor Statistik Kabupaten/Kota tahun 2021

- Bidan Desa ( 8 desa wilayah Puskesmas 1 Kemranjen)

Tabel diatas menunjukan bahwa penduduk berjenis kelamin laki-

laki lebih tinggi, sebesar 19.161 jiwa atau 50,26%.

Gambar 2

Jumlah Penduduk menurut Golongan Umur

Di Wilayah Kerja Puskesmas1 Kemranjen tahun 2021

9
5 10
s/d s/d 15 - 20 - 25 - 30 - 35 - 40 - 45 - 50 - 55 - 60 - 65 - 70 -
0 - 4 9 14 19 24 29 34 39 44 49 54 59 64 69 74 75+
1,800 140
1,600 120 Laki-laki
1,400
100
1,200
1,000 80 Permpuan
800 60
600
40 Prosentase
400
200 20
0 0
0 - 4 5 10 15 - 20 - 25 - 30 - 35 - 40 - 45 - 50 - 55 - 60 - 65 - 70 - 75+
s/d s/d 19 24 29 34 39 44 49 54 59 64 69 74
9 14

3. Kepadatan Penduduk.

Penduduk di wilayah kerja Puskemas 1 Kemranjen untuk tahun

2021 belum menyebar dan merata. Pada umumnya penduduk banyak

menumpuk di daerah perkotaan dan didataran rendah. Rata-rata kepadatan

penduduk di Kecamatan Kemranjen sebesar 10,8 jiwa setiap kilometer

persegi. Desa terpadat adalah Desa Sibalung dengan tingkat kepadatan

sebesar 16,1 setiap kilometer persegi, sedangkan kepadatan terendah pada

Desa Karangsalam sebesar 623 setiap kilometer persegi dikarenakan desa

terluas serta daerahnya pegunungan.

C. KEADAAN SOSIAL EKONOMI

1. Tingkat Pendidikan.

Dari data Kemranjen dalam Angka tahun 2021 menunjukan jumlah

penduduk laki-laki dan perempuan usia 15 tahun keatas yang melek huruf

sebesar 22.366 (47,8%), tidak memiliki ijazah SD sebesar 4.719 (15,7%),

tamat SD/MI sebesar 5.832 (19,4%), tamat SLTP / MTs sederajat sebesar

10
7.073 (26,6%), tamat SMU/ MA/SMK sebesar 6.293 (21,0%), tamat

sekolah menengah kejuruan 2.838 (9,5 %), tamat diploma I/ diploma II

528 (1,8 %), tamat Akademi/ Diploma sebesar 275 (0,9%), tamat S1/

Diploma IV 604 (2,0 %) dan tamat S2/S3 (Master/Doktor) 158(0,5%).

Gambar 3

Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan Usia 15 tahun ke atas

Menurut Pendidikan tertinggi yang ditamatkan Tahun 2021

PENDUDUK BERUMUR >15


Laki-laki TAHUN
PENDUDUK >15 YANG
MELEK HURUF
TIDAK MEMILIKI IJAZAH SD
3,207289 137 296 84 SD/MI
15,039
1,512
3,548 SMP/ MTs
2,834 SMA/ MA
2,372 SEKOLAH MENENGAH KE-
JURUAN
11,340 DIPLOMA I/DIPLOMA II
AKADEMI/DIPLOMA III
S1/DIPLOMA IV

PENDUDUK BERUMUR >15


1,326 138 308 Perempuan TAHUN
PENDUDUK >15 YANG MELEK
3,086 HURUF
TIDAK MEMILIKI IJAZAH SD
3,525 SD/MI
14,957
SMP/ MTs
SMA/ MA
2,998
SEKOLAH MENENGAH KE-
JURUAN
2,347 DIPLOMA I/DIPLOMA II
AKADEMI/DIPLOMA III
S1/DIPLOMA IV

11,026

11
Dilihat dari gambar 3 diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan

di Kecamatan Kemranjen tergolong masih rendah dimana 30.42% (9.593

jiwa) dari jenjang pendidikan formal yang ditempuh. Rendahnya tingkat

pendidikan disebabkan karena sosial ekonomi masyarakat yang rendah.

2. Mata Pencaharian Penduduk

Dari data Kecamatan Kemranjen dalam Angka tahun 2021 mata

pencaharian penduduk di wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen terdiri dari :

a. Petani : 31,54 %

b. Buruh Tani : 23,96 %

c. Nelayan : 0,04 %

d. Pengusaha : 1,66 %

e. Buruh Industri : 3,39 %

f. Buruh Bangunan : 4,67 %

g. Pedagang : 6,63 %

h. PNS / TNI / POLRI : 2,76 %

i. Jasa Angkutan : 1,16 %

j. Pensiunan : 1,26 %

k. Lain – lain : 22,84 %

Mata pencaharian penduduk masih didominasi oleh kaum petani dan

kaum buruh tani yaitu sebesar 55,5% atau setengah dari mata pencaharian

yang ada.

3.Sarana Kesehatan

12
Berdasarkan lampiran buku profil kesehatan Puskesmas 1

Kemranjen tahun

2021, jumlah sarana pelayanan kesehatan yang ada di Kecamatan Kebasen

pada tahun 2021 terdiri dari :

a. Puskesmas : 1

b. Puskesmas Pembantu : 1

c. Poli/BP Swasta : 0

d. Polindes : 0

e. PKD : 0

f. Apotik : 2

g. Rumah Sakit : 0

h. Posyandu : 55

1) Posyandu Pratama : 0

2) Posyandu Madya : 18

3) Posyandu Purnama : 36

4) Posyandu Mandiri : 1

4.Tenaga Kesehatan

a. Tenaga Dokter

13
Puskesmas Kebasen memiliki 4 orang dokter umum. Rasio

tenaga

medis puskesmas terhadap penduduk sebesar 10,5 per 100.000

penduduk.

b. Tenaga Dokter Gigi

Puskesmas 1 Kemranjen memiliki 1 orang dokter gigi.

c. Tenaga Perawat

Pada tahun 2021 jumlah perawat di Puskesmas1 Kemranjen sebanyak

15 orang perawat umum.

d. Tenaga Bidan

Jumlah tenaga bidan di Puskesmas 1 Kemranjen sebanyak 17

orang.

b. Tenaga Kesehatan Masyarakat

Puskesmas Kebasen memiliki 3 orang tenaga Sarjana

Kesehatan

Masyarakat (S.KM).

c. Tenaga Kesehatan Lingkungan

Tahun 2021 jumlah tenaga sanitarian di Puskesmas

Kebasen

sebanyak 2 orang.

14
d. Tenaga Ahli Laboratorium Medik

Tenaga teknisi medis di Puskesmas 1 Kemranjen sebanyak

1 orang

analis laboratorium.

e. Tenaga Gizi

Jumlah tenaga gizi di Puskesmas1 Kemranjen sebanyak 2

orang

nutrisionis. Hal ini sesuai dengan standar Puskesmas Rawat Inap

dengan

pelayanan gizi klinik dan gizi masyarakat.

f. Tenaga Kefarmasian

Tenaga farmasi di Puskesmas 1 Kemranjen terdiri dari 2 orang.

D. Situasi Derajat Kesehatan

A. Angka Kematian (Mortalitas)

1. Angka Kematian Neonatal

Angka Kematian Neonatal (AKN) merupakan jumlah kematian

bayi umur kurang dari 28 hari (0-28 hari) per 1.000 kelahiran hidup dalam

kurun waktu satu tahun.

Tahun 2021 terdapat 3 kasus kematian neonatal, hal ini

menggambarkan tingkat pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk

15
antenatal care, pertolongan persalinan, dan postnatal ibu hamil di

Puskesmas1 Kemranjen masih perlu ditingkatkan lagi.

2. Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 Kelahiran Hidup

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah kematian bayi (0-

12 bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB

menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang

berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan

antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB,

serta kondisi lingkungan dan sosial ekonomi. Apabila AKB di suatu

wilayah tinggi, berarti status kesehatan di wilayah tersebut rendah.

Adapun Jumlah Kematian Bayi sebanyak 3 kasus dari 527

kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi di wilayah Puskesmas 1

Kemranjen tahun 2021 sebesar 5,69 / 1000 / KH , penyebab kematian

karena asfiksia dan BBLR.

3. Angka Kematian Balita (AKABA) per 1.000 Kelahiran Hidup

Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan suatru jumlah

kematian usia 0–59 bulan per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu

satu tahun. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan

balita, tingkat pelayanan KIA / Posyandu, tingkat keberhasilan program

KIA / Posyandu dan kondisi sanitasi lingkungan. Tahun 2021 tidak

terdapat kasus kematian anak balita di Puskesmas 1 Kemranjen .

4. Angka Kematian Ibu (AKI) per 100.000 Kelahiran Hidup

16
Angka Kematian Ibu (AKI) mencerminkan risiko yang dihadapi

ibu-ibu selama kehamilan sampai dengan paska persalinan yang

dipengaruhi oleh status gizi ibu, keadaan sosial ekonomi, keadaan

kesehatan yang kurang baik menjelang kehamilan, kejadian berbagai

komplikasi pada kehamilan dan kelahiran, tersedianya dan penggunaan

fasilitas pelayanan kesehatan terrnasuk pelayanan prenatal dan obstetri.

Tingginya angka kematian ibu menunjukkan keadaan sosial ekonomi yang

rendah dan fasilitas pelayanan kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan

obstetri yang rendah pula.

Kematian ibu biasanya terjadi karena tidak mempunyai akses ke

pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, terutama pelayanan

kegawatdaruratan tepat waktu yang dilatar belakangi oleh terlambat

mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai

fasilitas kesehatan, serta terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas

kesehatan. Selain itu penyebab kematian maternal juga tidak terlepas dari

kondisi ibu itu sendiri dan merupakan salah satu dari kriteria 4 “terlalu”,

yaitu terlalu tua pada saat melahirkan (>35 tahun), terlalu muda pada saat

melahirkan (<20 tahun), terlalu banyak anak (>4 anak), terlalu rapat jarak

kelahiran/paritas (<2 tahun). Pada tahun 2021 tidak ada kasus kematian

ibu di Puskesmas 1 Kemranjen .

B. ANGKA KESAKITAN

1. Malaria

17
Pada tahun 2021 tidak ditemukan kasus malaria. Hal ini karena

didukung partisipasi penuh oleh petugas dan masyarakat, dengan mengaktifkan

survailen migrasi di masing-masing desa.

2. TB Paru

Jumlah kasus penderita BTA Positif tahun 2021 sebanyak 25 kasus dan

telah ditangani. Angka kematian 3 kasus. Dengan demikian penemuan kasus

masih perlu ditingkatkan antara lain dengan meningkatkan sosialisasi dan

penyebaran informasi tentang penyakit TB Paru kepada masyarakat, disamping

adanya partisipasi aktif dari tokoh masyarakat dalam hal penemuan TB Paru di

Puskesmas 1 Kemranjen.

3. HIV/AIDS

Jumlah kasus penderita HIV/AIDS tahun 2021 sebanyak 5 kasus dan

telah ditangani. Angka kematian 0 kasus. Untuk meningkatkan penemuan

kasus, perlu meningkatkan sosialisasi tentang HIV/AIDS kepada masyarakat.

4. Acute Flaccid Paralysis (AFP)

Tahun 2021 kasus AFP tidak ditemukan.

5. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Tahun 2021 kasus DBD tidak ditemukan.

6. Persentase Balita dengan Pneumonia Ditangani

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli).

Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia juga

dapat terjadi akibat kecelakaan karena menghirup cairan atau bahan kimia.

Populasi yang rentan terserang Pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2

18
tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah

kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi). Sasaran pneumonia adalah

jumlah balita ( L+P ) = 2.124 X 10% = 212, Penemuan dan penanganan

penderita pneumonia pada balita tahun 2021 sebanyak 6 kasus dan ditangani

sebanyak 6 kasus (100%), dengan persentase 6 : 212 X 100 = 2,83%. Target

Standar Pelayanan Minimal (SPM) tahun 2021 (100%).

7. Kasus Diare ditemukan dan ditangani

Target kasus diare di Puskesmas 1 Kemranjen tahun 2021 sebesar

1.029. Penemuan diare Januari sampai Desember 232, jadi 232 : 1.029 X 100

% = 22,55 %. Hal ini menunjukkan penemuan dan pelaporan masih perlu

ditingkatkan. Disamping itu, perlu memasukkan laporan kasus diare dari

semua fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang ada di wilayah

kerja Puskesmas. Untuk kasus berdasarkan gender antara laki-laki dan

perempuan lebih banyak perempuan, hal ini disebabkan bahwa perempuan

lebih banyak berhubungan dengan faktor risiko diare, yang penularannya

melalui vekal oral, terutama berhubungan dengan sarana air bersih, cara

penyajian makanan dan PHBS.

8. Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) per 100.000 Penduduk

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh

virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk aedes aegypty. Penyakit ini

sebagian besar menyerang anak berumur <15 tahun, namun dapat juga

menyerang orang dewasa. Di tahun 2021 tidak ditemukan kasus demam

berdarah dengue di Puskesmas 1 Kemranjen.

19
C. PELAYANAN KESEHATAN DASAR

1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Pelayanan kesehatan ibu hamil diwujudkan melalui pemberian pelayanan

antenatal sekurang-kurangnya 4 kali selama masa kehamilan dengan distribusi

waktu minimal 1 kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu),

minimal 1 kali pada trimester kedua (usia kehamilan 12-24 minggu) dan minimal

2 kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24 minggu – lahir). Standar waktu

pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap ibu hamil

dan atau janin, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan dini

komplikasi kebidanan.Pengertian Pelayanan Antenatal adalah pelayanan

kesehatan oleh tenaga kesehatan ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan

sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar

Pelayanan Kebidanan.Pelayanan antenatal terpadu adalah pelayanan antenatal

komprehensif dan berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil. Setiap

kehamilan dalam perkembangannya mempunyai risiko mengalami penyulit dan

komplikasi oleh karena itu pelayanan antenatal harus dilakukan secara rutin,

terpadu dan sesuai standar pelayanan antenatal yang berkualitas. Pelayanan

antenatal diupayakan agar memenuhi standar kualitas, yaitu;

a. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan;

b. Pengukuran tekanan darah;

c. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA);

d. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri);

20
e. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus

toxoid sesuai status imunisasi;

f. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan;

g. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ);

h. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan

konseling, termasuk Keluarga Berencana);

i. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah

(Hb), pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila

belum pernah dilakukan sebelumnya);

j. Tata laksana kasus

Capaian pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dinilai dengan

menggunakan indikator cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah jumlah

ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal pertama kali oleh

tenaga kesehatan, dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah

kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator ini digunakan untuk

mengetahui jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program

dalam menggerakkan masyarakat.

Jumlah Ibu Hamil / K1 di wilayah kerja Puskesmas Kemranjen I

pada tahun 2021 sebanyak 553 ibu hamil, adapun ibu hamil yang

mendapat pelayanan K-4 adalah sebesar 547 atau 98,91% ibu hamil.

Dibandingkan tahun 2020 ibu hamil sebanyak 542 dan yang mendapatkan

pelayanan K-4 sejumlah 505.

21
Jumlah ibu hamil dengan komplikasi yang ditangani sebanyak 137

dan mendapatkan pelayanan 137 jadi hasil pencapaian 100 %.

Upaya – upaya telah dilakukan oleh Puskemas 1 Kemranjen yang

dibantu bidan-bidan didesa, dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya

pemeriksaan kesehatan pada waktu hamil sudah bagus. Standart Pelayanan

Minimal untuk cakupan kunjungan K – 4 sebesar 100 % dari pencapaian

riil, sedang untuk estimasi masih 98,91%.

2. Persalinan oleh Tenaga Kesehatan (Nakes)

Jumlah sasaran ibu yang bersalin tahun 2021 sebanyak 547 orang.

Jumlah Ibu nifas tahun 2021 sebanyak 547 orang dan Jumlah yang

ditolong nakes 547 atau sebesar 100%.

Standart Pelayanan Minimal untuk pertolongan persalinan oleh

nakes tahun 2021 sebesar 100 % dari data riil.

3. Bayi dan Bayi BBLR

Jumlah bayi lahir hidup tahun 2021 sebanyak 527 bayi dan yang

memiliki Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 36 bayi atau

sebesar 6,8% dari bayi yang lahir. Bayi BBLR yang ditangani sebanyak 36

atau 100 % ditangani. Penanganan kasus BBLR berdasarkan standart

Dinas Kesehatan Kabupaten sudah memenuhi target yang diharapkan.

Target program kasus BBLR adalah 3 %. Dengan demikian kasus

BBLR di Puskesmas 1 Kemranjen lebih tinggi dari target yang ditetapkan.

Tingginya kasus BBLR disebabkan oleh tingginya kasus anemia pada ibu

hamil, KEK dan banyaknya kasus kehamilan diusia kurang dari 20 tahun.

4. Pelayanan Keluarga Berencana

22
Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) tahun 2021 berdasarkan

sumber dari Koordinator Penyuluh KB Kecamatan Kemranjen, didapatkan

jumlah PUS di wilayah kerja Puskesmas Kemranjen I sebesar 5.590.

Jumlah PUS tertinggi di Desa Kecila sebesar 1.005 PUS atau sebesar

17.97 % dari jumlah PUS yang ada. Dari jumlah PUS tersebut, peserta

aktif KB sejumlah 4.217 atau 75,4%.

5. Pelayanan Imunisasi

Jumlah desa dalam wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen

sebanyak 8 desa. Desa Universal Child Immunization (UCI) sebanyak 8

atau memenuhi Standart Pelayanan Minimal (SPM) sebesar 100 %.

Dengan demikian Puskesmas 1 Kemranjen pada tahun 2021 telah

memenuhi target SPM tersebut.

6. Cakupan Pelayanan Nifas

Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai

standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari paska persalinan oleh tenaga

kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan

pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan

nifas minimal 3 kali dengan ketentuan waktu;

a. Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 3 hari

setelah persalinan.

b. Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan (8-

14 hari)

c. Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu 6 minggu setelah persalinan (36-

2 hari)

23
Target cakupan ibu nifas yang mendapat pelayanan kesehatan nifas

tahun 2021 adalah 100%. Standart Pelayanan Minimal telah memenuhi

sebesar 100%.

7. Cakupan Pelayanan Anak Balita

Anak balita adalah anak berumur 12–59 bulan. Setiap anak umur

12–59 bulan memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan setiap

bulan, minimal 8x dalam setahun yang tercatat di Kohort Anak Balita dan

Prasekolah, Buku KIA/KMS atau buku pencatatan dan pelaporan lainnya.

Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan, tinggi/panjang

badan (BB/TB). Ditingkat masyarakat pemantauan pertumbuhan adalah

pengukuran berat badan per umur (BB/U) setiap bulan di Posyandu,

Taman Bermain, Pos PAUD, Taman Penitipan Anak dan Taman Kanak-

Kanak, serta Raudatul Athfal dll. Bila berat badan tidak naik dalam 2

bulan berturut-turut atau berat badan anak balita di bawah garis merah

harus dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan untuk menentukan status

gizinya dan upaya tindak lanjut. Pemantauan perkembangan meliputi

penilaian perkembangan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta

sosialisasi dan kemandirian, pemeriksaan daya dengar, daya lihat. Jika ada

keluhan atau kecurigaan terhadap anak, dilakukan pemeriksaan untuk

gangguan mental emosional, autisme serta gangguan pemusatan perhatian

dan hiperaktifitas. Bila ditemukan penyimpangan atau gangguan

perkembangan harus dilakukan rujukan kepada tenaga kesehatan yang

lebih memiliki kompetensi.

24
Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan setiap anak usia 12-

59 bulan dilaksanakan melalui pelayanan Stimulasi Deteksi Intervensi

Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) minimal 2 kali pertahun (setiap 6

bulan) dan tercatat pada Kohort Anak Balita dan Prasekolah atau

pencatatan pelaporan lainnya. Pelayanan SDIDTK dilaksanakan oleh

tenaga kesehatan, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan petugas

sektor lain yang dalam menjalankan tugasnya melakukan stimulasi dan

deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang anak. Suplementasi Vitamin

A dosis tinggi yaitu dosis 100.000 IU berwarna biru diberikan pada anak

usia 6-11 bulan dan 200.000 IU berwana merah diberikan pada anak usia

12–59 bulan, diberikan 2 kali per tahun (bulan Februari dan Agustus).

Persentase anak balita yang mendapat pelayanan kesehatan

(minimal 8 kali) di Puskesmas Kemranjen I beserta jaringannya sebesar

100%. Standar Pelayanan Minimal Tahun 2021 sebesar 100 %. Dengan

demikian sudah mencapai target yang diharapkan.

8. Cakupan Balita Ditimbang

Jumlah balita ditimbang di Posyandu merupakan data indikator terpantaunya

pertumbuhan balita melalui pengukuran perubahan berat badan setiap bulan sesuai

umur. Balita yang rutin menimbang adalah balita yang selalu terpantau

pertumbuhannya. Secara kuantitatif indikator balita ditimbang menjadi indikator

pantauan sasaran (monitoring covered), sedangkan secara kualitatif merupakan

indikator cakupan deteksi dini (surveilance covered). Semakin besar persentase

balita ditimbang semakin tinggi capaian sasaran balita yang terpantau

25
pertumbuhannya, dan semakin besar peluang masalah gizi bisa ditemukan secara

dini. Dalam ruang lingkup yang lebih luas balita di timbang atau D/S merupakan

gambaran dari keterlibatan masyarakat dalam mendukung kegiatan pemantauan

pertumbuhan di Posyandu. Kehadiran balita di Posyandu merupakan hasil dari

akumulasi peran serta ibu, keluarga, kader, dan seluruh komponen masyarakat

dalam mendorong, mengajak, memfasilitasi, dan mendukung balita agar

ditimbang di Posyandu untuk dipantau pertumbuhannya. Dengan demikian

indikator D/S dapat dikatakan sebagai indikator partisipasi masyarakat dalam

kegiatan Posyandu.

Berdasarkan data yang ada penimbangan balita (F/III/Gizi) selama

tahun 2020 adalah sebagai berikut :

a. Jumlah seluruh balita (S) = 2.475 anak

b. Jumlah balita yang terdaftar dan punya KMS (K) = 2.475 anak

c. Jumlah Balita yang ditimbang (D) = 2.009 anak

d. Jumlah balita yang naik berat badannya (N) = 1.790 anak

e. KEP Total (Gizi kurang + Gizi buruk) = 143 anak

Berdasarkan data diatas, maka jangkauan program penimbangan

(K/S) mencapai 100% Tingkat partisipasi masyarakat (D/S) = 81,17%.

Efek penyuluhan (N/D) = 89.09%.

26
Tingkat partisipasi masyarakat dan efek penyuluhan bila

dibandingkan dengan SPM sudah sesuai standart. Upaya yang ditempuh

antara lain meningkatkan penyuluhan fungsi Kelompok Kerja (Pokja)

Posyandu Desa untuk mendapatkan peran serta masyarakat.

9. Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan

Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi

pemantauan tumbuh kembang balita di Posyandu, dilanjutkan dengan

penentuan status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya.

Penemuan kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana

tindak lanjut yang jelas, sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan

hasil yang optimal.

Pendataan gizi buruk di Jawa Tengah didasarkan pada 2 kategori

yaitu dengan indikator membandingkan berat badan dengan umur (BB/U)

dan kategori kedua adalah membandingkan berat badan dengan tinggi

badan (BB/TB). Skrining pertama dilakukan di Posyandu dengan

membandingkan berat badan dengan umur melalui kegiatan penimbangan,

jika ditemukan balita yang berada di bawah garis merah (BGM) atau dua

kali tidak naik (2T), maka dilakukan konfirmasi status gizi dengan

menggunakan indikator berat badan menurut tinggi badan. Jika ternyata

balita tersebut merupakan kasus buruk, maka segera dilakukan perawatan

gizi buruk sesuai pedoman di Posyandu dan Puskesmas. Jika ternyata

terdapat penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat ditangani di

Puskesmas maka segera dirujuk ke rumah sakit. Pada tahun 2021 angka

27
kejadian balita gizi buruk menurut indikator BB/TB ada 5 anak dan

semuanya sudah mendapatkan perawatan melalui pemeriksaan kesehatan

dan pemberian PMT Balita.

10. Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan setingkat

Penjaringan kesehatan siswa Sekolah Dasar (SD) dan setingkat

adalah pemeriksaan kesehatan terhadap murid baru kelas 1 SD dan

Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang meliputi pengukuran tinggi badan, berat

badan, pemeriksaan ketajaman mata, ketajaman pendengaran, kesehatan

gigi, kelainan mental emosional dan kebugaran jasmani. Pelaksanaan

penjaringan kesehatan dikoordinir oleh puskesmas bersama dengan guru

sekolah dan kader kesehatan/konselor kesehatan. Target cakupan

penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga kesehatan/ guru

UKS/ kader kesehatan sekolah tahun 2021 sebesar 100 %. Jumlah siswa

kelas satu SD/MI sebanyak 470 siswa dan yang dijaring sebanyak 470

siswa, hal ini sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal tahun 2021

sebesar 100 %.

D. PEMBINAAN KESEHATAN LINGKUNGANDAN SANITASI DASAR

1. Jumlah KK dengan Akses Terhadap Fasilitas Sanitasi yang Layak

Jumlah KK dengan akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak di

tahun 2021 sebanyak 10.914 KK atau 100 %. Jumlah KK dengan akses

terhadap fasilitas sanitasi yang layak adalah seluruh wilayah binaan

kami, hasil cakupan berdasarkan pada jumlah KK yang dipantau.

2. Pelayanan Hygiene Sanitasi Tempat Tempat Umum

28
Cakupan TTU yang memenuhi syarat ada 73,8 % atau 118 TTU

dari 160 TTU. Dari TTU yang diperiksa kebanyakan masalah yang ada

adalah berhubungan dengan pengelolaan sampah. Untuk beberapa sekolah,

Puskesmas sudah memberikan saran untuk bekerjasama dengan

DLH/Dinas Lingkungan Hidup tetapi sampai akhir tahun ternyata belum

semua merespon atau menindaklanjuti. Untuk itu perlu peningkatan

kerjasama lintas program untuk melakukan upaya promosi kesehatan

tentang pengelolaan sampah yang baik.

E. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Berdasarkan data yang ada penimbangan balita (F/III/Gizi) selama tahun

2021 adalah sebagai berikut :

a. Jumlah seluruh balita (S) = 2.475 anak

b. Jumlah balita yang terdaftar dan punya KMS (K) = 2.475 anak

c. Jumlah Balita yang ditimbang (D) = 2.009 anak

d. Jumlah balita yang naik berat badannya (N) = 1.790 anak

e. KEP Total (Gizi kurang + Gizi buruk) = 143 anak

Berdasarkan data diatas, maka jangkauan program penimbangan (K/S)

mencapai 100% Tingkat partisipasi masyarakat (D/S) = 81,17%. Efek penyuluhan

(N/D) = 89.09%.

29
III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS

MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan

Kesenjangan antara realitas dengan keinginan atau

target merupakan pengertian dari masalah. Masalah dapat

diidentifikasi dengan melihat target yang diinginkan

dengan kenyataan yang terjadi, untuk melihat adanya

masalah dapat melihat beberapa kriteria sebagai berikut:

1. Adanya kesenjangan yang nyata

2. Menunjukan trend yang meningkat

3. Berdampak pada banyak orang

4. Ada konsekuensi serius

Dapat diselesaikan, yaitu ada intervensi yang

terbukti efektif Kegiatan Kepanitraan Ilmu Kesehatan

(IKM) di wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen

mengidentifikasi permasalahan yang dilihat dari angka

kesakitan penyakit yang diambil dari besar penyakit di

wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen.

Tabel 3.1. 4 Besar Penyakit Menular pada

Puskesmas 1 Kemranjen tahun

2021

No. Penyakit
1 Diare

30
2 Demam tifoid
3 Susp. TB paru
4 DBD

Selain data di table tersebut, di Puskesmas 1

Kemranjen, terhitung dari bulan Januari – Juni 2022, telah

ditemukan kejadian orang dengan diagnosis leptospirosis,

sehingga kasus ini menjadi potensi KLB

B. Penentuan Prioritas Masalah

Penentuan prioritas masalah yang dilakukan di

Puskesmas I Kemranjen dengan menggunakan metode

Hanlon, dimana prioritas masalah didasarkan pada empat

kriteria, namun bila terdapat kasus yang berpotensi KLB

atau KLB, kasus tersebut harus diutamakan:

31
IV. TINJAUAN PUSTAKA

32
V. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakaan penelitian deskriptif observasional untuk melihat

leptospira di kelurahan kemranjen dengan menggunakan pendekatan cross

sectional dimana data diambil dalam satu waktu.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

a. Populasi target

Populasi target pada penelitian ini adalah masyarakat di kelurahan kemranjen.

b. Populasi terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah masyarakat di puskesmas 1

kemranjen bulan juni 2022

2. Sampel

Pengambilan sampel diambil dari data di puskesmas 1 kemranjen berdasarkan

literasi yang di peroleh dari bulan juni 2022.

a. Kriteria Inklusi

1. Masyarakat yang berdomisili di puskesmas 1 kemranjen.

2. Bersedia menjadi responden.

3. Masih bekerja atau usia produktif.

b. Kriteria Eksklusi

33
1. Bekerja di kemranjen namun tidak berdomisili di kemranjen.

C. Sampling

Sampling pada penelitian menggunakan metode random sampling dari pasien

terdiagnosis leptospira dan populasi kontrol sesuai kriteria inklusi dan eksklusi.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

A.penggunaan apd Ketika bekerja

B.jenis pekerjaan

c.Perilaku PHBS

2. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian leptospirosis.

E. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Kategori Skala Data


Penelitian
leptospirosis Leptospirosis adalah Dikategorikan Nominal
penyakit yang disebabkan menjadi 2
oleh 1.terkena
bakteri Leptospira. Bakter leptospira
i ini dapat menyebar 2.tidak terkena
melalui urine atau darah leptospira
hewan yang terinfeksi.
Beberapa hewan yang bisa
menjadi perantara
penyebaran leptospirosis
adalah tikus, sapi, anjing,
dan babi.
penggunaan Adalah alat pelindung diri Dikategorikan Nominal
apd Ketika yang digunakan Ketika menjadi 2

34
bekerja bekerja 1.memakai apd
2.tidak memakai
apd saat bekerja
Perilaku PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Dikategorikan Nominal
Sehat adalah perilaku atau menjadi 2
tindakan mengupayakan 1.PHBS baik
kebersihan dan kesehatan 2.PHBS tidak
dari kemauan diri sendiri baik
dan menularkannya
kepada orang lain.

F. Instrumen Pengambilan Data

Data yang digunakan merupakan data primer yang diperoleh dari skrining

langsung di puskesmas Kemranjen tentang leptospirosis.

G. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis digunakan untuk mendeskripsikan tiap variabel dan hasil

penelitian, kemudian dihitung frekuensi dan persentasenya. Data disajikan dalam

distribusi frekuensi.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan

variabel terikat yaitu faktor perilaku yang berhubungan dengan factor penularan

leptospira. Uji yang digunakan adalah uji parametrik berupa uji Pearson apabila

data terdistribusi normal dan varian homogen (p>0,05). Apabila data terdistribusi

tidak normal dan tidak homogen, dilakukan transformasi. Jika telah dilakukan

35
transformasi data namun tetap data terdistribusi tidak normal, dilakukan uji non

parametrik menggunakan uji korelasi Spearman.

H. Waktu dan Tempat

Kegiatan dilaksanakan pada Bulan Juli 2022

36
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

37
VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

38
VIII. RENCANA KEGIATAN (Plan of Action)

39
IX. PELAKSANAAN DAN EVALUASI PROGRAM

40
X. KESIMPULAN DAN SARAN

41

Anda mungkin juga menyukai