FILARIASIS
Oleh:
Dzaki Luqmanul Hakim G4A017051
Pembimbing:
dr. Agus Fitrianto, Sp. A
penegakan
diagnosis,
penatalaksanaan,
Definisi, dan
epidemiologi, prognosisnya.
patogenesis
Kasus
anak
FILARIASIS
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Filariasis penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan melalui
berbagai jenis nyamuk. Terdapat tiga spesies cacing penyebab Filariasis yaitu: Wuchereria
bancrofti; Brugia malayi; Brugia timori. Lebih dari 70% kasus filariasis di Indonesia disebabkan
oleh Brugia malayi . Cacing hidup di kelenjar dan saluran getah bening menyebabkan
kerusakan pada sistem limfatik yang dapat menimbulkan gejala akut dan kronis.
Filariasis dapat ditularkan oleh seluruh jenis spesies nyamuk. Di Indonesia diperkirakan
terdapat lebih dari 23 spesies vektor nyamuk penular filariasis yang terdiri dari genus
Anopheles, Aedes, Culex, Mansonia, dan Armigeres. Untuk menimbulkan gejala klinis
penyakit filariasis diperlukan beberapa kali gigitan nyamuk terinfeksi filaria dalam waktu
yang lama.
Laporan kasus tentang filariasis limfatik pada anak-anak dengan klinis seperti limfedema
/elefantiasis dan hidrokel masih terbatas, manifesti awal dari penyakit ini tidak
menunjukkan gejala dan selanjutnya berkembang dengan lambat sehingga disebut
“asimptomatik microfilaria”.
B. EPIDEMIOLOGI
25 juta dengan gejala klinis hidrokel, dan lebih dari 14 juta dengan limphoedema.
Sekurang-kurangnya terdapat total 36 juta penduduk dengan manifestasi kronik penyakit
tersebut. Penyakit filariasis endemik pada 72 negara di dunia. WHO juga memperkirakan
856 juta dari total populasi dunia tinggal dalam area transmisi penyebab filariasis dan
membutuhkan MDA (Mass Drug Administration) (WHO, 2016)
Data WHO menunjukkan bahwa Filariasis telah menginfeksi 120 juta penduduk di
83 negara di seluruh dunia, terutama negara-negara di daerah tropis dan beberapa
daerah subtropis.
Terdapat lebih dari 14 ribu orang menderita klinis kronis Filariasis (elephantiasis) yang
tersebar di semua provinsi. Secara epidemiologi, lebih dari 120 juta penduduk Indonesia
berada di daerah yang berisiko tinggi tertular Filariasis. Sampai akhir tahun tahun 2014,
terdapat 235 Kabupaten/Kota endemis Filariasis, dari 511 Kabupaten/kota di seluruh
Indonesia.
C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
1. PENYEBAB
a. Jenis dan Penyebab Filariasis
Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu :
1) Wuchereria bancrofti
2) Brugia malayi
3). Brugia timori
b. Morfologi
Daur hidup parasit terjadi di dalam tubuh
manusia dan tubuh nyamuk.
Cacing dewasa (disebut makrofilaria) hidup di
saluran dan kelenjar limfe, sedangkan anaknya
(disebut mikrofilaria) ada di dalam sistem
peredaran darah.
Tabel 2.1. Jenis Mikrofilaria Yang Terdapat di Indonesia.
Spesimen Darah Tepi dengan Pewarnaan Giemsa
Larva Dalam Tubuh Nyamuk
C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
2. VEKTOR
Di Indonesia hingga saat ini telah diketahui terdapat 23 spesies nyamuk dari 5 genus
yaitu : Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes dan Armigeres yang menjadi vektor
Filariasis.
3. HOSPES 4. LINGKUNGAN
Manusia
Lingkungan Fisik
Hewan (lutung (Presbytis cristatus),
Lingkungan Biologik
kera (Macaca fascicularis) dan kucing
Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya
(Felis catus))
D. PATOGENESIS
Perkembangan klinis Filariasis dipengaruhi oleh faktor kerentanan individu terhadap
parasit, seringnya mendapat gigitan nyamuk, banyaknya larva infektif yang masuk ke
dalam tubuh dan adanya infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur.
Secara umum perkembangan klinis Filariasis dapat dibagi menjadi fase dini dan fase
lanjut. Pada fase dini timbul gejala klinis akut karena infeksi cacing dewasa bersama-
sama dengan infeksi oleh bakteri dan jamur. Pada fase lanjut terjadi kerusakan saluran
dan kelenjar limfe, kerusakan katup saluran limfe, termasuk kerusakan saluran limfe
kecil yang terdapat di kulit.
Perkembangan klinis Filariasis tersebut disebabkan karena cacing filaria dewasa yang
tinggal dalam saluran limfe menimbulkan pelebaran (dilatasi) saluran limfe bukan
penyumbatan (obstruksi), sehingga terjadi gangguan fungsi sistem limfatik.
a. Penimbunan cairan limfe aliran limfe lambat dan tekanan hidrostatiknya
meningkat cairan limfe masuk ke jaringan menimbulkan edema jaringan.
Edema jaringan meningkatkan kerentanan kulit terhadap infeksi bakteri dan
jamur yang masuk melalui luka-luka kecil maupun besar peradangan akut
(acute attack).
b. Terganggunya pengangkutan bakteri dari kulit atau jaringan melalui saluran
limfe ke kelenjar limfe bakteri tidak dapat dihancurkan (fagositosis) oleh sel
Reticulo Endothelial System (RES), bahkan mudah berkembang biak dapat
menimbulkan peradangan akut (acute attack).
c. Kelenjar limfe tidak dapat menyaring bakteri yang masuk dalam kulit.
Sehingga bakteri mudah berkembang biak dapat menimbulkan peradangan
akut (acute attack).
Salah satu gejala klinis yang diketahui dari filariasis pada kelompok anak kecil
adalah pebesaran kelenjar limfe tidak spesifik atau berupa pembengkakan
jaringan lunak di daerah inguinal, ketiak, atau leher.
E. PENEGAKAN DIAGNOSIS
2. PEMERIKSAAN FISIK
Serangan akut dermatolimfangioadenitis (ADLA) juga dicatat pada anak-anak, baik dengan atau tanpa
limfedema. ADLA merupakan adenolimfangitis sekunder yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau
jamur yang secara klinis menyerupai selulitis atau erisipelas yang ditandai dengan adanya plak kutan
atau subkutan yang disertai dengan limfangitis dengan gambaran retikuler dan adenitis regional.
ADLA dipertimbangkan sebagai faktor risiko utama berkembangnya limfedema kronis dan elefantiasis
pada filariasis limfatik. Daerah yang terkena biasanya di kaki atau skrotum yang ditandai dengan nyeri
di daerah yang terkena dengan onset akut, menggigil , sakit kepala , pembengkakan disertai kemerahan
, hangat dan lunak dari anggota badan yang terkena, disertai dengan gejala konstitusional seperti
muntah . Kiluria dan “Tropical Pulmonary Eosinofil (TPE) jarang dilaporkan pada anak.
E. PENEGAKAN DIAGNOSIS
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Prognosis baik terutama bila pasien pindah dari daerah endemik (kasus-kasus dini
dan sedang). Pengawasan daerah endemik tersebut dapat dilakukan dengan
pemberian obat serta pemberantasan vektornya. Prognosis lebih buruk pada
kasus lanjut , terutama dengan edema pada tungkai.
H. KESIMPULAN
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang
disebabkan oleh cacing filaria yang menyerang saluran dan kelenjar getah
bening. Penyakit ini dapat merusak sistem limfe, menimbulkan pembengkakan
pada tangan, kaki, glandula mammae, dan scrotum, menimbulkan cacat
seumur hidup serta stigma sosial bagi penderita dan keluarganya.
filariasis limfatik pada anak-anak dengan klinis seperti limfedema /elefantiasis
dan hidrokel, manifesti awal dari penyakit ini tidak menunjukkan gejala dan
selanjutnya berkembang dengan lambat sehingga disebut “asimptomatik
microfilaria”.
Pasien anak tidak akan menunjukkan gejala klinis meskipun ditemukan
mikrofilaria di dalam darahnya dengan pemeriksaan darah pada malam hari.
Dengan pemeriksaan USG dan limfoskintigrafi tampak pelebaran jaringan
limfatik.
Pemeriksaan rutin sediaan darah tebal tidak sensitif bila dibandingkan dengan
pemeriksaan immunochromatografi card test (ICT) yang mendeteksi antigen
filaria pada pederita Filaria brancofti.
Pengobata filaria dengan antifilaria : Dietiylcarbamazepin (DEC),ivermectin,
dan albendazol.
DAFTAR PUSTAKA
TERIMAKASIH