Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN

FILARIASIS

DI SUSUN OLEH :
1. ANDI RISAL SOLO
2. ADMI KALIKIT RIU
3. ADELIN CALUDIA LEDE
4. CHRISTINA TANGE WINI
5. JULIA KRISDAYANTI KOMBA
6. JINI MARTHEN
7. JOHNIYANTO UBU YABU RANDJAWALI
8. NOVA RAMBU KAHI TIMBA
9. NOSTRI KARERI ATA KASSI
10. SATRIA B.J PARALOMI
11. YULINDA LIHA LONI
12. VERONINGSI MIRA DAPA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


PRODI KEPERAWATAN WAINGAPU
TAHUN AJARAN 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Filariasis adalah penyakit menular (Penyakit Kaki Gajah) yang disebabkan
oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini
bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan
cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan
maupun laki-laki.
Di Indonesia penyakit Kaki Gajah tersebar luas hampir di Seluruh propinsi. Berdasarkan
laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647
Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan
jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survai laboratorium, melalui pemeriksaan darah
jari, rata-rata Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1%, berarti sekitar 6 juta orang sudah
terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk
ketularan karena nyamuk penularnya tersebar luas. Untuk memberantas penyakit ini sampai
tuntas WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global (The Global Goal of Elimination of
Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020). Program eliminasi
dilaksanakan melalui pengobatan missal dengan DEC dan Albendazol setahun sekali
selama 5 tahun dilokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut
maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya. Indonesia akan
melaksanakan eliminasi penyakit kaki gajah secara bertahap dimulai pada tahun 2002
di 5 kabupaten percontohan. Perluasan wilayah akan dilaksanakan setiap tahun. Penyebab
penyakit kaki gajah adalah tiga spesies cacing filarial yaitu; Wucheria bancrofti, Brugia
malayi dan Brugia timori. Vektor penular : Di Indonesia hingga saat ini telah diketahui ada
23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres yang
dapat berperan sebagai vector penular penyakit kaki gajah.Didaerah endemik 80 %
penduduk biasa mengalami infeksi tetapi hanya sekitar 10–20 % populasi yang
menunjukkan gejala klinis infeksi parasit ini tersebar didaerah tropis dan subtropis seperti
afrika, Asia, Pasifikselatan (Kunoli, 2012, p. 199).
Penyakit filariasis ini terjadi melalui gigitan nyamuk mengandung larva infektif.
Larva akan terdeposit dikulit, terpindah ke pembulu limfa berkembang menjadi cacing
dewasa selama 6 sampai 12 bulan, dan menyebabkan kerusakan dan pembesaran
pembulu limfe (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144).Perlu adanya pendidikan dan
pencegahan serta pengenalan penyakit kaki gajah diwilayah masing –masing sangatlah
penting untuk memutus mata rantai penularan penyakit ini. Membersihkan lingkungan
sekitar adalah hal penting untuk mencegahan terjadinya perkembangan nyamuk
diwilayah tersebut (Padila, 2013, hal. 418).

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan penyakit filariasis.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang definisi penyakit filariasis
b. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Etiologi penyakit filariasis
c. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Tanda dan Gejala penyakit
filariasis
d. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Patofisiologi penyakit filariasis
e. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Klasifikasi penyakit Filariasis
f. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Komplikasi penyakit filariasis
g. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Konsep Asuhan Keperawatan
penyakit filariasis
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi Filariasis
Filariasis atau lebih dikenal elephantiasis (kaki gajah) adalah penyakit akibat
nematode yang seperti cacing yaitu wuchereria bancrofti. Brugia malayi dan brugia
timon yang dikenal sebagai filaria. Infeksi ini biasanya terjadi pada saat kanak-
kanak dan manifestasi yang dapat terlihat mucul belakangan, menetap dan
menimbulkan ketidak mampuan menetap(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144).
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematode
yang tersebar dindonesia. Walaupun penyakit ini jarang menyebabkan kematian,
tetapi dapat menurunkan produktifitas penderitanya karena timbulnya gangguan fisik
penyakit ini jarang terjadi pada anak karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-
tahun kemudian setelah infeksi gejala pembengkakan kaki muncul karena
sumbatan mikrofilaria pada pembulu limfe yang biasanya terjadi pada usia diatas 30
tahun setelah terpapar parasit selama bertahun-tahun. Oleh karena itu filariasis
sering juga disebut kaki gajah. Akibat paling vatal bagi penderita adalah kecacatan
permanen yang sangat mengganggu produktifitas (Kunoli, 2012, p. 199).
2.2. Etiologi Filariasis
Wuchereria bancrofti merupakan cacing dewasa berwarna putih, kecil seperti
benang. Cacing jantan berukuran 40 mm x 0,1 mm, sedangkan cacing betina
berukuran dua kali cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0,2-0,3 mm. Manusia merupakan
satu-satunya hospes yang diketahui. Penularan nyamelalui proboscis (labela)
sewaktu gigitan nyamuk yang mengandung larva inefektif. Larva akan terdeposit
di kulit, berpindah kepembuluh limfa berkembang menjadi cacing dewasa selama
6-12 bulan, dan menyebabkan kerusakan dan pembesaran pembuluh limfe.
Filariasis dewasa hidup beberapa tahun di tubuh manusia. Selama periode tersebut
filarial berkembang menghasilkan jutaan microfilaria (umur 3-36 bulan) yang belum
masak, beredar di daerah perifer dan dapat dihisap oleh nyamuk yang kemudian
menularkan kemanusia lain(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144).Cacing panjang halus
seperti benang yaitu: filariasis yang disebabkan oleh Wuchereria Bancrofti, (filariasis
Bancrofti), filariasis yang disebabkan oleh brugia malayi (filariasis malayi, filariasis
brugia), filariasis yang disebabkan oleh brugia timori (Kunoli, 2012, p. 200)
2.3. Tanda dan Gejala Filariasis
Tanda dan gejala yang biasa terjadi:
1. Gejala tampak setelah 3 bulan infeksi
2. Umumnya masa tunas 8-12 bulan
3. Fase akut menimbulkan peradangan seperti limfangitis,
limfadenitis,funikulitis,epididymitis dan orkitis
4. Gejala dari limfa denitis nyeri local, keras didaerah limfe, demam, sakit
kepala
5. Fase akut dapat sembuh spontan setelah beberapa hari dan beberapa kasus
mengalami dan badan, mual, lesu dan tidak nafsu makan kekambuhan tidak
teratur selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan sebelum sembuh
6. Fase kronik terjadi dengan gejala hidrocel, kiluria, limfedema, dan
elephantiasis
ADL ditandai dengan demam tinggi, peradangan limfe (limfangitis dan
limfadenitis), serta edema local yang bersifat sementara. Limfangitis ini bersifat
retrograde, menyebar secara periferdari KGB menuju arah sentral. Sepanjang
perjalanan ini,KGB regional akan ikut membesar atau sekedar memerah dan
meradang.
2.4. Patofisiologi
Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembulu getah bening
akibat inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa, bukan oleh
mikrofilaria. Cacing dewasa hidup dipembuluh getah bening aferen atau sinus
kelenjar getah bening dan menyebabkan pelebaran pembulu getah bening dan
penebalan dinding pembuluh. Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan magrofag
didalam dan sekitar pembuluh getah bening yang mengalami inflamasi bersama
dengan proliferasi sel endotel dan jaringan penunjang, menyebabkan berliku-
likunya sistem limfatik dan kerusakan atau inkompetensi katup pembuluh getah
bening.Limfedema dan perubahan kronik akibat statis bersama edema keras terjadi
pada kulit yang mendasari. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat filasriasis ini
disebabkan oleh efek langsung dari cacicng ini dan oleh respon imun yang
menyebabkan pejamu terhadap parasit. Respon imun ini dipercaya
menyebabkan proses granulomatosa dan proliferasi yang menyebabkan obstruksi
total getah bening (Sudoyo dkk, 2010, p. 2932).filasriasis ini disebabkan oleh efek
langsung dari cacicng ini dan oleh respon imun yang menyebabkan pejamu terhadap
parasit. Respon imun ini dipercaya menyebabkan proses granulomatosa dan
proliferasi yang menyebabkan obstruksi total getah bening (Sudoyo dkk, 2010, p.
2932).

2.5. Pathway

Nyamuk Menghisap Darah

Parasit

Sirkulasi

Pembuluh Limfa Nodus Limfe

Perubahan Larva Stadium 3 Menjadi Dewasa

Dilansi Antigen Parasit mengaktifkan sel T

Disfungisi Katup Melepaskan Sitokin


Aliran limfe retrogrode
Menstimulasi sumsum Merangsang ekspansi
tulang sel B klonal
Disfungisi Katup

Meningkatkan produksi IgE

IgE berikatan dengan parasit

Eosinofolia Mediator infalamasi

Peningkatan mediato
proinflamasi Reaksi Demam
granulomatosa

Kematian parasit

Mengaktifkan reaksi inflamasi


dan granulomatosa

Kerusakan struktur
menebalnya dinding fibrosis

Pembuluh limfe

Ekstravasasi cairan limfe

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikroskopis
darah , sampai saaat ini hal tersebut masih dirasakan sulit dilakukan karena
microfilaria hanya muncul dan menampilkan diri dalam darah pada waktu malam hari
selama beberapa jam saja (nocturnal periodicity)(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 144).Selain
itu, berbagai methode pemeriksaan juga dilakukan untuk mendiagnosa penyakit kaki
gajah. Diantaranya ialah dengan system yang dikenal sebagai penjaringan membran, metode
konsentrasikan dan teknik pengendapan (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 144).Metode
pemeriksaan yang mendekati kearah diagnose dan diakui oleh WHO dengan pemeriksaan
system “teskartu”, hal ini sangatlah sederhana dan peka untuk mendeteksi penyebaran parasit
(larva). Yaitu dengan mengambil sample darah system tusukan jari droplests diwaktu
kapan pun, tidak harus dimalam har (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 144).
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan filariasis bergantung kepada keadaan klinis dan beratnya penyakit.
Terapi medikamentosa:
1. Diethycarbamazine citrate (DEC)
WHO merekomendasikan pemberian DEC dengan dosis 6 mg/kgBB untuk 12 hari
berturut-turut. Di Indonesia, dosis 6 mg/kgBB memberikan efek samping yang
berat, sehingga pemberian DEC dilakukan bedasarkan usia dan dikombinasi dengan
albendazol (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 145).
2. Ivermectin
Obat ini merupakan antibiotik semisintetik golongan makrolid yang berfungsi
sebagai agent mikrofilarisidal poten. Dosis tunggal 200-400μg/kg dapat
menurunkan microfilaria dalam darah tepi untuk waktu 6-24 bulan. Obat belum
digunakan di Indonesia (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 145).
3. Albendazol
Obat ini digunakan untuk pengobatan cacing intestine selam bertahun-tahun dan
baru-
baru ini di coba digunakan sebagai anti-filaria. Albendazole hanya
mempunyai sedikit efek untuk mikrofilaremia dan antigenaemia jika digunakan
sendiri. Dosis tunggal 400 mg dikombinasi dengan DEC atau intermectin efektif
menghancurkan microfilaria (Nurarif
& Kusuma, 2015, hal. 145).
4. Pemberian
benzopyrenes, termasuk flavonoids dan coumarin dapat Menjadi terapi tambahan
(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 145).
5. Pembedahan
Tindakan bedah pada limfadema bersifat paliatif, indikasi tindakan bedah adalah
jika tidak terdapat perbaikan dengan terapi konservatif, limfadema sangat besar
sehingga mengganggu aktivitas dan pekerjaan dan menyebabkan tidak
berhasilnya terapi konsevatif (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 145).
DAFTAR PUSTAKA

Samoke. (2018, Agustus 29). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN FILARIASIS. Dipetik Februari 07, 2019, dari wordpress.com:
https://samoke2012.wordpress.com/2018/08/29/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-
filariasis/Suhaeti, y. (2016, November 17). ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PADA

Anda mungkin juga menyukai