Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATANPADA PASIEN DENGAN FILARIASIS

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit ini dapat disebabkan oleh infeksi satu atau dua cacing jenis falaria yaitu Wucheria
bancrofti atau Brugiamalayi. Cacing filaria ini termasuk family Filaridae, yang bentuknya
langsing dan ditemukan didalam system peredaran darah limfe, otot, jaringan ikat atau rongga
serosa pada vertebrata (Sudoyo dkk, 2010, p. 2931).
Didaerah endemik 80 % penduduk biasa mengalami infeksi tetapi hanya sekitar 10 – 20 %
populasi yang menunjukkan gejala klinis infeksi parasit ini tersebar didaerah tropis dan subtropis
seperti afrika, Asia, Pasifik selatan (Kunoli, 2012, p. 199).
Penyakit filariasis ini terjadi melalui gigitan nyamuk mengandung larva infektif. Larva akan
terdeposit dikulit, terpindah ke pembulu limfa berkembang menjadi cacing dewasa selama 6
sampai 12 bulan, dan menyebabkan kerusakan dan pembesaran pembulu limfe (Nurarif &
Kusuma, 2015, p. 144).
Perlu adanya pendidikan dan pencegahan serta pengenalan penyakit kaki gajah diwilayah
masing – masing sangatlah penting untuk memutus mata rantai penularan penyakit ini.
Membersihkan lingkungan sekitar adalah hal penting untuk mencegahan terjadinya
perkembangan nyamuk diwilayah tersebut (Padila, 2013, hal. 418).

B. Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan klien yang mengalami
filariasis.
 
C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien filariasis.
 
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan penyakit filariasis.

2. Tujuan khusus
2.1 Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang definisi penyakit filariasis
2.2 Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Etiologi penyakit filariasis
2.3 Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Tanda dan Gejala penyakit
filariasis
2.4 Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Patofisiologi penyakit filariasis
2.5 Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Klasifikasi penyakit filariasis
2.6 Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Komplikasi penyakit filariasis
2.7 Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Konsep Asuhan Keperawatan
penyakit filariasis
 
 
 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Filariasis atau lebih dikenal elephantiasis (kaki gajah) adalah penyakit akibat nematode
yang seperti cacing yaitu wuchereria bancrofti. Brugia malayi dan brugia timon yang dikenal
sebagai filaria. Infeksi ini biasanya terjadi pada saat kanak-kanak dan manifestasi yang dapat
terlihat mucul belakangan, menetap dan menimbulkan ketidak mampuan menetap (Nurarif &
Kusuma, 2015, p. 144).
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematode yang tersebar
dindonesia. Walaupun penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi dapat menurunkan
produktifitas penderitanya karena timbulnya gangguan fisik penyakit ini jarang terjadi pada anak
karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-tahun kemudian setelah infeksi gejala
pembengkakan kaki muncul karena sumbatan mikrofilaria pada pembulu limfe yang biasanya
terjadi pada usia diatas 30 tahun setelah terpapar parasit selama bertahun-tahun. Oleh karena itu
filariasis sering juga disebut kaki gajah. Akibat paling vatal bagi penderita adalah kecacatan
permanen yang sangat mengganggu produktifitas (Kunoli, 2012, p. 199).
 
2. Etiologi
Wuchereria bancrofti merupakan cacing dewasa berwarna putih, kecil seperti benang.
Cacing jantan berukuran 40 mm x 0,1 mm, sedangkan cacing betina berukuran dua kali cacing
jantan yaitu 80-100 mm x 0,2-0,3 mm. Manusia merupakan satu-satunya hospes yang diketahui.
Penularan nyamelalui proboscis (labela) sewaktu gigitan nyamuk yang mengandung larva
inefektif. Larva akan terdeposit di kulit, berpindah kepembuluh limfa berkembang menjadi
cacing dewasa selama 6-12 bulan, dan menyebabkan kerusakan dan pembesaran pembuluh
limfe. Filariasis dewasa hidup beberapa tahun di tubuh manusia. Selama periode tersebut filarial
berkembang menghasilkan jutaan microfilaria (umur 3-36 bulan) yang belum masak, beredar di
daerah perifer dan dapat dihisap oleh nyamuk yang kemudian menularkan kemanusia
lain (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144).
Cacing panjang halus seperti benang yaitu: filariasis yang disebabkan oleh Wuchereria
Bancrofti, (filariasis Bancrofti), filariasis yang disebabkan oleh brugia malayi (filariasis malayi,
filariasis brugia), filariasis yang disebabkan oleh brugia timori (Kunoli, 2012, p. 200).
 
3. Tanda dan Gejala
Gejala tampak setelah 3 bulan infeksi
Umumnya masa tunas 8-12 bulan
Fase akut menimbulkan peradangan seperti limfangitis, limfadenitis, funikulitis, epididymitis
dan orkitis
Gejala dari limfa denitis nyeri local, keras didaerah limfe, demam, sakit kepala
Fase akut dapat sembuh spontan setelah beberapa hari dan beberapa kasus mengalami dan
badan, mual, lesu dan tidak nafsu makan kekambuhan tidak teratur selama berminggu-
minggu atau berbulan-bulan sebelum sembuh
Fase kronik terjadi dengan gejala hidrocel, kiluria, limfedema, dan elephantiasis (Nurarif &
Kusuma, 2015, p. 144).
ADL ditandai dengan demam tinggi, peradangan limfe (limfangitis dan limfadenitis), serta
edema local yang bersifat sementara. Limfangitis ini bersifat retrograde, menyebar secara
periferdari KGB menuju arah sentral. Sepanjang perjalanan ini, KGB regional akan ikut
membesar atau sekedar memerah dan meradang (Padila, 2013, hal. 412).
4. Patofisiologi
Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembulu getah bening akibat
inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa, bukan oleh mikrofilaria. Cacing dewasa hidup
dipembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan menyebabkan pelebaran
pembulu getah bening dan penebalan dinding pembuluh. Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan
magrofag didalam dan sekitar pembuluh getah bening yang mengalami inflamasi bersama
dengan proliferasi sel endotel dan jaringan penunjang, menyebabkan berliku-likunya sistem
limfatik dan kerusakan atau inkompetensi katup pembuluh getah bening.
Limfedema dan perubahan kronik akibat statis bersama edema keras terjadi pada kulit
yang mendasari. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat filasriasis ini disebabkan oleh efek
langsung dari cacicng ini dan oleh respon imun yang menyebabkan pejamu terhadap parasit.
Respon imun ini dipercaya menyebabkan proses granulomatosa dan proliferasi yang
menyebabkan obstruksi total getah bening (Sudoyo dkk, 2010, p. 2932).
 
5. Klasifikasi
5.1 Filariasis malayi
Filariasi malayi disebakan oleh disebabkan oleh brugiamalayi. Periodisitas mikrofilaria
B. Malayi adalah periodik nokturna, sub perodik nokturna, atau non periodik. Periodisitas
mikrofilaria yang bersarung dan berbentuk kasini, tidak senyata periodisitas W.Bansofti. Sebagai
hospes sementara adalah nyamuk mansomia, anopeles, amigeres. Dalam tubuh nyamuk
mikrofilaria tumbuh menjadi larva impektif dalam waktu 6-12 hari. Ada peneliti yang
menyebutkan bahwa masa pertumbuhanya di dalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada
manusia kurang lebih 3 bulan. Didalam tubuh manusia dan nyamuk perkembangan parasit ini
juga sama dengan perkembangan W. Bansoft (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2936).
5.2 Filariasis timori
Filariasis timori disebabkan oleh pilariatipetimori.filaria tipe ini terdapat di timor, pulau
rote, flores, dan beberapa pulau disekitarnya. Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan
dikelenjar limfe. Pagetornya adalah anopeles barberostis. Mikro filarianya menyerupai mikro
filaria brugiamalayi, yaitu lekuk badanya patah-patah dan susunan intinya tidak teratur,
perbedaanya terletak dalam: 1. Panjang kepala = 3 x lebar kepala; 2. Ekornya mempunyai 2 inti
tambahan, yang ukuranya lebih kecil daripada inti-inti lainya dan letaknya lebih berjauhan bila
dibandingkan dengan letak inti tambahan B. Malayi; 3. Sarungnya tidak mengambil warna
pulasan gamesa; ukuranya lebih panjang daripada mikrofilaria berugiamalayi. Mikrofilaria
bersifat periodik nokturna (Sudoyo dkk, 2010, p. 2936).
 
6. Komplikasi
Jika tidak ditangan dengan serius penyakit ini dapat menimbulkan Hidrokel membesar, adapun
dapat menimbulkan penyakit berupa infeksi.
1. Hidrokel yang besar sehingga menekan pembuluh darah
2. Indikasi kosmetik
3. Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan sehari – hari.
4. Chyluria (terdapat lemak pada urine)
5. TPE (topical pulmonary eosinifilia)
6. Hematuria
7. Kelumpuhan saraf (Sudoyo dkk, 2010, p. 2934).
 
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
2. Identitas
Penyakit filariasis biasanya sering menyerang pada pria dan wanita yang berumur diatas 30
tahun (Kunoli, 2012, p. 199).
1. Status kesehatan saat ini
 Keluhan utama
Pasien mengalami keluhan mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur (Kunoli,
2012, p. 203).
Alasan MRS
Pasien mengalami kelemahan otot, menurunnya masa otot, respon fisiologi aktivitas (perubahan
TD, frekuensi jantung) (Kunoli, 2012, hal. 203).
Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh nyeri disertai bengkak pada kaki yang terkena, nyeri terasa seperti tertusuk-
tusuk, nyeri timbul setiap saat dan skala nyeri sedang sampai berat. Bengkak awalnya muncul
dari telapak kaki sampai ke tungkai kaki bawah. Pasien sulit berjalan yang disebabkan oleh
pembengkakan tungkai kaki. Demam naik turun dan buang air kecil berwarna putih susu
(Kunoli, 2012, hal. 203).
1. Riwayat Kesehatan Terdahulu
 Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien biasanya belum pernah mengalami penyakit filariasis sebelumnya (Padila, 2013, hal.
412).
 Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga tidak ada yang mengalami penyakit filariasis (Padila, 2013, hal. 412).
 Riwayat pengobatan
Pada pengobatan masal (program pengendalian filariasis) pemberian DEC dosis standar tidak
dianjurkan lagi mengingat efek sampingnya. Untuk itu, DEC diberikan dengan dosis lebih
rendah (6 mg/kgBB), dengan jangka waktu pemberian yang lebih lamam mencapai dosis total
yang sama misalnya dalam bentuk garam DEC 0,2 – 0,4% selama 9-12 bulan. Atau pemberian
obat dilakukan seminggu sekali, atau dosis tunggal setiap 6 bulan atau setiap tahun (Sudoyo dkk,
2010, hal. 2935).
1. Pemeriksaan Fisik
2. Keadaan umum
3. Kesadaran
Kesadaran Pada manifestasi akut dapat ditemukan adanya limfangitis dan limfadenitis yang
berlangsung 3 – 15 hari, dan dapat terjadi beberapa kali dalam setahun (Zainuddin, 2014, hal.
39).
1. Tanda – tanda vital
Pasien dengan penyakit filariasis perubahan tekanan darah, menurunnya volume nadi perifer,
perpanjangan pengisian kapiler (Kunoli, 2012, hal. 203).
2. Body system
3. Sistem pernafasan
Penyakit filariasis terjadi pernapasan pendek : dispnea nokturnal paroksismal ; batuk dengan /
tanpa sputum kental dan banyak (Aziz dkk, 2013, hal. 116).
1. Sistem kardiovaskular
ictus cordis tidak terlihat dan tidak  kuat angkat, Perubahan TD, menurunnya volume  nadi
perifer, perpanjangan pengisian kapiler (Kunoli, 2012, hal. 203).
1. Sistem pensyarafan
Kaki bengkak dan reflek tidak normal (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2932).
1. Sistem perkemihan
Pembengkakan pada daerah skrotalis (Kunoli, 2012, hal. 203).
1. Sistem percernaan
Pasien mengalami anoreksia dan permeabilitas cairan (Kunoli, 2012, hal. 203).
1. Sistem integument
Warna kulit normal dan mengalami gangguan pada ekstemitas yang terkena kaki gajah, tekstur
kulit mengalami bengkak, gatal, lesi, bernanah pada kaki yang terkena (Kunoli, 2012, hal. 203).

1. Sistem muskuloskeletal
Terdapat edema pada kaki yang terkena dan kelemahan otot (Kunoli, 2012, hal. 203).
1. Sistem endokrin
Ditemukan adanya limfangitis dan limfadenitis yang berlangsung 3 – 15 hari, dan dapat terjadi
beberapa kali dalam setahun (Zainuddin, 2014, hal. 36).
1. Sistem reproduksi
Menurunnya libido (Kunoli, 2012, hal. 203).
1. Sistem pengindraan
Kerusakan status indra praba (Kunoli, 2012, hal. 203)
1. Sistem imun
Mengalami demam pada filariasis karena adanya inflamasi yang berawal dari kelenjar getah
(Sudoyo dkk, 2010, hal. 2932).
3. Pemeriksaan Penunjang
4. Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikroskopis darah , sampai
saaat ini hal tersebut masih dirasakan sulit dilakukan karena microfilaria hanya muncul dan
menampilkan diri dalam darah pada waktu malam hari selama beberapa jam saja (nocturnal
periodicity)(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 144).
5. Selain itu, berbagai methode pemeriksaan juga dilakukan untuk mendiagnosa penyakit kaki
gajah. Diantaranya ialah dengan system yang dikenal sebagai penjaringan membran, metode
konsentrasikan dan teknik pengendapan (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 144).
6. Metode pemeriksaan yang mendekati kearah diagnose dan diakui oleh WHO dengan
pemeriksaan system “teskartu”, hal ini sangatlah sederhana dan peka untuk mendeteksi
penyebaran parasit (larva). Yaitu dengan mengambil sample darah system tusukan jari
droplests diwaktu kapan pun, tidak harus dimalam har (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 144).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan filariasis bergantung kepada keadaan klinis dan beratnya penyakit.
 
Terapi medikamentosa
1. Diethycarbamazine citrate (DEC)
WHO merekomendasikan pemberian DEC dengan dosis 6 mg/kgBB untuk 12 hari berturut-
turut. Di Indonesia, dosis 6 mg/kgBB memberikan efek samping yang berat, sehingga pemberian
DEC dilakukan bedasarkan usia dan dikombinasi dengan albendazol (Nurarif & Kusuma, 2015,
hal. 145).
1. Ivermectin
Obat ini merupakan antibiotik semisintetik golongan makrolid yang berfungsi sebagai agent
mikrofilarisidal poten. Dosis tunggal 200-400µg/kg dapat menurunkan microfilaria dalam darah
tepi untuk waktu 6-24 bulan. Obat belum digunakan di Indonesia (Nurarif & Kusuma, 2015, hal.
145).
1. Albendazol
Obat ini digunakan untuk pengobatan cacing intestine selam bertahun-tahun dan baru-baru ini di
coba digunakan sebagai anti-filaria. Albendazole hanya mempunyai sedikit efek untuk
mikrofilaremia dan antigenaemia jika digunakan sendiri. Dosis tunggal 400 mg dikombinasi
dengan DEC atau intermectin efektif menghancurkan microfilaria (Nurarif & Kusuma, 2015,
hal. 145).
1. Pemberian benzopyrenes, termasuk flavonoids dan coumarin dapat Menjadi terapi tambahan
(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 145).
2. Pembedahan
Tindakan bedah pada limfadema bersifat paliatif, indikasi tindakan bedah adalah jika tidak
terdapat perbaikan dengan terapi konservatif, limfadema sangat besar sehingga mengganggu
aktivitas dan pekerjaan dan menyebabkan tidak berhasilnya terapi konsevatif (Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 145).
 
2. Diagnosa keperawatan
Menurut SDKI (2017) diagnosa keperawatan filariasis  yang muncul antara lain :
1. Nyeri kronis(Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 174)
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hinghga berat dan
konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
Penyebab :
1. Kondisi muskulus skeletal kronis
2. Kerusakan sistem saraf
3. Penekanan saraf
4. Inflitrasi tumor
5. Ketidak seimbangan neurotransmiter, neuromedulator, dan reseptor
6. Gangguan imunitas (mis. Neuropati terkait HIV, virus varicella joster)
7. Gangguan fungsi metabolic
8. Riwayat posisi kerja statis
9. Peningkatan Indeks Masa Tubuh
10. Kondisi pasca trauma
11. Tekan emosional
12. Riwayat penganiayaan (mis. Fisik, psikologis, seksual)
13. Riwayat penyalahgunaan obat/zat
Gejala dan tanda mayor :
1. Subjektif :
2. Mengeluh nyeri
3. Merasa depresi (tertekan)
4. Objektif :
5. Tampak meringis
6. Gelisah
7. Tidak mampu menuntaskan aktivitas
Gejala dan tanda minor :
1. Subjektif :
2. Merasa takut mengalami cedera berulang
3. Objektif :
4. Bersikap protektif
5. Waspada
6. Pola tidur berubah
7. Anoreksia
8. Fokus menyempit
9. Berfokus pada diri sendiri
Kondisi klinis terkait : kondisi kronis, infeksi, cedera medula spinalis, kondisi pasca trauma, dan
tumor.
1. Hipertermia (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 284).
Definisi : suhu tubuh meningkatkan diatas rentang normal tubuh.
Penyebab:
1. Dehidrasi
2. Terpapar lingkungan panas
3. Preoses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5. Peningkatan laju metabolisme
6. Respon trauma
7. Aktivitas berlebihan
8. Pengunaan inkubator
Gejala dan Tanda Mayor :
1. Subjektif
(tidak tersedia)
1. Objektif
2. Suhu tubuh diatas nilai normal
Gejala dan Tanda Minor :
1. Subjektif
(tidak tersedia)
1. Objektif
2. Kulit merah
3. Kejang
4. Takikardi
5. Takipnea
6. Kulit terasa hangat
Kondisi klinis terkait
1. Proses infeksi
2. Hipertiroid
3. Stroke
4. Dehidrasi
5. Trauma
6. Prematuritas
7. Gangguan eliminasi urine(Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 96)
Definisi : disfungsi eliminasi urine
Penyebab :
1. Penurunan kapasitas kandung kemih
2. Iritasi kandung kemih
3. Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih
4. Efek tindakan medis dan diagnostik (mis.operasi ginjal,operasi saluran kemih, anestesi,dan
obat-obatan)
5. Kelemahan otot pelvis
6. Ketidakmampuan mengakses toilet(mis.imobilisasi)
7. Hambatan lingkungan
8. Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi
9. Outlet kandung kemih tidak lengkap (mis.anomali saluran kemih kongenital)
10. Imaturitas (pada anak usia < 3 tahun)
Gejala dan tanda mayor :
1. Subyektif
2. Desakan berkemih (Urgensi)
3. Urine menetes (Dribbling)
4. Sering buang air kecil
5. Nokturia
6. Mengompol
7. Enuresis
8. Objektif
9. Distensi kandung kemih
10. Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
11. Volume residu urine meningkat
Gejala dan Tanda Minor :
1. Subyektif
(tidak tersedia)
1. Objektif
(tidak tersedia)
Kondisi klinis terkait :
1. Infeksi ginjal dan saluran kemih
2. Hiperglikemi
3. Trauma
4. Kanker
5. Cedera/tumor/infeksi medula spinalis
6. Neuropati diabetikum
7. Neuropati alkoholik
8. Stroke
9. Parkinson
10. Skeloris multipel
11. Obat apha adrenergik
12. Gangguan citra tubuh (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 186).
Definisi : perubahan persepsi tentang penampilan, struktur  dan fungsi fisik individu.
Penyebab :
1. Perubahan struktur / bentuk (mis. amputasi, trauma, luka bakar, obesitas, jerawat)
2. Perubahan fungsi tubuh (mis. Proses penyakit, kehamilan, kelumpuhan)
3. Perubahan fungsi kognitif
4. Ketidaksesuaian budaya, keyakinan atau sistem nilai
5. Transisi perkembangan
6. Gangguan psikososial
7. Efek tindakan / pengobatan (mis . pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi)
Gejala dan Tanda Mayar :
1. Subjektif
2. Mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
3. Objektif
4. Kehilangan bagian tubuh
5. Fungsi / struktur tubuh berubah / hilang
Gejala dan Tanda Minor :
1. Subjektif
2. Tidak mau mengungkapkan kecacatan / kehilangan bagian tubuh
3. Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh
4. Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan / reaksi orang lain
5. Mengungkapkan perubahan gaya hidup
6. Objektif
7. Menyembunyikan / menunjukkan bagian tubuh secara berlebihan
8. Menghindari melihat dan / atau menyentuh bagian tubuh
9. Fokus berlebihan pada perubahan tubuh
10. Respon nonverbal pada perubahan dan persepsi tubuh
11. Fokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu
12. Hubungan sosial berubah
Kondisi klinis terkait :
1. Mastektomi
2. Amputasi
3. Jerawat
4. Parut atau luka bakar yang terlihat
5. Obesitas
6. Hiperpigmentasi pada kehamilan
7. Gangguan psikiatrik
8. Program terapi neoplasma
9. Alopecia chemically induced.
10. Hambatan Mobilitas Fisik (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 124).
Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
Penyebab :
1. Kerusakan integritas struktur tulang
2. Perubahan metabolisme
3. Ketidakbugaran fisik
4. Penurunan kendali otot
5. Penurunan massa otot
6. Penurunan kekuatan otot
7. Keterlambatan perkembangan
8. Kekakuan sendi
9. Kontraktur
10. Malnutrisi
11. Gangguan muskuloskeletal
12. Gangguan neuromuskular
13. Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
14. Efek agen farmakologis
15. Program pembatasan gerak
16. Nyeri
17. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
18. Kecemasan
19. Gangguan kognitif
20. Keengganan melakukan pergerakan
21. Gangguan sensoripersepsi
Gejala dan Tanda Mayor
1. Subjektif
2. Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas
3. Objektif
4. Kekuatan otot menurun
5. Rentang gerak (ROM) menurun
Gejala dan Tanda Minor
1. Subjektif
2. Nyeri saat bergerak
3. Enggan melakukan pergerakan
4. Merasa cemas saat bergerak
5. Objektif
A. Sendi kaku
B. Gerakan tidak terkoordinasi
C. Gerakan terbatas
D. Fisik lemah
Kondisi Klinis Terkait :
1. Stroke
2. Cedera medula spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthritis
6. Oestemalasia
7. Keganasan
8. Resiko Ketidakberdayaan (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 224).
Definisi : persepsi bahwa tindakan seseorang tidak akan mempengaruhi hasil secara signifikan;
persepsi kurang kontrol pada situasi saat ini atau yang akan datang.
Faktor Resiko :
1. Perjalanan penyakit yang berlangsung lama atau tidak dapat diprediksi
2. Harga diri rendah yang berlangsung lama
3. Status ekonomi rendah
4. Ketidakmampuan mengatasi masalah
5. Kurang dukungan sosial
6. Penyakit yang melemahkan secara progresif
7. Marginalisasi sosial
8. Kondisi terstigma
9. Penyakit terstigma
10. Kurang terpapar informasi
11. Kecemasan
Kondisi Klinis Terkait :
1. Diagnosis yang tidak terduga atau baru
2. Peristiwa traumatis
3. Diagnosis penyakit kronis
4. Diagnosis penyakit terminal
5. Rawat inap.
 
3. Intervensi
Pada asuhan keperawatan Filariasis intervensi yang muncul antara lain :
1. Nyeri kronis
Definisi : pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan
aktual atau potensial.
Tujuan : menunjukkan nyeri: efek merusak, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut
(sebutkan 1-5: ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada):
1. Gangguan performa peran
2. Gangguan konsentrasi
3. Gangguan perawatan diri
4. Gangguan pola tidur
5. Kehilangan selera makan
Kriteria evaluasi :
1. Pasien akan menyatakan secara verbal pengetahuan tentang cara alternatif untuk redakan
nyeri
2. Pasien akan melaporkan bahwa tingkat nyeri pasien dipertahankan pada skala nyeri 0-10
3. Pasien akan tetap produktif ditempat kerja atau sekolah
4. Pasien akan melaporkan menikmati aktivitas senggang
5. Pasien akan melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
6. Pasien akan mengenali faktir-faktor yang meningkatkan nyeri dan melakukan tindakan
pencegahan nyeri
7. Menggunakan pereda nyeri analgesik dan nonanalgesik secara tepat
Pengkajian
1. Kaji dan dokumentasi efek jangka penjang penggunaan obat
2. Penatalaksanaan nyeri (NIC)
Pantau tingkat kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri pada interfal tertentu.
Tentukan dampak pengaman nyeri pada kualitas hidup (misalnya tidur, selera makan, aktivitas,
kognisi, alam perasaan, hubungan, kinerja, dan tanggung jawab peran)
Penyuluhan untuk pasien /keluarga
1. Beri tahu pasien bahwa peredaan nyeri secara total tidak akan dapat dicapai
Aktivitas kolaboratif
1. Adakah pertemuan multidisipliner untuk merencanakan asuhan keperawatan pasien
2. Manajemen nyeri (NIC)
Pertimbangkan rujukan untuk pasien, keluarga, dan orang terdekat pasien ke kelompok
pendukung atau sumber-sumber lain, bila perlu (Wilkinson & Ahern, Buku Saku Diagnosis
Keperawatan, 2013, hal. 537).
1. Hipertermia
Definisi : peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal.
Tujuan: Pasien akan menunjukkan Termoregulasi, yang dibuktikan oleh indikator gangguan
sebagai berikut (sebutkan 1-5 : gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan atau tidak ada
gangguan) :
1. Peningkatan suhu kulit
2. Hipertemia
3. Dehidrasi
4. Mengantuk
Pasien akan menunjukkan Termoregulasi, yang dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai
berikut (sebutkan 1-5 : gangguan ekstrem, berat,   sedang, ringan atau tidak ada gangguan) :
1. Berkeringat saat panas
2. Denyut nadi radialis
3. Frekuensi pernapasan
Kriteria hasil :
Pasien dan Keluarga akan :
Menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu
Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau meminimalkan peningkatan suhu tubuh
Melaporkan tanda dan gejala dini Hipertermia
Bayi akan :
Tidak mengalami gawat napas, gelisah, atau letargi
Menggunakan sikap tubuh yang dapat mengurangi panas
Pengkajian Keperawatan :
1. Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu lingkungan
2. Pantau hidrasi (misalnya, turgor kulit, kelembapan membran mukosa)
Penyuluhan untuk Pasien / Keluarga
1. Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini
hipertermia (misalnya,sengatan panas,dan keletihan akibat panas)
2. Ajarkan indekasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan yang diperlukan, jika
perlu.
Aktifitas Kolaboratif
1. Berikan obat antipiretik, jika perlu
2. Gunakan matras dingin dan mandi air hangat untuk mengatasi gangguan suhu tubuh, jika
perlu (Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 390).
1. Gangguan eliminasi urine
Definisi : pola fungsi perkemihan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan eliminasi dan
dapat ditingkatkan.
Tujuan: menunjukkan eliminasi urine, yang membuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5 :
gangguan ekstern , berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan):
1. Identifikasi dorongan berkemih
2. Mengosongkan kandung kemih secara tuntas
3. pola eliminasi
4. Asuhan cairan adekuat
Kriteria Evaluasi :
Pasien akan:
Mendeskripsikan rencana untuk meningkatkan fungsi perkemihan
Memiliki urine residu pasca-berkemih >100-200 ml
Tetap terbebas dari infeksi saluran kemih
Memiliki asupan haluaran urine 24 jam yang seimbang
Melaporkan jumlah dan karakteristik urine yang normal
Menunjukkan pengetahuan yang adekuat tentang obat yang memengaruhi
fungsi perkemihan
Mengalami eliminasi urine normal
Pengkajian :
1. Identifikasi dan dokumentasikan pola pengosongan kandung kemih
2. Kumpulkan data tentang penggunaan obat resep dan obat nonresep
Penyuluhan untuk Pasien / Keluarga :
1. Beri informasi tentang fungsi perkemihan normal
2. Beri informasi tentang kebutuhan cairan, berkemih, teratur, ddl (Wilkinson & Ahern, 2013,
hal. 841).
3. Gangguan Citra Tubuh
Definisi : konfusi pada gambaran mental fisik diri seseorang.
Tujuan :
1. Gangguan citra tubuh berkurang yang dibuktikan oleh selalu menunjukkan adaptasi dengan
ketunadayaan Fisik, penyesuaian Psikososial: Perubahan Hidup, Citra Tubuh positif, tidak
mengalami keterlambatan dalam perkembangan Anak, dan Harga diri positif
2. Menunjukkan Citra Tubuh, yang dibuktikan oleh indikator
Kriteria hasil :
1. Mengidentifikasi kekuatan personal
2. Mengenali dampak situasi pada hubungan personal dan gaya hidup
3. Mengenali perubahan aktual pada penampilan tubuh
4. Menunjukkan penerimaan penampilan
5. Menggambarkan perubahan aktual pada fungsi tubuh
Pengkajian :
1. Kajian dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien terhadap tubuh pasien
2. Identifikasi mekanisme koping yang biasa digunakan pasien
Penyuluhan untuk Pasien / Keluarga :
1. Ajarkan tentang cara merawat dan perawat diri, termasuk komplikasi kondisi medis.
Aktivitas Kolaboratif :
1. Rujukan kelayanan sosial untuk merencanakan perawatan dengan pasien dan keluarga
2. Rujukan pasien untuk mendapat terapi fisik untuk latihan kekuatan dan fleksibilitas,
membantu dalam perpindahan tempat dan ambulasi, atau pengguanaan prostesis
3. Tawarkan untuk menghubungi sumber-sumber komunikasi yang tersedia untuk
pasien/keluarga
4. Rujuk ke tim interdisipliner untuk klien yang memiliki kebutuhan kompleks (misalnya,
komplikasi pembedahan) (Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 69).
5. Hambatan mobilitas Fisik
Definisi : keterbatasan dalam, penggerakan fisik mandiri dan terarah pada tubuh atau satu
ekstremitas atau lebih .
Tujuan : memperhatikan mobilitas, yang dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5 :
gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak mengalami gangguan) :
1. Keseimbangan
2. Koordinasi
3. Performa posisi tubuh
4. Pergerakan sendi dan otot
5. Berjalan
6. Bergerak dengan mudah.
Kriteria Evaluasi :
1. Memperlihatkan penggunaan alat bantu secara benar dengan pengawasan
2. Meminta bantuan untuk aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri dengan alat bantu
3. Menyangga berat badan
4. Berjalan dengan menggunakan langkah-langkah yg benar
5. Berpindah ke kursi atau kursi roda
6. Menggunakan kursi roda secara efektif.
Pengkajian :
1. Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan dirumah dan kebutuhan terhadap
peralatan pengobatan yang tahan lama
2. Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas
3. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah
4. Rujuk keahli terapi fisik untuk program latihan
5. Berikan penguatan positif selama aktivitas
6. Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki anti selip yang mendukung untuk berjalan
(Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 472).
7. Resiko Ketidakberdayaan
Definisi : persepsi bahwa tindakan individu tidak akan memengaruhi hasil secara bermakna :
persepsi kurang dapat mengendalikan situasi saat ini atau yang akan terjadi.
Tujuan : menunjukkan partisipasi dalam pengambilan keputusan tentang perawatan kesehatan,
yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan mengidentifikasi proritas hasil
kesehatan.
Menggunakan teknik penyelesaian masalah untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Kriteria Evaluasi :
1. Mengungkapkan secara verbal tentang segala perasaan ketidakberdayaan
2. Mengidentifikasi tindakan yang berada dalam kendalinya
3. Menghubungkan ketiadaan kendala dengan tindakan
4. Mengungkapkan secara verbal kemampuan untuk melakukan tindakan yang diperlukan
5. Melaporkan dukungan yang adekuat dari orang terdekat, taman-teman dan tetangga
6. Melaporkan waktu, keuangan pribadi, dan asuransi kesehatan yang memadai
7. Melaporkan ketersediaan alat, bahan, pelayanan, dan alat transportasi.
Pengkajian :
1. Peningkatan harga diri (NIC) :
Tentukan lokus kontrol pasien
Tentukan kepercayaan diri pasien terhadap keputusannya sendiri
Pantau tingkat harga diri sepanjang waktu, apabila perlu
2. Fasilitasi Tanggung Jawab Diri (NIC) :
Pantau tingkat tanggung jawab yang diemban pasien
Tentukan apakah pasien memiliki pengetahuan yang adekuat tentang kondisi perawatan
kesehatan
Aktivitas Kolaboratif :
1. Adakan suatu konferensi multidisiplin untuk mendiskusikan dan mengembangkan rutinitas
perawatan pasien (Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 581).
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Aziz, M. (2013). Panduan Pelayanan Medik. jakarta: EGC.
Kunoli, F. J. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta: Trans Info Media.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Jakarta: Medical.
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia . Jakarta: DPP PPNI.
Sudoyo dkk. (2010). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing.
Wilkinson, J. M. (2013). BUKU SAKU Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Wilkinson, J. M. (2013). BUKU SAKU Diagnosis Keperawatan EDISI 9. Jakarta: EGC.
Zainuddin. (2014). Panduan Praktik Klinis . jakarta.
Https://smoke2021.wordpress.com
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN FILARIASIS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penyakit Tropis

Disusun Oleh :
IRMA PAMOLANGO
PO7120321151

KELOMPOK II
KELAS A

Pembimbing: Metrys Ndama,S.SIT,M.Kes

PRODI D-IV KEPERAWATAN ALIH JENJANG


POLTEKKES KEMENKES PALU
TAHUN AJARAN 2021/2022

Anda mungkin juga menyukai