1. Definisi
Filariasis atau lebih dikenal elephantiasis (kaki gajah) adalah penyakit akibat nematode
yang seperti cacing yaitu wuchereria bancrofti. Brugia malayi dan brugia timon yang
dikenal sebagai filaria. Infeksi ini biasanya terjadi pada saat kanak-kanak dan
manifestasi yang dapat terlihat mucul belakangan, menetap dan menimbulkan ketidak
mampuan menetap (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144).
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematode yang tersebar
di Indonesia. Walaupun penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi dapat
menurunkan produktifitas penderitanya karena timbulnya gangguan fisik penyakit ini
jarang terjadi pada anak karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-tahun kemudian
setelah infeksi gejala pembengkakan kaki muncul karena sumbatan mikrofilaria pada
pembuluh limfe yang biasanya terjadi pada usia diatas 30 tahun setelah terpapar parasit
selama bertahun-tahun. Oleh karena itu filariasis sering juga disebut kaki gajah. Akibat
paling vatal bagi penderita adalah kecacatan permanen yang sangat mengganggu
produktifitas (Kunoli, 2012, p. 199).
Etiologi
Wuchereria bancrofti merupakan cacing dewasa berwarna putih, kecil seperti benang.
Cacing jantan berukuran 40 mm x 0,1 mm, sedangkan cacing betina berukuran dua kali
cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0,2-0,3 mm. Manusia merupakan satu-satunya hospes
yang diketahui. Penularannya melalui proboscis (labela) sewaktu gigitan nyamuk yang
mengandung larva inefektif. Larva akan terdeposit di kulit, berpindah kepembuluh
limfa berkembang menjadi cacing dewasa selama 6-12 bulan, dan menyebabkan
kerusakan dan pembesaran pembuluh limfe. Filariasis dewasa hidup beberapa tahun di
tubuh manusia. Selama periode tersebut filarial berkembang menghasilkan jutaan
microfilaria (umur 3-36 bulan) yang belum masak, beredar di daerah perifer dan dapat
dihisap oleh nyamuk yang kemudian menularkan kemanusia lain (Nurarif & Kusuma,
2015, p. 144).
4. Patofisiologi
Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembuluh getah bening akibat
inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa, bukan oleh mikrofilaria. Cacing dewasa
hidup dipembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan
menyebabkan pelebaran pembuluh getah bening dan penebalan dinding pembuluh.
Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan magrofag didalam dan sekitar pembuluh getah
bening yang mengalami inflamasi bersama dengan proliferasi sel endotel dan jaringan
penunjang, menyebabkan berliku-likunya sistem limfatik dan kerusakan atau
inkompetensi katup pembuluh getah bening.
Limfedema dan perubahan kronik akibat statis bersama edema keras terjadi pada kulit
yang mendasari. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat filasriasis ini disebabkan
oleh efek langsung dari cacicng ini dan oleh respon imun yang menyebabkan pejamu
terhadap parasit. Respon imun ini dipercaya menyebabkan proses granulomatosa dan
proliferasi ang menyebabkan obstruksi total getah bening (Sudoyo dkk, 2010, p. 2932
Klasifikasi
1. Filariasis malayi
Filariasi malayi disebakan o oleh brugiamalayi. Periodisitas mikrofilaria B. Malayi
adalah periodik nokturna, sub perodik nokturna, atau non periodik. Periodisitas
mikrofilaria yang bersarung dan berbentuk kasini, tidak senyata periodisitas
W.Bansofti. Sebagai hospes sementara adalah nyamuk mansomia, anopeles, amigeres.
Dalam tubuh nyamuk mikrofilaria tumbuh menjadi larva impektif dalam waktu 6-12
hari. Ada peneliti yang menyebutkan bahwa masa pertumbuhanya di dalam nyamuk
kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan. Didalam tubuh manusia
dan nyamuk perkembangan parasit ini juga sama dengan perkembangan W. Bansoft
(Sudoyo dkk, 2010, hal. 2936).
2. Filariasis timori
Filariasis timori disebabkan oleh pilariatipetimori.filaria tipe ini terdapat di timor,
pulau rote, flores, dan beberapa pulau disekitarnya. Cacing dewasa hidup di dalam
saluran dan dikelenjar limfe. Pagetornya adalah anopeles barberostis. Mikro filarianya
menyerupai mikro filaria brugiamalayi, yaitu lekuk badanya patah-patah dan susunan
intinya tidak teratur, perbedaanya terletak dalam: 1. Panjang kepala = 3 x lebar kepala;
2. Ekornya mempunyai 2 inti tambahan, yang ukuranya lebih kecil daripada inti-inti
lainya dan letaknya lebih berjauhan bila dibandingkan dengan letak inti tambahan B.
Malayi; 3. Sarungnya tidak mengambil warna pulasan gamesa; ukuranya lebih panjang
daripada mikrofilaria berugiamalayi. Mikrofilaria bersifat periodik nokturna (Sudoyo
dkk, 2010, p. 2936).
Komplikasi
Jika tidak ditangani dengan serius penyakit ini dapat menimbulkan Hidrokel
membesar, dan dapat menimbulkan penyakit berupa infeksi.
Alasan MRS
Pasien mengalami kelemahan otot, menurunnya masa otot, respon fisiologi aktivitas
(perubahan TD, frekuensi jantung) (Kunoli, 2012, hal. 203).
Klien mengeluh nyeri disertai bengkak pada kaki yang terkena, nyeri terasa seperti
tertusuk-tusuk, nyeri timbul setiap saat dan skala nyeri sedang sampai berat. Bengkak
awalnya muncul dari telapak kaki sampai ke tungkai kaki bawah. Pasien sulit berjalan
yang disebabkan oleh pembengkakan tungkai kaki. Demam naik turun dan buang air
kecil berwarna putih susu (Kunoli, 2012, hal. 203).
Riwayat pengobatan
Pada pengobatan masal (program pengendalian filariasis) pemberian DEC dosis standar
tidak dianjurkan lagi mengingat efek sampingnya. Untuk itu, DEC diberikan dengan
dosis lebih rendah (6 mg/kgBB), dengan jangka waktu pemberian yang lebih lamam
mencapai dosis total yang sama misalnya dalam bentuk garam DEC 0,2 – 0,4% selama
9-12 bulan. Atau pemberian obat dilakukan seminggu sekali, atau dosis tunggal setiap 6
bulan atau setiap tahun (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2935).
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran
Kesadaran Pada manifestasi akut dapat ditemukan adanya limfangitis dan limfadenitis
yang berlangsung 3 – 15 hari, dan dapat terjadi beberapa kali dalam setahun
(Zainuddin, 2014, hal. 39).
Body system
Sistem pernafasan
Penyakit filariasis terjadi pernapasan pendek : dispnea nokturnal paroksismal ; batuk
dengan / tanpa sputum kental dan banyak (Aziz dkk, 2013, hal. 116).
Sistem kardiovaskular
ictus cordis tidak terlihat dan tidak kuat angkat, Perubahan TD, menurunnya volume
nadi perifer, perpanjangan pengisian kapiler (Kunoli, 2012, hal. 203).
Sistem pensyarafan
Kaki bengkak dan reflek tidak normal (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2932).
Sistem perkemihan
Pembengkakan pada daerah skrotalis (Kunoli, 2012, hal. 203).
Sistem percernaan
Pasien mengalami anoreksia dan permeabilitas cairan (Kunoli, 2012, hal. 203).
Sistem integument
Warna kulit normal dan mengalami gangguan pada ekstemitas yang terkena kaki gajah,
tekstur kulit mengalami bengkak, gatal, lesi, bernanah pada kaki yang terkena (Kunoli,
2012, hal. 203).
sistem muskuloskeletal
Terdapat edema pada kaki yang terkena dan kelemahan otot (Kunoli, 2012, hal. 203).
Sistem endokrin
Ditemukan adanya limfangitis dan limfadenitis yang berlangsung 3 – 15 hari, dan dapat
terjadi beberapa kali dalam setahun (Zainuddin, 2014, hal. 36).
Sistem reproduksi
Menurunnya libido (Kunoli, 2012, hal. 203).
Sistem pengindraan
Kerusakan status indra peraba (Kunoli, 2012, hal. 203)
Sistem imun
Mengalami demam pada filariasis karena adanya inflamasi yang berawal dari kelenjar
getah (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2932).
Pemeriksaan Penunjang
1. Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan
mikroskopis darah , sampai saaat ini hal tersebut masih dirasakan sulit
dilakukan karena microfilaria hanya muncul dan menampilkan diri dalam darah
pada waktu malam hari selama beberapa jam saja (nocturnal periodicity)(Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 144).
2. Selain itu, berbagai methode pemeriksaan juga dilakukan untuk mendiagnosa
penyakit kaki gajah. Diantaranya ialah dengan system yang dikenal sebagai
penjaringan membran, metode konsentrasikan dan teknik pengendapan (Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 144).
3. Metode pemeriksaan yang mendekati kearah diagnose dan diakui oleh WHO
dengan pemeriksaan system “tes kartu”, hal ini sangatlah sederhana dan peka untuk
mendeteksi penyebaran parasit (larva). Yaitu dengan mengambil sample darah
system tusukan jari droplests diwaktu kapan pun, tidak harus dimalam hari (Nurarif
& Kusuma, 2015, hal. 144).
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan filariasis bergantung kepada keadaan klinis dan beratnya penyakit.
Terapi medikamentosa
Ivermectin
Obat ini merupakan antibiotik semisintetik golongan makrolid yang berfungsi sebagai
agent mikrofilarisidal poten. Dosis tunggal 200-400µg/kg dapat menurunkan
microfilaria dalam darah tepi untuk waktu 6-24 bulan. Obat belum digunakan di
Indonesia (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 145).
Albendazol
Obat ini digunakan untuk pengobatan cacing intestine selama bertahun-tahun dan
baru-baru ini di coba digunakan sebagai anti-filaria. Albendazole hanya mempunyai
sedikit efek untuk mikrofilaremia dan antigenaemia jika digunakan sendiri. Dosis
tunggal 400 mg dikombinasi dengan DEC atau intermectin efektif menghancurkan
microfilaria (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 145).
1. Pemberian benzopyrenes, termasuk flavonoids dan coumarin dapat Menjadi
terapi tambahan (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 145).
2. Pembedahan
Tindakan bedah pada limfadema bersifat paliatif, indikasi tindakan bedah adalah jika
tidak terdapat perbaikan dengan terapi konservatif, limfadema sangat besar sehingga
mengganggu aktivitas dan pekerjaan dan menyebabkan tidak berhasilnya terapi
konsevatif (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 145).
2. Diagnosa keperawatan
Menurut SDKI (2017) diagnosa keperawatan filariasis yang muncul antara lain :
Penyebab :
Subjektif :
1. Mengeluh nyeri
2. Merasa depresi (tertekan)
3. Objektif :
4. Tampak meringis
5. Gelisah
6. Tidak mampu menuntaskan aktivitas
Gejala dan tanda minor :
Subjektif :
1. Merasa takut mengalami cedera berulang
2. Objektif :
3. Bersikap protektif
4. Waspada
5. Pola tidur berubah
6. Anoreksia
7. Fokus menyempit
8. Berfokus pada diri sendiri
Kondisi klinis terkait : kondisi kronis, infeksi, cedera medula spinalis, kondisi pasca
trauma, dan tumor.
Penyebab:
1. Dehidrasi
2. Terpapar lingkungan panas
3. Preoses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5. Peningkatan laju metabolisme
6. Respon trauma
7. Aktivitas berlebihan
8. Pengunaan inkubator
Gejala dan Tanda Mayor :
1. Subjektif
(tidak tersedia)
1. Objektif
2. Suhu tubuh diatas nilai normal
Gejala dan Tanda Minor :
1. Subjektif
(tidak tersedia)
1. Objektif
2. Kulit merah
3. Kejang
4. Takikardi
5. Takipnea
6. Kulit terasa hangat
Kondisi klinis terkait
1. Proses infeksi
2. Hipertiroid
3. Stroke
4. Dehidrasi
5. Trauma
6. Prematuritas
7. Gangguan eliminasi urine(Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 96)
Definisi : disfungsi eliminasi urine
Penyebab :
1. Subyektif
2. Desakan berkemih (Urgensi)
3. Urine menetes (Dribbling)
4. Sering buang air kecil
5. Nokturia
6. Mengompol
7. Enuresis
8. Objektif
9. Distensi kandung kemih
10. Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
11. Volume residu urine meningkat
Gejala dan Tanda Minor :
1. Subyektif
(tidak tersedia)
1. Objektif
(tidak tersedia)
Penyebab :
1. Subjektif
2. Mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh
3. Objektif
4. Kehilangan bagian tubuh
5. Fungsi / struktur tubuh berubah / hilang
Gejala dan Tanda Minor :
1. Subjektif
2. Tidak mau mengungkapkan kecacatan / kehilangan bagian tubuh
3. Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh
4. Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan / reaksi orang lain
5. Mengungkapkan perubahan gaya hidup
6. Objektif
7. Menyembunyikan / menunjukkan bagian tubuh secara berlebihan
8. Menghindari melihat dan / atau menyentuh bagian tubuh
9. Fokus berlebihan pada perubahan tubuh
10. Respon nonverbal pada perubahan dan persepsi tubuh
11. Fokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu
12. Hubungan sosial berubah
Kondisi klinis terkait :
1. Mastektomi
2. Amputasi
3. Jerawat
4. Parut atau luka bakar yang terlihat
5. Obesitas
6. Hiperpigmentasi pada kehamilan
7. Gangguan psikiatrik
8. Program terapi neoplasma
9. Alopecia chemically induced.
10. Hambatan Mobilitas Fisik (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 124).
Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri.
Penyebab :
1. Subjektif
2. Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas
3. Objektif
4. Kekuatan otot menurun
5. Rentang gerak (ROM) menurun
Gejala dan Tanda Minor
1. Subjektif
2. Nyeri saat bergerak
3. Enggan melakukan pergerakan
4. Merasa cemas saat bergerak
5. Objektif
A. Sendi kaku
B. Gerakan tidak terkoordinasi
C. Gerakan terbatas
D. Fisik lemah
Kondisi Klinis Terkait :
1. Stroke
2. Cedera medula spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthritis
6. Oestemalasia
7. Keganasan
8. Resiko Ketidakberdayaan (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 224).
Definisi : persepsi bahwa tindakan seseorang tidak akan mempengaruhi hasil secara
signifikan; persepsi kurang kontrol pada situasi saat ini atau yang akan datang.
Faktor Resiko :
Intervensi
Pada asuhan keperawatan Filariasis intervensi yang muncul antara lain :
1. Nyeri kronis
Definisi : pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat kerusakan
jaringan aktual atau potensial.
Tujuan : menunjukkan nyeri: efek merusak, yang dibuktikan oleh indikator sebagai
berikut (sebutkan 1-5: ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada):
Kriteria evaluasi :
1. Pasien akan menyatakan secara verbal pengetahuan tentang cara alternatif untuk
redakan nyeri
2. Pasien akan melaporkan bahwa tingkat nyeri pasien dipertahankan pada skala
nyeri 0-10
3. Pasien akan tetap produktif ditempat kerja atau sekolah
4. Pasien akan melaporkan menikmati aktivitas senggang
5. Pasien akan melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
6. Pasien akan mengenali faktir-faktor yang meningkatkan nyeri dan melakukan
tindakan pencegahan nyeri
7. Menggunakan pereda nyeri analgesik dan nonanalgesik secara tepat
Pengkajian
Tentukan dampak pengaman nyeri pada kualitas hidup (misalnya tidur, selera makan,
aktivitas, kognisi, alam perasaan, hubungan, kinerja, dan tanggung jawab peran)
1. Beri tahu pasien bahwa peredaan nyeri secara total tidak akan dapat dicapai
Aktivitas kolaboratif
1. Hipertermia
Definisi : peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal.
Bayi akan :
Pengkajian Keperawatan :
1. Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu lingkungan
2. Pantau hidrasi (misalnya, turgor kulit, kelembapan membran mukosa)
Penyuluhan untuk Pasien / Keluarga
Definisi : pola fungsi perkemihan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan eliminasi
dan dapat ditingkatkan.
Pasien akan:
fungsi perkemihan
Pengkajian :
Tujuan :
1. Kajian dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien terhadap
tubuh pasien
2. Identifikasi mekanisme koping yang biasa digunakan pasien
Penyuluhan untuk Pasien / Keluarga :
1. Ajarkan tentang cara merawat dan perawat diri, termasuk komplikasi kondisi
medis.
Aktivitas Kolaboratif :
1. Keseimbangan
2. Koordinasi
3. Performa posisi tubuh
4. Pergerakan sendi dan otot
5. Berjalan
6. Bergerak dengan mudah.
Kriteria Evaluasi :
Kriteria Evaluasi :
Aktivitas Kolaboratif :