FILARIASIS
Disusun oleh:
(2012-83-014)
PEMBIMBING
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2018
BAB I
PENDAHULUAN
dewasa yang hidup dalam kelenjar limfe dan darah manusia dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk. Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial yaitu
wuchereria bancrofti, brugia malayi dan brugia timori. Penyakit ini bersifat menahun
(kronis) dan jarang menimbulkan kematian, tetapi jika tidak diobati akan
dan beberapa subtropis telah terinfeksi filariasis. Di Indonesia, filariasis juga masih
diagnosis parasitologis, dan diagnosis serologis. Perlu diketahui bahwa tidak semua
asimtomatik).5.6
Ivermectine merupakan anti mikrofilaria yang kuat tapi tidak memiliki efek
makrofilarisida.5
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi
bancrofti, Brugia malayi atau Brugia timori. Parasit ini ditularkan pada tubuh
manusia melalui gigitan nyamuk Armigeres, Mansonia, Culex, Aedes dan Anopheles.
Dalam bentuk larva dan mikrovilia, cacing ini berada di dalam darah, pada saat
limfatik dan menyebabkan kerusakan parah. Jika tidak diobati dapat menimbulkan
cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan
maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan
hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat
dan negara.1.6
II.2 Etiologi
Cacing dewasa hidup di dalam kelenjar dan saluran limfe, sedangkan mikrofilaria
ditemukan di dalam darah. Secara klinis, infeksi bisa terjadi tanpa gejala atau
kecil seperti benang. Cacing jantan berukran 40 mm x 0,2 mm, sedangkan cacing
betina berukuran dua kali cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0.2-0.3 mm.6
Penyebab Filariasis Malayi adalah filaria Brugia malayi. Cacing dewasa jenis
mikrometer. Brugia malayi hanya terdapat di Asia, dari India sampai ke jepang
termasuk Indonesia.6
Penyebab penyakit ini adalah filaria tipe Brugia timori. Cacing jantan
betina berukuran panjang 30 mm dengan diameter 100 mikrometer. Filaria tipe ini
terdapat di daerah Timor, pulau Rote, Flores dan beberapa pulau sekitarnya. Cacing
dewasa hidup di dalam saluran dan kelenjar limfe. Vektornya adalah Anopheles
Sekitar 1.4 miliar penduduk diseluruh dunia, di antaranya 120 juta terinfeksi
dan lebih dari 40 juta cacat akibat penyakit ini. Di Indonesia pada tahun 2016
2015 sebesar 4,7%. Jika penularan filariasis di daerah endemis tidak ditangani maka
penderita kaki gajah akan bertambah dari 13.032 orang menjadi sebanyak 4.807.148
orang yang akan terinfeksi filariasis dan berkembang menjadi penderita penyakit kaki
gajah.1,7,8
untuk dieliminasi pada tahun 2020. Di Indonesia program ini suja sudah berjalan
memberikan obat DEC yang dikombinasikan dengan albendazole setiap tahun sekali
54% kabupaten sedang melaksanakan POPM filariasis dan 22% telah selesai POPM 5
Putaran. Namun, masih ada 18% kabupaten/kota yang belum mulai melaksanakan
mengalami peningkatan yang cukup besar dari tahun 2010 yaitu 10 kasus dan
meningkat tinggi sebesar 176 kasus di tahun 2011 ,pada tahun 2012 mengalami
penurunan kasus yaitu 17 dan meningkat lagi menjadi 172 kasus di tahun 2013.10
yang tersebar di 11 Kabupaten Kota kecuali Kabupaten Maluku Tenggara tidak ada
kasus filariasis. Kota Ambon merupakan penyumbang terbanyak kasus filariasis yaitu
16 kasus, diikuti oleh Kabupaten Seram Bagian Barat 11 kasus dan Maluku
Tenggara Barat 5 kasus, sedangkan Kabupaten Buru, Buru Selatan dan Kota Tual
II.4 Patogenesis
vektor, misalnya nyamuk Anopheles, Aedes, dan Mansonia. Daur hidup parasit ini
memerlukan waktu yang panjang. Masa pertumbuhan parasit didalam nyamuk kurang
lebih dua minggu. Pada manusia masa pertumbuhan penularan filariasis belum
lambung, menembus dinding lambung dan bersarang diantara otot-otot torax. Mula-
mula parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I.
dalam waktu lebih dari seminggu, larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih
gemuk dan panjang dan disebut larva stadium II. Pada hari ke 10 dan selanjutnya,
larva ini bertukar kulit sekali lagi, tumbuh makin panjang dan lebih kurus dan disebut
larva stadium III. Larva ini sangat aktif dan sering bermigrasi mula-mula ke rongga
abdomen kemudian kekepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung
larva stadium III ini menggigit manusia, maka larva tersebut secara aktif masuk
melalui luka tusuk dan meneruskan perjalanannya ke pembuluh darah dan kelenjar
limfe sebagai tempat mereka tumbuh sampai dewasa, dimana cacing dewasa tinggal
dewasa menyebabkan kerusakan pembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar
getah bening dan menyebabkan pelebaran pembuluh getah bening dan penebalan
dinding pembuluh.5,6
Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan makrofag di dalam dan sekitar pembuluh
getah bening yang mengalami inflamasi bersama dengan proliferasi sel endotel dan
inkompetensi katup pembuluh getah bening. Limfedema dan perubahan kronik akibat
statis bersama dengan edema keras terjadi pada kulit yang mendasarinya. Perubahan-
perubahan yang terjadi akibat filariasis ini disebabkan oleh efek langsung dari cacing
proliferasi yang menyebabkan obstruksi total pembuluh getah bening. Diduga bahwa
pembuluh-pembuluh tersebut tetap paten selama cacing tetap hidup dan bahwa
demikian terjadilah obstruksi limfatik dan penurunan fungsi limfatik. Didalam tubuh
hospes, larva mengalami dua kali pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium IV,
Gejala klinis pada filariasis dapat dibagi menjadi stadium akut dan kronis.
Pada stadium akut akan timbul limfangitis berulang, limfadenitis, orchitis, dan dapat
terjadi demam. Demam intermiten dan adenolimfangitis dapat kambuh selama masa
elephantiasis, hidrokel). Biasanya timbul 10-15 tahun setelah terinfeksi. Pada kulit
yang terkena dapat menjadi hipertropik, verukosa, dan fibrotik. Bagian yang paling
sering terkena adalah ektremitas bawah, skrotum dan penis sedangkan pada
1. Identifikasi cacing dewasa pada pembuluh limfe skrotum dan dada wanita
yang berdilatasi.5,6
tebal atau tipis pada waktu malam hari antara jam 10 malam sampai jam 2
pemeriksaan sediaan darah jari yang diambil pukul mulai 20.00 malam waktu
bepergian ke tempat tropis harus dicurigai dengan filariasis. Demam dan sindrom
paru dapat disebabkan oleh berbagai cacing dan infeksi lainnya. Diagnosis
Sporotrichosis
schenkii. Gejala klinisnya berupa papul merah mudah, pustula, nodus yang
menjadi dua yaitu, moist type dan dry type. Pada moist type lesinya lebih
krusta hemmoragic sedanglan pada dry type lesinya hanya satu dan ada
krusta serous.11
II.8 Penatalaksanaan
DEC memiliki khasiat anti mikrofilaria dan mampu membunuh cacing dewasa,
Ivermectine merupakan anti mikrofilaria yang kuat tapi tidak memiliki efek
makrofilarisida.5,6
dipasarkan dalam bentuk senyawa garam sitrat (DEC). DEC tidak memiliki efek
permukaan larva sehingga mudah dikeluarkan dari jaringan tubuh dan membuatnya
Dosis 6 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis, setelah makan, selama 12 hari, pada
Pengobatan dapat diulang 6 bulan kemudian bila masih terdapat mikrofilaremia atau
masih menunjukkan gejala. Efek samping bisa terjadi sebagai reaksi terhadap DEC
atau reaksi terhadap cacing dewasa yang mati. Reaksi terhadap DEC dapat berupa
sakit kepala, malaise, anoreksia, rasa lemah, mual, muntah, dan pusing. Reaksi tubuh
terhadap protein yang dilepaskan pada saat cacing dewasa mati dapat terjadi
penurunan derajat mikrofilaria W.bancrofti, namun pada filariasis oleh Brugia spp.
Efek samping ivermectine sama dengan DEC, ivermectine tidak boleh diberikan pada
wanita hamil atau anak anak yang berumur kurang dari 5 tahun. Karena tidak
memiliki efek terhadap cacing dewasa, ivermectine harus diberikan setiap 6 bulan
II.9 Prognosis
Pada kasus-kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien pindah
dari daerah endemik. Pengawasan daerah endemik tersebut dapat dilakukan dengan
oles anti nyamuk, kelambu, atau insektisida dan meminum obat dalam POPM.7
Kesimpulan
filaria dewasa yang hidup dalam kelenjar limfe dan darah manusia dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan jarang
menimbulkan kematian, tetapi jika tidak diobati akan menimbulkan cacat yang
menetap pada bagian yang terkena. Cacing filaria yang menyebabkan penyakit
filariasis ini adalah wuchereria bancrofti, brugia malayi dan brugia timori. Terapi
merupakan anti mikrofilaria yang kuat tapi tidak memiliki efek makrofilarisida.