Anda di halaman 1dari 16

Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Referat

Fakultas Kedokteran Mei 2018


Universitas Pattimura

FILARIASIS

Disusun oleh:

Aprilia Teropina Warkey

(2012-83-014)

PEMBIMBING

dr. Fitri K. Bandjar, Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN KULIT DAN KELAMIN

RSUD dr. M. HAULUSSY FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2018
BAB I

PENDAHULUAN

Filariasis merupakan penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing filaria

dewasa yang hidup dalam kelenjar limfe dan darah manusia dan ditularkan melalui

gigitan nyamuk. Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial yaitu

wuchereria bancrofti, brugia malayi dan brugia timori. Penyakit ini bersifat menahun

(kronis) dan jarang menimbulkan kematian, tetapi jika tidak diobati akan

menimbulkan cacat yang menetap pada bagian yang terkena.1,2

Sekitar 1.4 miliar penduduk diseluruh dunia, terutama negara-negara tropis

dan beberapa subtropis telah terinfeksi filariasis. Di Indonesia, filariasis juga masih

merupakan masalah kesehatan karena hampir seluruh wilayah di Indonesia telah

tersebar penyakit ini.3,4

Diagnosis filariasis didasarkan pada empat pendekatan yaitu diagnosis klinis,

diagnosis parasitologis, dan diagnosis serologis. Perlu diketahui bahwa tidak semua

penderita filariasis menunjukkan manifestasi klinis tertentu. Khususnya di daerah

endemis filariasis, sebagian besar penduduknya berada pada status asimtomatik

meskipun di dalam darah perifernya ditemukan mikrofilaria (mikrofilaremia

asimtomatik).5.6

Terapi filariasis bertujuan untuk mencegah atau memperbaiki perjalanan

penyakit. Obat antifilaria berupa Diethylcarbamazine citrate (DEC) dan Ivermectine.


DEC memiliki khasiat anti mikrofilaria dan mampu membunuh cacing dewasa,

Ivermectine merupakan anti mikrofilaria yang kuat tapi tidak memiliki efek

makrofilarisida.5
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Definisi

Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filarial Wuchereria

bancrofti, Brugia malayi atau Brugia timori. Parasit ini ditularkan pada tubuh

manusia melalui gigitan nyamuk Armigeres, Mansonia, Culex, Aedes dan Anopheles.

Dalam bentuk larva dan mikrovilia, cacing ini berada di dalam darah, pada saat

berubah menjadi cacing dewasa, cacing-cacing ini akan menyerang pembuluh

limfatik dan menyebabkan kerusakan parah. Jika tidak diobati dapat menimbulkan

cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan

maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan

hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat

dan negara.1.6

II.2 Etiologi

Dibawah ini merupakan penyebab utama dari filariasis:

1. Filaria bancrofti (Wuchereria bancrofti)

Filariasis bancrofti adalah infeksi yang disebakan oleh Wuchereria bancrofti.

Cacing dewasa hidup di dalam kelenjar dan saluran limfe, sedangkan mikrofilaria

ditemukan di dalam darah. Secara klinis, infeksi bisa terjadi tanpa gejala atau

manifestasinya berupa peradangan dan sumbatan saluran limfe. Manusia merupakan

satu-satunya hospes yang diketahui. Wuchereria bancrofti akan mencapai


kematangan seksual dikelenjar dan saluran limfe. Cacing dewasa berwarna putih,

kecil seperti benang. Cacing jantan berukran 40 mm x 0,2 mm, sedangkan cacing

betina berukuran dua kali cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0.2-0.3 mm.6

2. Filaria malayi (Brugia malayi)

Penyebab Filariasis Malayi adalah filaria Brugia malayi. Cacing dewasa jenis

ini memiliki ukuran panjang 13-33 mm dengan diaameter 70-80 mikrometer.

Sedangkan cacing betinanya berukuran panjang 43-55 mm dan berdiameter 130-170

mikrometer. Brugia malayi hanya terdapat di Asia, dari India sampai ke jepang

termasuk Indonesia.6

3. Timori microfilaria (Brugia timori)

Penyebab penyakit ini adalah filaria tipe Brugia timori. Cacing jantan

berukuran panjang 20 mm dengan diameter 70-80 mikrometer. Sedangkan yang

betina berukuran panjang 30 mm dengan diameter 100 mikrometer. Filaria tipe ini

terdapat di daerah Timor, pulau Rote, Flores dan beberapa pulau sekitarnya. Cacing

dewasa hidup di dalam saluran dan kelenjar limfe. Vektornya adalah Anopheles

barbirostis. Mikrofilarianya menyerupai mikrofilaria Brugia Malayi yaitu lekuk

badannya patah-patah dan susunan intinya tidak teratur.6


II.3 Epidemiologi

Sekitar 1.4 miliar penduduk diseluruh dunia, di antaranya 120 juta terinfeksi

dan lebih dari 40 juta cacat akibat penyakit ini. Di Indonesia pada tahun 2016

dilaporkan sebanyak 29 provinsi dan 239 kabupaten/kota endemis filariasis.

Diperkirakan sebanyak 102.279.739 orang yang tinggal di kabupaten/kota endemi

tersebut berisiko terinfeksi filariasis. Rata-rata prevalensi mikrofilaria pada tahun

2015 sebesar 4,7%. Jika penularan filariasis di daerah endemis tidak ditangani maka

penderita kaki gajah akan bertambah dari 13.032 orang menjadi sebanyak 4.807.148

orang yang akan terinfeksi filariasis dan berkembang menjadi penderita penyakit kaki

gajah.1,7,8

Pada tahun 2000 World Health Organization (WHO) telah mengeluarkan

Global Programme to Eliminate Lymphatic Filariasis (GPELF) untuk

mengeliminasi penyakit filariasis yang merupakan masalah kesehatan bagi

masyarakat. Filariasis merupakan penyakit tropis yang terabaikan yang ditargetkan

untuk dieliminasi pada tahun 2020. Di Indonesia program ini suja sudah berjalan

melalui POPM (Pemberian Obat Pencegahan Massal) filariasis yaitu dengan

memberikan obat DEC yang dikombinasikan dengan albendazole setiap tahun sekali

dalam 5 tahun berturut-turut. Dari 239 kabupaten/kota endemis filariasis sebanyak

54% kabupaten sedang melaksanakan POPM filariasis dan 22% telah selesai POPM 5

Putaran. Namun, masih ada 18% kabupaten/kota yang belum mulai melaksanakan

dan 6% putus POPM Filariasis.7,9


Jumlah kasus filariasis di Provinsi Maluku dari tahun 2010 sampai 2014,

mengalami peningkatan yang cukup besar dari tahun 2010 yaitu 10 kasus dan

meningkat tinggi sebesar 176 kasus di tahun 2011 ,pada tahun 2012 mengalami

penurunan kasus yaitu 17 dan meningkat lagi menjadi 172 kasus di tahun 2013.10

Tahun 2014 dilaporkan adanya kasus filariasis (kronis) sebanyak 44 penderita

yang tersebar di 11 Kabupaten Kota kecuali Kabupaten Maluku Tenggara tidak ada

kasus filariasis. Kota Ambon merupakan penyumbang terbanyak kasus filariasis yaitu

16 kasus, diikuti oleh Kabupaten Seram Bagian Barat 11 kasus dan Maluku

Tenggara Barat 5 kasus, sedangkan Kabupaten Buru, Buru Selatan dan Kota Tual

masing -masing 1 kasus.10

II.4 Patogenesis

Cacing filarial ditularkan kemanusia oleh nyamuk yang bertindak sebagai

vektor, misalnya nyamuk Anopheles, Aedes, dan Mansonia. Daur hidup parasit ini

memerlukan waktu yang panjang. Masa pertumbuhan parasit didalam nyamuk kurang

lebih dua minggu. Pada manusia masa pertumbuhan penularan filariasis belum

diketahui secara pasti, tetapi diduga lebih dari tujuh bulan.5,6

Microfilaria yang terisap oleh nyamuk melepaskan sarungnya di dalam

lambung, menembus dinding lambung dan bersarang diantara otot-otot torax. Mula-

mula parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I.

dalam waktu lebih dari seminggu, larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih

gemuk dan panjang dan disebut larva stadium II. Pada hari ke 10 dan selanjutnya,
larva ini bertukar kulit sekali lagi, tumbuh makin panjang dan lebih kurus dan disebut

larva stadium III. Larva ini sangat aktif dan sering bermigrasi mula-mula ke rongga

abdomen kemudian kekepala dan alat tusuk nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung

larva stadium III ini menggigit manusia, maka larva tersebut secara aktif masuk

melalui luka tusuk dan meneruskan perjalanannya ke pembuluh darah dan kelenjar

limfe sebagai tempat mereka tumbuh sampai dewasa, dimana cacing dewasa tinggal

di pembuluh limfe dan mikrofilaria terdapat dipembuluh darah, kemudian cacing

dewasa menyebabkan kerusakan pembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar

getah bening dan menyebabkan pelebaran pembuluh getah bening dan penebalan

dinding pembuluh.5,6

Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan makrofag di dalam dan sekitar pembuluh

getah bening yang mengalami inflamasi bersama dengan proliferasi sel endotel dan

jaringan penunjang, menyebabkan berliku-likunya sistem limfatik dan kerusakan atau

inkompetensi katup pembuluh getah bening. Limfedema dan perubahan kronik akibat

statis bersama dengan edema keras terjadi pada kulit yang mendasarinya. Perubahan-

perubahan yang terjadi akibat filariasis ini disebabkan oleh efek langsung dari cacing

ini dan oleh respons imun pejamu terhadap parasit.5

Respons imun ini dipercaya menyebabkan proses granulomatosa dan

proliferasi yang menyebabkan obstruksi total pembuluh getah bening. Diduga bahwa

pembuluh-pembuluh tersebut tetap paten selama cacing tetap hidup dan bahwa

kematian cacing tersebut menyebabkan reaksi granulomatosa dan fibrosis. Dengan

demikian terjadilah obstruksi limfatik dan penurunan fungsi limfatik. Didalam tubuh
hospes, larva mengalami dua kali pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium IV,

stadium V atau stadium dewasa.5,6

Gambar 1.1 patogenesis filariasis

II.5 Gejala klinis

Gejala klinis pada filariasis dapat dibagi menjadi stadium akut dan kronis.

Pada stadium akut akan timbul limfangitis berulang, limfadenitis, orchitis, dan dapat

terjadi demam. Demam intermiten dan adenolimfangitis dapat kambuh selama masa

hidup cacing dewasa.11


Stadium kronis dapat menyebabkan osbtruksi limfatik (limfedema,

elephantiasis, hidrokel). Biasanya timbul 10-15 tahun setelah terinfeksi. Pada kulit

yang terkena dapat menjadi hipertropik, verukosa, dan fibrotik. Bagian yang paling

sering terkena adalah ektremitas bawah, skrotum dan penis sedangkan pada

ekstremitas atas dan payudara lebih jarang terkena.11

Gambar 2.2. Elephantiasis pada tungkai bawah

Gambar 2.3. Hydrocele, pembesaran testis dan limfadenopati inguinal


II.6 Diagnosis
Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan:

1. Identifikasi cacing dewasa pada pembuluh limfe skrotum dan dada wanita

dengan memakai high frequency ultrasound dan teknik Doppler, cacing

dewasa terlihat bergerak-gerak (filaria dance sign) dalam pembuluh limfe

yang berdilatasi.5,6

2. Identifikasi antigen filaria (circulating filarial antigen/CFA) dengan teknik:

ELISA, Rapid Immu-nochromatography Card. Pemeriksaan ini memberikan

nilai sensitifitas dan spesifitas yang tinggi.5,6

3. Identifikasi DNA mikrofilaria melalui pemeriksaan PCR.5,6

4. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis dengan eosinofilia

sampai 10-30%. Cacing filaria dapat ditemukan dengan pengambilan darah

tebal atau tipis pada waktu malam hari antara jam 10 malam sampai jam 2

pagi yang dipulas dengan pewarnaan Giemsa atau Wright. Dengan

pemeriksaan sediaan darah jari yang diambil pukul mulai 20.00 malam waktu

setempat. Seseorang dinyatakan sebagai penderita filariasis, apabila dalam

sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria.5


II.7 Diagnosis banding
Setiap pasien dengan lymphangitis dan limfadenopati dengan riwayat

bepergian ke tempat tropis harus dicurigai dengan filariasis. Demam dan sindrom

paru dapat disebabkan oleh berbagai cacing dan infeksi lainnya. Diagnosis

bandingnya antara lain:11,12

 Sporotrichosis

Sporotrichosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh sphorothrix

schenkii. Gejala klinisnya berupa papul merah mudah, pustula, nodus yang

kemudian mengalami ulserasi. Infeksi meluas mengikuti aliran limfatik.13

Gambar 2.4 sporotrichosis


 Leishmaniasis

Leismaniasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasite protozoa yang

termasuk dalam genus leishmanial. Gejala klinisnya berupa demam,

hepatosplenomegaly, limfadenophaty dan diare. Gejala dikutan dibagi

menjadi dua yaitu, moist type dan dry type. Pada moist type lesinya lebih

banyak hingga mencapai serratus, ulserasinya lebih menonjol dan terlihat

krusta hemmoragic sedanglan pada dry type lesinya hanya satu dan ada

krusta serous.11

Gambar 2.5 Leishmaniasis nodus multiple


Gambar 2.6 Leishmaniasis mukokutaneus

II.8 Penatalaksanaan

Terapi filariasis bertujuan untuk mencegah atau memperbaiki perjalanan

penyakit. Obat antifilaria berupa Diethylcarbamazine citrate (DEC) dan Ivermectine.

DEC memiliki khasiat anti mikrofilaria dan mampu membunuh cacing dewasa,

Ivermectine merupakan anti mikrofilaria yang kuat tapi tidak memiliki efek

makrofilarisida.5,6

 Diethylcarbamazine citrate (DEC)

Diethylcarbamazine citrate merupakan senyawa sintetis turunan piperazine,

dipasarkan dalam bentuk senyawa garam sitrat (DEC). DEC tidak memiliki efek

mematikan yang langsung terhadap mikrofilaria tetapi dengan merubah struktur

permukaan larva sehingga mudah dikeluarkan dari jaringan tubuh dan membuatnya

lebih mudah dihancurkan oleh sistim pertahanan tuan rumah.5,6

Dosis 6 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis, setelah makan, selama 12 hari, pada

Tropical Pulmonary Eosinophylia (TPE) pengobatan diberikan selama tiga minggu.

Pengobatan dapat diulang 6 bulan kemudian bila masih terdapat mikrofilaremia atau

masih menunjukkan gejala. Efek samping bisa terjadi sebagai reaksi terhadap DEC

atau reaksi terhadap cacing dewasa yang mati. Reaksi terhadap DEC dapat berupa

sakit kepala, malaise, anoreksia, rasa lemah, mual, muntah, dan pusing. Reaksi tubuh

terhadap protein yang dilepaskan pada saat cacing dewasa mati dapat terjadi

beberapa jam setelah pengobatan.5,6


 Ivermectin.

Pemberian dosis tunggal ivermectine 150 ug/kg BB efektif terhadap

penurunan derajat mikrofilaria W.bancrofti, namun pada filariasis oleh Brugia spp.

Efek samping ivermectine sama dengan DEC, ivermectine tidak boleh diberikan pada

wanita hamil atau anak anak yang berumur kurang dari 5 tahun. Karena tidak

memiliki efek terhadap cacing dewasa, ivermectine harus diberikan setiap 6 bulan

atau 12 bulan untuk menjaga agar derajat mikrofilaremia tetap rendah.5,6

II.9 Prognosis

Pada kasus-kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien pindah

dari daerah endemik. Pengawasan daerah endemik tersebut dapat dilakukan dengan

pemberian obat, serta pemberantasan vektornya. Pada kasus-kasus lanjut terutama

dengan edema tungkai, prognosis lebih buruk.5

II.10 Pencegahan Individu

Kontak dengan nyamuk terinfeksi dapat dikurangi melalui penggunaan obat

oles anti nyamuk, kelambu, atau insektisida dan meminum obat dalam POPM.7
Kesimpulan

Filariasis merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing

filaria dewasa yang hidup dalam kelenjar limfe dan darah manusia dan ditularkan

melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan jarang

menimbulkan kematian, tetapi jika tidak diobati akan menimbulkan cacat yang

menetap pada bagian yang terkena. Cacing filaria yang menyebabkan penyakit

filariasis ini adalah wuchereria bancrofti, brugia malayi dan brugia timori. Terapi

filariasis bertujuan untuk mencegah atau memperbaiki perjalanan penyakit. Obat

antifilaria berupa Diethylcarbamazine citrate (DEC) dan Ivermectine. DEC memiliki

khasiat anti mikrofilaria dan mampu membunuh cacing dewasa, Ivermectine

merupakan anti mikrofilaria yang kuat tapi tidak memiliki efek makrofilarisida.

Anda mungkin juga menyukai