MALUKU HUSADA
KAIRATU
2020/2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Tinggi lagi maha menyayangi, segala
puji bagi-Nya yang telah emmebrikan kami kekuatan dan Hidayah sehingga makalah dengan
judul “ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT FILARIASIS” dapat
selesai dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita.
penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit ini dapat disebabkan oleh infeksi satu atau dua cacing jenis falaria
yaitu Wucheria bancrofti atau Brugiamalayi. Cacing filaria ini termasuk family
Filaridae, yang bentuknya langsing dan ditemukan didalam system peredaran darah
limfe, otot, jaringan ikat atau rongga serosa pada vertebrata (Sudoyo dkk, 2010, p.
2931).
Didaerah endemik 80 % penduduk biasa mengalami infeksi tetapi hanya
sekitar 10 – 20 % populasi yang menunjukkan gejala klinis infeksi parasit ini tersebar
didaerah tropis dan subtropis seperti afrika, Asia, Pasifik selatan (Kunoli, 2012, p.
199).
Penyakit filariasis ini terjadi melalui gigitan nyamuk mengandung larva
infektif. Larva akan terdeposit dikulit, terpindah ke pembulu limfa berkembang
menjadi cacing dewasa selama 6 sampai 12 bulan, dan menyebabkan kerusakan dan
pembesaran pembulu limfe (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144).
Perlu adanya pendidikan dan pencegahan serta pengenalan penyakit kaki gajah
diwilayah masing – masing sangatlah penting untuk memutus mata rantai penularan
penyakit ini. Membersihkan lingkungan sekitar adalah hal penting untuk mencegahan
terjadinya perkembangan nyamuk diwilayah tersebut (Padila, 2013, hal. 418).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien filariasis.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan penyakit filariasis.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang definisi penyakit
filariasis
b. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Etiologi penyakit
filariasis
c. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Tanda dan Gejala
penyakit filariasis
d. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Patofisiologi penyakit
filariasis
e. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Klasifikasi penyakit
filariasis
f. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Komplikasi penyakit
filariasis
g. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Konsep Asuhan
Keperawatan penyakit filariasis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Filariasis atau lebih dikenal elephantiasis (kaki gajah) adalah penyakit akibat
nematode yang seperti cacing yaitu wuchereria bancrofti. Brugia malayi dan brugia
timon yang dikenal sebagai filaria. Infeksi ini biasanya terjadi pada saat kanak-kanak
dan manifestasi yang dapat terlihat mucul belakangan, menetap dan menimbulkan
ketidak mampuan menetap (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144).
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematode yang
tersebar dindonesia. Walaupun penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi
dapat menurunkan produktifitas penderitanya karena timbulnya gangguan fisik
penyakit ini jarang terjadi pada anak karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-
tahun kemudian setelah infeksi gejala pembengkakan kaki muncul karena sumbatan
mikrofilaria pada pembulu limfe yang biasanya terjadi pada usia diatas 30 tahun
setelah terpapar parasit selama bertahun-tahun. Oleh karena itu filariasis sering juga
disebut kaki gajah. Akibat paling vatal bagi penderita adalah kecacatan permanen
yang sangat mengganggu produktifitas (Kunoli, 2012, p. 199).
B. Etiologi
1. Wuchereria bancrofti merupakan cacing dewasa berwarna putih, kecil seperti
benang. Cacing jantan berukuran 40 mm x 0,1 mm, sedangkan cacing betina
berukuran dua kali cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0,2-0,3 mm. Manusia
merupakan satu-satunya hospes yang diketahui. Penularan nyamelalui
proboscis (labela) sewaktu gigitan nyamuk yang mengandung larva inefektif.
Larva akan terdeposit di kulit, berpindah kepembuluh limfa berkembang
menjadi cacing dewasa selama 6-12 bulan, dan menyebabkan kerusakan dan
pembesaran pembuluh limfe. Filariasis dewasa hidup beberapa tahun di tubuh
manusia. Selama periode tersebut filarial berkembang menghasilkan jutaan
microfilaria (umur 3-36 bulan) yang belum masak, beredar di daerah perifer
dan dapat dihisap oleh nyamuk yang kemudian menularkan kemanusia lain
(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144).
2. Cacing panjang halus seperti benang yaitu: filariasis yang disebabkan oleh
Wuchereria Bancrofti, (filariasis Bancrofti), filariasis yang disebabkan oleh
brugia malayi (filariasis malayi, filariasis brugia), filariasis yang disebabkan
oleh brugia timori (Kunoli, 2012, p. 200).
D. Patofisiologi
Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembulu getah bening
akibat inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa, bukan oleh mikrofilaria.
Cacing dewasa hidup dipembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah
bening dan menyebabkan pelebaran pembulu getah bening dan penebalan dinding
pembuluh. Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan magrofag didalam dan sekitar
pembuluh getah bening yang mengalami inflamasi bersama dengan proliferasi sel
endotel dan jaringan penunjang, menyebabkan berliku-likunya sistem limfatik dan
kerusakan atau inkompetensi katup pembuluh getah bening.
Limfedema dan perubahan kronik akibat statis bersama edema keras terjadi
pada kulit yang mendasari. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat filasriasis ini
disebabkan oleh efek langsung dari cacicng ini dan oleh respon imun yang
menyebabkan pejamu terhadap parasit. Respon imun ini dipercaya menyebabkan
proses granulomatosa dan proliferasi yang menyebabkan obstruksi total getah bening
(Sudoyo dkk, 2010, p. 2932).
E. Pathway
F. Klasifikasi
1. Filariasis malayi
Filariasi malayi disebakan oleh disebabkan oleh brugiamalayi.
Periodisitas mikrofilaria B. Malayi adalah periodik nokturna, sub perodik
nokturna, atau non periodik. Periodisitas mikrofilaria yang bersarung dan
berbentuk kasini, tidak senyata periodisitas W.Bansofti. Sebagai hospes
sementara adalah nyamuk mansomia, anopeles, amigeres. Dalam tubuh
nyamuk mikrofilaria tumbuh menjadi larva impektif dalam waktu 6-12 hari.
Ada peneliti yang menyebutkan bahwa masa pertumbuhanya di dalam nyamuk
kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan. Didalam tubuh
manusia dan nyamuk perkembangan parasit ini juga sama dengan
perkembangan W. Bansoft (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2936).
2. Filariasis timori
Filariasis timori disebabkan oleh pilariatipetimori.filaria tipe ini
terdapat di timor, pulau rote, flores, dan beberapa pulau disekitarnya. Cacing
dewasa hidup di dalam saluran dan dikelenjar limfe. Pagetornya adalah
anopeles barberostis. Mikro filarianya menyerupai mikro filaria brugiamalayi,
yaitu lekuk badanya patah-patah dan susunan intinya tidak teratur,
perbedaanya terletak dalam: 1. Panjang kepala = 3 x lebar kepala; 2. Ekornya
mempunyai 2 inti tambahan, yang ukuranya lebih kecil daripada inti-inti
lainya dan letaknya lebih berjauhan bila dibandingkan dengan letak inti
tambahan B. Malayi; 3. Sarungnya tidak mengambil warna pulasan gamesa;
ukuranya lebih panjang daripada mikrofilaria berugiamalayi. Mikrofilaria
bersifat periodik nokturna (Sudoyo dkk, 2010, p. 2936).
G. Komplikasi
Jika tidak ditangan dengan serius penyakit ini dapat menimbulkan Hidrokel
membesar, adapun dapat menimbulkan penyakit berupa infeksi.
1. Hidrokel yang besar sehingga menekan pembuluh darah
2. Indikasi kosmetik
3. Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan sehari – hari.
4. Chyluria (terdapat lemak pada urine)
5. TPE (topical pulmonary eosinifilia)
6. Hematuria
7. Kelumpuhan saraf (Sudoyo dkk, 2010, p. 2934).
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
b. Kesadaran
Kesadaran Pada manifestasi akut dapat ditemukan adanya limfangitis
dan limfadenitis yang berlangsung 3 – 15 hari, dan dapat terjadi
beberapa kali dalam setahun (Zainuddin, 2014, hal. 39).
c. Tanda – tanda vital
Pasien dengan penyakit filariasis perubahan tekanan darah,
menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan pengisian kapiler
(Kunoli, 2012, hal. 203).
d. Body system
1) Sistem pernafasan
Penyakit filariasis terjadi pernapasan pendek : dispnea
nokturnal paroksismal ; batuk dengan / tanpa sputum kental dan
banyak (Aziz dkk, 2013, hal. 116).
2) Sistem kardiovaskular
ictus cordis tidak terlihat dan tidak kuat angkat, Perubahan TD,
menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan pengisian
kapiler (Kunoli, 2012, hal. 203).
3) Sistem pensyarafan
Kaki bengkak dan reflek tidak normal (Sudoyo dkk, 2010, hal.
2932).
4) Sistem perkemihan
Pembengkakan pada daerah skrotalis (Kunoli, 2012, hal. 203).
5) Sistem percernaan
Pasien mengalami anoreksia dan permeabilitas cairan (Kunoli,
2012, hal. 203).
6) Sistem integument
Warna kulit normal dan mengalami gangguan pada ekstemitas
yang terkena kaki gajah, tekstur kulit mengalami bengkak,
gatal, lesi, bernanah pada kaki yang terkena (Kunoli, 2012, hal.
203).
7) Sistem musculoskeletal
Terdapat edema pada kaki yang terkena dan kelemahan otot
(Kunoli, 2012, hal. 203).
8) Sistem endokrin
Ditemukan adanya limfangitis dan limfadenitis yang
berlangsung 3 – 15 hari, dan dapat terjadi beberapa kali dalam
setahun (Zainuddin, 2014, hal. 36).
9) Sistem reproduksi
Menurunnya libido (Kunoli, 2012, hal. 203).
10) Sistem pengindraan
Kerusakan status indra praba (Kunoli, 2012, hal. 203)
11) Sistem imun
Mengalami demam pada filariasis karena adanya inflamasi
yang berawal dari kelenjar getah (Sudoyo dkk, 2010, hal.
2932).
5. Pemeriksaan Penunjang
Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan
mikroskopis darah , sampai saaat ini hal tersebut masih dirasakan sulit
dilakukan karena microfilaria hanya muncul dan menampilkan diri dalam
darah pada waktu malam hari selama beberapa jam saja (nocturnal periodicity)
(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 144).
Selain itu, berbagai methode pemeriksaan juga dilakukan untuk
mendiagnosa penyakit kaki gajah. Diantaranya ialah dengan system yang
dikenal sebagai penjaringan membran, metode konsentrasikan dan teknik
pengendapan (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 144).
Metode pemeriksaan yang mendekati kearah diagnose dan diakui oleh
WHO dengan pemeriksaan system “teskartu”, hal ini sangatlah sederhana dan
peka untuk mendeteksi penyebaran parasit (larva). Yaitu dengan mengambil
sample darah system tusukan jari droplests diwaktu kapan pun, tidak harus
dimalam har (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 144).
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan filariasis bergantung kepada keadaan klinis dan beratnya
penyakit.
a. Terapi medikamentosa
1) Diethycarbamazine citrate (DEC)
WHO merekomendasikan pemberian DEC dengan dosis 6
mg/kgBB untuk 12 hari berturut-turut. Di Indonesia, dosis 6
mg/kgBB memberikan efek samping yang berat, sehingga
pemberian DEC dilakukan bedasarkan usia dan dikombinasi
dengan albendazol (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 145).
2) Ivermectin
Obat ini merupakan antibiotik semisintetik golongan makrolid
yang berfungsi sebagai agent mikrofilarisidal poten. Dosis
tunggal 200-400µg/kg dapat menurunkan microfilaria dalam
darah tepi untuk waktu 6-24 bulan. Obat belum digunakan di
Indonesia (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 145).
3) Albendazol
Obat ini digunakan untuk pengobatan cacing intestine selam
bertahun-tahun dan baru-baru ini di coba digunakan sebagai
anti-filaria. Albendazole hanya mempunyai sedikit efek untuk
mikrofilaremia dan antigenaemia jika digunakan sendiri. Dosis
tunggal 400 mg dikombinasi dengan DEC atau intermectin
efektif menghancurkan microfilaria (Nurarif & Kusuma, 2015,
hal. 145).
4) Pemberian benzopyrenes, termasuk flavonoids dan coumarin
dapat Menjadi terapi tambahan (Nurarif & Kusuma, 2015, hal.
145).
b. Pembedahan
Tindakan bedah pada limfadema bersifat paliatif, indikasi tindakan
bedah adalah jika tidak terdapat perbaikan dengan terapi konservatif,
limfadema sangat besar sehingga mengganggu aktivitas dan pekerjaan
dan menyebabkan tidak berhasilnya terapi konsevatif (Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 145).
B. Diagnosa keperawatan
Menurut SDKI (2017) diagnosa keperawatan filariasis yang muncul antara lain :
1. Nyeri kronis(Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 174)
2. Hipertermia (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 284).
3. Gangguan eliminasi urine(Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 96)
4. Gangguan citra tubuh (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 186).
5. Hambatan Mobilitas Fisik (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 124).
6. Resiko Ketidakberdayaan (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 224).
C. Intervensi
Pada asuhan keperawatan Filariasis intervensi yang muncul antara lain :
1. Nyeri kronis
a. Definisi : pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial.
b. Tujuan : menunjukkan nyeri: efek merusak, yang dibuktikan oleh
indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: ekstrem, berat, sedang, ringan,
atau tidak ada):
1) Gangguan performa peran
2) Gangguan konsentrasi
3) Gangguan perawatan diri
4) Gangguan pola tidur
5) Kehilangan selera makan
c. Kriteria evaluasi :
1) Pasien akan menyatakan secara verbal pengetahuan tentang
cara alternatif untuk redakan nyeri
2) Pasien akan melaporkan bahwa tingkat nyeri pasien
dipertahankan pada skala nyeri 0-10
3) Pasien akan tetap produktif ditempat kerja atau sekolah
4) Pasien akan melaporkan menikmati aktivitas senggang
5) Pasien akan melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
6) Pasien akan mengenali faktir-faktor yang meningkatkan nyeri
dan melakukan tindakan pencegahan nyeri
7) Menggunakan pereda nyeri analgesik dan nonanalgesik secara
tepat
8) Pengkajian
Kaji dan dokumentasi efek jangka penjang penggunaan obat
d. Penatalaksanaan nyeri (NIC)
1) Pantau tingkat kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri pada
interfal tertentu.
2) Tentukan dampak pengaman nyeri pada kualitas hidup
(misalnya tidur, selera makan, aktivitas, kognisi, alam perasaan,
hubungan, kinerja, dan tanggung jawab peran)
3) Penyuluhan untuk pasien /keluarga
Beri tahu pasien bahwa peredaan nyeri secara total tidak akan
dapat dicapai
4) Aktivitas kolaboratif
Adakah pertemuan multidisipliner untuk merencanakan asuhan
keperawatan pasien
5) Manajemen nyeri (NIC)
Pertimbangkan rujukan untuk pasien, keluarga, dan orang
terdekat pasien ke kelompok pendukung atau sumber-sumber
lain, bila perlu (Wilkinson & Ahern, Buku Saku Diagnosis
Keperawatan, 2013, hal. 537).
2. Hipertermia
a. Definisi : peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal.
b. Tujuan: Pasien akan menunjukkan Termoregulasi, yang dibuktikan
oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 : gangguan
ekstrem, berat, sedang, ringan atau tidak ada gangguan) :
1) Peningkatan suhu kulit
2) Hipertemia
3) Dehidrasi
4) Mengantuk
5) Pasien akan menunjukkan Termoregulasi, yang dibuktikan oleh
indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 : gangguan
ekstrem, berat, sedang, ringan atau tidak ada gangguan) :
6) Berkeringat saat panas
7) Denyut nadi radialis
8) Frekuensi pernapasan
c. Kriteria hasil :
Pasien dan Keluarga akan :
1) Menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu
2) Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau meminimalkan
peningkatan suhu tubuh
3) Melaporkan tanda dan gejala dini Hipertermia
d. Pengkajian Keperawatan :
1) Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan
suhu lingkungan
2) Pantau hidrasi (misalnya, turgor kulit, kelembapan membran
mukosa)
3) Penyuluhan untuk Pasien / Keluarga
Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk
mencegah dan mengenali secara dini hipertermia
(misalnya,sengatan panas,dan keletihan akibat panas)
4) Ajarkan indekasi keletihan akibat panas dan tindakan
kedaruratan yang diperlukan, jika perlu.
5) Aktifitas Kolaboratif
Berikan obat antipiretik, jika perlu
6) Gunakan matras dingin dan mandi air hangat untuk mengatasi
gangguan suhu tubuh, jika perlu (Wilkinson & Ahern, 2013,
hal. 390).
3. Gangguan eliminasi urine
a. Definisi : pola fungsi perkemihan yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan eliminasi dan dapat ditingkatkan.
b. Tujuan: menunjukkan eliminasi urine, yang membuktikan oleh
indikator berikut (sebutkan 1-5 : gangguan ekstern , berat, sedang,
ringan, atau tidak ada gangguan):
1) Identifikasi dorongan berkemih
2) Mengosongkan kandung kemih secara tuntas
3) pola eliminasi
4) Asuhan cairan adekuat
c. Kriteria Evaluasi :
Pasien akan:
1) Mendeskripsikan rencana untuk meningkatkan fungsi
perkemihan
2) Memiliki urine residu pasca-berkemih >100-200 ml
3) Tetap terbebas dari infeksi saluran kemih
4) Memiliki asupan haluaran urine 24 jam yang seimbang
5) Melaporkan jumlah dan karakteristik urine yang normal
6) Menunjukkan pengetahuan yang adekuat tentang obat yang
memengaruhi
7) fungsi perkemihan
Mengalami eliminasi urine normal
d. Pengkajian :
1) Identifikasi dan dokumentasikan pola pengosongan kandung
kemih
2) Kumpulkan data tentang penggunaan obat resep dan obat
nonresep
3) Penyuluhan untuk Pasien / Keluarga :
4) Beri informasi tentang fungsi perkemihan normal
5) Beri informasi tentang kebutuhan cairan, berkemih, teratur, ddl
(Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 841).
6. Resiko Ketidakberdayaan
a. Definisi : persepsi bahwa tindakan individu tidak akan memengaruhi
hasil secara bermakna : persepsi kurang dapat mengendalikan situasi
saat ini atau yang akan terjadi.
b. Tujuan : menunjukkan partisipasi dalam pengambilan keputusan
tentang perawatan kesehatan, yang dibuktikan oleh indikator sebagai
berikut (sebutkan mengidentifikasi proritas hasil kesehatan.
Menggunakan teknik penyelesaian masalah untuk mencapai hasil yang
diharapkan.
c. Kriteria Evaluasi :
1) Mengungkapkan secara verbal tentang segala perasaan
ketidakberdayaan
2) Mengidentifikasi tindakan yang berada dalam kendalinya
3) Menghubungkan ketiadaan kendala dengan tindakan
4) Mengungkapkan secara verbal kemampuan untuk melakukan
tindakan yang diperlukan
5) Melaporkan dukungan yang adekuat dari orang terdekat,
taman-teman dan tetangga
6) Melaporkan waktu, keuangan pribadi, dan asuransi kesehatan
yang memadai
7) Melaporkan ketersediaan alat, bahan, pelayanan, dan alat
transportasi.
d. Pengkajian :
1) Peningkatan harga diri (NIC) :
- Tentukan lokus kontrol pasien
- Tentukan kepercayaan diri pasien terhadap keputusannya
sendiri
- Pantau tingkat harga diri sepanjang waktu, apabila perlu
2) Fasilitasi Tanggung Jawab Diri (NIC) :
- Pantau tingkat tanggung jawab yang diemban pasien
- Tentukan apakah pasien memiliki pengetahuan yang
adekuat tentang kondisi perawatan kesehatan
3) Aktivitas Kolaboratif :
Adakan suatu konferensi multidisiplin untuk mendiskusikan
dan mengembangkan rutinitas perawatan pasien (Wilkinson &
Ahern, 2013, hal. 581).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematode yang
tersebar dindonesia. Walaupun penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi
dapat menurunkan produktifitas penderitanya karena timbulnya gangguan fisik
penyakit ini jarang terjadi pada anak karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-
tahun kemudian setelah infeksi gejala pembengkakan kaki muncul karena sumbatan
mikrofilaria pada pembulu limfe yang biasanya terjadi pada usia diatas 30 tahun
setelah terpapar parasit selama bertahun-tahun. Oleh karena itu filariasis sering juga
disebut kaki gajah. Akibat paling vatal bagi penderita adalah kecacatan permanen
yang sangat mengganggu produktifitas (Kunoli, 2012, p. 199).
Penyakit ini dapat disebabkan oleh infeksi satu atau dua cacing jenis falaria
yaitu Wucheria bancrofti atau Brugiamalayi. Cacing filaria ini termasuk family
Filaridae, yang bentuknya langsing dan ditemukan didalam system peredaran darah
limfe, otot, jaringan ikat atau rongga serosa pada vertebrata (Sudoyo dkk, 2010, p.
2931).
Didaerah endemik 80 % penduduk biasa mengalami infeksi tetapi hanya
sekitar 10 – 20 % populasi yang menunjukkan gejala klinis infeksi parasit ini tersebar
didaerah tropis dan subtropis seperti afrika, Asia, Pasifik selatan (Kunoli, 2012, p.
199).
B. Saran
Dalam penulisan makalah yang berjudul ”Asuhan keperawatan pada pasien
filariasis ” nantinya makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya. Namun penulis menyadari dalam penulisan makalah ini
masih bnyak terdapat kekurangan baik dalam penulisan maupun penyusunannya. Oleh
karena itu kritik dan saran yng bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan makalah di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Kunoli, F. J. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta: Trans Info Media.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.