Anda di halaman 1dari 20

PENYAKIT TROPIS

“Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Filariasis”

Di susun Oleh: Kelompok III

Salma Kilbaren Sarlin Sapulette


Sarlina Nundehu Wa Irma
Sehat Huat Seylin Titirima
Siti Hartini Rosalinda Rumlus
Siti Wahyuni Rusmawati Rumodar
Stenly Maitale Salha Lessy
Sufruyati Kilwouw Sukuria
Sulastri Sudin Tomila Waleuru
Vivian Dompeipen Wa Astrid
Wati Rumagutawan Wisye Siwalette
Yolanda Kakisina Yubelina Unitly
Yulita Korkaha Asriani Yanti
Irfani Unwakoly Nuryati Wailissa

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MALUKU HUSADA

KAIRATU

2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Tinggi lagi maha menyayangi, segala
puji bagi-Nya yang telah emmebrikan kami kekuatan dan Hidayah sehingga makalah dengan
judul “ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT FILARIASIS” dapat
selesai dengan baik.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita.

Kairatu, Februari 2021

penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi penyakit Filariasis

B. Etilogi penyakit Filariasis

C. Tanda dan Gejala penyakit Filariasis

D. Patofisiologi penyakit Filariasis

E. Pathway penyakit Filariasis

F. Klasifikasi penyakit Filariasis

G. Komplikasi penyakit Filariasis

H. Penatalaksanaan penyakit Filariasis

I. Konsep Asuhan Keperawatan penyakit Filariasis

BAB III PENUTUPAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit ini dapat disebabkan oleh infeksi satu atau dua cacing jenis falaria
yaitu Wucheria bancrofti atau Brugiamalayi. Cacing filaria ini termasuk family
Filaridae, yang bentuknya langsing dan ditemukan didalam system peredaran darah
limfe, otot, jaringan ikat atau rongga serosa pada vertebrata (Sudoyo dkk, 2010, p.
2931).
Didaerah endemik 80 % penduduk biasa mengalami infeksi tetapi hanya
sekitar 10 – 20 % populasi yang menunjukkan gejala klinis infeksi parasit ini tersebar
didaerah tropis dan subtropis seperti afrika, Asia, Pasifik selatan (Kunoli, 2012, p.
199).
Penyakit filariasis ini terjadi melalui gigitan nyamuk mengandung larva
infektif. Larva akan terdeposit dikulit, terpindah ke pembulu limfa berkembang
menjadi cacing dewasa selama 6 sampai 12 bulan, dan menyebabkan kerusakan dan
pembesaran pembulu limfe (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144).
Perlu adanya pendidikan dan pencegahan serta pengenalan penyakit kaki gajah
diwilayah masing – masing sangatlah penting untuk memutus mata rantai penularan
penyakit ini. Membersihkan lingkungan sekitar adalah hal penting untuk mencegahan
terjadinya perkembangan nyamuk diwilayah tersebut (Padila, 2013, hal. 418).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah bagaimana
asuhan keperawatan pada pasien filariasis.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan penyakit filariasis.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang definisi penyakit
filariasis
b. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Etiologi penyakit
filariasis
c. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Tanda dan Gejala
penyakit filariasis
d. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Patofisiologi penyakit
filariasis
e. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Klasifikasi penyakit
filariasis
f. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Komplikasi penyakit
filariasis
g. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Konsep Asuhan
Keperawatan penyakit filariasis
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Filariasis atau lebih dikenal elephantiasis (kaki gajah) adalah penyakit akibat
nematode yang seperti cacing yaitu wuchereria bancrofti. Brugia malayi dan brugia
timon yang dikenal sebagai filaria. Infeksi ini biasanya terjadi pada saat kanak-kanak
dan manifestasi yang dapat terlihat mucul belakangan, menetap dan menimbulkan
ketidak mampuan menetap (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144).
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematode yang
tersebar dindonesia. Walaupun penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi
dapat menurunkan produktifitas penderitanya karena timbulnya gangguan fisik
penyakit ini jarang terjadi pada anak karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-
tahun kemudian setelah infeksi gejala pembengkakan kaki muncul karena sumbatan
mikrofilaria pada pembulu limfe yang biasanya terjadi pada usia diatas 30 tahun
setelah terpapar parasit selama bertahun-tahun. Oleh karena itu filariasis sering juga
disebut kaki gajah. Akibat paling vatal bagi penderita adalah kecacatan permanen
yang sangat mengganggu produktifitas (Kunoli, 2012, p. 199).

B. Etiologi
1. Wuchereria bancrofti merupakan cacing dewasa berwarna putih, kecil seperti
benang. Cacing jantan berukuran 40 mm x 0,1 mm, sedangkan cacing betina
berukuran dua kali cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0,2-0,3 mm. Manusia
merupakan satu-satunya hospes yang diketahui. Penularan nyamelalui
proboscis (labela) sewaktu gigitan nyamuk yang mengandung larva inefektif.
Larva akan terdeposit di kulit, berpindah kepembuluh limfa berkembang
menjadi cacing dewasa selama 6-12 bulan, dan menyebabkan kerusakan dan
pembesaran pembuluh limfe. Filariasis dewasa hidup beberapa tahun di tubuh
manusia. Selama periode tersebut filarial berkembang menghasilkan jutaan
microfilaria (umur 3-36 bulan) yang belum masak, beredar di daerah perifer
dan dapat dihisap oleh nyamuk yang kemudian menularkan kemanusia lain
(Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144).
2. Cacing panjang halus seperti benang yaitu: filariasis yang disebabkan oleh
Wuchereria Bancrofti, (filariasis Bancrofti), filariasis yang disebabkan oleh
brugia malayi (filariasis malayi, filariasis brugia), filariasis yang disebabkan
oleh brugia timori (Kunoli, 2012, p. 200).

C. Tanda dan Gejala


1. Gejala tampak setelah 3 bulan infeksi
2. Umumnya masa tunas 8-12 bulan
3. Fase akut menimbulkan peradangan seperti limfangitis, limfadenitis,
funikulitis, epididymitis dan orkitis
4. Gejala dari limfa denitis nyeri local, keras didaerah limfe, demam, sakit kepala
5. Fase akut dapat sembuh spontan setelah beberapa hari dan beberapa kasus
mengalami dan badan, mual, lesu dan tidak nafsu makan kekambuhan tidak
teratur selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan sebelum sembuh
6. Fase kronik terjadi dengan gejala hidrocel, kiluria, limfedema, dan
elephantiasis (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144).
7. ADL ditandai dengan demam tinggi, peradangan limfe (limfangitis dan
limfadenitis), serta edema local yang bersifat sementara. Limfangitis ini
bersifat retrograde, menyebar secara periferdari KGB menuju arah sentral.
Sepanjang perjalanan ini, KGB regional akan ikut membesar atau sekedar
memerah dan meradang (Padila, 2013, hal. 412).

D. Patofisiologi
Perubahan patologi utama disebabkan oleh kerusakan pembulu getah bening
akibat inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa, bukan oleh mikrofilaria.
Cacing dewasa hidup dipembuluh getah bening aferen atau sinus kelenjar getah
bening dan menyebabkan pelebaran pembulu getah bening dan penebalan dinding
pembuluh. Infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan magrofag didalam dan sekitar
pembuluh getah bening yang mengalami inflamasi bersama dengan proliferasi sel
endotel dan jaringan penunjang, menyebabkan berliku-likunya sistem limfatik dan
kerusakan atau inkompetensi katup pembuluh getah bening.
Limfedema dan perubahan kronik akibat statis bersama edema keras terjadi
pada kulit yang mendasari. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat filasriasis ini
disebabkan oleh efek langsung dari cacicng ini dan oleh respon imun yang
menyebabkan pejamu terhadap parasit. Respon imun ini dipercaya menyebabkan
proses granulomatosa dan proliferasi yang menyebabkan obstruksi total getah bening
(Sudoyo dkk, 2010, p. 2932).

E. Pathway
F. Klasifikasi
1. Filariasis malayi
Filariasi malayi disebakan oleh disebabkan oleh brugiamalayi.
Periodisitas mikrofilaria B. Malayi adalah periodik nokturna, sub perodik
nokturna, atau non periodik. Periodisitas mikrofilaria yang bersarung dan
berbentuk kasini, tidak senyata periodisitas W.Bansofti. Sebagai hospes
sementara adalah nyamuk mansomia, anopeles, amigeres. Dalam tubuh
nyamuk mikrofilaria tumbuh menjadi larva impektif dalam waktu 6-12 hari.
Ada peneliti yang menyebutkan bahwa masa pertumbuhanya di dalam nyamuk
kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan. Didalam tubuh
manusia dan nyamuk perkembangan parasit ini juga sama dengan
perkembangan W. Bansoft (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2936).

2. Filariasis timori
Filariasis timori disebabkan oleh pilariatipetimori.filaria tipe ini
terdapat di timor, pulau rote, flores, dan beberapa pulau disekitarnya. Cacing
dewasa hidup di dalam saluran dan dikelenjar limfe. Pagetornya adalah
anopeles barberostis. Mikro filarianya menyerupai mikro filaria brugiamalayi,
yaitu lekuk badanya patah-patah dan susunan intinya tidak teratur,
perbedaanya terletak dalam: 1. Panjang kepala = 3 x lebar kepala; 2. Ekornya
mempunyai 2 inti tambahan, yang ukuranya lebih kecil daripada inti-inti
lainya dan letaknya lebih berjauhan bila dibandingkan dengan letak inti
tambahan B. Malayi; 3. Sarungnya tidak mengambil warna pulasan gamesa;
ukuranya lebih panjang daripada mikrofilaria berugiamalayi. Mikrofilaria
bersifat periodik nokturna (Sudoyo dkk, 2010, p. 2936).
G. Komplikasi
Jika tidak ditangan dengan serius penyakit ini dapat menimbulkan Hidrokel
membesar, adapun dapat menimbulkan penyakit berupa infeksi.
1. Hidrokel yang besar sehingga menekan pembuluh darah
2. Indikasi kosmetik
3. Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan sehari – hari.
4. Chyluria (terdapat lemak pada urine)
5. TPE (topical pulmonary eosinifilia)
6. Hematuria
7. Kelumpuhan saraf (Sudoyo dkk, 2010, p. 2934).

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Identitas
Penyakit filariasis biasanya sering menyerang pada pria dan wanita yang
berumur diatas 30 tahun (Kunoli, 2012, p. 199).

2. Status kesehatan saat ini


a. Keluhan utama
Pasien mengalami keluhan mudah lelah, intoleransi aktivitas,
perubahan pola tidur (Kunoli, 2012, p. 203).
b. Alasan MRS
Pasien mengalami kelemahan otot, menurunnya masa otot, respon
fisiologi aktivitas (perubahan TD, frekuensi jantung) (Kunoli, 2012,
hal. 203).
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh nyeri disertai bengkak pada kaki yang terkena, nyeri
terasa seperti tertusuk-tusuk, nyeri timbul setiap saat dan skala nyeri
sedang sampai berat. Bengkak awalnya muncul dari telapak kaki
sampai ke tungkai kaki bawah. Pasien sulit berjalan yang disebabkan
oleh pembengkakan tungkai kaki. Demam naik turun dan buang air
kecil berwarna putih susu (Kunoli, 2012, hal. 203).

3. Riwayat Kesehatan Terdahulu


a. Riwayat penyakit sebelumnya
Pasien biasanya belum pernah mengalami penyakit filariasis
sebelumnya (Padila, 2013, hal. 412).
b. Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga tidak ada yang mengalami penyakit filariasis (Padila,
2013, hal. 412).
c. Riwayat pengobatan
Pada pengobatan masal (program pengendalian filariasis) pemberian
DEC dosis standar tidak dianjurkan lagi mengingat efek sampingnya.
Untuk itu, DEC diberikan dengan dosis lebih rendah (6 mg/kgBB),
dengan jangka waktu pemberian yang lebih lamam mencapai dosis
total yang sama misalnya dalam bentuk garam DEC 0,2 – 0,4% selama
9-12 bulan. Atau pemberian obat dilakukan seminggu sekali, atau dosis
tunggal setiap 6 bulan atau setiap tahun (Sudoyo dkk, 2010, hal. 2935).

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
b. Kesadaran
Kesadaran Pada manifestasi akut dapat ditemukan adanya limfangitis
dan limfadenitis yang berlangsung 3 – 15 hari, dan dapat terjadi
beberapa kali dalam setahun (Zainuddin, 2014, hal. 39).
c. Tanda – tanda vital
Pasien dengan penyakit filariasis perubahan tekanan darah,
menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan pengisian kapiler
(Kunoli, 2012, hal. 203).
d. Body system
1) Sistem pernafasan
Penyakit filariasis terjadi pernapasan pendek : dispnea
nokturnal paroksismal ; batuk dengan / tanpa sputum kental dan
banyak (Aziz dkk, 2013, hal. 116).
2) Sistem kardiovaskular
ictus cordis tidak terlihat dan tidak kuat angkat, Perubahan TD,
menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan pengisian
kapiler (Kunoli, 2012, hal. 203).
3) Sistem pensyarafan
Kaki bengkak dan reflek tidak normal (Sudoyo dkk, 2010, hal.
2932).
4) Sistem perkemihan
Pembengkakan pada daerah skrotalis (Kunoli, 2012, hal. 203).
5) Sistem percernaan
Pasien mengalami anoreksia dan permeabilitas cairan (Kunoli,
2012, hal. 203).
6) Sistem integument
Warna kulit normal dan mengalami gangguan pada ekstemitas
yang terkena kaki gajah, tekstur kulit mengalami bengkak,
gatal, lesi, bernanah pada kaki yang terkena (Kunoli, 2012, hal.
203).
7) Sistem musculoskeletal
Terdapat edema pada kaki yang terkena dan kelemahan otot
(Kunoli, 2012, hal. 203).
8) Sistem endokrin
Ditemukan adanya limfangitis dan limfadenitis yang
berlangsung 3 – 15 hari, dan dapat terjadi beberapa kali dalam
setahun (Zainuddin, 2014, hal. 36).
9) Sistem reproduksi
Menurunnya libido (Kunoli, 2012, hal. 203).
10) Sistem pengindraan
Kerusakan status indra praba (Kunoli, 2012, hal. 203)
11) Sistem imun
Mengalami demam pada filariasis karena adanya inflamasi
yang berawal dari kelenjar getah (Sudoyo dkk, 2010, hal.
2932).

5. Pemeriksaan Penunjang
Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan
mikroskopis darah , sampai saaat ini hal tersebut masih dirasakan sulit
dilakukan karena microfilaria hanya muncul dan menampilkan diri dalam
darah pada waktu malam hari selama beberapa jam saja (nocturnal periodicity)
(Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 144).
Selain itu, berbagai methode pemeriksaan juga dilakukan untuk
mendiagnosa penyakit kaki gajah. Diantaranya ialah dengan system yang
dikenal sebagai penjaringan membran, metode konsentrasikan dan teknik
pengendapan (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 144).
Metode pemeriksaan yang mendekati kearah diagnose dan diakui oleh
WHO dengan pemeriksaan system “teskartu”, hal ini sangatlah sederhana dan
peka untuk mendeteksi penyebaran parasit (larva). Yaitu dengan mengambil
sample darah system tusukan jari droplests diwaktu kapan pun, tidak harus
dimalam har (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 144).

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan filariasis bergantung kepada keadaan klinis dan beratnya
penyakit.
a. Terapi medikamentosa
1) Diethycarbamazine citrate (DEC)
WHO merekomendasikan pemberian DEC dengan dosis 6
mg/kgBB untuk 12 hari berturut-turut. Di Indonesia, dosis 6
mg/kgBB memberikan efek samping yang berat, sehingga
pemberian DEC dilakukan bedasarkan usia dan dikombinasi
dengan albendazol (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 145).
2) Ivermectin
Obat ini merupakan antibiotik semisintetik golongan makrolid
yang berfungsi sebagai agent mikrofilarisidal poten. Dosis
tunggal 200-400µg/kg dapat menurunkan microfilaria dalam
darah tepi untuk waktu 6-24 bulan. Obat belum digunakan di
Indonesia (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 145).
3) Albendazol
Obat ini digunakan untuk pengobatan cacing intestine selam
bertahun-tahun dan baru-baru ini di coba digunakan sebagai
anti-filaria. Albendazole hanya mempunyai sedikit efek untuk
mikrofilaremia dan antigenaemia jika digunakan sendiri. Dosis
tunggal 400 mg dikombinasi dengan DEC atau intermectin
efektif menghancurkan microfilaria (Nurarif & Kusuma, 2015,
hal. 145).
4) Pemberian benzopyrenes, termasuk flavonoids dan coumarin
dapat Menjadi terapi tambahan (Nurarif & Kusuma, 2015, hal.
145).
b. Pembedahan
Tindakan bedah pada limfadema bersifat paliatif, indikasi tindakan
bedah adalah jika tidak terdapat perbaikan dengan terapi konservatif,
limfadema sangat besar sehingga mengganggu aktivitas dan pekerjaan
dan menyebabkan tidak berhasilnya terapi konsevatif (Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 145).

B. Diagnosa keperawatan
Menurut SDKI (2017) diagnosa keperawatan filariasis yang muncul antara lain :
1. Nyeri kronis(Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 174)
2. Hipertermia (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 284).
3. Gangguan eliminasi urine(Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 96)
4. Gangguan citra tubuh (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 186).
5. Hambatan Mobilitas Fisik (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 124).
6. Resiko Ketidakberdayaan (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, hal. 224).

C. Intervensi
Pada asuhan keperawatan Filariasis intervensi yang muncul antara lain :
1. Nyeri kronis
a. Definisi : pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial.
b. Tujuan : menunjukkan nyeri: efek merusak, yang dibuktikan oleh
indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: ekstrem, berat, sedang, ringan,
atau tidak ada):
1) Gangguan performa peran
2) Gangguan konsentrasi
3) Gangguan perawatan diri
4) Gangguan pola tidur
5) Kehilangan selera makan
c. Kriteria evaluasi :
1) Pasien akan menyatakan secara verbal pengetahuan tentang
cara alternatif untuk redakan nyeri
2) Pasien akan melaporkan bahwa tingkat nyeri pasien
dipertahankan pada skala nyeri 0-10
3) Pasien akan tetap produktif ditempat kerja atau sekolah
4) Pasien akan melaporkan menikmati aktivitas senggang
5) Pasien akan melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
6) Pasien akan mengenali faktir-faktor yang meningkatkan nyeri
dan melakukan tindakan pencegahan nyeri
7) Menggunakan pereda nyeri analgesik dan nonanalgesik secara
tepat
8) Pengkajian
Kaji dan dokumentasi efek jangka penjang penggunaan obat
d. Penatalaksanaan nyeri (NIC)
1) Pantau tingkat kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri pada
interfal tertentu.
2) Tentukan dampak pengaman nyeri pada kualitas hidup
(misalnya tidur, selera makan, aktivitas, kognisi, alam perasaan,
hubungan, kinerja, dan tanggung jawab peran)
3) Penyuluhan untuk pasien /keluarga
Beri tahu pasien bahwa peredaan nyeri secara total tidak akan
dapat dicapai
4) Aktivitas kolaboratif
Adakah pertemuan multidisipliner untuk merencanakan asuhan
keperawatan pasien
5) Manajemen nyeri (NIC)
Pertimbangkan rujukan untuk pasien, keluarga, dan orang
terdekat pasien ke kelompok pendukung atau sumber-sumber
lain, bila perlu (Wilkinson & Ahern, Buku Saku Diagnosis
Keperawatan, 2013, hal. 537).

2. Hipertermia
a. Definisi : peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal.
b. Tujuan: Pasien akan menunjukkan Termoregulasi, yang dibuktikan
oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 : gangguan
ekstrem, berat, sedang, ringan atau tidak ada gangguan) :
1) Peningkatan suhu kulit
2) Hipertemia
3) Dehidrasi
4) Mengantuk
5) Pasien akan menunjukkan Termoregulasi, yang dibuktikan oleh
indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 : gangguan
ekstrem, berat, sedang, ringan atau tidak ada gangguan) :
6) Berkeringat saat panas
7) Denyut nadi radialis
8) Frekuensi pernapasan
c. Kriteria hasil :
Pasien dan Keluarga akan :
1) Menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu
2) Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau meminimalkan
peningkatan suhu tubuh
3) Melaporkan tanda dan gejala dini Hipertermia
d. Pengkajian Keperawatan :
1) Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan
suhu lingkungan
2) Pantau hidrasi (misalnya, turgor kulit, kelembapan membran
mukosa)
3) Penyuluhan untuk Pasien / Keluarga
Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk
mencegah dan mengenali secara dini hipertermia
(misalnya,sengatan panas,dan keletihan akibat panas)
4) Ajarkan indekasi keletihan akibat panas dan tindakan
kedaruratan yang diperlukan, jika perlu.
5) Aktifitas Kolaboratif
Berikan obat antipiretik, jika perlu
6) Gunakan matras dingin dan mandi air hangat untuk mengatasi
gangguan suhu tubuh, jika perlu (Wilkinson & Ahern, 2013,
hal. 390).
3. Gangguan eliminasi urine
a. Definisi : pola fungsi perkemihan yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan eliminasi dan dapat ditingkatkan.
b. Tujuan: menunjukkan eliminasi urine, yang membuktikan oleh
indikator berikut (sebutkan 1-5 : gangguan ekstern , berat, sedang,
ringan, atau tidak ada gangguan):
1) Identifikasi dorongan berkemih
2) Mengosongkan kandung kemih secara tuntas
3) pola eliminasi
4) Asuhan cairan adekuat
c. Kriteria Evaluasi :
Pasien akan:
1) Mendeskripsikan rencana untuk meningkatkan fungsi
perkemihan
2) Memiliki urine residu pasca-berkemih >100-200 ml
3) Tetap terbebas dari infeksi saluran kemih
4) Memiliki asupan haluaran urine 24 jam yang seimbang
5) Melaporkan jumlah dan karakteristik urine yang normal
6) Menunjukkan pengetahuan yang adekuat tentang obat yang
memengaruhi
7) fungsi perkemihan
Mengalami eliminasi urine normal
d. Pengkajian :
1) Identifikasi dan dokumentasikan pola pengosongan kandung
kemih
2) Kumpulkan data tentang penggunaan obat resep dan obat
nonresep
3) Penyuluhan untuk Pasien / Keluarga :
4) Beri informasi tentang fungsi perkemihan normal
5) Beri informasi tentang kebutuhan cairan, berkemih, teratur, ddl
(Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 841).

4. Gangguan Citra Tubuh


a. Definisi : konfusi pada gambaran mental fisik diri seseorang.
b. Tujuan :
Gangguan citra tubuh berkurang yang dibuktikan oleh selalu
menunjukkan adaptasi dengan ketunadayaan Fisik, penyesuaian
Psikososial: Perubahan Hidup, Citra Tubuh positif, tidak mengalami
keterlambatan dalam perkembangan Anak, dan Harga diri positif
Menunjukkan Citra Tubuh, yang dibuktikan oleh indikator
c. Kriteria hasil :
1) Mengidentifikasi kekuatan personal
2) Mengenali dampak situasi pada hubungan personal dan gaya
hidup
3) Mengenali perubahan aktual pada penampilan tubuh
4) Menunjukkan penerimaan penampilan
5) Menggambarkan perubahan aktual pada fungsi tubuh
d. Pengkajian :
1) Kajian dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal
pasien terhadap tubuh pasien
2) Identifikasi mekanisme koping yang biasa digunakan pasien
3) Penyuluhan untuk Pasien / Keluarga :
4) Ajarkan tentang cara merawat dan perawat diri, termasuk
komplikasi kondisi medis.
5) Aktivitas Kolaboratif :
6) Rujukan kelayanan sosial untuk merencanakan perawatan
dengan pasien dan keluarga
7) Rujukan pasien untuk mendapat terapi fisik untuk latihan
kekuatan dan fleksibilitas, membantu dalam perpindahan
tempat dan ambulasi, atau pengguanaan prostesis
8) Tawarkan untuk menghubungi sumber-sumber komunikasi
yang tersedia untuk pasien/keluarga
9) Rujuk ke tim interdisipliner untuk klien yang memiliki
kebutuhan kompleks (misalnya, komplikasi pembedahan)
(Wilkinson & Ahern, 2013, hal. 69).

5. Hambatan mobilitas Fisik


a. Definisi : keterbatasan dalam, penggerakan fisik mandiri dan terarah
pada tubuh atau satu ekstremitas atau lebih .
b. Tujuan : memperhatikan mobilitas, yang dibuktikan oleh indikator
berikut (sebutkan 1-5 : gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau
tidak mengalami gangguan) :
1) Keseimbangan
2) Koordinasi
3) Performa posisi tubuh
4) Pergerakan sendi dan otot
5) Berjalan
6) Bergerak dengan mudah.
c. Kriteria Evaluasi :
1) Memperlihatkan penggunaan alat bantu secara benar dengan
pengawasan
2) Meminta bantuan untuk aktivitas kehidupan sehari-hari secara
mandiri dengan alat bantu
3) Menyangga berat badan
4) Berjalan dengan menggunakan langkah-langkah yg benar
5) Berpindah ke kursi atau kursi roda
6) Menggunakan kursi roda secara efektif.
d. Pengkajian :
1) Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan dirumah
dan kebutuhan terhadap peralatan pengobatan yang tahan lama
2) Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu
mobilitas
3) Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah
4) Rujuk keahli terapi fisik untuk program latihan
5) Berikan penguatan positif selama aktivitas
6) Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki anti selip yang
mendukung untuk berjalan (Wilkinson & Ahern, 2013, hal.
472).

6. Resiko Ketidakberdayaan
a. Definisi : persepsi bahwa tindakan individu tidak akan memengaruhi
hasil secara bermakna : persepsi kurang dapat mengendalikan situasi
saat ini atau yang akan terjadi.
b. Tujuan : menunjukkan partisipasi dalam pengambilan keputusan
tentang perawatan kesehatan, yang dibuktikan oleh indikator sebagai
berikut (sebutkan mengidentifikasi proritas hasil kesehatan.
Menggunakan teknik penyelesaian masalah untuk mencapai hasil yang
diharapkan.
c. Kriteria Evaluasi :
1) Mengungkapkan secara verbal tentang segala perasaan
ketidakberdayaan
2) Mengidentifikasi tindakan yang berada dalam kendalinya
3) Menghubungkan ketiadaan kendala dengan tindakan
4) Mengungkapkan secara verbal kemampuan untuk melakukan
tindakan yang diperlukan
5) Melaporkan dukungan yang adekuat dari orang terdekat,
taman-teman dan tetangga
6) Melaporkan waktu, keuangan pribadi, dan asuransi kesehatan
yang memadai
7) Melaporkan ketersediaan alat, bahan, pelayanan, dan alat
transportasi.
d. Pengkajian :
1) Peningkatan harga diri (NIC) :
- Tentukan lokus kontrol pasien
- Tentukan kepercayaan diri pasien terhadap keputusannya
sendiri
- Pantau tingkat harga diri sepanjang waktu, apabila perlu
2) Fasilitasi Tanggung Jawab Diri (NIC) :
- Pantau tingkat tanggung jawab yang diemban pasien
- Tentukan apakah pasien memiliki pengetahuan yang
adekuat tentang kondisi perawatan kesehatan
3) Aktivitas Kolaboratif :
Adakan suatu konferensi multidisiplin untuk mendiskusikan
dan mengembangkan rutinitas perawatan pasien (Wilkinson &
Ahern, 2013, hal. 581).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematode yang
tersebar dindonesia. Walaupun penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi
dapat menurunkan produktifitas penderitanya karena timbulnya gangguan fisik
penyakit ini jarang terjadi pada anak karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-
tahun kemudian setelah infeksi gejala pembengkakan kaki muncul karena sumbatan
mikrofilaria pada pembulu limfe yang biasanya terjadi pada usia diatas 30 tahun
setelah terpapar parasit selama bertahun-tahun. Oleh karena itu filariasis sering juga
disebut kaki gajah. Akibat paling vatal bagi penderita adalah kecacatan permanen
yang sangat mengganggu produktifitas (Kunoli, 2012, p. 199).
Penyakit ini dapat disebabkan oleh infeksi satu atau dua cacing jenis falaria
yaitu Wucheria bancrofti atau Brugiamalayi. Cacing filaria ini termasuk family
Filaridae, yang bentuknya langsing dan ditemukan didalam system peredaran darah
limfe, otot, jaringan ikat atau rongga serosa pada vertebrata (Sudoyo dkk, 2010, p.
2931).
Didaerah endemik 80 % penduduk biasa mengalami infeksi tetapi hanya
sekitar 10 – 20 % populasi yang menunjukkan gejala klinis infeksi parasit ini tersebar
didaerah tropis dan subtropis seperti afrika, Asia, Pasifik selatan (Kunoli, 2012, p.
199).

B. Saran
Dalam penulisan makalah yang berjudul ”Asuhan keperawatan pada pasien
filariasis ” nantinya makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya. Namun penulis menyadari dalam penulisan makalah ini
masih bnyak terdapat kekurangan baik dalam penulisan maupun penyusunannya. Oleh
karena itu kritik dan saran yng bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan makalah di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, M. (2013). Panduan Pelayanan Medik. jakarta: EGC.

Kunoli, F. J. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta: Trans Info Media.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.

Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Jakarta: Medical.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia . Jakarta: DPP PPNI.

Sudoyo dkk. (2010). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing.

Wilkinson, J. M. (2013). BUKU SAKU Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Wilkinson, J. M. (2013). BUKU SAKU Diagnosis Keperawatan EDISI 9. Jakarta: EGC.

Zainuddin. (2014). Panduan Praktik Klinis . jakarta.

Anda mungkin juga menyukai