oleh :
Ilma Martyas Sari (2720162907)
2B
A. Penegrtian Filariasis
Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) adalah penyakit yang disebabkan oleh
cacing filarial (microfilaria) yang dapat menular dengan perantara nyamuk
sebagai vector.Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapat
pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap seumur hidup berupa
pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin (Masrizal, 2012).
B. Etiologi Filariasis
1. Hospes
Manusia yang mengandung parasit selalu menjadi sumber infeksi
bakteri bagi orang lain yang rentan. Biasanya, pendatang baru ke daerah
endemis lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita daripada
penduduk asli. Pada umumnya laki laki lebih banyak yang terkena infeksi,
karena lebih banyak kesempatan untuk mendapat infeksi (exposure). Juga
gejala penyakit lebih nyata pada laki-laki karena pekerjaan fisik yang berat.
2. Hospes Reservoar
Tipe B, malavi yang dapat hidup pada hewan merupakan sumber
infeksi untuk manusia. Hewan yang sering ditemukan mengandung infeksi
adalah kucing dan kera terutama jenis Prestytis, meskipun hewan lain
mungkin juga terkena infeksi.
3. Vektor
Banyak spesies nyamuk telah ditemukan sebagai vektor filariasis,
tergantung pada jenis cacing filarianya. Wuchereria bancrofti yang terdapat
di daerah perkotaan di tularkan oleh Culex quinquefasciatur yang tempat
perindukannya air kotor dan tercemar. W.bancrofti di daerah pedesaan dapat
dituiarkan olehbermacamspesies nyamuk. Di Irian Jaya W.bancrofti
ditularkan terutama oleh An.farauti yang dapat menggunakan bekas jejak
kaki binatang untuk tempat perindukannya. Selain itu ditemukan juga
sebagai vektor: An.Koliensis, An.punctulatus, Cx.annulirostris dan
Ae.Kochi. W.bancrofti didaerah lain dapat dituiarkan oleh spesies lain,
seperti An.subpictus di daerah pantai NTT. Selain nyamuk Culex, Aiedes
pernah juga ditemukan sebagai vektor.
Brugia malayi yang hidup pada manusia dan hewan biasanya
dituiarkan oleh berbagai spesies mansonia seperti Ma.uniformis,
Ma.bonneae, Ma.dives dan lain-lain, yang berkembang biak di daerah rawa
di Sumatra, Kalimantan, Maluku dan lain-lain. B.malayi yang periodik
dituiarkan oleh An.Barbirostris yang memakai sawah sebagai tempat
perindukannya, seperti di daerah Sulawesi. Brugia timori, spesies yang
ditemukan di Indonesia sejak 1965 hingga sekarang hanya ditemukan di
daerah NTT dan Timor-Timor, dituiarkan oleh An.barbirostris yang
berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di darah
pedalaman.
4. Agen
Filariasis disebabkan oleh cacing filarial pada manusia, yaitu (1)
Wuchereria bancrofti; (2) Brugia malayi; (3) Brugia timori; (4) Loa loa; (5)
Onchocerca volvulus; (6) Acanthocheilonema perstants; (7) Mansonella
azzardi. Yang terpenting ada tiga spesies, yaitu W.bancrofti,B.malayi,dan B
timori.
Cacing ini habitatnya dalam sistem peredarah darah, limpha,
otot,jaringan ikat atau rongga serosa. Cacing dewasa merupakan cacing
yang langsing seperti benang berwarna putih kekuningan, panjangnya 2 - 70
cm, cacing betinaa panjangnya lebih kurang dua kali cacing jantan.
Biasanya tidak mempunyai bibir yang jelas, mulutnya sederhana, rongga
mulut tidak nyata. Esofagus berbentuk seperti tabung, tanpa bulbus
esofagus, biasanya bagian anterior berotot sedangkan bagian posterior
berkelenjar.
Filaria membutuhkan insekta sebagai vektor. Nyarnuk culex adalah
vektor dari penyakit filariasis W. bancrofti dan B.malayi. Jumlah spesies
Anopheles, Aedes, Culex, dan Mansonia cukup banyak, tetapi kebanyakan
dari spesies tersebut tidak penting sebagai vektor alami (Djaenudin, 2009).
Seseorang yang terinfeksi penyakit kaki gajah umumnya terjadi pada usia
kanak-kanak, dimana dalam waktu yang cukup lama (bertahun-tahun) mulai
dirasakan perkembangannya. Adapun gejala akut yang dapat terjadi antara lain
(Pohan, 2006) :
a. Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat
dan muncul lagi setelah bekerja berat
b. Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan
paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
c. Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang
menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde
lymphangitis)
d. Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah
bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
e. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak
kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)
f. Sedangkan gejala kronis dari penyakit kaki gajah yaitu berupa pembesaran
yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar
(elephantiasis skroti).
Gejala terjadi berbulan- bulan sampai bertahun tahun, mulai dari yang ringan
sampai yang berat. Cacing akan menyebabkan fibrosis dan penyumbatan
limfe. Penyumbatan ini akan mengakibatkan pembengkakan pada daerah yang
bersangkutan. Tanda klinis yang sering ditemukan adalah pembengkakan
skrotum (hidrokel) dan pembengkakan anggota gerak utama kaki
(elephantiasis). Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium
dengan ditemukannya mikrofilaria dalam darah.
F. Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan penunjang (Nurarif & Kusuma, 2015)
a. Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan
mikroskopis darah, sampai saat ini hal tersebut masih dirasakan sulit
dilakukan karena microfilaria hanya muncul dan menampilkan diri dalam
darah pada waktu malam hari selama beberapa jam saja (nocturnal
periodicity ).
b. Selain itu, berbagai metode pemeriksaan juga dilakukan untuk
mendiagnosa penyakit kaki gajah. Diantaranya dengan sistem yang
dikenal sebagai penjaringan memberan, metode konsenytasi knott dan
teknik pengendapan.
c. Metode pemeriksaan yang mendekati kearah diagnosa dan diakui oleh
WHO dengan pemeriksaan sistem “Tes Kartu”, hal ini sangatlah
sederhana dan peka untuk mendeteksi penyebaran parasit atau larva.
Yaitu dengan mengambil sampel darah tusukan jari droplets diwaktu
kapanpun, tidak harus dimalam hari.
2. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan filariasis bergantung kepada keadaan klinis dan beratnya
penyakit.
a. Terapi medikamentosa
1) Diethylcarbamazine citrate (DEC)
WHO merekomendasikan pemberian DEC dengan dosis 6 mg/kgBB
untuk 12 hari berturut – turut. Di Indonesia, dosis 6 mg/kg BB
memberikan efek samping yang berat, sehingga pemberian DEC
dilakukan berdasarkan usia dan dikombinasi dengan albendazol.
2) Invermectin
Obat ini merupakan antibiotik semisintetik golonganmakrolid
yangberfungsi sebagai agent mikrofilarisidal poten. Dosis tunggal 200 –
400 µg/kg dapat menurunkan mikrofilaria dalam darah tepi untuk waktu
6 – 24 bulan. Obat belum digunakan di Indonesia.
3) Albendazol
Obat ini dugunakan untuk pengobatan cacing intestine selama bertahun
– tahun dan baru – baru ini dicoba digunakan sebagai anti-filaria.
Albendazole hanya mempunyai sedikit efek untuk mikrofilaremia dan
antigenaemia jika digunakan sendiri. Dosis tunggal 400 mg
dikombinasi dengan DEC atau ivermectin efektif menghancurksn
mikrofilaria.
4) pemberian benzopyrenes, termasuk flafonoids dan coumarin dapat
menjadi terapi tambahan.
b. pembedahan
Tindakan bedah pada limfedema bersifat paliatif, indikasi tindakan bedah
adalah jika tidak terdapat perbaikan dengan terapi konservatif, limfedema
sangat besar sehingga mengganggu aktivitas dan pekerjaan dan
menyebabkan tidak berhasilnya terapi konsevatif.
G. ASKEP
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
- Sirkulasi
- Makanan / Cairan
- Hygiene
- Neurosensoris
- Nyeri / Kenyamanan
- Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun,
demam berulang, berkeringat malam.
- Seksualitas
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia b.d peradangan pada kelenjar getah bening
b. Nyeri akut b.d pembengkakan kelenjar limfe
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan tahap perkembangan
penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan pembengkakan kelenjar
limfe.
3. Fokus Intervensi
a. Hipertermia b.d peradangan pada kelenjar getah bening
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam masalah Hipertermia
b.d peradangan pada kelenjar getah bening dapat teratasi dengan
kriteria hasil :
1) Suhu tubuh dalam rentang normal
2) Nadi dan RR dalam rentang normal
Intervensi :
Implementasi :
Evaluasi
Intervensi :
1) Kaji nyeri secara komprehensif
Rasional : mengkaji nyeri secara komprehensif berguna untuk
mengetahui skala nyeri pasien
2) Observasi tanda-tanda vital
Rasional : observasi tanda-tanda vital berguna untuk mengetahui
status perkembangan pasien.
3) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : teknik relaksasi nafas dalam berguna untuk mengurangi
rasa nyeri pasien.
4) Kolaborasi pemberian analgesik
Rasional : obat analgesik adalah obat yang mampu mengurangi nyeri
Implementasi :
Evaluasi
Hal hal yang dapat di evaluasi dalam diagnosa Nyeri akut b.d
pembengkakan kelenjar limfe adalah skala nyeri pasien, dalam hal ini
setelah dilakukan tindakan keperawatan apakah nyeri sudah teratasi
atau belum teratasi.
Intervensi :
1) Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya
Rasional: Untuk mengetahui respon pasien terhadap tubuhnya.
2) Monitor frekuensi mengkritik dirinya
Rasional: Untuk mengetahui seberapa sering pasien mengkritik
dirinya.
3) Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis
penyakit
Rasional: Untuk memberitahu pasien tentang pengobatan,
perawatan, serta kemajuan dari penyakitnya.
4) Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil
Rasional : untuk meningkatkan kepercayaan diri pasien
Implementasi :
1) Mengkaji secara verbal non verbal respon klien terhadap tubuhnya
2) Memonitor frekuensi mengkritik diri pasien
3) Menjelaskan kepada pasien tentang perawatn dan kemajuan
prognosis penyakit
4) Memfasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil
atau forum
Evaluasi :
Hal hal yang dapat di evaluasi dalam diagnosa Gangguan citra tubuh
berhubungan dengan tahap perkembangan penyakit, perubahan
struktur dan fungsi tubuh adalah tingkat kepercayaan diri pasien
terhadap dirinya sendiri, dan setelah dilakukan tindakan keperawatan
berhubungan dengan kasus tersebut apakah kepercayaan diri pasien
terhadap dirinya bertambah atau tidak.
Intervensi :
1) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
Rasional: Untuk mengetahui terapi fisik yang cocok untuk pasien.
2) Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
Rasional: Untuk memberikan rasa nyaman kepada pasien saat
pertama kali menggunakan alat.
3) Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
Rasional: Untuk memandirikan pasien dan memberi edukasi kepada
tenaga kesehatan yang lainnya.
4) Kaji Kemampuan pasien dalam mobilisasi
Rasional: Untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien dalam
melakukan mobilitas fisik.
Implementasi :
1) Mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
2) Berkolaborasi dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan pasien
3) Membantu pasien menggunakan tongkat saat berjalan
4) Mengajarkan pasien tentang tentang teknik ambulasi
Evaluasi :
Budiman, C., 2009. In Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Djaenudin, R.N., 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang
Diserang. Jakarta: EGC.
Nurarif, A.H. & Kusuma, H., 2015. In Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda. Yogyakarta: Mediaction Jogja.
Pohan, H.T., 2006. Filariasis. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.