BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
TUJUAN
RUANG LINGKUP
PATOFISIOLOGI
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PENATALAKSANAAN MEDIK
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI
IMPLEMENTASI
EVALUASI
BAB IV PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepsis adalah suatu sindroma radang sistemik yang ditandai dengan gejala-
gejala demam atau hipotermi, mengigil, takipnoe, takikardi, hipotensi, nadi cepat dan
lemah serta gangguan mental yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme (Rasional
2002).
Sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70% (Pseudomas
auriginosa, klebsiella, Enterobacter, echoli, proteus, neiseria). Infeksi bakteri gram
positif 20-40% (stafilococus aureus, stretococus, pneumococus), infeksi jamur dan
virus 2-3% (dengue hemoragic fever, herpes viruses), protozoa (malaria palcifarum).
(Japardi,2002).
Sepsis merupakan respon sistemik pejamu terhadap infeksi dimana patogen atau
toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi.
Berbagai definisi sepsis telah diajukan, namun definisi yang saat ini digunakan di klinik
adalah definisi yang ditetapkan dalam consensus American College of Chest Physician
dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992 yang mendefinisikan sepsis,
sindroma respon inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome /
SIRS), sepsis berat, dan syok/renjatan septik (Chen et.al,2009).
B. Tujuan Presentasi
1. Tujuan Umum
Agar dapat memberikan pemahaman tentang sepsis dan penanganannya.
2. Tujuan Khusus
Untuk memenuhi tugas pelatihan ICU Dewasa
Diharapkan kita lebih memahami apa itu sepsis dan pemberian Asuhan
Keperawatannya.
Dapat digunakan untuk memahami Konsep teori, masalah keperawatan
pasien dengan sepsis.
2
C. Ruang Lingkup Masalah
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Defisnisi
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan
menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai hipotensi maka
dinamakan syok sepsis (lindaa D.U 2006).
Sepsis adalah sindroma yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-
gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang kearah septisemia dan syok septik
(Doenges,Marylyn E,2000)
Sepsis adalah suatu sindroma radang sistemik yang ditandai dengan gejala- gejala
demam atau hipotermi, menggigil,takipnea, takikardia,hipotensi, nadi cepat dan lemah
serta gangguan mental yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme (rasional,2002).
Sampai saat ini sepsis masih merupakan salah satu penyakit infeksi yang mortalitas
dan morbilitas tinggi. Di amerika serikat, kurang lebih 750.000 orang menderita sepsis
setiap tahunnya dan lebih dari 210.000 orang diantaranya meninggal dunia. Di indonesia,
penyakit ini juga banyak di jumpai pada penderita rawat inap di rumah sakit dan secara
keseluruhan lebih dari 25% penderita sepsis meninggal (rasional,2002)
Sepsis dapat di sebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70% (pseudomonas,
auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus, neiseria). Infeksi bakteri gram positif
20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus, pnemokokus), infeksi jamur dan virus 2-3%
(dengue hemorrhagic fever, herpes viruses) protozoa (malaria falsiparum) (japardi,2002).
- Derajat sepsis:
1. Systemic inflamantory response syndrom (SIRS)
Inflamasi yang meluas dengan indikasi disertai 2 atau lebih dari gejala dibawah:
Temperature > 38C atau < 36C
HR > 90/menit
RR > 20/min atau PCO low
WBC >12x 10 gram
2. Sepsis
Hadirnya gejala sirs dan adanya definitif infeksi dari hasil kultur.
4
3. Severe sepsis
Jika muncul organ disfungsi, hipoperfusi atau hipotensi, laktat asidosis,oliguria dan
gangguan alat status mental. Jika pasien hipotensi metabolisme anaerob terjadi karena
kurangnya oksigen untuk menghasilkan energi, oliguria disebabkan karena perfusi
kurang keginjal maka MAP kurang.
4. Septic shock
Septic shock dengan hipotensi tidak mencukupinya fluid replacement seperti
hipoperfusi,oliguria, lactat asidosis, gangguan alat status mental, pasien membutuhkan
inotropik atau vasopresure dan pemberian cairan.
Gambaran khusus syock sepsis karena terdapat banyak jenis syok septik, maka sulit
menggolongkan keadaan tersebut. Beberapa gejala antara lain:
Demam tinggi
Seringkali vasodilatasi nyata diseluruh tubuh terutama pada jaringan yang
terinfeksi
Curah jantung yang tinggi pada sekitar separuh penderita, disebsbkan oleh
adanya vasodilatasi jaringan yang terinfeksi dan oleh derajat metabolik yang
tinggi dan vasodilatasi ditempat lain dalam tubuh, akibat dari rangsangan
toksin bakteri terhadap metabolisme sel dan dari suhu tubuh yang tinggi.
Melambatnya aliran darah, mungkin disebabkan oleh aglutinasi sel darah
merah sebagai respon terhadap jaringan yang mengalami degenerasi.
Pembentukan bekuan kecil di daerah yang luas dalam tubuh, keadaan yang
disebut koagulasi intravaskular menyebar. Hal ini juga menyebabkan faktor-
faktor pembekuan menjadi habis terpakai sehingga timbul perdarahan
dibanyak jaringan, terutama dinding usus dan traktus intestinal.
5. MODS
Terjadi akibat danya fungsi organ secara akut seperti hemeostasis yang harus di
intervensi
B. Patofisiologi
Pasien dengan sepsis mengalami imunosupresi, termasuk kehilangan atau
terhambatnya hipersensitifitas, kemampuan membersihkan infeksi, dan sebagai
predosposisi terhadap infeksi nosokomial. Satu alasan kegagalan dari strategianti
inflamasi pada pasien sepsis adalah perubahan sindroma dari waktu ke waktu. Awalnya
sepsis mempunyai karakteristik dengan meningkatnya mediator inflamasi, tetapi bila
sepsis menetap, terjadi pergeseran pada keadaan imonosepresif. Terdapat bukti bahwa
imonosupresi pada sepsis memperlihatkan bahwa darah yang distimulasi oleh
hipopolisakarida pada pasien sepsis melepaskan sejumlah kecil sitokin inflamasi TNF-a
dan interkulin-IB dibandingkan pada pasien kontrol. Kematian sel-sel imun adanya
kehilangan sel-sel yang menginduksi apoptosisi yang progesif dari sistem imun walaupun
tidak terdapat kehilangan sel-sel CD8, natural killer sel,atau magrofak, sepsis secara nyata
5
mengurangi kadar sel B, T sel CD4 dan sel-sel dendriticfolicular. Kehilangan limfosit dan
sel-sel dendrit sangat penting karena hal ini dapat mengancam jiwa.
Sistem komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang netrofil untuk saling
mengikat dan menempel ke endotel vaskuler, akhirnya dilepaskan derivat asam
arakhidonat, enzim lisosom superoksida radikal, sehingga memberikan efek vasoaktif
lokal pada mikrovaskuler yang mengakibatkan terjadi kebocoran vaskuler. Disamping itu
sistem komplemen yang sudah aktif dapat secara langsung menimbulkan meningkatnya
efek kemotaksis, superoksida radikal, enzim lisosom. LBP-LPS monosit kompleks dapat
mengaktifkan cytokines, kemudian cytokines akan merangsang neotrofil atau sel endotel,
sel endotel akan mengaktifkan faktor jaringan PARASIT-INH-I. Sehingga dapat
mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan DIC. Cytokines dapat secara langsung
dapat menimbulkan demam, perubahan- perubahan metabolik dan perubahan hormonal.
Faktor XII (hageman faktor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam teikot yang
terdapat pada dinding bakteri gram positif. Faktor XII yang sudah aktif akan
meningkatkan pemakaian faktor koagulasi sehingga terjadi disseminated intravaskular
coagulation (DIC). Faktor XII yang sudah aktif akan merubah prekallikrein hipotensive
agent yang potensial bradikinin, bradikinin akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah.
Terjadinya kebocoran kapiler, akumulasi netrofil dan perubahan-perubahan
metabolik, perubahan hormonal, vasodilatasi, DIC akan menimbulkan sindroma sepsis.
Hipotensi respiratory distress syndrome, multiple organ failure akhirnya kematian
(japardi,2002).
6
C. Patoflow
Invasi Mikroorganisme
Jantung
Sindroma Sepsis
7
D. Etiologi Masalah
E. Pemeriksaan Penunjang
8
7. Fibrinogen
8. Platelet
9. CRP (C reaktive protein ) TNF dan interleukin stimulasi hepar melepas CRP.
10. PCT (procalsitonin) biomarker cascade cytokines
11. Kultur (lika, sputum,urine, darah ) yaitu untuk mengidentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling efektif.
12. SDR : Ht mungkin meningkat pada kasus hopovolemik karena hemokonsentrasi.
Leucopenia ( penurunan SDB) terjadi sebelumnya, diikuti oleh pengulangan
leukositosis (1500-30000) dengan peningkatan pita (berpindah kekiri) yang
mengindikasikan produksi SDP tidak matur dalam jumlah besar.
13. Elektrolit serum : berbagai ketidak seimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan
asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
14. Trombosit : penurunan kadar dapat terjadi karena agregasi trombosit
15. PT/APTT : mungkin memanjang mengidentifikasikan koagulopati yang
diasosiasikan dengan hati/ sirkulasi toksin/ status syok.
16. Laktat serum > 2 meq : meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok
17. Glukosa serum : hiperglikemi yang terjadi menunjukkan glikoneogenesis dan
glikonolisis didalam hati sebagai respon dari puasa/ perubahan seluler dalam
metabolisme
18. BUN/Kreatinin : peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi,
ketidakseimbangan atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan hati.
19. GDA : alkalosis respiratorik dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya dalam
tahap lanjut hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis metabolik terjadi
karena kegagalan metabolisme kompensasi.
20. EKG : dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia
menyerupai infark miokard
F. Penatalaksanaan medik
9
3. Steroid
Kortokosteroid intravena ( hydrocortisone 200-300 mg/hari, selama & hari dalam 3-4
kali pemberian atau dengan drip infus direkomendasikan untuk pasien syok sepsis.
4. Recombinant human acticuted protein (rhAPC)
rhAPC direkomendasikan pada pasien dengan resiko kematian ( multiple organ
failure, septik syok, ARDS). rhAPC suatu anti koagulan endogen dengan sifat anti
inflamasi memperlihatkan perbaikan suvival pada pasien sepsis dengan disfungsi
organ.
Antibiotik- antibiotik yang tepat untuk merawat sepsis adalah kombinasi-kombinasi
dari dua atau tiga antibiotik-antibiotik yang diberikan pada saat yang sama
kebanyakan kombinasi-kombinasi biasanya termasuk vancomycin untuk merawat
banyak infeksi-infeksi MARS. Bagaimanapun, sekali organisme yang menginfeksi
diisolir, laboratorium-laboratorium dapat menentukan antibiotik-anttibiotik mana
paling efektif melawan organisme-organisme, dan antibiotik-antibiotik itu harus
digunakan untuk merawat pasien sebagai tambahan pada antibiotik-antibiotik, dua
intervens-intervensi therapeutik utama lain, dukungan sistem organ dan operasi,
mungkin diperlukan.
5. Resusitasi
Mencakup tindakan airway (A), breathing (B), circulation (C) dengan oksigenasi,
terapi cairan (kristaloid dan/koloid), vasopresor/inotropik, dan tranfusi bila diperlukan
tujuan resusitasi pasien dengan sepsis berat atau yang mengalami hipoperfusi dalam 6
jam pertama adalah CVP 8-12 mmHg, MAP 65 mmHg, urine 0.5 ml/kg/jam dan
saturasi oksigen 70% dengan resusitasi cairan dan CVP>8-12 mmHg, maka
dilakukan tranfusi PRC untuk mencapai hematokrit 30% dan atau pemberian
dobutamin (sampai maksimal 20meq/kg/menit).
6. Eliminasi sumber infeksi
Tujuan: menghilangkan patogen penyebab, oleh karena antibiotik pada umumnya
tidak mencapai sumber infeksi seperti abses, viskus yang mengalami obstruksi dan
implan prostesis yang terinfeksi. Tindakan ini dilakukan secepat mungkin mengikuti
resusitasi yang adekuat.
7. Terapi antimikroba
Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi antibiotik
intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis berat, setelah
kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang memiliki aktivitas
melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi keempat yang diduga sumber
sepsis. Oleh karena sepsis pada umumnya disebabkan oleh gram negatif, penggunaan
antibiotik yang dapat mencegah pelepasan endotoksin seperti karbapenem memiliki
keuntungan, terutama pada keadaan dimana terjadi peroses inflamasi yang hebat
akibat pelepasan andotoksin, misalnya pada sepsis berat dan gagal multi organ
pemberian antimikrobial dimulai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data
mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti
bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi.
10
8. Terapi suportif
Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal nafas bila disertai dengan penurunan
kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik segera dilakukan.
Terapi cairan
a. Hipovolemia harus segera diatasi dengan cairan kristaloid (NaCL 0.9% atau
ringer laktat) maupun koloid.
b. Pada keadaan albumin rendah (<2 g/dL) disertai tekanan hidrostatik melebihi
tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
c. Tranfusi PRC diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bila kadar Hb
rendah pada kondisi tertentu, sepsis pada iskemia miokard dan renjatan septik.
Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis masih kontroversi antara 8-10 g/dL.
9. Bikarbonat
Secara empirik bikarbonat diberikan bila pH <7.2 atau serum bikarbonat <9mEq/L
dengan disertaiupaya untuk memperbaiki keadaan hemodinamik.
10. Disfungsi renal
Akibat gangguan perfusi organ. Bila pasien hipovolemik/hipotensi, segera diperbaiki
degan pemberian cairan adekuat,vasopresor dan inotropik bila diperlukan.dopamin
dosis renal (1-3g/kg/menit) seringkali diberikan untuk mengatasi gangguan fungsi
ginjal pada sepsis, namun secara evidence based belum terbukti. Sebagai terapi
pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan hemodialisis maupun hemofiltrasi
kontinue.
11. Nutrisi
Pada sepsis, kecukupan nutrisi: kalori (asam amino), asam lemak, vitamin dan mineral
perlu diberikan sedini mungkin.
12. Kontrol gula darah
Terdapat penilitian pada pasien ICU, menunjukan terdapat penurunan mortalitas
sebesar 10.6-20.2% pada kelompok pasien yang diberikan insulin untuk mencapai
kadar gula darah antara 80-110mg/dL dibandingkan pada kelompok dimana insulin
baru diberikan bila kadar gula darah >115 mg/dL. Namun apakah pengontrolan gula
darah tersebut dapat diaplikasikan dalam praktek ICU, masih perlu dievaluasi,karena
ada risiko hipoglikemia.
13. Gangguan koagulasi
Proses imflamasi pada sepsis menyebabkan terjadinya gangguan koagulasi dan DIC
(konsumsi faktor pembekuan dan pembentukan mikrotrombus disirkulasi). Pada
11
sepsis berat dan renjatan, terjadi penurunan aktivitas antikoagulan dan spresi proses
fibrinolisis sehingga mikrotrombus menumpuk di sirkulasi mengakibatkan kegagalan
organ. Terapi antikoagulan, berupa heparin, antitrombin dan subsitusi faktor
pembekuan bila diperlukan dapat diberikan, terapi terbukti menurunkan mortalitas.
14. Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi insufisiensi adrenal. Hidrokortison dengan dosis 50
mg bolus IV 4x/hari selama 7 hari pada pasien renjatan septik menunjukan penurunan
mortalitas dibandingkan kontrol. Keadaan tanpa syok, kortikosteroid sebaiknya tidak
diberikan dalam terapi sepsis.
G. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Riwayat masa lalu, riwayat penyakit kronik
Acute illness ( trauma burns)
Luka
2. Riwayat kesehatan keluarga
3. Riwayat sosial
4. Medikasi
5. Nutrisi
6. Pengkajian fisik
Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
Monitoring suhu, nadi, RR, TD
Hemodinamik Cl>3.5/min/m2 indikasi cardiac disorder
SVR <900 dynes/sec/cm
PAWP dibawah 6 mmHg
O2 delivery (n 20-25%)
12
Circulation
Kaji denyut jantung > 100 kali permenit merupakan tanda signifikan
Monitoring tekanan darah
Periksa waktu pengisisan kapiler
Pasang infus menggunakan kanul yang besar
Berikan cairan koloid atau haemacel
Lakukan pemeriksaan darah lengkap
Siapkan untuk pemeriksaan kultur
Catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature < 36C
Siapkan pemeriksaan urin dan sputum
Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan dokter
Disability
Bingung merupakan sala satu tanda pertama pada pasien sepsis padahal sebelumnya
tidak ada masalah. Kaji tingkat kesadaran menggunakan AVPU
Exposure
jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat suntikan dan
tempat infeksi lainnya.
Tanda ancaman kehidupan
Sepsis berat diidentifikasikan sebagai sepsis yang menyebabkan kegagalan fungsi
organ, jika sudah menyebabkan ancaman kehidupan maka pasien harus dibawa
keruang ICU,adapun indikasi sebagai berikut
Penurunan fungsi ginjal
Penurunan fungsi jantung
Hypoksia
Asidosis
Gangguanpembekuan
ARDS (acuterespiratory distres syndrom)
H. Diagnosa keperawatan
13
6. Gangguan kebersihan jalan nafas berhubungan peningkatan sekret akibat adanya
penumpukan sekter
7. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot bantu nafas
8. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme
9. Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan dapat
dihubungkan dengan kurangnya pemajanan/meningkat, kesalahan interprestasi
informasi, keterbatasan kognitif.
I. Intervensi
Tindakan/intervensi:
a. Observasi tanda-tanda vital
Rasional
Untuk mengetahui perubahan hemodinamik, ada atau tidaknya penurunan
cardiac output.
b. Pantau frekuensi dan irama jantung, perhatikan distritmia
Rasional
Bila terjadi takikardia, mengacu pada stimulasi sekunder sistem saraf simpatis
untuk menekankan respons dan untuk menggantikan kerusakan pada
hopivolemia relatif dan hipertensi. Distritmiajantung dapat terjadi sebagai akibat
dari hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit/ asam basa atau status aliran perfusi
yang rendah.
c. Perhatikan kualitas/kekuatan denyut perifer
Rasional
Pada awal nadi cepat/kuat karena pengingkatan curah jantung. Nadi dapat
menjadi lemah/lambat karena hipotensi terus menerus, penurunan curah jantung,
dan vasokontriksi perifer jika terjadi status syok
d. Kaji frekuensi pernafasan, kedalaman, dan kualitas perhatikan dispnea berat.
Rasional
Peningkatan pernafasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung dari
endotoksin pada pusat pernafasan di dalam otak, dan juga perkembangan
hipoksia, stres dan demam. Pernafasan dapat menjadi dangkal bila terjadi
insufisiensi pernafasan, menimbulkan resiko kegagalan pernafasan akut.
e. Catat pengeluaran urin setiap jam dan berat jenisnya.
Rasional
14
Penurunan pengeluaran urin dengan peningkatan berat jenis akan
mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal yang di hubungkan dengan
perpindahan cairan dan vasokontriksi selektif, terdapat kemungkinan munculnya
poliuria sementara selama fase hiperdinamik ( dalam waktu curah jantung
meningkat) tetapi dapat menyebabkan perkembanagan ke arah oliguri.
f. Kolaborasi
Berikan cairan parenteral. (rujuk pada DK: kekurangan volume cairan, resiko
tinggi terhadap)
Rasional
Untuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah besar cairan mungkin
dibutuhkan untuk mendukung volume sirkulasi.
Diuresis
Rasional
Untuk mengurangi kerja jantung akibat adanya penurunan fungsi ginjal.
g. Pantau pemeriksaan laboratorium,misalnya AGD, kadar laktat
Rasional
Perkembangan asidosis respirstorik/metabolik merefleksikan kehilangan
mekanisme kompensasi, misalnya penurunan perfusi ginjal/ekskresi hidrogen,
dan akumulasi asam laktat.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan cardiac output yang tidak mencukupi.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi: menunjukan perfusi jaringan nadi yang kuat
yang dibuktikan dengan tanda-tanda vital stabil, nadi verifer jelas, kulit hangat dan
kering, tingkat kesadran umum haluaran urin sesuai dan bising usus aktif.
Tindakan/intervensi :
a. pertahankan tirah baring;bantu dengan aktivitas perawatan
Rasional
Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi O2, memaksimalkan efektivitas
dan perfusi jaringan.
b. Pantau kecenderungan pada tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi,dan
perubahan pada tekanan denyut.
Rasional
Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran
darah, menstimulasi pelepasan, atau aktivitas dari substansi hormonal kimiawi
yang umumnya menghasilkan vasodilasi perifer,penurunan tahapan vaskuler
sistemik dan hipovolemia relatif.
c. Pantau frekuensi dan irama jantung, perhatikan distritmia.
Rasional
Bila terjadi takikardia, mengacu pada stimulasi sekunder sistem saraf simpatis
untuk menekankan respons dan untuk menggantikan kerusakan pada hipovolemia
relatif dan hipertensi. Distrima jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia,
ketidakseimbangan elektrolit/asam-basa atau status aliran perfusi yang rendah.
15
d. Perhatikan kualitas/kekuatan denyut perifer
Rasional
Pada awal nadi cepat/kuat karena peningkatan curah jantung. Nadi dapat menjadi
lemah/lambat karena hipotensiterus menerus, penurunan curah jantung,dan
vasokonstriksi perifer jika terjadi syok.
e. Kaji frekuensi pernapasan, kedalaman, dan kualitasperhatiakan dispenea berat.
Rasional
Peningkatan pernapasan terjadi sebagai respons terhadap efek-efek langsung dari
endotoksin pada pusat pernafasan di dalam otak, dan juga perkembangan hipoksia,
stres dan demam. Pernafasan bisa jadi dangakal bila terjadi insufisiensi
pernafasan, menimbulkan resiko kegagalan pernafasan akut.
f. Catat haluan urine setiap jam dan berat jenisnya.
Rasional
Penurunan haluan urine dengan peningkatan berat jenis akan mengindikasikan
penurunan perfungsi ginjal yang di hubungan dengan perpindahan cairan dan
vasokonstriksi selektif, terdapat kemungkinan munculnya poliuria sementara
selama fase hiperdinamik (dalam waktu curah jantung meningkat) tetapi dapat
menyebabkan perkembangan ke arah oliguri.
g. Kolaborasi
Berikan cairan parenteral. Rujuk pada DK: kekurangan pada volume cairan,
resiko tinggi terhadap)
Rasional
Untuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah besar cairan mungkin di
butuhkan untuk mendukung volume sirkulasi.
h. Pantau pemeriksaan laboratorium, misalnya AGD, kadar laktat
Rasional
Perkembangan asidosis respiratorik/metabolik merefleksikan kehilangan
mekanisme kompensasi,misalnya penurunan perfusi ginjal/ekskresi hidrogen, dan
akumulasi asam laktat.
Intervensi/tindakan
a. Observasi suhu pasien ( derajat dan pola ), perhatikan menggigil/diaforesis
Rasional
Suhu 38-41 derajat sescius menunjukan proses penyakit infeksius akut.
b. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur,sesuai indikasi
Rasional
16
Suhu ruangan / jumlah selimut harus di ubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal
c. Berikan kompres hangat hindari penggunaan alkohol.
Rasional
Dapat membantu mengurangi demam.catatan:penggunaan air es/alkohol mungkin
menyebabkan kedinginan, peningkatan suhu secara aktual, selain itu alkohol dapat
mengeringkan kulit.
d. Kolaborasi
i. Berikan anti piretik misalnya aspirin, asitaminofen
ii. Rasional
iii. Di gunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus
iv. Berikan selimut pendingin
v. Rasional
vi. Di gunaka untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39-40
derajat selcius pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak.
4. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap permeabilitas kapiler/kebocoran
cairan kedalam lokasi intertisial.
Hasil yang di harapkan/kriteria evaluasi;
Tindakan keperawatan:
a. Ukur/catat haluaran urine dan berat jenis, catat ketidak seimbangan masukan dan
haluaran kumulatif (termasuk semua kehilangan / tata laksana ) dan hubungan
dengan berat badan setiap hari. Dorong masukan cairan oral sesuai toleransi.
Rasional
Penurunan haluaran urine dan berat jenis akan menyebabkan hipovolemia
keseimbangan cairan positif lanjut dengan di sertai penambahan berat badan
dapat mengindikasikan edema ruang ketiga dan edma jaringan,menunjukan
perlunya mengubah terapi / komponen pengganti.
b. Pantau tekanan darah dan denyut jantung. Ukur CVP
Rasional
Pengurangan dalam sirkulasi volume cairan dapat mengurangi tekanan
darah/CVP. Mekanisme kompensasi awal dari takikardia untuk meningkatkan
curah jantung dan meningkatkan tekanan darah sistemik.
c. Palpasi denyut perifer
Rasional
Denyut jantung yang lemah mudah hilang dapat menggambarkan tanda-tanda
hipovolemia
17
d. Kaji membran mukosa kering, turgor kulit yang kurang baik, dan rasa haus.
Rasional
Hipovolemia/cairan runang ketiga akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi
e. Amati edema dependen/perifer pada sakrum,skrotum, pungggung kaki
Rasional
Kehilangan cairan dari kompartemen vaskuler kedalam ruang intertitial akan
menyebabkan edema jaringan
f. Kolaborasi
Berikan cairan IV, misalnya kristaloid (D5W,NS) dan koloid (albumin, plasma
beku segar) sesuai indikasi
Rasional
Sejumlah cairan mungkin dibutuhkan untuk mengatasi hipovolemia relatif
(vasodilatasi perifer) : menggantikan kehilangan dengan meningkatkan
permeabilitas kapiler ( misalnya penumpukan cairan dalam rongga peritoneal) dan
meningkatkan sumber-sumber tatalaksana (misalnya demam/diaforesis)
g. Pantau nilai laboratorium, misalnya Ht/jumlah SDM, BUN,/Kr
Rasional
Mengevaluasi perubahan di dalam hidrasi/viskositas darah
5. Pertukaran gas, kerusakan, resiko tinggi terhadap perubahan pada suplai O2,
perubahan aliran darah, terganggunya pengiriman/pemanfaatan O2 di dalam jaringan.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi
Menunjukan AGD dan frekuensi pernafasan dalam batas normal, dengan bunyi nafas
yang jernih dan sinar X dada yang jelas/membaik
Tindakan/intervensi mandiri:
a. Pertahankan jalan nafas pate, tempatkan pasien pada posisi yang nyaman dengan
kepala tempat tidur tinggi
Rasional
Meningkatkan ekspansi paru, dan upaya pernafasan
b. Pantau frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot
aksesori/upaya untuk bernafas
Rasional
Pernafasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia,stress, dan sirkulasi
endotoksin. Hiperventilasi dan dispnea merefleksikan mekanisme kompensasi
yang tidak efektif dan merupakan indikasi bahwa diperlukan dukungan ventilator
c. Auskultasi bunyi nafas perhatikan krekls, wheezing, area yang mengalami
penurunan/kehilangan ventilasi
Rasional
Kesulitan bernafas dan munculnya bunyi adventisius merupakan indikator dari
kongesti pilmonal/edema intertisial, etelektasis
d. Catat munculnya sianosis sirkumoral
Rasional
18
Menunjukan oksigen sistemik tidak adekuat/hipoksemia
e. Catat batuk dan produksi sputum purule
Rasional
Pnemonia merupakan infeksi nosokomial umum yang dapat terjadi karena aspirasi
organisme orofaringeal atau menyebar dari lokasi lain
f. Kolaborasi
Pantau AGD/nadi oksimetri
Rasional
Hipoksemia dihubungkan dengan penurunan ventilasi/perubahan pulmonal
(misalnya edema intertisial, atelektasis, dan paru pulmonal) dan peningkatan
kebutuhan (misalnya demam)
Tinjau sinar X dada
Rasional
Perubahan menunjukan perkembangan/resolusi dari komplikasi pulmonal,
misalnya infiltrasi/ edema.
7. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot bantu nafas
Tindakan keperawatan:
a. Kaji perubahan takipnue, pernafasan cuping hidung, penggunaan otot bantu nafas,
periode apnue lebih dari 10 detik
b. Pantau denyut jantung secara elektrolit untuk mengetahui takikardi atau
bradikardi dan perubahan tekanan darah
c. Pantau penggunaan ventilator
d. Isap lendir atau bersihkan jalan nafas secara hati-hati
e. Amati hasil AGD sesuai kebutuhan
Dengan tepat menunjukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan rasional dan
tindakan.
19
Memulai perubahan gaya hidup yang di perlukan, ikut serta dalam program
pengobatan.
Tindakan/intervensi
J. EVALUASI
1) Kardiak output tercukupi
2) Kebutuhan oksigen terpenuhi
3) Vital sighn dalam batas normal
4) Suhu dalam batas normal
5) Kebutuhan elektrolit terpenuhi
20
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. H
Umur : 58 tahun
No. MR : 4144330
Tgl masuk : 29/11/2016
Tgl pengkajian : 30/11/2016
Penanggung Jawab : BPJS
Status Pernikahan : Menikah
a. Airway
Pasien terpasang ETT, Produksi slem (+), putih kental
b. Breathing
Pasien terpasang ETT on Ventilator dengan modus SIMV
Pressure Control ,SIMV 12, PS 10, PEEP 5, FiO2 40%, SPO2
di monitor 98-100%
21
c. Circulation
TD: 93/61 mmHg (dengan topangan norephineprin
0.07mcg/KgBB/Jam), Nadi: 105 x/menit, MAP 69, Suhu: 37 C, BB: 49
Kg, Terpasang CVC +7, DC terpasang, produksi urin 1.224/24 jam,
BK : -254.6, Hb: 9.5 g/dl, Ht: 29.7%, Erit: 4.13, Leukosit: 20.600/ul,
Trombosit: 504.000 ul, Na/K/CL: 125/3.54/91.1, Ur/Cr : 19/0.20,
Laktat: 1.2, PCT :0.16, Albumin : 2.92, GDS : 135 g/dl
d. Disability
Kesadaran pasien DPO.
e. Exposure
Sumber infeksi dari HAP
1. Ns 0.9% (CVC)
2. Ns 0.9% 36.6 ml + Norephineprin 8 mg, dosis 0,07 mcg/KgBB/jam
3. RF% 30 cc/jam
4. Ns 0.9% 15cc + Midazolam 15 mg
Injeksi
Oral
1. Flumucil 3x200 mg
2. Ascardia 1x80 mg
Inhalasi
1. Combivent/8 jam.
22
Data Penunjang
- Hasil Laboratorium Tgl 30/11/2016
Hb 9.5 pH 7.49 7.40
Ht 29.7 PCO2 30.9 47.4
Eritrosit 4.13 PaO2 110.5 50.8
Leukosit 20.600 BE 0.4 4.7
Trombosit 504.000 HCO3 23.9 29.7
Ureum/ creatinin 19/0.20 SaO2 99.6
PT/APTT 0.9/1.07 SvO2 85.3
Ca darah 8.7
Lactat 2.0
Pct 50.9
Na/K/Cl 125/3.54/91.1
Ca Ion 1.13
Mg Darah 1.93
- Nilai CPIS
1. Sputum : Banyak, warna putih kental (2)
2. Rontgen thorax : Tidak ada infiltrat (0)
3. Suhu : 36C (0)
4. Leukosit : 20.600 (2)
5. PaO2 (110.5).
Total CPIS : 6
23
3. Analisa Data
No. Data Fokus Masalah Etiologi
1 DS :- Ketidak efektifan Penumpukan
DO : bersihan jalan nafas sekret
K/u lemah,
kesadaran DPO
dengan
midazolam
1mg/jam,
Pupil 2/2, reflek
+/+
Produksi slem
(+), putih kental
RR : 18x/mnt
Ronkhi +/+
Terpasang ETT
on Venti modus
SIMV PS 10(8),
PS 6, PC 8, FiO2
45%
Hasil rontgen Tgl
30/11/2016
tampak infiltrat
paru kiri relatif
stga
2 DS : - Penurunan curah jantung
DO :
K/u lemah,
kesadaran DPO,
Midazolam 1
mg/jam
Pupil 2/2, reflek
+/+
TD : 93/61mmHg
(dengan
Norephineprin
0.07
mcg/Jam/KgBB
Nadi : 105 x/m
MAP : 69
CVP : +7
Kalium : 3.54
mmol/L
Kalsium : 8.2
mg/dl
Mg : 1.77 mg/dl
Urine : 1224/24
jam.
24
3 DS : - Gangguan perfusi berhubungan
DO : jaringan dengan cardiac
TD : output yang tidak
93/61mmHg mencukupi
(dengan
Norephineprin
0.07
mcg/Jam/KgBB)
Nadi: 105 x/m,
irama teratur,
palpasi nadi kuat
RR : 18x/m
CVC + 7
Urine : 1224/24
jam
Balance
kumulatif : -
254.6
Hb : 9.5 gr/dl
Sianosis (-)
Akral hangat
Kulit : Pucat
pH :7.43, PCO2:
40.1,PO2: 40.5,
SvO2: 78,0,
HCO3: 27.3, BE
: 3.5, laktat 2.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret
2. Penurunan cardiac output berhubungan dengan penurunan afterlod, penurunan
preload, ketidak efektifan kontraktilitas otot jantung
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan cardiac output yang tidak
mencukupi.
25
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
4.Catat 4.Untuk
adanya mengetahui
produksi jumlah
slem, warna, produksi dan
dan perubahan
konsistensi warna slem.
slem.
5.Berikan 5.Untuk
posisi membantu
semifowler. ekspansi
paru.
6.Lakukan 6.Untuk
suctioning membantu
26
secara mengeluarka
berkala. n slem.
Kolaborasi:
1.Berikan 1.Untuk
therapi membantu
inhalasi. mengencerka
n slem.
2 Rabu, Penurunan Tujuan: Mandiri:
30/11/16 Cardiac Setelah 1.Observasi 1.Untuk
output dilakukan tanda-tanda mengetahui
berhubung tindakan vital pasien keadaan
an dengan keperawata umum dan
penurunan n selama tanda-tanda
afterload 1x8 jam vital pasien.
diharapkan
penurunan 2.Pantau 2.Disritmia
cardiac frekuensi dan jantung dapat
output irama terjadi
teratasi jantung, sebagai
perhatikan akibat dari
Kriteria disritmia. hipoksia..
hasil:
-Tanda- 3.Kaji 3.Peningkata
tanda vital Frekuensi n pernafasan
dalam batas nafas terjadi
normal kedalaman sebagai
tanpa dan kualitas respon
topangan, terhadap
MAP 80- efek-efek
100 langsung
Bunyi endotoksin
jantung pada pusat
tambahan pernafasan
tidak ada otak
Hasil lab
elektrolit 4.Kaji 4.Untuk
dalam batas perubahan mengetahui
normal. warna kulit, status shock
suhu, dan yang
kelembaban. berlanjut.
Kolaborasi:
1.Kolaborasi 1.Mempercep
dalam at proses
pemberian penyembuha
cairan n.
parenteral
dan
27
pemberian
obat
vasopresor.
3 Rabu, Gangguan -Tujuan: Mandiri
30/11/16 perfusi Setelah 1.Pertahanka 1.Menurunka
jaringan dilakukan n tirah baring n beban kerja
tindakan miokard dan
keperawata konsumsi O2,
n selama memaksimal
1x24 jam kan
diharapkan efektifitas
gangguan dari perfusi
perfusi jaringan.
jaringan
teratasi. 2.Pantau 2.Hipotensi
kecenderunga akan
-Kriteria n pada berkembang
Hasil: tekanan bersama
Perfusi darah, dengan
jaringan mencatat mikroorganis
nadi kuat, perkembanga me
tanda-tanda n hipotensi menyerang
vital stabil, dan aliran darah
nadi perifer perubahan
jelas, kulit pada tekanan
hangat dan denyut nadi.
kering
3.Pantau 3.Bila terjadi
frekuensi dan takikardi,
irama mengacu
jantung, pada
perhatikan stimulasi
disaritmia. sekender
sistem saraf
simpatis.
Disaritmia
jantung dapat
terjadi akibat
hipoksia.
28
lambat
karena
hipotensi
terus
menerus.
5.Kaji 5.Peningkata
frekuensi n pernafasan
pernafasan, terjadi
kedalaman sebagai
dan kualitas, respon
dan dispneu terhadap efek
berat. langsung dari
endotoksis
pada pusat
pernafasan di
dalam otak
6.Catat 6.Penurunan
haluaran urin haluaran urin
setiap jam dengan
dan berat peningkatan
jenis nya. berat jenis
akan
mengindikasi
kan
penurunan
perfusi ginjal
yang
dihubungkan
dengan
perpindahan
cairan dan
vasokontriksi
Kolaborasi:
1.Berikan 1.Untuk
cairan mempertahan
parenteral kan perfusi
jaringan.
2.Pantau 2.Perkemban
pemeriksaan gan asisosis
lab, misalnya respiratorik
AGD dan atau
hasil laktat. metabolik
merefleksika
n kehilangan
mekanisme
kompensasi.
29
D. IMPLEMENTASI
Kolaborasi
Jam 22.00 1
Memberikan Inhalasi Combivent
Therapi inhalasi
Jam 23.00 2,3
Memantau Irama jantung sinus
perubahan irama takikardi, Nadi
30
jantung dan 105x/m.
perubahan disritmia.
Jam 22.00
2,3 Mengkaji Akral teraba hangat,
perubahan warna warna kulit putih
kulit, suhu dan pucat, sianosis (-).
kelembaban.
Kolaborasi
Jam 06.00 1 Memberikan therapi Inhalasi Combivent .
inhalasi.
Kolaborasi
Jam 01.00 2 Pemberian cairan Cairan Ringer
parenteral dan obat Fundin 30cc/jam,
vasopresor Norephineprin naik
0.1 mcg/KgBB/Jam,
31
TD:89/54
mmHg.
E. EVALUASI
Kamis,1-12-16 2 S: -
O: k/u lemah, kesadaran
DPO dengan miloz 1
mg/jam, pupil 2/2 +/+
TD 120/82 mmHg dengan
topangan Norephineprin
0.06 mcg/KgBB/jam
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
-Observasi TTV
,kolaborasi dalam
pemberian therapi
parenteral dan vasopresor.
32
Kamis,1-12-16 3 S: -
O: TD 120/82 mmHg
(dengan topangan 0. 06
mcg/KgBB/jam).
HB: 10.8 g/dl Akral
hangat, kulit
kemerahan.
A : Masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan.
-Observasi TTV, dan hasil
laboratorium.
33
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian yang sudah di jelaskan dalam makalah ini maka dapat ditarik dengan
kasus yang diangkat pada pasien Tn. H, adapun kesenjangan data yang muncul pada diagnosa
keperawatan melalui pengkajian ABCDE (airway, breathing, circulation, disability,exposure),
yaitu pada bagian diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
tetapi tidak ada dalam teori yaitu hipertemi berhubungan dengan proses perjalanan infeksi.
Dimana pada kondisi pasien tidak ditemukan data-data yang memungkinkan untuk
mengangkat diagnosa tersebut.
Adapula diagnosa yang dijelaskan dalam teori dan kami temukan pada kasus kami
yaitu Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret, penurunan
cardiac output berhubungan dengan penurunan afterload, penurunan preload,dan
ketidakefektifan kontraktilitas otot jantung, yang ditandai dengan tekanan darah yang tidak
stabil dan memerlukan vasopresor. Akibat penurunan curah jantung maka timbullah
gamgguan perfusi jaringan.
SARAN
Untuk mencapai suatu keberhasilan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada
kasus pasien sepsis ada baiknya sebagai sebagai tenaga medis perlu memiliki pengetahuan
yang cukup tentang sebab-sebab infeksi. Karena pengenalan dini dari sepsis merupakan kunci
keberhasilan terapi maupun dalam tindakan keperawatan.
34
DAFTAR PUSTAKA
Capernito, Lynda Jual, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.
Mansjoer Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta: FKUI.
35