Anda di halaman 1dari 28

TUGAS INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWAAN ANAK

dengan CTEV (Congenital Talipes Equino Varus)

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Dosen Pengampu : Ns. Erni Suprapti, M.Kep

Disusun Oleh :

Firman Satya Pradipta


(20101440120041)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLA TINGGI ILMU KESEHATAN KESDAM IV/DIPONEGORO
SEMARANG TA 2021/2022

i
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau kaki pekuk,


adalah kelainan kongenital yang umum ditemukan. Perkiraan insiden dari
kelainan ini adalah satu kasus perseribu kelahiran hidup. Pria terkena lebih
banyak dibandingkan dengan wanita, dengan rasio 2:1. Meskipun etiologinya
tidak diketahui, tetapi deformitas ini sering berhubungan dengan neurologi,
seperti artrogiposis dan mielodisplasia. Pola keturunannya adalah
multifaktorial, mengindikasikan kompleks genetik dan interaksi lingkungan.
(Sabiston DC.,1994)

Berdasarkan artikel Bayu Candra Cahyono (2012) yang berjudul


Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) yang juga dikenal sebagai “club
foot” adalah suatu gangguan perkembangan ekstremitas inferior yang sering
ditemui, tapi masih jarang dipelajari. CTEV dimasukkan dalam terminology
“sindromik” bila kasus ini ditemukan bersama dengan gambaran klinik lain
sebagai suatu bagian dari sindrom genetic. CTEV dapat timbul sendiri tanpa
didampingi klinik lain, dan sering disebut sebagai CTEV idiopatik. CTEV
sindromik sering menyertai gangguan neurologis dan neuromuskular
seperti spina bifida maupun atrofi muscular spinal. Bentuk yang
paling sering ditemui adalan CTEV idiopatik; pada bentuk ini,
ekstermitas superior dalam keadaan normal.

Club foot ditemukan pada hieroglif Mesir dan perawatannya


dijelaskan pleh hipokates pada 400 SM dengan cara memanipulasi kaki
dengan lembut untuk kemudian dipasangi perban. Sampai saat ini,
perawatan modern juga masih mengandalkan manipulasi dan immobilisasi.
Manipulasi dan immobilisasi serial yang dilakukan secara hati-hati diikuti
pemasangan gipsa dalah metode perawatan modern non-operatif. Cara
imobilisasi yang saat ini mungkin paling efektif adalah metode ponseti;

1
metode ini dapat mengurangi perlunya operasi. Walaupun demikian, masih
banyak kasus yang membutuhkan terapi operatif.

B. Rumusan masalah

1. Bagaiman Laporan Pendahuluan penyakit CTEV?


2. Bagaimana Asuhan Keperawatan penyakit CTEV?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Laporan Pendahuluan penyakit CTEV


2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan penyakit CTEV

2
BAB 2

PEMBAHASAN

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian

CTEV (Congenital Talipes Equino Varus) atau deformitas club foot


adalah kelainan bentuk kompleks pada kaki bayi baru lahir yang secara umum
dalam keadaan sehat. Kelainan pada CTEV diakibatkan karena hubungan
yang abnormal antara tulang-tulang kaki. 
Deformitas CTEV meliputi tiga persendian, yaitu inversi pada sendi
subtalar, adduksi pada sendi talonavicular, dan equinus pada ankle joint.
Komponen yang diamati dari clubfoot adalah equinus, midfoot cavus,
forefoot adduction, dan hindfoot varus (Meena et al, 2014)
CTEV adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki,
inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia
(Priciples of Surgery, Schwartz). Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan
pes (foot), menunjukkan suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan
penderitanya berjalan pada ankle-nya. Sedang Equinovarus berasal dari kata
equino (meng.kuda) dan varus (bengkok ke arah dalam/medial).
Penyakit CTEV ini merupakan suatu penyakit yang berhubungan
dengan suatu deformitas yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan pada
kemampuan kaki untuk melakukan fleksi baik pada bagian pergelangan kaki,
inversi pada tungkai, adduksi pada kaki depan, maupun rotasi pada bagian
tibia.

(Fadila et al. 2017)

3
B. Epidemiologi
CTEV rata-rata muncul dalam 1-2:1000 kelahiran bayi di dunia dan
merupakan salah satu defek saat lahir yang paling umum pada system
musculoskeletal(Baruah et al, 2013). Insidensi CTEV beragam pada beberapa
Negara, di Amerika Serikat 2,29:1000 kelahiran; pada ras Kaukasia 1,6:1000
kelahiran; pada ras Oriental 0,57:1000 kelahiran; pada orang Maori 6,5-
7,5:1000 kelahiran; pada orang China 0,35:1000 kelahiran; pada ras Polinesia
6,81:1000 kelahiran; pada orang Malaysia 1,3:1000 kelahiran; dan 49:1000
kelahiran pada orang Hawaii (Hosseinzaideh, 2014).

Terdapat predominansi laki-laki sebesar 2:1 terhadap perempuan,


dimana 50% kasusnya adalah bilateral. Pada kasus unilateral, kaki kanan
lebih sering terkena. (Bergerault et al, 2013). Insidensi akan semakin
meningkat (pada 25% kasus) bila ada riwayat keluarga yang menderita
CTEV. Kemungkinan munculnya CTEV bila ada riwayat keluarga yaitu
sekitar 1:35 kasus, dan sekitar 1:3 (33%) bila anak terlahir kembar identic
(Noordin et al, 2002)

C. Etiologi
Etiologi Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) sampai saat ini
belum diketahui namun ada hubunganya dengan : Persistence of fetal
positioning, Genetic, Cairan amnion dalam ketuban yang terlalu sedikit pada
waktu hamil(oligohidramnion), Neuromuscular disorder (Kadang kala
ditemukan bersamaan dengan kelainan lain seperti Spina Bifida atau displasia
dari rongga panggul).
Beberapa teori yang kemungkinan berhubungan dengan CTEV:
1. Teori kromosomal, antara lain defek dari sel germinativum yang tidak
dibuahi dan muncul sebelum fertilisasi.
2. Teori embrionik, antara lain defek primer yang terjadi pada sel
germinativum yang dibuahi (dikutip dari Irani dan Sherman) yang
mengimplikasikan defek terjadi antara masa konsepsi dan minggu ke-12
kehamilan.

4
3. Teori otogenik, yaitu teori perkembangan yang terhambat, antara lain
hambatan temporer dari perkembangan yang terjadi pada atau sekbvitar
minggu ke-7 sampai ke-8 gestasi. Pada masa ini terjadi suatu deformitas
clubfoot yang jelas, namun bila hambatan ini terjadi setelah minggu ke-9,
terjadilah deformitasclubfoot yang ringan hingga sedang.
4. Teori fetus, yakni blok mekanik pada perkembangan akibat intrauterine
crowding.
5. Teori neurogenik, yakni defek primer pada jaringan neurogenik.
6. Teori amiogenik, bahwa defek primer terjadi di otot.
7. Sindrom Edward, yang merupakan kelainan genetic pada kromosom
nomer 18
8. Pengaruh luar seperti penekanan pada saat bayi masih didalam kandungan
dikarenakan sedikitnya cairan ketuban (oligohidramnion)
9. Dapat dijumpai bersamaan dengan kelainan bawaan yang lain seperti spina
bifida
10. Penggunaan ekstasi oleh ibu saat sedang mengandung

D. Patofisiologi
Terjadi karena perkembangan embryonic yang abnormal yaitu saat
perkembangan kaki ke arah fleksi dan eversi pada bulan ke-7 kehamilan.
Pertumbuhan yang terganggu pada fase tersebut akan menimbulkan
deformitas dimana dipengaruhi pula oleh tekanan intrauterine.
Kelainan ini sering terjadi pada anak laki-laki, dan bilateral pada 50 %
kasus. Kemungkinan terjadinya deformitas secara acak adalah 1 : 1000
kelahiran. Pemeriksaan pada bayi kaki pekuk menunjukkan equinus kaki
belakang, varus kaki belakang dan kaki tengah, adduksi kaki depan dan
berbagai kekakuan. Semua temuan ini adalah akibat dislokasi medial sendi
talonavikuler. Pada anak yang lebih tua, atrofi betisdan kaki lebih nyata
daripada bayi, tanpa memandang seberapa baik kaki terkoreksi atau
fungsionalnya.

5
PATWAY CTEV

Idiopatik Genetik
Kondisi janin saat Fraktur neurogenik
dikandungan

Perrub. Inervesi
intrauterin.
Posisi abnormal Pergerakan janin Kelainan
janin terbatas perkembangan

Deformitas
tulang Abnormalitas
MK Resiko G3 Fase fibular
Peningkatan jar. histokimia pd
Pertumbuhan
Fibrosa diotot ligamen otot peroneall
CTEV

Fleksi plantar talus Celceneus, nevikular,


Metatarsal pertama
(pergelangan kaki) cuboid terotasi ke Adduksi serta inversi pada
lebih fleksi terhadap
arah medial ligamen dan tendon paraneal
daerah plantar
terhadap talus
Tumit terjadi
terbalik

Inversi Pd Sendi
MK G3 Mobilitas Keterbatasan Adduksi pada
Tungkai
fisik aktivitas kaki depan
6
Bentuk kaki MK. G3 Citra tubuh
Terapi konsevatif Terapi Operatif
abnormal

Pemasangan Gips Pembedahan

Gips terlalu ketat

Pre op Kurangnya pemahaman


tentang penyakit yg
Kompertemen diderita
Sindrom

MK. Ansietas MK. Kurang


MK. Kerusakan MK. Kurang Pengetahuan
Pengetahuan
intergritas kulit

MK. Nyeri MK. Resiko


Infeksi

7
E. Klasifikasi

Untuk menilai suatu CTEV sangatlah subyektif dan berdasarkan


keparahan deformitas dan fleksibilitas kaki pasien, namun ada juga yang
menggolongkannya berdasarkan pemeriksaan radiologis (Maranho et al,
2011).Klasifikasi diperlukan untuk membantu menentukan prognosis dan
juga mengevaluasi keberhasilan terapi (Herring, 2014).
Ada beberapa system skoring dan klasifikasi yang dipakai di berbagai
Negara, namun system klasifikasi dari Dimeglio dan Pirani yang paling
banyak digunakan. Keduanya memberikan nilai berdasarkan pemeriksaan
fisik. (Meena et al, 2014). Dimeglio pada tahun 1991 membagi CTEV
menjadi empat kategori berdasarkan pergerakan sendi dan kemampuan untuk
mereduksi deformitas (Nordin et al, 2002):

1. Soft foot; dapat disebut juga sebagai postural foot dan dikoreksi
dengan standard casting atau fisioterapi.
2. Soft > Stiff foot; terdapat pada 33% kasus. Biasanya lebih dari 50%
kasus dapat dikoreksi, namun bila lebih dari 7 atau 8 tidak didapatkan
koreksi maka tindakan operatif harus dilakukan.
3. Stiff > Soft foot; terdapat pada 61% kasus. Kurang dari 50% kasus
terkoreksi dan setelah casting dan fisioterapi, kategori ini akan
dilakukan tindakan operatif.

Setiap komponen mayor dari clubfoot (equinus, heel cavus, medial,


roatasi calcaneopedal block, forefoot adduction) dikategorikan dari I – IV.
Poin tambahan ditambahkan untuk deep posterior dan medial creases, cavus
dan kondisi oto yang buruk (Meena et al, 2014).
Sistem klaifikasi Pirani memiliki suatu skala perhitungan yang
sederhana, yang terdiri dari tiga variable pada hindfoot dan tiga pada midfoot.
Setiap variable dapat menerima nilai nol, setengah, dan satu poin (Maranho et
al, 2011).

8
F. Manifestasi Klinis

1. Tidak adanya kelainan congenital lain


2. Berbagai kekakuan kaki
3. Hipoplasia tibia, fibula, dan tulang-tulang kaki ringan
4. Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibu jari kaki terlihat
relatif memendek.
5. Bagian lateral kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau
cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian belakang equinus.
Tumit tertarik dan mengalami inversi, terdapat lipatan kulit transversal
yang dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan kaki. Atrofi otot
betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil dan sulit dipalpasi.
6. Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat
diabduksikan dan dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan dari
posisi varus. Kaki yang kaku ini yang membedakan dengan kaki
equinovarus paralisis dan postural atau positional karena posisi intra uterin
yang dapat dengan mudah dikembalikan ke posisi normal. Luas gerak
sendi pergelangan kaki terbatas.
7. Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal
anterior tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran

9
medial, plantar dan terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat celah
antara maleolus medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis
bimaleolar menurun dari normal yaitu 85° menjadi 55° karena adanya
perputaran subtalar ke medial.
8. Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot
tibialis anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur
sedangkan otot-otot peroneal lemah dan memanjang, Otot-otot ekstensor
jari kaki normal kekuatannya tetapi otot-otot fleksor jari kaki memendek.
Otot triceps surae mempunyai kekuatan yang normal.

G. Pemeriksaan Fisik

1. Pantau status kardiovaskuler


2. Pantau nadi perifer
3. Pucatkan kulit ekstremitas pada bagian distal untuk memastikan sirkulasi
yang adekuat pada ekstremitas tersebut
4. Perhatikan keketatan gips, gips harus memungkinkan insersi jari diantara
kulit ekstremitasdengan gips setelah gips kering
5. Kaji adanya peningkatan hal-hal berikut:
a. Nyeri  
b. Bengkak
c. Rasa dingin
d. Sianosis atau pucat
6. Kaji sensasi jari kaki
a. Minta anak untuk menggerakkan jari kaki  
b. Observasi adanya gerakan spontan pada anak yang tidak mampu
berespon terhadap perintah
c. Laporkan dengan segera adanya tanda-tanda ancaman kerusakan
sirkulasi
d. Intruksikan anak untuk melaporkan adanya rasa kebas atau kesemutan
7. Periksa suhu (gips plester)
a. Reaksi kimia pada proses pengeringan gips, yang meningkatkan panas
b. Evaporasi air, yang menyebabkan kehilangan panas

10
8. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau adanya nyeri tekan
9. Inspeksi bagian dalam gips untuk adanya benda-benda yang terkadang
dimasukkan oleh anak yang masih kecil
10. Observasi adanya tanda-tanda infeksi:
a. Periksa adanya drainase  
b. Cium gips untuk adanya bau menyengat
c. Periksa gips untuk adanya ”bercak panas” yang menunjukkan infeksi
dibawah gips
d. Waspadai adanya peningkatan suhu, letargi dan ketidaknyamanan
11. Observasi kerusakan pernapasan (gips spika)
a. Kaji ekspansi dada anak
b. Observasi frekuensi pernafasan
c. Observasi warna dan perilaku
12. Kaji adanya bukti-bukti perdarahan (reduksi bedah terbuka): Batasi area
perdarahan
13. Kaji kebutuhan terhadap nyeri

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Darah Lengkap


2. Foto AP dan lateral femur sampai kaki
Pada proyeksi AP diukur sudut talocalcaneal (30-50°) dan talo-
metatarsal I (0-10°), sedangkan pada proyeksi lateral diukur sudut
talocalcaneal (30-50°) dan tibiocalcaneal (10-20°). Sudut-sudut tersebut
akan menghilang/berkurang pada CTEV, sehingga dapat memprediksi
keparahan dan respon terhadap intervensi yang akan diberikan (Nordin,
2001)
Pemeriksaan radiologi dini tidaklah informatif dibandingkan
dengan pemeriksaan fisik, dikarenakan hanya akan tampak ossification
center pada tulang tarsal, calcaneus, dan metatarsal. Setelah usia 3 atau 4
bulan, tulang-tulang tersebut telah cukup terosifikasi, dan pemeriksaan
radiologi dapat dilakukan dengan proyeksi film anteroposterior dan
lateral dengan stress dorsofleksi (Baruah et al, 2013).

11
I. Penatalaksanaan

Sekitar 90-95% kasus club foot bisa ditreatment dengan tindakan non-
operatif. Penanganan yang dapat dilakukan pada club foot tersebut dapat
berupa :
1. Non-Operative :
Pertumbuhan yang cepat selama periode infant memungkinkan
untuk penanganan remodelling. Penanganan dimulai saat kelainan
didapatkan dan terdiri dari tiga tahapan yaitu : koreksi dari deformitas,
mempertahankan koreksi sampai keseimbangan otot normal tercapai,
observasi dan follow up untuk mencegah kembalinya deformitas.
Koreksi dari CTEV adalah dengan manipulasi dan aplikasi dari
serial “cast” yang dimulai dari sejak lahir dan dilanjutkan sampai tujuan
koreksi tercpai. Koreksi ini ditunjang juga dengan latihan stretching dari
struktur sisi media kaki dan latihan kontraksi dari struktur yang lemah
pada sisi lateral.
Manipulasi dan pemakaian “cast” ini di ulangi secara teratur (dari
beberapa hari sampai 1-2 bulan denganinterval 1-2 bulan) untuk
mengakomodir pertumbuhan yang cepat pada periode ini. Jika
manipulasi ini tidak efektif, dilakukan koreksi bedah untuk memperbaiki
struktur yang berlebihan,memperpanjang atau transplant tendon.
Kemudian ektremitas tersebut akan di “cast” sampai tujuan koreksi
tercapai. Serial plastering (manipulasi pemasangan gibs serial yang
diganti tiap minggu, selama 6-12 minggu ).

12
Setelah itu dilakukan koreksi dengan menggunakan sepatu khusus
sampai anak berumur 16 tahun.
Perawatan pada anak dengan koreksi non-bedah sama dengan
perawatan pada anak dengan anak dengan penggunaan “cast”. Anak
memerlukan waktu yang lama pada koreksi ini, sehingga perawatan
harus meliputi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.
Observasi kulit dan sirkulasi merupakan bagian penting pada pemakaian
cast. Orang tua juga harus mendapatkan informasi yang cukup tentang
diagnosis, penanganan yag lama dan pentingnya penggantian “cast”
secara teratur untuk menunjang penyembuhan.
Perawatan cast ( termasuk observasi terhadap komplikasi ), dan
menganjurkan orang tua untuk mefasilitasi tumbuh kembang normal
pada anak walaupun ada batasan karena deformitas atau terapi yang lama
perawatan “cast” meliputi:
 Biarkan cast terbuka sampai kering.
 Posisi ektremitas yang di balut pada posisi elevasi pada ginjal bantal
pada hari pertama atau sesuai instruksi.
 Observasi ektremitas untuk melihat adanya bengkat, perubahan
warna kulit dan laporkan bila ada perubahan up normal.
 Cek pergerakan dan sensasi pada ektremitas secarateratur, observasi
adanya rasa nyeri.

13
 Batasi aktivitas gerak pada hari hari pertama tetapi anjurkan untuk
melatih otot otot secara ringan, gerakan sendi di atas dan di bawah
cast secara teratur.
 Istirahat yang lebih banyak pada hari hari pertama untuk mencegah
trauma.
 Jangan biaran anak memasukan sesuatu kedalam cast, jauhkan benda
benda kecil yang bisa di masukan kedalam cast oleh anak.
 Rasa gatal dapat di kurangi dengan ice peack, amati integrasi kulit
padatepi cast dan colaborasi bila gatal gatal semakin berat.
 Cast sebaiknya di jauhkan dengan air

2. Operatif
a. Indikasi dilakukan oprasi adalah sebagai berikut:
 Jika terapi dengan gibs gagal.
 Pada kasus rigid club fod pada umur 3 sampai 9 bulan.
b. Oprasi dilakukan dengan melepaskan jaringan lunak yang
mengalami kontraktur maupun osteotomy. Osteotomy biasanya
dilakukan pada kasus club food yang neglected/tidak di tangani
dengan tepat.
c. Kasus yang resisten paing baik di oprasi pada umur 2 minggu,
tindakan ini di mulai dengan pemanjangan tendo achiles; kalau
masih ada equinus, di lakukan posterior relase dengan memisakan
seluruh lebar kapsul pergelangan kaki posterior, dan kalau perlu,
kapsul talokalkaneus. Varus kemudian di perbaiki dengan melkukan
relase talonavikularis media dengan memanjang tendon tibialis
posterior.
d. Pada umur > 5 tahun dilkukan bone prosedure osteotomy. Diatas
umur 10 tahun atau kalau tulang kaki sudah mature,dilakukan
tindakan artrodesis triple yang terdiri atas reseksi dan koreksi letak
pada 3 persendian, yaitu: art. Talokalkaneusm, art. Talonavikuralis,
dan art. Kalkaneokuboid.

14
J. Komplikasi CTEV

1. Komplikasi dapat terjadi dari terapi konservatif maupun operativ. Pada


terapi konservatif mungkin dapat terjadi masalah pada kulit, dekubitus
oleh karena gips, dan koreksi yang tidak lengkap. Beberapa komplikasi
mungkin didapat selama dan setelah operasi.masalah luka dapat terjadi
setelah operasi dan dikarenakan tekanandari cast. Ketika kaki telah
terkoreksi, koreksi dari deformitas dapat menarik kulit menjadi kencang,
sehingga aliran darah terjadaiterganggu. Ini membuat bagian kecil dari
kulit menjadi mati. Normalnya dapat sembuh dengan berjalannya waktu,
dan jarang memerlukan cengkok kulit.
2. Infeksi dapat tejadi pada beberapa tindakan operasi. Infeksi dapat terjadi
setelah operasi kaki clubfoot. Ini mungkinmembutuhkan pembedahan
tambahan untuk mengurangi infeksi dan antibiotik untuk mengobati
infeksi.
3. Kaki bayi sangat kecil, strukturnya sangat sulit dilihat. Pembuluh darah
dan saraf mungkin saja rusak akibat operasi. Sebagian besar kaki bayi
terbentuk oleh tulang rawan.material ini dapat rusak dan mengakibatkan
deformatif dari kaki. Deformatif ini biasanya terkoreksi sendiri dengan
bertambahnya usia.
4. Komplikasi bila tidak diberi pengobatan : deformitas menetap pada kaki

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Pengumpulan Data Identitas


Nama, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan, Tgl. MRS, diagnosa
medis.
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling mengganggu ketidaknyamanan
dalam aktivitas Keluhan yang membuat klien dibawa ke rumah sakit
karena adanya keadaan yang abnormal pada kaki anak yaitu adanya

15
berbagai kekakuan kaki, atrofi betis kanan, hipoplasia tibia, fibula dan
tulang-tulang kaki ringan.atau yangmengganggu saat ini.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien tidak bisa berlajan dengan sempurna karena terdapat kelainan
pada kaki depan (forefoot). Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah
Sakit atau pada saat pengkajian seperti Klien tidak mengalami keluhan
apa-apa selain adanya keadaan yang abnormal pada kakinya
4. Riwayat Penyakit
Dahulu pasien dengan penyakit C.T.E.V merupakan penyakit yang
dibawa sejak lahir.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan
dari orang tua.
6. Riwayat Psikososial
Siapa yang mengasuh pasien, bagaimana hubungan dengan keluarga,
teman sebaya.
7. Riwayat Kehamilan
Meliputi antenatal, natal dan post natal.
a. Antenatal Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita
serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali
perawatan antenatal , kemana serta kebiasaan minum jamua-jamuan
dan obat yang  pernah diminum serat kebiasaan selama hamil.
b. Natal Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang
menolong, cara persalinan (spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi
forcep, section secaria dan gamelli), presentasi kepala dan komplikasi
atau kelainan congenital. Keadaan saat lahir dan morbiditas pada hari
pertama setelah lahir, masa kehamilan (cukup, kurang, lebih ) bulan.
Saat lahir anak menangis spontan atau tidak.
c. Postnatal Lama dirawat dirumah sakit, masalah-masalah yang
berhubungan dengan gagguan sistem, masalah nutrisi, perubahan berat
badan, warna kulit,pola eliminasi dan respon lainnya. Selama neonatal
perlu dikaji adanya ashyksia, trauma dan infeksi.
8. Riwayat Imunisasi

16
Meliputi imunisasi : BCG, DPT, Hepatitis dan Polio.
9. Riwayat Tumbuh Kembang
Pada klien C.T.E.V biasanya mengalami keterlambatan dalam
berjalan.

Pola-pola Fungsi Kesehatan


1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pola hidup orang atau klien yang menderita C.T.E.V dalam
menjaga kebersihan diri, perawatandan tatalaksana hidup sehat sedikit
mengalami gangguan karena kondisi fisiknya.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Tidak ada gangguan pada pola ini. Makanan pokok utama apakah
ASI atau PASI. pada umur anak tertentu.
3. Pola eliminasi
Pola BAB dan BAK pada klien dengan C.T.E.V tidak mengalami
gangguan. Kaji BAB atau BAK (Konsistensi, warna, frkuensi dan jumlah
serta bau)
4. Pola istirahat dan tidur
Klien dengan CTEV pada pola ini tidak mengalami gangguan.
5. Pola aktifitas dan latihan
Klien biasanya mengalami keterbatasan aktivitas karena kelainan
fisik pada kaki depan(forefoot).
6. Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana persepsi Kx terhadap tindakan operasi yang akan
dilakukan serta biasanya Kxmenarik diri karena malu dengan penyakitnya.
7. Pola sensori dan kognitif 
Mengenai pengetahuan pasien dan keluarga terhadap penyakit yang
diderita pasien.
8. Pola reproduksi seksual
Apakah selama sakit terdapat gangguan / tidak yang berhubungan
dengan reproduksi sosial.
9. Pola hubungan dan peran

17
Biasanya klien dengan CTEV menarik diri karena keadaan
penyakitnya yang diderita.
10. Pola penanggulangan stress
Keluarga perlu meberikan dukungan dan semangat hidup bagi
klien.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Keluarga dan pasien selalu optimis dan berdoa agar penyakitnya
dapat sembuh

ANALISA DATA
TANGGAL KELOMPOK MASALAH PENYEBAB
DATA
Tanggal DS: Masalah yang Etiologi yang
Pengkajian menyebabkan
Keluhan utama muncul dari hasil
masalah mucul
yang disampaikan pengkajian 1. Etiologi
hambatan
oleh pasien ( Pada 1. Masalah 1
mobilitas fisik
bayi dikosongi dan Hambatan CTEV
pada anak biasanya Mobilitas
keluhan fisik Fleksi plantar
(pergelangan
disampaikan oleh 2. Masalah 2 kaki)
keluarga). Gangguan
DO: rasa nyaman Tumit terbalik
Data yang kita 3. Masalah 3 Keterbatasan
aktivitas
ambil dari hasil Resiko cidera
pengkajian.
Gangguan
Meliputi : mobilitas fisik
1. K/U pasien 2. Etiologi
2. Tingkat gangguan
rasa nyaman
kesadaran CTEV
pasien
3. Hal yang Cek nervikulasi

18
nampak dari teratasi kearah
medial terhadap
bentuk
talus
ekstermitas
pasien Inversi pada
4. Hasil sendi tunyka
pemeriksaan
penunjang/ Bentuk kaki
abnormal
hasil foto Foto
AP dan lateral
Intoleransi
femur sampai Aktifitas
3. Etiologi
kaki
resiko cidera
5. Hasil TTV dari CTEV
pasien
Adduksi serta
interversi pada
ligament dan
tendon paroneal

Adduksi pada
kaki depan

Bentuk kaki
abnormal

Resiko cidera

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguang mobilitas fisik (D.0054) b.d kaku pada kaki, akibat dari
Congenital Talipes Equino Varus
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056) bentuk kaki
abnormal, cidera fisik
3. Resiko cidera (D.0136) b.d bentuk kaki abnormal, adanya gips,
pembengkakan jaringan, kemungkinan kerusakan saraf

19
C. INTERVENSI

Diagnosa
Keperawa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi TTD
tan
Gangguan Setelah diberikan asuhan Dukungan Ambulasi Firman
g mobilitas (I.06171)
keperawatan 3x24 jam
fisik Observasi:
(D.0054) mobilitas fisik (L.05042)
- Identifikasi adanya
b.d kaku
membaik dengan kriteria
pada kaki, nyeri atau keluhan
akibat dari hasil :
fisik lain
Congenital
- Pergerakan ekstremitas
Talipes - Identifikasi
Equino meningkat
toleransi fisik
Varus
- Kekuatan otot meningkat
melakukan
- Rentang gerak (ROM)
ambulasi
meningkat
- Monitor frekuensi
- Nyeri menurun
jantungndan
- Kecemasan menurun
tekanan darah
- Kaku sendi menurun
sebelum memulai
- Gerakan tidak
ambulasi
terkondisikan menurun
- Monitor kondisi
- Gerakan terbatas menuru
umum selama
- Kelemahan fisik menurun
melakukan
ambulasi
Terapeutik:
- Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan
alat bantu
- Fasilitasi
melakukan
mobilisasi fisik,
jika perlu
- Libatkan keluarga

20
untuk membantu
pasien dalam
melakukan
ambulasi
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
- Anjurkan
melakukan
ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
Dukungan mobilitas
(I.05173)
Observasi
- Identifikasi
toleransi fisik
melakukan
pergerakan
- Monitor kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu
- Fasilitasi
melakukan
pergerakan jika
perlu

21
- Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
Intoleransi Tujuan : setelah dilakukan Manajemen energi Firman
aktivitas
tindakan keperawatan selama 3 (I.05178)
berhubung
an dengan x 24 jam maka masalah 1. Monitor
kelemahan
intoleransi aktivitas akan kelelahan fisik
(D.0056)
teratasi dengan Kriteria Hasil : dan emosional
Toleransi aktivitas (L.05047) 2. Sediakan
- Perasaan lemah lingkungan
menurun nyaman
3. Lakukan
latihan rentang
gerak pasif atau
aktif
4. Berikan
aktivitas
distraksi yang
menenangkan
5. Anjurkan tirah
baring
6. Anjurkan
melakukan
aktifitas secara
bertahap
Resiko Setelah dilakukan tindakan Terapi Aktifitas Firman
cidera
keperawatan selama 3 x 24 (L.05186)
(D.0136)

22
b.d bentuk jam maka masalah tingkat Tindakan
kaki
cidera menurun dengan kriteria Observasi
abnormal,
adanya hasil : 1.Identifikasi defisit
gips,
-Toleransi aktivitas meningkat tingkat aktifitas
pembengk
akan -Nafsu makan meningkat 2.Identifikasi
jaringan,
-Kejadian cidera menurun kemampuan
kemungkin
an -Ketegangan otot menurun berpartisipasi dalam
kerusakan
-Ekspresi wajah kesakitan aktifitas ternetntu
saraf
menurun 3. Identifikasi srategi
-Gangguan mobilitas menurun meningkatkan
-Frekuensi nadi membaik partisipasi dalam
-Frekuensi napas membaik aktifitas
-Denyut jantung apical Terapeutik
membaik 1.Koordinasikan
-Denyut jantung radialis pemilihan aktifitas
membaik sesuai usia
-Pola istirahat/tidur membaik 2.Libatkan keluarga
dalam aktifitas
3.Jadwalkan aktifitas
dalam rutinitas sehari –
hari
Edukasi
1.Ajarkan cara
melakukan aktifitas
yang dipilih
2.Anjurkan keluarga
untuk memberi
penguatan positif atas
partisipasi dakam
aktifitas
3.Anjurkan terlibat
dalam aktifitas

23
kelompok atau terapi
Kolaborasi
1.Kolaborasi dengan
terapis okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktifitas,jika perlu

24
D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi penguimpulan
data berkelanjutan, mengobservasirespon klien selama dan sesudah
pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru. Setelah rencana
tindakan ditetapkan, maka dilanjutkan dengan melakukan rencana tersebut
dalam bentuk nyata, dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien
dispepsia, hal ini tidaklah mudah. Terlebih dahulu penulis mengatur
strategi agar tindakan keperawatan dapat terlaksana, yang dimulai dengan
melakukan pendekatan pada klien agar nantinya klien mau melaksanakan
apa yang perawat anjurkan, sehingga seluruh rencana tindakan
keperawatan yang dilaksanakan sesuai dengan masalah yang dihadapi
klien.

E. EVALUASI
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan (Rohmah & Walid, 2012). Dari 5 diagnosa keperawatan yang
penulis tegakkan sesuai dengan apa yang penulis temukan da lam
melakukan studi kasus dan melakukan asuhan keperawatan, kurang lebih
sudah mencapai perkembangan yang lebih baik dan optimal, maka dari itu
dalam melakukan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang
maksimal memerlukan adanya kerja sama antara penulis dengan klien,
perawat, dokter, dan tim kesehatan lainnya.

25
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

CTEV (Congenital Talipes Equino Varus) atau deformitas club foot


adalah kelainan bentuk kompleks pada kaki bayi baru lahir yang secara umum
dalam keadaan sehat. Kelainan pada CTEV diakibatkan karena hubungan
yang abnormal antara tulang-tulang kaki. 
Berdasarkan artikel Bayu Candra Cahyono (2012) yang berjudul
Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) yang dikenal juga sebagai “club
foot” adalah gangguan ekstremitas inferior yang sering ditemui, tapi masih
jarang dipelajari. CTEV dimasukkan dalam terminology “sindromik” bila
kasus ini ditemukan bersama dengan gambaran klinik lain sebagai suatu
bagian dari sindrom genetic.

B. Saran

Semoga dengan adanya makalah ini pembaca dapat menerapkan isi


yang telah kami berikan dan semoga kedepannya penulis lebih fokus dan
detail dalam menjelaskan isi makalah dengan sumber-sumber yang lebih
banyak.

26
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/21617320/
Blok_17_Muskuloskeletal_Congenital_Talipes_Equino_Varus_CTEV_
http://www.depkes.go.id/article/view/16030300002/inilah-hasil-surveilans-
kelainan-bawaan-.html
https://www.academica.edu/22236746/CTEV_Congenital_Talipes_Equino_Varus
https://www.academica.edu/4802034/
Asuhan_Keperawatan_Congenital_Talipes_Equino_Varus

Fadila, Alfianita, Giska Tri Putri, Eddy Marudut Sitompul, Fakultas Kedokteran,
Universitas Lampung, Departemen Bedah, Rsud Abdul, and Moeloek
Provinsi. 2017. “Tatalaksana Congenital Talipes Equino Varus ( CTEV )
Pada Anak Usia 6 Bulan Congenital Talipes Equino Varus ( CTEV ) in
Children 6 Months.” 7(November):64–68.

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia 2016

Standar Luaran Keperawatan Indonesia 2016

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia 2016

Sahoo, dr P. K. 2016. “Sari Pustaka Congenital Talipes Equino Varus ( Ctev ).”

27

Anda mungkin juga menyukai