Nama kelompok:
5. Mekanisme penularan
6. Pencegahan
Pencegahan dari penyakit kaki gajah ini dapat kita pelajari dari faktor-faktor yang
mempengaruhi penyakit kaki gajah ini yang dimana kebiasaan sehari-hari kita harus
dengan kebiasaan yang sehat, merubah atau meningkatkan pengetahuan mengenai
filariasis (penyakit kaki gajah) dan kita bisa menerapkan tidur dengan menggunakan
kelambu hal tersebut diharapkan dapat menghindari kita dari gigitan nyamuk.
7. Penanggulangan penyakit
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” (QS: Asy-Syu’ara’: 80)
Ayat di atas menegaskan suatu keyakinan yang harus dipegang oleh umat Islam, yaitu Allah-
lah yang memberi kesembuhan. Di dalam tafsirnya, Al-Maroghi dan Al-Harari mengatakan
ketika aku sakit, tidak ada seorangpun selain Allah yang bisa memberiku obat.
272
MPPKI (Februari, 2023) Vol. 6. No. 2
Abstrak
Latar belakang: Filariasis merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing Filaria dan menyerang saluran limfe serta
kelenjar getah bening sehingga menyebabkan gejalah akut dan kronis yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Puskesmas Tena Teke
ditemukan 35 peristiwa Filariasis pada tahun 2019.
Tujuan: Untuk mengetahui gambaran faktor lingkungan fisik, sosial, budaya terhadap kejadian filariasis di wilayah kerja Puskesmas Tena
Teke, Kecamatan Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya, Tahun 2021.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Tena Teke, Kecamatan Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya pada bulan April-Mei 2021. Populasi dalam penelitian
ini adalah penderita filariasis sebanyak 35 responden. Teknik pengambilan sampel, yaitu menggunakan Total Sampling.
Hasil: Penelitian ini menunjukan bahwa 9 responden memeiliki Reasting place, 7 responden memiliki breading place, 7 responden memiliki
tempat peristrahatan dan tempat perkembangbiakan nyamuk, 21 ressponden tidak mengunakan kelambu saat tidur malam, 25 responden
memiliki kandang ternak, 24 responden tidak menggunakan obat anti nyamuk, 22 responden memiliki latar belakang pendidikan rendah, 19
responden memiliki rasa kepercayaan terjadinya filariasis karena budaya setempat.
Kesimpulan: Diharapkan kepada Dinas Kesehatan dan Puskesmas terus melakukan penyuluhan secara berkala tentang cara pencegahan dan
penularan penyakit filariasis, masyarakat meminimalkan tempat perindukan dan peristrahatan nyamuk guna meningkatkan tindakan dalam
mencegah terjadinya filarisis dan pengawasan terhadap pengendalian vektor filariasis
Kata Kunci: Faktor Lingkungan Fisik; Sosial dan Budaya; Kejadian Filariasis
Abstract
Background: Filariasis is an infectious disease, caused by filarial worms, and attacks the lymph channels and lymph nodes causing acute and
chronic symptoms, which are transmitted by various types of mosquitoes. Tena Teke Health Center, there were 35 cases of Filariasis in 2019
Objective: To describe the physical, social, cultural environmental factors on the incidence of filariasis in the working area of the Tena Teke
Health Center, South Wewewa District, Southwest Sumba Regency, in 2021.
Metzhods: The research design was a quasi - experimental with one group pretest andposttest research designs. The study was conducted in
January 2022. Data analysis used the Wilcoxon test.
Results: This study shows that 9 respondents have resting places, 7 respondents have breading places, 7 respondents have resting places and
mosquito breeding places, 21 respondents do not use mosquito nets when sleeping at night, 25 respondents have livestock cages, 24
respondents do not use mosquito repellent, 22 respondents have low educational background, 19 respondents have a sense of belief in
filariasis due to local culture.
Conclusion: It is hoped that the Health Service and Community Health Centers will continue to provide regular counseling on how to prevent
and transmit filariasis, the community minimizes mosquito breeding and resting places in order to increase actions to prevent filariasis and
control filariasis vector control.
Keywords: Physical Environmental Factors; Social and Cultural; The Incidence Of Filariasis
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved
273
MPPKI (Februari, 2023) Vol. 6. No. 2
PENDAHULUAN
Filariasis merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan karena cacing Filaria dan menyerang
saluran limfe serta kelenjar getah bening, sehingga dapat menyebabkan gejalah akut dan kronis, yang ditularkan
berbagai jenis nyamuk (1). Penyakit ini merusak sistem limfe sehingga dapat menimbulkan bengkak pada kaki,
tangan, payudara, buah sakar. Filariasis ditularkan oleh vektor nyamuk yang mengandung Mikrofilaria didalamnya.
Menurut Kemenkes (2016), sebanyak 23 jenis nyamuk pada lima genus yakni genus Mansonia dan Anopeles,
genus Culex dan Aedes serta genus Armigeres yang merupakan sumber penularan Filariasis. Jenis filarial yang
menyebabkan infeksi pada manusia yaitu Wuchereria Bancrofti dan Brugia Malayi dan juga Brugia Timori.
Pertanda yang disebabkan penyakit kaki gajah yaitu gejala klinis akut dan gejala klinis kronis, yang menyebabkan
penumpukan cacing Filarial sehingga dapat menyebabkan penyumbatan atau gangguan fungsi limfatik (2). Adapun
gejala klinis dari penyakit kaki gaja (filariasis) adalah tahap inkubasi, tahap akut dan tahapan kronis (3). Gejala
klinis akut penyakit filariasis yaitu timbulnya limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis yang secara umum disertai
dengan demam, sakit kepala, rasa lemah, serta dapat pula berupa asbes (penumpukan nanah). Sedangkan gejala
klinis kronis penyakit filariasis dapat ditandai dengan limfadema, limp scrotum, kiluria dan hidroked (4).
Penyakit Filariasis terutama ditemukan di daerah khatulistiwa dan merupakan masalah di daerah dataran
rendah, tetapi juga dapat ditemukan di daerah bukit yang tidak terlalu tinggi. Banyak spesies nyamuk yang di
temukan sebagai vektor Filariasis, tergantung pada jenis cacing filarianya dan habitat nyamuk. Wuchereria
Bancrofti yang terdapat di daerah perkotaan ditularkan oleh Culex quenquefasciatus yang menggunakan air kotor
dan tercemar sebagai tempat perindukannya. Wuchereria Bancrofti yang ada di daerah pedesaan dapat ditularkan
oleh berbagai macam spesies nyamuk.
Di Irian Jaya Wuchereria Bancrofti terutama ditularkan oleh Anopheles farauti yang menggunakan bekas
jejak kaki binatang untuk tempat perindukannya. Daerah pantai di NTT, Wuchereria Bancrofti ditularkan oleh
Anophelespictus. Brugia malayi yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh beberapa spesies mansonia
seperti Mansonia uniformis, Mansonia bonneae dan Mansonia dives yang berkembangbiak di daerah rawa
Sumatera, Kalimantan dan Maluku. Daerah Sulawesi, Brugia malayi di tularkan oleh Anopheles barbirostis yang
menggunakan sawah sebagai tempat perindukannya. Brugia timori ditularkan oleh Anopheles barbirostis yang
berkembangbiak di daerah sawah, baik dekat pantai maupun di daerah pedalaman.
Prevalensi infeksi filariasis dapat terjadi pada daerah non-endemik dan daerah dengan derajat endemi yang
tinggi seperti di Irian Jaya dan pulau Buru dengan derajat infeksi yang dapat mencapai 70%. Prevalensi infeksi
dapat berubah-ubah dari masa ke masa dan pada umumnya ada tendensi menurun dengan adanya kemajuan dalam
pembangunan yang menyebabkan perubahan lingkungan. Epidemiologi filariasis dalam memahaminya, perlu
diperhatikan faktort-faktor seperti hospes, hospes reservor, vektor dan keadaan lingkungan yang sesuai untuk
menunjang kelangsungan hidup masing-masing (5).
Program eliminasi Filariasis di dunia dimulai berdasarka deklarasi WHO tahun 2000, sedangkan di
Indonesia dimulai pada tahun 2002. Indonesia dalam mencapai eliminasi, menetapkan 2 pilar yang akan dilaksakan
yaitu memutuskan rantai penularan, mencegah dan membatasi kecacatan karena Filariais. Salah satu kegiatan yang
dilakukan untuk mendukung program tersebut adalah meningkatkan pengetahuan dalam menjaga kebersihan
lingkungan yang memungkinkan menjadi tempat perindukan nyamuk dan kepatuhan penggunaan kelambu pada
malam hari yang mempengaruhi adanya penularan dari vektor nyamuk sebagai perantara penularan penyakit
Filariasis pada masyarakat, baik perorangan atau lembaga kemasyarakatan, agar berperan aktif dalam eliminasi
Filariasis.
Kasus Filariasisdi Indonesia, tersebar di 34 Provinsi dan 239 Kabupaten (1). Menurut Harpini (2018),
terdapat lima provinsi dengan kasus kronis Filariasis tertinggi yaitu Papua sebanyak 3.047 kasus, Nusa Tenggara
Timur (NTT) sebanyak 2.864 kasus, Papua Barat dengan jumlah 1.244 kasus, Jawa Barat sebanyak 907 kasus dan
Aceh dengan jumlah 591 kasus (3).
Sumba Barat Daya, adalah Kabupaten yang terdapat penyakit Filariasis. Berdasarkan data dari Dinkes SDB
(2019) jumlah kasus kronis filariasis ada 113 kasusyang tersebar di enam Puskesmas, Puskesmas Bondo Kodi 5
kasus, Puskesmas Walla Ndimu sebanyak 13 kasus, Puskesmas Panenggo Ede 54 kasus, Puskesmas Kori 3 kasus,
Puskesmas Tena Teke 35 kasus, dan Puskesmas Elopada 3 kasus (6). Berdasarkan data di atas Puskesmas
Panenggo Ede menduduki peringkat pertama dalam kasus Filariasis, namun melihat dari potensi penyebaran
Filariasis di Wilayah Kerja Puskesmas Tena Teke sangat besar di lihat dari adanya kandang ternak, semak belukar,
rawa-rawa, kolam/tambak dan penampungan air dekat rumah warga yang menjadi tempat peristrahatan dan
perkembangbiakan nyamuk sebagai vektor penularan Filariasis, sehingga peneliti merasa perluh mengkaji tentang
gambaran faktor Lingkungan Fisik Sosial dan Budaya terhadap kejadian Filariasis di Wilayah kerja Puskesmas
Tena Teke.
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved
274
MPPKI (Februari, 2023) Vol. 6. No. 2
Penularan penyakit Filariasis dipengaruhi adanya tiga penyebab, yang pertama sumber penularan, manusia
yang terdapat mikrofilaria dalam darahnya, adanya nyamuk yang bisa menularkan Filariasis, dan manusia yang
rentan pada Filariasis. Penularan Filariasis di suatu daerah dipengaruhi oleh faktor individu, kebiasaan masyarakat,
dan lingkungan yang kumuh. Faktor individu yaitui umur, jenis kelamin dan pekerjaan. Kebiasaan masyarakat
meliputi pengetahuan masyarakat tentang Filariasis, aktivitas keluar rumah pada malam hari, dan tidur tanpa
menggunakan kelambu (5). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Roziyah (2015), menunjukan bahwa
keberadaan semak-semak disekitar rumah memberikan 7,2 kali lebih besar menderita Filariasis daripada yang
disekitar rumahnya tidak terdapat semak-semak (6). Tinggal disekitar kandang ternak dapat memberikan risiko
lebih banyak terkena penyakitdengan yang disekitar rumahnya tidak terdapat kandang ternak (7). Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor lingkungan fisik, sosial dan budaya masyarakat
mengenai kejadian Filariasis di wilayah kerja Puskesmas Tena Teke, Kecamatan Wewewa Selatan, Kabupaten
Sumba Barat Daya.
METODE
Metode penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif. Penelitian ini, dilaksanakan pada
bulan April hingga Mei di wilayah Puskesmas Tena teke Kecamatan Wewewa Selatan Kabupaten Sumba Barat
Daya tahun 2021. Populasi dalam penelitian ini merupakan penderita filariasis dengan jumlah sebanyak 35. Sampel
dalam penelitian ini yaitu keseluruhan jumlah populasi dengan jumlah sebanyak 35. Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan total sampling. Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah faktor
lingkungan fisik, kandang ternak, kepatuhan penggunaan kelambu, kebiasaan penggunaan obat anti nyamuk,
tingkat pendidikan serta faktor budaya dan variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah kejadian
filariasis. Terdapat dua jenis sumber data dalam penelitian ini yakni sumber data primer yaitu data yang
dikumpulkan langsung oleh peneliti saat penelitian ini berlangsung dan sumber data sekunder yaitu data yang
diperoleh peneliti dari pihak ketiga, pihak ketiga yang dimaksud adalah pihak Puskesmas Tena Teke dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Sumba Barat Daya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner
dengan wawancara langsung kepada responden serta menggunakan lembar observasi. Pengolahan data dalam
penelitian ini dimulai dari analisis dan penyajian data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
HASIL
Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Fisik
Distribusi responden berdasarkan faktor lingkungan fisik di wilayah kerja Puskesmas Tena Teke tahun
2021 dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Fisik di Wilayah Kerja Puskesmas Tena Teke Tahun 2021
No Faktor Lingkungan Fisik n %
1 Adanya breading place dan reasting place 23 65.7
2 Tidak adanya breading place dan reasting place 12 34.5
Total 35 100.0
Tabel 1 menunjukan bahwa responden lebih banyak dengan adanya breading place dan Reasting place (65.7
%) dibandingkan dengan responden tidak ada breading place dan reasting place (34.3 %).
Distrubusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Penggunaan Kelambu
Distribusi responden berdasarkan kepatuhan penggunaan kelambu di wilayah kerja Puskesmas Tena Teke
pada tahun 2021 dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut.
Tabel 2. Ditstribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Penggunaan Kelambu di Wilayah Kerja Puskesmas Tena Teke
Tahun 2021
No Kepatuhan Pengunaan Kelambu n %
1 Menggunakan kelambu saat tidur malam hari 21 60.0
2 Tidak menggunakan kelambu saat tidur malam hari 14 40.0
Total 35 100.0
Tabel 2 menunjukan bahwa responden paling banyak menggunakan kelambu saat tidur pada malam hari
(60.0 %) dibanding denga responden yang tidak menggunakan kelambu saat tidur pada malam hari (40.0 %).
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved
275
MPPKI (Februari, 2023) Vol. 6. No. 2
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Kandang Ternak di Wilayah Kerja Puskesmas Tena Teke Tahun 2021
No Kandang Ternak n %
1 Ada kandang ternak dekat rumah 25 71.4
2 Tidak ada kandang ternak dekat rumah 10 28.6
Total 35 100.0
Tabel 3 menunjukan bahwa distribusi responden memiliki kandang ternak dekat dengan rumahlebih banyak
(71.4 %) dibandingkan yang tidak memiliki kandang ternak dekat dengan rumah (28.6 %)
Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Penggunaan Obat Anti Nyamuk
Distribusi responden berdasarkan penggunaan obat nyamuk di wilayah Puskesmas Tena Teke tahun 2021
dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut.
Tabel 4. Distribusi Responden Bedasarkan Kebiasaan Penggunaan Obat Anti Nyamuk di Wilayah Kerja Puskesmas Tena
Teke Tahun 2021
No Kebiasaan Pengunaan Obat Anti Nyamuk n %
1 Adanya penggunaan obat anti nyamuk 11 31.4
2 Tidak adanya penggunaan obat anti nyamuk 24 68.6
Total 35 100.0
Tabel 4 menunjukan bahwa distribusi rensponden yang tidak menggunakan obat anti nyamuk lebih banyak
(68.6 %) dibadingkan dengan yang menggunakan obat anti nyamuk (31.4 %).
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Tena Teke Tahun 2021
No Pendidikan Responden n %
1 Rendah 22 62.9
2 Tinggi 13 37.1
Total 35 100.0
Tabel 5 menunjukan bahwa responden lebih banyak yang berpendidikan pada kategori rendah (62.9 %)
dibandingkan dengan responden yang memiliki latar belakang pendidikan pada kategori tinggi (37.1 %).
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Budaya di Wilayah Kerja Puskesmas Tena Teke Tahun 2021
No Faktor Budaya n %
1 Ya, jika adanya kepercayaan terjadinya Filariasis karena budaya setempat 19 54.3
2 Tidak, jika Filariasis disebabkan karena faktor medis semata 16 45.7
Total 35 100.0
Tabel 6 menunjukan bahwa lebih banyak responden yang memiliki kepercayaan bahwa terjadinya Filariasis
karena faktor budaya (54.3 %) dibandingkan dengan responden yang memiliki kepercayaan bahwa Filariasis
disebabkan karena faktor medis semata (45.7 %)
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved
276
MPPKI (Februari, 2023) Vol. 6. No. 2
PEMBAHASAN
Gambaran Faktor Lingkungan Fisik Terhadap Kejadian Filariasis
Menurut H L Blum, faktor lingkungan memberikan kontribusi sebesar 45% dalam status kesehatan
manusia dibandingkan dengan faktor lainnya, seperti faktor perilaku (30%), faktor pelayanan kesehatan (20%) dan
faktor genetik (5%). Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Tena Teke Tahun 2021, diketahui
bahwa sebagian besar responden masih belum memahami tentang bahaya penyakit Filaraisis (kaki gajah)
dikarenakan masih sangat banyak responden yang memiliki kandang ternak dan semak belukar sebagai tempat
perkembangbiakan dan tempat peristirahatan nyamuk sebagai vektor penularan Filariasis. Hal ini dilihat bahwa 23
responden yang memiliki tempat peristirahatan dan tempat perkembangbiakan nyamuk memiliki risiko terhadap
penularan Filariasis, adapun sebanyak 12 responden yang tidak memiliki tempat peristirahatan dan tempat
perkembangbiakan nyamuk, tidak terlepas dari bahaya penularan Filariasis dikarenakan pengetahuan dan sikap
yang masih minim.
Pengetahuan juga sangat dipengaruhi pada timbulnya masalah filariasis dikarenakan hasil riset menunjukan
bahwa sebanyak 23 responden mempunyai tempat peristirahatan dan tempat perkembangbiakan nyamuk sebagai
vektor penularan penyakit Filariasis. Keberadaan semak belukar disekitar rumah termasuk dalam faktor lingkungan
fisik yang dapat mempengaruhi kepadatan nyamuk. Lingkungan fisik sangat mempengaruhi kehidupan vektor,
sehingga adanya sumber penularan Filariasis. Keberadaan semak-semak menjadi faktor penularan Filariasis, maka
perlu adanya pembersihan sekurang-kurangnya 2 minggu sekali untuk mengurangi kerimbunan semak-semak
sebagai upaya mengurangi tempat peristirahatan nyamuk.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnama (2017) yang menemukan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara keberadaan tempat perkembangbiakan dan tempat peristirahatan
nyamuk dengan kejadian Filariasis (7). Hal ini disebabkan oleh semakin banyak tempat perkembangbiakan nyamuk
maka peluang penularan penyakit filariasis juga semakin besar jika dibandingkan dengan daerah atau wilayah yang
tempat perkembangbiakan nyamuk sedikit. Pada umunya, nyamuk akan lebih menyukai tempat-tempat yang
kumuh untuk berkembangbiak sehingga perlu adanya suatu pola dimana kebersihan perseorangan dan kebersihan
lingkungan harus dijaga.
Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini menunjukan bahwa masih banyak masyarakat yang
memiliki tempat tinggal yang kurang bersih atau kumuh. Salah satu faktor penyababnya adalah kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan yang bersih serta dampaknya bagi kesehatan.
Secara garis besar, responden dalam penelitian ini bekerja sebagai peternak dan petani sawah, kandang ternak yang
tidak terjaga kebersihannya akan menjadi tempat peristirahatan nyamuk (resting place) sehingga proses penularan
penyakit filariasis lebih cepat karena adanya tempat perkembangbikan dan peristirahatan nyamuk yang berdekatan
dengan rumah penderita.
Gambaran Keberadaan Kandang Ternak pada Lingkungan Fisik Terhadap Kejadian Filariasis
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil observasi, ditemukan bahwa sebanyak 25 responden memiliki
kandang ternak dekat dengan rumah penderita dan 10 responden tidak mempunyai kandang ternak. Berdasarkan
keberadaan kandang, yang lokasinya berdekatan dengan tempat tinggal reponden, didapatkan bahwa mereka yang
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved
277
MPPKI (Februari, 2023) Vol. 6. No. 2
memiliki kandang ternak dekat dengan rumah yang jaraknya <100 m, lebih banyak risiko terkena penyakit
Filariasis dibandingkan dengan reponden yang tidak memiliki kandang ternak dekat dengan rumah.
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di wilayah kerja Puskesmas Tena Teke didapatkan bahwa
kandang ternak berada dekat dengan tempat tinggal responden yang jaraknya <100 m sebanayak 71.4 %. Hal ini
disebabkan banyak responden yang khawatir bila kandang ternak jauh dari rumah dan menganggap jauh dari
pantauaan responden, dan juga responden tidak memiliki lahan yang luas untuk dijadikan kandang yang jauh dari
rumah. Pada umumnya masyarakat diwilayah kerja Puskesmas Tena Teke memiliki sejumlah ternak besar atau
kecil untuk dipelihara, sehingga masyarakat membuat kandang ternak sebagai tempat perlindungan hewan
peliharaan.
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved
278
MPPKI (Februari, 2023) Vol. 6. No. 2
KESIMPULAN
Studi ini menyimpulkan bahwa responden memiliki breading place dan reasting place yang menjadi
tempat perindukan dan tempat peristrahatan nyamuk, responden memiliki kandang ternak dekat dengan rumah,
responden tidak biasa menggunakan kelambu saat tidur, responden tidak menggunakan obat nyamuk. responden
memiliki latar belakang pendidikan rendah dari tingkatan tidak sekolah sampai sekolah dasar, responden memiliki
persepsi bahwa penyakit filariasis disebabkan oleh faktor budaya setempat
SARAN
Diharapkan kepada Dinas Kesehatan dan Puskesmas terus melakukan penyuluhan secara berkala tentang
cara pencegahan dan penularan penyakit filariasis, masyarakat meminimalkan tempat perindukan dan peristrahatan
nyamuk guna meningkatkan tindakan dalam mencegah terjadinya filarisis dan pengawasan terhadap pengendalian
vektor filariasis
DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes R. Situasi Filariasis di Indonesia. 2016.
2. A.A A. Epidemiologi Filariasis di Indonesia. 2016;1(12).
3. Chesnais, C.B. 2014. “A Case Study of Risk Factors for Lymphatic Filariasis in the Republic of Congo,
Parasites and Vectors.” 7(300): 1–12; 2016.
4. Anindita. Pencegahan Terkait Faktor Risiko Filariasis; 2016.
5. Ujang, S. (2018). Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Masyarakat Tentang Pencegahan Penyakit Kaki
Gajah (Filariasis) Di Rt 02, Rw 02, Dusun Krajan, Desa Caluk, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo
(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo).
6. A H. Menuju Indonesia Bebas Filariasis. Jakarta Selatan: Pusat Data; 2018.
7. SBD D. Data Endemisitas Kabupaten Sumba Barat Daya. Tambolaka; 2019.
8. Purnama. W. Faktor Lingkungan Dan Perilaku Masyarakat Yang Berhubungan Dengan Kejadian Filariasis
Di Kecamatan Muara Pawan Kabuoaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat.” Jurnal Kesehatan
Lingkungan Indonesia 16 (1): 8–16. Tambolaka; 2017.
9. Yunarko, R. & Patanduk, Y. Faktor Distribusi Filariasis Brugia Timori Dan Wuchereria Bancrofti Di Desa
Kahale Kecamatan Kodi Balaghar Kabupaten Sumba Barat Daya Nusa Tenggara Timur.” BALABA 12 (2):
89–98; 2016.
10. N.N V. Pengetahuan Sikap dan Perilaku Masyarakat terhadap Filariasis di kabupaten Mamaju Utara
Sulawesi Barat [Internet]. 2015. Available from: http://ejournal.litbang.kemkes.go.id
11. I.A R. Hubungan Kondisi Fisik Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Kejadian Filariasis di
Kelurahan Padukuhan Kraton Kota Pekalongan [Internet]. Skripsi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang; 2015. Available from: http://lib.unnes.ac.id
12. Z. Ikhwan. Environmental, Behavioral Factors and Filariasis Incidence In District Riau Islands Province.
Kesmas Natl Public Heal J [Internet]. 2016;1(11):39–45. Available from: http://journal.fkm.ui.ac.id
13. R. A. M, Hadisaputro S, Wartono H. Faktor Risiko Lingkunga dan Perilaku yang Berpengaruh Terhadap
Kejadian Filariasis (studi kasus di wilayak kerja kabupaten pekalongan). Undip, Semarang; 2008.
14. Notoatmodjo S. Pengembangan Sumber Daya Manusia. jakarta: PT. Rineka Cipta.; 2003.
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved
Volume 8, Nomor 1, Februari 2023 Kms Baharudin1, Dianita E2, Nani S.M3 Yunita Liana4
Program Studi Pasca Sarjana Kesehatan Masyarakat, STIK Bina Husada Palembang1,2,3,4
baharudin_kemas@yahoo.co.id
dianita_ekawati@yahoo.co.id
syauqi0809@gmail.com3
ABSTRAK
Latar Belakang: Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) merupakan penyakit yang di sebabkan oleh cacing
filaria (microfilaria). Infeksi ini menular dengan perantara nyamuk sebagai vektor. Filariasis bersifat
menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan yang tepat dapat menimbulkan cacat
menetap. Untuk penanggulangan filariasis ini dilakukan program eliminasi filariasis yaitu Pemberian
obat pencegahan Massal (POPM) yaitu program pemutusan mata rantai penularan filariasis sehingga
tidak ditemukan lagi penderita baru. Tujuan: untuk mengetahui penilaian penularan Penyakit
Filariasis di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir Tahun 2021 dimasa pandemi Covid-19. Metode:
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan informasi yang mendalam
mengenai Penilaian Penularan Filariasis di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir Tahun 2021
dimasa Pandemi Covid-19.Hasil: Secara teoritik pola manajemen yang diterapkan dalam proses
penilaian penularan penyakit filariasis dikabupaten Penukal Abab Lematang Ilir tahun 2021 dimasa
pandemi Covid-19 sudah menjalankan prinsip manajemen dalam persepktif George R. Terry dan
berjalan dengan baik. Saran: Faktor pendukung kegiatan ini adalah perencanaan, pengorganisasian,
pergerakan serta pengawasan yang memadai antara lain sumber daya manusia yang cukup dan
terampil, pembiayaan yang tersedia serta sarana dan prasarana yang memadai. komunikasi, informasi
dan koordinasi perlu ditingkatkan.
ABSTRACT
Background: Filariasis is chronic (chronic) and if it doesn't get the right treatment it can
cause permanent disability. To overcome this filariasis, a filariasis elimination program is
carried out, namely the provision of Mass Prevention Drugs (POPM), which is a program to
break the chain of transmission of filariasis so that no new patients are found.Objective; To
find out the assessment of the trasmission of filariasis disease in Penukal Abab Lematang Ilir
Regency in 2021 during the Covid-19 Pandemic. Methods: This study uses a qualitative
approach to obtain in-depth information regarding the Assessment of Filariasis Transmission
in Penukal Abab Lematang Ilir Regency in 2021 during the Covid-19 Pandemic.
Results:Theoretically the management pattern applied in the process of assessing the
transmission of filariasis in Penukal Abab Lematang Ilir Regency in 2021 during the Covid-19
pandemic has implemented management principles in George R. Terry's perspective and is
running well. Suggestion:Supporting factors for this activity are adequate planning,
organization, movement and supervision, including sufficient and skilled human resources,
available financing and adequate facilities and infrastructure. It's just that in terms of
communication, information and coordination need to be improved
Berdasarkan hasil wawancara dari dengan pihak Guru serta sekolah yang
pengamatan peneliti, tim yang terlibat dalam terpilih. Kendala yang dihadapi pada saat
kegiatan ini sudah mendapat pelatihan atau petugas datang ke lokasi untuk melakukan
workshop sehingga kegiatan yang dilakukan pemeriksaan masih ditemukan siswa yang
dapat berjalan dengan lancar, untuk siswa belum hadir, namun guru sekolah dan
yang tidak hadir, petugas puskesmas lansung peugas puskesmas melakukan jemput bola
menemui siswa ke rumah agar dapat yaitu mendatangi rumah siswa sehingga
melakukan pemeriksaan. Selama kegiatan siswa daoat melakukan pemeriksaan ini.
berlansung baik siswa, guru serta petugas Siswa yang mendapat pemeriksaan akan
yang terlibat dalam kegiatan ini menerapkan diberikan sebuah souvenir, ini bertujuan
protokol kesehatan guna mencegah agar siswa merasa senang dan akrab saat
penyebaran virus Covid-19. Kerjasama dilakukan pemeriksaan. Menurut Tracy
dalam tim menjadi sebuah kebutuhan dalam (2008:54) menyatakan bahwa kerjasama tim
mewujudkan keberhasilan kerja. Kerjasam merupakan kegiatan yang dikelolah dan
dalam tim akan menjadi suatu daya dorong dilakukan bersama-sama dalam suatu
yang memiliki energi dan sinergisitas bagi organisasi. team work dapat meningkatkan
individu-individu yang tergabung dalam kerjasama dan komunikasi di dalam dan di
kerjaam tim. Menurut Bachtiar (2008:58) antara bagian suatu kelompok atau
bahwa kerjasama tim merupakan sinergisitas perusahaan. Biasanya kerjasama tim
kekuatan dari beberapa orang dalam beranggotakan orang –orang yang berbeda
mencapai satu tujuan yang diinginkan. keahlian sehingga dijadikan satu kekuatan
Kerjasama akan menyatukan kekuatan ide- untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
ide yang akan mengantarkan kepada Selanjutnya menurut Burn (2008:55)
kesuksesan. Efektifitas tim efektif merupakan tim kerja
Pergerakan yang anggota-anggotanya saling
Berdasarkan wawancara yang dilakukan berkolaborasi untuk mencapai tujuan
terhadap 6 informan, peneliti dapat bersama dan memiliki sikap yang saling
mengambil kesimpulan bahwa pengarahan mendukung dalam kerjasama tim.
yang dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Pengawasan
Kabupaten PALI sudah cukup jelas selama Berdasarkan wawancara yang dilakukan
kegiatan berlansung. Koordiansi antara dinas terhadap 6 informan, peneliti dapat
pendidikan dan KEMENAG Kabupaten mengambil kesimpulan bahwa kepala Dinas
PALI berjalan dengan baik. Petugas yang Kesehatan Kabupaten Penukal Aba
melakukan kegiatan selalu berkoordinasi Lematang Ilir selalu mengikuti kegiatan ini
dari awal sampai berakhirnya kegiatan ini. pendidikan dan KEMENAG mendapat
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten PALI sosialisasi atau workshop terkait kegiatan
sangat mendukung kegiatan ini ini dengan yang akan dilakukan. Kendala yang
harapan setelah TAS 2 ini selesai bisa dihadapai selama kegiatan berlansung
diteruskan dengan TAS 3 di Tahun 2022. adalah masih ditemukan siswa yang tidak
Monitoring adalah suatu kegiatan untuk hadir pada saat kegiatan namun petugas
mengikuti perkembangan suatu program lansung mengunjungi rumah siswa yang
yang dilakukan secara mantap dan teratur bersangkutan. Selama kegiatan berlansung
serta terus menerus (Suherman , dkk.1988). semua tim yang terlibat tetap menerapkan
Hasil monitoring dan pengendalian yang protokol kesehatan yang ketat hal ini
telah dianalisa dan diolah dapat dijadikan bertujuan untuk mencegah terjadinya
sebagai informasi yang dapat dipahami penyebaran covid-19. Dalam proses
dengan mudah oleh manajer atau pimpinan kegiatan ini telah menerapkan fungsi-fungsi
untuk dasar pengambilan keputusan tindak manajemen yang meliputi: perencanaan,
lanjut baik menyangkut kegiatan yang sedang pengorganisasian, pergerakan dan
berjalan maupun kegiatan yang akan datang pengawasan.
(UNESCO). Saran
Hendaknya komunikasi antara guru dan
Kesimpulan wali siswa lebih ditingkatkan agar pada
Penilaian Penularan Penyakit Filariasis di saat pemeriksaan siswa bisa hadir
Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir dikegiatan pemeriksaan dapat berjalan
Tahun 2021 dimasa pandemi Covid -19 dengan lancar. Semoga tesis ini
berjalan dengan lancar ini dibuktikan sesuai bermanfaat bagi institusi dan kabupaten
dengan perencanaan. Sebelum kegiatan Penukal Abab Lematang Ilir dalam
dilaksanakan semua tim yang terlibat yang melakukan kegiatan ditahun mendatang
terdiri dari lintas sektor antara lain dinas
DAFTAR PUSTAKA
Anindita, d. (2016). Filariasis: Pencegahan Terkait Faktor Risiko. Anindita dan Mutiara, 393-
398.
Masrizal. (2013). Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2-38. Masrizal. (2013). Penyakit Filariasis.
Puji Juriastuti, d. (2010). Faktor Risiko Kejadian Filariaisis Di Kelurahan Jati Sampurna.
MAKARA, KESEHATAN, 31-36.
Rikesda. (2014). Menuju Eliminasi Filariasis 2020. Jakarta: Infodatin Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan Ri.
Depkes RI. Pedoman Pengobatan Massal Penyakit Kaki Gajah (Filariasis). Buku 4.
Jakarta; Ditjen PPM & PL. 2002
Depkes RI. Epidemiologi Filariasis. Ditjen PPM & PL. Jakarta; 2006
Depkes RI. Pedoman Promosi Kesehatan dalam Eliminasi Filariasis. Jakarta; Ditjen PPM
& PL. 2006
Michael. Filariasis di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi Vol 1 Tahun 2006; 2006
Badrudin, 2015. Dasar-Dasar Manajemen. Alfabeta: Bandung.
Handoko, T. Hani. 2003. Manajer Dasar, Pengertian dan Masalah. Gunung Agung :
Jakarta.
Corresponding author:
Misbahul Subhi
STIKES Widyagama Husada Malang
Email: subhi@widyagamahusada.ac.id
Abstract
Filariasis is a systemic infection caused by adult filarial worms that live in human blood and lymph nodes that are
transmitted by mosquitoes. This disease is chronic and if not treated it will cause permanent disability in the form of leg
enlargement (elephantiasis), enlargement of arms, breasts and genitals in women and men, this disease causes work
productivity to decrease and results in significant losses due to lost hours. work caused by the disease. The purpose of the
study was to determine the relationship between knowledge and community behavior towards elephantiasis (filariasis) in
the work area of the Mananga Health Center. The study used a quantitative method with a correlative approach which
was carried out on 100 respondents from community members in the work area of the Mananga Health Center. The data
collection technique was carried out by providing a research instrument in the form of a questionnaire about the
knowledge and behavior of the community towards elephantiasis (filariasis), which was then tested using the SPSS Rank
Spearman Test. The results of this study indicate that there is a significant relationship between the level of community
knowledge and community behavior towards elephantiasis (Filariasis) obtained (ρ = 0.023; r = -0.227). Of the 100
respondents, almost half of the respondents have less knowledge about elephantiasis (Filariasis) and most of the
respondents have negative behavior about elephantiasis (Filariasis). It can be concluded that there is a weak negative
relationship between knowledge and community behavior about elephantiasis (filariasis).
Abstrak
Filariasis adalah infeksi sistemik yang disebabkan cacing filaria dewasa yang hidup dalam
kelenjar limfe dan darah manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat
menahun dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan menimbulkan cacat menetap berupa
pembesaran kaki (elephantiasis), pembesaran lengan, payudara, dan alat kelamin pada
wanita maupun laki-laki, penyakit ini menyebabkan produktifitas kerja menurun dan
mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit akibat kehilangan jam kerja yang disebabkan
penyakit tersebut. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan
perilaku masyarakat terhadap penyakit kaki gajah (Filariasis) di wilayah kerja Puskesmas
Mananga. Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan korelatif yang
dilakukan pada 100 orang responden anggota masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Mananga. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan instrumen
penelitian berupa kuesioner tentang pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap
penyakit kaki gajah (Filariasis), yang kemudian diuji menggunakan SPSS Rank Spearman
Test. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara tingkat
pengetahuan masyarakat dengan perilaku masyarakat terhadap penyakit kaki gajah
(Filariasis) diperoleh (ρ = 0,023; r = -0,227). Dari 100 responden, Hampir setengah jumlah
responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang penyakit kaki gajah (Filariasis) dan
sebagian besar jumlah responden memiliki perilaku yang negatif tentang penyakit kaki
gajah (Filariasis). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang lemah antara
pengetahuan dengan perilaku masyarakat tentang penyakit kaki gajah (Filariasis).
120
Subhi, M. Joegijantoro, R. Pulupina, F.F (2022)
121
Subhi, M. Joegijantoro, R. Pulupina, F.F (2022)
HASIL DAN PEMBAHASAN yang dijalani orang tersebut. Semakin cukup usia,
Bagian Karakteristik anggota masyarakat wilayah tingkat kematangan dan kekuatan seseorang dalam
kerja Puskesmas Mananga Kabupaten Sumba berfikir dan bertindak (Notoadmodjo, 2007).
Tengah sebagai responden meliputi: Berdasarkan jenis kelamin diketahui sebagian besar
Tabel 1. Karakteristik Demografi Anggota responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 56
Masyarakat orang (56%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian
122
Subhi, M. Joegijantoro, R. Pulupina, F.F (2022)
123
Subhi, M. Joegijantoro, R. Pulupina, F.F (2022)
beberapa faktor misalnya pengalaman, keyakinan, Pengetahuan merupakan faktor yang sangat dominan
fasilitas sosial, dan motivasi. Perilaku juga terkait perilaku masyarakat tentang penyakit kaki
merupakan perwujudan dari kebutuhan dimana gajah (Filariasis). Pengetahuan merupakan domain
seseorang akan berperilaku untuk dapat memenuhi yang sangat penting untuk terbentuknya suatu
kebutuhannya (Widayatun, 2009). tindakan seseorang. Perilaku yang didasarkan oleh
Tabel 4. Hasil Tabulasi Silang pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku
Pengetahuan Nilai yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo,
Perilaku Total
Baik Sedang Kurang ρ 2013). Tetapi perlu diketahui juga bahwa baiknya
Positif 2 1 5 8
Netral 0 1 2 3 pengetahuan seseorang tidak mutlak tindakannya
0,023
Negatif 30 20 39 89 juga akan baik, karena dipengaruhi oleh beberapa
Total 32 22 46 100
faktor dan dukungan sebelum bertindak.
Hasil tabulasi silang pada tabel 4 menunjukkan Perilaku adalah semua aktivitas atau kegiatan
hampir setengah jumlah responden dengan seseorang, baik yang dapat diamati (observable)
pengetahuan kurang ternyata berhubungan dan maupun yang tidak dapat diamati (unobservable),
mempengaruhi sebagian besar perilaku masyarakat yang berkaitan dengan pemeliharaan dan
yang negatif terhadap penyakit kaki gajah (Filariasis) peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini
di wilayah kerja Puskesmas Mananga Kecamatan mencakup mencegah atau melindungi diri dari
124
Subhi, M. Joegijantoro, R. Pulupina, F.F (2022)
dikerjakan oleh seseorang yang dapat diamati baik Anonim. 2018. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku KBBI.web.id, diakses pada tanggal 14 Juni
seseorang terhadap sakit dan penyakit merupakan 2021, pukul 12.10 WIB.
respon seseorang baik secara pasif maupun aktif Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu
yang dilakukan sehubungan dengan penyakit Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
tersebut. Pengetahuan masyarakat yang cukup akan Arsin, A. Arsunan. 2016. Epidemiologi Filariasis di
membentuk perilakunya untuk menghindari atau Astri, J. Novita dan Melati, Rini M. 2016. Perilaku
karena itu perlunya diadakan sosialisasi secara terus Filariasis di Aceh Besar.
menerus tentang penyakit ini, agar masyarakat betul- Naskah Publikasi. Universitas Syiah Kuala Banda
125
Subhi, M. Joegijantoro, R. Pulupina, F.F (2022)
Azwar S. 2012. Metodologi Penelitian. Yogjakarta: Muhsin, Safarianti, & Maryatun. 2017. Peran Sel
Pustaka Pelajar. Granulosit Pada Penyakit Filariasis. Jurnal
Depkes RI, 2009. Mengenal Filariasis (Penyakit Kedokteran Syiah Kuala Volume 17 Nomor 1
Kaki Gajah), Ditjen P2 & PL Departemen April 2017.
Kesehatan RI, Jakarta. Nazir, Moh. 2013. Metode Penelitian. Jakarta:
Gilang R. Ahdy, M. 2016. Hubungan Pengetahuan Ghalia Indonesia.
dan Sikap Tentang Pencegahan Filariasis Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian
Dengan Praktek Minum Obat Dalam Program Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.
Pemberian Obat Masal Pencegahan (Pomp) Notoatmodjo S. 2012. Promosi Kesehatan dan
Filariasis Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Pekalongan 2015. Skripsi. UNS. Notoatmodjo, S. 2014. Kesehatan Masyarakat: Ilmu
Inayati, Umi B dan Herlina, Santi. 2014. Hubungan dan Seni, Jakarta: Rineka Cipta.
Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Pramono, Mochamad Setyo., Maryani, Herti dan
Filariasis Dengan Pencegahan Penyakit Wulandar,i Sri Pingit. 2014. Analisis Kasus
Filariasis Di RW 05 Kelurahan Beji Timur Penyakit Filariasis Di Provinsi Nangroe Aceh
Kota Depok. Jurnal Keperawatan Widya Darussalam Dengan Pendekatan Metode Zero
Gantari Vol. 1 No. 1 / November 2014. Inflatedpoisson (Zip) Regression. Buletin
Iswara. 2011. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 17 No. 1
Kota Mataram: Cakranegara Barat. Januari 2014: 35–44.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Safar, Rosdiana. 2010. Parasitologi Kedokteran.
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 94 Edisi Khusus. Yrama Widya Bandung.
Tahun 2014 Tentang Penanggulangan Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif
Filariasis. Kementerian Kesehatan Republik Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Indonesia, Jakarta Sarwono, Sarlito W. 2014. Psikologi Remaja.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Situasi Filariasis Jakarta : CV Rajawali.
Di Indonesia Tahun 2015. Kementerian Sutanto, Inge. 2012. Parasitologi Kedokteran.
Kesehatan RI, Jakarta. Jakarta: Balai Penerbit UI.
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Profil Kesehatan Ujang, Siswoko. 2018. Hubungan Pengetahuan
Propinsi Nusa Tenggara Timur. Dengan Perilaku Masyarakat Tentang
Kementerian Kesehatan RI. 2020. Profil Kesehatan Pencegahan Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) di
Indonesia Tahun 2019. Jakarta. RT 02 RW 02 Dusun Krajan Desa Caluk
Lukluk, Zuyina. 2013. Psikologi Kesehatan. Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo.
Yogyakarta; Mitra Cendikia. Skripsi (S1) Thesis. Universitas
Mubarak, Wahid Iqbal, 2016. Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Ponorogo.
Komunitas 2. Teori dan Aplikasi Dalam Veridiana, N. Nyoman dan Ningsi, S. Chadijah.
Praktik Dengan Pendekatan Asuhan 2015. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Keperawatan Komunitas, Gerontik dan Masyarakat Terhadap Filariasis di Kabupaten
Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.
126
Subhi, M. Joegijantoro, R. Pulupina, F.F (2022)
Mamuju Utara, Sulawesi Barat. Bul. Penelit. Zulkoni, A., 2011. Parasitologi. Yogyakarta: Nuha
Kesehat, Vol. 43, No. 1, Maret 2015 : 47-54. Medika.
Widoyono, 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi,
Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasan.
Semarang: Erlangga.
127