Anda di halaman 1dari 28

RANGKUMAN

PENYAKIT KAKI GAJAH (FILARIASIS)

Dosen Pengampu MK: Dr. ISMARWATI, S.KM., S.SiT,M.PH

Nama kelompok:

Surti Partiningsih 2010101022

Irma Rahmawati 2010101031

1. Pengertian penyakit kaki gajah (filariasis)


Filiariasis (penyakit kaki gajah) merupakan penyakit yang di sebabkan oleh
cacing filarial (microfilaria). Filariasis bersifat menahun (kronis) dan bila tidak
mendapatkan pengobatan yang tepat dapat menimbulkan cavat yang menetap.
Meskipun filariasis tidak menyebabkan kematian, tetapi merupakan salah satu
penyebab utama timbulnya kecacatan, kemiskinan, dan masalah-masalah social
lainnya dikarenakan bila terjadi kecacatan menetap, maka seumur hidup penderita
tidak dapat berkerja secara optimal, sehingga dapat menjadi beban keluarganya,
merugikan masyarakat dan negara.

2. Penyebab penyakit kaki gajah (filariasis)


Filiariasis (penyakit kaki gajah) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
cacing filarial (microfilaria). Infeksi ini menular dengan perantara nyamuk sebagai
vector. Data WHO, di perkirakan 120 juta orang di 83 negara di dunia terinfeksi
penyakit filariasis dan lebih dari dari 1,5 milyar penduduk dunia (sekitar 20%
populasi dari dunia) terinfeksi penyakit ini. Sekitar 90% infeksi di sebabkan oleh
Wuchereria bacrofti dan sebagian besar sisanya disebabkan Brugia malayi.
3. Tanda dan gejala
Kulit di tungkai yang bengkak akan menebal, kering, menjadi lebih gelap,
pecah-pecah, dan terkadang muncul luka. Sayangnya, tungkai yang sudah mengalami
pembengkakan dan perubahan kulit tidak dapat kembali seperti semula. Pada kondisi
ini, kaki gajah sudah memasuki fase kronik. Pada tahap awal, penderita kaki gajah
biasanya tidak mengalami gejala apa pun. Akibatnya, penderita dapat tidak sadar telah
tertular filariasis sehingga terlambat ditangani. Peradangan pembuluh atau kelenjar
getah bening juga dapat muncul di fase awal, berupa pembengkakan di pembuluh
dan kelenjar getah bening.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi


Penularan filariasis di suatu daerah dipengaruhi oleh faktor individu,
kebiasaan masyarakat, dan lingkungan yang kumuh. Faktor individu yaitu umur, jenis
kelamin dan pekerjaan. Kebiasaan masyarakat yang meliputi pengetahuan masyarakat
tentang filariasis, aktivitas keluar rumah pada malam hari, dan tidur tanpa
menggunakan kelambu.

5. Mekanisme penularan

Nyamuk yang ada larvanya akan menembus kulit manusia.


Nyamuk menggigit manusia, menembus kulit dan larva stadium 3
(L3) itu akan siap dan bergerak menuju ke sistem saluran kelenjar
getah bening manusia yang tergigit nyamuk tersebut.

6. Pencegahan
Pencegahan dari penyakit kaki gajah ini dapat kita pelajari dari faktor-faktor yang
mempengaruhi penyakit kaki gajah ini yang dimana kebiasaan sehari-hari kita harus
dengan kebiasaan yang sehat, merubah atau meningkatkan pengetahuan mengenai
filariasis (penyakit kaki gajah) dan kita bisa menerapkan tidur dengan menggunakan
kelambu hal tersebut diharapkan dapat menghindari kita dari gigitan nyamuk.
7. Penanggulangan penyakit

‫َوإِذَا َم ِرضْتُ فَ ُه َو يَ ْشفِين‬

“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” (QS: Asy-Syu’ara’: 80)

Ayat di atas menegaskan suatu keyakinan yang harus dipegang oleh umat Islam, yaitu Allah-
lah yang memberi kesembuhan. Di dalam tafsirnya, Al-Maroghi dan Al-Harari mengatakan
ketika aku sakit, tidak ada seorangpun selain Allah yang bisa memberiku obat.
272
MPPKI (Februari, 2023) Vol. 6. No. 2

ISSN 2597– 6052


DOI: https://doi.org/10.31934/mppki.v2i3
MPPKI
Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia
The Indonesian Journal of Health Promotion

Research Articles Open Access

Gambaran Faktor Lingkungan Fisik, Sosial, Budaya terhadap Kejadian Filariasis di


Puskesmas Tenateke
Description of Physical, Social, Cultural Environmental Factors on the Incidence of Filariasis at
the Tenateke Health Center
Agustinus Milla Ate1*, Indriati A. Tedju Hinga2, Sigit Purnawan3
1,2,3Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Nusa Cendana
*Korespondensi Penulis : Gustiate21@gmail.com

Abstrak
Latar belakang: Filariasis merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing Filaria dan menyerang saluran limfe serta
kelenjar getah bening sehingga menyebabkan gejalah akut dan kronis yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Puskesmas Tena Teke
ditemukan 35 peristiwa Filariasis pada tahun 2019.
Tujuan: Untuk mengetahui gambaran faktor lingkungan fisik, sosial, budaya terhadap kejadian filariasis di wilayah kerja Puskesmas Tena
Teke, Kecamatan Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya, Tahun 2021.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Tena Teke, Kecamatan Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya pada bulan April-Mei 2021. Populasi dalam penelitian
ini adalah penderita filariasis sebanyak 35 responden. Teknik pengambilan sampel, yaitu menggunakan Total Sampling.
Hasil: Penelitian ini menunjukan bahwa 9 responden memeiliki Reasting place, 7 responden memiliki breading place, 7 responden memiliki
tempat peristrahatan dan tempat perkembangbiakan nyamuk, 21 ressponden tidak mengunakan kelambu saat tidur malam, 25 responden
memiliki kandang ternak, 24 responden tidak menggunakan obat anti nyamuk, 22 responden memiliki latar belakang pendidikan rendah, 19
responden memiliki rasa kepercayaan terjadinya filariasis karena budaya setempat.
Kesimpulan: Diharapkan kepada Dinas Kesehatan dan Puskesmas terus melakukan penyuluhan secara berkala tentang cara pencegahan dan
penularan penyakit filariasis, masyarakat meminimalkan tempat perindukan dan peristrahatan nyamuk guna meningkatkan tindakan dalam
mencegah terjadinya filarisis dan pengawasan terhadap pengendalian vektor filariasis

Kata Kunci: Faktor Lingkungan Fisik; Sosial dan Budaya; Kejadian Filariasis

Abstract
Background: Filariasis is an infectious disease, caused by filarial worms, and attacks the lymph channels and lymph nodes causing acute and
chronic symptoms, which are transmitted by various types of mosquitoes. Tena Teke Health Center, there were 35 cases of Filariasis in 2019
Objective: To describe the physical, social, cultural environmental factors on the incidence of filariasis in the working area of the Tena Teke
Health Center, South Wewewa District, Southwest Sumba Regency, in 2021.
Metzhods: The research design was a quasi - experimental with one group pretest andposttest research designs. The study was conducted in
January 2022. Data analysis used the Wilcoxon test.
Results: This study shows that 9 respondents have resting places, 7 respondents have breading places, 7 respondents have resting places and
mosquito breeding places, 21 respondents do not use mosquito nets when sleeping at night, 25 respondents have livestock cages, 24
respondents do not use mosquito repellent, 22 respondents have low educational background, 19 respondents have a sense of belief in
filariasis due to local culture.
Conclusion: It is hoped that the Health Service and Community Health Centers will continue to provide regular counseling on how to prevent
and transmit filariasis, the community minimizes mosquito breeding and resting places in order to increase actions to prevent filariasis and
control filariasis vector control.

Keywords: Physical Environmental Factors; Social and Cultural; The Incidence Of Filariasis

Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved
273
MPPKI (Februari, 2023) Vol. 6. No. 2

PENDAHULUAN
Filariasis merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan karena cacing Filaria dan menyerang
saluran limfe serta kelenjar getah bening, sehingga dapat menyebabkan gejalah akut dan kronis, yang ditularkan
berbagai jenis nyamuk (1). Penyakit ini merusak sistem limfe sehingga dapat menimbulkan bengkak pada kaki,
tangan, payudara, buah sakar. Filariasis ditularkan oleh vektor nyamuk yang mengandung Mikrofilaria didalamnya.
Menurut Kemenkes (2016), sebanyak 23 jenis nyamuk pada lima genus yakni genus Mansonia dan Anopeles,
genus Culex dan Aedes serta genus Armigeres yang merupakan sumber penularan Filariasis. Jenis filarial yang
menyebabkan infeksi pada manusia yaitu Wuchereria Bancrofti dan Brugia Malayi dan juga Brugia Timori.
Pertanda yang disebabkan penyakit kaki gajah yaitu gejala klinis akut dan gejala klinis kronis, yang menyebabkan
penumpukan cacing Filarial sehingga dapat menyebabkan penyumbatan atau gangguan fungsi limfatik (2). Adapun
gejala klinis dari penyakit kaki gaja (filariasis) adalah tahap inkubasi, tahap akut dan tahapan kronis (3). Gejala
klinis akut penyakit filariasis yaitu timbulnya limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis yang secara umum disertai
dengan demam, sakit kepala, rasa lemah, serta dapat pula berupa asbes (penumpukan nanah). Sedangkan gejala
klinis kronis penyakit filariasis dapat ditandai dengan limfadema, limp scrotum, kiluria dan hidroked (4).
Penyakit Filariasis terutama ditemukan di daerah khatulistiwa dan merupakan masalah di daerah dataran
rendah, tetapi juga dapat ditemukan di daerah bukit yang tidak terlalu tinggi. Banyak spesies nyamuk yang di
temukan sebagai vektor Filariasis, tergantung pada jenis cacing filarianya dan habitat nyamuk. Wuchereria
Bancrofti yang terdapat di daerah perkotaan ditularkan oleh Culex quenquefasciatus yang menggunakan air kotor
dan tercemar sebagai tempat perindukannya. Wuchereria Bancrofti yang ada di daerah pedesaan dapat ditularkan
oleh berbagai macam spesies nyamuk.
Di Irian Jaya Wuchereria Bancrofti terutama ditularkan oleh Anopheles farauti yang menggunakan bekas
jejak kaki binatang untuk tempat perindukannya. Daerah pantai di NTT, Wuchereria Bancrofti ditularkan oleh
Anophelespictus. Brugia malayi yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh beberapa spesies mansonia
seperti Mansonia uniformis, Mansonia bonneae dan Mansonia dives yang berkembangbiak di daerah rawa
Sumatera, Kalimantan dan Maluku. Daerah Sulawesi, Brugia malayi di tularkan oleh Anopheles barbirostis yang
menggunakan sawah sebagai tempat perindukannya. Brugia timori ditularkan oleh Anopheles barbirostis yang
berkembangbiak di daerah sawah, baik dekat pantai maupun di daerah pedalaman.
Prevalensi infeksi filariasis dapat terjadi pada daerah non-endemik dan daerah dengan derajat endemi yang
tinggi seperti di Irian Jaya dan pulau Buru dengan derajat infeksi yang dapat mencapai 70%. Prevalensi infeksi
dapat berubah-ubah dari masa ke masa dan pada umumnya ada tendensi menurun dengan adanya kemajuan dalam
pembangunan yang menyebabkan perubahan lingkungan. Epidemiologi filariasis dalam memahaminya, perlu
diperhatikan faktort-faktor seperti hospes, hospes reservor, vektor dan keadaan lingkungan yang sesuai untuk
menunjang kelangsungan hidup masing-masing (5).
Program eliminasi Filariasis di dunia dimulai berdasarka deklarasi WHO tahun 2000, sedangkan di
Indonesia dimulai pada tahun 2002. Indonesia dalam mencapai eliminasi, menetapkan 2 pilar yang akan dilaksakan
yaitu memutuskan rantai penularan, mencegah dan membatasi kecacatan karena Filariais. Salah satu kegiatan yang
dilakukan untuk mendukung program tersebut adalah meningkatkan pengetahuan dalam menjaga kebersihan
lingkungan yang memungkinkan menjadi tempat perindukan nyamuk dan kepatuhan penggunaan kelambu pada
malam hari yang mempengaruhi adanya penularan dari vektor nyamuk sebagai perantara penularan penyakit
Filariasis pada masyarakat, baik perorangan atau lembaga kemasyarakatan, agar berperan aktif dalam eliminasi
Filariasis.
Kasus Filariasisdi Indonesia, tersebar di 34 Provinsi dan 239 Kabupaten (1). Menurut Harpini (2018),
terdapat lima provinsi dengan kasus kronis Filariasis tertinggi yaitu Papua sebanyak 3.047 kasus, Nusa Tenggara
Timur (NTT) sebanyak 2.864 kasus, Papua Barat dengan jumlah 1.244 kasus, Jawa Barat sebanyak 907 kasus dan
Aceh dengan jumlah 591 kasus (3).
Sumba Barat Daya, adalah Kabupaten yang terdapat penyakit Filariasis. Berdasarkan data dari Dinkes SDB
(2019) jumlah kasus kronis filariasis ada 113 kasusyang tersebar di enam Puskesmas, Puskesmas Bondo Kodi 5
kasus, Puskesmas Walla Ndimu sebanyak 13 kasus, Puskesmas Panenggo Ede 54 kasus, Puskesmas Kori 3 kasus,
Puskesmas Tena Teke 35 kasus, dan Puskesmas Elopada 3 kasus (6). Berdasarkan data di atas Puskesmas
Panenggo Ede menduduki peringkat pertama dalam kasus Filariasis, namun melihat dari potensi penyebaran
Filariasis di Wilayah Kerja Puskesmas Tena Teke sangat besar di lihat dari adanya kandang ternak, semak belukar,
rawa-rawa, kolam/tambak dan penampungan air dekat rumah warga yang menjadi tempat peristrahatan dan
perkembangbiakan nyamuk sebagai vektor penularan Filariasis, sehingga peneliti merasa perluh mengkaji tentang
gambaran faktor Lingkungan Fisik Sosial dan Budaya terhadap kejadian Filariasis di Wilayah kerja Puskesmas
Tena Teke.

Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved
274
MPPKI (Februari, 2023) Vol. 6. No. 2

Penularan penyakit Filariasis dipengaruhi adanya tiga penyebab, yang pertama sumber penularan, manusia
yang terdapat mikrofilaria dalam darahnya, adanya nyamuk yang bisa menularkan Filariasis, dan manusia yang
rentan pada Filariasis. Penularan Filariasis di suatu daerah dipengaruhi oleh faktor individu, kebiasaan masyarakat,
dan lingkungan yang kumuh. Faktor individu yaitui umur, jenis kelamin dan pekerjaan. Kebiasaan masyarakat
meliputi pengetahuan masyarakat tentang Filariasis, aktivitas keluar rumah pada malam hari, dan tidur tanpa
menggunakan kelambu (5). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Roziyah (2015), menunjukan bahwa
keberadaan semak-semak disekitar rumah memberikan 7,2 kali lebih besar menderita Filariasis daripada yang
disekitar rumahnya tidak terdapat semak-semak (6). Tinggal disekitar kandang ternak dapat memberikan risiko
lebih banyak terkena penyakitdengan yang disekitar rumahnya tidak terdapat kandang ternak (7). Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor lingkungan fisik, sosial dan budaya masyarakat
mengenai kejadian Filariasis di wilayah kerja Puskesmas Tena Teke, Kecamatan Wewewa Selatan, Kabupaten
Sumba Barat Daya.

METODE
Metode penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif. Penelitian ini, dilaksanakan pada
bulan April hingga Mei di wilayah Puskesmas Tena teke Kecamatan Wewewa Selatan Kabupaten Sumba Barat
Daya tahun 2021. Populasi dalam penelitian ini merupakan penderita filariasis dengan jumlah sebanyak 35. Sampel
dalam penelitian ini yaitu keseluruhan jumlah populasi dengan jumlah sebanyak 35. Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan total sampling. Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah faktor
lingkungan fisik, kandang ternak, kepatuhan penggunaan kelambu, kebiasaan penggunaan obat anti nyamuk,
tingkat pendidikan serta faktor budaya dan variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah kejadian
filariasis. Terdapat dua jenis sumber data dalam penelitian ini yakni sumber data primer yaitu data yang
dikumpulkan langsung oleh peneliti saat penelitian ini berlangsung dan sumber data sekunder yaitu data yang
diperoleh peneliti dari pihak ketiga, pihak ketiga yang dimaksud adalah pihak Puskesmas Tena Teke dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Sumba Barat Daya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner
dengan wawancara langsung kepada responden serta menggunakan lembar observasi. Pengolahan data dalam
penelitian ini dimulai dari analisis dan penyajian data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

HASIL
Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Fisik
Distribusi responden berdasarkan faktor lingkungan fisik di wilayah kerja Puskesmas Tena Teke tahun
2021 dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Fisik di Wilayah Kerja Puskesmas Tena Teke Tahun 2021
No Faktor Lingkungan Fisik n %
1 Adanya breading place dan reasting place 23 65.7
2 Tidak adanya breading place dan reasting place 12 34.5
Total 35 100.0

Tabel 1 menunjukan bahwa responden lebih banyak dengan adanya breading place dan Reasting place (65.7
%) dibandingkan dengan responden tidak ada breading place dan reasting place (34.3 %).
Distrubusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Penggunaan Kelambu
Distribusi responden berdasarkan kepatuhan penggunaan kelambu di wilayah kerja Puskesmas Tena Teke
pada tahun 2021 dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2. Ditstribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Penggunaan Kelambu di Wilayah Kerja Puskesmas Tena Teke
Tahun 2021
No Kepatuhan Pengunaan Kelambu n %
1 Menggunakan kelambu saat tidur malam hari 21 60.0
2 Tidak menggunakan kelambu saat tidur malam hari 14 40.0
Total 35 100.0

Tabel 2 menunjukan bahwa responden paling banyak menggunakan kelambu saat tidur pada malam hari
(60.0 %) dibanding denga responden yang tidak menggunakan kelambu saat tidur pada malam hari (40.0 %).
Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved
275
MPPKI (Februari, 2023) Vol. 6. No. 2

Distribusi Responden Berdasarkan Kandang Ternak


Distribusi responden menggunakan kandang ternak dan tidak menggunakan kandang ternak di wilayah kerja
Puskesmas Tena Teke pada Tahun 2021 dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut.

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Kandang Ternak di Wilayah Kerja Puskesmas Tena Teke Tahun 2021
No Kandang Ternak n %
1 Ada kandang ternak dekat rumah 25 71.4
2 Tidak ada kandang ternak dekat rumah 10 28.6
Total 35 100.0

Tabel 3 menunjukan bahwa distribusi responden memiliki kandang ternak dekat dengan rumahlebih banyak
(71.4 %) dibandingkan yang tidak memiliki kandang ternak dekat dengan rumah (28.6 %)
Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Penggunaan Obat Anti Nyamuk
Distribusi responden berdasarkan penggunaan obat nyamuk di wilayah Puskesmas Tena Teke tahun 2021
dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut.

Tabel 4. Distribusi Responden Bedasarkan Kebiasaan Penggunaan Obat Anti Nyamuk di Wilayah Kerja Puskesmas Tena
Teke Tahun 2021
No Kebiasaan Pengunaan Obat Anti Nyamuk n %
1 Adanya penggunaan obat anti nyamuk 11 31.4
2 Tidak adanya penggunaan obat anti nyamuk 24 68.6
Total 35 100.0

Tabel 4 menunjukan bahwa distribusi rensponden yang tidak menggunakan obat anti nyamuk lebih banyak
(68.6 %) dibadingkan dengan yang menggunakan obat anti nyamuk (31.4 %).

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan di wilayah kerja Puskesmas Tena Teke Tahun 2021
dapat dilihat pada tabel 5 sebagai berikut.

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Tena Teke Tahun 2021
No Pendidikan Responden n %
1 Rendah 22 62.9
2 Tinggi 13 37.1
Total 35 100.0

Tabel 5 menunjukan bahwa responden lebih banyak yang berpendidikan pada kategori rendah (62.9 %)
dibandingkan dengan responden yang memiliki latar belakang pendidikan pada kategori tinggi (37.1 %).

Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Budaya


Distribusi responden berdasarkan faktor budaya di wilayah kerja Puskesmas Tena Teke Tahun 2021 dapat
dilihat pada tabel 6 sebagai berikut.

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Budaya di Wilayah Kerja Puskesmas Tena Teke Tahun 2021
No Faktor Budaya n %
1 Ya, jika adanya kepercayaan terjadinya Filariasis karena budaya setempat 19 54.3
2 Tidak, jika Filariasis disebabkan karena faktor medis semata 16 45.7
Total 35 100.0

Tabel 6 menunjukan bahwa lebih banyak responden yang memiliki kepercayaan bahwa terjadinya Filariasis
karena faktor budaya (54.3 %) dibandingkan dengan responden yang memiliki kepercayaan bahwa Filariasis
disebabkan karena faktor medis semata (45.7 %)

Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved
276
MPPKI (Februari, 2023) Vol. 6. No. 2

PEMBAHASAN
Gambaran Faktor Lingkungan Fisik Terhadap Kejadian Filariasis
Menurut H L Blum, faktor lingkungan memberikan kontribusi sebesar 45% dalam status kesehatan
manusia dibandingkan dengan faktor lainnya, seperti faktor perilaku (30%), faktor pelayanan kesehatan (20%) dan
faktor genetik (5%). Berdasarkan hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Tena Teke Tahun 2021, diketahui
bahwa sebagian besar responden masih belum memahami tentang bahaya penyakit Filaraisis (kaki gajah)
dikarenakan masih sangat banyak responden yang memiliki kandang ternak dan semak belukar sebagai tempat
perkembangbiakan dan tempat peristirahatan nyamuk sebagai vektor penularan Filariasis. Hal ini dilihat bahwa 23
responden yang memiliki tempat peristirahatan dan tempat perkembangbiakan nyamuk memiliki risiko terhadap
penularan Filariasis, adapun sebanyak 12 responden yang tidak memiliki tempat peristirahatan dan tempat
perkembangbiakan nyamuk, tidak terlepas dari bahaya penularan Filariasis dikarenakan pengetahuan dan sikap
yang masih minim.
Pengetahuan juga sangat dipengaruhi pada timbulnya masalah filariasis dikarenakan hasil riset menunjukan
bahwa sebanyak 23 responden mempunyai tempat peristirahatan dan tempat perkembangbiakan nyamuk sebagai
vektor penularan penyakit Filariasis. Keberadaan semak belukar disekitar rumah termasuk dalam faktor lingkungan
fisik yang dapat mempengaruhi kepadatan nyamuk. Lingkungan fisik sangat mempengaruhi kehidupan vektor,
sehingga adanya sumber penularan Filariasis. Keberadaan semak-semak menjadi faktor penularan Filariasis, maka
perlu adanya pembersihan sekurang-kurangnya 2 minggu sekali untuk mengurangi kerimbunan semak-semak
sebagai upaya mengurangi tempat peristirahatan nyamuk.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnama (2017) yang menemukan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara keberadaan tempat perkembangbiakan dan tempat peristirahatan
nyamuk dengan kejadian Filariasis (7). Hal ini disebabkan oleh semakin banyak tempat perkembangbiakan nyamuk
maka peluang penularan penyakit filariasis juga semakin besar jika dibandingkan dengan daerah atau wilayah yang
tempat perkembangbiakan nyamuk sedikit. Pada umunya, nyamuk akan lebih menyukai tempat-tempat yang
kumuh untuk berkembangbiak sehingga perlu adanya suatu pola dimana kebersihan perseorangan dan kebersihan
lingkungan harus dijaga.
Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini menunjukan bahwa masih banyak masyarakat yang
memiliki tempat tinggal yang kurang bersih atau kumuh. Salah satu faktor penyababnya adalah kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan yang bersih serta dampaknya bagi kesehatan.
Secara garis besar, responden dalam penelitian ini bekerja sebagai peternak dan petani sawah, kandang ternak yang
tidak terjaga kebersihannya akan menjadi tempat peristirahatan nyamuk (resting place) sehingga proses penularan
penyakit filariasis lebih cepat karena adanya tempat perkembangbikan dan peristirahatan nyamuk yang berdekatan
dengan rumah penderita.

Gambaran Kepatuhan Penggunaan Kelambu Terhadap Kejadian Filariasis


Menurut Yunarko & Patanduk (2016), menyatakan bahwa penggunaan kelambu adalah salah satu cara
menghindari gigitan nyamuk (8). Pengunaan kelambu adalah cara yang praktis dalam menghindari kontak dengan
nyamuk sebagai vektor penularan Filariasis (kaki gajah), namun tidak mudah diterima oleh masyarakat dengan
tingkat pengetahuan rendah. Program ini pernah dilaksanakan di Flores dan tidak banyak bermanfaat, karena
penduduk enggan tidur didalam kelambu pada suhu terlalu panas. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
sebanyak 21 responden menggunakan kelambu ketika tidur malam dari pada yang tidak menggunakan kelambu
saat tidur malam sebanyak 14 responden. Maka dapat diketahui bahwa responden yang tidak menggunakan
kelambu pada malam hari beresiko besar tertular Filariasis dari pada yang menggunakan kelambu pada saat tidur
malam. Menggunakan kelambu saat tidur malam memiliki kontribusi dalam mencegah Filariasis, karena pada
umumnya nyamuk mengigit lebih sering pada malam hari.
Prinsip menggunakan kelambu merupakan cara untuk mencegah gigitan nyamuk, jenis kelambu apapun
yang dipakai pada saat tidur menjadi upaya penting untuk mencegah menularnya Filariasis, namun penggunaan
kelambu harus dilakukan secara rutin oleh seseorang untuk mencegah penularan penyakit Filariasis, namun
penggunaan kelambu tidak akan berarti jika tidak diikuti dengan pemakaian secara rutin oleh seseorang dalam
keadaan tertutup rapat.

Gambaran Keberadaan Kandang Ternak pada Lingkungan Fisik Terhadap Kejadian Filariasis
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil observasi, ditemukan bahwa sebanyak 25 responden memiliki
kandang ternak dekat dengan rumah penderita dan 10 responden tidak mempunyai kandang ternak. Berdasarkan
keberadaan kandang, yang lokasinya berdekatan dengan tempat tinggal reponden, didapatkan bahwa mereka yang

Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved
277
MPPKI (Februari, 2023) Vol. 6. No. 2

memiliki kandang ternak dekat dengan rumah yang jaraknya <100 m, lebih banyak risiko terkena penyakit
Filariasis dibandingkan dengan reponden yang tidak memiliki kandang ternak dekat dengan rumah.
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di wilayah kerja Puskesmas Tena Teke didapatkan bahwa
kandang ternak berada dekat dengan tempat tinggal responden yang jaraknya <100 m sebanayak 71.4 %. Hal ini
disebabkan banyak responden yang khawatir bila kandang ternak jauh dari rumah dan menganggap jauh dari
pantauaan responden, dan juga responden tidak memiliki lahan yang luas untuk dijadikan kandang yang jauh dari
rumah. Pada umumnya masyarakat diwilayah kerja Puskesmas Tena Teke memiliki sejumlah ternak besar atau
kecil untuk dipelihara, sehingga masyarakat membuat kandang ternak sebagai tempat perlindungan hewan
peliharaan.

Gambaran Kebiasaan PeNGGUNAAN Obat Nyamuk pada Kejadian Filariasis


Bersumber dari penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa sebanyak 68.6 % responden tidak memiliki
pencegah gigitan nyamuk pada saat malam hari seperti obat nyamuk bakar, obat nyamuk oles dan obat nyamuk
semprot, dibandingkan dengan 31.4 % responden yang memiliki obat pencegah gigitan nyamuk pada malam hari.
Penggunaan obat nyamuk merupakan cara untuk mencegah gigitan nyamuk (menghindari kontak dengan
nyamuk). Penelitiam ini sejalan pada penelitian Mulyono dkk, (2007) di Pekalongan yang menemukan bahwa
tanpa memakai obat nyamuk adalah faktor terjadinya Filariasis, artinya orang yang tidak menggunakan obat
nyamuksaat tidur malam memiliki risiko terkena Filariasis, dibandingkan yang gunakan obat nyamuk saat tidur
malam (12).

Gambaran Pendidikan terhadap kejadian Filariasis


Berdasarkan hasil penelitian pada tingkat pendidikan responden dapat diketahui bahwa 62.9 % responden
di wilayah kerja Puskesmas Tena Teke memiliki tingkat pendidikan rendah, dibandingkan dengan responden yang
mempunyai latar belakang pendidikan tinggi 37.1 %.
Pendidikan sangat berperan terhadap pengetahuan seseorang. Pendidikan rendah dapat menjadi faktor
tertentu adanya pengetahuan atau pemahaman yang kurang tentang gejala dan penyebab Filariasis (kaki gajah).
Notoatmodjo, (2003) menyatakan, pendidikan adalah cara untuk mendapat pengetahuan secara formal. Mereka
yang berpendidikan tinggi semakin lama orang mengenyam dibangku pendidikan, semakin banyak orang tersebut
mendapatkan berbagai informasih (13).
Pendidikan yang kurang pada responden di wilayah kerja Puskesmas Tena Teke 62.9 %, dapat menjadi hal
yang mendasar bahwa adanya pengetahuan yang kurang tentang upaya penanggulangan Filariasis. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan yang kurang tentang pentingnya menggunakan obat anti nyamuk, pemakain
kelambu secara rutin, memakai kemeja lengan panjang pada saat keluar larut malam, menjauhkan kandang ternak
dekat dengan rumah, serta pemberantasan sarang nyamuk menjadi hal yang memicu terjadinya penularan Filariasis
pada responden di wilayah kerja Puskesmas Tena Teke.

Gambaran Faktor Budaya Terhadap kejadian Filariasis


Budaya adalah suatu kebiasaan atau cara hidup bersama yang dimilik setiap orang dengan adanya interaksi
antar manusia atau sekelompok orang yang meliputi adat-istiadat termasuk sistem agama. pandangan masyarakat
budaya atau perspektif lokal tentang penyakit Filariasis menyebutkan bahwa penyakit Filariasis bukan penyakit
menular yang disebabkan cacing Filarial melalui gigitan vektor nyamuk, melainkan penyakit Filarisis adalah
penyakit yang diderita seseorang akibat dari kesalahan pelanggaran yang dilakukan ditempat-tempat yang tidak
baik, sakral atau tempat angker sehingga resiko yang mereka dapat menderita penyakit kaki gajah. Berdasarkan
hasil penelitian pada responden faktor budaya terhadap kejadian Filarisis di Wilayah kerja Puskesmas Tenateke
diketahui 54.3 % responden menyatakan bahwa penyakit Filariasis disebabkan oleh faktor budaya, dibandingkan
dengan 43.7 % responden meyakini penyakit Filariasis disebabkan oleh faktor medis semata.
Budaya dapat berpengaruh pada pengetahuan responden tentang penyakit Filarisis, dimana responden
beranggapan bahwa Filarisis merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kepercayaan tertentu, seperti
melanggar hukum-hukum adat, belum menyelesaikan urusan adat yang menyebabkan roh leluhur marah dan dapat
meyebabkan kelainan pada kaki (pembengkakan pada kaki). Adanya anggapan pada responden bahwa Filarisris
merupakan penyakit kutukan atau turunan, apabila orang tua mengalami penyakit Filarisis anak mereka juga
mengalami penyakit Filarisis. Responden juga beranggapan bahwa penyakit Filarisis disebabkan oleh kutukan
memasuki tempat keramat sehingga mengalami penyakit Filarisis (kaki gajah).

Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved
278
MPPKI (Februari, 2023) Vol. 6. No. 2

KESIMPULAN
Studi ini menyimpulkan bahwa responden memiliki breading place dan reasting place yang menjadi
tempat perindukan dan tempat peristrahatan nyamuk, responden memiliki kandang ternak dekat dengan rumah,
responden tidak biasa menggunakan kelambu saat tidur, responden tidak menggunakan obat nyamuk. responden
memiliki latar belakang pendidikan rendah dari tingkatan tidak sekolah sampai sekolah dasar, responden memiliki
persepsi bahwa penyakit filariasis disebabkan oleh faktor budaya setempat

SARAN
Diharapkan kepada Dinas Kesehatan dan Puskesmas terus melakukan penyuluhan secara berkala tentang
cara pencegahan dan penularan penyakit filariasis, masyarakat meminimalkan tempat perindukan dan peristrahatan
nyamuk guna meningkatkan tindakan dalam mencegah terjadinya filarisis dan pengawasan terhadap pengendalian
vektor filariasis

DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes R. Situasi Filariasis di Indonesia. 2016.
2. A.A A. Epidemiologi Filariasis di Indonesia. 2016;1(12).
3. Chesnais, C.B. 2014. “A Case Study of Risk Factors for Lymphatic Filariasis in the Republic of Congo,
Parasites and Vectors.” 7(300): 1–12; 2016.
4. Anindita. Pencegahan Terkait Faktor Risiko Filariasis; 2016.
5. Ujang, S. (2018). Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Masyarakat Tentang Pencegahan Penyakit Kaki
Gajah (Filariasis) Di Rt 02, Rw 02, Dusun Krajan, Desa Caluk, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo
(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo).
6. A H. Menuju Indonesia Bebas Filariasis. Jakarta Selatan: Pusat Data; 2018.
7. SBD D. Data Endemisitas Kabupaten Sumba Barat Daya. Tambolaka; 2019.
8. Purnama. W. Faktor Lingkungan Dan Perilaku Masyarakat Yang Berhubungan Dengan Kejadian Filariasis
Di Kecamatan Muara Pawan Kabuoaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat.” Jurnal Kesehatan
Lingkungan Indonesia 16 (1): 8–16. Tambolaka; 2017.
9. Yunarko, R. & Patanduk, Y. Faktor Distribusi Filariasis Brugia Timori Dan Wuchereria Bancrofti Di Desa
Kahale Kecamatan Kodi Balaghar Kabupaten Sumba Barat Daya Nusa Tenggara Timur.” BALABA 12 (2):
89–98; 2016.
10. N.N V. Pengetahuan Sikap dan Perilaku Masyarakat terhadap Filariasis di kabupaten Mamaju Utara
Sulawesi Barat [Internet]. 2015. Available from: http://ejournal.litbang.kemkes.go.id
11. I.A R. Hubungan Kondisi Fisik Lingkungan dan Perilaku Masyarakat dengan Kejadian Filariasis di
Kelurahan Padukuhan Kraton Kota Pekalongan [Internet]. Skripsi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang; 2015. Available from: http://lib.unnes.ac.id
12. Z. Ikhwan. Environmental, Behavioral Factors and Filariasis Incidence In District Riau Islands Province.
Kesmas Natl Public Heal J [Internet]. 2016;1(11):39–45. Available from: http://journal.fkm.ui.ac.id
13. R. A. M, Hadisaputro S, Wartono H. Faktor Risiko Lingkunga dan Perilaku yang Berpengaruh Terhadap
Kejadian Filariasis (studi kasus di wilayak kerja kabupaten pekalongan). Undip, Semarang; 2008.
14. Notoatmodjo S. Pengembangan Sumber Daya Manusia. jakarta: PT. Rineka Cipta.; 2003.

Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved
Volume 8, Nomor 1, Februari 2023 Kms Baharudin1, Dianita E2, Nani S.M3 Yunita Liana4

PENILAIAN PENULARAN PENYAKIT FILARIASIS


DI KABUPATEN PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR

Kemas Baharudin1, Dianita Ekawati2, Nani Sari Murni3, Yunita Liana4

Program Studi Pasca Sarjana Kesehatan Masyarakat, STIK Bina Husada Palembang1,2,3,4
baharudin_kemas@yahoo.co.id
dianita_ekawati@yahoo.co.id
syauqi0809@gmail.com3

ABSTRAK
Latar Belakang: Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) merupakan penyakit yang di sebabkan oleh cacing
filaria (microfilaria). Infeksi ini menular dengan perantara nyamuk sebagai vektor. Filariasis bersifat
menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan yang tepat dapat menimbulkan cacat
menetap. Untuk penanggulangan filariasis ini dilakukan program eliminasi filariasis yaitu Pemberian
obat pencegahan Massal (POPM) yaitu program pemutusan mata rantai penularan filariasis sehingga
tidak ditemukan lagi penderita baru. Tujuan: untuk mengetahui penilaian penularan Penyakit
Filariasis di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir Tahun 2021 dimasa pandemi Covid-19. Metode:
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan informasi yang mendalam
mengenai Penilaian Penularan Filariasis di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir Tahun 2021
dimasa Pandemi Covid-19.Hasil: Secara teoritik pola manajemen yang diterapkan dalam proses
penilaian penularan penyakit filariasis dikabupaten Penukal Abab Lematang Ilir tahun 2021 dimasa
pandemi Covid-19 sudah menjalankan prinsip manajemen dalam persepktif George R. Terry dan
berjalan dengan baik. Saran: Faktor pendukung kegiatan ini adalah perencanaan, pengorganisasian,
pergerakan serta pengawasan yang memadai antara lain sumber daya manusia yang cukup dan
terampil, pembiayaan yang tersedia serta sarana dan prasarana yang memadai. komunikasi, informasi
dan koordinasi perlu ditingkatkan.

Kata Kunci:Penilaian, Filariasis

ABSTRACT
Background: Filariasis is chronic (chronic) and if it doesn't get the right treatment it can
cause permanent disability. To overcome this filariasis, a filariasis elimination program is
carried out, namely the provision of Mass Prevention Drugs (POPM), which is a program to
break the chain of transmission of filariasis so that no new patients are found.Objective; To
find out the assessment of the trasmission of filariasis disease in Penukal Abab Lematang Ilir
Regency in 2021 during the Covid-19 Pandemic. Methods: This study uses a qualitative
approach to obtain in-depth information regarding the Assessment of Filariasis Transmission
in Penukal Abab Lematang Ilir Regency in 2021 during the Covid-19 Pandemic.
Results:Theoretically the management pattern applied in the process of assessing the
transmission of filariasis in Penukal Abab Lematang Ilir Regency in 2021 during the Covid-19
pandemic has implemented management principles in George R. Terry's perspective and is
running well. Suggestion:Supporting factors for this activity are adequate planning,
organization, movement and supervision, including sufficient and skilled human resources,
available financing and adequate facilities and infrastructure. It's just that in terms of
communication, information and coordination need to be improved

Keywords: Evaluation, Filariasis

urnal ‘Aisyiyah Palembang | 147


Volume 8, Nomor 1, Februari 2023 Kms Baharudin1, Dianita E2, Nani S.M3 Yunita Liana4

PENDAHULUAN filariasis dan lebih menderita dari


Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) merupakan penduduk asli. Pada umumnya laki-laki
penyakit yang di sebabkan oleh cacing lebih banyak terkena infeksi, karena lebih
filarial (microfilaria). Infeksi ini menular banyak kesempatan untuk mendapat infeksi
dengan perantara nyamuk sebagai vektor. (exposure). Juga gejala penyakit lebih
Filariasis bersifat menahun (kronis) dan bila nyata pada laki-laki, karena pekerjaan fisik
tidak mendapatkan pengobatan yang tepat yang lebih berat (Masrizal, 2013).
dapat menimbulkan cacat menetap. Tahun 2009, diperkirakan larva
Meskipun filariasis tidak menyebabkan cacing filarial telah menginfeksi lebih dari
kematian, tetapi merupakan salah satu 700 juta orang di seluruh dunia, dimana 60
penyebab utama timbulnya kecacatan, juta orang diantaranya (64%) terdapat di
kemiskinan dan masalah- masalah sosial regional Asia Tenggara. Di Asia Tenggara,
lainnya. Hal ini di karenakan bila terjadi terdapat 11 negara yang endemis filariasis
kecacatan menetap, maka seumur hidupnya dan salah satu diantaranya adalah
penderita tidak dapat bekerja secara Indonesia. Indonesia dengan jumlah
optimal, sehingga dapat menjadi beban penduduk terbanyak dan wilayah yang luas
keluarganya, merugikan masyarakat dan memiliki masalah filariasis yang kompleks.
negara (Riskesdas, 2014). Di Indonesia, ke tiga jenis cacing filaria
Data WHO, di perkirakan 120 juta (Wucheraria bancrofti, Brugia malayi dan
orang di 83 negara di dunia terinfeksi Brugia timori) dapat ditemukan (Anindita,
penyakit filariasis dan lebih dari dari 1,5 2016)
milyar penduduk dunia (sekitar 20% Tingkat endemisitas di Indonesia
populasi dari dunia) terinfeksi penyakit ini. berkisar antara 0%-40% dengan
Sekitar 90% infeksi di sebabkan oleh endemisitas setiap provinsi dan kabupaten
Wuchereria bacrofti dan sebagian besar berbeda-beda. Untuk menentukan
sisanya disebabkan Brugia malayi. Vektor endemisitas di lakukan survei darah jari
utama Wuchereria bacrofti adalah nyamuk yang dilakukan di setiap kabupaten/kota.
Culex, Anopheles dan Aedes. Nyamuk dari Dari hasil survey tersebut hingga tahun
spesies Mansonia adalah vektor utama 2008, kabupaten/kota yang endemis
adalah vektor utama parasit Brugarian, filariasis sebesar 67% (335 dari 495
namun beberapa area nyamuk Anopheles kabupaten/kota), sebesar 0,6% (3
juga dapat rentan. Biasanya pendatang baru kabupaten/kota) tidak endemis filariasis,
ke daerah endemis lebih rentan terinfeksi dan 157 kabupaten/kota yang belum

urnal ‘Aisyiyah Palembang | 148


Volume 8, Nomor 1, Februari 2023 Kms Baharudin1, Dianita E2, Nani S.M3 Yunita Liana4

melakukan survei endemisitas filariasis. untuk mendapatkan informasi yang


Pada tahun 2009 setelah di lakukan survei mendalam mengenai Penilaian Penularan
pada kabupaten/kota yang belum melakukan Filariasis di Kabupaten Penukal Abab
survei tahun 2008, jumlah kabupaten/kota Lematang Ilir Tahun 2021 dimasa Pandemi
yang endemis filariasis meningkat menjadi Covid-19. Penelitian ini dilakukan di
71,9% (356 dari 495 kabupaten/kota) lingkup dinas kesehatan kabupaten Pali
sedangkan 139 kabupaten/kota (28,1%) tidak Tahun 2021. Penelitian ini dilaksanakan
endemis filariasis (Wahyono, 2010) pada bulan Juli – Agustus Tahun 2021.
Pada tahun 2012 di Propinsi Sumatera Informan dalam penelitian ini adalah
Selatan di laporkan sebanyak 210 kasus orang-orang yang memliki peranan penting
filariasis klinis. Kasus filariasis ini tersebar dalam proses Kegiatan POPM (Pemberian
di 17 kabupaten/kota. Selanjutnya di obat pemberian Massal (Filariasis).
Kabupaten Pali berjumlah 4 orang. Pengambilan sampel penelitian dilakukan
Filariasis dapat menyerang semua golongan secara purposive sampling dengan
umur baik anak- anak maupun dewasa, laki- pertimbangan bahwa subjek adalah
laki dan perempuan (Puji Juriastuti, 2010). sekelompok orang yang memiliki informasi
Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir yang dibutuhkan merupakan sekelompok
sudah melakukan POPM (Pemberian Obat orang yang paling tahu tentang apa yang
Pencegahan Massal ) yaitu tahun 2013 – diinginkan peneliti.
2017. Selanjutnya melakukan TAS 1 di Adapun sumber informasi penelitian ini
tahun 2018 dan TAS 2 di tahun 2020, TAS 1 adalah :
dari 1541 sampel terdapat 3 yang positif 1. Informan kunci, yaitu seseorang yang
microfilria, sedangkan TAS 2 dari 1350 secara lengkap dan mendalam tentang
sampel semua hasilnya negative penilaian Penularan Filariasis
microfilaria. Dari uraian data diatas maka 2. Informan Utama, yaitu orang-orang yang
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengetahui pelaksanaan Penilaian
tentang Penilaian Penularan Penyakit penularan Filariasis.
Filariasis di Kabupaten Penukal Abab Pengumpulan dengan wawancara,
Lematang Ilir tahun 2021 di masa pandemi observasi, dokumentasi. Dalam
Covid-19. menganalisa data yang peneliti peroleh data
Metode Penelitian primer maupun data sekunder,
Rancangan penelitian ini merupakan studi Informasi yang didapatkan segera dianalisa
analisis deskriptif dengan menggunakan tanpa menunggu semua informan yang
pendekatan kualitatif. digunakan pendekatan diwawancarai. Informasi yang diperoleh

urnal ‘Aisyiyah Palembang | 149


Volume 8, Nomor 1, Februari 2023 Kms Baharudin1, Dianita E2, Nani S.M3 Yunita Liana4

direkam dengan mengunakan tape recorder dengan menerapkan protokol


dan kemudian dibuat transkrip. Setelah itu di kesehatan dengan harapan tidaj terjadi
penularan covid-19.”
buat matrik dan dikelompokan sesuai dengan
4. Wawancara dengan Bidang Dinas
pertanyaan dan tujuan penelitian. Pendidikan yang membidangi sekolah
dasar “ Menurut kami persiapan yang
dilakukan untuk kegiatan ini cukup
HASIL PENELITIAN
bagus terutama koordinasi dengan
Perencanaan dinas pendidikan sehingga kami bisa
1. Wawancara berdasarkan Kepala Dinas meneruskan informasi ke sekolah dasar
Kesehatan Kabupaten Penukal Abab yang tepilih untuk melaksanakan
Lematang Ilir. “ Dinas kesehatan kegiatan ini”
Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir 5. Wawancara dengan KEMENAG
semenjak Tahun 2013 – 2017 sudah Kabupaten Pali “Sebelum kegiatan ini
melakukan kegiatan POPM Filariasis, dilaksanakan kami mendapat undangan
selanjutnya diteruskan dengan TAS 1 di Puskesmas Talang Ubi, kami lihat
Tahun 2018 dan TAS 2 tahun 2020. semua petugas sangat mengikuti
Kepala Dinas Kesehatan kabupaten pertemuan itu dengan antusias. Jadi
PALI”. “Selanjutnya sebelum kami yakin semua petugas dapat
melakukan kegiatan TAS ini semua melaksanakan kegiatan ini dengan
petugas kesehatan yang terlibat baik baik”
dari puskesmas dan Dinas kesehatan , 6. Wawancara dengan BTKL Palembang
Dinas Pendidikan serta Kemenag “ Sebelum dilaksanakan kegiatan TAS
Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir ini terlebih dahulu dilakukan workshop
mengadakan workshop yang terkait kegiatan ini, semua petugas dari
berhubungan dengan kegiatan TAS. 7 Puskesmas diundang yang terdiri
Semua peserta cukup antusias dalam dari analis dan pengelolah program.
mengikuti kegiatan ini.”. kegiatan ini lansung dilakukan oleh
2. Wawancara terhadap Pengelolah BTKL Palembang “
program Filariasis Dinas Kesehatan Pengorganisasian
Provinsi Sumatera Selatan “ Mereka 1. Dinas Kesehatan Kabupaten PALI “
sangat bagus dan konsisten diajak Pada dasarnya sebelum dilakukan
bekerja sama, waktu kami ke sekolah kegiatan ini Tim Dari BTKL Palembang
petugas sudah hadir telebih dahulu terlebih dahulu menginformaskan
disekolah dan ini menunjukan bahwa perihak kegiatan ini muali dari rapat
mereka sangat professional dalam koordianasi lintas sector di Puskesmas
bekerja” Talang Ubi, adapun yang hadir dari
3. Wawancara terhadap Koordinator Dinas Pendidikan, Kemenag di wilayah
Penanggulangan dan pencegahan kabupaten PALI.”
penyakit “ Petugas yang terlibat dalam 2. Pemegang Program Filariasis Dinas
kegiatan ini seudah mengikuti workshop Kesehatan Provinsi Sumatera selatan “
atau pertemuan yang dilakukan oleh Petugas yang melakukan kegiatan ini
BBLK yang merupakan ketua tim saya rasa cukup baik, kita liat disekolah
kegiatan ini, kegiatan ini dilakukan

urnal ‘Aisyiyah Palembang | 150


Volume 8, Nomor 1, Februari 2023 Kms Baharudin1, Dianita E2, Nani S.M3 Yunita Liana4

sebelum melakukan kegiatan semua tim memberikan perhatian yang baik


melaukan breafing terlebih dahulu terhadap kegiatan ini, hal ini
sehingga kegiatan yang dilakukan dapat dibuktikan dengan kepala dinas yang
berjalan sebagaimana mestinya” selalu memantau selama kegiatan ini
3. Kooordinator Dinas Kesehatan Kab. PALI berlansung “
“ Sebelum kegiatan berlansung kami 3. Koordinator dinas Kesehatan
menghubungi dinas pendidikan dan Kabupaten PALI “ Selama kegiatan ini
Kemenag PALI, mengingat program ini berlansung mulai dari pembukaan dan
adalah program Nasional jadi lintas penutupan acara, kepala dinas
sektor serta masyarakat sangat kesehatan selalu mengikuti
menyambut baik kegiatan ini” perkembangan , yang mana samoai
4. KEMENAG Kab. PALI “ Sebelum akhir penelitian untuk memastikan
kegiatan ini berlansung kami diundang ke kelulusan Kabupaten Pali pada TAS 2”
Puskesmas Talang Ubi perihal kegiatan 4. Wanacara Terhadap Dinas Pendidikan
ini, sehingga kami dapat Kabupatem PALI “ Kami dari Dinas
menginformasikan perihal kegiatan ini ke Pendidikan Kabupaten PALI mendapat
Sekolah terpilih yang akan diambil pengarahn dan informasi yang jelas
darahnya.” sehingga kai bisa berkoordinasi
5. Dinas Pendidikan Kab. PALI “ dengan sekolah yang akan melakukan
Pertemuan pertama kami diundang untuk pemeriksaan ini”
pertemuan sehingga kami dapat 5. Wawancara Terhadap KEMENAG
menginformasikan perihal kegiatan ini ke Kabupaten PALI “ Kami dari
Sekolah terpilih yang akan diambil KEMENAG berterimakasih telah
darahnya.” dilibatkan dalam kegiatan ini dan
6. Dari BTKL Palembang “ dilakukan semoga kedepan kegiatan ini tetap
workshop terlebih dahulu sebelum dijalankan dikabupaten PALI”
dilakukan kegiatan /OJT 6. Wawancara dengan BTKL Palembang
Penggerakan “Semua kegiatan ini dilaksanakan
1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten sesuai dengan prosedur yang telah
PALI “ Pada prinsipnya tim yang ditetapkan terlebih di masa pandemi
terlibat dalam kegiatan ini sudah Covid-19, sehingga semua tim yang
mengetahui tugas masing-masing terlibat menerapkan protokol
terlebih sebelumnya sudah melakukan kesehatan baik petugas dan siswa yang
pertemuan, negitu juga dengan kami melakukan pemeriksaan.”
selau pimpinan sudah berkoordinasi Pengawasan
dengan lintas sektor sehingga kegiatan 1. Wawancara dengan Kepala Dinas
ini dapat berlansung walaupun dalam Kesehatan Kabupaten PALI “ Pada
masa pandemic covid-19, Artinya prinsipnya mulai dari Kegiatan POMP
kegiatan ini tetap dijalankan tentunya yang dilakukan di Kabupaten PALI
menetapkan protokol kesehatan “ tahu 2014 sampai tahun 2017
2. Pengelolah Program Filariasis Dinas alhamdulillah berjalan dengan lancer
Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. dan selanjutnya diteruskan TAS 1 dan
“Menurut kami Dinas Kesehatan telah TAS 2 ini juga berjalan lancar dan

urnal ‘Aisyiyah Palembang | 151


Volume 8, Nomor 1, Februari 2023 Kms Baharudin1, Dianita E2, Nani S.M3 Yunita Liana4

dinyatakan lulus” Puskesmas yang ada di Kabupaten Penukal


2. Wawancara dengan Pengelolah Program Abab Lematang Ilir. Pengaturan waktu
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
pelaksanaan sudah ditentukan yaitu dari jam
Selatan “ Respon kepala dinas sangat
baik ini dibuktikan beliau selalu 08.00 wib – 16.00. wib, namum pada
bertanya terkait kegiatan yang sedang pelaksanaannya waktu yang dilakukan
berlansung “
relatif cukup dan tidak tergesa-gesa.
3. Wawancara dengan KEMENAG
Kabupaten PALI ”Menurut kami Pelaksanaan kegiatan ini dibagi 4 tim
pengawasan dari kadinkes PALI sangat sehingga pelaksanaannya berjalan dengan
baik ini dibuktikan beliau selalu monitor
lancar. Ketersediaan SDMK yang bermutu
dari awal sampai akhir dari kegiatan ini
” dapat memenuhi kebutuhan , terdistribusi
1. 5. Wawancara dengan Dinas Pendidikan dengan adil dan merata untuk menjamin
Kabupaten PALI ” Menurut kami Dinas terselengaranya pembangunan kesehatan
kesehatan sudah bekerja dengan baik
sehingga kegiatan ini dapat selesai masyarakat yang setinggi-tingginya secara
dengan jadwal yang sudah ditentukan.” berkesinambungan. Perencanaan kebutuhan
6. Wawancara dengan BTKL Palembang SDMK yang mengawali aspek manajemen
”Dari hasilnya sendiri semua negatif,
SDMK secara keseluruhan harus disusun
artinya kita bisa melihat konsistensi dari
dinas kesehatan terhadap kegiatan ini” sebagai acuan dalam menentukan SDMK
7. Wawancara dengan Koordinator pada peningktan kesejahteraan, peningkatan
pencgahan dan penanggulangan Penyakit
pengawan mutu SDMK ( Permenkes 2015).
Dinas Kesehatan Kabupaten PALI
”Kepala dinas selalu menanyakan Menrut Rivai (2005-309) Kinerja
perihal kegiatan yang berhubungan merupakan suatu fungsi dari motivasi dan
dengan TAS 2 ini”
kemampuan untuk menyelesaikan tuga s
PEMBAHASAN.
atau pekerjaan. Kinerja merupakan perilaku
Perencanaan
nyata yang ditampilkan setiap orang
Dari hasil wawancara yang dilakukan
sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh
terhadap 6 informan, penelitian menunjukan
pegawai sesuai perannya dalam organisasi.
bahwa kegiatan penilaian penularan penyakit
Menurut Simamora (2004- 275) Pelatihan
filariasis di Kabupaten Penukal Abab
terdiri atas rangkaian aktivitas yang
Lematang Ilir tahun 2021 dimasa pandemi
dirancang untuk meningkatkan keahlian,
Covid-19 sudah berjalan sesuai dengan yang
pengetahuan, pemgalaman atauoun
telah direncanakan. Semua petugas yag
perubahan sikap seseorang.
mengikuti kegiatan ini sudah melakukan
Dari hasil wawancara yang dilakukan
kegiatan pertemuan atau workshop yang
terhadap 6 informan, hasil penelitian
mana dihadiri oleh seluruh petugas dari 7
menunjukan bahwa perencanaan anggaran

urnal ‘Aisyiyah Palembang | 152


Volume 8, Nomor 1, Februari 2023 Kms Baharudin1, Dianita E2, Nani S.M3 Yunita Liana4

dari kegiatan penilaian penularan penyakit lancar.


filariasis di Kabupaten Penukal Abab Menurut Moenir (1992-119), mengatakan
Lematang Ilir tahun 2021 dimasa pandemi sarana adalah segala jenis peralatan,
Covid-19 sudah dianggarkan dari pusat serta perlengkapan kerja dan fasilitas yang
merupakan program nasional dalam rangka berfungsi sebagai alat utama ayau
Eliminasi Penyakit kaki gajah pada Tahun pembantu dalam pelaksanaan pekerjaan
2020. dan juga dalam rangka kepentingan yang
Dari hasil wawancara yang dilakukan berhubungan dengan organisasi kerja.
terhadap 6 informan, hasil penelitian Menurut Martin Nurhayati ( 2016; 137-
menunjukan informasi yang disampaikan 151) Manajemen fasilitas/sarana dan
kepada guru dan wali murid siswa yang prasarana merupakan keseluruhan proses
terpilih sudah diinformasikan dari dinas perencanaan, pengadaan, pendayagunaan
pendidikan dan KEMENAG Kabupaten dan pengawasan sarana dan prasarana
PALI sehingga siswa yang akan melakukan yang digunakan agar tujuan dapat tercapai
pemeriksaan datang ke sekolah. Namun secara efektif dan efisien.
masih ada beberapah siswa yang tidak hadir
sehingga petugas dari puskesmas Pengorganisasian
mengunjungi rumah siswa yang akan Dari hasil wawancara yang dilakukan
melakukan pemeriksaan. Ketidakhadiran terhadap 6 infoman, peneliti menyimpulkan
siswa dalam pemeriksaan kegiatan ini bahwa kerjasama dan koordinasi selama
dikarenakan wali siswa dan siswa tidak kegiatan berlansung sudah berjalan dengan
berada ditempat serta tidak adanya sarana baik, sebelum kegiatan dimulai Dinas
komunikasi handphone atau WA. kesehatan berkoordinasi terlebih dahulu
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan dinas pendidikan serta KEMENAG
terhadap 6 informan, peneliti menyimpulkan Kabupaten PALI. Dinas pendidikan
untuk sarana dan prasarana selama kegiatan menginformasikan ke sekolah yang terpilih
berlansung berjalan dengan lancar, untuk kegiatan survei darah jari dan
kendaraan untuk kegiatan TAS sudah selanjutnya para dewan guru
disiapkan oleh BTKL Palembang serta menyampaikan ke wali siswa yang terpilih.
ditambah sarana mobil dari dinas kesehatan Selanjutnya sekolah Madrasah Ibtidaiyah
Kabupaten PALI. Untuk logistik dibawa KEMENAG Kabupaten PALI
pemeriksaan kegiatan survei darah jari sudah memnginformasikan kepada wali siswa
disediakan dari BTKL Palembang sehingga untuk datang kesekolah dalam rangka
proses kegiatan dapat berlansung dengan kegiatan survei darah jari.

urnal ‘Aisyiyah Palembang | 153


Volume 8, Nomor 1, Februari 2023 Kms Baharudin1, Dianita E2, Nani S.M3 Yunita Liana4

Berdasarkan hasil wawancara dari dengan pihak Guru serta sekolah yang
pengamatan peneliti, tim yang terlibat dalam terpilih. Kendala yang dihadapi pada saat
kegiatan ini sudah mendapat pelatihan atau petugas datang ke lokasi untuk melakukan
workshop sehingga kegiatan yang dilakukan pemeriksaan masih ditemukan siswa yang
dapat berjalan dengan lancar, untuk siswa belum hadir, namun guru sekolah dan
yang tidak hadir, petugas puskesmas lansung peugas puskesmas melakukan jemput bola
menemui siswa ke rumah agar dapat yaitu mendatangi rumah siswa sehingga
melakukan pemeriksaan. Selama kegiatan siswa daoat melakukan pemeriksaan ini.
berlansung baik siswa, guru serta petugas Siswa yang mendapat pemeriksaan akan
yang terlibat dalam kegiatan ini menerapkan diberikan sebuah souvenir, ini bertujuan
protokol kesehatan guna mencegah agar siswa merasa senang dan akrab saat
penyebaran virus Covid-19. Kerjasama dilakukan pemeriksaan. Menurut Tracy
dalam tim menjadi sebuah kebutuhan dalam (2008:54) menyatakan bahwa kerjasama tim
mewujudkan keberhasilan kerja. Kerjasam merupakan kegiatan yang dikelolah dan
dalam tim akan menjadi suatu daya dorong dilakukan bersama-sama dalam suatu
yang memiliki energi dan sinergisitas bagi organisasi. team work dapat meningkatkan
individu-individu yang tergabung dalam kerjasama dan komunikasi di dalam dan di
kerjaam tim. Menurut Bachtiar (2008:58) antara bagian suatu kelompok atau
bahwa kerjasama tim merupakan sinergisitas perusahaan. Biasanya kerjasama tim
kekuatan dari beberapa orang dalam beranggotakan orang –orang yang berbeda
mencapai satu tujuan yang diinginkan. keahlian sehingga dijadikan satu kekuatan
Kerjasama akan menyatukan kekuatan ide- untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
ide yang akan mengantarkan kepada Selanjutnya menurut Burn (2008:55)
kesuksesan. Efektifitas tim efektif merupakan tim kerja
Pergerakan yang anggota-anggotanya saling
Berdasarkan wawancara yang dilakukan berkolaborasi untuk mencapai tujuan
terhadap 6 informan, peneliti dapat bersama dan memiliki sikap yang saling
mengambil kesimpulan bahwa pengarahan mendukung dalam kerjasama tim.
yang dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Pengawasan
Kabupaten PALI sudah cukup jelas selama Berdasarkan wawancara yang dilakukan
kegiatan berlansung. Koordiansi antara dinas terhadap 6 informan, peneliti dapat
pendidikan dan KEMENAG Kabupaten mengambil kesimpulan bahwa kepala Dinas
PALI berjalan dengan baik. Petugas yang Kesehatan Kabupaten Penukal Aba
melakukan kegiatan selalu berkoordinasi Lematang Ilir selalu mengikuti kegiatan ini

urnal ‘Aisyiyah Palembang | 154


Volume 8, Nomor 1, Februari 2023 Kms Baharudin1, Dianita E2, Nani S.M3 Yunita Liana4

dari awal sampai berakhirnya kegiatan ini. pendidikan dan KEMENAG mendapat
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten PALI sosialisasi atau workshop terkait kegiatan
sangat mendukung kegiatan ini ini dengan yang akan dilakukan. Kendala yang
harapan setelah TAS 2 ini selesai bisa dihadapai selama kegiatan berlansung
diteruskan dengan TAS 3 di Tahun 2022. adalah masih ditemukan siswa yang tidak
Monitoring adalah suatu kegiatan untuk hadir pada saat kegiatan namun petugas
mengikuti perkembangan suatu program lansung mengunjungi rumah siswa yang
yang dilakukan secara mantap dan teratur bersangkutan. Selama kegiatan berlansung
serta terus menerus (Suherman , dkk.1988). semua tim yang terlibat tetap menerapkan
Hasil monitoring dan pengendalian yang protokol kesehatan yang ketat hal ini
telah dianalisa dan diolah dapat dijadikan bertujuan untuk mencegah terjadinya
sebagai informasi yang dapat dipahami penyebaran covid-19. Dalam proses
dengan mudah oleh manajer atau pimpinan kegiatan ini telah menerapkan fungsi-fungsi
untuk dasar pengambilan keputusan tindak manajemen yang meliputi: perencanaan,
lanjut baik menyangkut kegiatan yang sedang pengorganisasian, pergerakan dan
berjalan maupun kegiatan yang akan datang pengawasan.
(UNESCO). Saran
Hendaknya komunikasi antara guru dan
Kesimpulan wali siswa lebih ditingkatkan agar pada
Penilaian Penularan Penyakit Filariasis di saat pemeriksaan siswa bisa hadir
Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir dikegiatan pemeriksaan dapat berjalan
Tahun 2021 dimasa pandemi Covid -19 dengan lancar. Semoga tesis ini
berjalan dengan lancar ini dibuktikan sesuai bermanfaat bagi institusi dan kabupaten
dengan perencanaan. Sebelum kegiatan Penukal Abab Lematang Ilir dalam
dilaksanakan semua tim yang terlibat yang melakukan kegiatan ditahun mendatang
terdiri dari lintas sektor antara lain dinas

DAFTAR PUSTAKA

Anindita, d. (2016). Filariasis: Pencegahan Terkait Faktor Risiko. Anindita dan Mutiara, 393-
398.

Inge Susanto, d. (2013). Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia

Masrizal. (2013). Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2-38. Masrizal. (2013). Penyakit Filariasis.

urnal ‘Aisyiyah Palembang | 155


Volume 8, Nomor 1, Februari 2023 Kms Baharudin1, Dianita E2, Nani S.M3 Yunita Liana4

Nasronudin. (2007). Penyakit Infeksi Di Indonesia. Surabaya: Airlangga


University Press.

Puji Juriastuti, d. (2010). Faktor Risiko Kejadian Filariaisis Di Kelurahan Jati Sampurna.
MAKARA, KESEHATAN, 31-36.

Rikesda. (2014). Menuju Eliminasi Filariasis 2020. Jakarta: Infodatin Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan Ri.

Sari, M. P. (2014). Filariasis Pada Anak-Anak. J.Kedokt Meditek, 34-38. Wahyono, d. T.


(2010). epidemiologi Filariasis di Indonesia. Jakarta: Buletin
Jendela.

WHO. (2002). WHO. Epidemiology Limphatic Filariasis. WHO

Widoyono. (2008). Penyakit Tropis Epidemiologi,Penularan,Pencegahan & pemberantasan.


Semarang: Penerbit Erlangga.

WHO. (2002). Epidemiology Limphatic Filariasis. Tahun 2002 [Online]


:Dari : hhtp:// www.who.int. [1Februari 2002],

Depkes RI. Pedoman Pengobatan Massal Penyakit Kaki Gajah (Filariasis). Buku 4.
Jakarta; Ditjen PPM & PL. 2002

Kemenkes RI. Rencana Nasional Program Eliminasi Filariasis diIndonesia. Subdit


Filariasis dan Schistomiasis. Jakarta; Dit- jen PP & PL. 2010

Depkes RI. Epidemiologi Filariasis. Ditjen PPM & PL. Jakarta; 2006

Depkes RI. Pedoman Promosi Kesehatan dalam Eliminasi Filariasis. Jakarta; Ditjen PPM
& PL. 2006

Michael. Filariasis di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi Vol 1 Tahun 2006; 2006
Badrudin, 2015. Dasar-Dasar Manajemen. Alfabeta: Bandung.

Handoko, T. Hani. 2003. Manajer Dasar, Pengertian dan Masalah. Gunung Agung :
Jakarta.

Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. UGM :


Yogyakarta.

Nasution, Zulkarimen. 2007. Komunikasi Pembangunan Pengenalan Teori Dan


Pengenalannya. PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta.

urnal ‘Aisyiyah Palembang | 156


HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU MASYARAKAT
TERHADAP PENYAKIT KAKI GAJAH (FILARIASIS)

Misbahul Subhi1, Rudy Joegijantoro2, Frids Fioner Pulupina3


1,2,3
STIKES Widyagama Husada Malang

Corresponding author:
Misbahul Subhi
STIKES Widyagama Husada Malang
Email: subhi@widyagamahusada.ac.id

Abstract
Filariasis is a systemic infection caused by adult filarial worms that live in human blood and lymph nodes that are
transmitted by mosquitoes. This disease is chronic and if not treated it will cause permanent disability in the form of leg
enlargement (elephantiasis), enlargement of arms, breasts and genitals in women and men, this disease causes work
productivity to decrease and results in significant losses due to lost hours. work caused by the disease. The purpose of the
study was to determine the relationship between knowledge and community behavior towards elephantiasis (filariasis) in
the work area of the Mananga Health Center. The study used a quantitative method with a correlative approach which
was carried out on 100 respondents from community members in the work area of the Mananga Health Center. The data
collection technique was carried out by providing a research instrument in the form of a questionnaire about the
knowledge and behavior of the community towards elephantiasis (filariasis), which was then tested using the SPSS Rank
Spearman Test. The results of this study indicate that there is a significant relationship between the level of community
knowledge and community behavior towards elephantiasis (Filariasis) obtained (ρ = 0.023; r = -0.227). Of the 100
respondents, almost half of the respondents have less knowledge about elephantiasis (Filariasis) and most of the
respondents have negative behavior about elephantiasis (Filariasis). It can be concluded that there is a weak negative
relationship between knowledge and community behavior about elephantiasis (filariasis).

Keywords: Knowledge; Behavior; Society; Elephantiasis (Filariasis).

Abstrak
Filariasis adalah infeksi sistemik yang disebabkan cacing filaria dewasa yang hidup dalam
kelenjar limfe dan darah manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat
menahun dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan menimbulkan cacat menetap berupa
pembesaran kaki (elephantiasis), pembesaran lengan, payudara, dan alat kelamin pada
wanita maupun laki-laki, penyakit ini menyebabkan produktifitas kerja menurun dan
mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit akibat kehilangan jam kerja yang disebabkan
penyakit tersebut. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan
perilaku masyarakat terhadap penyakit kaki gajah (Filariasis) di wilayah kerja Puskesmas
Mananga. Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan korelatif yang
dilakukan pada 100 orang responden anggota masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Mananga. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan instrumen
penelitian berupa kuesioner tentang pengetahuan dan perilaku masyarakat terhadap
penyakit kaki gajah (Filariasis), yang kemudian diuji menggunakan SPSS Rank Spearman
Test. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara tingkat
pengetahuan masyarakat dengan perilaku masyarakat terhadap penyakit kaki gajah
(Filariasis) diperoleh (ρ = 0,023; r = -0,227). Dari 100 responden, Hampir setengah jumlah
responden memiliki pengetahuan yang kurang tentang penyakit kaki gajah (Filariasis) dan
sebagian besar jumlah responden memiliki perilaku yang negatif tentang penyakit kaki
gajah (Filariasis). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang lemah antara
pengetahuan dengan perilaku masyarakat tentang penyakit kaki gajah (Filariasis).

Kata Kunci: Pengetahuan; Perilaku; Masyarakat; Penyakit kaki gajah (Filariasis).

Media Husada Journal of Environmental Health Volume 2, Nomor 1, Juni 2022

120
Subhi, M. Joegijantoro, R. Pulupina, F.F (2022)

PENDAHULUAN diharapkan diperlukan pendirian yang kuat untuk


Filariasis adalah suatu infeksi sistemik yang mencegah penularan filariasis dari kondisi fisik
disebabkan cacing filaria dewasa yang hidup dalam lingkungan (Notoatmodjo, 2012). Terbentuknya sikap
kelenjar limfe dan darah manusia yang ditularkan didasari pengetahuan yang didapat untuk mengetahui
oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun dan bila tujuan dan manfaat bagi kesehatan. Pengetahuan
tidak mendapatkan pengobatan akan menimbulkan tentang pencegahan penularan dengan kondisi fisik
cacat menetap berupa pembesaran kaki lingkungan yang dimiliki diharapkan seseorang akan
(elephantiasis), pembesaran lengan, payudara, dan membentuk perilaku yang akan langgeng bahkan
alat kelamin pada wanita maupun laki-laki. Penyakit selama hidup dilakukan (Notoatmodjo, 2012).
ini menyebabkan produktifitas kerja atau kinerja
penderitanya menurun dan mengakibatkan kerugian METODE
yang tidak sedikit akibat kehilangan jam kerja yang Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
disebabkan penyakit tersebut (Zulkoni, 2016). adalah kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional
Pencegahan Filariasis dilakukan dengan menghindari survey, dimana antara kedua variabel dikaji dan
gigitan nyamuk infektif dan memberantas risiko yang dianalisis dalam satu waktu. Subjek yang digunakan
berhubungan dengan kejadian Filariasis misalnya adalah anggota masyarakat wilayah kerja Puskesmas
yang berasal dari lingkungan dan perubahan perilaku Mananga Kecamatan Mamboro, pengambilan sampel
masyarakat serta dapat mempertahankan dan pada penelitian ini dilakukan menggunakan teknik
mengembangkan kearifan lokal. Mengidentifikasi probability sampling yaitu memilih anggota
vektor dengan mendeteksi adanya larva infektif masyarakat wilayah kerja Puskesmas Mananga
dalam nyamuk dengan menggunakan umpan manusia Kabupaten Sumba Tengah sesuai dengan kriteria
(Arsin, 2016). Berdasarkan teori Hendrik L. Blum inklusi. Variabel dalam penelitian ini adalah
(1974) dalam Notoatmodjo, terdapat empat faktor pengetahuan masyarakat tentang penyakit kaki gajah
yang mempengaruhi status kesehatan manusia, yaitu: (Filariasis) dan perilaku masyarakat terkait penyakit
lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan ini. Penelitian dilakukan selama bulan Juni 2021 yang
keturunan. Diantara keempat faktor tersebut, faktor bertempat di wilayah kerja Puskesmas Mananga
perilaku masyarakat memiliki pengaruh besar Kabupaten Sumba Tengah. Teknik pengumpulan data
terhadap pencegahan penyakit menular termasuk dilakukan dengan cara memberikan instrumen
filariasis. Perilaku tersebut menurut Benyamin (1908) penelitian berupa kuesioner pengetahuan masyarakat
mencakup tiga domain, yaitu pengetahuan dan perilaku masyarakat terkait penyakit kaki gajah
(knowledge), sikap (attitude), dan tindakan atau (Filariasis). Penelitian ini tidak memberikan intervensi
praktik (practice) (Nototatmodjo, 2015). Kondisi fisik dan hanya membagikan kuesioner pada responden.
lingkungan tercipta dari perilaku yang dipengaruhi Analisis data yang digunakan yaitu analisa univariat
dari praktik seseorang, perubahan perilaku seseorang dan bivariat. Analisis data bivariat yang digunakan
diikuti tahapan antara pengetahuan, sikap, dan adalah Rank Spearman Test.
praktik. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek di lingkungan tertentu, untuk
menciptakan kondisi lingkungan fisik yang

Media Husada Journal of Environmental Health Volume 2, Nomor 1, Juni 2022

121
Subhi, M. Joegijantoro, R. Pulupina, F.F (2022)

HASIL DAN PEMBAHASAN yang dijalani orang tersebut. Semakin cukup usia,
Bagian Karakteristik anggota masyarakat wilayah tingkat kematangan dan kekuatan seseorang dalam
kerja Puskesmas Mananga Kabupaten Sumba berfikir dan bertindak (Notoadmodjo, 2007).
Tengah sebagai responden meliputi: Berdasarkan jenis kelamin diketahui sebagian besar
Tabel 1. Karakteristik Demografi Anggota responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 56
Masyarakat orang (56%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian

Karakteristik Jumlah Persentase yang dilakukan Agustina, dkk (2017) bahwa


Demografi (n) (%) populasi perempuan lebih banyak dibandingkan yang
Usia
17-25 tahun 12 12 berjenis kelamin laki-laki. Perempuan memiliki
26-35 tahun 34 34 peran sebagai istri/ibu lebih banyak berada dirumah,
36-45 tahun 29 29
46-55 tahun 14 14 dan juga perempuan lebih dominan dalam mengurus
56-65 tahun 7 7 rumah tangga dan memperhatikan kesehatan,
> 65 tahun 4 4
Jumlah 100 100 sedangkan laki-laki sebagai pencari nafkah utama
Jenis Kelamin didalam keluarga sehingga lebih banyak
Laki-laki 44 44
Perempuan 56 56 menghabiskan waktu diluar rumah.
Jumlah 100 100 Berdasarkan pendidikan menunjukkan sebagian
Pendidikan
besar responden berpendidikan SMA sebanyak 62
SD 5 5
SMP 15 15 orang (62%). Semakin tinggi pendidikan seseorang
SMA 62 62
maka semakin baik pula pengetahuan yang dimiliki
S1 18 18
Jumlah 100 100 responden. Tingkat pendidikan seseorang akan
Pekerjaan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang
PNS 13 13
Swasta 60 60 diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat
Lainnya 27 27 kesehatan dan pengetahuan tentang penyakit kaki
Jumlah 100 100
gajah (Filasriasis) sehingga dengan pengetahuan
Berdasarkan karakteristik usia menunjukkan yang cukup seseorang akan mencoba untuk
sebagian besar responden pada dewasa awal (26-35 mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain
tahun) sebanyak 34 orang (34%). Hasil penelitian itu tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi
Nurfadillah, dkk (2014) menyatakan usia responden terhadap jenis pekerjaannya.
juga dapat berpengaruh terhadap pengetahuan Berdasarkan pekerjaan menunjukkan sebagian besar
responden karena usia dapat mempengaruhi daya responden bekerja sebagai pekerja swasta dengan
tangkap dan pola pikir seseorang sehingga semakin jumlah 60 orang (60%). Jenis pekerjaan juga
bertambah usia seseorang semakin berkembang pula menentukan faktor resiko apa yang harus dihadapi
pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh setiap orang. Bila seseorang bekerja di lingkungan
semakin baik. Usia juga merupakan salah satu yang masih tinggi terjadinya resiko penularan
domain yang penting yang mempengaruhi tingkat penyakit kaki gajah (Filasriasis). Jenis pekerjaan
pengetahuan seseorang dalam hidupnya. Semakin tua seseorang juga sangat berpengaruh terhadap
seseorang maka akan semakin banyak pengalaman pendapatan keluarga yang akan berdampak pada pola
hidup sehari-hari diantaranya dalam mengonsumsi

Media Husada Journal of Environmental Health Volume 2, Nomor 1, Juni 2022

122
Subhi, M. Joegijantoro, R. Pulupina, F.F (2022)

makanan, serta pemeliharaan kesehatan selain itu Tabel 3. Perilaku Masyarakat


juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan Perilaku Jumlah Persentase
rumah. Dalam hal jenis konstruksi rumah dengan Masyarakat (n) (%)
Positif 8 8
mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi Netral 3 3
rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat Negatif 89 89
Jumlah 100 100
kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya
penularan penyakit kaki gajah (Filasriasis). Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui dari 100
Tabel 2. Pengetahuan Tentang Penyakit Kaki responden yang memiliki perilaku masyarakat
Gajah (Filasriasis) dengan kategori positif tentang penyakit kaki gajah
Tingkat Jumlah Persentase (Filasriasis) sebanyak 8 orang (8%), sebanyak 3
Pengetahuan (n) (%)
orang (3%) dengan perilaku masyarakat kategori
Baik 32 32
Sedang 22 22 netral, dan perilaku masyarakat dengan kategori
Kurang 46 46
negatif sebanyak 89 orang (89%) di wilayah kerja
Jumlah 100 100
Puskesmas Mananga Kecamatan Mamboro.
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui dari 100 Tindakan merupakan suatu perilaku terbuka yang
responden yang memiliki pengetahuan dengan dapat diamati dari luar. Baik tidaknya tindakan
kategori baik tentang penyakit kaki gajah seseorang dapat dipengaruhi oleh banyak hal
(Filasriasis) sebanyak 32 orang (32%). Pengetahuan diantara yaitu pengetahuan, sikap, motivasi emosi
dengan kategori cukup tentang penyakit kaki gajah maupun faktor lingkungan, seperti yang kita ketahui
(Filasriasis) sebanyak 22 orang (22%), dan bahwa lingkungan sangat berpengaruh dikarenakan
pengetahuan dengan kategori kurang tentang seperti kita ketahui lingkungan dapat berpengaruh
penyakit kaki gajah (Filasriasis) sebanyak 46 orang terhadap proses masuknya informasi kedalam
(46%) di wilayah kerja Puskesmas Mananga individu yang berada di lingkungan tersebut.
Kabupaten Sumba Tengah. Tindakan yang merupakan domain dari suatu
Hasil penelitian ini dipengaruhi oleh beberapa faktor perilaku dibentuk dari dua faktor internal yang
antara lain usia bahwa dengan fase usia dewasa awal menentukan seorang itu merespon stimulus dari luar
(26-35 tahun) dari hampir setengah jumlah yaitu perhatian, pengamatan, persepsi dan motivasi,
responden dan sebagian besar yang berpendidikan sedangkan faktor eksternal yang merupakan faktor
SMA, maka hasil penelitian ini sejalan pendapat dari dari luar diri seorang merupakan faktor lingkungan
Mubarak (2012) bahwa pendidikan dan umur fisik maupun non fisik dalam bentuk sosial budaya
merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan dan ekonomi.
seseorang artinya semakin tinggi pendidikan Pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku
seseorang semakin mudah pula mereka menerima yang tidak didasari oleh pengetahuan. Tetapi belum
informasi maka makin banyak pula pengetahuan tentu seseorang yang berpengetahuan baik akan
yang dimiliki dan sebaliknya juga bertambahnya berperilaku baik sebaliknya seseorang yang
umur seseorang akan mengalami perubahan aspek berpengetahuan kurang akan berperilaku kurang
pisik dan psikologis (mental) seseorang. baik, karena perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh

Media Husada Journal of Environmental Health Volume 2, Nomor 1, Juni 2022

123
Subhi, M. Joegijantoro, R. Pulupina, F.F (2022)

beberapa faktor misalnya pengalaman, keyakinan, Pengetahuan merupakan faktor yang sangat dominan
fasilitas sosial, dan motivasi. Perilaku juga terkait perilaku masyarakat tentang penyakit kaki
merupakan perwujudan dari kebutuhan dimana gajah (Filariasis). Pengetahuan merupakan domain
seseorang akan berperilaku untuk dapat memenuhi yang sangat penting untuk terbentuknya suatu
kebutuhannya (Widayatun, 2009). tindakan seseorang. Perilaku yang didasarkan oleh
Tabel 4. Hasil Tabulasi Silang pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku
Pengetahuan Nilai yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo,
Perilaku Total
Baik Sedang Kurang ρ 2013). Tetapi perlu diketahui juga bahwa baiknya
Positif 2 1 5 8
Netral 0 1 2 3 pengetahuan seseorang tidak mutlak tindakannya
0,023
Negatif 30 20 39 89 juga akan baik, karena dipengaruhi oleh beberapa
Total 32 22 46 100
faktor dan dukungan sebelum bertindak.

Hasil tabulasi silang pada tabel 4 menunjukkan Perilaku adalah semua aktivitas atau kegiatan

hampir setengah jumlah responden dengan seseorang, baik yang dapat diamati (observable)

pengetahuan kurang ternyata berhubungan dan maupun yang tidak dapat diamati (unobservable),

mempengaruhi sebagian besar perilaku masyarakat yang berkaitan dengan pemeliharaan dan

yang negatif terhadap penyakit kaki gajah (Filariasis) peningkatan kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini

di wilayah kerja Puskesmas Mananga Kecamatan mencakup mencegah atau melindungi diri dari

Mamboro. penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan


kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit
Tabel 5. Hasil Uji Rank Spearman
atau terkena masalah kesehatan. Menurut Arini
Perilaku Status Gizi
Masyarakat r Hitung = -0,227 (2012) bahwa sebagian besar pengetahuan manusia
ρ value = 0,023 (ρ value < 0,05) diperoleh melalui mata dan telinga. Proses
n = 100
terbentuknya keterampilan seseorang untuk
Hasil uji korelasi Rank Spearman didapatkan nilai bertindak perilaku baru terutama pada orang dewasa
rhitung = -0,227 dengan ρ value = 0,023 (ρ < 0,05) dimulai dari aspek kognitif, obyek sehingga
artinya artinya terdapat hubungan pengetahuan menimbulkan pengetahuan baru pada subjek yang
dengan perilaku masyarakat terhadap penyakit kaki selajutnya akan menimbulkan respon lebih jauh lagi
gajah (Filasriasis), dan besar hubungan yang negatif berupa tindakan. Semakin cukup umur maka tingkat
artinya pengetahuan masyarakat tentang penyakit kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
kaki gajah (Filariasis) yang masih kurang juga matang dalam berpikir dan bekerja. Ibu yang
berhubungan dan mempengaruhi perilaku negatif berumur kurang dari 20 tahun masih belum matang
dari masyarakat agar menurun sehingga ada upaya dan belum siap secara jasmani dan sosial dalam
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat menghadapi kehamilan, persalinan, serta dalam
tentang penyakit kaki gajah (Filasriasis) di wilayah membina bayi dalam dilahirkan.
kerja Puskesmas Mananga Kabupaten Sumba Pengetahuan masyarakat tentang penyakit khususnya
Tengah. Filariasis kebanyakan masih kurang, masyarakat
menganggap penyakit kaki gajah tidak bisa
disembuhkan dan tidak mengetahui penyebabnya.

Media Husada Journal of Environmental Health Volume 2, Nomor 1, Juni 2022

124
Subhi, M. Joegijantoro, R. Pulupina, F.F (2022)

Tidak tahuan ini dikarenakan kurangnya KESIMPULAN


pengetahuan dan tidak adanya penyuluhan dari dinas Dari 100 responden, hampir setengah jumlah
terkait. Ketidaktahuan masyarakat tentang hal-hal responden memiliki pengetahuan yang kurang
yang mendasar dari penyakit Filariasis ini tentang penyakit kaki gajah (Filasriasis) (46%);
menyebabkan mereka tidak tahu cara mencegah sebagian besar jumlah responden memiliki perilaku
penularan penyakit ini. Sebagian besar responden yang negatif tentang penyakit kaki gajah (Filasriasis)
tidak mengetahui penyakit filariasis dapat dicegah, (89%), dan; terdapat hubungan yang bermakna antara
hal ini kemungkinan disebabkan masih kurangnya pengetahuan dengan perilaku masyarakat terhadap
penyuluhan yang dilaksanakan khususnya tentang penyakit kaki gajah (Filasriasis) dengan nilai ρ value
cara pencegahannya. Pengetahuan dapat merubah = 0,023. Dan nilai koefisien kolerasi r = -0,227 yang
faktor perilaku kesehatan seseorang. Pengetahuan menunjukkan arah kolerasi negatif dan terdapat
merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah hubungan negatif yang lemah antara pengetahuan
seseorang melakukan penginderaan terhadap objek dengan perilaku masyarakat tentang penyakit kaki
tertentu. Pengetahuan merupakan bagian yang gajah (Filasriasis).
penting untuk membentuk tindakan seseorang.
Pemberdayaan masyarakat sangat perlu dilakukan UCAPAN TERIMA KASIH
dengan menggali potensi yang ada di masyarakat dan Terimakasih kepada Puskesmas Mananga Kabupaten
upaya peningkatan pengetahuan dan sikap Sumba Tengah yang telah memberikan informasidan
masyarakat, sehingga dapat merubah kebiasaan- motivasi/dorongan pada keluarga pasien agar
kebiasaan masyarakat yang mendukung terjadinya semakin meningkatkan pengetahuan dan perilakunya
penularan Filariasis. Perilaku dapat memberikan terkait penyakit kaki gajah (Filariasis).
pengaruh yang sangat besar pada status kesehatan
masyarakat Perilaku merupakan segala sesuatu yang DAFTAR RUJUKAN

dikerjakan oleh seseorang yang dapat diamati baik Anonim. 2018. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku KBBI.web.id, diakses pada tanggal 14 Juni

seseorang terhadap sakit dan penyakit merupakan 2021, pukul 12.10 WIB.

respon seseorang baik secara pasif maupun aktif Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu

yang dilakukan sehubungan dengan penyakit Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

tersebut. Pengetahuan masyarakat yang cukup akan Arsin, A. Arsunan. 2016. Epidemiologi Filariasis di

penyakit Filariasis, dengan sendirinya akan Indonesia. Makasar. Masagena Press.

membentuk perilakunya untuk menghindari atau Astri, J. Novita dan Melati, Rini M. 2016. Perilaku

mencegah terjangkitnya maupun penularannya. Oleh Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan

karena itu perlunya diadakan sosialisasi secara terus Filariasis di Aceh Besar.

menerus tentang penyakit ini, agar masyarakat betul- Naskah Publikasi. Universitas Syiah Kuala Banda

betul paham bagaimana penyebabnya, cara Aceh.

pencegahannya serta pengobatannya. Azwar, S. 2011. Reliabilitas dan Validitas.


Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Media Husada Journal of Environmental Health Volume 2, Nomor 1, Juni 2022

125
Subhi, M. Joegijantoro, R. Pulupina, F.F (2022)

Azwar S. 2012. Metodologi Penelitian. Yogjakarta: Muhsin, Safarianti, & Maryatun. 2017. Peran Sel
Pustaka Pelajar. Granulosit Pada Penyakit Filariasis. Jurnal
Depkes RI, 2009. Mengenal Filariasis (Penyakit Kedokteran Syiah Kuala Volume 17 Nomor 1
Kaki Gajah), Ditjen P2 & PL Departemen April 2017.
Kesehatan RI, Jakarta. Nazir, Moh. 2013. Metode Penelitian. Jakarta:
Gilang R. Ahdy, M. 2016. Hubungan Pengetahuan Ghalia Indonesia.
dan Sikap Tentang Pencegahan Filariasis Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian
Dengan Praktek Minum Obat Dalam Program Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.
Pemberian Obat Masal Pencegahan (Pomp) Notoatmodjo S. 2012. Promosi Kesehatan dan
Filariasis Kelurahan Kuripan Kertoharjo Kota Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Pekalongan 2015. Skripsi. UNS. Notoatmodjo, S. 2014. Kesehatan Masyarakat: Ilmu
Inayati, Umi B dan Herlina, Santi. 2014. Hubungan dan Seni, Jakarta: Rineka Cipta.
Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Pramono, Mochamad Setyo., Maryani, Herti dan
Filariasis Dengan Pencegahan Penyakit Wulandar,i Sri Pingit. 2014. Analisis Kasus
Filariasis Di RW 05 Kelurahan Beji Timur Penyakit Filariasis Di Provinsi Nangroe Aceh
Kota Depok. Jurnal Keperawatan Widya Darussalam Dengan Pendekatan Metode Zero
Gantari Vol. 1 No. 1 / November 2014. Inflatedpoisson (Zip) Regression. Buletin
Iswara. 2011. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 17 No. 1
Kota Mataram: Cakranegara Barat. Januari 2014: 35–44.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Safar, Rosdiana. 2010. Parasitologi Kedokteran.
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 94 Edisi Khusus. Yrama Widya Bandung.
Tahun 2014 Tentang Penanggulangan Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif
Filariasis. Kementerian Kesehatan Republik Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Indonesia, Jakarta Sarwono, Sarlito W. 2014. Psikologi Remaja.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Situasi Filariasis Jakarta : CV Rajawali.
Di Indonesia Tahun 2015. Kementerian Sutanto, Inge. 2012. Parasitologi Kedokteran.
Kesehatan RI, Jakarta. Jakarta: Balai Penerbit UI.
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Profil Kesehatan Ujang, Siswoko. 2018. Hubungan Pengetahuan
Propinsi Nusa Tenggara Timur. Dengan Perilaku Masyarakat Tentang
Kementerian Kesehatan RI. 2020. Profil Kesehatan Pencegahan Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) di
Indonesia Tahun 2019. Jakarta. RT 02 RW 02 Dusun Krajan Desa Caluk
Lukluk, Zuyina. 2013. Psikologi Kesehatan. Kecamatan Slahung Kabupaten Ponorogo.
Yogyakarta; Mitra Cendikia. Skripsi (S1) Thesis. Universitas
Mubarak, Wahid Iqbal, 2016. Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Ponorogo.
Komunitas 2. Teori dan Aplikasi Dalam Veridiana, N. Nyoman dan Ningsi, S. Chadijah.
Praktik Dengan Pendekatan Asuhan 2015. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Keperawatan Komunitas, Gerontik dan Masyarakat Terhadap Filariasis di Kabupaten
Keluarga. Jakarta: Sagung Seto.

Media Husada Journal of Environmental Health Volume 2, Nomor 1, Juni 2022

126
Subhi, M. Joegijantoro, R. Pulupina, F.F (2022)

Mamuju Utara, Sulawesi Barat. Bul. Penelit. Zulkoni, A., 2011. Parasitologi. Yogyakarta: Nuha
Kesehat, Vol. 43, No. 1, Maret 2015 : 47-54. Medika.
Widoyono, 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi,
Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasan.
Semarang: Erlangga.

Media Husada Journal of Environmental Health Volume 2, Nomor 1, Juni 2022

127

Anda mungkin juga menyukai