PENDAHULUAN
Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah penyakit
menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui
gigitan berbagai spesies nyamuk. Di Indonesia, vektor penular filariasis hingga saat ini telah
diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan
Armigeres. Filariasis dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan
organ kelamin.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah mengacu pada rumusan masalah di atas
sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan filariasis.
2. Untuk mengetahui teori simpul terjadinya filariasis.
3. Untuk mengetahui mekanisme perjalanan penyakit filariasis.
4. Untuk mengetahui upaya pencegahan dan pengobatan filariasis.
1.4 Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini adalah agar masyarakat dapat mengetahui segala
sesuatu tentang filariasis, bagaimana teori simpul terjadinya filariasis, dan bagaimana upaya
pencegahan, pengobatan serta rehabilitasi filariasis. Dengan demikian, diharapkan
masyarakat ikut memberantas penyakit ini secara aktif sehingga tidak menjadi endemi di
masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
Filariasis adalah penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan oleh cacing
filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis)
dan jika tidak mendapat pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran
kaki, lengan, payudara, scrotum dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.
Akibatnya, penderita tidak dapat bekerja secara optimal, bahkan hidupnya tergantung kepada
orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara (Achmadi, 2001).
Penyebab penyakit kaki gajah adalah tiga jenis spesies cacing filaria yaitu Wucheria
bancrofti, Brugi malayi, dan Brugia timori. Cacing ini memiliki bentuk langsing ditemukan di
dalam sistem peredarah darah putih, otot, jaringan ikat atau rongga permukaan tulang
belakang. Cacing bentuk dewasa ditemukan pada pembuluh dan jaringan darah putih pasien.
W.bancrofti ditemukan umumnya pada malam hari (noktural) terutama di bagian selatan
dunia termasuk Indonesia, sedangnkan di daerah pasifik ditemukan siang dan malam (non-
periodik), sedangkan jenis malayi lebih timbul pada malam hari.
Angka kejadian filariasis meningkat sejalan dengan peningkatan usia, dan puncaknya
pada usia 20-30 tahun, lebih tinggi pada laki-laki. Di Indonesia hingga saat ini telah diketahui
ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes, dan Armigeres yang
dapat berperan sebagai vektor penular penyakit kaki gajah.
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah apabila orang tersebut
digigit nyamuk yang infektif, yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3).
Nyamuk tersebut mendapat cacing filaria kecil (mikrofilaria) sewaktu menghisap darah
penderita yang mengandung mikrofilaria atau binatang reservoir yang mengandung
mikrofilaria.
Sumber penyakit adalah titik mengeluarkan atau mengemisikan agent penyakit. Agent
penyakit adalah komponen lingkungan yang dapat menimbulkan gangguan penyakit melalui
kontak secara langsung atau melalui media perantara (yang juga komponen lingkungan).
Penyakit filariasis adalah penyakit menular oleh karena itu sumber penyakit filariasis ini
adalah penderita penyakit menular itu sendiri dan parasit nematoda jaringan.
Teori simpul 1 disebut juga dengan Sumber Penyakit. Simpul 1 pada penyakit
menular umumnya adalah penderita itu sendiri. Pada penyakit filariasis, sumber penyakit
adalah penderita filariasis dan parasit nematoda jaringan.
Penyebaran penyakit filariasis melalui nyamuk Anopheles sp, Aedes aegypti, dan
Culex yang menggigit penderita penyakit filariasis, kemudian nyamuk tersebut memindahkan
penyakit filariasis ke orang sehat melalui gigitan nyamuk tersebut. Proses penularan filariasis
dapat terjadi bila ada tiga unsur yaitu:
1. Adanya sumber penularan yakni manusia atau hospes reservoir yang mengandung
mikrofilaria dalam darahnya.
a. Manusia
Pada dasarnya setiap orang dapat tertular filariasis apabila digigit oleh nyamuk
infektif (mengandung larva stadium 3). Nyamuk infektif mendapat mikrofilaria dari
pengedap baik pengidap dengan gejala klinis maupun pengidap yang tidak
menunjukkan gejala klinis. Pada daerah endemis filariasis tidak semua orang
terinfeksi filariasis dan tidak semua orang yang terinfeksi filariasis menunjukkan
gejala klinis. Seseorang yang terinfeksi filariasis tetapi belum menunjukkan gejala
klinis biasanya sudah terjadi perubahan-perubahan patologis didalam tubuhnya.
b.Hewan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan :
3.2 Saran
Perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang habitat dan kebiasaan nyamuk, serta
cara-cara pengendalian vektor yang dapat dilakukan masyarakat, seperti kebersihan rumah
dan lingkungan sekitar serta upaya pengelolaan lingkungan alam rangka pencegahan
penularan penyakit filaria. Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius mencegah
kasus filariasis karena penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik
sehingga akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U. F. 2001. Analisis Kecendrungan Kesehatan Lingkungan Pada Repelita VII dan Era
Achmadi, U. F. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit Universitas Indonesia (UI
Press). Jakarta
Anies. 2006. Manajemen Berbasis Lingkungan Solusi Mencegah dan Menanggulangi Penyakit
Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat. 2006. Laporan Kajian Kebijakan Penanggulangan