BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia merupakan wilayah yang mempunyai iklim tropis. Di daerah iklim tropis,
kemungkinan terjadinya penyakit filariasis atau kaki gajah lebih besar daripada didaerah yang
beriklim sedang maupun dingin. Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu
penyakit yang dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Filariasis
(penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasi yaitu penyakit menular dan menahun
yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan berbagai spesies
nyamuk. Di Indonesia, vektor penular filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies
nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Filariasis dapat
menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan organ kelamin
Filariasis merupakan kelompok penyakit pada manusia maupun hewan yang disebabkan oleh
infeksi parasit Nematoda, ordo filaridae yang biasa disebut filariae. Penyakit ini baru
menimbulkan gejala setelah terpapar selama beberapa tahun, oleh sebab itu pada anak-anak
jarang mengalami filariasis klinis yang bermakna.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit filariasis
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit filariasis
3. Untuk mengetahui morfologi penyakit filariasis
4. Untuk mengetahui gejala dari penyakit filariasis
5. Untuk mengetahui diagnosa penyakit filariasis
6. Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan penyakit filariasis
BAB II
ISI
Morfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan letak bagian luar tubuh suatu organisme
hidup. Berikut ini adalah morfologi penyakit filariasis.
• Larva stadium 1 panjangnya kurang lebih 147 mikron, bentuknya seperti sosis, ekornya
panjang dan lancip.
• Larva stadium 2 panjangnya kurang lebih 450 mikron, bentuknya lebih gemuk dan lebih
panjang daripada bentuk stadium 1, ekornya pendek seperti kerucut.
• Larva stadium 3 panjangnya kurang lebih 1200 mikron, bentuknya langsing, pada ekornya
terdapat 3 buah papil.
• Mikrofilaria panjangnya kurang lebih 250 mikron, besarung pucat (pewarnaan hematoxilin),
lekuk badan halus, panjang ruang kepala sama dengan lebarnya, inti halus dan teratur, tidak ada
inti tambahan.
• Cacing dewasa (mikrofilaria) halus seperti benang, warna putih kekuningan.
• Cacing jantan panjangnya kurang lebih 40 mm ekornya melingkar, mempunyai 2 spikula.
• Cacing betina panjangnya 65 - 100 mm, ekor lurus berujung tumpul.
2. Pencegahan
Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak
dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi dengan kasa
nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk,
menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna gelap
karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan Albendazol) secara
berkala pada kelompok beresiko tinggi terutama di daerah endemis. Dari semua cara diatas,
pencegahan yang paling efektif tentu saja dengan memberantas nyamuk itu sendiri dengan cara
3M.
Filariasis hanya dapat tersebar melalui vektor yang terinfeksi larva infektif. Pencegahan untuk
mengurangi kontak antara manusia dan vektor serta menurunkan jumlah infeksi dengan
mengadakan pencegahan pada hospes (manusia).
3. Rehabilitasi
Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun, kondisi mereka
tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang membesar tidak bisa
kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan
dengan jalan operasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah yang telah kami buat dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya yaitu:
1. Filariasis adalah penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di wilayah tropika
seluruh dunia. Penyebabnya adalah edema, infeksi oleh sekelompok cacing nematoda parasit
yang tergabung dalam superfamilia Filarioidea.
2. Penyakit kaki gajah (filariasis) ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikroskopis
darah.
3. lariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak dengan
vektor)
4. Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis dengan
menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh mikrofilaria dan
cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang.
B. Saran
Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis karena penyakit
ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan menjadi beban keluarga,
masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus filariasis ini pula, diharapkan Indonesia
mampu mewujudkan program Indonesia Sehat Tahun 2010.
Diposkan oleh chayyooooooo....!! di Jumat, Oktober 28, 2011
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: tugas quw
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah
penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang
filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus
dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Kasus
penderita filariasis khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis
Indonesia pada tahun 1877, setelah itu tidak muncul dan sekarang belum diketahui
Indonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat
sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang.
Masyarakat juga harus ikut memberantas penyakit ini secara aktif. Dengan
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat ditarik suatu rumusan masalah antara lain
sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan filariasis?
vBAB II
PEMBAHASAN
Wuchereria bancrofti atau disebut juga Cacing Filaria adalah kelas dari
Nemathelminthes. Bentuk cacing ini gilig memanjang, seperti benang maka disebut
dari genus wuchereria dan brugia. Di Indonesia cacing yang dikenal sebagai
penyebab penyakit tersebut adalah wuchereria bancrofti, brugia malayi, dan brugia
timori.
Klasifikasi ilmiah
Kingdom: Animalia
Classis: Secernentea
Ordo: Spirurida
Upordo: Spirurina
Family: Onchocercidae
Genus: Wuchereria
2. Makrofilaria yang betina memiliki panjang kurang lebih 65 – 100 mm, ekornya
berujung tumpul, untuk makrofilarial yang jantan memiliki panjang kurang lebih 40
mm, ekor melingkar. Sedangkan mikrofilaria berukuran panjang kurang lebih 250
Sedangkan pada malam hari mikrofilaria terdapat di dalam pembuluh darah tepi,
dan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler alat-alat dalam, misalnya: paru-
1. Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector
2. Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes) kurang
lebih 7 bulan.
Siklus hidup cacing filaria dapat terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk
tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang terserang filariasis, sehingga
mikrofilaria yang terdapat ditubuh penderita ikut terhisap kedalam tubuh nyamuk.
(toraks). Bentuk mikrofilaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam
waktu kurang lebih satu minggu larva ini berganti kulit, tumbuh menjadi lebih
gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan
seterusnya larva berganti kulit untuk kedua kalinya, sehingga tumbuh menjadi lebih
panjang dan kurus, ini adalah larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat
mikrofilaria yang sudah berbentuk larva infektif (larva stadium III) secara aktif ikut
masuk kedalam tubuh manusia (hospes). Bersama-sama dengan aliran darah dalam
tubuh manusia, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe.
Didalam pembuluh limfe larva mengalami dua kali pergantian kulit dan tumbuh
menjadi cacing dewasa yang sering disebut larva stadium IV dan larva stadium V.
Cacing filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe, sehingga akan
menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan. Siklus hidup pada
tubuh nyamuk terjadi apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah
penderita ikut terhisap ke dalam tubuh nyamuk. Cacing yang diisap nyamuk tidak
Makhluk mini itu berkembang dalam otot nyamuk. Sekitar 3 minggu, pada stadium
3, larva mulai bergerak aktif dan berpindah ke alat tusuk nyamuk.Nyamuk pembawa
infektif tersebut. Bersama aliran darah, larva keluar dari pembuluh kapiler dan
pada siang hari dia berada didalam kapiler alat-alat dalam seperti pada paru-paru,
cacing menyumbat pembuluh limfe dan menghalangi cairan limfe sehingga terjadi
cairan limfe dari bawah tubuh tidak bisa mengalir sehingga kaki membesar. Dapat
kemudian akan menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang disebut
berpindah ke peredaran darah kecil di bawah kulit. Jika pada waktu itu ada nyamuk
yang menggigit, maka larva tersebut dapat menembus dinding usus nyamuk lalu
larva ini akan masuk ke alat penusuk. Jika nyamuk itu menggigit orang, maka orang
yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.
bermula dari inflamasi saluran limfe akibat dilalui cacing filaria dewasa
(makrofilaria). Cacing dewasa yang tak tahu diri ini melalui saluran limfe aferen atau
dilaluinya. Dilatasi ini mengakibatkan banyaknya cairan plasma yang terisi dari
serta makrofag di dalam dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi. Nah, infiltrasi
dan perubahan statis-kronis dengan edema pada kulit di atas pembuluh tersebut
Jadi, jelaslah bahwa biang keladi edema pada filariasis ialah cacing dewasa
(Makrofilaria) yang merusak pembuluh limfe serta mekanisme inflamasi dari tubuh
inflamasi ini juga diduga sebagai penyebab granuloma dan proliferatif yang
mengakibatkan obstruksi limfe secara total. Ketika cacing masih hidup, pembuluh
limfe akan tetap paten, namun ketika cacing sudah mati akan terjadi reaksi yang
memicu timbulnya granuloma dan fibrosis sekitar limfe. Kemudian akan terjadi
kolateral (seperti pembuluh darah), namun akan terjadi malfungsi drainase limfe di
daerah tersebut.
D. Gejala Klinik
Apabila seseorang terserang filariasis, maka gejala yang tampak antara lain:
2. Pembengkakan kelenjar limfe (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak
limfe yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal
3. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak
kronis yaitu
dan titer antibody antifilaria yang tinggi. Microfilaria mungkin ditemukan di cairan
limphatik. Tes serologi telah tersedia tetapi tidak dapat diandalkan sepenuhnya.
laboratorium:
1. Deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria di dalam darah, cairan hirokel atau
cairan chyluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal, teknik konsentrasi Knott dan
membran filtrasi.
2. Pengambilan darah dilakukan pada malam hari mengingat periodisitas
kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai pada saluran dan kelenjar limpah
3. Diferensiasi spesies dan stadium filarial, yaitu dengan menggunakan pelacak DNA
yang spesies spesifik dan antibody monoclonal untuk mengidentifikasi larva filarial
dalam cairan tubuh dan dalam tubuh nyamuk vektor sehingga dapat membedakan
antara larva filarial yang menginfeksi manusia dengan yang menginfeksi hewan.
sewaktu tidur, menutup ventilasi dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk,
mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang
menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna gelap karena dapat menarik
nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan Albendazol) secara berkala
pada kelompok beresiko tinggi terutama di daerah endemis. Dari semua cara
diatas, pencegahan yang paling efektif tentu saja dengan memberantas nyamuk itu
endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat
panjang. Hingga saat ini, DEC adalah satu-satunya obat yang efektif, aman, dan
akibatBrugia malayi dan Brugia timori, dosis yang dianjurkan 5 mg/kg berat
badan/hari selama 10 hari. Efek samping dari DEC ini adalah demam, menggigil,
sakit kepala, mual hingga muntah. Pada pengobatan filariasis yang disebabkan
oleh Brugiamalayi dan Brugia timori, efek samping yang ditimbulkan lebih berat.
dilakukan dalam waktu yang lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat juga
dilakukan dengan dosis tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun
Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik
nematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping
yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC. Terapi suportif berupa pemijatan
juga dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan antibiotika, khususnya pada
kasus yang kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga dilakukan pembedahan.
Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun,
kondisi mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian
tubuh yang membesar tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam
sistem limfe dan ditularkan oleh nyamuk. Bersifat menahun dan menimbulkan cacat
menetap. Gejala klinis berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar
limfe, pembesaran tungkai, buah dada, dan skrotum. Dapat didiagnosis dengan
cara deteksi parasit dan pemeriksaan USG pada skrotum.
2. Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif
tubuh manusia, larva memasuki sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa.
limfe. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe, tungkai, dan alat kelamin.
B. Saran
karena penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga
akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus
filariasis ini pula, diharapkan Indonesia mampu mewujudkan program Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
Filariasis adalah kelompok penyakit yang mengenai manusia dan binatang yang disebabkan oleh
parasit kelompok nematode yang disebut filaridae, umumnya disebut filaria. Parasit filarial
terklasifikasikan berdasarkan habitat cacing dewasa dalam “vertebral host” Kelompok kutaneus
termasuk Loa loa, Onchocerca volvulus, dan Mansonella streptocerca. Kelompok limfatik
termasuk Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Kelompok kavitas tubuh
termasuk Mansonella perstans dan Mansonella ozzardi.
Filariasis limfatik mengenai lebih dari 90 juta orang di seluruh dunia dan ditemukan di daerah
tropik dan subtropik. Sedikitnya 21 juta orang terinfeksi oleh O volvulus di seperempat bagian
Afrika dan berpusat di Amerika Tengah dan Selatan. Sekitar 3 juta orang di Afrika Tengah
terinfeksi dengan L loa. Pada tahun 1997, the World Health Organization (WHO) mencanangkan
program secara global untuk mengeliminasi filariasis limfatik sebagai masalah kesehatan umum
Penyakit filarial jarang menjadi fatal, tetapi konsekuensi dari infeksi dapat menyebabkan
persoalan perseorangan dan sosial ekonomi yang cukup signifikan bagi mereka yang terkena.
WHO telah mengidentifikasikan filariasis limfatik sebagai penyebab kedua dari kecacatan yang
lama dan permanen di dunia setelah lepra. Angka kejadian filariasis pada manusia utamanya
akibat dari respon hospes terhadap microfilaria atau cacing dewasa di bagian tubuh yang
berbeda.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur dan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin laki-
laki maupun perempuan. Selain itu penyakit filariasis ini dapat ditemukan pada semua ras, tidak
ada predileksi ras tertentu.
Sampai saat ini Filariasis masih merupakan problem kesehatan di Indonesia, distribusi infeksinya
luas tetapi prevalensi dan intensitas infeksi berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain, bahkan
di beberapa daerah merupakan endemis.
Di daerah endemis biasanya banyak terdapat tempat berkembang biaknya nyamuk yang
berdekatan dengan habitat manusia, sehingga manusia dapat berulang kali digigit oleh nyamuk
dan infeksi terjadi secara bertahap, namun demukian tidak berarti dapat selalu menyebabkan
gejala klinik.
Faktor yang terpenting dalam penularan adalah densitas populasi nyamuk dan jumlah
mikrofilaria dalam darah, sehinnga di daerah hipoendemis, nyamuk sangat sedikit membawa
larva infektif dengan sendirinya penularan filaria sangat berkurang.
Siklus Hidup
Parasit filaria adalah suatu nematoda yang berbentuk panjang seperti benang yang hidup di
dalam jaringan untuk waktu yang lama dan secara teratur menghasilkan mikrofilaria. Manifestasi
klinis biasanya terjadi bertahun-tahun setelah terinfeksi, sehingga penyakit ini jarang ditemukan
pada anak. Mikrofilaria adalah larva imatur yang ditemukan di darah atau kulit dan mencapai
tingkat infektif di dalam tubuh nyamuk. Meskipun diketahui lebih dari 200 spesies parasit
filarial, hanya sedikit yang menginfeksi manusia.
Dari parasit filarial yang diketahui pada manusia, empat diantaranya yaitu Wuchereria bancrofti,
Brugia malayi, Brugia timori, dan Onchocerca volvulus, merupakan penyebab infeksi yang
paling sering dan menimbulkan gejala sisa patologis. Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi
hidup didaerah tropis seperti Indonesia, sedangkan Onchocerca volvulus hidup di Afrika
Semua parasit filarial yang hidup dalam tubuh manusia mempunyai siklus hidup yang sama yaitu
5 tingkat perkembangan larva, tiga pada hospes perantara yaitu nyamuk dan dua pada manusia.
Masing –masing tingkat perkembangan ditandai dengan adanya pertumbuhan dan pertukaran
kulit. Cacing betina dewasa dapat menghasilkan 50.000 mikrofilaria setiap hari. Apabila
mikrofilaria termakan oleh nyamuk yang cocok, mereka dengan cepat mencapai sel akan
menembus dinding lambung nyamuk dan berpindah melalui jaringan sehingga yang cocok untuk
perkembangannya. Seperti larva W. bancrofti, hanya akan berkembang pada otot dada nyamuk.
Dalam waktu 12 hari, terbentuk mikrofilaria yang halus dengan panjang 250 m, kemudian
berubah menjadi larva tingkat tiga yang infektif dengan panjang 1500 m. Pada saat ini nyamuk
menjadi infektif dan bila menggigit manusia, larva yang infeksius secara aktif akan menembus
kulit ditempat gigitan dan dengan cepat akan sampai ke saluran limfe, dalam beberapa bulan
akan mengalami dua kali penggantian kulit sebelum menjadi dewasa.
Hal ini berbeda dengan malaria, sporozoit masuk kedalam tubuh manusia secara pasif yaitu
sewaktu nyamuk menggigit manusia, sporozoit disemprotkan bersama ludah nyamuk ke dalam
pembuluh darah. Tidak ada multiplikasi cacing filarial pada manusia, sehingga banyaknya cacing
dan beratnya infeksi secara proporsional bergantung kepada banyaknya larva yang infektif,
Keadaan ini biasanya terjadi dalam waktu yang lama. Jadi kronisitas dan komplikasi
elephantiasis pada lymphatic filariasis dan kebutaan pada onchocerciasis hanya terlihat pada
orang yang tinggal di daerah endemic dalam waktu yang lama.
Pada kesempatan kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai filariasis, terutama yang banyak
menginfeksi manusia seperti kelompok filariasis limfatik termasuk Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi, dan Brugia timori, dan kelompok filariasis kutaneus termasuk Loa loa dan Onchocerca
volvulus.
BAB II
FILARIASIS LIMFATIK
A. Filariasis Bancrofti, Wuchereriasis, Elephantiasis
Filariasis bancrofti adalah infeksi yang disebakan oleh Wechereria bancrofti. Cacing dewasa
hidup di dalam kelenjar dan saluran limfe, sedangkan mikrofilaria ditemukan di dalam darah.
Secara klinis, infeksi bias terjadi tanpa gejala atau manifestasinya berupa peradangan dan
sumbatan saluran limfe. Manusia merupakan satu-satunya hospes yang diketahui. Wuchereria
bancrofti akan mencapai kematangan seksual dikelenjar dan saluran limfe. Cacing dewasa
berwarna putih, kecil seperti benang. Cacing jantan berukran 40 mm x 0,2 mm, sedangkan
cacing betina berukuran dua kali cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0.2-0.3 mm.
Epidemiologi
W. bancrofti terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Dilaporkan bahwa penyakit ini
telah menyerang lebih dari 1 juta orang pada lebih dari 80 negara. Diperkirakan bahwa 250 juta
orang di dunia telah terinfeksi dengan parasit ini, terutama di Asia Selatan dan sub-Sahara
Afrika. Di Asia, parasit ini endemik di daerah rural dan urban seperti India, Srilanka dan
Myanmar; ditemukan sedikit di daerah pedesaan di Thailand dan Vietnam. Di daerah endemik
sekitar 10-50% laki-laki dan 10% wanita terinfeksi oleh penyakit ini.
Di Indonesia, penyakit ini ditemukan dengan prevalensi rendadi Sumatra, Kalimantan, Sulawesi
dan Lombok. Nyamuk Anopheles dan Culex merupakan vector yang menggigit pada malam
hari untuk tipe W. bracofti periodic nokturna, sedangkan galur yang subperiodik ditukarkan oleh
nyamuk Aedes yang menggigit pada siang hari. Di daerah endemic, pemaparan dimulai pada
masa anak – anak, angka mikrofilaria meningkat bersama dengan meningkatnya umur, meskipun
infeksi tidak disertai dengan gejala klinis yang nyata.
Siklus Hidup
Larva yang infektif (larva tingkat tiga) dilepaskan melalui proboscis (labela) nyamuk sewaktu
menggigit manusia. Larva kemudian bermigrasi dalam saluran limfe dan kelenjar limfe
kemudian mereka akan tumbuh menjadi dewasa betina dan jantan. Mikrofilaria pertama sekali
ditemukan didaerah perifer 6 bulan – 1 tahun setelah infeksi, dan jika tidak terjadi reinfeksi,
mikrofilaria ini dapat bertahan 5 – 10 tahun. Penjamu perantara mendapatkan infeksi dengan
menghisap darah yang mengandung mikrofilaria. Mikrofilaria akan melepaskan sarungnya
didalam lambung nyamuk. Larva akan bermigrasi ke otot – otot dada dan berkembang menjadi
larva yang infektif dalam waktu 10 – 14 hari
Cacing dewasa dalam s
aluran limfe
Larva bermigrasi ke limfatik Yang betina mangeluarkan
Gambar 2.2. Elephantiasis pada tungkai bawah seorang pria akibat infeksi Wuchereria bancrofti
Gambar 2.3. Hydrocele bilateral, pembesaran testis dan limfadenopati inguinal pada seorang pria
yang terinfeksi Wuchereria bancrofti dengan mikrofilaremik
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis dengan eosinofilia sampai 10-30%. Cacing
filaria dapat ditemukan dengan pengambilan darah tebal atau tipis pada waktu malam hari antara
jam 10 malam sampai 2 pagi yang dipulas dengan pewarnaan Giems atau Wright.
Gambar 2.4. Mikrofilaria dari Wuchereria bancrofti pada pemeriksaan darah perifer
Diagnosa
Diagnosa filariasis didasarkan atas anamnesis yang berhubungan dengan nyamuk di daerah
endemik, disertai dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan darah pada waktu malam hari.
Biopsi kelenjar dilakukan bila mikrofilaria tidak ditemukan di dalam darah, hal tersebut hanya
dilakukan pada kelenjar limfe ekstrimitas, dan di sini mungkin akan ditemukan cacing dewasa.
Biopsi ini dapat pula menimbulkan gangguan drainase saluran limfe. Suntikan intradermal
dengan antigen filaria, reaksi ikatan komlemen, hemaglutinasi dan flokulasi penting untuk
diagnosis bila mikrofilaria tidak dapat ditemukan dalam darah.
Dengan pemeriksaan antigen filaria dapat ditemukan adanya antigen filarial di dalam darah
perifer, dengan atau tanpa mikrofilaria. Pemeriksaan ini sekarang dipertimbangkan sebagai
diagnosis yang paten infeksi filarial dan dipakai untuk memonitor efektivitas pengobatan.
Jika dicurigai filariasis limfatik, urine harus diperiksa secara macroskopis untuk menemukan
adanya chyluria. Pada pemeriksaan Immunoglobulin serum, kadar IgE serum yang meningkat
ditemukan pada pasien dengan penyakit filaria aktif.
Tes provokasi DEC bermanfaat untuk menemukan adanya mikrofilaria pada darah tepi yang
diambil pada waktu siang hari, dimana sebenarnya mikrofilaria bersifat nokturnal. Diberikan
DEC 2 mg/kgBB dan darah diambil 45-50 menit setelah pemberian obat.
Selain itu dapat pula dilakukan penghitungan jumlah mikrofilaria. Mikrofilaria dihitung dengan
mengambil 0,25 ml darah yang diencerkan dengan asetat 3% sampai menjadi 0,5 cc dan dilihat
dibawah mikroskop dengan menggunakan Sedgwick Refler counting Cell, dimana didapatkan :
- Densitas tinggi : 50mf/ml darah
- Densitas rendah : 1-49mf/ml darah
- Densitas sangat rendah : 1-10 mf/ml darah
Pemeriksaan limfografi dengan gambaran adanya obstruksi, atresia atau dilatasi disertai bentuk
saluran yang berliku-liku dan adanya aliran balik ke kulit dapat membantu diagnosis penyakit
ini.
Diagnosa Banding
Infeksi bakteri, tromboflebitis atau trauma dapat mengacaukan Filarial Adeno limfadenitis Akut,
Tuberkolosis, Lepra, Sarkoidosis dan penyakit sistemik granulomatous lainnya seringkali
dikacaukan dengan filariasis
Pengobatan
Perawatan umum :
Istirahat di tempat tidur, pindah tempat ke daerah dingin akan mengurangi derajat serangan
akut.
Antibiotik dapat diberikan untuk infeksi sekunder dan abses
Pengikatan di daerah pembendungan akan mengurangi edema
Pengobatan Spesifik
Penggunaan obat antifilarial pada penangan limfadenitis akut dan limfangitis masih
kontroversial. Tidak ada penelitian lebih lanjut yang menunjukkan pemberian dietilkarbamazin
(DEC), suatu derivat piperazin. Dietilkarbamazin (Hetrazan, Banoside, Notezine, Filarizan)
dapat berguna untuk terapi limfangitis akut. Dietilkarbamazin dapat diberikan pada
mikrofilaremik yang asimptomatik untuk mengurangi jumlah parasit di dalam darah. Obat ini
juga dapat membunuh cacing dewasa. Dosis pemberian dietilkarbamazin ditingkatkan secara
bertahap.
Anak-anak :
1 mg/KgBB P.O. dosis tunggal untuk hari I
1 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari II
1-2 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari III
6 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari IV-XIV
Dewasa :
50 mg P.O. dosis tunggal hari I
50 mg P.O. 3x/hari pada hari II
100mg P.O. 3x/hari pada hari III
6 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari IV-XIV
Pada penderita yang tidak ditemukan mikrofilaria di dalam darah diberikan dosis 6 mg/KgBB
3x/hari langsung pada hari I. Wuchereria bancrofti lebih sensitif daripada Brugia malayi pada
pemberian terapi dietilkarbamazin.
Efek samping seperti demam, nyeri kepala, mialgia, muntah, lemah dan asma, biasanya
disebabkan oleh karena destruksi mikrofilaria dan kadang-kadang oleh cacing dewasa, terutama
pada infeksi berat. Gejala ini berkembang dalam 2 hari pertama, kadang – kadang dalam 12 jam
setelah pemberian obat dan bertahan 3 – 4 hari. Pernah dilaporkan terjadinya abses di scrotum
dan sela paha setelah pengobatan, diperkirakan sebagai reaksi matinya cacing. Dietilkarbamaasin
tidak dianjurkan pada perempuan hamil.
Obat lain yang juga aktif terhadap mikrofilaria adalah ivermectin ( Mectizan ) dan albendazol.
Ivermectin hanya membunuh mikrofilaria, tetapi dapat di berikan dengan dosis tunggal 400 g /
kgBB. Bila ivermectin dosis tunggal digabung dengan DEC, menyebabkan hilangnya
mikrofilaria lebih cepat. Akhir – akhir ini diketahui bahwa albendazol 400 mg dosis tunggal
lebih efektif daripada ivermectin.
Dapat juga diberikan Furapyrimidone yang mempunyai efek yang sama dengan DEC dalam hal
mikrofilarisidal. Dosis yang dianjurkan untuk Brugia malayi adlah 15-20 mg/kgBB/hari selama 6
hari. Sedangkan untuk Wuchereria banrofti 20 mg/kgBB/hari selama 7 hari. Efek samping
ringan hanya berupa iritasi gastrointestinal dan panas.
Pengobatan Pembedahan
Pembedahan untuk melenyapkan elephantiasis skrotum, vulva dan mammae mudah dilakukan
dengan hasil yang memuaskan. Perbaikan tungkai yang membesar dengan anastomosis antara
saluran limfe yang letaknya dalam dengan yang perifer tidak terlalu memuaskan.
Prognosis
Prognosis penyakit ini tergantung dari jumlah cacing dewasa dan mikrofilaria dalam tubuh
penderita, potensi cacing untuk berkembang biak, kesempatan untuk infeksi ulang dan aktivitas
RES.
Pada kasus-kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien pindah dari daerah
endemik. Pengawasan daerah endemik tersebut dapat dilakukan dengan pemberian obat, serta
pemberantasan vektornya. Pada kasus-kasus lanjut terutama dengan edema pada tungkai,
prognosis lebih buruk.
Pencegahan
WHO telah merencanakan eradikasi filariasis didunia pada 10 tahun mendatang. Pengobatan
masal pada populasi yang menderita filariasis dengan DEC atau pengulangan ivermectin sekali
pertahun, secara nyata mereduksi mikrofilaremia. Secara teoritis pengobatan sekali setahun
efektif bila diberikan minimal 5 tahun.
DEC tidak bersifat toksik oleh karena itu dapat ditambahkan ke dalam garam atau bahan
makanan lainnya. Keberhasilan tergantung dari kerja sama yang baik, sosioekonomi dan
kebiasaan. Dosis yang dianjurkan adalah 6 mg/kgBB/bulan selama 12 bulan. Sedangkan pada
penduduk yang idak kooperatif diberikan 6 mg/kgBB/minggu dengan total dosis 36 mg/kgBB.
B. Filariasis Malayi
Penyebab Filariasis Malayi adalah filaria Brugia malayi. Cacing dewasa jenis ini memiliki
ukuran panjang 13-33 mm dengan diaameter 70-80 mikrometer. Sedangkan cacing betinanya
berukuran panjang 43-55 mm dan berdiameter 130-170 mikrometer.
Epidemiologi
Penyebaran geografis parasit ini luas meliputi Srilangka, Indonesia, Filipina, India Selatan, Asia,
Tiongkok, Korea dan sebagian kecil Jepang.
Didaerah penyebarannya terdapat di daerah dataran sesuai dengan tempat hidup nyamuk
Mansonia. Nyamuk terdapat di daerah rendah dngan banyak kolam yang bertanaman pistia
(suatu tumbuhan air).
Penyakit ini terdapat di luar kota bila vektornya adalah Mansonia, dan bila vektornya Anopheles
maka terdapat di daerah kota dan sekitarnya.
Lingkaran Hidup
Manusia merupakan hopes definitif. Periodisitas nokturnal mikrofilaria yang bersarung dan
berbentuk khas ini, tidak senyata periodisitas W. Bancrofti. Sebagai hospes perantara adalah
Mansonia, Anopheles dan Amigeres. Dalam tubuh nyamuk, mikrofilaria tumbuh menjadi larva
infektif dalam waktu 6-12 hari.
Patogenesis dan Gejala Klinik
Gejala klinik dari Brugia malayi, Brugia timori, Wuchereria bancrofti adalah sama. Manifestasi
dari infeksi akut adalah limfadenitis rekuren dan limfangitis. Pada filariasis kronik terjadi terjadi
obstruksi limfatik yang menyebabkan hidrokel dan elefantiasis.
Brugia malayi berbeda dengan Wuchereria bancrofti dalam hal pasien dengan gejala filariasis
yaitu mempunyai jumlah mikrofilaria yang lebih tinggi dibandingkan pasien yang tidak
menunjukkan gejala. Di Malaysia dengan perbandingan samapai 5 kali. Filariasis Malayi khas
dengan adanya limfadenopati superfisial dan eosinofilia yang tinggi (7-70%)
Diagnosis
Diagnosis dilakukan dengan memeriksa adanya mikrofilaria di dalam darah dengan tetesan darah
tebal atau tipis.
Pengobatan
Sama dengan pengobatan Wuchereria bancrofti. Pencegahan terhadap vektor ini dengan cara
memberantas vektor nyamuk tersebut dan menyingkirkan tanaman pistia. Stratiotes dengan
Fenoxoilen 30 gram merupakan obat murah dan memuaskan terhadap tumbuh-tumbuhan air ini.
C. Filariasis Timori
Penyebab penyakit ini adalah filaria tipe Brugia timori. Cacing jantan berukuran panjang 20 mm
dengan diameter 70-80 mikrometer. Sedangkan yang betina berukuran panjang 30 mm dengan
diameter 100 mikrometer. Filaria tipe ini terdapat di daerah Timor, pulau Rote, Flores dan
beberapa pulau sekitarnya.
Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan kelenjar limfe. Vektornya adalah Anopheles
barbirostis. Mikrofilarianya menyerupai mikrofilaria Brugia Malayi, yaitu lekuk badannya patah-
patah dan susunan intinya tidak teratur, perbedaannya terletak di dalam hal :
1. Panjang kepala sama dengan 3x lebar kepala
2. Ekornya mempunyai 2 inti tambahan, yang ukurannya lebih kecil daripada inti-inti
lainnya dan letaknya lebih berjauhan bila dibandingkan dengan letak inti tambahan
Brugia malayi.
3. Sarungnya tidak mengambil warna pulasan Giemsa
4. Ukurannya lebih panjang daripada mikrofilaria Brugia malayi. Mikrofilaria bersifat
periodik nokturnal.
Gejala klinis dan pengobatannya menyerupai Brugia malayi
Tropical Pulmonary Eosinophilia
Keberadaan dari mikrofilaria di dalam tubuh manusia dapat menyebabkan terjadinya tropical
pulmonary eosinophilia, yaitu suatu sindroma yang disebabkan mikrofilaria yang berada di
dalam paru-paru dan kelenjar limfe dengan gejala-gejala seperti paroxysmal nocturnal cough
dengan disertai sesak nafas, demam, penurunan berat badan dan lemas. Ronki dan rales
didapatkan pada auskultasi dinding dada. Pada pemeriksaan radiologi di dapatkan corakan
bronkovaskular yang bertambah. Episode yang berulang-ulang dapat menyebabkan fibrosis
interstitial dan gangguan pernafasan kronik. Hepatosplenomegali dan limfadenopati
generalisata sering ditemukan pada anak-anak.
Diagnosis ditegakkan melalui riwayat tinggal di daerah endemik, eosinophilia (>2000/µL),
gejala klinik yang khas, peningkatan serum IgE (>1000IU/Ml) dan peningkatan titer dari
antibodi antimikrofilarial. Walaupun mikrofilaria dapat ditemukan pada jaringan paru dan
kelenjar limfe, biopsi dari jaringan tidak dilakukan. Respon klinik terhadap pemberian
dietilkarbamazin (5mg/Kg/hari P.O.
BAB III
FILARIASIS KUTANEUS
A. Onchocerciasis
Penyebab penyakit ini adalah Onchocerca volvulus. Juga dikenal sebagai hanging groins, leopard
skin, river blindness, atau sowda. Gejala klinis akibat adanya microfilaria di kulit dan termasuk
pruritus, bengkak subkutaneous, lymphadenitis, dan kebutaan
Cacing dewasa berukuran panjang 10-42 mm dengan diameter 130-210 mikrometer. Sedangkan
cacing betina berukuran panjang 33,5-50 mm dengan diameter 270-400 mikrometer.
Cacing dewasa berada dalam nodulus di jaringan subkutis atau lebih dalam, biasanya timbul di
daerah pelvis, temporal dan daerah occipital. Mikrofilarianya dapat ditemukan didalam jaringan
subkutis, darah tepi, urine dan sputum.
Manson (1982) mengatakan bahwa vektor dari penyakit ini adalah sejenis lalat betina yang
disebut Black fly, yaitu golongan Simulium sp. Diduga Onchocerciasis kronis disebabkan oleh
reaksi hipersensitivitas terhadap antigen parasit, meningkatkan eosinophilia, dan mengakibatkan
serum immunoglobulin E (IgE) yang tinggi.
Manifestasi Klinik.
Trias gejala klinisnya berupa dermatitis, nodul kulit (yaitu onchocercomas), dan lesi okuler.
Lesi kulit termasuk edema, pruritus, eritema, papula, erupsi scablike, perubahan pigmen, dan
likenifikasi.
Nodul kulit biasanya diatas tulang prominens.
Lesi pada mata biasanya berkaitan dengan durasi dan beratnya infeksi dan disebabkan respon
imun hospes yang abnormal terhadap mikrofilariae. Pada mata ditemukan keratitis
punctate, pannus, fibrosis kornea, iridocyclitis, glaucoma, choroiditis, and atropi optik.
Gambar 3.1. Nodul Subkutaneus pada pinggul oleh karena infeksi Onchocerca volvulus
Gambar 3.2. Seorang pria yang buta karena mikrofilaria Onchocerca volvulus
Gambar 3.6. Angioedema menyebabkan pembengkakan wajah pada seorang wanita yang
terinfeksi Loa loa
Diagnosis penyakit oleh adanya “Calabar swelling”, yaitu, edema subkutaneus yang besar,
noneritematous. Kebanyakan mengelilingi persendian. Selain itu mikrofilaria Loa loa dapat
ditemukan dalam darah. Dengan pemeriksaan antigen filaria dapat ditemukan adanya antigen
filarial di dalam darah perifer, dengan atau tanpa mikrofilaria.
Loa loa meningoencephalopathy
Meningoencephalopathy adalah komplikasi infeksi yang berat dan sering fatal. Sindroma
biasanya berhubungan dengan pemberian diethylcarbamazine (DEC) pada seseorang dengan
densitas microfilaremia yang tinggi, tetapi hal ini mungkin terjadi tanpa terapi obat. DEC
menyeabkan influx microfilariae dalam jumlah besar ke dalam cairan cerebrospinal,
menyebabkan obstruksi kapiler, edema cerebral, hypoxia, dan koma. Granuloma necrotizing
yang terlokalisir juga muncul sebagai respon terhadap mikrofilaria.
C. Pengobatan
DEC dalam dosis tinggi direkomendasikan untuk pengobatan Loa loa mulai hari ke 4 sampai hari
21. Penggunaan kortikosteroid bersama-sama dengan DEC patut dipertimbangkan untuk
meminimalkan timbulnya manifestasi alergi akibat mikrofilaria, terutama yang disebabkan oleh
Onchocerca volvulus dan Loa loa. Untuk mencegah timbulnya efek samping, maka penggunaan
DEC dalam terapi Onchocerciasis dan Loaiasis harus dimulai dari 50 mg dan dinaikkan secara
bertahap.
Suramin (Germanin, Antrypol, Naganinum, Naganol) dapat pula digunakan sebagai terapi
Onchocerciasis. Namun WHO merekomendasikan agar Suramin tidak diberikan pada penderita
Onchocerciasis yang sudah tua dan lemah, pasien dengan gangguan ginjal dan hati yang berat,
anak-anak kurang dari 10 tahun, orang dengan kebutaan total dan pada wanita hamil.
Untuk Onchocerciasis, nodulektomi dengan anestesi lokal merupakan terapi yang sering
digunakan untuk mengurangi komplikasi pada kulit dan mata.
BAB IV
KESIMPULAN
Filariasis adalah kelompok penyakit yang mengenai manusia dan binatang yang disebabkan oleh
parasit kelompok nematode yang disebut filaridae., dimana cacing dewasanya hidup dalam
cairan san saluran limfe, jaringan ikat di bawah kulit dan dalam rongga badan. Cacing dewasa
betina mengeluarkan mikrofilaria yang dapat ditemukan dalam darah, hidrokel, kulit sesuai
dengan sefat masing-masing spesiesnya.
Penyakit filariasis banayak ditemukan di berbagai negara tropik dan subtropik, termasuk
Indonesia. Prevalensi tidak banyak berbeda menurut jenis kelamin, usia maupun ras.
Penyakit filariasis dapat disebabkan oleh berbagai macam spesies, sehingga gambaran klinisnya
spesifik untuk masing-masing spesies, misalnya bentuk limfatik biasnya digunakan sebagai tanda
bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia
timori, dimana parasit dapat menyumbat saluran limfe dengan manifestasi terbentuknya
elefantiasis, sedangkan Loa loa ditandai dengan calabar swelling. Onchocerca volvulus
menyebabkan kebutaan dan pruritus pada kulit.
Diagnosis penyakit ini dengan ditemukannya mikrofilaria dalam darah, sedangkan bila tidak
ditemukan mikrofilaria maka diagnosis dapat berdasarkan riwayat asal penderita, biopsi kelenjar
limfe, dan pemeriksaan serologis.
Prinsip terapi ialah dengan menggunakan kemoterapi untuk membunuh filaria dewasa dan
mikrofilarianya serta mengobati secara simpotomatik terhadap reaksi tubuh yang timbul akibat
cacing yang mati. Dapat juga dilakukan pembedahan.
Pencegahan penularan penyakit ini dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan seperti
DEC ataupun dengan mengontrol vektor.
Prognosa tergantung dari perjalanan penyakitnya, dimana pada kasus yang kronik memiliki
prognosa buruk.
DAFTAR PUSTAKA
Chaerudin P. Lubis, Syahril Pasaribu. Filariasis dalam Buku Ajar Penyakit Anak. Infeksi dan
Penyakit Tropis. Edisi Pertama. 2002. Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 435-441
Herdiman T. Pohan. Filariasis dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi III. 2004. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI. 525-529
T.H. Rampengan, I.R. Laurents. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. 1997. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 233-243
Nelson. Texbook of Pediatric edisi 17, hal 1161-1162
www.eMedicine.com
www.WHO.org 2005
SILAHKAN DINIKMATI, BUKAN BUATAN SENDIRI, HANYA ARSIP DARI SENIOR
0 komentar:
Poskan Komentar
Arsip Blog
▼ 2010 (84)
o ► Oktober (5)
Osteomielitis
Luka Bakar
Quality Of Life 2
Epidemiologi Bibir Sumbing
Alergi Susu Sapi Pada Anak
o ► Agustus (18)
Referat Benign Prostat Hypertrophy
Referat Cholelithiasis
Referat Polip Kantung Empedu
REFERAT HERNIA INGUINALIS
KARSINOMA COLORECTAL
REFERAT Penyakit Hirschsprung
Referat Appendicitis Acute
Demam Tifoid
Referat Ileus Mekanik et causa Adhesi
Referat Infeksi Luka Operasi
Perforasi Gastrointestinal
Referat Tumor Colorectal
Referat Antropometri
Gizi Komunitas
Hemostasis
Trauma Pelvis
Sindrom Croup
Cholangitis Akut
o ▼ Juli (61)
REFERAT Hipertensi Krisis Pada Anak
REFERAT Penatalaksanaan Bayi dengan Ibu HBsAg Posi...
Resusitasi pada neonatus
HIV Dalam Kehamilan
Referat Amoebiasis
Transfusi Darah Pada Anak
Meningitis TB
Campak II
REFERAT Persisten Ductus Arteriosus
Pemeriksaan Fisik Pada Anak
Glomerulonefritis Akut Pascastreptokokus
Kern Icterus
Hyalin Membran Disease (HMD)
ANEMIA DEFISIENSI BESI
Demam Typhoid
Tumor Wilms
Varicella
Crohn’s Disease
TOXOPLASMOSIS PADA BAYI BARU LAHIR
Tetanus
TB Paru Pada Anak II
TB Paru Pada Anak I
Sepsis Neonatorum
Pertusis
Patofisiologi Demam
Morbili / Campak
Meningitis Bakterial
Laryngitis Akut
Glomerulonefritis Akut
Flu Burung (Avian Influeza)
Dengue Shock Syndrome
FILARIASIS
REFERAT SEPSIS
Ca Of Unknown Origin
REFERAT INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK
REFERAT Inflammatory bowel disease (IBD)
REFERAT DIFTERI
REFERAT BRONCHIOLITIS
REFERAT KESEHATAN MATA MASYARAKAT
REFERAT LYMPHANGIOMA
REFERAT PURPURAE TROMBOSITOPENIA IDIOPATIK (PTI) ...
REFERAT KARSINOMA HEPATOSELULER
REFERAT KELAHIRAN PRETERM PRETERM BIRTH
REFERAT PATOFISIOLOGI PENINGKATAN SGOT DAN SGP...
REFERAT PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH
REFERAT SIKLUS HAID DAN KONTRASEPSI HORMONAL
EPIDEMIOLOGI KECELAKAAN LALU LINTAS
REFERAT TUMBUH KEMBANG ANAK USIA 1-5 TAHUN
REFERAT KUALITAS HIDUP QUALITY OF LIFE
DIET PADA PENYAKIT GINJAL
REFERAT ASUHAN ANTENATAL
REFERAT FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TUMBUH
K...
REFERAT SINDROM OVARIUM POLIKISTIK
REFERAT INFEKSI HIV/AIDS PADA ANAK
REFERAT PENATALAKSANAAN DIARE MENURUT WHO TAHUN
20...
REFERAT KELAINAN GINJAL DAN SALURAN KEMIH PADA
KEH...
REFERAT PENILAIAN ANTEPARTUM ANTEPARTUM ASSES...
Epidemiologi Malaria
REFERAT PARTURITION (PROSES KELAHIRAN)
REFERAT VAGINOSIS BACTERIALIS
REFERAT PRINSIP-PRINSIP NUTRISI DI BEDAH
Mengenai Saya
Kunjungan
widgeo.net
Followerzzz