Anda di halaman 1dari 36

Jumat, 28 Oktober 2011

makalah penyakit filariasis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Indonesia merupakan wilayah yang mempunyai iklim tropis. Di daerah iklim tropis,
kemungkinan terjadinya penyakit filariasis atau kaki gajah lebih besar daripada didaerah yang
beriklim sedang maupun dingin. Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu
penyakit yang dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Filariasis
(penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasi yaitu penyakit menular dan menahun
yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan berbagai spesies
nyamuk. Di Indonesia, vektor penular filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies
nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Filariasis dapat
menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan organ kelamin
Filariasis merupakan kelompok penyakit pada manusia maupun hewan yang disebabkan oleh
infeksi parasit Nematoda, ordo filaridae yang biasa disebut filariae. Penyakit ini baru
menimbulkan gejala setelah terpapar selama beberapa tahun, oleh sebab itu pada anak-anak
jarang mengalami filariasis klinis yang bermakna.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit filariasis
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit filariasis
3. Untuk mengetahui morfologi penyakit filariasis
4. Untuk mengetahui gejala dari penyakit filariasis
5. Untuk mengetahui diagnosa penyakit filariasis
6. Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan penyakit filariasis

BAB II
ISI

A. Pengertian Penyakit Filariasis


Filariasis adalah penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di wilayah tropika seluruh
dunia. Penyebabnya adalah edema, infeksi oleh sekelompok cacing nematoda parasit yang
tergabung dalam superfamilia Filarioidea. Filariasis biasanya dikelompokkan menjadi tiga
macam, berdasarkan bagian tubuh atau jaringan yang menjadi tempat bersarangnya: filariasis
limfatik, filariasis subkutan (bawah jaringan kulit), dan filariasis rongga serosa (serous cavity).
Filariasis limfatik disebabkan Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori[1]. bagian
kelamin, tetapi W. bancrofti dapat menyerang tungkai dada, serta alat kelamin. Filariasis
subkutan disebabkan oleh Loa loa (cacing mata Afrika), Mansonella streptocerca, Onchocerca
volvulus, dan Dracunculus medinensis Gejala elefantiasis (penebalan kulit dan jaringan-jaringan
di bawahnya) sebenarnya hanya disebabkan oleh filariasis limfatik ini. B. timori diketahui jarang
menyerang (cacing guinea). Mereka menghuni lapisan lemak yang ada di bawah lapisan kulit.
Jenis filariasis yang terakhir disebabkan oleh Mansonella perstans dan Mansonella ozzardi, yang
menghuni rongga perut. Semua parasit ini disebarkan melalui nyamuk atau lalat pengisap darah,
atau, untuk Dracunculus, oleh kopepoda (Crustacea).
B. Morfologi Penyakit Filariasis

Morfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan letak bagian luar tubuh suatu organisme
hidup. Berikut ini adalah morfologi penyakit filariasis.
• Larva stadium 1 panjangnya kurang lebih 147 mikron, bentuknya seperti sosis, ekornya
panjang dan lancip.
• Larva stadium 2 panjangnya kurang lebih 450 mikron, bentuknya lebih gemuk dan lebih
panjang daripada bentuk stadium 1, ekornya pendek seperti kerucut.
• Larva stadium 3 panjangnya kurang lebih 1200 mikron, bentuknya langsing, pada ekornya
terdapat 3 buah papil.
• Mikrofilaria panjangnya kurang lebih 250 mikron, besarung pucat (pewarnaan hematoxilin),
lekuk badan halus, panjang ruang kepala sama dengan lebarnya, inti halus dan teratur, tidak ada
inti tambahan.
• Cacing dewasa (mikrofilaria) halus seperti benang, warna putih kekuningan.
• Cacing jantan panjangnya kurang lebih 40 mm ekornya melingkar, mempunyai 2 spikula.
• Cacing betina panjangnya 65 - 100 mm, ekor lurus berujung tumpul.

C. Gejala Penyakit Filariasis


Gejala Filariais Akut dapat berupa:
• Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi
setelah bekerja berat
• Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak
(lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
• Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal
kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)
• Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah
dan mengeluarkan nanah serta darah
• Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa
panas (early lymphodema)

D. Diagnosa penyakit filariasis


Penyakit kaki gajah ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikroskopis darah, Sampai
saat ini hal tersebut masih dirasakan sulit dilakukan karena microfilaria hanya muncul dan
menampilkan diri dalam darah pada waktu malam hari selama beberapa jam saja (nocturnal
periodicity).
Selain itu, berbagai methode pemeriksaan juga dilakukan untuk mendiagnosa penyakit kaki
gajah. Diantaranya ialah dengan system yang dikenal sebagai Penjaringan membran, Metode
konsentrasi Knott dan Teknik pengendapan.
Metode pemeriksaan yang lebih mendekati kearah diagnosa dan diakui oleh pihak WHO adalah
dengan jalan pemeriksaan sistem "Tes kartu", Hal ini sangatlah sederhana dan peka untuk
mendeteksi penyebaran parasit (larva). Yaitu dengan cara mengambil sample darah sistem
tusukan jari droplets diwaktu kapanpun, tidak harus malam hari.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis antara lain sebagai berikut:
1. Diagnosis Immunologi dengan ELISA dan Immunochromatographic Test ( ICT ). Kedua
teknik ini pada dasarnya menggunakan antibodi monoklonal yang spesifik untuk mendeteksi anti
gen filarial dalam sirkulasi. Hasil tes yang positif menunjukan adanya infeksi aktif walaupun
mikrofilaria tidak ditemukan dalam darah dan juga digunakan untuk monitor keefektifan terapi.
Pada stadium opstruktif mikrofilaria sering tidak dijumpai dalam darah, tetapi ada didalam cairan
hidrokel atau cairan chyluria.
2. Pemeriksaan urin dan mikroskopis: jika diduga filariasis limfatik, pemeriksaan urin secara
makroskopis untuk chyluria kemudian dipusatkan untuk mikrofilaria.
3. CBC (Complete Blood Count): eosinofilia terjadi pada semua bentuk infeksi filariasis yang
jelas.
4. Penilaian serum imunoglobulin: peningkatan serum Ige dan IgG4 dapat terlihat pada filariasis
aktif.

E. Pengobatan, pencegahan dan rehabilitasi penyakit filariasis


1. Pengobatan
Penggunaan obat-obat anti filaria harus disesuaikan per individu. Penderita-penderita yang lebih
tua dengan obstruksi limfatik kronis dan mereka yang tinggal pada daerah endemis tidak
menunjukkan adanya manfaat dari pengobatan spesifik. Pengobatan filariasis harus spesifik dan
sesuai dengan mikrofilaria yang terisolasi atau anti gen dalam darah yang terdeteksi.
Diethylcarbamazine (DEC) merupakan obat pilihan baik untuk pengobatan perorangan atau
masal. DEC bersifat membunuh mikrofilaria dan juga cacing dewasa pada pengobatan jangka
panjang. Pengobatan perorangan ditujukan untuk menghancurkan parasit dan mengeliminasi,
mengurangi, atau mencagah kesakitan.
DEC merupakan derivat piperazine. Immobilisasi mikrofilaria terjadi dengan menurunkan
aktivitas otot akibat efek hiperpolarisasi, namun mekanisme yang tepat belum diketahui.
Perubahan permukaan membran dan peningkatan destruksi oleh didtem imun hospes juga terjadi.
Bisa juga meningkatkan adhesi granulosit via mekanisme antibodi-dependent dan antibodi-
independent. Diduga pula, DEC juga mengganggu proses intrasel mikrifilaria dan transpor
makromolekul spesifik.
Dosis dewasa: 6 mg / kg / hari dalam dosis terbagi, setelah makan, selama > 12 hari, sering
dalam 3 minggu. Dosis rendah ( kurang lebih 2-3 mg / kg / hari ) biasanya dianjurkan untuk 3
hari pertama pengobatan untuk menurunkan resiko efek samping. Pada anak usia < 2 tahun tidak
diberikan, tapi untuk usia lebih dari 2 tahun, dosis sama dengan orang dewasa. Kontra indikasi
bila terjadi reaksi hipersensitivitas. Individu yang lebih muda dengan limfangitis akut harus
diberikan DEC 50 mg pada hari I, 2 x 50 mg pada hari II, 3 x 50 mg pada hari 3 dan 10 mg / kg
BB pada hari ke 4-21. Pada pengobatan masal, pemberian DEC dosis standar tidak dianjurkan
mengingat efek samping yang dapat ditimbulkan. Untuk itu DEC diberikan dengan dosis rendah
dengan jangka waktu pemberian lebih lama untuk mencapai dosis total yang sama. Jika terjadi
demam, nyeri kepala atau pembengkakan sendi maka pengobatan harus dihentikan dan diberikan
kortikosteroid. Ivermectin (Mectizan, 22, 23- dihidroavermectin) merupakan derivat macrocyclic
lactone dari Avermectin yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat
ini hanya membunuh mikrofilaria. Dosis dewasa adalah 150-200 µg / kg p.o.,dosis tunggal,
diberikan kurang lebih 2-3 bulan sekali. Pada anak dengan usia < 5 tahun atau berat badan < 15
kg tidak dianjurkan sedangkan anak usia 5 tahun atau berat badan > 15 kg, dosis pemberian
seperti dosis dewasa. Kontraindikasi untuk penderita dengan hipersensitivitas dan penyakit berat
lain yang terjadi bersamaan, ibu hamil dan menyusui. Efek samping yang ditimbulkan lebih
ringan daripada DEC.

2. Pencegahan
Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak
dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi dengan kasa
nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk,
menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna gelap
karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan Albendazol) secara
berkala pada kelompok beresiko tinggi terutama di daerah endemis. Dari semua cara diatas,
pencegahan yang paling efektif tentu saja dengan memberantas nyamuk itu sendiri dengan cara
3M.
Filariasis hanya dapat tersebar melalui vektor yang terinfeksi larva infektif. Pencegahan untuk
mengurangi kontak antara manusia dan vektor serta menurunkan jumlah infeksi dengan
mengadakan pencegahan pada hospes (manusia).

3. Rehabilitasi

Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun, kondisi mereka
tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang membesar tidak bisa
kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan
dengan jalan operasi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari makalah yang telah kami buat dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya yaitu:
1. Filariasis adalah penyakit zoonosis menular yang banyak ditemukan di wilayah tropika
seluruh dunia. Penyebabnya adalah edema, infeksi oleh sekelompok cacing nematoda parasit
yang tergabung dalam superfamilia Filarioidea.
2. Penyakit kaki gajah (filariasis) ini umumnya terdeteksi melalui pemeriksaan mikroskopis
darah.
3. lariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak dengan
vektor)
4. Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis dengan
menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh mikrofilaria dan
cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang.

B. Saran
Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis karena penyakit
ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan menjadi beban keluarga,
masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus filariasis ini pula, diharapkan Indonesia
mampu mewujudkan program Indonesia Sehat Tahun 2010.
Diposkan oleh chayyooooooo....!! di Jumat, Oktober 28, 2011
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Label: tugas quw

Makalah Cacing Filaria ( Wuchereria bancrofti)


Diposkan oleh Nur Samawiah
Rabu, 28 Maret 2012

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah

penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang

ditularkan melalui gigitan berbagai spesies nyamuk. Di Indonesia, vektor penular

filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus

Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Filariasis dapat menimbulkan

cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan organ kelamin.

Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu penyakit yang

dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Kasus

penderita filariasis khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis

(Abercrombie et al, 1997) seperti di Indonesia. Filariasis pertama kali ditemukan di

Indonesia pada tahun 1877, setelah itu tidak muncul dan sekarang belum diketahui

bagaimana perkembangannya. Filariasis tersebar luas hampir di seluruh Propinsi di

Indonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat

sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi

sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang.

Upaya pemberantasan filariasis tidak bisa dilakukan oleh pemerintah semata.

Masyarakat juga harus ikut memberantas penyakit ini secara aktif. Dengan

mengetahui mekanisme penyebaran filariasis dan upaya pencegahan, pengobatan

serta rehabilitasinya, diharapkan program Indonesia Sehat Tahun 2010 dapat

terwujud salah satunya adalah terbebas dari endemi filariasis.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat ditarik suatu rumusan masalah antara lain
sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan filariasis?

2. Bagaimana mekanisme terjadinya filariasis?

3. Bagaimana upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi filariasis?


C. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah mengacu pada rumusan masalah di
atas sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan filariasis.

2. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya filariasis.

3. Untuk mengetahui upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi filariasis.


D. Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini adalah agar masyarakat dapat mengetahui
segala sesuatu tentang filariasis, bagaimana mekanisme terjadinya filariasis, dan
bagaimana upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasi filariasis. Dengan
demikian, diharapkan masyarakat ikut memberantas penyakit ini secara aktif
sehingga tidak menjadi endemi di masyarakat.

vBAB II

PEMBAHASAN

A. Klasifikasi Cacing filaria (Wuchereria bancrofti)

Wuchereria bancrofti atau disebut juga Cacing Filaria adalah kelas dari

anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum

Nemathelminthes. Bentuk cacing ini gilig memanjang, seperti benang maka disebut

filarial. Cacing filaria penyebab penyakit kaki gajah berasal

dari genus wuchereria dan brugia. Di Indonesia cacing yang dikenal sebagai

penyebab penyakit tersebut adalah wuchereria bancrofti, brugia malayi, dan brugia

timori.
Klasifikasi ilmiah

Kingdom: Animalia

Classis: Secernentea

Ordo: Spirurida

Upordo: Spirurina

Family: Onchocercidae

Genus: Wuchereria

Species: Wuchereria bancrofti

Ciri-ciri cacing Filaria

1. Cacing dewasa (makrofilaria), bentuknya seperti benang berwarna putih

kekuningan. Sedangkan larva cacing filaria (mikrofilaria) berbentuk seperti benang

berwarna putih susu.

2. Makrofilaria yang betina memiliki panjang kurang lebih 65 – 100 mm, ekornya

berujung tumpul, untuk makrofilarial yang jantan memiliki panjang kurang lebih 40

mm, ekor melingkar. Sedangkan mikrofilaria berukuran panjang kurang lebih 250

mikron, bersarung pucat.


3. Tempat hidup Makrofilaria jantan dan betina di saluran limfe dan kelenjar limfe.

Sedangkan pada malam hari mikrofilaria terdapat di dalam pembuluh darah tepi,

dan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler alat-alat dalam, misalnya: paru-

paru, jantung, dan hati

B. Daur Hidup Cacing Filaria ( Wuchereria bancrofti)

Siklus hidup cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu:

1. Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector

yang masa pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu.

2. Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes) kurang

lebih 7 bulan.

Siklus hidup cacing filaria dapat terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk

tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang terserang filariasis, sehingga

mikrofilaria yang terdapat ditubuh penderita ikut terhisap kedalam tubuh nyamuk.

Mikrofilaria tersebut masuk kedalam paskan pembungkus pada tubuh nyamuk,

kemudian menembus dinding lambung dan bersarang diantara otot-otot dada

(toraks). Bentuk mikrofilaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam

waktu kurang lebih satu minggu larva ini berganti kulit, tumbuh menjadi lebih
gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan

seterusnya larva berganti kulit untuk kedua kalinya, sehingga tumbuh menjadi lebih

panjang dan kurus, ini adalah larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat

aktif, sehingga larva mulai bermigrasi mula-mula ke rongga perut (abdomen)

kemudian pindah ke kepala dan alat tusuk nyamuk.

Apabila nyamuk yang mengandung mikrofilaria ini menggigit manusia. Maka

mikrofilaria yang sudah berbentuk larva infektif (larva stadium III) secara aktif ikut

masuk kedalam tubuh manusia (hospes). Bersama-sama dengan aliran darah dalam

tubuh manusia, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe.

Didalam pembuluh limfe larva mengalami dua kali pergantian kulit dan tumbuh

menjadi cacing dewasa yang sering disebut larva stadium IV dan larva stadium V.

Cacing filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe, sehingga akan

menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan. Siklus hidup pada

tubuh nyamuk terjadi apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah

orang yang terkena filariasais, sehingga mikrofilaria yang terdapat di tubuh

penderita ikut terhisap ke dalam tubuh nyamuk. Cacing yang diisap nyamuk tidak

begitu saja dipindahkan, tetapi sebelumnya tumbuh di dalam tubuh nyamuk.

Makhluk mini itu berkembang dalam otot nyamuk. Sekitar 3 minggu, pada stadium

3, larva mulai bergerak aktif dan berpindah ke alat tusuk nyamuk.Nyamuk pembawa

mikrofilaria itu lalu gentayangan menggigit manusia dan ”memindahkan” larva

infektif tersebut. Bersama aliran darah, larva keluar dari pembuluh kapiler dan

masuk ke pembuluh limfe.


Uniknya, cacing terdeteksi dalam darah tepi pada malam hari, sedangkan

pada siang hari dia berada didalam kapiler alat-alat dalam seperti pada paru-paru,

jantung dan hati, selebihnya bersembunyi di organ dalam tubuh.Pemeriksaan darah

ada-tidaknya cacing biasa dilakukan malam hari. Setelah dewasa (Makrofilaria)

cacing menyumbat pembuluh limfe dan menghalangi cairan limfe sehingga terjadi

pembengkakan. Selain di kaki, pembengkakan bisa terjadi di tangan, payudara,

atau buah zakar. Ketika menyumbat pembuluh limfe di selangkangan, misalnya,

cairan limfe dari bawah tubuh tidak bisa mengalir sehingga kaki membesar. Dapat

terjadi penyumbatan di ketiak, mengakibatkan pembesaran tangan.

Pada saat dewasa (Makrofilaria) inilah, cacing ini menghasilkan telur

kemudian akan menetas menjadi anak cacing berukuran kecil yang disebut

mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria beredar di dalam darah. Larva ini dapat

berpindah ke peredaran darah kecil di bawah kulit. Jika pada waktu itu ada nyamuk

yang menggigit, maka larva tersebut dapat menembus dinding usus nyamuk lalu

masuk ke dalam otot dada nyamuk, kemudian setelah mengalami pertumbuhan,

larva ini akan masuk ke alat penusuk. Jika nyamuk itu menggigit orang, maka orang

itu akan tertular penyakit ini.

C. Prinsip patologis penyakit filariasis

Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah )

yang disebabkan oleh cacing Filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.
bermula dari inflamasi saluran limfe akibat dilalui cacing filaria dewasa

(makrofilaria). Cacing dewasa yang tak tahu diri ini melalui saluran limfe aferen atau

sinus-sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi limfe pada tempat-tempat yang

dilaluinya. Dilatasi ini mengakibatkan banyaknya cairan plasma yang terisi dari

pembuluh darah yang menyebabkan penebalan pembuluh darah di sekitarnya.

Akibat kerusakan pembuluh, akan terjadi infiltrasi sel-sel plasma, esosinofil,

serta makrofag di dalam dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi. Nah, infiltrasi

inilah yang menyebabkan terjadi proliferasi jaringan ikat dan menyebabkan

pembuluh limfe di sekelilingnya menjadi berkelok-kelok serta menyebabkan

rusaknya katup-katup di sepanjang pembuluh limfe tersebut. Akibatnya, limfedema

dan perubahan statis-kronis dengan edema pada kulit di atas pembuluh tersebut

menjadi tak terhindarkan lagi.

Jadi, jelaslah bahwa biang keladi edema pada filariasis ialah cacing dewasa

(Makrofilaria) yang merusak pembuluh limfe serta mekanisme inflamasi dari tubuh

penderita yang mengakibatkan proliferasi jaringan ikat di sekitar pembuluh. Respon

inflamasi ini juga diduga sebagai penyebab granuloma dan proliferatif yang

mengakibatkan obstruksi limfe secara total. Ketika cacing masih hidup, pembuluh

limfe akan tetap paten, namun ketika cacing sudah mati akan terjadi reaksi yang

memicu timbulnya granuloma dan fibrosis sekitar limfe. Kemudian akan terjadi

obstruksi limfe total karena karakteristik pembuluh limfe bukanlah membentuk

kolateral (seperti pembuluh darah), namun akan terjadi malfungsi drainase limfe di

daerah tersebut.
D. Gejala Klinik

Apabila seseorang terserang filariasis, maka gejala yang tampak antara lain:

1. Demam berulang-ulang selama 3 - 5 hari, demam dapat hilang bila si penderita

istirahat dan muncul lagi setelah si penderita bekerja berat.

2. Pembengkakan kelenjar limfe (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak

(lymphadenitis) yang tampak kemerahan. Diikuti dengan radang saluran kelenjar

limfe yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal

lengan ke arah ujung (Retrograde lymphangitis) yang dapat pecah dan

mengeluarkan nanah serta darah.

3. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak

kemerahandan merasa panas (Early lymphodema). Sedangkan gejala klinis filariasis

kronis yaitu

E. Diagnosa penyakit Filariasis (Kaki gajah)

Bentuk menyimpang dari filariasis (eosinoffilia tropikal) ditandai oleh

hipereosinivilia, adanya microfilaria di jaringan tetapi tidak terdapat di dalam darah,

dan titer antibody antifilaria yang tinggi. Microfilaria mungkin ditemukan di cairan

limphatik. Tes serologi telah tersedia tetapi tidak dapat diandalkan sepenuhnya.

Diagnosa berdasarkan gejala klinis dan dipastikan dengan pemeriksaan

laboratorium:

1. Deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria di dalam darah, cairan hirokel atau

cairan chyluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal, teknik konsentrasi Knott dan

membran filtrasi.
2. Pengambilan darah dilakukan pada malam hari mengingat periodisitas

mikrofilarianya umumnya nokturna. Pada pemeriksaan histopatologi, kadang-

kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai pada saluran dan kelenjar limpah

dari jaringan yang di curigai sebagai tumor.

3. Diferensiasi spesies dan stadium filarial, yaitu dengan menggunakan pelacak DNA

yang spesies spesifik dan antibody monoclonal untuk mengidentifikasi larva filarial

dalam cairan tubuh dan dalam tubuh nyamuk vektor sehingga dapat membedakan

antara larva filarial yang menginfeksi manusia dengan yang menginfeksi hewan.

Penggunaannya masih terbatas pada penelitian dan survey.

F. Upaya Pencegahan, Pengobatan, dan Rehabilitasi Filariasis

1. Upaya Pencegahan Filariasis

Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan

nyamuk (mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu

sewaktu tidur, menutup ventilasi dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk,

mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang

menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna gelap karena dapat menarik

nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan Albendazol) secara berkala

pada kelompok beresiko tinggi terutama di daerah endemis. Dari semua cara

diatas, pencegahan yang paling efektif tentu saja dengan memberantas nyamuk itu

sendiri dengan cara 3M.

2. Upaya Pengobatan Filariasis


Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah

endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat

membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa pada pengobatan jangka

panjang. Hingga saat ini, DEC adalah satu-satunya obat yang efektif, aman, dan

relatif murah. Untuk filariasis akibatWuchereria bankrofti, dosis yang dianjurkan 6

mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk filariasis

akibatBrugia malayi dan Brugia timori, dosis yang dianjurkan 5 mg/kg berat

badan/hari selama 10 hari. Efek samping dari DEC ini adalah demam, menggigil,

sakit kepala, mual hingga muntah. Pada pengobatan filariasis yang disebabkan

oleh Brugiamalayi dan Brugia timori, efek samping yang ditimbulkan lebih berat.

Sehingga, untuk pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi pengobatan

dilakukan dalam waktu yang lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat juga

dilakukan dengan dosis tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun

selama 5 tahun. Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC.

Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik

semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap

nematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping

yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC. Terapi suportif berupa pemijatan

juga dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan antibiotika, khususnya pada

kasus yang kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga dilakukan pembedahan.

3. Upaya Rehabilitasi Filariasis

Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun,

kondisi mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian
tubuh yang membesar tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi

tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan dengan jalan operasi.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berikut adalah kesimpulan dalam makalah ini:

1. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam
sistem limfe dan ditularkan oleh nyamuk. Bersifat menahun dan menimbulkan cacat
menetap. Gejala klinis berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar
limfe, pembesaran tungkai, buah dada, dan skrotum. Dapat didiagnosis dengan
cara deteksi parasit dan pemeriksaan USG pada skrotum.
2. Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif

menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap selanjutnya di dalam

tubuh manusia, larva memasuki sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa.

Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh

limfe. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe, tungkai, dan alat kelamin.

3. Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dan

melakukan 3M. Pengobatan menggunakan DEC dikombinasikan dengan Albendazol

dan Ivermektin selain dilakukan pemijatan dan pembedahan. Upaya rehabilitasi

dapat dilakukan dengan operasi.

B. Saran

Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis

karena penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga

akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus
filariasis ini pula, diharapkan Indonesia mampu mewujudkan program Indonesia

Sehat Tahun 2012

BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
2005

BAB I
PENDAHULUAN
Filariasis adalah kelompok penyakit yang mengenai manusia dan binatang yang disebabkan oleh
parasit kelompok nematode yang disebut filaridae, umumnya disebut filaria. Parasit filarial
terklasifikasikan berdasarkan habitat cacing dewasa dalam “vertebral host” Kelompok kutaneus
termasuk Loa loa, Onchocerca volvulus, dan Mansonella streptocerca. Kelompok limfatik
termasuk Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Kelompok kavitas tubuh
termasuk Mansonella perstans dan Mansonella ozzardi.
Filariasis limfatik mengenai lebih dari 90 juta orang di seluruh dunia dan ditemukan di daerah
tropik dan subtropik. Sedikitnya 21 juta orang terinfeksi oleh O volvulus di seperempat bagian
Afrika dan berpusat di Amerika Tengah dan Selatan. Sekitar 3 juta orang di Afrika Tengah
terinfeksi dengan L loa. Pada tahun 1997, the World Health Organization (WHO) mencanangkan
program secara global untuk mengeliminasi filariasis limfatik sebagai masalah kesehatan umum
Penyakit filarial jarang menjadi fatal, tetapi konsekuensi dari infeksi dapat menyebabkan
persoalan perseorangan dan sosial ekonomi yang cukup signifikan bagi mereka yang terkena.
WHO telah mengidentifikasikan filariasis limfatik sebagai penyebab kedua dari kecacatan yang
lama dan permanen di dunia setelah lepra. Angka kejadian filariasis pada manusia utamanya
akibat dari respon hospes terhadap microfilaria atau cacing dewasa di bagian tubuh yang
berbeda.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur dan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin laki-
laki maupun perempuan. Selain itu penyakit filariasis ini dapat ditemukan pada semua ras, tidak
ada predileksi ras tertentu.
Sampai saat ini Filariasis masih merupakan problem kesehatan di Indonesia, distribusi infeksinya
luas tetapi prevalensi dan intensitas infeksi berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain, bahkan
di beberapa daerah merupakan endemis.
Di daerah endemis biasanya banyak terdapat tempat berkembang biaknya nyamuk yang
berdekatan dengan habitat manusia, sehingga manusia dapat berulang kali digigit oleh nyamuk
dan infeksi terjadi secara bertahap, namun demukian tidak berarti dapat selalu menyebabkan
gejala klinik.
Faktor yang terpenting dalam penularan adalah densitas populasi nyamuk dan jumlah
mikrofilaria dalam darah, sehinnga di daerah hipoendemis, nyamuk sangat sedikit membawa
larva infektif dengan sendirinya penularan filaria sangat berkurang.
Siklus Hidup
Parasit filaria adalah suatu nematoda yang berbentuk panjang seperti benang yang hidup di
dalam jaringan untuk waktu yang lama dan secara teratur menghasilkan mikrofilaria. Manifestasi
klinis biasanya terjadi bertahun-tahun setelah terinfeksi, sehingga penyakit ini jarang ditemukan
pada anak. Mikrofilaria adalah larva imatur yang ditemukan di darah atau kulit dan mencapai
tingkat infektif di dalam tubuh nyamuk. Meskipun diketahui lebih dari 200 spesies parasit
filarial, hanya sedikit yang menginfeksi manusia.
Dari parasit filarial yang diketahui pada manusia, empat diantaranya yaitu Wuchereria bancrofti,
Brugia malayi, Brugia timori, dan Onchocerca volvulus, merupakan penyebab infeksi yang
paling sering dan menimbulkan gejala sisa patologis. Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi
hidup didaerah tropis seperti Indonesia, sedangkan Onchocerca volvulus hidup di Afrika
Semua parasit filarial yang hidup dalam tubuh manusia mempunyai siklus hidup yang sama yaitu
5 tingkat perkembangan larva, tiga pada hospes perantara yaitu nyamuk dan dua pada manusia.
Masing –masing tingkat perkembangan ditandai dengan adanya pertumbuhan dan pertukaran
kulit. Cacing betina dewasa dapat menghasilkan 50.000 mikrofilaria setiap hari. Apabila
mikrofilaria termakan oleh nyamuk yang cocok, mereka dengan cepat mencapai sel akan
menembus dinding lambung nyamuk dan berpindah melalui jaringan sehingga yang cocok untuk
perkembangannya. Seperti larva W. bancrofti, hanya akan berkembang pada otot dada nyamuk.
Dalam waktu 12 hari, terbentuk mikrofilaria yang halus dengan panjang 250 m, kemudian
berubah menjadi larva tingkat tiga yang infektif dengan panjang 1500 m. Pada saat ini nyamuk
menjadi infektif dan bila menggigit manusia, larva yang infeksius secara aktif akan menembus
kulit ditempat gigitan dan dengan cepat akan sampai ke saluran limfe, dalam beberapa bulan
akan mengalami dua kali penggantian kulit sebelum menjadi dewasa.
Hal ini berbeda dengan malaria, sporozoit masuk kedalam tubuh manusia secara pasif yaitu
sewaktu nyamuk menggigit manusia, sporozoit disemprotkan bersama ludah nyamuk ke dalam
pembuluh darah. Tidak ada multiplikasi cacing filarial pada manusia, sehingga banyaknya cacing
dan beratnya infeksi secara proporsional bergantung kepada banyaknya larva yang infektif,
Keadaan ini biasanya terjadi dalam waktu yang lama. Jadi kronisitas dan komplikasi
elephantiasis pada lymphatic filariasis dan kebutaan pada onchocerciasis hanya terlihat pada
orang yang tinggal di daerah endemic dalam waktu yang lama.
Pada kesempatan kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai filariasis, terutama yang banyak
menginfeksi manusia seperti kelompok filariasis limfatik termasuk Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi, dan Brugia timori, dan kelompok filariasis kutaneus termasuk Loa loa dan Onchocerca
volvulus.

BAB II
FILARIASIS LIMFATIK
A. Filariasis Bancrofti, Wuchereriasis, Elephantiasis
Filariasis bancrofti adalah infeksi yang disebakan oleh Wechereria bancrofti. Cacing dewasa
hidup di dalam kelenjar dan saluran limfe, sedangkan mikrofilaria ditemukan di dalam darah.
Secara klinis, infeksi bias terjadi tanpa gejala atau manifestasinya berupa peradangan dan
sumbatan saluran limfe. Manusia merupakan satu-satunya hospes yang diketahui. Wuchereria
bancrofti akan mencapai kematangan seksual dikelenjar dan saluran limfe. Cacing dewasa
berwarna putih, kecil seperti benang. Cacing jantan berukran 40 mm x 0,2 mm, sedangkan
cacing betina berukuran dua kali cacing jantan yaitu 80-100 mm x 0.2-0.3 mm.
Epidemiologi
W. bancrofti terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Dilaporkan bahwa penyakit ini
telah menyerang lebih dari 1 juta orang pada lebih dari 80 negara. Diperkirakan bahwa 250 juta
orang di dunia telah terinfeksi dengan parasit ini, terutama di Asia Selatan dan sub-Sahara
Afrika. Di Asia, parasit ini endemik di daerah rural dan urban seperti India, Srilanka dan
Myanmar; ditemukan sedikit di daerah pedesaan di Thailand dan Vietnam. Di daerah endemik
sekitar 10-50% laki-laki dan 10% wanita terinfeksi oleh penyakit ini.
Di Indonesia, penyakit ini ditemukan dengan prevalensi rendadi Sumatra, Kalimantan, Sulawesi
dan Lombok. Nyamuk Anopheles dan Culex merupakan vector yang menggigit pada malam
hari untuk tipe W. bracofti periodic nokturna, sedangkan galur yang subperiodik ditukarkan oleh
nyamuk Aedes yang menggigit pada siang hari. Di daerah endemic, pemaparan dimulai pada
masa anak – anak, angka mikrofilaria meningkat bersama dengan meningkatnya umur, meskipun
infeksi tidak disertai dengan gejala klinis yang nyata.
Siklus Hidup
Larva yang infektif (larva tingkat tiga) dilepaskan melalui proboscis (labela) nyamuk sewaktu
menggigit manusia. Larva kemudian bermigrasi dalam saluran limfe dan kelenjar limfe
kemudian mereka akan tumbuh menjadi dewasa betina dan jantan. Mikrofilaria pertama sekali
ditemukan didaerah perifer 6 bulan – 1 tahun setelah infeksi, dan jika tidak terjadi reinfeksi,
mikrofilaria ini dapat bertahan 5 – 10 tahun. Penjamu perantara mendapatkan infeksi dengan
menghisap darah yang mengandung mikrofilaria. Mikrofilaria akan melepaskan sarungnya
didalam lambung nyamuk. Larva akan bermigrasi ke otot – otot dada dan berkembang menjadi
larva yang infektif dalam waktu 10 – 14 hari
Cacing dewasa dalam s
aluran limfe
Larva bermigrasi ke limfatik Yang betina mangeluarkan

berkembang menjadi bentuk dewasa mikrofilaria dalam darah


Larva infektif masuk ke dalam hospes Nyamuk menghisap mikrofilaria
ketika nyamuk menghisap darah dalam darah yang dihisapnya

Larva infektif berkembang


dalam nyamuk
Gambar 2.1. Siklus Hidup Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi
Respon Imunologis
Infeksi parasit filaria ditandai dengan induksi respon tipe alergi, terlihat peningkatan jumlah
eosinofil pada darah tepi dan peningkatan IgE spesifik, IgG4 dan IL-4. Respons imunitas selular
juga berkembang pada orang yang tinggal di daerah endemik filariasis , sehingga keadaan ini
berperan untuk menekan timbulnya gejala klinis pada sebagian orang.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala filariasis bancrofti sangat berbeda dari satu daerah endemik dengan daerah
endemic lainnya. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan intensitas paparan
terhadap vektor yang infektif diantara daerah endemic tersebut.
Asymptomatic amicrofilaremia, adalah suatu keadaan yang terjadi apabila seseorang yang
terinfeksi mengandung cacing dewasa, namun tidak ditemukan mikriofilaria didalam darah, atau
karena microfilaremia sangat rendah sehingga tidak terdeteksi dengan prosedur laboratorium
yang biasa. Asymptomatic microfilaremia, pasien mengandung microfilaremia yang berat tetapi
tanpa gejala sama sekali.
Manifestasi akut, berupa demam tinggi (demam filarial atau elefantoid), menggigil dan lesu,
limfangitis dan limfadenitis yang berlangsung 3-15 hari, dan dapat terjadi beberapa kali dalam
setahun. Pada banyak kasus, demam filarial tidak menunjukan microfilaremia. Limfangitis akan
meluas kedaerah distal dari kelenjar yang terkena tempat cacing ini tinggal. Limfangitis dan
limfadenitis berkembang lebih sering di ekstremitas bawah dari pada atas. Selain pada tungkai,
dapat mengenai alat kelamin, (tanda khas infeksi W.bancrofti) dan payudara.
Manifestasi kronik, disebabkan oleh berkurangnya fungsi saluran limfe terjadi beberapa bulan
sampai bertahun-tahun dari episode akut. Gejala klinis bervariasi mulai dari ringan sampai berat
yang diikuti dengan perjalanan penyakit obstruksi yang kronis. Tanda klinis utama yaitu
hydrocele,limfedema,elefantiasis dan chyluria, meningkat sesuai bertambahnya usia.
Manifestasi genital, di banyak daerah, gambaran kronis yang terjadi adalah hydrocele. Selain itu
dapat dijumpai epedidimitis kronis, funikulitis, edem karena penebalan kulit skrotum, sedangkan
pada perempuan bisa dijumpai limfedema vulva. Limfedema dan elefantiasis ekstremitas,
episode limfedema pada ekstremitas akan menyebabkan elefantiasis di daerah saluran limfe yang
terkena dalam waktu bertahun-tahun. Lebih sering terkena ekstremitas bawah. Pada W.bancrofti,
infeksi didaerah paha dan ekstremitas bawah sama seringnya, berbeda dengan B.malayi yang
hanya mengenai ekstremitas bawah saja..
Progresivitas filarial limfedema dibagi atas 3 derajat (WHO) :
Derajat 1 : Limfedema umumnya bersifat edem pitting, hilang dengan spontan bila
kaki dinaikan.
Derajat 2 : Limfedema umumnya edem non pitting, tidak secara spontan hilang
dengan menaikan kaki.
Derajat 3 : Limfedema (elefantiasis),volume edem non fitting bertambah dengan
dermatosclerosis dan lesi papillomatous.

Gambar 2.2. Elephantiasis pada tungkai bawah seorang pria akibat infeksi Wuchereria bancrofti

Gambar 2.3. Hydrocele bilateral, pembesaran testis dan limfadenopati inguinal pada seorang pria
yang terinfeksi Wuchereria bancrofti dengan mikrofilaremik
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis dengan eosinofilia sampai 10-30%. Cacing
filaria dapat ditemukan dengan pengambilan darah tebal atau tipis pada waktu malam hari antara
jam 10 malam sampai 2 pagi yang dipulas dengan pewarnaan Giems atau Wright.
Gambar 2.4. Mikrofilaria dari Wuchereria bancrofti pada pemeriksaan darah perifer
Diagnosa
Diagnosa filariasis didasarkan atas anamnesis yang berhubungan dengan nyamuk di daerah
endemik, disertai dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan darah pada waktu malam hari.
Biopsi kelenjar dilakukan bila mikrofilaria tidak ditemukan di dalam darah, hal tersebut hanya
dilakukan pada kelenjar limfe ekstrimitas, dan di sini mungkin akan ditemukan cacing dewasa.
Biopsi ini dapat pula menimbulkan gangguan drainase saluran limfe. Suntikan intradermal
dengan antigen filaria, reaksi ikatan komlemen, hemaglutinasi dan flokulasi penting untuk
diagnosis bila mikrofilaria tidak dapat ditemukan dalam darah.
Dengan pemeriksaan antigen filaria dapat ditemukan adanya antigen filarial di dalam darah
perifer, dengan atau tanpa mikrofilaria. Pemeriksaan ini sekarang dipertimbangkan sebagai
diagnosis yang paten infeksi filarial dan dipakai untuk memonitor efektivitas pengobatan.
Jika dicurigai filariasis limfatik, urine harus diperiksa secara macroskopis untuk menemukan
adanya chyluria. Pada pemeriksaan Immunoglobulin serum, kadar IgE serum yang meningkat
ditemukan pada pasien dengan penyakit filaria aktif.
Tes provokasi DEC bermanfaat untuk menemukan adanya mikrofilaria pada darah tepi yang
diambil pada waktu siang hari, dimana sebenarnya mikrofilaria bersifat nokturnal. Diberikan
DEC 2 mg/kgBB dan darah diambil 45-50 menit setelah pemberian obat.
Selain itu dapat pula dilakukan penghitungan jumlah mikrofilaria. Mikrofilaria dihitung dengan
mengambil 0,25 ml darah yang diencerkan dengan asetat 3% sampai menjadi 0,5 cc dan dilihat
dibawah mikroskop dengan menggunakan Sedgwick Refler counting Cell, dimana didapatkan :
- Densitas tinggi : 50mf/ml darah
- Densitas rendah : 1-49mf/ml darah
- Densitas sangat rendah : 1-10 mf/ml darah
Pemeriksaan limfografi dengan gambaran adanya obstruksi, atresia atau dilatasi disertai bentuk
saluran yang berliku-liku dan adanya aliran balik ke kulit dapat membantu diagnosis penyakit
ini.
Diagnosa Banding
Infeksi bakteri, tromboflebitis atau trauma dapat mengacaukan Filarial Adeno limfadenitis Akut,
Tuberkolosis, Lepra, Sarkoidosis dan penyakit sistemik granulomatous lainnya seringkali
dikacaukan dengan filariasis
Pengobatan
Perawatan umum :
Istirahat di tempat tidur, pindah tempat ke daerah dingin akan mengurangi derajat serangan
akut.
Antibiotik dapat diberikan untuk infeksi sekunder dan abses
Pengikatan di daerah pembendungan akan mengurangi edema
Pengobatan Spesifik
Penggunaan obat antifilarial pada penangan limfadenitis akut dan limfangitis masih
kontroversial. Tidak ada penelitian lebih lanjut yang menunjukkan pemberian dietilkarbamazin
(DEC), suatu derivat piperazin. Dietilkarbamazin (Hetrazan, Banoside, Notezine, Filarizan)
dapat berguna untuk terapi limfangitis akut. Dietilkarbamazin dapat diberikan pada
mikrofilaremik yang asimptomatik untuk mengurangi jumlah parasit di dalam darah. Obat ini
juga dapat membunuh cacing dewasa. Dosis pemberian dietilkarbamazin ditingkatkan secara
bertahap.
Anak-anak :
1 mg/KgBB P.O. dosis tunggal untuk hari I
1 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari II
1-2 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari III
6 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari IV-XIV
Dewasa :
50 mg P.O. dosis tunggal hari I
50 mg P.O. 3x/hari pada hari II
100mg P.O. 3x/hari pada hari III
6 mg/KgBB P.O. 3x/hari pada hari IV-XIV
Pada penderita yang tidak ditemukan mikrofilaria di dalam darah diberikan dosis 6 mg/KgBB
3x/hari langsung pada hari I. Wuchereria bancrofti lebih sensitif daripada Brugia malayi pada
pemberian terapi dietilkarbamazin.
Efek samping seperti demam, nyeri kepala, mialgia, muntah, lemah dan asma, biasanya
disebabkan oleh karena destruksi mikrofilaria dan kadang-kadang oleh cacing dewasa, terutama
pada infeksi berat. Gejala ini berkembang dalam 2 hari pertama, kadang – kadang dalam 12 jam
setelah pemberian obat dan bertahan 3 – 4 hari. Pernah dilaporkan terjadinya abses di scrotum
dan sela paha setelah pengobatan, diperkirakan sebagai reaksi matinya cacing. Dietilkarbamaasin
tidak dianjurkan pada perempuan hamil.
Obat lain yang juga aktif terhadap mikrofilaria adalah ivermectin ( Mectizan ) dan albendazol.
Ivermectin hanya membunuh mikrofilaria, tetapi dapat di berikan dengan dosis tunggal 400 g /
kgBB. Bila ivermectin dosis tunggal digabung dengan DEC, menyebabkan hilangnya
mikrofilaria lebih cepat. Akhir – akhir ini diketahui bahwa albendazol 400 mg dosis tunggal
lebih efektif daripada ivermectin.
Dapat juga diberikan Furapyrimidone yang mempunyai efek yang sama dengan DEC dalam hal
mikrofilarisidal. Dosis yang dianjurkan untuk Brugia malayi adlah 15-20 mg/kgBB/hari selama 6
hari. Sedangkan untuk Wuchereria banrofti 20 mg/kgBB/hari selama 7 hari. Efek samping
ringan hanya berupa iritasi gastrointestinal dan panas.
Pengobatan Pembedahan
Pembedahan untuk melenyapkan elephantiasis skrotum, vulva dan mammae mudah dilakukan
dengan hasil yang memuaskan. Perbaikan tungkai yang membesar dengan anastomosis antara
saluran limfe yang letaknya dalam dengan yang perifer tidak terlalu memuaskan.
Prognosis
Prognosis penyakit ini tergantung dari jumlah cacing dewasa dan mikrofilaria dalam tubuh
penderita, potensi cacing untuk berkembang biak, kesempatan untuk infeksi ulang dan aktivitas
RES.
Pada kasus-kasus dini dan sedang, prognosis baik terutama bila pasien pindah dari daerah
endemik. Pengawasan daerah endemik tersebut dapat dilakukan dengan pemberian obat, serta
pemberantasan vektornya. Pada kasus-kasus lanjut terutama dengan edema pada tungkai,
prognosis lebih buruk.
Pencegahan
WHO telah merencanakan eradikasi filariasis didunia pada 10 tahun mendatang. Pengobatan
masal pada populasi yang menderita filariasis dengan DEC atau pengulangan ivermectin sekali
pertahun, secara nyata mereduksi mikrofilaremia. Secara teoritis pengobatan sekali setahun
efektif bila diberikan minimal 5 tahun.
DEC tidak bersifat toksik oleh karena itu dapat ditambahkan ke dalam garam atau bahan
makanan lainnya. Keberhasilan tergantung dari kerja sama yang baik, sosioekonomi dan
kebiasaan. Dosis yang dianjurkan adalah 6 mg/kgBB/bulan selama 12 bulan. Sedangkan pada
penduduk yang idak kooperatif diberikan 6 mg/kgBB/minggu dengan total dosis 36 mg/kgBB.
B. Filariasis Malayi
Penyebab Filariasis Malayi adalah filaria Brugia malayi. Cacing dewasa jenis ini memiliki
ukuran panjang 13-33 mm dengan diaameter 70-80 mikrometer. Sedangkan cacing betinanya
berukuran panjang 43-55 mm dan berdiameter 130-170 mikrometer.
Epidemiologi
Penyebaran geografis parasit ini luas meliputi Srilangka, Indonesia, Filipina, India Selatan, Asia,
Tiongkok, Korea dan sebagian kecil Jepang.
Didaerah penyebarannya terdapat di daerah dataran sesuai dengan tempat hidup nyamuk
Mansonia. Nyamuk terdapat di daerah rendah dngan banyak kolam yang bertanaman pistia
(suatu tumbuhan air).
Penyakit ini terdapat di luar kota bila vektornya adalah Mansonia, dan bila vektornya Anopheles
maka terdapat di daerah kota dan sekitarnya.
Lingkaran Hidup
Manusia merupakan hopes definitif. Periodisitas nokturnal mikrofilaria yang bersarung dan
berbentuk khas ini, tidak senyata periodisitas W. Bancrofti. Sebagai hospes perantara adalah
Mansonia, Anopheles dan Amigeres. Dalam tubuh nyamuk, mikrofilaria tumbuh menjadi larva
infektif dalam waktu 6-12 hari.
Patogenesis dan Gejala Klinik
Gejala klinik dari Brugia malayi, Brugia timori, Wuchereria bancrofti adalah sama. Manifestasi
dari infeksi akut adalah limfadenitis rekuren dan limfangitis. Pada filariasis kronik terjadi terjadi
obstruksi limfatik yang menyebabkan hidrokel dan elefantiasis.
Brugia malayi berbeda dengan Wuchereria bancrofti dalam hal pasien dengan gejala filariasis
yaitu mempunyai jumlah mikrofilaria yang lebih tinggi dibandingkan pasien yang tidak
menunjukkan gejala. Di Malaysia dengan perbandingan samapai 5 kali. Filariasis Malayi khas
dengan adanya limfadenopati superfisial dan eosinofilia yang tinggi (7-70%)
Diagnosis
Diagnosis dilakukan dengan memeriksa adanya mikrofilaria di dalam darah dengan tetesan darah
tebal atau tipis.
Pengobatan
Sama dengan pengobatan Wuchereria bancrofti. Pencegahan terhadap vektor ini dengan cara
memberantas vektor nyamuk tersebut dan menyingkirkan tanaman pistia. Stratiotes dengan
Fenoxoilen 30 gram merupakan obat murah dan memuaskan terhadap tumbuh-tumbuhan air ini.
C. Filariasis Timori
Penyebab penyakit ini adalah filaria tipe Brugia timori. Cacing jantan berukuran panjang 20 mm
dengan diameter 70-80 mikrometer. Sedangkan yang betina berukuran panjang 30 mm dengan
diameter 100 mikrometer. Filaria tipe ini terdapat di daerah Timor, pulau Rote, Flores dan
beberapa pulau sekitarnya.
Cacing dewasa hidup di dalam saluran dan kelenjar limfe. Vektornya adalah Anopheles
barbirostis. Mikrofilarianya menyerupai mikrofilaria Brugia Malayi, yaitu lekuk badannya patah-
patah dan susunan intinya tidak teratur, perbedaannya terletak di dalam hal :
1. Panjang kepala sama dengan 3x lebar kepala
2. Ekornya mempunyai 2 inti tambahan, yang ukurannya lebih kecil daripada inti-inti
lainnya dan letaknya lebih berjauhan bila dibandingkan dengan letak inti tambahan
Brugia malayi.
3. Sarungnya tidak mengambil warna pulasan Giemsa
4. Ukurannya lebih panjang daripada mikrofilaria Brugia malayi. Mikrofilaria bersifat
periodik nokturnal.
Gejala klinis dan pengobatannya menyerupai Brugia malayi
Tropical Pulmonary Eosinophilia
Keberadaan dari mikrofilaria di dalam tubuh manusia dapat menyebabkan terjadinya tropical
pulmonary eosinophilia, yaitu suatu sindroma yang disebabkan mikrofilaria yang berada di
dalam paru-paru dan kelenjar limfe dengan gejala-gejala seperti paroxysmal nocturnal cough
dengan disertai sesak nafas, demam, penurunan berat badan dan lemas. Ronki dan rales
didapatkan pada auskultasi dinding dada. Pada pemeriksaan radiologi di dapatkan corakan
bronkovaskular yang bertambah. Episode yang berulang-ulang dapat menyebabkan fibrosis
interstitial dan gangguan pernafasan kronik. Hepatosplenomegali dan limfadenopati
generalisata sering ditemukan pada anak-anak.
Diagnosis ditegakkan melalui riwayat tinggal di daerah endemik, eosinophilia (>2000/µL),
gejala klinik yang khas, peningkatan serum IgE (>1000IU/Ml) dan peningkatan titer dari
antibodi antimikrofilarial. Walaupun mikrofilaria dapat ditemukan pada jaringan paru dan
kelenjar limfe, biopsi dari jaringan tidak dilakukan. Respon klinik terhadap pemberian
dietilkarbamazin (5mg/Kg/hari P.O.

BAB III
FILARIASIS KUTANEUS
A. Onchocerciasis
Penyebab penyakit ini adalah Onchocerca volvulus. Juga dikenal sebagai hanging groins, leopard
skin, river blindness, atau sowda. Gejala klinis akibat adanya microfilaria di kulit dan termasuk
pruritus, bengkak subkutaneous, lymphadenitis, dan kebutaan
Cacing dewasa berukuran panjang 10-42 mm dengan diameter 130-210 mikrometer. Sedangkan
cacing betina berukuran panjang 33,5-50 mm dengan diameter 270-400 mikrometer.
Cacing dewasa berada dalam nodulus di jaringan subkutis atau lebih dalam, biasanya timbul di
daerah pelvis, temporal dan daerah occipital. Mikrofilarianya dapat ditemukan didalam jaringan
subkutis, darah tepi, urine dan sputum.
Manson (1982) mengatakan bahwa vektor dari penyakit ini adalah sejenis lalat betina yang
disebut Black fly, yaitu golongan Simulium sp. Diduga Onchocerciasis kronis disebabkan oleh
reaksi hipersensitivitas terhadap antigen parasit, meningkatkan eosinophilia, dan mengakibatkan
serum immunoglobulin E (IgE) yang tinggi.
Manifestasi Klinik.
Trias gejala klinisnya berupa dermatitis, nodul kulit (yaitu onchocercomas), dan lesi okuler.
Lesi kulit termasuk edema, pruritus, eritema, papula, erupsi scablike, perubahan pigmen, dan
likenifikasi.
Nodul kulit biasanya diatas tulang prominens.
Lesi pada mata biasanya berkaitan dengan durasi dan beratnya infeksi dan disebabkan respon
imun hospes yang abnormal terhadap mikrofilariae. Pada mata ditemukan keratitis
punctate, pannus, fibrosis kornea, iridocyclitis, glaucoma, choroiditis, and atropi optik.

Gambar 3.1. Nodul Subkutaneus pada pinggul oleh karena infeksi Onchocerca volvulus

Gambar 3.2. Seorang pria yang buta karena mikrofilaria Onchocerca volvulus

Gambar 3.3. Kulit dengan kronik Onchodermatitis


Diagnosa
Infeksi o.volvulus didiagnosis ketika microfilaria ditemukan pada beberapa bahan pemeriksaan
kulit dari bagian tubuh yang berbeda dari kedua sisi tubuh.
Pada kasus yang dicurigai African onchocerciasis, daerah kulit yang direkomendasikan adalah
gluteus dan betis. Pada American onchocerciasis, lebih disukai pada kulit skapula dan deltoid.
Sedangkan pada pemeriksaan microfilaria di mata, Microfilariae O volvulus dapat ditemukan di
kornea atau mata bagian anterior dengan memakai slit-lamp
Pemeriksaan antibody filarial dengan memakai antigen rekombinan dapat digunakan untuk
mendiagnosis immunoglobulin G4 onchocerciasis (IgG4). Pada pemeriksaan Immunoglobulin
serum, IgE serum meningkat dan IgG4 mungkin ditemukan pada pasien dengan penyakit filaria
aktif.
Dengan menggunakan ultrasonografi maka dapat dideteksi adanya Onchocercoma dan
perubahan vitreous di dalam mata.
B. Loaiasis
Penyababnya adalah cacing Loa loa. Cacing jantan memiliki panjang 30-34 mm dan lebar 0,35-
0,43 mm. Sedangkan cacing betina loa-loa berukuran 40-70 mm dengan lebar 0,5 mm.
Lalat buah mangga atau deerflies dari Chrysops diduga sebagai vektor dari penyakit loaiasis.
Respon infeksi Loa loa berbeda antara penduduk daerah endemis dengan pendatang. Pendatang
dengan infeksi lebih menunjukkan gejala klinis dibandingkan penduduk daerah endemis,
meskipun dengan microfilaria level rendah. Eosinofil, IgE serum, dan level antibody juga lebih
tinggi pada pendatang.

Gambar 3.4. Vektor dari Loa loa yaitu lalat Chrysops


Gambar 3.5. Mikrofilaria dari Loa loa
Gejala infeksi Loa loa biasanya berupa bengkak-bengkak di ekstremitas bagian subkutan, nyeri
lokal, pruritus, dan urtikaria. Microfilaremia biasanya asimptomatik. Manifestasi infeksi lainnya
yang jarang termasuk arthritis, kalsifikasi payudara, meningoencephalopathy, fibrosis
endomyocardial, neuropati perifer, efusi pleura, dan retinopati. Loaiasis dapat menimbulkan
penyulit berupa lokal idiopatik angioedema bila tidak segera ditangani.

Gambar 3.6. Angioedema menyebabkan pembengkakan wajah pada seorang wanita yang
terinfeksi Loa loa
Diagnosis penyakit oleh adanya “Calabar swelling”, yaitu, edema subkutaneus yang besar,
noneritematous. Kebanyakan mengelilingi persendian. Selain itu mikrofilaria Loa loa dapat
ditemukan dalam darah. Dengan pemeriksaan antigen filaria dapat ditemukan adanya antigen
filarial di dalam darah perifer, dengan atau tanpa mikrofilaria.
Loa loa meningoencephalopathy
Meningoencephalopathy adalah komplikasi infeksi yang berat dan sering fatal. Sindroma
biasanya berhubungan dengan pemberian diethylcarbamazine (DEC) pada seseorang dengan
densitas microfilaremia yang tinggi, tetapi hal ini mungkin terjadi tanpa terapi obat. DEC
menyeabkan influx microfilariae dalam jumlah besar ke dalam cairan cerebrospinal,
menyebabkan obstruksi kapiler, edema cerebral, hypoxia, dan koma. Granuloma necrotizing
yang terlokalisir juga muncul sebagai respon terhadap mikrofilaria.
C. Pengobatan
DEC dalam dosis tinggi direkomendasikan untuk pengobatan Loa loa mulai hari ke 4 sampai hari
21. Penggunaan kortikosteroid bersama-sama dengan DEC patut dipertimbangkan untuk
meminimalkan timbulnya manifestasi alergi akibat mikrofilaria, terutama yang disebabkan oleh
Onchocerca volvulus dan Loa loa. Untuk mencegah timbulnya efek samping, maka penggunaan
DEC dalam terapi Onchocerciasis dan Loaiasis harus dimulai dari 50 mg dan dinaikkan secara
bertahap.
Suramin (Germanin, Antrypol, Naganinum, Naganol) dapat pula digunakan sebagai terapi
Onchocerciasis. Namun WHO merekomendasikan agar Suramin tidak diberikan pada penderita
Onchocerciasis yang sudah tua dan lemah, pasien dengan gangguan ginjal dan hati yang berat,
anak-anak kurang dari 10 tahun, orang dengan kebutaan total dan pada wanita hamil.
Untuk Onchocerciasis, nodulektomi dengan anestesi lokal merupakan terapi yang sering
digunakan untuk mengurangi komplikasi pada kulit dan mata.

BAB IV
KESIMPULAN
Filariasis adalah kelompok penyakit yang mengenai manusia dan binatang yang disebabkan oleh
parasit kelompok nematode yang disebut filaridae., dimana cacing dewasanya hidup dalam
cairan san saluran limfe, jaringan ikat di bawah kulit dan dalam rongga badan. Cacing dewasa
betina mengeluarkan mikrofilaria yang dapat ditemukan dalam darah, hidrokel, kulit sesuai
dengan sefat masing-masing spesiesnya.
Penyakit filariasis banayak ditemukan di berbagai negara tropik dan subtropik, termasuk
Indonesia. Prevalensi tidak banyak berbeda menurut jenis kelamin, usia maupun ras.
Penyakit filariasis dapat disebabkan oleh berbagai macam spesies, sehingga gambaran klinisnya
spesifik untuk masing-masing spesies, misalnya bentuk limfatik biasnya digunakan sebagai tanda
bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia
timori, dimana parasit dapat menyumbat saluran limfe dengan manifestasi terbentuknya
elefantiasis, sedangkan Loa loa ditandai dengan calabar swelling. Onchocerca volvulus
menyebabkan kebutaan dan pruritus pada kulit.
Diagnosis penyakit ini dengan ditemukannya mikrofilaria dalam darah, sedangkan bila tidak
ditemukan mikrofilaria maka diagnosis dapat berdasarkan riwayat asal penderita, biopsi kelenjar
limfe, dan pemeriksaan serologis.
Prinsip terapi ialah dengan menggunakan kemoterapi untuk membunuh filaria dewasa dan
mikrofilarianya serta mengobati secara simpotomatik terhadap reaksi tubuh yang timbul akibat
cacing yang mati. Dapat juga dilakukan pembedahan.
Pencegahan penularan penyakit ini dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan seperti
DEC ataupun dengan mengontrol vektor.
Prognosa tergantung dari perjalanan penyakitnya, dimana pada kasus yang kronik memiliki
prognosa buruk.

DAFTAR PUSTAKA
Chaerudin P. Lubis, Syahril Pasaribu. Filariasis dalam Buku Ajar Penyakit Anak. Infeksi dan
Penyakit Tropis. Edisi Pertama. 2002. Jakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 435-441
Herdiman T. Pohan. Filariasis dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi III. 2004. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI. 525-529
T.H. Rampengan, I.R. Laurents. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. 1997. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 233-243
Nelson. Texbook of Pediatric edisi 17, hal 1161-1162
www.eMedicine.com
www.WHO.org 2005
SILAHKAN DINIKMATI, BUKAN BUATAN SENDIRI, HANYA ARSIP DARI SENIOR

Diposkan oleh Makalah Referat Kedokteran di 02:49


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

0 komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog
 ▼ 2010 (84)
o ► Oktober (5)
 Osteomielitis
 Luka Bakar
 Quality Of Life 2
 Epidemiologi Bibir Sumbing
 Alergi Susu Sapi Pada Anak
o ► Agustus (18)
 Referat Benign Prostat Hypertrophy
 Referat Cholelithiasis
 Referat Polip Kantung Empedu
 REFERAT HERNIA INGUINALIS
 KARSINOMA COLORECTAL
 REFERAT Penyakit Hirschsprung
 Referat Appendicitis Acute
 Demam Tifoid
 Referat Ileus Mekanik et causa Adhesi
 Referat Infeksi Luka Operasi
 Perforasi Gastrointestinal
 Referat Tumor Colorectal
 Referat Antropometri
 Gizi Komunitas
 Hemostasis
 Trauma Pelvis
 Sindrom Croup
 Cholangitis Akut
o ▼ Juli (61)
 REFERAT Hipertensi Krisis Pada Anak
 REFERAT Penatalaksanaan Bayi dengan Ibu HBsAg Posi...
 Resusitasi pada neonatus
 HIV Dalam Kehamilan
 Referat Amoebiasis
 Transfusi Darah Pada Anak
 Meningitis TB
 Campak II
 REFERAT Persisten Ductus Arteriosus
 Pemeriksaan Fisik Pada Anak
 Glomerulonefritis Akut Pascastreptokokus
 Kern Icterus
 Hyalin Membran Disease (HMD)
 ANEMIA DEFISIENSI BESI
 Demam Typhoid
 Tumor Wilms
 Varicella
 Crohn’s Disease
 TOXOPLASMOSIS PADA BAYI BARU LAHIR
 Tetanus
 TB Paru Pada Anak II
 TB Paru Pada Anak I
 Sepsis Neonatorum
 Pertusis
 Patofisiologi Demam
 Morbili / Campak
 Meningitis Bakterial
 Laryngitis Akut
 Glomerulonefritis Akut
 Flu Burung (Avian Influeza)
 Dengue Shock Syndrome
 FILARIASIS
 REFERAT SEPSIS
 Ca Of Unknown Origin
 REFERAT INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK
 REFERAT Inflammatory bowel disease (IBD)
 REFERAT DIFTERI
 REFERAT BRONCHIOLITIS
 REFERAT KESEHATAN MATA MASYARAKAT
 REFERAT LYMPHANGIOMA
 REFERAT PURPURAE TROMBOSITOPENIA IDIOPATIK (PTI) ...
 REFERAT KARSINOMA HEPATOSELULER
 REFERAT KELAHIRAN PRETERM PRETERM BIRTH
 REFERAT PATOFISIOLOGI PENINGKATAN SGOT DAN SGP...
 REFERAT PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN BAWAH
 REFERAT SIKLUS HAID DAN KONTRASEPSI HORMONAL
 EPIDEMIOLOGI KECELAKAAN LALU LINTAS
 REFERAT TUMBUH KEMBANG ANAK USIA 1-5 TAHUN
 REFERAT KUALITAS HIDUP QUALITY OF LIFE
 DIET PADA PENYAKIT GINJAL
 REFERAT ASUHAN ANTENATAL
 REFERAT FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TUMBUH
K...
 REFERAT SINDROM OVARIUM POLIKISTIK
 REFERAT INFEKSI HIV/AIDS PADA ANAK
 REFERAT PENATALAKSANAAN DIARE MENURUT WHO TAHUN
20...
 REFERAT KELAINAN GINJAL DAN SALURAN KEMIH PADA
KEH...
 REFERAT PENILAIAN ANTEPARTUM ANTEPARTUM ASSES...
 Epidemiologi Malaria
 REFERAT PARTURITION (PROSES KELAHIRAN)
 REFERAT VAGINOSIS BACTERIALIS
 REFERAT PRINSIP-PRINSIP NUTRISI DI BEDAH

Mengenai Saya

Makalah Referat Kedokteran


Lihat profil lengkapku

Kunjungan
widgeo.net

Ada yang mau ditanyakan ??

Followerzzz

2010 dr. Mantap. Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai